PENGEMBANGAN MODUL KALOR BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN PAKET SCAFFOLDING UNTUK SISWA KELAS X Khusnul Khotimah, Muhardjito, Purbo Suwasono Universitas Negeri Malang Email :
[email protected] ABSTRAK: Media pembelajaran berperan sangat penting untuk menunjang kesuksesan belajar siswa. Salah satu media pembelajaran adalah modul. Modul berbasis Problem Based Learning berbantuan paket scaffolding menampilkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, siswa terlatih untuk memecahkan masalah sehingga tercipta suatu pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum yaitu menciptakan kondisi belajar aktif kepada siswa dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dalam modul ini juga terdapat lembar kerja dengan bantuan paket scaffolding. Bantuan paket scaffolding yang dimaksud dalam modul ini berupa penguraian masalah-masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. Penelitian dan pengembangan modul ini dilakukan dengan tujuan mengembangkan produk berupa modul dan mengetahui kelayakannya. Penelitian dan pengembangan modul ini mengadaptasi model pengembangan Borg and Gall dan dilakukan sampai tahap kelima. Hasil validasi isi modul ini dinyatakan layak/valid. Hasil uji kelayakan modul untuk siswa dinilai layak dengan rata-rata kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian secara berturut-turut sebesar 3,66 (91,55%); 3,67 (91,78%); dan 3,74 (93,58%). Modul untuk guru dinilai layak dengan kelayakan isi sebesar 3,5 (87,5%), kelayakan kebahasaan sebesar 3,67 (91,67%), dan kelayakan penyajian sebesar 3,7 (92,5%). Hasil uji keterbacaan siswa adalah layak dengan nilai rata-rata 3,48 (86,96%). Kata Kunci: pengembangan, modul, kalor, Problem Based Learning, paket scaffolding ABSTRACT: Instructional media play an important role to sustain students successful learning. One of the learing media is module. Module based on Problem Based Learning with the assistance of scaffolding method presented the problems which occur in the daily life. By presenting the problems, it was expected to be able to enhance the students’ critical thinking ability. Thus, the students will be trained to solve the problems occurred in the daily life, furthermore, a learning which met the current curriculum which is able to create an active learning for the students and improve the critical thinking will establish. Moreover, this current module served the worksheets with the assistance of scaffolding method. The assistance of scaffolding method in this module was translated in the form of breaking the problems into the steps of the problem solving which allows the students to conduct independent study. This research and development was conducted in order to develop a product in the form of module as well as to know the validity. This research and development adapted the design by Borg and Gall, and it was done until the fifth phase. The results of the content validation of the module for the students and teacher were well worth/valid. The results of the validation of the student module were proper with the average of content, languange, and layout within 3,66 (91,55%); 3,67 (91,78%); dan 3,74 (93,58%).. The teacher module was proper with the average of content was 3,5 (87,5%); language was 3,67 (91,67%); and layout was 3,7 (92,5%). The results of the students’ legibility test were proper with the average was 3,48 (86,96%). Key words: developing, module, heat, Problem Based Learning, scaffolding
1
2
Kualitas kehidupan bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Oleh karena itu, pembaruan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Nurhadi (2004) menyatakan bahwa dalam konteks pembaruan pendidikan, ada tiga isu utama yang perlu disoroti yaitu pembaruan kurikulum, peningkatan kualitas pembelajaran, dan efektivitas metode pembelajaran. Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan siswa supaya belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (BSNP, 2006:4). Pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, 2004:56-57). Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa serta melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Mukhlas, 2011). Dalam metode PBL, siswa diberi suatu permasalahan. Kemudian secara berkelompok (sekitar lima hingga delapan orang), siswa berusaha untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk mendapatkan solusi, siswa diharapkan secara aktif mencari informasi yang dibutuhkan dari berbagai sumber (Muhson, 2009:173). Media pembelajaran berperan sangat penting untuk menunjang kesuksesan belajar siswa. Salah satu media pembelajaran yang memegang peranan penting dalam membantu siswa untuk mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah bahan ajar (materi ajar). Bahan ajar yang digunakan sebaiknya tidak hanya menyajikan materi secara instan sehingga tidak mampu mengantarkan siswa untuk memahami dan menemukan konsep yang dipelajari. Bahan ajar yang digunakan harus mampu mengantarkan siswa untuk memahami dan menemukan konsep yang dipelajari sehingga pembelajaran menjadi bermakna. Salah satu jenis dari bahan ajar adalah modul. Modul adalah seperangkat bahan ajar yang disajikan
3
secara sistematis sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa seorang fasilitator/guru (Depdiknas, 2008). Penggunaan model pembelajaran akan sangat efektif jika didukung dengan bahan ajar (modul) yang sesuai dengan karakteristik model yang digunakan. Selama ini kebanyakan siswa merasa kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal fisika. Ini membuktikan bahwa mereka belum dapat menguasai konsep fisika dengan baik. Oleh karena itu siswa memerlukan bantuan pendampingan kognitif dalam belajar fisika. Dennen mengatakan bahwa scaffolding, modeling, mentoring, dan choaching merupakan bentuk-bentuk pendampingan kognitif yang merupakan strategi pembelajaran yang berupaya meningkatkan belajar melalui interaksi sosial dengan melibatkan negosiasi isi, pemahaman, dan kebutuhan belajar (Koes, 2012:1-2). Fadillah (2011) mengatakan istilah scaffolding digunakan pertama kali oleh Wood, dkk dengan pengertian bahwa scaffolding merupakan dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Menurut Destiawaty (2012) scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk membimbing dalam belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah-masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri. METODE Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan yang dirancang untuk memperoleh suatu produk. Penelitian dan pengembangan modul pembelajaran berbasis problem based learning berbantuan paket scaffolding mengadaptasi pada langkah-langkah penelitian pengembangan Borg and Gall sampai pada langkah kelima (merevisi hasil uji coba). Kelima tahap tersebut kemudian dikelompokkan menjadi tiga langkah pokok yang telah dimodifikasi menurut Sukmadinata (2010:184) yang merupakan modifikasi dari sepuluh tahap pelaksanaan penelitian dan pengembangan Borg dan Gall yaitu, (1) studi pendahuluan, (2) pengembangan produk, (3) uji produk. Penelitian dan pengembangan modul ini divalidasi isi oleh dua dosen Fisika Universitas Negeri Malang dan 3 orang guru
4
fisika SMA Negeri 9 Malang. Uji keterbacaan dilakukan oleh 37 siswa kelas X-1 SMA Negeri 9 Malang. Teknik analisis data yang digunakan dalam pengembangan modul ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif, teknik analisis deskriptif kuantitatif berupa persentase, dan teknik perhitungan nilai ratarata. HASIL Hasil penelitian berupa modul kalor berbasis problem based learning berbantuan paket scaffolding, data uji kelayakan modul yang dilakukan oleh dua dosen fisika Universitas Negeri Malang dan tiga orang guru fisika SMA Negeri 9 Malang, serta data uji keterbacaan keterbacaan modul yang dilakukan oleh 37 siswa kelas X-I SMA Negeri 9 Malang. Data Hasil Uji Kelayakan Isi Modul untuk Siswa Adapun data hasil uji kelayakan isi modul untuk siswa disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Hasil Uji Kelayakan Isi Modul untuk Siswa Keterangan 1) Cakupan Materi 2) Keakuratan Materi 3) Kemutakhiran 4) Berbasis Problem Based Learing (PBL) 5) Lembar kerja berbantuan paket scaffolding 6) Kemampuan Merangsang Keingintahuan
Rata-rata 3,33 3,77 3,9
Kriteria Penilaian Layak Layak Layak
Kategori Tidak Revisi Tidak Revisi Tidak Revisi
3,57
Layak
Tidak Revisi
3,8
Layak
Tidak Revisi
3,6
Layak
Tidak Revisi
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa kelayakan isi dari modul untuk siswa dinyatakan layak dengan demikian modul untuk siswa yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Data Hasil Uji Kelayakan Kebahasaan Modul untuk Siswa Adapun data hasil uji kelayakan kebahasaan modul untuk siswa disajikan dalam Tabel 2 sebagai berikut.
5
Tabel 2 Hasil Uji Kelayakan Kebahasaan Modul untuk Siswa Keterangan 1) Kesesuaian dengan Perkembangan siswa 2) Kekomunikatifan 3) Dialogis 4) Kelugasan 5) Kekoherensian dan Keruntutan Alur Berpikir 6) Kesesuaian dengan Kaedah Bahasa Indonesia 7) Penggunaan Istilah dan Simbol (Lambang)
Rata-rata
Kriteria Penilaian
Kategori
3,6
Layak
Tidak Revisi
3,8 3,6 3,6
Layak Layak Layak
Tidak Revisi Tidak Revisi Tidak Revisi
3,8
Layak
Tidak Revisi
3,5
Layak
Tidak Revisi
3,8
Layak
Tidak Revisi
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa kelayakan kebahasaan dari modul untuk siswa dinyatakan layak dengan demikian modul untuk siswa yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Data Hasil Uji Kelayakan Penyajian Modul untuk Siswa Adapun data hasil uji kelayakan penyajian modul untuk siswa disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut. Tabel 3 Hasil Uji Kelayakan Penyajian Modul untuk Siswa Keterangan 1) Teknik Penyajian 2) Penyajian Pembelajaran 3) Kelengkapan Penyajian
Rata-rata 3,75
Kriteria Penilaian Layak
Kategori Tidak Revisi
3,64
Layak
Tidak Revisi
3,84
Layak
Tidak Revisi
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa kelayakan penyajian dari modul untuk siswa dinyatakan layak dengan demikian modul untuk siswa yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Data Hasil Uji Kelayakan Modul untuk Guru Adapun data hasil uji kelayakan modul untuk guru disajikan dalam Tabel 4 sebagai berikut.
6
Tabel 4 Hasil Uji Kelayakan Modul untuk Guru Keterangan 1) Kelayakan Isi 2) Kelayakan Kebahasaan 3) Kelayakan Penyajian
Rata-rata 3,5
Kriteria Penilaian Layak
Kategori Tidak Revisi
3,67
Layak
Tidak Revisi
3,7
Layak
Tidak Revisi
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa kelayakan penyajian dari modul untuk guru yang meliputi kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan penyajian dinyatakan layak dengan demikian modul untuk guru yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Data Uji Keterbacaan Adapun data hasil uji keterbacaan modul oleh disajikan dalam Tabel 5 sebagai berikut. Tabel 5 Hasil Uji Keterbacaan Siswa No. a b c d e f g h
i j k l m n o p q
Keterangan Halaman Judul Kata Pengantar Daftar Isi Petunjuk Penggunaan Modul Peta Konsep Pendahuluan Permasalahan (problems) LKS praktikum (check your problems) Materi Penempatan Gambar Keterangan Gambar Kilas Balik (summary) Contoh soal (contoh soal scaffolding) Soal Latihan (diskusi) Soal Latihan Daftar Pustaka Glosarium
Rata-rata 3,54 3,46 3,73
Kriteria Penialain Layak Layak Layak
Kategori Tidak Revisi Tidak Revisi Tidak Revisi
3,38
Layak
Tidak Revisi
3,59 3,4
Layak Layak
Tidak Revisi Tidak Revisi
3,38
Layak
Tidak Revisi
3,43
Layak
Tidak Revisi
3,35 3,68 3,62
Layak Layak Layak
Tidak Revisi Tidak Revisi Tidak Revisi
3,35
Layak
Tidak Revisi
3,297
Layak
Tidak Revisi
3,38
Layak
Tidak Revisi
3,297 3,62 3,62
Layak Layak Layak
Tidak Revisi Tidak Revisi Tidak Revisi
7
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Uji Kelayakan Modul untuk Siswa Hasil uji kelayakan modul untuk siswa yang ditunjukkan pada Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3 dapat dinyatakan layak sehingga tidak perlu direvisi baik dari uji kelayakan isi, kebahasaan, maupun penyajian. Kelayakan isi meliputi cakupan materi, keakuratan materi, kemutakhiran, berbasis Problem Based Learning (PBL), lembar kerja dengan berbantuan paket scaffolding, dan kemampuan merangsang keingintahuan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dinyatakan layak dengan demikian modul untuk siswa yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Hasil penilaian kelayakan isi dapat dijabarkan sebagai berikut. Cakupan materi Pada subkomponen cakupan materi yang meliputi keluasan materi, kedalaman materi, dan tingkat kesulitan materi diperoleh hasil dari validator bahwa sekor terendah sebesar 3,2 dan sekor tertinggi 3,6 dengan nilai rata-rata sebesar 3,33. Dari nilai rata-rata diperoleh kriteria bahwa dari segi cakupan materi, modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Keakuratan materi Pada subkomponen keakuratan materi yang meliputi keakuratan fakta; keakuratan konsep, kebenaran prinsip dan hukum; keakuratan teori; keakuratan prosedur/metode; serta kesesuaian notasi, simbol, dan satuan yang terdapat dalam materi dengan acuan Sistem Internasional (SI) diperoleh hasil dari validator bahwa sekor teredah sebesar 3,4 dan sekor tertinggi sebesar 4 dengan nilai ratarata sebesar 3,77. Dari nilai rata-rata diperoleh kriteria bahwa dari segi keakuratan materi, modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Kemutakhiran Pada subkomponen kemutakhiran yang meliputi kesesuaian dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta keterkinian/ketermasaan fitur diperoleh hasil dari validator bahwa sekor teredah sebesar 3,8 dan sekor tertinggi sebesar 4 dengan nilai rata-rata sebesar 3,9. Dari nilai rata-rata diperoleh kriteria bahwa dari segi kemutakhiran, modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi.
8
Berbasis Problem Based Learning (PBL) Pada subkomponen Berbasis Problem Based Learning (PBL) yang meliputi memunculkan masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi di sekitar kehidupan siswa, masalah dirumuskan dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa dan menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat atau merancang hipotesis, memfasilitasi siswa untuk menganalisis hipotesis dalam kegiatan pembelajaran (baik melalui diskusi maupun eksperimen), menyimpulkan hasil pembelajaran sehingga didapatkan konsep yang benar, memberikan penjelasan atau informasi lebih lanjut mengenai konsep yang telah didapatkan dari kegiatan pembelajaran, serta menerapkan konsep tersebut pada permasalahan lain yang sejenis diperoleh hasil dari validator bahwa sekor teredah sebesar 3,4 dan sekor tertinggi sebesar 3,8 dengan nilai rata-rata sebesar 3,57. Dari nilai rata-rata diperoleh kriteria bahwa dari segi berbasis Problem Based Learning (PBL), modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Lembar kerja dengan berbantuan paket scaffolding Pada subkomponen lembar kerja dengan berbantuan paket scaffolding yang meliputi keruntutan langkah-langkah penyelesaian masalah, tingkat kerumitan langkah-langkah penyelesaian masalah, ketepatan bantuan dalam lembar kerja untuk mencapai konsep-konsep kunci, serta kesesuaian bantuan pada lembar kerja kerja dengan kemampuan rata-rata siswa diperoleh hasil dari validator bahwa sekor teredah sebesar 3,6 dan sekor tertinggi sebesar 4 dengan nilai rata-rata sebesar 3,8. Dari nilai rata-rata diperoleh kriteria bahwa dari segi lembar kerja dengan berbantuan paket scaffolding, modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Kemampuan merangsang keingintahuan Pada subkomponen kemampuan merangsang keingintahuan yang meliputi menumbuhkan rasa ingin tahu dan mendorong untuk mencari informasi lebih jauh diperoleh hasil dari validator bahwa sekor pada kedua butir tersebut adalah sama
9
yaitu 3,6. Dari nilai tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kemampuan merangsang keingintahuan, modul ini dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Berdasarkan keterangan dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dari segi kelayakan isi, modul tidak perlu direvisi. Kelayakan kebahasaan meliputi kesesuaian dengan perkembangan siswa, kekomunikatifan, dialogis, kelugasan, kekoherensian dan keruntutan alur berpikir, kesesuaian dengan kaedah bahasa Indonesia, serta penggunaan istilah dan simbol (lambang) seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2 dapat dinyatakan layak dengan demikian modul yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Hasil penilaian kelayakan kebahasaan dapat dijabarkan sebagai berikut. Kesesuaian dengan perkembangan siswa Kesesuaian dengan perkembangan siswa dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen kesesuaian dengan perkembangan siswa yang meliputi kesesuaian dengan tingkat perkembangan berpikir siswa dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan sosial emosional diperoleh sekor 3,8 dan 3,4 dengan sekor rata-rata 3,6. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kesesuaian dengan perkembangan siswa, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Kekomunikatifan Kekomunikatifan dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen kemunikatifan yang meliputi keterpahaman siswa terhadap pesan dan kesesuaian ilustrasi dengan substansi pesan diperoleh sekor 3,6 dan 4 dengan sekor rata-rata 3,8. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kekomunikatifan, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Dialogis Dialogis dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen dialogis yang meliputi kemampuan motivasi siswa untuk merespon pesan dan dorongan berpikir kritis pada siswa diperoleh sekor 3,4 dan 3,8 dengan sekor rata-rata 3,6. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi dialogis, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi.
10
Kelugasan dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen kelugasan yag meliputi ketepatan struktur kalimat dan kebakuan istilah diperoleh sekor yang sama yaitu 3,6. Dari sekor tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kelugasan, modul dinyatakan layak dan tidak pelu direvisi. Kekoherensian dan keruntutan alur berpikir Kekoherensian dan keruntutan alur berpikir dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen kekoherensian dan keruntutan alur berpikir yang meliputi ketertautan antar subbab/alinea dan keutuhan makna dalam subbab/alinea diperoleh sekor 3,8. Dari sekor tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kekoherensian dan keruntutan alur berpikir, modul dinyatakan layak dan tidak pelu direvisi. Kesesuaian dengan kaedah bahasa Indonesia Kesesuaian dengan kaedah bahasa Indonesia dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen kesesuaian dengan kaedah bahasa Indonesia yang meliputi ketepatan bahasa dan ketepatan ejaan diperoleh sekor 3,4 dan 3,6 dengan sekor rata-rata 3,5. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kesesuaian dengan kaedah bahasa indonesia, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Penggunaan istilah dan simbol (lambang) Penggunaan istilah dan simbol (lambang)dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen penggunaan istilah dan simbol (lambang) yang meliputi konsistensi penggunaan istilah dan konsistensi penggunaan simbol/lambang diperoleh sekor 3,8. Dari sekor tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi penggunaan istilah dan simbol (lambang), modul dinyatakan layak dan tidak pelu direvisi. Berdasarkan keterangan dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dari segi kelayakan kebahasaan, modul tidak perlu direvisi. Kelayakan penyajian meliputi teknik penyajian, penyajian pembelajaran, dan kelengkapan penyajian seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3 dapat
11
dinyatakan layak dengan demikian modul yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Hasil penilaian kelayakan penyajian dapat dijabarkan sebagai berikut. Teknik penyajian Teknik penyajian dinyatakan layak. Dari hasil validator pada subkomponen teknik penyajian yang meliputi konsistensi sistematika sajian dalam bab, kelogisan penyajian, keruntutan konsep, serta koherensi diperoleh sekor terendah sebesar 3,6 dan sekor tertinggi sebesar 3,8 dengan sekor rata-rata sebesar 3,75. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi teknik pembelajaran, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Penyajian pembelajaran Penyajian pembelajaran dinyatakan layak. Dari validator diperoleh sekor terendah untuk subkomponen penyajian pembelajaran sebesar 3,4 dan sekor tertinggi sebesar 3,8 dengan sekor rata-rata 3,64. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi penyajian pembelajaran, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Kelengkapan penyajian Kelengkapan penyajian dinyatakan layak, karena modul disajikan secara lengkap mulai dari petunjuk penggunaan modul, daftar isi, peta konsep, LKS, kilas balik, soal evaluasi, glosarium, daftar pustaka, apendiks, serta indeks. Berdasarkan kriteria di atas diperoleh hasil dari validator bahwa sekor terendah untuk subkomponen penyajian pembelajaran sebesar 3,4 dan sekor tertinggi sebesar 4 dengan sekor rata-rata 3,84. Dari sekor rata-rata tersebut dapat diperoleh kriteria bahwa dari segi kelengkapan penyajian, modul dinyatakan layak dan tidak perlu direvisi. Berdasarkan keterangan dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa dari segi kelayakan penyajian, modul tidak perlu direvisi. Uji Kelayakan Modul untuk Guru Hasil uji kelayakan pada Tabel 4 menunjukkan setiap uji kelayakan adalah layak, karena telah memenuhi kriteria penilaian kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan penyajian. Kelayakan isi berupa kesesuaian materi
12
dengan kebutuhan guru baik dilihat dari segi keluasan dan kedalaman materi serta berbasis PBL. Kelayakan kebahasaan berupa kesesuaian dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar mulai dari ketepatan bahasa, ketepatan ejaan, dan ketepatan struktur kalimat. Sedangkan kelayakan penyajian berupa kelengkapan penyajian yang berisi daftar isi sesuai dengan isi materi, strategi pembelajaran dan teknik penilaian, soal latihan dan kunci jawaban, silabus, RPP, serta daftar pustaka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa modul untuk guru yang dikembangkan tidak perlu direvisi. Uji Keterbacaan Siswa Berdasarkan data hasil penilaian dari uji keterbacaan oleh siswa seperti pada Tabel 5, maka dapat dinyatakan modul layak, karena rata-rata uji keterbacaan siswa sebesar 3,48. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka modul yang dikembangkan tidak perlu direvisi. KESIMPULAN Modul untuk siswa dan untuk guru berbasis Problems Based Learning memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan. Kelemahan modul antara lain modul ini hanya bisa digunakan oleh sekolah yang memiliki peralatan praktikum yang lengkap karena di setiap bab dalam modul ini selalu dilakukan praktikum. Selain itu dalam pengembangan modul ini tidak sampai diterapkan dalam pembelajaran secara menyeluruh sehingga tidak dapat diketahui keefektivan dari modul yang dikembangkan, sedangkan kelebihan modul ini adalah sebagai berikut. 1. Di awal bab dalam modul ini selalu diawali dengan suatu permasalahan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yang terjadi di sekitar kehidupan siswa dan siswa sendiri yang akan memecahkan permasalahan tersebut. Dengan begitu siswa terlatih untuk memecahkan suatu masalah sehingga menanamkan kemampuan berpikir kritis siswa. Masalah ini dalam modul ditampilkan pada “problems”. 2. Dalam memecahkan permasalahan, siswa disediakan suatu LKS praktikum yang ditampilkan pada “check your problems” sehingga disetiap bab akan ada kegiatan praktikum. Dengan begitu siswa tidak akan bosan.
13
3. Penjelasan mengenai konsep selalu disertai dengan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari siswa. 4. Dalam modul dilengkapi dengan lembar kerja/lembar diskusi dengan tahapan scaffolding berisi suatu kegiatan/tugas yang harus dilakukan oleh siswa untuk mempelajari, menyelidiki, dan memahami suatu konsep yang sedang dipelajari. Dalam modul, tahapan ini ditampilkan pada “check your problems, contoh soal, dan diskusi”. Tahapan scaffolding dapat mempermudah siswa dalam menjawab suatu permasalahan karena pada tahapan tersebut terdapat penguraian masalah-masalah ke dalam langkahlangkah pemecahan memungkinkan siswa itu belajar mandiri. 5. Gambar diletakkan sesuai dengan pembahasan materi sehingga mempermudah siswa dalam memahami materi. 6.
Terdapat modul untuk guru sehingga dapat mempermudah guru dalam menggunakan modul siswa. Berdasarkan hasil analisis uji kelayakan yang diperoleh dari validator,
modul kalor berbasis Problem Based Learning berbantuan paket scaffolding untuk siswa dinyatakan layak/valid. Kelayakan modul terbagi menjadi 3 uji kelayakan yaitu kelayakan isi, kelayakan kebahasaan, dan kelayakan penyajian. Kelayakan modul untuk siswa sebelum dilakukan revisi berdasarkan hasil penilaian kelayakan isi sebesar 3,66 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid, kelayakan kebahasaan sebesar 3,67 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid, serta kelayakan penyajian sebesar 3,74 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid. Setelah dilakukan revisi sesuai dengan saran dan komentar dari validator kemudian dilakukan uji keterbacaan modul oleh siswa sebanyak 37 anak diperoleh hasil bahwa modul untuk siswa dinyatakan layak/valid dengan rata-rata 3,48. Kelayakan modul untuk guru berdasarkan hasil penilaian kelayakan isi sebesar 3,5 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid, kelayakan kebahasaan sebesar 3,67 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid, serta kelayakan penyajian sebesar 3,7 dan termasuk pada kriteria penilaian layak/valid. Hal ini berdasarkan acuan perhitungan rata-rata yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2006:113) dan perhitungan persentase produk oleh Arikunto (2003,
14
245). Setelah direvisi yang kedua kali dan dilakukan uji kelayakan lagi, diharapkan modul memperoleh skor 4 dan modul ini dapat diaplikasikan dengan baik di sekolah. SARAN Berdasarkan hasil pengembangan dan keterbatasan modul yang dikembangkan, maka saran sebagai bahan pertimbangan untuk mengatasi keterbatasan tersebut antara lain sebagai berikut. 1. Modul yang dikembangkan ini dapat dimanfaatkan oleh siswa dan guru sebagai referensi sumber belajar dalam kegiatan belajar mengajar namun harus dilakukan pengkajian lagi dengan melakukan ujicoba lebih lanjut. 2. Penelitian dan pengembangan modul ini mengacu pada langkah-langkah penelitian pengembangan Borg and Gall dan dilakukan sampai tahap kelima (merevisi hasil uji coba), perlu dilakukan sampai tahap kesepuluh (diseminasi dan distribusi). 3. Penggunaan modul dapat didukung dengan animasi-animasi dalam bentuk CD baik animasi flash maupun power point sehingga dapat ditayangkan pada saat pembelajaran atau siswa belajar sendiri di rumah.
DAFTAR RUJUKAN Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2006. Panduan penyusunan KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. (Online), (http://ngadimunhd.files.wordpress.com/2011/12/panduan-penyusunanktsp-bsnp.pdf), diakses 22 Maret 2012. Borg. Gall. 1979. Educational Research An Introduction Third Edition. New York: Longman Inc Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar. (Online), (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=panduan+pengembangan+bah an+ajar+&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A %2F%2Fgurupembaharu.com%2Fhome%2Fwpcontent%2Fplugins%2Fdownloadmonitor%2Fdownload.php%3Fid%3D2890&ei=dNqeUZzNBsTtrAeYyIH wAg&usg=AFQjCNG2UJsVTv4xRspF32PEZnHzVmAM9g&bvm=bv.47 008514,d.bmk), diakses 20 Maret 2012.
15
Destiawaty, Dhea. 2012. Analisis Pola Scaffolding Pada Tes Mata Pelajaran Fisika Dengan Soal Isomorpik Untuk Mendeskripsikan Kemampuan Analogi Siswa, (Online), (http://repository.upi.edu/operator/upload/s_fis_0807559_chapter1.pdf), diakses 5 Oktober 2012. Fadillah. 2011. Psikologi Belajar Pusat Pengembagan Bahan Ajar Universitas Mercu Buana, (Online), (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=pengertian+dari+scaffolding& source=web&cd=7&cad=rja&ved=0CHkQFjAG&url=http%3A%2F%2Fk k.mercubuana.ac.id%2Ffiles%2F61065-11291514094989.doc&ei=C5kYUdm5K8q8rAe3n4GwDg&usg=AFQjCNG 1PoQkp93RMSlFaU24HBNJgftZIg&bvm=bv.42080656,d.bmk), diakses 11 Februari 2012. Koes, H. 2012. Pengaruh Strategi Scaffolding-Kooperatif dan Pengetahuan Awal Terhadap Prestasi Belajar dan Sikap pada Matakuliah Fisika Dasar. Universitas Negeri Malang: Disertasi tidak diterbitkan. Muhson, Ali. 2009. Peningkatan Minat Belajar Dan Pemahaman Mahasiswa Melalui Penerapan Problem-Based Learning.Jurnal Kependidikan, (Online), 39, (2): 171-182, (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Ali%20Muhson%20%20PBL%20di%20JK.pdf), diakses 19 Maret 2012. Mukhlas. 2011. Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning),(Online), (http://www.sekolahdasar.net/2012/03/pengajaranberbasis-masalah-problem.html), diakses 1 Desember 2012. Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang:UM PRESS Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.