PENGEMBANGAN MODEL PERIODIC INVENTORY ROUTING PROBLEM UNTUK PENJADWALAN TRUK TANGKI MULTI KAPASITAS (Studi Kasus: ISG PT. PERTAMINA UPms V SURABAYA) Deni Irawan, Ahmad Rusdiansyah Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected]
Abstrak Trade-off antara supplier dan retailer merupakan fenomena yang hampir tidak dapat dihindarkan. Indikasi tersebut juga ditemukan pada PT. PERTAMINA selaku supplier dan pihak SPBU selaku retailer. Keduanya memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain. Supplier menginginkan replenishment dilakukan dengan frekuensi rendah namun dengan kuantitas yang besar untuk menghemat biaya transportasi. Sedangkan retailer berkepentingan untuk meminimumkan biaya penyimpanan persediaan dengan menginginkan replenishment dilakukan sesering mungkin. Oleh karena itu dikembangkan suatu model Periodic Inventory Routing yang dapat mengakomodasi trade-off tersebut secara simultan. Model dikembangkan dengan memodifikasi fungsi tujuan dan parameter untuk menyatakan karakterisasi kendaraan angkut multi kapasitas serta menambahkan beberapa fungsi pembatas dari model sebelumnya. Model tersebut berada pada sistem Vendor Managed Inventory (VMI) dimana supplier bertanggung jawab secara penuh untuk mengelola inventory dari retailer. Metode yang digunakan untuk meyelesaikan model yang telah dikembangkan adalah mixed integer programming dengan menggunakan software LINGO. Dari hasil running LINGO, dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan memiliki perfomansi yang cukup baik dibandingkan kondisi eksisting dengan penurunan presentase SPBU yang memerlukan replenishment setiap hari sebesar 79% dari total SPBU di Surabaya mejadi 68% , penghematan biaya sewa truk sebesar Rp 1.596.039 per harinya serta menjamin retailer tidak mengalami stockout.
Kata kunci: trade-off , inventory routing, multi kapasitas, VMI, mixed integer programming, LINGO, dan stockout. ABSTRACT Trade-off between supplier and retailers is a phenomenon that can hardly be avoided. This indications are also found in the PT. PERTAMINA as supplier and the filling station as retailer. Both have interests that differ from each other. Supplier want that replenishment done with low frequency but with a large quantity to save on transportation costs. While retailers are concerned to minimize inventory storage costs with replenishment want done as often as possible. Therefore we develope a model of Periodic Inventory Routing that can accommodate the trade-off simultaneously. The model developed by modifying the objective function and parameters for characterizing heterogenous capacitated of vehicle and adding several constraints from previous models. The model is under Vendor Managed Inventory system (VMI) where the supplier is fully responsible for managing inventory from retailers. The method used to solve models that have been developed is an mixed integer programming using LINGO software. From the results of LINGO, it can be concluded that the models have been developed has quite good performance compared existing conditions with a reduction in the percentage of stations that require replenishment every day for 79% of the total gas stations in Surabaya, becoming 68%, truck rental cost savings of Rp 1,596,039 per day and ensure retailers do not have any stockout. Keywords: trade-off , inventory routing, heterogeneous capacitated , VMI, mixed integer programming, LINGO, and stockout.
1.
Pendahuluan
1.1 Vendor Managed Inventory Dewasa ini, banyak perusahaan yang telah menerapkan praktek vendor managed inventory (VMI) sebagai alternatif terhadap traditional order-based replenishment system yang mereka lakukan selama ini. VMI mengubah pendekatan untuk menyelesaikan permasalahan koordinasi dalam supply chain dimana supplier memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk mengatur seluruh proses replenishment pada customer (Kaipia et al, 2002). 1.2 Inventory Routing Problem Pada VMI, supplier bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan inventory replenishment dan keputusan mengenai vehicle routing yang dikenal dengan Inventory Routing Problem (IRP). IRP merupakan integrasi antara dua komponen yaitu inventory control dan vehicle routing dimana rute dan kebijakan inventory control ditetapkan secara simultan (Savelsberg dan Song, 2006). Apabila ditinjau dalam konteks supplier-buyer secara terpisah, keduanya memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain. Pihak supplier menginginkan pengiriman dilakukan seefisien mungkin dengan cara melakukan pengiriman dalam jumlah besar dengan frekuensi yang minimum untuk meminimumkan biaya transportasi. Sementara dari sudut pandang buyer, pengiriman dilakukan sesering mungkin meskipun dalam jumlah yang kecil agar mereka tidak menumpuk inventory terlalu besar yang dapat mengakibatkan tingginya biaya penyimpanan mereka. Dengan demikian akan terjadi trade-off antara suplier dan buyer. Dengan menerapkan konsep IRP, trade-off tersebut dapat diatasi dengan meminimumkan biaya transportasi oleh supplier dan biaya penyimpanan oleh buyer/customer secara simultan. Ferdergruen dan Zipkin (1984) mencoba memodelkan permasalahan Inventory Routing untuk single period. Bell et al (1983) mencoba memodelkan permasalahan Inventory Routing untuk multi period agar total biaya sistem menjadi lebih kecil akibat saving yang diperoleh dari penghematan frekuensi kunjungan untuk customer dengan demand rate kecil. Coordination of Inventory and
Transportation Management in a two-level supply chain merupakan model yang diajukan oleh Hun Jae (2007) dengan mempertimbangkan koordinasi antara Inventory dan Transportation Management pada dua level supply chain untuk multi period dengan aktivitas pengiriman dilakukan oleh kendaraan dengan kapasitas homogen. 1.3 Model yang diusulkan Meskipun permasalahan inventory routing telah banyak didiskusikan, namun berdasarkan literatur review yang dilakukan konsep inventory routing belum pernah diterapkan pada petrol station dan belum ditemukan model yang diselesaikan secara eksak untuk kasus kendaraan angkut multi kapasitas dengan multi trips. Sebagai alternatif, maka makalah ini mencoba mengusulkan pengembangan model secara eksak untuk permasalahan inventory routing dengan kendaraan angkut multi kapasitas dengan mengijinkan kendaraan dapat melakukan multi trips dalam sehari. Model diimplementasikan pada Instalasi Surabaya Group (ISG) PT. PERTAMINA UPms V Surabaya. ISG PERTAMINA merupakan salah satu divisi PERTAMINA Unit Pemasaran V yang salah satunya bertugas melakukan aktivitas distribusi darat. Khusus untuk daerah Surabaya, ISG menyuplai 88 SPBU, dimana selama ini kegiatan pendistribusiannya dilakukan oleh pihak ketiga (3PL) yaitu PT. Patra Niaga. Karena truk tangki sebagai kendaraan angkut tidak memiliki tank meter, maka untuk mempermudah proses loading pada SPBU, pemesanan harus sejumlah kelipatan dari ukuran compartment truk tangki yaitu sebesar 8, 16, 24, 32, atau 40 KL. Selama ini pemilik SPBU cenderung melakukan pemesanan sesuai kebutuhan mereka tiap hari dengan alasan mereka tidak menginginkan menumpuk modalnya berupa persediaan BBM yang nantinya dapat mengakibatkan meningkatnya biaya persediaan dan modal yang tertahan. Akibatnya pemesanan dan pengiriman hampir dilakukan setiap hari oeh pihak SPBU. Dengan kondisi tersebut biaya transportasi oleh PT. PERTAMINA menjadi tinggi akibat tingginya frekuensi pengiriman tiap harinya. Beberapa SPBU dengan modal besar juga cenderung melakukan pemesanan tiap hari meskipun persediaan BBM mereka masih relatif banyak.
2
Hal tersebut dilakukan untuk menghindari resiko stockouts. Dengan persediaan yang masih banyak, maka tidak mungkin untuk dilakukan unloading BBM pada saat itu. Akibatnya kendaraan harus menunggu hingga persediaan BBM pada SPBU tersebut berkurang dan tangki pendam dapat diisi dengan BBM yang baru. Hal ini mengakibatkan penggunaan kendaraan angkut menjadi tidak efisien karena harus menunggu, sedangkan untuk menyewa satu kendaraan saja diperlukan biaya yang besar tiap harinya. Apabila hal ini terjadi, maka biaya yang dikeluarkan oleh PT. PERTAMINA hanya untuk aktivitas distribusi saja menjadi sangat besar. Lebih jauh lagi, SPBU lain yang seharusnya menerima pengiriman BBM pada hari yang sama akhirnya menjadi tertunda karena keterlambatan kendaraan yang diakibatkan tertahannya kendaraan pada SPBU tertentu. Sehingga dimungkinkan terjadinya stockouts pada SPBU tersebut. Permasalahan lainnya yang juga harus dipikirkan yaitu tidak semua jenis truk tangki dapat melakukan pengiriman ke SPBU melainkan tergantung dari kelas jalan yang dapat dilalui. Oleh karena itu pemilihan truk tangki harus benar-benar dipikirkan mengingat masing-masing jenis kendaraan memiliki fixed cost yang berbeda satu sama lain. Truk tangki yang digunakan untuk aktivitas distribusi ini terdiri dari beberapa jenis Truk tangki tersebut didasarkan pada tarif sewa per bulan. Sehingga, pengunaannya harus benar-benar dioptimalkan yang artinya truk tangki dapat digunakan. Pengembangan model ini banyak mengacu pada Integrated Inventory and Periodic Vehicle Routing Problem with Timewindows (Rusdiansyah dan Tsao, 2004) dan Integrated Inventory Distribution Problem (Abdelmaguid, 2004). Pada pengembangan model ini diadopsi kebijakan stationary interval property, periodic deliveries serta periode perencanaan multi period seperti pada model acuan yang pertama disebutkan. Model yang dikembangkan mengasumsikan PT. PERTAMINA berada dalam sistem VMI dimana PT. PERTAMINA bertanggung jawab sepenuhnya atas keputusan kapan dan berapa BBM yang akan dikirimkan ke SPBU, serta rute mana yang harus ditempuh dalam melakukan pengiriman. Diharapkan dengan model tersebut PT. PERTAMINA mampu memutuskan dengan tepat kapan, berapa, rute mana, serta dengan
kendaraan ukuran berapa pengiriman BBM dilakukan pada tiap-tiap SPBU. Sehingga nantinya biaya transportasi oleh PT. PERTAMINA dan biaya penyimpanan oleh SPBU dapat diminimumkan. Tentunya dengan jaminan bahwa SPBU tidak akan mengalami stockout. Dengan demikian akan tercapai suatu “win-win solution” antara pihak PERTAMINA dan pihak SPBU. Pada bahasan berikutnya pada makalah ini akan dijelaskan sebagai berikut. Formulasi model akan dijelaskan pada bagian 2. Bagian 3 menunjukkan percobaan numerik dari model yang telah dibangun dengan menggunakan data PT. PERTAMINA UPms V Surabaya. Sensitifitas dari parameter model akan dijelaskan pada bagian 4. Sedangkan pada bagian 5 akan dibahas mengenai kesimpulan hasil penelitian. 2.
Deskripsi dan Formulasi Model
2.1 Planning Horizon Pada penelitian ini digunakan periode perencanaan multi period agar total biaya sistem menjadi lebih kecil akibat saving yang diperoleh dari penghematan frekuensi kunjungan untuk h Becustomer dengan demand rate kecil seperti dimodelkan oleh Bell et al (1983). Digunakan periode perencanaan 6-hari karena dianggap cukup merepresentasikan perencanaan mingguan secara praktis. 2.2 Stationary Interval Property
Gambar 1. Pola inventory retailer dengan fi = 3 Untuk memastikan agar biaya inventory pada tiap retailer minimum, maka pada penelitian diadopsi Stationary Interval Property seperti yang dingkapkan oleh Bramel dan Simchi-Levi (1997)
“Untuk permasalahan dengan satu produk selama interval [0,t], kebijakan inventory pada m pemesanan dengan biaya minimum dapat dicapai dengan cara menempatkan pemesanan
3
dalam ukuran yang sama pada interval titik waktu yang sama.”
S
: Himpunan kombinasi hari kunjungan yang diijinkan
m dij
: Panjang periode perencanaan (hari) : Jarak dari node i ke node j
hi
: Biaya penyimpanan persediaan per liter per hari untuk setiap retailer i I : Jumlah persediaan akhir retailer i I pada hari ke -t : Demand rate retailer i I
tij
Iit λi
di Ck Gambar 2. Pola inventory retailer dengan fi = 3 yang memenuhi stationary interval property
Qi
Untuk memenuhi stationary interval property Rusdiansyah dan Tsao (2004) mendefinisikan himpunan frekuensi kunjungan F dan kombinasi hari kunjungan S yang diijinkan. Interval konstan antara dua replenishment selama m-hari periode dapat dicapai apabila F merupakan divisors (factor) dari periode m. Kemudian kombinasi hari kunjungan S dapat dengan mudah mengikuti. Untuk periode m = 6 frekuensi kunjungan dan kombinasi hari kunjungan ditampilkan pada tabel 1. Angka satu mengindikasikan bahwa kunjungan dilakukan pada hari yang bersangkutan sedangkan angka 0 menunjukkan sebaliknya.
R Que
Tabel 1. Frekuensi Kunjungan dan Kombinasi Hari yang diijinkan
2.3 Formulasi Matematis Notasi-notasi yang digunakan dalam formulasi model matematis ini adalah sebagai berikut: I0 : Himpunan vertex, dimana I0 = {0,..i,..n}. vertex 0 menyatakan depot I : Sub himpunan dari himpunan vertex I0, dimana I = {1,..i,..n} yang berkorespondensi dengan index untuk retailer. T : Himpunan dari periode waktu K : Himpunan dari jenis kendaraan F
: Himpunan diijinkan
frekuensi
kunjungan
yang
L
fck nkt P rk Ak
: waktu perjalanan dari node i ke node j
: Lama waktu pelayanan (Unloading) ketika kendaraan mengunjungi vertex i I0 : Kapasitas maksimum dari setiap kendaraan jenis k : Kapasitas tanki pendam maksimum dari retailer i I : Lama perjalanan di setiap tur : Lama Antrian Gate in dan Dispatch kendaraan pada depot yaitu sebesar 50 menit : Lama loading setiap kendaraan truk tangki yaitu sebesar 20 menit : Fixed cost dari setiap kendaraan jenis k
: Jumlah kendaraan jenis k yang digunakan pada hari t T : Harga bahan bakar yang digunakan kendaraan per liter : Ratio kebutuhan bahan bakar kendaraan jenis k : Availability dari kendaraan jenis k
Sedangkan variabel keputusan dalam model ini adalah: fi
: frekuensi kunjungan retailer i periode m hari
qi
: ukuran pengiriman retailer i setiap kunjungan
xijtk
yit
I selama
I pada
1 Jika kendaraan k K mengunjungi vertex j I0 setelah mengunjungi vertex i pada hari t T 0 Sebaliknya 1 Jika vertex i I0 dikunjungi oleh kendaraan pada hari t T 0 Sebaliknya
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam membangun model ini adalah sebagai berikut: 1. Demand rate bersifat deterministik 2. Initial inventory tiap SPBU diasumsikan telah diketahui sebelumnya 3. Supplier dapat menyediakan kebutuhan customer dalam jumlah yang tidak terbatas
4
dan biaya penyimpanan pada supplier tidak diperhitungkan 4. Kecepatan kendaraan konstan 5. Tiap SPBU tidak boleh mengalami stockout 6. Setiap SPBU hanya dapat dikunjungi satu kali dalam satu hari 7. Sistem pengiriman diasumsikan dilakukan dengan direct shipment 8. Jumlah kendaraan angkut untuk bahan bakar premium tidak mengalami perubahan selama penelitian berlangsung. Sedangkan batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Produk yang menjadi fokus penelitian ini hanya pada bahan bakar premium (single item), wilayah SPBU yang diamati adalah SPBU yang terletak di wilayah Surabaya. Sehingga model diformulasikan sebagai berikut: Fungsi Tujuan: Minimize
...(5) ...(6) ...(7) ...(8) ...(9) ...(10)
...(11)
...(12) ...(13)
...(1) Fungsi tujuan dari model yaitu meminimumkan rata-rata total biaya sistem harian. Term pertama dari persamaan tersebut menunjukkan total biaya persediaan pada retailer i I untuk semua hari t T. Term kedua menyatakan total biaya sewa kendaraan selama periode perencanaan yang merupakan perkalian antara jumlah kendaraan jenis k yang digunakan pada setiap hari t T dengan biaya sewa kendaraan jenis k. Term ketiga menyatakan total biaya variabel selama periode perencanaan yang merupakan perkalian antara kebutuhan bahan bakar kendaraan jenis k dengan jarak yang ditempuh dari node i ke node j apabila node j dikunjungi setelah node i. Dengan fungsi pembatas: ...(2) ...(3) ...(4)
...(14) ...(15) ...(16) ...(17) ...(18) ...(19)
Fungsi pembatas (2) menyatakan keseimbangan persediaan pada retailer i I untuk setiap hari t T. Fungsi pembatas (3) menyatakan level persediaan dari retailer i I untuk setiap hari hari t T tidak boleh melebihi kapasitas tangki pendamnya. Fungsi pembatas (4) menyatakan persediaan dari retailer i I untuk setiap hari t T harus lebih dari sama dengan nol untuk memastikan bahwa setiap retailer tidak mengalami stockouts. Fungsi pembatas (5) menyatakan kuantitas yang dikirim pada retailer i I untuk setiap replenishment besarnya adalah sama untuk memenuhi stationary interval property. Sehingga besarnya kuantitas pengiriman adalah sejumlah demand selama periode perencanaan dibagi dengan
5
frekuensi kunjungan retailer i I dan besarnya kuantitas pengiriman harus 8, 16, 24, 32, atau 40 KL. Fungsi pembatas (6) menyatakan kuantitas yang dikirim untuk setiap pengiriman harus kurang dari kapasitas tangki pendam retailer i I . Fungsi pembatas (7) menjamin bahwa setiap retailer harus dikunjungi sebanyak frekuensi kunjungannya. Fungsi pembatas (8) memastikan bahwa setiap retailer hanya dikunjungi pada hari yang berkorespondensi dengan kombinasi hari kunjungan yang dijinkan dan frekuensinya. Fungsi pembatas (9) menyatakan load kendaraan jenis k tidak dapat melebihi kapasitas jenis kendaraan tersebut. Fungsi pembatas (10) menyatakan lama perjalanan di setiap tur tidak boleh melebihi maksimum durasi tur R. Fungsi pembatas (11) menyatakan route continuity seperti pada Branch and Cut Algorithm for Vendor Managed Inventory Routing Problem (Bertazzi et al, 2005). Fungsi pembatas (12) menyatakan jumlah truk yang digunakan dalam satu hari untuk setiap hari t T yang diperoleh dengan membagi total lama perjalanan yang dilakukan oleh kendaraan jenis k dalam satu hari dengan maksimum tur yang dapat dilakukan oleh satu kendaraan dan membulatkannya ke atas. Fungsi pembatas (13) menyatakan jumlah truk yang digunakan dalam satu hari tidak boleh melebihi ketersediaan truk pada hari tersebut. Fungsi pembatas (14) menyatakan setiap kendaraan mengunjungi retailer pada hari tertentu juga meninggalkan retailer tersebut dihari yang sama. Fungsi pembatas (15) dan (16) menyatakan jumlah kunjungan dari depot ke SPBU dan dari SPBU ke depot minimal harus sejumlah frekuensi kunjungan SPBU. Sementara fungsi pembatas (17) menyatakan bahwa kunjungan tidak dapat dilakukan pada dari dan menuju tempat yang sama. Fungsi pembatas (18) dan (19) menyatakan binary value untuk solusi yang dihasilkan. 2.4 Algoritma Penugasan Rute pada Truk Tangki Karena truk tangki dapat melakukan beberapa kali trip dalam satu hari, maka perlu ditambahkan algoritma untuk menugaskan rute yang terbentuk kepada truk tangki. Penugasan rute pada truk dilakukan dengan mempertimbangkan waktu stockout dari SPBU. Truk tangki harus sudah berada pada SPBU yang memerlukan pengiriman dan telah selesai melakukan unloading sebelum SPBU
mengalami stockout. Truk tangki masih dapat digunakan kembali selama working time dari truk tangki tersebut masih tersisa. Working time dari truk dalam satu hari untuk semua jenis truk yaitu sebesar 20 jam. Start
Identifikasi Rute dan jenis truk yang dipakai yang terbentuk dari model PIRP
Mulai pada hari ke-1 Set t = 1
Hitung Waktu Stockout masingmasing SPBU Tst = (Inventory pada t-1)*60/ Demand rate perjam
Tentukan Prioritas Pengiriman berdasarkan waktu stockout terkecil s = 1….n (n = jumlah rute)
Set truk ke-k k=1
Set sequence s=1
t=t+1
Hitung Waktu yang dibutuhkan sequence s sampai di SPBU dan selesai unloading Tfs= Antrian Depot + Travel Timel Depot SPBU + Unloading
s=s+1
k=k+1
Hitung Waktu yang dibutuhkan sequence s kembali ke depot dan sampai di SPBU selanjutnya dan unloading Tfs = Tfs-1 + Travel Time SPBU Depot (s-1) + Antrian Depot + Travel Timel Depot SPBU (s) + Unloading
Y
Cek Tfs > Tst?
N
Y
Tfs > Maksimum Working Time Truk (1200 menit) N Tugaskan Rute r pada Truk ke-k sesuai jenis truk yang dipakai oleh rute r
Rute Habis s=n?
N
Y N
t=6 Y End
Gambar 3. Algoritma Penugasan Rute pada Truk Tangki
6
3. Percobaan Numerik Untuk mengevaluasi model yang telah dikembangkan, dilakukan percobaan numerik dengan menggunakan data PT. PERTAMINA. Namun karena penyelesaian dalam skala besar memerlukan waktu komputasi yang sangat lama, maka dilakukan upaya dekomposisi masalah seperti pada gambar 4 agar waktu komputasi menjadi lebih feasible untuk diimplementasikan. Dekomposisi dilakukan dengan membagi 88 SPBU menjadi beberapa cluster.
cluster yang diinginkan sebanyak lima cluster. Pertimbangan mengapa ditetapkan sebanyak lima cluster diantaranya yaitu: 1. Jumlah anggota tiap cluster cukup berimbang satu sama lain. Dengan jumlah anggota maksimum tiap kelompok sebanyak 10 SPBU. Sehingga, waktu komputasi dirasa lebih cepat dan lebih feasible apabila dibandingkan dengan sejumlah cluster lainnya. Hal tersebut
Whole System 88 SPBU
Clustering k=5
Cluster 1
Maksimum Truk Tangki 16 KL
Maksimum Truk Tangki 24 KL
Output Cluster 1
Cluster 2
Maksimum Truk Tangki 32 KL
Maksimum Truk Tangki 16 KL
Maksimum Truk Tangki 24 KL
Cluster 4
Cluster 3
Maksimum Truk Tangki 32 KL
Maksimum Truk Tangki 16 KL
Output Cluster 2
Maksimum Truk Tangki 24 KL
Maksimum Truk Tangki 32 KL
Cluster 5
Maksimum Truk Tangki 40 KL
Maksimum Truk Tangki 32 KL
Maksimum Truk Tangki 24 KL
Output Cluster 4
Output Cluster 3
Maksimum Truk Tangki 32 KL
Output Cluster 4
Output System
Gambar 6. Dekomposisi Masalah
Pada clustering ini digunakan kriteria kedekatan jarak antar SPBU untuk pengelompokkan dalam satu cluster dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Dengan memastikan jarak antar anggota dalam satu cluster minimum maka dapat dipastikan bahwa jarak tempuh oleh truk tangki juga akan minimum 2. Akan diperoleh penghematan biaya variabel dari aktivitas distribusi mengingat biaya variabel sangat tergantung dari jarak tempuh dari truk tangki 3. Jumlah trip dari sebuah truk tangki menjadi lebih banyak apabila truk tersebut melayani SPBU-SPBU yang berdekatan. Untuk mengelompokkan SPBU digunakan teknik clustering K-means dengan program Matlab menggunakan ukuran dissimilarity berupa jarak yang dihitung dengan metode Euclidean yang dikutip dari Data Mining: Teknik Pemanfaatan Data Untuk Keperluan Bisnis (Budi Santosa, 2007). Jumlah
dikarenakan jumlah anggota tiap clusternya berbeda secara signifikan satu sama lain. Sehingga cluster-cluster tertentu memerlukan waktu komputasi yang sangat lama. 2. Diangap cukup mewakili pembagian wilayah Surabaya, antara lain Surabaya Pusat, Surabaya Barat, Surabaya Timur, Surabaya Utara dan Surabaya Selatan. Dari percobaan numerik yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut: Presentase Frekuensi Kunjungan SPBU 6%
1% 6x
25%
3x 68%
2x 1x
Gambar 7. Presentase Frekuensi Kunjungan SPBU
7
Sedangkan total biaya sistem dari penyelesaian model yang telah dibangun ditampilkan pada tabel 2. Tabel 2 Total Biaya Sistem dari Hasil Running Cluster 1 2 3 4 5
Maksimum Truk 24 KL 32 KL 40 KL 1449882 1737434 1201431 924782.5 2113622 1478460 1957746 2475759.1 1866714 1335137 Total Biaya Sistem
16 KL 1429073 1360971 1109536 -
Jumlah 4616390 3487185 4701618 4433505 3201852 20440550
Selanjutnya dari hasil output, dilakukan penjadwalan dan penugasan tiap-tiap rute pada truk yang tersedia seperti algoritma yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari hasil penjadwalan didapatkan jumlah penggunaan truk tangki untuk masing-masing jenis truk tiap harinya adalah sebagai berikut:
NUMBER OF TRUCK USED
PENGGGUNAAN TRUK PER HARI 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
Truk 16 KL Truk 24 KL Truk 32 KL Truk 40 KL
1
2
3
H A R I
4
5
6
Gambar 6.3 Penggunaan Truk Tangki per hari dari hasil penjadwalan
Dengan jumlah trip maksimum dalam satu harinya adalah sebagai berikut: Tabel 3 Maksimum Trip per Hari tiap Jenis Truk Jenis Truk 16 KL 24 KL 32 KL 40 KL
Maksimum Trip 8 6 5 3
Berdasarkan data pengiriman pada tanggal 16-21 Maret 2009, perbandingan jumlah truk yang digunakan per harinya antara kondisi eksisting dengan model yang direkomendasikan ditampilkan pada table 4:
Dari hasil output, terlihat bahwa tidak semua SPBU dikunjungi pada setiap hari. Hanya sekitar 68 % dari jumlah SPBU atau sekitar 60 SPBU yang dikunjungi setiap hari. Apabila berdasarkan data pengiriman pada tanggal 16-21 Maret 2009 yang menunjukkan hampir 79 % SPBU memerlukan pengiriman tiap harinya, bahkan beberapa diantaranya lebih dari satu kali pengiriman, tentu dapat disimpulkan bahwa perfomansi model periodic inventory routing dengan sistem VMI lebih baik dari sistem yang ada saat ini. Berkurangnya frekuensi pengiriman adalah biaya transportasi yang cenderung lebih mahal daripada biaya penyimpanan persediaan oleh SPBU. Oleh karena itu, untuk mengurangi biaya sistem, salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan mengurangi frekuensi pengiriman dan lebih banyak menyimpan persediaan di SPBU. Artinya pengiriman dalam jumlah besar namun dengan frekuensi yang lebih sedikit akan lebih menghemat biaya sistem. Dari sisi penggunaan truk terlihat bahwa penggunaan truk relatif stabil tiap harinya. Hal tersebut dikarenakan SPBU dikunjungi secara periodic. Sehingga penggunaan truk relatif tidak banyak mengalami perubahan. Kondisi tersebut dapat mempermudah pengambilan keputusan strategis terkait berapa sebenarnya jumlah truk yang seharusnya disewa oleh PT. PERTAMINA. Berdasarkan perbandingan penggunaan truk dapat dilihat bahwa untuk truk tangki ukuran 16 KL, penggunannya secara mutlak lebih sedikit daripada kondisi saat ini, sedangkan untuk ukuran 24 dan 32 KL pada hari tertentu, jumlah truk yang digunakan pada kondisi eksisting justru lebih sedikit daripada model yang dikembangkan karena selama ini ukuran pengiriman yang dilakukan cenderung dalam jumlah kecil namun dengan frekuensi yang tinggi, akibatnya untuk truk tangki dengan ukuran yang lebih kecil, penggunaannya akan lebih banyak daripada truk dengan ukuran besar. Untuk Truk tangki ukuran 40 KL
Tabel 4. Komparasi Jumlah Truk Eksisting vs Model Hari 1 2 3 4 5 6
Truk 16 KL Eksisting Model 12 7 15 7 10 8 11 7 13 7 13 8
Truk 24 KL Eksisting Model 8 7 6 7 5 7 7 8 8 7 7 7
Truk 32 KL Eksisting Model 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3
Truk 40 KL Eksisting Model 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
8
Analisa Sensitivitas terhdap Parameter Model
Dari hasil output terlihat bahwa sampai dengan fraction holding cost sebesar 70%, frekuensi dan kuantitas pengiriman masingmasing SPBU tidak mengalami perubahan sama sekali. Perubahan baru terlihat, ketika fraction holding cost ditetapkan sebesar 100% atau biaya inventorynya sebesar harga beli produk. Hal ini menunjukkan bahwa besarnya biaya inventory mempengaruhi frekuensi dan kuantitas pengiriman. Semakin tinggi biaya inventory maka kecenderungan frekuensi pengiriman juga semakin tinggi. Pilihan yang terbaik untuk meminimumkan total biaya sistem adalah dengan melakukan pengiriman dalam jumlah kecil agar jumlah inventory tiap harinya minimum sehingga biaya penyimpanan dapat ditekan. Namun penekanan biaya inventory juga harus mempertimbangkan biaya transportasi. Hal ini terlihat dari hasil output, yaitu untuk menekan biaya inventory, tidak semua SPBU dikunjungi setiap hari. Hal ini menandakan bahwa biaya transportasi tetap dipertimbangkan untuk meminimumkan total biaya sistem. Selain mempengaruhi frekuensi dan kuantitas pengiriman, peningkatan biaya inventory juga menyebabkan peningkatan total biaya sistem. Hal ini terlihat dari hasil output yang menujukkan bahwa total biaya sistem terus meningkat seiring dengan meningkatnya biaya inventory. 4.2 Sensitivitas terhadap Biaya Sewa Kendaraan
Sensitivitas terhadap Biaya Inventory Sensitivitas terhadap besarnya biaya inventory dilakukan dengan mengubah-ubah besarnya fraction holding cost sementara parameter lain tidak mengalami perubahan. Sehingga untuk masing-masing fraction holding cost diperoleh frekuensi dan kuantitas pengiriman masing-masing SPBU seperti pada tabel 5.
output terlihat bahwa semakin rendah biaya sewa truk tangki maka frekuensi pengiriman semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa untuk menghemat biaya sistem, lebih baik
pengunaannya sudah dimaksimumkan karena jumlah truk 40 KL yang tersedia memang hanya satu unit. Meskipun untuk hari tertentu dan jenis tertentu penggunaan truk tangki lebih banyak daripada kondisi eksisting, namun secara keseluruhan model yang dikembangkan mampu menghemat biaya sewa truk sebesar Rp 1.596.039 per harinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model yang dikembangkan memiliki perfomansi yang cukup baik. Percobaan numerik dilakukan dengan menggunakan Personal Computer AMD Athlon 64 X2 Dual Core Processor 4000+ 2 GB of RAM menghasilkan waktu komputasi sebagai berikut: Jumlah Node VS Waktu Komputasi 450
t)i en m (i sa t u p m o K u t k a W
400 350 300 250 200 150 100 50 0 0
2
4
6
8
10
Jumlah Node
Gambar 6.4 Grafik Jumlah Node VS Waktu Komputasi
4. 4.1
Sensitivitas terhadap besarnya biaya sewa kendaraan dilakukan dengan mengubah-ubah parameter biaya sewa kendaraan untuk semua jenis diubah-ubah sebesar presentase tertentu dari biaya sewa awal. Output uji sensitivitas terhadapa biaya sewa kendaraan ditampilkan pada tabel 6. Dari hasil
Tabel 5.Output Uji Sensitivitas terhadap Biaya Inventory 20% SPBU Kuantitas Frekuensi Pengiriman 43 3 16 62 3 32 67 1 16 78 3 16 82 3 32 Total Biaya 809896
30% Frekuensi 3 3 1 3 3 Total Biaya
Kuantitas Pengiriman 16 32 16 16 32 864190
Fraction Holding Cost 50% Kuantitas Frekuensi Pengiriman 3 16 3 32 1 16 3 16 3 32 Total Biaya 974169
70% Kuantitas Pengiriman 3 16 3 32 1 16 3 16 3 32 Total Biaya 1083221 Frekuensi
100% Kuantitas Pengiriman 3 16 6 16 6 8 3 16 6 16 Total Biaya 1113010 Frekuensi
9
dilakukan pengiriman dengan frekuensi tinggi namun dengan jumlah yang kecil agar jumlah inventory dapat diminimumkan. Sehingga biaya
dihasilkan merupakan model dengan fungsi yang nonlinear dan merupakan permasalahan combinatorial dengan jumlah alternatif
Tabel 6.Output Uji Sensitivitas terhadap Biaya Sewa Kendaraan SPBU 43 62 67 78 82
50% Kuantitas Frekuensi Pengiriman 3 16 6 16 3 8 3 16 6 16 Total Biaya 486067
75% Frekuensi 3 6 3 3 6 Total Biaya
Kuantitas Pengiriman 16 16 8 16 16 592467
Biaya Sewa Truk Tangki 100% Kuantitas Frekuensi Pengiriman 3 16 3 32 1 16 3 16 3 32 Total Biaya 864190
penyimpanan menjadi lebih kecil. Hal tersebut dilakukan karena biaya sewa truk lebih rendah daripada biaya penyimpanan persediaan. Sementara, apabila biaya sewa truk lebih tinggi, terlihat bahwa frekuensi pengiriman tidak mengalami perubahan. Padahal, apabila biaya sewa truk tangki lebih tinggi, frekuensi pengiriman seharusnya dilakukan seminim mungkin untuk menghemat biaya transportasi. Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan optimalitas penggunaan truk tangki. Apabila frekuensi dilakukan seminim mungkin, berarti kuantitas pengiriman harus dalam jumlah yang besar. Sehingga dibutuhkan beberapa jenis truk tangki dalam melakukan pengiriman. Apabila hal tersebut dilakukan maka keputusannya harus menyewa banyak jenis truk tangki. Padahal biaya sewa akan lebih rendah apabila hanya menyewa satu jenis truk tangki, namun digunakan berkali-kali mengingat satu truk tangki dapat melakukan beberapa kali pengiriman dalam satu hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa memaksimumkan utilitas truk tangki dapat memimumkan biaya sistem keseluruhan. Selain mempengaruhi frekuensi dan kuantitas pengiriman, peningkatan biaya sewa truk tangki juga menyebabkan peningkatan total biaya sistem. Hal ini terlihat dari hasil output yang menujukkan bahwa total biaya sistem terus meningkat seiring dengan meningkatnya biaya sewa kendaraan. 5. Kesimpulan Pada penelitian ini telah dikembangkan suatu model periodic inventory routing untuk kasus kendaraan angkut multi kapasitas yang dapat meminimumkan biaya inventory dan transportasi secara simultan. Diambil kasus pada Instalasi Surabaya Group (ISG) PT. PERTAMINA UPms V Surabaya. Model yang
125% Kuantitas Pengiriman 3 16 3 32 1 16 3 16 3 32 Total Biaya 1007260 Frekuensi
150% Kuantitas Pengiriman 3 16 3 32 1 16 3 16 3 32 Total Biaya 1150331 Frekuensi
kombinasi yang sangat banyak sehingga membutuhkan waktu komputasi yang lama. Dari hasil running dengan menggunakan software LINGO, didapatkan bahwa perfomansi dari model yang telah dikembangkan dapat dikatakan cukup baik dengan penurunan SPBU yang memerlukan pengiriman tiap hari yang semula sebesar 79% dari total SPBU di Surabaya menjadi 68% serta penghematan biaya sewa truk sebesar Rp 1.596.039 per harinya dan menjamin tidak terjadinya stockout pada retailer. Rata-rata jumlah truk tangki premium yang dibutuhkan dalam aktivitas distribusi di Surabaya per harinya untuk truk dengan kapasitas 16 KL, 24 KL, 32 KL, dan 40 KL masing-masing sebesar 7, 7, 3, dan 1 unit. Ratarata jumlah trip maksimum untuk truk dengan kapasitas 16 KL, 24 KL, 32 KL, dan 40 KL masing-masing sebesar 8, 6, 5, dan 3 trip. Ratarata total biaya sistem per harinya adalah sebesar Rp. 20.440.550. Frekuensi dan kuantitas replenishment dipengaruhi oleh besarnya biaya inventory, biaya transportasi dan optimalitas penggunaan truk tangki dalam satu hari. 6. Daftar Pustaka Abdelmaguid, T.F. (2004). Heuristic Approaches for the Integrated Inventory Distribution Problem. PhD Dissertation, Univrsity of Southern California, Los Angeles. Aghezzaf El-H., Raa Birger, dan Landeghem V.H. (2006). Modeling Inventory Routing Problem in Supply Chain of High Consumption Products. European Journal of Operational Research, 169: 1048-1063 Angulo, A., Nachtmann, H., dan Waller, M.A. (2004). Supply Chain Information Sharing in a Vendor Managed
10
Inventory Partnership. Journal of Business Logistics, Vol. 25 No. 1, pp. 101-120 Ardhanarysvari, Eva (2007). Aplikasi Inventory Routing Problem (IRP) dalam Perencanaan Strategi Distribusi guna Meminimumkan Total Cost (Studi Kasus: PT. Petrokimia Gresik). Tugas Akhir. Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Archetti C., Bertazzi L., Laporte G., dan Speranza M.G. (2005). A Branch and Cut Algorithm for a Vendor Managed Inventory-Routing Problem. Transportation Science, Vol. 41 No. 3, August 2007, pp. 382-391. Ballau, R. H.(2004). Business Logistic/ Supply Chain Management: Planning, Organizing, and Controlling the Supply Chain. Pearson Education, Inc., New Jersey Campbell, A., Clarke, L., Kleywegt, A., dan Salvesbergh, M. (2004). The Inventory Routing Problem. Pada Suntingan T. Crainic dan G. Laporte, Fleet Management and Logistics. Kluwer Academic Publisher. Chopra, S., Meindl, P. (2001). Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operations. London: Prentice Hall. Cohen Kulp, S. (2002). The effect of Information precision and information reliability on manufacturer-retailer relationship. The Accounting Review, Vol. 77 No.3 Cornilier F., Laporte G., and Renaud J. (2007). The Petrol Station Replenisment Problem wit Time Windows. Computers & Operation Research 36(2009) 919935. Isnarti, Y. (2008). Pengembangan Model dan Heuristik untuk Dynamic Integrated Inventory and Distribution Problem pada Retailer Chain. Tugas Akhir. Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Kaipia, R., Holmstrőm, J. , dan Tanskanen, K. (2002). VMI: What are you losing if you let your customer place order?, Production planning & control, Vol. 13 No. , p. 17-25 Lee, Ching C. dan Chu Wai H.J. (2005). Who Should Control in a Supply Chain?.
European Journal of Operational Research 164: 158-172 Lin S. W., Yu V. F., dan Chou S. Y. (2008). Solving the truck and trailer routing problem based on a simulated annealing heuristic. Computer & Operation Research, 36, 1683-1692. Pujawan, I. N. (2005). Supply Chain Management. Surabaya: Guna Widya. Rusdiansyah, A. dan De-bi Tsao (2005). An Integrated Model of The Periodic Delivery Problems for VendingMachine Supply Chains. Journal of Food Engineering Vol. 70, pp. 73-87. Rani, F. R. (2008). Pengembangan Algoritma Heuristik untuk Penyelesaian Dynamic Pick Up and Delivery Problem with Time Windows (DPDPTW) untuk Penyedia Jasa City-Courier. Tugas Akhir. Teknik Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Savelsberg, Martin dan Song Jin Hwa (2006). An Optimization Algorithm for the Inventory Routing with Continous Moves. European Journal of Operartional Research. doi:10.1016./j.cor.2006.10.020 Simchi-Levi, D., Bramel, J. (1997). The Logic of Logistic: Theory, Algorithms, and Application for Logistics Management. New York: Springer-Verlag New York, Inc. Smaros, J., Lehtonen, J-M., Appelqvist, P. & Holmstrom, J.(2003). The Impact of increasing demand visibility on production and inventory control efficiency. International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 33 No.4, pp. 336354 Tersine, J. Richard. (1994). Principles of Inventory and Materials Management. Englewood Cliffs, NJ : Prentice-Hall. Toth, P. dan Vigo D. (2002). The Vehicle Routing Problem. Universita Degli Studi di Bologna, Italy.
11