Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN 978-602-74194-0-7 Purwokerto, 13 Juni 2015
PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI SLAMET BAGI SISWA MI MUHAMMADIYAH SINGASARI Anang Widhi Nirwansyah1, Agung Nugroho2 1 2
Laboratorium Geologi dan Penginderaan Jauh FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Jl. Dukuh waluh PO BOX. 202 Kembaran Banyumas 53182 Telp. (0281) 636751, Email:
[email protected] ABSTRAK Kejadian bencana gunungapi slamet merupakan salahsatu kejadian yang mungkin terjadi di wilayah Desa Singasari Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas. MI Muhammadiyah Singasari terletak di wilayah rawan bencana dimana potensi gempa akibat letusan dan abu vulkanik akan mungkin dihadapi. Pelatihan mitigasi bencana ini dilaksanakan untuk membangun kesadaran guru dan siswa terhadap bencana gunungapi slamet dan memberikan pengalaman mitigasi bencana serta pemahaman saintifik fenomena alam tersebut. Skenario pelaksanaan simulasi kegiatan bencana ini disusun melalui beberapa tahapan diantaranya pengkondisian siswa agar memahami makna pentingnya pendidikan mitigasi bencana. Kata kunci : Model Pembelajaran, Mitigasi Bencana, Gunungapi Slamet PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang terletak pada wilayah cincin api dunia dengan potensi bencana yang sangat besar. Kejadian letusan gunung api, tsunami dan banjir menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat di suatu wilayah perlu memahami situasi ini dengan membangun sebuah kesadaran dan beradaptasi dengan potensi yang ada. Mitigasi adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negatif kejadian bencana terhadap kehidupan atau dapat diartikan bahwa mitigasi sebagai mengambil tindakantindakan untuk mengurangi pengaruh-pengaruh dari suatu bahaya sebelum bahaya terjadi (Rahmat dalam Nirmalawati, 2011:2). Pelaksanaan mitigasi bencana yang secara partisipatif dari swadaya masyarakat tersirat dalam Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengenai Penanggulangan Bencana, dan telah menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2010-2014 (SC-DRR,2011). Pelaksanaan rencana mitigasi bencana ini dapat dilaksanakan melalui penelitian. Kolaborasi penelitian melalui program Pengabdian Masyarakat akan dapat menjadi pintu masuk untuk mengedukasi, menerapkan, dan memberdayakan masyarakat dengan pengetahuan saintifik untuk menanggulangi bencana (Nirwansyah, 2012). Sebagai bagian dari masyarakat, pelajar tingkat dasar yang secara kuantitatif merupakan struktur terbesar dalam hirarki demografis penduduk, memerlukan pemahaman mengenai mitigasi bencana lebih dini. Pemahaman mitigasi bencana pada siswa pendidikan dasar merupakan salah satu solusi yang perlu dilakukan di Kabupaten Banyumas, khususnya di Kota Purwokerto yang memiliki potensi kerawanan akibat letusan Gunung Slamet. Anak-anak di daerah rawan bencana Gunung Slamet perlu dibentuk dengan memiliki konsep diri positif dalam memahami mitigasi bencana. Anak-anak yang memiliki pengetahuan tentang cara penyelamatan diri dalam menghadapi bahaya, akan menjadi lebih mampu dan memiliki kepercayaan diri yang positif tanpa merasa ketakutan dan stress (Nirmalawati, 2011:2). Pengembangan model pembelajaran untuk membangun kesadaran dalam menghadapi bencana
36
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN 978-602-74194-0-7 Purwokerto, 13 Juni 2015
menjadi penting khususnya bagi siswa yang tinggal di daerah rawan bencana. Guru sebagai aktor dalam hal ini akan menjadi fasilitator sekaligus sosok sentral ketika kejadian bencana gunung api terjadi di masa mendatang. METODOLOGI Pengembangan model pembelajaran mitigasi bencana gunungapi Slamet ini disusun dengan pendekatan partisipatif dengan mengoptimalkan peran guru. Diskusi dan sharing dilakukan kepada seluruh guru sekolah MI Muhammadiyah Singasari yang terdiri dari 7 guru yang mengajar dari kelas 1 – 6 dan 24 siswa kelas 5. Kegiatan dilaksanakan berdasarkan skema penanganan bencana ADPC (Asian Disaster Preparedness Center) dengan pengarusutamaan pada kesadaran dan kemandirian dalam kejadian bencana lewat simulasi dan permainan. Penjabaran lewat gambar dan poster dalam hal ini menjadi media yang dioptimalkan serta simulasi kejadian bencana yang disusun lewat permainan. Kegiatan berlangsung di dalam dan luar kelas sehingga siswa dapat memainkan peran saat kejadian bencana. Guru dalam hal ini menjadi pelaksana simulasi setelah sebelumnya dijelaskan mengenai pengetahuan dasar kegunungapian, dan mitigasi bencana bagi siswa. HASIL DAN PEMBAHASAN A.
Aktivitas Siswa dalam Membangun Kesadaran Tanggap Darurat Mitigasi bencana merupakan bagian dari keterampilan untuk kelangsungan hidup siswa. Siswa merupakan orang yang paling cepat menstransfer ilmu yang didapat dari sekolah untuk keluarga dan masyarakatnya. Pemberdayaan anak usia sejak dini untuk memahami mitigasi bencana merupakan langkah awal dalam membangun masyarakat sadar bencana. Sehingga ketika terjadi bencana siswa, guru, dan masyarakat tidak lagi kebingungan, panik, karena telah memahami bagaimana cara mengurangi risiko bencana. Media yang tepat untuk menanamkan mitigasi bencana yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa diperlukan sesuai dengan karakter dan tahap pertumbuhan siswa. Pelibatan siswa secara aktif dalam kegiatan mitigasi perlu untuk membangun kerangka iker anak. Guru sebagai kunci pelaksanaan kegiatan mitigasi bencana akan sangat berperan. Beberapa tingkatan dalam partisipasi siswa dan guru sebagai bagian dari masyarakat dalam Nirwansyah (2012) ;McCall (2004) yang ditunjukkan pada gambar berikut Memprakarsai Kegiatan
Perlibatan dalam Pengambilan Keputusan
Konsultasi
Penjelasan
Gambar 1 : Tangga partisipasi mitigasi bencana Sumber : McCall (2004)
37
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN 978-602-74194-0-7 Purwokerto, 13 Juni 2015
Pendidikan mitigasi bencana pada guru dan siswa dapat dilakukan dengan beragam model atau pendekatan dalam pembelajaran. Media poster, video dan komik merupakan media yang sangat sesuai dalam meningkatakan pemahaman siswa khususnya materi pendidikan bencana.Hal ini sesuai dengan teoeri kerucut pengalam dari Edgar Dale. Teori ini menjelaskan bahwa tingkat keterlibatan siswa melalui pendekatan yang besrsifat verbal, visual, terlibat dan berbuata memiliki pengaruh yang berbeda terhadap pemahaman dan daya ingat siswa. Kegiatan yang berlangsung di dalam kelas difokuskan pada tahap pembangunan daya imajinasi siswa saat terjadi bencana. Penggunaan media film, lagu, dan suara dilakukan untuk menimbulkan efek dramatis kejadian bencana gunung api Slamet yang secara perhitungan jarak adalah sebesar 25 km dari sekolah. Skenario pelaksanaan simulasi kegiatan bencana ini disusun melalui beberapa tahapan diantaranya pengkondisian siswa agar memahami makna pentingnya pendidikan mitigasi bencana. Guru sebagai fasilitator menerangkan poin-poin arti penting pelaksanaan kegiatan simulasi di sekolah sekaligus memberikan motivasi siswa terhadap peran mereka kedalam situasi tanggap bencana gunung api Slamet yang mungkin terjadi. Diskusi dengan menggunakan media poster dan komik yang memudahkan pemahaman siswa lewat gambar dan ilustrasi kejadian. Tahapan kegiatan simulasi mitigasi bencana gunung api dapat dilihat melalui gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Diagram alir kegiatan pelatihan mitigasi bencana Beberapa aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan guru selama proses pelatihan simulasi bencana ini berlangsung dapat dilihat pada gambar 3 berikut ini.
38
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN 978-602-74194-0-7 Purwokerto, 13 Juni 2015
Gambar 3. Kegiatan diskusi dan permainan di dalam kelas (Hasil observasi, 2015) B.
Implikasi pada Proses Pembelajaran Pendidikan untuk mengurangi resiko akibat bencana sangat penting dan perlu disosialisasikan pada masyarakat agar korban saat terjadi bencana dapat diminimalkan. Sosialisasi pendidikan mitigasi bencana sejak dini dapat dilakukan di sekolah dasar melalui metode yang tepat. Sebagai contoh di Jepang pendidikan bencana sudah masuk ke dalam kurikulum pendidikan di semua jenjang sehingga masyarakat memiliki kesadaran tanggap bencana yang tinggi sejak dini. Guru sebagai pendidik yang berinterkasi langsung dengan siswa mempunyai peran yang strategis untuk mensosialisasikan pendidikan mitigasi bencana. Guru diharapkan memiliki keterampilan mitigasi bencana yang nantinya diajarkan kepada siswa. Rendahnya kesadaran tanggap bencana masyarakat Indonesia khusunya di daerah rawan bencana menjadi masalah serius mengingat kondisi wilayah Indonesia sendiri yang rawan berbagai bencana alam. Hasil identifikasi pasca pelatihan diperoleh bahwa sebagian besar guru belum memperoleh pelatihan bencana. Siswa sebagai kelompok rentan dalam kejadian bencana ini juga belum banyak yang memiliki pengalaman mendapat pelatihan. Hasil evaluasi juga menunjukkan efektivitas kegiatan pelatihan yang dilakukan bersama baik guru dan siswa MI Muhammadiyah Singasari termasuk materi yang diberikan. Hasil evaluasi kegiatan pelatihan mitigasi bencana dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini Tabel 1. Hasil Evaluasi Kegiatan Mitigasi Bencana Gunung Api di MI Muhammadiyah Singasari
No.
Indikator
1 2
Pelatihan mitigasi sebelumnya Guru mengajarkan materi mitigasi dalam pembelajaran Indikator
3 4
Tanggapan mengenai pelatihan Metode yang digunakan Indikator
5
Pemahaman materi
Hasil Guru Siswa Pernah Belum Pernah Belum 7 guru 5 siswa 19 siswa 1 guru 6 guru 4 siswa 20 siswa Guru Senang Tidak 7 guru 7 guru Guru Paham Tidak 7 guru -
Sumber : Hasil analisis (2015)
39
Siswa Senang Tidak 24 siswa 24 siswa Siswa Paham Tidak 24 siswa -
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Geografi FKIP UMP 2015 ISBN 978-602-74194-0-7 Purwokerto, 13 Juni 2015
KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan Kegiatan pelatihan mitigasi bencana gunung api di MI Muhammadiyah Singasari sebagai bagian dari pengabdian masyarakat dapat membangun kesadaran siswa dan guru dalam menghadapi bencana gunungapi Slamet yang mungkin terjadi. Proses dan tahapan pelaksanaan kegiatan pelatihan mengacu pada standar pelatihan mitigasi ADPC (Asian Disaster Prepardeness Center) yang memfokuskan pada kemandirian dan pengalaman peserta didik. Pelatihan mitigasi bencana menggunakan media poster, komik dan simulasi diharapkan akan memberikan keterampilan dan pengetahuan mitigasi bencana bagi guru dalam rangka membentuk masyarakat siaga bencana.
B.
Saran Beberapa saran dapat disampaikan sebagai berikut: 1. Guru, masyarakat, siswa harus menyadari pentingnya pengetahuan mitigasi bencana yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana tidak hanya dareh rawan bencana gunugn meletus. 2. Guru diharapkan mengajarkan pendidikan mitigasi bencana yang diperoleh kepada seluruh siswa melalui integrasi ke dalam pembelajaran di kelas. 3. Untuk kegiatan sejenis yang akan dilakukan diharapkan agar lingkup lokasi penelitian diperluas cakupannya sehingga masyarakat yang terlibat juga semakin luas.
DAFTAR PUSTAKA BNPB. 2014. Info Bencana. Buletin Edisi Agustus 2014. Diunduh dari: http://bnpb.go.id/uploads/publication/1056/info_bencana_Agustus_2014.pdf. diakses pada : 23 Oktober 2014. McCall, Michael K (2004) Can Participatory-GIS Strengthen Local-level Spatial Planning? Suggestions for Better Practice. Paper. Presented in GISDECO 2004 Skudai, Johor, Malaysia, 10-12 May 2004. Nirmalawati.2011. Pembentukan Konsep Diri pada Siswa Pendidikan Dasar dalam Memahami Mitigasi Bencana. Jurnal SMARTek, Vol. 9 No. 1. Pebruari 2011: 61 – 69. Palu : Universitas Tadulako. Nirwansyah. 2012. Collaborating Coastal Community Response in Climate Change with Scientific Theory Through Participatory GIS. A Case Study in Pekalongan. Essay. Dipresentasikan pada: Youth Conference of Geography International symposium: climate change for sustainability Topics: Community Empowerment to Adapt Climate Change. Yogyakarta, May 4th – 7th 2012. SC-DRR. 2011. 2011 Lesson Learned: Supporting the Mainstreaming of DRR in the Education System in Indonesia and Pilot Projects for Safer Schools (SSB). Jakarta: Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR) in Development. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
40