1 PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN DENGAN ACTIVE LEARNING DI SEKOLAH DASAR KAWASAN MISKIN *) Andayani Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Jl. Ir. Sutami No. 1 Kentingan Surakarta Ponsel: 08164270281 Pos-El:
[email protected]
Abstract This research was aimed at presenting an instructional model to improve elementary reading-writing at the primary school with active learning approach, which has been an instruction of reading-writting science noted by the presentation this to the primary school students. This has made the a difficult and uninteresting subject. The results of the research were as follows. Firstly, based on the phase of preliminary research, the models of teaching with active learning approach is required by the teachers and shall be fulfilled immediately. The students, furthermore, require elementary reading-writing instruction which is easily followed and exciting. Secondly, the phase of development results in an effort of creating a elementary reading-writing instruction at the primary school by applying various instructions and instructional media, and by making the teachers understand that. Thirdly, the significance is known from the comparison between their pre-test and their post-test scores. The response of the decision, makers and the response of the teachers are positive. There are can generate great benefits for a sustainable application of the atrractive approach instruction in the future. Kata Kunci: model, pembelajaran, membaca-menulis, active learning. 1. PENDAHULUAN Pembelajaran membaca menulis permulaan di SD-SD kawasan miskin Kota Surakarta menemui kegagalan. Ini ditandai fenomena murid di kawasan tersebut belum lancar membaca kalimat, kata, suku kata, dan huruf meskipun murid di kawasan miskin tersebut sudah naik ke kelas-2. Berbeda dengan murid-murid di SD-SD di kawasan sosial ekonomi menengah ke atas, yang telah dapat mencapai standar kompetensi membaca menulis permulaan (selanjutnya disebut MMP) beberapa bulan setelah duduk di kelas-1.
2 Hal ini disebabkan murid-murid di kawasan miskin tidak mendapatkan pembelajaran MMP sebagaimana didapatkan oleh murid-murid di kawasan yang lain, yaitu secara menyenangkan dan lebih bermakna. Hal tersebut akan menjadikan semakin lebarnya jurang pemisah atau kesenjangan anak-anak di kawasan miskin dengan anak-anak di kawasan yang berlatar belakang sosial ekonomi menengah ke atas. Hal ini pulalah yang pada akhirnya nanti akan berakibat lahirnya masalah-masalah sosial yang merugikan berbagai pihak Studi teraputik ini menyajikan sebuah terapi terhadap kegagalan pembelajaran MMP di sekolah dasar di kawasan miskin Kota Surakarta. Dalam jangka panjang, hasil penelitian ini akan mewujudkan pembelajaran MMP sesuai dengan hakikatnya. Hakikatnya dalam pembelajaran MMP, murid berhak mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. Gejala kegagalan tersebut muncul karena miskinnya guru akan model pembelajaran MMP yang bermakna dan dapat menyenangkan murid. Pemilihan active learning ini diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut. Pada tahap pertama penelitian ini menyusun prototype
model perangkat
pembelajaran MMP dengan active learning yang memuat: silabus pembelajaran, Rencana Program Pembelajaran (RPP), dan perangkat evaluasi pembelajaran MMP dengan active learning, serta menemukan keberterimaan prototype model berdasarkan tanggapan guru, murid, dan ahli, sehingga
dapat digunakan sebagai terapi terhadap kegagalan
pembelajaran MMP di SD kawasan miskin Kota Surakarta. Tahap kedua penelitian ini bertujuan menguji secara terbatas prototype model sehingga menjadi model. Pengujian secara terbatas dilakukan untuk memperoleh kesempurnaan model silabus, RPP, dan perangkat evaluasi disertai pedoman pelaksanaan pembelajaran MMP yang berdasarkan pada penerapan active learning. Tahap ketiga penelitian ini bertujuan menguji secara luas dengan metode eksperimental. Pengujian secara luas ini bertujuan menemukan keefektivan model pembelajaran MMP dengan active learning bagi murid SD di kawasan miskin Kota Surakarta. Membaca menulis permulaan (MMP) merupakan dasar dari segala pembelajaran berbagai bidang ilmu. Dikatakan sebagai dasar karena selama ini, pengkajian berbagai bidang ilmu didapat melalui membaca, dan seseorang mengembangkan ilmu, dilakukan
3
dengan aktivitas menulis. Dengan demikian, membaca menulis, merupakan dasar dari segala pembelajaran berbagai bidang ilmu. Dari survai terhadap guru SD di Surakarta yang telah dilakukan sebelumnya, ditemukan persepsi guru yang menyatakan bahwa pembelajaran MMP dalam pembelajaran bahasa Indonesia ini digunakan oleh guru untuk membantu murid mengenal dirinya sendiri, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya (Andayani & Martono, 2006). Dari hasil kajian tersebut juga ditemukan bahwa keterampilan membaca dan menulis yang dimiliki murid setelah kelas-3 merupakan produk dari pembelajaran MMP di kelas-1 dan kelas-2, sehingga dapat diketahui bahwa tanpa bekal MMP yang baik mustahil seorang murid dapat melanjutkan mempelajari bidang-bidang yang lain. Pembelajaran MMP bagi konteks-konteks tertentu, telah dituangkan di dalam petunjuk pelaksanaan kurikulum 2006 (KTSP), yang menyatakan bahwa daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan sesuai dengan kondisi dan konteks kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional (Depdiknas, 2007 :91). Sesuai dengan konteks kekhasan daerah yang dimaksud dalam pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kawasan tempat pembelajaran MMP berlangsung, termasuk dalam pengertian kekhasan daerah. Dengan demikian, SD di kawasan miskin, merupakan salah satu kekhasan daerah. Artinya, yang mempunyai kondisi berbeda dengan SD di kawasan menegah ke atas yang murid-muridnya juga identik berlatar belakang ekonomi menengah ke atas. Konteks yang khas pada kawasan miskin itulah yang menimbulkan fenomena pembelajaran MMP yang khas pula. Fenomena pembelajaran MMP yang khas di SD-SD kawasan miskin identik dengan banyak permasalahan yang menghasilkan kemampuan MMP murid rendah, karena pembelajaran MMP disajikan dalam bentuk yang tidak menarik. Active learning dalam pembelajaran MMP dapat dipilih sebagai sebuah pendekatan yang bersifat teraputik terhadap kegagalan pembelajaran MMP di SD-SD kawasan miskin Kota Surakarta.
4 Studi tentang Active learning dalam pembelajaran telah ditemukan para peneliti terdahulu. Hasil-hasil penelitian yang dapat diungkapkan di sini adalah hasil-hasil penelitian berkenaan dengan penerapan
active learning bagi murid kelas permulaan
tingkat sekolah dasar. Dari sebuah penelitian lapangan terdapat hasil yang dapat memberikan informasi tentang kehangatan dan pengasuhan guru divariasikan dengan pendekatan active learning, yang diteliti dengan eksperimen. Hasil eksperimen tersebut menunjukkan bahwa guru pada kelompok yang menerapkan active learning bersikap mengasuh dan bersahabat; dan dalam kelompok konvensional, guru bersikap tertutup dan tegas. Kedua kelompok guru ini menyajikan kurikulum yang dirancang guna mengajarkan sikap sosial berupa simpati dan perilaku tolong menolong kepada anak. Perilaku suka menolong pada anak dalam keadaan alamiah diamati setelah penerapan dua model ini usai. Anak-anak yang diajar dengan pengasuhan yang hangat dan menerapkan active learning bersikap lebih suka membantu orang lain daripada mereka yang diajar oleh guru yang menerapkan pembelajaran konvnsional. Kehangatan jelas menjadikan mereka guru yang lebih efektif dan dapat menerapkan model dapat efektif dalam pembelajaran (Daniel, 2006:19-22). Keefektifan penerapan active learning berikutnya dapat dilihat pada hasil kajian yang menyatakan bahwa penerapan program active learning berusaha sungguh-sungguh dalam menciptakan kegembiraan saat proses pembelajaran berlangsung. Penelitian ini juga menemukan bagaimana cara mengarahkan kelas menjadi pembelajaran yang optimal, seperti halnya menerima dukungan dari murid ketika memandu pembelajaran, meningkatkan keterampilan presentasi pada murid, merancang silabi kurikulum yang dapat mencapai semua jenis latar belakang murid, dan membuat sekolah yang lebih produktif dan menyenangkan bagi murid bahkan bagi guru pula. Apapun juga yang menjadi fokus pembelajaran, para guru membantu murid mendorong murid kedalam keterampilan praktis, serta memotivasi seluruh murid (Nurie, 2007:79-101). Lebih lanjut, dalam penelitian lain, Charlos dkk menemukan hasil kajian yang menyatakan bahwa setelah sekitar 7th hingga 8th menilai para siswa di SD-SD kawasan miskin dalam pembelajaran dengan active learning. Dari hasil penilaiannya terhadap orang tua dan para guru dari sekolah yang telah diteliti akhirnya ditemukan bahwa sikap siswa terhadap seluruh mata pelajaran yang didapatkan di SD tersebut lebih baik jika
5 dibandingkan dengan siswa sekolah lain yang tidak menerapkan model
ini dalam
pembelajaran (Charlos, dkk., 2007:67-69). Dari sejumlah hasil penelitian tentang penerapan active learning di negara lain tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan active learning di sekolah dasar mendapatkan pembelajaran dengan hasil yang optimal. Bahkan dari temuan tersebut juga ada yang menemukan keefektivan model active learning yang juga efektif untuk kondisi latar belakang siswa dari golongan miskin. Dengan demikian selanjutnya perlu dikaji tentang model active learning untuk versi Indonesia dalam pembelajaran MMP khususnya di kawasan miskin. Dikatakan demikian karena di Kota Surakarta masih terdapat sekolahsekolah dengan latar belakang murid yang berasal dari keluarga miskin. Ini terbukti dari banyaknya pengusul bantuan bea siswa pelayanan pendidikan (BPP) dengan terlebih dahulu memenuhi kriteria kemiskinan. Mereka yang berada dalam kriteria ini pada hakikatnya juga harus memiliki kompetensi MMP yang penuh sejak kelas-1 SD sebelum ia memasuki kelas-2. Pada SD-SD yang murid-muridnya memiliki latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas, MMP telah dikuasai dengan baik beberapa bulan setelah menduduki pendidikan di SD kelas-1. Hal ini wajar terjadi, karena mereka mendapatkan dukungan positif dari keluarga atau orang tuanya di rumah. Selain belajar di sekolah, anak-anak berlatar belakang ekonomi dan sosial menengah ke atas ini mempunyai media dan sarana belajar MMP yang memadai, sehingga belajar MMP dapat menjadikannya pembelajaran yang menyenangkan. Fenomena pada murid dari latarbelakang menengah-atas tersebut berbeda dengan murid-murid SD di kawasan miskin. Murid SD di kawasan miskin,
memperoleh
pembelajaran MMP semata-mata dari kegiatan di sekolah. Hal ini mengakibatkan banyak murid yang sudah kelas-3 sekalipun, belum lancar membaca menulis permulaan. Fenomena seperti ini dianggap wajar saja oleh orang tua murid di rumah, bahkan oleh guru. SD-SD di kawasan miskin, pada umumnya juga dihuni oleh murid-murid yang berasal dari keluarga dengan latar belakang sosial ekonomi rendah, atau keluarga miskin. Seperti telah diungkapkan dalam uraian terdahulu, bahwa di SD kawasan miskin, 70%
6 muridnya berasal dari keluarga yang orang tuanya memiliki kartu miskin. Ini menandakan bahwa latar belakang murid SD di kawasan miskin ini tidak mendapat kesempatan dan dukungan dalam belajar MMP secara menyenangkan dan bermakna. Hal ini mengakibatkan mereka tertinggal dalam kemampuan MMP ini. Dengan adanya fenomena kurangnya kesempatan anak-anak SD di kawasan miskin mendapatkan dukungan dalam pembelajaran MMP di lingkungan keluarganya, maka pembelajaran MMP yang bermakna dan menyenangkan ini diharapkan dapat diperoleh murid dari pembelajaran formal di sekolah. Model active learning mempunyai unsurunsur yang dapat mewadahi kebutuhan murid akan hal tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa model active learning relevan bagi pembelajaran MMP di SD kawasan miskin.
METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah
SD-SD yang berada di lima Kecamatan Kota
Surakarta. Penentuan SD-SD berdasarkan pada besarnya kuantitas murid yang berasal dari keluarga miskin, yaitu banyaknya murid penerima bantuan pelayanan pendidikan (BPP) yang mensyaratkan kriteria kemiskinan. Secara keseluruhan, di Kota Surakarta terdapat 9 SD yang tersebar di lima kecamatan, yang dikategorikan sebagai SD kawasan miskin, diukur dari banyaknya murid penerima BPP yaitu ≥ 70%. SDN Mojo-1, SDN Bayan, SDN Sabranglor, SDN Ngoresan, SDN Tugu, SDN Sangkah, SD Muhammadiyah Gajahan, SDN Demangan, dan SDN Palan-1 kesembilan SD ini juga dikategorikan sebagai SD-Plus. Jenis penelitian ini secara metodologis dekat dengan penelitian pengembangan yang berbentuk riset operasional. (Gall, Gall, & Borg, 2003:123-124). Penelitian ini berorientasi pada pengembangan produk yang digunakan sebagai pemecahan masalah dalam pembelajaran MMP di sekolah dasar kawasan miskin. Produk yang dikembangkan adalah pembelajaran MMP dengan active learning. Model ini berupa model konseptual (Gall, Gall, & Borg, 2003:36). Penelitian ini merupakan lanjutan dari penelitian terdahulu yang telah mendapatkan identifikasi kebutuhan untuk mengatasi problema pembelajaran membaca menulis
7 permulaan, berdasarkan hasil identifikasi dilakukan analisis dan refleksi, ditemukan bahwa SD di kawasan miskin Kota Surakarta membutuhkan pembelajaran MMP yang diharapkan dapat dipelajari dengan suasana menyenangkan oleh murid. Data yang diperoleh dari penelitian ini menyesuaikan dengan metode penelitian yang dipilih, dengan demikian sumber data meliputi: informan (Rubin & Rubin, 2005), arsip dan dokumen (Rudduck & Hopkins, 2004), serta tempat dan peristiwa (Locke, Spirduso, & Silverman, 2005:254258). Informan yaitu: para murid dan guru pengampu kelas-1 sekolah dasar. Guru pengampu selain menjadi sumber data juga menjadi kolaborasi dalam penelitian ini. Dikatakan demikian karena kunci kesuksesan penelitian yang menguji keefektivan pembelajaran terletak pada kolaborator, yaitu guru kelas (Kailin, 2005). Arsip dan dokumen berupa prestasi belajar membaca menulis permulaan murid yang ada di sekolah. Hal ini digunakan untuk membandingkan dengan prestasi murid setelah mengikuti pembeljaran dengan model active learning. Tempat dan peristiwa sebagai objek penelitian ini juga menjadi sumber data. Keabsahan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi sumber, yaitu mengumpulkan data sejenis dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda. Sumber data yang dimaksud adalah berbagai informan dan dokumen yang memuat data yang berasal dari murid dan guru serta orang tua murid, yang kemudian dicocokkan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat observasi (Zuber, 2004: 81). Pemeriksaan keabsahan data melalui truangulasi sumber ini juga dilakukan melalui diskusi antara peneliti dengan guru kolaborator dan murid dapat mengungkapkan keabsahan data yang berasal dari sumber yang berbeda (Angelo & Cross, 2003:122-123). Teknik analisis data dilaksanakan dengan cara berikut ini. (1) Teknik analisis interaktif
digunakan untuk menganalisis data tentang kemugkinan pengembangan
prototype model atau model awal; (2) Keterandalan silabus, RPP, dan alat evaluasi pembelajaran dan buku panduan pelaksanaan pemebelajaran MMP dengan active learning dilakukan dengan expert-judgement, yaitu mendapatkan tanggapan stakeholders; (3) analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keterandalan buku panduan pelaksanaan pemebelajaran MMP dengan active learning melalui uji coba terbatas di lapangan oleh guru, dan (4) analisis statistik deskriptif dan statistik komparatif dilakukan untuk menguji keefektivan model dalam meningkatkan kompetensi membaca menulis permulaan murid.
8
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil yang didapatkan dalam penelitian dengan 3 (tiga) tahap ini menemukan identifikasi kebutuhan untuk mengatasi problema yang dihadapi guru dan murid dalam pembelajaran MMP di SD-SD kawasan miskin di Kota Surakarta. Analisis kebutuhan ini dilakukan berdasarkan pada kebutuhan yang dijumpai dalam pembelajaran MMP di SDSD kawasan miskin.
SD-SD kawasan miskin yang ditemukan sebagai SD yang
membutuhkan model pembelajaran tersebut adalah: SDN Mojo-1, SDN Bayan, SDN Sabranglor, SDN Ngoresan, SDN Tugu, SDN Sangkrah, SD Muhammadiyah Gajahan, SDN Demangan, dan SDN Palan-1. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru-guru yang mengajar di SD-SD tersebut dapat diketahui bahwa guru membutuhkan silabus, RPP, dan alat evaluasi secara khusus untuk mengajarkan MMP tersebut. Hal ini disebabkan murid di SD-SD tersebut di atas pada umumnya belum dapat membaca hingga naik ke kelas-2. Adapun silabus, RPP, dan alat evaluasi yang dibutuhkan oleh guru dan murid di SD-SD tersebut adalah yang dapat dipergunakan secara mudah untuk disajikan di dalam pembelajaran dengan situasi menyenangkan. Dengan demikian para guru mengharapkan ada model pembelajaran MMP dengan active learning. Penyusunan rencana pembelajaran membaca menulis permulaan menjadi masalah bagi guru seperti diungkapkan oleh informan guru T, JS, I, SD, Du, Bi, CC, Si, dan guru JT, yang merupakan guru di SD kelas 1 SDN Mojo-1, SDN Bayan, SDN Sabranglor, SDN Ngoresan, SDN Tugu, SDN Sangkrah, SD Muhammadiyah Gajahan, SDN Demangan, dan SDN Palan-1. Dari
pernyataan dalam catatan lapangan hasil wawancara, mereka
mengatakan tidak dapat menyusun rencana pembelajaran karena sulit mengaitkan antara standar kompetensi, kompetensi dasar, dan bahan ajar yang dipilih yang berasal dari kurikulum (KTSP) untuk membaca menulis permulaan. Di dalam KTSP tidak dijabarkan indikator pembelajaran, sehingga menimbulkan kesulitan bagi guru menentukan indikator tersebut untuk menyusun rencana program pembelajaran (RPP). Hal tersebut di atas diungkapkan oleh Guru T dalam catatan hasil wawancara, guru menemui masalah dalam penyusunan rencana pembelajaran membaca menulis permulaan
9 karena sulit mengaitkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Masalah yang dihadapi guru berkaitan dengan kesulitan penyusunan rencana pembelajaran diungkapkan juga oleh guru JS. Ia mendapat kesulitan dalam menentukan tujuan pembelajaran membaca menulis permulaan untuk direncanakan secara sistematis, karena di KTSP
tidak dijabarkan
indikator pembelajaran. Hal ini diungkapkan dalam hasil wawancara, bahwa menyusun RPP yang sistematis, untuk membaca menulis permulaan memang tidak dilakukan karena sukar. Sukar dalam arti menentukan tujuannya, bahkan di dalam KTSP itu tidak ada indikatornya sehingga untuk menentukan tujuan sampai evaluasinya, bukan pekerjaan yang mudah,hal ini mengakibatkan jarang mengajarkan membaca menulis secara serius kepada murid. Masalah yang dihadapi guru berkaitan dengan kesulitan penyusunan rencana pembelajaran diungkapkan juga oleh memperoleh materi pembelajaran
guru I yang menemui kesulitan menentukan
membaca menulis permulaan, karena itu di dalam
pembelajaran guru mengajarkan membaca menulis permulaan tanpa rencana. Dari hasil wawancara tersebut dapat ditemukan bahwa guru
kekurangan materi saat PBM
berlangsung. Hal tersebut adalah bagian dari pemasalahan yang dihadapi guru sehingga tidak melakukan penyusunan rencana pembelajaran. Temuan lain dapat dideskripsikan bahwa dari hasil wawancara dengan informan JT menggambarkan bahwa guru tidak pernah membuat RPP, disebabkan kurang memahami model-model pembelajaran yang tepat, dan tidak dapat menemukan bahan ajar membaca menulis permulaan yang tepat untuk SD di kawasan miskin tempatnya mengajar. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa guru menemui permasalahan dalam menyusun RPP akibat dari kurang bahan ajar membaca menulis permulaan, dan kurang paham terhadap model pembelajaran yang tepat. Hal demikian terjadi hampir di seluruh SD yang termasuk kawasan miskin. Permasalahan guru berikutnya adalah penentuan media dan sumber pembelajaran. Sejumlah data penelitian ini yaitu peristiwa pembelajaran yang diobservasi, kebanyakan tidak memanfaatkan media, baik media visual, media audio, apalagi media audio visual. Berdasarkan wawancara dengan guru yang kelasnya diobservasi tersebut, juga diakui bahwa ia tidak pernah menggunakan media pembelajaran. Hal ini disebabkan tidak mau repot menyediakan media-media tersebut, meskipun diakui dan disadari oleh mereka
10 bahwa hal tersebut mengakibatkan pembelajaranya tidak diminati murid, dan mungkin juga tidak dipahami murid. Dari hasil identifikasi masalah dan analisis kebutuhan tersebut di atas, kemudian dilakukan penyusunan Prototype model Active learning dalam pembelajaran membaca menulis permulaan.
Prototype model Active learning dalam pembelajaran membaca
menulis permulaan di sekolah dasar ini merupakan produk awal. Produk awal ini disusun berdasarkan pada identifikasi masalah dan kebutuhan. Berdasarkan identifikasi masalah dan kebutuhan, telah ditemukan kebutuhan akan model pembelajaran
membaca menulis
permulaan yang mudah dipelajari murid, serta menyenangkan bagi murid. Selain itu juga memenuhi kebutuhan guru yang berupa persiapan yang terdiri atas silabus pembelajaran membaca menulis permulaan dan rencana program pembelajaran (RPP) membaca menulis permulaan, skenario prosedur pembelajaran apesiasi membaca menulis permulaan; dan evaluasi pembelajaran sesuai dengan active learning. Prototype model pembelajaran membaca menulis permulaan berbasis dengan active learning ini berbentuk satu kesatuan yang berisi silabus pembelajaran, RPP, dan evaluasi pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning, disertai buku pedoman pelaksanaan untuk guru. Penyusunan prototype model ini dilakukan oleh peneliti bersamasama dengan guru kelas 1 dari sekolah dasar kawasan miskin di wilayah Kota Surakarta. Pelaksanaannya dilakukan melalui kegiatan Lokakarya Penyusunan Silabus, RPP, dan Evaluasi Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan dengan Active learning, dan buku pedoman guru. Lokakarya diikuti oleh 20 orang guru. Dua puluh orang guru peserta lokakarya ini adalah guru-guru yang sebelum dilaksanakan penelitian ini sudah pernah mengikuti pelatihan Active learning yang diselenggarakan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta. Penyusunan model awal ini mengacu pada standar kompetensi dan kompetensi dasar membaca menulis permulaan yang terangkum kurikulum yang berlaku saat ini, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dari acuan kurikulum tersebut, diperoleh model silabus pembelajaran membaca menulis permulaan
yang dipilih untuk kelas I
sekolah dasar ini memuat: (1) kemampuan menyimak dengan standar kompetensi memahami wacana lisan berbagai karya membaca menulis permulaan berbentuk kalimat, kata suku akata, dan huruf; (2) kemampuan membaca dengan standar kompetensi
11
menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa, teks pendek, dan berbagai karya membaca menulis permulaan untuk anak; (3) kemampuan berbicara dengan standar kompetensi menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dalam kegiatan percakapan sederhana wawancara, diskusi, deskripsi benda sekitar, cerita, hasil pengamatan, pemahaman isi buku dan membaca menulis permulaan untuk anak.; dan (4) kemampuan menulis dengan standar kompetensi melakukan berbagai jenis kegiatan menulis huruf, suku kata, kata dan kalimat sederhana. Setelah selesai produk awal lebih lanjut dilakukan validasi.
Hasil validasi
Prototype model untuk dijadikan sebagai model pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning di sekolah dasar kawasan miskin ini dilakukan dengan konsultasi untuk Validasi Ahli dan Revisi Produk atau disebut expert-judgement. Konsultasi kepada ahli terhadap produk yang tengah diujicoba ini dilakukan bertujuan untuk mendapatkan komentar dan saran ahli, sampai mendapat persetujuan, sehingga prototype yang masih berupa model awal ini menjadi model pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning. Validasi ahli terhadap produk ini diperoleh dari guru besar pengajaran bahasa Indonesia, dan guru besar bidang pendidikan. Saran dan masukan ahli digunakan untuk memperbaiki kekurangan yang masih terdapat di dalam produk silabus, RPP, dan evaluasi serta buku pedoman bagi guru yang telah diujicobakan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh
kelayakan
produk
apabila
pada
tahap
lanjutan
penelitian
ini
diimplementasikan dalam skala luas. Dari kedua ahli tersebut
silabus, RPP, dan evaluasi pembelajaran membaca
menulis permulaan dengan active learning telah ditanggapi, diberi saran perbaikan, dan revisi. Berdasarkan saran ahli pula, maka komponen silabus disusun dengan format: standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, indikator, pengalaman belajar, alokasi waktu, teknik penilaian, media pembelajaran, dan sumber bahan pembelajaran. Masih berdasarkan saran ahli, model RPP yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi
standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, materi pembelajaran, metode
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, kegiatan akhir, media pembelajaran, sumber pembelajaran, dan teknik evaluasi. Di dalam
12 kegiatan pembelajaran yang terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir model ini, dirancang berdasarkan pada petunjuk teknis active learning. Validitas model awal ini juga mempertimbangkan tanggapan yang berupa keberterimaan para guru di SD Kawasan miskin Kota Surakarta. Keberterimaan model active learning yang dikembangkan dalam pembelajaran membaca menulis permulaan di sekolah dasar berdasarkan tanggapan stakeholders bermaksud untuk penyempurnan produk. Penyempurnan produk ditunjukkan dengan memperkenalkan produk awal model pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning yang di dalamnya terdapat pedoman silabus, pedoman penyusunan RPP, dan pedoman evaluasi. Validasi sekaligus penyempurnaan produk ini dilakukan dengan menggunakan FGD. FGD dilaksanakan pada 19 September 2010. FGD dilaksanakan di Dinas Pendidikan Pemuda & Olah Raga Surakarta. FGD diikuti oleh 25 (dua puluh lima) guru dan 2 (dua) pengambil kebijakan. Keberterimaan model berdasarkan tanggapan pengambil kebijakan dimaksud adalah pihak Dinas Pendidikan Kota Surakarta. Pihak Dinas Pendidikan Kota Surakarta diwakili Kepala Sub Dinas Kebudayaan Bidang Bahasa dan Membaca menulis permulaan, dan Kepala Sub Dinas Pendidikan Dasar. Tanggapan-tanggapan terhadap model active learning untuk pembelajaran membaca menulis permulaan di SD-SD kawasan miskin Kota Surakarta ini
dinyatakan pada saat dilaksanakan Focus Group
Discussion (FGD). Keberterimaan model berdasarkan tanggapan guru SD melalui forum FGD yang dideskripsikan di dalam penelitian ini adalah tanggapan yang diungkapkan secara lisan. Berdasarkan pendapat para guru, active learning dengan prosedur yang telah dilaksanakan ini baginya dapat menjadikan pembelajaran membaca menulis permulaan dapat menjadi pembelajaran lebih menyenangkan bagi anak, sehingga anak lebih bersemangat dalam belajar. Guru menyambut model yang dikembangkan dalam bentuk silabus, RPP dan evaluasi ini dengan sikap positif. Hal ini terutama dengan adanya komponen tanggapan orang tua yang terdapat dalam model evaluasi. Para guru berharap orang tua dapat diharapkan mempunyai perhatian pada pembelajaran membaca menulis permulaan. Adanya kolom tanggapan orang tua pada model evaluasi dapat mendorong orang tua ikut mengetahui segala sesuatu yang menjadi permasalahan anaknya dalam MMP. Adanya kegiatan inti pembelajaran
yang diselenggarakan di luar kelas, yang
13 bertujuan untuk menumbuhkan minat anak didik, memacu anak didik mendapat kesempatan tampil dan meraih prestasi sebaik-baiknya. Prosedur permainan, sentra, dan proyek yang disajikan dalam RPP dan evaluasi yang disertai dengan beberapa permainan bahasa, meskipun tampak baru, tetapi mudah untuk diterapkan di dalam pembelajaran. Pada praktiknya penerapan active learning dapat menjadikan pembelajaran MMP menjadi pembelajaran yang bervariasi. Variasi tersebut sebenarnya merupakan sarana belajar yang efektif untuk membina berbagai kompetensi murid (Joyce dan Weil, 2000: 93). Dikatakan efektif, karena suasana baru di luar lingkungan kelas dapat membangkitkan motivasi yang tinggi pada anak-anak. Hal ini mengingat bahwa anak-anak adalah individu yang mudah bosan terhadap situasi yang rutin (Long, 2000:131), sehingga variasi pembelajaran dibutuhkan guru dalam pembelajaran. Pendapat lain berkaitan dengan interaksi dalam proses pembelajaran ini diungkapkan oleh Grosjean (2004: 232). Dikatakan bahwa interaksi yang baik dalam pembelajaran berhubungan dengan bagaimana seorang guru melakukan suatu kegiatan. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang melibatkan aktivitas jasmani dan rohani murid dalam rangka memperoleh pengetahuan baru. Senada dengan pendapat Grosjean di atas, ada hakikat interaksi pembelajaran yang sebenarnya harus selalu melekat dalam benak para guru. Hakikat interaksi pembelajaran adalah kegiatan yang dapat menciptakan respon-respon positif dari murid terhadap pesan yang disampaikan guru dalam pembelajaran itu. Respon itu dapat muncul apabila guru mengadakan variasi dalam interaksi tersebut (Teo Kok Seong, 2005). Ia juga mengemukakan bahwa tugas-tugas pendidik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) tugas edukasional; (2) instruksional; dan (3) manajerial. Hasil uji coba luas terhadap model pembelajaran MMP dengan active learning dilakukan dengan uji keefektifan pembelajaran MMP yang disajikan dengan menerapkan active learning ini diujicobakan secara luas pada 240 murid di 6 (enam) SD yang tergolong SD kawasan miskin. Kelima SD tersebut adalah: SDN Mojo-1, SDN Bayan, SDN Sabranglor , SDN Ngoresan, SDN Demangan, dan SDN Palan-1. Berdasarkan hasil penghitungan rata-rata hasil skor pretes (sebelum) dan postes (setelah) pembelajaran MMP dengan active learning, diketahui bahwa dari setiap SD yang diteliti, terdapat temuan sebagai berikut.
14 Uji signifikansi perbedaan kompetensi MMP murid berdasarkan perbandingan skor pretes dengan skor postes dilakukan dengan menggunakan Program Minitab for Windows Release-15. Hasil uji-t tersebut dapat menunjukkan peningkatan kompetensi murid dalam pembelajaran MMP dengan active learning pada setiap rumpun sampel. Uji perbedaan untuk analisis data ini menggunakan statistik nonparametrik, dengan uji-t nonindependent. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara membandingkan hasil skor kompetensi MMP sebelum dan sesudah penerapan active learning. Adapun ringkasan hasil uji adalah: (1) hasil uji-t perbandingan skor pretes-postes kelompok
di SD Mojo,
diperoleh harga t-hitung sebesar 19,62; (2) uji-t perbandingan skor pretes-postes kelomok di SD Bayan diperoleh harga t hitung sebesar 11,84; (3) uji-t perbandingan skor pretespstes kelompok
SD Sabranglor diperoleh harga t-hitung sebesar 13,29; (4) uji-t
perbandingan skor pretes-postes kelompok
SD
Ngoresan diperoleh harga t-hitung
sebesar 19,16; (5) uji-t perbandingan skor pretes-postes kelompok
SD Negeri Demangan
diperoleh harga-t hitung sebesar 23,54; dan (6) uji-t perbandingan skor pretes-postes kelompok
SDN Plalan diperoleh t-hitung sebesar 23,00.
Signifikansi hasil uji atau t-hitung tersebut di atas jika dibandingkan dengan PValue harga kritik nilai t dapat diketahui bahwa di semua rumpun sampel tempat dilaksanakannya uji coba luas penerapan active learning
dalam pembelajaran MMP,
kesemuanya menunjukkan bahwa t-hitung lebih besar daripada P-Value harga kritik pada taraf signifikansi 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa rata-rata skor postes lebih baik daripada rata-rata skor pretes pada taraf signifikansi 0,05 pada kelompok murid yang mengikuti pembelajaran MMP dengan active learning. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa skor postes yang lebih baik daripada skor pretes secara signifikan. Ini menandakan penerapan active learning signifikan pula untuk meningkatkan kompetensi murid dalam pembelajaran MMP di sekolah dasar kawasan miskin Kota Surakarta. Keefektifan penerapan active learning dalam pembelajaran MMP ini terdapat di seluruh SD yang digunakan untuk pelaksanaan uji coba luas pelaksanaan pembelajaran MMP dengan active learning. Hal ini disebabkan seluruh guru yang menjadi kolaborator pelaksanaan uji coba keefektifan model ini menanggapi positif terhadap model ini. Penerapan model baru dalam pembelajaran hakikatnya memang perlu mendapatkan respon yang positif dari guru.
15 Selebihnya, saran dan pendapat ahli dan stakeholders terhadap model pembelajaran membaca menulis permulaan di SD kawasan miskin Kota Surakarta yang dikembangkan ini dapat dikatakan positif. Sambutan yang positif dari pengambil kebijakan bidang pendidikan di sekolah dasar ini dapat diharapkan mendatangkan manfaat yang besar bagi keberlangsungan penerapan pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning
di sekolah dasar kawasan miskin ini. Dikatakan demikian karena seringkali
hambatan penerapan model inovatif dalam pembelajaran berhadapan dengan pihak pengambil kebijakan, atau terhambat oleh kebijakan-kebijakan yang sedang diberlakukan. Keberanian pihak pengambil kebijakan memberi sikap positif dan terbuka serta menerima jika para guru yang berada di wilayahnya menerapkan pembelajaran membaca menulis permulaan active learning. Persetujuan pimpinan ini bagi guru sangat penting, karena para guru itu di dalam tugasnya membutuhkan kemajuan yang ditandai dengan perkenalannya dengan model-model pembelajaran inovatif. Perkenalannya dengan model-model pembelajaran inovatif ini diharapkan daat dilanjutkan dengan peneraannya di dalam pembelajaran. Meskipun upaya ini kadang-kadang menghadapi banyak tantangan, namun guru perlu tetap memegang teguh kebijaksanaan dalam menerapkan metode dan pendekatan pembelajaran yang inovatif. Seorang guru haruslah seorang yang arif bijaksana dalam menerapkan pendekatan pembelajaran ini. Guru yang bijaksana juga akan menjadi guru yang melahirkan murid berkarakter, berbudi pekerti yang baik dan kuat.
4. SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan yang telah dideskripsikan dan pembahasan hasil analisis data, selanjutnya simpulan-simpulan hasil penelitian tersebut dikemukakan berikut ini. 1. Studi pendahuluan untuk pengembangan model active learning dalam pembelajaran membaca menulis permulaan di sekolah dasar kawasan miskin ini menemukan kebutuhan guru dan murid. Kebutuhan yang harus segera dipenuhi adalah model pembelajaran membaca menulis permulaan yang tepat, yaitu pembelajaran membaca menulis permulaan
dengan active learning. Untuk itu disusun prototype model.
Prototype model pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning yang dikembangkan di sekolah dasar kawasan miskin Kota Surakarta berupa perangkat
16 pembelajaran yang berbentuk
silabus pembelajaran membaca menulis permulaan,
rancangan program pembelajaran, dan perangkat evaluasi dengan
active learning
dilengkapi buku pedoman bagi guru. 2. Validasi model dilakukan dengan expert judgement dan keberterimaan berdasarkan tanggapan stakeholders. Tanggapan stakeholders diperoleh setelah dilakukan uji model secara terbatas oleh guru. Tanggapan ini semuanya merupakan tanggapan positif, sehingga dapat mendatangkan manfaat yang besar bagi keberlangsungan penerapan pembelajaran membaca menulis permulaan dengan active learning di sekolah dasar kawasan miskin pada waktu-waktu mendatang. 3. Hasil uji
keefektifan model pembelajaran MMP dengan active learning
di
SD
kawasan miskin Kota Surakarta menunjukkan bahwa model pembelajaran MMP dengan active learning dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi membaca menulis permulaan secara efektif di 6 SD di kawasan miskin Kota Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian serta simpulan, diusulkan saran-saran sebagai berikut. 1. Guru sekolah dasar khususnya di kawasan miskin, diharapkan tidak meninggalkan hakikat pembelajaran membaca menulis permulaan yang dapat memberikan bekal kemampuan kepada murid untuk belajar bidang-bidang ilmu lain pada waktu mendatang. 2. Penerapan active learning untuk pembelajaran membaca menulis permulaan di SD kawasan miskin dapat dilakukan dengan tiga jenis yaitu permainan, sistem sentra, dan pembelajaran proyek. Model tersebut merupakan model yang tepat terutama untuk diterapkan di SD-SD yang siswanya adalah siswa-siswa miskin. 3. Pengambil kebijakan di sekolah dasar, diharapkan dapat berperanserta mengatasi permasalahan yang dihadapi guru, dengan cara mengadakan dan memfasilitasi, kolaborasi pihak pengelola sekolah dasar dengan perguruan tinggi berbentuk pembimbingan penyusunan rencana pembelajaran, penerapan model interaksi, dan pengembangan media pembelajaran membaca menulis permulaan. 4. Peneliti-peneliti berikutnya. diharapkan dapat mengembangkan penelitian empiris pengembangan active learning untuk bidang-bidang bahasa yang lain, seperti keterampilan berbahasa berbagai aspek. Misalnya aspek menyimak dan berbicara.
17 DAFTAR PUSTAKA Andayani & Martono. 2006. “Studi Persepsi Guru terhadap Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan di SD Kelas Permulaan”.Jurnal Pendidikan. (Terakreditasi Nasional dengan SK 035a/DIKTI tahun 2004) Jilid 6. No.1.h.13-24 Angelo, T. & Cross, P. 2003. “Improving Teaching through Classroom Research”. Essays on Teaching Excellence Education Journal. Vol. 14, no. 7. pp.122-123. Charlos, Lisa, & Weeks, Heidi. 2007. “How to Active Learning and Strategies Affect Learners”. American Journal of Educations. Vol.113.No.12. pp.67-69. Bogdan & Taylor. 1993. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Alih Bahasa A. Khosim Affandi. Surabaya: Usaha Nasional. Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta : Pusat Pengembangan Kurikulum Balitbang. Daniel, Ann. 2006. “Science Teacher Characteristic By Teacher Behavior and Student Outcome: A Meta Analysis of Research ,” Journal of Research in Science Teaching, vol.33. No. XX. Pp. 189-202. Gall,D.Meredith. Joyce P Gall & Walter R.Borg. 2003. Educatianal Research an Introduction. New York:Pearson Publishing. Joyce, Bruce, Marsha Weil, & Emily Calhoun. 2000. Models of Teaching. New Jersey:Prentice-Hall Inc. Kailin,
RD. 2005.Children’s Ability www//nerel.org.sa3act.htm).
and
Invitation
to
the
World.
(dalam
Locke, Lawrence F, Wareen Wyrick Spirduso & Stephen J. Silverman. 2006. Proposals That Work A Guide for Planning Dissertation and Grant Porposals. London: Sage Publishers. The Psychology of Education. Routledge:Routledge Falmer Publishing. Nurie, Michael. 2008. “Active Learning and Approach in Teaching for Teachers”. American Education Research Journal. Vol. 44. No. 21.pp.79-101. Reeder, Shelby. 2006.”Making Active Learning”. American Education Journal. Winter Vol. 43.No. 14.pp.91-111. Rubin, Herbert J. & Rubin, Irene S. 2005. Qualitative Interviewing The Arts of Hearing Data. London: Sage Publications.
18
Rudduck, Jean & Hopkins, David. 2004. Research as a Basic for Teaching. Oxford: Porsmouth Publications. Teo Kok Seong. 2005. Culture Bound: Bridging the Cultural Gap in Language Teaching. Dalam http://www.puri.co.id.bulletin4/bahasa/htm. Diakses 14 Desember 2007. Zuber Skeritt Ortun. 2004. New Directions in Research. London: Falmer Press.