1913/1012/P/2012
PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS UNTUK MENENTUKAN PROFIL OPTIMUM DARI EMBUNG SEDERHANA
TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Oleh: Dinda Fauzani 15308067
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN SEKOLAH TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2012
Lembar Pengesahan
Tugas Akhir Sarjana
PENGEMBANGAN MODEL MATEMATIS UNTUK MENENTUKAN PROFIL OPTIMUM DARI EMBUNG SEDERHANA
Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya maupun orang lain baik di ITB maupun istitusi pendidikan lainnya.
Bandung, September 2012 Penulis,
Dinda Fauzani 15308067
Bandung, September 2012 Pembimbing,
Prof. Ir. Suprihanto Notodarmodjo, Ph. D. NIP 19541209 198003 1 002
Mengetahui Program Studi Teknik Lingkungan Ketua,
Dr. Herto Dwi Ariesyady, ST., MT. NIP 19730409 199702 1 002
ABSTRAK
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan pada musim hujan. Secara operasional, embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan air di musim hujan dan kemarau. Pada tugas akhir ini akan dilakukan pemodelan matematis untuk meminimasi jumlah kehilangan air total dengan tujuan menghasilkan jumlah air yang optimal pada embung. Kehilangan air terjadi akibat penguapan dan peresapan. Embung yang akan diteliti pada tugas akhir ini memiliki penampang berbentuk segiempat dan trapesium, dengan variabel yang berpengaruh antara lain: lebar dasar embung (π), lebar atas embung (π€) kedalaman air pada embung (π¦), kedalaman embung (π), panjang embung (π), kemiringan galian (π‘ππ β = π ), tinggi penguapan (πΈ), tinggi peresapan (πΌ), dan volume embung (π). Persamaan matematis yang akan dibangun terdiri dari persamaan penguapan, persamaan peresapan, dan persamaan total kehilangan air akibat penguapan dan peresapan. Persamaan matematis tersebut akan diselesaikan dengan metode optimasi simulated annealing untuk menentukan kehilangan air minimum pada profil tertentu. Pemodelan kehilangan air pada embung memiliki masukan data berupa π, πΌ, πΈ, dan π . Pemodelan kehilangan air dilakukan dengan menggunakan MATLAB 7.0. Hasil yang didapat berupa dimensi optimum dengan kehilangan air terkecil pada embung. Pada embung dengan penampang segiempat, hasil dari pemodelan matematis menunjukkan bahwa profil optimum dari embung memiliki dasar dan permukaan berbentuk segiempat sama sisi (π = π). Sedangkan pada embung dengan penampang trapesium, hasil dari pemodelan matematis menunjukkan bahwa profil optimum dari embung memiliki nilai π, π, dan π€ yang variatif. Kedua penampang embung menghasilkan kehilangan air paling kecil dengan kedalaman air pada embung (π¦) yang terbesar.
Kata kunci: embung, kehilangan air, model, simulated annealing, dimensi optimum
ABSTRACT
Ponds or water tank is a micro-sized reservoirs built to hold excess rainwater during the rainy season. Operationally, ponds serve to distribute and ensure the continuity of availability of water in the rainy and dry seasons. The modeling and minimization of total water loss in this research is aimed to produce an optimal amount of water in the ponds. The water loss is caused by evaporation and infiltration. Ponds that will be studied in this research have rectangular and trapezoidal cross-sectional area, with the affect variables including: base width of ponds (π), width of ponds (π€), depth of water in the ponds (π¦), depth of ponds (π), length of ponds (π), slope (π‘ππ β = π ), evaporation rate (πΈ), infiltration rate (πΌ), and volume of ponds (π). The mathematical equations that will be constructed are equation of evaporation, equation of infiltration, and equation of total water loss by evaporation and infiltration. The mathematical equations will be solved by simulated annealing optimization methods to determine the minimum water loss with a certain profile of ponds. The modeling of water loss in ponds has the input data of π, πΌ, πΈ, and π . The modeling of water loss is done using MATLAB 7.0. The results are the optimum profile of ponds with the smallest amount of water loss in ponds. In ponds with rectangular cross-sectional area, the output of the modeling shows that optimum profile of ponds has square shapes (π = π). While in ponds with trapezoidal crosssectional area, the output of the modeling shows varied values of π, π, and π€. Both rectangular and trapezoidal cross-sectional area produced the minimum water loss in the highest water level of ponds (π¦).
Key words: ponds, water loss, model, simulated annealing, optimum profile
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis berikan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Pengembangan Model Matematis untuk Menentukan Profil Optimum dari Embung Sederhana. Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat Sarjana di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dari bimbingan selama pelaksanaan dan penyusunan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, Ph.D. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan dalam pelaksanaan tugas akhir. 2. Bapak Dr. Kuntjoro Adji Sidarto atas diskusi dan bimbingannya selama pelaksanaan tugas akhir. 3. Mama dan Ayah, terima kasih atas kepercayaannya yang tiada pernah berhenti. 4.
Adik-adik tercinta, Dita, Dila, Ade, untuk semua motivasi serta semangatnya untuk menyelesaikan tugas akhir ini (supaya bisa cepet-cepet di rumah yah!).
5. Ibu Prof. Dr.-Ing. Ir. Prayatni Soewondo, MS. selaku dosen wali. 6. Bapak Dr. Herto Dwi Setiadi, ST. MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan. 7. Ibu Ernawati serta pegawai tata usaha program studi Teknik Lingkungan ITB. 8. Yudi Retanto yang selalu ada dalam susah maupun senang. 9. Teman-teman satu pembimbing, Richita Eti Andari Favor untuk panutan yang baik dan Gracia Plenita Agnindhira yang senantiasa menemani dan menyemangati penulis.
i
10. Huliska Bilqis, Listya Swasti Lestari, Astrini Naselga, Ashri Nadia, Faris Nurfauzi, dan Ayasha Sagita untuk kebersamaannya dalam penulisan laporan tugas akhir. 11. Nopa Dwi Maulidiany dan Devita Permanasari atas bantuan, perhatian, dan masukannya dalam proof reading. 12. Asri Cipta Indah Oktaviana dan Lieke Agrijanti yang mendampingi pada waktu-waktu menjelang sidang. 13. My mood booster: Utari Patmakusuma, Dwitasari Diyanti, Andika Nur Ekaputri, Gisela Haza Annisa, Emillie Ayu Hapsari, dan Nabila Amanda Putri Ayu, atas kepercayaan dan keceriaannya. 14. βMbakβ Iim dan βTetehβ Lies untuk dorongan semangat dan perhatian yang telah diberikan. 15. Kakak Kiki Sarah Amelia, terima kasih atas masukan dan bantuannya dalam perumusan dan penurunan fungsi matematis serta penulisan laporan tugas akhir. 16. BHUPALAKA beserta ketua angkatan terhebat saya, Regi Risman Sandi. Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk warna yang telah diberikan selama tiga tahun kebersamaan ini. 17. HMTL ITB atas pelajaran yang telah diberikan. 18. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam bagian ini. Penulis menyadari bahwa dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Terima kasih.
Bandung, September 2012
Penulis ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... I-1 I.1.
Latar Belakang......................................................................................... I-1
I.2.
Maksud dan Tujuan ................................................................................. I-2
I.3.
Ruang Lingkup ........................................................................................ I-2
I.4.
Sistematika Penulisan .............................................................................. I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ II-1 II.1.
Umum ....................................................................................................II-1
II.1.1.
Siklus Hidrologi...............................................................................II-1
II.1.2.
Rainwater Harvesting ......................................................................II-2
II.2.
Embung ..................................................................................................II-4
II.2.1.
Pengertian Embung ..........................................................................II-4
II.2.2.
Syarat Pembuatan Embung ..............................................................II-5
II.2.3.
Pemilihan Lokasi Embung ...............................................................II-6
II.2.4.
Tipe Embung ...................................................................................II-7
II.2.5.
Geoteknik Embung ........................................................................ II-10
II.2.6.
Tampungan Embung ......................................................................II-10
II.2.7.
Konstruksi Embung .......................................................................II-12 iii
II.2.8. II.3.
Neraca Air pada Embung ............................................................... II-14
Penguapan ............................................................................................ II-16
II.3.1.
Umum ........................................................................................... II-16
II.3.2.
Penguapan Air pada Embung ......................................................... II-16
II.4.
Peresapan.............................................................................................. II-17
II.4.1.
Umum ........................................................................................... II-17
II.4.2.
Peresapan Air pada Embung .......................................................... II-18
II.5.
Optimasi Persamaan Matematis ............................................................ II-20
II.5.1.
Umum ........................................................................................... II-20
II.5.2.
Pernyataan Persoalan Optimasi ...................................................... II-23
II.5.3.
Optimasi Fungsi dengan Metode Simulated Annealing................... II-26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ III-1 III.1.
Umum ............................................................................................... III-1
III.2.
Metodologi
Penelitian
Pengembangan
Model
Matematis
untuk
Menentukan Profil Optimum dari Embung Sederhana ..................................... III-1 III.2.1.
Pengumpulan Data ......................................................................... III-2
III.2.2.
Perumusan Persamaan Matematis .................................................. III-3
III.2.3.
Penggambaran Kurva Kehilangan Air pada Embung ...................... III-4
III.2.4.
Penyelesaian Persamaan Matematis ............................................... III-5
III.2.5.
Validasi ......................................................................................... III-6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ IV-1 IV.1.
Umum ............................................................................................... IV-1
IV.2.
Tinggi Kehilangan Air ....................................................................... IV-1
IV.2.1.
Evaporasi....................................................................................... IV-1
iv
IV.2.2. IV.3.
Infiltrasi ......................................................................................... IV-3 Perumusan Persamaan Matematis ...................................................... IV-4
IV.3.1.
Embung dengan Penampang Segiempat ......................................... IV-5
IV.3.2.
Embung dengan Penampang Trapesium ....................................... IV-11
IV.4.
Validasi Algoritma Simulated Annealing ......................................... IV-16
IV.5.
Penggunaan Model pada MATLAB 7.0 ........................................... IV-18
IV.5.1.
Penggunaan Model Penguapan .................................................... IV-18
IV.5.2.
Penggunaan Model Peresapan ...................................................... IV-22
IV.5.3.
Penggunaan Model Kehilangan Air.............................................. IV-24
IV.6.
Hasil Pemodelan Matematis ............................................................ IV-26
IV.6.1.
Embung dengan Penampang Segiempat ....................................... IV-26
IV.6.2.
Embung dengan Penampang Trapesium ....................................... IV-29
IV.7.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Matematis ........... IV-32
IV.7.1.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Penampang Segiempat IV-32
IV.7.2.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Penampang Trapesium IV-41
IV.7.3.
Perbandingan
Hasil
Pemodelan
Matematis
antara
Penampang
Segiempat dan Trapesium ........................................................................... IV-46 IV.8.
Neraca Air pada Embung ................................................................ IV-47
BAB V PENUTUP ............................................................................................. V-1 V.1.
Kesimpulan............................................................................................ V-1
V.2.
Saran ..................................................................................................... V-2
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Tabel II-1 Tipe embung ..................................................................................... II-10 Tabel II-2 Nilai tekanan uap jenuh berdasarkan suhu .........................................II-17 Tabel II-3 klasifikasi sifat lulus air tanah dan batu ............................................. II-19 Tabel II-4 Metode operations research .............................................................. II-21 Tabel IV-1 Hasil Perhitungan Tinggi Evaporasi ................................................. IV-3 Tabel IV-2 Nilai K berdasarkan tipe tanah ......................................................... IV-4 Tabel IV-3 Hasil pemodelan penguapan dengan penampang segiempat............ IV-27 Tabel IV-4 Hasil pemodelan peresapan dengan penampang segiempat ............. IV-28 Tabel IV-5 Hasil pemodelan kehilangan air dengan penampang segiempat ...... IV-29 Tabel IV-6 Hasil pemodelan penguapan dengan penampang trapesium ............ IV-30 Tabel IV-7 Hasil pemodelan peresapan dengan penampang trapesium ............. IV-31 Tabel IV-8 Hasil pemodelan kehilangan air dengan penampang trapesium ....... IV-32 Tabel IV-9 Hasil perhitungan persamaan penguapan ........................................ IV-33 Tabel IV-10 Hasil perhitungan persamaan peresapan ....................................... IV-34 Tabel IV-11 Hasil perhitungan model kehilangan air ........................................ IV-40 Tabel IV-12 Hasil perhitungan model matematis penguapan ............................ IV-42 Tabel IV-13 Hasil perhitungan model matematis peresapan ............................. IV-43 Tabel IV-14 Hasil perhitungan model kehilangan air ........................................ IV-45 Tabel IV-15 Kehilangan air yang terjadi dengan perubahan kedalaman air ....... IV-48
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II-1 Siklus hidrologi...............................................................................II-1 Gambar II-2 Bentuk permukaan embung .............................................................II-5 Gambar II-3 Embung urugan...............................................................................II-8 Gambar II-4 Embung on stream ..........................................................................II-9 Gambar II-5 Embung off stream ..........................................................................II-9 Gambar II-6 Penampang melintang embung ...................................................... II-13 Gambar II-7 Tampak atas embung .................................................................... II-13 Gambar II-8 Skema konstruksi embung tampak samping ..................................II-14 Gambar II-9 Skema konstruksi embung tampak atas .........................................II-14 Gambar II-10 Neraca air pada embung .............................................................. II-15 Gambar II-11 Prosedur simulated annealing ..................................................... II-31 Gambar III-1 Diagram alir penelitian ................................................................ III-2 Gambar III-2 Bidang penguapan air .................................................................. III-4 Gambar III-3 Bidang peresapan air ................................................................... III-4 Gambar III-4 Prosedur penyelesaian model....................................................... III-6 Gambar IV-1 Profil embung .............................................................................. IV-5 Gambar IV-2 Luas permukaan embung ............................................................. IV-6 Gambar IV-3 Kurva kehilangan air akibat penguapan........................................ IV-7 Gambar IV-4 Kurva kehilangan air akibat peresapan ......................................... IV-8 Gambar IV-5 Kurva total kehilangan air .......................................................... IV-10 Gambar IV-6 Embung dengan penampang trapesium ...................................... IV-11 Gambar IV-7 Kurva kehilangan air akibat penguapan...................................... IV-13 vii
Gambar IV-8 Kurva kehilangan air akibat peresapan ....................................... IV-15 Gambar IV-9 Kurva total kehilangan air .......................................................... IV-16 Gambar IV-10 Kurva ππ, π = π2 + π2 + 2 ................................................... IV-17 Gambar IV-11 Antarmuka MATLAB 7.0 ........................................................ IV-18 Gambar IV-12 Prosedur penyelesaian fungsi evaporasi ................................... IV-19 Gambar IV-13 Prosedur penyelesaian model penguapan ................................. IV-21 Gambar IV-14 Prosedur penyelesaian fungsi infiltrasi ..................................... IV-22 Gambar IV-15 Prosedur penyelesaian model peresapan ................................... IV-23 Gambar IV-16 Prosedur penyelesaian model kehilangan air ............................ IV-25 Gambar IV-17 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap kehilangan air akibat peresapan .......................................................................................................... IV-35 Gambar IV-18 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan dengan perubahan konstrain .......................................................................................... IV-36 Gambar IV-19 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan tanpa konstrain ......................................................................................................................... IV-37 Gambar IV-20 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap total kehilangan air ... IV-40 Gambar IV-21 Grafik pengaruh lebar embung terhadap total kehilangan air .... IV-41 Gambar IV-22 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap kehilangan air akibat peresapan .......................................................................................................... IV-43 Gambar IV-23 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan dengan perubahan konstrain .......................................................................................... IV-44 Gambar IV-24 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap total kehilangan air ... IV-45 Gambar IV-25 Perbandingan hasil peresapan pada variasi kedalaman antara penampang segiempat dan trapesium ................................................................ IV-46 Gambar IV-26 Perbandingan hasil kehilangan air pada variasi kedalaman antara penampang segiempat dan trapesium ................................................................ IV-47 viii
Gambar IV-27 Perubahan kedalaman air pada embung .................................... IV-47 Gambar IV-28 Grafik pengaruh penurunan kedalaman air terhadap kehilangan air pada embung ..................................................................................................... IV-48 Gambar IV-29 Kurva neraca air ...................................................................... IV-49
ix
DAFTAR ISTILAH
1. m: meter 2. cm: centimeter 3. mm: milimeter 4. ha: hektar 5. d: detik 6. mmHg: milimeter merkuri
x
BAB I PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan mendasar bagi makhluk hidup. Untuk memenuhi kebutuhan air, manusia mengambil air dari badan air seperti sungai dan danau maupun dari air tanah. Namun dari segi kuantitas, badan air seperti sungai tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan air dewasa ini. Hal ini terlihat dari fenomena cuaca yaitu banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Begitu pula dengan wilayah yang tidak memiliki air tanah karena karakteristik tanah yang tak mampu menampung air, seperti tanah dengan batuan kapur. Tanah batuan kapur akan mengalami kesulitan terhadap penyediaan air bersih. Pemenuhan kuantitas kebutuhan air memerlukan teknologi tepat guna, murah, dan mudah diaplikasikan untuk mengatur ketersediaan air. Debit air yang besar pada musim hujan dapat dijadikan alternatif penyediaan air bersih. Salah satu strategi yang paling murah, cepat, dan efektif serta hasilnya langsung dapat terlihat adalah dengan memanen aliran permukaan dan air hujan di musim hujan melalui rain water harvesting atau sistem penampungan air hujan. Hal tersebut dapat menjadi cara dalam mengatasi kekeringan. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan pada musim hujan. Air yang ditampung kemudian akan digunakan masyarakat sekitar untuk kebutuhan air domestik, pertanian, perkebunan, maupun peternakan. Secara operasional, embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin keberlanjutan ketersediaan air di musim hujan dan kemarau. Ditinjau dari segi konservasi, upaya membangun embung merupakan suatu sikap bijak lingkungan (environmental wisdom). Pembangunan embung merupakan pemanfaatan suatu sumber daya alam yang melimpah, dimana secara ekonomis air hujan tidak memiliki nilai tukar maupun jual beli, dibandingkan dengan eksploitasi I-1
air bawah permukaan tanah yang sesungguhnya memiliki risiko lingkungan yang sangat besar terutama di lahan kering. Pembangunan embung yang kerap dilakukan telah memperhitungkan besarnya kehilangan air akibat penguapan dan peresapan. Namun, kehilangan air akibat penguapan dan peresapan belum diminimumkan dengan tujuan menghasilkan jumlah air yang optimal pada embung. Pada tugas akhir ini akan dilakukan proses minimasi kehilangan air akibat fenomena penguapan dan peresapan pada embung, agar air yang tersimpan dalam embung dapat tersedia dalam jumlah maksimal dan dapat digunakan dengan optimal. I.2.
Maksud dan Tujuan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui profil optimum dari embung sebagai sistem penampungan air hujan. Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh fenomena penguapan dan peresapan terhadap kapasitas embung. 2. Mengembangkan model matematis kehilangan air akibat penguapan dan peresapan. 3. Mengetahui cara menggunakan model matematis yang dikembangkan. 4. Mengetahui profil optimum embung dari segi teknis yaitu besarnya panjang, lebar, dan kedalaman galian embung. I.3.
Ruang Lingkup
Penelitian ini memiliki ruang lingkup: 1. Menentukan variabel yang berpengaruh terhadap ketinggian muka air pada embung. 2. Mendefinisikan fungsi matematis ketinggian muka air pada embung berdasarkan variabel-variabel tersebut. 3. Mengetahui profil optimum embung berdasarkan fungsi matematis. I-2
I.4.
Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup yang akan dibahas, metodologi yang digunakan, serta sistematika penulisan laporan tugas akhir ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan tentang hasil studi literatur yang dilakukan mengenai teori dan fungsi yang mendukung penelitian. BAB III METODOLOGI Bab ini berisi tentang metode atau langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian yaitu pendefinisian persamaan matematis beserta teknik analisis untuk menyelesaikan persamaan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan memaparkan hasil pengambilan data primer dan sekunder baik yang didapat dari lapangan maupun hasil studi, serta hasil analisis dari data yang didapat. BAB V PENUTUP Bab ini berisi hal-hal penting yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan beserta saran yang dapat diterapkan dalam perbaikan pada penelitian selanjutnya.
I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Umum II.1.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, penguapan, dan transpirasi, yang dapat dilihat pada Gambar II-1. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berpenguapan, kemudian jatuh sebaai presipitasi dalam bentuk bentuk hujan, salju, batu, hujan es, dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut (http://www.lablink.or.id).
Gambar II-1 Siklus hidrologi Sumber: http://www.lablink.or.id, 2001 Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berpenguapan kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:
II-1
a. Penguapan / Transpirasi Air yang ada di laut, di daratan, di sungai, di tanaman, dan sebagainya, kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya akan turun (presipitasi) dalam bentuk hujan, salju, atau es. b. Peresapan / Perkolasi ke dalam tanah Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. c. Air Permukaan Air bergerak di atas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; semakin landai lahan dan semakin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air permukaan di sekitar daerah aliran sungai menuju laut. Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang (danau, waduk, rawa), dan sebagian air bawah permukaan akan terkumpul dan mengalir membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam komponenkomponen siklus hidrologi yang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Jumlah air di bumi secara keseluruhan relatif tetap, yang berubah adalah wujud dan tempatnya. II.1.2. Rainwater Harvesting Cara konservasi sumberdaya air yang sudah banyak dikembangkan dan dipraktekkan adalah pengelolaan atau pemanenan air (rainwater harvesting). Konsep dasar dari metode tersebut adalah bagaimana mengelola air hujan supaya limpasan minimal, dan/atau limpasan yang masuk ke sistem saluran dapat diatur, dengan jalan meningkatkan resapan dan/atau penampungan sementara. Upaya pendistribusian banjir atau air hujan perlu menerapkan teknologi pemanenan air hujan yang tepat II-2
sehingga memungkinkan mengubah air hujan sebagai sumber bencana menjadi barang bernilai. Konsep pemanenan air hujan adalah penerapan konsep detensi dan retensi, yaitu menahan atau menampung air hujan yang selanjutnya diserapkan ke dalam tanah (Dinas Pekerjaan Umum, 2009). Detensi dan retensi adalah dua upaya dalam menurunkan puncak banjir sehingga berkurangnya kerusakan yang diakibatkannya. Penggunaan dua istilah ini seringkali tertukar artinya satu dengan yang lain, meskipun keduanya mempunyai arti yang berbeda. Kolam detensi adalah suatu kolam yang dimanfaatkan untuk menampung kelebihan air banjir yang kemudian secara perlahan dialirkan sesuai dengan penurunan aliran yang ada di saluran drainase atau sungai. Sehingga arti dari kolam detensi adalah kolam penampungan sementara aliran banjir, yang merupakan upaya konservasi dari cara pengendalian banjir terpadu. Kolam retensi adalah satu upaya penampungan permanen air hujan kerena air hujan yang ditampung sebagian diresapkan, sebagian diuapkan tetapi masih diperlukan limpasan langsung sebagai penamanan sistem. Tujuan pemanfaatan kolam retensi dan kolam retensi adalah untuk menurunkan puncak banjir dan memperbaiki kandungan air tanah suatu wilayah. Tujuan pengembangan dan penerapan fasilitas pemanenan air hujan di antaranya adalah sebagai berikut (Dinas Pekerjaan Umum, 2009): a. Meningkatkan keberlanjutan ketersediaan air permukaan dan air tanah b. Konservasi air dengan menampung kelebihan air yang akan masuk sungai dan mengurangi air yang terbuang percuma ke laut selama musim penghujan c. Mengamankan kawasan perkotaan maupun pedesaan dari banjir dengan menahan air di daerah tangkapannya d. Menurunkan laju erosi e. Memperbaiki lingkungan perkotaan maupun pedesaan f. Memperbaiki kualitas air. Komponen di dalam sistem pemanenan air hujan, adalah sebagai berikut: a. Hujan: sumber air yang dipanen b. Daerah tangkapan: areal di mana hujan terjadi II-3
c. Sistem pembawa: fasilitas yang membawa air dari daerah tangkapan ke peresapan atau penampungan d. Fasilitas penyimpanan: di permukaan tanah, di bawah permukaan tanah, atau akifer. II.2. Embung II.2.1. Pengertian Embung Embung adalah bangunan konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan (run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. Embung juga dapat dikatakan sebagai kolam penampung kelebihan air hujan pada musim hujan dan digunakan pada saat musim kemarau (Deptan, 2007). Untuk menjamin fungsi dan keamanannya embung terdiri dari beberapa bagian, yaitu: a. Tubuh embung, berfungsi untuk menutup lembah atau cekungan (depresi) sehinga air dapat tertahan b. Kolam embung, berfungsi menampung air hujan c. Alat sadap, berfungsi mengeluarkan air bila diperlukan d. Jaringan distribusi, berupa rangkaian pipa, berfungsi membawa air dari kolam untuk didistribusikan ke bak tandon e. Pelimpah, berfungsi mengalirkan banjir dari kolam ke lembah untuk mengamankan tubuh embung atau dinding kolam terhadap penguapan Pembuatan embung untuk pertanian bertujuan antara lain (Purnomo, 1994): a. Menampung air hujan dan aliran permukaan (run off) pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata air, parit, sungai-sungai kecil dan sebagainya. b. Menyediakan sumber air sebagai suplesi irigasi di musim kemarau untuk tanaman palawija, hortikultura semusim, tanaman perkebunan semusim dan peternakan. c. Meningkatkan produktivitas lahan, masa pola tanam dan pendapatan petani di lahan tadah hujan.
II-4
d. Mengaktifkan tenaga kerja petani pada musim kemarau sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota. e. Mencegah atau mengurangi luapan air di musim hujan dan menekan risiko banjir. f. Memperbesar peresapan air ke dalam tanah. Bentuk permukaan galian embung dapat dilihat pada gambar Gambar II-2 Bentuk permukaan embung.
Gambar II-2 Bentuk permukaan embung Sumber: Deptan, 2007 II.2.2. Syarat Pembuatan Embung Beberapa syarat yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan pembuatan embung yaitu (Purnomo, 1994): a. Tekstur Tanah Agar fungsinya sebagai penampung air dapat terpenuhi, embung sebaiknya dibuat pada lahan dengan tanah liat berlempung. Pada tanah berpasir yang porous (mudah meresapkan air) tidak dianjurkan pembuatan embung karena air cepat hilang. Kalau terpaksa, dianjurkan memakai alas plastik atau ditembok sekeliling embung. b. Kemiringan Lahan Embung sebaiknya dibuat pada areal pertanaman yang bergelombang dengan kemiringan antara 8 β 30%. Agar limpahan air permukaan dapat dengan II-5
mudah mengalir kedalam embung dan air embung mudah disalurkan ke petak-petak tanaman, maka harus ada perbedaan ketinggian antara embung dan petak tanaman. Pada lahan yang datar akan sulit untuk mengisi air limpasan ke dalam embung. Pada lahan yang terlalu miring (>30%), embung akan cepat penuh dengan endapan tanah karena erosi. c. Lokasi Penempatan embung sebaiknya dekat dengan saluran air yang ada disekitarnya, supaya pada saat hujan, air di permukaan tanah mudah dialirkan kedalam embung. Lebih baik lagi kalau dibuat di dekat areal tanaman yang akan diairi. Lokasinya memiliki daerah tangkapan hujan. Embung bisa dibangun secara individu atau berkelompok, tergantung keperluan dan luas areal tanaman yang akan diairi. Untuk keperluan individu dengan luas tanaman (palawija) 0.5 hektar, misalnya, embung yang diperlukan adalah panjang 10 meter, lebar 5 meter dan kedalaman 2.5 β 3 meter. Umumnya embung digunakan untuk mengairi padi musim kemarau, palawija seperti jagung, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kuaci dan sayuran. Mengingat air dari embung sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien mungkin. Apabila air embung akan digunakan untuk mengairi padi dianjurkan untuk mengairi hanya pada saat-saat tertentu. Sedangkan setiap kali mengairi tanah, cukup sampai pada kondisi jenuh air. II.2.3. Pemilihan Lokasi Embung Untuk menentukan lokasi dan daerah embung harus memperhatikan beberapa faktor yaitu (Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009): 1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air, terutama pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga kehilangan airnya sangat sedikit. 2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi. 3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road) tidak begitu panjang dan lebih mudah ditempuh. II-6
II.2.4. Tipe Embung Faktor yang menentukan di dalam pemilihan tipe embung adalah (Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009): 1. Tujuan pembangunan proyek 2. Keadaan klimatologi setempat 3. Keadaan hidrologi setempat 4. Keadaan di daerah genangan 5. Keadaan geologi setempat 6. Tersedianya bahan bangunan 7. Hubungan dengan bangunan pelengkap 8. Keperluan untuk pengoperasian embung 9. Keadaan lingkungan setempat 10. Biaya proyek Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu (Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009): 1. Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya a. Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams): adalah embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja, misalnya untuk kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau perikanan darat atau tujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan saja. b. Embung serbaguna (multipurpose dams): adalah embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan misalnya irigasi (pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata dan lain-lain. 2. Tipe Embung Berdasar Penggunaannya a. Embung penampung air (storage dam): embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa surplus dan dipergunakan pada masa kekurangan. Termasuk dalam embung penampung air adalah untuk tujuan rekreasi, perikanan, pengendalian banjir, dan lain-lain.
II-7
b. Embung pembelok (diversion dams): embung yang digunakan untuk meninggikan mukai air, biasanya untuk keperluan mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke tempat yang memerlukan. c. Embung penahan (detention dams): embung yang digunakan untuk memperlambat dan mengusahakan seoptimal mungkin efek aliran banjir yang mendadak. Air ditampung secara berkala atau sementara, dialirkan melalui pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap ke daerah sekitarnya. 3. Tipe Embung Berdasar Material Pembentuknya a. Embung Urugan (fill dams, embankment dams): embung urugan adalah embung yang dibangun dari penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan lain bersifat campuran secara kimia jadi bahan urugan serba sama (homogenous dams) adalah embung apabila bahan yang membentuk tubuh embung tersebut terdiri dari tanah sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Yang kedua adalah embung zonal adalah embung apabila timbunan terdiri dari batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan-urutan pelapisan tertentu.
Gambar II-3 Embung urugan Sumber: Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009 b. Embung Beton (concrete dam): embung beton adalah embung yang dibuat dari konstruksi beton baik dengan tulangan maupun tidak. Kemiringan permukaan hulu dan hilir tidak sama pada umumnya II-8
bagian hilir lebih landai dan bagian hulu mendekati vertikal dan bentuknya lebih ramping. Embung ini masih dibagi lagi menjadi embung beton dengan penyangga (buttress dam) permukaan hulu menerus dan di hilirnya pada jarak tertentu ditahan, embung beton berbentuk lengkung dan embung beton kombinasi. 4. Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air a. Embung pada aliran air (on stream): adalah embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada bangunan pelimpah (spillway). Embung
Gambar II-4 Embung on stream Sumber: Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009 b. Embung di luar aliran air (off stream): adalah embung yang umumnya tidak dilengkapi spillway, karena biasanya air dibendung terlebih dahulu di on stream-nya baru disuplesi ke tampungan. Kedua tipe ini biasanya dibangun berbatasan dan dibuat dari beton, pasangan batu, atau pasangan bata.
Gambar II-5 Embung off stream Sumber: Soedibyo dalam Alexander dan Harahab, 2009
II-9
Kedua tipe ini mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing dan sangat tergantung kondisi medan dimana direncanakan embung, seperti yang dapat dilihat pada Tabel II-1. Tabel II-1 Tipe embung No.
Embung di sungai
Embung di Luar Sungai
1.
pemanfaatan air sungai bisa mencapai 80% dari debit tahunan
pemanfaatan air sungai hanya mencapai 10% - 15% dari debit tahunan
2.
konstruksi berupa bendungan
perlu bendung, saluran hantar, dan galian kolam
3.
relatif lebih murah
lebih mahal
4.
beresiko besar terhadap banjir
lebih aman terhadap banjir, karena konstruksi di sungai cukup dengan bendung rendah
5.
beresiko besar terhadap kebocoran waduk
bias dicari lokasi lahan yang lebih kedap air sehingga resiko kebocoran lebih kecil
6.
sedimentasi besar
sedimentasi kecil, karena bisa dibatasi di pintu intake
Sumber: Setiono dan Raharjo, 2003 II.2.5. Geoteknik Embung Pembahasan pada geoteknik embung mencakup beberapa aspek, di antaranya (Setiono dan Raharjo, 2003): a. Fondasi bangunan β fondasi bangunan bisa dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu batu, tanah, dan beton. b. Bahan bangunan β tubuh embung dapat berupa urugan, pasangan batu atau beton. c. Kolam embung β terdiri dari peresapan air dan stabilitas dinding kolam. II.2.6. Tampungan Embung Debit air yang mengalir pada embung tidak akan sama setiap waktu. Pada musim kemarau air yang mengalir menuju embung relatif lebih kecil dibandingkan pada musim penghujan. Dengan dibangunnya embung diharapkan pada musim kemarau aliran air yang dapat dimanfaatkan menjadi lebih besar. Umumnya musim kemarau II-10
yang terjadi pada lahan basah, seperti pada wilayah Jawa Barat, Bandung pada khususnya, adalah 3-5 bulan, dan musim hujan terjadi selama 7-9 bulan. Dalam pembuatan embung juga direncanakan perhitungan volume embung serta optimasi air yang ditampung dan dimanfaatkan. Kapasitas tampung yang dibutuhkan (Vn) untuk sebuah embung adalah: Vn = Vu + Vc + Vi + Vs
(II-1)
Dimana: Vn = kapasitas tampung total yang diperlukan (m3) Vu = volume hidup untuk melayani kebutuhan (m3) Vc = jumlah penguapan dari kolam selama musim kemarau (m3) Vi = jumlah resapan melalui dasar, dinding, dan tubuh embung pada musim kemarau (m3) Vs = ruangan yang disediakan untuk sedimen (m3) Perhitungan untuk kebutuhan total untuk tampungan hidup (Vu) adalah: Vu = Jh Γ Qu
(II-2)
Dimana: Jh = jumlah hari selama musim kemarau (hari) Qu = kebutuhan air (m3/hari) Penentuan jumlah penguapan (Vc) perlu diperhitungkan selama musim kemarau dalam penentuan kapasitas dan tinggi embung. Penguapan di permukaan kolam embung dihitung dengan: Vc = 10 Γ A0 Γ βEkj Dimana: A0 = luas permukaan kolam embung pada setengah tinggi (ha) Ekj = penguapan bulanan di musim kemarau pada bulan ke-j (mm/bulan)
II-11
(II-3)
Air di dalam kolam embung akan meresap masuk ke dalam pori atau rongga di dasar ataupun dinding kolam. Besarnya resapan tergantung dari sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Sifat ini tergantung dari jenis tanah atau struktur batu pembentuk dasar dan dinding kolam. Berdasarkan beberapa analisa teoritis oleh Puslitbang Pengairan (1993) dapat ditentukan cara praktis untuk menentukan besarnya resapan air kolam embung (Vi), yaitu: Vi = K Γ Vu
(II-4)
Dimana: Vi = jumlah resapan tahunan (m3) Vu = jumlah air untuk berbagai kebutuhan (m3) K = faktor yang nilainya bergantung dari sifat lulus air material dasar embung Nilai K adalah sebagai berikut: K = 10 %, bila dasar dan dinding kolam embung praktis rapat air (k β€ 10-3 cm/d), termasuk penggunaan lapisan buatan (selimut lempung, geomembran, rubbersheet, semen tanah) K = 25 %, bila dasar dan dinding kolam embung bersifat semi lulus air (k = 10-3 sampai 10-4 cm/d) Ruang sedimen perlu disediakan di kolam embung mengingat daya tampungnya kecil, walaupun daerah tadah hujan disarankan agar ditanami (rumput) untuk mengendalikan erosi. Berdasarkan pengamatan pada beberapa embung oleh Departemen Pekerjaan Umum, secara praktis ruang setinggi 1 meter di atas dasar kolam telah cukup untuk menampung sedimen (Vs). Vs β 0,05 Vu
(II-5)
II.2.7. Konstruksi Embung Bentuk embung sebaiknya dibuat bujur sangkar atau mendekati bujur sangkar, hal tersebut dimaksudkan untuk memperoleh panjang terpendek sehingga resapan air melalui tanggul lebih sedikit. Supaya tanggul tidak mudah bobol, sebaiknya dilakukan pemadatan secara bertahap dengan tanah liat atau lempung yang dibasahi II-12
dan diolah sampai berbentuk pasta, lalu ditempel pada dinding embung setebal 25 cm, mulai dari dasar kemudian secara berangsur naik ke dinding embung. Sambungan tanah yang berbentuk pasta tersebut dibuat menyatu sehingga air embung tidak mudah meresap ke dalam tanah. Untuk menekan kelongsoran, pelapis dinding embung dipapas sampai mendekati kemiringan 70Β° β 80Β° atau dibuat undakan (Purnomo, 1994). Penggalian tanah dilakukan di dekat alur alami atau saluran drainase alami untuk dapat dijadikan sebagai sumber pengisian air ke dalam embung. Dinding pagar embung dibuat miring atau tegak dengan kedalaman sesuai kondisi di lapangan. Tanggul dibuat agak tinggi untuk menghindari kotoran yang terbawa air limpasan. Penampang embung dapat dilihat pada Gambar II-6 dan Gambar II-7.
Gambar II-6 Penampang melintang embung
Gambar II-7 Tampak atas embung Sumber: Deptan, 2007
II-13
Pembuatan saluran pemasukan (inlet) dari drainase menuju embung sangatlah penting. Saluran pemasukan dibuat untuk mengarahkan aliran air yang masuk ke dalam embung sehingga tidak merusak dinding/tanggul. Saluran ini dapat dilengkapi dengan pintu pembuka/penutup berupa sekat balok yang mudah dibuka dan ditutup. Pelimpas air atau saluran pembuangan diperlukan bagi embung yang dibuat pada alur alami atau saluran drainase. Hal ini dilakukan untuk melindungi bendung sekaligus mengalirkan air berlebih. Demikian pula pembuatan saluran pembuangan bagi embung. Secara skematis embung dapat direpresentasikan pada Gambar II-8 dan Gambar II-9.
Gambar II-8 Skema konstruksi embung tampak samping
Gambar II-9 Skema konstruksi embung tampak atas Sumber gambar: Deptan, 2007 II.2.8. Neraca Air pada Embung Analisis neraca air pada embung merupakan pendekatan yang tepat untuk mengetahui ketersediaan air embung berdasarkan faktor input curah hujan dan aliran permukaan, kehilangan air (water loss) melalui penguapan dan peresapan serta air II-14
pembuangan (spillway) demikian pula faktor output air untuk dimanfaatkan. Melalui analisis neraca air dapat diketahui kondisi ketersediaan air pada embung sepanjang tahun (Widiyono dan Lidon, 2011). Pada Gambar II-10 terlihat keseimbangan air pada embung. E Qout Qin Qt Vmin Vmax
I Gambar II-10 Neraca air pada embung Sumber: Sabar, 2011 Dimana: Batasan volume tampungan= ππππ₯ β ππππ πΈ = besarnya penguapan pada musim kemarau (m3/hari) πΌ = besarnya peresapan pada musim kemarau (m3/hari) πππ = debit pemasukan pada musim hujan (m3/hari) πππ’π‘ = debit pengeluaran (kebutuhan air) pada musim kemarau (m3/hari) Sehingga jumlah tampungan pada embung dapat dituliskan pada persamaan II-6 (Sabar, 2011): ππ‘ = π + πππ β πππ’π‘ β πΈ β πΌ
II-15
(II-6)
II.3. Penguapan II.3.1. Umum Penguapan merupakan proses pertukaran molekul air di permukaan menjadi molekul uap air di atmosfer melalui kekuatan panas, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain faktor meteorologis dan jenis permukaan tanah. Penguapan memiliki dua unsur utama yaitu energi berupa radiasi matahari yang dapat mengubah sebagian gelombang menjadi panas kemudian menghangatkan udara sekitar, energi mekanik yang terbentuk akan mengakibatkan perputaran udara dan uap air. Unsur lainnya adalah ketersediaan air, air yang teruapkan tidak hanya air yang ada, akan tetapi persediaan air yang siap untuk diuapkan (Sabar, 2010). Faktor-faktor penentu penguapan terdiri dari panas, suhu udara, permukaan bidang penguapan yaitu air, vegetasi, dan tanah. Kapasitas kadar air berkaitan dengan tinggi rendahnya suhu di tempat itu. Proses tergantung pada Saturated vapor pressure deficit (Dpv) di udara atau jumlah uap air yang dapat diserap oleh udara sebelum udara tersebut menjadi jenuh. Penguapan banyak terjadi di pedalaman dibanding di pantai karena udara sudah lembab. Faktor penentu lainnya adalah kecepatan angin di atas bidang penguapan dan sifat bidang penguapan, apabila bidang bersifat kasar hal ini dapat memperlambat gerak angin dan mengakibatkan turbulensi sehingga dapat memberbesar penguapan. II.3.2. Penguapan Air pada Embung Pada penelitian ini, akan digunakan pengukuran besar nilai penguapan menggunakan rumus empiris Penmann, dengan data klimatologi sebagai masukan. Besar nilai penguapan (E), dapat dihitung dengan rumus empiris Penmann (II-7) (Kiyotoka dalam Sosrodarsono dan Takeda, 2006) yaitu: π’
πΈ = 0.35 Γ ππ β ππ Γ (1 + 100 ) Dimana: πΈ = besarnya penguapan pada musim kemarau (mm/hari) ππ = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mmHg) II-16
(II-7)
ππ = tekanan uap sebenarnya (mmHg) π’ = kecepatan angin pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah (mil/hari) Nilai tekanan uap jenuh dapat dilihat pada Tabel II-2 berikut. Tabel II-2 Nilai tekanan uap jenuh berdasarkan suhu ππ (mmHg) 4,580 9,21 17,55 31,86 55,40 92,6 149,6 355,4 760,0
Suhu (oC) 0 10 20 30 40 50 60 80 100
Sumber: Sosrodarsono dan Takeda, 2006 Apabila data kecepatan angin berbeda dengan ketinggian yang dibutuhkan, digunakan persamaan empiris Deacon (II-8): π’π π’1
=
π§π π π§1
(II-8)
Dimana: π’π = kecepatan angin pada ketinggian π§π di atas permukaan tanah (mil/hari) π’1 = kecepatan angin pada ketinggian π§1 di atas permukaan tanah (mil/hari) π§π = ketinggian di atas permukaan tanah (m) π§1 = ketinggian di atas permukaan tanah (m) π = bilangan positif, dimana p untuk danau adalah 0.16 II.4. Peresapan II.4.1. Umum Besarnya peresapan dari hujan atau dari irigasi yang masuk ke dalam tanah menentukan jumlah aliran permukaan dan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman dan juga imbuhan bagi air tanah (ground water). Besarnya hujan setelah dikurangi peresapan dikenal sebagai hujan lebih (rainfall excess) di atas permukaan II-17
tanah akan menjadi aliran limpasan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi. Dengan demikian mengetahui proses peresapan merupakan langkah awal yang menjadi kunci bagi suksesnya pengaturan air irigasi, konservasi kelembaban tanah lahan kering, mendukung tumbuhnya tanaman, pentingnya dalam desain drainase berkaitan dengan transpirasi tanaman dan penguapan dari kelembaban tanah, mengurangi tingkat erosi yang terjadi (Ilyas dan Effendi, 1997). Air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah dengan adanya gaya gravitasi, viskositas, dan gaya kapiler dan disebut juga sebagai proses peresapan. Laju peresapan aktual tergantung dari karakteristik tanah dan jumlah air yang tersedia di permukaan tanah untuk membuat tanah lembab. Perhitungan peresapan sebenarnya beragam, yaitu dengan memperkirakan harga rata-rata dair faktor jenis tanah tertentu, tanaman penutup lahan dan menggunakan rumus konsepsional dari persamaan diferensial dari yang dasarnya empiris dan analisis, merupakan usaha yang sampai sekarang masih belum memuaskan untuk dipakai sebagai alat praktis dalam hidrologi. II.4.2. Peresapan Air pada Embung Peresapan air pada embung bisa terjadi diantaranya melalui (Setiono dan Raharjo, 2003): a. Peresapan melalui rongga antarbutir β peresapan jenis ini terjadi pada tanah tak berkohesi, misalnya pasir dan lanau atau tanah berkohesi yang permeabilitasnya tinggi. Dapat pula terjadi pada beberapa jenis batu, misalnya batu pasir dan batu gamping. b. Peresapan air melalui retakan β peresapan jenis ini terjadi pada batu yang mengandung banyak retakan yang bersifat terbuka dan saling berhubungan. Peresapan melalui fondasi tubuh embung dapat menyebabkan stabilitas tubuh embung terganggu karena rembesan. Rembesan melalui fondasi lanau atau pasir dapat menyebabkan terjadinya proses erosi buluh. Sedangkan peresapan yang terjadi pada dinding kolam menyebabkan kehilangan air kolam. Besarnya kehilangan air tergantung pada sifat lulus air material dasar dan dinding kolam. Untuk kebutuhan praktis, sifat lulus air dalam hubungan tersebut dibagi menjadi: tidak lulus air, semi II-18
lulus air, dan sangat lulus air. Klasifikasi sifat lulus air dan kebutuhan selimut pada embung dapat dilihat pada Tabel II-3. Tabel II-3 klasifikasi sifat lulus air tanah dan batu Klasifikasi
Nilai K
Deskripsi tanah dan batu
Kebutuhan
(cm/det)
selimut
1. lulus air
K β₯10-3
umumnya pada jenis tanah tidak berkohesi (berbutir kasar), yaitu: lanau, pasir sampai kerakal, atau batu dengan diskontinuitas rapat tanpa isi dan satuan batu dengan lubang pelarutan
sangat perlu
2. semi lulus air
K = 10-3
umumnya pada jenis tanah dengan sedikit kohesi, yaitu: pasir halus dengan sedikit tanah lempung, atau batu dengan diskontinuitas sedang sampai rapat terisi sebagian
tidak perlu bila kehilangan air karena resapan dapat tercadangkan dalam kolam embung
umumnya pada jenis tanah berkohesi, yaitu lempung atau lempung pasiran atau lanauan atau batu dengan diskontinuitas sedang sampai rapat terisi seluruhnya
tidak perlu
sampai K = 10-4
3. kedap air
K β€ 10-4
Sumber: Setiono dan Raharjo, 2003 πΎ merupakan nilai konduktivitas hidrolis dari tanah. Konduktivitas hidrolis tanah bergantung pada beberapa faktor yaitu viskositas fluida, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, void ratio, kekasaran partikel, dan derajat kejenuhan tanah. Dalam tanah lempung, struktur tanah memainkan peran pentinf dalam konduktivitas hidrolis. Faktor utama lain yang mempengaruhi permeabilitas tanah liat adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang diadakan pada partikel tanah liat. Nilai konduktivitas hidrolis sangat bervariasi untuk tanah yang berbeda. Konduktivitas hidrolis tanah pada tanah yang tak jenuh akan lebih rendah dari konduktivitas hidrolis dan akan meningkatkan derajat kejenuhan tanah dengan cepat (Das, 2008). Menurut Das (2008), pengukuran konduktivitas hidrolis dapat didekati dengan dua cara yaitu: 1. Laboratory determination (pengukuran skala laboratorium) 2. Empirical relations (perhitungan dengan rumus empiris) II-19
Sementara dalam buku Environmental Monitoring and Characterization (Artiola dkk, 2004). Pengukuran konduktivitas hidrolis dapat dilakukan dengan berbagai cara yang terkelompokkan menjadi dua metode: 1. Metode steady-state flow 2. Metode transient flow Di tahun 1856, Henri Philibert Gaspard Darcy mempublikasikan persamaan empiris sederhana untuk laju kehilangan air melewati tanah yang telah jenuh. Persamaan ini didasarkan pada observasi Darcy tentang aliran air melalui media pasir dan dapat ditulis sebagai berikut (Das, 2008). π£ =πΓπ
(II-9)
Dimana: v = discharge velocity atau laju kehilangan air, yaitu jumlah air yang mengalir dalam satuan waktu melewati suatu luas penampang tertentu pada sudur yang sesuai dengan arah aliran (cm/d) k = konduktivitas hidrolis (juga dikenal sebagai koefisien permeabilitas) (cm/d) i = gradien hidrolis II.5. Optimasi Persamaan Matematis II.5.1. Umum Optimasi adalah suatu tindakan untuk menghasilkan hasil yang terbaik dalam keadaan tertentu. Dalam perencanaan, konstruksi, dan pemeliharaan, para insinyur harus menghadapi banyak pilihan teknis dan manajemen pada beberapa tahap. Tujuan akhir dari semua keputusan tersebut adalah salah satunya untuk meminimalkan usaha yang diperlukan atau memaksimalkan keuntungan yang diinginkan. Karena usaha yang diperlukan atau keuntungan yang diinginkan dalam setiap keadaan praktis dapat dinyatakan sebagai fungsi dari variabel keputusan tertentu, optimasi dapat didefinisikan sebagai proses pencarian suatu kondisi yang dapat memberikan nilai maksimum atau minimum dari sebuah fungsi (Rao, 2009).
II-20
Tidak ada metode tunggal yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh permasalahan optimasi secara efisien. Maka dari itu, sejumlah metode optimasi telah dikembangkan untuk memecahkan tipe permasalahan optimasi yang berbeda-beda. Metode pencarian yang optimum juga dikenal sebagai teknik pemrograman matematika dan secara umum dipelajari sebagai bagian dari operations research. Operations research merupakan sebuah cabang dari ilmu matematika yang berkaitan dengan penerapan metode ilmiah dan teknik untuk persoalan pengambilan keputusan dengan membentuk solusi optimal terbaik. Tabel II-4 mencantumkan berbagai metode permrograman matematis dengan bidang operations research lainnya. Teknik pemrograman matematika berguna dalam menemukan nilai minimum fungsi dari beberapa variabel di bawah sejumlah kendala yang telah ditetapkan. Teknik proses secara stokastik dapat digunakan untuk menganalisis masalah yang digambarkan oleh sejumlah variabel acak dengan distribusi probabilitas yang telah diketahui. Metode statistik memungkinkan untuk menganalisis data eksperimen dan membangun model empiris untuk mendapatkan representasi yang paling akurat dari situasi fisis. Tabel II-4 Metode operations research Teknik Optimasi
Teknik Optimasi Modern
Teknik Proses Stokastik
Metode Statistik
Calculus method
Algoritma Genetika
Statistical decision theory
Analisis regresi
Calculus of variations
Simulated annealing
Markov process
Cluster analysis
Nonlinear programming
Ant colony optimization
Queuing theory
Design of experiments
Geometric programming
Particle swarm optimization
Renewal theory
Discriminate analysis (factor analysis)
Quadratic programming
Neural networks
Metode Simulasi
Linear programming
Fuzzy optimization
Teori reliabilitas
II-21
Teknik Optimasi
Teknik Optimasi Modern
Teknik Proses Stokastik
Metode Statistik
Dynamic programming Integer programming Stochastic programming Separable programing Multiobjective programming
Network methods: CPM dan PERT
Game theory
Sumber: Rao, 2009 Metode optimasi modern, yang seringkali disebut nontraditional optimization methods, telah muncul sebagai metode yang ampuh dan populer dalam memecahkan permasalahan optimasi rekayasa yang kompleks selama beberapa tahun terakhir. Metode ini mencakup algoritma genetika, simulated annealing, particle swarm optimization, ant colony optimization, neural work-based optimization, dan fuzzy optimization. Algoritma genetika merupakan pencarian terkomputerisasi dan algoritma optimasinya didasari oleh mekanisme genetika alami dan seleksi alam. Algoritma genetika pada awalnya diusulkan oleh John Holland pada tahun 1975. Metode simulated annealing didasari oleh mekanisme proses pendinginan lelehan logam melalui annealing (pendinginan secara perlahan). Metode ini awalnya dikembangkan oleh Kirkpatrick, Gellat, dan Vecchi. Algoritma dari particle swarm optimization meniru perilaku dari organisme sosial seperti sebuah koloni atau gerombolan serangga (contohnya semut, rayap, lebah, dan tawon), sekawanan burung, dan sekelompok ikan. Algoritma ini awalnya diusulkan oleh Kennedy dan Eberhart di tahun 1995. Ant colony optimization didasari oleh II-22
perilaku kooperatif dari koloni semut, yang dapat menemukan jalur terpendek dari sarangnya menuju sumber makanan. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Marco Dorigo pada tahun 1992. Metode neural network berdasarkan pada daya komputasi yang besar dari kemampuan sistem saraf dalam memecahkan masalah persepsi di hadapan sejumlah besar data sensor dengan kemampuannya dalam pemrosesan secara paralel atau bersamaan. Metode ini awalnya digunakan untuk optimasi oleh Hopfield dan Tank di tahun 1985. Metode fuzzy optimization dikembangkan untuk memcahkan permasalahan optimasi yang melibatkan data perencanaan, fungsi objektif atau tujuan, kendala yang dinyatakan dalam deskripsi samar dan linguistik. Pendekatan fuzzy optimization untuk optimasi dengan tujuan tunggal dan majemuk dalam desain rekayasa pertama kali disampaikan oleh Rao di tahun 1986. Optimasi, dalam konteks yang luas, dapat diaplikasikan dalam memecahkan setiap masalah rekayasa. Beberapa aplikasi umum dari disiplin ilmu rekayasa mengindikasikan cakupan yang luas dari optimasi itu sendiri: 1. Desain pesawat dan struktur ruang angkasa untuk berat badan minimum 2. Menemukan lintasan optimal untuk pesawat ruang angkasa 3. Desain struktur sipil seperti frame, pondasi, jembatan, menara, cerobong asap, dan bendungan untuk biaya minimum 4. Berat minimum desain struktur untuk gempa bumi, angin, dan segala beban yang dapat terjadi secara acak 5. Desain sistem sumber daya air untuk mendapatkan manfaat terbesar 6. Desain pompa, turbin, dan peralatan heat transfer untuk memaksimalkan efisiensi 7. Desain jaringan pipa yang optimal bagi proses industri 8. Pemilihan lokasi untuk industri II.5.2. Pernyataan Persoalan Optimasi Sebuah optimasi atau persoalan pemrograman matematika dapat dinyatakan sebagai berikut (Rao, 2009): Temukan π = π₯1 , π₯2 , β¦ , π₯π yang meminimumkan π(π), dengan kendala: II-23
ππ π β€ 0, π = 1,2, β¦ , π ππ π = 0, π = 1,2, β¦ , π
(II-10)
Dimana π adalah vektor dengan π dimensi, π(π) disebut sebagai fungsi objektif atau tujuan, dan ππ π serta ππ π masing-masing dikenal sebagai pertidaksamaan dan persamaan kendala. Jumlah variabel π dan jumlah kendala π dan/atau π tidak perlu saling dikaitkan. Persoalan yang dinyatakan pada persamaan (II-10) disebut persoalan optimasi dengan kendala. Beberapa persoalan optimasi yang tidak mencakup kendala dapat dinyatakan sebagai: Temukan π = π₯1 , π₯2 , β¦ , π₯π yang meminimumkan π(π) Persoalan seperti ini disebut persoalan optimasi tanpa kendala. II.5.2.1. Vektor desain Setiap sistem atau komponen rekayasa didefinisikan oleh sejumlah set, yang beberapa di antaranya dipandang sebagai variabel selama proses desain. Secara umum, sebagian memiliki nilai tetap pada mulanya, yang disebut dengan parameter yang telah ditentukan sebelumnya (preassigned parameters). Dimana sebagian lainnya diperlakukan sebagai variabel dalam proses desain dan disebut variabel desain atau variabel keputusan π₯π , π = 1,2, β¦ , π. Variabel desain secara kolektif direpresentasikan sebagai vektor desain π₯ = π₯1 , π₯2 , β¦ , π₯π (Rao, 2009). II.5.2.2. Kendala desain Dalam banyak masalah praktis, variabel desain tidak dapat dipilih secara sewenangwenang; melainkan variabel desain tersebut harus memenuhi persyaratan fungsional tertentu dan lainnya yang telah ditentukan. Batasan-batasan yang harus dipenuhi untuk menghasilkan desain yang dapat diterima secara kolektif disebut kendala desain. Kendala yang mewakili keterbatasan pada perilaku atau kinerja dari sistem disebut kendala perilaku atau kendala fungsional (behavior atau functional constraints). Kendala yang mewakili keterbatasan fisik pada variabel desain, seperti kemampuan dalam menyediakan, fabrikasi, dan pemindahan, dikenal sebagai kendala samping atau geometris (geometric atau side constraints) (Rao, 2009). II-24
II.5.2.3. Fungsi Objektif Singiresu Rao menuliskan dalam buku Engineering Optimization (2009) bahwa prosedur desain konvensional memiliki tujuan yaitu untuk menemukan sebuah desain yang dapat diterima atau yang hanya cukup memenuhi persyaratan fungsional dan lainnya dalam suatu persoalan. Secara umum, akan ada lebih dari satu desain yang dapat diterima, dan tujuan dari optimasi adalah untuk memilih yang terbaik dari seluruh desain tersedia yang dapat diterima. Sehingga harus ada suatu kriteria yang dapat digunakan untuk memilih dan membandingkan alternatif dari desain-desain yang dapat diterima dan juga untuk memilih hasil terbaik. Suatu kriteria yang berhubungan dengan desain yang akan dioptimalkan, ketika dinyatakan sebagai fungsi dari variabel desain, dikenal sebagai kriteria atau manfaat atau fungsi objektif. Fungsi objektif untuk persoalan minimasi umumnya diambil sebagai berat pesawat dan struktur ruang angkasa. Dalam desain struktur teknik sipil, biasanya memiliki tujuan atau objektif untuk meminimumkan biaya. Memaksimalkan efisiensi mekanis adalah pilihan yang jelas dari tujuan dalam desain rekayasa sistem mekanik. Sehingga pemilihan fungsi objektif dapat dikatakan dengan jelas dan lugas dalam sebagian besar persoalan desain. Namun, mungkin ada kasus dimana optimasi yang berhubungan dengan kriteria tertentu dapat menyebabkan hasil yang tidak memenuhi kriteria lain. Misalnya, dalam desain mekanik, daya transmisi maksimum sebuah gearbox mungkin tidak memiliki berat minimum. Demikian pula, dalam desain struktur, desain tegangan minimum, sekali lagi, tidak sesuai dengan desain frekuensi maksimum. Sehingga pemilihan fungsi objektif dapat menjadi salah satu keputusan paling penting dalam keseluruhan proses desain yang optimal. Dalam beberapa situasi, mungkin ada lebih dari satu kriteria yang harus dipenuhi secara bersamaan. Misalnya, sepasang gir mungkin harus dirancang untuk berat badan minimum dan efisiensi maksium saat transmisi dengan daya tertentu. Sehingga jika π1 (π₯) dan π2 (π₯) menyatakan dua fungsi objektif, membangun fungsi (secara keseluruhan) sebagai fungsi objektif baru untuk optimasi sebagai: π π₯ = πΌ1 π1 (π₯) + πΌ2 π2 (π₯)
II-25
(II-11)
Dimana πΌ1 dan πΌ2 adalah konstanta yang nilainya menunjukkan kepentingan relatif dari sebuah fungsi objektif yang satu dengan yang lain. II.5.3. Optimasi Fungsi dengan Metode Simulated Annealing Dalam buku Engineering Optimization, Singiresu Rao (2009) menuliskan bahwa, simulated annealing merupakan suatu metode heuristik yang berdasar pada simulasi termal annealing atau pendinginan dari padatan yang dipanaskan secara kritis. Di saat suatu padatan logam dibawa menuju kondisi leleh dengan memanaskannya pada temperatur tinggi, atom-atom di dalam lelehan logam akan bergerak secara bebas terhadap satu sama lain. Namun pergerakan atom menjadi terbatas ketika temperatur diturunkan. Di saat temperatur menurun, atom-atom akan cenderung bergerak teratur hingga terjadi pembentukan kristal. Apabila temperatur logam diturunkan secara tiba-tiba dengan kecepatan pendinginan yang tinggi, kondisi kristal kemungkinan tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, temperatur padatan yang panas (logam yang meleleh) membutuhkan penurunan suhu dengan kecepatan pendinginan yang rendah dan dapat dikontrol sehingga dapat tercapai bentuk kristal yang sangat teratur yang menunjukkan tingkat energi terendah (energi dalam). Proses penurunan temperatur dengan kecepatan yang rendah inilah yang disebut sebagai annealing. Tujuan dari simulated annealing adalah untuk menghasilkan low-energy states bagi sebatang logam pada suatu lingkungan dengan temperatur yang berbeda-beda. Ada dua tahap yang dilakukan dalam metode ini yaitu yang pertama, temperatur lingkungan dinaikkan sampai tepat dibawah titik leleh material logam dimana partikel atau molekul logam mulai memiliki kondisi tidak teratur dan sistem memiliki energi yang tinggi. Kemudian yang kedua, temperatur lingkungan perlahan-lahan diturunkan sampai partikel atau molekul logam dapat memasuki kondisi keteraturan dengan energi yang minimum. Hal ini merupakan proses minimasi yang alami. Rao (2009) menyatakan bahwa optimasi menggunakan simulated annealing memiliki kelebihan sebagai berikut:
II-26
1. Nilai final yang merupakan hasil dari penyelesaian persamaan tidak dipengaruhi oleh nilai tebakan awal, hanya akan menambah usaha lebih dalam komputasi. 2. Karena sifat diskrit dari fungsi dan kendala, karakteristik konvergensi tidak dipengaruhi oleh kontinuitas atau diferensiabilitas fungsi. 3. Variabel desain tidak perlu bernilai positif. 4. Metode ini dapat memecahkan permasalahan mixed-integer, diskrit, atau kontinu. 5. Untuk permasalahan yang melibatkan kendala yang berubah-ubah (dengan menurunkan atau menaikkan batas atas dan batas bawah variabel desain), ekivalen dengan fungsi yang tidak memiliki kendala yang dapat diformulasikan dalam kasus algortima genetika. 6. Dapat mendeterminasi nilai minimum dan maksimum lokal maupun global, dan memiliki near-optimum solution. II.5.3.1. Prosedur Simulated Annealing Metode simulated annealing mensimulasikan proses pendinginan dari logam yang meleleh untuk mendapatkan nilai minimum fungsi dalam permasalahan minimasi. Fenomena pendinginan pada lelehan logam disimulasikan dengan parameter seperti temperatur dan mengontrolnya dengan menggunakan konsep distribusi probabilitas Boltzmann. Distribusi probabilitas Boltzmann menunjukkan bahwa energi dari suatu sistem dalam kondisi thermal equilibrium saat temperatur T terdistribusikan dengan probabilitas menurut hubungan: π(πΈ) = π βπΈ/ππ
(II-12)
Dimana π(πΈ) menunjukkan probabilitas untuk mencapai tingkat energi πΈ, dan π merupakan konstanta Boltzmann. Persamaan (II-12) (Rao, 2009) menunjukkan bahwa pada temperatur yang tinggi, sistem memiliki probabilitas yang hampir seragam yang berada pada setiap energy state. Namun, pada temperatur yang rendah, sistem memiliki probabilitas yang kecil untuk berada pada high-energy state. Hal ini mengindikasikan dimana proses pencarian diasumsikan untuk mengikuti distribusi
II-27
probabilitas Boltzmann dalam simulasi sistem termodinamika, dapat digunakan dalam konteks minimasi suatu fungsi atau persamaan. Dalam kasus minimasi persamaan, titik rencana awal dikatakan sebagai ππ dengan suatu nilai dari fungsi objektif diberikan sebagai ππ = π(ππ ). Seperti dengan energy state pada sistem termodinamika, suatu energi πΈπ pada kondisi ππ diberikan oleh: πΈπ = ππ = π(ππ )
(II-13)
Lalu, sesuai dengan Metropolis criterion, nilai probabilitas dari titik rencana selanjutnya ππ+1 bergantung pada perbedaan dalam energy state atau nilai fungsi pada dua titik rencana yang diberikan oleh: βπΈ = πΈπ+1 β πΈπ = βπ = ππ +1 β ππ β‘ π(ππ+1 ) β π(ππ )
(II-14)
Kondisi baru (new state) atau titik rencana ππ+1 dapat dicari menggunakan distribusi probabilitas Boltzmann: βπΈ
π[πΈπ+1 ] = minβ‘ {1, π βππ }
(II-15)
Konstanta Boltzmann berfungsi sebagai faktor penskalaan dalam simulated annealing, dan dapat dipilih dengan nilai 1 untuk memudahkan. Perhatikan bahwa jika βπΈ β€ 0, persamaan (II-15) (Rao, 2009) memberikan nilai π πΈπ+1 = 1 dan oleh karena itu titik rencana ππ+1 akan selalu diterima. Ini merupakan pilihan logis dalam konteks minimasi suatu fungsi karena nilai fungsi pada ππ+1 , ππ +1 memberikan nilai yang lebih baik (lebih kecil) dari nilai fungsi pada ππ , ππ , sehingga titik rencana ππ+1 harus diterima. Sebaliknya, jika βπΈ > 0, nilai fungsi ππ+1 pada titik ππ+1 lebih buruk (lebih besar) dari nilai fungsi pada ππ . Berdasarkan pada sebagian besar prosedur optimasi, titik ππ+1 tidak dapat diterima sebagai titik rencana selanjutnya dalam proses iterasi. Namun, probabilitas dalam menerima titik ππ+1 , meskipun titik tersebut memiliki nilai fungsi objektif yang lebih buruk dari ππ , itu terbatas (walaupun mungkin kecil), berdasarkan pada Metropolis criterion. Diketahui bahwa probabilitas untuk menerima titik rencana ππ+1 tidak sama dalam seluruh situasi. Seperti yang dapat dilihat dari persamaan (II-16) (Rao, 2009), probabilitas ini bergantung pada nilai βπΈ dan π. Semakin besar nilai temperatur, nilai probabilitas akan tinggi untuk titik rencana ππ+1 , dengan nilai fungsi yang lebih besar (nilai II-28
βπΈ = βπ yang lebih besar). Untuk itu, pada temperatur tinggi, nilai ππ+1 yang lebih buruk memiliki kemungkinan untuk diterima karena probabilitas yang lebih besar. Namun, apabila nilai temperatur rendah, probabilitas dalam menerima titik rencana ππ+1 yang lebih buruk (dengan nilai βπΈ = βπ yang lebih besar) akan lebih kecil. Sehingga di saat temperatur semakin rendah (yaitu saat proses semakin mendekati solusi optimum), titik rencana ππ+1 dengan nilai fungsi yang lebih besar dibandingkan dengan nilai fungsi ππ cenderung untuk tidak diterima. βπΈ
π[πΈπ+1 ] = {π βππ }
(II-16)
II.5.3.2. Algoritma Simulated Annealing Algoritma simulated annealing dapat disimpulkan sebagai berikut. Dimulai dengan titik rencana awal ππ (iterasi nomor i = 1) dan nilai yang tinggi untuk temperatur π. Ciptakan sebuah titik rencana baru secara acak pada sekitar titik rencana sebelumnya dan hitung perbedaan dalam nilai fungsi: βπΈ = βπ = ππ+1 β ππ β‘ π(ππ+1 ) β π(ππ )
(II-17)
Apabila ππ+1 lebih kecil dari ππ (dengan βπ bernilai negatif), terima titik ππ+1 sebagai titik rencana baru. Sebaliknya, apabila βπ bernilai positif, terima ππ+1 sebagai titik rencana baru hanya jika probabilitas π ββπΈ/ππ . Hal ini berarti bahwa apabila nilai dari suatu nomor yang dihasilkan secara acak lebih besar dari π ββπΈ/ππ , titik ππ+1 diterima; namun, titik ππ+1 ditolak. Hal ini menyelesaikan satu iterasi dari algoritma simulated annealing. Apabila titik ππ+1 ditolak, maka proses akan berlanjut dengan menghasilkan titik rencana baru ππ+1 secara acak pada sekitar titik rencana sebelumnya, mengevaluasi nilai objektif fungsi yang sesuai yaitu ππ+1 , dan memutuskan untuk menerima ππ+1 sebagai titik rencana baru, berdasarkan penggunaan Metropolis criterion, persamaan (II-16), akan dilanjutkan. Untuk mensimulasikan keseimbangan termal (thermal equilibrium) pada setiap temperatur, sebuah nilai yang telah ditentukan (π) dari titik rencana baru ππ+1 diujikan pada tiap nilai spesifik dalam temperatur π. Setelah suatu nilai dari titik rencana baru ππ+1 diuji pada setiap temperatur π melebihi nilai π, nilai temperatur π akan diturunkan dengan nilai fraksi π yang telah II-29
ditetapkan sebelumnya (0 < π < 1) dan selanjutnya seluruh proses akan diulang kembali. Prosedur ini diasumsikan konvergen di saat nilai temperatur π yang sekarang cukup kecil ataupun di saat perubahan pada fungsi (βπ) yang diamati bernilai cukup kecil. Pemilihan nilai temperatur awal π, banyaknya jumlah iterasi π sebelum temperatur direduksi, dan nilai faktor reduksi temperatur π mengambil peran yang penting dalam keberhasilan konvergensi pada algoritma simulated annealing. Sebagai contoh, apabila temperatur awal π terlalu besar, akan membutuhkan nilai reduksi yang lebih besar untuk konvergensi. Di sisi lain, apabila nilai temperatur awal π yang dipilih terlalu kecil, proses pencarian mungkin akan tidak selesai karena dirasa tidak dapat mengujicoba seluruh titik yang berada pada ruang lingkup perencanaan dalam menemukan titik minimum global. Faktor reduksi temperatur π juga memiliki efek yang sama. Nilai π yang terlalu besar (seperti 0.8 atau 0.9) membutuhkan usaha dalam menghitung menuju konvergensi. Di lain pihak, nilai π yang terlalu kecil (seperti 0.1 atau 0.2) dapat mengakibatkan reduksi temperatur yang lebih cepat yang tidak memungkinkan eksplorasi secara menyeluruh pada ruang lingkup perencanaan dalam pencarian solusi minimum global. Demikian juga dengan jumlah iterasi π yang besar akan membantu dalam memperoleh kondisi equilibrium yang semu pada setiap temperatur namun akan menghasilkan usaha perhitungan yang lebih besar. Nilai π yang lebih kecil, sebaliknya, mungkin akan menghasilkan konvergensi yang permatur atau disebut juga konvergensi ke arah minimum lokal. Sayangnya, tidak ada kombinasi yang baik untuk π, π, dan π yang dapat bekerja dalam setiap permasalahan. Namun, pedoman tertentu dapat diberikan dalam memilih nilai-nilai tersebut. Nilai temperatur awal π dapat dipilih sebagai nilai rata-rata dari fungsi objektif yang terhitung dari nilai acak pada ruang lingkup perencanaan. Banyaknya jumlah iterasi π dapat dipilih antara 50 hingga 100 berdasarkan sumberdaya perhitungan dan akurasi solusi persamaan yang diinginkan.
Faktor reduksi
temperatur dapat dipilih antara 0.4 hingga 0.6. Terlepas dari seluruh penelitian yang telah dilakukan pada algoritma simulated annealing, pilihan nilai pada temperatur awal π, Banyaknya jumlah iterasi π, dan faktor reduksi temperatur π (laju pendinginan) masih merupakan sebuah seni dan memerlukan proses trial-and-error II-30
untuk menentukan nilai yang sesuai untuk memecahkan jenis-jenis tertentu dari masalah optimasi. Prosedur simulated annealing dapat dilihat pada Gambar II-11. Dimulai dengan titik rencana awal Xi, temperatur awal dan parameter lainnya (T,c,n)
Cari fi = f(Xi), Tetapkan urutan iterasi i = 1 dan cycle number p = 1
Ciptakan titik rencana baru Xi+1 di sekitar Xi, hitung fi+1 = f(Xi+1) dan Ξf = fi+1 - fi
Terima atau tolak Xi+1 menggunakan Metropolis criterion, perbarui urutan iterasi menjadi i = i+1
Apakah urutan iterasi i β€ n?
Perbarui cycle number p = p+1 Tetapkan urutan iterasi i = 1
Turunkan nilai temperatur
Kriteria konvergensi terpenuhi?
Stop
Gambar II-11 Prosedur simulated annealing Sumber: Rao, 2009 II-31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Umum Embung merupakan kolam atau tandon penampung air limpasan maupun air hujan pada musim penghujan. Penggunaan air yang tertampung pada embung biasanya dilakukan pada musim kemarau, dimana fenomena penguapan dan peresapan dapat terjadi. Penelitian tugas akhir ini merupakan pemodelan embung sebagai sistem penampungan air hujan yang memperhitungkan fenomena penguapan dan peresapan yang terjadi di musim kemarau. Secara umum, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian tugas akhir terdir dari tahap pengumpulan data, perumusan persamaan matematis, penggambaran kurva kehilangan air pada embung, penyelesaian persamaan matematis, penentuan dimensi optimum embung dan validasi hasil optimasi pemodelan. III.2. Metodologi
Penelitian
Pengembangan
Model
Matematis
untuk
Menentukan Profil Optimum dari Embung Sederhana Pada Gambar III-1 terdapat tahapan yang menunjukkan diagram alir pada penelitian pengembangan model matematis untuk menentukan profil optimum dari embung sederhana.
III-1
PENGUMPULAN DATA ο· ο·
Tinjauan Pustaka Pengumpulan Data Sekunder
PERUMUSAN PERSAMAAN MATEMATIS ο· ο· ο·
Membangun Persamaan Penguapan (fungsi dari surface area) Membangun Persamaan Peresapan (fungsi dari luas bidang kontak) Membangun Persamaan Kehilangan Air = Penguapan + Peresapan
Variabel yang berpengaruh: l, y, p, E, I, V, dan kemiringan dinding embung
KURVA KEHILANGAN AIR PADA EMBUNG
PENYELESAIAN PERSAMAAN MATEMATIS ο· ο·
Metode Simulated Annealing Pemrograman dengan Menggunakan Matlab 7.0
VALIDASI ALGORITMA SIMULATED ANNEALING
PENENTUAN DIMENSI OPTIMUM EMBUNG ο· ο·
Penampang Segiempat Penampang Trapesium
LAPORAN TUGAS AKHIR
Gambar III-1 Diagram alir penelitian III.2.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian pengembangan model matematis untuk menentukan profil optimum dari embung ini terdiri dari tinjauan pustaka dan pengumpulan data sekunder. 1. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber-sumber pustaka seperti buku, diktat kuliah, handbook, jurnal ilmiah, serta SNI. Tinjauan III-2
pustaka dimaksudkan untuk mengetahui dasar teori yang berkaitan dengan perencanaan embung sebagai sistem penampungan air hujan, serta kehilangan air yang dapat mempengaruhi kapasitas air atau daya tampung embung, yaitu penguapan dan peresapan. Fenomena kehilangan air akibat penguapan dan peresapan yang merupakan hasil dari studi literatur akan digunakan dalam persamaan matematis untuk pemodelan kehilangan air pada embung. 2. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dalam penelitian pengembangan model matematis untuk menentukan profil optimum dari embung. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan observasi literatur ke instansi terkait, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dan Puslitbang Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Bandung. Informasi yang didapat dari pengumpulan data sekunder antara lain: data klimatologi berupa kecepatan angin, kelembaban nisbi (relative humidity), temperatur harian dan data koefisien konduktivitas hidrolis tanah. III.2.2. Perumusan Persamaan Matematis Pada tahap ini dilakukan pendefinisian persamaan matematis yang akan digunakan untuk pemodelan kehilangan air. Kehilangan air pada embung akan mengurangi kapasitas tampung embung, atau volume embung. Kehilangan air terjadi akibat penguapan dan peresapan, dengan variabel yang berpengaruh antara lain: lebar dasar embung (l), kedalaman air pada embung (y), panjang embung (p), tinggi penguapan (E), tinggi peresapan (I), volume embung (V), dan kemiringan dinding embung. Untuk itu, persamaan matematis yang akan dibangun terdiri dari: 1. Persamaan Penguapan Penguapan air pada embung dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan (surface area) embung.
III-3
Gambar III-2 Bidang penguapan air 2. Persamaan Peresapan Peresapan air pada embung dipengaruhi oleh besarnya luas bidang kontak antara tanah pada dinding embung dan air tampungan embung. Seperti yang diilustrasikan pada Gambar III-3, air yang ditampung pada embung meresap melalui dinding-dinding embung, yaitu bagian samping, bawah, kemudian depan dan belakang.
Gambar III-3 Bidang peresapan air 3. Persamaan Kehilangan Air Persamaan kehilangan air memperhitungkan kedua fenomena penguapan dan peresapan pada embung. Persamaan ini merupakan penjumlahan dari persamaan peresapan dan penguapan. III.2.3. Penggambaran Kurva Kehilangan Air pada Embung Penggambaran kurva kehilangan air pada embung dibangun dari persamaanpersamaan matematis kehilangan air. Penggambaran kurva kehilangan air dilakukan dengan menggunakan MATLAB 7.0 sehingga diperlukan konversi persamaan matematis ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. III-4
III.2.4. Penyelesaian Persamaan Matematis Pada tahap penyelesaian matematis akan dilakukan optimasi dari model berupa persamaan-persamaan matematis yang telah dirumuskan. Optimasi persamaan matematis dimaksudkan untuk meminimumkan total kehilangan air akibat penguapan, peresapan, dan keduanya. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan pada tahap penyelesaian persamaan matematis: 1. Pembuatan Algoritma Simulated Annealing Simulated annealing merupakan metode optimasi yang dapat meminimumkan sebuah fungsi atau persamaan matematis. Simulated annealing memiliki prosedur iterasi dalam pengerjaannya dan menghasilkan near-optimum solution. Fungsi objektif yang akan diminimumkan merupakan persamaan-persamaan yang telah didefinisikan pada tahap definisi persamaan matematis. Parameter-parameter yang harus ditentukan pada awalnya terdiri dari nilai temperatur awal π, banyaknya jumlah iterasi π, dan faktor reduksi temperatur π (laju pendinginan). Setelah mengetahui fungsi objektif, menetapkan konstrain, dan memilih nilai parameter-parameter yang harus ditetapkan di awal, dilakukan pembuatan algoritma simulated annealing. 2. Pemrograman dengan MATLAB 7.0 Penyelesaian persamaan-persamaan matematis menggunakan pemrograman dengan MATLAB 7.0. Algoritma simulated annealing yang telah dibangun sebelumnya akan dituangkan ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Model yang dibuat memiliki prosedur penyelesaian seperti yang tertera pada Gambar III-4. Hasil dari pemodelan berupa dimensi yang diperlukan dalam perencanaan embung kemudian dilakukan penentuan profil optimum embung pada kondisi tertentu dengan volume tampungan embung yang diinginkan. Pemodelan membutuhkan masukan atau input data berupa data klimatologi dan geofisika yang diperlukan dalam program terdiri dari kelembaban relatif π
π» (%), ππ
temperatur π (0 πΆ), kecepatan angin π’ (πππ ), yang seluruhnya merupakan nilai ππ
rata-rata dalam satu hari, dan konduktivitas hidrolis tanah πΎ (πππ‘ππ ). Selain itu, III-5
dibutuhkan juga volume tampung embung π (π3 ), yang sesuai dengan kebutuhan air rata-rata. MULAI
INPUT DATA Volume embung (V), laju evaporasi (E), laju infiltrasi (I)
Menggambarkan kehilangan air f(V,E,I) pada kendala yang ditentukan
Optimasi kehilangan air menggunakan simulated annealing
Penentuan profil optimum embung Lebar (l), panjang (p), kedalaman (h)
STOP
Gambar III-4 Prosedur penyelesaian model III.2.5. Validasi Pada tahap ini dilakukan validasi algoritma simulated annealing yang telah dikonversi ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Validasi ini menggunakan persamaan dari literatur yang telah diketahui solusi minimumnya. Hasil keluaran program harus memiliki nilai yang sama dengan solusi minimum pada literatur. Apabila output program tidak bernilai sama dengan literatur, akan dilakukan modifikasi pada program.
III-6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Umum Dalam penelitian ini, akan dilakukan pembahasan mengenai perhitungan tinggi kehilangan air, yaitu laju evaporasi dan infiltrasi dan perumusan persamaan matematis pada dua bentuk penampang embung, yaitu segiempat dan trapesium. Persamaan matematis yang telah dirumuskan akan diselesaikan dengan metode optimasi simulated annealing, yang memiliki solusi berupa profil optimum dari embung. IV.2. Tinggi Kehilangan Air IV.2.1. Evaporasi Kehilangan air akibat penguapan terjadi pada musim kemarau, yaitu pada bulan Mei sampai dengan bulan Agustus. Kehilangan air akibat penguapan disebut juga sebagai nilai evaporasi (πΈ). Besar nilai πΈ dapat dihitung dengan rumus empiris Penmann (II7). Untuk menghitung nilai πΈ, dibutuhkan data tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian dalam mmHg (ππ ), tekanan uap sebenarnya dalam mmHg (ππ ), dan kecepatan angin pada ketinggian 2 meter di atas permukaan tanah dalam mil/hari (π’). Sebagai contoh perhitungan, diketahui suhu rata-rata dalam satu hari pada musim kemarau sebesar 27 oC. Dari nilai suhu tersebut, dapat diketahui besar nilai tekanan uap jenuh dengan menggunakan interpolasi dari data pada Tabel II-2. (27β20)π
ππ = (30β20)π πΆ Γ 31.86 β 17.55 πππ»π + 17.55 πππ»π πΆ
ππ = 27.567 πππ»π Kelembaban nisbi (relative humidity) π
π» merupakan perbandingan antara nilai tekanan uap sebenarnya dengan besar nilai tekanan uap jenuh. π
π» diketahui sebesar 75%, sehingga dapat dihitung nilai tekanan uap sebenarnya (ππ ) dengan: IV-1
π
π» =
ππ ππ
Γ 100% π
π ππ = π
π» Γ 100%
ππ = 75% Γ
27.567 πππ»π 100 %
ππ = 20.6753 πππ»π Hasil pengukuran kecepatan angin π’ diketahui sebesar 3 knot. Pengukuran kecepatan angin oleh stasiun BMKG dilakukan pada ketinggian tertentu yang diasumsikan pada ketinggian 10 meter di atas permukaan tanah. Asumsi ini berangkat dari keberadaan alat yang pada umumnya diletakkan pada lokasi yang tinggi dengan tujuan pengukuran kecepatan angin dapat dilakukan tanpa hambatan. Untuk itu, perlu dilakukan konversi kecepatan angin dengan rumus empiris Deacon (II-8) dengan perhitungan sebagai berikut: π’π π’1
=
π’π 3 ππππ‘
π’π =
π§π π π§1
=
2 πππ‘ππ
0.16
10 πππ‘ππ
2 πππ‘ππ
0.16
10 πππ‘ππ
Γ 3 ππππ‘
π’π = 2.3189 knot π’π = 2.3189 knot Γ 27.6187
mil /hari knot
π’π = 64.0456 mil/hari Sehingga dapat diketahui besarnya evaporasi (πΈ) dalam satu hari: πΈ = 0.35 Γ ππ β ππ Γ (1 +
π’ 100
)
πΈ = 0.35 Γ 27.567 β 20.6753 πππ»π Γ (1 +
64.0456 100
)
ππ
πΈ = 3.9569 ππππ Maka, tinggi kehilangan air akibat penguapan dalam satu hari pada musim kemarau adalah: IV-2
ππ
πΈ = 3.9569 ππππ Γ 10β3 πΈ = 0.0039569
πππ‘ππ ππ
πππ‘ππ ππππ
Dengan cara yang sama, dihitung tinggi evaporasi rata-rata harian di kota Bandung pada bulan Januari 2010 hingga bulan Juni 2011. Hasil perhitungan tinggi evaporasi dapat dilihat pada Tabel IV-1. Tabel IV-1 Hasil Perhitungan Tinggi Evaporasi Parameter
T C
RH %
ea mmHg
ed mmHg
u(10m) knots
u(10m) mil/hari
u(2m) knots
u(2m) mil/hari
E mm/hari
22.9 23.2 23.1 24.6 24.0 23.3 22.9 23.3 22.9 23.2 23.3 23.0
84 87 86 78 83 84 85 81 85 82 85 82
21.6999 22.1292 21.9861 24.1326 23.2740 22.2723 21.6999 22.2723 21.6999 22.1292 22.2723 21.8430
18.2279 19.2524 18.9080 18.8234 19.3174 18.7087 18.4449 18.0406 18.4449 18.1459 18.9315 17.9113
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561
2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189
64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456
1.9935 1.6517 1.7673 3.0483 2.2717 2.0461 1.8689 2.4297 1.8689 2.2870 1.9182 2.2574
23.0 23.5 23.5 23.4 23.6 23.3
79 78 77 79 80 75
21.8430 22.5585 22.5585 22.4154 22.7016 22.2723
17.2560 17.5956 17.3700 17.7082 18.1613 16.7042
4 5 3 3 3 3
110.4748 138.0935 82.8561 82.8561 82.8561 82.8561
3.0919 3.8649 2.3189 2.3189 2.3189 2.3189
85.3941 106.7427 64.0456 64.0456 64.0456 64.0456
2.9764 3.5911 2.9790 2.7027 2.6069 3.1970
o
Bulan 2010 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2011 Jan Feb Mar Apr Mei Jun
IV.2.2. Infiltrasi Seperti yang terjadi pada penguapan, kehilangan air akibat peresapan juga terjadi pada musim kemarau. Besarnya nilai peresapan atau disebut juga infiltrasi (πΌ) diasumsikan sama dengan nilai konduktivitas hidrolis tanah, persamaan (IV-1). Nilai konduktivitas hidrolis (πΎ) bervariasi dan bergantung pada jenis tanah yang digunakan dalam membangun embung, seperti yang tertera pada Tabel II-3. πΌ =πΎΓπ
IV-3
(IV-1)
Tidak ada kehilangan energi akibat perbedaan ketinggian muka air pada embung, sehingga gradien hidrolis (π) diasumsikan memiliki nilai π = 1. Sebagai contoh perhitungan, jenis tanah yang digunakan dalam membangun embung adalah tanah kedap air, yaitu jenis tanah clay silt atau silty clay. Jenis tanah kedap air memiliki nilai πΎ lebih kecil dari 10-5 cm/detik, akan tetapi nilai πΎ dalam contoh perhitungan diasumsikan 10-5cm/detik. πΌ = 10β5 cm/detik Maka, total kehilangan air akibat peresapan dalam satu hari pada musim kemarau adalah: ππ
πΌ = 10β5 πππ‘ππ Γ 10β2 πΌ = 0.0086
πππ‘ππ ππ
πππ‘ππ
Γ 86400 ππππ
πππ‘ππ ππππ
Dengan cara yang sama, dapat dihitung tinggi infiltrasi pada berbagai jenis tanah, seperti yang terlihat pada. Tabel IV-2 Nilai K berdasarkan tipe tanah Jenis Tanah clean gravel coarse sand fine sand silty clay clay
K cm/detik 100 - 1
K rata-rata cm/detik 50.5
I m/hari 86400 - 864
I rata-rata m/hari 43632
1.0 - 0.01 0.01 - 0.001
0.505 0.0055
864 - 8.64 0.864 - 0.00864
436.32 4.752
0.001 - 0.00001 < 0.000001
0.000505 0.0000005
0.864 -0.00864 < 0.000864
0.43632 0.000432
IV.3. Perumusan Persamaan Matematis Persamaan matematis yang akan dirumuskan terdiri dari persamaan penguapan, peresapan, dan kehilangan air pada embung dengan penampang segiempat dan penampang trapesium. Berikut ini adalah penjelasan berisi langkah-langkah dalam merumuskan persamaan-persamaan tersebut.
IV-4
IV.3.1. Embung dengan Penampang Segiempat Bentuk pertama embung yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki bentuk prisma segiempat dengan panjang, lebar, dan kedalaman tertentu, terlihat pada Gambar IV-1. Dalam membangun persamaan matematis dibutuhkan besar nilai kebutuhan air pada musim kemarau yang akan ditampung di dalam embung. Nilai ini akan menjadi kapasitas air pada embung atau volume embung.
y l p Gambar IV-1 Profil embung Sehingga besar volume embung (π) dapat dihitung dengan mengalikan panjang (π), lebar (π) dan kedalaman air (π¦) seperti yang tertulis pada persamaan berikut: π(π, π, π¦) = π Γ π Γ π¦
(IV-2)
Besar volume embung (π) merupakan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya, tergantung pada kapasitas tampung embung yang diinginkan. Dalam penelitian ini, digunakan kendala atau batasan (constraints) bagi variabel-variabel bebas yang digunakan yaitu sebagai berikut: πππππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 100 πππ‘ππ πππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ πππ‘πππππππ ππ’ππ πππ ππππ’ππ: 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ
IV-5
IV.3.1.1.
Persamaan Penguapan
Besarnya penguapan pada embung dipengaruhi oleh luas permukaan embung (surface area). Luas permukaan embung merupakan hasil perkalian dari panjang (π) dan lebar embung (π) terlihat pada Gambar IV-2 dan persamaan (IV-3).
l
p Gambar IV-2 Luas permukaan embung πππππ’ππππ = π(π, π) = π Γ π Γ πΈ
(IV-3)
Besar nilai panjang (π) dan lebar (π) dari embung merupakan hasil keluaran dari optimasi persamaan matematis. Sementara besar nilai evaporasi pada musim kemarau (πΈ) didapat dari perhitungan pada IV.2.1. Pemodelan dilakukan dengan pemrograman menggunakan MATLAB 7.0. Untuk itu dilakukan konversi persamaan matematis ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Salah satu output dari pemodelan adalah berupa grafik tiga dimensi, sumbu-x dan sumbu-y akan menggambarkan nilai panjang (π) dan lebar (π) dari embung pada kendala yang telah ditetapkan, sehingga nilai kehilangan air akibat penguapan π(π, π) digambarkan pada ruang ke tiga. Pada Gambar IV-3 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, dengan nilai input evaporasi pada musim kemarau πΈ = 0.0039569
πππ‘ππ ππππ
dan kapasitas volume embung yang
diinginkan sebesar π = 3000 π3 . Kurva kehilangan air akibat penguapan menunjukkan nilai kehilangan air yang semakin besar seiring bertambahnya nilai panjang embung (π) dan lebar embung (π). Hal ini sesuai dengan persamaan penguapan, yang merupakan fungsi dari panjang embung (π) dan lebar embung (π), π π, π yang menunjukkan hubungan berbanding lurus. Sehingga semakin besar nilai π dan π, akan semakin besar pula kehilangan air
IV-6
π3
yang terjadi akibat penguapan π (ππππ ). Maka, nilai penguapan minimum terjadi pada batas kendala yang telah ditetapkan, yaitu panjang embung (π) dan lebar embung (π) yang terkecil, π = 5 πππ‘ππ dan π = 5 πππ‘ππ.
Gambar IV-3 Kurva kehilangan air akibat penguapan IV.3.1.2.
Persamaan Peresapan
Besarnya peresapan pada embung dipengaruhi oleh luas bidang kontak antara air yang mengisi embung dengan dinding dan dasar tubuh embung. Luas bidang kontak air dapat dilihat pada Gambar III-3. Sehingga persamaan untuk menentukan jumlah peresapan pada embung dapat dituliskan sebagai sebagai fungsi dari selimut embung tanpa tutup, pada persamaan (IV-4) berikut: πππππ ππππ = π
(π, π, π¦) = 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + (π Γ π Γ πΌ) (IV-4) Besar nilai panjang (π), lebar (π), dan ketinggian muka air (π¦) dari embung merupakan hasil keluaran dari optimasi persamaan matematis. Sementara besar nilai infiltrasi selama musim kemarau (πΌ) didapat dari perhitungan pada IV.2.2. Pemodelan dilakukan dengan pemrograman menggunakan MATLAB 7.0. Untuk itu dilakukan konversi persamaan matematis ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Salah satu output dari pemodelan adalah berupa grafik tiga dimensi. Untuk itu, perlu IV-7
dilakukan subtitusi persamaan peresapan menjadi dua variabel, agar nilai kehilangan air dapat digambarkan pada ruang ke tiga. Variabel yang akan disubtitusi adalah panjang embung, π. π = π Γπ Γπ¦
π=
π
(IV-5)
πΓπ¦
Nilai π pada persamaan (IV-5) dapat disubtitusikan ke persamaan peresapan π
menjadi: π
(π, π¦) =
π π π ΓπΓπΈ+ 2Γ Γ π¦ Γ πΌ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + (π Γ Γ πΌ) πΓπ¦ πΓπ¦ πΓπ¦
Sehingga model matematis persamaan peresapan menjadi: π
π, π¦ =
2ΓπΓπΌ π
+ 2ΓπΓπ¦ΓπΌ +(
πΓπΌ π¦
)
(IV-6)
Dimana nilai volume embung (π) dan laju infiltrasi (πΌ) merupakan input pada model. Pada Gambar IV-4 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, berupa grafik tiga dimensi dengan sumbu pada bidang datar adalah lebar embung (π) dan kedalaman air embung (π¦), dan sumbu-z adalah hasil π3
perhitungan π
(π, π¦). Nilai π
(π, π¦)(ππππ ) berupa jumlah kehilangan air yang terjadi akibat peresapan pada input tertentu yang telah diberikan, yaitu π = 3000 π3 dan πΌ = 0.00864
πππ‘ππ ππππ
.
Gambar IV-4 Kurva kehilangan air akibat peresapan
IV-8
Grafik yang digambarkan berupa kurva permukaan yang menunjukkan kehilangan air akibat peresapan pada setiap kendala yang telah ditetapkan. Kurva memiliki permukaan yang melengkung. Namun dapat dilihat kedalaman air yang semakin kecil akan memberikan nilai kehilangan air akibat peresapan yang semakin besar. Pada kurva terlihat bahwa kehilangan air akibat peresapan yang paling minimum terdapat pada kedalaman air π¦ = 5 πππ‘ππ dan lebar embung π = 20 β 30 πππ‘ππ, jika dilihat dari kontur permukaan pada kurva. IV.3.1.3.
Persamaan Kehilangan Air
Untuk mengetahui profil optimum pada embung, harus dilakukan minimasi kehilangan air akibat penguapan dan peresapan. Persamaan penguapan (π) dan persamaan peresapan (π
) merupakan dua fungsi objektif atau kriteria yang harus dipenuhi dalam proses optimasi. Untuk itu perlu dirumuskan fungsi objektif baru yang mencakup kedua persaman tersebut. Fungsi ini akan digunakan untuk optimasi untuk mengetahui profil optimum dari embung. Rao (2009) menyatakan dalam bukunya, jika π1 (π₯) dan π2 (π₯) menyatakan dua fungsi objektif, membangun fungsi (secara keseluruhan) sebagai fungsi objektif baru untuk optimasi sebagai: π π₯ = πΌ1 π1 (π₯) + πΌ2 π2 (π₯)
(IV-7)
Dimana πΌ1 dan πΌ2 adalah konstanta yang nilainya menunjukkan kepentingan relatif dari sebuah fungsi objektif yang satu dengan yang lain. Kepentingan relatif persamaan penguapan (π) dan persamaan peresapan (π
) adalah sama, sehingga πΌ1 = πΌ2 = 1, dan persamaan matematis kehilangan air dapat ditulis sebagai: πΎπππππππππ π΄ππ = π = π + π
. Dengan mensubtitusikan persamaan penguapan (π) dan peresapan (π
), maka didapat: π(π, π, π¦) = π Γ π Γ πΈ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + (π Γ π Γ πΌ)
(IV-8)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, untuk memberikan ouput berupa grafik tiga dimensi perlu dilakukan subtitusi panjang embung π ke dalam persamaan. Sehingga persamaan matematis kehilangan air menjadi persamaan dua peubah dan IV-9
dapat digambarkan pada grafik tiga dimensi. Maka, nilai π dapat disubtitusikan ke persamaan (IV-8) menjadi: π(π, π¦) =
π π π ΓπΓπΈ+ 2Γ Γ π¦ Γ πΌ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + (π Γ Γ πΌ) πΓπ¦ πΓπ¦ πΓπ¦ π(π, π¦) =
πΓπΈ π¦
+
2ΓπΓπΌ π
+ 2ΓπΓπ¦ΓπΌ +(
πΓπΌ π¦
)
(IV-9)
dengan kendala yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu: πππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ πππ‘πππππππ ππ’ππ πππ ππππ’ππ: 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ dan nilai volume embung (π), laju evaporasi (πΈ), dan laju infiltrasi (πΌ) merupakan input pada pemodelan. Pada Gambar IV-5 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, berupa grafik tiga dimensi dengan sumbu pada bidang datar adalah lebar embung (π) dan kedalaman air embung (π¦), dan sumbu-z adalah hasil π3
perhitungan π(π, π¦)(ππππ ). Nilai π(π, π¦) berupa jumlah kehilangan air yang terjadi π
pada input tertentu yang telah diberikan, yaitu π = 3000 π3 , πΌ = 0.00864 ππππ , dan π
πΈ = 0.0039569 ππππ . Jumlah kehilangan air berada di bawah kurva permukaan yang digambarkan. Kurva ini mampu menggambarkan seluruh perhitungan kehilangan air pada batasan kendala yang ditetapkan.
Gambar IV-5 Kurva total kehilangan air IV-10
Pada kurva terlihat bahwa total kehilangan air akan semakin berkurang seiring bertambahnya kedalaman air pada embung. Hal ini dikarenakan semakin besar kedalaman air pada embung akan memberikan nilai semakin kecil untuk luas permukaan embung, pada tinjauan volume yang sama. Luas permukaan yang semakin kecil akan memberikan nilai penguapan yang semakin kecil pula. Hal ini sesuai dengan persamaan penguapan yang merupakan fungsi dari besarnya luas permukaan. Selain itu, kedalaman air pada embung lebih banyak menjadi variabel pembagi dalam persamaan, sehingga semakin besar nilai π¦ akan memberikan nilai yang lebih kecil untuk π(
π3 ππππ
). Untuk itu minimasi persamaan kehilangan air π(
π3 ππππ
)
akan terjadi. IV.3.2. Embung dengan Penampang Trapesium Bentuk kedua embung yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki bentuk penampang berupa trapesium sama kaki, dengan sisi sejajar atas (π€), sisi sejajar bawah (π), dan kedalaman tertentu (π¦), terlihat pada Gambar IV-6, dengan panjang embung (π) yang membentuk prisma. Dalam membangun persamaan matematis dibutuhkan besar nilai kebutuhan air pada musim kemarau yang akan ditampung di dalam embung. Nilai ini akan menjadi kapasitas air pada embung atau volume embung. Sehingga besar volume embung (π) dapat dihitung dengan persamaan (IV-10). w
y
l Gambar IV-6 Embung dengan penampang trapesium π=
π€ +π 2
Γπ¦Γπ
IV-11
(IV-10)
Dimana sisi sejajar atas merupakan fungsi dari sisi sejajar bawah (π), kedalaman (π¦) dan kemiringan galian embung (π ), maka dapat ditulis sebagai persamaan berikut. π¦
π€ = π+2Γπ
(IV-11)
Dengan mensubstitusi persamaan (IV-11) ke dalam persamaan (IV-10), volume embung menjadi, π¦
π = (π + π ) Γ π¦ Γ π
(IV-12)
Besar volume embung (π) dan kemiringan galian embung (π ) merupakan nilai yang telah ditetapkan sebelumnya, tergantung pada kapasitas tampung embung yang diinginkan. Kendala atau batasan yang digunakan (constraints) bagi variabelvariabel bebas yang digunakan yaitu sebagai berikut: πππππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 100 πππ‘ππ πππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ πππ‘πππππππ ππ’ππ πππ ππππ’ππ: 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ IV.3.2.1.
Persamaan Penguapan
Besarnya penguapan pada embung dipengaruhi oleh luas permukaan embung (surface area). Luas permukaan embung merupakan hasil perkalian dari panjang (π) dan lebar embung (π€) terlihat pada persamaan (IV-13). πππππ’ππππ = π(π€, π) = π€ Γ π Γ πΈ
(IV-13)
Dengan mensubstitusikan kembali persamaan (IV-11), persamaan penguapan untuk penampang trapesium menjadi, π¦
π π, π, π¦ = (π + 2 Γ π ) Γ π Γ πΈ
(IV-14)
Untuk mempermudah, persamaan penguapan diubah menjadi persamaan dengan 2 variabel. Variabel yang disubstitusi adalah panjang embung (π), yang diambil dari persamaan (IV-12). Maka persamaan penguapan dapat ditulis sebagai berikut. π¦
π π, π¦ = (π + 2 Γ π ) Γ
IV-12
π π¦2 ) π
(πΓπ¦+
ΓπΈ
(IV-15)
Besar nilai lebar (π) dan kedalaman air (π¦) dari embung merupakan hasil keluaran dari optimasi persamaan matematis. Sementara besar nilai evaporasi pada musim kemarau (πΈ) didapat dari perhitungan pada IV.2.1. Pemodelan dilakukan dengan pemrograman menggunakan MATLAB 7.0. Untuk itu dilakukan konversi persamaan matematis ke dalam bahasa pemrograman MATLAB. Salah satu output dari pemodelan adalah berupa grafik tiga dimensi, sumbu-x dan sumbu-y akan menggambarkan nilai lebar (π) dan kedalaman air (π¦) dari embung pada kendala yang telah ditetapkan, sehingga nilai kehilangan air akibat penguapan π3
π(π, π¦)(ππππ ) digambarkan pada ruang ke tiga. Pada Gambar IV-7 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, dengan nilai input evaporasi pada musim kemarau πΈ = 0.00319696
πππ‘ππ ππππ
, dengan kapasitas volume embung dan
kemiringan galian embung yang diinginkan sebesar π = 2000 π3 dan π = 2. Kurva kehilangan air akibat penguapan menunjukkan nilai kehilangan air yang semakin besar seiring berkurangnya nilai kedalaman air embung (π¦). Hal ini sesuai dengan
persamaan
penguapan
π3
π π, π (ππππ )
yang
menunjukkan
hubungan
berbanding terbalik dengan kedalaman air embung (π¦), karena variabel π¦ lebih π3
banyak menjadi pembagi dalam persamaan penguapan π π, π (ππππ ). Maka, nilai penguapan minimum terjadi pada batas kendala yang telah ditetapkan, yaitu pada kedalaman air embung yang terbesar π¦ = 5 πππ‘ππ.
Gambar IV-7 Kurva kehilangan air akibat penguapan IV-13
IV.3.2.2.
Persamaan Peresapan
Besarnya peresapan pada embung dipengaruhi oleh luas bidang kontak antara air yang mengisi embung dengan dinding dan dasar tubuh embung. Sehingga persamaan untuk menentukan jumlah peresapan pada embung dapat dituliskan sebagai sebagai fungsi dari selimut embung tanpa tutup, pada persamaan berikut. π¦
πππππ ππππ = π
π, π, π¦ = 2 Γ π€ + π Γ 2 Γ πΌ + 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ + π Γ π Γ πΌ πππππ ππππ = π
π, π, π¦ = 2 Γ π +
2π¦ Γπ¦ΓπΌ+2ΓπΓπ¦ΓπΌ+πΓπΓπΌ π
Dengan mensubstitusikan panjang embung (π), maka persamaan peresapan dapat ditulis menjadi persamaan dengan 2 variabel sebagai berikut. π
π, π¦ = 2 Γ π Γ π¦ Γ πΌ +
2Γπ¦ 2 π
Γ πΌ + (2 Γ π¦ + π) Γ
π π¦2 π
πΓπ¦+
ΓπΌ
(IV-16)
Besar nilai lebar (π) dan ketinggian muka air (π¦) dari embung merupakan hasil keluaran dari optimasi persamaan matematis. Sementara besar nilai infiltrasi selama musim kemarau (πΌ) didapat dari perhitungan pada IV.2.2. Dimana nilai volume embung (π) dan laju infiltrasi (πΌ) merupakan input pada model. Pada Gambar IV-8 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, berupa grafik tiga dimensi dengan sumbu pada bidang datar adalah lebar embung (π) dan kedalaman air embung (π¦), dan sumbu-z adalah hasil π3
π3
perhitungan π
(π, π¦)(ππππ ). Nilai π
(π, π¦)(ππππ ) berupa jumlah kehilangan air yang terjadi akibat peresapan pada input tertentu yang telah diberikan, yaitu nilai infiltrasi pada musim kemarau πΌ = 0.00864
πππ‘ππ ππππ
, dengan kapasitas volume embung dan
kemiringan galian embung yang diinginkan sebesar π = 2000 π3 dan π = 2. Grafik yang digambarkan berupa kurva permukaan yang menunjukkan kehilangan air akibat peresapan pada setiap kendala yang telah ditetapkan. Kurva memiliki permukaan yang melengkung. Namun dapat dilihat kedalaman air yang semakin kecil akan memberikan nilai kehilangan air akibat peresapan yang semakin besar. Pada kurva terlihat bahwa kehilangan air akibat peresapan yang paling minimum IV-14
terdapat pada kedalaman air π¦ = 5 πππ‘ππ dan lebar embung π = 10 β 20 πππ‘ππ, jika dilihat dari kontur permukaan pada kurva.
Gambar IV-8 Kurva kehilangan air akibat peresapan IV.3.2.3.
Persamaan Kehilangan Air π3
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, persamaan kehilangan air (π) (ππππ ) merupakan penjumlahan dari persamaan penguapan (π) dan peresapan (π
), dengan kepentingan relatif yang sama. Sehingga didapat persamaan kehilangan air untuk penampang trapesium, yaitu: π π, π¦ = π +
2π¦ π
Γ
π π¦2
ππ¦ +
π
Γ πΈ + 2ππ¦πΌ +
2π¦ 2 π
Γ πΌ + (2π¦ + π) Γ
π π¦2 π
ππ¦ +
ΓπΌ
(IV-17)
dengan kendala yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu: πππππ ππππ’ππ: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ πππ‘πππππππ ππ’ππ πππ ππππ’ππ: 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ dan nilai volume embung (π), laju evaporasi (πΈ), laju infiltrasi (πΌ), dan kemiringan galian embung (π ) merupakan input pada pemodelan. Pada Gambar IV-9 terlihat contoh kurva dari model matematis yang telah dirumuskan, berupa grafik tiga dimensi dengan sumbu pada bidang datar adalah lebar embung (π) dan kedalaman air embung (π¦), dan sumbu-z adalah hasil perhitungan π(π, π¦). Nilai π(π, π¦) berupa jumlah kehilangan air yang terjadi pada IV-15
input tertentu yang telah diberikan, yaitu π = 2000 π3 , πΌ = 0.00864
π ππππ
, πΈ=
π
0.005 ππππ dan kemiringan galian embung yang diinginkan π = 2. Jumlah kehilangan air berada di bawah kurva permukaan yang digambarkan. Kurva ini mampu menggambarkan seluruh perhitungan kehilangan air pada batasan kendala yang ditetapkan. Pada kurva terlihat bahwa total kehilangan air akan semakin berkurang seiring bertambahnya kedalaman air pada embung. Hal ini dikarenakan semakin besar kedalaman air pada embung akan memberikan nilai semakin kecil untuk luas permukaan embung, pada tinjauan volume yang sama.
Gambar IV-9 Kurva total kehilangan air IV.4. Validasi Algoritma Simulated Annealing Fungsi-fungsi dalam program diselesaikan dengan menggunakan metode simulated annealing. Sebelum program digunakan, dilakukan validasi terlebih dahulu menggunakan persamaan lain yang telah diketahui titik minimum dan nilai fungsi pada titik tersebut. Persamaan yang akan diminimumkan menggunakan metode simulated annealing adalah sebagai berikut. π π, π = π 2 + π 2 + 2
IV-16
(IV-18)
Temukan π, π yang meminimumkan π(π, π), dengan kendala: β20 β€ π β€ 20 β20 β€ π β€ 20 Hasil minimasi dengan metode konvensional menggunakan diferensial adalah π = 0, π = 0, dan π = 2. Fungsi yang dibuat pada MATLAB bernama βcobaβ yang memiliki prosedur penyelesaian seperti model-model sebelumnya. Berikut ini merupakan penulisan fungsi dalam Command Window pada MATLAB 7.0: coba(Xstart,Ystart)
Titik awal iterasi yang digunakan adalah π = 5 dan π = 6. Maka, dalam Command Window pada MATLAB 7.0 dilakukan penulisan sebagai berikut. coba(5,6)
Grafik yang diperoleh dari persamaan tersebut terlihat pada Gambar IV-10. Hasil optimasi dari persamaan (IV-18) adalah π = β0.00008, π = 0.00021, dan π = 2.00000. Dapat dilihat bahwa fungsi yang telah dibangun memiliki ketidaktelitian yang mencapai 10-3.
Gambar IV-10 Kurva π π, π = π 2 + π 2 + 2 IV-17
IV.5. Penggunaan Model pada MATLAB 7.0 Model matematis yang dikembangkan dibangun dengan pemrograman pada MATLAB 7.0. Model matematis dibuat sebagai fungsi pada MATLAB, yang disimpan berupa m-files. Dalam menggunakan fungsi-fungsi tersebut, pengguna dapat mengetikkan nama fungsi yang telah dibangun pada Command Window. Pada Gambar IV-11 terlihat antarmuka (interface) dari MATLAB 7.0 yang digunakan untuk pemodelan.
Gambar IV-11 Antarmuka MATLAB 7.0 IV.5.1. Penggunaan Model Penguapan Dalam menggunakan model persamaan penguapan, dibutuhkan input berupa nilai evaporasi harian. Nilai evaporasi harian dapat dicari dengan fungsi evaporasi pada MATLAB yang telah dibangun. Berikut ini merupakan penulisan fungsi dalam Command Window pada MATLAB 7.0: evaporasi(RH,T,u)
Penulisan fungsi evaporasi pada Command Window MATLAB 7.0 akan memanggil prosedur penyelesaian fungsi evaporasi seperti yang tertera pada Gambar IV-12. Fungsi evaporasi membutuhkan input data klimatologi berupa kelembaban relatif π
π»(%), temperatur rata-rata harian π( 0πΆ ), dan kecepatan angin π’ ππππ‘ . IV-18
Temperatur rata-rata harian π( 0πΆ ) akan digunakan untuk menghitung nilai tekanan uap jenuh ππ (πππ»π). Selanjutnya kelembaban relatif π
π»(%) dan tekanan uap jenuh ππ (πππ»π) yang telah diperoleh sebelumnya digunakan untuk menghitung nilai tekanan uap sebenarnya ππ (πππ»π). Kecepatan angin π’ ππππ‘ , tekanan uap jenuh ππ (πππ»π), dan tekanan uap sebenarnya ππ (πππ»π) digunakan untuk ππ
menghitung nilai evaporasi πΈ(ππππ ) sebagai output dari fungsi evaporasi. EVAPORASI
MANUAL INPUT kelembaban relatif π
π»(%), temperatur rata-rata harian π( 0πΆ ), kecepatan angin π’ ππππ‘
HITUNG tekanan uap jenuh ππ (πππ»π), tekanan uap sebenarnya ππ (πππ»π), ππ evaporasi harian πΈ(ππππ )
OUTPUT π evaporasi harian πΈ(ππππ)
Gambar IV-12 Prosedur penyelesaian fungsi evaporasi Nilai evaporasi yang diperoleh dijadikan masukan pada fungsi penguapan (π). Penulisan fungsi penguapan dalam Command Window pada MATLAB 7.0 adalah sebagai berikut, tergantung pada penampang embung yang diinginkan (segiempat atau trapesium), beserta nilai input yang diperlukan oleh fungsi. Selain nilai π
evaporasi harian πΈ(ππππ ), dibutuhkan input lain yaitu kapasitas volume embung yang diinginkan π(π3 ) dan kemiringan embung π . U_segiempat(V,E) U_trapesium(V,E,s)
IV-19
Penulisan fungsi tersebut akan mengarahkan MATLAB untuk memanggil prosedur penyelesaian model penguapan yang telah dibangun. Sesuai dengan prosedur penyelesaian yang digambarkan pada Gambar IV-13, setelah menerima input data, program akan memberikan output berupa kurva kehilangan air akibat penguapan seperti pada Gambar IV-7. Setelah itu, dilakukan optimasi persamaan penguapan menggunakan metode simulated annealing. Fungsi objektif yang merupakan tujuan dari optimasi adalah model matematis berupa persamaan penguapan, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Temukan π, π yang meminimumkan π(π, π), dengan kendala: 5 β€ π β€ 100 πππ‘ππ 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ Pada optimasi dengan simulated annealing, dibutuhkan parameter-parameter yang harus ditentukan di awal, sebagai inisiasi pada iterasi awal. Parameter-parameter yang harus ditentukan pada awalnya terdiri dari nilai temperatur awal π = 90000, banyaknya jumlah iterasi maksimum π = 90000, dan faktor reduksi temperatur π = 0.8 (laju pendinginan). Penetapan nilai temperatur dan jumlah iterasi yang besar, serta nilai laju pendinginan dimaksudkan untuk memungkinkan program dalam menyelesaikan persamaan secara
menyeluruh.
Nilai
inisial tersebut
akan
membutuhkan usaha komputasi yang besar, namun hal tersebut dapat diatasi dengan kemampuan MATLAB dalam menghitung.
IV-20
PENGUAPAN
MANUAL INPUT π π(π3 ), πΈ(ππππ), s OUTPUT kurva kehilangan air
SUBTITUSI ππππ’π‘ ke persamaan penguapan π METODE SIMULATED ANNEALING TETAPKAN NILAI AWAL temperatur awal π = 90000 jumlah iterasi maksimum π = 90000 faktor reduksi temperatur π = 0.8 titik awal π = 5dan π = 5 Hitung π(π, π) Cari titik baru ππ+1 dan ππ +1 Hitung π(ππ+1 , ππ+1 ) dan ππ Terima atau tolak ππ+1 dan ππ+1 Menggunakan Metropolis criterion Ya
Tidak
Apakah iterasi < π? Turunkan nilai temperatur
Tidak
Apakah kriteria konvergensi terpenuhi? Ya Hitung π¦, π Dimensi Optimum STOP
Gambar IV-13 Prosedur penyelesaian model penguapan
IV-21
IV.5.2. Penggunaan Model Peresapan Dalam menggunakan model persamaan peresapan, dibutuhkan input berupa nilai infiltrasi harian. Nilai infiltrasi harian dapat dicari dengan fungsi infiltrasi pada MATLAB yang telah dibangun. Fungsi infiltrasi menerima input berupa nilai ππ
konduktivitas hidrolis πΎ(πππ‘ππ ) dari tanah yang akan digunakan dalam perancangan embung. Berikut ini merupakan penulisan fungsi dalam Command Window pada MATLAB 7.0: infiltrasi(K)
Penulisan fungsi evaporasi pada Command Window MATLAB 7.0 akan memanggil prosedur penyelesaian fungsi infiltasi seperti yang tertera pada Gambar IV-14. Yang dilakukan oleh program adalah mengonversi nilai konduktivitas hidrolis πΎ(
ππ πππ‘ππ
) menjadi nilai infiltrasi harian πΌ(
π ππππ
).
Nilai infiltrasi yang diperoleh dijadikan masukan pada fungsi peresapan (π
). Selain π
nilai infiltrasi harian πΌ(ππππ ), dibutuhkan input lain yaitu kapasitas volume embung yang diinginkan π π3 dan kemiringan embung π .
INFILTRASI
MANUAL INPUT ππ konduktivitas hidrolis πΎ(πππ‘ππ ) KONVERSI ππ infiltrasi harian πΌ(ππππ )
OUTPUT π infiltrasi harian πΌ(ππππ)
Gambar IV-14 Prosedur penyelesaian fungsi infiltrasi
IV-22
PERESAPAN
MANUAL INPUT π(π3 ), πΌ(πππ‘ππ), s OUTPUT kurva kehilangan air
SUBTITUSI π π(π3 ) dan πΌ(ππππ) ke persamaan peresapan π
METODE SIMULATED ANNEALING TETAPKAN NILAI AWAL temperatur awal π = 90000 jumlah iterasi maksimum π = 90000 faktor reduksi temperatur π = 0.8 titik awal π = 5 dan π¦ = 1 Hitung π
(π, π¦) Cari titik baru ππ+1 dan π¦π+1 Hitung π
(ππ+1 , π¦π+1 ) dan ππ
Terima atau tolak ππ+1 dan π¦π+1 Menggunakan Metropolis criterion Ya
Tidak
Apakah iterasi < π?
Turunkan nilai temperatur
Tidak
Apakah kriteria konvergensi terpenuhi? Ya Hitung π, π Dimensi Optimum STOP
Gambar IV-15 Prosedur penyelesaian model peresapan IV-23
Penulisan fungsi peresapan dalam Command Window pada MATLAB 7.0 adalah sebagai berikut, tergantung pada penampang embung yang diinginkan (segiempat atau trapesium), beserta nilai input yang diperlukan oleh fungsi. R_segiempat(V,I) R_trapesium(V,I,s)
Penulisan fungsi tersebut akan mengarahkan MATLAB untuk memanggil prosedur penyelesaian model penguapan yang telah dibangun. Sesuai dengan prosedur penyelesaian yang digambarkan pada Gambar IV-15, setelah menerima input data, program akan memberikan output berupa kurva kehilangan air akibat peresapan. Kurva menggambarkan peresapan pada setiap titik di dalam kendala yang telah ditetapkan, pada volume dan laju infiltrasi tertentu. Setelah itu, dilakukan optimasi persamaan peresapan menggunakan metode simulated annealing. Fungsi objektif yang merupakan tujuan dari optimasi adalah model matematis berupa persamaan peresapan, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Temukan π, π¦ yang meminimumkan π
(π, π¦), dengan kendala: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ Optimasi menggunakan metode simulated annealing yang digunakan pada pemodelan peresapan sama dengan yang digunakan pada pemodelan penguapan. IV.5.3. Penggunaan Model Kehilangan Air Model kehilangan air membutuhkan input data berupa nilai volume embung π(π3 ), π
π
laju infiltrasi harian πΌ(ππππ ), laju evaporasi harian πΈ(ππππ ), dan kemiringan embung π dimasukkan melalui fungsi kehilangan air. Sehingga pengguna dapat menuliskan fungsi tersebut pada MATLAB beserta nilai masukan yang menjadi kebutuhan fungsi. Berikut ini merupakan penulisan fungsi dalam Command Window pada MATLAB 7.0. Penulisan fungsi tersebut akan mengarahkan MATLAB untuk memanggil prosedur penyelesaian model kehilangan air yang telah dibangun, sesuai dengan prosedur penyelesaian pada Gambar IV-16. IV-24
KEHILANGAN AIR
MANUAL INPUT volume embung π(π3 ) π π πΌ(ππππ) dan πΈ(ππππ) OUTPUT kurva kehilangan air
SUBTITUSI π , πΌ, πΈ ke persamaan kehilangan air π METODE SIMULATED ANNEALING TETAPKAN NILAI AWAL temperatur awal π = 90000 jumlah iterasi maksimum π = 90000 faktor reduksi temperatur π = 0.8 titik awal π = 5 dan π¦ = 1 Hitung π(π, π¦) Cari titik baru ππ+1 dan π¦π+1 Hitung π(ππ+1 , π¦π+1 ) dan ππ Terima atau tolak ππ+1 dan π¦π+1 Menggunakan Metropolis criterion Ya
Tidak
Apakah iterasi < π?
Turunkan nilai temperatur
Tidak
Apakah kriteria konvergensi terpenuhi? Ya Hitung π, π
Dimensi Optimum
STOP
Gambar IV-16 Prosedur penyelesaian model kehilangan air IV-25
AirHilang_segiempat(V,I,E) AirHilang_trapesium(V,I,E,s)
Setelah itu, dilakukan optimasi persamaan kehilangan air menggunakan metode simulated annealing. Fungsi objektif yang merupakan tujuan dari optimasi adalah model matematis berupa persamaan kehilangan air, sehingga dapat dituliskan sebagai berikut: Temukan π, π¦ yang meminimumkan π(π, π¦), dengan kendala: 5 β€ π β€ 50 πππ‘ππ 1 β€ π¦ β€ 5 πππ‘ππ Optimasi menggunakan metode simulated annealing yang digunakan pada pemodelan kehilangan air sama dengan yang digunakan pada pemodelan penguapan dan peresapan. IV.6. Hasil Pemodelan Matematis Hasil pemodelan matematis yang akan dipaparkan terdiri dari pemodelan penguapan, peresapan, dan kehilangan air pada embung dengan penampang segiempat dan penampang trapesium. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat pada subbab berikut. IV.6.1. Embung dengan Penampang Segiempat Embung dengan penampang segiempat memiliki tiga model matematis yaitu model penguapan, peresapan, dan kehilangan air. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hasil pemodelan dari tiga persamaan tersebut. IV.6.1.1.
Hasil Pemodelan Penguapan
Model penguapan yang dibangun memiliki persamaan dengan dua variabel yang berpengaruh, yaitu panjang (π) dan lebar (π) dari embung. Sehingga untuk meminimumkan besarnya kehilangan air akibat penguapan, nilai panjang (π) dan lebar (π) dari embung juga harus minimum. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemodelan berupa dimensi optimum embung pada Tabel IV-3, yaitu nilai panjang (π) dan lebar IV-26
(π) dari embung merupakan nilai terkecil dalam kendala yang telah ditentukan. Sehingga besar kedalaman air dan kedalaman embung, yang tidak memiliki kendala atau batasan pada model, memberikan nilai yang sangat besar karena kedalaman tidak memberikan pengaruh terhadap penguapan air. Tabel IV-3 Hasil pemodelan penguapan dengan penampang segiempat Bulan 0 2011 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2011 Jan Feb Mar Apr Mei Jun
E (mm/hari)
E (m/hari)
V (m3)
1.9935 1.6517 1.7673 3.0483 2.2717 2.0461 1.8689 2.4297 1.8689 2.2870 1.9182 2.2574
0.00199347 0.00165174 0.00176729 0.00304831 0.00227171 0.00204606 0.00186888 0.00242969 0.00186888 0.00228702 0.00191818 0.00225745
2.9764 3.5911 2.9790 2.7027 2.6069 3.1970
0.00297643 0.00359113 0.00297900 0.00270270 0.00260687 0.00319696
IV.6.1.2.
Dimensi Optimum (meter) p
l
y
h
Penguapan U(m3/hari)
2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81 81
0.04984 0.04129 0.04418 0.07621 0.05679 0.05115 0.04672 0.06074 0.04672 0.05718 0.04795 0.05644
2000 2000 2000 2000 2000 2000
5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5
80 80 80 80 80 80
81 81 81 81 81 81
0.07441 0.08978 0.07448 0.06757 0.06517 0.07992
Hasil Pemodelan Peresapan
Nilai infiltrasi yang dimasukkan pada model bervariasi tergantung tipe tanah yang akan digunakan dalam perencanaan sebagai dinding embung. Dari hasil pemodelan yang dapat dilihat pada Tabel IV-4, dimensi optimum yang diperoleh memiliki kisaran nilai yang seragam untuk tinjauan volume embung π yang sama. Namun pada nilai infiltrasi πΌ = 86400(
π ππππ
), dimensi optimum yang diperoleh memiliki
perbedaan nilai untuk tinjauan volume embung π yang sama.
IV-27
Tabel IV-4 Hasil pemodelan peresapan dengan penampang segiempat No
K (cm/detik)
1 2 3
100 1 0.01
86400 864 8.64
1500 1500 1500
p 20.4755 17.3051 17.3295
l 21.4112 17.3359 17.3115
y 3.4214 5.0000 5.0000
h 4.4214 6.0000 6.0000
62643194.7744 558498.4975 5584.9842
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
0.001 0.00001 0.000001 100 1 0.01 0.001 0.00001 0.000001 100 1 0.01 0.001 0.00001 0.000001
0.864 0.00864 0.000864 86400 864 8.64 0.864 0.00864 0.000864 86400 864 8.64 0.864 0.00864 0.000864
1500 1500 1500 2000 2000 2000 2000 2000 2000 3000 3000 3000 3000 3000 3000
17.3207 17.3205 17.3205 57.8341 19.8526 20.0000 19.9999 20.0000 19.9999 13.3029 25.4000 24.4951 24.4948 24.4948 24.4948
17.3202 17.3205 17.3204 8.8761 20.1484 19.9999 20.0000 20.0000 20.0000 47.8528 23.6220 24.4946 24.4949 24.4949 24.4949
5.0000 5.0000 5.0000 3.8960 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 4.7126 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000 5.0000
6.0000 6.0000 6.0000 4.8960 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 5.7126 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000 6.0000
558.4983 5.5849 0.5585 89264460.4500 691209.4553 6912.0000 691.2000 6.9120 0.6912 104802926.6028 941950.5209 9416.7182 941.6718 9.4167 0.9416
IV.6.1.3.
I (m/hari)
V (m3)
Dimensi Optimum (meter)
Peresapan R (m3/hari)
Hasil Pemodelan Kehilangan Air
Dalam perencanaan, tanah yang digunakan adalah tipe clay atau liat, sehingga nilai konduktivitas hidrolis K begitu pula dengan nilai laju infiltrasi I memiliki nilai yang kecil
yaitu πΌ = 0.000001
ππ π
π
= 0.000864 ππππ .
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
meminimumkan kehilangan air akibat peresapan. Pada Tabel IV-5 terlihat jumlah kehilangan air dalam satu hari dengan masukan nilai π dan πΈ yang berbeda-beda, dengan jumlah kehilangan air minimum dalam satu hari untuk setiap nilai masukan. Hasil optimasi dari fungsi objektif berupa persamaan kehilangan air di atas berupa dua variabel bebas yaitu lebar embung π dan kedalaman air π¦. Kedua variabel ini memiliki kendala yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai variabel lain yaitu panjang embung π dan kedalaman embung π, dilakukan perhitungan sebagai berikut. π=
π πΓπ¦
π = π¦ + 1.0 πππ‘ππ
IV-28
(IV-19) (IV-20)
Dengan nilai lebar embung π dan kedalaman air π¦ yang digunakan merupakan output dari optimasi fungsi. Nilai 1.0 meter diambil sebagai tinggi jagaan atau freeboard pada embung. Hasil perhitungan panjang embung π memberikan nilai yang sama dengan lebar embung π. Hal ini menandakan bahwa profil optimum dari embung memiliki permukaan berbentuk segiempat sama sisi, karena memiliki nilai kehilangan air paling minimum. Optimasi fungsi untuk setiap masukan menghasilkan keluaran atau output lebar embung π dan kedalaman air π¦ yang sama untuk setiap volume yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa dari setiap nilai input, variabel yang paling berpengaruh adalah volume embung π dibandingkan dengan laju evaporasi πΈ dan infiltrasi harian πΌ. Nilai evaporasi dan infiltrasi hanya akan memberikan perbedaan pada nilai fungsi kehilangan air π, namun tidak akan mengubah dimensi optimum pada embung. Tabel IV-5 Hasil pemodelan kehilangan air dengan penampang segiempat No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Volume V (m3)
Infiltrasi I (m/hari)
Evaporasi E (m/hari)
p
Dimensi Optimum (m) l y h
1500 1500 1500 1500 2000 2000 2000 2000 3000 3000 3000 3000
0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864
0.003 0.004 0.005 0.006 0.003 0.004 0.005 0.006 0.003 0.004 0.005 0.006
17.320 17.320 17.320 17.320 20.000 20.000 20.000 20.000 24.495 24.495 24.495 24.495
17.320 17.320 17.320 17.320 20.000 20.000 20.000 20.000 24.495 24.495 24.495 24.494
5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000 6.000
Kehilangan Air (m3/hari) 1.4585 1.7585 2.0585 2.3585 1.8912 2.2912 2.6912 3.0912 2.7417 3.3417 3.9417 4.5417
IV.6.2. Embung dengan Penampang Trapesium Embung dengan penampang trapesium memiliki tiga model matematis yaitu model penguapan, peresapan, dan kehilangan air. Berikut ini adalah penjelasan mengenai hasil pemodelan dari tiga persamaan tersebut.
IV-29
IV.6.2.1.
Hasil Pemodelan Penguapan
Model penguapan yang dibangun memiliki persamaan dengan dua variabel yang berpengaruh, yaitu lebar dasar (π) dan kedalaman air (π¦) dari embung. Dari Gambar IV-7 dapat diketahui bahwa penguapan minimum pada embung dengan penampang trapesium terjadi pada kedalam air paling besar. Hal ini dapat dilihat dari hasil pemodelan berupa dimensi optimum embung pada Tabel IV-6. Tabel IV-6 Hasil pemodelan penguapan dengan penampang trapesium Bulan 2010 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 2011 Jan Feb Mar Apr Mei Jun
IV.6.2.2.
E mm/hari
E meter
V m3
Dimensi Optimum (m) p l w y h
Penguapan Minimum (m3/hari)
1.9935 1.6517 1.7673 3.0483 2.2717 2.0461 1.8689 2.4297 1.8689 2.2870 1.9182 2.2574
0.00199347 0.00165174 0.00176729 0.00304831 0.00227171 0.00204606 0.00186888 0.00242969 0.00186888 0.00228702 0.00191818 0.00225745
2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905
50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
0.83536 0.69216 0.74058 1.27739 0.95195 0.85740 0.78315 1.01816 0.78315 0.95837 0.80381 0.94598
2.9764 3.5911 2.9790 2.7027 2.6069 3.1970
0.00297643 0.00359113 0.00297900 0.00270270 0.00260687 0.00319696
2000 2000 2000 2000 2000 2000
7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905 7.61905
50 50 50 50 50 50
55 55 55 55 55 55
5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 6
1.24727 1.50485 1.24834 1.13256 1.09240 1.33968
Hasil Pemodelan Peresapan
Nilai infiltrasi yang dimasukkan pada model bervariasi tergantung tipe tanah yang akan digunakan dalam perencanaan sebagai dinding embung. Dari hasil pemodelan yang dapat dilihat pada Tabel IV-7, dimensi optimum yang diperoleh memiliki kisaran nilai yang seragam untuk tinjauan volume embung π yang sama. Namun π
pada nilai infiltrasi πΌ = 86400(ππππ ), dimensi optimum yang diperoleh memiliki perbedaan nilai untuk tinjauan volume embung π yang sama.
IV-30
Tabel IV-7 Hasil pemodelan peresapan dengan penampang trapesium No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
K cm/detik 100 1 0.01 0.001 0.00001 0.000001 100 1 0.01 0.001 0.00001 0.000001 100 1 0.01 0.001 0.00001 0.000001
IV.6.2.3.
I meter 86400 864 8.64 0.864 0.00864 0.000864 86400 864 8.64 0.864 0.00864 0.000864 86400 864 8.64 0.864 0.00864 0.000864
V m3 1500 1500 1500 1500 1500 1500 2000 2000 2000 2000 2000 2000 3000 3000 3000 3000 3000 3000
s 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
p 16.42 12.92 13.33 13.33 13.33 13.33 25.57 16.13 16.12 16.12 16.12 16.12 11.24 21.95 20.90 20.90 20.90 20.90
Dimensi Optimum (m) l w y 12.90 17.16 4.26 13.21 18.21 5.00 12.50 17.50 5.00 12.50 17.50 5.00 12.50 17.50 5.00 12.50 17.50 5.00 33.39 35.47 2.08 14.81 19.81 5.00 14.82 19.82 5.00 14.82 19.82 5.00 14.82 19.82 5.00 14.82 19.82 5.00 45.47 50.31 4.84 18.67 23.50 4.82 18.71 23.71 5.00 18.71 23.71 5.00 18.71 23.71 5.00 18.71 23.71 5.00
h 5.26 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 3.08 6.00 6.00 6.00 6.00 6.00 5.84 5.82 6.00 6.00 6.00 6.00
Peresapan Min (m3/hari) 54400158.0995 518680.1663 5184.0000 518.4000 5.1840 0.5184 102872343.8152 644898.4876 6448.9838 644.8984 6.4490 0.6449 101718259.5794 897419.0027 8849.6416 884.9642 8.8496 0.8850
Hasil Pemodelan Kehilangan Air
Dalam perencanaan, tanah yang digunakan adalah tipe clay atau liat, sehingga nilai konduktivitas hidrolis K begitu pula dengan nilai laju infiltrasi I memiliki nilai yang π
kecil yaitu πΌ = 0.000864 ππππ . Hal ini dimaksudkan untuk meminimumkan kehilangan air akibat peresapan. Nilai kemiringan (π‘ππ β) yang digunakan juga dibuat tetap π = 2. Pada Tabel IV-8 terlihat jumlah kehilangan air dalam satu hari dengan masukan nilai π dan πΈ yang berbeda-beda, dengan jumlah kehilangan air minimum dalam satu hari untuk setiap nilai masukan. Hasil optimasi dari fungsi objektif berupa persamaan kehilangan air di atas berupa dua variabel bebas yaitu lebar dasar embung (π) dan kedalaman air (π¦). Kedua variabel ini memiliki kendala yang telah ditetapkan sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai variabel lain yaitu panjang embung (π) dan lebar atas embung (π€), dilakukan perhitungan pada persamaan (IV-21) dan (IV-22). Dengan nilai lebar embung π dan kedalaman air π¦ yang digunakan merupakan output dari optimasi fungsi. π=
π πΓπ¦ +(
IV-31
π¦2 ) π
(IV-21)
π€= π+
2Γπ¦
(IV-22)
π
Hasil pemodelan kehilangan air memberikan nilai kedalaman air paling besar pada konstrain yang telah ditetapkan, yaitu π¦ = 5 πππ‘ππ. Hal ini sesuai dengan output grafik yang digambarkan pada Gambar IV-9, bahwa seiring dengan bertambahnya kedalaman air, kehilangan air yang diberikan akan semakin kecil. Tabel IV-8 Hasil pemodelan kehilangan air dengan penampang trapesium No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
V (m3) 1500 1500 1500 1500 2000 2000 2000 2000 3000 3000 3000 3000
I (m/hari) 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864
E (m/hari) 0.003 0.004 0.005 0.006 0.003 0.004 0.005 0.006 0.003 0.004 0.005 0.006
s 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
p (m) 12.85 12.70 12.56 12.42 15.51 15.32 15.14 14.97 20.06 19.81 19.56 19.33
l (m) 13.34 13.62 13.88 14.15 15.80 16.11 16.42 16.72 19.91 20.29 20.67 21.04
w (m) 18.34 18.62 18.88 19.15 20.80 21.11 21.42 21.72 24.91 25.29 25.67 26.04
y (m) 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00
f min (m3/hari) 6.2299 6.5768 6.9230 7.2684 7.8175 8.2716 8.7249 9.1774 10.8560 11.5223 12.1876 12.8518
IV.7. Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Matematis Pada subbab ini akan dilakukan perbandingan hasil variasi dimensi yang dimasukkan ke dalam model matematis pada embung dengan penampang segiempat dan trapesium. IV.7.1. Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Penampang Segiempat Hasil variasi dimensi dari model matematis yang akan dibandingkan pada subbab ini adalah model penguapan, peresapan, dan kehilangan air pada penampang segiempat. IV.7.1.1.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Penguapan
Dalam perbandingan model penguapan, digunakan luas permukaan yang sama pada embung dengan panjang dan lebar yang berbeda. Input volume yang akan digunakan π
yaitu π = 2000 π3 dan πΈ = 0.00319696 ππππ pada bulan Juni 2011. Hasil optimasi pada IV.6.1.1 menunjukkan bahwa nilai penguapan paling minimum yaitu π = 0.07992 π3 diperoleh dari nilai luas permukaan paling minimum dengan panjang embung π = 5 π dan lebar embung π = 5 π, dan luas permukaan sebesar 25 π2 . IV-32
Untuk itu dilakukan perhitungan dengan panjang dan lebar embung yang berbedabeda, namun luas permukaan yang sama. Tabel IV-9 Hasil perhitungan persamaan penguapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Luas Permukaan (m2) 25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
Laju Evaporasi (m/hari) 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696
Panjang (m) 5.00000 4.50000 4.00000 3.50000 3.00000 2.50000 2.00000 1.50000 1.00000 0.50000
Lebar (m) 5.00000 5.55556 6.25000 7.14286 8.33333 10.00000 12.50000 16.66667 25.00000 50.00000
Penguapan (m3/hari) 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992 0.07992
Hasil perhitungan pada Tabel IV-9 menunjukkan bahwa penguapan paling kecil terjadi pada nilai panjang dan lebar yang variatif dengan luas permukaan yang tetap sama. Hal ini terjadi karena persamaan penguapan merupakan fungsi dari luas permukaan. Oleh karena itu, berapapun nilai panjang dan lebar yang diberikan akan memberikan nilai penguapan yang sama apabila luas permukaannya sama. Dapat disimpulkan bahwa profil optimum pada embung tidak dapat ditentukan hanya dari model penguapan saja. IV.7.1.2.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Peresapan
Dalam perbandingan model peresapan, digunakan luas penampang yang sama pada embung dengan lebar dan kedalaman air yang berbeda. Input volume yang akan π
digunakan yaitu π = 2000 π3 dan πΌ = 0.00864 ππππ . Hasil optimasi pada IV.6.1.2 menunjukkan bahwa nilai peresapan paling minimum diperoleh sebesar π
= 6.912 π3 dengan profil optimum embung yaitu π = 20 π, π = 20 π, dan π¦ = 5 π. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan panjang dan lebar embung yang berbedabeda, namun luas penampang yang sama yaitu sebesar 100 π2 . Pada Tabel IV-10 terdapat perbandingan variasi nilai lebar (π) dan kedalaman air (π¦) pada volume (π), luas penampang (π΄), dan laju infiltrasi (πΌ) yang sama. Kemudian dapat dihitung nilai keliling basah (P), jari-jari hidrolis (αΉ), dan peresapan (π
). Nilainilai tersebut dapat dibandingkan dan menghasilkan grafik pada Gambar IV-17, IV-33
yang menunjukkan bahwa kedalaman air yang tinggi akan memberikan peresapan yang paling minimum namun nilai tersebut terhenti pada π¦ = 8 π. Untuk jari-jari hidrolis dapat dilihat bahwa semakin besar αΉ, akan memberikan nilai π
yang semakin kecil. Hal ini sesuai dengan rumus perhitungan jari-jari hidrolis yaitu αΉ= π΄π. Persamaan peresapan π
merupakan fungsi dari bidang kontak dengan air sehingga semakin besar nilai keliling basah (P), semakin besar pula nilai peresapan. Nilai keliling basah (P) yang besar akan memberikan nilai jari-jari hidrolis (αΉ) yang semakin kecil. Hal tersebut berlaku untuk luas area (π΄) yang sama. Tabel IV-10 Hasil perhitungan persamaan peresapan No
I (m/hari)
V (m3)
A (m2)
l (m)
y (m)
P (m)
αΉ (m)
Peresapan (m3/hari)
1
0.00864
2000
100
10.0000
10.0000
102.0
0.980
6.9120
2
0.00864
2000
100
12.5000
8.0000
69.7
1.435
6.6528
3
0.00864
2000
100
16.6777
6.0000
54.0
1.852
6.6816
4
0.00864
2000
100
20.0000
5.0000
45.0
2.222
6.9120
5
0.00864
2000
100
22.2222
4.5000
39.3
2.542
7.1232
6
0.00864
2000
100
25.0000
4.0000
35.6
2.811
7.4304
7
0.00864
2000
100
28.5714
3.5000
33.0
3.030
7.8747
8
0.00864
2000
100
33.3333
3.0000
31.2
3.203
8.5248
9
0.00864
2000
100
40.0000
2.5000
30.0
3.333
9.5040
10
0.00864
2000
100
50.0000
2.0000
28.7
3.488
11.0592
11
0.00864
2000
100
66.6667
1.5000
28.5
3.509
13.7664
12
0.00864
2000
100
100.0000
1.0000
30.0
3.333
19.3536
IV-34
Kehilangan Air akibat Peresapan (m3/hari)
25.0000 20.0000 15.0000 10.0000
Peresapan
5.0000 0.0000
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 Kedalaman Air pada Embung (m)
(a)
Jumlah Peresapan (m3)
25.0 20.0 15.0 10.0
Jumlah Peresapan (m3)
5.0 0.0 0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
Jari-jari Hidrolis (m)
(b) Gambar IV-17 Grafik pengaruh kedalaman air (a) dan jari-jari hidrolis (b) terhadap kehilangan air akibat peresapan Hasil perhitungan pada Tabel IV-10 menunjukkan bahwa nilai peresapan minimum diberikan pada lebar embung π = 12.5 π dan kedalaman air π¦ = 8.0 π. Namun nilai tersebut tidak termasuk dalam batasan atau konstrain yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu 1 β€ π¦ β€ 5. Pemilihan nilai maksimal kedalaman muka air berdasarkan faktor ekonomi yaitu biaya galian akan bertambah mahal seiring dengan bertambahnya kedalaman galian. Untuk memastikan apakah program dapat mencari IV-35
nilai minimum peresapan, nilai konstrain dapat diganti menjadi 1 β€ π¦ β€ 10. Dari hasil pemodelan pada Gambar IV-18 terlihat bahwa output dari program dapat memberikan nilai minimum pada kendala yang telah ditetapkan sebelumnya.
Gambar IV-18 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan dengan perubahan konstrain Selanjutnya, dilakukan pengujian dengan menghilangkan konstrain yang telah ditetapkan pada program. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa nilai minimum jumlah kehilangan air akibat peresapan yang sesungguhnya, beserta profil optimum pada embung. Hasil pemodelan kehilangan air akibat peresapan tanpa konstrain dapat dilihat pada Gambar IV-19. Pemodelan menghasilkan nilai-nilai positif pada setiap variabel dan peresapan minimum yang diberikan sama dengan hasil pemodelan dengan menggunakan konstrain. Fungsi peresapan merupakan fungsi yang diskontinu sehingga variabel pembagi tidak boleh bernilai nol ataupun negatif, karena tidak akan memiliki arti fisis. Arti fisis pada hasil pemodelan diperlukan untuk perancangan embung, maka model hanya memperhitungkan nilai-nilai pada kuadran pertama. Untuk itu model perlu diberikan kendala atau konstrain agar hasil pemodelan memiliki arti fisis Hal ini IV-36
menunjukkan bahwa model yang dibangun mampu menghasilkan output yang valid dan dapat dioperasikan.
Gambar IV-19 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan tanpa konstrain Kemudian akan dilakukan perhitungan nilai minimum pada persamaan peresapan tanpa konstrain dengan menggunakan metode konvensional atau diferensial. Persamaan peresapan ini merupakan persamaan nonlinear dua peubah. Untuk itu persamaan π
akan diturunkan terhadap π, π¦ dengan penurunan sebagai berikut. π
=
2ΓπΓπΌ πΓπΌ + 2ΓπΓπ¦ΓπΌ + π π¦
ππ
2ΓπΓπΌ = β + 2Γπ¦ΓπΌ +0 = 0 ππ π2 ππ
πΓπΌ =0+ 2ΓπΓπΌ + β 2 = 0 ππ¦ π¦ Lalu akan dilakukan perbandingan variabel π terhadap variabel π¦ sebagai berikut. 2ΓπΓπΌ + β π=
πΓπΌ =0 π¦2
πΓπΌ 1 Γ π¦2 2ΓπΌ π=
π 2π¦ 2
Lalu akan dilakukan substitusi variabel π pada
ππ
ππ
.
ππ
2ΓπΓπΌ = β + 2Γπ¦ΓπΌ = 0 ππ π2
IV-37
ππ
= ππ
β
2ΓπΓπΌ π 2π¦ 2
2
+ 2Γπ¦ΓπΌ = 0
ππ
2ΓπΓπΌ = β Γ 4π¦ 4 + 2 Γ π¦ Γ πΌ = 0 ππ π2 2ΓπΓπΌ Γ 4π¦ 4 = 2 Γ π¦ Γ πΌ π2 4π¦ 3 = π π π¦= 4
1 3
Dapat dicari nilai π sebagai berikut. π= π=
π 2π¦ 2 π
π 2Γ 4 π = 2π
1 3
2
1 3 1 3
Untuk mengetahui apakah titik π, π¦ = 2π ,
1
π 3 4
merupakan titik minimum,
maksimum, atau stasioner, dilakukan pengujian dengan menghitung nilai β. Apabila 1 3
1
β bernilai positif, π, π¦ = 2π ,
π 3 4
memberikan nilai minimum dan sebaliknya.
π2 π
π2 π
π2π
β= 2 Γ 2 β ππ ππ¦ ππππ¦ Maka diperoleh: β=
4ππΌ 2ππΌ Γ 3 β 2πΌ π3 π¦
IV-38
2
2
4ππΌ
β=
2π
β=
1 3 3
2ππΌ
Γ
π 4
1 3 3
β 4πΌ 2
4ππΌ 2ππΌ Γ β 4πΌ 2 π 2π 4
β= 2πΌ Γ 8πΌ β 4πΌ 2 β= 16πΌ 2 β 4πΌ 2 β= 12πΌ 2 Nilai β yang didapat bernilai positif sehingga dapat disimpulkan bahwa titik 1 3
π, π¦ = 2π ,
1
π 3 4
merupakan titik minimum dari fungsi dengan variabel input yang
berpengaruh adalah volume embung (π). IV.7.1.3.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Kehilangan Air
Untuk membandingkan hasil pemodelan matematis, dilakukan perhitungan pada model matematis persamaan kehilangan air. Perbandingan dilakukan dengan input data
yang
tercantum
pada
π
Tabel
IV-5
No.
11,
yaitu
π = 3000 π3 ,
π
πΌ = 0.000864 ππππ , dan πΈ = 0.005 ππππ . π π, π¦ =
3000 Γ 0.005 2 Γ 3000 Γ 0.000864 3000 Γ 0.000864 + + 2 Γ π Γ π¦ Γ 0.000864 + ( ) π¦ π π¦
Kemudian akan dimasukkan variasi nilai π dan π¦ untuk memperoleh π(π, π¦), seperti yang dapat dilihat pada Tabel IV-11. Dari Tabel IV-11 terlihat perbandingan nilai kehilangan air pada lebar dan kedalaman yang berbeda-beda. Nilai kehilangan air yang didapat sesuai dengan kurva output yang digambarkan pada Gambar IV-5, nilai kehilangan air π π, π¦
semakin besar seiring dengan berkurangnya besar
kedalaman air pada embung π¦, sehingga nilai minimum kehilangan air π π, π¦ terdapat pada kedalaman air terbesar yaitu π¦ = 5 π. Pemodelan kehilangan air bertujuan untuk menghasilkan profil optimum yang dapat meminimumkan kehilangan air. Hasil pada Tabel IV-11 menunjukkan bahwa profil embung yang
IV-39
diperoleh dari pemodelan memiliki nilai kehilangan air terkecil, sehingga dapat dikatakan model matematis yang telah dibangun dapat digunakan. Tabel IV-11 Hasil perhitungan model kehilangan air Volume V (m3)
Infiltrasi I (m/hari)
Evaporasi E (m/hari)
Lebar Embung l (m)
Kedalaman Air y (m)
Kehilangan Air f (m3/hari)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000 3000
0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864
0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005
10 25 50 10 25 50 10 25 50 10 25 50 10 25 50 24.495
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5
18.12768 17.84256 17.78208 9.34896 9.08976 9.07248 6.43424 6.20096 6.22688 4.98552 4.77816 4.84728 4.12320 3.94176 4.05408 3.94167
Total kehilangan air (m3/hari)
No
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Kehilangan Air f (m3)
0
2
4
6
Kedalaman air pada embung (m)
Gambar IV-20 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap total kehilangan air Dari Gambar IV-20 terlihat bahwa kedalaman air paling besar yaitu 5 meter memberikan total kehilangan air yang terkecil. Untuk itu dilakukan perhitungan kehilangan air dengan lebar embung yang berbeda-beda dan nilai kedalaman air yang terbesar (π¦ = 5 π), yang dapat dilihat pada Gambar IV-21.
IV-40
Total kehilangan air (m3/hari)
4.70000 4.60000 4.50000 4.40000 4.30000 4.20000 4.10000 4.00000 3.90000
kehilangan air
0
20
40
60
Lebar embung (m)
Gambar IV-21 Grafik pengaruh lebar embung terhadap total kehilangan air IV.7.2. Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Penampang Trapesium Hasil variasi dimensi dari model matematis yang akan dibandingkan pada subbab ini adalah model penguapan, peresapan, dan kehilangan air pada penampang trapesium. IV.7.2.1.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Penguapan
Dalam perbandingan model penguapan, digunakan luas permukaan yang sama pada embung dengan panjang dan lebar atas yang berbeda. Input volume yang akan π
digunakan yaitu π = 2000 π3 dan πΈ = 0.00319696 ππππ pada bulan Juni 2011. Hasil optimasi pada IV.6.2.1 menunjukkan bahwa nilai penguapan paling minimum yaitu π = 1.33968 π3 diperoleh dari nilai luas permukaan dengan panjang embung π = 7.619 π dan lebar atas embung π€ = 55 π, dan luas permukaan sebesar 419.04775 π2 . Untuk itu dilakukan perhitungan dengan panjang dan lebar embung yang berbeda-beda, namun luas permukaan yang sama. Hasil perhitungan pada Tabel IV-12 menunjukkan bahwa penguapan paling kecil terjadi pada nilai panjang dan lebar yang variatif dengan luas permukaan yang tetap sama. Hal ini terjadi karena persamaan penguapan merupakan fungsi dari luas permukaan. Oleh karena itu, berapapun nilai panjang dan lebar yang diberikan akan memberikan nilai penguapan yang sama apabila luas permukaannya sama. Dapat
IV-41
disimpulkan bahwa profil optimum pada embung tidak dapat ditentukan hanya dari model penguapan saja. Tabel IV-12 Hasil perhitungan model matematis penguapan No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Luas Permukaan (m2) 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775 419.04775
IV.7.2.2.
Laju Evaporasi (m/hari) 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696 0.00319696
Panjang (m) 50.000 40.000 30.000 20.000 10.000 8.000 7.619 7.500 7.000 6.500 6.000 5.000
Lebar atas (m) 8.380 10.476 13.968 20.952 41.904 52.380 55.000 55.873 59.863 64.468 69.841 83.809
Lebar dasar (m) 3.60823 5.70347 9.19553 16.17966 37.13205 47.60824 50.22727 51.10031 55.09124 59.69616 65.06857 79.03682
Kedalaman air (m) 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781 4.772725781
Penguapan (m3/hari) 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789 1.3396789
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Peresapan
Dalam perbandingan model peresapan, digunakan luas penampang yang sama pada embung dengan lebar dan kedalaman air yang berbeda. Input volume yang akan π
digunakan yaitu π = 2000 π3 , πΌ = 0.00864 ππππ , dan π = 2. Hasil optimasi pada IV.6.2.2 menunjukkan bahwa nilai peresapan paling minimum diperoleh sebesar π
= 6.4490 π3 dengan profil optimum embung yaitu π = 16.12 π, π = 14.82 π, π€ = 19.82 π, π¦ = 5 π dan π = 6 π. Untuk itu dilakukan perhitungan dengan panjang dan lebar embung yang berbeda-beda, namun luas penampang yang sama yaitu sebesar 86.6024 π2 . Hasil perhitungan pada Tabel IV-13 Hasil perhitungan model matematis peresapan menunjukkan bahwa nilai peresapan minimum diberikan pada kedalaman air π¦ = 8.0 π. Namun nilai tersebut tidak termasuk dalam batasan atau konstrain yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu 1 β€ π¦ β€ 5. Pemilihan nilai maksimal kedalaman muka air berdasarkan faktor ekonomi yaitu biaya galian akan bertambah mahal seiring dengan bertambahnya kedalaman galian.
IV-42
Tabel IV-13 Hasil perhitungan model matematis peresapan I (m/hari) 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864
Volume (m3) 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
Lebar atas, w (m) 87.1024 58.4849 44.3012 35.8910 30.3675 26.4935 23.6506 21.4950 19.8205 17.4337 14.8253 13.6602 13.2169 13.1617 13.2735
Lebar dasar, l (m) 86.1024 56.9849 42.3012 33.3910 27.3675 22.9935 19.6506 16.9950 14.8205 11.4337 6.8253 3.6602 1.2169 0.1617 -1.7265
Kedalaman Air (m) 1.0000 1.5000 2.0000 2.5000 3.0000 3.5000 4.0000 4.5000 5.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 13.0000 15.0000
Luas Penampang (m2) 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024 86.6024
Peresapan (m3/hari) 19.0758 13.4654 10.7351 9.1567 8.1544 7.4812 7.0137 6.6833 6.4490 6.1723 6.0509 6.2175 6.5281 6.7166 7.1380
Kehilangan air akibat peresapan (m3/hari)
25.0000 20.0000
15.0000 10.0000
Peresapan
5.0000 0.0000 0.0000 5.0000 10.000015.000020.0000
Kedalaman galian (m)
Gambar IV-22 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap kehilangan air akibat peresapan Untuk mengetahui apakah program mampu menghasilkan nilai optimum pada titik π¦ = 8.0 π, dilakukan perubahan konstrain pada model menjadi 1 β€ π¦ β€ 15. Pada Gambar IV-23 dapat dilihat bahwa program mampu menghasilkan profil optimum dari embung pada perubahan konstrain yang dilakukan.
IV-43
Gambar IV-23 Output pemodelan kehilangan air akibat peresapan dengan perubahan konstrain IV.7.2.3.
Perbandingan Hasil Variasi Dimensi pada Model Kehilangan Air
Untuk membandingkan hasil pemodelan matematis, dilakukan perhitungan pada model matematis persamaan kehilangan air. Perbandingan dilakukan dengan input π
data yang tercantum pada Tabel IV-8 No. 7, yaitu π = 2000 π3 , πΌ = 0.00864 ππππ , π
πΈ = 0.005 ππππ , dan π = 2. Kemudian akan dimasukkan variasi nilai π dan π¦ untuk memperoleh π(π, π¦), seperti yang dapat dilihat pada Tabel IV-14. Dari Tabel IV-14 terlihat perbandingan nilai kehilangan air pada lebar dan kedalaman yang berbedabeda. Pemodelan kehilangan air bertujuan untuk menghasilkan profil optimum yang dapat meminimumkan kehilangan air. Hasil pada Tabel IV-14 menunjukkan bahwa profil embung yang diperoleh dari pemodelan memiliki nilai kehilangan air terkecil, sehingga dapat dikatakan model matematis yang telah dibangun dapat digunakan.
IV-44
Tabel IV-14 Hasil perhitungan model kehilangan air No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
V (m3) 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
I (m/hari) 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864 0.00864
E (m/hari) 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005
s 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
l (m) 10 25 50 10 25 50 10 25 50 10 25 50 10 25 50 16.42
w (m) 11 26 51 12 27 52 13 28 53 14 29 54 15 30 55 21.42
y (m) 1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5
f (m3/hari) 30.4062 28.9332 28.7649 16.8311 15.7278 16.0088 12.3782 11.6339 12.3635 10.2261 9.8314 11.0089 9.0096 8.9564 10.5810 8.7249
Nilai kehilangan air yang didapat sesuai dengan kurva output yang digambarkan pada Gambar IV-24, nilai kehilangan air π π, π¦ semakin besar seiring dengan berkurangnya besar kedalaman air pada embung π¦, sehingga nilai minimum kehilangan air π π, π¦ terdapat pada kedalaman air terbesar yaitu π¦ = 5 π.
Total Kehilangan Air (m3/hari)
35.0000 30.0000 25.0000 20.0000 15.0000
Kehilangan Air f (m3)
10.0000
5.0000 0.0000 0
2
4
6
Kedalaman air (m)
Gambar IV-24 Grafik pengaruh kedalaman air terhadap total kehilangan air
IV-45
IV.7.3. Perbandingan
Hasil
Pemodelan
Matematis
antara
Penampang
Segiempat dan Trapesium Pada subbab ini akan dilakukan perbandingan hasil pemodelan yang didapat antara embung dengan penampang segiempat dan trapesium. Pada Gambar IV-25 terlihat bahwa perbandingan jumlah peresapan antara penampang segiempat dan trapesium memiliki tendensi yang sama. Keduanya memiliki nilai peresapan minimum pada kedalaman sekitar 8 meter. Gambar IV-26 menunjukkan perbandingan jumlah kehilangan air antara embung dengan penampang segiempat dan trapesium. Pada Gambar IV-26 terlihat bahwa kehilangan air pada embung dengan penampang trapesium memberikan jumlah yang lebih besar daripada embung dengan penampang segiempat. Hal ini dikarenakan lebar atas embung memiliki nilai yang lebih besar dari lebar dasar embung sehingga jumlah penguapan pada penampang trapesium
Kehilangan air akibat peresapan (m3/hari)
akan lebih besar. 25.0000 20.0000 15.0000
Peresapan
10.0000
Peresapan pada Trapesium
5.0000
0.0000 0.0000 5.000010.000015.000020.0000 Kedalaman galian (m)
Gambar IV-25 Perbandingan hasil peresapan pada variasi kedalaman antara penampang segiempat dan trapesium
IV-46
Total Kehilangan Air (m3/hari)
35 30
25
Kehilangan Air f (m3) pada Segiempat
20 15 10
Kehilangan Air f (m3) pada Trapesium
5 0 0
2
4
6
Kedalaman air (m)
Gambar IV-26 Perbandingan hasil kehilangan air pada variasi kedalaman antara penampang segiempat dan trapesium IV.8. Neraca Air pada Embung Selanjutnya akan dilakukan proyeksi penurunan kedalaman air pada embung akibat pemakaian dan kehilangan air secara berangsur-angsur. Dapat dilihat pada Gambar IV-27, y1 merupakan kedalaman air optimum pada embung yaitu 5 meter, y2 dan y3 yaitu 3 meter dan 1 meter, merupakan kedalaman air yang akan terjadi setelah adanya kehilangan air. Kehilangan air akibat penguapan (U) terjadi dengan nilai yang konstan karena tidak adanya perubahan panjang dan lebar. Di lain pihak, kehilangan air akibat peresapan (R) akan berubah-ubah karena adanya perubahan nilai kedalaman air pada embung. U
y1 y2
R
y3
Gambar IV-27 Perubahan kedalaman air pada embung Hasil perhitungan model kehilangan air dengan input di atas dapat dilihat pada Tabel IV-15. Dalam perhitungan, kapasitas embung yang digunakan adalah sebesar 3000 m3, yang digunakan selama satu bulan musim kemarau, dengan nilai infiltrasi sebesar 0.000864 m/hari dan evaporasi sebesar 0.005 meter/hari. Dari hasil IV-47
perhitungan terlihat bahwa jumlah kehilangan air yang terjadi akan semakin besar seiring berkurangnya kedalaman air pada embung. Hal ini menunjukkan bahwa optimasi kehilangan air hanya dapat dihitung pada tahap perencanaan. Untuk menyempurnakan program yang telah dibuat, diharapkan optimasi kehilangan air dapat memperhitungkan jumlah pemakaian dalam jangka waktu ke depan. Tabel IV-15 Kehilangan air yang terjadi dengan perubahan kedalaman air No
Total Kehilangan Air (m3/hari)
1 2 3 4 5
Volume V (m3) 3000 3000 3000 3000 3000
Infiltrasi I (m/hari) 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864
Evaporasi E (m/hari) 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005
Lebar Embung l (m) 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495
Kedalaman Air y (m) 5 4 3 2 1
20.00000 18.00000 16.00000 14.00000 12.00000 10.00000 8.00000 6.00000 4.00000 2.00000 0.00000
Kehilangan Air f (m3/hari) 3.94167 4.77894 6.20262 9.09229 17.84596
Kehilangan Air f (m3)
0
2
4
6
Kedalaman Air (m)
Gambar IV-28 Grafik pengaruh penurunan kedalaman air terhadap kehilangan air pada embung Air yang ditampung pada embung diasumsikan digunakan oleh 100 orang, dengan kebutuhan air sebesar 150 liter/orang/hari. Neraca air selama 30 hari dapat dilihat pada Gambar IV-29. Kapasitas embung diasumsikan tidak mengalami penambahan pada musim kemarau sementara besarnya laju evaporasi dan infiltrasi dianggap sama selama satu bulan. Debit keluar dari embung berasal dari pemakaian harian serta kehilangan air akibat penguapan dan peresapan.
IV-48
Kapasitas Embung (m3)
3500 3000 2500 2000
Kapasitas Embung (meter kubik)
1500 1000
Debit Keluar (m3/hari)
500 0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 Hari Ke-
Gambar IV-29 Kurva neraca air
IV-49
BAB V PENUTUP
V.1. Kesimpulan Model matematis penguapan, peresapan, dan kehilangan air yang dibangun memiliki variabel utama berupa panjang (π), lebar (π), dan kedalaman air pada embung (π¦) dengan batasan yang telah ditetapkan sebelumnya. Model tersebut telah berhasil memberikan nilai kehilangan air paling minimum pada input volume embung (π), laju infiltrasi (πΌ), dan laju evaporasi (πΈ) yang diberikan. Hasil yang didapat berupa dimensi optimum dengan kehilangan air paling minimum pada embung. Penggunaan model matematis pada MATLAB 7.0 dilakukan dengan mengetikkan nama fungsi-fungsi yang telah dibangun pada Command Window yaitu fungsi evaporasi, infiltrasi, penguapan, peresapan, dan kehilangan air. Fungsi evaporasi memiliki masukan data klimatologi berupa π
π»(%), π( 0πΆ ), dan π’ ππππ‘ . Fungsi infiltrasi memiliki masukan data berupa πΎ
ππ ππππ
.
Sesuai dengan hasil dari pemodelan matematis, profil optimum dari embung dengan penampang segiempat memiliki dasar dan permukaan berbentuk segiempat sama sisi (π = π). Sedangkan profil optimum pada embung dengan penampang trapesium memiliki nilai π, π, dan π€ yang sangat variatif dan tidak ada pola yang terlihat. Kedua penampang embung menghasilkan kehilangan air paling kecil dengan kedalaman air pada embung (π¦) yang terbesar. Hasil perhitungan pada persamaan penguapan dengan variasi nilai panjang dan lebar menunjukkan bahwa berapapun nilai panjang dan lebar yang diberikan akan memberikan nilai penguapan yang sama apabila luas permukaannya sama. Pada persamaan peresapan, semakin besar nilai keliling basah (P), semakin besar pula nilai peresapan. Nilai keliling basah (P) yang besar akan memberikan nilai jarijari hidrolis (αΉ) yang semakin kecil. Hal tersebut berlaku untuk luas area (π΄) yang V-1
sama. Program mampu menghasilkan profil optimum dari embung pada perubahan konstrain yang dilakukan. Pemodelan menghasilkan nilai-nilai positif pada setiap variabel yang menunjukkan bahwa model mampu menghasilkan output yang memiliki arti fisis dan dapat dioperasikan. Untuk peresapan tanpa konstrain dilakukan perhitungan nilai minimum dengan menggunakan metode diferensial. 1 3
Metode diferensial menghasilkan titik π, π¦ = 2π ,
1
π 3 4
yang merupakan titik
minimum dari fungsi dengan variabel input yang berpengaruh adalah volume embung (π). Pemakaian air secara berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kedalaman air pada embung. Perubahan kedalaman air menghasilkan perubahan kehilangan air akibat peresapan (R), sementara kehilangan air akibat penguapan (U) akan terjadi dengan nilai yang konstan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah kehilangan air yang terjadi akan semakin besar seiring berkurangnya kedalaman air pada embung. V.2. Saran Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Membuat alternatif lain untuk persamaan pada embung dengan penampang trapezium, agar pola hubungan antara dimensi embung dapat terlihat. 2. Membuat variasi geometri dan potongan memanjang dari embung yang akan diteliti. 3. Batasan yang ditetapkan pada model dapat dikembangkan dengan volume yang lebih besar. 4. Model dapat dikembangkan dengan memperbaiki antarmuka dari program yang telah dibuat untuk mempermudah pengguna. 5. Perhitungan laju infiltrasi yang digunakan dapat memperhitungkan tingkat kejenuhan tanah. 6. Dimensi embung yang merupakan hasil dari pemodelan dapat digambarkan.
V-2
7. Untuk menyempurnakan program yang telah dibuat, diharapkan optimasi kehilangan air dapat memperhitungkan jumlah pemakaian dalam jangka waktu ke depan.
V-3
DAFTAR PUSTAKA
2001. Siklus Hidrologi. http://www.lablink.or.id/Hidro/Siklus/air-siklus.htm (tanggal akses: 28 Januari 2012) 2007. Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan Embung. Jakarta: Deptan. 2009. Review Masterplan Pengendalian Banjir dan Drainase. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. Alexander dan Harahab, S. 2009. Perencanaan Embung Tambaboyo Kabupaten Sleman D.I.Y. Tugas Akhir Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang. Artiola, J. F., Pepper, I. L., dan Brusseau, M. 2004. Environmental Monitoring and Characterization. San Diego: Elsevier Academic Press. Chow, V. T. 1959. Open Channel Hydraulics. New York: McGraw Hill. Das, B. M. 2008. Fundamentals of Geotechnical Engineering. Stamford: Cengage Learning. Ilyas, M. A. dan Effendi, R. 1997. Metode Infiltrasi Merupakan Proses Penting dalam Pengolahan Sumber Air. Buletin PUSAIR. Sosrodarsono, S. dan Takeda, K. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita. Naiola, B. P. 2001. Pengembangan Peran Embung sebagai Sarana Konservasi Air dan Habitat Tumbuhan di Kawasan Kering Savana Nusa Tenggara Timur. LIPI. Purnomo, E. 1994. Embung Kolam Penampung Air. IPPTP Wonocolo. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Rao, S. S. 2009. Engineering Optimization: Theory and Practice. New Jersey: John Wiley & Sons Inc.
Sabar, A. 2010. Bahan Kuliah Evaporasi-Transpirasi Mata Kuliah Hidrologi. Bandung: Teknik Lingkungan ITB. Sabar, A. 2011. Bahan Kuliah Sumber Air Mata Kuliah Pengelolaan Air. Teknik Lingkungan ITB. Setiono, A. dan Raharjo, A. 2003. Kajian Penyediaan Air dan Pradesain Embung Guna Ternak Sapi Potong di Daerah Rancabuaya, Desa Purbayani. Tugas Akhir Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Bandung. Widiyono, W dan Lidon, B. 2011. Managemen Sumberdaya Air Embung untuk Menunjang Ketahanan Pangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jakarta: LIPI. Wijaya, M. H. Perencanaan Embung Kendo Kecamatan Rasanae Timur Kabupaten Bima NTB. Surabaya: ITS.
Lampiran 1. Hasil Perhitungan Laju Evaporasi Bandung 2010-2011 Bulan
oC
%
mmHg
mmHg
knots
mil/hari
knots
mil/hari
mm/hari
Jan
22.9
84
21.6999
18.2279
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.9935
Feb
23.2
87
22.1292
19.2524
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.6517
Mar
23.1
86
21.9861
18.9080
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.7673
Apr
24.6
78
24.1326
18.8234
3
82.8561
2.3189
64.0456
3.0483
Mei
24.0
83
23.2740
19.3174
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.2717
Jun
23.3
84
22.2723
18.7087
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.0461
Jul
22.9
85
21.6999
18.4449
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.8689
Agt
23.3
81
22.2723
18.0406
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.4297
Sep
22.9
85
21.6999
18.4449
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.8689
Okt
23.2
82
22.1292
18.1459
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.2870
Nov
23.3
85
22.2723
18.9315
3
82.8561
2.3189
64.0456
1.9182
Des
23.0
82
21.8430
17.9113
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.2574
Jan
23.0
79
21.8430
17.2560
4
110.4748
3.0919
85.3941
2.9764
Feb
23.5
78
22.5585
17.5956
5
138.0935
3.8649
106.7427
3.5911
Mar
23.5
77
22.5585
17.3700
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.9790
Apr
23.4
79
22.4154
17.7082
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.7027
Mei
23.6
80
22.7016
18.1613
3
82.8561
2.3189
64.0456
2.6069
Jun
23.3
75
22.2723
16.7042
3
82.8561
2.3189
64.0456
3.1970
2010
2011
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Laju Infiltrasi pada Berbagai Tipe Tanah Jenis Tanah
K
K rata-rata
I
I rata-rata
cm/detik
cm/detik
m/hari
m/hari
clean gravel
100 - 1
coarse sand
1.0 - 0.01
fine sand
0.01 - 0.001
silty clay
0.001 - 0.00001
clay
< 0.000001
50.5 0.505
86400 - 864
43632
864 - 8.64
436.32
0.0055
0.864 - 0.00864
4.752
0.000505
0.864 -0.00864
0.43632
0.0000005
< 0.000864
0.000432
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Neraca Air pada Embung Hari Ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Volume (meter kubik) 3000.00000 2981.05830 2962.11927 2943.18292 2924.24924 2905.31822 2886.38988 2867.46421 2848.54121 2829.62088 2810.70322 2791.78823 2772.87591 2753.96625 2735.05927 2716.15495 2697.25329 2678.35431 2659.45799 2640.56434 2621.67335 2602.78503 2583.89937 2565.01638 2546.13605 2527.25839 2508.38339 2489.51105 2470.64138 2451.77437
Infiltrasi (m/hari) 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864 0.000864
Evaporasi (m/hari) 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005
Lebar (meter) 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495
Kedalaman Air (meter) 5.0000 4.9684 4.9368 4.9053 4.8737 4.8422 4.8106 4.7791 4.7475 4.7160 4.6845 4.6529 4.6214 4.5899 4.5584 4.5269 4.4954 4.4639 4.4324 4.4009 4.3694 4.3379 4.3065 4.2750 4.2435 4.2121 4.1806 4.1492 4.1177 4.0863
Kehilangan Air (m3/hari) 3.94170 3.93903 3.93635 3.93368 3.93101 3.92834 3.92567 3.92300 3.92033 3.91766 3.91499 3.91232 3.90965 3.90699 3.90432 3.90165 3.89898 3.89632 3.89365 3.89099 3.88832 3.88566 3.88299 3.88033 3.87766 3.87500 3.87234 3.86967 3.86701 3.86435
Panjang (meter) 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495 24.495
Kebutuhan Air (m3/hari) 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
Debit Keluar (m3/hari) 18.94170 18.93903 18.93635 18.93368 18.93101 18.92834 18.92567 18.92300 18.92033 18.91766 18.91499 18.91232 18.90965 18.90699 18.90432 18.90165 18.89898 18.89632 18.89365 18.89099 18.88832 18.88566 18.88299 18.88033 18.87766 18.87500 18.87234 18.86967 18.86701 18.86435
Lampiran 4. Penulisan syntax Fungsi Evaporasi pada MATLAB 7.0 function[E] = evaporasi(RH,T,u) ea = tekanan_uap_jenuh(T); ed = RH*ea/100; u = u*27.6187068; %knots to miles/day u = ((2/10)^0.16)*u; %deacon Eh = 0.35*(ea-ed)*(1+(u/100)); jumlah_hari = 1; E = Eh/1000*jumlah_hari; disp('dengan data yang diperoleh yaitu:'); disp(sprintf('kelembaban relatif, RH=%.2f persen',RH)); disp(sprintf('temperatur rata-rata harian, T=%.5f oC',T)); disp(sprintf('kecepatan angin rata-rata harian, u=%.5f mil/hari',u)); disp(sprintf('tekanan uap jenuh, ea=%.5f mmHg',ea)); disp(sprintf('tekanan uap aktual, ed=%.5f mmHg',ed)); disp(sprintf('tinggi evaporasi harian adalah, E=%.5f mm/hari',Eh)); disp(sprintf('tinggi evaporasi dalam hari tersebut pada musim kemarau adalah, E=%.5f meter',E)); return function[ea]= tekanan_uap_jenuh(T) if T==0 ea = 4.580; else if (T<10) ea = ((T-0)/(10-0))*(9.21-4.580)+4.580; else if T==10 ea = 9.21; else if T<20 ea = ((T-10)/(20-10))*(17.55-9.21)+9.21; else if T==20 ea = 17.55; else if T<30 ea = ((T-20)/(30-20))*(31.86-17.55)+17.55; else if T==30 ea = 31.86; else if T<40 ea = ((T-30)/(40-30))*(55.431.86)+31.86; else if T==40 ea = 55.40; else if T<50 ea = ((T-40)/(50-40))*(92.655.4)+55.4; else if T ==50 ea = 92.60;
else if T<60 ea = ((T-50)/(6050))*(149.6-92.60)+92.6; else if T==60 ea = 149.6; else if T<80 ea = ((T60)/(80-60))*(355.4-149.6)+149.6; else if (T==80) ea = 355.4; else if T<100 ea = ((T-80)/(100-80))*(760.0-355.4)+355.4; else ea = 760; end end end end end end end end end end end end end end end end return
Lampiran 5. Penulisan syntax Fungsi Infiltrasi pada MATLAB 7.0 function[I] = infiltrasi(K) jumlah_hari = 1; I = K*60*60*24*jumlah_hari/100; disp(sprintf('besarnya infiltrasi adalah, I=%f cm/detik',K)); disp(sprintf('besarnya infiltrasi dalam hari tersebut pada musim kemarau adalah, I=%.5f meter',I)); return
Lampiran 6. Penulisan syntax Fungsi Penguapan Segiempat pada MATLAB 7.0 function[penguapan] = U_segiempat(V,E) str = sprintf('l.*p.*%f', E); l_min = 5; l_max = 50; p_min = 5; p_max = 100; %grafik ezmesh(str,[l_min,l_max,p_min,p_max]); U = @(l,p) l*p*E; title('U = total kehilangan air pada embung akibat penguapan', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('p = panjang embung'); zlabel('U'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; p_start = p_min; l_now = l_start; p_now = p_start; U_now = U(l_now,p_now); U_best = U_now; l_best = l_now; p_best = p_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); p_new = neighbor(p_now,p_min,p_max); U_new = U(l_new,p_new); dU = U_new - U_now; if dU < 0 l_now = l_new; p_now = p_new; U_now = U_new; else if rand(1) > exp(-dU/T) l_now = l_new; p_now = p_new; U_now = U_new; else l_best = l_now; p_best = p_now; U_best = U_now; end end n = n + 1; end T = T * 0.8;
end l = l_best; p = p_best; U = U_best; y = V/l_best/p_best; h = y + 1; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari akibat penguapan pada embung sebesar, U=%.5f meter kubik',U)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return
Lampiran 7. Penulisan syntax Fungsi Penguapan Trapesium pada MATLAB 7.0 function[penguapan] = U_trapesium(V,E,s) str = sprintf('%f*%f*(l+(y/%f*2))/((l*y)+(y^2/%f))',E,V,s,s); l_min l_max y_min y_max
= = = =
5; 50; 1; 5;
%grafik U = @(l,y) (l+2*y/s)*V/(l*y+y^2/s)*E; ezmesh(str,[l_min,l_max,y_min,y_max]); title('U = total kehilangan air pada embung akibat penguapan', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('y = kedalaman air embung'); zlabel('U'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; y_start = y_min; l_now = l_start; y_now = y_start; U_now = U(l_now,y_now); U_best = U_now; l_best = l_now; y_best = y_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); y_new = neighbor(y_now,y_min,y_max); U_new = U(l_new,y_new); dU = U_new - U_now; if dU < 0 l_now = l_new; y_now = y_new; U_now = U_new; else if rand(1) > exp(-dU/T) l_now = l_new; y_now = y_new; U_now = U_new; else l_best = l_now; y_best = y_now; U_best = U_now; end end
n = n + 1; end T = T * 0.8; end l = l_best; y = y_best; U = U_best; p = V/(l*y+y*y/s); h = y + 1; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari akibat penguapan pada embung sebesar, U=%.5f meter kubik',U)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return
Lampiran 8. Penulisan syntax Fungsi Peresapan Segiempat pada MATLAB 7.0 function[peresapan] = R_segiempat(V,I) str = sprintf('2*%f/l.*%f + 2*l.*y.*%f + %f/y.*%f',V,I,I,V,I); l_min = 5; l_max = 50; y_min = 1; y_max = 5; %grafik ezmesh(str,[l_min,l_max,y_min,y_max]); R = @(l,y) 2*V/l*I + 2*l*y*I + V/y*I; title('R = total kehilangan air pada embung akibat peresapan', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('y = kedalaman air embung'); zlabel('R'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; y_start = y_min; l_now = l_start; y_now = y_start; R_now = R(l_now,y_now); R_best = R_now; l_best = l_now; y_best = y_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); y_new = neighbor(y_now,y_min,y_max); R_new = R(l_new,y_new); dR = R_new - R_now; if dR < 0 l_now = l_new; y_now = y_new; R_now = R_new; else if rand(1) > exp(-dR/T) l_now = l_new; y_now = y_new; R_now = R_new; else l_best = l_now; y_best = y_now; R_best = R_now; end end n = n + 1; end T = T * 0.8;
end l = l_best; y = y_best; R = R_best; p = V/l_best/y_best; h = y_best + 1; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari akibat peresapan pada embung sebesar, R=%.5f meter kubik',R)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return
Lampiran 9. Penulisan syntax Fungsi Peresapan Trapesium pada MATLAB 7.0 function[peresapan] = R_trapesium(V,I,s) str = sprintf('2*l*y*%f+2*y^2*%f/%f+(2*y+l)/(l*y+y^2/%f)*%f*%f',I,I,s,s,V, I); l_min = 5; l_max = 50; y_min = 1; y_max = 5; %grafik ezmesh(str,[l_min,l_max,y_min,y_max]); R = @(l,y) 2*l*y*I+2*y^2*I/s+(2*y+l)/(l*y+y^2/s)*V*I; title('R = total kehilangan air pada embung akibat peresapan', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('y = kedalaman air embung'); zlabel('R'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; y_start = y_min; l_now = l_start; y_now = y_start; R_now = R(l_now,y_now); R_best = R_now; l_best = l_now; y_best = y_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); y_new = neighbor(y_now,y_min,y_max); R_new = R(l_new,y_new); dR = R_new - R_now; if dR < 0 l_now = l_new; y_now = y_new; R_now = R_new; else if rand(1) > exp(-dR/T) l_now = l_new; y_now = y_new; R_now = R_new; else l_best = l_now; y_best = y_now; R_best = R_now; end end n = n + 1;
end T = T * 0.8; end l = l_best; y = y_best; R = R_best; p = V/(l*y+y^2*s); h = y_best + 1; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari akibat peresapan pada embung sebesar, R=%.5f meter kubik',R)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return
Lampiran 10. Penulisan syntax Fungsi Air Hilang Segiempat pada MATLAB 7.0 function AirHilang_segiempat(V,I,E) str = sprintf('%f/y.*%f + 2*%f/l.*%f + 2*l.*y.*%f + %f/y.*%f', V,E,V,I,I,V,I); %constraints l_min = 5; l_max = 50; y_min = 1; y_max = 5; %grafik ezmesh(str,[l_min,l_max,y_min,y_max]); f = @(l,y) V/y*E + 2*V/l*I + 2*l*y*I + V/y*I; title('f = total kehilangan air pada embung', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('y = kedalaman air embung'); zlabel('f'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; y_start = y_min; l_now = l_start; y_now = y_start; f_now = f(l_now,y_now); f_best = f_now; l_best = l_now; y_best = y_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); y_new = neighbor(y_now,y_min,y_max); f_new = f(l_new,y_new); df = f_new - f_now; if df < 0 l_now = l_new; y_now = y_new; f_now = f_new; else if rand(1) > exp(-df/T) l_now = l_new; y_now = y_new; f_now = f_new; else l_best = l_now; y_best = y_now; f_best = f_now; end end
n = n + 1; end T = T * 0.8; end l = l_best; y = y_best; f = f_best; p = V/l_best/y_best; h = y_best + 1; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari pada embung sebesar, f=%.5f meter kubik',f)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return
Lampiran 11. Penulisan syntax Fungsi Air Hilang Trapesium pada MATLAB 7.0 function AirHilang_trapesium(V,I,E,s) str = sprintf('%f*%f*(l+(y/%f*2))/((l*y)+(y^2/%f))+2*l*y*%f+2*y^2*%f/%f+(2 *y+l)/(l*y+y^2/%f)*%f*%f',E,V,s,s,I,I,s,s,V,I); %constraints l_min = 5; l_max = 50; y_min = 1; y_max = 5; %grafik ezmesh(str,[l_min,l_max,y_min,y_max]); f = @(l,y) (l+2*y/s)*V/(l*y+y^2/s)*E + 2*l*y*I+2*y^2*I/s+(2*y+l)/(l*y+y^2/s)*V*I; title('f = total kehilangan air pada embung', 'FontSize',10); xlabel('l = lebar embung'); ylabel('y = kedalaman air embung'); zlabel('f'); %init nmax = 90000; T = 90000; l_start = l_min; y_start = y_min; l_now = l_start; y_now = y_start; f_now = f(l_now,y_now); f_best = f_now; l_best = l_now; y_best = y_now; %iteration n = 0; while (T > 1) while(n < nmax) l_new = neighbor(l_now,l_min,l_max); y_new = neighbor(y_now,y_min,y_max); f_new = f(l_new,y_new); df = f_new - f_now; if df < 0 l_now = l_new; y_now = y_new; f_now = f_new; else if rand(1) > exp(-df/T) l_now = l_new; y_now = y_new; f_now = f_new; else l_best = l_now; y_best = y_now; f_best = f_now;
end end n = n + 1; end T = T * 0.8; end l = l_best; y = y_best; f = f_best; p = V/(l*y+y^2*s); h = y_best + 1; w = l+2*y/s; disp(sprintf('panjang optimum embung adalah, p=%.5f meter',p)); disp(sprintf('lebar dasar optimum embung adalah, l=%.5f meter',l)); disp(sprintf('lebar atas optimum embung adalah, w=%.5f meter',w)); disp(sprintf('kedalaman air optimum embung adalah, y=%.5f meter',y)); disp(sprintf('sehingga kedalaman galian embung adalah, h=%.5f meter',h)); disp(sprintf('dengan total kehilangan air minimum dalam satu hari pada embung sebesar, f=%.5f meter kubik',f)); return %neighbor function[A] = neighbor(An,Amin,Amax) A = An + (0.5-rand(1))*0.5*2; if(A > Amax) A = Amax; else if(A < Amin) A = Amin; end end return