PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD BERBASIS METAKOGNISI YANG BERMUATAN KARAKTER Theresia Kriswianti Nugrahaningsih Universitas Widya Dharma Klaten,
[email protected] Abstract This paper is part of the second stage of the research entitled ’The development of Model and material of Mathematics Learning that Involving Values and Metacognition to build students Character of Elementary School”, that obtain funding from Hibah Penelitian Dikti. Based on the result of the first stage which resulted the profile of mathematics learning, and metacognition processes in solving mathematics problem in SD, it was formulated a metacognitive based- learning material to build students’ character in fifth grader of Elementary School. Key words: Metacognition, Character, The Math Learning Material Abstrak Makalah ini merupakan bagian dari penelitian tahap II dari penelitian yang berjudul Pengembangan Model dan Materi Pembelajaran Matematika yang Bermuatan Nilai-nilai dan Melibatkan Metakognisi untuk Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar, yang memperoleh dana dari Hibah penelitian Dikti. Berdasarkan hasil penelitian tahap I yang menghasilkan profil pembelajaran matematika di SD dan proses metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah matematika, dirumuskan materi pembelajaran yang bermuatan metakognisi untuk membangun karakter siswa SD kelas 5. Kata-kata Kunci: Metakognisi, Karakter, Materi pembelajaran Matematika
1. Pendahuluan Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) tahun 2006 menetapkan tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah mencanangkan pendidikan karakter yang dimasukkan dalam setiap mata pelajaran. Matematika, juga mempunyai andil yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika seperti yang tercantum pada kurikulum adalah siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama. Metakognisi, diperkenalkan oleh Flavell (1976), yang didefinisikan sebagai thinking about one's thinking processes. Matlin mengatakan bahwa metakognisi sangat penting dalam membantu seseorang dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif selanjutnya. Menurut penelitian Kriswianti tentang profil metakognisi siswa SMA, disimpulkan bahwa siswa yang dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik, dapat menyelesaikan masalah dengan runtut dan baik. Sedangkan siswa yang tidak dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik, tidak dapat menyelesaikan masalah matematika
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 3
dengan baik pula. Dari hasil penelitian tahap I, diperoleh informasi bahwa guru yang menjadi subjek penelitian banyak yang bukan dari Pendidikan Matematika, sehingga dalam memberikan bimbingan nampak kurang urut dan dengan logika yang kurang benar. Terjadi interaksi 2 arah, namun terkadang guru tidak merespon pendapat atau pertanyaan siswa, guru tidak memperhatikan dan mengoreksi kalau yang dikatakan siswa kurang tepat. Guru hanya mengajarkan cara prosedural saja, hal ini mengakibatkan kurang mantapnya konsep yang dikuasai siswa. Karena guru dalam mengajar pemecahan masalah matematika tidak menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan, siswapun tidak terbiasa untuk melakukannya. Demikian juga guru tidak menuliskan subjek dan satuan pada penyelesaian masalah, yang penting melakukan penghitungan. Hal ini mengakibatkan siswa mengerjakan soal matematika dengan cara prosedural saja. Siswa tidak tahu mengapa melakukan langkah-langkah yang demikian. Sebagai contoh, dalam menjumlahkan pecahan, ada siswa tidak tahu mengapa harus menyamakan penyebut terlebih dahulu dan mengapa harus mengambil KPK dari penyebutnya. Siswa juga tidak terbiasa memantau dan merefleksi proses berpikirnya. Hal ini nampak ketika siswa tidak melakukan pemeriksaan kembali hasil pekerjaannya. Untuk menyelesaikan soal cerita, siswa belum dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik. Siswa tidak membaca dengan cermat, hanya melihat angka-angka yang tertera kemudian mengoperasikannya. Kendala utama siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah penguasaan pengetahuan awal. Siswa juga tidak terbiasa melakukan pemeriksaan kembali hasil pekerjaannya, sehingga tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. mengakibatkan siswa juga tidak terbiasa menuliskannya, kalau menyelesaikan masalah langsung yang dilihat angka-angka kemudian melakukan penghitungan. Dalam hal ini, proses metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah matematika, masih belum nampak. Karena dalam menyelesaikan masalah matematika, apabila memanfaatkan metakognisi hasilnya akan lebih baik, maka perlulah melatih siswa untuk memanfaatkan metakognisi lebih dini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian di SD. Sesuai dengan tujuan pendidikan matematika dan karakteristik matematika, matematika dapat menjadi wahana untuk menanamkan karakter
siswa. Untuk itu perlu dikembangkan materi pembelajaran yang bermuatan metakognisi untuk membangun karakter siswa SD kelas 5. LANDASAN TEORI A. Pendidikan Karakter dan Nilai-nilai Pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai, berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat dan menumbuhkan nilai-nilai, serta bagaimana seorang siswa memiliki kesempatan untuk dapat melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata (Koesoema, 2010). Menurut Linda (1997: xxvii), nilai-nilai dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yakni nilainilai nurani (values of being), dan nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai-nilai nurani, meliputi kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin diri, tahu batas dan kemurnian, sedangkan nilai-nilai memberi, meliputi setia, dapat dipercaya, hormat, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, baik hati, ramah, adil, murah hati. Sementara itu, Seah and Bishop (2001) menyatakan bahwa nilai dalam pendidikan matematika dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu nilai dalam matematika itu sendiri dan nilai pendidikan matematika. Nilai matematika itu sendiri terdiri dari Rationalism, Objectivism, Control, Progress, Mystery and Openness. (Bishop, 2008). Sedangkan nilai dalam pendidikan matematika dapat meliputi accuracy, clarity, conjecturing, consistency, creativity, effective organization, efficient working, enjoyment, flexibility, open mindedness, persistence, and sistematic working. Adapun 6 pilar karakter adalah sebagai berikut: 1. Trustworthiness (Kepercayaan) Untuk membangun karakter ini, yang perlu diajarkan adalah a. Kejujuran b. Tidak menipu, atau mencuri c. Dapat diandalkan - melakukan apa yang dikatakan d. Memiliki keberanian untuk melakukan hal yang benar e. Membangun reputasi yang baik f. Setia 2. Respect (Menghormati) a. Memperlakukan orang lain dengan hormat; b. Toleran dan menerima perbedaan c. sopan santun,
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 4
d. memperhatikan perasaan orang lain e. Tidak menyakiti siapa pun f. Damai, menghindari perselisihan 3. Responsibility (Tanggung jawab) a. Mempunyai rencana ke depan b. Tekun dan terus berusaha c. Selalu melakukan yang terbaik d. Menggunakan kontrol diri e. disiplin f. Berpikir sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi g. Bertanggung jawab untuk setiap kata, tindakan, dan sikap h. Memberi contoh yang baik bagi orang lain 4. Fairness (Keadilan) a. Bermain sesuai aturan b. Dapat berbagi c. Berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain d. Tidak mengambil keuntungan dari orang lain e. Tidak menyalahkan orang lain sembarangan f. Memperlakukan semua orang secara adil 5. Caring (Kepedulian) a. penuh kasih dan menunjukkan kepedulian b. Selalu mengucap syukur c. Memaafkan orang lain d. Membantu orang yang membutuhkan 6. C itizenship (Kewarganegaraan) a. Bekerja sama b. Terlibat dalam komunitas c. Menjadi tetangga yang baik d. Mentaati hukum dan aturan e. Menghormati otoritas f. Melindungi lingkungan g. Rela berkorban Sedangkan 9 Pilar Pendidikan Karakter seperti yang ditulis Koesoema adalah sebagai berikut: 1. Responsibility (tanggung jawab). 2. Respect (rasa hormat). 3. Fairness (keadilan). 4. Courage (keberanian). 5. Honesty (kejujuran). 6. Citizenship (kewarganegaraan). 7. Self-dicipline (disiplin diri). 8. Caring (peduli). 9. Perseverance (ketekunan). Seorang guru berkewajiban untuk mengajar dan mendidik. Mengajar berarti memberi ilmu pengetahuan, menuntun gerak pikiran serta melatih kecakapan kepandaian anak
didik kita agar kelak menjadi orang yang pandai. Mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam hidup anak didik kita, supaya kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan susila (Soeratman. 1985: 77). Menurut Ki Hadjar Dewantara, adab dan keluhuran budi manusia itu menunjukkan sifat batin manusia misal keinsyafan tentang kesucian, kemerdekaan keadilan, ke-Tuhan-an, cinta kasih, kesetiaan, kesenian, ketertiban, kedamaian, kesosialan dan sebagainya, sedang kesusilaan atau kehalusan itu menunjukkan sifat hidup lahir manusia yang serba halus dan indah. Sering dipakai kata etis dan estetis, yang menunjukkan dua sifat manusia yang luhur dan halus atau indah itu (Soeratman, 1985: 77). Dalam penelitian ini, nilai-nilai tersebut akan diimplementasikan dan dimunculkan ke dalam pembelajaran matematika, sehingga secara sadar maupun tidak, nilai-nilai ini akan tertanam pada diri siswa B. Metakognisi 1. Pengertian Metakognisi Metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell, seorang psikolog dari Universitas Stanford pada sekitar tahun 1976. Menurut John Flavell, istilah metakognisi, metakognisi didefinisikan sebagai thinking about one's thinking processes. It has to do with the active monitoring and regulation of cognitive processes, yang maksudnya bahwa metakognisi adalah berpikir mengenai proses berpikir seseorang. Hal ini harus dilakukan dengan pemantauan dan pengaturan proses kognitif secara aktif. Flavell (1976: 232). juga mendefinisikan metakognisi sebagai "pengetahuan seseorang tentang proses kognitif diri sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan proses tersebut (One’s knowledge concerning one’s own cognitive processes or anything related to them)” Menurut Woolfolk (2008), dalam model pemrosesan informasi, proses kontrol eksekutif disebut sebagai ketrampilan metakognitif sebab proses tersebut dapat digunakan secara intensif untuk mengarahkan atau mengatur proses kognisi. Metakognisi adalah fungsi eksekutif, maksudnya suatu sistem kognitif yang mengontrol dan mengatur proses kognitif lainnya, yang mengelola dan mengontrol bagaimana seseorang menggunakan pikirannya dan merupakan proses kognitif yang paling tinggi dan canggih. Metakognisi adalah salah
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 5
satu kegiatan di mana seakan-akan individu berdiri di luar kepalanya dan mencoba merenungkan cara dia berfikir atau proses kognitif yang dilakukan. Selanjutnya Woolfolk mengemukakan bahwa terdapat 3 ketrampilan esensial yang memungkinkan pengaturan proses kognisi, yaitu planning (perencanaan), monitoring (pemonitoran) dan evaluation (pengevaluasian). Selanjutnya Brown menyatakan bahwa metakognisi adalah “ knowledge about executive control systems”and the “evaluation (of) cognitive states such as self appraisal and self management”, yang maksudnya metakognisi adalah pengetahuan mengenai sistem kontrol eksekutif dan evaluasi dari keadaan kognitifnya seperti misalnya penilaian diri dan pangaturan diri. Dalam Edutechwiki, Blakey, (1990), berpendapat bahwa Metacognition is thinking about thinking, knowing "what we know" and "what we don't know". dengan metakognisi, seseorang akan "mengetahui yang diketahui dan mengetahui yang tidak diketahui”. Dari beberapa pengertian metakognisi tersebut dapat dibuat batasan tentang metakognisi; yaitu, metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya, sehingga mengetahui apa yang diketahui dan mengetahui apa yang tidak diketahui, dengan pengaturan proses kognisinya, yakni planning (perencanaan), monitoring (pemonitoran) dan evaluation (pengevaluasian). 2. Komponen metakognisi Metakognisi dikelompokkan ke dalam tiga komponen, yakni: a. Metacognitive knowledge atau pengetahuan metakognisi yang juga disebut sebagai metacognitive awareness, atau kesadaran metakognitif, yakni yang dimengerti seseorang tentang dirinya sendiri dan proses kognitifnya. b. Metacognitive regulation atau pengaturan metakognisi, yakni pengaturan kognisi dan pengalaman belajar melalui serangkaian aktivitas yang membantu mengontrol pembelajarannya c. Metacognitive experiences atau pengalaman metakognitif, yakni pengalaman yang menyertai aktivitas berpikir seseorang Menurut Flavel (dalam Gama, 2004), kemampuan seseorang untuk memantau berbagai macam aktivitas kognisinya dilakukan melalui
aksi dan interaksi antara empat komponen, yaitu: a. Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) b. Pengalaman metakognitif (metacognitive experiences) c. Tujuan atau tugas-tugas (goals or tasks), d. Aksi atau strategi (actions or strategies) Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan seseorang mengenai proses berpikir yang merupakan perspektif pribadi dari kemampuan kognitif yang dimiliki, dibandingkan dengan kemampuan orang lain. Pengalaman metakognitif adalah pengalaman kognitif atau afektif yang menyertai dan berhubungan dengan semua kegiatan kognitif. Dengan kata lain, pengalaman metakognitif adalah pertimbangan secara sadar dari pengalaman intelektual yang menyertai kegagalan atau kesuksesan dalam pelajaran Tujuan atau tugas mengacu pada tujuan berpikir, seperti membaca dan memahami suatu bagian untuk kuis mendatang, yang akan mencetuskan penggunaan pengetahuan metakognitif dan mendorong ke pengalaman metakognitif baru. Tindakan atau strategi menunjuk berpikir atau perilaku yang khusus yang digunakan untuk melaksanakannya, yang dapat membantu untuk mencapai tujuan. Sebagai contoh, suatu pengalaman metakognitif dapat mengingatkan bahwa menggambarkan gagasan utama dari suatu bagian pada kesempatan sebelumnya dapat membantu meningkatkan pemahaman. 3. Strategi Metakognitif Strategi metakognitif merujuk kepada cara meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan proses belajar yang terjadi. Apabila kesadaran ini ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajari. Oleh sebab itu dalam menggunakan strategi metakognitif siswa dapat mengontrol pembelajarannya melalui proses merancang apa yang hendak dipelajari, memantau kemajuan pembelajaran diri dan menilai apa yang dipelajari. Sejalan dengan ketiga kegiatan dalam strategi metakognitif tersebut, North Central Regional Educational Laboratory (NCREL,1995) mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam menghadapi tugas, yaitu: 1. Developing a plan of action mengembangkan rencana tindakan
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 6
2. Maintaining/monitoring the plan memonitor rencana tindakan 3. Evaluating the plan - mengevaluasi rencana tindakan Menurut Livingston (1997: 2) strategi kognitif digunakan untuk membantu individu mencapai tujuan tertentu, sedangkan strategi metakognitif digunakan untuk memastikan bahwa tujuan tersebut telah dicapai. Strategi metakognitif merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku. Apabila kesadaran ini ada, seseorang dapat mengontrol pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajari. Oleh sebab itu dalam menggunakan strategi metakognitif siswa dapat mengontrol pembelajarannya melalui proses berikut: (i) Merancang apa yang hendak dipelajari (ii) Memantau kemajuan pembelajaran diri (iii) Menilai apa yang dipelajari. Riyadi (2012) mengangkat 4 strategi belajar kognitif menjadi strategi belajar metakognitif, yakni: a. Strategi Belajar Metakognisi Menggarisbawahi/ Underlining/ Highlighting Tujuan dari kegiatan menggarisbawahi adalah untuk mengarahkan perhatian siswa pada bagian yang paling penting untuk diperhatikan. Dalam penelitian ini, kegiatan ini dilakukan dengan menggaris bawahi atau memberi kotak berwarna pada bagian-bagian penting, seperti rumus. Dengan memberi tanda-tanda berupa garis bawah atau diberi kotak warna, siswa akan lebih mudah menemukan hal-hal penting, ketika dibutuhkan. b. Strategi Belajar Metakognisi Membuat Catatan/Note Taking. Menurut Riyadi (2013), tujuan utama membuat catatan adalah untuk menangkap poin penting dari buku teks atau pelajaran dan menyimpannya, dengan tujuan dapat digunakan di kemudian hari dalam rangka revisi. Dalam penelitian ini, membuat catatan dilakukan ketika membaca bacaan yang berisi permasalahan dengan menuliskan hal-hal penting di tepi bacaan. Yang dapat dituliskan pada catatan tepi antara lain pengetahuan awal, rumus yang diperlukan dan hal-hal penting lain Dengan mengingat pengetahuan awal dan mencatatnya di catatan tepi, akan memudahkan siswa untuk memecahkan masalah, sesuai dengan pendapat Shrager & Mayer (1989) yang menegaskan bahwa kegiatan note taking juga akan menghasilkan kemampuan problem solving
siswa dan kemampuan mengingat kembali. c. Strategi Belajar Metakognisi Membuat Rangkuman/Summarizing Membuat ringkasan merupakan kegiatan yang melibatkan pemahaman dan perhatian untuk memahami dan mengingat kembali teks yang pernah diajarkan, Dalam penelitian ini ringkasan atau rangkuman dibuat pada akhir pembelajaran dan diberi ruang khusus pada akhir LKS d. Strategi Belajar Metakognisi Membuat Peta Konsep/Concept Mapping Novak and Gowin (1984) menjelaskan bahwa peta konsep adalah alat skematik untuk menjelaskan hubungan makna dan pemahaman. Mereka menggambarkan peta konsep sebagai peta visual yang menunjukkan alur-alur untuk menghubungkan makna konsep konsep. Karena penelitian ini untuk SD kelas V, belum diajarkan membuat peta konsep 4. Metakognisi Dalam Pemecahan Masalah Matematika Blakey (2010) mengemukakan The basic metacognitive strategies are: (1) Connecting new information to former knowledge. (2) Selecting thinking strategies deliberately. (3) Planning, monitoring, and evaluating thinking processes. Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah menurut G. Polya yang langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: (1) Memahami masalah, yakni apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, dan apa syaratsyarat yang diketahui. (2) Merencanakan pemecahan masalah. Menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan/dibuktikan. Memilih teorema atau konsep yang telah dipelajari untuk dikombinasikan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana, Menyelesaikan rencana sesuai dengan yang direncanakan. Periksa masing-masing langkah. Buktikan bahwa langkah-langkah itu benar. (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, Mencocokkan jawaban yang diperoleh dengan permasalahan dan menuliskan kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan.
C. Materi Pembelajaran Matematika Bermuatan nilai-nilai dengan Melibatkan Metakognisi siswa untuk membangun karakter siswa
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 7
Untuk menghasilkan suatu perangkat pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pendidikan tertentu, perlu membuat pengembangan perangkat pembelajaran terlebih dahulu.Dalam penelitian ini, penyajian materi ajar dibuat dengan memasukkan metakognisi dan karakter. Penelitian tahap I mengungkap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang masih rendah, siswa tidak membaca dengan cermat, hanya melihat angka-angka yang tertera kemudian menyelesaikan perhitungan dan setelah selesai menghitung, selesai begitu saja, tanpa melihat kembali apakah pekerjaannya sudah menjawab pertanyaan tau belum. Berkenaan dengan pemberlakuan kurikulum 2013, dimana pendekatan yang digunakan mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 adalah pendekatan tematik integratif, maka dalam penelitian ini dibuat materi ajar yang berdasarkan masalah kontekstual. Materi dimulai dengan masalah sehar-hari yang sudah dikenal oleh siswa, dituangkan dalam bentuk cerita, yang ditulis dalam LKS. Strategi belajar metakognitif yang dapat diajarkan untuk siswa kelas 5 SD antara lain: 1. Menggaris bawahi (Highlighting) Kegiatan ini dilakukan untuk menggaris bawahi hal-hal penting dalam bacaan, misal rumus yang digunakan, 2. Membuat catatan (note taking) 3. Membuat ringkasan (Sumarizing) Dalam penyusunan materi ajar, dibuat dengan memperhatikan proses metakognisi dan strategi metakognitif. Adapun kerangkanya disusun sebagai berikut: Langkah Pemecahan Masalah Memahami masalah
Strategi metakognitif
Strategi belajar metakogniti f Menghubungka Menggaris n informasi bawahi hal dengan yang penting pengetahuan Membuat awal, catatan pinggir Memonitor untuk proses menuliskan berpikirnya apakah yang pengetahuan dituliskan sudah awal yang berhubungan sesuai dan karakter Merefleksi
proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Merencanakan Memilih pemecahan strategi berpikir masalah yang tepat Memonitor proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Merefleksi proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Menyelesaika Melakukan n masalah langkahsesuai langkah yang rencana, sudah direncanakan Memonitor proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Merefleksi proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Memeriksa Melakukan kembali hasil pemeriksaan yang hasil yang diperoleh diperoleh Memonitor proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai Merefleksi proses berpikirnya apakah yang dituliskan sudah sesuai
yang bisa dibentuk
Membuat catatan tepi untuk menuliskan langkahlangkah perencanaan dan karakter yang bisa dibentuk
Membuat catatan pinggir untuk menuliskan alasan mengapa melakukan langkahlangkah demikian dan menuliskan karakter yang bisa dibentuk Membuat catatan pinggir untuk menuliskan alasan mengapa melakukan langkahlangkah demikian dan menuliskan karakter yang bisa dibentuk
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 8
Sebagai contoh, dalam mengajarkan KPK dan FPB, dibuat latar belakang cerita sebagai berikut: Antik mendapat oleh-oleh dari Jelaskan pamannya yang pulang dari luar apakah: negeri. 50 butir coklat dan 36 1. Faktor biskuit. Karena Antik mempunyai bilangan beberapa saudara, maka Antik berniat membagi adil oleh-oleh yang diterimanya. Sehingga setiap anak menerima bagian yang sama. 2. Bilangan Ada berapa banyak saudara yang prima memperoleh oleh-oleh? Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan menentukan bilangan terbesar yang dapat membagi kedua bilangan itu, yang merupakan faktor persekutuan terbesar. Jadi untuk menyelesaiakan masalah seperti ini, digunakan faktor persekutuan terbesar, sebagai contoh: Bilangan 30 dan 20, kedua bilangan tersebut apabila di faktorkan akan menjadi: 30 = 2 x 3 x 5 20 = 2 x 2 x 5 Dari kedua bilangan tersebut mempunyai faktor yang sama, yang disebut faktor persekutuan, yakni: 2 dan 5. Maka faktor persekutuan terbesarnya adalah 2 x 5 = 10
3. Faktor prima dan faktorisa si prima
2. Dengan tabel Buatlah cara tabel untuk mencari faktorisasi prima dari bilangan yang dicari FPB-nya. 4. Faktor Beri tanda faktor prima yang persekut sama. uan Faktor prima yang 20 30 sama Karakter 2 10 15 yang dapat dibentuk: 5 2 3 1. Tekun Melihat tabel, diperoleh 2. Teliti FPB = 2 x 5 = 10 3. Taat asas 4. Konsisten KESIMPULAN 5. Adil
Dari masalah di atas tentukan faktor persekutuan terbesarnya.
Untuk menentukan FPB ada 2 cara: 1. Dengan pohon faktor Menggunakan Pohon Faktor Buatlah pohon faktor dari kedua bilangan yang dicari FPB-nya. Tulis faktorisasi primanya. Pilihlah bilangan pokok yang sama pada kedua faktorisasi prima. Jika bilangan tersebut memiliki pangkat yang berbeda, ambillah bilangan prima dengan pangkat yang terendah. Contoh Tentukan FPB dari bilangan 20 dan 30
2 dan 5 adalah bilangan prima yang sama-sama terdapat faktorisasi prima kedua pohon faktor. Pangkat terendah dari 2 adalah 1. Pangkat terendah dari 5 adalah 1. Maka FPB = 2 X 5 = 10
Menurutmu, dari kedua cara tersebut, mana yang lebih mudah?
Dengan Pembelajaran Matematika Bermuatan nilai-nilai yang melibatkan metakognisi siswa, guru dapat memasukkan nilai-nilai luhur selaras dengan karakteristik matematika untuk membangun karakter siswa. Dan dengan melibatkan metakognisi, yang merupakan kecakapan berpikir mengenai pemikirannya akan membuat pemikiran seseorang menjadi jelas, maka pembelajaran akan lebih bermakna. Pembelajaran dimulai dari sesuatu yang sudah dimiliki atau diketahui siswa, siswa membangun sendiri pengetahuannya, dengan membaca secara teliti, mengambil intisari masalah dengan menggaris bawahi yang penting. Mengingat pengetahuan awal dan mengingat rumus dengan membuat catatan di tepi. Melakukan monitoring dan reflecting dengan melihat kembali pengetahuan awal yang sudah ditulis, dicocokkan dengan permasalahan yang dihadapi. Dengan diberikan beberapa alternatif cara penyelesaian, siswa terlatih untuk dapat
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 9
memilih cara penelesaian yang paling tepat. Dengan demikian akan melatih anak untuk tekun, teliti, konsisten, taat asas
. .
DAFTAR RUJUKAN Anderson, O.W. and. Krathwohl, D.R. 2001, A Taxonomy for Learning Teaching and Assessing, A Revision of Blooms Taxonomy of Educatinal Objectives, New York: Addison Wesley Longman Inc. Arends, Richard I. 2000. Learning to Teach. Connecticut: McGraw-Hill Companies Inc. Bishop, Alan. J. 2008. Values in Mathematics and Science Education: similarities and differences. The Montana Mathematics Enthusiast, Vol. 5, no.1, pp. 47-58. The Montana Council of Teachers of Mathematics & Information Age Publishing Seah, Wee Tiong and Alan J. Bishop 2001. Exploring Issues of Control Over Values Teaching in the Mathematics Classroom, Paper presented at the 2001 Annual Conference of the Australian Association for Research in Education, Fremantle, Australia. Blakey, 1990, Metacognition-Edutechwiki, http://www.Metacognition/EduTechWiki .htm, diunduh tanggal 26 Agustus 2007 Dantonio, and Beisenherz, 2001. The Effect of Metacognitive Strategies on Subsequent Participation in the Midle School Science Classroom http://www.daltonstate.edu/teaching learning/roleo=fmetacognition.pdf, diunduh tanggal 1 April 2009 Desoete Annemie, Herbert Roeyers, and Ann Buysse, 2010. Metacognition and Mathematical Problem Solving in Grade 3, Journal of Learning Disabilities Dede, Yüksel, 2006, Mathematics Educational Values Of College Students' Towards Function Concept, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Flavell, John H., 1979. “Metacognition and Cognitive Monitoring. A New Area of Cognitive-Developmental Inquiry”. In Nelson, Thomas O. 1992. Metacognition, Core Reading, 3 – 8. Singapore: Allyn And Bacon. Gagne, Robert M,1975. Prinsip-Prinsip Belajar
untk Pengajaran (Essential of Learning for Instruction). Terjemahan Hanafi & Manan Surabaya, Usaha Nasional Gama, Claudia Amado, 2004. “Integrating Metacognition Instruction in Interactive Learning Environments”, Doctoral disertation, University of Sussex. http://www.IntegratingMetacognition, diunduh 15 September 2007 Koesoema, Doni, 2010. Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Kirkgoz.Y (2010) Promoting students’ note taking skills through task-based learning,Procedia Social and Behavioral Science (2) 4346-4351 Linda, Richard Eyre, 1997, Mengajarkan Nilainilai Kepada Anak, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Livingston, J. A. 1997, Metacognition: An Overview http//www.qse.buffalo.edu/fas/schuel/ce p564.metacog.htm. diunduh tanggal 26 Agustus 2006 NCREL, 1995, Metacognition - Thinking about thinking - Learning to learn, Strategic Teaching and Reading Project Guidebook http://members.iinet.net.au/~rstack1/worl d/rss/files/metacognition, diunduh tanggal 29 Juni 2008 NCREL, Metacognition, available: http://
[email protected], diakses tanggal 29 Juni 2008 Novak, J.D, Gowin, B.D, Johansen, G.T ( 1983) The use of concept mapping and knowledge vee mapping with junior high school science students, Science Education 67 (5) 625-645 Peraturan Mendiknas No 22 dan 23 tahun 2006. Standard Isi dan Standard Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Menengah. SMA-MA-SMK-MAK. Jakarta: BP Cipta Jaya Polya, G., "How to Solve It", 2nd ed., Princeton University Press, 1973, ISBN 0-69108097-6. Riyadi, Iswan (2012), Pembelajaran Berbasis
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 10
Metakognisi Untuk Peningkatan Kompetensi Siswa Pada Mata Pelajaran IPS (Studi Pengembangan Model Pembelajaran Di SMP Klaten Jawa Tengah), disertasi Universitas Pendidikan Bandung. Shrager, P & Mayer ( 1989 ) Note taking fosters generative learning strategies in novices, Journal of Educational Psychology (81) 263-264. Soedjadi, 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Soeratman, Darsiti, 1985. Ki Hajar Dewantara, Jakarta, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Proyek Pembinaan Pendidikan Dasar. Swadener, M., dan Soedjadi, R., 1988. Values, Mathematics Education, and The Task of Developing Pupils Personalitie: an Indonesian Perspective, Educational Studies in Mathematics 19, 193 – 208 Woolfolk, A., Hughes, M. and Walkup, V. 2008. Psychology in Education. England. British Library Cataloguing-in Publication Data Schoenfeld, A. H. (1992). Learning to think arithmetically: Problem solving, metacognition, and sense making in arithmetics. In D. A. Grouws (Ed.), Handbook of research on arithmetics teaching and learning A project of the National Council of Teachers of Arithmetics (pp. 334-370). New York: Simon & Schuster.
Kriswianti - Pengembangan Materi Pembelajaran Matematika SD Berbasis Metakognisi Yang Bermuatan Karakter 11