KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
METAKOGNISI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD THERESIA KRISWIANTI NUGRAHANINGSIH Universitas Widya Dharma Klaten,
[email protected]
Abstrak Makalah ini merupakan penelitian awal dari penelitian yang berjudul PengembanganModel dan Perangkat PembelajaranMatematika yang Bermuatan Nilainilai dan Melibatkan Metakognisi untuk Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar. Penelitian awal ini untuk mengetahui profil pembelajaran matematika di SD dan profil metakognisi siswa SD dalam memecahkan masalah matematika. Menurut penelitian terdahulu tentang profil metakognisi siswa SMA, disimpulkan bahwa siswa yang tidak dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik, tidak dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik pula. Karena dalam menyelesaikan masalah matematika, apabila memanfaatkan metakognisi hasilnya akan lebih baik, maka perlulah melatih siswa untuk memanfaatkan metakognisi lebih dini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian di SD. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif. Pengumpulan data untuk pembelajaran matematika dilakukan dengan pengamatan pelaksanaan pembelajaran, angket untuk guru dan wawancara terhadap guru. Sedangkan untuk proses berpikir siswa dilakukan dengan cara pemberian tugas pemecahan masalah dan wawancara terhadap siswa. Subjek penelitian adalah guru dan siswa dari 4 SD Negeri dan 4 SD swasta di Kabupaten Klaten. Siswa dipilih dari kelompok atas dan kelompok bawah siswa kelas V di masing-masing SD. Penentuan subjek penelitian dilakukan berdasarkan dokumentasi nilai dan wawancara dengan guru. Penelitian ini menghasilkan profil pembelajaran matematika di SD dan proses metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah matematika. Kata-kata Kunci: Proses Metakognisi,Pemecahan Masalah Matematika, Pembelajaran Matematika
1. Pendahuluan Tujuan pendidikan dasar yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dalam Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan (KTSP) tahun 2006 adalah meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.Matematika, yang merupakan salah satu mata pelajaran juga mempunyai andil yang cukup besar dalam mempersiapkan anak didik. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika seperti yang tercantum pada kurikulum adalah siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerjasama.
ISBN: 978-979-3288-95-6
1249
Nugrahaningsih T.K.
Metakognisi dalam Pembelajaran …
Dengan menggunakan metakognisi seseorang melakukan semua kegiatan dengan penuh kesadaran. Setiap langkah dilakukan dengan penuh pertimbangan. Menurut penelitian Kriswianti [5] terdahulu tentang profil metakognisi siswa SMA, disimpulkan bahwa siswa yang tidak dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik, tidak dapat menyelesaikan masalah matematika dengan baik pula. Siswa yang dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik, dapat menyelesaikan masalah dengan runtut dan baik.Karena dalam menyelesaikan masalah matematika, apabila memanfaatkan metakognisi hasilnya akan lebih baik, maka perlulah melatih siswa untuk memanfaatkan metakognisi lebih dini. Untuk itu perlu dilakukan penelitian di SD. dengan mengambil judul Pengembangan model dan perangkat pembelajaran matematika yang bermuatan nilai-nilai dan melibatkan metakognisi untuk membangun karakter siswa Sekolah Dasar.Sebelum melakukan pengembangan model pembelajaran yang melibatkan metakognisi untuk anak SD, dilakukan penelitian awal untuk mengetahui profil pembelajaran matematika di SD dan profil metakognisi siswa SD dalam memecahkan masalah matematika. Makalah ini memaparkan hasil penelitian awal atau penelitian tahap I.
2. Tinjauan Pustaka/Rumusan Masalah 2.1. Model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun[4], model pembelajaran merupakan petunjuk bagi guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas, mulai dari mempersiapkan perangkat pembelajaran, media dan alat bantu, sampai alat evaluasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya Joice dkk mengemukakan bahwa terdapat lima unsur penting dari suatu model pembelajaran yaitu (1) sintaks, adalah urutan kegiatan pembelajaran atau fase pembelajaran, (2) sistem sosial,merupakan pola hubungan guru dan siswa dalam pembelajaran, memberi gambaran peranan guru dan siswa dalam pembelajaran, (3) prinsip-prinsip reaksi,merupakan ciri perilaku guru yang berlaku dalam model, yakni gambaran tentang bagaimana guru merespondan memberi reaksi atas pertanyaan-pertanyaan dan perilaku siswa. (4)sistem pendukung, merupakan pendukung yang diperlukan oleh model tersebut, antara lainsegala sarana, prasarana, bahan/materi pelajaran, alat dan media yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. dan (5)dampak instruksional dan dampak pengiring,yakni hasil yang akan dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran. Pengamatan pembelajaran berdasarkan lima unsur tersebut. 2.2. Metakognisi Dalam Pemecahan Masalah Matematika Istilah metakognisi diperkenalkan oleh John Flavell [2], didefinisikan sebagai thinking about one's thinking processes. It has to do with the active monitoring and regulation of cognitive processes, yang maksudnya bahwa metakognisi adalah berpikir mengenai proses berpikirnya sendiri. Hal ini harus dilakukan dengan pemantauan dan pengaturan proses kognitif secara aktif.Matlin [6], menyatakan bahwa: Metacognition is our knowledge, awareness and control of our cognitive processes, maksudnya metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol seseorang terhadap proses kognitifnya. Lebih lanjut Matlin mengatakan bahwa metakognisi sangat penting dalam membantu seseorang dalam mengatur lingkungan dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif selanjutnya. Ann Brown dalam White [10]mengidentifikasidua tipe dasarkeahlianmetakognitif. yang pertamaadalah pengetahuantentang kognisi, yangdisebutpemahaman diri,meliputi“mengetahui apa yang diketahuidan yang tidak diketahui”serta bagaimanaseseorang belajar”,untuk
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1250
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
meningkatkanpemahamannya. Tipe keduaadalah keahlian yang terkait dengan pengelolaandan meningkatkankognisiyang disebutself-regulation, yang mencakupperencanaan, pemantauan kemajuan, danrefleksi untukdapat berbuat lebih baik. Blakey[1] mengemukakan bahwa metakognisi adalah thinking about thinking.Dengan metakognisi,seseorang akan "Tahu bahwa dia tahu dan tahu bahwa dia tidak tahu".Selanjutnya Blakey mengemukakan The basic metacognitive strategies are: (1) Connecting new information to former knowledge. (2) Selecting thinking strategies deliberately. (3) Planning, monitoring, and evaluating thinking processes. Sementara itu, North Central Regional Educational Laboratory (NCREL)[8] mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam menghadapi tugas, yaitu: (1) Developinga plan of action - mengembangkan rencana tindakan (2) Maintaining/monitoringthe plan - memonitor rencana tindakan (3)Evaluatingthe plan mengevaluasi rencana tindakan Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran dan kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan informasi yang ada dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, memilih strategi yang tepat dengan mengembangkan perencanaan, memonitor pelaksanaan dan merefleksi proses berpikirnya. Untuk profil metakognisi siswa, diperoleh dari wawancara berbasis tugas. Tugas yang diberikan adalah soal-soal pemecahan masalah matematika. Langkah-langkah pemecahan masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah menurut G. Polya [9]yang langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1) Memahami masalah, yakni apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, dan apa syarat-syarat yang diketahui. (2) Merencanakan pemecahan masalah. Menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan/dibuktikan. Memilih teorema atau konsep yang telah dipelajari untuk dikombinasikan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah. (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana, Menyelesaikan rencana sesuai dengan yang direncanakan. Periksa masing-masing langkah. Buktikan bahwa langkah-langkah itu benar. (4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, Mencocokkan jawaban yang diperoleh dengan permasalahan dan menuliskan kesimpulan terhadap apa yang ditanyakan. Pada setiap langkah pemecahan masalah akan dilihat proses metakognisi siswa,bagaimana mengembangkan perencanaan, memonitor pelaksanaan dan mengevaluasi proses berpikirnya. bagaimana menghubungkan informasi yang ada dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, dan bagaimana memilih strategi yang tepat.
2.3. Rumusan masalah Adapun rmusan masalah dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimana pembelajaran Matematika diSD? (2). Bagaimana metakognisi siswa SD dalam menyelesaikan masalah matematika ? 2.4. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat eksploratif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang prosedur penelitiannya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati (Moleong [7]).Pengumpulan data untuk pembelajaran matematika dilakukan dengan pengamatan pelaksanaan pembelajaran, angket untuk guru dan wawancara terhadap guru. Sedangkan untuk proses berpikir siswa dilakukan dengan cara pemberian tugas
ISBN: 978-979-3288-95-6
1251
Nugrahaningsih T.K.
Metakognisi dalam Pembelajaran …
pemecahan masalah dan wawancara terhadap siswa. Proses pengumpulan data ini menggunakan wawancara berbasis tugas. Secara garis besar langkah-langkah wawancara berbasis tugas yaitu subjek diberi soal untuk dikerjakan, diamati selama mengerjakan tugas dan diwawancara secara mendalam untuk menggali tentang apa, bagaimana dan mengapa, berkaitan dengan permasalahan yang diberikan. Subjek penelitian adalah guru dan siswa dari 4 SD Negeri dan 4 SD swasta di Kabupaten Klaten. Siswa dipilih dari kelompok atas dan kelompok bawah siswa kelas V di masing-masing SD. Penentuan subjek penelitian dilakukan berdasarkan dokumentasi nilai dan wawancara dengan guru.
3. Hasil 3.1. Kondisi Pembelajaran Matematika Di SD Kota Klaten Studi pendahuluan ini menemukan beberapa permasalahan penting terkait dengan pembelajaran Matematika sebagai berikut: a. Guru SD di Kabupaten Klaten yang berlatar belakang S1 Pendidikan Matematika tidak lebih dari 10 orang, 7 diantaranya mengajar di SD Swasta. Mereka hanya diminta untuk mengajar kelas IV, V dan VI.Sedang untuk kelas I, II dan III diajar oleh guru kelas, yang bukan berlatar belakang Pendidikan Matematika`. b. Pembelajaran kelas I, II, dan III dilakukan oleh guru kelas, seharusnya dengan pendekatan tematik, namun guru masih belum melaksanakannya. Melakukan pembelajaran tematik hanya apabila ada supervisi atau akreditasi saja. Apabila pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik, berhubung guru belum menguasai pembelajaran tematik, pembelajaran masih belum padu, pembelajaran justru nampak meloncat-loncat, sehingga mengakibatkan tidak dapat menanamkan konsep dengan baik. c. Kelas IV, V dan VI sudah diajar guru bidang studi, namun guru bidang studi Matematika tidak semua berasal dari S1 Pendidikan Matematika. Dari 4 SD Negeri yang diteliti, semua guru Matematikanya bukan dari S1 Pendidikan Matematika. Sedangkan yang dari SD Swasta, guru Matematika justru dari Pendidikan Matematika. Hal ini mengakibatkan banyak kekurangan dalam penanaman konsep. d. Penelitian ini menghasilkan profil pembelajaran matematika di SD. Mengenai sintaks, pada umumnya guru melaksanakan tiga tahapan pelaksanaan pembelajaran, yakni kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, namun hal itu belum menggambarkan model pembelajaran tertentu. Tentang sistem sosial,penelitian ini mengungkap bahwa pembelajaran Matematika ini terlaksana dengan kegiatan utama ceramah, diskusi terpimpin oleh guru, siswa mengerjakan soal kemudian ada yang mengerjakan di papan tulis yang dibimbing guru. Namun berhubung guru yang menjadi subjek penelitian banyak yang bukan dari Pendidikan Matematika, dalam memberikan bimbingan nampak kurang urut dan dengan logika yang kurang benar. Terjadi interaksi 2 arah, namun terkadang guru tidak merespon pendapat atau pertanyaan siswadengan tepat. Mengenai prinsip reaksi, guru menyampaikan materi dan membimbing siswa dalam pengerjaan soal-soal. Namunguru kurang memberi respon kepada siswa, sehingga guru kurang mengetahui ketika siswa melakukan kesalahan.Untuk sistem pendukung, guru mempunyai RPP yang dibuat bersama dalam forum KKG. Namun RPP hanya merupakan setumpuk berkas, yang tidak digunakan sebagai pegangan dalam pembelajaran.Siswa mempunyai buku siswa. LKS yang digunakan guru adalah LKS yang sudah jadi dari suatu penerbit, bukan buatan guru sendiri. Sedangkan dampak instruksional dan dampak pengiring, adalah penguasaan matematika,
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1252
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
namunberhubung guru hanya mengajarkan cara prosedural saja, mengakibatkan kurang memantapkan konsep. Karena guru dalam mengajar pemecahan masalah matematika tidak menuliskan yang diketahui dan yang ditanyakan, siswapun tidak terbiasa untuk melakukannya. Demikian juga guru tidak menuliskan subjek dan satuan pada penyelesaian masalah, yang penting melakukan penghitungan, mengakibatkan siswa juga tidak terbiasa menuliskannya, kalau menyelesaikan masalah langsung yang dilihat angka-angka kemudian melakukan penghitungan. e. Pelaksanaan pembelajaran masih besifat behavioristik, belum konstruktivis. Setelah diterangkan, siswa diminta untuk mengerjakan soal-soal sesuai penjelasan dariguru. Guru kurang dapat menggali pengetahuan siswa dan kurang memberi respon atas pendapat siswa. Guru kurang dapat mengungkap pengetahuan awal siswa sehingga pembelajaran kurang berkembang dan kurang memberi kesempatan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pada waktu menerangkan untuk pemecahan suatu masalah,guru tidak membiasakan untuk menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Ketika menyelesaikan masalah, guru tidak menuliskan langkah-langkah yang logis,guru tidakmenuliskan subjek dan satuannya, tetapi hanya menuliskan angka-angka sebagai hasil hitungannya. Sebagai contoh dalam membahas soal sebagai berikut: Perbandingan Uang Ani : uang Budi : Uang Chiko = 5 : 3 : 6. Jumlah uang mereka = 98.000. Berapa besar uang masing-masing? Dalam menyelesaikan soal ini, guru membaca soal kemudian menuliskan sebagai berikut: Ani : Budi : Chiko = 5 : 3 : 6. Jumlah uang = 98.000 14 98.000 : 14 = 7.000 (tidak diberi keterangan 7.000 itu apa dan mengapa 98.000 dibagi 14) 7.000 x 5 = 35.000 7.000 x 3 = 21.000 7.000 x 6 = 42.000 Dalam menuliskan perkalian, tidak sesuai dengan kaidah operasi perkalian yang benar. Dalam pembelajaran, guru tidak melibatkan metakognisinya secara baik. 3.2. Profil Metakognisi siswa SD dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Untuk memperoleh profil metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika, dilakukan wawancara berbasis tugas. Siswa diwawancara dengan diberi soal untuk dikerjakan, kemudian diamati selama mengerjakan tugas dan diwawancara secara mendalam untuk menggali tentang apa, bagaimana dan mengapa, berkaitan dengan permasalahan yang diberikan. Adapun soal yang diberikan adalah sebagai berikut:
2 5
a. Lengkapi dengan tanda >, < atau = ........
1 2
2 1 b. Berapakah hasil dari : 9 6 5 1 c. Berapakah hasil dari : : 2 2 1 1 d. Luas kebun pak Budi hektar. bagian ditanami ketela, sisanya ditanami 3 2 mangga. Berapa hektar kebun yang ditanami mangga? Adapun proses metakognisi siswa adalah sebagai berikut:
ISBN: 978-979-3288-95-6
1253
Nugrahaningsih T.K.
Metakognisi dalam Pembelajaran …
Metakognisi siswa SD Negeri kelompok kemampuan atas: a. Dalam memahami masalah, Untuk menyelesaikan soal cerita, siswa belum dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik. Tidak dapat memahami masalah dengan baik, nampak siswa tidak membaca soal dengan cermat, hanya melihat angka-angka yang tertera kemudian mengoperasikannya. b. Dalam membuat perencanaan, apabila menguasai pengetahuan awal, siswa ini dapat mengungkap pengetahuan awal dan dapat memanfaatkannya dengan baik, seperti ketika mengerjakan soal a, b dan c. Pada soal d, siswa tidak membuat c. Dalam menyelesaikan masalah perencanaan dengan matang. Untuk soal nomor a, b dan c siswa dapat menyelesikan dengan prosedur yang benar, dengan memanfaatkan pengetahuan awalnya. Namun dalam menyelesaikan soal d, siswa kurang melibatkan metakognisinya.
Tanpa berpikir panjang, melihat soal d, siswa langsung mengambil angka dan mengoperasikannya. Dalam menuliskan penyelesaiannyapun, siswa tidak memperhatikan kaidah-kaidah, langsung menuliskan berjajar dengan menggunakan tanda samadengan (=) yang tidak pada tempatnya. Ketika ditanya asalnya darimana dan mengapa demikian, jawabnya adalah “tidak tahu”. d. Dalam meninjau kembali , nampak siswa tidak melakukan peninjauan kembali, tidak menyadari kalau pekerjaannya salah Metakognisi siswa SD Negeri kelompok kemampuan bawah: a. Dalam memahami masalah, siswa nampak tidak membuat perencanaan. Melihat soal langsung mengerjakan. Nampak siswa tidak memahami masalah, karena tidak menguasai pengetahuan awal dengan baik. b. Dalam membuat rencana penyelesaian, siswa tidak menguasai pengetahuan awalnya, tanpa membuat perencanaan dengan cermat langsung mengerjakannya dan pekerjaaannya salah, Untuk soal cerita nomor d, tanpa membuat perencanaan yang matang, langsung saja melihat bilangan yang ada dan mengerjakan operasinya tanpa memahami permasalahan dengan baik. Dari wawancara terungkap bahwa siswa memang hanya melihat angka dan beberapa kalimat saja tanpa memahami masalah dengan baik. c. Dalam menyelesaikan masalas, ciswa hanya mengerjakan soal secara asal-asalan, Dari hasil wawancara terungkap bahwa siswa ini dalam mengerjakan soal nomor a hanya melihat bilangannya saja. Di pembilang, 2 lebih besar 1 dan di penyebut 5 lebih besar 2. Jadi . Demikian juga untuk mengoperasikan nomor b dan c, siswa langsung mengoperasikan pembilang tambah pembilang dan penyebut tambah penyebut. Untuk soal nomor c juga pembilang dibagi pembilang dan penyebut dibagi penyebut.Ketika ditanya mengapa demikian, siswa hanya menjawab memang begitu dan untuk selanjutnya tidak menjawab lagi. Dalam menyelesaikan soal cerita nomor d, siswa belum dapat memanfaatkan metakognisinya dengan baik. Hanya melihat angka-angka yang tertera kemudian mengoperasikannya, seperti berikut:
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1254
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
d. Dalam meninjau kembali, siswa tidak melakukannya. Siswa tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. Tidak nampak melakukan perencanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap proses berpikirnya Metakognisi siswa SD Swasta kelompok kemampuan atas: a. Dalam memahami masalah, untuk soal nomor a, b dan c, siswa dapat memahami maksud soal dengan baik. Tetapi pada soal cerita nomor d, pada awalnya, siswa tidak membaca soal dengan cermat. Siswa hanya membaca angka-angkanya saja, tanpa memahami maknanya, kemudian mengerjakannya dengan operasi yang dikenal. Namun kemudian dibaca ulang dan setelah mendapat sedikit topangan, siswa dapat memahami masalah. Ini menunjukkan bahwa siswa ini memanfaatkan metakognisinya dengan memonitor tindakannya b. Dalam membuat rencana penyelesaian, siswa yang menguasai pengetahuan awalnya dapat membuat perencanaan dengan baik, yakni dengan menyamakan penyebut, dan dapat menyadari mengapa melakukan demikian. c. Dalam menyelesaikan masalah Siswa menguasai pengetahuan awal dengan benar, sehingga dapat menyelesaikan soal nomor a, b dan c dengan benar. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuan kondisionalnya Dapat memanfaatkan metakognisinya Ketika tidak dapat menyelesaikan masalah kemudian mendapat topangan dapat segera menyelesaikannya walaupun kurang sempurna
d. Dalam meninjau kembali hasil pekerjaannya, siswa dapat mengevaluasi dengan merevisi pekerjaannya, walau mendapat sedikit topangan Metakognisi siswa SD Swasta kelompok bawah: a. Dalam memahami masalah, siswa tidak dapat memahami maksud soal dengan baik. Pada soal cerita nomor d, siswa tidak membaca soal dengan cermat. Siswa hanya membaca angka-angkanya saja, tanpa memahami maknanya, kemudian mengerjakannya dengan operasi yang dikenal. Nampak siswa tidak memahami masalah. b. Dalam membuat rencana penyelesaian, siswa tidak menguasai pengetahuan awalnya, tanpa membuat perencanaan dengan cermat langsung mengerjakannya dan pekerjaaannya salah, Untuk soal cerita nomor d, tanpa membuat perencanaan yang matang, langsung saja melihat bilangan yang ada dan mengerjakan operasinya tanpa memahami permasalahan dengan baik. Dari wawancara terungkap bahwa siswa memang hanya melihat angka dan beberapa kalimat saja tanpa memahami masalah dengan baik. c. Dalam menyelesaikan masalah Siswa hanya mengerjakan soal secara asal-asalan,
ISBN: 978-979-3288-95-6
1255
Nugrahaningsih T.K.
Metakognisi dalam Pembelajaran …
Tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. Ketika ditanya asalnya darimana dan mengapa melakukan langkah seperti itu, jawabnya adalah “tidak tahu”. Berikut hasil pekerjaannya
d. Dalam meninjau kembali, siswa tidak melakukannya. Siswa tidak menyadari kalau pekerjaannya salah
4. Kesimpulan: Pelaksanaan pembelajaran masih besifat behavioristik, belum konstruktivis. Guru kurang dapat mengungkap pengetahuan awal siswa dan kurang memberi respon atas pendapat siswa.sehingga pembelajaran kurang berkembang dan kurang memberi kesempatan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Pada waktu menerangkan untuk pemecahan suatu masalah,guru tidak membiasakan untuk menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Ketika menyelesaikan masalah, guru tidak menuliskan langkah-langkah yang logis,guru tidakmenuliskan subjek dan satuannya, tetapi hanya menuliskan angka-angka sebagai hasil hitungannya. Hal ini mengakibatkan siswa juga tidak terbiasa berpikir metakognitif, penanaman konsep kurang, siswa tidak terbiasa berpikir logis. Proses metakognisi siswa SD dalam pemecahan masalah matematika, hanya nampak pada siswa SD Swasta yang berkemampuan atas, pada siswa lain masih belum nampak,. Siswa mengerjakan soal matematika dengan cara prosedural saja, tidak tahu mengapa melakukan langkah-langkah yang demikian. Siswa juga tidak terbiasa memantau dan merefleksi proses berpikirnya. Siswa tidak membaca soal dengan cermat, hanya melihat angka-angka yang tertera kemudian mengoperasikannya. Kendala utama siswa dalam memecahkan masalah matematika adalah penguasaan pengetahuan awal. Siswa tidak dapat mengungkap pengetahuan awal dengan baik, bahkan pengetahuan awalnya memang belum tertanam dengan baik.Siswa juga tidak terbiasa melakukan pemeriksaan kembali hasil pekerjaannya, sehingga tidak menyadari kalau pekerjaannya salah. Berpikir dengan menggunakan metakognisi itu penting, bahwa dengan menggunakan metakognisi seseorang melakukan semua kegiatan dengan penuh kesadaran. Setiap langkah dilakukan dengan penuh pertimbangan, dengan memperhatikan hubungan antara data dalam masalah dengan pengetahuan yang sudah dimiliki, kemudian meneliti kembali, sehingga akan memperoleh hasil yang optimal. Agar siswa terbiasa berpikir metakognitif, pembelajaran dengan melibatkan metakognisi perlu diberikan sedini mungkin. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membuat model dan perangkat pembelajaran matematika yang melibatkan metakognisi untuk siswa Sekolah Dasar mulai dari kelas rendah, dengan pendekatan tematik.
Daftar Pustaka: [1] Blakey, Metacognition-Edutechwiki, http://edutechwiki.unige.ch/en/Metacognition1990, diunduh tanggal 26 Mei 2012 [2] Flavell, John H. “Metacognition and Cognitive Monitoring. A New Area of Cognitive-Developmental Inquiry”. In Nelson, Thomas O. 1992. Metacognition, Core Reading, 3 – 8. Singapore: Allyn And Bacon, 1979.
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1256
KNM XVI
3-6 Juli 2012
UNPAD, Jatinangor
[3] Hudoyo, Herman, Pengembangan Kurikulumdan Pembelajaran Matematika. Technical Project for Development of Science and Mathematics Teaching and Secondary Education in Indonesia (IMSTEP),2003 [4] Joyce, Bruce; Weil, Marsha; &Calhoun, Emily. Models of Teaching.Eighth Edition. Boston: Allyn & Bacon,2011 [5] Kriswianti, Theresia,. Profil Metakognisi Siswa Kelas Akselerasi dan NonakselerasiSMA dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gender, DisertasiDoktor, tidak diterbitkan, UNESA, Surabaya. Program Pascasarjana Pendidikan Matematika,2011 [6] Matlin, M. W. (1998). Cognition. Philadelphia: Harcourt Brace College Publisher [7] Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,2007 [8] NCREL, 1995, Metacognition - Thinking about thinking - Learning to learn, Strategic Teaching and Reading Project Guidebookhttp://www.hent.org/world/rss/files/ metacognition.htm, diunduh tanggal 29 Mei 2012 [9] Polya, G., "How to Solve It", 2nd ed., Princeton University Press, 1973 [10] White, B., Frederiksen, J. Collins A., “The Interplay of Scientific Inquiry and Metacognition” In Hacker, Douglas J, John Dunlosky and Arthur C. Graesser.. Handbook of Metacognition in Education. New York: Routledge, 2009
ISBN: 978-979-3288-95-6
1257
Nugrahaningsih T.K.
Metakognisi dalam Pembelajaran …
KNM XVI - 3-6 Juli 2012 – UNPAD, Jatinangor
1258