LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
ISSN: 0216-7433
PENGEMBANGAN KEARIFAN SIKAP & PERILAKU MELALUI PENDIDIKAN LINGKUNGAN BERBASIS LAHAN BASAH
Rabiatul Adawiyah Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Banjarmasin
[email protected] 081348013931 Abstrak Pendidikan lingkungan merupakan suatu proses untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman terhadap lingkungan, memiliki sikap positif dan memiliki keterampilan yang memungkinkan para peserta didik berpartisipasi dalam menetapkan kualitas lingkungan dari tingkat lokal sampai tingkat international. Salah satu tujuan pembelajaran Biologi adalah meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan. Pendidikan lingkungan perlu dimulai dari dasar, mulai dari TK, SD, SMP, SMK/K. Pendidikan lingkungan dapat dilaksanakan secara formal, informal, maupun secara non formal, berupa pendidikan kecerdasan, khusus untuk kemampuan dan keterampilan. Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem, meliputi: 1) kawasan laut/marin, 2) kawasan Muara/estuaria, 3) kawasan rawa/ palustrin, 4) kawasan danau/lakustrin, dan 5) kawasan sungai/riverin. Manusia memperoleh berbagai manfaat dari lahan basah, baik secara ekonomi, ekologi maupun budaya. Sebagian besar penduduk di dunia bermukim dalam kawasan lahan basah atau dekat dengan lahan basah. Propinsi Kalimantan Selatan memiliki hampir semua ragam lahan basah, bahkan mendominasi. Kondisi ini tentu memberi peluang yang besar bagi tenaga pengajar untuk menetapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan lingkungan sekitarnya, disamping itu akan lebih mudah dalam menyusunnya. Pendidikan lahan basah khususnya yang ada di Propinsi Kalimantan Selatan perlu diperhatikan, agar keanekaragaman hayati yang ada pada lahan basah tidak rusak dan punah. Mengingat pentingnya lahan basah sebagai pencegah degradasi lingkungan, sarana pendidikan dan penelitian. Kata kunci : Pengembangan, pendidikan lingkungan, berbasis lahan basah
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Hakikat ilmu pengetahuan pada dasarnya berkembang untuk mendasari, mewarnai serta sebagai pengedoman kearifan sikap dan perilaku manusia. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif 63
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
dan konatif yang saling bereaksi didalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Perilaku adalah respon individu atau kelompok terhadap lingkungan. Dalam fisiologi,perilaku manusia merupakan bagian penting dari perubahan fisik yang menitikberatkan pada sifat dan karakteristik yang khas dari organ-organ atau sel-sel yang ada dalam tubuh. Dalam kacamata ilmu sosial, perilaku atau perbuatan manusia merupakan manifestasi terhadap pola-pola hubungan, dinamika, perubahan dan interaksi yang menitikberatkan pada masyarakat d an kelo mpok s osial sebagai s atu kesa tuan, serta me lihat in dividu s ebagai bagian dari kelompok masyarakat (keluarga, kelompok sosial, kerabat, klien, suku, ras, bangsa). Menurut Muhjidin dalam Admin (2010), proses pendidikan saat ini dinilai lebih menitikberatkan pada pengkayaan pengetahuan atau ilmu, bukan pada aspek moral dan tanggung jawab. Oleh karenanya, proses pendidikan ini perlu dibenahi dengan tidak mengabaikan pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan belum dapat diwujudkan secara penuh karena masih terbatasnya pendidikan dan pengetahuan mengenai lingkungan hidup. Kurangnya teladan dan pemimpin yang peduli terhadap lingkungan juga menjadi kendala dalam mengimplementasikan pendidikan lingkungan. Adanya paradigma dari sebagian orang yang mengganggap sumberdaya alam tidak lebih sebagai aset dan komoditas ekonomis. Anggapan tersebut kemudian menciptakan perilaku untuk sekadar memerhatikan atau memfokuskan pada nilai ekonomi saja dengan mengabaikan kelestarian lingkungan. Berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan semestinya dapat dikendalikan karena mereka telah memperoleh materi lingkungan, yang terintegrasikan ke dalam berbagai bidang studi. Secara hakikat, hasil sebuah pembelajaran adalah adanya perubahan perilaku. Berbagai fakta menunjukkan, berbagai perilaku siswa yang mengarah pada perusakan lingkungan masih mudah ditemukan. Dengan kata lain, kesadaran lingkungan siswa masih perlu ditingkatkan. Kesadaran lingkungan memiliki makna kognitif dan afektif. Sadar lingkungan memiliki beberapa arti. Pertama, tahu dan mampu mengekspresikan dampak perilaku terhadap lingkungan. Kedua, tahu dan mampu mengekspresikan tentang berbagai penyelesaian. Ketiga, memahami perlunya langkah penelitian sebagai bekal pengambilan keputusan. Keempat, memahami pentingnya kerja sama dalam menyelesaikan masalah lingkungan. Persoalan mendesak adalah bagaimana meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan. Secara teknik operasional, bagaimana cara mendorong siswa agar mereka memberikan respons terhadap berbagai informasi kerusakan lingkungan yang diterima. B. Tujuan 1. Mengetahui apa saja penyebab degradasi lingkungan 2. Mengetahui lahan basah dan potensinya 3. Mengetahui makna pendidikan lingkungan
64
dan
pendekatannya.
Pengembangan Kearifan Sikap & Perilaku melalui Pendidikan Lingkungan Berbasis Lahan Basah
C. Sebab-Sebab Terjadinya Degradasi Lingkungan Hidup. Ada dua faktor penyebab terjadinya degradasi lingkungan hidup (LH), pertama penyebab yang bersifat tidak langsung dan kedua penyebab yang bersifat langsung. Faktor penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang sangat dominan terhadap kerusakan lingkungan, sedangkan yang bersifat langsung, terbatas pada ulah penduduk setempat yang terpaksa mengeksploitasi hutan/lingkungan secara berlebihan karena desakan kebutuhan. Faktor penyebab tersebut berikut ini bersifat tidak langsung. 1. Pertambahan Penduduk. Penduduk yang bertambah terus setiap tahun menghendaki penyediaan sejumlah kebutuhan atas “pangan, sandang dan papan (rumah)”. Sementara itu ruang muka bumi tempat manusia mencari nafkah tidak bertambah luas. Perluasan lapangan usaha itulah yang pada gilirannya menyebabkan eksploitasi lingkungan secara berlebihan dan atau secara liar. 2 Kebijakan Pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah yang berdampak negatif terhadap LH. Sejak tahun 1970, pembangunan Indonesia dititikberatkan pada pembangunan industri yang berbasis pada pembangunan pertanian yang menyokong industri. Keinginan pemerintah Orde Baru saat itu yang segera ingin mewujudkan Indonesia sebagai negara industri, telah menyebabkan rakyat miskin mayoritas penduduk (terutama yang tidak memiliki lahan yang cukup) hanya menjadi “penonton” pembangunan. Bahkan sebagian dari mereka kehilangan mata pencarian sebagai buruh tani dan nelayan karena masuknya teknologi di bidang pertanian dan perikanan. Mereka ini karena terpaksa menggarap tanah negara secara liar di daerah pesisir hingga pegunungan. Dampak Industrialisasi. Dalam proses industrialisasi ini antara lain termasuk industri perkayuan, perumahan/real estate dan industri kertas. Ketiga industri tersebut di atas memerlukan kayu dalam jumlah yang besar sebagai bahan bakunya. Inilah awal mula eksploitasi kayu di hutan-hutan, yang melibatkan banyak kalangan terlibat di dalamnya. Keuntungan yang demikian besar dalam bisnis perkayuan telah mengundang banyak pengusaha besar terjun di bidang ini. Namun, sangat disayangkan karena sulitnya pengawasan, banyak aturan di bidang pengusahaan hutan ini yang dilanggar yang pada gilirannya berkembang menjadi semacam “mafia” perkayuan. Semua ini terjadi karena ada jaringan kolusi yang rapi antara pengusaha, oknum birokrasi dan oknum keamanan. Sementara itu penduduk setempat yang perduli hutan tidak berdaya menghadapinnya. Akibat lebih lanjut penduduk setempat yang semula peduli dan mencintai hutan serta memiliki sikap moral yang tinggi terhadap lingkungan menjadi frustasi, bahkan kemudian sebagian dari mereka turut terlibat dalam proses “illegal logging” tersebut. Masalah tersebut di atas di era pemerintahan Orde Reformasi sekarang ini masih terus berlanjut, bahkan semakin marak dan melibatkan sejumlah pihak yang lebih banyak dibandingkan dengan era Orde Baru. Uang yang berlimpah
65
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
dari keuntungan illegal logging ini telah membutakan mata hati/dan moral oknumoknum birokrat dan penegak hukum yang terlibat atas betapa pentingnya manfaat hutan dan lingkungan hidup yang lestari, untuk kehidupan semua makhluk, khususnya manusia generasi sekarang dan yang akan datang. 3. Reboisasi dan Reklamasi yang Gagal. Upaya reboisasi hutan yang telah ditebang dan reklamasi lubang/tanah terbuka bekas galian tambang sangat minim hasilnya karena prosesnya memerlukan waktu puluhan tahun dan dananya tidak mencukupi karena banyak disalahgunakan (dikorupsi). Hal ini membuktikan bahwa pengetahuan dan kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan hidup, baik di kalangan pejabat maupun warga masyarakat sangat rendah. Kebakaran hutan reboisasi diduga ada unsur kesengajaan untuk mengelabui reboisasi yang tidak sesuai ketentuan (manipulasi reboisasi). 4. Meningkatnya Penduduk Miskin dan Pengangguran. Bertambah banyaknya penduduk miskin dan pengangguran sebagai akibat dari pemulihan krisis ekonomi yang hingga kini belum berhasil serta adanya kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak populis seperti penghilanV gan subsidi untuk sebagian kebutuhan pokok rakyat, peningkatan tarif BMM, listrik, telepon dan lainlain, merupakan faktor pemicu sekaligus pemacu perusakan lingkungan oleh penduduk miskin di pedesaan. Gejala ini juga dimanfaatkan oleh para spekulan penduduk kota untuk bekerja sama dengan penduduk miskin pedesaan. Sebagai contoh mengalirnya kayu jati hasil penebangan liar dari hutan negara/perhutani ke industri meubelair di kota-kota besar di Pulau Jawa, sebagai satu bukti dalam hal ini. Peningkatan jumlah penduduk miskin dan pengangguran diperkirakan akan memperbesar dan mempercepat kerusakan hutan/lingkungan yang makin parah. Hal ini merupakan lampu merah bagi masa depan generasi kita. 5. Lemahnya Penegakan Hukum. Sudah banyak peraturan perundangan yang telah dibuat berkenaan dengan pengelolaan lingkungan dan khususnya hutan, namun implementasinya di lapangan seakan-akan tidak tampak, karena memang faktanya apa yang dilakukan tidak sesuai dengan peraturan yang telah dibuat. Lemah dan tidak jalannya sangsi atas pelanggaran dalam setiap peraturan yang ada memberikan peluang untuk terjadinya pelanggaran. Di pihak lain disinyalir adanya aparat penegak hukum yang terlibat dalam sindikat/mafia perkayuan dan pertambangan telah melemahkan proses peradilan atas para penjahat lingkungan, sehingga mengesankan peradilan masalah lingkungan seperti sandiwara belaka. Namun di atas itu semua lemahnya penegakan hukum sebagai akibat rendahnya komitmen dan kredibilitas moral aparat penegak hukum merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap semakin maraknya perusakan hutan/lingkungan. 6. Kesadaran Masyarakat yang Rendah. Kesadaran sebagian besar warga masyarakat yang rendah terhadap pentingnya pelestarian lingkungan/hutan merupakan satu hal yang menyebabkan ketidakpedulian masyarakat atas degradasi lingkungan yang semakin intensif. Rendahnya kesadaran 66
Pengembangan Kearifan Sikap & Perilaku melalui Pendidikan Lingkungan Berbasis Lahan Basah
masyarakat ini disebabkan mereka tidak memiliki pengetahuan tentang lingkungan hidup yang memadai. Oleh karena itu, kini sudah saatnya pengetahuan tentang lingkungan hidup dikembangkan sedemikian rupa dan menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah umum mulai dari tingkat SD. Hal ini dipandang penting, karena kurangnya pengetahuan masyarakat atas fungsi dan manfaat lingkungan hidup telah menyebabkan pula rendahnya disiplin masyarakat dalam memperlakukan lingkungan sesuai peraturan perundang-undangan dan kaidah-kaidah iptek lingkungan hidup. 7. Pencemaran Lingkungan. Pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah maupun udara justru di era reformasi ini terutama di Pulau Jawa semakin memprihatinkan. Disiplin masyarakat kota dalam mengelola sampah secara benar semakin menurun. Banyak onggokan sampah bukan pada tempatnya. Para pelaku industri berdasarkan hasil penelitian tidak ada yang mengelola sampah industri dengan baik. Sebanyak 50% dari 85 perusahaan hanya mengelola sampah berdasarkan ketentuan minimum. Sebanyak 22 perusahaan (25%) mengelola sampah tidak sesuai ketentuan bahkan ada 4 perusahaan belum mengendalikan pencemaran dari pabriknya sama sekali. Pencemaran udara semakin meningkat tajam di kota-kota besar, metropolitan dan kawasan industri. Gas buangan (CO2) dari kendaraan yang lalu lalang semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah kendaraan itu sendiri. Dengan diproduksinya kendaraan murah (Toyota Avanza dan Xenia) yang dijual secara kredit, akan menambah lonjakan jumlah kendaraan, hal ini akan menambah kemacetan lalu lintas di kota besar. Dampaknya akan terjadi lonjakan tingkat pencemaran udara yang luar biasa. C. Definisi dan Potensi Lahan Basah Menurut Konvensi Ramsar lahan basah (wetlands) dapat diartikan sebagai lahan yang secara alami atau buatan selalu tergenang air, baik secara permanen ataupun musiman, dengan air yang tergenang ataupun mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat berupa air tawar, payau, atau asin. Tinggi air laut yang menggenangi lahan basah yang terdapat di pinggir laut tidak lebih dari 6 meter pada kondisi surut. Menurut Center for Wetlands People and Biodiversity (http.www.ppkmlb.page.tl/sekilas-lahan-basah.html) lahan basah tersebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Lahan basah alami seperti sungai, danau, delta, hutan rawa gambut, hutan bakau, koral ,dan laguna. Sedangkan lahan basah buatan seperti waduk, saluran irigasi, sawah, kolam dan parit. Berdasarkan kedua definisi ini maka jelaslah bahwa sebagian besar wilayah Propinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh lahan basah. Klasifikasi lahan basah di Indonesia menurut Konvensi Ramsar dibagi menjadi lima kawasan yaitu: 1. Kawasan laut ( Marin) : lahan basah pesisir berair asin, pantai berbatu, terumbu karang, dan padang lamun. 2. Kawasan Muara ( estuaria): muara sungai, delta, rawa pasang surut yang berair payau, dan hutan bakau ( Hutan Mangrove).
67
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
3. Kawasan rawa ( Palustrin): hutan rawa air tawar, hutan rawa gambut, dan rawa rumput. 4. Kawasan Danau (Lakustrin): meliputi semua lahan basah yang berhubungan dengan danau, dan biasanya berair tawar. 5. Kawasan Sungai (Riverin) , meliputi lahan basah yang terdapat sepanjang sungai atau perairan yang mengalir. Lahan basah merupakan wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan kebanyakan ekosistem. Manusia memperoleh berbagai manfaat dari lahan basah, baik secara ekonomi, ekologi, maupun budaya. Fungsi dan manfaat lahan basah dapat diumpamakan sebagai barang dan jasa, dan dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: 1. Sebagai barang lahan basah merupakan suatu tempat untuk menghasilkan berbagai barang komoditi yang sering disebut sebagi nilai/manfaat ekonomi dari lahan basah. 2. Sebagai jasa lahan basah menyediakan jasa tertentu seperti mengisi dan menyaring air tanah, mencegah intrusi air laut ke daratan, mengendalikan banjir atau menjaga kelangsungan berbagai proses alam yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungan sebagai fungsi dan manfaat ekologis dari lahan basah. 3. Sebagi atribut ciri–ciri khas dari lahan basah sebagian bernilai dan dihargai oleh sekelompok masyarakat karena berhubungan dengan agama dan tatanan sosial masyarakat setempat, dan berguna bagi perkembangan ilmu dan budaya. Sebagian besar penduduk di dunia bermukim dalam kawasan lahan basah atau dekat dengan lahan basah. Banyak kota-kota di dunia dibangun pada kawasan lahan basah, salah satunya kota Banjarmasin yang terletak diambang Sungai Barito. Pentingnya lahan basah mengalami perubahan seiring dengan perjalanan waktu. Lahan basah sekarang ini secara langsung atau tidak langsung , diakui atau tidak, mempunyai peranan yang sangat penting, karena sumberdaya yang tersedia dan fungsinya ada yang dapat diukur dan ada yang tidak dapat diukur. Lahan basah dapat dianggap sebagai ginjalnya bentang lahan (the kidney of the landscape), karena mempunyai peranan penting dalam siklus hidrologi dan siklus biogeokimia, dan sebagai supermarket biologi (biological supermarkets), karena keanekaragaman hayatinya yang tinggi dan dukungannya terhadap jaring makanan kompleks (Mitsch and Gosselink, 1993 dalam Barbier, Acreman dan Knowler,1997). Propinsi Kalimantan Selatan memiliki hampir semua ragam lahan basah, bahkan mendominasi. Kondisi ini tentu memberi peluang yang besar bagi tenaga pengajar untuk menetapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Di samping itu akan lebih mudah menyusunnya karena beberapa daerah memiliki lahan basah yang sama. B. Pendidikan Lingkungan Pendidikan lingkungan merupakan suatu proses untuk mengembangkan kesadaran dan pemahaman terhadap lingkungan, memiliki sikap posistif dan memiliki keterampilan yang memungkinkan para peserta didik berpartisipasi dalam 68
Pengembangan Kearifan Sikap & Perilaku melalui Pendidikan Lingkungan Berbasis Lahan Basah
menetapkan kualitas lingkungan dari tingkat lokal sampai tingkat international. Salah satu tujuan pembelajaran Biologi adalah meningkatkan kesadaran akan kelestarian lingkungan. Secara formal, pelajaran Biologi khususnya konsep Lingkungan merupakan bagian dari pendidikan lingkungan, karena memiliki nilai yang cukup strategis dalam menanamkan sikap maupun aspek kognitif sains yang berkaitan dengan masalah-masalah lingkungan. Menurut Sholahudin (2001), salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah rendahnya kepedulian manusia terhadap kelestarian lingkungan. Melihat adanya kaitan erat antara mata pelajaran Biologi dengan sikap positif terhadap lingkungan hidup, maka perlu penyempurnaan proses belajar mengajar IPA terutama Biologi, agar berhasil dalam menanamkan sikap positif terhadap lingkungan. Pendidikan lingkungan muncul karena manusia yang kurang bijaksana di dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan diakibatkan oleh bencana alam yang seringkali sulit diduga. Menurut Suryadiputra 1997 dalam zaini,M, 2010, hal ini disebabkan oleh: 1. Rasa tidak tahu (unawareness) akan akibat dari tindakan-tindakan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Tidak memahami komponen-komponen dari ekosistem di alam, 3. Tingkat pendapatan yang rendah sehingga cenderung mendorong masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya alam tanpa terkendali. 4. Rasa tidak peduli terhadap kerusakan lingkungan karena akibatnya tidak langsung dilihat dan dirasakan oleh si pelaku pencemar. Dengan kata lain, manusia memiliki peran yang sangat besar dalam menimbulkan kerusakan lingkungan sehingga sangat tepat dijadikan sasaran pendidikan agar mereka memiliki tingkat pemahaman yang luas akan arti dan fungsi lingkungan. Pendidikan lingkungan perlu dimulai dari dasar, mulai dari TK, SD, SMP, SMK/K. Sejak dini generasi muda kita sebagai warga negara perlu memahami akan makna kehidupan kita sebagai manusia, dimulai dengan tanggung jawab dan kewajiban asasi manusia bersama dengan sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan YME. Sesudah kita penuhi kewajiban asasi itu, barulah kita berhak menuntut HAM (hak asasi kita sebagai manusia) Berdasarkan kesepakatan antara Mendiknas dan MenLH pada tanggal 3 juni 2005, maka pendidikan lingkungan harus berdasarkan konsep dasar makna lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan dapat dilaksanakan secar formal, informal, maupun secara non formal, berupa pendidikan kecerdasan, khusus untuk kemampuan dan keterampilan. Pendidikan lingkungan secara keseluruhan adalah untuk mengajarkan, membina dan memberi teladan dan dorongan sikap dan perilaku untuk melaksanakan pengelolaan ekosistem secara bermakna (Soerjani 2009). Pendidikan lingkungan secara formal dilakukan melalui kurikulum sekolah dan pemanfaatan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini guru yang menyampaikan juga tidak selalu harus seorang ekolog atau ilmuwan, melainkan cukup seorang yang mampu menjadi pemandu dalam berfikir tentang lingkungan yang ada di sekitarnya dan mempunyai semangat dalam menemukan hubungan yang ada dalam ekosistem kita. 69
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat bersifat outdoor education (pendidikan di luar kelas), yang dilakukan dengan mengajak siswa untuk menyatu dengan alam dan melakukan beberapa aktivitas yang mengarah pada terwujudnya perubahan perilaku siswa terhadap lingkungan melalui tahap-tahap penyadaran, pengertian, perhatian, tanggungjawab dan aksi atau tingkah laku. outdoor tidak berarti sekedar memindahkan pelajaran ke luar kelas, melainkan lebih pemanfaatan potensi lingkungan yang ada sebagai objek dalam materi yang disampaikan. Aktivitas yang disampaikan berupa permaianan, cerita (dongeng), olahraga, eksperimen, perlombaan, mengenal kasus-kasus lingkungan di sekitarnya dan diskusi penggalian solusi, aksi lingkungan, dan jelajah lingkungan. Dalam kegiatan ini siswa dibimbing untuk menemukan sendiri maksud yang terkandung di dalamnya, sehingga transfer materi bisa lebih mengena dan lebih mudah diingat siswa. Pendidikan lingkungan bagi anak prasekolah hendaknya didasarkan pada penanaman perasaan kagum dan kegembiraan atas berbagai penemuan. Menurut Wilson, (1996) dalam Zaini,M,(2010), memberikan arahan kerangka pikir untuk pengembangan dan implementasi program pendidikan lingkungan bagi anak prasekolah yakni: 1. Mulailah dengan pengelaman-pengalaman sederhana, anak kecil belajar paling berhasil melalui pengalaman-pengalamn yang berhubungan dengan apa yang sudah mereka kenal dan ketahui. 2. Sering memberikan pengalaman positif di luar rumah, karena anak belajar paling baik melalui pengalaman langsung dan kongkrit. 3. Fokuskan pada pengalaman bukan pengajaran, anak belajar melalui penemuan dan kegiatan yang dilakukan atas inisiatif sendiri, karena orang tua hendaknya dapat bertindak sebagai fasilitator. 4. Tunjukkan minat pribadi terhadap lingkungan dan kesenangan berada di alam nyata, kritis untuk mencapai kesuksesan bagi program pendidikan lingkungan anak. 5. Model memelihara dan menghargai lingkungan alam, para guru hendaknya menjadi model dalam memelihara dan menghargai lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan sekelompok masyarakat agar memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan motivasi untuk menyelesaikan masalah lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. pendidikan lingkungan telah diintegrasikan pada kurikulum sekolah, bukan pada satu mata pelajaran, akan tetapi melalui subyek lain (pengetahuan, bahasa, berhitung, dan sebagainya). Hal ini diartikan dengan menuangkan (infusion) materi pendidikan lingkungan ke dalam berbagai mata pelajaran, sehingga pendidikan di sekolah bernuansa lingkungan, yang diharapkan implikasinya berpengaruh positif bagi siswa dalam mengadopsi dimensi laten pendidikan lingkungan. Beberapa metode yang dianggap efektif yakni melibatkan siswa secara langsung berupa: 1. Kompetisi:lagu, penulisan kreatif, puisi, lukisan, kuis. 2. Rekreasi seperti menjelajah bakau 3. Keikutsertaan dalam pameran, dan
70
Pengembangan Kearifan Sikap & Perilaku melalui Pendidikan Lingkungan Berbasis Lahan Basah
4. Diskusi menggunakan kelas utuh merupakan cermin pembelajaran di kelas. Dalam konteks lingkungan alami, siswa berinteraksi di alam terbuka, jadi pengertian kelas tidak lagi dibatasi oleh tembok tebal dan perangkat di dalamnya. npembelajaran semacam nin menggunakan pendekatan lingkungan. Masalhnya adalah pendidikan lingkungan merupakan suatu dimensi dan tidak terkait dengan satu mata pelajaran saja, jadi sifat-sifat pendidikan lingkungan yang multidisiplin dan interdisiplin perlu mendapat perhatian oleh para para guru/pengajar dalam menyajikan kepada siswa. D. Beberapa Pendekatan yang Digunakan 1. Pendekatan Lingkungan Mengingat pendidikan lingkungan suatu proses maka harus ada pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yakni pendekatan lingkungan. Pendekatan lingkungan adalah strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan lingkungan nyata guna memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang bermuara pada kesadaran lingkungan. Pendekatan lingkungan tidak melakukan eksploitasi alam , akan tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan. Dalam menggunakan pendekatan ini, materi pelajaran telah disesuaikan dengan lingkungan sebagai konteks pembelajaran, baik berupa benda, peristiwa, atau keadaan yang dapat mempengaruhisiswa sebagai subyek pembelajar. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan akan lebih bermakna bila dikombinasikan dengan yang lain misalnya pendekatan kooperatif. Pendekatan lingkungan pada dasarnya sama dengan pendekatan keterampilan proses yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan anak untuk belajar fakta dan konsep. Perbedaan antara kedua pendekatan ini terletak pada kapan pendekatan tersebut diberikan. Pendekatan lingkungan lebih khusus yaitu berorientasi ke lingkungan atau konsep-konsep yang bernuansa lingkungan sehingga tidak semua konsep pada mata pelajaran biologi dapat digunakan dengan pendekatan ini. Sebaliknya pendekatan keterampilan proses lebih bersifat umum karena tidak berorientasi pada satu cara seperti pada pendekatan lingkungan. Menurut Gough (1992) dalam Zaini, M, (2010), ada empat komponen besar yang berkaitan dengan lingkungan yakni: 1. Lingkungan alam, termasuk di dalamnya udara, air, kehidupan, dan sinar matahari, 2. Lingkungan buatan, seperti perubahan bentang alam, perkotaan, lahan pertanian, transportasi, dan sistem komunikasi, 3. Lingkungan sosial/ budaya seperti sistem yang berlaku dan institusi yang berpengaruh terhadap individu dan kelompok. Termasuk di dalamnya dalaha agama, sistem legal yang terkait dengan politik, ekonomi, pendidikan, pertalian keluarga,demografi, estetika, dan berbagai aktivitas manusia lainnya.
71
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
4. Lingkungan ruang, termasuk unsur-unsur yang ada di suatu lokasi atau yang berada jauh, kerapatan, keteraturan, dan aeriasi di dalam lingkungan. 2. Pendekatan Kontekstual Agar kesadaran siswa terhadap lingkungan ini dapat lebih ditingkatkan serta potensi yang dimiliki siswa dapat berkembang secara optimal, paradigma pembelajaran yang sedang berlangsung perlu disempurnakan, khususnya terkait dengan cara sajian pelajaran dan suasana pembelajaran. Paradigma "baru" ini dirumuskan sebagai: siswa aktif mengonstruksi - guru membantu dengan sebuah kata kunci: memahami pikiran anak untuk membantu anak belajar. Paradigma baru ini dikenal dengan nama pendekatan kontekstual. Hal ini sejalan dengan pandangan Dirjen Dikdasmen Indra Jati Sidi bahwa pendidikan tidak hanya berorientasi pada nilai akademik yang bersifat pemenuhan aspek kognitif, tetapi juga berorientasi pada cara anak didik dapat belajar dari lingkungan, pengalaman, dan kehebatan orang lain, kekayaan dan luasnya hamparan alam sehingga mereka bisa mengembangkan sikap kreatif dan daya pikir imajinatif. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari suatu konteks ke konteks lain. Pengalaman awal siswa merupakan material yang sangat berharga. Pengalaman awal ini dapat tumbuh dan berkembang dari lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitar, seperti pengalaman kerja bakti di lingkungan sekolah maupun kampung. Pengalaman siswa yang sangat bermakna ini dapat dikembangkan dalam pembelajaran materi lingkungan hidup. Dengan layanan guru yang memadai melalui berbagai bentuk penugasan, siswa belajar bekerja sama untuk menyelesaikan masalah (problem-based learning) dan saling menghargai sehingga hubungan antarsiswa akan lebih harmonis. Siswa yang merasa "kurang" dapat belajar bersama-sama siswa yang pandai mengerjakan dan mempertanggungjawabkan proyek yang ditugaskan. Misalnya, mengambil latar lingkungan sekolah dapat dirancang berbagai proyek yang berkaitan dengan pembuatan taman, penataan ruang kelas, pembuatan bak sampah, hutan kampus, bahkan pembuatan kompos (bila memungkinkan). Penugasan di luar kelas melalui proyek, siswa diharapkan akan semakin terlibat dan apresiatif terhadap materi lingkungan hidup yang dipelajari. Dengan pendekatan kontekstual, seorang guru berusaha menunjukkan kepada siswa, betapa materi lingkungan hidup yang dipelajarinya sebenarnya sangat dekat, bahkan berinteraksi secara langsung dengan pengalaman keseharian mereka. Akibatnya, pembelajaran materi lingkungan hidup dapat berlangsung dengan penuh makna , dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran siswa terhadap lingkungan hidup. Pembinaan kesadaran Lingkungan Hidup melalui kegiatan-kegiatan nyata yang dekat dengan kehidupan siswa sehari-hari, dapat membawa siswa lebih memahami dan dapat langsung mengaplikasikannya. Lingkungan sekolah merupakan lingkungan para siswa hidup sehari-hari. Didalamnya terdapat komponen-komponen Ekosistem dan Sosiosistem, jika lingkungan sekolah tersebut ditata sedemikian rupa maka akan dapat menjadi wahana pembentukan perilaku arif terhadap lingkungan. 72
Pengembangan Kearifan Sikap & Perilaku melalui Pendidikan Lingkungan Berbasis Lahan Basah
E. Kearifan Sikap dan Perilaku Sikap diri yang arif dalam pengertian ilmu kejiwaan dipengaruhi oleh dua sisi locus of control (pengaruh /pengendalian kepribadian) yang nternail beranjak dari nurani pribadi dan yang eksternal dari pelajaran, membaca, meneliti, pengaruh pergaulan, persahabatan, serta menyimak kenyataan yang terjadi sehari-hari (Soerjani, 2009). Lingkungan dan lingkungan hidup dalam mana kita berada adalah tatanan alam sebagaimana diciptakan Tuhan YME. Apa yang dikendaki Tuhan bersifat absolute. Pengetahuan dan kemampuan kita secara relatif sangat terbatas. Melalui pendidikan kecerdasan, kemampuan maupun keterampilan kapasitas manusia dapat ditingkatkan secara beerangsur-angsur. tetapi makna pendidikan sebenarnya bukan semata-mata untuk mengelola atau menata lingkungan di mana kita berada. Kemampuan kita adalah untuk menata sikap dan mengatur perilaku agar serasi dengan tatanan alam yang sudah tercipta secara tertib dan dinamik. Jadi dengan mengacu pada makna UU No.4 tahun 1982 dan UU No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu dikaji melalui arti lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda (kosmos), daya dan keadaan (tatanan alam), dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi peri kehidupan dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup intinya atau makna sebenarnya adalah pengelolaan perilaku makhluk hidup terutama sikap, kelakuan dan berbagai sepak terjang manusia. Dalam pendidikan kita perlu simak berbagai tatanan alam yang seringkali kita lupakan. Makna hidup dari semua jenis makhluk hidup perlu menjadi dasar pendidikan mulai dari moral dan etika sebagai kecintaan kita terhadap jenis apapun, baik tumbuhan, jamur maupun binatang. Mengerti mereka sebagai makhluk hidup di sekitar kita, tumbuhan yang indah, bunga, buah, biji , maupun kayu atau daunnya dengan menghasilkan sesuatu yang bermakna seperti kencur sebagai jamu, dan penyedap makanan, buah papaya, buah mangga. Sedangkan kucing, anjing, burung kesayangan yang menyemarakkan rumah kita tidak perlu dikurung melainkan hidup bebas di halaman/ pekarangan. Pada saat kita mulai risau dengan akan punahnya harimau, gajah, penyu hijau dan sebagainya. kita belum sampai risau dengan punahnya kucing dan burung di sekitar rumah tangga kita. untuk itu kepedulian dan kesayangan kita terhadap mereka harus mulai dari pendidikan dasar. Demikian pula berbagai sikap, tingkah atau perilaku berbagai jenis makhluk hidup sering kita abaikan. Padahal sikap hidup hemat dan sederhana dapat kita simak dari perilaku berbagai jenis makhluk hidup di sekitar kita. Misalnya tupai yang hanya memakan kelapa dengan hanya membuat lubang agar sisanya merupakan deposit untuk dimakan lain waktu atau oleh tupai lain. Harimau juga hanya menerkam seekor kijang sebagai mangsa, sedang kijang yang lain merupakan cadangan untuk dimakan lain hari. Perilaku makhluk hidup yang lain (selain manusia) pada dasarnya sangat serasi dengan tatanan alam. Pendidikan juga dialami oleh makhluk hidup, dengan mengajarkan atau memberi contoh dan tauladan bagi keturunan, agar kelangsungan (survival) jenisnya terpelihara. Kita bisa perhatikan contohnya pada lebah yang 73
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
mengisap sari bunga bukan sekedar untuk dirinya, tetapi kewajiban asasinya adalah mengumpulkan madu di sarang lebah untuk makanan dan kemampuan survival keturunannya.
PENUTUP Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan: 1.
2.
Pendidikan lingkungan adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan sekelompok masyarakat agar memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan motivasi untuk menyelesaikan masalah lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan. Pendidikan lingkungan telah diintegrasikan pada kurikulum sekolah, bukan pada satu mata pelajaran melalui pendekatan lingkungan dan konstektual. Kesejahteraan manusia bergantung kepada manfaat yang diberikan oleh ekosistem kepada manusia, sebagian diantaranya berasal dari lahan basah yang subur. Pembuatan kebijakan, perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengaturan oleh berbagai macam sektor disetiap tingkatan dari international hingga lokal dapat memperoleh manfaat dari masukan konsesus global yang diberikan oleh Ramsar Convention. hal ini termasuk identifikasi dan perlunya lahan basah, perlunya melindungi dan menggunakan lahan basah dengan bijak, dan menjamin keamanan dari manfaat yang diberikan oleh lahan basah dalam bentuk air, penyimpan karbon, bahan makanan, energy, keanekaragaman hayati dan mata pencaharian. Termasuk juga di dalamnya pengetahuan, teknis, petunjuk, model-model, dan jaringan pendukung untuk membantu mengimplementasikan pengetahuan tersebut
DAFTAR PUSTAKA 2010. Pentingnya Pendidikan Lingkungan Hidup. (online) http//www.umy.ac.id/pentingnya-pendidikan-lingkungan-hidup.html). Diakses tanggal 11 Juni 2011. Barbier,E.b.,M.Acreman and D.Knowler. 1997. Economic Valuation of Wetlands: a Guide for Policy Makers and Planners. Ramsar Convention Bureau, Gland, Switzerland. Pribadi A Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. PT. Dian Rakyat. Jakarta. Soerjani M. 2009. Pendidikan Lingkungan. Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan (IPPL). Jakarta. Yusran Kapludin (2010). Pentingnya Pendidikan Lingkungan Hidup Bagi Generasi Bangsa. (online). http//titalama.wordpress.com/2010/12/11/64/. Diakases tanggal 11 Juni 2011. Admin.
74
Rabiatul Adawiyah/ LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 8. No 2 (2013) 63-75
2010. Peluang dan Tantangan Menggunakan Lahan Basah Dalam Membelajarkan konsep Ekologi dan Kesadaran Lingkungan. Makalah disajikan dalam rangka Gebyar Sains Pendidikan Biologi HIMBIO, FKIP Unlam Banjarmasin, 8 Pebruari 2010. Zainuri mastur (2010). Model Pembelajaran Lingkungan. (online) http://mapascalbmp.co.cc/index.php?option=com- content &view=article &id=9; model-pembelajaran-lingkungan&catid=1:latest-new&itemed=50. Diakses tanggal 11 Juni 2011. http://danisetiyawan.com/hari-lingkungan-hidup-dunia-2011/. Diakses tanggal 12 Juni 2011. http://hadirukiyah 2. blogspot.com/2009/09/peduli-lingkungan-html. Diakses tanggal 12 Juni 2011. http//greenmasager.blogspot.com/2008/12/makalah-iswa-sma-1-geger-tentang.html. Diakses tanggal 12 Juni 2011. Zaini,M.
75