PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
IIS ROSTINI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2011 Iis Rostini
ABSTRACT
IIS ROSTINI. The improvement of cooked shrimp’s surimi based edible coating from red snapper fillet waste (Lutjanus sp.). Under direction of BUSTAMI IBRAHIM and WINI TRILAKSANI Cooked shrimp is a value added product with high protein content, specific taste, ready to eat, and have an interested colour for consumers. Cooked shrimp must be protected from quality deterioration during storage. The purpose of this study was to determined physical characteristics of edible coating made from meat of red snapper fillet waste; examined the effectivity of surimi edible coating protection towards physic, chemistry and microbiology damage indicators; learned surimi edible coating application to inhibit the quality deterioration of cooked shrimp during storage at 1-5 oC. Surimi concentration that used as edible coating were 2, 6, 10, and 14% (w/v), each edible coating treated with two treatments, which were without and added by secang extract. Peeled undevined (PUD) vannamei (Litopenaeus vannamei) with size 60-70 was used as object. Application of surimi edible coating on cooked shrimp was comprised boiled then coated and coated then boiled. Quality of cooked shrimp alteration was determined everyday, including total plate count (TPC), total volatile base (TVB), pH, water content, aw, water holding capacity (WHC), and colour exchange. The treatments giving best result were edible coating with 14% surimi concentration, added by secang extract, and processed with boiling then coating. Surimi edible coating combined with secang extract effectively protect cooked shrimp towards physic, chemistry, and microbiology damage, improved cooked shrimp appearance, stabilized colour during storage, and extended the shelf life until 6 days. Keywords: cooked shrimp, surimi edible coating, secang extract, shelf life.
RINGKASAN IIS ROSTINI. Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan WINI TRILAKSANI. Udang rebus menjadi produk yang memiliki nilai tambah karena memiliki citarasa yang khas, warna yang menarik, dan praktis untuk disajikan. Hal tersebut menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang. Bertolak dari hal tersebut maka udang rebus perlu dilindungi dengan kemasan edible coating. Surimi dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat edible coating berbasis protein, dan untuk mempertahankan warna udang rebus maka edible coating juga dapat dikombinasikan dengan pewarna alami dari ekstrak secang (Caesalpinia sappan L). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik fisik edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis, dan mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating yang dikombinasikan dengan ekstrak secang (Caesalpinia sappan L.) untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Penelitian dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu tahap pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.), pembuatan dan karakterisasi edible coating, ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.), dan aplikasi edible coating terhadap udang rebus. Edible coating surimi terdiri dari dua perlakuan, yaitu tanpa ekstrak secang dan ditambah ekstrak secang. Aplikasi edible coating surimi terhadap udang meliputi dua tahap perlakuan, yaitu pelapisan terlebih dahulu kemudian pemasakan dan pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali pengulangan. Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi yaitu 2, 6, 10, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening, semakin tinggi konsentrasinya maka kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan secang ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna tersebut dihasilkan karena coating memiliki pH mendekati basa yaitu 7,8±0,04. Semakin besar konsentrasi surimi juga menyebabkan nilai viskositas edible coating menjadi meningkat. Aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus, berdasarkan hasil uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan warna udang yang paling tinggi. Dengan demikian, tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%.
Nilai total plate count (TPC), total volatile base (TVB), dan pH udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan ekstrak secang, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri, peningkatan nilai TVB dan nilai pH yang paling lambat, sedangkan nilai warna, kadar air, aktivitas air, dan water holding capacity (WHC) udang rebus cenderung mengalami penurunan selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Penurunan nilai tersebut terjadi pada setiap perlakuan, tetapi pada perlakuan pelapisan edible coating surimi setelah proses pemasakan mengalami laju penurunan yang lebih lambat dibandingkan dengan yang lainnya terutama pada edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak secang. Edible coating surimi memiliki kemampuan perlindungan pada udang rebus secara efektif terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis. Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian pelapisan. Edible coating surimi yang dikombinasikan dengan ekstrak secang, ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna udang rebus relatif stabil selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC, serta dapat memperpanjang umur simpan hingga 6 hari. Kata kunci: udang rebus, edible coating surimi, ekstrak secang, masa simpan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN EDIBLE COATING PADA UDANG REBUS BERBAHAN DASAR SURIMI LIMBAH FILET IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus sp.)
IIS ROSTINI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si.
Judul Tesis
: Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Nama
: Iis Rostini
NRP
: C351080081
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Anggota
Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc Ketua
Diketahui
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 23 Agustus 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2010 ini ialah edible coating, dengan judul Pengembangan Edible Coating pada Udang Rebus Berbahan Dasar Surimi Limbah Filet Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.). Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Wini Trilaksani, M.Sc. selaku pembimbing yang telah membimbing, memberi arahan dan masukan dalam menyelesaikan tesis ini, Bapak Bambang Riyanto, S.Pi., M.Si. sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran, serta Ibu Dr. Tati Nurhayati, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan atas dukungan dan kemudahan yang diberikan selama studi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Eddy Afrianto, M.Si. dan Ibu Ir. Evi Liviawaty, M.Si. selaku Kepala Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Universitas Padjadjaran yang telah memberikan saran, arahan, dan motivasi kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamah, suami (Waldi Gumilar), dan seluruh keluarga, serta rekan-rekan di Sekolah Pascasarjana IPB atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2011
Iis Rostini
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 7 Juli 1980 dari ayah Dadang Koswara dan Ibu Nunung Rukmini. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 11 Bandung dan pada tahun yang sama lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Universitas Padjadjaran. Penulis memilih jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pascasarjana IPB pada Program Studi Teknologi Hasil Perairan diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS). Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran sejak tahun 2006 di Bandung.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xi
1
2
3
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Tujuan ..........................................................................................
3
1.3 Kerangka Pemikiran .....................................................................
4
1.4 Hipotesis .......................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) ..................................................
9
2.2 Limbah Filet Ikan Kakap Merah ...................................................
11
2.3 Protein Ikan ..................................................................................
12
2.3.1 Protein miofibril ................................................................... 2.3.2 Protein sarkoplasma .............................................................. 2.3.2 Protein stroma .......................................................................
12 13 14
2.4 Surimi ...........................................................................................
14
2.4.1 Mutu surimi .......................................................................... 2.4.2 Pembentukan gel surimi ....................................................... 2.4.3 Cryoprotectant.......................................................................
15 16 18
2.5 Edible Coating ..............................................................................
18
2.6 Udang dan Komponen Udang .......................................................
20
2.7 Udang Rebus (Cooked Shrimp) ......................................................
24
2.8 Secang (Caesalpinia sappan L) .....................................................
25
METODE 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................
27
3.2 Bahan dan Alat ..............................................................................
27
3.3 Metode Penelitian ..........................................................................
27
3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 3.3.5
Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah . Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L) ............................... Pembuatan edible coating surimi ........................................... Proses pembuatan udang rebus .............................................. Aplikasi edible coating terhadap udang rebus .......................
28 30 31 31 31
3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating ... . 32 3.3.7 Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating .. . 32
4
3.4 Prosedur Analisis ...........................................................................
34
3.5 Rancangan Percobaan ....................................................................
40
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan ..................................................................
43
4.1.1 Pengujian bahan baku (limbah filet ikan kakap merah) .......... 4.1.2 Bahan pewarna alami dari secang ..........................................
43 44
4.2 Penelitian Utama ..........................................................................
45
4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4
Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ......... Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi ......... Aplikasi edible coating pada udang rebus .............................. Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus ..................................................................................... 4.2.5 Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ....................... 5
45 46 48 57 61
SIMPULAN 5.1 Simpulan ......................................................................................
79
5.2 Saran ............................................................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
81
LAMPIRAN ........................................................................................
91
DAFTAR TABEL Halaman 1
Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) .................................
10
2
Produksi ikan kakap merah Indonesia Tahun 2001-2005 ........................
10
3
Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun 2004-2007 ......................
11
4
Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku .....................................
16
5
Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar ...........
21
6
Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei) ..........
22
7
Komposisi udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus .....................
49
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran penelitian .............................................................
7
2
Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ...........................................................
10
3
Struktur anatomi udang ........................................................................
20
4
Secang (Caesalpinia sappan Linn.) ......................................................
25
5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ...................................................................................................
29
6
Skema proses ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) .......................
30
7 Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah .........................................................................................
33
8
Daging limbah filet ikan kakap merah beku ..........................................
43
9
Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) ............................................
44
10 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi ...........................................................................................
46
11 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi dengan penambahan secang sebanyak 2,5 mg/ml ...............
46
12 Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah .................................................................................
47
13 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ...................................................................................................
48
14 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah secang sebanyak 2,5 mg/ml ........................................
48
15 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................
54
16 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................
55
17 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ................................................................................
57
18 Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible coating surimi .....................................................................................
59
19
Permukaan udang rebus yang diberi edible coating surimi diamati secara mikroskopis ................................................................................
60
20 Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .................................................
61
21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .................................................
65
22 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .............................................................
67
23 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC ................................................
68
24 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .............................................................
69
25 Nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .................................................
72
26 Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .................................................
74
27 Nilai aktivitas air (aw) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .......................................
76
28 Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC .................................................
77
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Lembar penilaian uji hedonik ...............................................................
91
2
Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah ..........................................................................
92
3
Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus .................................
94
4
Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi ...................................................... 104
5
Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating ................................................................................................. 110
6
Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating ...... 115
7
Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 119
8
Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating .......... 123
9
Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 127
10
Analisis ragam nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating ......... 131
11
Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating ........ 135
12
Analisis ragam nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating .......... 139
13
Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating .......................................................................... 142
14
Ekstraksi kayu secang (Caesalpinia sappan L.) ................................... 146
15
Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) .... 147
16 Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ........................................................................................ 148 17
Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi ........................... 149
18
Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi ....................................................................................... 151
1
1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak
digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein udang vannamei (Litopenaeus vannamei) yang dimasak melalui proses perebusan adalah 23,25%. Udang telah diolah dalam berbagai variasi, diantaranya adalah dikeringkan, dibekukan dalam bentuk whole fresh (utuh), head-off tail on (tanpa kepala tetapi terdapat ekor), peeled (udang kupas) dan udang rebus. Udang rebus menjadi produk yang mempunyai nilai tambah karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya yaitu warna yang menarik, citarasa yang khas, serta praktis untuk disajikan. Citarasa udang rebus yang khas menyebabkan permintaan terhadap udang rebus menjadi tinggi. Udang rebus merupakan seafood yang digemari oleh masyarakat Amerika, karena dapat disajikan secara cepat (Siamcanadian 2004) dan sangat disukai di negara-negara maju lainnya khususnya Eropa dan Jepang (Globefish 2005). Warna udang rebus merupakan karakteristik utama yang menarik minat konsumen. Warna daging udang akan mengalami perubahan selama proses pemasakan, daging menjadi berwarna merah atau orange, warna tersebut timbul akibat terjadinya perubahan pigmen karotenoid astaxanthin. Protein terdenaturasi dan mengakibatkan astaxanthin merah dilepaskan selama proses pemasakan udang, sehingga warna udang menjadi merah (Alvarez et al. 2009). Udang rebus pada umumnya dijual di supermarket dengan dikemas dan disajikan pada display makanan berpendingin yang dilengkapi dengan lampu. Kondisi tersebut menyebabkan suhu ruang display menjadi naik sebesar 10 oC dari suhu awal ruang display (-1,6) oC, dengan demikian produk yang disajikan mengalami kemunduran mutu (Promolux Lighting International 2000). Hal yang menjadi permasalahan pada udang rebus juga adalah terjadinya perubahan warna, denaturasi protein, peningkatan volatile base nitrogen, perubahan tekstur, penurunan daya ikat air, dan keluarnya cairan yang mengandung padatan daging udang yang dikenal dengan istilah drip (Erdogdu et al. 2004). Mikroorganisme
2
akan mengubah struktur protein daging selama penyimpanan dan akan menghasilkan bau yang tidak menyenangkan (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Upaya yang dilakukan untuk melindungi udang dari kerusakan selama penyimpanan, pada umumnya dilakukan glazing atau pemberian lapisan tipis air (Bottino et al. 1979). Glazing ini dapat menyebabkan terjadinya kristalisasi air yang terdapat pada produk saat penyimpanan, kemudian beberapa komponen termasuk warna akan larut ketika dilakukan thawing. Menurut Kilincceker et al. (2009), untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas produk dapat digunakan edible coating. Edible coating ini penting untuk produk makanan yang mudah mengalami kerusakan contohnya seafood. Edible coating juga dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada permukaan produk olahan segar (Cagri et al. 2004). Edible coating dapat berbasis hidrokoloid (protein, polisakarida), lipid (asam lemak, acil gliserol, wax atau lilin) dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid) (Donhowe dan Fennema 1994). Surimi dalam industri pangan dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat kemasan edible atau lebih dikenal dalam bentuk edible film dan edible coating berbasis protein (Shiku et al. 2004). Edible film dan coating potensial digunakan sebagai bahan kemasan karena dapat mempengaruhi kualitas makanan, keamanan pangan, dan masa simpan produk. Edible film dan coating selain berperan sebagai penghambat difusi massa (kelembaban, gas, volatile), juga berperan sebagai carrier bahan makanan dan aditif termasuk flavor, antioksidan, vitamin dan pewarna (Cagri et al. 2004), serta untuk meningkatkan penanganan pangan (Krochta dan Johnston 1997). Edible film dan coating yang berbahan dasar protein (protein-based film and coating) memiliki daya hambat dan mekanis lebih unggul dibandingkan dengan yang
berbahan dasar
polisakarida. Keunggulan
ini disebabkan protein
mengandung 20 jenis asam amino yang berbeda dan mempunyai ciri-ciri khusus sehingga menghasilkan karakteristik fungsional lebih bervariasi jika dibandingkan dengan polisakarida yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan edible film dan coating yang kebanyakan homopolimer (Iwata et al. 2003). Warna udang rebus merupakan salah satu atribut sensori utama yang mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk. Kemampuan edible coating
3
dalam mempertahankan warna udang rebus dapat diaplikasikan dengan bahan pewarna alami secang (Caesalpinia sappan L) yang bersifat antioksidan dan antimikroba, sehingga dapat menghasilkan produk dengan warna dan kualitas yang lebih baik. Edible coating dan zat antimikroba dapat digabungkan selama proses pembuatan film untuk meningkatkan keamanan dan masa simpan makanan ready-to-eat (Cagri et al. 2004). Daging ikan yang tersisa di tulang dari limbah filet selama ini kurang termanfaatkan, biasanya dikumpulkan dan dijual ke pasar tradisional untuk dikonsumsi atau digiling menjadi tepung ikan. Peningkatan nilai tambah dapat dilakukan terhadap daging sisa filet ikan yaitu sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi. Upaya untuk memproduksi surimi dengan kualitas yang baik telah dilakukan melalui berbagai penelitian, namun penelitian mengenai edible film atau edible coating yang berbahan dasar surimi dan aplikasinya di bidang industri perikanan baru sedikit dilakukan. Penelitian tersebut diantaranya adalah edible coating dari surimi ikan alaska pollack (Shiku et al. 2004), edible film berbahan dasar surimi ikan rucah (Neviana 2007), dan edible film dari surimi ikan tuna (Chinabhark et al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, maka studi tentang metode pembuatan larutan surimi yang dapat digunakan sebagai edible coating, karakterisasi, dan aplikasinya untuk melindungi udang rebus selama penyimpanan menjadi penting untuk dilakukan. 1.2
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah
1.
Mempelajari karakteristik fisik dan kimia edible coating berbahan dasar surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah.
2.
Menguji efektivitas perlindungan surimi sebagai edible coating terhadap indikator kerusakan fisik, kimia, dan mikrobiologis.
3.
Mempelajari aplikasi surimi dari limbah filet ikan kakap merah sebagai edible coating untuk menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah.
4
1.3
Kerangka Pemikiran Industri filet ikan kakap merah memiliki prospek yang cukup baik, hal ini
ditunjukkan dengan permintaan pasar lokal maupun ekspor terhadap produk filet ikan kakap merah filet beku maupun filet segar. Adanya permintaan filet yang cukup banyak tersebut akan dihasilkan limbah yang cukup tinggi. Salah satu limbah dari industri filet yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan nilai tambahnya adalah daging yang masih menempel pada tulang dari limbah filet. Daging ikan kakap merah yang diperoleh dari limbah industri filet memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya digunakan untuk bahan edible coating. Hampir semua sektor industri makanan dapat menggunakan formulasi edible coating pada produknya. Penggunaan edible coating tersebut memiliki banyak manfaat. Menurut Gennadios et al. (1997), manfaat yang potensial dari penggunaan edible coating adalah : 1.
mengurangi masalah kehilangan kadar air selama penyimpanan
2.
mencegah terjadinya dripping (keluarnya cairan dari produk)
3.
mengurangi oksidasi lipid dan oksidasi mioglobin
4.
mengurangi jumlah kerusakan dan mikroorganisme patogenik dan sebagian besar dapat menghentikan aktivitas enzim proteolitik pada permukaan produk yang dilapisi
5.
melindungi permukaan produk sehingga dapat memperbaiki nilai nutrisi produk. Protein surimi ikan kakap merah dapat dimanfaatkan sebagai pelapis
edible, dalam peranannya tersebut protein surimi ikan kakap harus memiliki kemampuan membentuk gel yang baik dan memiliki warna yang cerah, hal tersebut merupakan kriteria dasar dari suatu pelapis. Tingkat keyakinan yang dapat digunakan adalah dengan mengamati produk yang dilapisi edible coating. Hal ini berhubungan dengan tertutupnya produk secara keseluruhan dan ketebalan lapisan yang menutupi produk tersebut. Ketebalan lapisan dipengaruhi oleh teknik pelapisan dan tingkat kekentalan larutan yang digunakan, sehingga analisis terhadap karakteristik protein surimi sangat penting untuk diketahui.
5
Efektivitas aplikasi edible coating dapat didefinisikan sebagai tingkat kemampuan dalam memenuhi fungsinya sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk. Pengukuran efektivitas edible coating dapat dilihat dari berbagai perubahan pada berbagai parameter mutu produk. Perubahan mutu udang rebus dapat ditentukan dengan mengamati perubahan kimia, mikrobiologi, dan sifat fisik. Indikator mutu produk merupakan petunjuk yang sangat penting dalam menilai tingkat keberhasilan penelitian yang dilakukan. Indikator tersebut dapat berupa penilaian organoleptik terhadap kenampakan, warna, bau, dan rasa. Indikator-indikator yang lebih penting lagi adalah perubahan kimia, mikrobiologi dan fisik yang menunjukkan suatu tingkat kecepatan terjadinya perubahan mutu. Indikator perubahan kimia hasil perikanan segar, termasuk udang segar umumnya dapat berupa perubahan kandungan protein, lemak dan air. Indikator perubahan komposisi protein dapat dilihat dari semakin tingginya nilai Total Volatile Base (TVB) dan pH, yang menunjukkan telah terjadinya perubahan pada protein menjadi komponen-komponen penyusun dan produk lanjutan. Indikator perubahan kimia lainnya adalah semakin menurunnya kadar air dan nilai aw produk. Indikator mikrobiologis dapat diketahui dengan semakin meningkatnya nilai total koloni bakteri yang diuji dengan metode total plate count (TPC) pada produk. Perubahan fisik dapat ditunjukkan dengan hilangnya kekerasan dari produk atau terjadinya drip (keluarnya cairan dari produk dan biasanya disertai dengan kandungan komponen lainnya). Hal ini dapat diukur dengan melihat kecenderungan penurunan daya ikat air atau water holding capacity (WHC) serta terjadinya perubahan warna, yang diukur secara objektif dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Mikroorganisme mengubah struktur protein daging selama proses penyimpanan atau tahap pengolahan, yang dapat menghasilkan bau yang tidak diharapkan. Hal tersebut akan mempengaruhi terhadap persepsi dan kepuasan konsumen (Serdaroglu dan Felekoglu 2001). Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah ruang penyimpanan produk. Indikasi yang digunakan yaitu suhu dan kelembaban (Relative Humidity). Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi produk adalah kemasan yang
6
digunakan. Kemasan ini dapat berupa bahan kemasan beserta karakteristik dan ketebalannya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa edible coating yang dibuat dari bahan dasar protein dapat menolong untuk memperpanjang masa simpan dan menjaga kualitas dari edible coating sangat penting untuk makanan yang mudah mengalami kerusakan (Osman et al. 2009). Tingkat kemampuan edible coating sebagai artificial barrier untuk menciptakan kondisi dalam memperlambat perubahan mutu produk dapat dikombinasikan dengan bahan antibakteri dan antioksidan. Bahan edible yang dicampurkan dengan zat antibakteri dapat meningkatkan keamanan pangan dan masa simpan produk makanan (Cagri et al. 2004). Zat antioksidan juga penting pada udang rebus untuk mencegah terjadinya oksidasi sehingga dapat mempertahankan warnanya. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Dengan demikian untuk meningkatkan fungsi edible coating pada udang rebus dikombinasikan dengan pewarna alami yang memiliki sifat antibakteri dan antioksidan. Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi sebagai flavor, antioksidan, antimikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008). Sumber pewarna merah alami diantaranya dapat diperoleh dari tanaman yaitu kayu secang (Caesalpinia sappan L). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung pigmen brazilin yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Ekstrak secang selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai antimikroba. Secang juga memiliki aktivitas antioksidan, menurut Yingming et al. (2004), minuman berbasis secang yang mengandung brazilin memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Aplikasi edible coating dan secang pada udang rebus diharapkan dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan. Edible coating yang dibuat dari surimi limbah filet ikan kakap merah dalam penelitian ini, diharapkan dapat melindungi udang rebus dari perubahan mutu sesuai dengan kerangka pemikiran penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 1.
7
Surimi dari limbah filet ikan kakap merah untuk meningkatkan nilai tambah produk
Komposisi kimia surimi ikan kakap merah
Edible coating surimi ikan kakap merah
Viskositas edible coating surimi
Konsentrasi surimi dalam edible coating
Teknik pelapisan (pencelupan)
Kombinasi edible coating surimi dengan pewarna alami
Aplikasi edible coating terhadap udang rebus
Tingkat efektivitas edible coating surimi dalam melindungi udang rebus dari berbagai perubahan mutu selama penyimpanan pada suhu rendah
Fungsi edible coating surimi terhadap udang rebus (indikator fisik, kimia, dan mikrobiologi)
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. 1.4
Hipotesis
1.
Surimi pada konsentrasi yang tepat dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating dengan karakteristik dan mutu yang baik.
2.
Aplikasi surimi sebagai edible coating dapat menghambat kemunduran mutu udang rebus selama penyimpanan pada suhu rendah.
3.
Kombinasi surimi sebagai edible coating dengan secang dapat meningkatkan fungsi perlindungan terhadap udang rebus dari perubahan warna dan mutu selama penyimpanan.
8
9
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Ikan kakap adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang mempunyai potensi
cukup besar untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan kakap, diantaranya adalah ikan kakap merah (red snapper, Lutjanus sanguine) dan ikan kakap kehijauan gelap yang dikenal dengan sebutan ikan kakap saja (giant seaperch atau seabass, Lates calcarifer). Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae, sedangkan ikan kakap dari suku Centropomidae (Saanin 1984). Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan kakap merah adalah sebagai berikut : kingdom filum sub filum kelas sub kelas ordo sub ordo famili genus spesies
: Animalia : Chordata : Vertebrata : Pisces : Teleostei : Percomorphi : Percoidea : Lutjanidae : Lutjanus : Lutjanus sp.
Ikan kakap merah mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Terdapat di perairan
pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk dan air payau.
Daerah penyebaran ikan kakap yaitu pantai utara Jawa, sepanjang pantai Sumatera, bagian timur Kalimantan, Sulawesi Selatan, Arafuru Utara, Teluk Benggala, pantai India dan Teluk Siam (Ditjen Perikanan 1990). Gambar ikan kakap merah (Lutjanus sp.) disajikan pada Gambar 2.
10
Gambar 2 Ikan kakap merah (Lutjanus sp.) (Sumber: http://fishworld. trademarket.co.htm.).
Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang dan trawl (Ditjen Perikanan 1990). Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Komposisi Kimia Air Protein Lemak Karbohidrat Abu
Berat (%) 80,3 18,2 0,4 0 1,1
Sumber: Ditjen Perikanan (1990)
Produksi ikan kakap di Indonesia pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 mengalami rata-rata peningkatan sebesar 11,41%. Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2002-2005 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Produksi ikan kakap merah Indonesia tahun 2001-2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 Kenaikan rata-rata 2001-2005 Sumber : Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2007)
Jumlah (ton) 63,485 66,642 74,233 91,339 97,044 11,41
11
2.2
Limbah Filet Ikan Kakap Merah Ikan merupakan sumber protein yang baik jika dibandingkan dengan hasil-
hasil hewani lainnya. Ikan dan hasil perikanan lainnya pada umumnya mengandung protein yang tinggi dan jumlahnya tidak terlalu bervariasi, tetapi kandungan lemaknya dapat bervariasi besar sekali. Komposisi kimia daging ikan bervariasi tergantung kepada spesies, jenis kelamin, habitat, musim dan jenis makanan (Hadiwiyoto 1993). Ikan kakap merah merupakan salah satu ikan yang megandung protein tinggi. Ikan kakap merah lebih banyak dimanfaatkan dalam bentuk filet dan bagian kepala. Filet diproduksi untuk diekspor dan dijual ke supermarket atau pasar semi modern, sedangkan kepala ikan kakap merah biasanya dijual ke rumah makan padang yang menyediakan masakan gulai kepala kakap, atau dijual ke pelelangan dan pasar tradisional (Haetami 2008). Volume ekspor filet ikan laut segar atau dingin dan dibekukan berfluktuasi dari tahun 2004-2007, seperti ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Volume ekspor filet ikan laut Indonesia tahun 2004-2007 Tahun 2004 2005 2006 2007
Jumlah (Kg) Filet beku 33.658.152 37.759.020 33.220.595 35.073.673
Filet segar 2.301.714 2.407.866 3.313.445 7.883.452
Sumber : Kementrian Kelautan Perikanan (KKP) (2009)
Proses pembuatan filet pada industri dihasilkan limbah berupa tulang, daging sisa yang masih menempel di tulang, kepala, dan isi perut. Industri filet juga menghasilkan limbah daging ikan hasil sortir yang tidak memenuhi standar karena rusak, memiliki celah atau rongga diantara otot daging sehingga otot daging ikan menjadi terpisah, kondisi tersebut dikenal dengan istilah gapping. Berbagai limbah yang diperoleh dari industri filet ikan kakap merah sebenarnya dapat dimanfaatkan sehingga memiliki nilai tambah produk. Pemanfaatan daging ikan kakap dari limbah filet biasanya digunakan oleh para pengusaha industri rumah tangga sebagai bahan baku untuk nugget, baso, otakotak, pempek, dan siomay. Pemanfaatan daging limbah industri filet ikan kakap
12
merah dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya, salah satunya adalah dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi yang selanjutnya dapat digunakan sebagai edible coating ataupun produk olahan lainnya. 2.3
Protein Ikan Protein ikan bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah
(denaturasi) dengan berubahnya kondisi lingkungan.
Larutan protein tersebut
apabila diasamkan hingga mencapai pH 4,5-5 akan terjadi pengendapan. Sebaliknya apabila dipanaskan (pemasakan, penggorengan) proteinnya akan menggumpal (koagulasi). Protein juga dapat mengalami denaturasi apabila dilakukan pengurangan air, baik selama pengeringan maupun pembekuan (Zaitsev et al. 1969). Protein ikan secara umum dapat digolongkan berdasarkan kelarutannya dalam air, lokasi terdapatnya, dan fungsinya. Berdasarkan kelarutannya dalam air, protein ikan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu protein mudah larut dalam air, protein yang tidak larut dalam air dan protein yang sukar larut dalam air setelah diberi garam dalam konsentrasi tertentu (Hadiwiyoto 1993). Berdasarkan lokasi terdapatnya dalam daging ikan, Protein ikan dapat diklasifikasikan menjadi protein miofibril, protein sarkoplasma, dan protein stroma (protein jaringan ikat) dengan komposisi kandungan miofibril 65-75%, sarkoplasma 20-30%, dan stroma 1-3% (Suzuki 1981). 2.3.1 Protein miofibril Protein miofibril merupakan bagian yang terbesar dan merupakan jenis protein yang larut dalam larutan garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan protein regulasi yang merupakan gabungan antara aktin dan miosin yang membentuk aktomiosin. Golongan protein yang menyusun miofibril pada otot daging merupakan 50% lebih dari seluruh protein daging ikan (Zaitsev et al. 1969). Protein miofibril sangat berperan dalam pembentukan gel dan proses koagulasi, terutama dari fraksi aktomiosin (Suzuki 1981). Protein miofibril berfungsi untuk kontraksi otot. Protein ini dapat diekstrak dengan larutan garam netral yang berkekuatan ion sedang (> 0,5 M). Penampakan protein miofibril ikan mirip dengan otot hewan mamalia, tetapi lebih mudah
13
kehilangan aktivitas ATP-asenya dan laju agregasinya lebih cepat. Protein yang larut dalam larutan garam umumnya efisien sebagai pengemulsi dibandingkan dengan protein yang larut dalam air (Wilson et al. 1981). Aktin dan miosin merupakan anggota utama yang termasuk ke dalam golongan protein yang larut dalam larutan garam dengan konsentrasi 0,05 – 0,5%. Jumlah aktin dalam daging ikan kurang lebih 15-25%, miosin kurang lebih 50-60%, dan tropomiosin kira-kira 3-5% dari seluruh protein golongan ini. Aktin dan miosin merupakan protein yang labil sifatnya dan dapat membentuk aktomiosin yang lebih kompleks. Miosin merupakan komponen protein miofibril terbesar di dalam daging ikan, yaitu sekitar 80% dari total protein miofibril (Shahidi dan Botta 1994). Menurut Chen (1995), miosin merupakan protein terpenting pada gelasi daging selama pemanasan dimana sisi aktifnya mengembang dan tidak menggulung setelah “setting”. Miosin juga merupakan protein yang paling penting dari semua protein otot, selain karena jumlahnya yang besar, miosin juga mempunyai sifat biologi khusus yaitu adanya aktivitas enzim ATP-ase dan kemampuannya pada beberapa kondisi dapat bergabung dengan aktin membentuk kompleks aktomiosin. 2.3.2 Protein sarkoplasma Protein sarkoplasma sebagai protein terbesar kedua mengandung bermacam-macam protein yang larut dalam air yang disebut miogen. Kandungan sarkoplasma dalam daging ikan bervariasi, selain tergantung jenis ikannya juga tergantung habitat ikan tersebut. Ikan pelagis pada umumnya mempunyai kandungan sarkoplasma lebih besar daripada ikan demersal (Suzuki 1981). Jumlah protein ini tidak banyak, kira-kira 20-25% dari kandungan protein ikan (Lanier 2000). Protein sarkoplasma tidak berperan dalam pembentukan gel dan kemungkinan akan merusaknya, sebagai contoh misalnya beberapa protease yang merusak miofibril (Hall dan Ahmad 1992). Protein sarkoplasma dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan dengan cara mengekstrak daging ikan dengan menggunakan air dingin.
Pencucian dengan menggunakan suhu dingin ini
14
bertujuan untuk mempertahankan protein khususnya protein miofibril agar tidak mengalami kerusakan seperti denaturasi (Santoso et al. 1997). 2.3.3 Protein stroma Protein stroma merupakan bagian terkecil yang membentuk jaringan ikat dan tidak dapat diekstrak dengan air, larut asam, larut alkali atau larutan garam pada konsentrasi 0,01-0,1 M. Protein stroma ini terdiri dari kolagen dan elastin dan merupakan protein yang terdapat pada bagian luar sel otot. Daging merah ikan pada umumnya mengandung lebih banyak protein stroma tapi lebih sedikit mengandung protein sarkoplasma jika dibandingkan dengan daging putih ikan. Daging merah ini terdapat di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat pada hampir seluruh bagian tubuh (Suzuki 1981). Protein ini disusun dari kolagen dan elastin dengan jumlah sekitar 3% dari total protein otot ikan teleostei dan sekitar 10% dalam ikan elasmobranchii, sedangkan pada mamalia sekitar 17%. Protein stroma ini tidak dapat diekstrak oleh larutan asam, alkali atau garam berkekuatan ion tinggi.
Selain protein
stroma, protein kontraktil seperti konektin dan desmin juga tidak dapat terekstrak (Hultin 1985). Protein stroma dalam pengolahan surimi tidak dihilangkan karena mudah dilarutkan oleh panas (kolagen) dan merupakan komponen netral pada produk akhir (Hall dan Ahmad 1992). 2.4
Surimi Surimi dapat didefinisikan sebagai bentuk cincang dari daging ikan yang
telah mengalami proses penghilangan tulang (deboning), pencucian dan penghilangan sebagian air (dewatering) sehingga dikenal sebagai protein konsentrat basah (wet concentrate protein) dari daging ikan (Okada 1992). Surimi merupakan protein miofibril yang telah distabilkan dan dicampur dengan cryoprotectant bila disimpan dalam keadaan beku (Park dan Lin 2005). Surimi digunakan sebagai
bahan dasar
pengolahan produk tradisional
Jepang
“kamabako”. Saat ini surimi dikenal sebagai daging lumat yang telah mengalami proses pencucian. Salah satu keunggulan surimi adalah kemampuannya untuk diolah menjadi berbagai macam produk lanjutan.
15
2.4.1 Mutu surimi Surimi dengan mutu yang paling bagus adalah surimi dengan derajat putih yang paling tinggi, paling bersih dan kekuatan gelnya paling tinggi (Mitchell 1986). Martin et al. (1982) menambahkan bahwa kriteria penting yang dapat menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel yang dapat dibentuk oleh surimi tersebut. Komponen yang berperan dalam pembentukan gel adalah protein miofibril yang dapat diekstrak dengan larutan garam netral. Mutu surimi beku umumnya dinilai dari kekuatan gelnya dan warna yang sangat tergantung dari faktor-faktor seperti spesies ikan, kesegaran ikan, metode dan pengawasan pengolahan, kadar air, pengawasan suhu pembekuan dan penyimpanan serta kondisi penanganan dan distribusi. Penentuan mutunya dilakukan dengan mengukur kekuatan gel dan penilaian organoleptik, uji lipat dan uji gigit (Tan et al. 1987). Persyaratan bahan baku surimi menurut Badan Standardisasi Nasional (BSN) (2006) yaitu bahan baku surimi beku berasal dari ikan demersal dan ikan pelagis segar yang sudah atau belum disiangi serta berasal dari perairan yang tidak tercemar. Mutu bahan baku surimi adalah sebagai berikut : 1.
Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifatsifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.
2.
Secara organoleptik bahan baku harus mempunyai karakteristik kesegaran seperti berikut : -
Kenampakan : mata cerah, cemerlang
-
Bau
: segar
-
Tekstur
: elastis, padat dan kompak.
16
Tabel 4 Syarat mutu dan keamanan pangan surimi beku a b
c
d e f
Jenis uji Organoleptik Cemaran mikroba: - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholera - Vibrio parahaemolyticus* (kanagawa positif) Cemaran kimia - Raksa (Hg)* - Timbal (Pb)* - Histamin* - Cadmium (Cd)* Kadar air Fisika: - Suhu pusat Filth
Satuan angka (1-10)
Persyaratan minimal 7
koloni/gram APM/g APM/g APM/g APM/g
maksimal 5,0x105 negatif negatif maksimal<3
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg %
maksimal 1 maksimal 0,4 maksimal 100 maksimal 0,1 80-82
o
C potong
maksimal -18 80-82
Catatan* Bila diperlukan APM = Angka paling memungkinkan Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006).
Kriteria yang paling penting dalam menentukan mutu surimi adalah elastisitas produk yang dihasilkan karena hasil pembentukan gel ikan. Faktorfaktor yang berpengaruh terhadap elastisitas produk surimi diantaranya jenis ikan, kesegaran ikan, pH, kadar air, pencucian, suhu dan waktu pemasakan dan jumlah zat penambah, seperti garam, gula, polipospat, monosodium glutamat, pati dan putih telur. Perlakuan pencincangan dan penggilingan juga menentukan tekstur (Heruwati et al. 1995). 2.4.2 Pembentukan gel surimi Pembentukan gel protein daging terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama adalah denaturasi protein (tidak menggulungnya rantai protein) dan tahap kedua adalah terjadinya agregasi protein membentuk struktur tiga dimensi (Niwa 1992). Mackie (1992) menyimpulkan bahwa ada dua hal yang diperlukan untuk menghasilkan produk gel, yaitu: (1) protein miofibril harus dilarutkan dalam larutan garam, dan (2) pemanasan untuk membentuk gel, protein harus terdenaturasi sehingga membentuk struktur jala yang teratur dan mampu menahan
17
air yang terdapat dalam surimi. Menurut Venugopal et al. (1994) selain garam, asam lemah (asam asetat dan asam laktat) juga dapat menyebabkan denaturasi protein yang memudahkan proses pembentukan gel yang ditunjukkan dengan meningkatnya viskositas. Akan tetapi, yang terjadi adalah sebaliknya jika yang ditambahkan adalah asam kuat seperti HCl, asam sitrat dan asam tartrat. Penambahan garam dalam pembuatan surimi dapat memperbaiki sifat gel, dan kekuatan gel optimum tercapai pada konsentrasi garam 2-3%. Konsentrasi garam minimum yang ditambahkan untuk mengekstrak protein miofibril dan jaringan ikan adalah ±2% dari berat daging pada pH 7. Konsentrasi garam yang digunakan menjadi lebih besar jika pH diturunkan (Suzuki 1981). Pembentukan gel ikan terjadi pada saat penggilingan daging mentah dengan penambahan garam. Aktomiosin (miosin dan aktin) sebagai komponen yang paling penting dalam pembentukan gel akan larut dalam larutan garam, membentuk sol (dispersi partikel padat dalam medium cair) yang sangat adhesif. Bila sol dipanaskan akan terbentuk gel dengan konstruksi seperti jala dan memberikan sifat elastis pada daging ikan. Sifat elastis ini disebut ashi atau suwari.
Kekuatan ashi merupakan nilai mutu dari produk gel ikan misalnya
kamaboko yang kekuatannya berbeda-beda menurut jenis dan kesegaran ikan (Tanikawa 1985). Menurut Lee (1984), gel suwari terbentuk tidak hanya melalui hidrasi molekul protein saja, tetapi juga pembentukan struktur jaringan oleh ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik dan molekul protein miofibril. Setting pada suhu rendah akan membentuk ikatan hidrogen dalam gel, sedangkan ikatan hidrofobik akan mendominasi gel yang dibentuk dengan setting pada suhu tinggi. Konstruksi jala dapat terbentuk dan konjugasi molekul-molekul protein yang diikat oleh suatu jembatan seperti garam, atau ikatan antara karbonil dengan radikal amino pada peptida oleh hidrogen atau oleh radikal disulfida yang terbentuk dan radikal sulfhidril. Pasta daging ikan apabila dibiarkan pada suhu kamar dalam waktu lama, maka sifat elastis akan hilang dan daging menjadi mudah patah, fenomena ini dikenal dengan modori. Fenomena modori ini juga dapat terjadi apabila daging dipanaskan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama (Tanikawa 1985). Fenomena modori terjadi pada suhu sekitar 60 oC,
18
karena pada suhu tersebut protease akan lebih aktif terhadap aktomiosin yang menyebabkan lemahnya gel yang dihasilkan (Haard et al. 1994). Fenomena perubahan elastisitas dapat dijelaskan dengan dispersi molekul-molekul protein (Tanikawa 1985). 2.4.3 Cryoprotectant Cryoprotectant adalah bahan yang biasa ditambahkan dalam pembuatan surimi yang tidak langsung diolah menjadi produk lanjutan, melainkan akan disimpan terlebih dahulu pada suhu beku dalam waktu yang lama.
Fungsi
cryoprotectant adalah untuk menghambat proses denaturasi protein selama pembekuan dan penyimpanan beku. Penambahan zat ini penting untuk menjamin sifat fungsional surimi beku mengingat pembekuan dapat berpengaruh menyebabkan denaturasi dan agregasi. Jumlah yang ditambahkan sekitar 3-5%. Bahan yang sering digunakan sebagai cryoprotectant adalah dari golongan karbohidrat dengan bobot molekul rendah seperti sukrosa. Sorbitol juga umum digunakan dan merupakan cryoprotectant terkuat. Penambahan sukrosa tanpa sorbitol akan mengakibatkan surimi menjadi manis dan warnanya berubah selama pembekuan (Park dan Morrissey 2000). Cryoprotectant juga dapat meningkatkan kekuatan gel. Sering pula ke dalam surimi ditambahkan bahan lain dengan maksud untuk memperbaiki sifat surimi terutama sifat elastisitas dan kelembutannya, seperti dengan penambahan 0,2-0,3% polifosfat dalam bentuk garam natrium tripolifosfat atau campurannya dengan tetrasodium pyrofosfat (1:1) yang akan bersifat sinergis dengan karbohidrat (Peranginangin et al. 1999). 2.5
Edible Coating Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung
dengan mencelupkan (dipping), penyemprotan (spraying), atau panning ke permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta meningkatkan nilai tambah produk (Krochta 2002). Fungsi edible coating adalah untuk melindungi produk dari kerusakan mekanis, fisik, kimia, dan aktivitas mikrobiologi. Edible coating menghasilkan suatu kondisi atmosfir termodifikasi pasif, yang dapat mempengaruhi berbagai perubahan pada produk segar dan bahan
19
pangan terolah minimal dalam beberapa hal seperti sifat antioksidan, warna firmness, kualitas sensori, menghambat pertumbuhan mikroba, komponen volatil yang dihasilkam dari proses anaerobik (Falguera et al. 2011). Penelitian yang telah dilakukan oleh Riyanto (2006) menunjukkan bahwa dengan pemberian coating dengan isinglass pada produk udang masak mampu mencegah perubahan kimia akibat oksidasi, sehingga mampu mempertahankan perubahan warna produk. Pelapis edible dari isinglass juga mampu melindungi udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada proses coating yang telah diteliti oleh Ismudiyati (2003) pada filet ikan patin menggunakan coating kappa karagenan semi refine dapat menghambat pertumbuhan mikroba hingga hari ke-10 pada produk yang diberi coating terdapat bakteri sebanyak 1,5 x 106 koloni/g, sedangkan pada produk
tanpa coating
terdapat bakteri sebanyak 2 x 107 koloni/g. Hasil penelitian Julikartika (2003) melaporkan bahwa udang kupas rebus yang dilapisi edible coating dari natrium alginat mampu menghambat susut bobot sebesar 36%. Selanjutnya, Mastromatteo et al. (2010) menemukan bahwa coating aktif dari minyak thymol pada udang peeled ready to use efektif mengurangi kerusakan kualitas sensori selama penyimpanan refrigerasi dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba terutama pada awal penyimpanan. Edible film dan coating dalam perkembangannya telah lama digunakan sebagai pelindung produk pangan. Contohnya adalah aplikasi gula dan coklat sebagai coating pada permen, coating lilin pada buah-buahan, lemak cair atau minyak juga sering kali digunakan sebagai coating pada produk pangan. Edible film juga sangat menarik dan seringkali digunakan sebagai parameter terhadap kualitas dan stabilitas beberapa produk pangan (Gontard dan Guilbert 1994). Menurut Donhowe dan Fennema (1994), terdapat beberapa metode dalam pembuatan edible film dan coating, yaitu : 1.
Pencelupan (dipping) Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating, produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam larutan yang akan digunakan sebagai bahan coating. Metode ini sudah diaplikasikan sebagai pengemas atau pelapis pada produk daging, ikan, produk ternak, sayur, dan buah-buahan.
20
2.
Penyemprotan (spraying) Pada metode ini, larutan bahan yang akan digunakan sebagai coating disemprot, kemudian dikeringkan sehingga lapisan dapat menempel pada produk dengan baik.
3.
Pembungkusan (casting) Pembungkusan atau casting, merupakan metode yang digunakan dalam pembuatan edible film. Metode ini diawali dengan pembuatan larutan bahan pembentuk film, kemudian dituangkan dalam cetakan dengan ketebalan tertentu, dilanjutkan dengan pengeringan. Film yang telah kering diangkat dari cetakan dan siap untuk diaplikasikan. Ketebalan film dapat dikontrol sehingga dihasilkan film dengan ketebalan yang lebih rata.
2.7
Udang dan Komponen Udang Udang termasuk ke dalam kelompok krustasea. Bagian tubuh udang terdiri
dari dua bagian yaitu gabungan antara kepala,dengan dada (chepalothorax) dan perut (abdomen). Udang mempunyai kerangka luar yang keras, sehingga untuk tumbuh menjadi besar udang perlu membuang kulit lama, dan menggantinya dengan kulit baru. Peristiwa dikenal sebagai pergantian kulit (moulting). Struktur anatomi udang disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur anatomi udang (Sumber: http://www.cixer.co.cc).
21
Udang vannamei merupakan organisme akuatik asli pantai Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Udang vannamei memiliki nama umum pacific white shrimp, camaron blanco, dan longostino. Udang vannamei juga mempunyai nama FAO yaitu whiteleg shrimp, crevette pattes blanches, dan camaron patiblanco. Komposisi kimia udang tergantung kepada spesies, umur, jenis kelamin dan musim penangkapan serta ketersediaan pakan di air, habitat dan kondisi lingkungan. Kandungan protein dan mineral daging udang relatif konstan, tetapi kadar air dan kadar lemak berfluktuasi. Kandungan lemak pada daging semakin besar, maka kandungan air akan semakin kecil dan begitu juga sebaliknya (Simson et al. 1998). Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) segar Komposisi Kadar air Abu Protein Lemak
% Berat Basah 77,21±0,18 1,47±0,10 18,8±0,23 1,30±0,09
Sumber: Sriket et al. (2007)
Udang segar memiliki ciri-ciri rupa dan warna bening, spesifik jenis, cemerlang, sambungan antar ruas kokoh, kulit melekat kuat pada daging. Bau segar spesifik menurut jenisnya, jika diamati bentuk dagingnya kompak, elastis, dan rasanya manis. Pembentukan rasa dalam produk hasil perikanan merupakan peranan dari asam amino-asam amino yang dikandungnya. Asam amino-asam amino yang berperan pada umumnya adalah asam glutamat, glisin, alanin, arginin, metionin, valin, dan prolin (Yamaguchi dan Watanabe 1988). Glisin dan alanin berperan pada munculnya rasa manis, prolin pada rasa manis dan pahit, selain itu lisin dan alanin memiliki efek sinergis pada campuran senyawa yang mengandung asam glutamat (Kato et al. 1989). Hidrolisis trypsin dan chymotrypsin pada udang segar dan beku keduanya menghasilkan hidrolisat dengan kandungan asam amino yang tinggi, alanin, prolin, glisin, dan arginin, yang penting dalam flavor krustasea. (Simson et al. 1998). Komposisi asam amino udang segar disajikan pada Tabel 6.
22
Tabel 6
Komposisi asam amino udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
Asam amino Asam aspartat+aspargin Hidroksiprolin Treonin Serin Asam glutamat+glutamin Prolin Glisin Alanin Sistein Valin Metionin Isoleusin Leusin Tirosin Penilalanin Lisin Histidin Arginin
mg/100 g daging 1704 215 1129 1027 1504 3862 871 1601 547 1078 1298 2411 3153 1967 1967 630 666 3494
Sumber: Sriket et al. (2007)
Udang termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat dibandingkan dengan komoditas daging hewan lainnya. Kecepatan pembusukan udang setelah ditangkap atau dipanen sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis udang, dan teknik penanganannya. Sehingga setelah udang ditangkap atau dipanen harus segera dilakukan pendinginan atau pembekuan. Bentuk-bentuk olahan udang yang akan dibekukan tergantung dari jenis udang, mutu bahan baku, dan pesanan dari pihak konsumen. Menurut Purwaningsih (1995), bentuk olahan dari udang beku adalah sebagai berikut: 1. Head On yaitu produk udang beku yang utuh lengkap dengan kepala, badan, kulit, dan ekor. 2. Headless (HL) yaitu produk udang beku yang diproses dalam bentuk kepala sudah dipotong, tetapi masih memiliki kulit, kaki, dan ekor. 3. Peeled yaitu produk udang beku tanpa kepala, kulit, dan tanpa atau dengan ekor. Peeled terdiri dari:
23
a. Peeled tail on (PTO) yaitu produk udang beku tanpa kepala dan kulit dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan. b. Peeled deveined tail on (PDTO) yaitu produk udang kupas (hampir sama dengan PTO), tetapi pada bagian punggung udang diambil vein (kotoran perutnya). c. Peeled and deveined (PD) yaitu produk udang yang dikupas seluruh kulit serta ekornya dan bagian punggungnya dibelah untuk mengambil kotoran perut. d. Peeled undeveined (PUD) yaitu produk udang beku yang dikupas seluruh kulit dan ekor seperti pada produk PD, tetapi tanpa mengambil kotoran ekor. e. Butterfly yaitu produk udang beku hampir sama dengan produk PDTO dimana kulit udang dikupas mulai dari ruas pertama sampai ruas kelima, sedangkan ruas terakhir dan ekor disisakan. Kemudian bagian punggung dibelah sampai pada bagian perut bawahnya, tetapi tidak sampai putus dan kotoran perutnya dibuang. 4. Value Added Product (VAP) yaitu produk udang beku yang mendapat perlakuan tambahan. Udang yang diproduksi sebagai produk VAP adalah udang ukuran 21 dan 31. Produk VAP ada 2 jenis, yaitu: a. VAP belly cut (BC) yaitu produk udang beku yang dikupas dan disisakan satu ruas di dekat ekor kemudian dipijit dan diluruskan. b. VAP non belly cut (NBC) yaitu produk udang beku yang dikupas, tetapi tidak dipijit dan diluruskan, hanya dibuang ususnya. Bahan pigmen utama udang adalah astaxanthin, satu dari pigmen utama karotenoid. Memberikan warna merah-orange pada jaringan (Yamaguchi 1994 dalam Yanar et al. 2004). Kandungan karotenoid pada udang berbeda-beda, tergantung habitat, pakan, dan musim. Kandungan karotenoid pada udang spesifik pada setiap spesies dan sangat bervariasi dengan daerah geografis walaupun pada spesies yang sama (Yanar et al. 2004). Astaxanthin disusun oleh tiga stereoisomer dalam suatu campuran rasemik membentuk kompleks dengan protein yang terakumulasi dalam eksoskeleton krustasea (Schiedt et al. 1993) Kompleks ini
24
dapat berwarna hijau, atau biru dalam hewan hidup, menjadi berwarna merah jika dipanaskan (Britton 1996). 2.8
Udang Rebus (Cooked Shrimp) Udang sebagai produk perikanan yang mudah mengalami kerusakan,
biasanya memiliki nilai komersial yang lebih tinggi jika dijual dalam bentuk udang masak. Udang masak merupakan produk udang yang telah mengalami proses pemasakan baik melalui perebusan maupun pengukusan. Industri pengolahan udang masak pada umumnya dilakukan pada skala besar dalam wadah dengan kuantitas air yang banyak. Ketika udang dimasukkan ke dalam wadah, suhu air akan menurun kemudian akan meningkat kembali sampai suhu 100 oC. Udang selanjutnya direbus dalam air mendidih sesuai dengan waktu yang telah ditentukan untuk memastikan aman dari bakteri dan diperoleh kualitas daging yang optimum (Alvarez et al. 2009). Udang rebus seperti produk perikanan lainnya, selama proses penanganan, pengolahan, dan penyimpanan akan mengalami kemunduran mutu. Kemunduran mutu ini terjadi karena adanya proses dekomposisi dalam produk. Menurut Food and Drug Administration (FDA) (1998), dekomposisi adalah suatu penguraian oleh bakteri atau akibat perubahan kimia enzimatis pada jaringan produk. Perubahan ini selanjutnya diperlihatkan dengan timbulnya penyimpangan pada kenampakan, warna, rasa, tekstur, dan penyimpangan yang lainnya pada produk. Udang umumnya mengandung lemak sebesar 1,2%, dimana komponen utama yang paling banyak adalah phospholipid. Adanya cahaya dan oksigen akan menyebabkan asam lemak menjadi teroksidasi. Oksidasi lemak tersebut selanjutnya akan menghasilkan bau seiring dengan semakin lamanya proses penyimpanan produk (Johnston et al. 1983). Oksidasi lemak cenderung terjadi pada saat penyimpanan beku dibandingkan dengan penyimpanan dingin, dan dapat berkaitan dengan enzim maupun non enzim. Enzim-enzim seperti lipoksigenase, peroksidase, dan enzim-enzim mikrosomal dari jaringan otot hewan kemungkinan besar dapat memulai peroksidasi lemak yang menghasilkan hidroperoksida. Terpisahnya hidroperoksida menjadi aldehid, keton, dan alkohol menyebabkan terjadinya perubahan rasa (Departemen Kelautan dan Perikanan 2008).
25
Proses pemasakan pada udang menyebabkan terjadinya denaturasi protein miofibril
dan
penyusutan
kolagen,
sehingga
akhirnya
mengakibatkan
mengerasnya daging udang (Erdogdu et al. 2004). Perubahan tersebut akhirnya akan menyebabkan keluarnya cairan yang mengandung protein yang dikenal dengan istilah drip selama pemasakan yang mengakibatkan timbulnya kekosongan antar serabut otot udang. Dengan demikian faktor tersebut akan mempengaruhi terhadap keseluruhan volume dan kepadatan setelah pemasakan udang. 2.9
Secang (Caesalpinia sappan Linn) Secang (Caesalpinia sappan Linn.) merupakan salah satu jenis tanaman
sumber tanin berupa tanaman perdu yang memanjat atau berupa pohon kecil dan duri banyak, yang tingginya dapat mencapai 5-10 meter. Tanaman ini biasanya tumbuh baik di daerah pegunungan yang tidak terlalu dingin (Heyne 1987). Kayu secang ditanam sebagai tanaman pagar dan dapat tumbuh pada berbagai macam tanah pada ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut. Tanaman ini diperbanyak dengan biji dan tersebar di India, Malaysia, dan Indonesia (Departemen Kesehatan 1998). Tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn.) disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Secang (Caesalpinia sappan Linn.) Sumber : http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php. Kayu secang menghasilkan pigmen, tanin, brazilin dan asam galat (Lemmens 1992). Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Selain sebagai pewarna, brazilin kayu secang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan dan antibakteri. Menurut Weningtyas (2009), aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak secang yaitu pada konsentrasi
26
2,5 mg/ml. Menurut Lim et al. (2007), ekstrak secang mengandung komponen antimikroba dengan jenis 5-hydroxi-1,4-naptakuinon. Menurut Kristie (2008), konsentrasi secang sebesar 37,5 mg/ml memiliki aktivitas antimikroba yang paling kuat. Nama senyawa yang mampu diisolasi dari kayu secang (Caesalpinia sappan Linn.) adalah brazilin (C16H14O5) (Sanusi 1989). Brazilin termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid (Oliveira et al. 2002). Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan cepat membentuk warna merah jika terkena sinar matahari, dan jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna merah kecoklatan dan dapat larut dalam air (Kim et al. 1997). Titik leleh dari senyawa brazilein adalah 150 oC, dan suhu penguraiannya lebih besar dari 130 oC (Goodwin 1976). Stabilitas pigmen brazilein dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kondisi pH, suhu, pemanasan, sinar ultraviolet, oksidator dan reduktor, serta metal. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada pH 2-5 pigmen brazilein berwarna kuning, pada pH 6-7 berwarna merah, dan pada pH 8 ke atas berwarna merah keunguan (Adawiyah dan Indriati 2003).
27
3 METODE
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Januari 2011 di
Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging limbah filet ikan
kakap merah yang diperoleh dari salah satu industri pengolahan filet kakap merah yang ada di wilayah Muara Angke, Jakarta Utara. Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevined) dengan ukuran 60-70 (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor), secang (Caesalpinia sappan L.), air, garam, es, cryoprotectant (gula), kertas saring, bahan pengemas berupa cling film, styrofoam serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis kimia, fisika, dan mikrobiologis. Alat yang digunakan antara lain berupa peralatan untuk pembuatan surimi berupa pisau, timbangan, nampan plastik, grinder, kain kasa, talenan, cool box, lemari es untuk tempat penyimpanan, wadah untuk pelapisan, serta peralatan untuk analisis proksimat, asam amino, TVB, pH meter, aw meter, TPC, dan viscometer. 3.3
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap meliputi penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi pengujian bahan baku yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan edible coating dan karakterisasi bahan pewarna alami dari secang pada larutan edible coating. Penelitian utama meliputi pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah, ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L), pembuatan edible coating pada berbagai konsentrasi surimi (2, 6, 10, dan 14%), aplikasi edible coating terhadap udang rebus, serta
28
pengamatan kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan 8 hari pada suhu 1-5 oC dengan lama pencelupan 30 menit. 3.3.1 Pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) Analisis Total Volatile Base (TVB) dan pH untuk mengetahui tingkat kesegaran daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan dalam pembuatan surimi, sebelum diproses dilakukan. Metode pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah yang digunakan merupakan modifikasi dari penelitian Suzuki (1981). Daging ikan yang telah dipisahkan dari sisa filet digiling menggunakan grinder agar dihasilkan daging ikan yang halus dan lumat tanpa tulang, duri, dan kotoran. Setelah itu daging ikan dicuci dua kali menggunakan air dingin bersuhu (15±1) oC dan larutan garam 0,3% (b/b). Perendaman dengan air dingin (perbandingan air : daging adalah 3:1) dilakukan selama 10 menit untuk membersihkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada daging lumat dan untuk melarutkan protein sarkoplasma. Daging ikan tersebut kemudian diperas dengan menggunakan kain blacu untuk mengeluarkan air. Perendaman kedua dengan larutan garam 0,3% (b/b) (perbandingan volume larutan garam : daging adalah 3:1) selama 10 menit, selanjutnya disaring kembali dengan menggunakan kain blacu sambil dilakukan pemerasan.
Cryprotectant
sebanyak 2% (b/b) ditambahkan dan dicampur menggunakan food processor sampai homogen. Penambahan cryoprotectant dilakukan untuk mencegah terjadinya denaturasi protein pada surimi. Surimi yang dihasilkan dimasukkan ke dalam plastik polyethylene dan disimpan dalam freezer pada suhu -15 oC, selanjutnya digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible coating. Surimi yang dihasilkan dihitung rendemennya sebelum dilakukan penyimpanan. Surimi beku yang digunakan untuk bahan edible coating dianalisis pH dan TVB untuk mengetahui tingkat kesegarannya. Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah selengkapnya disajikan pada Gambar 5.
29
Limbah filet ikan kakap merah*
Pemisahan daging dari limbah filet
Daging ikan kakap*
Analisis TVB, pH
Penggilingan
Daging lumat
Pencucian dan perendaman dalam air dingin (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman dalam air garam dingin (garam 0,3% (b/b)) (15±1) oC selama 10 menit (ikan : air garam = 1:3)
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu
Cryoprotectant (sorbitol 2%)*
Surimi
Rendemen
pencampuran
Pencetakan dan pengemasan Penyimpanan dalam freezer (suhu -15 oC) selama 1 minggu
Surimi beku
Analisis TVB dan pH
Gambar 5 Diagram alir pembuatan surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah (Modifikasi* dari Suzuki 1981).
30
3.3.2 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) Kayu secang kering digiling untuk memperkecil ukuran dengan menggunakan Hammer Mill disaring dengan saringan 40 mesh. Serutan kayu secang digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu tahap ekstraksi. Ekstraksi pigmen kayu secang dilakukan menggunakan metode Ye Min et al. (2006) dengan pelarut air. Bahan (100 g) diekstrak dengan 1 liter air dan dilakukan berulang sebanyak 3 kali selama 30 menit pada suhu 80 oC. Setelah itu disaring dengan penyaring vakum menggunakan kertas Whatman No.1 dan pH filtrat diukur. Ekstrak dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC untuk menghilangkan sisa pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak berupa bubuk kering. Serbuk ekstrak secang selanjutnya dicampurkan ke dalam edible coating sebagai pewarna alami untuk udang masak sebanyak 2,5 mg/ml. Ekstrak secang pada konsentrasi tersebut memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (Weningtyas 2009), sehingga diharapkan dapat mempertahankan warna udang rebus selama penyimpanan. Skema proses ekstraksi ditunjukkan pada Gambar 6. 100 g bubuk kayu secang Diekstrak dengan 1 L air (80 oC selama 30 menit) diluang 3 kali
Ampas
Disaring kasar dengan kain saring
Filtrat Disaring dengan penyaring vakum menggunakan Kertas Whatman No.1 Larutan ekstrak
Analisis pH
Dipekatkan dengan vacuum evaporator pada suhu 40 oC
Ekstrak secang (serbuk)
Gambar 6 Skema proses ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L.) (Metode Ye Min et al. 2006).
31
3.3.3 Pembuatan edible coating surimi Metode pembuatan edible coating berbahan dasar protein surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah ini adalah modifikasi dari metode penelitian Shiku et al. (2004), yang menemukan bahwa edible film yang stabil telah berhasil terbentuk dari protein ikan alaska pollack dengan konsentrasi 2%. Hasil penelitian Neviana (2007) menunjukkan bahwa edible film terpilih dari surimi ikan rucah adalah edible dengan penambahan konsentrasi surimi 10%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan kisaran penambahan surimi untuk larutan edible coating adalah 2, 6, 10, dan 14% (b/v). Surimi yang dalam keadaan beku dilakukan thawing terlebih dahulu selama 20 menit. Konsentrasi surimi terpilih diaplikasikan pada udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5
o
C. Edible coating surimi yang dihasilkan kemudian dianalisis
viskositasnya. 3.3.4 Proses pembuatan udang rebus Udang yang digunakan dalam penelitian adalah jenis udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam bentuk PUD (peeled undevine) dengan ukuran 60-70 (dalam 1 kg terdapat udang PUD sebanyak 60-70 ekor). Udang segar dikupas kemudian dicuci dengan menggunakan air dingin. Udang direbus dalam air mendidih selama 5 menit. Penentuan lama perebusan berdasarkan penelitian Julikartika (2003). Setelah masak, udang ditiriskan untuk selanjutnya dicelupkan ke dalam larutan edible coating, dikemas dan disimpan pada suhu rendah. 3.3.5 Aplikasi edible coating terhadap udang rebus Edible coating berbahan dasar surimi yang telah terbentuk, selanjutnya diaplikasikan sebagai pelapis udang rebus dengan metode celup (30 menit). Penentuan lama pencelupan mengacu pada hasil penelitian Riyanto (2006), yang menyatakan bahwa pencelupan udang rebus selama 30 menit dalam larutan edible coating dapat mempertahankan masa simpan udang rebus. Tahapan aplikasi terdiri dari dua jenis: (1) udang kupas, direbus, dan dicelupkan ke dalam edible coating (2) udang dikupas, dicelupkan ke dalam edible coating, dan direbus.
32
Udang rebus yang telah dilapisi edible coating diamati ketebalan lapisannya menggunakan mikroskop elektron dengan perbesaran 10 kali. Permukaan udang rebus juga diamati menggunakan mikroskop elektron untuk mengetahui kecerahan dan warna permukaannya. Diagram alir pembuatan dan aplikasi edible coating disajikan pada Gambar 7. 3.3.6 Pengemasan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi selanjutnya disusun dalam wadah styrofoam berukuran 12 x 12 cm. Posisi susunan udang tidak saling menempel untuk menjaga keutuhan edible coating pada permukaan udang. Wadah kemudian ditutup menggunakan kemasan plastik wrap hingga menutupi seluruh permukaannya. Plastik wrap merupakan lapisan film plastik yang tipis, berbahan dasar Low Density Polyethilene (LDPE). 3.3.7 Penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating Udang rebus yang telah dikemas disusun dalam wadah plastik berukuran 28 x 35 cm. Susunan kemasan udang terdiri dari satu lapis, tidak ditumpuk pada wadah untuk menghindari terjadinya kerusakan fisik pada udang rebus. Udang rebus disimpan pada lemari pendingin dengan suhu penyimpanan 1-5 oC selama 8 hari. Lemari pendingin sebelum digunakan sudah di set dan diukur suhunya. Wadah plastik disusun dalam lemari pendingin dan tidak ditumpuk, hal ini ditujukan supaya semua wadah memperoleh distribusi suhu yang sama selama proses penyimpanan. Perubahan kualitas udang rebus diamati setiap hari selama 8 hari penyimpanan. Analisis meliputi TVB, pH, kadar air, aw, TPC, WHC, dan perubahan warna udang rebus.
33
Surimi beku
Pelelehan (thawing) (20 menit) Pelarutan surimi (2%*, 6%, 10%****, dan14%) Penambahan akuades sampai 150 ml dan NaOH 1 M sampai pH 11
Pengadukan dan pemanasan (30 menit) suhu 55 oC
Larutan surimi
Penyaringan (nilon 150 mesh)
Filtrat Tanpa secang
Penambahan secang
Edible coating
Udang kupas Perebusan selama 5 menit** Pelapisan udang dengan pencelupan udang masak ke dalam edible coating surimi selama 30 menit***
Penyiangan
Pelapisan udang dengan pencelupan udang segar ke dalam edible coating surimi selama 30 menit
Perebusan selama 5 menit**
Pengemasan dan penyimpanan pada suhu 1-5 oC selama 8 hari
-Lapisan edible coating diamati di bawah mikroskop. -Perubahan kualitas udang masak diamati setiap hari selama 8 hari, meliputi analisis TVB, pH, kadar air, aw, TPC, WHC, dan perubahan warna.
Gambar 7 Diagram alir penelitian dan aplikasi edible coating surimi ikan kakap merah (Modifikasi Shiku et al. 2004*; Julikartika 2003**; Riyanto 2006***; dan Neviana 2007****).
34
3.4
Prosedur Analisis Prosedur analisis dari masing-masing parameter pengamatan adalah sebagai
berikut : 1)
Kadar air metode oven (AOAC 2005) Sebanyak 2 g sampel uji dikeringkan pada suhu 95-100 oC hingga berat
konstan di bawah tekanan ≤ 100 mm Hg selama kurang lebih 5 jam. Wadah yang digunakan adalah piringan alumunium diameter tutup ≥ 50 mm dan kedalaman 40 mm. Kehilangan dalam pengeringan dilaporkan sebagai perkiraan kandungan kelembaban. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Kadar air %(b/b) =
2)
berat hilang selama pengeringan (g) x 100% berat sampel uji (g)
Kadar abu (AOAC 2005) Sampel kering sebanyak 2 gram dipanaskan dalam piringan logam
50-100 mL pada suhu 100 oC hingga kandungan air keluar. Piringan ditempatkan pada tanur dengan suhu kurang dari 550 oC dan tunggu hingga abu berwarna putih terbentuk. Abu didinginkan lalu lembabkan dengan air, kemudian dikeringkan dalam steam bath dan dalam hot plate. Sampel diabukan kembali pada suhu 525 oC hingga mencapai berat konstan. Jika bahan yang diuji mengandung lemak dalam jumlah banyak maka pengabuan awal perlu dilakukan pada suhu yang serendah mungkin untuk menguapkan lemak tanpa membakarnya. Penentuan kadar abu menggunakan rumus : Kadar abu (%) =
3)
berat abu (g) x 100% berat sampel (g)
Kadar protein (AOAC 2005) Penentuan kadar protein menggunakan
metode semi mikro Kjeldahl.
Sampel sebanyak 0,75 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu ditambahkan 6,25 g K2SO4 dan 0,6225 g CuSO4 sebagai katalisator. Sebanyak 15 ml H2SO4. Jika sampel uji yang digunakan kurang dari 2,2 g, maka jumlah H2SO4 pekat dan 3 ml H2O2 secara perlahan-lahan ditambahkan ke dalam labu dan didiamkan
35
selama 10 menit dalam ruang asam. Tahap selanjutnya adalah proses destruksi pada suhu 410oC selama ±2 jam atau hingga diperoleh larutan jernih. Hasil destruksi
didiamkan
hingga
mencapai
suhu
kamar
dan
ditambahkan
50-75 ml akuades. Erlenmeyer disiapkan dan diisi dengan 25 ml larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator (Bromchresol green 0,1% dan methyl red 0,1% (2:1)) sebagai penampung destilat. Labu Kjeldahl dipasang pada rangkaian alat destilata uap dan titambahkan 50 ml NaOH 40% (alkali). Kemudian hasil destilat ditampung dalam erlenmeyer tersebut hingga volume destilat mencapai 150 ml (hasil destilat berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N dan dilakukan hingga warna berubah menjadi abu-abu. Blanko diberi perlakuan yang sama seperti tahapan sampel. Pengujian dilakukan secara duplo. Kadar protein dihitung dengan rumus:
N (%) =
(ml HCl – blanko) x N HCl x 14,007 x 100% berat sampel (mg)x k Kadar Protein (%) = N (%) x 6,25
4)
Kadar lemak (AOAC 2005) Labu lemak yang telah dikeringkan di dalam oven (105 oC) ditimbang
hingga diperoleh berat konstan. Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring bebas lemak kemudian dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Selongsong tersebut dimasukkan ke dalam tabung Soxhlet. Sebanyak 150 ml kloroform dimasukkan ke dalam labu lemak. Sampel direfluks selama 8 jam dimana pelarut sudah terlihat jernih yang menandakan lemak telah terekstrak semua. Pelarut yang ada pada labu lemak dievaporasi untuk memisahkan pelarut dan lemak lalu labu lemak dikeringkan dengan oven 105 oC selama 30 menit. Labu ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan rumus:
Kadar lemak (%) =
(Berat labu akhir − berat labu awal) x 100% Berat sampel
36
5)
Kadar karbohidrat (BeMiller 2003) Kandungan karbohidrat dilakukan dengan menggunakan metode analisis
karbohidrat by difference. Kadar karbohidrat ditentukan dengan rumus : Kadar karbohidrat (%) = 100% _ (% air + % abu + % protein + % lemak) 6)
Total Volatile Base (TVB) Prinsip dari pengujian terhadap kadar TVB adalah senyawa-senyawa basa
volatil (amonia, mono-, di-, trimetilamin, dan senyawa basa lainnya) yang terdapat di dalam sampel yang bersifat basa diuapkan. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh asam borat dan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N. Penentuan TVB dilakukan dengan metode Conway. Sebanyak 25 g sampel diblender selama satu menit dicampur dengan 75 ml larutan TCA 7%, lalu disaring untuk mendapatkan filtrate yang bening. Sebanyak 2 ml H3BO3 2% dimasukkan ke dalam inner chamber cawan Conway dan 1 ml filtrat ke outer chamber sehingga kedua macam larutan bercampur di outer chamber. Sebelum cawan ditutup, pinggir cawan diolesi vaselin supaya penutupan sempurna. Pada posisi hamper menutup ditambahkan K2CO3 1:1 (b/v) ke dalam outer chamber sebanyak 1 ml kemudian cawan Conway segera ditutup. Blanko dikerjakan dengan mengganti filtrat dengan 7% TCA. Prosedur yang dikerjakan sama seperti di atas, kemudian diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48 jam. Larutan asam borat yang mengandung sampel atau tidak (blanko) ditetesi 2 tetes indikator (methyl red 0,1% dan bromthymol blue 0,1% (2:1)), kemudian dititrasi dengan larutan HCl sambil diaduk sehingga warnanya berubah menjadi merah muda. Kadar TVB kemudian dihitung menggunakan rumus:
Kadar TVB (mg N/100 g) =
(i − j)x N HCl x 14,007 x FP x 100 Berat sampel (g)
Keterangan: i=volume titrasi sampel (ml); j= volume titrasi blanko (ml); FP= faktor pengenceran.
37
7)
Nilai pH (AOAC 1995) Penetapan pH dilakukan setelah pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan
pH 4 dan pH 7. Sampel disiapkan dan suhunya diukur, kemudian pengatur suhu pH meter ditetapkan pada suhu tersebut. Stabilisasi pH meter dilakukan selama 15-30 menit.
Setelah itu elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan.
Elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan pengukuran pH dapat di set. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian pH sampel dapat dicatat. 8)
Nilai aw Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air adalah aw meter.
Prosedur penggunaan alat tersebut adalah alat dihidupkan dengan cara tombol start ditekan sampai terbaca ready push to start. Penetapan nilai aw dilakukan setelah aw meter dilakibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan cara cawan sampel diisi dengan 2-3 tetes larutan standar (NaCl). Tombol start ditekan dan terbaca under test, lalu ditunggu beberapa saat sampai terbaca completed, nilai aw dan suhu disesuaikan dengan yang tertulis dalam standar. Jika tidak sesuai maka dilakukan kalibrasi dengan cara menekan start kedua kali lalu memutar sekrup sampai nilai aw sesuai. Selanjutnya dilakukan pengukuran sampel dengan cara satu gram sampel dimasukkan ke dalam wadah. Tombol start ditekan dan ditunggu sampai terbaca comlpeted, maka akan terbaca nilai aw yang akan diukur. 9)
Penentuan total plate count (TPC) (Fardiaz 1992) Prinsip dari penentuan total plate count adalah menentukan besarnya
populasi bakteri yang terdapat pada udang sehingga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kesegaran udang tersebut, karena bakteri merupakan faktor utama penyebab pembusukan yang sedang berlangsung. Prosedur kerjanya meliputi empat tahap yang saling berhubungan yaitu tahap persiapan, inokulasi, inkubasi, dan perhitungan jumlah koloni bakteri. Sampel daging udang ditimbang sebanyak 20 gram secara aseptis, dimasukkan ke dalam blender jars steril dan ditambahkan 180 ml NaCl fisiologis steril, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan
38
kecepatan tinggi selama 2 menit. Larutan yang diperoleh adalah pengenceran 1:10, selanjutnya dipipet sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan 1 ml lagi sebagai duplo. Kemudian disiapkan larutan contoh 1:100 dengan dipipet 1 ml larutan 1:10 dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis, lalu divortex sampai homogen sehingga diperoleh larutan contoh 1:100, dipipet larutan contoh 1:100 dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril kedua dan dilakukan secara duplo. Selanjutnya dengan cara yang sama dikerjakan inokulasi contoh sampai dengan pengenceran 1:1000.000.
Seluruh kegiatan dilakukan
secara aseptis. Ke dalam semua cawan petri yang telah berisi larutan contoh di atas, dituangkan secara aseptis media tumbuh plate count agar (PCA) steril bersuhu 45 oC sebanyak 10-20 ml, dan dibiarkan sampai agar dingin dan memadat. Setelah itu semua cawan petri tersebut diinkubasi pada suhu 37 oC dengan posisi terbalik selama 48 jam. Disamping itu dibuat blanko, yaitu ke dalam cawan petri steril hanya dituangkan media tumbuh PCA 10-20 ml dan 1 ml larutan pepton 1% steril. Selanjutnya dilakukan perhitungan jumlah bakteri dengan menggunakan colony counter. Perhitungan dilakukan disesuaikan dengan standard plate count (SPC). 10) Water holding capacity (Hamm 1972 diacu dalam Wahyuni 1992) Daya mengikat air (Water holding capacity/ WHC) ditentukan dengan alat carver press. Sebanyak 0,3 gram sampel diletakkan pada kertas saring kemudian dijepit dengan carver press berukuran 35 kg/cm2 selama 5 menit yaitu diantara dua plat jepitan. Luas area basah (wetted area) adalah luas air yang diserap kertas saring akibat penjepitan, yaitu selisih luas lingkaran luar dan dalam kertas saring. Pengukuran lingkaran dilakukan dengan planimeter merk Hruden. Kertas saring yang digunakan adalah whatman 1 No. 40. Bobot air bebas (air produk yang terlepas karena penekanan) dapat dihitung dengan rumus berikut :
Berat air (mg) =
luas daerah basah − 8,0 0.0948
Air bebas (%) =
berat air x 100% 30 mg
39
Dengan mengetahui kadar air total daging, maka air terikat atau WHC dapat ditentukan dengan : WHC (%) = kadar air total (%) – kadar air bebas (%) 11) Uji warna Pengukuran warna secara objektif menggunakan alat Chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b). Tingkat pewarnaan udang ditunjukkan dengan notasi (Soekarto 1990 dan Berrang et al. 1990) : L
: parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L berkisar dari 0 (hitam) hingga 100 (putih).
a
: warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai plus (+) dari 0 hingga 100 untuk warna merah dan minus (-) a dari nilai 0 hingga- 80 untuk warna hijau.
b
: warna kromatik gradasi biru kuning dengan nilai plus (+) b dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan minus (-) b dari nilai 0 hingga -80 untuk warna biru.
12) Viskositas Pengukuran viskositas digunakan Viscometer Brookfield spindle no.2 dengan kecepatan putar 30 rpm. Sampel terlarut (larutan surimi yang telah dibuat sampai tahap penyaringan) dimasukkan ke dalam tabung viscometer, kemudian viscometer dinyalakan. Viskositas dipengaruhi oleh jumlah zat terlarut yang ada dalam larutan tersebut. Viskositas dihitung dengan mengalikan hasil pembacaan pada viscometer (dial reading) dengan faktor kali sesuai dengan nomor spindle dan rpm yang digunakan pada viscometer. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipoises (cP). 13)
Uji organoleptik (Soekarto 1985) Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap penampakan, warna, aroma, dan rasa udang masak yang dilapisi edible coating. Cara penilaian organoleptik dilakukan dengan uji hedonik (Soekarto 1985), yaitu digunakan panelis agak terlatih sebanyak 30 orang. Bahan disajikan
40
secara acak dengan diberi nomor kode, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian pada salah satu kriteria skala hedonik. Hasil pengamatan dinyatakan dengan angka dari 1-7, dengan urutan sebagai berikut : 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (netral), 5 ( agak suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka). 14)
Metode irisan (Suntoro 1983) Pengukuran ketebalan edible coating pada udang masak, dilakukan dengan
cara membuat preparat dengan gelas objek untuk dilakukan pemotretan di bawah mikroskop. Metode irisan yang digunakan adalah metode irisan dengan tangan. Metode irisan adalah suatu metode pembuatan sediaan dengan jalan membuat suatu irisan dengan tebal tertentu, sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Cara metode irisan dengan tangan adalah sebagai berikut: sepotong jaringan dipegang diantara ibu jari penunjuk, kemudian jaringan ini dipotong melintang menggunakan pisau tajam beberapa kali secara cepat, paralel dan sedekat mungkin dengan permukaan atas jaringan yang akan dipotong, agar diperoleh irisan yang setipis mungkin. Selanjutnya irisan yang tipis ini dapat diamati di bawah mikroskop. 3.5
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Rancangan percobaan ini terdiri dari : 1.
Pengamatan viskositas terdiri dari dua faktor: (a) Perlakuan secang yang terdiri dari edible coating surimi tanpa secang dan edible coating surimi ditambah secang. (b) Konsentrasi surimi yang terdiri dari 2%, 6%, 10%, dan 14%. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial sebagai berikut: Y
Keterangan: i = 1,2 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3
= µ + A + B + (AB) + ε
41
Yijk µ Ai Bj (AB)ij εijk
2.
= Respon pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j ulangan ke-k = Rata-rata sebenarnya = Pengaruh perlakuan secang pada proses ke-i = Pengaruh perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j = Pengaruh interaksi perlakuan secang pada proses ke-i dan perlakuan konsentrasi surimi pada persentase ke-j = Pengaruh galat percobaan
Pengamatan perubahan mutu udang rebus terdiri dari dua faktor: (a) Proses aplikasi edible coating yang terdiri dari: -
pencelupan udang dengan edible coating tanpa secang kemudian pemasakan (RM tanpa secang)
-
pencelupan udang dengan edible coating ditambah secang kemudian pemasakan (RM ditambah secang)
-
pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating tanpa secang (MR tanpa secang)
-
pemasakan udang kemudian pencelupan dengan edible coating ditambah secang (MR ditambah secang).
(b) Faktor kedua yaitu lama penyimpanan selama 8 hari dengan analisis setiap hari, mulai hari ke-0 sampai hari ke-8. Model matematika rancangan acak lengkap pola faktorial adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993) : =
Keterangan :
Yijk µ Ai Bj (AB)ij εijk
+
+
+(
) +
i = 1,2,3,4 j = 0,1,2,3,4,5,6,7,8 k = 1,2,3 = Respon pengaruh proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak pada hari ke-j ulangan ke-k = Rata-rata sebenarnya = Pengaruh perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i = Pengaruh perlakuan penyimpanan udang masak pada hari ke-j = Pengaruh interaksi perlakuan proses aplikasi edible coating pada proses ke-i dan perlakuan lama penyimpanan udang masak hari ke-j = Pengaruh galat percobaan
42
3. Hasil uji organoleptik diolah dengan uji statistik nonparametrik, yaitu Kruskal Wallis yang bertujuan untuk menegtahui apakah antara perlakuan berbeda nyata. Model matematika uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut : H=
12 n(n + 1)
R − 3(n + 1) n
T = (t – 1) t (t + 1) Pembagi = 1 −
T H , H′ = (n − 1)n(n + 1) pembagi
Keterangan : n = total pengamatan ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i Rj = jumlah rangking dalam perlakuan ke-j.
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam (analysis variance). Untuk melihat tingkat validitas analisis yang ada dilakukan pengujian kenormalan, kehomogenan dan keaditifan data. Bila hasil dari analisis ragam memperlihatkan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka dilakukan uji lanjut berupa nilai tengah dengan Multiple Comparison Tukey-HSD (Steel dan Torrie, 1993).
43
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Penelitian Pendahuluan Pada penelitian pendahuluan dilakukan pengujian terhadap bahan baku
yaitu limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan bahan pewarna alami dari secang (Caesalpinia sappan L). Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesegaran bahan baku dan karakteristik secang sebagai bahan pewarna alami. 4.1.1 Pengujian bahan baku (daging limbah filet ikan kakap merah) Daging limbah filet ikan kakap merah yang diperoleh berupa serpihan daging dan sisa-sisa daging ikan kakap merah yang masih menempel pada tulang, sirip dan bagian kepala. Serpihan digunakan sebagai bahan baku surimi dan selanjutnya digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible coating surimi. Daging limbah filet kakap merah yang digunakan dalam penelitian adalah daging limbah filet beku seperti yang disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Daging limbah filet ikan kakap merah beku. Daging limbah filet sebelum digunakan dipisahkan dari sisik, tulang, dan duri yang masih tercampur. Analisis yang dilakukan terhadap bahan baku meliputi Total Volatile Base (TVB) diperoleh hasil 8,58±0,01 mgN/100g dan nilai pH 6,8±0,05. Nilai TVB dan pH menunjukkan bahwa daging limbah filet ikan kakap merah tersebut telah mengalami penurunan mutu, tetapi masih pada tahap awal. Nilai TVB kurang dari 10 mgN/100g menunjukkan ikan masih sangat segar (Farber 1965). Nilai pH dapat mempengaruhi kekuatan gel. Kekuatan gel akan tinggi jika pH daging berkisar antara 6,0-7,0, hal ini disebabkan miosin mudah
44
larut pada kisaran pH tersebut (Shimizu 1992). Daging limbah filet ikan yang digunakan dalam penelitian menunjukkan daging yang sangat segar, sehingga apabila digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan surimi dapat menghasilkan kekuatan gel yang tinggi. 4.1.2 Bahan pewarna alami dari secang Pewarna alami dari secang diperoleh melalui proses ekstraksi berdasarkan metode Ye Min et al. (2006) dengan menggunakan pelarut air. Secang dapat dimanfaatkan sebagai sumber zat warna alami karena mengandung brazilein yang berwarna merah dan bersifat larut dalam air panas (Sanusi 1993). Senyawa brazilein termasuk ke dalam golongan flavonoid sebagai isoflavonoid. Pengamatan dilakukan untuk melihat jumlah rendemen ekstrak secang yang baik sebagai pewarna alami untuk dicampurkan pada edible coating.
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Ekstraksi secang (Caesalpinia sappan L). (a) kayu secang, (b) larutan secang, (c) serbuk ekstrak secang. Berdasarkan hasil ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, diperoleh rendemen cukup tinggi yaitu 5,7% (±0,03). Pelarut air menghasilkan rendemen paling besar untuk mengekstrak secang dibandingkan dengan pelarut etanol (Weningtyas 2009). Nilai pH larutan secang sebelum dipekatkan menjadi serbuk 6,4±0,05 dengan warna merah. Kondisi keasaman atau pH larutan sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein. Pada pH 6-7 secang berwarna merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Ekstrak kayu secang yang dihasilkan setelah dipekatkan berupa serbuk berwarna kemerahan.
45
4.2
Penelitian Utama Penelitian utama dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pembuatan
surimi, pembuatan dan karakterisasi edible coating, aplikasi edible coating pada berbagai konsentrasi surimi terhadap udang rebus serta pengamatan terhadap kemunduran mutu udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. 4.2.1 Mutu surimi dari daging limbah filet ikan kakap merah Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan surimi adalah daging limbah filet ikan kakap merah. Berdasarkan hasil uji pendahuluan menunjukkan bahwa daging limbah filet kakap merah tersebut layak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan surimi karena memiliki tingkat kesegaran yang sangat tinggi. Daging limbah filet kakap merah beku yang diperoleh dari industri, seringkali masih mengandung sisik, duri dan tulang ikan. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pembuatan surimi daging limbah filet dibersihkan terlebih dahulu dari kemungkinan adanya duri-duri atau kotoran yang lain. Rendemen daging lumat dari daging limbah filet diperoleh 92,31% (±0,34) sedangkan rendemen surimi yang diperoleh dari hasil pencucian sebanyak dua kali adalah 72,36% (±0,18). Proses pembuatan surimi dilakukan pencucian terhadap daging limbah filet ikan kakap merah dengan menggunakan air dingin. Pencucian dengan air dingin merupakan tahap yang paling penting dalam proses pembuatan surimi (Peranginangin et al. 1999). Pencucian yang secara berulangulang maksimal sebanyak tiga kali akan meningkatkan gel surimi dan mencegah terjadinya denaturasi protein miofibril selama penyimpanan beku (Matsumoto dan Noguchi 1992). Analisis yang dilakukan terhadap surimi beku meliputi nilai pH dan TVB. Nilai pH surimi beku adalah 7,06±0,05 dan TVB sebesar 9,17 mgN/100g (±0,11). Berdasarkan nilai pH dan TVB tersebut terlihat bahwa telah terjadi penguraian protein selama penyimpanan beku, tetapi proses penguraian masih berjalan dengan lambat. Penyimpanan yang lebih lama dapat menyebabkan terbentuknya senyawa volatil yang dapat meningkatkan nilai pH dan TVBN. Nilai TVBN kurang dari 10 mgN/100g termasuk ke dalam kategori ikan sangat segar (Farber 1965).
46
4.2.2 Pembuatan dan karakterisasi edible coating dari surimi Edible coating dibuat dari surimi dengan berbagai konsentrasi, yaitu 2%, 6%, 10%, dan 14%. Edible coating yang terbentuk berwarna bening dan semakin tinggi konsentrasinya kenampakannya menjadi semakin keruh. Penambahan secang 2,5 mg/ml ke dalam edible coating menghasilkan warna merah tua, warna tersebut dihasilkan karena coating memiliki pH mendekati basa yaitu 7,8±0,04. Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 10 dan untuk edible coating dengan pemberian ekstrak secang disajikan pada Gambar 11.
2%
6%
10%
14%
Gambar 10 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi surimi.
2%
6%
10%
14%
Gambar 11 Edible coating dari surimi limbah filet kakap merah pada berbagai konsentrasi surimi dengan penambahan secang sebanyak 2,5 mg/ml. Edible coating yang dicampur dengan ekstrak secang memiliki nilai viskositas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan edible coating yang tidak diberi ekstrak secang. Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi limbah filet kakap merah disajikan pada Gambar 12. Pemberian ekstrak secang dilakukan setelah edible coating terbentuk.
Viskositas (Cp)
47
14 12 10 8 6 4 2 0
d c b a
h
g
f
e
2
6
10
14
Konsentrasi surimi (%)
Gambar 12 Nilai rataan viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet Ikan kakap merah. tanpa secang, ditambah secang.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan secang, konsentrasi surimi, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai viskositas edible coating seperti pada Lampiran 2. Secara keseluruhan semakin besar konsentrasi surimi yang ditambahkan, maka nilai viskositas edible coating menjadi meningkat. Hal ini disebabkan oleh jumlah protein surimi yang ditambahkan ke dalam larutan mengalami denaturasi oleh basa yang ditambahkan dalam proses pembuatan edible coating. Ikatan-ikatan molekul yang mengalami kerusakan, maka molekul tersebut akan mengembang dan pengembangan molekul ini mengakibatkan viskositas bertambah (Winarno 2008). Semakin banyaknya surimi sebagai zat terlarut yang ditambahkan juga akan meningkatkan jumlah padatan terlarut dalam edible coating. Viskositas dipengaruhi oleh zat yang terlarut dalam larutan tersebut, jika zat yang terlarut semakin banyak dan larutan semakin kental maka nilai viskositas yang dihasilkan akan semakin tinggi. Suspensi koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan. Pengembangan molekul zat terlarut mengakibatkan viskositas bertambah (Winarno 2008). Edible coating dengan penambahan ekstrak secang terdapat sedikit gumpalan di dasar wadah edible coating. Hal ini terjadi karena ekstrak secang memiliki kandungan tanin. Tanin yang terdapat dalam kayu secang ikut terekstrak selama proses ekstraksi, karena tanin merupakan senyawa polar yang larut dalam air dan etanol (Holinesti 2007). Kadar tanin ekstrak kayu secang yang diperoleh
48
melalui ekstraksi dengan air adalah 0,137% (Winarti dan Sembiring 1998). Tanin yang terdapat pada ekstrak secang bereaksi dengan surimi yang terdapat dalam edible coating, hal ini disebabkan surimi yang merupakan protein memiliki muatan positif dan tanin bermuatan negatif sehingga terjadi mekanisme pengikatan tanin oleh protein melalui muatan listrik. Menurut Siebert (1996), protein akan mengendap bersama tanin membentuk kompleks yang tidak larut. Interaksi tanin dengan protein akan membentuk ikatan hidrogen yang mengakibatkan berat kedua molekul yang berikatan meningkat sehingga terjadi pengendapan. Berdasarkan hal tersebut juga, sebagian surimi yang terdapat dalam edible coating akan berikatan dengan tanin yang terdapat dalam ekstrak secang. Penambahan secang yang mengandung tanin bermuatan negatif menyebabkan jumlah ion negatif dalam larutan berlebih sehingga terjadi efek salting out. Salting out dapat dideskripsikan sebagai fenomena dimana air tidak dapat melarutkan akibat ion-ion terlarut dalam kondisi jenuh (Hasseine et al. 2008). Hal ini menyebabkan jumlah zat terlarut dalam edible coating menjadi berkurang, dengan demikian viskositasnya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan edible coating yang tidak diberi ekstrak secang. 4.2.3 Aplikasi edible coating pada udang rebus Udang rebus yang digunakan dalam penelitian adalah udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Kandungan Total Volatile Base (TVB) udang vannamei rebus diperoleh hasil sebesar 4,32 mgN/100g dengan nilai pH adalah 7,36. Analisis kimia udang vannamei rebus meliputi analisis proksimat yaitu kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Hasil analisis disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi kimia udang vannamei (Litopenaeus vannamei) rebus No 1 2 3 4
Parameter Analisis Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%)
Udang Rebus 68,824±0,19 0,714±0,03 23,257±1,06 1,634±0,06
49
Berdasarkan Tabel 7, maka udang vannamei rebus merupakan produk olahan yang memiliki kandungan protein tinggi dan berlemak rendah, karena kadar proteinnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacoeb et al. (2008) udang memiliki kadar protein yang tinggi dengan protein yang mudah untuk dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh. Udang vannamei yang telah direbus selama 5 menit, ditiriskan dan selanjutnya dilapisi oleh edible coating dari daging limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dengan metode pencelupan selama 30 menit. Seluruh permukaan udang rebus terselimuti coating secara merata dan berwarna transparan sehingga udang rebus tampak mengkilat. Secara visual warna merah pada udang yang dilapisi edible coating yang ditambah secang relatif lebih merah dibandingkan dengan udang yang dilapisi tanpa secang. Penentuan konsentrasi surimi yang akan digunakan untuk penelitian kemunduran mutu udang rebus dilakukan dengan uji hedonik dan uji warna terhadap udang masak yang telah dilapisi edible coating. Konsentrasi surimi yang terpilih selanjutnya diaplikasikan terhadap udang rebus untuk tahap penelitian selanjutnya. 1. Penilaian organoleptik dengan uji hedonik Uji organoleptik adalah menilai suatu produk menggunakan alat indera penglihatan, pencicip, pembau dan indera pendengar. Uji ini dilakukan supaya dapat diketahui penerimaan panelis atau konsumen terhadap suatu produk (Soekarto 1985). Uji hedonik dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating. Edible coating terdiri dari dua jenis yaitu tanpa secang dan ditambah dengan secang sebanyak 2,5 mg/ml. Karakteristik yang diuji meliputi kenampakan, warna, aroma dan rasa. Hasil uji hedonik udang rebus yang dilapisi edible coating surimi disajikan pada Gambar 13 dan hasil uji hedonik udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan penambahan ekstrak secang disajikan pada Gambar 14.
50
7 a
Skor uji hedonik
6
a a
5
c b
a
b
d
b
d d
d e
e
e
e
4 3 2 1 0 Kenampakan
Warna
Aroma
Rasa
Karakteristik organoleptik
Gambar 13 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%. 6
Skor uji hedonik
b 5 4
c a
c
d e
e
e
e
f f
c
f
f
3 2 1 0 Kenampakan
Warna
Aroma
Rasa
Karakteristik organoleptik
Gambar 14 Hasil uji hedonik terhadap udang rebus yang dilapisi edible coating surimi ditambah secang 2,5 mg/ml. Konsentrasi surimi 2%, 6%, 10%, 14%.
a. Kenampakan Kenampakan merupakan parameter organoleptik yang penting, karena merupakan sifat sensoris yang pertama kali dilihat oleh konsumen. Bila kesan kenampakan produk baik atau disukai, maka konsumen baru akan melihat sifat sensoris lainnya (aroma, rasa, tekstur). Kenampakan tidak menentukan tingkat kesukaan konsumen secara mutlak, tetapi kenampakan juga mempengaruhi
51
penerimaan konsumen. Umumnya konsumen memilih dan menerima makanan yang memiliki kenampakan yang menarik (Soekarto 1985). Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi adalah 4,7 sampai 6,03. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi sebesar 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak secang adalah 3,7 sampai 5,1. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3a diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan udang rebus, sedangkan edible coating surimi dengan pemberian secang memberikan pengaruh yang nyata terhadap kenampakan udang rebus. Nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dan udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan secang memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Hal tersebut terjadi karena konsentrasi surimi 14% dapat membentuk edible coating dengan baik. Edible coating dapat menutupi permukaan udang rebus dengan sempurna pada saat diaplikasikan, sehingga mampu membuat permukaan udang rebus terlihat jernih, transparan, mengkilap dan cerah. Menurut Krochta (1992), penggunaan edible coating dapat mereduksi laju kerusakan selama proses, memperbaiki tekstur dan penampakan produk. b. Warna Warna merupakan atribut sensori yang sangat penting dan harus selalu dipertimbangkan, karena mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kualitas suatu produk (Niamnuy 2008). Pigmentasi yang bagus dan homogen dalam suatu bahan pangan adalah karakteristik kualitas yang menentukan terhadap penerimaan konsumen. Produk dengan warna yang menarik akan lebih diterima oleh konsumen walaupun dengan harga yang lebih mahal (Delgado et al. 2003). Kisaran nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi adalah 4,5 sampai 6. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible
52
coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Kisaran nilai rataan kenampakan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak secang adalah 3,5 sampai 5,03. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3b diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian secang memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna udang rebus. Nilai rataan warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dan udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan secang memiliki nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Konsentrasi surimi 14% terhadap edible coating yang diaplikasikan pada udang rebus mampu memperbaiki warna udang rebus, udang rebus menjadi memiliki warna yang lebih cerah dan mengkilap sehingga banyak disukai oleh panelis. Edible coating efektif dalam mengurangi penurunan kualitas sensori produk yang meliputi warna, bau, dan firmness (Mastromatteo 2010). c. Aroma Enak atau tidaknya suatu produk makanan ditentukan oleh aroma, bahkan aroma lebih kompleks daripada cicip atau rasa, dan kepekaan indera pembauan lebih tinggi daripada indera pencicipan. Industri pangan menganggap sangat penting melakukan uji bau karena dapat memberikan hasil penilaian produksinya disukai atau tidak disukai (Soekarto 1985). Nilai rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 5,06 sampai 5,13. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi sebesar 2%%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Nilai rataan aroma udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak secang berkisar antara 4,50 sampai 4,73. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 6% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3c diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian secang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma udang
53
rebus. Hal ini terjadi karena edible coating surimi memiliki aroma yang netral, sehingga ketika diaplikasikan pada udang rebus tidak menimbulkan aroma yang menyimpang dari aroma udang rebus. d. Rasa Rasa merupakan faktor penting yang menjadi dasar diambilnya keputusan oleh konsumen terhadap diterimanya suatu produk. Apabila sebuah produk mempunyai rasa yang tidak enak, maka produk tersebut tidak akan diterima oleh konsumen walaupun warna dan aromanya baik (Winarno 2008). Hasil rata-rata penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 4,16 sampai 4,66. Nilai terendah adalah pada udang rebus yang diberi edible coating surimi 6%, sedangkan nilai tertinggi terdapat pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14%. Hasil rataan penilaian panelis terhadap rasa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi yang diberi ekstrak secang berkisar antara 3,83 sampai 4,56. Nilai terendah pada konsentrasi surimi 2% dan nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14%. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis pada Lampiran 3d diperoleh hasil konsentrasi surimi pada edible coating surimi dan edible coating surimi dengan pemberian secang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa udang rebus. Berdasarkan hasil uji hedonik, aplikasi edible coating terhadap udang rebus menunjukkan bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang diaplikasikan pada udang rebus, yang paling disukai oleh panelis adalah 14%. Konsentrasi tersebut paling disukai baik pada edible coating tanpa secang maupun pada edible coating yang ditambah dengan secang. 2. Uji warna udang pada berbagai konsentrasi surimi dalam edible coating Warna bahan pangan merupakan atribut sensori yang mempengaruhi kualitas dan penerimaan produk pangan. Produk pangan dengan nilai gizi yang tinggi belum tentu dapat dipilih konsumen jika warnanya tidak menarik atau tidak sesuai dengan standarnya. Hasil uji warna udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah, disajikan pada Gambar 15, 16, dan 17.
54
80
d c
Nilai L*
75 a
b
h
g
e f
70 65 60 Kontrol
2
6
10
14
Konsentrasi surimi (%)
Gambar 15 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang. Berdasarkan Gambar 15 nilai rata-rata L* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 72,25-78,07 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan L* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak secang berkisar antara 69,76-77,53,
nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada
konsentrasi surimi 6%. Nilai L* menunjukkan tingkat kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar dari 0 (hitam) hingga 100 (putih). Berdasarkan Gambar 15, nilai L* udang rebus cenderung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi surimi yang ditambahkan ke dalam edible coating. Nilai L* pada udang rebus yang diberi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil tersebut ditunjukkan baik pada perlakuan yang diberi secang maupun yang tidak diberi secang. Hal ini disebabkan pada konsentrasi 14% edible coating yang terbentuk memiliki sifat gel yang stabil, pada saat diaplikasikan pada udang rebus edible coating mampu menyelimuti permukaan dengan sempurna, sehingga udang rebus menjadi mengkilap dan cerah. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4a menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan secang dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang
55
nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%.
25
Nilai a*
h
g
20
f
e
15
a
b
2
6
c
d
10 5 0 Kontrol
10
14
Konsentrasi surimi (%)
Gambar 16 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang.
Berdasarkan Gambar 16 menunjukkan nilai rataan a* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 13,21-16,06, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan a* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak secang berkisar antara 17,09-20,22 nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai a* merupakan nilai yang menerangkan warna kromatik yang terkandung di dalam sampel. Nilai a* menentukan warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai a+ (positif) dari 0 sampai +80 untuk warna merah, dan –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Berdasarkan data nilai a* pada Gambar 16 menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi edible coating surimi tanpa secang dengan konsentrasi surimi sebesar 2% memiliki nilai kromatik merah paling kecil tetapi bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa warna kromatik yang terkandung masih berada pada kisaran warna merah. Nilai kromatik merah paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang dilapisi edible
56
coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak secang. Edible coating yang diberi ekstrak secang menghasilkan nilai kromatik yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak secang. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami secang dapat memberikan warna merah yang lebih tajam pada udang rebus, sehingga warna udang rebus tersebut menjadi lebih menarik konsumen. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4b menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan secang, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%.
55
d
Nilai b*
f e
50
h
g c
a
b
2
6
45
40 Kontrol
10
14
Konsentrasi surimi (%)
Gambar 17 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi. kontrol, tanpa secang, ditambah secang. Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi berkisar antara 48,46-53,74. Nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai rataan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan pemberian ekstrak secang berkisar antara 49,73-54,28, nilai tertinggi pada konsentrasi surimi 14% dan terendah pada konsentrasi surimi 2%. Nilai b* menentukan warna kromatik gradasi kuning-biru dengan nilai b+ (positif) dari 0 hingga +70 untuk warna kuning dan –b (negatif) dari 0 hingga -80 untuk warna biru. Berdasarkan Gambar 17 nilai b* cenderung mengalami peningkatan dengan semakin meningkatnya konsentrasi surimi yang ditambahkan
57
ke dalam edible coating. Nilai b* pada udang rebus yang diberi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hasil tersebut ditunjukkan baik pada perlakuan yang diberi secang maupun yang tidak diberi secang. Nilai kromatik kuning paling tinggi ditunjukkan pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi surimi 14% yang diberi ekstrak secang. Edible coating yang diberi ekstrak secang menghasilkan nilai kromatik yang lebih tinggi dibandingkan dengan edible coating tanpa ekstrak secang. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating yang dikombinasikan dengan pewarna alami secang dapat memberikan warna kuning pada udang rebus, sehingga dapat memperbaiki warna udang rebus tersebut. Hasil analisis ragam pada Lampiran 4c menunjukkan bahwa konsentrasi surimi, perlakuan secang, dan interaksi keduanya memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan pengaruh yang nyata antara interaksi perlakuan secang pada konsentrasi surimi 2%, 6%, 10% dan 14%.. Berdasarkan hasil uji hedonik, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang paling banyak disukai oleh panelis adalah 14%. Hasil uji warna juga menunjukkan bahwa konsentrasi surimi 14% pada edible coating menghasilkan nilai L*, a* dan b* yang paling tinggi. Dengan demikian, untuk tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%. 4.2.4 Visualisasi aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung dengan mencelupkan (dipping), menyemprotkan (spraying), atau panning ke permukaan dari produk makanan dengan maksud untuk melindungi serta meningkatkan nilai tambah produk. Edible coating juga berfungsi sebagai penghalang terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, dan zat terlarut) dan atau sebagai pembawa bahan makanan dan aditif, serta untuk meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta 1992). Metode coating yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pencelupan (dipping). Metode ini merupakan metode aplikasi dari coating,
58
dimana produk yang akan dilapisi dicelupkan dalam edible coating surimi yang digunakan sebagai pengemas atau pelapis pada udang rebus. Seluruh permukaan udang rebus akan tertutup oleh edible coating setelah dilakukan proses pencelupan. Ketebalan edible coating dapat mempengaruhi kenampakan produk yang dikemas. Ketebalan terbentuk karena adanya pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi pada surimi limbah filet ikan kakap merah sehingga membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Ikatan antar gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, maka akan terbentuklah gel (Winarno 2008). Berdasarkan hasil foto mikroskopis (Gambar 18), terlihat adanya perbedaan pada semua perlakuan. Secara visual perbedaan tahap pemberian edible coating pada udang rebus memberikan pengaruh yang berbeda terhadap ketebalan edible coating. Kontrol yang tidak diberi edible coating tampak permukaan udang dengan garis permukaan yang jelas. Udang yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan, tidak terlihat jelas lapisan edible coating pada permukaan udang rebus setelah melalui proses pemasakan. Hal ini terjadi karena pada saat proses pemasakan udang, edible coating mengalami denaturasi akibat suhu yang sangat tinggi yaitu 100 oC dan adanya tekanan fisik dari gerakan air yang mendidih, sehingga edible coating yang menutupi udang menjadi terlepas sebagai akibat dari ketidaksabilan lapisan (Gambar 18 A dan B). Struktur gel yang terdapat pada edible coating surimi juga menjadi hancur pada suhu di atas 50 oC. Ketika pemanasan gel ditingkatkan hingga di atas 50 oC, maka struktur gel tersebut akan hancur, enzim akan mengurai kembali struktur jaringan tiga dimensi gel yang telah terbentuk sehingga gel surimi akan rapuh dan hilang elastisitasnya (Suzuki 1981). Hasil visualisasi ketebalan edible coating di bawah mikroskop disajikan pada Gambar 18.
59
K
A
C
lapisan edible coating
B
D
daging udang rebus
Gambar 18 Penampang melintang udang rebus pada berbagai perlakuan edible coating surimi (perbesaran 10 kali). K = tidak diberi edible coating; A = pencelupan, pemasakan- tanpa secang; B = pencelupan, pemasakanditambah secang; C= pemasakan, pencelupan-tanpa secang; D = pemasakan, pencelupan- ditambah secang.
Tahap pemberian edible coating terhadap udang setelah proses pemasakan, lapisan edible coating pada permukaan udang dapat terlihat dengan jelas (Gambar 18 C dan D). Hal ini terjadi karena seluruh permukaan udang terselimuti coating yang menempel secara merata. Edible coating surimi yang terbentuk memiliki kekuatan gel yang stabil sehingga pada saat diaplikasikan pada udang rebus mampu menempel dan menutupi permukaan udang. Protein miofibril ikan memiliki kemampuan untuk membentuk jaringan tiga dimensi gel yang stabil (Yoon et al. 2004). Edible coating juga setelah diaplikasikan pada udang rebus tidak diberi perlakuan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap stabilitas edible coating. Edible coating yang ditambah secang menunjukkan hasil lapisan berwarna merah cerah pada permukaan udang rebus. Edible coating tanpa secang menunjukkan hasil lapisan yang transparan, cerah dan mengkilap. Pemberian edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan tekstur daging yang
60
lebih halus dan kompak. Penggunaan edible coating mereduksi laju kerusakan selama proses, memperbaiki tekstur dan penampakan produk (Krochta 1992). Permukaan udang rebus yang dilapisi oleh edible coating memiliki kenampakan yang cerah dan mengkilap. Udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan secang memiliki warna yang lebih merah. Warna merah pada udang rebus merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Hasil pengamatan mikroskopis terhadap permukaan udang rebus disajikan pada Gambar 19.
K
A
C
B
D
Gambar 19 Permukaan udang rebus dengan berbagai perlakuan edible coating surimi diamati secara mikroskopis (perbesaran 10 kali). Hasil pengamatan secara mikroskopis permukaan udang rebus yang tidak dilapisi edible coating memliki kenampakan yang lebih kusam dibandingkan dengan semua perlakuan. Udang rebus yang diberi edible coating semua permukaannya memiliki kenampakan yang transparan, cerah dan mengkilap. Edible coating yang ditambah dengan ekstrak secang memberikan warna yang lebih merah terhadap udang rebus.
61
4.2.5 Kemunduran mutu udang rebus yang diberi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC 4.2.5.1 Nilai total plate count (TPC) Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah pertumbuhan mikroba, aktivitas enzim dan perubahan kimia. Mikroba merupakan penyebab utama kerusakan bahan pangan. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan akan menyebabkan kerusakan dan kemunduran mutu. Kerusakan bahan pangan oleh mikroba menyebabkan bahan pangan menjadi tidak layak untuk dikonsumsi dan berbahaya bagi kesehatan. Kandungan TPC dalam udang rebus merupakan salah satu parameter mikrobiologis untuk menentukan tingkat kemunduran mutu udang rebus tersebut. Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama
TPC (Log koloni/gram)
penyimpanan disajikan pada Gambar 20. 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 20 Nilai TPC udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang,
batasan SNI TPC.
Kandungan mikroorganisme pada udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC berkisar antara 3,1 x 102 – 2,9 x 109 unit koloni/gram. Nilai TPC terendah untuk semua perlakuan terjadi pada hari ke-0 yaitu masing-masing sebesar 1,7 x 103 unit koloni/g, 3,1 x 102 unit koloni/g, 2,1 x 103 unit koloni/g, dan 4,6 x 102 unit koloni/g. Kandungan TPC pada hari ke-0 tergolong sudah cukup tinggi. Hal ini menunjukkan telah adanya aktivitas mikrobiologi pada udang rebus sejak awal penyimpanan. Berdasarkan Gambar 20
62
nilai TPC udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan mikroba yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Hasil analisis ragam log TPC pada Lampiran 5 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TPC udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk melindungi udang rebus dari kontaminasi mikroba, terutama pada edible coating yang ditambah dengan ekstrak kayu secang. Pelapisan edible coating surimi pada udang rebus memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada tiap perlakuan terhadap pertumbuhan mikrobanya. Udang yang dilapisi edible coating surimi sebelum proses pemasakan mengalami peningkatan jumlah mikroba lebih cepat dibandingkan dengan udang yang mengalami proses pemasakan terlebih dahulu kemudian dilapisi oleh edible coating surimi, baik yang ditambah ekstrak secang maupun yang tidak diberi ekstrak secang. Hal ini disebabkan edible coating yang telah menyelimuti udang segar sebelum pemasakan, pada proses pemasakan edible coating surimi tersebut mengalami pengikisan dari daging udang karena adanya suhu pemasakan yang tinggi. Suhu yang tinggi dapat menyebabkan gel yang terbentuk pada edible coating surimi menjadi rusak sehingga stabilitas edible coating surimi yang menyelimuti udang rebus menjadi rusak. Pemanasan yang ditingkatkan hingga di atas suhu 50 oC menyebabkan struktur gel akan hancur (Suzuki 1981). Adanya kerusakan struktur gel pada edible coating surimi, maka udang rebus menjadi tidak terlindungi dengan sempurna oleh edible coating surimi. Hal ini mengakibatkan mikroba menjadi lebih mudah mengkontaminasi udang rebus. Semakin lama penyimpanan nilai TPC semakin tinggi, nilai TPC yang semakin tinggi tersebut karena pada saat awal penyimpanan terdapat bakteri yang
63
telah mengkontaminasi udang rebus. Penyimpanan menyebabkan terjadi berbagai perubahan kondisi lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan bakteri. Bakteri anaerobik dapat tetap tumbuh walaupun udang rebus dilapisi dengan edible coating, sehingga walaupun udang rebus dilapisi edible coating pertumbuhan bakteri tetap terjadi tetapi berjalan dengan lambat. Aktivitas enzim yang terdapat pada udang rebus selama penyimpanan juga dapat menyebabkan terjadinya penguraian protein menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat basa volatil. Senyawa tersebut merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya bakteri. Pelapisan edible coating setelah udang mengalami proses pemasakan terlebih dahulu, menunjukkan pertumbuhan mikroba yang relatif lambat selama proses penyimpanan. Edible coating yang melindungi udang rebus, dapat menghambat pertumbuhan bakteri, karena selain untuk melindungi produk, edible coating juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Riyanto (2006), pelapis edible dari isinglass mampu melindungi udang masak dari kontaminasi mikroba. Hasil yang sama juga diperoleh pada proses coating yang telah diteliti oleh Ouattara et al. (2002) pada precooked shrimp dengan menggunakan edible coating base solution Longevitas (BioEnvelop Technologies Inc.) yang dikombinasikan dengan irradiasi sinar gamma dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan pathogen, serta dapat memperpanjang umur simpan dari 3 hari menjadi 10 hari. Udang rebus yang dilapisi oleh edible coating surimi dengan penambahan ekstrak secang, menunjukkan tingkat pertumbuhan bakteri yang paling lambat. Hal ini disebabkan ekstrak secang mengandung zat anti mikroba. Ekstrak secang selain memiliki pigmen merah, telah terbukti memiliki efek fungsional sebagai anti mikroba. Ekstrak kayu secang mengandung komponen antimikroba dengan jenis 5- hydroxi-1,4-naptakuinon (Lim et al. 2007). Penggunaan edible coating yang dikombinasikan dengan komponen bioaktif menghasilkan fungsi bahan tambahan pangan dan dapat memperpanjang masa simpan produk yang mudah mengalami kerusakan (highly perishable product) (Falguera et al. 2011). Standar nilai TPC untuk batas maksimum bakteri pada udang segar adalah sebesar 105 unit koloni/gram (BSN 1992). Berdasarkan hal tersebut, maka udang
64
rebus yang tidak diberi edible coating (kontrol) masih memenuhi batas maksimum hingga hari ke-2. Udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan udang, baik yang ditambah ekstrak secang maupun tanpa ekstrak secang dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-3. Udang rebus yang dilapisi edible coating surimi tanpa ekstrak secang dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-5 dan udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan ditambah ekstrak secang dapat bertahan hingga penyimpanan hari ke-6. Berdasarkan hasil TPC tersebut, maka edible coating surimi dapat memperpanjang masa simpan udang rebus yang disimpan pada suhu 1-5 oC. 4.2.5.2 Nilai total volatile base (TVB) Tingkat kesegaran ikan dapat ditentukan dengan pengukuran nilai Total Volatile Base (TVB). Prinsipnya adalah menguapkan senyawa-senyawa basa volatil seperti amonia, dimetilamin, trimetil amin yang terdapat dalam sampel. Senyawa-senyawa basa volatil tersebut terbentuk karena adanya degradasi atau deaminasi protein, peptida dan asam-asam amino oleh aktivitas bakteri (Food and Agriculture Organization 1995). Nilai TVB udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan nilai TVB yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai TVB udang rebus pada perlakuan pencelupan, pemasakan-tanpa secang berkisar antara 5,39-51,32 mg N/100g, perlakuan pencelupan, pemasakan-ditambah secang berkisar antara 5,29-46,48 mg N/100g, perlakuan pemasakan, pencelupan-tanpa secang berkisar antara 5,43-19,45 mg N/100g, dan perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah secang berkisar antara 5,36-16,83 mg N/100g. Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 21.
65
TVB (mg N/100 g)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 21 Nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang, batasan nilai TVB udang rebus yang dapat dikonsumsi. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai TVB menjadi semakin meningkat. Peningkatan nilai TVB selama penyimpanan akibat dari degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, trimetilamin dan senyawa biogenik amin lainnya. Kenaikan nilai TVB disebabkan oleh aktivitas bakteri dan aktivitas enzimatis (Ozogul F dan Ozogul Y 2000). Awal penyimpanan, nilai TVB dapat terdeteksi walaupun jumlah mikroorganisme masih sedikit. Hal ini terjadi karena produksi amonia oleh enzim dalam jaringan lebih tinggi dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh bakteri (Alvarez 2009). Menjelang hari terakhir penyimpanan nilai TVB mengalami peningkatan yang lebih cepat, hal ini terjadi sebagai akibat dari pertumbuhan mikroba yang semakin cepat yang terlibat dalam produksi basa volatil (Caballero et al. 2000). Hasil analisis ragam nilai TVB pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai TVB udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan
66
edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan mutu udang rebus selama penyimpanan. Laju kenaikan TVB dapat ditekan pada udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah melalui proses pemasakan udang terlebih dahulu. Peningkatan nilai TVB berlangsung dengan lambat pada perlakuan pemasakan pencelupan dibandingkan pada perlakuan pencelupan pemasakan. Hal ini terjadi karena edible coating surimi mampu melindungi udang rebus dengan sempurna. Terlindunginya udang rebus oleh edible coating surimi menyebabkan kontaminasi mikroba dapat dikurangi, dengan demikian edible coating surimi mampu menghambat proses perombakan protein baik secara autolisis maupun secara mikrobiologis yang akan menghasilkan senyawa-senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya yaitu asam amino bebas dan basa nitrogen yang menguap. Nilai TVB dapat dibagi menjadi empat kriteria. Nilai TVB kurang dari 10 mg N/100g dapat dikatakan sangat segar, 10-20 mg N/100g dikatakan segar, 20-30 mg N/100g dikatakan masih dapat dikonsumsi, dan lebih dari 30 mg N/100g dikatakan tidak dapat dikonsumsi (Farber 1965). Berdasarkan ketentuan tersebut, maka udang rebus tanpa edible coating (kontrol) hanya dapat bertahan hingga hari ke-3, untuk udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum proses pemasakan, mampu bertahan hingga hari ke-5, sedangkan udang rebus yang diberi edible coating surimi baik dengan penambahan secang maupun tanpa secang mampu bertahan hingga akhir penyimpanan. Edible coating mampu menghambat pertumbuhan mikroba, kemampuan tersebut secara langsung akan mempengaruhi produksi TVB sehingga berkurang dan mampu mempertahankan mutu udang rebus selama penyimpanan. 4.2.5.3 Warna Pengukuran warna dilakukan secara objektif dengan menggunakan alat chromometer CR200 dengan sistem notasi Hunter (L*a*b*). Tingkat pewarnaan ditunjukkan dengan notasi L*, a* dan b*. Notasi L* merupakan parameter kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih,
67
abu-abu dan hitam. Nilai L* berkisar antara 0 hingga 100 (hitam-putih). Notasi a* merupakan warna kromatik gradasi merah hijau dengan nilai positif (+) dari 0 hingga 80 untuk warna merah dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk warna hijau. Notasi b* merupakan kromatik grdasi kuning biru, dengan nilai positif (+) dari 0 hingga 70 untuk warna kuning dan negatif (-) dari niali 0 hingga -80 untuk warna biru. Pengamatan terhadap stabilitas warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dilakukan setiap hari. Proses penyimpanan mengakibatkan terjadinya perubahan warna udang rebus. Warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi dengan tahapan proses pemasakan pencelupan (MR) relatif lebih stabil dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum pemasakan (RM). Nilai L*, a* dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 22, 23, dan 24. 90 80
Nilai L*
70 60 50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 22 Nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan. Berdasarkan Gambar 22 nilai L* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating surimi mengalami penurunan nilai L* yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai L* udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 61,71 hingga
68
76,65, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 62,26 hingga 76,28, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 72,13 hingga 77,86, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara 70,04 hingga 77,24. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai L* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai L* pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai L* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan kecerahan udang rebus selama penyimpanan. 25
Nilai a*
20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 23 Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang. Nilai a* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan pada Gambar 23. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan nilai a* yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai a* udang rebus pada
69
perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 9,36 hingga 14,79, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 10,31 hingga 15,45, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 14,85 hingga 18,36, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara 17,74 hingga 19,62. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai a* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai a* pada Lampiran 8 menunjukkan pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai a* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna merah udang rebus selama penyimpanan. 70 60
Nilai b*
50 40 30 20 10 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 24 Nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang. Nilai b* udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan berdasarkan Gambar 24 di atas. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan nilai b* yang sangat pesat
70
dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai b* udang rebus pada perlakuan pencelupan pemakasakan-tanpa secang berkisar antara 42,85 hingga 51,56, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 39,17 hingga 47,84, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 52,16 hingga 57,58, dan perlakuan pemasakan pencelupanditambah secang berkisar antara 53,63 hingga 56,74. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai b* menjadi semakin menurun. Hasil analisis ragam nilai b* pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai b* udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pencelupan pemasakan (RM) dengan pemasakan pencelupan (MR) juga menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna kuning udang rebus selama penyimpanan. Berdasarkan nilai L*, a*, dan b* udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan cenderung mengalami penurunan. Nilai L*, a* dan b* mengalami penurunan karena selama proses penyimpanan udang rebus terjadi oksidasi lemak yang menyebabkan warna semakin menurun. Oksidasi astaxanthin selama penyimpanan udang menyebabkan memudarnya warna astaxanthin merah dan kuning. Perubahan warna pada udang rebus juga terjadi karena isomerasi astaxanthin yang terjadi secara simultan dengan oksidasi astaxanthin, sehingga menyebabkan hilangnya warna yang dominan (merah dan kuning) yang terdapat dalam karotenoid. Penurunan warna merah dan kuning udang rebus berhubungan dengan hilangnya astaxanthin selama penyimpanan (Niamnuy et al. 2008). Nilai L*, a*, dan b* pada perlakuan pencelupan sebelum pemasakan memiliki nilai di bawah perlakuan pencelupan setelah pemasakan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating surimi (kontrol) memiliki nilai yang terendah dibandingkan dengan semua perlakuan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya oksidasi lemak dan astaxanthin yang berlangsung lebih cepat sebagai akibat dari tidak terlindunginya permukaan udang rebus. Pelapisan udang rebus oleh edible
71
coating surimi dapat mempengaruhi terhadap kandungan oksigen yang terdapat pada produk. Udang rebus yang terlindungi oleh edible coating surimi dengan sempurna dapat mengurangi kontak dengan oksigen sehingga proses oksidasi menjadi terhambat. Edible coating surimi mampu menghambat terjadinya oksidasi lemak dan astaxanthin, sehingga perubahan warna berlangsung dengan lambat. Terutama pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan ekstrak secang, mampu menghambat terjadinya oksidasi karena selain berperan sebagai pewarna alami secang juga berperan sebagai antioksidan. Pewarna alami selain berfungsi untuk mewarnai produk juga memiliki fungsi flavor, antioksidan, anti mikroba dan fungsi-fungsi lainnya (Winarno 2008). Warna merah pada udang merupakan atribut sensori yang mempengaruhi terhadap kualitas dan penerimaan produk pangan. Ekstrak secang yang ditambahkan pada edible coating mampu mempertahankan warna udang rebus dengan baik, hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna yang terjadi pada perlakuan pemasakan, pencelupan-ditambah secang yang berlangsung dengan lambat. Pengukuran nilai warna merah yang dilakukan dengan menggunakan chromameter, menunjukkan hasil plot nilai a* berada pada kisaran warna merah yaitu dilihat dari nilai a* positif yang menunjukkan kecenderungan warna merah. Berdasarkan pengamatan warna merah pada udang rebus, terlihat jelas bahwa udang rebus yang diberi edible coating surimi dengan ekstrak secang, dengan tahapan proses pemasakan pencelupan memiliki warna merah yang paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Warna merah ini kemungkinan besar merupakan peran dari brazilein. Terjadinya warna merah disebabkan oleh terbentuknya brazilein (Kim et al. 1997). Brazilein juga memiliki aktivitas antioksidan selain dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami,. Minuman berbasis kayu secang yang mengandung brazilein memiliki aktivitas antioksidan yang cukup tinggi Yingming (2004). Aktivitas antioksidan tertinggi pada ekstrak secang yaitu pada konsentrasi 25 mg/10 ml (Weningtyas 2009). Kondisi keasaman atau pH sangat mempengaruhi stabilitas warna pigmen brazilein, pada pH 6-7 berwarna merah (Adawiyah dan Indriati 2003). Suhu dan pemanasan, sinar ultraviolet, adanya oksidator dan reduktor serta penambahan metal mempengaruhi stabilitas dan mengakibatkan terjadinya degradasi pada pigmen brazilein. Aplikasi
72
edible coating dan secang pada udang rebus dapat melindungi produk dari perubahan mutu dan mampu memperpanjang masa simpan udang rebus 4.2.5.4 Nilai pH Derajat keasaman atau pH merupakan suatu kondisi lingkungan pada setiap mikroorganisme dimana masih memungkinkan untuk tumbuh. Umumnya setiap mikroorganisme memiliki kisaran pH optimum untuk pertumbuhannya. pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri berkisar antara 6,5 dan 7,5 (Winarno 2008). Nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 25.
7,5 7,4
Nilai pH
7,3 7,2 7,1 7 6,9 6,8 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 25 Nilai pH udang masak yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang. Nilai pH udang rebus cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami peningkatan nilai pH yang sangat pesat dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Nilai pH udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 7,1-7,39, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 7,08-7,35, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 7,02-7,23, dan perlakuan pemasakan
73
pencelupan-ditambah secang berkisar antara7,03-7,20. Seiring dengan lama penyimpanan menyebabkan nilai pH menjadi semakin meningkat. Peningkatan nilai pH selama penyimpanan akibat dari degradasi protein dan derivatnya oleh mikroorganisme yang menghasilkan sejumlah basa yang mudah menguap seperti amoniak, trimetilamin dan senyawa biogenik amin lainnya. Hasil analisis ragam nilai pH pada Lampiran 10 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai pH udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Tahapan pelapisan pemasakan (RM) dengan pemasakan pelapisan (MR) menunjukkan adanya pengaruh yang nyata selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Uji lanjut Tukey untuk penyimpanan, menunjukkan bahwa penyimpanan hari ke-0 dan ke-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai pH, sedangkan pada penyimpanan hari ke-2 hingga akhir penyimpanan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Selama proses penyimpanan udang rebus, nilai pH mengalami peningkatan. Peningkatan nilai pH pada udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan menunjukkan peningkatan nilai pH yang lebih lambat dibandingkan dengan udang rebus yang dilapisi edible coating sebelum proses pemasakan. Derajat keasaman atau pH mempengaruhi kekuatan gel surimi yang membentuk edible coating. Kekuatan gel tinggi apabila pH berkisar antara 6-7 karena protein miosin mudah larut pada pH tersebut. Diluar kisaran pH tersebut baik asam atau basa, kekuatan gel akan lebih rendah atau turun. Nilai pH lebih dari 7 dapat melemahkan gel karena terjadi hidrasi protein, sedangkan pH kurang dari 6 menyebabkan ketidakstabilan protein miofibril dalam daging dan mengindikasikan penurunan kemampuan pembentukan gel (Suzuki 1981). Berdasarkan hal tersebut, udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan menunjukkan peningkatan nilai pH yang lebih lambat karena udang rebus terlindungi edible coating surimi dengan gel yang stabil, sehingga proses degradasi protein menjadi lambat. Degradasi protein akan menghasilkan senyawa-
74
senyawa nitrogen yang lebih sederhana, diantaranya adalah basa-basa nitrogen yang menguap, yaitu trimetilamin, dimetilamin, dan amonia (Howgate 2010). 4.2.5.5 Kadar air Air merupakan komponen utama dalam bahan pangan. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability , kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut (Winarno 2008). Kadar air produk berhubungan erat dengan kelembaban ruang penyimpanan. Transfer kelembaban menjadi suatu faktor yang sangat penting yang secara serius mempengaruhi terhadap kualitas, stabilitas, dan keamanan selama penyimpanan pada udang (Kanatt et al. 2006). Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 26. 69
Kadar air (%)
68 67 66 65 64 63 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 26 Kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang. Kadar air udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan, hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 26. Udang rebus yang tidak diberi edible coating mengalami penurunan kadar air yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi. Kadar air udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 65,48% hingga 68,56%, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang
75
berkisar antara 65,56% hingga 68,35, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 66,32% hingga 68,47%, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara66,47% hingga 68,32%. Hasil analisis ragam kadar air pada Lampiran 11 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap kadar air udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Kadar air udang rebus cenderung menurun pada setiap perlakuan selama penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya sebagian air produk karena dehidrasi pada suhu ruang penyimpanan. Penurunan kadar air pada udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan memiliki kandungan air yang lebih tinggi selama penyimpanan dibandingkan perlakuan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi yang menyelimuti permukaan udang rebus mampu menghambat hilangnya uap air dari udang rebus selama proses penyimpanan. Relatif tingginya kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating disebabkan oleh kemampuan edible coating dalam menghambat laju transmisi uap air (Julikartika 2003). Edible coating berfungsi sebagai pembatas (barrier) kelembaban, oksigen, flavor, aroma dan atau minyak untuk memperbaiki kualitas pangan, selain itu dapat memberikan perlindungan mekanis pada pangan, mengurangi kerusakan dan memperbaiki keutuhan pangan (Krochta 2002). 4.2.5.6 Nilai aktivitas air (aw) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan nilai aw yaitu jumlah
air
bebas
yang
dapat
digunakan
oleh
mikroorganisme
untuk
pertumbuhannya (Winarno 2008). Nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 27.
76
0,98 0,96
Nilai aw
0,94 0,92 0,9 0,88 0,86 0,84 0,82 0,8 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 27 Nilai aktivitas air (aw) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang. Berdasarkan Gambar 27 nilai aw udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan. Udang rebus yang tidak diberi edible coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan mengalami penurunan nilai aw yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses pemasakan. Nilai aw udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 0,877 hingga 0,957, perlakuan pencelupan pemasakan-ditambah secang berkisar antara 0,892 hingga 0,956, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 0,921 hingga 0,942, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara 0,927 hingga 0,940. Hasil analisis ragam nilai aw pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) terhadap nilai aw udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata.
77
Proses penyimpanan udang rebus menyebabkan nilai aw menjadi semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh hilangnya sebagaian air produk karena terjadinya dehidrasi selama penyimpanan. Nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating setelah proses pemasakan mengalami penurunan yang sangat lambat, bahkan cenderung stagnan hingga akhir penyimpanan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa edible coating surimi memiliki kemampuan melindungi udang rebus dari dehidrasi selama penyimpanan. Selama penyimpanan, kandungan air dalam bahan pangan dapat berubah akibat perbedaan kelembaban dengan lingkungan. Apabila bahan pangan disimpan pada tempat yang lebih lembab, maka bahan pangan tersebut akan menyerap air. Sebaliknya, bila disimpan pada ruang yang lebih kering, maka akan menguapkan sebagian airnya (Syarief dan Halid 1992). 4.2.5.7 Nilai water holding capacity (WHC) Water Holding Capacity (WHC) atau daya ikat air adalah kemampuan daging untuk mengikat air, baik yang berasal dari daging itu sendiri maupun yang berasal dari luar. Prinsip penghitungan WHC adalah dengan menghitung luasan air bebas yang berbanding terbalik dengan WHC (Faridah et al. 2006). Nilai WHC udang rebus yang dilapisi edible coating surimi selama penyimpanan disajikan pada Gambar 28. 74
WHC (%)
72 70 68 66 64 62 60 0
1
2
3
4
5
6
7
8
Waktu penyimpanan (Hari)
Gambar 28 Nilai WHC (%) udang rebus yang dilapisi edible coating dari surimi selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. kontrol, pencelupan, pemasakan-tanpa secang, pencelupan, pemasakan-ditambah secang, pemasakan, pencelupan-tanpa secang, pemasakan, pencelupan-ditambah secang.
78
Nilai WHC udang rebus cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan, seperti ditunjukkan pada Gambar 28. Udang rebus yang tidak diberi edible coating dan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan mengalami penurunan nilai WHC yang cukup tajam dibandingkan dengan udang rebus yang diberi edible coating surimi setelah proses pemasakan. Nilai WHC udang rebus pada perlakuan pencelupan pemasakan-tanpa secang berkisar antara 65,35% hingga 72,08%, perlakuan pencelupan pemasakanditambah secang berkisar antara 66,56% hingga 72,45%, perlakuan pemasakan pencelupan-tanpa secang berkisar antara 68,28% hingga 72,98%, dan perlakuan pemasakan pencelupan-ditambah secang berkisar antara 69,53% hingga 73,18%. Hasil analisis ragam nilai WHC pada Lampiran 13 menunjukkan bahwa pemberian edible coating dari surimi terhadap udang rebus dan lama penyimpanan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai WHC udang rebus. Uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa antara udang rebus dengan edible coating yang ditambah secang dan tanpa secang menunjukkan adanya pengaruh yang nyata. Interaksi antara penyimpanan juga menunjukkan pengaruh yang nyata. Penyimpanan udang rebus menyebabkan kadar WHC menjadi semakin turun. Penurunan kadar WHC sebagai akibat dari berkurangnya kemampuan protein untuk mengikat air pada bahan, sehingga air tersebut menjadi bebas. Perlakuan udang rebus yang diberi edible coating sebelum proses pemasakan menunjukkan penurunan yang cukup cepat, hal ini terjadi sebagai akibat telah terjadinya kerusakan yang cepat dalam udang rebus, sehingga menyebabkan menurunnya kemampuan protein udang rebus dalam mengikat air. Lemak akan mengalami
kerusakan
selama
penyimpanan
berupa
hidrolisis
sehingga
menghasilkan asam-asam lemak dan pH daging menurun mencapai kisaran pH isoelektrik aktomiosin dan menyebabkan daya ikat air menurun (Wahyuni 1992). Udang rebus yang diberi edible coating setelah proses pemasakan memperlihatkan penurunan nilai WHC yang lambat, terutama pada udang rebus yang dilapisi edible coating dengan penambahan ekstrak secang. Hal ini menunjukkan bahwa edible coating surimi mampu menghambat perubahan proses kimia pada udang rebus selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC, sehingga daya ikat air dapat dipertahankan dengan baik.
79
5 5.1
SIMPULAN
Simpulan Edible coating dapat terbentuk dari surimi yang dibuat dari daging limbah
filet ikan kakap merah. Edible coating yang terbentuk dapat melarutkan ekstrak secang yang berfungsi sebagai pewarna alami pada tahap aplikasi terhadap udang rebus. Semakin tinggi konsentrasi surimi, maka semakin tinggi juga nilai viskositas, kecerahan serta warna udang rebus menjadi lebih baik. Berdasarkan uji hedonik dan uji warna, diperoleh hasil bahwa konsentrasi surimi pada edible coating yang paling banyak disukai oleh panelis dan menghasilkan tingkat kecerahan dan warna yang paling tinggi adalah sebesar 14%. Dengan demikian, untuk tahap penelitian terhadap kemunduran mutu udang rebus konsentrasi surimi yang digunakan adalah 14%. Tahapan aplikasi edible coating surimi terhadap udang rebus yang memberikan hasil yang baik adalah proses pemasakan terlebih dahulu kemudian proses pelapisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa udang rebus yang dilapisi edible coating yang ditambah dengan ekstrak secang, dengan tahapan proses pemasakan-pencelupan dapat mempertahankan masa simpan udang rebus dari 2 hari menjadi 6 hari selama penyimpanan pada suhu 1-5 oC. Kriteria mutu udang rebus dengan masa simpan selama 6 hari tersebut adalah TPC 4,1 x 105 unit koloni/gram, nilai TVB 10,79 mg N/100g, nilai L* 73,04, nilai a* 18,14, nilai b* 54,31, nilai pH 7,17, kadar air 67,12%, aktivitas air 0,931, dan WHC sebesar 70,86. Ekstrak kayu secang yang dikombinasikan dengan edible coating surimi ketika diaplikasikan pada udang rebus dapat memperbaiki kenampakan dan warna produk dan relatif stabil selama penyimpanan serta dapat memperpanjang umur simpan.
80
5.2
Saran Pencampuran ekstrak secang ke dalam edible coating surimi disarankan
setelah edible coating surimi terbentuk dan masih dalam keadaan hangat (suhu 5055 oC) supaya dapat larut dengan baik. Aktivitas antioksidan dan antibakteri yang terkandung dalam edible coating surimi yang diberi ekstrak secang disarankan penelitian lebih lanjut, untuk meningkatkan fungsi edible coating surimi terhadap mutu udang rebus selama penyimpanan.
81
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez OM, Caballero MEL, Guillen MC, Montero P. 2009. The effect of several cooking treatments on subsequent chilled storage of thawed deepwater pink shrimp (Parapenaeus longirostris) treated with different melanosis-inhibiting formulas. LWT-Food Sci Tech. 42: 1335-1344. [AOAC]. Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist 18th Edition. Gaithersburg, USA: AOAC International. Adawiyah DR dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigment from secang woods (Caesalpinia sappan L.). Proceeding of The 8th Asean Food Conference; Hanoi: 8-11 Okt 2003. Bottino NR, Lilly ML, Finne G. 1979. Fatty acid stability of Gulf of Mexico brown shrimp (Penaues aztecus) held on ice in frozen storage. J Food Sci. 44: 1778-1779. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Udang Beku. SNI 01-2705-1992. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Surimi Beku-Bagian 1: Spesifikasi. SNI 01-2694.1-2006. Diunduh dari www.bsn.go.id. Tanggal akses 19 Mei 2010. Caballero L, Mateos MEP, Borderıas JA, dan Montero P. 2000. Extension of shelf-life of prawns (Penaeus japonicus) by vacuum/high-pressure treatment. J Food Protect. 63: 1381–1388. Cagri A, Zeynep U, dan Elliot T R. 2004. Antimicrobial edible films and coatings. J Food Protect. 67 : 833-848. Chen HH. 1995. Thermal stability and gel forming ability of shark muscle as related to ionic strength. J Food Sci. 60: 1237-1240. Chinabhark K, Benjakul S, Prodpran T. 2007. Effect of pH on the properties of protein-based film from bigeye snapper (Priacanthus tayenus) surimi. Bioresource Tech. 98: 221-225 Delgado F, Paredes VO, dan Lopez. 2003. Natural Colorant for Food and Nutraceutical Uses. Boca Raton: CRC Press LLC. Departemen Kesehatan. 1998. Materi medika Indonesia I. J Wrt Tumb Indonesia 4: 17-18. Ditjen Perikanan. 1990. Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Jakarta: Direktorat Jenderal perikanan.
82
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Bantuan Teknis untuk Industri Ikan dan Udang Skala Kecil dan Menengah di Indonesia. Jakarta: DKPJICA. Donhowe IG, Fennema OR. 1994. Edible Films and Coatings : Characteristics Formation, Definitions and Testing Methods. Di dalam: Krochta JM, Baldwin EA, dan Carriedo M MON, editor . Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Lancaster, Pensylvania: Technomic Publishing Company, Inc. Erdogdu F, Balaban MO, Otwell WS, Garrido L. 2004. Cook-related yield loss for pasific white (Penaeus vannamei) shrimp previously treated with phosphates: effects of shrimp size and internal temperature distribution. J Food Eng. 64 : 297-300. Falguera A, Quintero JP, Jimenez A, Munoz JA, dan Ibarz A. 2011. Edible films and coatings: structures, active functions and trends in their use. Article in Press. J Trends in Food Sci Tech. 20: 1-12. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Quality and Quality Changes in Fresh Fish. Rome: FAO Fisheries Technical. Farber L. 1965. Freshness Test. Di dalam Borgstorm G, editor. Fish As Food. New York: Academic Press. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasari D. 2006. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gennadios A, Hanna MA, dan Kurth LB. 1997. Application of edible coating on meats, poultry and seafoods: A Review. LWT 30: 337-350. Globefish. 2005. Shrimp Market Report: May 2005. http://www.globefish.org. Tanggal akses 12 April 2009. Gontard N, Guilbert S. 1994. Bio-Packaging: Technology and Properties of Edible Film and/or Biodegradable Material of Agricultureal Orgin. Di dalam: Mathlouthi, editor. Food Packaging and Preservation. Glasgow, UK: Blackie Academic and Profesional. Goodwin TW. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigment II. London: Academic Press. Haard NF, Simpson BK and Pan BS. 1994. Sarcoplasmic Proteins and Other Nitrogenous Compounds. Di dalam: Sikorski ZE, editor. Seafood Proteins. New York: Chapman and Hall.
83
Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Yogyakarta: Liberty. Haetami RR. 2008. Karakteristik surimi hasil pengkomposisian tetelan ikan kakap merah (Lutjanus sp.) dan ikan layang (Decapterus sp.) pada penyimpanan beku [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hall GM, Ahmad NH. 1992. Surimi and fish mince products. Di dalam: Hall GM, editor. Fish Processing and Technology. New York: Blackie Academic and Professional. Hasseine A, Meniai AH, Korichi M. 2009. Salting-out effect of single salts NaCl and KCl on the LLE of the system (water + toluene + acetone), (water + cyclohexane + 2-propanol) and (water + xylene + methanol). J Desalination 242: 264-276. Heruwati ES, Murtini JT, Rahayu S dan Suherman. 1995. Pengaruh jenis ikan dan zat penambah terhadap elastisitas surimi ikan air tawar. J Penltn Perik Indonesia 1: 12-17. Heyne K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Di dalam : J Wrt Tumb Obat Indonesia 1998. 4: 3, 17-18. Holinesti R. 2007. Studi pemanfaatan pigmen brazilein kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model pangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Howgate P. 2010. A critical review of total volatile bases and trimethylamine as indices of freshness of fish, part 2, formation of the bases and application in quality assurance. Electrn J Envirnmt Agric Food Chem. 9: 58-88. Hultin HO. 1985. Characteristic of muscle tissue. Di dalam: Fennema OR, editor. Food Chemistry. New York: Marcel Dekker, Inc. Ismudiyati N. 2003. Studi awal pengaruh penggunaan kappa karagenan semi refine sebagai edible coating terhadap laju kemunduran mutu filet ikan patin [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Iwata K, Khizaki S, Handa A, Tanaka M. 2003. Effect of surimi quality on properties of edible films based on alaska pollack. J Food Sci. 86 : 493-499. Jacoeb AM, Hamdani M, dan Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi kimia dan vitamin daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan. Bul Tek Hsl Perik. 11: 76-88. Julikartika EP. 2003. Karakterisasi edible coating dari alginat hasil ekstraksi rumput laut Sargassum sp. untuk pelapis udang [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
84
Kanatt SR, Chawla SP, Chander R, Sharma A. 2006. Development of shelf-stable, Ready-to-eat (RTE) shrimps (Penaeus indicus) using gradiation as one of the hurdles. J LWT 39: 621-626. Kato H, Rhue MR, Nishimura T. 1989. Role of free amino acids and peptides in food test. Di dalam: Teranishi R, editor. Flavor chemistry; trends and developments. Di dalam: Wongso S, Yamanaka H. 1998. Extractive components of the adductor muscle of Japanese baking scallop and changes during refrigerated storage. J Food Sci. 63: 772-776. Kilincceker O, Dodan IS, dan Kucukoner E. 2009. Effect of edible coating on quality of frozen fish fillets. Food Sci Tech. 42 : 868-873. Kim DS, Baek NI, Oh SR, Jun KY, Lee IS, Lee HK. 1997. NMR assignment of brazilin. J Phytochem. 46: 177-178 [KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2008. Jakarta : Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kristie A. 2008. Efek encampuran ekstrak zat warna kayu secang dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antimikrobanya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Krochta JM. 1992. Control of Mass Transfer in Food with Edible Coating and Film. Dalam: Singh RP (Ed) Advance Food Engineering. Boca Raton: CRC Press. Krochta JM, Johnston CDM. 1997. Edible and biodegradable polymer films: challenges and opportunisties. J Food Tech. 51: 61-74. Krochta JM. 2002. Protein as Raw Material for Films and Coatings : Definitions Current Status, and Opportunities. Di dalam: Gennadios A, editor. ProteinBased Films and Coating. Washington DC: CRC Press. Lanier T.C. 2000. Surimi Gelation Chemistry. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc. Lee CM. 1984. Surimi process technology. J Food Tech. 38: 69-80. Lemmens RHMJ, Soetjipto NW. 1992. Plant resources of South East Asia, dye and tannin producing plants. Netherlands: Prosea. Lim MY, Ju HJ, Eun YJ, Chi HL, Hoi SL. 2007. Antimicrobial activity of 5-hydroxy-1,4-naphtoquinone isolated from Caesalpinia sappan toward intestinal bacteria. J Food Chem. 100: 1254-1258. Liu X, Gong J, Pan K, Benjakul S, Zhou A. 2005. Cryoprotective effect of trehalose and sodium lactate on tilapia (Sarotherodon nilotica) surimi during frozen storage. J Food Chem. 96 :96-103.
85
Mackie IM. 1992. Surimi from fish. Di dalam: Johnston DE, Knight MK, Ledward DA, editor. The Chemistry of Muscle-based Food. United Kingdom: Royal Society of Chemistry. Mastromatteo M, Danza A, Conte A, Muratore G, Matteo Nobile MAD. 2010. Shelf life of ready to use peeled shrimps as affected by thymol essential oil and modified atmosphere packaging. Int J Food Microbiol. 144: 250–256 Matsumoto JJ, Noguchi SF. 1992. Cryostabilization of protein in surimi. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Micthell, C. 1986. Surimi The American Experience. Technology of Surimi Manufacturing . Info Fish Marketing Digest: 20-24 Neviana Y. 2007. Edible film berbahan dasar protein surimi ikan rucah [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Niamnuy C, Devahastin S, Soponronnarit S, Raghavan GSV. 2008. Kinetics of astaxanthin degradation and color changes of dried shrimp during storage. J Food Eng. 87: 591–600. Niwa E. 1992. Chemistry of surimi gelation. Di dalam: Lanier TC dan Lee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Okada M. 1992. History of surimi technology in Japan. Di dalam: Lanier TC danLee CM, editor. Surimi Technology. New York: Marcel Dekker, Inc. Oliveira LFC, Edwads HGM, Velozo ES, dan Nesbitt M. 2002. Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituent of brazilwood from brazil. J Vibrational Sperctroscopy 28: 243-249. Ouattara B, Sabato SF, dan Lacroix M. 2002. Use of gamma-irradiation technology in combination with edible coating to produce shelf-stable foods. J Radiation Phys Chem. 63: 305–310. Ozogul F dan Ozogul Y. 2000. Comparison of methods used for determination of total volatile base nitrogen (TVB-N) in rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Turk J Zoo. 24: 113-120. Park JW dan Morissey, T. 2000. Manufacturing of Surimi from Light Muscle Fish. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. New York: Marcel Dekker, Inc. p. 23-58. Park JW dan Lin TMJ. 2005. Surimi : Manufacturing and Evaluation. Di dalam: Park JW, editor. Surimi and Surimi Seafood. Second Edition. New York: Taylor and Francis Group. Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, Fawza. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut Slipi.
86
[PLI] Promolux Lighting International. 2000. Temperature of Seafood Displays in Commercial Merchandisers. http://www.promolux.com. Tanggal akses 12 April 2009. Purwaningsih, Sri. 1995. Teknologi Pembekuan Udang. Jakarta: Penebar Swadaya. Riyanto B. 2006. Pengembangan pelapis edible dari isinglass dan aplikasinya untuk mempertahankan mutu udang masak [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bandung: Bina Cipta. Santoso J, Trilaksani W, Nurjana, Nurhayati T. 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas (Cyprinus carpio) melalui modifikasi proses [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sanusi M. 1989. Isolasi dan Identifikasi Zat Warna Kayu Sappang. Ujung Pandang: Balai Industri Ujung Pandang. Sanusi M. 1993. Isolasi dan identifikasi zat warna dari Caesalpinia lignum. Majalah Kimia 49 : 57-68. Di dalam: J Wrt Tumb Obat Indonesia 1998, 4(3) : 17-18. Schiedt K, Bischof S, Glinz E. 1993. Metabolism of carotenoids and in vivo racemization of (3S, 3’S)-astaxanthin in the crustacean Penaeus. Meth Enzymol 214:148-168. Serdaroglu M & Felekog˘lu E. (2001). The packaging under modified atmosphere of seafood. Du¨nya Gıda 4 : 73–77. Siamcanadian. 2004. Cooked Shrimp. Siamcanadian Foods Co., Ltd. Diunduh dari www.siamcanadian.com/cooked-shrimp/. 15 April 2010. Siebert KJ, Troukhanova NV, Lynn PY. 1996. Nature of polyphenol-protein interaction. J Agric Food Chem. 44: 80-85. Simson BK., Nayeri G, Yaylayan V, dan Ashie INA. 1998. Enzymatic hydrolysis of shrimp meat. J Food Chem. 61: 131-138. Shiku Y, Hamaguchi PY, Benjakul S, Visessanguan W, Tanaka M. 2004. Effect of surimi quality on properties of edible film based on Alaska pollack. J Food Chem. 86 : 493-499. Shimizu Y, Toyohara H, Lanier TC. 1992. Surimi production from fatty and darkfleshed fish species. Di dalam: Surimi Technology. Lanier TC dan Lee CM, editor. New York : Marcel Dekker. Sobral PJA, Garcia FT. 2002. Effect of thermal treatment of the filmogenic solution on the mechanical properties, color and opacity of film based on muscle protein of two varieties of tilapia, J Food Sci. 38 : 289-296.
87
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bina Aksara. Sriket P, Benjakul S, Visessanguan W, Kijroongrojana K. 2007. Comparative studies on composition and thermal properties of black tiger shrimp (Penaeus monodon) and white shrimp (Penaeus vannamei) meats. J Food chem. 103: 1199-1207. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Soemantri B, Penerjemah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suntoro SH. 1983. Metode Pewarnaan. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara. Suzuki T. 1981. Fish and Krill Protein, Processing Technology. London: Applied Science Publ.Ltd. Syarief R dan Halid H. 1992. Teknologi penyimpanan pangan. Jakarta: Penerbit Arcan. Tan SM, Chung NM, Fujiwara T, Kuang HK, dan Hasegawa. 1987. Handbook on The Processing of Frozen Surimi and Fish Jelly Product in Southeast Asia. Singapore: MFRD-SEAFDEC. Tanikawa E. 1985. Marine Product in Japan. Tokyo: Koseisha Koseikaku Co. Ltd. Venugopal V, Doke SN, Nair PM. 1994. Gelation of Shark Myofibrillar Protein by Weak Organic Acids. Food Chem. 50: 185-190. Wahyuni M. 1992. Sifat kimia dan fungsional ikan hiu lanyam (Charcarinus limbatus) serta penggunaannya dalam pembuatan sosis [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Weningtyas H. 2009. Efek pencampuran pigmen kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan beberapa sumber antosianin terhadap kualitas warna merah dan sifat antioksidannya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jonas CRV. 1981. Meat and Meat Products. London: Applied Science Publishing. Ltd. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Winarti C dan Sembiring BS. 1998. Pengaruh cara dan lama ekstraksi terhadap kadar tanin ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan L.) J Wrt Tumb Obat Indonesia 4: 17-18. Yanar, Yasemen., Mehmet C. Elik., dan Mahmut Yanar. 2004. Seasonal changes in total carotenoid contents of wild marine shrimps (Penaeus semisulcatus and Metapenaeus monoceros) inhabiting the eastern Mediterranean. J Food Chem. 88,267–269.
88
Ye Min, Xie W, Lei F, Meng Z, Zhao Y, Su H, Du L. 2006. Brazilin, an important immunosuppressive component from Caesalpinia sappan L. J Int Immunopharmacol 6: 426-432. Yingming P, Ying L, Hengshan W, Min L. 2004. Antioxidant activities of several Chinese medicine herbs. J Food Chem. 88: 347-350. Yoon WB, Gunasekaran S, Park JW. 2004. Evaluating viscosity of surimi paste at different moisture content. Applied Rheology: 133-139. Zaitsev VP, Kizevetter I, Lagunov L, Marakova T, Minder L dan Podsevalov V. 1969. Fish Curing and Processing. Moskow: MIR Publishing.
91
Lampiran 1 Lembar penilaian uji hedonik
Lembar Penilaian Uji Hedonik Udang Masak yang Dilapisi Edible Coating Surimi Nama Panelis : …………………………..
Tanggal : ……………
Berikan tanda √ pada nilai yang disukai dari contoh udang rebus yang disajikan Spesifikasi Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Spesifikasi
Nilai 472
736
Kenampakan 168 554
395
693
821
256
472
736
Warna 168 554
395
693
821
395
693
821
Rasa 554
395
693
821
7 6 5 4 3 2 1 Nilai
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Spesifikasi
7 6 5 4 3 2 1 Nilai
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka Spesifikasi
7 6 5 4 3 2 1 Nilai
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka Sangat tidak suka
256
7 6 5 4 3 2 1
256
472
736
Aroma 168 554
256
472
736
168
92
Lampiran 2 Analisis ragam viskositas edible coating dari surimi daging limbah filet ikan kakap merah Rekapitulasi data viskositas edible coating surimi Konsentrasi Surimi (%) 2
6
10
14
Viskositas (Cp) Rataan Ditambah Secang 3,46 3 3 3 7,16 6,3 6,5 6,8 9,40 7,9 7,9 7,9 12,53 11,2 11,6 11,7
Tanpa Pemberian Secang 3,4 3,5 3,5 7,1 7,2 7,2 9 9,4 9,8 12,4 12,6 12,6
Rataan 3
6.53
7,90
11,50
Diantara faktor subyek Perlakuan Konsentrasi surimi
Value Label tanpa secang ditambah secang 2% 6% 10% 14%
1 2 1 2 3 4
N 12 12 6 6 6 6
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Viskositas Source
Corrected Model Intercept Perlakuan KonsentrasiSurimi Perlakuan * KonsentrasiSurimi Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 247,160a 1418,344 4,950 241,255 0,955 0,627 1666,130 247,786
df
Mean Square 7 1 1 3 3
35,309 1418,344 4,950 80,418 0,318
16 24 23
0,039
a. R kuadrat = 0,997 (Adjusted R kuadrat = 0,996)
F
901,494 36213,032 126,394 2053,230 8,124
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,002
93
Perlakuan * KonsentrasiSurimi Variabel terikat:Viskositas Perlakuan
tanpa secang
ditambah secang
Konsentrasi surimi
Mean
Std. Error
2% 6% 10% 14% 2%
3,467 7,167 9,400 12,533 3,000
0,114 0,114 0,114 0,114 0,114
6% 10% 14%
6,533 7,900 11,500
0,114 0,114 0,114
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 3,224 3,709 6,924 7,409 9,158 9,642 12,291 12,776 2,758 3,242 6,291 7,658 11,258
6,776 8,142 11,742
Multiple Comparisons Viskositas Tukey HSD (I) Konsentrasi Surimi
(J) Konsentrasi Surimi
Mean Difference (I-J)
Std. Error
6% -3,6167* 0,11426 10% -5,4167* 0,11426 14% -8,7833* 0,11426 2% 3,6167* 0,11426 6% 10% -1,8000* 0,11426 14% -5,1667* 0,11426 2% 5,4167* 0,11426 10% 6% 1,8000* 0,11426 14% -3,3667* 0,11426 2% 8,7833* 0,11426 14% 6% 5,1667* 0,11426 10% 3,3667* 0,11426 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 2%
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -3,9436 -3,2898 -5,7436 -5,0898 -9,1102 -8,4564 3,2898 3,9436 -2,1269 -1,4731 -5,4936 -4,8398 5,0898 5,7436 1,4731 2,1269 -3,6936 -3,0398 8,4564 9,1102 4,8398 5,4936 3,0398 3,6936
Viskositas Tukey HSD KonsentrasiSurimi 2% 6% 10% 14% Sig.
N 6 6 6 6
Subset 1 3,2333
2
3
4
6,8500 8,6500 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,039.
1,000
1,000
12,0167 1,000
94
Lampiran 3 Analisis ragam uji hedonik terhadap udang rebus Konsentrasi Surimi (%) Tanpa Secang
Penambahan Secang
2 6 10 14 2 6 10 14
Karakteristik Organoleptik Kenampakan Warna Aroma 5,2 5,2 5,06 4,7 4,5 5,06 4,9 4,96 5,2 6,03 6 5,13 3,7 3,5 4,53 4,06 4,1 4,50 4,5 4,56 4,73 5,1 5,03 4,73
Rasa 4,36 4,16 4,23 4,66 3,9 3,83 4,1 4,56
1. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating dengan penambahan secang a. Kruskal-Wallis Test terhadap Kenampakan Ranks Kenampakan Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 Total
N 1 12 25 22 36 21 3 120
Mean Rank 15,50 30,50 45,50 64,59 75,50 68,36 55,50
Statistik ujia,b Perlakuan Chi-Square df Asymp. Sig. a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan
24,937 6 0,000
95
b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (penambahan secang) Ranks Warna 1 2 3 4 5 6 7 Total
Perlakuan
N
Mean Rank 15,50 24,73 41,41 76,65 67,50 74,35 30,50
1 13 22 26 30 26 2 120
Uji statistika,b Perlakuan 36,771 6 0,000
Chi-Square df Asymp. Sig. a. Uji Kruskal Wallis b. variabel kelompok: Warna
ANOVA Perlakuan
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 46,350 103,650 150,000
df
Mean Square 6 113 119
F
7,725 0,917
Sig. 8,422
0,000
c. Kruskal-Wallis test terhadap aroma (penambahan secang) Ranks Perlakuan
Aroma 2 3 4 5 6 7 Total
N 7 26 20 21 44 2 120
Statistik ujia,b Chi-Square df Asymp. Sig. a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Aroma
Perlakuan 4,384 5 0,496
Mean Rank 66,93 59,35 47,00 64,07 64,59 60,50
96
ANOVA Perlakuan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
5,526
5
1,105
144,474
114
1,267
150,000
119
F
Sig. 0,872
0,502
Multiple Comparisons
Tukey HSD
(I) Aroma
(J) Aroma
2
3 4 5 6 7 2 4 5 6 7 2 3 5 6 7 2 3 4 6 7 2 3 4 5 7 2 3 4 5 6
3
4
5
6
7
Mean Difference (I-J) 0,25275 0,66429 0,09524 0,07792 0,21429 -0,25275 0,41154 -0,15751 -0,17483 -0,03846 -0,66429 -0,41154 -0,56905 -0,58636 -0,45000 -0,09524 0,15751 0,56905 -0,01732 0,11905 -0,07792 0,17483 0,58636 0,01732 0,13636 -0,21429 0,03846 0,45000 -0,11905 -0,13636
Std. Error
0,47936 0,49438 0,49132 0,45809 0,90261 0,47936 0,33483 0,33029 0,27847 0,82608 0,49438 0,33483 0,35173 0,30359 0,83488 0,49132 0,33029 0,35173 0,29858 0,83307 0,45809 0,27847 0,30359 0,29858 0,81392 0,90261 0,82608 0,83488 0,83307 0,81392
Sig.
0,995 0,760 1,000 1,000 1,000 0,995 0,822 0,997 0,989 1,000 0,760 0,822 0,589 0,389 0,994 1,000 0,997 0,589 1,000 1,000 1,000 0,989 0,389 1,000 1,000 1,000 1,000 0,994 1,000 1,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,1368 1,6423 -0,7688 2,0974 -1,3290 1,5195 -1,2500 1,4058 -2,4022 2,8308 -1,6423 1,1368 -0,5590 1,3821 -1,1149 0,7999 -0,9820 0,6324 -2,4331 2,3561 -2,0974 0,7688 -1,3821 0,5590 -1,5886 0,4505 -1,4664 0,2937 -2,8701 1,9701 -1,5195 1,3290 -0,7999 1,1149 -0,4505 1,5886 -0,8828 0,8482 -2,2958 2,5339 -1,4058 1,2500 -0,6324 0,9820 -0,2937 1,4664 -0,8482 0,8828 -2,2230 2,4957 -2,8308 2,4022 -2,3561 2,4331 -1,9701 2,8701 -2,5339 2,2958 -2,4957 2,2230
97
Homogeneous Subsets Perlakuan Aroma
N
Tukey HSDa
4 3 7 5 6 2 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,484.
Subset for alpha = 0.05 1 2,0500 2,4615 2,5000 2,6190 2,6364 2,7143 0,863
20 26 2 21 44 7
d. Kruskal-Wallis test terhadap rasa (penambahan secang) Ranks Perlakuan
Warna 2 3 4 5 6 7 Total
N
Mean Rank 52,17 49,25 56,18 74,39 71,75 105,50
9 16 59 27 8 1 120
Statistik ujia,b Perlakuan 10,576 5 0,060
Chi-Square df Asymp. Sig. a. Uji Kruskal Wallis b. Variabel keompok: Rasa
ANOVA Perlakuan
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 13,331 136,669 150,000
df
Mean Square 5 114 119
2,666 1,199
F
Sig. 2,224
0,057
98
2. Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap udang masak yang diberi edible coating tanpa penambahan secang a. Kruskal-Wallis test terhadap kenampakan (tanpa secang) Ranks Warna 2 3 4 5 6 7 Total
Perlakuan
N
Mean Rank 45,50 52,42 43,50 60,50 67,45 69,50
4 13 15 32 41 15 120
Statistik ujia,b Perlakuan 8,179 5 0,147
Chi-Square df Asymp. Sig. a.Uji Kruskal Wallis b. Variabel kelompok: Kenampakan
ANOVA Perlakuan Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 10,310 139,690 150,000
df 5 114 119
Mean Square 2,062 1,225
F
Sig. 1,683
0,144
Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan
Tukey HSD
(I) Kenampakan
(J) Kenampakan
2
3 4 5 6 7 2 4 5 6 7 2 3 5
3
4
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
-,23077
0,63293
0,999
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -2,0655 1,6039
0,06667 -,50000 -,73171 -,80000 0,23077 0,29744 -,26923 -,50094 -,56923 -0,06667 -0,29744 -0,56667
0,62292 0,58705 0,57985 0,62292 0,63293 0,41946 0,36407 0,35234 0,41946 0,62292 0,41946 0,34638
1,000 0,957 0,805 0,793 0,999 0,981 0,977 0,714 0,752 1,000 0,981 0,577
-1,7390 -2,2017 -2,4126 -2,6057 -1,6039 -,9185 -1,3246 -1,5223 -1,7852 -1,8724 -1,5134 -1,5708
1,8724 1,2017 0,9491 1,0057 2,0655 1,5134 0,7861 0,5204 0,6467 1,7390 0,9185 0,4374
99
6 -0,79837 7 -0,86667 5 2 0,50000 3 0,26923 4 0,56667 6 -0,23171 7 -0,30000 6 2 0,73171 3 0,50094 4 0,79837 5 0,23171 7 -0,06829 7 2 0,80000 3 0,56923 4 0,86667 5 0,30000 6 0,06829 *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,33403 0,40420 0,58705 0,36407 0,34638 0,26111 0,34638 0,57985 0,35234 0,33403 0,26111 0,33403 0,62292 0,41946 0,40420 0,34638 0,33403
0,168 0,273 0,957 0,977 0,577 0,949 0,954 0,805 0,714 0,168 0,949 1,000 0,793 0,752 0,273 0,954 1,000
-1,7667 -2,0384 -1,2017 -0,7861 -0,4374 -0,9886 -1,3041 -0,9491 -0,5204 -0,1699 -0,5252 -1,0366 -1,0057 -0,6467 -0,3050 -0,7041 -0,9000
0,1699 0,3050 2,2017 1,3246 1,5708 0,5252 0,7041 2,4126 1,5223 1,7667 0,9886 0,9000 2,6057 1,7852 2,0384 1,3041 1,0366
Homogeneous Subsets Perlakuan
Kenampakan 4 2 3 5 6 7 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 11,630. Tukey HSDa
Subset for alpha = 0,05 1 1,9333 2,0000 2,2308 2,5000 2,7317 2,8000 0,415
N 15 4 13 32 41 15
b. Kruskal-Wallis test terhadap warna (tanpa secang) Ranks Perlakuan
Warna 2 3 4 5 6 7 Total
N 2 10 21 32 41 14 120
Mean Rank 60,50 51,50 38,36 67,06 63,79 75,50
100
Statistik ujia,b Perlakuan 14,173 5 0,015
Chi-Square df Asymp. Sig. a. Uji Kruskal Wallis Test b. Variabel kelompok: Warna
ANOVA Perlakuan
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 17,866 132,134 150,000
df
Mean Square
F
Sig.
5 114 119
3,573 1,159
3,083
0,012
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
0,30000
0,83393
0,999
-2,1174
2,7174
0,73810 -0,21875 -0,10976 -0,50000 -0,30000 0,43810 -0,51875 -0,40976 -0,80000 -0,73810 -0,43810 -,095685* -0,84785* -1,23810* 0,21875 0,51875 0,95685* 0,10899 -0,28125 0,10976 0,40976 0,84785* -0,10899 -0,39024 0,50000 0,80000 1,23810* 0,28125 0,39024
0,79670 0,78470 0,77962 0,81384 0,83393 0,41364 0,39004 0,37971 0,44576 0,79670 0,41364 0,30235 0,28890 0,37146 0,78470 0,39004 0,30235 0,25395 0,34498 0,77962 0,37971 0,28890 0,25395 0,33326 0,81384 0,44576 0,37146 0,34498 0,33326
0,939 1,000 1,000 0,990 0,999 0,896 0,768 0,889 0,473 0,939 0,896 0,024 0,045 0,014 1,000 0,768 0,024 0,998 0,964 1,000 0,889 0,045 0,998 0,850 0,990 0,473 0,014 0,964 0,850
-1,5714 -2,4934 -2,3697 -2,8591 -2,7174 -0,7610 -1,6494 -1,5104 -2,0921 -3,0476 -1,6372 -1,8333 -1,6853 -2,3149 -2,0559 -0,6119 0,0804 -0,6272 -1,2813 -2,1502 -0,6909 0,0104 -0,8451 -1,3563 -1,8591 -0,4921 0,1613 -0,7188 -0,5758
3,0476 2,0559 2,1502 1,8591 2,1174 1,6372 0,6119 0,6909 0,4921 1,5714 0,7610 -0,0804 -0,0104 -0,1613 2,4934 1,6494 1,8333 0,8451 0,7188 2,3697 1,5104 1,6853 0,6272 0,5758 2,8591 2,0921 2,3149 1,2813 1,3563
Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan
Tukey HSD
(I) Warna
(J) Warna
2
3
3
4
5
6
7
4 5 6 7 2 4 5 6 7 2 3 5 6 7 2 3 4 6 7 2 3 4 5 7 2 3 4 5 6
*. The mean difference is significant at the 0,05 level.
101
Homogeneous Subsets Perlakuan Warna 4 3 2 6 5 7 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 7,745.
Tukey HSDa
Subset for alpha = 0,05 1 1,7619 2,2000 2,5000 2,6098 2,7188 3,0000 0,218
N 21 10 2 41 32 14
c. Kruskal-Wallis Test terhadap Aroma (tanpa secang) Ranks Aroma 2 3 4 5 6 7 Total
Perlakuan
N
Mean Rank 75,50 70,50 56,64 63,00 56,41 78,50
1 6 35 24 44 10 120
Statistik ujia,b Perlakuan 4,824 5 0,438
Chi-Square df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Aroma
ANOVA Perlakuan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
6,080
5
1,216
143,920
114
1,262
150,000
119
F
Sig. 0,963
0,443
102
d. Kruskal-Wallis Test terhadap rasa (tanpa secang)
Ranks Perlakuan
Rasa 2 3 4 5 6 7 Total
N
Mean Rank 69,50 61,86 55,50 63,28 62,64 105,50
5 11 60 27 14 3 120
Statistik ujia,b Perlakuan 7,293 5 0,200
Chi-Square df Asymp. Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Rasa
ANOVA Perlakuan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
9,192
5
1,838
140,808
114
1,235
150,000
119
F
Sig. 1,488
0,199
Multiple Comparisons Variabel terikat: Perlakuan
Tukey HSD
(I) Rasa
(J) Rasa
2
3
3
4
4 5 6 7 2 4 5 6 7 2 3 5 6
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
0,25455
0,59943
0,998
-1,4831
1,9922
0,46667 0,20741 0,22857 -1,20000 -0,25455 0,21212 -0,04714 -0,02597 -1,45455 -0,46667 -0,21212 -0,25926 -0,23810
0,51732 0,54109 0,57901 0,81163 0,59943 0,36452 0,39753 0,44779 0,72388 0,51732 0,36452 0,25755 0,32987
0,945 0,999 0,999 0,679 0,998 0,992 1,000 1,000 0,344 0,945 0,992 0,915 0,979
-1,0329 -1,3611 -1,4499 -3,5527 -1,9922 -0,8445 -1,1995 -1,3240 -3,5529 -1,9663 -1,2688 -1,0058 -1,1943
1,9663 1,7759 1,9070 1,1527 1,4831 1,2688 1,1052 1,2721 0,6438 1,0329 0,8445 0,4873 0,7181
103
7 -1,66667 2 -0,20741 3 0,04714 4 0,25926 6 0,02116 7 -1,40741 6 2 -0,22857 3 0,02597 4 0,23810 5 -0,02116 7 -1,42857 7 2 1,20000 3 1,45455 4 1,66667 5 1,40741 6 1,42857 *. The mean difference is significant at the 0,05 level. 5
0,65750 0,54109 0,39753 0,25755 0,36602 0,67636 0,57901 0,44779 0,32987 0,36602 0,70707 0,81163 0,72388 0,65750 0,67636 0,70707
0,123 0,999 1,000 0,915 1,000 0,305 0,999 1,000 0,979 1,000 0,337 0,679 0,344 0,123 0,305 0,337
-3,5726 -1,7759 -1,1052 -0,4873 -1,0399 -3,3680 -1,9070 -1,2721 -0,7181 -1,0822 -3,4782 -1,1527 -0,6438 -0,2393 -0,5532 -0,6211
0,2393 1,3611 1,1995 1,0058 1,0822 0,5532 1,4499 1,3240 1,1943 1,0399 0,6211 3,5527 3,5529 3,5726 3,3680 3,4782
Homogeneous Subsets Perlakuan Subset for alpha = 0.05 1 2 Rasa N 4 60 3 11 6 14 5 27 2 5 7 3 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8,007.
Tukey HSDa
2,3333 2,5455 2,5714 2,5926 2,8000 0,959
2,5455 2,5714 2,5926 2,8000 4,0000 0,101
104
Lampiran 4 Analisis ragam nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Rataan nilai warna udang rebus yang dilapisi edible coating surimi Perlakuan
Konsentrasi Surimi (%)
Kontrol Tanpa secang
2 6 10 14 2 6 10 14
Ditambah secang
Warna Udang Rebus L* 68,57 72,25 73,61 75,82 78,07 71,54 69,76 74,65 77,53
a* 12,17 13,21 13,24 14,47 16,06 17,09 17,5 19,48 20,22
b* 47,41 48,46 48,72 50,24 53,74 49,73 52,2 52,68 54,28
a. Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi Diantara faktor subyek Perlakuan Konsentrasi surimi
Value Label Tanpa secang Ditambah secang 2% 6% 10% 14%
1 2 1 2 3 4
N 12 12 6 6 6 6
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source
Type III Sum of Squares 179,527a 131969,204 14,789 154,026 10,711
df
7 Corrected Model 1 Intercept 1 Perlakuan 3 KonsentrasiSurimi 3 Perlakuan * KonsentrasiSurimi 0,004 16 Error 132148,735 24 Total 179,531 23 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Mean Square 25,647 131969,204 14,789 51,342 3,570 0,000
F
91868,657 4,7278 52976,955 183912,040 12789,174
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
105
Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) Konsentrasi surimi 2%
(J) Mean Std. Konsentrasi Difference Error surimi (I-J) 6% 0,2067* 0,00965 10% -3,3467* 0,00965 14% -5,9067* 0,00965 2% -0,2067* 0,00965 6% 10% -3,5533* 0,00965 14% -6,1133* 0,00965 2% 3,3467* 0,00965 10% 6% 3,5533* 0,00965 14% -2,5600* 0,00965 2% 5,9067* 0,00965 14% 6% 6,1133* 0,00965 10% 2,5600* 0,00965 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,1791 0,2343 -3,3743 -3,3191 -5,9343 -5,8791 -0,2343 -0,1791 -3,5809 -3,5257 -6,1409 -6,0857 3,3191 3,3743 3,5257 3,5809 -2,5876 -2,5324 5,8791 5,9343 6,0857 6,1409 2,5324 2,5876
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
L Tukey HSD KonsentrasiSurimi
N
Subset 1
6%
6
2%
6
10%
6
14%
6
2
3
4
71,6850
1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
71,8917 75,2383 77,7983 1,000
1,000
1,000
106
b. Analisis Ragam Nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
Diantara faktor subyek Perlakuan KonsentrasiSurimi
Value Label Tanpa secang Ditambah secang 2% 6% 10% 14%
1 2 1 2 3 4
N 12 12 6 6 6 6
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source
Type III Sum of Squares 149,299a 6461,930 112,364 35,888
df
7 Corrected Model 1 Intercept 1 Perlakuan 3 KonsentrasiSurimi Perlakuan * 1,048 3 KonsentrasiSurimi 0,005 16 Error 6611,234 24 Total 149,304 23 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Mean Square
F
Sig.
21,328 6461,930 112,364 11,963
74186,068 2,248E7 390829,696 41609,174
0,000 0,000 0,000 0,000
0,349
1215,087
0,000
0,000
Perlakuan * KonsentrasiSurimi Dependent Variable: a Perlakuan
KonsentrasiSurimi
Tanpa secang
2% 6% 10% 14% 2% 6% 10% 14%
Ditambah secang
Mean
13,210 13,240 14,470 16,060 17,090 17,500 19,480 20,220
Std. Error
0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010 0,010
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 13,189 13,231 13,219 13,261 14,449 14,491 16,039 16,081 17,069 17,111 17,479 17,521 19,459 19,501 20,199 20,241
107
Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) Konsentra siSurimi 2%
(J) Mean Std. Konsentra Difference Error siSurimi (I-J) 6% -0,2200* 0,00979 10% -1,8250* 0,00979 14% -2,9900* 0,00979 2% 0,2200* 0,00979 6% 10% -1,6050* 0,00979 14% -2,7700* 0,00979 2% 1,8250* 0,00979 10% 6% 1,6050* 0,00979 14% -1,1650* 0,00979 2% 2,9900* 0,00979 14% 6% 2,7700* 0,00979 10% 1,1650* 0,00979 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,2480 -0,1920 -1,8530 -1,7970 -3,0180 -2,9620 0,1920 0,2480 -1,6330 -1,5770 -2,7980 -2,7420 1,7970 1,8530 1,5770 1,6330 -1,1930 -1,1370 2,9620 3,0180 2,7420 2,7980 1,1370 1,1930
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
a Tukey HSD KonsentrasiSurimi
N
Subset 1 15,1500
2
6 2% 6 15,3700 6% 6 10% 6 14% 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
3
4
16,9750 1,000
18,1400 1,000
108
c. Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
Diantara faktor subyek Perlakuan KonsentrasiSurimi
Value Label Tanpa secang Ditambah secang 2% 6% 10% 14%
1 2 1 2 3 4
N 12 12 6 6 6 6
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source
Type III Sum of Squares 107,531a 63052,876 22,407 77,578
df
7 Corrected Model 1 Intercept 1 Perlakuan 3 KonsentrasiSurimi Perlakuan * 7,545 3 KonsentrasiSurimi 0,003 16 Error 63160,410 24 Total 107,534 23 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Mean Square
F
Sig.
15,362 63052,876 22,407 25,859
72289,588 2,967E8 105446,294 121691,000
0,000 0,000 0,000 0,000
2,515
11835,941
0,000
0,000
Perlakuan * Konsentrasi surimi Variabel terikat: b Perlakuan
KonsentrasiSurimi
Tanpa secang
2%
Ditambah secang
Mean
Std. Error
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
48,460
0,008
48,442
48,478
6% 10% 14% 2%
48,720 50,240 53,740
0,008 0,008 0,008
48,702 50,222 53,722
48,738 50,258 53,758
49,730
0,008
49,712
49,748
6% 10% 14%
52,200 52,680 54,280
0,008 0,008 0,008
52,182 52,662 54,262
52,218 52,698 54,298
109
Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) Konsentra siSurimi 2%
(J) Mean Std. Konsentra Difference Error siSurimi (I-J) 6% -1,3650* 0,00842 10% -2,3650* 0,00842 14% -4,9150* 0,00842 2% 1,3650* 0,00842 6% 10% -1,0000* 0,00842 14% -3,5500* 0,00842 2% 2,3650* 0,00842 10% 6% 1,0000* 0,00842 14% -2,5500* 0,00842 2% 4,9150* 0,00842 14% 6% 3,5500* 0,00842 10% 2,5500* 0,00842 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,3891 -1,3409 -2,3891 -2,3409 -4,9391 -4,8909 1,3409 1,3891 -1,0241 -0,9759 -3,5741 -3,5259 2,3409 2,3891 0,9759 1,0241 -2,5741 -2,5259 4,8909 4,9391 3,5259 3,5741 2,5259 2,5741
b Tukey HSD KonsentrasiSurimi
N
Subset 1 49,0950
2
6 2% 6 50,4600 6% 6 10% 6 14% 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
3
4
51,4600 1,000
54,0100 1,000
110
Lampiran 5 Analisis ragam nilai log TPC udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai log TPC Perlakuan
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 0 1 2 3 4 5 6 7 3,778 4,146 5,690 6,771 7,643 8,919 9,531 9,813 K 3,230 4,845 4,826 5,612 6,690 7,462 7,748 8,531 A 2,491 3,881 4,301 5,230 6,580 7,531 7,792 8,362 B 3,322 3,602 4,380 4,785 4,914 5,623 6,663 7,799 C 2,663 2,919 3,756 4,531 4,833 5,431 5,613 6,398 D Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa secang B : pencelupan_pemasakan, ditambah secang C : pemasakan_pencelupan, tanpa secang D : pemasakan_pencelupan, ditambah secang
8 9,964 9,415 8,924 8,813 7,672
Diantara faktor subyek Perlakuan
Penyimpanan
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
N
Keterangan : RM = pencelupan ke dalam edible coating surimi kemudian pemasakan udang MR = Pemasakan udang kemudian pencelupan ke dalam edible coating surimi
27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
111
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: TPC Source
Type III Sum of Squares 404,921a
df
35 Corrected Model 3574,822 1 Intercept 40,391 3 Perlakuan 349,892 8 Penyimpanan 14,638 24 Perlakuan * Penyimpanan 0,140 72 Error 3979,883 108 Total 405,061 107 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999)
Mean Square 11,569
F
Sig.
5967,021
0,000
3574,822 13,464 43,736 0,610
1843783,039 6944,126 22557,937 314,578
0,000 0,000 0,000 0,000
0,002
Multiple Comparisons TPC Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,36426*
0,011984
0,000
0,94000*
0,011984
0,000
0,90848
0,97152
1,61611*
0,011984
0,000
1,58459
1,64763
-0,36426*
0,011984
0,000
-0,39578
-0,33274
0,57574*
0,011984
0,000
0,54422
0,60726
1,25185*
0,011984
0,000
1,22033
1,28337
-0,94000*
0,011984
0,000
-0,97152
-0,90848
-0,57574*
0,011984
0,000
-0,60726
-0,54422
0,67611*
0,011984
0,000
0,64459
0,70763
-1,61611*
0,011984
0,000
-1,64763
-1,58459
-1,25185*
0,011984
0,000
-1,28337
-1,22033
-0,67611*
0,011984
0,000
-0,70763
-0,64459
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,33274 0,39578
112
TPC Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1 4,86726
2
3
MR ditambah 27 secang MR tanpa 27 5,54337 secang RM ditambah 27 secang RM tanpa 27 secang Sig. 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
4
6,11911 6,48337 1,000
1,000
Multiple Comparisons TPC Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
Mean Difference (I-J)
Std. Error
-0,88933* -1,39300* -2,11692* -2,83050* -3,58892* -4,03033* -4,84808* -5,78292* 0,88933* -0,50367* -1,22758* -1,94117* -2,69958* -3,14100* -3,95875* -4,89358* 1,39300* 0,50367* -0,72392* -1,43750* -2,19592* -2,63733* -3,45508* -4,38992* 2,11692* 1,22758* 0,72392* -0,71358* -1,47200* -1,91342* -2,73117*
0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976 0,017976
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,94682 -0,83184 -1,45049 -1,33551 -2,17441 -2,05943 -2,88799 -2,77301 -3,64641 -3,53143 -4,08782 -3,97284 -4,90557 -4,79059 -5,84041 -5,72543 0,83184 0,94682 -0,56116 -0,44618 -1,28507 -1,17009 -1,99866 -1,88368 -2,75707 -2,64209 -3,19849 -3,08351 -4,01624 -3,90126 -4,95107 -4,83609 1,33551 1,45049 0,44618 0,56116 -0,78141 -0,66643 -1,49499 -1,38001 -2,25341 -2,13843 -2,69482 -2,57984 -3,51257 -3,39759 -4,44741 -4,33243 2,05943 2,17441 1,17009 1,28507 0,66643 0,78141 -0,77107 -0,65609 -1,52949 -1,41451 -1,97091 -1,85593 -2,78866 -2,67368
113
hari ke 8 -3,66600* 0,017976 hari ke 0 2,83050* 0,017976 hari ke 4 hari ke 1 1,94117* 0,017976 hari ke 2 1,43750* 0,017976 hari ke 3 0,71358* 0,017976 hari ke 5 -0,75842* 0,017976 hari ke 6 -1,19983* 0,017976 hari ke 7 -2,01758* 0,017976 hari ke 8 -2,95242* 0,017976 hari ke 0 3,58892* 0,017976 hari ke 5 hari ke 1 2,69958* 0,017976 hari ke 2 2,19592* 0,017976 hari ke 3 1,47200* 0,017976 hari ke 4 0,75842* 0,017976 hari ke 6 -0,44142* 0,017976 hari ke 7 -1,25917* 0,017976 hari ke 8 -2,19400* 0,017976 hari ke 0 4,03033* 0,017976 hari ke 6 hari ke 1 3,14100* 0,017976 hari ke 2 2,63733* 0,017976 hari ke 3 1,91342* 0,017976 hari ke 4 1,19983* 0,017976 hari ke 5 0,44142* 0,017976 hari ke 7 -0,81775* 0,017976 hari ke 8 -1,75258* 0,017976 hari ke 0 4,84808* 0,017976 hari ke 7 hari ke 1 3,95875* 0,017976 hari ke 2 3,45508* 0,017976 hari ke 3 2,73117* 0,017976 hari ke 4 2,01758* 0,017976 hari ke 5 1,25917* 0,017976 hari ke 6 0,81775* 0,017976 hari ke 8 -0,93483* 0,017976 hari ke 0 5,78292* 0,017976 hari ke 8 hari ke 1 4,89358* 0,017976 hari ke 2 4,38992* 0,017976 hari ke 3 3,66600* 0,017976 hari ke 4 2,95242* 0,017976 hari ke 5 2,19400* 0,017976 hari ke 6 1,75258* 0,017976 hari ke 7 0,93483* 0,017976 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-3,72349 2,77301 1,88368 1,38001 0,65609 -0,81591 -1,25732 -2,07507 -3,00991 3,53143 2,64209 2,13843 1,41451 0,70093 -0,49891 -1,31666 -2,25149 3,97284 3,08351 2,57984 1,85593 1,14234 0,38393 -0,87524 -1,81007 4,79059 3,90126 3,39759 2,67368 1,96009 1,20168 0,76026 -0,99232 5,72543 4,83609 4,33243 3,60851 2,89493 2,13651 1,69509 0,87734
-3,60851 2,88799 1,99866 1,49499 0,77107 -0,70093 -1,14234 -1,96009 -2,89493 3,64641 2,75707 2,25341 1,52949 0,81591 -0,38393 -1,20168 -2,13651 4,08782 3,19849 2,69482 1,97091 1,25732 0,49891 -0,76026 -1,69509 4,90557 4,01624 3,51257 2,78866 2,07507 1,31666 0,87524 -0,87734 5,84041 4,95107 4,44741 3,72349 3,00991 2,25149 1,81007 0,99232
114
TPC Tukey HSD Penyimpanan
N 1 2,9221
2
3
12 hari ke 0 12 3,8115 hari ke 1 12 4,3151 hari ke 2 12 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
4
Subset 5
6
7
8
9
5,0390 5,7526 6,5110 6,9525 7,7702 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
8,7050 1,000
115
Lampiran 6 Analisis ragam nilai TVB udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai TVB Perlakuan K A B C D
0 4,3 5,39 5,29 5,43 5,36
1 10,06 8,05 7,78 6,91 5,79
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 15,12 28,99 43,77 50,68 56,26 10,81 16,28 26,21 27,56 35,28 8,9 13,58 20,9 22,87 30,16 7,69 8,91 10,69 11,98 13,14 6,3 7,64 8,92 9,59 10,79
7 62,37 42,16 36,33 15,56 11,25
8 70,55 51,32 46,48 19,45 16,83
Keterangan : K : kontrol A : pencelupan_pemasakan, tanpa secang B : pencelupan_pemasakan, ditambah secang C : pemasakan_pencelupan, tanpa secang D : pemasakan_pencelupan, ditambah secang Diantara faktor subyek Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Perlakuan
Penyimpanan
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat:TVB Source Corrected Model Intercept Perlakuan Penyimpanan Perlakuan * Penyimpanan Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
16451,693a
35
470,048
205944,113
0,000
29762,804 4734,746 8678,189
1 3 8
29762,804 1578,249 1084,774
1,304E7 691484,263 475276,082
0,000 0,000 0,000
3038,757
24
126,615
55474,271
0,000
0,164 46214,661
72 108
0,002
16451,857
107
a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1,000)
116
Multiple Comparisons TVB Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
3,4219*
0,01300
0,000
3,3877
3,4560
13,7011*
0,01300
0,000
13,6669
13,7353
15,6181*
0,01300
0,000
15,5840
15,6523
-3,4219*
0,01300
0,000
-3,4560
-3,3877
10,2793*
0,01300
0,000
10,2451
10,3135
12,1963*
0,01300
0,000
12,1621
12,2305
-13,7011*
0,01300
0,000
-13,7353
-13,6669
-10,2793*
0,01300
0,000
-10,3135
-10,2451
1,9170*
0,01300
0,000
1,8828
1,9512
-15,6181*
0,01300
0,000
-15,6523
-15,5840
-12,1963*
0,01300
0,000
-12,2305
-12,1621
-1,9170*
0,01300
0,000
-1,9512
-1,8828
Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = ,002. *. The mean difference is significant at the ,05 level.
TVB Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
MR ditambah secang MR tanpa secang RM ditambah secang RM tanpa secang Sig.
27
2
3
4
9,1678
27
11,0848
27
21,3641
27
24,7859 1,000
. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
1,000
1,000
1,000
117
Multiple Comparisons TVB Tukey HSD (I) Penyimpanan hari ke 0
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
(J) Penyimpanan hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0
Mean Difference (I-J)
Std. Error
-1,7650* -3,0667* -6,2358* -11,3142* -12,6333* -16,9758* -20,9575* -28,1500* 1,7650* -1,3017* -4,4708* -9,5492* -10,8683* -15,2108* -19,1925* -26,3850* 3,0667* 1,3017* -3,1692* -8,2475* -9,5667* -13,9092* -17,8908* -25,0833* 6,2358* 4,4708* 3,1692* -5,0783* -6,3975* -10,7400* -14,7217* -21,9142* 11,3142* 9,5492* 8,2475* 5,0783* -1,3192* -5,6617* -9,6433* -16,8358* 12,6333* 10,8683* 9,5667* 6,3975* 1,3192* -4,3425* -8,3242* -15,5167* 16,9758*
0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950 0,01950
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -1,8274 -1,7026 -3,1290 -3,0043 -6,2982 -6,1735 -11,3765 -11,2518 -12,6957 -12,5710 -17,0382 -16,9135 -21,0199 -20,8951 -28,2124 -28,0876 1,7026 1,8274 -1,3640 -1,2393 -4,5332 -4,4085 -9,6115 -9,4868 -10,9307 -10,8060 -15,2732 -15,1485 -19,2549 -19,1301 -26,4474 -26,3226 3,0043 3,1290 1,2393 1,3640 -3,2315 -3,1068 -8,3099 -8,1851 -9,6290 -9,5043 -13,9715 -13,8468 -17,9532 -17,8285 -25,1457 -25,0210 6,1735 6,2982 4,4085 4,5332 3,1068 3,2315 -5,1407 -5,0160 -6,4599 -6,3351 -10,8024 -10,6776 -14,7840 -14,6593 -21,9765 -21,8518 11,2518 11,3765 9,4868 9,6115 8,1851 8,3099 5,0160 5,1407 -1,3815 -1,2568 -5,7240 -5,5993 -9,7057 -9,5810 -16,8982 -16,7735 12,5710 12,6957 10,8060 10,9307 9,5043 9,6290 6,3351 6,4599 1,2568 1,3815 -4,4049 -4,2801 -8,3865 -8,2618 -15,5790 -15,4543 16,9135 17,0382
118
hari ke 1 15,2108* 0,01950 hari ke 2 13,9092* 0,01950 hari ke 3 10,7400* 0,01950 hari ke 4 5,6617* 0,01950 hari ke 5 4,3425* 0,01950 hari ke 7 -3,9817* 0,01950 hari ke 8 -11,1742* 0,01950 hari ke 7 hari ke 0 20,9575* 0,01950 hari ke 1 19,1925* 0,01950 hari ke 2 17,8908* 0,01950 hari ke 3 14,7217* 0,01950 hari ke 4 9,6433* 0,01950 hari ke 5 8,3242* 0,01950 hari ke 6 3,9817* 0,01950 hari ke 8 -7,1925* 0,01950 hari ke 8 hari ke 0 28,1500* 0,01950 hari ke 1 26,3850* 0,01950 hari ke 2 25,0833* 0,01950 hari ke 3 21,9142* 0,01950 hari ke 4 16,8358* 0,01950 hari ke 5 15,5167* 0,01950 hari ke 6 11,1742* 0,01950 hari ke 7 7,1925* 0,01950 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
15,1485 13,8468 10,6776 5,5993 4,2801 -4,0440 -11,2365 20,8951 19,1301 17,8285 14,6593 9,5810 8,2618 3,9193 -7,2549 28,0876 26,3226 25,0210 21,8518 16,7735 15,4543 11,1118 7,1301
15,2732 13,9715 10,8024 5,7240 4,4049 -3,9193 -11,1118 21,0199 19,2549 17,9532 14,7840 9,7057 8,3865 4,0440 -7,1301 28,2124 26,4474 25,1457 21,9765 16,8982 15,5790 11,2365 7,2549
TVB Tukey HSD Penyimpa N nan 1 2 3 12 5,367 hari ke 0 12 7,132 hari ke 1 12 8,434 hari ke 2 12 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,002.
4
Subset 5
6
7
8
9
11,603 16,681 18,000 22,343 26,325 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
33,517 1,000
119
Lampiran 7 Analisis ragam nilai L* udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai L* Perlakuan K A B C D
0 68,83 76,65 76,28 77,86 77,24
1 67,72 75,85 75,24 76,94 77,15
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 66,11 63,31 62,26 60,72 60,39 74,21 72,23 70,31 67,98 64,35 74,89 73,11 72,95 66,86 65,61 76,56 76,32 75,82 74,66 74,85 76,47 75,45 75,27 74,05 73,04
7 60,28 63,11 63,67 73,79 72,22
8 60,05 61,71 62,26 72,13 70,04
Diantara faktor subyek Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Perlakuan
Penyimpanan
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: L Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Corrected 2465,643a 35 70,447 Model 565406,571 1 565406,571 Intercept 699,363 3 233,121 Perlakuan 1456,994 8 182,124 Penyimpanan Perlakuan * 309,286 24 12,887 Penyimpanan 33,711 72 0,468 Error 567905,925 108 Total Corrected 2499,354 107 Total a. R Squared = 0,987 (Adjusted R Squared = 0,980)
F
Sig.
150,460
0,000
1207593,740 497,899 388,980
0,000 0,000 0,000
27,524
0,000
120
Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-0,4963*
0,18623
0,046
-0,9861
-0,0065
-5,8359*
0,18623
0,000
-6,3257
-5,3461
-4,6833*
0,18623
0,000
-5,1731
-4,1935
0,4963*
0,18623
0,046
0,0065
0,9861
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-5,3396*
0,18623
0,000
-5,8294
-4,8498
-4,1870*
0,18623
0,000
-4,6768
-3,6972
5,8359*
0,18623
0,000
5,3461
6,3257
5,3396*
0,18623
0,000
4,8498
5,8294
1,1526*
0,18623
0,000
0,6628
1,6424
4,6833*
0,18623
0,000
4,1935
5,1731
0,000
3,6972
4,6768
0,000
-1,6424
-0,6628
RM ditambah 4,1870* 0,18623 secang MR tanpa -1,1526* 0,18623 secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
L Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 69,6011 secang 27 70,0974 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,468.
3
4
74,2844 1,000
75,4370 1,000
121
Multiple Comparisons L Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
Mean Difference (I-J) 0,7133* 1,4750* 2,7308* 3,4192* 6,1192* 7,5467* 8,8100* 10,4733* -0,7133* 0,7617* 2,0175* 2,7058* 5,4058* 6,8333* 8,0967* 9,7600* -1,4750* -0,7617* 1,2558* 1,9442* 4,6442* 6,0717* 7,3350* 8,9983* -2,7308* -2,0175* -1,2558* 0,6883* 3,3883* 4,8158* 6,0792* 7,7425* -3,4192* -2,7058* -1,9442* -0,6883* 2,7000* 4,1275* 5,3908* 7,0542* -6,1192* -5,4058* -4,6442* -3,3883* -2,7000* 1,4275* 2,6908* 4,3542* -7,5467* -6,8333*
Std. Error
0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473 0,00473
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,6982 0,7285 1,4599 1,4901 2,7157 27460 3,4040 3.4343 6,1040 6,1343 7,5315 7,5618 8,7949 8,8251 10,4582 10,4885 -0,7285 -0,6982 0,7465 0,7768 2,0024 2,0326 2,6907 2,7210 5,3907 5,4210 6,8182 6,8485 8,0815 8,1118 9,7449 9,7751 -1,4901 -1,4599 -0,7768 -,7465 1,2407 1,2710 1,9290 1,9593 4,6290 4,6593 6,0565 6,0868 7,3199 7,3501 8,9832 9,0135 -2,7460 -2,7157 -2,0326 -2,0024 -1,2710 -1,2407 0,6732 0,7035 3,3732 3,4035 4,8007 4,8310 6,0640 6,0943 7,7274 7,7576 -3,4343 -3,4040 -2,7210 -2,6907 -1,9593 -1,9290 -0,7035 -0,6732 2,6849 2,7151 4,1124 4,1426 5,3757 5,4060 7,0390 7,0693 -6,1343 -6,1040 -5,4210 -5,3907 -4,6593 -4,6290 -3,4035 -3,3732 -2,7151 -2,6849 1,4124 1,4426 2,6757 2,7060 4,3390 4,3693 -7,5618 -7,5315 -6,8485 -6,8182
122
hari ke 2 -6,0717* 0,00473 hari ke 3 -4,8158* 0,00473 hari ke 4 -4,1275* 0,00473 hari ke 5 -1,4275* 0,00473 hari ke 7 1,2633* 0,00473 hari ke 8 2,9267* 0,00473 hari ke 0 -8,8100* 0,00473 hari ke 7 hari ke 1 -8,0967* 0,00473 hari ke 2 -7,3350* 0,00473 hari ke 3 -6,0792* 0,00473 hari ke 4 -5,3908* 0,00473 hari ke 5 -2,6908* 0,00473 hari ke 6 -1,2633* 0,00473 hari ke 8 1,6633* 0,00473 hari ke 0 -10,4733* 0,00473 hari ke 8 hari ke 1 -9,7600* 0,00473 hari ke 2 -8,9983* 0,00473 hari ke 3 -7,7425* 0,00473 hari ke 4 -7,0542* 0,00473 hari ke 5 -4,3542* 0,00473 hari ke 6 -2,9267* 0,00473 hari ke 7 -1,6633* 0,00473 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-6,0868 -4,8310 -4,1426 -1,4426 1,2482 2,9115 -8,8251 -8,1118 -7,3501 -6,0943 -5,4060 -2,7060 -1,2785 1,6482 -10,4885 -9,7751 -9,0135 -7,7576 -7,0693 -4,3693 -2,9418 -1,6785
-6,0565 -4,8007 -4,1124 -1,4124 1,2785 2,9418 -8,7949 -8,0815 -7,3199 -6,0640 -5,3757 -2,6757 -1,2482 1,6785 -10,4582 -9,7449 -8,9832 -7,7274 -7,0390 -4,3390 -2,9115 -1,6482
L Tukey HSD Penyimpanan
N
1 2 3 12 66,535 hari ke 0 12 68,198 hari ke 1 12 69,461 hari ke 2 12 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
4
Subset 5
6
7
8
9
70,889 73,589 74,277 75,533 76,295 1,000
1,000
1,000
1,000
1,000
77,008 1,000
123
Lampiran 8 Analisis ragam nilai a* udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai a* Perlakuan K A B C D
0 13,64 14,79 15,45 18,36 19,62
1 12,84 14,28 15,17 17,96 19,41
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 11,41 10,35 9,55 8,43 8,12 13,45 12,78 10,82 10,34 9,92 14,36 13,24 12,18 11,76 11,28 17,73 17,23 16,72 16,14 15,96 19,28 19,03 18,85 18,33 18,14
7 7,43 9,42 10,62 15,68 18,02
8 7,25 9,36 10,31 14,85 17,74
Diantara faktor subyek
Perlakuan
Penyimpanan
Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: a Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
Corrected 1136,406a 35 32,469 Model 24172,966 1 24172,966 Intercept 892,046 3 297,349 Perlakuan 207,911 8 25,989 Penyimpanan Perlakuan * 36,449 24 1,519 Penyimpanan 0,009 72 0,000 Error 25309,381 108 Total Corrected 1136,415 107 Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
F
Sig.
259749,929
0,000
1,934E8 2378789,590 207910,674
0,000 0,000 0,000
12149,723
0,000
124
Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-1,0237*
0,00304
0,000
-1,0317
-1,0157
-5,0515*
0,00304
0,000
-5,0595
-5,0435
-7,0285*
0,00304
0,000
-7,0365
-7,0205
1,0237*
0,00304
0,000
1,0157
1,0317
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-4,0278*
0,00304
0,000
-4,0358
-4,0198
-6,0048*
0,00304
0,000
-6,0128
-5,9968
5,0515*
0,00304
0,000
5,0435
5,0595
4,0278*
0,00304
0,000
4,0198
4,0358
-1,9770*
0,00304
0,000
-1,9850
-1,9690
7,0285*
0,00304
0,000
7,0205
7,0365
0,000
5,9968
6,0128
0,000
1,9690
1,9850
RM ditambah 6,0048* 0,00304 secang MR tanpa 1,9770* 0,00304 secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
a Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 11,6848 secang 27 12,7085 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
3
4
16,7363 1,000
18,7133 1,000
125
Multiple Comparisons a Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
Mean Difference (I-J) 0,3483* 0,8492* 1,4842* 2,4108* 2,9117* 3,2292* 3,6192* 3,9883* -0,3483* 0,5008* 1,1358* 2,0625* 2,5633* 2,8808* 3,2708* 3,6400* -0,8492* -0,5008* 0,6350* 1,5617* 2,0625* 2,3800* 2,7700* 3,1392* -1,4842* -1,1358* -0,6350* 0,9267* 1,4275* 1,7450* 2,1350* 2,5042* -2,4108* -2,0625* -1,5617* -0,9267* 0,5008* 0,8183* 1,2083* 1,5775* -2,9117* -2,5633* -2,0625* -1,4275* -0,5008* 0,3175* 0,7075* 1,0767* -3,2292* -2,8808*
Std. Error
0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456 0,00456
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,3337 0,3629 0,8346 0,8638 1,4696 1,4988 2,3962 2,4254 2,8971 2,9263 3,2146 3,2438 3,6046 3,6338 3,9737 4,0029 -0,3629 -0,3337 0,4862 0,5154 1,1212 1,1504 2,0479 2,0771 2,5487 2,5779 2,8662 2,8954 3,2562 3,2854 3,6254 3,6546 -0,8638 -0,8346 -0,5154 -0,4862 0,6204 0,6496 1,5471 1,5763 2,0479 2.,0771 2,3654 2,3946 2,7554 2,7846 3,1246 3,1538 -1,4988 -1,4696 -1,1504 -1,1212 -0,6496 -0,6204 0,9121 0,9413 1,4129 1,4421 1,7304 1,7596 2,1204 2,1496 2,4896 2,5188 -2,4254 -2,3962 -2,0771 -2,0479 -1,5763 -1,5471 -0,9413 -0,9121 0,4862 0,5154 0,8037 0,8329 1,1937 1,2229 1,5629 1,5921 -2,9263 -2,8971 -2,5779 -2,5487 -2,0771 -2,0479 -1,4421 -1,4129 -0,5154 -0,4862 0,3029 0,3321 0,6929 0,7221 1,0621 1,0913 -3,2438 -3,2146 -2,8954 -2,8662
126
hari ke 2 -2,3800* 0,00456 hari ke 3 -1,7450* 0,00456 hari ke 4 -0,8183* 0,00456 hari ke 5 -0,3175* 0,00456 hari ke 7 0,3900* 0,00456 hari ke 8 0,7592* 0,00456 hari ke 0 -3,6192* 0,00456 hari ke 7 hari ke 1 -3,2708* 0,00456 hari ke 2 -2,7700* 0,00456 hari ke 3 -2,1350* 0,00456 hari ke 4 -1,2083* 0,00456 hari ke 5 -0,7075* 0,00456 hari ke 6 -0,3900* 0,00456 hari ke 8 0,3692* 0,00456 hari ke 0 -39883* 0,00456 hari ke 8 hari ke 1 -3,6400* 0,00456 hari ke 2 -3,1392* 0,00456 hari ke 3 -2,5042* 0,00456 hari ke 4 -1,5775* 0,00456 hari ke 5 -1,0767* 0,00456 hari ke 6 -0,7592* 0,00456 hari ke 7 -0,3692* 0,00456 Based on observed means The error term is Mean Square(Error) =0 ,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. a Tukey HSD Penyimpanan
N 1 13,066
2
3
4
12 hari ke 0 12 13,435 hari ke 1 12 13,825 hari ke 2 12 14,142 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Subset 5
-2,3946 -1,7596 -0,8329 -0,3321 0,3754 0,7446 -3,6338 -3,2854 -2,7846 -2,1496 -1,2229 -0,7221 -0,4046 0,3546 -4,0029 -3,6546 -3,1538 -2,5188 -1,5921 -1,0913 -0,7738 -0,3838
6
7
-2,3654 -1,7304 -0,8037 -0,3029 0,4046 0,7738 -3,6046 -3,2562 -2,7554 -2,1204 -1,1937 -0,6929 -0,3754 0,3838 -3,9737 -3,6254 -3,1246 -2,4896 -1,5629 -1,0621 -0,7446 -0,3546
8
9
14,643 15,570 16,205 16,706 1,000
1,000
1,000
1,000
17,054 1,000
127
Lampiran 9 Analisis ragam nilai b* udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai b* Perlakuan K A B C D
0 50,41 51,56 47,84 57,58 56,74
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 1 2 3 4 5 6 7 49,76 48,61 46,86 45,75 44,12 42,84 42,69 50,32 49,58 47,22 46,66 45,38 44,11 43,21 46,73 45,52 42,47 42,18 41,46 40,15 39,54 57,19 56,35 55,71 55,43 54,14 53,87 52,34 56,15 55,87 55,44 55,12 54,86 54,31 53,93
8 42,08 42,85 39,17 52,16 53,63
Diantara faktor subyek
Perlakuan
Penyimpanan
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: b Source
Type III Sum of Squares 3668,070a 269032,868 3062,418 519,944
df
35 Corrected Model 1 Intercept 3 Perlakuan 8 Penyimpanan Perlakuan * 85,707 24 Penyimpanan 0,018 72 Error 272700,956 108 Total 3668,088 107 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 1,000)
Mean Square
F
Sig.
104,802 269032,868 1020,806 64,993
417661,121 1,072E9 4068157,314 259012,852
0,000 0,000 0,000 0,000
3,571
14231,852
0,000
0,000
128
Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
3,9811*
,00431
0,000
3,9698
3,9925
-8,2089*
,00431
0,000
-8,2202
-8,1975
-8,3515*
,00431
0,000
-8,3628
-8,3401
-3,9811*
,00431
0,000
-3,9925
-3,9698
-12,1900*
,00431
0,000
-12,2013
-12,1787
-12,3326*
,00431
0,000
-12,3439
-12,3213
8,2089*
,00431
0,000
8,1975
8,2202
12,1900*
,00431
0,000
12,1787
12,2013
-0,1426*
,00431
0,000
-0,1539
-0,1313
8,3515*
,00431
0,000
8,3401
8,3628
0,000
12,3213
12,3439
0,000
0,1313
0,1539
RM ditambah 12,3326* ,00431 secang MR tanpa 0,1426* ,00431 secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
b Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 42,7844 secang 27 46,7656 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
3
4
54,9744 1,000
55,1170 1,000
129
Multiple Comparisons b Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,8325* 1,6000* 3,2200* 3,5825* 4,4700* 5,3192* 6,1750* 6,4775* -0,8325* 0,7675* 2,3875* 2,7500* 3,6375* 4,4867* 5,3425* 5,6450* -1,6000* -0,7675* 1,6200* 1,9825* 2,8700* 3,7192* 4,5750* 4,8775* -3,2200* -2,3875* -1,6200* 0,3625* 1,2500* 2,0992* 2,9550* 3,2575* -3,5825* -2,7500* -1,9825* -0,3625* 0,8875* 1,7367* 2,5925* 2,8950* -4,4700* -3,6375* -2,8700* -1,2500* -0,8875* 0,8492* 1,7050* 2,0075* -5,3192*
0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647 0,00647
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,8118 0,8532 1,5793 1,6207 3,1993 3,2407 3,5618 3,6032 4,4493 4,4907 5,2985 5,3398 6,1543 6,1957 6,4568 6,4982 -0,8532 -0,8118 0,7468 0,7882 2,3668 2,4082 2,7293 2,7707 3,6168 3,6582 4,4660 4,5073 5,3218 5,3632 5,6243 5,6657 -1,6207 -1,5793 -,7882 -0,7468 1,5993 1,6407 1,9618 2,0032 2,8493 2,8907 3,6985 3,7398 4,5543 4,5957 4,8568 4,8982 -3,2407 -3,1993 -2,4082 -2,3668 -1,6407 -1,5993 0,3418 0,3832 1,2293 1,2707 2,0785 2,1198 2,9343 2,9757 3,2368 3,2782 -3,6032 -3,5618 -2,7707 -2,7293 -2,0032 -1,9618 -0,3832 -0,3418 0,8668 0,9082 1,7160 1,7573 2,5718 2,6132 2,8743 2,9157 -4,4907 -4,4493 -3,6582 -3,6168 -2,8907 -2,8493 -1,2707 -1,2293 -0,9082 -0,8668 0,8285 0,8698 1,6843 1,7257 1,9868 2,0282 -5,3398 -5,2985
130
hari ke 1 -4,4867* 0,00647 hari ke 2 -3,7192* 0,00647 hari ke 3 -2,0992* 0,00647 hari ke 4 -1,7367* 0,00647 hari ke 5 -0,8492* 0,00647 hari ke 7 0,8558* 0,00647 hari ke 8 1,1583* 0,00647 hari ke 0 -6,1750* 0,00647 hari ke 7 hari ke 1 -5,3425* 0,00647 hari ke 2 -4,5750* 0,00647 hari ke 3 -2,9550* 0,00647 hari ke 4 -2,5925* 0,00647 hari ke 5 -1,7050* 0,00647 hari ke 6 -0,8558* 0,00647 hari ke 8 0,3025* 0,00647 hari ke 0 -6,4775* 0,00647 hari ke 8 hari ke 1 -5,6450* 0,00647 hari ke 2 -48775* 0,00647 hari ke 3 -3,2575* 0,00647 hari ke 4 -2,8950* 0,00647 hari ke 5 -2,0075* 0,00647 hari ke 6 -1,1583* 0,00647 hari ke 7 -0,3025* 0,00647 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. * The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-4,5073 -3,7398 -2,1198 -1,7573 -0,8698 0,8352 1,1377 -6,1957 -5,3632 -4,5957 -2,9757 -2,6132 -1,7257 -0,8765 0,2818 -6,4982 -5,6657 -4,8982 -3,2782 -2,9157 -2,0282 -1,1790 -0,3232
-4,4660 -3,6985 -2,0785 -1,7160 -0,8285 0,8765 1,1790 -6,1543 -5,3218 -4,5543 -2,9343 -2,5718 -1,6843 -0,8352 0,3232 -6,4568 -5,6243 -4,8568 -3,2368 -2,8743 -1,9868 -1,1377 -0,2818
b Tukey HSD Penyimpa N nan 1 2 3 4 12 46,952 hari ke 0 12 47,255 hari ke 1 12 48,110 hari ke 2 12 48,960 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
Subset 5
6
7
8
9
49,847 50,210 51,830 52,597 1,000
1,000
1,000
1,000
53,430 1,000
131
Lampiran 10 Analisis ragam nilai pH udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai pH udang rebus Perlakuan K A B C D
0 7,15 7,13 7,10 7,02 7,03
1 7,13 7,1 7,08 7,03 7,05
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 7,16 7,19 7,26 7,32 7,36 7,15 7,17 7,23 7,27 7,31 7,12 7,16 7,2 7,25 7,29 7,08 7,10 7,14 7,16 7,19 7,07 7,08 7,12 7,13 7,17
7 7,39 7,36 7,33 7,21 7,18
8 7,42 7,39 7,35 7,23 7,20
Diantara faktor subyek Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Perlakuan
Penyimpanan
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: pH Source
Type III Sum of Squares
df
Corrected 1,023a 35 Model 5554,886 1 Intercept 0,283 3 Perlakuan 0,701 8 Penyimpanan Perlakuan * 0,040 24 Penyimpanan 0,005 72 Error 5555,915 108 Total Corrected 1,029 107 Total a. R Squared = 0,995 (Adjusted R Squared = 0,992)
Mean Square
F
Sig.
0,029
399,697
0,000
5554,886 0,094 0,088
7,594E7 1290,241 1197,098
0,000 0,000 0,000
0,002
22,579
0,000
7,315E-5
132
Multiple Comparisons pH Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
Sig.
0,0267*
0,00233
0,000
0,0205
0,0328
0,1067*
0,00233
0,000
0,1005
0,1128
0,1204*
0,00233
0,000
0,1142
0,1265
-0,0267*
0,00233
0,000
-0,0328
-0,0205
0,0800*
0,00233
0,000
0,0739
0,0861
0,0937*
0,00233
0,000
0,0876
0,0998
-0,1067*
0,00233
0,000
-0,1128
-0,1005
-0,0800*
0,00233
0,000
-0,0861
-0,0739
0,0137*
0,00233
0,000
0,0076
0,0198
-0,1204*
0,00233
0,000
-0,1265
-0,1142
0,000
-0,0998
-0,0876
0,000
-0,0198
-0,0076
RM ditambah -0,0937* 0,00233 secang MR tanpa -0,0137* 0,00233 secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
pH Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 7,1148 secang 27 7,1285 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005.
3
4
7,2085 1,000
7,2352 1,000
133
Multiple Comparisons pH Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,0067 -0,0333* -0,0567* -0,1025* -0,1317* -0,1683* -0,2000* -0,2225* -0,0067 -0,0400* -0,0633* -0,1092* -0,1383* -0,1750* -0,2067* -0,2292* 0,0333* 0,0400* -0,0233* -0,0692* -0,0983* -0,1350* -0,1667* -0,1892* 0,0567* 0,0633* 0,0233* -0,0458* -0,0750* -0,1117* -0,1433* -0,1658* 0,1025* 0,1092* 0,0692* 0,0458* -0,0292* -0,0658* -0,0975* -0,1200* 0,1317* 0,1383* 0,0983* 0,0750* 0,0292* -0,0367* -0,0683* -0,0908* 0,1683*
0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349 0,00349
Sig.
0,610 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,610 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -0,0045 0,0178 -0,0445 -0,0222 -0,0678 -0,0455 -0,1137 -0,0913 -0,1428 -0,1205 -0,1795 -0,1572 -0,2112 -0,1888 -0,2337 -0,2113 -0,0178 0,0045 -0,0512 -0,0288 -0,0745 -0,0522 -0,1203 -0,0980 -0,1495 -0,1272 -0,1862 -0,1638 -0,2178 -0,1955 -0,2403 -0,2180 0,0222 0,0445 0,0288 0,0512 -0,0345 -0,0122 -0,0803 -0,0580 -0,1095 -0,0872 -0,1462 -0,1238 -0,1778 -0,1555 -0,2003 -0,1780 0,0455 0,0678 0,0522 0,0745 0,0122 0,0345 -0,0570 -0,0347 -0,0862 -0,0638 -0,1228 -0,1005 -0,1545 -0,1322 -0,1770 -0,1547 0,0913 0,1137 0,0980 0,1203 0,0580 0,0803 0,0347 0,0570 -0,0403 -0,0180 -0,0770 -0,0547 -0,1087 -0,0863 -0,1312 -0,1088 0,1205 0,1428 0,1272 0,1495 0,0872 0,1095 0,0638 0,0862 0,0180 0,0403 -0,0478 -0,0255 -0,0795 -0,0572 -0,1020 -0,0797 0,1572 0,1795
134
hari ke 1 0,1750* 0,00349 hari ke 2 0,1350* 0,00349 hari ke 3 0,1117* 0,00349 hari ke 4 0,0658* 0,00349 hari ke 5 0,0367* 0,00349 hari ke 7 -0,0317* 0,00349 hari ke 8 -0,0542* 0,00349 hari ke 0 0,2000* 0,00349 hari ke 7 hari ke 1 0,2067* 0,00349 hari ke 2 0,1667* 0,00349 hari ke 3 0,1433* 0,00349 hari ke 4 0,0975* 0,00349 hari ke 5 0,0683* 0,00349 hari ke 6 0,0317* 0,00349 hari ke 8 -0,0225* 0,00349 hari ke 0 0,2225* 0,00349 hari ke 8 hari ke 1 0,2292* 0,00349 hari ke 2 0,1892* 0,00349 hari ke 3 0,1658* 0,00349 hari ke 4 0,1200* 0,00349 hari ke 5 0,0908* 0,00349 hari ke 6 0,0542* 0,00349 hari ke 7 0,0225* 0,00349 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7.31E-005. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,1638 0,1238 0,1005 0,0547 0,0255 -0,0428 -0,0653 0,1888 0,1955 0,1555 0,1322 0,0863 0,0572 0,0205 -0,0337 0,2113 0,2180 0,1780 0,1547 0,1088 0,0797 0,0430 0,0113
0,1862 0,1462 0,1228 0,0770 0,0478 -0,0205 -0,0430 0,2112 0,2178 0,1778 0,1545 0,1087 0,0795 0,0428 -0,0113 0,2337 0,2403 0,2003 0,1770 0,1312 0,1020 0,0653 0,0337
pH Tukey HSD Penyimpanan
N 1 7,0642 7,0708
2
3
4
Subset 5
12 hari ke 0 12 hari ke 1 12 7,1042 hari ke 2 12 7,1275 hari ke 3 12 7,1733 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 0,610 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 7,31E-005
6
7
8
7,2025 7,2392 7,2708 1,000
1,000
1,000
7,2933 1,000
135
Lampiran 11 Analisis ragam kadar air udang rebus yang dilapisi edible coating
Rataan nilai kadar air udang rebus Perlakuan K A B C D
0 68,64 68,56 68,35 68,47 68,32
1 68,02 68,04 68,11 68,14 68,16
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 67,48 66,95 66,45 65,95 65,77 67,66 67,14 66,59 66,28 66,12 67,56 67,21 66,72 66,32 66,29 67,85 67,51 67,24 67,12 66,95 67,97 67,65 67,51 67,37 67,12
7 65,38 65,68 65,82 66,53 66,74
8 65,16 65,48 65,56 66,32 66,47
Diantara faktor subyek Perlakuan
Penyimpanan
Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: Kadar air Source
Type III Sum of Squares 80,855a 486705,926 8,934 68,230
df
35 Corrected Model 1 Intercept 3 Perlakuan 8 Penyimpanan Perlakuan * 3,691 24 Penyimpanan 0,031 72 Error 486786,811 108 Total 80,885 107 Corrected Total a. R Squared = 1,000 (Adjusted R Squared = 0,999)
Mean Square
F
Sig.
2,310 486705,926 2,978 8,529
5447,485 1,148E9 7022,492 20111,406
0,000 0,000 0,000 0,000
0,154
362,636
0,000
0,000
136
Multiple Comparisons KadarAir Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
RM tanpa secang
RM ditambah secang
MR tanpa secang
MR ditambah secang
Mean Difference (I-J)
Std. Error
RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-0,0693*
0,00560
0,000
-0,0840
-0,0545
-0,5344*
0,00560
0,000
-0,5492
-0,5197
-0,6659*
0,00560
0,000
-0,6807
-0,6512
0,0693*
0,00560
0,000
0,0545
0,0840
MR tanpa secang MR ditambah secang RM tanpa secang RM ditambah secang MR ditambah secang RM tanpa secang
-0,4652*
0,00560
0,000
-0,4799
-0,4504
-0,5967*
0,00560
0,000
-0,6114
-0,5819
0,5344*
0,00560
0,000
0,5197
0,5492
0,4652*
0,00560
0,000
0,4504
0,4799
-0,1315*
0,00560
0,000
-0,1462
-0,1167
0,6659*
0,00560
0,000
0,6512
0,6807
0,00560
0,000
0,5819
0,6114
0,00560
0,000
0,1167
0,1462
RM ditambah 0,5967* secang MR tanpa 0,1315* secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
Kadar air Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 66,8133 secang 27 66,8826 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
3
4
67,3478 1,000
67,4793 1,000
137
Multiple Comparisons Kadar air Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,3117* 0,7225* 1,0475* 1,4100* 1,6525* 1,8050* 2,2325* 2,4667* -0,3117* 0,4108* 0,7358* 1,0983* 1,3408* 1,4933* 1,9208* 2,1550* -0,7225* -0,4108* 0,3250* 0,6875* 0,9300* 1,0825* 1,5100* 1,7442* -1,0475* -0,7358* -0,3250* 0,3625* 0,6050* 0,7575* 1,1850* 1,4192* -1,4100* -1,0983* -0,6875* -0,3625* 0,2425* 0,3950* 0,8225* 1,0567* -1,6525* -1,3408* -0,9300* -0,6050* -0,2425* 0,1525* 0,5800* 0,8142*
0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841 0,00841
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,2848 0,6956 1,0206 1,3831 1,6256 1,7781 2,2056 2,4398 -0,3386 0,3839 0,7089 1,0714 1,3139 1,4664 1,8939 2,1281 -0,7494 -0,4377 0,2981 0,6606 0,9031 1,0556 1,4831 1,7173 -1,0744 -0,7627 -0,3519 0,3356 0,5781 0,7306 1,1581 1,3923 -1,4369 -1,1252 -0,7144 -0,3894 0,2156 0,3681 0,7956 1,0298 -1,6794 -1,3677 -0,9569 -0,6319 -0,2694 0,1256 0,5531 0,7873
0,3386 0,7494 1,0744 1,4369 1,6794 1,8319 2,2594 2,4936 -0,2848 0,4377 0,7627 1,1252 1,3677 1,5202 1,9477 2,1819 -0,6956 -0,3839 0,3519 0,7144 0,9569 1,1094 1,5369 1,7711 -1,0206 -0,7089 -0,2981 0,3894 0,6319 0,7844 1,2119 1,4461 -1,3831 -1,0714 -0,6606 -0,3356 0,2694 0,4219 0,8494 1,0836 -1,6256 -1,3139 -0,9031 -0,5781 -0,2156 0,1794 0,6069 0,8411
138
hari ke 0 -1,8050* 0,00841 hari ke 1 -1,4933* 0,00841 hari ke 2 -1,0825* 0,00841 hari ke 3 -0,7575* 0,00841 hari ke 4 -0,3950* 0,00841 hari ke 5 -0,1525* 0,00841 hari ke 7 0,4275* 0,00841 hari ke 8 0,6617* 0,00841 hari ke 0 -2,2325* 0,00841 hari ke 7 hari ke 1 -1,9208* 0,00841 hari ke 2 -1,5100* 0,00841 hari ke 3 -1,1850* 0,00841 hari ke 4 -0,8225* 0,00841 hari ke 5 -0,5800* 0,00841 hari ke 6 -0,4275* 0,00841 hari ke 8 0,2342* 0,00841 hari ke 0 -2,4667* 0,00841 hari ke 8 hari ke 1 -2,1550* 0,00841 hari ke 2 -1,7442* 0,00841 hari ke 3 -1,4192* 0,00841 hari ke 4 -1,0567* 0,00841 hari ke 5 -0,8142* 0,00841 hari ke 6 -0,6617* 0,00841 hari ke 7 -0,2342* 0,00841 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000. *The mean difference is significant at the 0,05 level. hari ke 6
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-1,8319 -1,5202 -1,1094 -0,7844 -0,4219 -0,1794 0,4006 0,6348 -2,2594 -1,9477 -1,5369 -1,2119 -0,8494 -0,6069 -0,4544 0,2073 -2,4936 -2,1819 -1,7711 -1,4461 -1,0836 -0,8411 -0,6886 -0,2611
-1,7781 -1,4664 -1,0556 -0,7306 -0,3681 -0,1256 0,4544 0,6886 -2,2056 -1,8939 -1,4831 -1,1581 -0,7956 -0,5531 -0,4006 0,2611 -2,4398 -2,1281 -1,7173 -1,3923 -1,0298 -0,7873 -0,6348 -0,2073
Kadar air Tukey HSD Penyimpanan
N 1 65,958
2
3
4
12 hari ke 0 12 66,192 hari ke 1 12 66,620 hari ke 2 12 66,772 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,000.
Subset 5
6
7
8
9
67,015 67,377 67,702 68,113 1,000
1,000
1,000
1,000
68,425 1,000
139
Lampiran 12 Analisis ragam nilai aw udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai aw udang rebus Perlakuan K A B C D
0 0,959 0,957 0,956 0,942 0,94
1 0,955 0,952 0,949 0,939 0,938
Hari Penyimpanan Udang Rebus 2 3 4 5 6 0,944 0,936 0,928 0,916 0,904 0,942 0,934 0,931 0,927 0,915 0,946 0,939 0,935 0,923 0,916 0,937 0,934 0,932 0,93 0,928 0,936 0,935 0,934 0,932 0,931
7 0,891 0,901 0,911 0,925 0,929
8 0,864 0,877 0,892 0,921 0,927
Diantara faktor subyek
Perlakuan
Penyimpanan
Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: aw Source
Type III Sum of Squares 0,028a 93,482 0,001 0,019
df
35 Corrected Model 1 Intercept 3 Perlakuan 8 Penyimpanan Perlakuan * 0,008 24 Penyimpanan 0,000 72 Error 93,510 108 Total 0,028 107 Corrected Total a. R Squared = 0,994 (Adjusted R Squared = 0,992)
Mean Square
F
Sig.
0,001 93,482 0,000 0,002
361,118 4,207E7 123,538 1087,097
0,000 0,000 0,000 0,000
0,000
148,822
0,000
2,222E-6
140
aw Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
3
MR ditambah 27 0,92622 secang 27 0,92967 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006
4
0,93200 1,000
0,93356 1,000
Multiple Comparisons aw Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,00425* 0,00850* 0,01325* 0,01575* 0,02075* 0,02625* 0,03225* 0,04450* -0,00425* 0,00425* 0,00900* 0,01150* 0,01650* 0,02200* 0,02800* 0,04025* -0,00850* -0,00425* 0,00475* 0,00725* 0,01225* 0,01775* 0,02375* 0,03600* -0,01325* -0,00900* -0,00475* 0,00250* 0,00750* 0,01300* 0,01900* 0,03125* -0,01575* -0,01150* -0,00725*
0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609 0,000609
Sig.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,00230 0,00620 0,00655 0,01045 0,01130 0,01520 0,01380 0,01770 0,01880 0,02270 0,02430 0,02820 0,03030 0,03420 0,04255 0,04645 -0,00620 -0,00230 0,00230 0,00620 0,00705 0,01095 0,00955 0,01345 0,01455 0,01845 0,02005 0,02395 0,02605 0,02995 0,03830 0,04220 -0,01045 -0,00655 -0,00620 -0,00230 0,00280 0,00670 0,00530 0,00920 0,01030 0,01420 0,01580 0,01970 0,02180 0,02570 0,03405 0,03795 -0,01520 -0,01130 -0,01095 -0,00705 -0,00670 -0,00280 0,00055 0,00445 0,00555 0,00945 0,01105 0,01495 0,01705 0,02095 0,02930 0,03320 -0,01770 -0,01380 -0,01345 -0,00955 -0,00920 -0,00530
141
hari ke 3 -0,00250* 0,000609 hari ke 5 0,00500* 0,000609 hari ke 6 0,01050* 0,000609 hari ke 7 0,01650* 0,000609 hari ke 8 0,02875* 0,000609 hari ke 0 -0,02075* 0,000609 hari ke 5 hari ke 1 -0,01650* 0,000609 hari ke 2 -0,01225* 0,000609 hari ke 3 -0,00750* 0,000609 hari ke 4 -0,00500* 0,000609 hari ke 6 0,00550* 0,000609 hari ke 7 0,01150* 0,000609 hari ke 8 0,02375* 0,000609 hari ke 0 -0,02625* 0,000609 hari ke 6 hari ke 1 -0,02200* 0,000609 hari ke 2 -0,01775* 0,000609 hari ke 3 -0,01300* 0,000609 hari ke 4 -0,01050* 0,000609 hari ke 5 -0,00550* 0,000609 hari ke 7 0,00600* 0,000609 hari ke 8 0,01825* 0,000609 hari ke 0 -0,03225* 0,000609 hari ke 7 hari ke 1 -0,02800* 0,000609 hari ke 2 -0,02375* 0,000609 hari ke 3 -0,01900* 0,000609 hari ke 4 -0,01650* 0,000609 hari ke 5 -0,01150* 0,000609 hari ke 6 -0,00600* 0,000609 hari ke 8 0,01225* 0,000609 hari ke 0 -0,04450* 0,000609 hari ke 8 hari ke 1 -0,04025* 0,000609 hari ke 2 -0,03600* 0,000609 hari ke 3 -0,03125* 0,000609 hari ke 4 -0,02875* 0,000609 hari ke 5 -0,02375* 0,000609 hari ke 6 -0,01825* 0,000609 hari ke 7 -0,01225* 0,000609 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,003 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-0,00445 0,00305 0,00855 0,01455 0,02680 -0,02270 -0,01845 -0,01420 -0,00945 -0,00695 0,00355 0,00955 0,02180 -0,02820 -0,02395 -0,01970 -0,01495 -0,01245 -0,00745 0,00405 0,01630 -0,03420 -0,02995 -0,02570 -0,02095 -0,01845 -0,01345 -0,00795 0,01030 -0,04645 -0,04220 -0,03795 -0,03320 -0,03070 -0,02570 -0,02020 -0,01420
-0,00055 0,00695 0,01245 0,01845 0,03070 -0,01880 -0,01455 -0,01030 -0,00555 -0,00305 0,00745 0,01345 0,02570 -0,02430 -0,02005 -0,01580 -0,01105 -0,00855 -0,00355 0,00795 0,02020 -0,03030 -0,02605 -0,02180 -0,01705 -0,01455 -0,00955 -0,00405 0,01420 -0,04255 -0,03830 -0,03405 -0,02930 -0,02680 -0,02180 -0,01630 -0,01030
aw Tukey HSD Penyimpanan hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 Sig.
N 12 12 12 12 12 12 12 12 12
1 0,90425
2
3
4
Subset 5
6
7
8
9
0,91650 0,92250 0,92800 0,93300 0,93550 0,94025 0,94450 1,000
1,000
1,000
1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 2,22E-006.
1,000
1,000
1,000
1,000
0,94875 1,000
142
Lampiran 13 Analisis ragam nilai water holding capacity (WHC) udang rebus yang dilapisi edible coating Rataan nilai water holding capacity (WHC) udang rebus Perlakuan K A B C D
0 72,17 72,08 72,45 72,98 73,18
1 71,94 71,65 72,28 72,88 73,03
Waktu Penyimpanan Udang Rebus (Hari) 2 3 4 5 6 69,86 68,56 67,76 66,78 65,14 70,45 69,65 68,86 67,67 66,54 71,28 69,86 69,34 68,09 67,58 72,14 71,82 71,33 70,68 70,24 72,55 72,15 71,82 71,32 70,86
7 64,61 66,14 66,86 68,96 70,45
8 64,51 65,35 66,56 68,28 69,53
Diantara faktor subyek Value Label RM tanpa secang RM ditambah secang MR tanpa secang MR ditambah secang hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8
1 2 3 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Perlakuan
Penyimpanan
N 27 27 27 27 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Uji diantara pengaruh subyek Variabel terikat: WHC Source
Corrected Model Intercept Perlakuan Penyimpanan Perlakuan * Penyimpanan Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
525,890a
35
15,025
661,616
0,000
532212,876 145,394 351,841
1 3 8
532212,876 48,465 43,980
2,343E7 2134,051 1936,583
0,000 0,000 0,000
28,654
24
1,194
52,572
0,000
1,635 532740,401
72 108
0,023
527,525
107
a. R Squared = 0,997 (Adjusted R Squared = 0,995)
143
Multiple Comparisons WHC Tukey HSD (I) Perlakuan
(J) Perlakuan
Mean Difference (I-J)
RM_ditambah -0,5830* secang MR_tanpa -2,2496* secang MR_ditambah -2,8270* secang RM_ditambah RM_tanpa 0,5830* secang secang MR_tanpa -1,6667* secang MR_ditambah -2,2441* secang RM_tanpa MR_tanpa 2,2496* secang secang RM_ditambah 1,6667* secang MR_ditambah -0,5774* secang MR_ditambah RM_tanpa 2,8270* secang secang RM_ditambah 2,2441* secang MR_tanpa 0,5774* secang Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023. *. The mean difference is significant at the 0,05 level. RM_tanpa secang
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound
0,04102
0,000
-0,6908
-0,4751
0,04102
0,000
-2,3575
-2,1418
0,04102
0,000
-2,9349
-2,7192
0,04102
0,000
0,4751
0,6908
0,04102
0,000
-1,7745
-1,5588
0,04102
0,000
-2,3519
-2,1362
0,04102
0,000
2,1418
2,3575
0,04102
0,000
1,5588
1,7745
0,04102
0,000
-0,6853
-0,4695
0,04102
0,000
2,7192
2,9349
0,04102
0,000
2,1362
2,3519
0,04102
0,000
0,4695
0,6853
WHC Tukey HSD Perlakuan
N
Subset 1
2
MR ditambah 27 68,7841 secang 27 69,3670 MR tanpa secang RM ditambah 27 secang 27 RM tanpa secang 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.
3
4
71,0337 1,000
71,6111 1,000
144
Multiple Comparisons WHC Tukey HSD (I) Penyimpanan
(J) Penyimpanan
hari ke 0
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 4 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 5 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0 hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3 hari ke 4 hari ke 6 hari ke 7 hari ke 8 hari ke 0
hari ke 1
hari ke 2
hari ke 3
hari ke 4
hari ke 5
hari ke 6
Mean Difference (I-J)
Std. Error
0,2100* 0,9025* 1,8025* 2,3350* 3,2325* 3,8675* 4,5700* 5,3417* -0,2100* 0,6925* 1,5925* 2,1250* 3,0225* 3,6575* 4,3600* 5,1317* -0,9025* -0,6925* 0,9000* 1,4325* 2,3300* 2,9650* 3,6675* 4,4392* -1,8025* -1,5925* -0,9000* 0,5325* 1,4300* 2,0650* 2,7675* 3,5392* -2,3350* -2,1250* -1,4325* -0,5325* 0,8975* 1,5325* 2,2350* 3,0067* -3,2325* -3,0225* -2,3300* -1,4300* -0,8975* 0,6350* 1,3375* 2,1092* -3,8675*
0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152 0,06152
Sig.
0,028 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,028 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound 0,0132 0,4068 0,7057 1,0993 1,6057 1,9993 2,1382 2,5318 3,0357 3,4293 3,6707 4,0643 4,3732 4,7668 5,1449 5,5384 -0,4068 -0,0132 0,4957 0,8893 1,3957 1,7893 1,9282 2,3218 2,8257 3,2193 3,4607 3,8543 4,1632 4,5568 4,9349 5,3284 -1,0993 -0,7057 -0,8893 -0,4957 0,7032 1,0968 1,2357 1,6293 2,1332 2,5268 2,7682 3,1618 3,4707 3,8643 4,2424 4,6359 -1,9993 -1,6057 -1,7893 -1,3957 -1,0968 -0,7032 0,3357 0,7293 1,2332 1,6268 1,8682 2,2618 2,5707 2,9643 3,3424 3,7359 -2,5318 -2,1382 -2,3218 -1,9282 -1,6293 -1,2357 -0,7293 -0,3357 0,7007 1,0943 1,3357 1,7293 2,0382 2,4318 2,8099 3,2034 -3,4293 -3,0357 -3,2193 -2,8257 -2,5268 -2,1332 -1,6268 -1,2332 -1,0943 -0,7007 0,4382 0,8318 1,1407 1,5343 1,9124 2,3059 -4,0643 -3,6707
145
hari ke 1 -3,6575* 0,06152 hari ke 2 -2,9650* 0,06152 hari ke 3 -2,0650* 0,06152 hari ke 4 -1,5325* 0,06152 hari ke 5 -0,6350* 0,06152 hari ke 7 0,7025* 0,06152 hari ke 8 1,4742* 0,06152 hari ke 0 -4,5700* 0,06152 hari ke 7 hari ke 1 -4,3600* 0,06152 hari ke 2 -3,6675* 0,06152 hari ke 3 -2,7675* 0,06152 hari ke 4 -2,2350* 0,06152 hari ke 5 -1,3375* 0,06152 hari ke 6 -0,7025* 0,06152 hari ke 8 0,7717* 0,06152 hari ke 0 -5,3417* 0,06152 hari ke 8 hari ke 1 -5,1317* 0,06152 hari ke 2 -4,4392* 0,06152 hari ke 3 -3,5392* 0,06152 hari ke 4 -3,0067* 0,06152 hari ke 5 -2,1092* 0,06152 hari ke 6 -1,4742* 0,06152 hari ke 7 -0,7717* 0,06152 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023. *. The mean difference is significant at the 0,05 level.
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
-3,8543 -3,1618 -2,2618 -1,7293 -0,8318 0,5057 1,2774 -4,7668 -4,5568 -3,8643 -2,9643 -2,4318 -1,5343 -0,8993 0,5749 -5,5384 -5,3284 -4,6359 -3,7359 -3,2034 -2,3059 -1,6709 -0,9684
-3,4607 -2,7682 -1,8682 -1,3357 -0,4382 0,8993 1,6709 -4,3732 -4,1632 -3,4707 -2,5707 -2,0382 -1,1407 -0,5057 0,9684 -5,1449 -4,9349 -4,2424 -3,3424 -2,8099 -1,9124 -1,2774 -0,5749
WHC Tukey HSD Penyimpa N nan 1 2 3 4 12 67,331 hari ke 0 12 68,102 hari ke 1 12 68,805 hari ke 2 12 69,440 hari ke 3 12 hari ke 4 12 hari ke 5 12 hari ke 6 12 hari ke 7 12 hari ke 8 1,000 1,000 1,000 1,000 Sig. Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 0,023.
Subset 5
6
7
8
9
70,338 70,870 71,770 72,462 1,000
1,000
1,000
1,000
72,675 1,000
146
Lampiran 14 Eksktraksi kayu secang (Caesalpinia sappan L.)
digiling Kayu secang
diekstrak dengan air
disaring serbuk kasar
disaring kasar (diulang sebanyak tiga kali)
disaring dan dipekatkan
serbuk halus
ampas
147
Lampiran 15 Pembuatan surimi dari limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Daging limbah filet ikan kakap merah
proses penggilingan
daging lumat
Penyaringan dan pemerasan dengan kain blacu Pencucian dan perendaman (diulang sebanyak 2 kali)
Surimi
pencampuran dengan cryoprotectant
Surimi beku
pencetakan pengemasan
Penyimpanan dalam freezer
148
Lampiran 16 Edible coating dari surimi limbah filet ikan kakap merah (Lutjanus sp.)
Edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
Edible coating ditambah ekstrak secang dengan berbagai konsentrasi surimi
Proses pencelupan udang rebus pada edible coating dengan berbagai konsentrasi surimi
149
Lampiran 17 Proses pelapisan udang dengan edible coating surimi
Pencelupan_pemasakan
Edible coating surimi
Edible coating surimi+ekstrak secang
Pencelupan udang ke dalam edible coating
Penirisan udang
Proses pemasakan udang pada suhu 100 oC selama 5 menit
Udang rebus berlapis edible coating surimi
udang rebus berlapis edible coating surimi + ekstrak secang
150
Pemasakan_pencelupan
Udang kupas segar
Proses pemasakan udang pada suhu 100 oC selama 5 menit
Proses pencelupan udang rebus
Udang rebus berlapis edible coating surimi
udang rebus berlapis edible coating surimi + ekstrak secang
151
Lampiran 18 Pengemasan dan penyimpanan udang rebus yang telah dilapisi edible coating surimi
Bahan pengemas udang rebus
Udang rebus yang telah dikemas
Ruang penyimpanan udang rebus dengan kisaran suhu 1-5 oC