Working Paper Series No. 9 November 2006, First Draft
PENGEMBANGAN DESAIN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PUSKESMAS (SIMPUS) KOTA PAYAKUMBUH
Henry Waluyo, Hari Kusnanto
Katakunci: design, integration reporting and record-keeping, fragmentation, accuration, commitment
-Tidak Untuk DisitasiProgram Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan,Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2006
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
Design of Management Information System in Community Health Center at District of Payakumbuh Henry Waluyo1 , Hari Kusnanto2 Background: Patient management process of community health center requires accurate and valid information to facilitate decision making. Currently, the problems are record - keeping fragmentation, inaccuracy of recording and reporting. Objective: This research aimed to explore the processes of community health center patient management information system with the integrated design of record-keeping system in order to eliminate information system fragmentation. Methods: The study used qualitative descriptive approach through action research. Unit analysis were head staff of community health centers. Information was obtained from documents, inspections, and interviews. Information analysed with qualitative technique according to research action steps, to guarantee data validity conducted by triangulation technique to some community health centers. Result: The study found that record-keeping duplication happened. It started from registration counter, outpatient clinics, support unit and also dispensary. Organizational management information and program management were still using registers which multiplied duplication. Compilation of prototyping between respondents and researcher through action research formulated that the system integration record-keeping of registers became three main records to overcome the problem of inaccuracy and duplication. Microsoft Excel was used to enter and process data which produced information. The computerization effort needed strong support and commitment of the staff in the community health center. Conclusion: The design process of management information system in community health center conducted with integration of reporting and record-keeping system especially integration of registers. This process can lessen record-keeping duplication in every service unit of a community health center.
1 2
Health Office, Payakumbuh District Magister Health Policy and Service Management , Gadjah Mada Yogyakarta
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
2
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
Latar Belakang Informasi adalah hasil analisis, manipulasi dan presentasi data untuk mendukung proses pengambilan keputusan.1 Berguna atau tidaknya suatu informasi bergantung pada tujuan penerima informasi, ketelitian penyampaian dan pengolahan data, waktu, ruang/tempat, pada waktu yang tepat dan dalam bentuk yang tepat.2 Menurut Kepmenkes RI No. 932 Tahun 2000, puskesmas melaksanakan manajemen kesehatan pada tiga fungsi, yakni fungsi manajemen pasien, manajemen institusi, dan manajemen sistem. Informasi yang berkualitas dalam pengelolaan manajemen pasien memberikan kepastian data untuk upaya penyehatan pasien dan pengobatan yang lebih akurat dan efektif. Informasi yang berkualitas pada manajemen institusi memberikan kepastian data pengelolaan organisasi puskesmas yang efektif, sedangkan informasi yang baik pada manajemen sistem akan menimbulkan ketepatan sasaran pembangunan kesehatan wilayah serta transparansi penyehatan masyarakat. Permasalahan yang terjadi di puskesmas se-Kota Payakumbuh ialah masih adanya duplikasi sistem pencatatan dan pelaporan baik di tingkat manajemen pasien, manajemen unit maupun manajemen program. Selain itu, fragmentasi pencatatan dan pelaporan juga ditemui dari beberapa kegiatan Puskesmas. Penataan sistem informasi dalam manajemen kesehatan dapat dimulai dengan pengintegrasian transaksi pencatatan dan pelaporan.4 Hal ini berimplikasi positif kepada pengurangan duplikasi data yang kurang efektif bagi pengambilan keputusan. Tahapan penataan sistem informasi kesehatan secara dini melalui pengukuran kebutuhan informasi bagi pengelolaan manajemen memerlukan peran serta aktif dari pengguna untuk memberikan hasil desain yang lebih mudah diimplikasikan dalam manajemen organisasi.5 Penyusunan desain sistem informasi manajemen puskesmas dapat dilakukan melalui metode action research yang memandang pengguna bukan sebagai obyek namun sebagai partisipan. Pendekatan ini berfokus terjadinya perubahan yang melibatkan secara aktif pengguna dan peneliti dalam penyusunan desain.6 Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah masih dijumpainya fragmentasi pencatatan dan pelaporan yang mengakibatkan duplikasi dan inakurasi informasi di puskesmas. Tujuan penelitian ini secara umum untuk mengeksplorasi proses pengembangan desain sistem informasi manajemen pasien di puskesmas melalui pengintegrasian sistem pencatatan dan pelaporan dalam rangka menghilangkan fragmentasi sistem informasi. Tujuan penelitian secara khusus ialah untuk mengidentifikasi proses desain sistem informasi manajemen pasien di puskesmas melalui partisipasi aktif petugas puskesmas sendiri dalam action research serta mengidentifikasi komitmen petugas dan pengambil keputusan ditingkat puskesmas terhadap desain sistem informasi manajemen puskesmas yang disusun melalui action research.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif melalui action research. Unit analisis adalah unsur pimpinan dan staf puskesmas. Pengumpulan data melalui telaah dokumen laporan dan register puskesmas, pengamatan terhadap proses pencatatan puskesmas, dan wawancara mendalam.
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
3
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
Hasil informasi disalin dalam bentuk transkrip, kemudian dianalisis menggunakan teknik kualitatif. Untuk menjamin validitas data dilakukan teknik trianggulasi.
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan dan telaah dokumen diketahui bahwa registerregister dicatat setiap hari oleh petugas pada masing-masing ruang pelayanan. Pencatatan pelayanan pasien di puskesmas terdiri atas 24 register. Pencatatan dilakukan secara terpisah per ruangan sehingga dijumpai duplikasi pencatatan pasien yang sama untuk item variabel yang sama. Identifikasi ini melahirkan kesepakatan dalam penyusunan desain simpus sebagai berikut. 1. Perlu dilakukan penyederhanaan catatan register pelayanan pasien, mulai dari loket, poliklinik, pelayanan penunjang sampai dengan apotik. 2. Penyederhanaan register pencatatan pasien menghilangkan duplikasi dan redudansi dengan mengutamakan efesiensi dan tidak menghilangkan kebutuhan data pokok pada pelayanan pasien. 3. Hasil penyederhanaan register tersebut dijadikan sebagai output hasil entri data pasien dalam pelayanan sehari-hari di puskesmas yang didesain menggunakan komputer. 4. Output register terdiri atas tiga buah register induk yakni register poliklinik tiga buah. 5. Item-item yang tercantum dalam register diatas dituangkan dalam laporan SP2TP Plus melalui komputer, baik menggunakan aplikasi spredsheet seperti Microsoft Excel maupun aplikasi lainnya. Pengembangan prototipe yang dilakukan dalam proses pendesainan sistem informasi manajemen pasien di puskesmas ini menghasilkan integrasi register sebagai berikut. 1. Register Induk Poliklinik Umum
Gambar 1. Desain Buku Register Induk Poliklinik Umum (Blanko P.1)
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
4
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
2. Register Induk Poliklinik KIA/KB
Gambar 2. Desain Buku Register Induk Poliklinik KIA (Blanko P.2) 3. Register Induk Poliklinik Gigi
Gambar 3. Desain Buku Register Induk Poliklinik Gigi (Blanko P.3) Proses pengolahan data dimulai dengan Blanko K.1 dan K.2 saat pasien datang di loket pendaftaran. Blanko K.1 berupa catatan pasien masuk dan distribusi pelayanan lanjutan di puskesmas, sedangkan Blanko K.2 berupa buku induk penduduk yang memuat data dasar penduduk di wilayah puskesmas. Output dari pengisian blanko ini disimpan dalam Direct Access Data (DAD) yang suatu saat bisa dipanggil kembali menurut kodifikasi struktur data. Pelayanan di poliklinik juga mengakses data pasien yang bersumber dari Direct Access Data sebagai sumber informasi pelayanan pasien. Jika rujukan pelayanan penunjang dibutuhkan dari Poliklinik, unit pelayanan penunjang juga mengakses DAD untuk diteruskan kepada pengisian Blanko P.1, P.2 atau P.3 sesuai permintaan Poliklinik. Hasil rekapitulasi catatan bisa mengeluarkan kuitansi layanan dengan pemanggilan DAD dari menu history layanan yang dilalui oleh pasien. Selanjutnya, pelayanan di apotik juga tetap dapat mengakses dari DAD yang tercatat di Blanko P.1, P.2 atau P.3. Perjalanan data ini bisa berlangsung otomatis dengan bantuan DAD yang terkoneksi antar unit pelayanan. Oleh sebab itu, penggunaan komputer sebagai alat bantu sangat diperhitungkan.
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
5
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
Gambar 4. Data Flow Pencatatan Pelayanan Manajemen Pasien di Puskesmas Kepala puskesmas selaku pengguna berpendapat bahwa jika operasional pencatatan seperti ini terlaksana di puskesmas, maka duplikasi pencatatan yang terjadi di ruang loket pendaftaran, ruang poliklinik, unit penunjang dan apotik sangat jauh berkurang. Pelayanan jauh menjadi lebih cepat, namun kendalanya ialah bagaimana membiasakan staf puskesmas terutama yang berhubungan langsung dengan register induk untuk mengoperasionalkan komputer. “Mudah-mudahan ini bisa lekas terlaksana. Kasihan temen-temen di puskesmas yang terlalu banyak mencatat berulang-ulang identitas pasien. Kadang itu yang membuat kali sering salah dalam ngitung obat, salah nulis diagnosis di register. Tetapi jika ini sudah online, saya optimis bisa memperkecil kesalahan itu. Cuma nanti bagaimana dengan staf puskesmas. Wah, harus les dulu. Musti siapin anggaran nih tahun depan” Salah satu faktor penentu keberhasilan suatu sistem pencatatan yang dibangun dengan sistem otomatisasi adalah faktor manusia. Keberhasilan ini harus ditunjang dengan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dalam adopsi pelaksanaan sistem yang baru7. Saat diberlakukan sistem komputerisasi catatan medik, maka pelatihan sumber daya manusia harus menjadi perhatian utama terlebih dahulu8.
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
6
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
Desain informasi rutin berhasil bila pelaksanaannya melibatkan para pemegang kendali pelayanan sehari-hari9. Pelaksanaan tersebut meliputi input dan pemanfaatan data untuk pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas. Berkaitan dengan hasil yang telah dicapai di puskesmas, para kepala puskesmas antusias jika pengembangan simpus bisa dilakukan secara otomatis. “Kami harapkan ini akan menjadi sebuah program aplikasi untuk puskesmas. Tentunya kami akan segera menyiapkan kemampuan temen-temen di puskesmas untuk les komputer. Tetapi nanti jika program ini selesai, sepertinya kita perlu melakukan ujicoba terlebih dahulu” Antusiasme para kepala puskesmas ini bisa dimengerti sebab dalam proses pelaksanaan action research, mereka turut aktif terlibat bersama peneliti mencari alternatif prototipe yang cocok untuk digunakan di puskesmas yang mereka kelola. Beberapa catatan sebagai bandingan hasil sebelum dilakukan integrasi dengan sesudah dilakukan integrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menggambarkan bahwa dengan dilakukan integrasi pencatatan, maka duplikasi mampu diminimalisir sehingga kesalahan-kesalahan akibat duplikasi tersebut menjadi sangat sedikit.
.Tabel 1. Perbandingan Pencatatan Sebelum dan Sesudah Integrasi Jenis Catatan Loket
Sebelum Integrasi cari buku status, mencatat ID, alamat, keluhan, catat blanko resep, catat register umum, askes, gakin, tanya pasien duplikasi catatan loket, duplikasi
Sesudah Integrasi cari buku status, rujuk ke poliklinik
Poliklinik
catatan laboratorium, duplikasi catatan ruang klinik – konsultasi, catat obat, catat diagnosis, catat visual sign, catat di tiga buku bantu
catat register induk poliklinik dari berbagai sumber unit penunjang
Unit Penunjang Pengobatan Apotik
catat hasil periksa, periksa, lapor ke polikilik tiap minggu catat resep per orang, catat obat yang keluar, catat stok terakhir, catat permintaan ke
lapor harian hasil periksa ke poliklinik cukup memberi obat ke pasien hasil catatan retrieval dari Poliklinik
Gudang Obat
gudang obat catat pemakaian mingguan
menghitung secara otomatis dari stok dan pemakaian harian
Umumnya petugas puskesmas berkomitmen baik dengan integrasi ini. “Wah kalau begitu gak bisa lagi “tembak diateh kudo” (data mengadangada) dalam membuat laporan. Kalau semuanya dah dijadiin satu,
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
7
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
kami komit mendukung ini. Sebab kalau hasil kinerja kami hanya sampai C, kenapa harus diminta laporan sampai E.” Komitmen ini dapat menjadi modal utama pembenahan sistem informasi puskesmas masa mendatang di Kota Payakumbuh. Komitmen ini memang lahir sebab dalam perancangan desain ini melibatkan mereka sendiri sebagai subyek sekaligus obyeknya. Action research merupakan pengembangan partisipasi dari responden untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam bidang sosial. Peneliti berfungsi sebagai pengendali penelitian untuk mendapatkan informasi yang valid.9 Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam pengembangan desain sistem informasi, sehingga dikenal dengan “implementation method” ataupun “problemoriented methode”.9 Dalam bidang pengembangan desain sistem menggunakan komputerisasi, keterlibatan pengguna sangat diperlukan untuk perancangan.10
Kesimpulan dan Saran Proses pendesainan sistem informasi manajemen pasien dilakukan melalui pengintegrasian sistem pencatatan dan pelaporan terutama register pencatatan medik. Proses ini mampu mengurangi duplikasi pencatatan di unit pelayanan puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan sebagai berikut. 1. Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh menjembatani rancangan desain sistem informasi manajemen puskesmas yang dibangun oleh partisipasi puskesmas sendiri dalam bentuk yang lebih aplikatif, berupa pemrograman komputer, evaluasi maupun monitoring pelaksanaan. 2. Adopsi pelaksanaan pencatatan dengan metode yang baru (elektronik) membutuhkan kemampuan lebih terhadap penguasaan teknologi dibandingkan metode sebelumnya. Untuk itu hendaknya pimpinan puskesmas lebih arif dalam memberikan kesempatan untuk memperoleh ketrampilan tambahan operasional komputer bagi petugas puskesmas. 3. Perubahan-perubahan untuk perbaikan suatu sistem di masa mendatang berkaitan dengan sistem informasi hendaknya tetap melibatkan partisipasi aktif dari pelaksana sistem itu sendiri.
Daftar Pustaka 1. Long, L. 1989. Management Information System. Prentice Halls, Englewid Cliffts. New Jersey, USA 2. Moekijat. 1991. Pengantar Sistem Informasi Manajemen, Edisi kelima. PT Remaja Rosdakarya. Bandung, Indonesia 3. Anonim. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 932/MENKES /SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) untuk Tingkat Kabupaten/Kota, Jakarta 4. Austin, C.J. 1992. Information Systems For Health Services Administration. AUPHA Press/Health Administration Press. Michigan
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
8
Henry Waluyo , Hari Kusnanto; WPS no.9 November 2006 1st draft
5. Parker, C.S. 1989. Management Information Systems: Strategy and Action. McGraw-Hill Publising Company. Mexico. 6. Olson,O dan Gronhaug,K. 1999. Action Research and Knowledge Creation: merits and challenges. Qualitative Market Research: An International Journals, Vol.2 No.1 7. Verkeviser C.M. 2003. Designing and Conducting Health Systems Research Projects. KIT Publishers, Amsterdam International Development Research Centre. WHO Regional Office for Africa 8. Yasnoff, W. 2001. A National Agenda for Public Health Informatics: Summarized Recommendations from the 2001 AMIA Spring Congress. J Am Med Inform Assoc. 2001;8:535–545 9. Chiasson, M. 2001. System Development Conflict During The Use of An Information Systems Prototyping Method of Action Research. Implications for practice and research. Canada: Information Technology & People, Journal, Vol. 14, No.1 10. Greenfield P, O’Keefe C, Goodchild A. 2005. A Decentralised Approach to Electronic Consent and Health Information Access Control. Journal of Research and Practice in Information Technology, Vol. 37. Australia.
Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id
9