2253/1016/D/2016
PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGOLAHAN AIR MINUM KABUPATEN SUMEDANG
TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Oleh : Ricky Alamsyah 15312055
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2016
LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana
PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN TEKNIS SISTEM PENGOLAHAN AIR MINUM KABUPATEN SUMEDANG
Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan diserahkan sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya maupun orang lain, baik di ITB maupun institusi pendidikan lainnya.
Bandung, Agustus 2016 Penulis,
Ricky Alamsyah 15312055 Bandung, Agustus 2016 Pembimbing Tugas Akhir,
Ir. Yuniati, MT, M.Sc., Ph.D. NIP 196806011994032004
Mengetahui Ketua Program Studi Teknik Lingkungan,
Dr. Benno Rahardyan ST, MT NIP 197206181997021001
ABSTRAK
Kabupaten Sumedang terdiri dari dua puluh enam (26) kecamatan, dengan luas wilayah 155.871,98 Ha. Pelayanan kebutuhan air di Kabupaten Sumedang masih belum maksimal. Masyarakat masih belum mendapatkan pelayanan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Medal Sumedang secara merata. Debit air yang dipasok PDAM Tirta Medal Sumedang pada tahun 2015 rata-rata 30-40 liter/detik dengan potensi sebenarnya bisa mencapai 50-80 liter/detik. Sementara itu kebutuhan masyarakat akan air bersih dan minum semakin meningkat. Sehingga diperlukan peningkatan cakupan pelayanan dengan tetap menjaga kualitas air dan keberlanjutan dari sumber air baku yang digunakan. Kecamatan Rancakalong, Kecamatan Sumedang Selatan, dan Kecamatan Sumedang Utara merupakan wilayah potensial di Kabupaten Sumedang untuk pengembangan pelayanan air bersih/minum. Wilayah ini diprediksikan sebagai wilayah yang akan mengalami perkembangan pesat di masa mendatang. Wilayah ini memiliki luas 17.798,31 Ha dan jumlah penduduk 226.693 pada tahun 2015. Berdasarkan hasil proyeksi, kebutuhan air bersih akan mencapai 912.1 liter/detik pada tahun 2035. IPAM ini direncanakan akan beroperasi selama 20 tahun (20162035), dengan rencana pengembangan dalam dua tahap perencanaan. Tahap I akan melayani dengan debit 386 liter/detik dan penambahan kapasitas pada Tahap II sebesar 314 liter/detik. Sumber air baku untuk IPAM ini adalah Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung, dengan alasan utama adalah debit yang memenuhi kebutuhan air perencanaan dan masih belum termanfaatkan secara optimal. Sedangkan lokasi IPAM direncanakan berada di Desa Nyalindung dan Desa Passanggrahan Baru dengan alasan ketersediaan lahan dan jarak relatif dekat dengan intake. Unit-unit pengolahan yang direncanakan dalam instalasi Sungai Cipeles adalah intake, pra-sedimentasi, aerasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, desinfeksi dan netralisasi. Sedangkan unit-unit pengolahan yang direncanakan dalam instalasi Mata Air Sirah Cikandung adalah intake, dan desinfeksi. Instalasi juga akan dilengkapi dengan bangunan pendukung, seperti bangunan pembubuh bahan kimia, menara air, unit pengolah lumpur dan bangunan kantor.
Kata Kunci: Kebutuhan air, Wilayah potensial, Rencana Pengembangan, Instalasi Pengolahan Air Minum, Sungai Cipeles, Mata Air Sirah Cikandung.
ABSTRACT
Sumedang regency consists of twenty-six (26) sub-district, with an area of 155,871.98 hectares. Water service needs in Sumedang is still not optimal. People are still not getting the services of the Regional Water Company (RWC) Tirta Medal Sumedang evenly. Discharge of water supplied by RWC Tirta Medal Sumedang in 2015 an average of 30-40 liters / sec with real potential can reach 50-80 liters / sec. While the community needs for clean water and drinking is increasing. So it is necessary to increase the scope of services while maintaining water quality and sustainability of the source of raw water used. Rancakalong Sub District, North Sumedang Sub District, and South Sumedang Sub District are regions of Sumedang regency which have potential for the development of water services / drinking. The areas are predicted as the region that will experience rapid development in the future. These regions have an area of 17798.31 hectares and a population of 226693 in 2015. Based on the projections, the need for clean water will reach 912.1 liters / second in 2035. Water Treatment Plan (WTP) is planned to be in operation for 20 years (2016-2035), with the development plan in two stages of planning. First stage will serve with discharge 386 liters / sec and additional capacity in second stage of 314 liters / sec. Raw water source for this WTP is Cipeles River and Spring Sirah Cikandung, the main reason is discharge water that meets the needs of planning and is still not utilized optimally. While WTP planned location in the Nyalindung village and New Passanggrahan village because of the grounds availability of land and relatively close proximity to the intake. The processing units are planned in the installations of Cipeles River are intake, pre-sedimentation, aeration, coagulation, flocculation, sedimentation, filtration, disinfection and neutralization. While the processing units is planned in the installation of Spring Sirah Cikandung are intake, and disinfection. Installation will also be equipped with ancillary buildings, such as chemicals material buildings, water towers, sludge treatment units and office buildings.
Keywords: Water requirements, Potential regional, Development plan, Water Treatment Plant, River Cipeles, Spring Sirah Cikandung.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pengembangan dan Perencanaan Teknis Sistem Pengolahan Air Minum Kabupaten Sumedang”. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian penulisan tugas akhir ini, khusunya kepada: 1. Allah SWT, atas segala nikmat dan anugerah lahir batin yang tiada hentinya. Atas segala rencana terbaik-Nya, atas segala keajaiban yang telah dan akan terjadi. Alhamdulillah. 2. Neni Yuliani yang merupakan Ibu tercinta serta seluruh keluarga penulis yang selalu memberikan semangat dan dorongan secara mental, spiritual, dan materi. 3. Ibu Ir. Yuniati, M.T., M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing. 4. Dr. Benno Rahardyan, ST, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung. 5. Dr. Kania Dewi, ST, MT. selaku koordinator tugas akhir. 6. Dr. Suharyanto, S.T., M.Sc. selaku dosen wali. 7. Mas Budi dan seluruh staf Laboratorium Kualitas Air. 8. Ibu Ernawati, Pak Wawan, Pak Asep, Pak Yono, Ibu Sri dan segenap karyawan serta karyawati Teknik Lingkungan ITB. 9. Pak Fahmi Shidiq selaku Kepala Seksi Perencanaan PDAM Tirta Medal Sumedang. 10. Pak Ade Sunardi selaku staf Bidang Fisik BAPPEDA Kabupaten Sumedang. 11. Arkaniyata, atas segala informasi yang membantu penulis menyelesaikan laporan ini.
i
12. Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB yang selalu menjadi tempat saya bernaung dan berkembang selama menuntut ilmu di Kampus ITB. 13. Semua orang yang telah membantu saya selama mengerjakan tugas akhir ini, baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Penulis berharap laporan ini akan menjadi bahan pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat didalamnya. Penulis menyadari dalam penulisan laporan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang membangun sebagai pembelajaran untuk kesempatan yang mendatang.
Bandung, Agustus 2016
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................. I-1
1.1.
Latar Belakang ....................................................................................... I-1
1.2.
Maksud dan Tujuan ................................................................................ I-2
1.3.
Ruang Lingkup ....................................................................................... I-3
1.4.
Sumber Data ........................................................................................... I-3
1.5.
Sistematika Penulisan ............................................................................. I-4
BAB II 2.1.
GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI .................................... II-1 Karakteristik Fisik Daerah ....................................................................II-1
2.1.1.
Geografis ...................................................................................... II-1
2.1.2.
Topografi dan Fisiografi ............................................................... II-3
2.1.3.
Hidrologi dan Hidrogeologi ......................................................... II-3
2.1.4.
Klimatologi ................................................................................... II-5
2.1.5.
Bencana Alam .............................................................................. II-6
2.2.
Sarana dan Prasarana .............................................................................II-7
2.2.1.
Irigasi ............................................................................................ II-7
2.2.2.
Sarana Perekonomian ................................................................... II-7
2.2.3.
Sarana Sosial dan Kesehatan ........................................................ II-8
2.2.4.
Sarana Peribadatan ..................................................................... II-11
2.2.5.
Kawasan Strategis ...................................................................... II-13
2.3.
Sosial Ekonomi ................................................................................... II-14
2.3.1.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................ II-14
iii
2.3.2. 2.4.
Mata Pencaharian Penduduk ...................................................... II-16
Ruang dan Lahan ................................................................................. II-17
2.4.1.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) ..................................... II-17
2.4.2.
Penggunaan Lahan dan Tata Guna Lahan .................................. II-20
2.4.3.
Kawasan Lindung ....................................................................... II-22
2.4.4.
Rencana Pemanfaatan Ruang Sumedang ................................... II-24
2.4.5.
Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum.......................... II-26
2.5.
Kependudukan ..................................................................................... II-28
BAB III 3.1.
KONDISI EKSISTING SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM .. III-1 Kondisi Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang .......... III-2
3.1.1.
Penyediaan Air Bersih PDAM .................................................... III-4
3.1.2.
Jumlah Pelanggan PDAM ........................................................... III-4
3.1.3.
Daerah Pelayanan ........................................................................ III-5
3.1.4.
Unit Air Baku .............................................................................. III-5
3.1.5.
Unit Produksi ............................................................................... III-6
3.1.6.
Kinerja Instalasi Air PDAM Tirta Medal .................................... III-7
3.1.7.
Permasalahan SPAM Setiap Unit Kerja PDAM ......................... III-7
3.2.
Penyediaan Air Bersih Non PDAM .................................................... III-7
3.2.1.
Daerah Yang Terlayani Sistem Non PDAM ............................... III-8
3.2.2.
Sumber Air Baku ......................................................................... III-9
3.2.3.
Daerah Yang Belum Terlayani .................................................... III-9
3.2.4.
Daerah Rawan Air ..................................................................... III-10
BAB IV
POTENSI AIR BAKU WILAYAH STUDI .................................... IV-1
4.1.
Potensi Air Permukaan ........................................................................ IV-4
4.2.
Potensi Air Tanah ................................................................................ IV-5
4.3.
Kualitas Mata Air ................................................................................ IV-7
4.4.
Neraca Air ........................................................................................... IV-8
4.5.
Alternatif Sumber Air Baku ................................................................ IV-9
4.6.
Potensi Waduk Jatigede Sebagai Sumber Air Baku .......................... IV-10
4.6.1.
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih Jatigede ........... IV-12
iv
4.6.2. 4.7.
Pemilihan Sumber Air Potensial ....................................................... IV-13
BAB V 5.1.
Air Baku .................................................................................... IV-12
KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN .. V-1 Penentuan Wilayah Pelayanan ............................................................. V-1
5.1.1.
Pola Pemanfaatan Ruang .............................................................. V-2
5.1.2.
Evaluasi Tata Ruang Sumedang ................................................... V-3
5.1.3.
Kawasan Strategis Sumedang....................................................... V-5
5.1.4.
Rencana Sistem Pusat-Pusat Pelayanan ....................................... V-7
5.1.5.
Pemilihan Wilayah Potensial Perencanaan .................................. V-9
5.2.
Periode Pelayanan .............................................................................. V-14
5.3.
Proyeksi Jumlah Penduduk ................................................................ V-14
5.4.
Proyeksi Kebutuhan Air Minum ........................................................ V-17
BAB VI
TINJAUAN SUMBER AIR BAKU ................................................ VI-1
6.1.
Umum .................................................................................................. VI-1
6.2.
Persyaratan Air Baku Air Minum ....................................................... VI-2
6.3.
Sumber Air Potensial di Daerah Perencanaan ..................................... VI-3
6.4.
Kuantitas Air Baku .............................................................................. VI-6
6.5.
Kualitas Air Baku ................................................................................ VI-6
6.6.
Prosedur Pemilihan Sumber Air Bersih ............................................ VI-10
6.7.
Lokasi Intake ..................................................................................... VI-16
BAB VII MINUM
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR .....................................................................................................VII-1
7.1.
Umum ................................................................................................. VII-1
7.2.
Alternatif Sistem 1 ............................................................................. VII-2
7.3.
Alternatif Sistem 2 ............................................................................. VII-5
7.4.
Alternatif Sistem 3 ............................................................................. VII-7
7.5.
Alternatif Sistem 4 ........................................................................... VII-10
7.6.
Rekapitulasi Alternatif Sistem ......................................................... VII-14
v
7.7.
Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Terpilih .. VII-14
BAB VIII
RENCANA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM ...... VIII-1
8.1.
Umum ............................................................................................... VIII-1
8.2.
Baku Mutu Air Minum ..................................................................... VIII-1
8.3.
Analisa Kualitas Air Baku Terhadap Baku Mutu Air Minum ......... VIII-3
8.3.1.
Zat Padat Tersuspensi ............................................................... VIII-6
8.3.2.
Besi ........................................................................................... VIII-7
8.3.3.
Mangan ..................................................................................... VIII-7
8.3.4.
Zat Organik ............................................................................... VIII-8
8.3.5.
Total Coli .................................................................................. VIII-9
8.4.
Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum ........................................ VIII-10
8.5.
Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum ................................... VIII-11
8.6.
Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum ......................................... VIII-12
8.7.
Kebutuhan Bahan Kimia ................................................................ VIII-18
8.8.
Unit-unit Pengolahan Instalasi Air Minum .................................... VIII-19
8.8.1.
Intake ...................................................................................... VIII-21
8.8.2.
Pra-Sedimentasi ...................................................................... VIII-28
8.8.3.
Koagulasi ................................................................................ VIII-29
8.8.4.
Flokulasi ................................................................................. VIII-31
8.8.5.
Sedimentasi............................................................................. VIII-33
8.8.6.
Filtrasi (Rapid Sand Filter) .................................................... VIII-36
8.8.7.
Desinfeksi ............................................................................... VIII-40
8.8.8.
Reservoir................................................................................. VIII-41
8.8.9.
Sludge Drying Bed .................................................................. VIII-44
BAB IX
HASIL PERHITUNGAN UNIT-UNIT PENGOLAHAN .............. IX-1
9.1.
Umum .................................................................................................. IX-1
9.2.
Unit Pengolahan Sungai Cipeles ......................................................... IX-1
9.2.1.
Intake ........................................................................................... IX-1
9.2.2.
Pra-Sedimentasi ........................................................................... IX-8
vi
9.2.3.
Aerasi ......................................................................................... IX-13
9.2.4.
Koagulasi ................................................................................... IX-14
9.2.5.
Flokulasi .................................................................................... IX-17
9.2.6.
Sedimentasi................................................................................ IX-19
9.2.7.
Filtrasi ........................................................................................ IX-25
9.2.8.
Desinfeksi .................................................................................. IX-40
9.2.9.
Netralisasi .................................................................................. IX-41
9.2.10.
Menara Air................................................................................. IX-43
9.2.11.
Reservoir.................................................................................... IX-46
9.2.12.
Sludge Drying Bed .................................................................... IX-47
9.2.13.
Profil Hidrolis ............................................................................ IX-48
9.3.
Unit Pengolahan Mata Air Sirah Cikandung..................................... IX-51
9.3.1.
Intake ......................................................................................... IX-51
9.3.2.
Desinfeksi .................................................................................. IX-52
9.3.3.
Menara Air................................................................................. IX-54
9.3.4.
Reservoir.................................................................................... IX-55
9.3.5.
Profil Hidrolis ............................................................................ IX-57
BAB X
SPESIFIKASI PEKERJAAN ........................................................... X-1
10.1.
Persyaratan Umum............................................................................ X-1
10.1.1.
Nama Pekerjaan dan Lokasi Proyek ............................................. X-1
10.1.2.
Pemberi Tugas .............................................................................. X-1
10.1.3.
Pemborong .................................................................................... X-1
10.1.4.
Pengawas Lapangan ..................................................................... X-2
10.1.5.
Bangunan Sementara .................................................................... X-2
10.1.6.
Ketentuan Penyelidikan Bahan/Alat............................................. X-3
10.1.7.
Gambar-Gambar ........................................................................... X-3
10.1.8.
Pekerjaan Kurang/Lebih ............................................................... X-4
10.1.9.
Rencana Kerja .............................................................................. X-4
10.1.10. Laporan dan Perintah Kerja .......................................................... X-5 10.1.11. Kerapihan, Kebersihan dan Pengamanan ..................................... X-5 10.1.12. Tuntutan ........................................................................................ X-6 10.1.13. Pemutusan Hubungan Kerja ......................................................... X-6 vii
10.1.14. Peraturan-Peraturan ...................................................................... X-6 10.2.
Spesifikasi Umum............................................................................. X-7
10.2.1.
Pekerjaan Tanah ........................................................................... X-7
10.2.2.
Pekerjaan Beton ............................................................................ X-8
10.2.3.
Pekerjaan Kayu ........................................................................... X-13
10.2.4.
Pekerjaan Tembok ...................................................................... X-14
10.2.5.
Pekerjaan Plesteran ..................................................................... X-15
10.2.6.
Pekerjaan Siaran ......................................................................... X-15
10.2.7.
Pekerjaan Kaca dan Cat .............................................................. X-16
10.2.8.
Pekerjaan Perpipaan dan Instalasi .............................................. X-16
10.3.
Spesifikasi Khusus .......................................................................... X-18
10.3.1.
Bangunan Penangkap Air (Intake) ............................................. X-18
10.3.2.
Bangunan Pra-Sedimentasi ......................................................... X-19
10.3.3.
Bangunan Pengaduk Cepat (Koagulasi) ..................................... X-20
10.3.4.
Bangunan Pengaduk Lambat (Flokulasi) ................................... X-20
10.3.5.
Bangunan Pengendap (Sedimentasi) .......................................... X-21
10.3.6.
Bangunan Saringan Pasir Cepat (Filtrasi) .................................. X-22
10.3.7.
Bangunan Penampung Air Bersih (Reservoir) ........................... X-24
10.3.8.
Bangunan Bahan Kimia .............................................................. X-25
10.3.9.
Bangunan Penampung Lumpur .................................................. X-26
10.3.10. Gudang ....................................................................................... X-26 10.3.11. Kantor ......................................................................................... X-27 BAB XI
RENCANA ANGGARAN BIAYA ................................................ XI-1
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... xiii LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang ........... II-2 Tabel 2.2. Curah Hujan Sumedang Tahun 2010 -2013....................................... II-6 Tabel 2.3. Rasio Jaringan Irigasi Kabupaten Sumedang Tahun 2009-2013 ....... II-7 Tabel 2.4. Data Prasarana Dikdasmen Sumedang Tahun 2013/2014 ................. II-9 Tabel 2.5. Sarana Prasarana Kesehatan Sumedang........................................... II-11 Tabel 2.6. Jumlah Pemeluk dan Sarana Peribadatan di Sumedang .................. II-12 Tabel 2.7. Perkembangan PDRB Sumedang Tahun 2010-2013 ....................... II-15 Tabel 2.8. Indikasi Program Pemanfaatan Ruang ............................................. II-20 Tabel 2.9. Rencana Pemanfaatan Wilayah Sumedang ...................................... II-24 Tabel 2.10. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Sumedang Tahun 2012-2013 ............................................................................ II-29 Tabel 3.1. Kondisi Pelayanan Air Bersih di Kabupaten Sumedang .................. III-3 Tabel 3.2. Jumlah Sambungan Langsung (SL) PDAM Labupaten Sumedang .. III-5 Tabel 3.3. Sumber Air Baku yang Digunakan PDAM Kabupaten Sumedang .. III-6 Tabel 3.4. Desa yang Dilayani PAMSIMAS di Kabupaten Sumedang ............. III-8 Tabel 3.5. Wilayah Belum Terlayani Air Bersih ............................................... III-9 Tabel 4.1. Pemakaian Air di Beberapa Sungai .................................................. IV-5 Tabel 4.2. Pemakaian Sumber Air Baku (Water Balance) ................................ IV-8 Tabel 4.3. Sumber Mata Air............................................................................... IV-9 Tabel 5.1. Evaluasi Rencana Tata Ruang Sumedang ......................................... V-6 Tabel 5.2. Kawasan Perkotaan di Sumedang ...................................................... V-8 Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata ATP........................................... V-11 Tabel 5.4. Perbandingan Tarif PDAM dan Ability to Pay ................................ V-12 Tabel 5.5. Wilayah Potensial Kabupaten Sumedang untuk Pengembangan Pelayanan Air Bersih/Minum ........................................................................... V-13 Tabel 5.6. Proyeksi Penduduk Wilayah Perencanaan ....................................... V-16 Tabel 5.7. Asumsi dan Dasar Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Air Minum ... V-17 Tabel 6.1. Debit Sungai Cipeles tahun 2010-2015 ........................................... VI-6 Tabel 6.2. Kualitas Mata Air Ciburial................................................................ VI-7 Tabel 6.3. Kualitas Sungai Cipeles .................................................................... VI-8 Tabel 6.4. Kualitas Mata Air Sirah Cikandung .................................................. VI-9 Tabel 6.5. Karakteristik Umum Jenis Sumber Air ........................................... VI-10 Tabel 6.6. Acuan Pemilihan Sumber Air Dilihat Dari Kualitas Air ................ VI-12 Tabel 6.7. Kriteria Pengolahan Air .................................................................. VI-13 Tabel 6.8. Pemilihan Sumber dan Persaingan Pemakaian ............................... VI-15 Tabel 6.9. Pemilihan Sumber dan Persaingan Pemakaian di Sumedang ......... VI-16
ix
Tabel 7.1. Kapasitas IPAM Eksisting di Wilayah Perencanaan .......................VII-2 Tabel 7.2. Panjang Pipa Sistem 1......................................................................VII-5 Tabel 7.3. Panjang Pipa Sistem 2......................................................................VII-7 Tabel 7.4. Panjang Pipa Sistem 3....................................................................VII-10 Tabel 7.5. Panjang Pipa Sistem 4....................................................................VII-13 Tabel 7.6. Rekapitulasi Kriteria Jaringan Alternatif Sistem ...........................VII-14 Tabel 7.7. Rencana Kapasitas IPAM ..............................................................VII-15 Tabel 8.1. Baku Mutu yang Digunakan Dalam Mengolah Air Baku ............. VIII-2 Tabel 8.2. Perbandingan Kualitas Air Sungai Cipeles Terhadap Baku Mutu. VIII-4 Tabel 8.3. Kualitas Mata Air Sirah Cikandung Terhadap Baku Mutu ........... VIII-5 Tabel 8.4. Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum ............. VIII-14 Tabel 8.5. Model Prediksi Proses Pengolahan Air Minum ........................... VIII-15 Tabel 8.6. Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Parameter Tertentu ......... VIII-16 Tabel 8.7. Kebutuhan Jenis Pengolahan untuk Sungai Cipeles .................... VIII-17 Tabel 8.8. Kebutuhan Jenis Pengolahan untuk Mata Air Sirah Cikandung .. VIII-17 Tabel 8.9. Pengaruh Pembubuhan Bahan Kimia terhadap Air Baku ............ VIII-19 Tabel 8.10. Desain Kriteria Untuk Bar Screen ............................................. VIII-23 Tabel 8.11. Kriteria Jumlah Pompa Yang Digunakan .................................. VIII-28 Tabel 8.12. Perbandingan Tipe Unit Flokulasi ............................................. VIII-32 Tabel 8.13. Kriteria Unit Sedimentasi .......................................................... VIII-34 Tabel 8.14. Kriteria Unit Filtrasi (Saringan Cepat) ...................................... VIII-38 Tabel 9.1. Perencanaan Ukuran Media Penyaring ........................................... IX-25 Tabel 9.2. Distribusi Media Pasir..................................................................... IX-26 Tabel 9.3. Distribusi Lapisan Media Antrasit .................................................. IX-27 Tabel 9.4. Karakteristik Media Penyangga ...................................................... IX-27 Tabel 9.5. Distribusi Media Penyangga ........................................................... IX-27 Tabel 10.1. Macam Campuran Menggunakan Agregat Kasar dan Halus ........... X-9 Tabel 10.2. Jenis Adukan pada Perencanaan .................................................... X-15 Tabel 11.1. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya IPAM Sungai Cipeles Kabupaten Sumedang ........................................................................................ XI-1 Tabel 11.2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya IPAM Mata Air Sirah Cikandung Kabupaten Sumedang ...................................................................... XI-2
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Distribusi Persentase PDRB Menurut Sektor di Kabupaten Sumedang Tahun 2014 ..................................................................................... II-16 Gambar 2.2. Kawasan Metropolitan di Jawa Barat .......................................... II-19 Gambar 2.3. Skema Pelayanan Air Bersih Sistem Regional JatinangorCimanggung ...................................................................................................... II-27 Gambar 2.4. Skema Pelayanan Air Bersih Sistem Regional Jatigede .............. II-28 Gambar 2.5. Grafik Pertumbuhan Penduduk Sumedang Tahun 2005-2015..... II-28 Gambar 3.1. Diagram Capaian Layanan Air Minum di Sumedang ................... III-4 Gambar 4.1. Peta Cekungan Air Tanah Sumedang dan Sekitarnya................... IV-7 Gambar 5.1. Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Sumedang dan Sekitarnya ............. V-4 Gambar 5.2. Potensi Kawasan Perkotaan ........................................................... V-7 Gambar 5.3. Perhitungan Proyeksi Penduduk .................................................. V-15 Gambar 5.4. Proyeksi Penduduk Wilayah Perencanaan ................................... V-17 Gambar 5.5. Proyeksi Kebutuhan Air Minum .................................................. V-20 Gambar 6.1. Reservoir Intake .......................................................................... VI-19 Gambar 6.2. River Intake ................................................................................. VI-19 Gambar 6.3. Lake Intake .................................................................................. VI-20 Gambar 6.4. Canal Intake ................................................................................ VI-21 Gambar 7.1. Skema Sistem 1 Pengembangan SPAM Sumedang .....................VII-3 Gambar 7.2. Tahapan Sistem 1 Pengembangan SPAM Sumedang ..................VII-3 Gambar 7.3. Jaringan Perpipaan Sistem 1 ........................................................VII-4 Gambar 7.4. Skema Sistem 2 Pengembangan SPAM Sumedang .....................VII-5 Gambar 7.5. Tahapan Sistem 2 Pengembangan SPAM Sumedang ..................VII-6 Gambar 7.6. Jaringan Perpipaan Sistem 2 ........................................................VII-7 Gambar 7.7. Skema Sistem 3 Pengembangan SPAM Sumedang .....................VII-8 Gambar 7.8. Tahapan Sistem 3 Pengembangan SPAM Sumedang ..................VII-8 Gambar 7.9. Jaringan Perpipaan Sistem 3 Tahap 1 ..........................................VII-9 Gambar 7.10. Jaringan Perpipaan Sistem 3 Tahap 2 ......................................VII-10 Gambar 7.11. Skema Sistem 4 Pengembangan SPAM Sumedang .................VII-11 Gambar 7.12. Tahapan Sistem 4 Pengembangan SPAM Sumedang ..............VII-11 Gambar 7.13. Jaringan Perpipaan Sistem 4 Tahap 1 ......................................VII-12 Gambar 7.14. Jaringan Perpipaan Sistem 4 Tahap 2 ......................................VII-13 Gambar 8.1. Kebutuhan Air Maksimum....................................................... VIII-11 Gambar 8.2. Rencana Kapasitas IPAM ........................................................ VIII-12 Gambar 8.3. Skema IPAM Mata Air Sirah Cikandung ................................ VIII-20 Gambar 8.4. Skema IPAM Sungai Cipeles ................................................... VIII-20 Gambar 8.5. Reaksi Klorin di dalam Air ...................................................... VIII-41 Gambar 8.6. Lapisan Pasir pada Sludge Drying Bed .................................... VIII-45 Gambar 8.7. Model Perkiraan Waktu Pengeringan Sludge Drying .............. VIII-47 xi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I LAMPIRAN II LAMPIRAN III LAMPIRAN IV LAMPIRAN V LAMPIRAN A PROYEKSI PENDUDUK LAMPIRAN B PROYEKSI KEBUTUHAN AIR MINUM LAMPIRAN C PERATURAN-PERATURAN TENTANG KUALITAS AIR LAMPIRAN D HASIL PERCOBAAN DAN KEBUTUHAN BAHAN KIMIA LAMPIRAN E DETAIL UNIT PENGOLAHAN SUNGAI CIPELES LAMPIRAN F DETAIL UNIT PENGOLAHAN MATA AIR SIRAH CIKANDUNG LAMPIRAN G RENCANA ANGGARAN BIAYA
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kebutuhan air sudah menjadi kebutuhan dasar hampir semua makhluk
hidup untuk keberlangsungan hidupnya, tak terkecuali bagi manusia. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat juga menuntut terpenuhinya kebutuhan air bersih secara merata, tidak terbatas, dan berkelanjutan. Untuk mengatasi hal tersebut sumber-sumber air bersih, seperti air tanah, air permukaan, air hujan, dan sebagainya telah dimanfaatkan keberadaannya dalam memenuhi kebutuhan akan air. Tidak hanya dari segi kuantitas dan kontinuitas, air juga harus dapat memenuhi kualitas tertentu jika ingin digunakan sebagai air minum, seperti bebas dari bahan kimia yang berbahaya bagi fungsi tubuh. Penyediaan air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar dan hak sosial ekonomi masyarakat yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, baik itu Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat. Ketersediaan air minum merupakan salah satu penentu peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang mana diharapkan dengan ketersediaan air minum dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan dapat mendorong peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga dapat terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan sarana dan prasarana air minum menjadi salah satu kunci dalam pengembangan ekonomi wilayah. Dalam mengelola Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), penyelenggara harus berdasarkan pada prinsip Good Corporate Governance, memenuhi standar pelayanan minimum, persyaratan kualitas air minum sesuai peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku dan memberikan pelayanan secara penuh 24 jam per hari kepada pelanggan. Menilik dari permasalahan tumpang tindihnya program pengembangan sarana dan prasarana air minum menyebabkan ketersediaan air baku dan kondisi pelayanan air
I-1
minum kurang maksimal sehingga dapat memberikan implikasi penyelenggaraan SPAM yang berbeda untuk masing-masing wilayah. Untuk itu dibutuhkan suatu konsep dasar yang kuat guna menjamin ketersediaan air minum bagi masyarakat sesuai dengan tipologi dan kondisi di daerah. Pelayanan kebutuhan air di Kabupaten Sumedang masih belum maksimal. Masyarakat masih belum mendapatkan pelayanan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Medal Sumedang secara merata. Debit air yang dipasok PDAM Tirta Medal Sumedang saat ini rata-rata 30-40 liter/detik dengan potensi sebenarnya bisa mencapai 50-80 liter/detik. Sementara itu kebutuhan masyarakat akan air bersih dan minum semakin meningkat. Sehingga diperlukan peningkatan cakupan pelayanan dengan tetap menjaga kualitas air dan keberlanjutan dari sumber air baku yang digunakan. Target pemerintah yakni target 100-0-100 yang mulai dikenalkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat adalah target yang
tercantum dalam rancangan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) RPJMN 2015-2019. Target 100% akses air minum, 0% kawasan permukiman kumuh, dan 100% akses sanitasi layak. Maka dari itu, perencanaan teknis dan pengembangan SPAM di Kabupaten Sumedang sangatlah diperlukan, terutama untuk menentukan wilayah dan sumber air baku yang potensial untuk menyokong pembangunan di Kabupaten Sumedang.
1.2.
Maksud dan Tujuan Maksud dari perencanaan ini adalah untuk memberikan masukan dan
alternatif pengembangan terhadap sistem pengolahan air minum didaerah Kabupaten Sumedang. Adapun tujuan dari perencanaan ini adalah: 1. Menyusun rencana pengembangan Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) di Kabupaten Sumedang. 2. Membuat perencanaan teknis Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) di wilayah potensial Kabupaten Sumedang.
I-2
1.3.
Ruang Lingkup Ruang lingkup pengembangan dan perencanaan teknis sistem pengolahan
air minum yang akan dilaksanakan meliputi:
Studi gambaran umum daerah perencanaan meliputi gambaran umum, batas administrasi dan pembagian wilayah, klimatologi, topografi, jenis tanah, hidrologi, kependudukan, kondisi sosial ekonomi dan kondisi eksisting penyediaan air bersih.
Melakukan pengkajian, analisis dan memilih sumber air baku paling potensial untuk menyokong pertumbuhan dan pembangunan di Kabupaten Sumedang.
Perhitungan proyeksi kebutuhan air minum berdasarkan pada kondisi kependudukan yang terdapat dalam wilayah perencanaan strategis dan potensial, dengan periode perencanaan tertentu berdasarkan karakteristik pertumbuhan penduduk wilayah tersebut.
Studi sumber air baku terhadap beberapa parameter fisik, kimia dan biologi. Hasilnya akan digunakan sebagai acuan dalam analisis pengolahan air minum yang direncanakan.
Perencanaan pengembangan sistem penyediaan air minum yang meliputi alternatif pengembangan penyediaan air minum.
Perencanaan desain Instalasi Pengolahan Air Minum yang meliputi pemilihan unit-unit, perhitungan dimensi unit dan gambar layout instalasi pengolahan air minum.
Penyusunan spesifikasi teknis pekerjaan dan Rancangan Anggaran Biaya dalam pembangunan yang akan dilaksanakan.
1.4.
Sumber Data Data-data yang digunakan dalam penyusunan pengembangan dan
perencanaan teknis sistem pengolahan air minum diperoleh dari: 1. Data primer hasil pengamatan di lapangan 2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang 3. Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Medal Kabupaten Sumedang I-3
4. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang 5. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumedang 6. Dinas Binamarga Kabupaten Sumedang 7. Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Perumahan Kabupaten Sumedang 8. Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang 9. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sumedang
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini terdiri dari:
Bab I Pendahuluan Meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup, sumber data, dan sistematika penulisan.
Bab II Gambaran Umum Wilayah Studi Menggambarkan secara umum wilayah studi yang terdiri dari batas administratif dan pembagian wilayah, klimatologi, topografi, jenis tanah, kependudukan, hidrologi, kependudukan, sosial ekonomi dan budaya, kondisi sarana dan prasarana, sarana kesehatan lingkungan, ruang dan lahan berdasarkan rencana RTRW Kabupaten Sumedang.
Bab III Kondisi Eksisting Sistem Penyediaan Air Minum Menguraikan kondisi SPAM eksisting, aspek teknis dan non teknis serta permasalahan yang terjadi mengenai sistem penyediaan air minum di wilayah studi.
Bab IV Potensi Air Baku Wilayah Studi Menguraikan potensi sumber-sumber air baku di wilayah Kabupaten Sumedang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan SPAM Kabupaten Sumedang. Kemudian setelah melalui analisis akan dipilih sumber air baku yang paling potensial untuk memenuhi kebutuhan air bersih, menyokong pertumbuhan dan pembangunan di Kabupaten Sumedang.
I-4
Bab V Kebutuhan Air Minum di Wilayah Perencanaan Menentukan daerah pelayanan, periode perencanaan, proyeksi jumlah penduduk dan proyeksi kebutuhan air minum. Proyeksi kebutuhan berdasarkan perhitungan kebutuhan air minum untuk kebutuhan domestik, non domestik, sarana perkotaan dan perkiraan fluktuasi pemakaian air.
Bab VI Tinjauan Sumber Air Baku Meliputi data-data mengenai persyaratan air baku air minum, sumber air baku air minum, lokasi intake, kuantitas air baku dan kualitas air baku.
Bab VII Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Meliputi sumber air baku yang akan digunakan serta beberapa alternatif sistem pengembangan penyediaan air minum. Selain itu bab ini juga berisi tentang analisa hidrolis untuk setiap alternatif yang disajikan.
Bab VIII Rencana Instalasi Pengolahan Air Minum Meliputi baku mutu air minum, analisa kualitas air baku terhadap baku mutu air minum, dasar-dasar pemilihan unit pengolahan air minum dan kebutuhan bahan kimia, tinjauan pustaka dan kriteria desain keseluruhan instalasi pengolahan air minum yang direncanakan.
Bab IX Hasil Perhitungan Unit-Unit Pengolahan Menuliskan hasil kalkulasi dan perencanaan keseluruhan instalasi pengolahan air minum yang direncanakan.
Bab X Spesifikasi Pekerjaan Menjelaskan spesifikasi teknis pekerjaan yang diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan instalasi pengolahan air minum.
Bab XI Rencana Anggaran Biaya Estimasi anggaran biaya yang diperlukan dalam pembangunan instalasi pengolahan air minum yang direncanakan.
I-5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI
2.1.
Karakteristik Fisik Daerah
2.1.1. Geografis Menurut letak geografis wilayah administratif Kabupaten Sumedang berbatasan langsung dengan wilayah administrasi: Sebelah Utara
: Kabupaten Indramayu;
Sebelah Selatan
: Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung;
Sebelah Barat
: Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang;
Sebelah Timur
: Kabupaten Majalengka.
Batas administratif Kabupaten Sumedang tersebut terletak pada posisi 06034’46,18” - 07°00'56,25" Lintang Selatan dan 107001’45,63” - 108°12'59,04" Bujur Timur. Secara visualisasi wilayah administratif dapat dilihat dalam peta wilayah Kabupaten Sumedang pada Lampiran I.1. Luas Wilayah Kabupaten Sumedang adalah 155.871,98 Ha sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang No 2 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011 - 2031 yang terdiri dari 26 kecamatan terbagi ke dalam 276 desa dan 7 kelurahan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Buahdua (6,91%) dari total luasan Kabupaten Sumedang, sedangkan yang paling kecil luas wilayahnya adalah Kecamatan Cisarua (1,14%). Rincian luas wilayah Kabupaten Sumedang menurut kecamatan lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
II-1
Tabel 2.1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang (Sumber: Perda No. 2 Tahun 2012 tentang RTRW Sumedang 2011-2031, 2012) Luas No.
Kecamatan
Wilayah (ha)
Jumlah Desa/ Kelurahan
1
Jatinangor
3,160.35
12
2
Cimanggung
5,555.18
11
3
Tanjungsari
4,486.04
12
4
Sukasari
4,181.77
7
5
Pamulihan
5,069.83
11
6
Rancakalong
5,506.87
10
7
Sumedang Selatan
9,251.27
10/4 *)
8
Sumedang Utara
3,040.17
10/3 **)
9
Ganeas
2,289.70
8
10
Situraja
4,323.37
14
11
Cisitu
6,502.82
10
12
Darmaraja
4,937.64
16
13
Cibugel
5,951.82
7
14
Wado
8,426.83
11
15
Jatinunggal
7,212.00
9
16
Jatigede
10,624.03
12
17
Tomo
8,474.29
10
18
Ujungjaya
8,622.62
9
19
Conggeang
10,697.52
12
20
Paseh
3,162.36
10
21
Cimalaka
4,328.85
14
22
Cisarua
1,770.74
7
23
Tanjungkerta
4,372.13
12
24
Tanjungmedar
6,067.27
9
25
Buahdua
10,768.28
14
26
Surian
7,088.23
9
*) 10 Desa dan 4 Kelurahan, **) 10 Desa dan 3 Kelurahan
II-2
2.1.2. Topografi dan Fisiografi Topografi wilayah Kabupaten Sumedang berada pada ketinggian antara 20 – 1.000 meter dari permukaan laut. Visualisasi dari fisiografi dapat diamati pada Lampiran I.2. Dan visualisasi topografi Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran I.3. Kemudian, visualisasi kemiringan lereng di kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.4.
2.1.3. Hidrologi dan Hidrogeologi Hidrologi suatu wilayah sangat diperlukan dalam pengendalian dan pengaturan tata air wilayah tersebut, di mana pengendalian dan pengaturan tata air tersebut meliputi masalah sumber air, kebutuhan air tanaman, banjir, peluapan, erosi, dan sedimentasi. Sumber air suatu wilayah tergantung pada daur hidrologi wilayah tersebut, baik daur alami maupun yang telah diintervensi manusia. Daur hidrologis alami dipengaruhi oleh kondisi cuaca, topografi, geologi, dan letak dari wilayah tersebut dalam satuan wilayah sungai atau daerah tangkapan air. Aliran-aliran sungai besar di wilayah ini bersama dengan anak-anak sungainya membentuk pola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dapat digolongkan atas 6 Sub DAS yakni Sub DAS Citarik, Cipeles, Cipunegara, Cipelang, Cimanuk, dan Sub DAS Cilutung. Peta DAS Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.1. Dan peta Sub-DAS Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran I.2. Terkait dengan DAS adalah keberadaan air tanah yang secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya curah hujan, luas daerah peresapan, sifat kelulusan bahan permukaan, lapisan batuan serta morfologi suatu wilayah. Tipe air tanah terbagi dalam 2 kategori yakni air tanah bebas dan air tanah tertekan. a) Air tanah bebas, sering disebut dengan air tanah dangkal, karena dapat diperoleh dengan mudah (menggali pada kedalaman antara 1-20 meter). Di daerah dataran umumnya kedalaman pencapaian air lebih dangkal yakni <3 meter. Sedangkan di daerah perbukitan, muka air tanah mencapai >3 meter dari permukaan tanah seperti di daerah Tanjungsari yang mencapai 20 meter. Di Daerah Paseh dan sekitarnya, muka air tanah mencapai 4-10 meter dan air tanah terdapat pada rongga-rongga endapan lahar dan breksi.
II-3
b) Air tanah tertekan terdapat dalam lapisan yang terletak antara dua lapisan batuan kedap air. Air tanah tertekan jarang dijumpai di Wilayah Kabupaten Sumedang. Berdasarkan hidrogeologinya, wilayah Kabupaten Sumedang dapat dikategorikan dalam 5 tipe estimasi produktivitas air tanah, yaitu: a) Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, meliputi akuifer dengan produktivitas sedang (akuifer tidak menerus, tipis, dan rendah keterusannya), muka air tanah umumnya dangkal, debit sumur umumnya kurang dari 5 liter/detik. Komposisi litologinya terdiri dari aluvium berupa lempung, pasir, dan kerikil. b) Akuifer dengan aliran melalui celahan dan ruang antar butir meliputi : o Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas (akuifer dengan keterusan dan kedalaman muka air tanah yang sangat beragam) dengan debit sumur yang umumnya lebih dari 5 liter/detik. o Akuifer produktif dengan keterusan yang sangat beragam. Umumnya air tanah ini tidak digunakan karena dalamnya muka air tanah. Komposisi litologi batuan dan kelulusannya berupa endapan vulkanik muda yang terdiri dari breksi tufaan, lahar, tufa, dan aliran lava dengan kelulusan yang beragam. c) Akuifer (bercelah/sarang) dengan produktivitas rendah dan daerah air tanah langka meliputi : o Akuifer dengan produktivitas rendah, setempat berarti. Umumnya keterusannya sangat rendah, setempat air tanah dangkal dalam jumlah yang terbatas. Jenis air tanah ini diperoleh di lembah-lembah atau pada zona-zona pelapukan. Sedangkan komposisi litologi batuan dan kelulusan dari wilayah ini umumnya batu pasir tufaan dengan batu apung, nafal tufaan, serpih tufaan berselingan dengan batu lempung atau nafal. Kelulusan yang dimiliki umumnya rendah sampai sedang. o Daerah air tanah langka. Komposisi litologi batuan dan kelulusan jenis air tanah langka di wilayah ini berupa breksi vulkanik, tufa dan lava
II-4
bersisipan batu pasir, batu lanau, dan batu lempung sangat padu. Umumnya tingkat kelulusannya rendah dengan kelulusan sedang terutama berada di zona pelapukan yang tebal. Selain air tanah adalah air permukaan berupa sungai. Sungai berfungsi mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Dengan membandingkan curah hujan rata-rata dengan volume air sungai, diperkirakan sebagian besar curah air hujan meresap ke dalam tanah dan sisanya mengalir sebagai air permukaan. Sungaisungai besar yang banyak dimanfaatkan airnya adalah Sungai Cipeles, Sungai Cirajang, Sungai Cipunegara, dan Sungai Cisugan. Hulunya di daerah pegunungan antara lain Gunung Tampomas, Gunung Pangarang, dan Gunung Calangcang. Disamping air sungai, air permukaan ditunjang oleh keberadaan mata termasuk mata air panas seperti di Kecamatan Conggeang dan Buahdua dengan debit antara 10-100 liter/detik.
2.1.4. Klimatologi Curah hujan menurut kecamatan selama tahun 2010 sampai dengan 2013 ditunjukan oleh Tabel 2.2. Selama tahun 2013 hari hujan terbanyak terjadi di Kecamatan Conggeang sebanyak 202 hh, sedangkan curah hujan terbanyak terjadi di Kecamatan Wado yaitu sebesar 5.313 mm3. Mengenai peta rata-rata curah hujan di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.3.
II-5
Tabel 2.2. Curah Hujan Sumedang Tahun 2010 -2013 (Sumber: Kabupaten Sumedang Dalam Angka, 2014)
2.1.5. Bencana Alam Potensi bencana alam yang banyak dijumpai di Kabupaten Sumedang pada umumnya berupa gerakan tanah, erosi dan banjir setempat. Salah satu faktor alam penyebab terjadinya gerakan tanah disamping faktor-faktor alam lainnya seperti curah hujan, struktur geologi, stratigrafi (kedudukan bidang pelapisan terhadap kemiringan lerengnya), tataguna lahan, morfologi dan kegempaan. Untuk gerakan tanah sering terjadi di bagian utara terutama di sekitar Surian, Buahdua, Tanjungkerta, Cimalaka, Conggeang dan Rancakalong sedangkan di bagian Timur terutama yang berada pada jalur sesar berada di Tomo, Jatigede, Darmaraja dan Jatinunggal. Peta rawan bencana di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.4.
II-6
2.2.
Sarana dan Prasarana
2.2.1. Irigasi Kabupaten Sumedang merupakan kabupaten agraris dimana sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sumedang, maka perlu adanya sarana irigasi untuk menunjang sektor pertanian tersebut, sampai dengan sekarang di Kabupaten Sumedang memiliki sarana irigasi panjang 1.450,25 km dengan 46.144 km areal pemanfaatan. Adapun perkembangan rasio irigasi selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Rasio Jaringan Irigasi Kabupaten Sumedang Tahun 2009-2013 (Sumber: Profil Kabupaten Sumedang, 2014) Panjang No.
Jaringan Irigasi
1 2. 3.
Jaringan primer Jaringan Sekunder Jaringan Tersier
. 4
Luas lahan
5
Rasio
2009
2010
Jaringan 2011
2012
2013
28,89 44,08 22,03
25,83 44,12 30,05
25,85 44,09 30,06
23,67 41,74 34,69
20,65 39,56 39,79
-
-
-
63,30%
-
1.035
1.025
1.025
1.025
1.035
budidaya
.
2.2.2. Sarana Perekonomian Kabupaten Sumedang menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam yang tetap mengandalkan potensi agrobisnis dan kepariwisataan daerah yang dikembangkan pada sumber daya air terbangun (bendungan Jatigede) dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi terapan yang terus meningkat. Berdasarkan analisis terhadap indikator makro ekonomi Kabupaten Sumedang, dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional dan global serta Fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahap tiga (2014-2018) bidang ekonomi yaitu: o Pengembangan Kabupaten Sumedang sebagai Kabupaten Agribisnis yang didukung oleh kepariwisataan dan perindustrian secara efektif, berdayasaing dan berkelanjutan sebagaimana tertuang dalan Perda Nomor 2 Tahun 2012
II-7
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumedang 20112031 dan kontribusi PDRB dari sektor Pertanian sebesar 28,82%; o Pengembangan sistem perekonomian daerah berparadigma ekonomi kreatif guna mendorong penciptaan lapangan kerja masal dan penurunan jumlah kemiskinan, sejalan dengan Inpres No. 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif; o Memantapkan keterpaduan antara Industri Besar dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam pemanfaatan potensi ekonomi daerah dan keterkaitan antar rantai bisnis. Maka arah pembangunan perekonomian Kabupaten Sumedang dapat diprioritaskan kepada beberapa sektor yang dominan memberikan kontribusi terhadap PDRB dan prioritas pembangunan ekonomi tahun 2014 yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan. Juga kepada sektor yang memiliki prospek yang baik dimasa yang akan datang serta tahan terhadap guncangan ekonomi yaitu sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) berbasis ekonomi kreatif dan pariwisata. Sedangkan sektor lainnya menjadi pendukung. Kebijakan pembangunan ekonomi pada masing-masing sektor dapat diarahkan antara lain: 1) Sektor pertanian; 2) Sektor pertambangan dan penggalian; 3) Sektor industri pengolahan; 4) Sektor listrik, gas, dan air bersih; 5) Sektor perdagangan, hotel dan restoran; 6) Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan; 7) Sektor jasa pariwisata.
2.2.3. Sarana Sosial dan Kesehatan Pendidikan Data pendidikan di Kabupaten Sumedang terdiri dari tiga jenjang dan 13 satuan pendidikan, yaitu 1) SD, 2) MI, 3) SDLB, dan 4) Paket A, 5) SMP, 6) MTs, 7) SMPLB, 8) Paket B, 9) SMA, 10) MA, 11) SMK, 12) SMALB, dan 13) Paket
II-8
C. Dalam bahasan berikutnya hanya dirinci menurut jenjang, yaitu SD, SMP, dan SM serta rangkuman dikdasmen. Data dikdasmen yang disajikan diuraikan menjadi 14 variabel data pada Tahun 2013/2014. Sebanyak 8 variabel pertama adalah prasarana yang terdiri dari sekolah, rombongan belajar (kelas), ruang kelas, perpustakaan, ruang UKS, ruang komputer, laboratorium, dan ruang olahraga sedangkan 6 variabel berikutnya adalah sumber daya manusia seperti siswa baru, siswa, lulusan, guru, mengulang, dan putus sekolah. Untuk data keadaan prasarana pendidikan dasar dan menengah di Kabupaten Sumedang secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Data Prasarana Dikdasmen Sumedang Tahun 2013/2014 (Sumber: Profil Kabupaten Sumedang, 2014) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Sekolah Rombongan Belajar Ruang kelas Perpustakaan Ruang UKS Ruang Komputer Laboratorium Ruang Olahraga
SD/MI 667 4.969 4.102 359 185 139 81
SMP/MTS 159 1.760 1.801 126 80 87 104 64
SM/MA 10 1.076 6 86 7 9 87 8 4 12 4 8 4 6
Dikdasmen 932 7.805 6.772 562 349 310 228 231
Berdasarkan Tabel 2.4. diatas Kabupaten Sumedang terdapat jumlah sekolah dikdasmen sebesar 932 buah dengan sekolah terbesar adalah jenjang Sekolah Dasar sebesar 667 sekolah dan terkecil adalah jenjang Sekolah menengah Atas & Kejuruan sebesar 106 sekolah. Seperti satuan pendidikan di kabupaten/kota lainnya, ternyata makin tinggi jenjang pendidikan makin sedikit jumlah satuan pendidikan yang ada jika dibandingkan dengan jenjang pendidikan yang lebih rendah. Diketahui bahwa untuk menampung siswa jenjang SD sebesar 115,831 tersedia 667 sekolah dan 4.102 ruang kelas serta rombongan belajar sejumlah 4.969 Hal yang sama untuk menampung siswa jenjang SMP sebesar 53,746 orang, tersedia 159 sekolah dan 1.801 ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar sebesar 1.760 Untuk menampung siswa jenjang SM sebesar 34,253 orang, tersedia sebesar 106
II-9
sekolah dan 869 ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar sebesar 1.076 Dengan demikian, untuk dikdasmen telah menampung sebanyak 203,830 orang di 932 sekolah dan 6.772 ruang kelas dengan jumlah rombongan belajar sebesar 7.805. Juga diketahui ruang kelas jenjang Sekolah Menengah Atas & Kejuruan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan rombongan belajar yang ada sedangkan jenjang Sekolah Dasar dengan kondisi sebaliknya. Bila satu rombongan belajar harus menggunakan satu ruang kelas maka masih terdapat kekurangan ruang kelas. Kondisi di Kabupaten Sumedang, untuk jenjang SD kekurangan 867 ruang, namun jenjang SMP kelebihan 41 ruang kelas, dan jenjang SM kekurangan 207 ruang sehingga untuk dikdasmen kekurangan 1.033 ruang. Terjadinya kekurangan ruang kelas di jenjang Sekolah Dasar tersebut hendaknya dipenuhi dalam rangka meningkatkan siswa yang masuk ke jenjang SMP sehingga Misi K1 meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan Rencana Strategi Kemdiknas 2010-2014. Sebaliknya, jenjang pendidikan SMP yang kelebihan ruang kelas hendaknya diupayakan untuk meningkatkan jumlah siswa bersekolah sehingga ruang kelas yang ada tidak dibiarkan kosong agar ketersediaan layanan pendidikan dapat tercapai. Kesehatan Dalam rangka meningkatkan keterjangkauan pelayanan kesehatan Pemerintah Kabupaten Sumedang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelayanan Kesehatan Dasar Dengan Bebas Biaya. Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan Dasar ini dilaksanakan di Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Polindes. Adapun jadwal pelayanan Pembebasan Biaya Pelayanan Kesehatan Dasar di UPTD Puskesmas, Pustu dan Polindes mulai jam 07.30 s/d 12.30, Jumat : 07.30 s/d 11.00, Sabtu : 07.30 s/d 12.00 WIB. Akses masyarakat terhadap Puskesmas semakin tahun semakin menurun, kunjungan masyarakat ke Puskesmas paling tinggi pada tahun 2008 ketika bebas biaya pertama kali diberlakukan. Penurunan kunjungan Puskesmas ini dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain derajat kesehatan masyarakat yang semakin meningkat kemudian bertambahnya sarana pelayanan kesehatan swasta di Kabupaten Sumedang.
II-10
Sumber daya Kesehatan sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas kesehatan. Sumber daya kesehatan dapat berupa sumber daya manusia/ tenaga kesehatan, sarana prasarana kesehatan dan pembiayaan kesehatan. Informasi jumlah sarana prasarana kesehatan Kabupaten Sumedang dapat diamati lebih lengkap pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Sarana Prasarana Kesehatan Sumedang (Sumber: Profil Kabupaten Sumedang, 2014) Jenis Sarana Prasarana Kesehatan Rumah Sakit Umum Puskesmas Puskesmas DTP Puskesmas Non DTP Puskesmas Pembantu Poskesdes/Polindes Balai Pengobatan dr. Praktek Umum Bidan Praktek Rumah Bersalin Apotik Toko Obat Batra Radiologi Laboratorium
Jumlah Sarana Kesehatan Pemerintah
Jumlah Sarana Kesehatan Swasta
1 32 6 26 73 307 5 -
1 106 142 195 6 68 48 21 4 6
2.2.4. Sarana Peribadatan Untuk mengetahui perkembangan keagamaan di Kabupaten Sumedang secara umum dapat di lihat pada Tabel 2.6.
II-11
Tabel 2.6. Jumlah Pemeluk dan Sarana Peribadatan di Sumedang (Sumber: Profil Kabupaten Sumedang, 2014) Nama
Nilai
Satuan
2009
2010
2011
2012
2013
977695
1027855
1076491
1276491
1301047
Orang
2). Kristen
3385
3420
3531
3622
4777
Orang
3). Katolik
410
521
620
719
745
Orang
4). Hindu
98
102
108
114
120
Orang
5). Budha
396
396
403
407
408
Orang
6). Konghucu
533
533
533
536
536
Orang
7). Lainnya
13
13
13
14
15
Orang
II. Sarana Ibadah 1). Masjid
2562
2582
2601
2620
2660
Buah
2). Langgar/Mushola
2820
2826
2828
2831
2836
Buah
3). Gereja Kristen
3
3
4
5
6
Buah
4). Gereja Katolik/Kapel
3
3
3
3
3
Buah
5). Pura/Kuil/Sanggah
2
2
2
2
2
Buah
6).Vihara/Cetya/Klenteng
1
2
2
2
2
Buah
I. Jumlah Pemeluk Agama 1). Islam
Orang
Orang
III. Jumlah Jemaah Haji 1). Kuota
842
842
842
842
674
Orang
2). Pemberangkatan
830
829
832
833
638
Orang
IV. Jumlah KUA 1). Total
26
26
26
26
26
Buah
2). Rusak Berat
8
7
9
7
3
Buah
3). Rusak Ringan
7
6
8
8
5
Buah
31/341
31/263
31/259
31/259
31/259
Buah
31/341
31/263
31/259
31/259
31/259
Buah
V. Jumlah Penyuluh Agama 1). Perkualifikasi 2). PNS/Non PNS VI.Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan 1). Taman Pendidikan AlQur'an (TPA) 2). Sekolah Minggu 3). Pondok Pesantren 1. Kapasitas Kurang dari 100 Santri 2. Kapasitas antara 100500 Santri 3. Kapasitas lebih dari 500 Santri 4. Jumlah Pondok/Rombel 5. Jumlah Santri
Buah 584
585
682
933
844
Buah
0
0
0
0
0
Buah
182
203
225
233
243
Buah
169
190
213
220
230
Buah
9
9
9
9
9
Buah
4
4
4
4
4
Buah
273
305
338
350
365
Buah
16244
16511
16803
1706
17239
Orang
II-12
Tabel 2.6. menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2013, penduduk Kabupaten Sumedang mayoritas beragama islam, dengan tren positif dari tahun sebelumnya yakni sebesar 1,92%. Selanjutnya penduduk yang beragama Kristen di peringkat kedua dengan perkembangan tren positif sebesar 31,9% dari tahun sebelumnya atau terjadi penambahan pemeluk sebanyak 1155 orang.
Kemudian di susul oleh
pemeluk Konghucu di peringkat ketiga, pemeluk Buda keempat dan Hindu di peringkat kelima. Demikian pula untuk sarana ibadah mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dengan bertambahnya jumlah Masjid sebanyak 40 buah atau 1,53% dari tahun sebelumnya serta mushola sebesar 0,18%. Untuk kuota dan pemberangkatan haji mengalami tren negatif (penurunan) hal ini dimungkinkan karena penurunan dan pembatasan kuota haji di Indonesia yang berimplikasi kepada kuota dan pemberangkatan haji di Kabupaten Sumedang.
2.2.5. Kawasan Strategis Kawasan strategis wilayah kabupaten merupakan bagian wilayah kabupaten yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial budaya, dan/ atau lingkungan. Penentuan kawasan strategis kabupaten lebih bersifat indikatif. Batasan fisik kawasan strategis kabupaten akan ditetapkan lebih lanjut di dalam rencana tata ruang kawasan strategis. Peta rencana kawasan strategis Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.5. Beberapa kawasan strategis di Kabupaten Sumedang adalah sebagai berikut: 1) Kawasan Strategis Nasional (KSN) KSN yang ada di wilayah Kabupaten Sumedang meliputi: o Kawasan
Pengamatan
Dirgantara
Tanjungsari
dengan
sudut
kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi; dan o Kawasan Metropolitan Bandung Raya dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi.
II-13
2) Kawasan Strategis Provinsi (KSP) KSP yang ada di wilayah Kabupaten Sumedang meliputi : o KSP Koridor Bandung–Cirebon; dan o KSP Pendidikan Jatinangor. 3) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) KSK yang ada di wilayah Kabupaten Sumedang meliputi : o Kawasan Perkotaan Sumedang; o Rintisan Kawasan Industri Ujungjaya; o Kawasan Waduk Jatigede; o Kawasan Tanjungari dan sekitarnya; o Kawasan DI Sentig; dan o Kawasan Di Ujungjaya. KSK dari sudut kepentingan sosial budaya Kawasan Kampung Sunda yang terletak di Kawasan Jatigede. KSK dari sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi meliputi : o Kawasan Gunung Tampomas dan sekitarnya; dan o Kawasan Agroteknobisnis Sumedang.
2.3.
Sosial Ekonomi
2.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pada tahun 2013 nilai PDRB adalah berlaku kabupaten Sumedang mencapai Rp. 16.582,85 milyar mengalami peningkatan sebesar Rp. 1.659,13 milyar jika dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 14.923,72 milyar. Demikian juga nilai PDRB adh konstan tahun 2013 mencapai 6.437,59 milyar naik dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 6.154,59 milyar atau mengalami kenaikan sebesar 283,01 milyar. Hal tersebut tidak terlepas dari peranan sektor pertanian
II-14
yang masih mendominasi perekonomian Kabupaten Sumedang. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Sumedang memberikan andil sebesar 28,03%, kemudian peranan sektor perdagangan dan industri memberikan andil masing-masing sebesar 27,86 persen dan 21,74%. Bila dikaji lebih mendalam sub sektor pertanian yang memberikan andil terbesar adalah tanaman bahan makanan. Hal ini berarti bahwa masyarakat Kabupaten Sumedang sebagian besar bermata pencaharian di bahan pokok makan terutama padi. Detail perkembangan PDRB Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Tabel 2.7. Tabel 2.7. Perkembangan PDRB Sumedang Tahun 2010-2013 (Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Sumedang, 2014) Uraian 2010 PDRB ADHK (milyar Rp.) 5.608,74 PDRB ADHB (milyar Rp.) 12.265,68 PDRB/ Kapita (Ribu Rp.) 11.215,87
2011 5.879,09 13.531,78 12.210,93
2012 6.154,59 14.923,72 13.303,52
2013 6.437,59 16.582,85 14.739,00
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator makro yang sering digunakan sebagai salah satu alat strategi kebijakan bidang ekonomi sehingga laju pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi salah satu indikator yang sangat penting untuk bahan evaluasi pembangunan. Secara umum pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumedang pada tahun 2013 mengalami pertumbuhan sebesar 4,60 persen. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tumbuh 4,69 persen, maka mengalami perlambatan. Perlambatan ini diakibatkan melemahnya beberapa sub sektor pertanian antara lain sub sektor perkebunan (0,91%), peternakan (0,49%) dan kehutanan (1,43%). Untuk melihat peranan masing-masing sektor terhadap perekonomian Kabupaten Sumedang tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 2. 1. Pada tabel tersebut peranan sektor pertanian mencapai 28,03%. Sektor ini yang menjadi andalan Kabupaten Sumedang ini pada dasarnya berpeluang dapat lebih mendorong roda perekonomian. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menempati urutan kedua dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sumedang, yaitu sebesar 27,86%. Penyumbang terbesar ke tiga terhadap PDRB Kabupaten Sumedang adalah sector industri pengolahan dimana sektor ini memberikan andil sebesar 21,74%.
II-15
Gambar 2.1. Distribusi Persentase PDRB Menurut Sektor di Kabupaten Sumedang Tahun 2014 (Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Sumedang, 2014)
2.3.2. Mata Pencaharian Penduduk Dilihat dari mata pencahariannya, sebagian besar penduduk bekerja di sekitar pertanian yaitu sebanyak 199.694 orang (43.85%), selanjutnya bekerja di sektor perdagangan sebanyak 89.718 orang dan sektor industri sebanyak 57.876 orang, sedangkan jumlah tenaga kerja yang paling sedikit adalah yang bekerja di sektor keuangan yaitu sebanyak 2406 orang atau sekitar 0.53% dari sejumlah tenaga kerja. Sementara di sektor jasa jumlah PNS di lingkungan Kabupaten Sumedang menunjukkan jumlah yang cukup banyak yang mencapai 12.496 orang.
II-16
2.4.
Ruang dan Lahan Secara garis besar penggunaan lahan di wilayah Sumedang terdiri dari
perkampungan, industri, persawahan, tegalan, kebun campuran, perkebunan, hutan dan lain-lain. Dari penggunaan lahan tersebut diatas, penggunaan lahan persawahan seluas 28.041,85 Ha, yang kedua adalah hutan lindung seluas 24.588,68 Ha. 2.4.1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kedudukan Kabupaten Sumedang Dalam RTRW Provinsi Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 20092029, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi ke dalam 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP),
yaitu WP
Bodebekpunjur, WP Purwasuka, WP
Ciayumajakuning, WP Priangan Timur dan Pangandaran, WP Sukabumi dan sekitarnya, serta WP Kawasan Khusus (KK) Cekungan Bandung, dengan potensi masing-masing wilayah adalah: 1) WP Bodebekpunjur, yang mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Bogor dan sebagian Kabupaten Cianjur (Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, Kecamatan Sukaresmi dan Kecamatan Cipanas). Wilayah ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam sektor pariwisata, industri manufaktur, perikanan, perdagangan, jasa,pertambangan, agribisnis dan agrowisata; 2) WP Purwasuka, yang meliputi daerah Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Wilayah ini memiliki potensi pengembangan
pada
sektor
pertanian,
perkebunan,
kehutanan,
peternakan,perikanan, bisnis kelautan, industri pengolahan, pariwisata, dan pertambangan; 3) WP Ciayumajakuning, yang mencakup Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu dan Kota Cirebon. Wilayah ini merupakan wilayah yang potensial untuk dikembangkan dalam sektor agribisnis, agroindustri, perikanan, pertambangan, dan pariwisata;
II-17
4) WP Priatim – Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar dan Kabupaten Pangandaran. Wilayah ini memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, dan pertambangan mineral; 5) WP Sukabumi, wilayahnya mencakup Kabupaten Sukabumi, Kota Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Wilayah ini memiliki potensi untuk dikembangkan dalam sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, bisnis kelautan, dan pertambangan mineral. 6) WP Kawasan Khusus Cekungan Bandung, yang meliputi Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung dan sebagian Kabupaten Sumedang (Kecamatan Jatinangor, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Pamulihan). Wilayah ini memiliki potensi pengembangan pada sektor pertanian hortikultura, industri non-polutif, industri kreatif, perdagangan dan jasa, pariwisata, dan perkebunan. Dari pembagian wilayah pengembangan tersebut, terlihat bahwa wilayah kabupaten Sumedang bagian selatan dan timur tidak termasuk dalam WP Ciayumakuning, namun ditinjau dari sektor sumber air baku, Wilayah Kabupaten Sumedang Bagian Timur dan selatan tersebut mempunyai peran penting untuk menunjang kebutuhan air baik kebutuhan pertanian maupun kebutuhan air Industri dan Rumah tangga di wilayah WP Ciayumajakuning, khususnya kebutuhan air Metropolitan Cirebon Raya dan Rencana pembangunan Aerocity Kertajati serta Bandara Internasional Jawa Barat di Kabupaten Majalengka yang letaknya berbatasan dengan Kecamatan Ujungjaya (Kabupaten Sumedang). Visualisasi kawasan metropolitan di Jawa Barat dapat diamati pada Gambar 2.2.
II-18
Gambar 2.2. Kawasan Metropolitan di Jawa Barat (Sumber: West Java Province Metropolitan Development Management (WJP-MDP)-Bappeda Propinsi Jawa Barat, 2012)
Selain tata ruang Kabupaten Sumedang berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029. Terdapat Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031 yang didalamnya menerangkan tentang program pemanfaatan ruang di Kabupaten Sumedang, khususnya mengenai prasarana sumber daya air seperti pada Tabel 2.8.
II-19
Tabel 2.8. Indikasi Program Pemanfaatan Ruang (Sumber: Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031, 2012) Program Utama
Lokasi
Prasarana Sumber Daya Air Prasarana Air Baku/Air Bersih *Peningkatan prasarana dan perluasan air baku/bersih Perkotaan *Peningkatan prasarana dan perluasan air baku/bersih Pedesaan
Permukiman perkotaan di Kab. Sumedang Permukiman pedesaan di Kab. Sumedang
Besaran
Sumber Dana
Instansi Pelaksana
Sesuai kapasitas PDAM
APBD Kab/Prov, APBN
PDAM/ Pemkab
Sesuai program Dinas PU
APBD Kab/Prov, APBN, Swasta/Publik
Pemkab/ DPU/ Masyarakat
2.4.2. Penggunaan Lahan dan Tata Guna Lahan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011 – 2031 Rencana struktur ruang wilayah Kabupaten Sumedang terdiri atas: o Rencana pengembangan sistem perkotaan; dan o Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana wilayah. Visualisasi rencana struktur ruang di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.6. 1) Rencana Sistem Perkotaan Rencana sistem perkotaan terdiri atas; o Pusat kegiatan; dan o Peran pusat kegiatan. A-1 Pusat kegiatan sebagaimana ditentukan secara hirarkis meliputi: o Kecamatan Jatinangor, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cimanggung, Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Pamulihan sebagai bagian dari Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kawasan Perkotaan Bandung Raya;
II-20
o Pusat Kegiatan Lokal (PKL) di Kawasan Perkotaan Sumedang, yang meliputi Kelurahan Kotakaler, Kelurahan Talun, Kelurahan Situ, Desa Padasuka, Desa Mulyasari, Desa Girimukti, Desa Mekarjaya, Desa Margamukti, Desa Kebonjati, Desa Jatihurip, Desa Jatimulya, Desa Rancamula
Kecamatan
Kelurahan
kotakulon,
Sumedang
Utara.
Kelurahan
Kelurahan Regolwetan,
Pasanggrahan,
Kelurahan
Cipameungpeuk, Desa Baginda, Desa Sukagalih, Desa Sukajaya Kecamatan Sumedang Selatan; o Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) meliputi: Tanjungsari di Kecamatan Tanjungsari; Tanjungkerta di Kecamatan Tanjungkerta; Conggeang di Kecamatan Conggeang; Wado di Kecamatan Wado; dan Tomo di Kecamatan Tomo; o Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) meliputi: Desa Hegarmanah di Kecamatan Jatinangor; Desa Sindangpakuan di Kecamatan Cimanggung; Desa Sukarapih di Kecamatan Sukasari; Desa Pamulihan di Kecamatan Pamulihan; Desa Nagarawangi di Kecamatan Rancakalong; Desa Ganeas di Kecamatan Ganeas; Desa Linggajaya di Kecamatan Cisitu; Desa Situraja di Kecamatan Situraja; Desa Darmajaya di Kecamatan Darmaraja; Desa Tarikolot di Kecamatan Jatinunggal; Desa Cijeungjing di Kecamatan Jatigede; Desa Ujungjaya di Kecamatan Ujungjaya; Desa Buahdua di Kecamatan Buahdua; Desa Legok Kidul di Kecamatan Paseh ; Desa Surian di Kecamatan Surian;
II-21
Desa Jingkang di Kecamatan Tanjungmedar; Desa Cimalaka di Kecamatan Cimalaka; Desa Cisarua di Kecamatan Cisarua; dan Desa Cibugel di Kecamatan Cibugel. A-2 Peran pusat kegiatan sebagaimana meliputi: o PKL Perkotaan Sumedang sebagai pusat pemerintahan kabupaten, pusat bisnis regional, pusat jasa, pusat pendidikan menengah, jasa pariwisata danpertanian; o PPK Tanjungsari
sebagai
pusat
pemerintahan
kecamatan,
pusat
perdagangan lokal, pusat industri, pertanian, jasa pariwisata dan pusat pendidikan tinggi; o PPK Tanjungkerta sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian, peternakan, pariwisata, perkebunan, dan pusat perdagangan lokal; o PPK Conggeang sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian, peternakan, pariwisata, perkebunan, dan pusat perdagangan lokal; o PPK Wado sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pertanian, peternakan, dan pusat perdagangan lokal; o PPK Tomo sebagai pusat pemerintahan kecamatan, industri, pertanian, pusat perdagangan regional, dan pariwisata; dan o PPL
Hegarmanah,
Sindangpakuan,
Sukarapih,
Pamulihan,
Nagarawangi, Ganeas, Linggajaya, Situraja, Darmajaya, Tarikolot, Cijeungjing, Ujungjaya, Buahdua, Legok Kidul, Surian, Jingkang, Cimalaka, Cisarua, dan Cibugel sebagai pusat pemerintahan desa, pusat permukiman, pusat pengolahanpertanian, pusat koleksi dan distribusi, jasa dan pelayanan sosial ekonomi skala lingkungan. 2.4.3. Kawasan Lindung Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, terdapat 10 jenis kawasan lindung meliputi : o Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya. Hutan lindung, terletak di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH);
II-22
Kawasan berfungsi lindung di luar kawasan hutan; Kawasan resapan air terdiri dari Gunung Cakrabuana 560 ha, Gunung Tampomas 1.280,39 ha, Gunung Kareumbi 8.624,80 ha, Gunung Manglayang 1.800 ha. o Kawasan perlindungan setempat. Sempadan pantai; Sempadan sungai, meliputi 215 sungai yang terbagi dalam DAS Cimanuk (Sub-DAS Cimanuk 38 sungai, Sub-DAS Cipeles 85 sungai, Sub-DAS Cipelang 9 sungai, Sub-DAS Cilutung 5 sungai) dan DAS Citarum (SubDAS Citarik 18 sungai dan DAS Cipunagara Sub-DAS Cikandung 50 sungai); Kawasan sekitar danau / waduk, Waduk Jatigede; Kawasan sekitar mata air, terdapat 331 sumber mata air; Tanah timbul / Delta, di Tomo, Ujungjaya dan lainnya. o Kawasan suaka alam dan cagar budaya. Cagar Alam, Cagar Alam Gunung Jagat seluas 126,6 ha (SK Mentan tahun 1954); Suaka margasatwa; Suaka alam laut dan perairan; Kawasan hutan payau. o Kawasan pelestarian alam. Taman nasional; Taman hutan raya, Taman Hutan Raya Gunung Palasari dan Gunung Kunci 35,81 ha; Taman wisata alam, Taman Wisata Alam Gunung Tampomas 1.280,39 ha (SK Mentan Tahun 1979) Ha dan Gunung Lingga 1,20 ha. o Taman buru, Taman Buru Masigit Kareumbi (di Kabupaten Sumedang, Garut dan Sumedang) seluas 8.624,80 ha. o Kawasan perlindungan plasma nutfah, antara lain Ubi Cilembu, Talas Semir, Jeruk Cikoneng.
II-23
o Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan Cadas Pangeran, Desa Adat Rancakalong, o Museum Geusan Ulun, Makam Cut Nyak Dien, dan Makam Dayeuh Luhur. o Kawasan konservasi geologi, terdiri dari kawasan cagar alam geologi dan kawasan kars. o Kawasan rawan bencana alam Kawasan rawan bencana alam gunung berapi. Kawasan rawan gempa bumi, terdiri dari kawasan rawan gempa bumi dan kawasan rawan gerakan tanah seperti di Kawasan Cadas Pangeran, Paseh, Tomo, Ujungjaya, Wado, Jatinunggal, Jatigede, Situraja, Ganeas, Sumedang Selatan, Rancakalong, Pamulihan. Kawasan rawan banjir, seperti Ujungjaya, Tomo, Cimangung, Jatinangor. o Hutan Kota, antara lain taman hutan raya, taman hutan raya Gunung Palasari dan Gunung Kunci 35,81 ha.
2.4.4. Rencana Pemanfaatan Ruang Sumedang Rencana Pemanfaatan Ruang di Sumedang terdiri atas 2 pemanfaatan yaitu rencana pemanfaatan ruang kawasan lindung dan rencana pemanfaatan ruang kawasan budidaya. Untuk lebih jelasnya rencana pemanfaatan ruang di Sumedang dapat dilihat pada Tabel 2.9. Tabel 2.9. Rencana Pemanfaatan Wilayah Sumedang (Sumber: RTRW Sumedang 2009-2029, 2015) No A
Jenis Pemanfaatan
Luas (Ha)
Luas (%)
Lokasi
Hutan Suaka Alam dan Perlindungan Alam Cagar Alam Gunung Jagat TWA Gunung Tampomas Tahura (Taman Hutan Rakyat) Gunung Palasari Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi
126,70
0,08
1.250
0,80
35,81
0,02
Jatinungal Jatigede Cimalaka, Conggeang, dan Buahdua Sumedang Selatan Cimanggung, Pamulihan,
12.300,42
7,89
Sumedang Selata, Situraja, Darmaraja, Cibugel
II-24
No
Jenis Pemanfaatan Hutan Lindung
Luas (Ha)
Luas (%)
24.588,68
15,77 %
Lokasi terdapat di semua kecamatan Kecamatan Cisitu,
Areal Genangan
3.330,21
2,14
Darmaraja, Wado, Jatinunggal, Jatigede,dan Surian
Jumlah B
41.631,82
26,71
Kawasan Budidaya dengan fungsi Perlingdungan Paseh, Cisitu’ Tanjungkerta, Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Tanjungmedar, Darmaraja, 15.825,49
10,15
Cibugel, Surian, Jatigede, Tomo, Ujungjaya, Conggeang, Buahdua Sumedang Selatan, Ganeas, Cimalaka, Tanjungkerta,
Kawasan Hutan Produksi Tetap
11.203,96
7,19
Tanjungmedar, Cisitu, Darmaraja, Cibugel, Wado Jatigede, Tomo, Conggeang, Buahdua dan Surian. Perkebunan Besar : Pamulihan, Sumedang
Kawasan Perkebunan
20.635,16
13,24
Selatan, Tanjungkerta, Buahdua.Perkebunan Rkyat di seluruh Kecamatan
Kawasan Pertanian Lahan
17.892,80
11,48
Seluruh Kecamatan
28.041,85
17,99
Seluruh Kecamatan
Kawasan permukiman
18.866,92
12,10
Seluruh Kecamatan
Kawasan Industri
1.773,98
1,14
Jumlah
114.240,16
73,29
Kering Kawasan Budidaya Kawasan Pertanian Lahan Basah
II-25
Jatinangor, Cimanggung dan Ujungjaya
2.4.5. Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Rencana Induk dan Rencana Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum merupakan jawaban bagi dasar pengembangan air minum suatu wilayah. Diharapkan, dengan adanya Rencana Induk Air Minum, dapat menjadi dasar tersusunnya suatu program pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum wilayah yang berkelanjutan (sustainable) dan terarah. Selain itu dengan adanya rencana teknis pengembangan SPAM yang memenuhi syarat peraturan berlaku (Permen PU No. 18/2007), maka pengembangan SPAM di suatu lokasi/ kawasan akan mendukung keberfungsian dan keberlanjutan yang sistematis. Berdasarkan uraian di atas maka sudah selayaknya Kabupaten Sumedang memiliki Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum sebagai panduan dasar bagi penyediaan air baku air minum, rencana pengembangan mata air potensial, regulasi, kelembagaan dan rencana investasi perkawasan pengembangan. Maksud dari Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM) Kabupaten Sumedang adalah merencanakan pengembangan SPAM secara umum, baik sistem dengan jaringan perpipaan maupun bukan jaringan perpipaan serta menjadi pedoman bagi penyelenggara dan Pemerintah Kabupaten/ Kota dalam mengembangkan SPAM di daerah masing-masing. Tujuan dari RISPAM Kab. Sumedang ini yaitu menghasilkan dokumen rencana induk pengembangan SPAM, yang dapat menjadi pedoman pengembangan SPAM di Kabupaten Sumedang hingga tahun 2030. Di Kabupaten Sumedang terdapat beberapa wilayah yang dalam penyediaan air bersihnya direncanakan menggunakan sistem regional dimana sistem pelayanan yang ada di wilayah tersebut merupakan satu kesatuan dengan sistem pelayanan di daerah lain di luar Kabupaten Sumedang. Adapun yang termasuk ke dalam sistem pelayanan air bersih regional antara lain adalah:
Kecamatan Jatinangor (Sistem Regional Metropolitan Bandung)
Kecamatan Cimanggung (Sistem Regional Metropolitan Bandung)
Kecamatan Tomo (Sistem Regional Jatigede)
Kecamatan Ujungjaya (Sistem Regional Jatigede)
Kecamatan Jatigede (Sistem Regional Jatigede)
II-26
Sistem Regional Metropolitan Bandung merupakan sistem penyediaan air bersih yang sumber airnya berasal dari Waduk Saguling, dan wilayah pelayanannya meliputi beberapa kabupaten/kota seperti Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, dan Kota Bandung. Sedangkan Sistem Regional Jatigede merupakan sistem penyediaan air bersih yang sumber airnya berasal dari Waduk Jatigede, dan wilayah pelayanannya meliputi Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon.
Pada Gambar 2.3. merupakan skema sistem pelayanan regional
Jatinangor-Cimanggung. Dan pada Gambar 2.4. merupakan skema sistem pelayanan regional Jatigede.
RESEVOIR TANGJUNGANSARI SUNGAI GOA WALET SUKASARI E : 55 lpd
Sungai Cikeruh
Sungai Cipasir
RU : 100 lpd
PERKOTAAN JATINANGOR Q kebutuhan : 220,88 lpd
PERKOTAAN CIMANGGUNG Q kebutuhan : 210 lpd
RU : 100 lpd RU : 100 lpd
SUNGAI CIGONDOK
SISTEM REGIONAL JATINANGOR-CIMANGGUNG Gambar 2.3. Skema Pelayanan Air Bersih Sistem Regional JatinangorCimanggung (Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Sumedang, 2015)
II-27
KOTA CIREBON 4 KECAMATAN Q Kebutuhan : 250 lpd
KABUPATEN CIREBON 23 KECAMATAN Q Kebutuhan : 1200 lpd
RU : 250 lpd
KABUPATEN INDRAMAYU 21 KECAMATAN Q Kebutuhan : 1100 lpd
RU : 1200 lpd
SISTEM REGIONAL JATIGEDE
RU : 1100 lpd
RU : 50 lpd
IKK JATIGEDE Q kebutuhan : 36,0 lpd
IKK WADO Q kebutuhan : 49,52 lpd
RU : 500 lpd
KABUPATEN MAJALENGKA 9 KECAMATAN Q Kebutuhan : 500 lpd
RU : 350 lpd
IKK TOMO Q kebutuhan : 40,94 lpd
IKK UJUNGJAYA Q kebutuhan : 350 lpd
IKK DARMARAJA Q kebutuhan : 52,68 lpd
RU : 40 lpd E : 16 lpd
E : 11 lpd
PERPIPAAN PERDESAAN
E : 15 lpd
MA CIORAY GEDE
S. CIMANUK
Gambar 2.4. Skema Pelayanan Air Bersih Sistem Regional Jatigede (Sumber: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Sumedang, 2015)
2.5.
Kependudukan Jumlah penduduk di Kabupaten Sumedang dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tahun 2013 mencatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Sumedang sebanyak 1.307.648 dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) sebesar 1,92% Data penduduk dan LPP Kabupaten Sumedang per kecamatan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.10, dengan grafik pertumbuhan penduduk yang dapat diamati pada Gambar 2.5. Untuk rekap data mengenai jumlah penduduk Kabupaten Sumedang per kecamatan tahun 2005-2015 dapat dilihat pada Lampiran II.1. 1400000 1200000
Jiwa
1000000 800000 600000 400000 200000 0 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Tahun
Gambar 2.5. Grafik Pertumbuhan Penduduk Sumedang Tahun 2005-2015 (Sumber: Statistik Daerah Kabupaten Sumedang, 2015)
II-28
Tabel 2.10. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Kabupaten Sumedang Tahun 2012-2013 (Sumber: Profil Kabupaten Sumedang, 2014) No
Kecamatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Jatinangor Cimanggung Tanjungsari Sukasari Pamulihan Rancakalong Sumedang Selatan Sumedang Utara Ganeas Situraja Cisitu Darmaraja Cibugel Wado Jatinunggal Jatigede Tomo Ujungjaya Conggeang Paseh Cimalaka Cisarua Tanjungkerta Tanjungmedar Buahdua Surian Jumlah
Jumlah Penduduk 2012 98.035 107.760 85.663 38.478 67.826 44.673 92.529 101.533 27.097 43.631 30.798 45.106 26.066 55.966 46.539 27.035 27.035 36.250 33.205 40.500 67.312 22.426 39.122 28.494 37.069 12.507 1.282.988
II-29
2013 101.786 109.927 87.846 39.114 69.520 45.480 93.857 103.930 27.610 44.282 31.419 45.708 26.575 56.786 47.680 27.781 27.450 36.521 33.898 41.127 67.658 22.760 39.619 28.968 37.557 12.789 1.307.648
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 3,83 2,01 2,55 1,65 2,50 1,81 1,44 2,36 1,89 1,49 2,02 1,33 1,95 1,47 2,45 1,51 1,54 0,75 2,09 1,55 0,51 1,49 1,27 1,66 1,32 2,25 1,92
BAB III KONDISI EKSISTING SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Kabupaten Sumedang terletak di bagian timur Ibu Kota Propinsi Jawa Barat, yang dilalui oleh jaringan jalan regional dengan fungsi arteri primer yang menghubungkan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cirebon. Kabupaten Sumedang merupakan daerah berbukit yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut, selain itu pula Kabupaten Sumedang merupakan termasuk kategori daerah rawan air bersih. Dengan kapasitas 261 liter/detik yang diproduksi PDAM Kabupaten Sumedang dirasakan sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Hasil kajian yang pernah dilakukan, dengan kapasitas sebesar 261 liter/detik sebetulnya hanya mampu untuk melayani kebutuhan penduduk sebanyak 46.080 orang, padahal jumlah pelanggan yang tercatat sampai tahun 2009, sudah mencapai 25.505 SL, atau yang telah dilayani sebanyak ± 130.465 Jiwa. Dari data Sambungan Langsung di atas tersebut, PDAM Kabupaten Sumedang sebagai penyelenggara Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) baru dapat melayani penduduk keseluruhan yang ada di Kabupaten Sumedang sebesar ± 13.08% saja dan baru 17 Kecamatan yang dapat dilayani oleh PDAM Sumedang. Dari seluruh pelanggan tersebut sekitar 60% saja yang dapat menerima air selama 24 jam sedangkan sisanya dilakukan secara bergiliran, bahkan pada kondisi musim kemarau panjang ada yang tidak dapat dilayani melalui jaringan pipa sehingga harus disuplai dengan menggunakan tangki air. Dengan adanya kondisi tersebut diatas terlihat bahwa kinerja pelayanan air bersih PDAM Sumedang belum optimal. Kita sadari betul bahwa air adalah merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mutlak dari semua mahluk hidup, karena tanpa air apapun di dunia ini akan mati. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dinyatakan bahwa air bersih adalah merupakan tuntukan dalam kehidupan.
III-1
Perlu kita amati bahwa masyarakat mulai dari lapisan bawah sampai pada lapisan atas ingin mendapatkan pelayanan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan serta terjamin kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya. Berpangkal dari hal tersebut diatas, maka PDAM Kabupaten Sumedang selaku penyelenggara penyediaan pelayanan air bersih harus dapat melaksanakan pelayanan air bersih kepada masyarakat sesuai dengan tuntutan peraturan pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
3.1.
Kondisi Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam
pemenuhan kebutuhan hidupnya seperti minum/memasak, mandi, mencuci dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih tersebut, penduduk Kabupaten Sumedang dalam memanfaatkan air bersih, diperoleh dari mata air, air tanah (sumur) dan air permukaan dengan sistem pengelolaan air perdesaan, sementara sistem air bersih perpipaan masih terbatas di perkotaan yang dipasok oleh PDAM. Pada Tabel 3.1. diterangkan informasi mengenai kondisi pelayanan air bersih di Kabupaten Sumedang.
III-2
Tabel 3.1. Kondisi Pelayanan Air Bersih di Kabupaten Sumedang (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Sumedang, 2015)
Keterangan:
- PDAM: Perusahaan Daerah Air Minum - PAMSIMAS: Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat - DAK: Dana Alokasi Khusus - APB: Anggaran Perencanaan Pembangunan - PNPM: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Dari jumlah penduduk Kab. Sumedang (1.188.485 Jiwa) baru 340.049 Jiwa atau sekitar 28.61% yang mendapat pelayanan air bersih. Sehingga Penduduk yang belum terlayani 848.436 atau 71.39%. Untuk visualisasi kondisi eksisting, diagram capaian layanan air minum di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Gambar 3.1.
III-3
PNPM 28,198 2% DAK + ABP 66,454 6% Belum Terlayani (jiwa) 848,436 71%
PAMSIMAS 89,960 8% PDAM 155,437 13%
Gambar 3.1. Diagram Capaian Layanan Air Minum di Sumedang (Sumber: BAPPEDA Kabupaten Sumedang, 2015)
3.1.1. Penyediaan Air Bersih PDAM PDAM Kabupaten Sumedang baru dapat melayani penduduk sebesar 13 % saja (+ 155.437 jiwa) dengan jumlah Sambungan Langganan 27.471 SL dan baru 12 kecamatan yang dapat dilayani.
3.1.2. Jumlah Pelanggan PDAM Kinerja pelayanan PDAM Tirta Medal Kabupaten Sumedang sampai dengan akhir tahun 2014 untuk sambungan langganan dan kran umum (SL dan KU) tercatat sebesar ± 27.471 SL. Untuk lebih lengkapnya dapat diamati pada Tabel 3.2. Sementara informasi menengai jumlah air terjual, jumlah pelanggan dan rasio pemakaian/pelanggan tahun 2014 dapat diamati lebih lengkap pada Lampiran III.7.
III-4
Tabel 3.2. Jumlah Sambungan Langsung (SL) PDAM Labupaten Sumedang (Sumber: PDAM Kabupaten Sumedang, 2015)
3.1.3. Daerah Pelayanan Wilayah Kabupaten Sumedang yang terdiri dari 26 Kecamatan, 279 Desa dan 7 kelurahan yang berindak sebagai penyelenggara sistem penyediaan air bersih (SPAB) yang ada di wilayah administrasi Kabupten Sumedang adalah PDAM. PDAM sampai dengan saat ini baru dapat melayani sistem penyediaan air bersih (SPAB) untuk Kabupaten Sumedang sebanyak 12 Kecamatan dari 26 Kecamatan yang ada di wilayah administrasi Kabupaten Sumedang. Untuk informasi lebih lengkapnya dapat diamati pada cakupan pelayanan PDAM Kabupaten Sumedang pada Lampiran III.1.
3.1.4. Unit Air Baku Untuk 12 kecamatan yang dilayani oleh PDAM Kabupaten Sumedang, masing-masing sumber air baku yang melayani kecamatan tersebut diambil dari sumber air yang terdapat pada kecamatan tersebut seperti yang dapat diamati pada Tabel 3.3.
III-5
Tabel 3.3. Sumber Air Baku yang Digunakan PDAM Kabupaten Sumedang (Sumber: PDAM Kabupaten Sumedang, 2015)
3
Cabang (Unit) Sumedang Utara Sumedang Selatan Situraja
4
Darmaraja
Mata Air
5
Cimalaka
Sumur Dalam
6
Tanjungkerta
7
Paseh
Sumur Dalam
8
Tanjungsari
Air Permukaan
9
Jatinangor
Air Permukaan
10 11
Tomo Ujungjaya
Mata Air Mata Air
12
Wado
No 1 2
Air Baku
Lokasi Sumber Air Baku
Debit Sumber Air Baku (L/dt)
Mata Air
Cipanteuneun
120,00
Mata Air
Cipongkor
40,00
Mata Air
Cicaneang Cikukulu Cipaniis Citimun Sukatani Cibuntu Nagrak I Bongkok II Goa Walet Cigendel Cigendel Gua Walet Sumur Bor Cioray Gede Cioray Gede Cimanuk/Cikareo Citamba
148,50 2,30 0,50 10,00 7,00 1,50 0,50 18,00 70,00 40,00 4,50 110,00
Mata Air
Air Permukaan JUMLAH
-
35,00 37,00 12,00 4,00 620,80
3.1.5. Unit Produksi PDAM Kabupaten Sumedang sampai dengan saat ini memiliki 12 unit pengolahan air bersih untuk memenuhi kebutuhan air bersih perpipaan masyarakat Kabupaten Sumedang. Mengenai data produksi air bersih dan sistem pengolahan air bersih PDAM Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran III.2.
III-6
3.1.6. Kinerja Instalasi Air PDAM Tirta Medal PDAM Kabupaten Sumedang selaku penyelenggara dalam sistem penyediaan air bersih (SPAB) untuk wilayah Kabupaten Sumedang terlihat belum optimal dalam memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Sumedang. Hal ini ditunjukkan oleh data kinerja instalasi pengolahan air PDAM Tirta Medal pada Lampiran III.3. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kinerja Instalasi Pengolahan Air Bersih yang dikelola oleh PDAM Tirta Medal belum maksimal, dimana kebocoran masih tinggi dan belum dimaksimalkannya pemanfaatan sumber air bersih yang ada di daerah pelayanan.
3.1.7. Permasalahan SPAM Setiap Unit Kerja PDAM Saat perjalanan air dari instalasi pengolahan air bersih menuju konsumen tak lepas dari hilanganya air. Kehilangan air secara teknis pada pipa distribusi dapat disebabkan karena umur pipa yang sudah tua, sehingga tidak mampu lagi menahan tekanan. Selain itu banyak pula water meter pelanggan yang rusak, sehingga air yang telah didistribusikan tidak tercatat. Hilangnya air juga dapat disebabkan untuk operasional di lingkungan Instalasi pengolahan air bersihnya tersebut, seperti untuk back wash, operasional kantor dan aktivitas untuk menunjang keberadaan instalasi tersebut. Informasi lengkap mengenai kebocoran dan kehilangan air PDAM Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran III.4. Terdapat juga analisis SPAM perpipaan Kabupaten Sumedang yang menerangkan mengenai sistem pelayanan eksisting dan usulan sumber air untuk pengembangan, dapat diamati pada Lampiran III.8.
3.2.
Penyediaan Air Bersih Non PDAM Dalam pemenuhan kebutuhan air bersih untuk menunjang kesehariannya,
masyarakat Kabupaten Sumedang yang belum terlayani air bersih dari PDAM Tita Medal memanfaatkan sumber-sumber air yang ada baik itu penyalurannya dilakukan dengan perpipaan ataupun tanpa perpipaan seperti, sumur gali, sumur bor, ataupun sumur pompa.
III-7
3.2.1. Daerah Yang Terlayani Sistem Non PDAM Sampai dengan saat ini tercatat bahwa pelayanan air bersih perpipaan perdesaan yang sudah dilayani melalui program-program penyediaan air bersih baik dari pemerintah pusat ataupun daerah yang tersebar luas di Kabupaten Sumedang sebesar 184.612 jiwa. Nilai tersebut baru sekitar 15,53%. Desa-desa yang dilayani PAMSIMAS di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 3.4. Selain dari pelayanan air bersih yang dilakukan oleh masyarakat sendiri, ada pula program berbasis masyarakat yang telah melayani penyediaan air bersih di Kabupaten Sumedang, bernama Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS). Program PAMSIMAS merupakan salah satu program dan aksi nyata pemerintah (pusat dan daerah) dengan dukungan Bank Dunia, yang bertujuan meningkatkan penyediaan air bersih, sanitasi, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam menurunkan angka penyakit diare dan penyakit lain yang ditularkan melalui air dan lingkungan. Tabel 3.4. Desa yang Dilayani PAMSIMAS di Kabupaten Sumedang (Sumber: Dinas PU Bidang Cipta Karya Kabupaten Sumedang, 2014) No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
1
Situraja
Bangbayang
2
Ganeas
Sukawening
3
Cimanggung
Sindulang
4
Surian
Surian
5
Buahdua
Ciawitali
6
Rancakalong
Cibunar
7
Cisitu
Pajagan
8
Jatinunggal
Cipeundey
9
Wado
Cimungkal
10
Paseh
Legok kaler
11
Cisarua
Ciuyah
12
Situraja
Situraja Utara
13
Pamulihan
Pamulihan
14
Sukasari
Sindangsari
15
Tanjungsari
Raharja
III-8
3.2.2. Sumber Air Baku Untuk kecamatan-kecamatan yang tidak dilayani oleh PDAM, masingmasing sumber air baku yang melayani kecamatan tersebut diambil dari sumber air yang terdapat pada kecamatan tersebut. Secara rinci wilayah cakupan pelayanan air perpipaan pedesaan di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran III.5.
3.2.3. Daerah Yang Belum Terlayani Untuk
kecamatan-kecamatan
yang
belum
dilayani
oleh
PDAM,
PAMSIMAS ataupun non perpipaan perinciannya dapat dilihat pada Tabel 3.5. Dan sebagai visualisasi dari daerah yang belum terlayani dapat diamati pada Lampiran I.7. Tabel 3.5. Wilayah Belum Terlayani Air Bersih (Sumber: Dinas PU Bidang Cipta Karya Kabupaten Sumedang, 2014) No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
1
Sukasari
Desa Sukasari
2
Rancakalong
Desa Sukahaji
3
Sumedang Utara
Kelurahan Situ
4
Ganeas
Desa Sukawening
5
Cisarua
Desa Kebon Kalapa
6
Wado
Desa Wado Desa Sukamenak
7
Darmaraja
Desa Leuwi Hideung Desa Sukaratu Desa Linggajaya
8
Cisitu
Desa Sunda Mekar Desa Cikadu Desa Bonang
9
Tomo
Desa Tomo Desa Bugel
III-9
3.2.4. Daerah Rawan Air Kabupaten Sumedang terdiri dari 26 kecamatan dan 179 Desa/Kelurahan. Dari total 179 desa tersebut, sebanyak 25 desa berada dalam kondisi rawan air sepanjang tahun yakni belum tersedianya air bersih sama sekali dan 143 desa dalam kondisi rawan per enam bulan yakni pada saat musim kemarau tidak tersedia air bersih sama sekali (rawan air bersih). Tetapi untuk daerah rawan air bersih ini saat musim penghujan masyarakatnya masih dapat menerima air bersih. Untuk daerah penyebaran daerah rawan air ini dapat dilihat pada Lampiran III.6. dan Lampiran I.7.
III-10
BAB IV POTENSI AIR BAKU WILAYAH STUDI
Potensi sumber daya air menunjukkan besarnya ketersediaan air yang bisa digunakan di wilayah dalam kurun waktu tertentu. Meski secara hidrolis air bersifat tetap, tetapi tekanan yang dialami oleh sumber-sumber air seiring dengan perkembangan wilayah yang tanpa disertai konservasi sumber-sumber air, menyebabkan persediaannya menurun. Degradasi sumber-sumber air ini perlu diwaspadai untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis air dimasa mendatang. Sumber air di daerah penelitian yang terbagi menjadi air permukaan (termasuk sumber air bersih PDAM) dan air tanah (yang dikonsumsi masyarakat). Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak untuk itu perlu dikelola secara baik dan dimanfaatkan secara efisien, adil dan berkelanjutan. Di Kabupaten Sumedang terdapat banyak sumber daya air yang bisa dijadikan sebagai bahan baku untuk penyediaan air minum dengan kondisi kualitas dan kuantitas yang berbeda. Pada bab ini akan diuraikan beberapa sumber air permukaan yang diperkirakan masih dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai sumber air baku. Dalam sistem penyediaan air bersih, sumber air baku merupakan faktor utama yang paling menentukan. Ketersediaan sumber air baku dapat menentukan kemampuan pelayanan dan juga dapat menentukan harga jual air. Apabila sumber air bakunya mencukupi, maka cakupan pelayanan akan tinggi dan sebaliknya apabila sumber air bakunya kurang maka cakupan pelayanannya terbatas. Sedangkan letak (jarak) sumber air, jenis sumber air dan kualitas sumber air akan berhubungan langsung dengan investasi dan biaya operasi. Apabila letak sumber air jauh dari pelayanan dan kualitasnya jelek, maka biaya investasi dan biaya operasi akan tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap harga jual air terhadap masyarakat. Oleh karena itu dalam memilih sumber air baku selain kecukupan debit sumber, faktor jarak, jenis dan kualitas air merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan juga.
IV-1
Potensi Sumber Daya Air di Sumedang didapatkan berasal dari air permukaan, air tanah dan mata air. 1. Air Permukaan Air permukaan di Wilayah Sumedang hanya berupa sungai. Sungai berfungsi mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Sungai-sungai besar yang banyak dimanfaatkan airnya adalah Sungai Cipeles, Sungai Cirajang, Sungai Cipunegara, dan Sungai Cisugan. Hulunya di daerah pegunungan antara lain Gunung Tampomas, Gunung Pangarang, dan Gunung Calangcang. 2. Air Tanah Secara umum keberadaan air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya curah hujan, luas daerah peresapan, sifat kelulusan bahan permukaan, lapisan batuan serta morfologi suatu wilayah. Tipe air tanah terbagi dalam 2 kategori yakni air tanah bebas dan air tanah tertekan. a.
Air tanah bebas: sering disebut dengan air tanah dangkal, karena air dapat diperoleh pada kedalaman antara 1 – 20 meter. Pada daerah dataran umumnya kedalaman pencapaian air lebih dangkal yakni < 3 meter dan di daerah perbukitan, muka air tanah mencapai > 3 meter dari permukaan tanah seperti di daerah Tanjungsari yang mencapai 20 meter, dan di sekitar Paseh muka air tanah mencapai 4-10 meter dan air tanah terdapat pada ronggarongga endapan lahar dan breksi.
b.
Air tanah tertekan: terdapat dalam lapisan yang terletak antara dua lapisan batuan kedap air. Air tanah tertekan jarang dijumpai di Wilayah Sumedang. Secara hidrogeologi potensi air tanah suatu wilayah ditentukan dengan keberadaan cekungan air tanah. Cekungan air tanah yang ada di Sumedang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Cekungan air tanah Sukamantri, Cekungan air tanah Sumedang, dan Cekungan air tanah Selawi – Sadawangi. 1) Cekungan air tanah Sukamantri Tatanan cekungan air tanah Sukamantri merupakan wilayah kaki bukit Gunung Tampomas, dimana batas utara daerah Sukaratu, batas selatannya adalah Mandalaherang dan batas Timur adalah daerah Narimbang. Cekungan air tanah Sukamantri diperkirakan memiliki IV-2
jumlah aliran air tanah bebas sebesar 98 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 13 juta m3/tahun. 2) Cekungan Air Tanah Sumedang Wilayah cekungan air tanah Sumedang tersebar luas meliputi wilayah Sumedang Kota dengan batas barat adalah Tanjungsari, batas utara adalah Cimalaka, batas selatan adalah kaki Gunung Calangcang dan batas timur adalah Situraja dan Kalanganyar. Cekungan air tanah Sumedang diperkirakan memiliki jumlah aliran air tanah bebas sebesar 519 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 28 juta m3/tahun. 3) Cekungan Air Tanah Selaawi Sadawangi Wilayah cekungan air tanah ini tersebar di bagian selatan Sumedang yang berbatasan dengan Garut mencakup wilayah Cigudeg dan Wado. Cekungan air tanah Selaawi Sadawangi diperkirakan memiliki jumlah aliran air tanah bebas sebesar 415 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 30 juta m3/tahun. 3. Mata Air a.
Penduduk Sumedang dalam memenuhi kebutuhan air disamping didapat dari sumber air pemukaan juga memanfaatkan keberadaan mata air yang tersebar diwilayah ini. Debit dari mata air ini bervariasi untuk tiap mata airnya, mata air yang memiliki debit tinggi bertururut-turut Desa Haurkuning Mata Air Cicaneang (500 lt/dt), Desa Genteng mata air Gua Walet (400 lt/dt) di Kecamatan Sukasari; Desa Cipamekar mata air Sirah Cipelang (340 lt/dt) di Kecamatan Tanjungkerta; Desa Narimbang mata air Cilanda (320 lt/dt) di Kecamatan Congeang; Desa Cilangkap mata air Cigirang ( 280 lt/dt), Desa Hariang mata air Sirah Cilembang (260 lt/dt) di Kecamatan Buahdua.
b. Untuk jelasnya sebaran mata air di Sumedang dan yang dimanfaatkan sebagai sumber air bagi kepentingan penduduk, baik untuk wilayah perkotaan yang dikelola PDAM maupun masyarakat dapat dilihat pada Lampiran I.15.
IV-3
4.1.
Potensi Air Permukaan Air permukaan di wilayah Kabupaten Sumedang hanya berupa sungai.
Sungai berfungsi mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Dengan membandingkan curah hujan rata-rata dengan volume air sungai, diperkirakan sebagaian besar curah air hujan meresap ke dalam tanah dan sisanya mengalir sebagai air permukaan. Sungai-sungai besar yang banyak dimanfaatkan airnya adalah Sungai Cipeles, Sungai Ciranjang, Sungai Cipunagara, dan Sungai Cisugan. Hulunya di daerah pegunungan antara lain Gunung Tampomas, Gunung Pangarang, dan Gunung Calangcang. Debit dan tingkat jaringan sungai-sungai di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran IV.1. Dari beberapa DAS seperti pada tabel di atas, DAS yang dimanfaatkan oleh PDAM Kabupaten Sumedang hingga saat ini adalah: o Sungai Cimanuk – Wado (kapasitas terpasang 20 L/dt); o Sungai Cigendel – Gudang (kapasitas terpasang 40 L/dt); o Sungai Goa Walet – Tanjungsari (kapasitas terpasang 67,5 L/dt); o Sungai Citekin – Pasanggrahan (kapasitas terpasang 100 L/dt). Berdasarkan hasil survey dan analisa terhadap data dari PSDA Kabupaten Sumedang, terdapat 13 daerah irigasi yang dilayani oleh 11 sungai, beberapa sungai yang saat ini digunakan untuk irigasi. Pada bulan-bulan tertentu, sungai-sungai ini mempunyai kelebihan air yang tidak dimanfaatkan untuk irigasi dan dapat digunakan sebagai air baku untuk air bersih. Analisis pemakaian beberapa sungai di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada analisis pemakaian ini, untuk sungai yang debitnya masih mencukupi dan masih tersisa cukup banyak setelah digunakan untuk irigasi mungkin dapat digunakan lagi untuk SPAB. Selain itu, dari hasil inventarisasi terhadap beberapa sumber air yang ada, diperoleh informasi pemanfaatan sumber air tersebut. Infomasi selengkapnya dapat diihat pada Tabel 4.2. Sedangkan lokasi sumber air tersebut dapat dilihat pada Lampiran I.14.
IV-4
Tabel 4.1. Pemakaian Air di Beberapa Sungai (Sumber: Masterplan Air Bersih Kabupaten Sumedang, 2010) No
Kecamatan
1
Cimalaka
2
Sungai
Daerah Irigasi
Bendungan
Debit Min.
Debit (lpd) Debit Terpakai
Debit Sisa
307,01
477,54
-170,53
183
120,96
62,04
Conggeang
Cibeureum MA Sirah Cipelang
Cibeureum Sirah Cipelang
Cibeureum Sirah Cipelang
3
Pamulihan
Cisugan
Nagrog
Nagrog
214
187,89
26,11
4
Situraja
Cicapar
Sukarale
Sukarale
174
407,93
-233,93
Cihonje
Paniis
Paniis
89
307,36
-218,36
5
Sumedang Selatan
Cipeles
Burujul
Burujul
2072
522
1550
Cileuleuy
Margacinta
Margacinta
475
139
336
Cikandung
Cikalong
Cikalong
175
213,8
-38,8
Kelenteng
Kelenteng
193
529,13
-336,13
Ciborolong
Ciborolong
85
157,13
-72,13
Lewi Istri
Lewi Istri
79
181,92
-102,92
6
Tanjungkerta
Ciranjang 7
Tomo
Cipelang
Ujungjaya
Ujungjaya
10
859,05
-849,05
8
Wado
Cialing
Cialing I
Cialing I
78
525,46
-447,46
Selain sungai, terdapat juga waduk/ bendung Jatigede yang dimanfaatkan untuk pengairan sawah, tambak, sumber air bersih dan pembangkit tenaga listrik. Bendungan Jatigede akan dimanfaatkan untuk sumber air baku air minum pada SPAM Regional Cirebon Raya yaitu sebesar 3.500 L/dt, dimana pemanfaatan sumber air baku sesuai dengan pembagian yang telah disepakati bersama dan untuk wilayah Kabupaten Sumedang sumber air yang bisa dimanfaatkan adalah sebesar 350 L/dt.
4.2.
Potensi Air Tanah Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Pasal 1 angka 1,
cekungan air tanah diartikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. Berdasarkan Peta Cekungan Air Tanah yang diterbitkan oleh Direktorat Gelogi Tata Lingkungan dan Pertambangan-Departemen Energi Dana Sumber Daya Mineral di wilayah Kabupaten Sumedang terdapat 2 Cekungan Air Tanah, yaitu:
IV-5
1) Cekungan Air Tanah Sukamantri: Cekungan ini tersebar di wilayah bagian utara G. Tampomas meliputi sebagian wilayah Kecamatan: Tanjungkerta, Buah Dua dan Conggeang. Besarnya recharge air tanah pada lapisan air tanah bebas (dangkal) adalah 98 juta m3/tahun, sedangkan air tanah dalam (tertekan) sebesar 13 juta m3/tahun. 2) Cekungan Air Tanah Sumedang: Cekungan ini tersebar di bagian selatan Kabupaten Sumedang meliputi sebagian wilayah Kecamatan: Tanjungsari, Sumedang Utara, Rancakalong, Cimalaka, Paseh, Situraja dan Darmaraja. Serta seluruh wilayah Kecamatan: Cikeruh, Sumedang Selatan, dan Cimanggung. Kecamatan Ujungjaya dan Kecamatan Tomo tidak terletak pada pada wilayah cekungan air tanah, oleh karena itu potensi mata air pada wilayah ini tergolong kecil. Wilayah Ujung Jaya dan Tomo menjadi wilayah yang kedepannya harus menjadi prioritas untuk mendapatkan layanan sumber air baku. Dengan mempertimbangkan bahwa mata air adalah air tanah yang muncul ke permukaan
maka
Peta
Cekungan
Air
Tanah
dapat
digunakan
untuk
mengindentifikasi wilayah wilayah potensial ataupun wilayah yang tidak potensial pemunculan mata air, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1.
IV-6
Gambar 4.1. Peta Cekungan Air Tanah Sumedang dan Sekitarnya (Sumber: Direktorat Gelogi Tata Lingkungan dan Pertambangan-Departemen Energi Dana Sumber Daya Mineral, 2004)
4.3.
Kualitas Mata Air Kualitas air perlu diketahui untuk dapat memperkirakan jenis instalasi yang
diperlukan untuk mengolah air agar siap digunakan. Kualitas ini diperoleh dengan melakukan pemeriksaan di laboratorium terhadap air dari sumber yang diperoleh di lapangan. Sampel air yang diperiksa merupakan sampel beberapa mata air yang mempunyai potensi untuk dikembangkan. Debit dan tingkat jaringan mata air di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran IV.2. Sebaran Potensi Mata Air di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.15.
IV-7
4.4.
Neraca Air Perhitungan neraca air merupakan penjumlahan dan pengurangan antara
sumber ketersediaan air (supply) dan jenis kebutuhan air (demand) pada titik pengeluaran (outlet) yang merupakan pusat pengambilan atau tempat sumber air. Komparasi antara kebutuhan air dan tingkat kebutuhan serta ketersediaan kapasitas sumber mata air di Kabupaten Sumedang sebagaimana ditunjukkan oleh Tabel 4.2. Tabel 4.2. Pemakaian Sumber Air Baku (Water Balance) (Sumber: Masterplan Air Bersih Kabupaten Sumedang, 2010)
1
Mata Air Goa Walet
400
325
75
Jarak Ke Permukiman Terdekat (m) 300
2
Sungai Cigondok
171
100
50
750
796,838
3 4 5 6 7 8
Sungai Cikeruh Sungai Cisumengka Sungai Cigendel Cipeles Sungai Cileuleuy Mata Air Cipanteuneun Mata Air Cipongkor
66,3 58,8 100 100 120 40
21,3 10,8 15 40 42 10
45 40 85 60 100 30
500 1000 625 1000 500 500
1052,709 890,100 904,496 505,537 596,233 890,100
9
Sungai Cipeles (Burujul)
2072
522
1550
625
621,328
180
80
100
750
316,642
10 97,5 344,75 72 180
35 295 42 80
10 62,5 50 30 100
1250 875 625 875 750
523,218 487,827 379,421 691,088 813,045
No
Sumber Air
Debit ( Lps )
Pemakaian (Lps)
Sisa (Lps)
Elevasi Sumber
Jenis Pemakaian
1377,927
Masyarakat Masyarakat, irigasi Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat, irigasi
11 12 13 14 15
Mata Air Sirah Cikandung Mata Air Lengkong Sungai Cigunung Sungai Cicaneang Sungai Cipeles ( Paseh ) Mata Air Ciputrawangi
16
Waduk Jatigede
6000
5000
1000
1000
483,632
17 18 19 20
Sungai Cimanuk Cikareo Sungai Cipicung Cibugel Mata Air Cilengkong Sungai Cigunung
270,4 285 10 97,5
100,4 185 37,5
170 100 10 60
750 375 750 875
379,421 691,088 813,045 483,632
21
Sedawarna
50
30
20
650
77,076
280
50
230
1000
271,019
Masyarakat
140
40
100
1000
433,628
Masyarakat
51,6
21,6
30
875
456,476
Masyarakat
10
22 23 24
Mata Air Sirah Cilembang Mata Air Cigirang Bojongloa Sungai Ciranjang
IV-8
Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat PLTA, irigasi, SPAM lain Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat, irigasi
4.5.
Alternatif Sumber Air Baku Berdasarkan sub-bab sebelumnya mengenai neraca air, maka sumber-
sumber di atas masih memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai sumber baku air minum. Sedangkan untuk mata air, berdasarkan debitnya mata air yang dapat digunakan adalah mata air dengan debit > 5 lpd. Daftar mata air yang memenuhi kriteria ini dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Sumber Mata Air (Sumber: Masterplan Air Bersih Kabupaten Sumedang, 2010) No
Nama Sumber Air
Lokasi Desa
Kecamatan
Q (L/detik)
1
Cidadap
Cinanjung
Cimanggung
40
2
Cibunder
Jatisari
Cimanggung
5
3
Cirengas
Cimanggung
Cimanggung
6
4
Ciguling/Cipongkor
Ciherang
Sumedang Selatan
40
5
Cinungku
Kertamulya
Tanjungkerta
30
6
Sirah Cibodas 1
Kertamulya
Tanjungkerta
5
7
Cikawung
Congeang Kulon
Congeang
15
8
Cigunung
Jambu
Congeang
12
9
Cipanas
Sekarwangi
Congeang
5
10
Cilogang
Bojongloa
Buahdua
50
11
Cipulus
Bojongloa
Buahdua
9
12
Emutan
Baros
Buahdua
80
13
Cipanas
Cilangkap
Buahdua
60
14
Ciliang 1
Cibubuan
Buahdua
40
15
Ciliang 2
Cibubuan
Buahdua
20
16
Citawa
Cigendel
Rancakalong
8
17
Cibunut
Situ
Cimalaka
90
18
Cibitung
Situ
Cimalaka
60
19
Ciburial
Cimalaka
Cimalaka
23
20
Sirah Cijaksi
Cimalaka
Cimalaka
5
21
Cipanteneun
Cimalaka
Cimalaka
60
22
Cikerebek
Naluk
Cimalaka
40
23
Cileles
Naluk
Cimalaka
40
24
Ciangsana
Kadujaya
Jatigede
8
25
Cikadu
Cisurat
Wado
6
26
Cibubu
Mulyajaya
Wado
120
27
Awilarang
Cilembu
Tanjungsari
30
28
Cinenggang
Cileles
Jatinangor
14
29
Cipangkalan
Cileles
Tanjungsari
10
IV-9
No
Nama Sumber Air
Lokasi Desa
Kecamatan
Q (L/detik)
30
Cialiwung
Sindangsari
Sukasari
12
31
Cicaneang
Haur Kuning
Paseh
40
32
Citorobos
Cikaramas
Tanjungmekar
41
33
Cikenterung
Wargaluyu
Tanjungmekar
6
34
Sumur Jaya Kahuripan
Ujungjaya
Ujungjaya
6
35
Sirah Cai Pining
Cilangkap
Cisitu
12
36
Cipanawar
Jingkang
Suriang
15
37
Cilengkong 1
Tamansari
Cibugel
10
4.6.
Potensi Waduk Jatigede Sebagai Sumber Air Baku Pembangunan Waduk Jatigede merupakan bagian wilayah sungai
Cimanuk-Cisanggarung mencakup daerah aliran sungai Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Indramayu, Kuningan serta Brebes Jawa Tengah. Wilayah Sungai ( WS ) Cimanuk – Cisanggarung meliputi wilayah seluas 7.711 km², terletak di Provins Jawa Barat, Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Indramayu, Kuningan, dan Kota Cirebon, serta Bredbes di Provinsi Jawa Tengah. Terdiri dari beberapa Daerah Aliran Sungai ( DAS ), antara lain DAS Cimanuk ( 3584 Km² ), DAS Cisanggarung ( 1325 Km² ), DAS Cipanas – Pangkalan ( 982 Km² ), serta DAS sungai – sungai kecil yang mengalir ke Laut Jawa sepanjang Pantura Ciayu ( 1820 km² ). DAS Cimanuk nantinya merupakan pemasok utama air bagi waduk Jati Gede. Manfaat waduk Jati Gede antara lain akan memberikan jaminan air irigasi, pasokan air baku bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, serta sebagai sumber pembangkit tenaga listrik dengan daya 110 megawatt. Waduk jatigede akan berfungsi optimal sebagai penyedia air untuk kegiatan pertanian, industri, pembangkit listrik dan sejumlah kegiatan positif lainnya, khususnya bagi wilayah sumedang, cirebon, kuningan dan indramayu dengan tidak merusak lingkungan hidup sekitar aliran sungai. Bagi sektor pertanian, waduk tersebut akan sangat berarti untuk ketahanan pangan nasional karena akan meningkatkan produksi padi nasional hingga 1 juta ton, yang akan dihasilkan dari 90.000 hektar lahan sawah irigasi yang bakal mendapat jaminan pasokan air. Keberadaan waduk Jati Gede diharapkan akan
IV-10
membuat budidaya padi di wilayah-wilayah sekitarnya bisa dilakukan dua kali setahun. Waduk Jatigede ini memiliki multimanfaat, manfaat yang paling utama atas kehadiran waduk ini nanti ialah untuk mengendalikan banjir di kala musim hujan tiba dan untuk mengatasi kekeringan di musim kemarau, khususnya di wilayah Jawa Barat bagian utara. Manfaat dari Waduk Jatigede adalah memiliki daya tampung air sebesar 995 juta m3 yang dapat digunakan sebagai irigasi dan air baku. Disamping itu, keberadaan waduk di jabar ini nantinya dapat menambah pasokan listrik dengan produksi 789,6 GWh rata-rata per tahun. Manfaat lain, mengantisipasi tumbuhnya berbagai industri besar di berbagai dan kota hulu daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk. Di samping itu, juga untuk memenuhi tuntutan akan air irigasi buat intensifikasi lahan pertanian, dalam rangka mempertahankan swasembada beras. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan energi listrik, baik untuk sektor industri maupun untuk rumah tangga, serta budi daya perikanan di area waduk. Dengan adanya waduk ini diharapkan akan mampu disediakan tenaga listrik dengan daya terpasang 110 MW. Kawasan waduk ini nantinya juga akan dijadikan daerah wisata yang terpadu dengan Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Majalengka. Air waduk, selain untuk keperluan irigasi yang diharapkan mampu mengairi sekitar 100.000 hektare sawah secara teknis, juga untuk penyediaan air baku bagi warga dan mendukung keperluan kawasan bandara. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan air bersih yang utama di Kawasan Waduk Jatigede adalah sumur gali, dengan jumlah pengguna mencapai 10.973 Kepala Keluarga (KK) yang diperoleh dari 9.376 sumur gali. Angka pengguna sumur gali tersebut bisa saja lebih besar karena mungkin ada sebagian penduduk yang menumpang sumur tetangganya. Detail informasi mengenai sumber pemenuhan kebutuhan air bersih kawasan Waduk Jatigede dapat diamati pada Lampiran IV.3.
IV-11
4.6.1. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih Jatigede Komponen utama yang berperan dalam menentukan kondisi suatu wilayah adalah penduduk. Dengan meningkatnya jumlah penduduk suatu daerah akan memberikan dampak terhadap meningkatnya kebutuhan sarana dan prasarana. Dengan
adanya
rencana
pembangunan
Waduk
Jatigede,
selain
dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi dan PLN. Dimanfaatkan juga untuk kebutuhan air minum. Lingkup pelayanan air bersih Jatigede terletak di Provinsi Jawa Barat, yang meliputi Sumedang, Majalengka, Indramayu, Cirebon dan Kota Cirebon. Rencana pelayanan air bersih Jatigede ini dirancang sesuai dengan proyeksi kebutuhan air masing-masing daerah pelayanan dari tahun 2013 sampai tahun 2042.
4.6.2. Air Baku Air baku yang akan disadap yaitu sebesar 6000 lpd, pengambilan air baku tersebut direncanakan mampu memenuhi kebutuhan air bersih sampai tahun proyeksi 2042. Sumber air baku yang akan digunakan untuk mensuplai kebutuhan air bersih dari Jatigede adalah: Sumber Air Baku
: Air Permukaan ( Sungai Cimanuk )
Lokasi Pengambilan
: Desa Cihideung
Karakteristik Air Baku : Relatif stabil karena adanya rencana bendungan Waduk Jatigede diatas
posisi rencana intake
SPAB Jatigede Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa potensi air Waduk Jatigede akan memberikan pelayanan terhadap wilayah-wilayah sekitar Pembangunan Waduk Jatigede. Wilayah – wilayah tersebut meliputi sebagian wilayah Sumedang 2 (dua) Kecamatan, Indramayu (21 Kecamatan), Majalengka (9 Kecamatan), Cirebon (23 Kecamatan) dan Cirebon Kota (2 Kecamatan).
IV-12
4.7.
Pemilihan Sumber Air Potensial Pemilihan sumber air baku untuk pekerjaan penyediaan air bersih di
Kabupaten Sumedang, dilakukan dengan pertimbangan debit sumber air yang dapat dimanfaatkan, dan jenis pemakaiannya pada sumber air tersebut seperti oleh PDAM, irigasi, masyarakat dan/atau SPAM lainnya. Jenis pemakaian dimasukan kedalam pertimbangan dengan maksud untuk dapat diketahui dan diprakirakan kondisi sumber air baku yang bersangkutan perihal kuantitas, kepemilikan dan isu sosial yang mungkin terjadi jika sumber tersebut digunakan untuk rencana pengembangan. Sasaran dari prosedur pemilihan sumber air ini adalah sumbersumber air yang dapat dipergunakan dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di wilayah potensial Kabupaten Sumedang. Secara rinci data mengenai sumber air potensial yang dapat digunakan untuk rencana pengembangan SPAM di Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran IV.4.
IV-13
BAB V KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN
Dalam perencanaan instalasi pengolahan air minum diperlukan informasi mengenai kebutuhan air minum di wilayah perencanaan. Kebutuhan air minum ditentukan oleh kondisi wilayah perencanaan, pertambahan jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air bersih. Besar kebutuhan air minum di wilayah perencanaan dapat diestimasi dengan menjumlahkan kebutuhan air minum domestik, non domestik dan kebutuhan air minum untuk keperluan kota. Selain itu, yang harus diperhitungkan adalah tingkat pelayanan yang diberikan ke masyarakat dan kemungkinan terjadinya kehilangan air dalam sistem. Penentuan kebutuhan air minum didasarkan pada beberapa hal, yaitu:
Daerah pelayanan
Periode perencanaan
Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode perencanaan
5.1.
Pola pemakaian air
Penentuan Wilayah Pelayanan Daerah pelayanan didefinisikan sebagai suatu daerah dimana sistem
perpipaan distribusi harus disediakan untuk memberikan pelayanan selama periode perencanaan (JWWA, 1978). Untuk itu, penentuan dan pemilihan daerah pelayanan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah jaringan pipa distribusi yang harus disediakan, besar populasi yang akan dilayani oleh sistem pengolahan air minum yang direncanakan, penentuan standar kebutuhan air minum dan pola pemakaian air minum di wilayah tersebut.
V-1
5.1.1. Pola Pemanfaatan Ruang Rencana pola pemanfaatan ruang Wilayah Perencanaan Kabupaten Sumedang hingga tahun 2031 secara umum dibagi menjadi 3 kawasan fungsional/zona/segmen pemanfaatan ruang yaitu : a. Segmen A yaitu meliputi dengan fungsi utamanya, kegiatan Perkotaan dan
Pusat Pemerintahan Sumedang. Peruntukan lahan kawasan-kawasan lainnya diperuntukan Kawasan Tanaman Lahan Basah dan laha kering, Petrmukiman; dan sempadan sungai Secara administratif meliputi sebagian Kelurahan/desa Situ, Padasuka, Mulyasari, Girimukti, Mekarjaya, Margamukti, Jatimulya, Naluk, Nyalindung, Tarunamanggala, Cipanas, Gunturmekar, Banyuasih, Mulyamekar, Kertamekar, Tanjungmulya, Kertaharja, dan Kota Kulon. b. Segmen B yaitu dengan fungsi utamanya mendukung fungsi-fungsi ekologi
zona konservasi meliputi hutan kota, perumahan kepadatan sedang, perdagangan yang mendukung agro wisata dan budaya, secara geografis berada di Jl. Prabu G. Ulun. Segmen B meliputi blok peruntukan lahan Kawasan Pertanian Tanaman Lahan Kering dan lahan basah, permukiman, sempadan sungai, perkebunan / Tanaman Tahunan, Wisata Alam, Tadah Hujan, Hutan Pruduksi tetap dan terbatas Secara administratif meliputi sebagian Kelurahan/desa
Kotakaler,
Kebonjati,
Jatihurip,
Talun,
Cibugel,
Conggeangkulon, Conggeangwetan, Cipamekar, Cibeureuyeuh, Jambu, Babakanasem,
Padaasih,
Ungkal,
Cacaban,
Narimbang,
Cibubuan,
Karanglayung, Pasehkidul, Pasehkaler, Legokkidul, Legokkaler, Bongkok Padanaan, Pasirreungit, Cijambe, Haurkuning, Citepok, Cimalaka, Galudra, Cibeureumkulon, Cikole, Cibereumwetan, Mandalaherang, Licin, Citimun, Padasari, Cimuja, Cisarua, Ciuyah, Cimara, Bantaramara, Cipandanwangi, Cisalak, Kebonkalapa, Boros, Hariang, Cikurubuk, Bojongloa, Cibitung, Buahdua, Panyindangan, Nagrak, Cilangkap, dan Sekarwangi. c. Segmen C yaitu zona dengan fungsi utama untuk mengembangkan kegiatan-
kegiatan perkotaan umum secara geografis berada di bagian timur Jl. Prabu G. Ulun meliputi ke perumahan kepadatan sedang, perdagangan, jasa, kesehatan, industri non polutan dan sebagainya. Untuk kawasan lainnya yang termasuk dalam segmen ini peruntukan lahan Permukiman, Pertanian Lahan Kering dan
V-2
Basah, Perkebunan/Tanaman Tahunan dan Hutan Produksi Terbatas. Secara administrasi
meliputi
Kelurahan/desa
Tomo,
Karyamukti,
Ujungjaya,
Palabuan, Palasari, Keboncau, Sakurjaya, Cipelang, Sukamulya, dan Kudangwangi.
5.1.2. Evaluasi Tata Ruang Sumedang Salah satu indikator dalam melakukan perencanaan dalam pengembangan system pelayanan air bersih adalah evaluasi terhadap rencana Tata Ruang yang ada, maka berdasarkan hasil kajian dan telaahan terhadap produk Perencanaan Tata Ruang Sumedang. Keberadaan PKN Bandung (Kawasan Perkotaan Bandung Raya atau Wilayah Pengembangan Cekungan Bandung), maka Sumedang yang terkait secara langsung dengan PKN ini, adalah Kecamatan Jatinangor, Cimanggung, Pamulihan, Tanjungsari dan Sukasari. Kecamatan Jatinangor dan Cimanggung (PKL-Perdesaan) disamping sebagai pusat kecamatan, juga sebagai pusat pelayanan yang berdiri sendiri dengan pola pelayanan yang berbeda. Dimana Kecamatan Jatinangor merupakan Kawasan Pendidikan Tinggi dan Iptek, sedangkan Cimanggung lebih pada jasa pelayanan dan Industri. Sedangkan yang membentuk kluster adalah Pamulihan, Tanjungsari dan Sukasari (PKL-Perdesaan) dengan pusatnya di Tanjungsari. Di kluster ini, pola pelayanan cenderung berupa perumahan dan permukiman. Untuk jelasnya pusatpusat pelayanan di Wilayah Sumedang diperlihatkan Gambar 5.1. Sumedang dalam penetapan kawasan strategis terdapat kawasan strategis nasional, provinsi dan kawasan strategis Sumedang itu sendiri. Kawasan Strategis Nasional yang terdapat di Sumedang adalah Kawasan Stasiun Pengamat Dirgantara Tanjungsari) dengan kategori I/D/2, yaitu tahapan pengembangan I, melalui rehabilitasi dan pengembangan Kawasan Strategis Nasional dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi, dimana penanganannya adalah Pengembangan/peningkatan kualitas kawasan.
V-3
Kawasan Strategis Provinsi yang terkena dengan Sumedang adalah:
KSP Bandung – Cirebon, Kawasan yang diprioritaskan menjadi kawasan yang dapat mendorong perekonomian Jawa Barat, melalui pengembangan ekonomi yaitu mengembangkan kawasan agroindustri dengan memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan olahan industri.
KSP Pendidikan Jatinangor, Kawasan yang diprioritaskan menjadi kawasan yang dapat mendorong perekonomian Jawa Barat, melaluai pengembangan sosial budaya.
Gambar 5.1. Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Sumedang dan Sekitarnya (Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang 2011 – 2031, 2012)
V-4
5.1.3. Kawasan Strategis Sumedang Adapun kawasan strategis Sumedang adalah: 1. Kawasan Gunung Tampomas, dan sekitarnya. Merupakan kawasan yang mempunyai peluang dalam pertumbuhan ekonomi (pariwisata dan pertanian/agribisnis), pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi tinggi (pertambangan dan pengelolaan panas bumi untuk energi listrik), serta mempunyai fungsi konservasi dan daya dukung lingkungan. 2. Kawasan Perkotaan Sumedang. Merupakan kawasan yang mempunyai peluang dalam pertumbuhan ekonomi sebagai pusat perdagangan dan jasa, serta pariwisata, terkait dengan sosial budaya keberadaan cagar budaya. 3. Kawasan Waduk Jatigede. Merupakan kawasan yang mempunyai peluang dalam pertumbuhan ekonomi sebagai pariwisata dan budidaya perikanan, terkait dengan sosial budaya yaitu pengendalian air berbasis budaya, kemudian pemanfaatan sumber daya alam adalah untuk daerah irigasi, air baku dan PLTA, sedangkan fungsi konservasi dan daya dukung lingkungan untuk menjaga keberadaan pemanfaatan sumber daya air. 4. Kawasan Ujungjaya. Merupakan kawasan yang mempunyai peluang dalam pertumbuhan ekonomi sebagai Kawasan Industri dan sekaligus untuk mendukung keberadaan aerocity. Rekapitulasi dari evaluasi rencana tata ruang Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Tabel 5.1.
V-5
Tabel 5.1. Evaluasi Rencana Tata Ruang Sumedang (Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang 2011 – 2031, 2012) No 1
Wilayah Pengembangan
Kecamatan
Pusat WP Tanjungsari/ Jatinangor
Kecamatan Jatinangor Kecamatan Tanjungsari Kecamatan Pamulihan Kecamatan Cimanggung Kecamatan Sukasari
2
Pusat WP Sumedang Kota
Kecamatan Sumedang Utara Kecamatan Sumedang Selatan Kecamatan Rancakalong Kecamatan Ganeas Kecamatan Cisarua Kecamatan Cimalaka Kecamatan Paseh Kecamatan Tanjungkerta Kecamatan Tanjungmedar
3
Pusat WP Wado
Kecamatan Wado Kecamatan Cisitu Kecamatan Darmaraja Kecamatan Cibugel Kecamatan Situraja Kecamatan Jatinunggal
4
Pusat WP Buahdua
Kecamatan Buahdua Kecamatan Conggeang Kecamatan Surian
5
Pusat WP Tomo
Kecamatan Tomo Kecamatan Ujungjaya Jatigede
V-6
5.1.4. Rencana Sistem Pusat-Pusat Pelayanan Dalam sistem kota-kota di Jawa Barat, Sumedang terkait dengan WP Cekungan Bandung (Kecamatan Jatinangor, Tanjungsari, Pamulihan, Sukasari dan Cimanggung) serta WP Ciayumajakuning (Kecamatan Rancakalong, Sumedang Utara,
Sumedang
Selatan,
Cisarua,
Ganeas,
Cimalaka,
Tanjungkerta,
Tanjungmedar, Paseh, Situraja, Cisitu, Darmaraja, Cibugel, Wado, Jatinunggal, Jatigede, Tomo, Ujungjaya, Surian dan Buahdua). Sumedang, perkembangan kawasan perkotaan terutama pada jalur Koridor Bandung – Cirebon dan pusat-pusat SWPP tidak dapat dihindarkan, apalagi dengan adanya rencana Jalan Tol Cisumdawu dan Rencana Bandara Internasional, tidak menutup kemungkinan beberapa desa akan beraglomerasi membentuk kota-kota kecil, bahkan batas wilayah kecamatan baru. Guna mengantisipasi hal ini, pengembangan infrastruktur dan prasarana wilayah perlu direncanakan sejak dini dan disiapkan, sehingga perkembangan kawasan perkotaan yang ada menjadi terarah dan terintegrasi dengan sistem perwilayahan yang ada dan direncanakan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Gambar 5.2. Potensi Kawasan Perkotaan (Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang 2011 – 2031, 2012)
V-7
Kawasan yang telah menjadi kawasan perkotaan di Sumedang terdapat di 38 desa sedangkan kawasan perdesaan masih mendominasi kawasan di Sumedang. Adapun Kecamatan yang masih merupakan pedesaan terdapat di hampir sebagian besar Sumedang, dan ada 8 Kecamatan yang sebagian desanya sudah mencirikan perkotaan. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Kawasan Perkotaan di Sumedang (Sumber: RTRW Kabupaten Sumedang 2011 – 2031, 2012) No 1
Kecamatan Jatinangor
Jumlah Desa 5
Keterangan Desa
Cikeruh,
Hegarmanah,
Cibeusi, Ciapacing, Sayang 2
Cimanggung
5
Cimanggung, Sindang
Sindang
galih,
Pakuon,
Cikahuripan,
Cihanjuang 3
Pamulihan
5
Cigendel.
Pamulihan,
Cijeruk,
Mekarbakti, Cipatasari 4
Tanjungsari
5
Kutamandiri, Margajaya, Raharja, Gunungmanik, Cinanjung
5
Sukasari
5
Sukasari, Genteng, Sindangsari, Sukarapih
6
Rancakalong
6
Nagarawangi,
Pangadegan,
Sukahayu,
Sukamaju,
Rancakalong, Pasirbiru 7
Sumedang Utara
3
Kelurahan Kota Kaler, Kel Situ, Kel Talun
8
Sumedang Selatan
4
Kelurahan Pasanggrahan Baru, Kel Kota Kulon, Kel Regol Wetan, Kel Cipameungpeuk
V-8
5.1.5. Pemilihan Wilayah Potensial Perencanaan Dalam rangka melakukan pemilihan wilayah potensial perencanaan di Kabupaten Sumedang untuk dilakukan pengembangan penyediaan air minum, terdapat beberapa aspek yang dipertimbangan untuk dijadikan bahan kajian dalam menentukan wilayah perencanaan yang tepat. Aspek-aspek yang dijadikan bahan kajian untuk menentukan wilayah perencanaan antara lain; wilayah yang belum terlayani air bersih oleh PDAM/PAMSIMAS/SPAM lainnya, wilayah dengan kerawanan air yang tinggi, wilayah pengembangan stategis Kabupaten Sumedang, kawasan proyeksi untuk perkotaan, dan wilayah dengan kemampuan membayar tarif yang ditetapkan. Masih belum semua wilayah di Kabupaten Sumedang mendapatkan pelayanan air bersih baik dari PDAM/PAMSIMAS/SPAM lainnya. Distribusi wilayah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih bervariatif dan berbedabeda untuk setiap kecamatan. Maka dari itu, untuk dapat menentukan wilayah perencanaan yang tepat sasaran dalam memenuhi kebutuhan air bersih/air minum dibuat distribusi persentase pelayanan air bersih untuk setiap kecamatan. Kecamatan dengan tingkat pelayanan air bersih yang rendah menjadi sasaran untuk pemilihan wilayah perencanaan pengembangan penyediaan air minum/bersih. Kabupaten Sumedang terdiri dari 26 kecamatan dan 179 Desa/Kelurahan. Dari total 179 desa tersebut, sebanyak 25 desa berada dalam kondisi rawan air sepanjang tahun yakni belum tersedianya air bersih sama sekali dan 143 desa dalam kondisi rawan per enam bulan yakni pada saat musim kemarau tidak tersedia air bersih sama sekali (rawan air bersih). Wilayah/Kecamatan dengan kondisi rawan air yang mayoritas di setiap desa/kelurahannya tinggi yakni sepanjang tahun, maka menjadi sasaran untuk pemilihan wilayah perencanaan pengembangan penyediaan air minum/bersih. Dalam perencanaan pengembangan SPAM sebaiknya harus berhubungan dan/atau merupakan bagian dari perencanaan umum/kebijakan yang ada di wilayah perencanaan. Dalam hal ini, pengembangan dan perencanaan teknis sistem pengolahan air minum Kabupaten Sumedang harus sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
V-9
Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031, dan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang. Sehingga keberlanjutan serta keberjalanan perencanaan dapat terjamin dan tidak saling tumpang tindih dengan perencanaan yang sudah ada. Untuk penentuan kesesuaian perencanaan yang ada dengan rencana pengembangan SPAM, maka dikaji aspek-aspek berikut yakni rencana sistem penyediaan air minum, wilayah pengembangan strategis, dan kawasan perkotaan. Visualisasi mengenai rencana kawasan strategis Kabupaten Sumedang dapat diamati pada Lampiran I.10. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah/wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi, dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. (BAPPEDA Sumedang) PDRB per kapita atau pendapatan per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro. Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten sumedang berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 adalah Rp. 2.275.715,00. Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang telah diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Analisa ATP dibuat berdasarkan pengeluaran untuk biaya air bersih dari penghasilan per keluarga per bulan dan jumlah pemakaian air bersih per keluarga per bulan. Persamaan yang dipakai untuk perhitungan nilai ATP adalah seperti pada Persamaan 5.1. (Nasrullah dkk, 2006): ATP =
It x Pp Tt
(5.1)
Dimana: It
= Total pendapatan keluarga perbulan (Rp/bulan)
Pp
= % pengeluaran untuk air besih per bulan dari total pendapatan keluarga
Tt
= Total pemakaian air bersih keluarga per bulan (m3/bulan)
V-10
Dilakukan pengolahan data dari BPS Sumedang mengenai PDRB per kapita keluarga yang menghasilkan rata-rata pendapatan keluarga (4 orang) sebesar Rp. 3.557.632,00/bulan dengan informasi lengkap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) atas harga berlaku dapat diamati pada Lampiran V.2. Kemudian rata-rata pemakaian air bersih per Kepala Keluarga (KK) berdasarkan data dari PDAM Tirta Medal Kabupaten Sumedang berkisar 14 m3/bulan, nilai tersebut memenuhi standar Kebutuhan Pokok Air Minum yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum yakni kebutuhan air sebesar 10 meter kubik/kepala keluarga/bulan, serta besar pengeluaran air bersih per bulan yang didapatkan dari pendekatan menggunakan tarif PDAM Kabupaten Sumedang untuk kelompok Non-Niaga yakni sebesar Rp. 45.500,00/bulan, Detail mengenai tarif PDAM Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Lampiran V.1. Rekapitulasi perhitungan nilai rata-rata ATP dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Hasil Perhitungan Nilai Rata-Rata ATP No
Item
Nilai
1 Rata – rata pendapatan keluarga per bulan (Rp/bulan)
Rp. 3.557.632,00
2 Rata-rata pengeluaran air bersih (Rp/bulan)
Rp.
45.500,00
3 Persentase pengeluaran air bersih per bulan (Rp/buan)
1,28%
Rata-rata pemakaian air bersih per KK per bulan 4 (m3/bulan)
14 m3/bulan
Berdasarkan Tabel 5.3 maka dapat dihitung nilai ATP rata-rata sebesar:
ATP =
It x Pp 3.557.632,00 x 1.28% = = Rp. 3.250,00 Tt 14
Dari persamaan diatas didapatkan nilai ATP rata-rata sebesar Rp. 3.250,00/m3. Jika dibandingkan dengan penggunaan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sumedang berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 561/Kep.1322-Bangsos/2015 adalah Rp. 2.275.715,00. Dan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 23
V-11
Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum menyatakan bahwa tarif memenuhi prinsip keterjangkauan yang dimana pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4% (empat perseratus) dari pendapatan masyarakat pelanggan, maka didapatkan nilai ATP rata-rata adalah:
ATP =
It x Pp 2.275.715,00 x 4% = = Rp. 6.502,00 Tt 14
Berdasarkan hasil diatas, nilai ATP yang didapat melalui pengolahan data sekunder memiliki perbedaan yang cukup besar dengan nilai ATP jika menggunakan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sumedang, dimana nilai ATP dari pengolahan data sekunder sebesar Rp. 3.250,00/m3 dan nilai berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sumedang, sebesar Rp. 6.502,00/m3 dengan selisih nilai ATP sebesar Rp. 3.252,00/m3. Hasil analisis berdasarkan Ability to Pay (ATP) kemudian dibandingkan dengan tarif yang PDAM yang berlaku saat ini ditunjukan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Perbandingan Tarif PDAM dan Ability to Pay No.
Nilai (Rp/m3)
Jenis Tarif
1
Tarif PDAM
2.750,00
2
Ability to Pay (ATP)
3.250,00
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa tarif yang berlaku saat ini lebih kecil dari nilai ATP. Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan masyarakat sangat baik, karena tarif yang diberlakukannya ternyata lebih kecil dari daya beli masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa atau barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain (Nasrullah dkk, 2006). Jika dibandingkan dengan tarif ditetapkan oleh pemerintah saat ini adalah sebesar Rp. 2.750,00/m3 hal ini sudah sesuai dengan daya beli masyarakat. Namun apabila dilihat dari nilai ATP dapat dikatakan bahwa masyarakat masih mampu membayar lebih dari tarif yang ditetapkan sekarang dengan harapan adanya peningkatan V-12
pelayanan. Hal ini menjelaskan bahwa ada potensi untuk meningkatkan pelayanan air minum/air bersih di Kabupaten Sumedang dengan melihat kemampuan membayar masyarakat yang cukup tinggi. Sehingga, wilayah yang potensial di Kabupaten Sumedang untuk dilakukan pengembangan penyediaan air minum/air bersih adalah wilayah/kecamatan dengan PDRB/Kapita/Bulan yang berkisar ± Rp. 889.408,10 atau wilayah dengan kemampuan membayar dari masyarakat yang cukup tinggi. Penentuan wilayah perencanaan potensial yang tepat untuk pengembangan SPAM memperlukan pertimbangan dan pengkajian dari aspek-aspek berikut; wilayah yang belum terlayani air bersih oleh PDAM/PAMSIMAS/SPAM lainnya, wilayah dengan kerawanan air yang tinggi, wilayah pengembangan stategis Kabupaten, kawasan proyeksi untuk perkotaan, dan wilayah dengan kemampuan membayar tarif yang ditetapkan. Dari hasil pengkajian untuk setiap aspek diatas maka dilakukan rekapitulasi pemilihan wilayah potensial perencanaan pelayanan air bersih/air minum di Kabupaten Sumedang, informasi detail dapat diamati pada Lampiran V.3. Dari hasil rekapitulasi tersebut, maka terpilihlah wilayah-wilayah potensial Kabupaten Sumedang untuk dilakukan atau dijadikan sasaran pengembangan pelayanan/penyediaan air bersih/air minum seperti pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Wilayah Potensial Kabupaten Sumedang untuk Pengembangan Pelayanan Air Bersih/Minum No.
Kecamatan
Luas Wilayah
Jumlah Penduduk Tahun 2015
(ha)
(Jiwa)
1
Rancakalong
5506,87
47669
2
Sumedang Selatan
9251,27
79947
3
Sumedang Utara
3040,17
99077
V-13
5.2.
Periode Pelayanan Periode perencanaan merupakan jangka waktu yang diberikan kepada
sistem pengolahan untuk dapat melayani kebutuhan masyarakat di daerah pelayanan yang dituju. Periode perencanaan dengan rentang waktu 10-20 tahun dipertimbangkan sebagai periode yang cukup ideal untuk merencanakan suatu sistem penyediaan air minum di negara berkembang, termasuk merencanakan kapasitas dari suatu instalasi pengolahan air minum (Kawamura, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi periode pelayanan antara lain adalah:
Umur pakai struktur dan peralatan yang digunakan
Pertumbuhan penduduk
Kecepatan perkembangan sarana kota, komersial dan industri
Kemampuan sosial ekonomi masyarakat
Ketersediaan dana sebagai modal awal untuk operasi dan biaya perawatan
Ketersediaan sumber air untuk memenuhi kebutuhan air pada akhir periode pelayanan
Kemungkinan untuk mengembangkan instalasi pengolahan air minum untuk meningkatkan kapasitasnya
Pada perencanaan sistem pengolahan air minum ini ditetapkan periode perencanaan selama 20 tahun, yang dibagi ke dalam dua tahapan dengan masingmasing tahap 10 tahun. Pertimbangan pemilihan periode perencanaan tersebut dilihat dari efektifitas prediksi perkembangan penduduk. Prediksi perkembangan penduduk dengan periode lebih dari 20 tahun tidak relevan dan dikhawatirkan perkembangan yang terjadi akan berbeda dengan prediksi.
5.3.
Proyeksi Jumlah Penduduk Proyeksi jumlah penduduk di wilayah perencanaan digunakan untuk
menentukan jumlah kebutuhan air minum di masa periode pelayanan yang ditentukan. Prediksi ini didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata guna lahan serta ketersediaan lahan untuk menampung jumlah penduduk ke depannya.
V-14
Proyeksi penduduk di wilayah perencanaan dilakukan untuk masa 20 tahun yang akan datang dengan memperhatikan jumlah penduduk selama 10 tahun sebelumnya. Dalam melakukan perhitungan proyeksi perhitungan jumlah penduduk, metode statistik merupakan metode yang paling baik dalam pendekatan perkiraan jumlah penduduk di masa depan. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung proyeksi jumlah penduduk yaitu: 1. Aritmatika 2. Geometrik 3. Linear 4. Eksponensial 5. Logaritmik Hasil proyeksi untuk setiap metode ditunjukan pada Gambar 5.3.
JUMLAH PENDUDUK (JIWA)
260000 250000 240000 230000
220000 210000 200000 190000 180000
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
Aritmatik
197308 203194 209079 214965 220851 226736 232622 238508 244393 250279
Geometri
197308 202397 207618 212974 218467 224102 229883 235813 241895 248135
Linear
192435 199027 205619 212211 218803 225395 231987 238579 245171 251763
Eksponensial
193669 199486 205477 211649 218006 224554 231298 238245 245401 252772
Logaritmik
192417 199022 205623 212221 218816 225408 231996 238581 245163 251742
Jumlah Penduduk 197308 199043 205875 209442 213036 217600 238735 243267 246405 250279 TAHUN
Gambar 5.3. Perhitungan Proyeksi Penduduk Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan metode Eksponensial merupakan metode yang paling cocok untuk menggambarkan proyeksi jumlah penduduk 20 tahun kedepan. Hal ini disebabkan karena metode ini memberikan nilai koefesien
V-15
korelasi (r) mendekati 1 sebesar 0,97217 dan nilai standar deviasi terkecil sebesar 4016,70329. Perhitungan detail untuk setiap metode ditunjukan pada Lampiran A. Hasil dari proyeksi penduduk dengan metode terpilih (metode eksponensial) ditunjukan pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.4. Tabel 5.6. Proyeksi Penduduk Wilayah Perencanaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035
Proyeksi Penduduk (Jiwa) 260364 268184 276239 284536 293082 301885 310952 320292 329912 339821 350027 360541 371369 382524 394013 405847 418037 430593 443526 456847
V-16
Jumlah Penduduk (Jiwa)
500000 450000 400000 350000 300000 250000
Tahun
Gambar 5.4. Proyeksi Penduduk Wilayah Perencanaan
5.4.
Proyeksi Kebutuhan Air Minum Proyeksi kebutuhan air minum dihitung berdasarkan proyeksi jumlah
penduduk. Dalam menghitung proyeksi kebutuhan air minum digunakan beberapa asumsi serta dasar penggunaannya yang ditunjukan pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Asumsi dan Dasar Perhitungan Proyeksi Kebutuhan Air Minum No
1
2
Asumsi Tingkat pelayanan PDAM Tirta Medal Sumedang di Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara pada tahun 2015 sebesar 32,33%. Peningkatan pelayanan terus meningkat dari setiap tahun sehingga pada akhir tahun proyeksi diasumsikan tingkat pelayanan mencapai 90%.
Keterangan Peningkatan sebesar 2-3% per tahun. Pelayanan ditargetkan mencapai 90% dan 10% diasumsikan menggunakan sumber air lain selain PDAM atau SPAM lainnya.
Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2015 secara berurutan Pemakaian air domestik rata-rata per yakni 47.669 jiwa, 79.947 jiwa, dan orang per hari sebesar 120 liter. 99.077 jiwa. Menurut Kimpraswil maka ketiganya termasuk kategori Kota Kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa) dengan konsumsi unit
V-17
No
3
4
5
6
7
8
Asumsi
Keterangan sambungan rumah per hari sebesar 100-130 liter/orang/hari. Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2015 secara berurutan yakni 47.669 jiwa, 79.947 jiwa, dan Setiap Sambungan Rumah (SR) 99.077 jiwa. Menurut Kimpraswil terdiri dari 6 orang. maka ketiganya termasuk kategori Kota Kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa) dengan jumlah jiwa per Sambungan Rumah (SR) adalah 6 orang. Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2015 secara berurutan Pemakaian air non domestik rata- yakni 47.669 jiwa, 79.947 jiwa, dan rata sebesar 20% dari kebutuhan air 99.077 jiwa. Menurut Kimpraswil domestik. maka ketiganya termasuk kategori Kota Kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa) dengan konsumsi unit NonDomestik terhadap konsumsi Domestik adalah sebesar 20-25% Kebutuhan air total merupakan penjumlahan kebutuhan air domestik dan non domestik. Dewi, Krisna Maharani. (2015) : Analisa Teknis dan Finansial Peningkatan Penyediaan Air Minum Kebutuhan air di instalasi sebesar Regional Bandung Selatan (Studi 6% dari kebutuhan air total Kasus : PDAM Kabupaten Bandung). Institut Teknologi Bandung, Bandung. Tingkat kehilangan air diasumsikan Kehilangan air pada tahun 2015 turun dari tahun ke tahun sebesar 1sebesar 38,15%. Kehilangan air ini 2% per tahun. Tingkat kehilangan diasumsikan terus menurun air berdasarakan standar kebutuhan sehingga pada akhir tahun proyeksi air minum menurut Kimpraswil kehilangan air menjadi 15%. sebesar 15-20%. Kebutuhan air rata-rata merupakan penjumlahan kebutuhan air domestik, non domestik, instalasi dan kehilangan air
V-18
No
Asumsi
9
Faktor koefesien kebutuhan air maksimum sebesar 1.1 dari kebutuhan air rata-rata
10
Faktor koefesien kebutuhan jam puncak sebesar 1.5 dari kebutuhan air rata-rata
Keterangan Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2015 secara berurutan yakni 47.669 jiwa, 79.947 jiwa, dan 99.077 jiwa. Menurut Kimpraswil maka ketiganya termasuk kategori Kota Kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa) dengan faktor harian maksimum sebesar 1.1. Kecamatan Rancakalong, Sumedang Selatan, dan Sumedang Utara memiliki jumlah penduduk pada tahun 2015 secara berurutan yakni 47.669 jiwa, 79.947 jiwa, dan 99.077 jiwa. Menurut Kimpraswil maka ketiganya termasuk kategori Kota Kecil (20.000 s/d 100.000 jiwa) dengan faktor jam puncak berkisar antara 1.5-2.0.
Hasil proyeksi kebutuhan air minum ditunjukan pada Gambar 5.5 dan perhitungan detail pada Lampiran B.
V-19
Kebutuhan Air (liter/detik)
1200.00 1000.00 800.00 600.00 400.00 200.00 0.00
Tahun Kebutuhan Domestik
Kebutuhan Non Domestik
Kehilangan Air
Kebutuhan Rata-rata
Kebutuhan Maksimum
Kebutuhan Jam Puncak
Kebutuhan Instalasi
Gambar 5.5. Proyeksi Kebutuhan Air Minum Berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk dan peroyeksi kebutuhan air minum selama periode perencanaan maka metode terpilih untuk proyeksi penduduk adalah metode eksponensial dengan jumlah penduduk di akhir tahun perencanaan sebesar 456.847 jiwa dan kebutuhan air minum sebesar 912,10 liter/detik.
V-20
BAB VI TINJAUAN SUMBER AIR BAKU
6.1.
Umum Air baku adalah air yang akan diolah oleh instansi yang kemudian akan
keluar menjadi air minum untuk didistribusikan kepada konsumen. Tinjauan air baku dalam perencanaan instalasi pengolahan air minum sangat penting untuk mendapatkan sumber air baku yang sesuai dengan baku mutu. Air baku yang dapat diolah menjadi air minum berasal dari beberapa sumber yaitu: 1. Air permukaan yaitu sungai, danau, waduk, rawa, dsb. 2. Air bawah tanah yaitu air yang berada di lapisan dalam tanah yang menampung air 3. Air laut Dalam pemilihan sumber air baku, perlu diperhatikan potensi sumber air permukaan yang berada di sekitar wilayah perencanaan. Hal tersebut akan memudahkan dalam penentuan lokasi intake karena masih berada di dalam wilayah yang sama dengan instalasi yang akan dibangun. Selain itu pemilihan sumber air baku juga harus memperhatikan beberapa faktor (Kawamura, 1991), yaitu:
Kuantitas dan kualitas sumber air
Iklim
Kemudahan dalam konstruksi intake
Keamanan pengoperasian
Biaya dalam pengolahan air dan perawatan instalasi pengolahan
Potensi pencemaran terhadap sumber air
Kemudahan dalam memperbesar kapasitas intake di masa mendatang
VI-1
6.2.
Persyaratan Air Baku Air Minum Dalam menentukan sumber air baku untuk diolah, harus dipenuhi
persyaratan yang ada agar sistem penyediaan yang direncanakan selalu mendapat pasokan air baku yang stabil dan sesuai baku mutu. Terdapat tiga persyaratan utama dalam penentuan air baku, yaitu persyaratan segi kualitas, segi kuantitas, dan segi kontinuitas. Penjelasan kedua aspek penting tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Kualitas Kualitas sumber air baku air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia dan biologi berdasarkan baku mutu yang berlaku sesuai dengan daerah masing-masing. Di Indonesia, baku mutu air baku air minum mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air kelas I dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Isi dari peraturan ini diberikan pada lampiran C. 2. Kuantitas Sungai sebagai sumber air baku harus memenuhi persyaratan dari segi kuantitas yaitu kapasitas minimum dari sungai harus lebih besar dari jumlah kebutuhan maksimum air minum di wilayah perencanaan. Bila air baku tidak ditampung terlebih dahulu maka kapasitas sumber harus mencukupi seluruh musim per tahun dan memiliki debit terendah sebesar 2,5 kali ratarata pemakaian satu hari. Untuk menjaga kehidupan akuatik di dalam sumber air maka terdapat persyaratan pengambilan debit maksimum yang diijinkan yaitu sekitar 20-40% dari kapasitas sumber. Lokasi intake air baku seharusnya memiliki tutupan lahan Daerah Aliran Sungai yang relatif terjamin dari kegiatan budidaya tanaman musiman, memiliki daerah tangkapan air yang reltif luas, idealnya sebagai kawasan hutan lindung. 3. Kontinuitas Air baku untuk air bersih harus dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Kontinuitas juga dapat diartikan bahwa air bersih harus tersedia 24 jam per hari, atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia.
VI-2
6.3.
Sumber Air Potensial di Daerah Perencanaan Sumber air adalah keberadaan air sebagai air baku untuk air bersih bagi
kebutuhan hidup manusia, hewan dan tumbuhan dalam mempertahankan kehidupannya (Chatib, 1994). Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan air baku diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Air Hujan Air hujan merupakan air yang jatuh dari awan menuju ke permukaan bumi yang di dalamnya terkandung unsur – unsur bahan kimia akibat pada saat jatuh melalui udara bebas yang mengandung unsur kimia yang diakibatkan oleh kualitas udara dan pola angin setempat, sehingga kualitas yang dihasilkan kurang memenuhi syarat sebagai sumber air baku untuk air bersih (PH-nya rendah dengan sifat asam). 2. Air Tanah Air tanah adalah seluruh jenis air yang terdapat dalam lapisan pengandung air dibawah permukaan tanah yang mengisi rongga-rongga batuan didalam lajur jenuh (Saturated Zone). Suatu daerah yang mempunyai potensi air tanah sangat tergantung kepada hal-hal berikut. a. Tebal dan luasnya penyebaran lapisan pembawa air. b. Bentuk butir dan keseragaman lapisan akuifer. c. Bentuk permukaan bumi (Topografi). d. Luas dan tersedianya sumber air untuk pengisian kembali (Recharge Area) Sumber air baku yang berasal dari air tanah ada 3 macam yaitu: a. Air Tanah Bebas adalah air yang elevasinya dekat sekali dengan permukaan bumi yang berkedalaman antara 5 – 15 m, kondisi air dalam keadaan bebas (tidak mengalami tekanan) karena tempatnya pada daerah akifer di atas lapis kedap air sampai kepermukaan tanah, sehingga tekanan airnya sama dengan tekanan udara luar. b. Air Tanah Tertekan adalah air tanah yang terkandung pada lapisan aquifer yang terletak diantara kedua kedua lapis kedap air (bagian atas dan bawah), permukaan air tanahnya lebih tinggi dari posisi aquifer-nya sendiri.
VI-3
c. Mata air adalah tempat dimana munculnya air dari suatu celah batuan lapisan akuifer, pada umumnya banyak dijumpai pada daerah-daerah kaki gunung atau kaki perbukitan, Sifat aliran air dari mata air mengalir membentuk alur-alur dan akhirnya ke sungai. Biasanya lokasi mata air merupakan daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Contoh, banyak ditemui bakteri E. Coli pada air mata air. Dari segi kuantitasnya, jumlah dan kapasitas mata air sangat terbatas sehingga hanya mampu memenuhi kebutuhan sejumlah penduduk tertentu. 3. Air Permukaan Di negara yang beriklim tropis debit sungai pada umumnya berfluktuasi sesuai dengan sifat musimnya, fluktuasi ini memberikan pengaruh terhadap debit dan kualitas sungai, pada saat musim hujan air sungai umumnya banyak membawa material hasil erosi yang mengakibatkan kekeruhan tinggi (Instalasi Pengolahan Air Tidak mampu lagi untuk menjernihkan air), sebaliknya pada musim kemarau alirannya mengecil yang diiringi dengan tingkat erosi yang kecil sampai dengan nol. Pada daerah-daerah perkotaan, awalnya suplai air minum umumnya berasal dari sumur-sumur dalam, namun karena jumlah dan kapasitasnya sangat terbatas akhirnya kota-kota besar terpaksa menggunakan air baku dari aliran sungai yang melewati kota atau yang mengalir tidak jauh dari kota dengan terlebih dahulu dijernihkan melalui instalasi penjernihan air. Sejalan dengan makin besarnya kebutuhan pasokan air baku untuk air minum yang harus dipenuhi dari aliran air sungai, makin besar pula peran infrastruktur sumberdaya air dalam mendukung pengadaan air baku.
Wilayah perencanaan memiliki beberapa sumber air baku yang dapat dimanfaatkan untuk penyediaan air minum. Dengan mempertimbangkan kebutuhan air yang telah dihitung pada BAB V yakni sebesar 912,10 liter/detik. Maka, beberapa jenis sumbar air potensial yang dapat dimanfaatkan mengacu pada data mengenai sumber air potensial yang dapat digunakan untuk rencana pengembangan SPAM di Kabupaten Sumedang pada Lampiran IV.4 adalah sebagai berikut:
VI-4
1. Air Tanah (akuifer) Kabupaten Sumedang berada diantara 3 cekungan air tanah yaitu Cekungan air tanah Sukamantri, Cekungan air tanah Sumedang, dan Cekungan air tanah Selawi – Sadawangi. Tatanan cekungan air tanah Sukamantri merupakan wilayah kaki bukit Gunung Tampomas, dimana batas utara daerah Sukaratu, batas selatannya adalah Mandalaherang dan batas Timur adalah daerah Narimbang. Wilayah cekungan air tanah Sumedang tersebar luas meliputi wilayah Sumedang Kota dengan batas barat adalah Tanjungsari, batas utara adalah Cimalaka, batas selatan adalah kaki Gunung Calangcang dan batas timur adalah Situraja dan Kalanganyar. Wilayah cekungan air tanah ini tersebar di bagian selatan Sumedang yang berbatasan dengan Garut mencakup wilayah Cigudeg dan Wado.
2. Mata Air Daerah luahan alamiah (pemunculan mata air) pada cekungan air bawah tanah Sumedang, berdasarkan data-data keterdapatan mata air alamiah memperlihatkan bahwa mata air banyak di temui pada lereng Gunung Tampomas. Debit dari mata air ini bervariasi untuk tiap mata airnya, mata air yang memiliki cukup tinggi dan terletak disekitar wilayah perencanaan, antara lain; Desa Licin Kecamatan Cimalaka Mata Air Ciburial (80 liter/detik), dan Desa Nyalindung Kecamatan Cimalaka Mata Air Sirah Cikandung (180 liter/detik)
3. Air Permukaan Air permukaan di wilayah Kabupaten Sumedang hanya berupa sungai. Sungai berfungsi mengumpulkan air hujan ke daerah aliran sungai. Dengan membandingkan curah hujan rata-rata dengan volume air sungai, diperkirakan sebagaian besar curah air hujan meresap ke dalam tanah dan sisanya mengalir sebagai air permukaan. Sungai besar yang banyak dimanfaatkan airnya dan terletak di sekitar wilayah perencanaan adalah Sungai Cipeles.
VI-5
6.4.
Kuantitas Air Baku Cekungan air tanah Sukamantri diperkirakan memiliki jumlah aliran air
tanah bebas sebesar 98 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 13 juta m3/tahun. Cekungan air tanah Sumedang diperkirakan memiliki jumlah aliran air tanah bebas sebesar 519 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 28 juta m3/tahun. Cekungan air tanah Selaawi Sadawangi diperkirakan memiliki jumlah aliran air tanah bebas sebesar 415 juta m3/tahun dan jumlah aliran air tanah tertekan sebesar 30 juta m3/tahun. Mata Air Ciburial memiliki debit sebesar 80 liter/detik, dan Mata Air Sirah Cikandung memiliki debit sebesar 180 liter/detik. Debit Sungai Cipeles selama 6 tahun dapat diamati pada Tabel 6.1. Data ini penting untuk menjelaskan kontinuitas debit dalam rentang waktu yang lama sehingga dipastikan Sungai Cipeles dapat dijadikan sumber air baku bagi wilayah perencanaan di Kabupaten Sumedang. Tabel 6.1. Debit Sungai Cipeles tahun 2010-2015 (Sumber: UPTD Pekerjaan Umum Kab. Sumedang, 2016)
6.5.
Tahun
Debit Rata-rata (liter/detik)
2010
2297
2011
2072
2012
3522
2013
3872
2014
5772
2015
4972
Kualitas Air Baku Data mengenai kualitas sumber air baku, yakni; Mata Air Ciburial, Mata
Air Sirah Cikandung, dan Sungai Cipeles diperoleh dari data sekunder. Data mengenai kualitas air tersebut diperlihatkan berturut-turut dari Mata Air Ciburial, Sungai Cipeles, dan Mata Air Sirah Cikandung pada Tabel 6.2, Tabel 6.3, dan Tabel 6.4.
VI-6
Tabel 6.2. Kualitas Mata Air Ciburial (Sumber: PDAM Kabupaten Sumedang, 2016) No
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
-
Tidak Berbau
Tidak Berbau
FISIKA 1
Bau
2
Warna
TCU
15
<5
3
Residu Terlarut (TDS)
mg/L
500
145.5
4
Kekeruhan
NTU
5
5
0
Suhu
0.14 o
C
Suhu udara ± 3 C
24.9
KIMIA 1
Alumunium (Al)
mg/L
0.2
< 0.02
2
Amoniak (NH3-N)
mg/L
1.5
< 0.01
3
Besi (Fe)
mg/L
0.3
1.65
4
Deterjen (MBAS)
mg/L
0.05
< 0.01
5
Flourida (F)
mg/L
1.5
< 0.01
6
Kesadahan (CaCO3)
mg/L
500
72
7
Klorida (Cl-)
mg/L
250
4.03
4+
8
Kromium Hexavalent (Cr )
mg/L
-
< 0.01
9
Mangan (Mn)
mg/L
0.4
< 0.003
10
Nitrat (NO3)
mg/L
50
0.56
11
Nitrit (NO2)
mg/L
3
< 0.01
12
pH
-
6.6-8.5
7.07
13
Seng (Zn)
mg/L
3
0.05
14
Sianida (CN)
mg/L
0.07
< 0.005
15
2-
Sulfat (SO4 )
mg/L
250
4.54
16
Tembaga (Cu)
mg/L
2
0.35
17
Nilai Permanganat (KMnO4)
mg/L
10
0.95
MIKROBIOLOGI 1
Coliform
jml/100mL
0
15
2
E. Coli
jml/100mL
0
11
VI-7
Tabel 6.3. Kualitas Sungai Cipeles (Sumber: Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumedang, 2016) No 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1 2
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
mg/L mg/L
1000 50
60.7 2460
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0.05 1 0.3 1 2 10 6.0-9.0 0.2 0.001 0.2 0.01 0.2 0.05 0.1 1 10 0.06 >6 0.001 0.01 0.05 0.02 400 0.002 0.02 0.03
< 0.005 < 0.46 1.85 0.9 40 107 6.16 0.52 < 0.005 2.06 < 0.02 0.14 0.03 1.11 111 14.47 0.24 8.54 < 0.001 < 0.01 0.36 0.01 49.52 0.16 < 0.03 < 0.07
jml/100mL jml/100mL
1000 100
29000 15000
Parameter FISIKA Padatan Terlarut total (TDS) Padatan Tersuspensi Total (TSS) KIMIA Arsen (As) Barium (Ba) Besi (Fe) Boron BOD5 COD Derajat Keasaman (pH) Deterjen (MBAS) Fenol Fosfat (PO4) Kadmium (Cd) Kobal (Co) Krom Heksavalen (Cr-VI) Mangan (Mn) Minyak dan Lemak Nitrat (NO3-N) Nitrit (NO2-N) Oksogen Terlarut (DO) Raksa (Hg) Selenium (Se) Seng (Zn) Sianida (CN-) Sulfat (SO42-) Sulfida (S2-) Tembaga (Cu) Timbal (Pb) MIKROBIOLOGI Coliform E. Coli
VI-8
Tabel 6.4. Kualitas Mata Air Sirah Cikandung (Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, 2016) No
1 2 3 4
Parameter Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan Flourida Total kromium Nitrit (sebagai NO2) Nitrat (sebagai NO3) Parameter yang tida berhubungan langsung dengan kesehatan FISIKA
1 Bau 2 Warna Total Zat Padat Terlarut 3 (TDS) 4 Kekeruhan 5 Rasa 6 Suhu KIMIA 1 Besi 2 Kesadahan 3 Klorida 4 Mangan 5 pH 6 Sulfat 7 Tembaga 8 Zat Organik (KMnO4) MIKROBIOLOGI 1 Coliform 2 E. Coli
Satuan
Baku Mutu
Hasil Pengujian
mg/L mg/L mg/L mg/L
1.5 0.05 3 50
0 0.015 -
TCU
Tidak Berbau 15
Tidak Berbau -
mg/L NTU -
106.9 1.6 -
C
500 5 Tidak Berasa Suhu udara ± 3oC
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0.3 500 250 0.4 6.5-8.5 250 2 10
0.013 15 0.01 7 -
jml/100mL jml/100mL
0 0
240 240
o
VI-9
27
6.6.
Prosedur Pemilihan Sumber Air Bersih Secara umum, 3 (tiga) sumber yang tersedia untuk penyediaan air bersih
adalah mata air, air tanah dan air permukaan (sungai, atau lainnya). Berikut ini diberikan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis sumber air, seperti diringkas dalam Tabel 6.5. Tabel 6.5. Karakteristik Umum Jenis Sumber Air (Sumber: Master Plan Sumber Air Jawa Barat untuk Penyediaan Air, 2012) No. 1.
Sumber Air
Karakteristik
Mata Air
Air Tanah
Air Permukaan
Kemudahan pencapaian
Penyebaran geografis
Rendah
Tinggi
Rendah
Persaingan permakaian
Tinggi
Beragam
Sedang-tinggi
(irigasi) 2.
(irigasi)
Pemanfaatan
Ya
Sistem gravitasi
Sangat
Tidak
jarang
3.
Sistem pompa
Jarang
Ya
Ya
Pengolahan lengkap
Tidak
Tidak
Ya
Pengolahan terbatas
Ya
Ya
Tidak
Biaya Investasi
Tinggi
Relatif
Sedang-tinggi
(transport)
rendah
Biaya Operasional
Rendah
Sedang
Tinggi
Biaya pembebasan tanah
Rendah
Rendah
Relatif Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Rendah
Tinggi
Baik
Baik
Buruk
Sedang /
Tinggi
Rendah
Dalam ;
Tinggi
Keandalan
Pengisian kembali
Debit
aman/kepekaan
debit
minimum tahun – tahun kering
Kualitas
Keamanan
tinggi
Sedang
Kepekaan
rendah Dangkal ; tinggi
VI-10
Pemilihan sumber air ditentukan atas dasar kecukupan, keandalan dan kualitas. Jika memungkinkan, sumber air baku dengan kualitas terbaik yang tersedia harus dipilih, agar dapat memberikan air ke penduduk dengan kapasitas yang mencukupi dan berkesinambungan sepanjang tahun. Pemilihan sumber air dilakukan setelah mempelajari dengan seksama dan didasarkan pada perlindungan terhadap sumber tersebut, yang merupakan hal penting untuk mencegah penyebaran penyakit menular melalui air. Beberapa kombinasi dari kualitas air baku dan metode pengolahan yang diperlukan yang dikembangkan Japanese Design Criteria, dimana perlu diperhatikan beberapa hal dalam pemilihan sumber air bersih, yaitu: a.
Kualitas dari air baku
b.
Volume dari air yang tersedia
c.
Keandalan sumber air untuk masa yang akan datang
d.
Elevasi muka air terhadap daerah pelayanan
e.
Ketersediaan dana Selain dari faktor-faktor di atas, alokasi sumber air sebenarnya perlu
mempertimbangkan seluruh pemakai dan rencana pengembangan sektor-sektor lainnya. Beberapa tahapan pemilihan sumber air yang digunakan sebagai berikut: a. Identifikasi dan penilaian sumber Sumber air yang ditetapkan adalah sumber yang dapat memenuhi kebutuhan air bersih dengan sistem yang biasa dipergunakan sampai akhir perencanaan, dimana sumber-sumber air tersebut dievaluasi menurut kemudahan pencapaian, pemanfaatan dan keandalan seperti ditunjukkan pada Tabel 6.5. Acuan penilaian untuk pemilihan sumber air dilihat dari kualitas air dapat diamati pada Tabel 6.6. b. Evaluasi persaingan pemakaian Dalam banyak kasus, pemilihan sumber yang diusulkan untuk sistem penyediaan air bersih, telah dimanfaatkan atau dalam waktu dekat akan dimanfaatkan oleh pemakai dari sektor lain. Secara hukum, sektor penyediaan air bersih merupakan prioritas utama, namun bila memilih sumber yang telah digunakan kepentingan sebelumnya dan kepentingan ekonomi, harus juga
VI-11
diperhitungkan dengan sangat hati-hati. Pemilihan sumber air dan persaingan pemakaian dapat dilihat pada Tabel 6.8. Tabel 6.6. Acuan Pemilihan Sumber Air Dilihat Dari Kualitas Air (Sumber: ASCE, 1969) No.
1
Uraian BOD Rata-rata (5 hari)
Satuan
Mg/l
Baik
Baik
Jelek
Ditolak
0.75 - 1.5
1.5 - 2.5
2.5 - 4
74
50 - 100
100- 5.000
5000 – 20.000
> 20.000
6 - 8.5
5-6
3.8 - 5
< 3.8
-
8.5 - 9
9 – 10.3
> 10.3
Sekali
Coliform rata-
MPN per
rata
100 ml
3
PH
-
4
Chlorida
Mg/l
< 50
50 - 250
250 – 600
> 600
5
Flourida
Mg/l
< 1.5
1.5 - 3
>3
-
2
Jika informasi secara terinci diperoleh dari pengelola sistem air bersih setempat, mengenai pemakaian air sesungguhnya atau kebutuhan potensial, maka dibuat suatu evaluasi mengenai persaingan pemakaian air yang meliputi: a.
Analisa hasil guna dari pemakaian air saat ini. Dengan sedikit peningkatan efisiensi atau perubahan kalender panen dapat menghasilkan kelebihan air yang cukup untuk penyediaan air bersih.
b.
Perkiraan kerugian untuk pemakain lainnya sebagai hasil alokasi sumber untuk penyediaan air bersih dimana kerugian ini dapat berupa kerugian secara langsung atau tidak secara langsung, dalam bentuk nilai pengganti yang diperlukan seperti relokasi sumber.
Dalam penjabarannya, kriteria pengolahan air serta proses pemilihan sumber dan keterangan persaingan pemakaiannya dapat dilihat pada Tabel 6.7. dan Tabel 6.8. Sementara rekapitulasi kesesuaian pemilihan sumber dan persaingan pemakaian di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada Tabel 6.9.
VI-12
Tabel 6.7. Kriteria Pengolahan Air (Sumber: Design Criteria for Water Work Faciliities, 1975) KUALITAS AIR 1.
TEKNIK PENGOLAHAN
URAIAN
Terdapat Coliform (100 ml
-
mpm) max. 50 2.
Total colonies (1 ml) max
Hanya proses desinfeksi
500 3.
zat-zat lain yang terdapat dalam air kebanyakan
1.
Terdapat
Coliform
dan
Diperlukan proses
turunannya 100 ml mpm)
pengendapan
less than 1000 2. 3.
BOD kurang dari 2 ppm Rata-rata kekeruhan kurang dari 10 derajat kekeruhan
Saringan pasir lambat
Diterapkan untuk kekeruhan maksimum kurang dari 10
Proses pengendapan
Diterapkan untuk
kedua
kekeruhan 10 – 30
Proses pengendapan dengan bantuan kimia Proses pengendapan
Diterapkan untuk kekeruhan lebih dari 30 1.
dengan bantuan kimia
Kekeruhan minimum 10 dan maksimal kurang
Lainnya
Saringan
dari
pasir
fluktuasi air kecil
cepat
1000,
dibanding dengan
Proses flokulasi
kekeruhan 2.
Fluktuasi
kecil
untuk pengolahan Korosi karbon
Aerasi dan pengolahan alkali
Netralisasi pH
Pengolahan alkali
khusus
Pengolahan awal, aerasi, control pH
digunakan untuk
dan pengolahan bakteri
menanggulangi
Besi
1.
Mangan
2.
3. Plankton
1.
Pengolahan ini
Klorinasi awal – flokulasi-
proses
saringan dan ozonisasi
pengkaratan
kontak filter, saringan mangan
karbon,
dan saringan ganda
netralisasi
Metode penghilangan bakteri
pengurangan
Proses pengolahan kimia, double
Mangan,
saringan dan saringan mikro
plankton,
VI-13
pH,
chlor,
KUALITAS AIR Chlor Detergen and Phenol Warna
TEKNIK PENGOLAHAN
URAIAN
Penghilangan organisme, aerasi,
detergen, phenol,
karbon aktif, klorinasi dan ozonisasi
warna dan flour.
Pengolahan karbon aktif
2.
Pengolahan
Flokulasi, saringan karbon aktif dan
khusus ini dapat
ozonisasi
dilaksanakan dengan berbagai teknis pengolahan seperti
air
aerasi,
pengolahan Flour
Alum aktif dan proses elektrolit
alkali,
klorinasi
awal
atau
pengolahan
lain
seperti diuraikan dalam pengolahan
VI-14
teknik
Tabel 6.8. Pemilihan Sumber dan Persaingan Pemakaian (Sumber: Mc. Donald and Partners, 1994) No. 1.
2.
Kondisi
Pemilihan Sumber
Air tanah baik dan mata air belum
Sumber dengan biaya
dimanfaatkan dan keduanya tersedia
terendah
Mata air telah dimanfaatkan tetapi
Air tanah
terdapat air tanah dengan kondisi sedang sampai baik 3.
4.
Air tanah buruk, tetapi tersedia mata air
Mata air yang belum
yang belum dimanfaatkan
dimanfaatkan
Air tanah buruk, tetapi tersedia mata air
Sungai atau mata air yang
yang sudah dimanfaatkan serta sungai
sudah dimanfaatkan (1)
memungkinkan 5.
Air tanah buruk dan tidak ada sungai
Mata Air yang sudah
tetapi terdapat mata air yang sudah
dimanfaatkan (2)
dimanfaatkan 6.
Tidak terdapat sumber yang memadai
Sumber dengan biaya
dekat kota tetapi memungkinkan dengan
terendah (3)
sistem regional dekat kota 7.
Tidak terdapat sumber yang memadai
Membatasi kapasitas dengan
dekat kota dan tidak terdapat
kapasitas sumber daya yang
kemungkinan sistem regional
ada
Catatan: (1)
Disebabkan oleh tingginya biaya untuk sumber dari sungai, pemanfaatan mata air yang sudah dimanfaatkan (jika memungkinkan) harus diteliti.
(2)
Pengembangan akan tergantung pada persetujuan dari tata guna air. Jika kapasitas sistem sesuai dengan kapasitas sumber yang ada yang belum dimanfaatkan.
(3)
Apabila sumber daya terbatas, gabungan dari beberapa jenis sumber perlu dipertimbangkan dan dihitung biayanya.
VI-15
Tabel 6.9. Pemilihan Sumber dan Persaingan Pemakaian di Sumedang
1.
Air tanah baik dan mata air belum dimanfaatkan dan keduanya tersedia
SESUAI TIDAK SESUAI → Masih ada
2.
Mata air telah dimanfaatkan tetapi
mata air yang belum
terdapat air tanah dengan kondisi
termanfaatkan dengan optimal.
sedang sampai baik
Namun air tanah juga dalam kondisi sedang sampai baik. TIDAK SESUAI → Beberapa
3.
Air tanah buruk, tetapi tersedia mata air yang belum dimanfaatkan
daerah mempunyai kualitas air tanah yang baik, dan tersedia mata air yang belum dimanfaatkan.
Air tanah baik, tetapi tersedia mata air 4.
yang sudah dimanfaatkan serta sungai
SESUAI
memungkinkan Air tanah buruk dan tidak ada sungai 5.
tetapi terdapat mata air yang sudah dimanfaatkan
dekat kota tetapi memungkinkan dengan sistem regional dekat kota
6.7.
sedang sampai baik, terdapat sungai, terdapat mata air yang sudah dimanfaatkan
Tidak terdapat sumber yang memadai 6.
TIDAK SESUAI → Air tanah
TIDAK SESUAI → Terdapat banyak sumber dekat kota
Lokasi Intake Sebelum dialirkan ke bangunan instalasi pengolahan air minum (Water
Treatment Plant), air baku yang berada dialam tentunya harus di tampung dahulu atau diarahkan pada suatu tempat yang dinamakan bangunan penangkap air baku. Bangunan intake adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai penyadap atau penangkap air baku yang berasal dari sumbernya atau badan air seperti sungai, situ, danau, dan kolam sesuai dengan debit yang di perlukan untuk pengolahan.
VI-16
Bangunan intake harus disesuaikan menurut konstruksi bangunan air, dan pada umumnya memiliki konstuksi beton bertulang (reinforced concrete) agar memiliki ketahanan yang baik terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai. Kapasitas intake dibuat sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Pada prinsipnya fasilitas intake harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1.
Konstruksi fasilitas intake harus sesuai dengan jumlah air yang telah direncanakan sehingga tidak terjadi kegagalan pada saat banjir maksimum ataupun pada saat kekeringan maksimum
2.
Fasilitas intake harus dibangun pada titik lokasi yang dapat menjamin tersedianya kualitas air yang baik dan aman dari polusi, selain itu lokasi harus
memadai
untuk
mengadakan
pemeliharaan
fasilitas
serta
kemungkinan pengembangan fasilitas dimasa yang akan datang. Dalam menentukan lokasi intake dengan sumber air sungai maka perlu dipertimbangkan beberapa hal yaitu: 1.
Kualitas air dan kuantitas air kemungkinan perubahan yang terjadi.
2.
Minimasi efek-efek negatif.
3.
Memiliki akses yang baik untuk perawatan dan perbaikan.
4.
Memliki tempat bagi kendaraan dan memungkinkan pertambahan fasilitas di masa mendatang.
5.
Efek terhadap kehidupan akuatik yang ada.
6.
Kondisi geologis yang baik.
7.
Kualitas air yang tersedia harus baik.
8.
Berlokasi di tempat dimana tidak terdapat arus / aliran kuat yang dapat merusak intake.
9.
Selama banjir, air tidak boleh masuk ke dalam intake.
10. Sebaiknya sedekat mungkin dengan stasiun pemompaan. 11. Pasokan tenaga harus tersedia dan dapat digunakan. 12. Angin yang menyebabkan sedimentasi harus dihindari. 13. Lokasi harus mudah dijangkau dan dekat tempat pengolahan sehingga meminimalkan biaya perpipaan. 14. Lokasi sebaiknya tidak berada di wilayah cekungan.
VI-17
15. Sebaiknya tertutup untuk mencegah sinar matahari yang bisa menstimulus pertumbuhan lumut atau ganggang di air ataupun pengotor-pengotor dari luar. 16. Tanah tempat dibangunnya intake harus stabil. 17. Bangunan intake harus kedap air. 18. Pipa inlet ditempatkan dibawah permukaan sungai atau danau untuk mendapatkan air yang lebih dingin dan mencegah masuknya benda-benda yang mengapung. 19. Sebaiknya terletak agak jauh dari bahu sungai untuk mencegah kemungkinan pencemaran. 20. Sebaiknya terletak pada bagian hulu kota.
Secara umum terdapat beberapa fungsi dari bangunan intake, diantaranya: 1. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang di butuhkan oleh instalasi. 2. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen. 3. Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan yang di rencanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari sumbernya.
Bangunan Intake terdiri dari 4 (empat) macam yaitu: 1. Reservoir Intake (Intake Tower) Intake Tower terletak pada bagian pelimpahan atau dekat sisi bendungan. Pondasi menara (tower) terpisah dari bendungan dan dibangun pada bagian hulu. Menara terdiri atas beberapa inlet yang terletak pada ketinggian yang bervariasi untuk mengantisipasi fluktuasi tinggi muka air dapat mengalir secara gravitasi ke fasilitas penjernihan air. Cuplikan gambar mengenai reservoir intake dapat dilihat pada Gambar 6.1.
VI-18
Gambar 6.1. Reservoir Intake (Sumber: Petunjuk Teknis Pengembangan SPAM, 2007) 2. River Intake River Intake terdiri atas sumur beton berdiameter 3 – 6 m yang dilengkapi 2 atau lebih pipa besar yang disebut penstock. Pipa-pipa tersebut dilengkapi dengan katup sehingga memungkinkan air memasuki intake secara berkala. Air yang terkumpul dalam sumur kemudian dipompa dan dikirim kedalam instalasi pengolahan. River Intake terletak pada bagian hulu kota untuk menghidari pencemaran oleh air buangan. Cuplikan gambar mengenai river intake dapat dilihat pada Gambar 6.2.
Gambar 6.2. River Intake (Sumber: Petunjuk Teknis Pengembangan SPAM, 2007)
VI-19
3. Lake Intake Lake Intake terdiri atas satu atau lebih pipa bell-mouthed yang dipasang di dasar danau. Bell-mouthed ditutup dengan saringan (screen). Sebagai penyangga pipa dibuat jembatan yang menghubungkan pipa dari danau menuju tempat pengolahan air. Cuplikan gambar mengenai lake intake dapat dilihat pada Gambar 6.3.
Gambar 6.3. Lake Intake (Sumber: Petunjuk Teknis Pengembangan SPAM, 2007)
4. Canal Intake Canal Intake terdiri atas sumur beton yang dilengkapi dengan pipa bell-mouthed yang terpasang menghadap ke atas. Terdapat saringan halus pada bagian atas untuk mencegah masuknya ikan-ikan kecil dan bendabenda terapung. Ruangan juga dilapisi dengan saringan dari kerikil. Cuplikan gambar mengenai canal intake dapat dilihat pada Gambar 6.4.
VI-20
Gambar 6.4. Canal Intake (Sumber: Petunjuk Teknis Pengembangan SPAM, 2007) Intake juga dilengkapi dengan beberapa perlatan penunjang, antara lain. 1. Pipa inlet, berfungsi untuk membawa air masuk ke dalam intake. 2. Gate valve, berfungsi untuk mengatur debit aliran air dengan jalan membuka dan menutup aliran. 3. Screen, berfungsi untuk menyaring kotoran atau suspended solid yang mungkin terbawa dalam air. 4. Overflow, berfungsi untuk mengeluarkan kelebihan air sehingga tinggi muka air dalam bak tetap konstan. 5. Ventilasi, berfungsi menjaga tekanan udara dalam intake agar selalu sama dengan tekanan udara luar. 6. Pompa, berfungsi untuk menaikan air dari sumber. 7. Drain, berfungsi untuk menguras. 8. Bak mom, berfungsi untuk membubuhkan desinfektan. 9. Pipa outlet, berfungsi untuk membawa air keluar dari intake. 10. Ruang operator Jenis bangunan intake sangat tergantung dari lokasi sumber air bakunya, juga faktor biaya baik biaya kontruksi, operasional maupun pemeliharaannya. Selain itu, juga tergantung dengan tingkat sedimentasi dari lokasi sumber air baku.
VI-21
Faktor estetis juga bisa menjadi pertimbangan. Kombinasi dari beberapa tipe bangunan intake juga bisa dilakukan untuk mengakomodir kondisi di lapangan. Kualitas air yang dimanfaatkan untuk pengolahan pada bangunan intake biasanya kurang baik namun secara kuantitas airnya cukup banyak. Dalam mementukan titik pengambilan air didasarkan pada variasi kualitas air permukaan dimana terdapat adanya variasi yang konstan (tidak berfluktuasi). Hal yang harus diperhatikan dalam prencanaan intake, yaitu: 1. Intake sebaiknya direncanakan dan ditempatkan pada tempat/sumber air yang memiliki aliran yang stabil dan tidak deras. Hal ini berguna agar tidak membahayakan bangunan intake tersebut. 2. Bangunan intake harus kedap air. 3. Tanah di sekitar intake seharusnya cukup stabil dan tidak mudah terkena erosi. 4. Intake seharusnya terletak jauh sebelum sumber kontaminasi. 5. Intake sebaiknya terletak di hulu sungai suatu kota. 6. Intake sebaiknya di lengkapi dengan saringan kasar yang selalu di bersihkan. Ujung pipa pengambilan air yang berhububgan dengan popa sebaiknya juga di beri saringan (striner). 7. Inlet sebaiknya berada di bawah permukaan badan air untuk mencegah masuknya benda-benda terapung. Disamping itu sebaiknya terletak cukup di atas air. 8. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul sebaiknya di buat beberapa level. 9. Jika permukaan badan air selalu konstan dan tebing sungai terendam air maka intake dapat di buat dekat sungai. Setelah melakukan pengkajian dan mempertimbangkan faktor-faktor yang telah disebutkan pada prosedur pemilihan sumber air bersih maka dipilih sumber air baku dan lokasi intake untuk melayani wilayah perencanaan, antara lain; 1. Mata Air Sirah Cikandung, Desa Nyalindung, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang.
Secara geografis terletak pada koordinat
6°47'48.32" LS; 107°55'19.41" BT, dengan elevasi ±758 m.
VI-22
2. Sungai Cipeles yang berada di Desa Passanggrahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Secara geografis terletak pada koordinat 6°52'10.70" LS; 107°52'29.56" BT, dengan elevasi permukaan air ±692 m. Lokasi intake untuk sumber air ini berada dekat dengan fasilitas jalan sehingga akan memudahkan akses mobilisasi selama konstruksi, operasi dan pemeliharaan. Sumbar air baku terpilih diatas juga sesuai dengan analisis SPAM Perpipaan Perkotaan pada Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang tahun 2015.
VI-23
BAB VII
RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
7.1.
Umum Dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten
Sumedang digunakan 4 alternatif sistem. Alternatif sistem 1 - 2 mempunyai perbedaan yang cukup nyata, dimana alternatif sistem 1 dengan memanfaatkan sumber air baku dari Sungai Cipeles dengan jarak yang cukup dekat ke reservoir, sementara alternatif sistem 2 memanfaatkan sumber air baku dari Sungai Cipeles, dan Mata Air Sirah Cikandung. Pada alternatif sistem 1 debit yang diambil dari Sungai Cipeles sebesar 14.08% dari kapasitas sumber, sedangkan pada alternatif sistem 2 debit yang diambil dari Sungai Cipeles sebesar 12,63% dan Mata Air Sirah Cikandung sebesar 40,00%. Untuk menjaga kehidupan akuatik di dalam sumber air maka terdapat persyaratan pengambilan debit maksimum yang diijinkan yaitu sekitar 20-40% dari kapasitas sumber. Berdasarkan ketentuan tersebut diketahui bahwa nilai debit kebutuhan berada dibawah dan/atau dalam rentang pengambilan debit maksimum yang diizinkan, sehingga Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung dapat digunakan sebagai sumber air baku. Meskipun kapasitas sumber telah diambil untuk memenuhi kebutuhan air penduduk, kehidupan akuatik di dalam air masih tetap terjaga dan dapat dipertahankan. Alternatif sistem 3 – 4 pada dasarnya sama dengan alternatif 1 – 2, namun pada sistem 3 – 4 rencana pengembangan SPAM akan dibagi menjadi dua tahap, dimana tahap I (2016-2024) dan tahap II (2025-2035). Semua alternatif pengembangan sistem penyediaan air minum yang akan direncanakan melayani wilayah perencanaan di Kabupaten Sumedang yang terdiri dari 3 Kecamatan; Kecamatan Sumedang Selatan, Kecamatan Sumedang Utara,
VII-1
dan Kecamatan Rancakalong. Selain itu jaringan yang direncanakan dalam penelitian ini hanya sampai jaringan distribusi utama. Baik sistem 1 - 4, hasil pengolahan dari sumber air baku yang terpilih akan menyuplai ke Water Treatment Plant (WTP) yang berada di Kecamatan Sumedang Utara dan/atau Sumedang Selatan guna mengembangkan tingkat pelayanannya. Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum eksisting untuk kedua WTP tersebut dapat diamati pada Tabel 7.1. Tabel 7.1. Kapasitas IPAM Eksisting di Wilayah Perencanaan (Sumber: RISPAM Kabupaten Sumedang, 2015) Cabang No
Uraian
Satuan
Sumedang Utara
Sumedang Selatan
SUMBER 1
2
7.2.
Air Baku Debit air baku Sistem Pengaliran UNIT PRODUKSI Sistem pengolahan air Kapasitas desain kapasitas terpasang Kapasitas yang dapat dimanfaatkan Sisa kapasitas Air yang di produksi Distribusi
L/dt -
Mata Air Cipanteneun 120 Gravitasi
Mata Air Cipongkor 175 Gravitasi
L/dt
Pengolahan Sederhana 100
Pengolahan sederhana dan Desinfektan 110
L/dt
100
110
L/dt
36,9
40
L/dt
63,1
70
m3
123425
103680
-
Gravitasi
Gravitasi dan pompa
-
Alternatif Sistem 1 Alternatif sistem 1 sesuai dengan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air
Minum Kabupaten Sumedang tahun 2015. Sistem ini menggunakan Sungai Cipeles sebagai sumber air baku utama untuk melakukan pengembangan SPAM. Skema pengembangan alternatif sistem 1 ditunjukan pada Gambar 7.1 dan Gambar 7.2.
VII-2
Gambar 7.1. Skema Sistem 1 Pengembangan SPAM Sumedang
Gambar 7.2. Tahapan Sistem 1 Pengembangan SPAM Sumedang
VII-3
Reservoir Sungai Cipeles akan menyuplai air bersih melalui pipa transmisi ke Water Treatment Plant (WTP) Sumedang Selatan sebesar 50 L/detik guna untuk mengembangkan tingkat pelayanan WTP Sumedang Selatan. Reservoir Sungai Cipeles juga melayani seluruh wilayah perencanaan meliputi Kecamatan Rancakalong, Kecamatan Sumedang Selatan, dan Kecamatan Sumedang Utara. Pipa yang digunakan dalam untuk alternatif sistem ini adalah pipa HDPE dengan diameter dengan diameter 90 mm, 110 mm, 125 mm, 200 mm, 225 mm, 250 mm, 315 mm, 355 mm, 400 mm, dan 630 mm. Berdasarkan running Epanet, didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 21,98 – 161,25 m, nilai kecepatan dalam pipa sebesar 0,45 – 2,24 m/s dan nilai headloss maksimum sebesar 14,61 m. Panjang untuk setiap diameter pipa ditunjukan pada Tabel 7.2 dan gambar jaringan perpipaan ditunjukan pada Gambar 7.3.
Gambar 7.3. Jaringan Perpipaan Sistem 1
VII-4
Tabel 7.2. Panjang Pipa Sistem 1 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
7.3.
Diameter Pipa (mm) 90 110 125 200 225 250 315 355 400 630 Total
Panjang Pipa (m) 4163 3767 7883 18827 624 7487 6229 1855 3913 50 54798
Alternatif Sistem 2 Alternatif sistem 2 sesuai dengan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air
Minum Kabupaten Sumedang tahun 2015. Sistem ini menggunakan Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung sebagai sumber air baku utama untuk melakukan pengembangan SPAM. Skema pengembangan alternatif sistem 2 ditunjukan pada Gambar 7.4 dan Gambar 7.5.
Gambar 7.4. Skema Sistem 2 Pengembangan SPAM Sumedang VII-5
Gambar 7.5. Tahapan Sistem 2 Pengembangan SPAM Sumedang
Reservoir Sungai Cipeles akan menyuplai air bersih melalui pipa transmisi ke Water Treatment Plant (WTP) Sumedang Selatan sebesar 50 L/detik, dan Mata Air Sirah Cikandung akan menyuplai air bersih melalui pipa transmisi ke Water Treatment Plant (WTP) Sumedang Utara sebesar 50 L/detik guna untuk mengembangkan tingkat pelayanan kedua WTP. Walau sistem distribusi air dari kedua reservoir saling berhubungan, namun reservoir Sungai Cipeles berfokus untuk pelayanan di Kecamatan Rancakalong dan Kecamatan Sumedang Selatan, sedangkan Mata Air Sirah Cikandung berfokus untuk pelayanan di Kecamatan Sumedang Utara. Pipa yang digunakan dalam untuk alternatif sistem ini adalah pipa HDPE dengan diameter dengan diameter 125 mm, 200 mm, 225 mm, 250 mm, 280 mm, 315 mm, 400 mm, dan 630 mm. Berdasarkan running Epanet, didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 28,11 – 161,25 m, nilai kecepatan dalam pipa sebesar 0,17 – 1,77 m/s dan nilai headloss maksimum sebesar 14,37 m. Panjang untuk setiap diameter pipa ditunjukan pada Tabel 7.3 dan gambar jaringan perpipaan ditunjukan pada Gambar 7.6.
VII-6
Gambar 7.6. Jaringan Perpipaan Sistem 2
Tabel 7.3. Panjang Pipa Sistem 2 No. 1 2 3 4 5 6 7 8
7.4.
Diameter Pipa (mm) 125 200 225 250 280 315 400 630 Total
Panjang Pipa (m) 7883 18827 2596 7487 7398 4671 3913 50 52825
Alternatif Sistem 3 Sistem 3 pada dasarnya sama dengan sistem 1 yaitu dengan memanfaatkan
sumber Sungai Cipeles sebagai sumber air baku untuk air minum. Namun pada sistem 3 pembangunannya akan dibangun menjadi dua tahap selama periode perencanaan. Tahap pertama dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada
VII-7
tahun 2016-2024 dengan kapasitas sebesar 350 L/detik dan membangun reservoir baru. Tahap kedua dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada tahun 2025-2035 dengan kapasitas 350 L/detik dan membangun reservoir baru. Skema pengembangan sistem 3 ditunjukan pada Gambar 7.7 dan Gambar 7.8.
Gambar 7.7. Skema Sistem 3 Pengembangan SPAM Sumedang
Gambar 7.8. Tahapan Sistem 3 Pengembangan SPAM Sumedang VII-8
Pipa yang digunakan dalam tahap ini adalah pipa HDPE dengan diameter dengan diameter diameter 90 mm, 110 mm, 125 mm, 200 mm, 225 mm, 250 mm, 315 mm, 355 mm, 400 mm, dan 630 mm. Berdasarkan running Epanet, untuk tahap I didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 39,80 – 143,65 m, kecepatan dalam pipa sebesar 0,16 – 1,73 m/s dan head loss maksimum sebesar 9,85 m. Sementara untuk tahap II didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 21,98 – 161,25 m, nilai kecepatan dalam pipa sebesar 0,45 – 2,24 m/s dan nilai headloss maksimum sebesar 14,61 m. Panjang untuk setiap diameter pipa ditunjukan pada Tabel 7.4 serta gambar jaringan perpipaan ditunjukan pada Gambar 7.9 dan Gambar 7.10.
Gambar 7.9. Jaringan Perpipaan Sistem 3 Tahap 1
VII-9
Gambar 7.10. Jaringan Perpipaan Sistem 3 Tahap 2 Tabel 7.4. Panjang Pipa Sistem 3 No. 1 2 3 4 5 6 7
7.5.
Tahap 1 Diameter Pipa Panjang Pipa (mm) (m) 125 5094 200 5649 225 624 250 7487 315 2686 400 3913 630 50 Total 25503
Tahap 2 Diameter Pipa Panjang Pipa (mm) (m) 90 4163 110 3767 125 2789 200 13178 315 3543 355 1855 Total
29295
Alternatif Sistem 4 Sistem 4 pada dasarnya sama dengan sistem 2 yaitu dengan memanfaatkan
sumber Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung sebagai sumber air baku untuk air minum. Namun pada sistem 4 pembangunannya akan dibangun menjadi dua tahap selama periode perencanaan. Tahap pertama dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada tahun 2016-2024 dengan kapasitas sebesar 386 L/detik dan membangun reservoir baru. Tahap kedua dibangun untuk memenuhi kebutuhan VII-10
air bersih pada tahun 2025-2035 dengan kapasitas 314 L/detik dan membangun reservoir baru. Skema pengembangan sistem 4 ditunjukan pada Gambar 7.11 dan Gambar 7.12.
Gambar 7.11. Skema Sistem 4 Pengembangan SPAM Sumedang
Gambar 7.12. Tahapan Sistem 4 Pengembangan SPAM Sumedang
VII-11
Pipa yang digunakan dalam tahap ini adalah pipa HDPE dengan diameter dengan diameter diameter 125 mm, 200 mm, 225 mm, 250 mm, 280 mm, 315 mm, 400 mm, dan 630 mm. Berdasarkan running Epanet, untuk tahap I didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 39,80 – 145,30 m, kecepatan dalam pipa sebesar 0,20 – 1,74 m/s dan head loss maksimum sebesar 9.85 m. Sementara untuk tahap II didapatkan kriteria hidrolis dengan nilai tekanan didalam pipa sebesar 28,11 – 161,25 m, nilai kecepatan dalam pipa sebesar 0,17 – 1,77 m/s dan nilai headloss maksimum sebesar 14,37 m. Panjang untuk setiap diameter pipa ditunjukan pada Tabel 7.5 serta gambar jaringan perpipaan ditunjukan pada Gambar 7.13 dan Gambar 7.14.
Gambar 7.13. Jaringan Perpipaan Sistem 4 Tahap 1
VII-12
Gambar 7.14. Jaringan Perpipaan Sistem 4 Tahap 2
Tabel 7.5. Panjang Pipa Sistem 4 No. 1 2 3 4 5 6 7
Tahap 1 Diameter Pipa Panjang Pipa (mm) (m) 125 5094 200 5649 225 2596 250 7487 315 4671 400 3913 630 50 Total 29460
VII-13
Tahap 2 Diameter Pipa Panjang Pipa (mm) (m) 125 2789 200 13178 280 7398
Total
23365
7.6.
Rekapitulasi Alternatif Sistem Berdasarkan analisa jaringan dari keempat sistem pengembangan SPAM
diatas maka rekapitulasi kriteria jaringan untuk setiap alternatif ditunjukan pada Tabel 7.6. Tabel 7.6. Rekapitulasi Kriteria Jaringan Alternatif Sistem Alternatif Sistem
Kriteria Teknis (SNI 06-4829-2005) Kecepatan 0,1 – 2,5 (m/detik) Headloss 0 - 15 (m/km) Tekanan 0 – 163,2 (mH2O) Keterangan Kriteria Teknis (SNI 06-4829-2005) Kecepatan (m/detik) Headloss (m/km) Tekanan (mH2O)
1
2
0,45 – 2,24
0,17 – 1,77
1,68 – 14,61
0,19 – 14,37
21,98 – 161,25
28,11 – 161,25
Memenuhi Kriteria
Memenuhi Kriteria
3
4
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 1
Tahap 2
0,1 – 2,5
0,16 – 1,73
0,45 – 2,24
0,20 – 1,74
0,17 – 1,77
0 - 15
0,11 – 9,85
1,68 - 14,61
0,30 – 9,85
0,19 – 14,37
21,98 - 161,25
39,80 - 145,30
28,11 - 161,25
Memenuhi Kriteria
Memenuhi Kriteria
Memenuhi Kriteria
0 – 163,2
Keterangan
39,80 – 143,65 Memenuhi Kriteria
Berdasarkan Tabel 7.6 dapat diketahui bahwa untuk keempat pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum di Kabupaten Sumedang secara umum sudah memenuhi kriteria jaringan yang mengacu pada SNI 06-4829-2005 dimana nilai kecepatan aliran sebesar 0.1 – 2.5 m/detik, headloss sebesar 0-15 m/km serta tekanan sebesar 0 – 163,2 mH2O.
7.7.
Rencana Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Terpilih Pada pengembangan dan perencanaan teknis sistem pengolahan air minum
di Kabupaten Sumedang ini dipilih alternatif sistem 4 sebagai rencana pengembangan. Pada sistem 4 memanfaatkan sumber Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung sebagai sumber air baku untuk air minum. Dengan penggunaan
VII-14
dua sumber air baku tersebut akan menurunkan kapasitas pengolahan pada masingmasing instalasi yang direncanakan namun tetap memenuhi kebutuhan air minum di wilayah perencanaan. Pembangunannya akan dibangun menjadi dua tahap selama periode perencanaan. Tahap pertama dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada tahun 2016-2024 dengan kapasitas sebesar 386 L/detik dan membangun reservoir baru. Tahap kedua dibangun untuk memenuhi kebutuhan air bersih pada tahun 2025-2035 dengan kapasitas 314 L/detik dan membangun reservoir baru. Kapasitas instalasi pengolahan air minum ditentukan oleh kebutuhan air minum selama periode perencanaan. Kapasitas ditentukan berdasarkan pemakaian hari maksimum. Kebutuhan air minum di wilayah perencanaan selama 20 tahun mendatang. Berdasarkan perhitungan besar debit pengolahan air minum pada masing-masing, maka pembangunan instalasi pengolahan air minum pada alternatif sistem 4 dilakukan seperti yang diberikan pada Tabel 7.7. Tabel 7.7. Rencana Kapasitas IPAM Debit Perencanaan IPAM Debit (L/detik) Debit Tahap I Sumber Sungai Cipeles 314 Sumber Mata Air Sirah Cikandung 72 386 Debit Total Tahap I Debit Tahap II Sumber Sungai Cipeles 314 314 Debit Total Tahap II Debit Total Perencanaan 700 IPAM
Besarnya kebutuhan air yang diproduksi dipengaruhi oleh debit maksimum hari. Namun, dalam menentukan kapasitas produksi Tahap I dan Tahap II memerlukan proporsi yang sama agar memudahkan dalam perhitungan dimensi dan menentukan jumlah pertambahan unit pada tahap berikutnya. Oleh karena itu, dari debit maksimum hari yang diketahui pada Tahap I dan Tahap II dihitung kembali besar debit sesuai dengan jumlah unit yang sudah proporsional untuk kedua tahap.
VII-15
Berikut adalah rencana pembangunan yang akan dilakukan pada setiap tahap dengan rincian:
Tahap I Intake Sungai Cipeles: Untuk kapasitas total (628 L/s) Intake Mata Air Sungai Cikandung: Untuk kapasitas total (72 L/s) Transmisi Intake Sungai Cipeles: Untuk kapasitas total (628 L/s) Transmisi Intake Mata Air Sungai Cikandung: Untuk kapasitas total (72 L/s) Instalasi Sungai Cipeles: Untuk memenuhi debit tahap I (314 L/s) Instalasi Mata Air Sungai Cikandung: Untuk memenuhi debit tahap I (72 L/s)
Tahap II Instalasi Sungai Cipeles: Untuk memenuhi debit tahap II (314 L/s)
Pembagian debit tersebut dilakukan untuk mempermudah perhitungan dimensi untuk konfigurasi unit yang akan digunakan. Diasumsikan di akhir periode untuk sumber air dari Mata Air Sirah Cikandung terdiri dari 1 paket dengan kapasitas instalasi pada Tahap 1 sebesar 72 L/detik. Kemudian untuk sumber air dari Sungai Cipeles pada akhir periode terdiri dari 4 paket unit pengolahan maka: Kapasitas instalasi pada Tahap I = 2 x 157 = 314 L/detik Kapasitas instalasi pada Tahap II = 4 x 157 = 628 L/detik Dengan perhitungan di atas maka diperoleh proporsi jumlah unit pengolahan untuk sumber air Sungai Cipeles pada Tahap I dan Tahap II, yaitu 2 unit pengolahan untuk Tahap I dan 2 unit pengolahan tambahan pada Tahap II. Maka untuk memenuhi kebutuhan air minum sebesar 700 L/detik, diambil dari Mata Air Sirah Cikandung sebesar 72 L/detik dengan jumlah unit pengolahan adalah 1 unit berkapasitas 72 L/detik. Dan dari Sungai Cipeles diambil sebesar 628 L/detik dengan jumlah unit pengolahan adalah 4 unit dengan masing-masing unit berkapasitas 157 L/detik.
VII-16
BAB VIII RENCANA INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM
8.1.
Umum Instalasi pengolahan air minum dibuat sebagai usaha dalam penyediaan air
bagi masyarakat. Air yang dihasilkan dari pengolahan adalah air yang memenuhi persyaratan secara higienis maupun estetis dengan biaya yang dijangkau oleh masyarakat. Kualitas yang diberikan bagi air minum ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan. Jenis pengolahan yang diperlukan dalam penyediaan air minum ditentukan oleh kualitas air baku dan standar/baku mutu air minum yang diijinkan bagi manusia. Dalam merencanakan instalasi pengolahan air minum, pemilihan unit-unit pengolahan merupakan hal yang paling penting. Pemilihan unit pengolahan dilakukan dengan pertimbangan teknis yaitu kriteria desain yang telah ditetapkan untuk setiap unit pengolahan. Namun, pertimbangan teknis bukanlah yang utama karena terdapat faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah ketersediaan dana dan sumber daya manusia yang tersedia dalam membangun dan mengoperasikan instalasi pengolahan.
8.2.
Baku Mutu Air Minum Air minum yang sesuai bagi kesehatan manusia adalah air minum yang
sesuai dengan baku mutu air minum yang telah ditetapkan. Di Indonesia, baku mutu air
minum
mengacu
kepada
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Isi dari keputusan ini diberikan pada bagian lampiran C.
VIII-1
Berdasarkan hasil analisa kualitas air baku yang diperoleh, Pada Tabel 8.1 ditunjukan baku mutu air minum yang akan dijadikan acuan dalam merencanakan instalasi pengolahan. Tabel 8.1. Baku Mutu yang Digunakan Dalam Mengolah Air Baku PARAMETER FISIK Bau Zat Padat Terlarut Zat Padat Tersuspensi Kekeruhan Rasa Temperatur
SATUAN
PERMENKES No. 492/2010
PP No. 82/2001
mg/l mg/l NTU -
Tidak Berbau 500 5 Tidak Berasa
1000 50 -
o
C
Warna KIMIA Besi (Fe)
TCU
±3 15
±3 -
mg/l
0,3
0,3
Kesadahan (CaCO3)
mg/l
Kalsium Magnesium (Mg)
mg/l mg/l
500 -
-
Klorida (Cl-)
mg/l
Mangan (Mn) Ph Sulfat Bikarbonat Seng Tembaga Amoniak BIOLOGI
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
250 0,4 6,5 – 8,5 250 3 2 1,5
600 0.1 6-9 400 0,05 0,02 0,5
MPN/100 ml
0
1000
Total Coli
VIII-2
8.3.
Analisa Kualitas Air Baku Terhadap Baku Mutu Air Minum Kualitas air baku air minum harus memenuhi persyaratan fisik, kimia dan
biologis. Berdasarkan parameter tersebut air baku dapat dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu: 1. Air baku yang langsung dapat digunakan sebagai air minum 2. Air baku yang perlu pengolahan sederhana untuk digunakan sebagai air minum 3. Air baku yang perlu pengolahan lengkap untuk digunakan sebagai air minum 4. Air baku yang tidak bisa digunakan untuk air minum. Kualitas air baku akan menentukan sifat dari air baku sebagai air minum. Untuk kepentingan tersebut maka dilakukan analisa air baku terhadap baku mutu air minum seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 8.1, juga dapat dilihat parameter baku mutu dan nilai analisa dari setiap parameter, sehingga dapat diketahui parameter mana yang perlu diberikan pengolahan beserta efisiensinya pengolahan yang dibutuhkan agar kualitas air memenuhi baku mutu. Pada Tabel 8.2 dan Tabel 8.3 dapat dilihat efisiensi penyisihan yang harus dicapai oleh instalasi pengolahan air minum untuk Sungai Cipeles dan Mata Air Sirah Cikandung yang direncanakan sehingga air baku dapat memenuhi baku mutu air minum yang telah ditetapkan.
VIII-3
Tabel 8.2. Perbandingan Kualitas Air Sungai Cipeles Terhadap Baku Mutu SATUAN
HASIL ANALISA
PERMENKES 492/2010
PP 82/2001
KETERANGAN
Zat Padat Terlarut (TDS)
mg/l
60,7
500
1000
Tidak Diolah
Zat Padat Tersuspensi (TSS)
mg/l
2460
-
50
Diolah
97,97%
Besi (Fe)
mg/l
1,85
0,3
0,3
Diolah
83,78%
Mangan (Mn)
mg/l
1,11
0,4
0,1
Diolah
90,99%
Ph
mg/l
6,16
6,5 – 8,5
6-9
Tidak Diolah
Sulfat (SO4 2-)
mg/l
49,52
250
400
Tidak Diolah
Seng (Zn)
mg/l
0,36
3
0,05
Tidak Diolah
Tembaga (Cu)
mg/l
< 0,03
2
0,02
Tidak Diolah
Arsen (As)
mg/l
< 0,005
0,01
0,05
Tidak Diolah
Barium (Ba)
mg/l
< 0,46
0,7
1
Tidak Diolah
Boron
mg/l
0,9
0,5
1
Tidak Diolah
BOD5
mg/l
40
-
2
Diolah
95%
COD
mg/l
107
-
10
Diolah
90,65%
Fenol
mg/l
< 0,005
-
0,001
Tidak Diolah
Kadmium (Cd)
mg/l
< 0,02
0,003
0,01
Tidak Diolah
Kobal (Co)
mg/l
0,14
-
0,2
Tidak Diolah
Krom Heksavalen (Cr-VI)
mg/l
0,03
0,05
-
Tidak Diolah
Nitrat (NO3-N)
mg/l
14,47
50
-
Tidak Diolah
Nitrit (NO2-N)
mg/l
0,24
3
-
Tidak Diolah
Oksigen Terlarut (DO)
mg/l
8,54
-
>6
Tidak Diolah
Raksa (Hg)
mg/l
< 0,001
0,001
0,001
Tidak Diolah
Selenium (Se)
mg/l
< 0,01
0,01
0,01
Tidak Diolah
Sianida (CN-)
mg/l
0,01
0,07
0,02
Tidak Diolah
29000
0
1000
Diolah
100%
15000
0
100
Diolah
100%
PARAMETER
EFISIENSI
FISIK
KIMIA
BIOLOGI Total Coli E. Coli
MPN/100 ml MPN/100 ml
VIII-4
Tabel 8.3. Kualitas Mata Air Sirah Cikandung Terhadap Baku Mutu SATUAN
HASIL ANALISA
PERMENKES 492/2010
PP 82/2001
-
Tidak Berbau
Tidak Berbau
-
Zat Padat Terlarut (TDS)
mg/l
106,9
500
1000
Tidak Diolah
Kekeruhan
NTU
1,6
5
-
Tidak Diolah
C
27
Suhu Udara ± 3
±3
Tidak Diolah
mg/l
0,013
0,3
0,3
Tidak Diolah
Klorida (Cl )
mg/l
15
250
600
Tidak Diolah
Mangan (Mn)
mg/l
0,01
0,4
0,1
Tidak Diolah
Ph
mg/l
7
6,5 – 8,5
6-9
Tidak Diolah
Krom Heksavalen (Cr-VI)
mg/l
0,015
0,05
-
Tidak Diolah
240
0
1000
Tidak Diolah
100%
240
0
100
Diolah
100%
PARAMETER
KETERANGAN
EFISIENSI
FISIK Bau
Temperatur
o
KIMIA Besi (Fe) -
BIOLOGI Total Coli E. Coli
MPN/100 ml MPN/100 ml
Hasil perbandingan analisa laboratorium dan baku mutu menunjukkan bahwa terdapat parameter yang melebihi standar baku mutu. Untuk air baku dari Sungai Cipeles terdapat empat parameter yang melebihi standar baku mutu, yaitu parameter Zat Padat Tersuspensi (TSS), Besi (Fe), Mangan (Mn), Zat Organik dan Total Coli. Sehingga dibutuhkan pengolahan bagi parameterparameter tersebut. Untuk air baku dari Mata Air Sirah Cikandung terdapat dua parameter yang melebihi standar baku mutu, yaitu parameter Total Coli. Sehingga dibutuhkan pengolahan sederhana bagi parameter-parameter tersebut.
VIII-5
8.3.1. Zat Padat Tersuspensi Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid) adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik. Keberadaan zat padat tersuspensi dapat mempengaruhi kejernihan dan kehigienisan air. Zat padat dalam keadaan suspensi dibagi menjadi 2, yakni: a. Partikel tersuspensi koloid Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air yang disebabkan oleh penyimpangan sinar yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan keadaan kejenuhan suatu senyawa kimia. b. Partikel tersuspensi biasa Partikel-partikel tersuspensi biasa mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi, sehingga suspensi tidak dapat dikatakan keruh. Material tersuspensi mempunyai efek yang kurang baik terhadap kualitas badan air karena dapat menyebabkan menurunkan kejernihan air dan dapat mempengaruhi kemampuan ikan untuk melihat dan menangkap makanan serta menghalangi sinar matahari masuk ke dalam air. Endapan tersuspensi dapat juga menyumbat insang ikan, mencegah telur berkembang. Ketika suspended solid tenang di dasar badan air, dapat menyembunyikan telur dan terjadi pendangkalan pada badan air sehingga memerlukan pengerukan yang memerlukan biaya operasional tinggi. Kandungan TSS dalam badan air sering menunjukan konsentrasi yang lebih tinggi pada bakteri, nutrien, pestisida, logam didalam air. Untuk menghilangkan kekeruhan dapat dilakukan proses prasedimentasi, koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
VIII-6
8.3.2. Besi Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir semua tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Adanya besi dalam jumlah yang berlebih dalam air dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya adalah tidak enaknya rasa air minum, dapat menimbulkan endapan dan menambah kekeruhan (Sawyer, 1967). Pada air yang tidak mengandung O seperti air tanah, besi berada sebagai Fe²+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang mengalir dan terjadi aerasi, Fe²+ teroksidasi menjadi Fe³+, Fe³+ ini sulit larut dalam pH 6 sampai 8 (kelarutannya hanya dibawah beberapa μg/l), bahkan dapat menjadi ferihidroksida Fe(OH), atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan bisa mengendap. Demikian dalam air sungai, besi berada sebagai Fe²+, Fe³+ terlarut dan Fe³+ dalam bentuk senyawa organik berupa koloidal. Dalam jumlah kecil zat besi dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel darah merah. Kandungan zat besi di dalam air yang melebihi batas akan menimbulkan gangguan. Standar kualitas ditetapkan 0,1 – 1,0 mg/l. Besi bisa mengganggu proses pencucian pakaian, menghasilkan noda pada peralatan plumbing, dan menimbulkan kesulitan pada sistem distribusi karena mendukung tumbuhnya bakteri besi. Besi juga menghasilkan rasa pada air yang terdeteksi pada konsentrasi yang sangat rendah. Besi dapat dihilangkan dengan menggunakan proses aerasi, koagulasi, flokulasi dan filtrasi. 8.3.3. Mangan Mangan dalam air dapat di temukan dalam bentuk Mn2+ (bivalent mangan) dan Mn4+ (quadrivalent mangan). Mn dengan bervalensi tinggi sukar larut dalam air, sedangkan Mn bervalensi dua mempunyai sifat mudah larut dalam air dan tidak stabil bila bertemu dengan oksigen (mudah teroksidasi). Tubuh manusia membutuhkan mangan rata-rata 10 mg/l sehari yang dapat dipenuhi dari makanan. Mangan bersifat toksik terhadap organ pernafasan. Standar kualitas ditetapkan 0,05 – 0,5 mg/l dalam air. Adanya Mangan yang tinggi di dalam air, terutama air minum, maka akan teroksidasi oleh Oksigen membentuk Mn4+ yang akan menyebabkan air menjadi keruh berwarna kecoklatan dan berbau logam Mangan.
VIII-7
Dalam proses penyisihan Fe dan Mn, mekanisme yang banyak berperan adalah proses aerasi. Pada saringan pasir lambat, aerasi terjadi karena adanya proses turbulensi aliran saat air melewati pori-pori media filter. Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan menjadi suatu oksida (Mahmudah dan Notodarmojo, 2010) Mangan dapat dihilangkan dengan menggunakan proses aerasi, koagulasi, flokulasi dan filtrasi. 8.3.4. Zat Organik Kandungan organik dalam air dapat diekspresikan dalam bentuk nilai angka permanganat, BOD dan COD. Jenis senyawa organik di dalam air banyak sekali jenisnya mulai dari senyawa organik dengan rantai karbon pendek sampai rantai karbon panjang. Nilai permanganat menunjukkan oksidator kuat seperti KMnO4 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan zat organik yang biodegradable secara biologis. Sedangkan COD adalah banyaknya oksiegn yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik dengan oksidator kuat seperti K2Cr2O7 dalam suasana panas dan asam. Kontaminan organik terdapat di dalam air dengan jumlah yang sangat banyak. Sumber zat organik di dalam air adalah tumbuh-tumbuhan dan vegetasi lainnya. Kontaminan ini terutama masuk sebagai hasil dari limbah pertanian. Pada musim hujan kandungan zat organik menurun karena terjadi pengenceran oleh air hujan dan sebaliknya pada musim kemarau. Keberadaan zat organik di dalam air menyebabkan kekeruhan dan warna dalam keadaan stabil. Selain itu oksigen terlarut berkurang yang dapat mengakibatkan kondisi septik di dalam air. Zat organik dapat diturunkan dengan proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi dan desinfeksi.
VIII-8
8.3.5. Total Coli Pada air yang jernih yang berwarna kehijauan kemungkinan terdapat mikroalgae yang memberikan warna pada air di dalam massanya terdapat pula bakteri Fe penghasil asam yang korosif. Hal ini menyebabkan kandungan besi dalam airnya tinggi. Sedangkan untuk air sungai yang kotor atau tercemar selain mengandung mikroba seperti pada air jernih, juga dimungkinkan adanya kelompok mikroba lainnya. Mikroba tersebut tergolong penyebab penyakit, penghasil toksin, penyebab blooming, penyebab korosi, penyebab deteriorasi dan penyebab pencemaran. Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air. Adanya bakteri coliform di dalam minuman menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang berbahaya bagi kesehatan. Bakteri coliform dapat dibedakan menjadi 2 grup yaitu: 1. Coliform fekal misalnya Escherichia coli, dan 2. Coliform non fekal misalnya Enterobacter aerogenes. Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya ditemukan pada hewan atau tanamtanaman yang telah mati. Jadi, adanya Escherichia coli dalam air minum menunjukkan bahwa air minum itu pernah terkontaminasi feses manusia dan mungkin dapat mengandung patogen usus. Oleh karena itu, standar air minum mensyaratkan Escherichia coli harus nol dalam 100 ml. Untuk mengetahui jumlah coliform di alam contoh digunakan metode Most Probable Number (MPN). Unit yang dapat digunakan untuk mengatasi coliform adalah screening, koagulasiflokulasi, sedimentasi, saringan pasir cepat dan desinfeksi.
VIII-9
8.4.
Lokasi Instalasi Pengolahan Air Minum Penetapan lokasi instalasi pengolahan air minum bergantung pada beberapa
faktor yaitu jarak lokasi dari intake, layout dari unit pengolahan, dampak terhadap lingkungan dari instalasi dan metode pendistribusian air (secara gravitasi atau pemompaan). Dalam menetapkan tata ruang IPAM terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan (Kawamura, 1991), yaitu: 1. Biaya 2. Kemudahan dalam konstruksi 3. Hydraulic loading 4. Struktur fisik bangunan 5. Lokasi pusat sistem kontrol dan operasi 6. Pengembangan atau perluasan kapasitas instalasi di masa yang akan datang 7. Iklim 8. Estetika Selain itu, hal-hal berikut ini perlu juga ikut dipertimbangkan untuk melakukan penetapan lokasi instalasi pengolahan air minum (Kawamura, 1991): 1. Lokasi geografis 2. Kondisi geologi dan topografi 3. Ketersediaan tenaga listrik dan peralatan lainnya 4. Lokasi memiliki akses jalan yang baik 5. Aman dari bencana alam seperti banjir dan gempa bumi 6. Jarak antara daerah pelayanan dengan instalasi 7. Kemungkinan untuk pengembangan di masa yang akan datang Lokasi instalasi pengolahan air minum yang baik dapat memanfaatkan ketinggian sebagai energi untuk mendistribusikan air minum yang dihasilkan oleh instalasi pengolahan air minum.
VIII-10
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka dipilih lokasi instalasi pengolahan air minum, yakni: 1. Untuk Mata Air Sirah Cikandung, IPAM berlokasi di Desa Nyalindung, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang dengan elevasi ±758 m diatas permukaan laut. 2. Untuk Sungai Cipeles, IPAM berlokasi di Desa Passanggrahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang dengan elevasi permukaan air ±692 m diatas permukaan air laut.
8.5.
Kapasitas Instalasi Pengolahan Air Minum Kapasitas instalasi pengolahan air minum ditentukan oleh kebutuhan air
minum selama periode perencanaan. Kapasitas ditentukan berdasarkan pemakaian harian maksimum. Kebutuhan air minum di wilayah perencanaan selama 20 tahun mendatang telah ditunjukan pada Gambar 8.1 berikut.
Kebutuhan Air (liter/detik)
1000.00 900.00 800.00 700.00 600.00 500.00 400.00
300.00 200.00 100.00 0.00
Tahun Kebutuhan Maksimum
Gambar 8.1. Kebutuhan Air Maksimum Dari Gambar 8.1 diatas maka kebutuhan air minum maksimum untuk wilayah perencanaan adalah sebesar 912,10 liter/detik. Dengan pelayanan eksisting pada tahun 2015 sebesar 233,7 liter/detik, maka rencana pengembangan yang
VIII-11
dilakukan adalah meningkatkan debit sebesar 700 liter/detik agar dapat memenuhi kebutuhan air maksimum. Instalasi Pengolahan Air Minum direncanakan akan dibangun dalam 2 tahap dan dipilih alternatif sistem 4 sebagai rencana pengembangan. Pada Gambar 8.2 dapat diamati rencana pengembangan yang merupakan besar kebutuhan air yang harus dipenuhi oleh Instalasi Pengolahan Air Minum yang akan dibangun.
Gambar 8.2. Rencana Kapasitas IPAM Berdasarkan nilai tersebut maka ditetapkan kapasitas Instalasi sebesar 700 liter/detik. Namum dalam rencana pengembangan, pemenuhan kebutuhan air maksimum ini akan di penuhi oleh 2 sumber air baku yakni Sungai Cipeles dengan kapasitas pengolahan sebesar 628 liter/detik (Tahap 1: 386 L/detik, Tahap 2: 314 liter/detik), dan Mata Air Sirah Cikandung dengan kapasitas pengolahan sebesar 72 liter/detik.
8.6.
Pemilihan Unit Pengolahan Air Minum Pemilihan alternatif proses pengolahan didasarkan kepada karakteristik air
baku dan kulitas akhir dari air yang diinginkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan unit Pengolahan Air Minum, diantaranya adalah faktor teknis, dan ekonomis. Pemilihan dilakukan dengan mengkombinasikan faktorVIII-12
faktor tersebut sehingga didapatkan kombinasi unit pengolahan yang paling efesien dan optimal. Berikut ini merupakan uraian mengenai kedua faktor tersebut. 1.
Aspek teknis Beberapa pertimbangan dari segi teknis antara lain: a.
Efisiensi unit pengolahan terhadap parameter kualitas air yang akan diturunkan.
b.
Fleksibilitas sistem terhadap kualitas air yang berfluktuasi
c.
Kemudahan operasional dan pemeliharaan dalam jangka waktu yang panjang.
d. 2.
Kemudahan konstruksi.
Aspek ekonomis Beberapa pertimbangan dari segi ekonomis antara lain: a. Biaya terhadap investasi awal, operasional dan pemeliharaan
b. Luas lahan yang dibutuhkan
c. Optimalisasi jumlah unit pengolahan untuk menurunkan parameter kualitas air yang hendak diturunkan.
Menurut Kawamura (1990), pengolahan air minum terbagi menjadi tiga jenis yaitu: a.
Metode Conventional Complete Metode ini merupakan pengolahan air minum yang melibatkan proses koagulasi,
flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
b. Direct Filtration Metode ini melibatkan proses koagulasi, flokulasi dan filtrasi. Clarifier digunakan
setelah filtrasi dan supernatan disirkulasi menuju proses flokulasi. c.
In-line Filtration Metode ini sama dengan Direct Filtration tetapi supernatan dari clarifier disirkulasi ke
bagian koagulasi.
Modifikasi dari ketiga metode tersebut adalah High-level Complete dan Two Stage Filtration.
Penerapan metode pengolahan tergantung pada kualitas air baku dapat diamati pada Tabel 8.4.
VIII-13
Tabel 8.4. Persyaratan Penerapan Metode Pengolahan Air Minum (Sumber: Kawamura, 1990)
Parameter
Conventional
Two-Stage
Direct
In-Line
Complete
Filtration
Filtration
Filtration
Turbiditas (NTU)
<5000
<50
<15
<5
Warna (semu)
<3000
<50
<20
<15
Coliform (#/mL)
<107
<105
<103
<103
Alga (ASU/ml)
<105
<5 x 103
<5 x 102
<102
Asbestos Fiber (#/mL)
<1010
<108
<108
<107
Rasa dan bau (TON)
<30
<10
<3
<3
Keterangan: 1.
Kriteria di atas menunjukkan kondisi secara umum.
2.
SSF dapat digunakan jika kualitas air baku memungkinkan untuk direct filtration.
3.
Jika kekeruhan air baku lebih dari 1000 NTU, proses prasedimentasi diperlukan pada Conventional complete untuk menghasilkan kualitas air yang baik. Pemilihan unit-unit pengolahan dapat dilakukan dengan menggunakan
model prediksi (JICA) yang dikombinasikan dengan analisis mengenai pengaruh yang diberikan oleh proses pengolahan air (Fair/Geyer/Okun, 1968). Menurut JICA (1991), proses pengolahan air untuk menghilangkan parameter pencemar dalam air dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: 1.
Tahap Pra Pengolahan Tahap Pra Pengolahan merupakan tahap pengolahan air baku sebelum air baku diolah pada unit-unit pengolahan utama yang umum digunakan seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi yang terjadi pada akhir pengolahan. Pra Pengolahan memiliki fungsi utama untuk menurunkan parameter tertentu yang dapat mengganggu proses selanjutnya.
2.
Tahap Pengolahan Utama Pengolahan utama meliputi pengolahan yang secara umum diperlukan untuk mengolah air baku sehingga pada akhirnya menjadi air minum, seperti
VIII-14
misalnya pengolahan kesadahan, koagulasi, dan flokulasi yang diikuti oleh proses sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. 3.
Tahap Pengolahan Khusus Pengolahan khusus adalah tambahan yang benar-benar diperlukan apabila pada air baku terdapat parameter pencemar yang spesifik, sehingga memerlukan pengolahan yang spesifik pula. Unit-unit pengolahan air minum untuk negara-negara berkembang dapat
ditentukan berdasarkan model prediksi seperti ditunjukkan oleh Tabel 8.5. Tabel 8.5. Model Prediksi Proses Pengolahan Air Minum (Sumber: Babbit, 1976) Parameter
Pra Pengolahan PS
A
LS
CS
RSF
SSF
Pengolahan Khusus
Parameter
Konsentrasi
Coliform
0-20
MPN per
20-100
100
100-5000
E
>5000
E
0-10
O
Turbiditas
10-200
O
(NTU)
>200
O
Warna,
20-70
E
O
O
>70
O
E
O
ml
S PC
Pengolahan P
SC
AC
SCT
SWT
E O
O
O
O
E
E
E
O
E
E
E
rata-rata Bulanan
mg/L PtCu Rasa dan Bau CaCO3, mg/L
Terasa
mg/L
Cl, mg/L
E
O
O E O
O
E
O
O
>200 <0.3
Fe & Mn,
O
E O
0.3-1.0
E
O
E
E
E
E O
E
E
O
E
O
O
O
O
>1.0
E
E
E
0-200
E
E
E
200-500
O
>500
E
Senyawa
0-0.005
O
O
O
Phenol
>0.005
E
O
E
Bahan Kimia Lain
O
E
O
O
O
VIII-15
Keterangan: S
: Screening
LS
: Lime Softening
SSF : Slow Sand Filtration
SCT : Special Chemical Treatment
PC
: Pre Chlorination
CS
PS
: Plain Settling
SWT : Salt Water Treatment
A
: Aeration
RSF : Rapid Sand Filtration
P
: Post Chlorination
E
: Essential
SC
: Special Chlorination
O
: Optional
: Coagulation Sedimentation
AC : Activated Carbon
Dalam menentukan unit-unit pengolahan yang akan digunakan, perlu pula dipertimbangkan besarnya pengaruh proses pengolahan yang akan digunakan terhadap parameter-parameter dalam air seperti ditunjukkan oleh Tabel 8.6. Tabel 8.6. Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Parameter Tertentu (Sumber: Fair & Geyer, 1968) Saringan Parameter
Aerasi
Koagulasi-
Pelunakan-
Lambat
Sedimentasi
Sedimentasi
Cepat tanpa C
Saringan Pasir Cepat
Klorinasi
dengan C
Bakteri
0
++
++++12
++++
++++
++++
Warna
0
+++
0
++
++++
0
2
3
Turbiditas
0
++++
++
++++
++++
0
Bau dan Rasa
++4
+
++2
++
++
++++5
Kesadahan
+
--7
Korosifitas
++++8
--10
---6 ++++11
---9 Fe dan Mn
+++
+12
++
0
--7
0
0
--10
0
++++12
++++12
0
Keterangan: 1. pH yang dihasilkan oleh kelebihan kapur sangat tinggi 2. Dihitung dalam presipitat 3. Terjadi penyumbatan yang sangat cepat pada kekeruhan tinggi 4. Tidak termasuk rasa chlorophenol 5. Jika menggunakan BPC/Superklorinasi diikuti dechlorinasi
VIII-16
6. Bila tidak menggunakan (5) dalam kehadiran rasa dan bau yang keras 7. Beberapa koagulan merubah karbonat menjadi sulfat 8. Dengan menghilangkan karbondioksida 9. Penambahan oksigen jika sangat rendah 10. Beberapa koagulan membebaskan CO2 11. Beberapa logam diserap pada pH 12. Setelah aerasi Berdasarkan analisis kualitas air baku dan kedua pertimbangan (Tabel 8.5 dan Tabel 8.6) tersebut maka dapat ditentukan kebutuhan unit pengolahan yang ditunjukkan pada Tabel 8.7. Tabel 8.7. Kebutuhan Jenis Pengolahan untuk Sungai Cipeles Parameter
Hasil Analisis
Baku Mutu
2460 mg/l
50 mg/l
1,85 mg/l
0,3 mg/l
1,11 mg/l
0,1 mg/l
BOD5
40 mg/l
2 mg/l
Desinfeksi
COD
107 mg/l
10 mg/l
Desinfeksi
29000
0 MPN/100
MPN/100 ml
ml
Zat Padat Tersuspensi (TSS) Besi (Fe) Mangan (Mn)
Total Coli
Pengolahan Pra-sedimentasi,
Koagulasi,
Flokulasi, Sedimentasi Aerasi, Koagulasi, Flokulasi, Saringan Pasir Cepat. Koagulasi, Flokulasi, Saringan Pasir Cepat.
Koagulasi, Flokulasi, Saringan Pasir Cepat, Desinfeksi
Tabel 8.8. Kebutuhan Jenis Pengolahan untuk Mata Air Sirah Cikandung Parameter E. Coli
Hasil Analisis
Baku Mutu
Pengolahan
240 MPN/100 ml
0 MPN/100 ml
Desinfeksi
VIII-17
Setelah dianalisis berdasarkan Tabel 8.7 dan Tabel 8.8, maka instalasi pengolahan air minum yang direncanakan, antara lain;
Untuk Sungai Cipeles, Instalasi Pengolahan Air Minum akan terdiri dari unit Aerasi, Pra-sedimentasi, Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi, Saringan Pasir Cepat, dan Desinfeksi.
Untuk Mata Air Sirah Cikandung, Instalasi Pengolahan Air Minum akan terdiri dari unit Desinfeksi.
8.7.
Kebutuhan Bahan Kimia Pada instalasi pengolahan air minum yang bertujuan untuk mengubah air
baku menjadi air minum akan diperlukan bahan kimia untuk memperbaiki kualitas air baku yang ada. Penggunaan bahan kimia ini dilakukan pada beberapa proses, antara lain unit preklorinasi, koagulasi, desinfeksi, dan netralisasi. Dosis bahan kimia yang diperlukan bagi masing-masing proses ditentukan melalui uji laboratorium atau melalui perhitungan matematis. Uji laboratorium dilakukan terhadap penentuan dosis pada proses koagulasi dan desinfeksi. Pada proses pengolahan yang digunakan, dibutuhkan tambahan bahan kimia. Untuk kebutuhan ini dilakukan beberapa uji laboratorium yaitu: 1.
Jar Test Jar Test adalah percobaan laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui dosis koagulan yang optimum. Pada percobaan ini digunakan koagulan berupa Alum (Al2(SO4)3) dengan dosis koagulan sebesar 2,5 mg/L.
2.
Percobaan DPC Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui dosis desinfektan yang dibutuhkan untuk mengolah air baku. Pada percobaan ini digunakan desinfektan berupa kaporit (Ca(OCl)2) dengan dosis desinfektan sebesar 4 mg/L (DPC + Sisa Klor) untuk Sungai Cipeles, dan dosis desinfektan sebesar 3 mg/L (DPC + Sisa Klor) untuk Mata Air Sirah Cikandung. Bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk pengolahan air minum
berdasarkan kualitas air baku adalah:
Al2(SO4)3 atau alum sebagai koagulan
Ca(OCl)2 atau kaporit sebagai desinfektan VIII-18
Kedua bahan kimia tersebut digunakan dalam keadaan padat sehingga perlu dilakukan pembuatan larutan. Untuk keperluan tersebut maka diperlukan bak pelarut bahan kimia. Pemberian bahan kimia ini akan memberikan dampak terhadap air yang diolah seperti terlihat pada Tabel 8.9. Tabel 8.9. Pengaruh Pembubuhan Bahan Kimia terhadap Air Baku (Sumber: Pustiwari, 2012) Parameter
Satuan
Air
Pembubuhan
Pembubuhan
Pembubuhan
Baku
Alum
Kaporit
Kapur
50
1,621
17,36
mg/L
Dosis
mg/L
8,8
28,626
28,626
1,346
HCO3
mg/L
88
60,353
58,97
96,789
Ca2+
mg/L
15,6
15,6
16,054
28,452
Kesadahan
mg/L
71
71
72,134
103,13
0,0014
0,001851
0,001918
0,002537
pK1'
6,37
6,329
6,329
6,323
pK2'
10,34
10,259
10,257
10,246
pKS'
8,31
8,163
8,16
8,142
pH
7,15
6,511
6,5
8,038
pHS
8,341
8,51
8,508
8,051
LI
-1,191
-1,999
-2,008
-0,013
Sifat
Agresif
Agresif
Agresif
Stabil
CO2 -
µ
8.8.
Unit-unit Pengolahan Instalasi Air Minum Setiap unit yang terdapat dalam alternatif pengolahan merupakan standar
untuk mengolah air minum dan setiap unitnya memiliki fungsi masing-masing. Setelah melakukan pemilihan unit-unit pengolahan yang dibutuhan, perlu dijelaskan teori singkat tentang unit-unit yang telah dipilih serta skema proses pengolahan yang diinginkan. Skema pengolahan ditunjukan pada Gambar 8.3 dan Gambar 8.4.
VIII-19
Gambar 8.3. Skema IPAM Mata Air Sirah Cikandung
Gambar 8.4. Skema IPAM Sungai Cipeles
VIII-20
8.8.1. Intake Intake adalah suatu bangunan atau unit yang berfungsi untuk mengambil air baku dari badan air sesuai dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Variasi kualitas air permukaan sangat berpengaruh dalam menentukan titik pengambilan air pada sumber air baku. Variasi yang konstan (tidak berfluktuasi) merupakan titik pengambilan air baku yang diharapkan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam merencanakan suatu sistem intake adalah keandalan, keamanan dan minim biaya pengoperasian dan pemeliharaan. Pemilihan sistem intake yang akan dibangun harus mempertimbangkan kondisi aliran, kualitas sumber air baku, kondisi iklim, fluktuasi debit, peraturan yang berlaku, informasi geografis dan geologis, serta aspek ekonomi (Kawamura, 1991). Bangunan intake memiliki tipe yang bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut. 1.
Direct Intake Digunakan untuk sumber air yang dalam seperti sungai atau danau dengan kedalaman yang cukup tinggi. Intake jenis ini memungkinkan terjadinya erosi pada dinding dan pengendapan di bagian dasarnya.
2.
Indirect Intake a. River Intake Menggunakan pipa penyadap dalam bentuk sumur pengumpul. Intake ini lebih ekonomis untuk air sungai yang mempunyai perbedaan level muka air pada musim hujan dan musim kemarau yang cukup tinggi. b. Canal Intake Digunakan untuk air yang berasal dari kanal. Dinding chamber sebagian terbuka ke arah kanal dan dilengkapi dengan pipa pengolahan selanjutnya. c. Reservoir Intake Digunakan untuk air yang berasal dari dam dan dengan mudah menggunakan menara intake. Menara intake dengan dam dibuat terpisah dan diletakkan di bagian hulu. Untuk mengatasi fluktuasi level muka air, maka inlet dengan beberapa level diletakkan pada menara.
VIII-21
3.
Spring Intake Digunakan untuk air baku dari mata air atau air tanah.
4.
Intake Tower Digunakan untuk air permukaan dimana kedalaman air berada diatas level tertentu.
5.
Gate Intake Berfungsi sebagai screen dan merupakan pintu air pada prasedimentasi.
Pada umumnya, intake memerlukan fasilitas penunjang dalam memenuhi fungsinya sebagai penangkap air. Fasilitas-fasilitas tersebut, seperti screening, saluran intake, pintu air, bak pengumpul, dan sistem transmisi.
Bar Screen Screening adalah salah satu unit pengolahan air yang berfungsi untuk menyisihkan partikel berukuran besar agar tidak masuk ke dalam sistem. Partikel besar disisihkan agar tidak menimbulkan kerusakan dan clogging di unit-unit berikutnya. Alat yang digunakan pada screening diklasifikasikan berdasarkan ukuran material yang dipisahkan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam desain antara lain kedalaman, lebar, dan kecepatan masuk saluran; debit keluar, sudut screen, angin dan pertimbangan estetika, redudansi, dan head loss. Beberapa pengolahan air modern menggunakan screen untuk material kasar (coarse) dan material halus (fine). Coarse screen menyisihkan material-material berukuran besar seperti plastik, logam, dedaunan, dan kerikil. Bukaan pada coarse screen biasanya berukuran 6 mm (0,25 inchi). Fine screen memiliki ukuran bukaan berkisar antara 2,3 – 6 mm, bahkan untuk instalasi tertentu bisa lebih kecil dari 2,3 mm. Biasanya digunakan untuk primary treatment atau pre-treatment. Tipenya secara umum adalah bar screen, coarse weir, screen, dan kominutor. Kriteria desain yang digunakan dalam merancang unit screening dapat dilihat pada Tabel 8.10.
VIII-22
Tabel 8.10. Desain Kriteria Untuk Bar Screen (Sumber: Metcalf&Eddy, 2003) Kriteria
Manual bar screen
Mechanical bar screen
Jarak antar batang
2-5 cm
1.5-4 cm
Sudut horizontal
45o-70o
70o- 90o
Tebal 1-2,5 cm
Tebal 1-2,5 cm
Panjang 2,5-3,75 cm
Panjang 2,5-3,75 cm
0,3-0,75 m/s
0,3-0,75 m/s
0,9 m/s
0,9 m/s
150 mm
150 mm
Ukuran batang Kecepatan
aliran
masuk
minimal Kecepatan maksimum antar batang Headloss maksimum
Persamaan 8.1 digunakan untuk menghitung kehilangan tekan (headloss) sebagai berikut; 4
w 3 HL = β × ( ) × hv × sin θ b Keterangan: β
= Faktor Kirschmer, untuk batang bulat = 1.79
w
= Diameter batang (m)
b
= Jarak antar batang (m)
hv = Velocity head = Vb2/2g θ
= Sudut kemiringan batang pada saluran (o)
HL = Headloss (m)
Persamaan-persamaan lain yang digunakan:
Jumlah batang : L = n × w + (n + 1) × b
Jumlah bukaan total, s : s=n + 1
VIII-23
(8.1)
Lebar bukaan total, Lt : Lt = s × b
Panjang batang terendam, Yt : Yt = Y/ sin θ
Luas total bukaan, At : At = Lt × Yt
Kecepatan aliran melalui batang, Vb : Q
Vb = A
t
Tinggi muka air setelah melalui batang, Y’ : Y′ = Y − HL
Keterangan: L
= Lebar saluran (m)
n
= Banyak batang
Y
= Kedalaman air (m)
Saluran Intake Saluran intake berfungsi sebagai saluran yang akan mengambil air baku dari sumber air. Dalam merencanakan jenis intake ini maka harus diperhatikan karakteristik air, seperti tinggi air minimum dan maksimum, materi tersuspensi dan terapung. Kecepatan merupakan parameter penting agar tidak terjadi pengendapan. Menurut Al-Layla (1980), kriteria desain untuk saluran intake adalah sebagai berikut. 1. Kecepatan air di saluran diantara 0,6-1,5 m/det untuk mencegah sedimentasi. 2. Kecepatan air pada saat tinggi muka air minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det dan pada saat tinggi muka air maksimum harus lebih kecil dari 1,5 m/det.
VIII-24
Persamaan 8.2 digunakan untuk menentukan dimensi saluran intake, menurut JICA (1990) adalah: B=
Q H × V
(8.2)
Keterangan: B
= Lebar saluran intake (m)
Q
= Debit maksimum (m3/s)
H
= Kedalaman air yang masuk (m)
V
= Kecepatan aliran air masuk (m/s)
Persamaan-persamaan lain yang digunakan:
Jari-jari hidrolis : Y
R min = (2 ×min Y
×L
min +L)
Kemiringan saluran, S : Vmin × n 2
s=(
Rmin 2/3
)
Kontrol aliran, v : 1
Vmaks = n × R2/3 × S1/2
Kehilangan tekan: Kehilangan tekan = S × Panjang
Pintu Air Pintu air merupakan struktur dari bendung yang berfungsi untuk mengatur, membuka, dan menutup aliran air di saluran baik yang terbuka maupun tertutup. Pintu air diperlukan untuk menjaga aliran tetap stabil meskipun sumber air berfluktuasi terutama pada saat pengaliran berlebih. Pintu air juga diperlukan untuk membuka atau menutup saluran ketika akan dilakukan pembersihan saluran. Pada umumnya pintu air dibuat dari bahan baja atau besi cor. Pintu air dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik tetapi konstruksinya harus dapat
VIII-25
mendukung pengoperasian secara manual. Hal lain yang harus diperhatikan adalah untuk mengurangi masuknya pasir dan tanah ke dalam intake harus dilakukan pengontrolan juga terhadap kecepatan aliran air yang masuk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kriteria desain pintu air adalah sebagai berikut.
Tingi bukaan pintu air hf = V
P
Q × LP
Kehilangan tekan HL =
Q 2,746 × hf 2/3 × LP
Keterangan: hL = Headloss pada pintu air (m) Q
= Debit air yang melalui pintu air (m3/s)
hf = Tinggi bukaan pintu air (m) Lp = Lebar pintu air (m)
Bak Pengumpul Bak pengumpul berfungsi untuk mengumpulkan air yang telah diambil oleh intake sebelum masuk ke dalam unit prasedimentasi. Dengan bak pengumpul maka aliran dapat diseragamkan dari debit pengambilan air baku yang berfluktuasi. Pada perencanaan ini bak pengumpul dilengkapi dengan sistem pemompaan yang akan memberikan head yang cukup agar air dapat dialirkan ke lokasi instalasi pengolahan yang memiliki elevasi yang lebih besar daripada elevasi lokasi intake. Kriteria desain bak pengumpul adalah:
Jumlah bak minimal 2 buah (untuk kemudahan perawatan dan pemeliharaan).
Dasar bak minimal 1 m di bawah dasar sungai atau 1,52 m di bawah tinggi muka air
minimum.
Ketinggian foot valve dari dasar bak tidak kurang dari 0,6 m.
VIII-26
Konstruksi harus kuat, dibuat kedap air, dan disarankan menggunakan beton. Ketebalan dinding minimal 20 cm.
Kuat terhadap pengaruh uplift pressure.
Sistem Transmisi Sistem transmisi merupakan sistem pengaliran air baku ke instalasi pengolahan air minum. Dalam merencanakan sistem transmisi digunakan kriteria desain sebagai berikut. 1. Kecepatan dalam pipa hisap 1-1,5 m/s. 2. Beda ketinggian antara tinggi air minimum dan pusat pompa tidak lebih dari 3,7 m. 3. Jika pompa diletakan lebih tinggi dari tinggi air minimum, jarak penyedotan harus lebih kecil dari 4 m. 4. Lebih diutamakan peletakan pompa di bawah timggi air minimum, apabila memang lebih ekonomis. Pada perencanaan ini sistem transmisi terbagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Pipa Transmisi Pipa transmisi digunakan untuk menyalurkan air dari lokasi intake ke instalasi pengolahan. Dalam menentukan jenis pipa yang digunakan dalam sistem transmisi maka perlu dipertimbangkan beberapa hal sebagai berikut.
Durabilitas dan kondisi air yang dihantarkan
Ketahanan terhadap erosi dan korosi
Harga pipa dan biaya pemasangan
Jenis sambungan yang diperlukan, kekuatannya dan kemudahan konstruksi
Kondisi lokal (Mudah didapat, bahan lokal, dan biaya perawatan).
Pipa transmisi pada perencanaan ini menggunakan pipa steel dengan pertimbangan tahan terhadap korosi dan mudah didapat. Besarnya debit air yang dialirkan melalui pipa transmisi didasarkan kepada kebutuhan hari maksimum.
VIII-27
2. Pompa Transmisi Pompa digunakan untuk menyediakan head yang cukup untuk mengalirkan air dari satu tempat yang memiliki head lebih rendah daripada tempat yang lain. Klasifikasi pompa yang ada di pasaran adalah: a.
Reciprocating Pump
b.
Fland Pump
c.
Centrifugal Pump
d.
Air Lift Pump
Jumlah pompa yang digunakan tergantung kepada besarnya aliran yang diperlukan dan kapasitas pompa ditentukan oleh head yang diperlukan. Kriteria dalam menentukan jumlah pompa diberikan oleh Tabel 8.11. Tabel 8.11. Kriteria Jumlah Pompa Yang Digunakan (Sumber: Al-Layla, 1980) Debit (L/menit)
Jumlah Pompa
Keterangan
< 1895
2 buah
1 operasi – 1 cadangan
1895-5685
3 buah
2 operasi – 1 cadangan
5685-11370
4 buah
3 operasi – 1 cadangan
> 11370
6 buah
5 operasi – 1 cadangan
8.8.2. Pra-Sedimentasi Unit prasedimentasi digunakan sebagai unit pengolahan yang akan mengendapkan partikel diskrit yaitu partikel yang dapat mengendap sendiri dibawah pengaruh gaya gravitasi tanpa menggunakan bahan kimia. Hal-hal penting dalam menggunakan prasedimentasi sebagai proses pengolahan adalah sebagai berikut. 1. Lokasi diusahakan berdekatan dengan intake sehingga mengurangi penyumbatan pada pipa transmisi 2. Bak berbentuk rectangular 3. Kondisi aliran harus seragam untuk meningkatkan efisiensi pengolahan
4. Inlet dan outlet harus dilengkapi oleh gate atau valve VIII-28
Tingkat penyisihan partikel yang dapat diberikan oleh unit prasedimentasi dapat diketahui dengan menggunakan persamaan 8.3 berikut. 𝑃 = (100 − 𝑃0 ) +
1 ∫ 𝑣𝑠 𝜕𝑃 𝑣0
(8.3)
Keterangan: P
= persen penyisihan
Po = persen penyisihan rencana vo = kecepatan pengendapan rencana (m/det) vs
= kecepatan pengendapan partikel (m/det) Persamaan di atas berlaku bila kondisi bak ideal, namun pada penerapannya
diperlukan faktor koreksi untuk menentukan vo. Unit prasedimentasi terdiri dari beberapa bagian yaitu, zona inlet, zona pengendapan, zona outlet, zona lumpur.
8.8.3. Koagulasi Koagulasi ditujukan untuk mengolah air yang mengandung koloid atau partikel yang sulit mengendap. Secara umum koagulasi adalah proses dimana ionion dengan muatan yang berlawanan dengan muatan koloid, dimasukkan ke dalam air sehingga meniadakan kestabilan koloid. Jadi, koagulasi adalah proses pembentukan koloid yang stabil menjadi koloid yang tidak stabil dan membentuk flok-flok dari gabungan koloid yang berbeda muatan. Secara garis besar pembentukan flok terbagi dalam empat tahap yaitu: 1. Tahap destabilisasi partikel koloid 2. Tahap pembentukan mikroflok 3. Tahap penggabungan mikroflok 4. Tahap pembentukan makroflok Tahap 1 dan 2 terjadi pada proses koagulasi sedangkan tahap 3 dan 4 terjadi pada proses flokulasi. Dalam koagulasi proses destabilisasi partikel atau koloid dilakukan dengan penambahan koagulan dengan muatan yang berlawanan dengan muatan koloid.
VIII-29
Pada umumnya koloid bermuatan negatif sehingga koagulan yang ditambahkan harus bermuatan positif. Kondisi yang mempengaruhi agar proses koagulasi berjalan optimal adalah sebagai berikut. 1. Derajat keasaman air (pH) dan alkalinitas 2. Tingkat kekeruhan air baku dan garam-garam terlarut dalam air 3. Jenis koagulan 4. Temperatur air dan kondisi pengadukan Bagian integral dari proses koagulasi adalah pencampuran cepat (flash mixing).
Tujuan
pencampuran
cepat
adalah
untuk
mencampur
dan
mendistribusikan bahan kimia ke seluruh bagian air baku secara merata. Pengadukan dan pencampuran cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1. Hidrolis atau gravitasi dengan menggunakan terjunan, parshall flume, venturi meter atau ambang. 2. Mekanis, dengan pengaduk yang digerakkan oleh motor mekanis. 3. Pneumatis, dengan menginjeksikan udara ke dalam air.
Kriteria desain yang paling luas digunakan untuk menyatakan tingkat pengadukan berdasarkan Camp and Stein (1942), adalah dinyatakan dengan persamaan 8.4 berikut. G=(
P 1/2 ) μV
Keterangan: G
= gradien kecepatan rata-rata (detik-1)
P
= daya yang dibutuhkan (Nm/detik)
𝜇
= kekentalan dinamis (N.det/m2)
V
= volume (m3)
VIII-30
(8.4)
8.8.4. Flokulasi Flokulasi adalah proses pengadukan lambat setelah proses pencampuran cepat. Tujuan pengadukan lambat adalah untuk mempercepat penggabungan partikel yang disebabkan proses aglomerasi dari partikel koloid non stabil bermuatan sehingga menjadi bentuk yang dapat diendapkan dan tersisa partikel dalam bentuk yang dapat disaring. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam desain unit flokulasi antara lain: 1. Kualitas air baku dan karakteristik flokulasi 2. Kualitas tujuan dari proses pengolahan 3. Headloss tersedia dan variasi debit instalasi 4. Kondisi lokal 5. Aspek biaya Secara garis besar unit flokulasi dapat dibedakan atas dua macam yaitu flokulasi mekanis dan flokulasi hidrolis dengan saluran penyekat (baffle channel). Flokulasi mekanis dapat dibedakan menjadi: 1. Flokulasi dengan sumbu pengaduk vertikal berbentuk turbin 2. Flokulasi dengan sumbu pengaduk horizontal berbentuk paddle 3. Unit-unit lain yang telah dipatenkan seperti walking bean, floksilator dan NU-treat. Unit flokulasi hidrolis dengan saluran bersekat dapat dibedakan atas: 1. Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran horizontal 2. Unit saluran flokulasi berpenyekat dengan arah aliran vertikal Perbandingan dari berbagai tipe unit flokulasi yang telah disebutkan dapat lebih diamati pada Tabel 8.12.
VIII-31
Tabel 8.12. Perbandingan Tipe Unit Flokulasi (Sumber: Kawamura, 1991) Flokulasi Mekanis Parameter
Baffle Channel
Sumbu Horizontal
Sumbe Vertikal
dengan Paddle
dengan Blades
Keandalan proses Reliability Fleksibilitas
Biaya Konstruksi Pemeliharaan Kondisi
Baik-Memuaskan Baik
Sedang-
Kurang
Relatif
rendah
Cukup-Baik
Baik-Memuaskan
Baik
Cukup-Baik Baik Sedang-Tinggi Sedang
Mudah Relatif
murah
Mendekati
aliran
plug
Sedang Dapat
terjadi
aliran
singkat
Baik
Sedang-
Tinggi
Mudah-
Sedang
Mudah-
Sedang Dapat terjadi aliran singkat
Pengaliran Sederhana
dan
efektif
Biaya Keuntungan
Terbentuk flok yang Energi sangat baik
pengadukan yang terjadi sangat baik
O
&
M
relative murah
Tidak ada alat yang bergerak
Pengadukan
efektif
dengan turbulensi yang Pemeliharaan lebih baik
Tidak
mudah
terjadi Tidak
kehilangan tekan
terjadi
kehilangan tekan
Membutuhkan banyak unit
Energi pengadukan Memerlukan merupakan Kerugian
proses
fungsi instalasi yang rumit
dari debit Energi input terbatas
Tegangan
tinggi
pada blades
Memerlukan tinggi Membutuhkan tekan 0.3-0.6 m
pemeliharaan intensif
Turbulensi
yang
terjadi relatif kecil
VIII-32
Berdasarkan perbandingan tipe flokulasi maka untuk perencanaan ini digunakan flokulasi jenis hidrolis dengan menggunakan baffle.
8.8.5. Sedimentasi Sedimentasi adalah pemisahan padatan dan cairan dengan menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan partikel tersusupensi yang terdapat dalam cairan tersebut (Reynold, 1982). Menurut Kawamura (1991), sedimentasi adalah suatu operasi yang dirancang untuk menghilangkan
sebagian
besar padatan yang dapat mengendap secara gravitasi. Tujuan digunakannya unit sedimentasi yaitu untuk menghilangkan pasir atau
kerikil halus,
particulate-matter,
biological-floc,
chemical-floc
serta untuk pemekatan padatan dalam tangki pemekat lumpur. Proses sedimentasi dari suatu partikel yang berada di dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1.
Ukuran partikel
2.
Bentuk partikel
3.
Berat jenis/kecepatan partikel
4.
Viskositas cairan
5.
Konsentrasi partikel dalam suspensi
6.
Sifat-sifat partikel dalam suspensi Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan pertikel untuk berinteraksi,
sedimentasi dapat diklasifikasikan kedalam 4 tipe, yaitu: 1.
Settling tipe I: merupakan pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.
2.
Settling tipe II: merupakan pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah.
3.
Settling tipe III: merupakan pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap.
4.
Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel.
VIII-33
Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini, sedimentasi diperuntukkan untuk mengendapkan partikel-partikel flok yang dihasilkan baik dari proses koagulasi-flokulasi maupun dari proses pemisahan besi (preklorinasi). Sehingga tipe pengendapan yang digunakan adalah pengendapan tipe II. Dimensi unit sedimentasi dapat ditentukan dengan Persamaan 8.5 sebagai berikut:
A=
Q. W So (HCosα + WCos2 α)
(8.5)
Keterangan: A adalah luas permukaan bak (m2 ) Q adalah kapasitas pengolahan (m3 /detik) W adalah jarak antar pelat (cm). So adalah beban permukaan (cm/detik) H adalah tinggi pelat (cm) α adalah kemiringan pelat (°)
Kriteria perencanaan untuk unit sedimentasi (Pengendap) berdasarkan SNI 6774: 2008 tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air dapat dilihat pada Tabel 8.13. Tabel 8.13. Kriteria Unit Sedimentasi (Sumber: SNI 6774, 2008)
Kriteria Umum
Bak persegi
Bak
Bak persegi
aliran vertikal
bundar
(aliran
(menggunakan
(aliran
horizontal)
pelat/tabung
vertikal
pengendap)
– radial)
0,8 – 2,5
3,8 – 7,5*)
1,3 – 1,9
2–3
0,5 – 1,5
3–6
3–6
3–5
3–6
0,5 – 1,5
1, 5 – 3
0,07**)
1–3
1–2
2 – 2,5
Bak bundar (kontak
Clarifier
padatan)
Beban permukaan (m3/m2/jam) Kedalaman (m) Waktu tinggal (jam)
VIII-34
Kriteria Umum
Lebar /panjang
Bak persegi
Bak
Bak persegi
aliran vertikal
bundar
(aliran
(menggunakan
(aliran
horizontal)
pelat/tabung
vertikal
pengendap)
– radial)
> 1/5
-
-
-
-
< 11
< 11
3,8 – 15
7 – 15
7,2 – 10
< 2000
< 2000
-
-
< 2000
-
max 0,15
-
-
-
> 10-5
> 10-5
-
-
> 10-5
-
-
-
<1
<1
Bak bundar (kontak
Clarifier
padatan)
Beban pelimpah 3
(m /m/jam) Bilangan Reynold Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/menit) Bilangan Froude Kecepatan vertikal (cm/menit) Sirkulasi Lumpur
3 – 5% -
-
-
dari
-
input
Kemiringan dasar bak (tanpa
450– 600
450– 600
450– 600
> 600
12 – 24
8 – 24
12 – 24
Kontinyu
30o / 60o
30o / 60o
30o / 60o
30o / 60o
450– 600
scraper) Periode antar pengurasan lumpur (jam) Kemiringan tube/plate
VIII-35
12 – 24 *** 30o / 60o
Catatan: *) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap **) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap ***) pembuangan lumpur sebagian
8.8.6. Filtrasi (Rapid Sand Filter) Proses filtrasi merupakan proses pengolahan dengan cara mengalirkan air limbah melewati suatu media filter yang disusun dari bahan-bahan butiran dengan diameter dan tebal tertentu. Proses ini ditujukan untuk menghilangkan bahanbahan terlarut dan tak terlarut (biological floc) yang masih tersisa setelah pengolahan secara biologis). Berdasarkan kontrol terhadap laju filtrasinya, filter dibedakan menjadi: 1. Filter dengan aliran tetap/Constant Rate Filter (CRF) 2. Filter dengan aliran menurun/Declining Rate Filter (DRF) Berdasarkan driving force-nya, filter dibedakan menjadi: 1. Filter dengan gravitasi 2. Filter bertekanan Berdasarkan susunan media penyaring di dalamnya, filter dibedakan menjadi: 1. Filter dengan media tunggal, media filter yang digunakan hanya satu lapisan dari jenis media yang sama, biasanya berupa pasir atau hancur ananthrasit 2. Filter dengan media ganda, media filter yang digunakan dua lapisan dari jenis media yang berbeda, biasanya berupa pasir atau hancuran antrasit 3. Filter dengan multi media, media filter yang digunakan lebih dari dua lapisan yang bermacam-macam, biasanya berupa hancuran antrasit, pasir dan garnet. Berdasarkan laju filtrasinya (hydraulic loading), dibedakan menjadi: 1. Saringan pasir cepat (rapid sand filter) 2. Saringan pasir lambat (slow sand filter)
VIII-36
Pembilasan saringan pasir pada unit filtrasi dilakukan dengan mengalirkan air bersih dengan arah aliran yang berlawanan dengan arah aliran pada saat penyaringan. Selama pelaksanaan pembilasan bahan-bahan yang tertangkap didalam media pasir akan terlepas dan akan dikeluarkan bersama-sama aliran air bilasan. Dimensi unit filtrasi (penyaring) dapat ditentukan dengan Persamaan 8.6 sebagai berikut: Q=Axν
(8.6)
Keterangan: Q adalah kapasitas pengolahan (m3/detik) A adalah luas bak (m2) v adalah kecepatan penyaringan (m/detik) Kriteria standar perencanaan saringan pasir cepat (Kawamura (1991)***/ Darmasetiawan (2001)*, Al-layla (1980) dan dalam buku ajar PBPAM**** adalah: 1. Kehilangan tekanan pada media pasir dan penyangga:
Jumlah bak
= 1,2 Q0,5***
Effective sizeantrasit
= 0,4 – 1,4*;
Effective size pasir (ES)
= (0,4-1,0) mm*;
Effective size kerikil (ES)
= (0,4-1,4) mm*;
Sphericity pasir (Φ)
= 0,92*;
Sphericity kerikil (Φ)
= 0,72*;
Porositas pasir (ε)
= 0,42*;
Porositas kerikil (ε)
= 0,55*;
Kecepatan filtrasi
= (7-10) m/jam***;
Tebal media pasir
= (0,6-1)* m;
Tebal media kerikil
= (0,15-0,3)* m;
Diameter kerikil
= (3-60) mm;
Pencucian pasir
= (1-3) bulan sekali****.
2. Kehilangan tekanan pada saat underdrain (Fair & Geyer, 1968):
Rasio luas orifice dengan luas area filter
= 0,5-0,2 %;
Rasio luas pipa lateral dengan luas orifice
= (2-4) : 1;
Rasio luas manifold dengan luas lateral
= (1,5-3) : 1;
VIII-37
Diameter orifice
= (¼-¾) inchi;
Jarak orifice dengan manifold
= (3-12) inchi;
Jarak antar orifice
= (3-12) inchi.
Kriteria perencanaan untuk unit filtrasi (saringan cepat) berdasarkan SNI 6774 (2008) tentang tata cara perencanaan unit paket instalasi pengolahan air dapat dilihat pada Tabel 8.14. Tabel 8.14. Kriteria Unit Filtrasi (Saringan Cepat) (Sumber: SNI 6774, 2008) Jenis Saringan No
Unit
Saringan Biasa (Gravitasi)
1 2
3
Saringan dengan
Saringan
Pencucian Antar
Bertekanan
Saringan
N = 12 Q 0,5 *)
minimum 5 bak
-
6 – 11
6 – 11
12 – 33
Pencucian:
Tanpa/dengan
Tanpa/dengan
Tanpa/dengan
• Sistem pencucian
blower & atau blower &
blower & atau
surface wash
atau surface wash
surface wash
• Kecepatan (m/jam)
36 – 50
36 – 50
72 – 198
• lama pencucian
10 – 15
10 – 15
-
18 – 24
18 – 24
-
30 – 50
30 – 50
30 – 50
• tebal (mm)
300 – 700
300 – 700
300 – 700
• singel media
600 – 700
600 – 700
600 – 700
• media ganda
300 -600
300 -600
300 -600
• Ukuran efektif,ES
0,3 – 0,7
0,3 – 0,7
0,3 – 0,7
1,2 – 1,4
1,2 – 1,4
1,2 – 1,4
• Berat jenis (kg/dm3)
2,5 – 2,65
2,5 – 2,65
2,5 – 2,65
• Porositas
0,4
0,4
0,4
Jumlah bak saringan Kecepatan penyaringan (m/jam)
(menit) • periode antara dua pencucian (jam) • ekspansi (%) Media pasir:
4
(mm) • Koefisien keseragaman ,UC
VIII-38
Jenis Saringan No
Unit
Saringan Biasa (Gravitasi)
• Kadar SiO2
Saringan dengan
Saringan
Pencucian Antar
Bertekanan
Saringan
> 95 %
> 95 %
> 95 %
• tebal (mm)
400 – 500
400 – 500
400 – 500
• ES (mm)
1,2 – 1,8
1,2 – 1,8
1,2 – 1,8
1,5
1,5
1,5
• berat jenis (kg/dm )
1,35
1,35
1,35
• porositas
0,5
0,5
0,5
80 – 100
80 – 100
-
2–5
2–5
-
80 – 100
80 – 100
-
2–5
2–5
-
80 – 100
80 – 100
-
2–5
2–5
-
80 – 100
80 – 100
-
2–5
2–5
• Lebar Slot nozel (mm)
< 0,5
< 0,5
< 0,5
• Prosentase luas slot
>4%
>4%
>4%
Media antransit:
5
• UC 3
Filter botom/dasar saringan 1) Lapisan penyangga dari atas ke bawah • Kedalaman (mm) Ukuran butir (mm) 6
• Kedalaman (mm) Ukuran butir (mm) • Kedalaman (mm) Ukuran butir (mm) • Kedalaman (mm) Ukuran butir (mm)
2) Filter Nozel
nozel terhadap luas filter (%)
Catatan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun **) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan, harus dilengkapi dengan pengatur aliran otomatis.
VIII-39
8.8.7. Desinfeksi Desinfeksi bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen di dalam air. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih proses desinfeksi adalah: 1. Jumlah mikroorganisme patogen dalam air
2. Residu desinfektan 3. Hasil akhir dari proses desinfeksi 4. Biaya dari proses desinfeksi Pada perencanaan ini digunakan klorinasi sebagai proses desinfeksi. Dosis klor ditentukan melalui percobaan di laboratorium. Klorinasi memiliki beberapa kriteria desain, yaitu: 1. Jumlah feeder : minimal 2 buah dengan 1 sebagai cadangan 2. Sisa klor: 0,3 – 0,5 mg/L
Setelah proses desinfeksi perlu diperiksa nilai pH dan agresifitas akhir yang akan menentukan perlu atau tidaknya penambahan kapur. Desinfeksi juga disebut unit pengolahan post-klorinasi.
Post klorinasi dilakukan pada bak penampungan air akhir (reservoir). Pada proses ini dilakukan penambahan gas klor yang terkandung dalam air poduksi menjadi kurang lebih 4 ppm. Proses ini berfungsi membunuh kuman pada saat pengaliran air menuju konsumen. Gas klor yang diberikan diharapkan sampai pada konsumen dalam jumlah yang cukup, tidak lebih dari 0,2 mg/l, sehingga tidak membahayakan konsumen. Jika kandungan organik dalam air baku sangat tinggi, maka tahap preklorinasi dibutuhkan. Desinfektan yang paling sering digunakan adalah kaporit (Ca(OCl)2)dan gas klor (Cl2). Pada proses desinfeksi menggunkan kaporit, terjadi reaksi sebagai berikut: Ca(OCl)2 → Ca2+ + OCL− H + + OCL− ↔ HOCL−
VIII-40
Sebagai suatu proses kimia yang menyangkut reaksi antara biomassa mikroorganisme perlu dipenuhi 2 syarat:
Dosis yang cukup
Waktu kontak yang cukup, minimum 30 menit
Selain itu diperlukan proses pencampuran yang sempurna agar desinfektan benarbenar tercampur seperti panduan reaksi klorin didalam air pada Gambar 8.5.
Gambar 8.5. Reaksi Klorin di dalam Air (Sumber: Metcalf&Eddy, 2003)
8.8.8. Reservoir Dalam suatu sistem perencanaan penyediaan air minum diperlukan adanyasuatu perhitungan reservoir karena reservoir merupakan yang sangat pentingdalam suatu sistem. Fungsi reservoir antara lain: 1. Equalizing
Flows,
yaitu
untuk
menyeimbangkan
aliran-aliran,
sedangkandebit yang keluar bervariasi atau berfluktuasi, unsur ini diperlukan suatu penyeimbangan aliran yang selain melayani fluktuasi juga dapat digunakan untuk menyimpan cadangan air untuk keadaan darurat 2. Equalizing
pressure
atau
menyeimbangkan
tekanan,
pemerataan
tekanandiperlukan akibat bervariasinya pemakaian air di daerah distribusi.
VIII-41
3. Sebagai distributor, pusat atau sumber pelayanan. Sistem
distribusi
mencakup
aliran
secara
gravitasi
penggunaan
pompa bertekanan, dan suatu kombinasi aliran secara gravitasi dan dengan pompa.Perhitungan kapasitas reservoir distribusi dilakukan berdasarkan pemakaian air dari jam ke jam yang selalu berbeda, selain itu metode pengaliran jugamempengaruhi besarnya kapasitas reservoir yang harus disediakan. Variasi reservoir disesuaikan sistem pengaliran, yaitu: 1. Reservoir tinggi, yaitu pengaliran distribusi dilakukan secara gravitasi, reservoir ini bisa berupa ground tank (reservoir), atau berupa reservoir menara (roof tank ) yang ketinggiannya harus diperhitungkan agar pada titik kritis masih ada sisa tekan. 2. Reservoir rendah yaitu pengaliran distribusi dilakukan dengan pemompaan, reservoirnya berupa ground tank. 3. Penggunaan reservoir pembantu, misalkan karena adanya batasan konstruksi, sehingga volume yang keluar dari reservoir tidak mencukupi. Dalam suatu distribusi reservoir memegang peranan penting, instalasi pengolahan air memberikan kapasitas berdasarkan kebutuhan air maksimum perhari, sedangkan sistem distribusi direncanakan dengan berdasarkan pada debit puncak perjam. Dalam hal ini ada persediaan yang besar antara kapasitas yang satu dengan yang lainnya. Untuk menyeimbangkan perbedaan tersebut diperlukansuatu tempat penampungan air yaitu reservoir distribusi. Kelebihan air yangdiakibatkan oleh pemakaian air yang tidak maksimal disimpan dalam reservoir. Peletakkan reservoir distribusi perlu diperhatikan dalam suatu sistem jaringan distribusi. Reservoir distribusi dapat ditempatkan di lokasi yang relatif tinggi pada daerah perencanaan dan sedapat mungkin terletak di pusat atau di lokasi yang terdekat dengan daerah pelayanan. Jika sistem distribusi air tidak dapat dilakukan secara gravitasi akibat tidak adanya lokasi yang tidak cukup memadai, maka tipe reservoir yang dipilih dapat merupakan kombinasi antara reservoir yang ditempatkan di dalam tanah (ground reservoir) dengan menara air (elevated reservoir) yang terletak di atas permukaan tanah dengan ketinggian tertentu.
VIII-42
Beberapa kriteria perencanaan untuk reservoir distribusi seperti yang direncanakan oleh Sukarmadijaya, H.,et. all, diantaranya adalah: 1. Ambang Bebas dan Dasar Bak a. Diperlukan ambang bebas minimum 30 cm di atas permukaan air tertinggi. b. Dasar bak minimum 15 cm dari muka air terendah. c. Kemiringan dasar bak sebaiknya antara 1/100 hingga 1/500 ke arah pipa pengurasan. 2. Inlet dan Outlet a. Posisi dan jumlah pipa inlet ditentukan berdasarkan pertimbangan bentuk dan struktur tangki sehingga tidak ada daerah aliran yang mati. b. Pipa outlet dilengkapi dengan saringan (screen) dan diletakkan minimal 10 cm di atas lantai atau pada muka air terendah. c. Perlu diperhatikan penempatan pipa yang melalui dinding reservoir, karena harus dapat dipastikan dindingnya kedap air dan diberi flexible joint. d. Pipa inlet dan outlet dilengkapi dengan gate valve. e. Pipa peluap dan penguras memiliki diameter yang mampu mengalirkan debit air maksimum dengan secara gravitasi dan saluran outlet harus terjaga dari kontaminasi dari luar. 3. Ventilasi dan Manhole a. Reservoir harus dilengkapi dengan ventilasi, manhole, dan alat ukur tinggi muka air. b. Tinggi ventilasi lebih kurang 50 cm dari atap bagian dalam. c. Ukuran manhole harus cukup besar agar mudah dimasuki petugas dan konstruksinya harus kedap air agar tidak terjadi rembesan air dari luar. d. Ventilasi harus mampu memberikan sirkulasi udara yang cukup ke dalam reservoir sesuai dengan volumenya.
VIII-43
4. Kapasitas Standar a. Reservoir bawah (ground reservoir) memiliki kapasitas standar diantaranya sebesar 100, 300, 500, 750, dan 1000 m3. b. Reservoir atas (elevated reservoir) memiliki kapasitas standar diantaranya sebesar 300, 500, dan 750 m3 dengan muka air maksimum sekitar 20-25 m dari permukaan tanah. Data – data yang diperlukan untuk menghitung dimensi reservoir adalah 1. Data suplai air bersih, a. Jika suplai berasal dari instalasi pengolahan air bersih/minum, maka suplai tiap jam adalah
100% 24
= 4,17%
b. Jika air berasal dari mata air maka suplai tiap jamnya adalah
100% 24
=
4,17% 2. Data Pemakaian air tiap jam dalam sehari
Kegiatan optimalisai reservoir dilakukan melalui pendekatan-pendekatan terhadap: a. Estimasi kebutuhan air bersih wilayah pelayanan. b. Kondisi kapasitas aliran ke wilayah pelayanan. c. Kondisi dan kapasitas sistem supply dari IPA atau bronkaptering ke reservoir. d. Jangkauan dan elevasi serta sistem pengaliran.
8.8.9. Sludge Drying Bed Dalam proses pengolahan air minum dihasilkan lumpur. Pada umumnya instalasi pengolahan air minum tidak melibatkan pengolahan lumpur sebagai bagian dari proses pengolahan. Lumpur yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai, namun kegiatan ini justru dapat menimbulkan perubahan kualitas air sungai. Oleh karena itu, pada perencanaan ini digunakan pengolahan lumpur. Sumber lumpur pada instalasi pengolahan air minum berasal dari dua macam yaitu: 1. Unit pengendapan 2. Pencucian filter
VIII-44
Karakteristik lumpur dari kedua unit ini sangat berbeda. Pada unit pengendapan, volume air buangan dihasilkan dalam jumlah kecil tetapi mengandung padatan dalam jumlah besar. Air buangan pencucian filter dihasilkan dalam jumlah besar, waktu yang singkat dan kandungan padatan yang sangat rendah. Proses pengolahan lumpur bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1. Gravitasi, seperti lagoon sludge drying bed. 2. Mekanik, seperti filter press, belt press, vacuum filter. Penggunaan kedua jenis pengolahan ini biasanya dipilih berdasarkan ketersediaan lahan, karakteristik lumpur dan hasil akhir pengolahan yang diinginkan. Pada proses dengan gravitasi dibutuhkan lahan yang luas dan kandungan solid dalam lumpur hanya mampu mencapai 50%. Jenis pengolahan ini sangat baik untuk daerah dengan iklim panas dan penguapan melebihi curah hujan. Berdasarkan pertimbangan ini maka digunakan pengolahan lumpur yaitu lagoon sludge drying bed. Lapisan-lapisan pada Sludge Drying Bed dapat diamati pada Gambar 8.6. Sludge drying bed berfungsi untuk menampung lumpur pengolahan baik dari proses kimia maupun proses biologi dan memisahkan lumpur yang bercampur dengan air dengan cara proses penguapan menggunakan energi penyinaran matahari.
Gambar 8.6. Lapisan Pasir pada Sludge Drying Bed (Sumber: Metcalf&Eddy, 2003)
VIII-45
Air yang meresap melewati lapisan penyaring, masuk ke pipa under drain dan sebagian lagi menguap ke udara. Waktu pengeringan lumpur biasanya 3-4 minggu. Semakin tebal lapisan lumpur, waktu pengeringan semakin lama apalagi ke dalam bak pengering lumpur yang sudah terisi lumpur masih dimasukkan lagi lumpur yang baru. Keadaan cuaca juga sangat mempengaruhi lamanya waktu pengeringan lumpur. Pengeluaran air lumpur dilakukan melalui media pengering secara gravitasi dan penguapan sinar matahari. Lumpur yang berasal dari pengolahan air limbah secara langsung tanpa proses pemekatan terlebih dahulu dapat dikeringkan dengan drying bed. Deskripsi bak pengering berupa bak dangkal berisi media penyaring pasir setinggi 10-20 cm dan batu kerikil sebagai penyangga pasir antara 20-40 cm, serta saluran air tersaring (filtrat) di bagian bawah bak. Pada bagian dasar bak pengering dibuat saluran atau pipa pembuangan air dan di atasnya diberi lapisan kerikil (diameter 10-30 mmÆ) setebal 20 cm dan lapisan pasir kasar (3-5 mmÆ) setebal 20-30 cm. Media penyaring merupakan bahan yang memiliki pori besar untuk ditembus air. Pasir, ijuk dan kerikil merupakan media penyaring yang sering digunakan. Pengisian lumpur ke bak pengering sebaiknya dilakukan 1 kali sehari dengan ketebalan lumpur di bawah 15 cm. Mengingat keterbatasan daya tembus panas matahari, maka kedalaman bak kurang dari 50 cm. Jika lumpur masuk terlalu banyak, permukaan lumpur tampak mengering tetapi lapisan bawah masih basah, sehingga pengurangan air perlu waktu berhari-hari. Jika saringan tersumbat maka air tidak dapat keluar, sehingga pengurangan kadar air tidak terjadi. Prakiraan model waktu untuk sludge drying dapat dilihat pada Gambar 8.7.
VIII-46
Gambar 8.7. Model Perkiraan Waktu Pengeringan Sludge Drying (Sumber: Arceivala, 1981; 1992)
Pengurangan kandungan air dalam lumpur menggunakan sistem pengeringan alami dengan matahari, maka air akan keluar melalui saringan dan penguapan. Pada mulanya keluarnya air melalui saringan berjalan lancar dan kecepatan pengurangan air tinggi, tetapi jika bahan penyaring (pasir) tersumbat maka proses pengurangan air hanya tergantung kecepatan penguapan. Kecepatan pengurangan air pada bak pengering lumpur seperti ini bergantung pada penguapan dan penyaringan, dan akan sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sinar matahari, hujan, ketebalan lapisan lumpur, kadar air, sifat lumpur yang masuk dan struktur kolam pengeringan. Waktu pengeringan biasanya antara 3-5 hari. Kelebihan sistem ini adalah pengoperasian yang sangat sederhana dan mudah, biaya operasional relatif rendah dan hasil olahan lumpur bisa kering atau kandungan padatan yang tinggi. Kelemahan sistem ini adalah membutuhkan lahan yang luas dan sangat tergantung cuaca.
VIII-47
BAB IX HASIL PERHITUNGAN UNIT-UNIT PENGOLAHAN
9.1.
Umum Bab ini membahas hasil perhitungan unit-unit pada Instalasi Pengolahan Air
Minum (IPAM) untuk Kabupaten Sumedang. Uraian detail perhitungan unit pengolahan Sungai Cipeles dijelaskan pada Lampiran E, dan uraian detail perhitungan unit pengolahan Mata Air Sirah Cikandung dijelaskan pada Lampiran F.
9.2.
Unit Pengolahan Sungai Cipeles
9.2.1. Intake Pada perencanaan ini akan dibuat dua buah intake. Masing-masing intake akan dilengkapi oleh:
Bar Screen
Saluran Intake
Pintu Air
Bak Pengumpul
Sistem Transmisi
Bak Penenang
9.2.1.1. Bar Screen Perencanaan Debit perencanaan (Q)
= 0.628
m3/detik
Jarak antar batang (b)
=5
cm
Tebal batang (w)
=2
cm
Kecepatan aliran saat melalui batang (v)
= 0.6
m/detik
Kemiringan batang (θ)
= 60
o
IX-1
Batang berbentuk bulat dengan faktor
= 1.79
Kirschmer (β) Perbandingan lebar dan kedalaman
= 2:01
saluran (L:h) Jumlah barscreen
=2
Buah
Hasil Perencanaan Kapasitas tiap intake (q)
= 0.314
m3/detik
Luas penampang saluran (A)
= 0.523
m2
Kedalaman saluran (h)
= 0.512
m
Lebar saluran (L)
= 1.023
m
Panjang saluran untuk kisi (p)
=1
m
Freeboard (f)
= 1.221
m
Jumlah batang (n)
= 14
Buah
Jumlah bukaan (s)
= 15
Buah
Jumlah bukaan koreksi (b)
=5
Buah
Luas bukaan (Ab)
= 0.443
m2
Kecepatan melalui batang (Vb)
= 0.709
m/detik
Head kecepatan melalui batang (hv)
= 0.026
m
Kehilangan tekan melalui batang (HL)
= 0.023
m
Tinggi muka air setelah batang (Y’)
= 0.488
m
Debit perencanaan tiap saluran (Q)
= 0.314
m3/detik
Koefisien kekasaran Manning (n)
= 0.013
Panjang saluran intake (p)
= 5.5
m
=1
m
=3
m
9.2.1.2. Saluran Intake Perencanaan
Panjang antara mulut saluran dengan bar screen (p1) Panjang antara bar screen dengan pintu air (p2)
IX-2
Panjang antara pintu air dengan bak
= 1.5
m
Tinggi muka air minimum (Ymin)
= 0.2
m
Tinggi muka air maksimum (Ymaks)
= 0.8
m
Tinggi muka air rata-rata (Yave)
= 0.4
m
Jari-jari hidrolis saat Ymin, Rmin
= 0.144
m
Jari-jari hidrolis saat Yave, Rave
= 0.224
m
Jari-jari hidrolis saat Ymaks, Rmax
= 0.312
m
Kemiringan saluran (S)
= 0.001
m
Kecepatan saat Ymaks, Vmax
= 1.173
m/detik
Kecepatan saat Yave, Vave
= 0.942
m/detik
Kecepatan saat Ymin, Vmin
= 0.7
m/detik
= 0.001
m
= 0.003
m
= 0.002
m
pengumpul (p3)
Hasil Perencanaan
Kehilangan tekan antara mulut saluran dan bar screen (Hp1) Kehilangan tekan antara bar screen dan pintu air (Hp2) Kehilangan tekan pada saluran setelah pintu air (Hp3)
9.2.1.3. Pintu Air Perencanaan Debit perencanaan (Q)
= 0.314
m3/detik
Lebar pintu air (Lp)
= 0.6
m
Kecepatan aliran (Vp)
= 0.7
m/detik
Hasil Perencanaan Tinggi bukaan pintu air (hf)
= 0.748
m
Kehilangan tekan (HL)
= 0.231
m
IX-3
9.2.1.4. Bak Pengumpul Perencanaan Jumlah bak (n)
=2
buah
Debit perencanaan (Q)
= 0.628
m3/detik
Waktu detensi (td)
=2
menit
Elevasi muka sungai pada Hmax
= 692.4
m
Elevasi muka sungai pada Have
= 691.85
m
Elevasi muka sungai pada Hmin
= 691.3
m
Dasar bak
= 1.5
m
Kemiringan menuju dasar bak pengumpul
= 60
o
Hasil Perencanaan Debit tiap bak (q)
= 0.314
m3/detik
Volume (V)
= 37.68
m3
Elevasi dasar bak (Edb)
= 689.8
m
Kedalaman efektif (h)
= 2.6
m
Luas permukaan bak (As)
= 7.246
m2
Panjang bak (P)
=2
m
Lebar bak (L)
= 3.623
m
Freeboard
=1
m
Debit perencanaan (Q)
= 0.628
m3/detik
Jumlah Pompa
=6
buah
Waktu detensi (td)
=2
menit
9.2.1.5. Sistem Transmisi Perencanaan
5 pompa operasional serta 1 pompa cadangan. Pemasangan dilakukan paralel yang terdiri dari 2 bagian, yaitu pipa hisap dan pipa tekan. (Al-Layla, 1978)
IX-4
Hasil Perencanaan Kapasitas tiap pompa (q)
= 0.126
m3/detik
Diameter pipa hisap dan pipa tekan (d)
= 0.355
m
= 1.270
m/detik
Luas penampang pipa transmisi (At)
= 0.247
m2
Diameter pipa transmisi (dt)
= 0.561
m
Kecepatan melalui pipa transmisi (vt)
= 1.270
m/detik
Kecepatan melalui pipa hisap dan pipa tekan (v)
Pipa Hisap Pipa hisap pada sistem pemompaan ini direncanakan memiliki peralatan sebagai berikut: Perencanaan Pipa lurus
: Φ=355 mm, L=5m, f=0.0224
1 buah strainer
: Φ=355 mm, k=2.5
1 buah elbow 90°
: Φ=355 mm, k=0.3
1 buah inlet pompa
: Φ=355 mm, k=0.25
Hasil Perencanaan Kehilangan tekan melalui pipa lurus (ΔHmayor)
= 0.026
m
Kehilangan tekan melalui aksesoris (ΔHminor)
= 0.251
m
ΔHminor Strainer
= 0.205
m
ΔHminor Elbow 90°
= 0.025
m
ΔHminor Inlet pompa
= 0.021
m
Kehilangan tekan melalui pipa hisap ((ΔHh)
= 0.276
m
IX-5
Pipa Tekan Pipa tekan pada sistem pemompaan ini direncanakan memiliki peralatan sebagai berikut: Perencanaan Pipa lurus
: Φ=355 mm, L=2 m, f=0.0224
1 buah outlet pompa
: Φ=355 mm, k=0.25
1 buah check valve
: Φ=355 mm, k=2.3
2 buah gate valve
: Φ=355 mm, k=0.2
3 buah elbow 90°
: Φ=355 mm, k=0.3
1 buah flange crossed
: Φ=355 mm, k=1.5
1 buah increaser 12”-20”
: k=0.19
1 buah flexible joint
: Φ=0.5 mm, k=0.026
Pipa lurus
: Φ=0.5 mm, L=300 m, f=0.0224
2 buah elbow 90°
: Φ=0.5 mm, k=0.3
Hasil Perencanaan Kehilangan tekan melalui pipa lurus (ΔHmayor)
= 1.115
m
Kehilangan tekan melalui pipa lurus 12” (ΔHmayor)
= 0.010
m
Kehilangan tekan melalui pipa lurus 20” (ΔHmayor)
= 1.104
m
Kehilangan tekan melalui aksesoris (ΔHminor)
= 0.507
m
ΔHminor Outlet pompa
= 0.021
m
ΔHminor Check valve
= 0.189
m
ΔHminor Gate valve
= 0.033
m
ΔHminor Elbow 90-12"
= 0.074
m
ΔHminor Flange cross
= 0.123
m
ΔHminor Increaser 12"-19"
= 0.016
m
ΔHminor Elbow 90-19"
= 0.049
m
ΔHminor Flexible joint
= 0.002
m
Kehilangan tekan melalui pipa tekan ((ΔHt)
= 1.621
m
IX-6
Pompa Transmisi Perencanaan Diameter Pipa
= 13.943 inchi = 0.355
C
= 110
Kapasitas pompa
= 0.126
Efisiensi pompa (ƞ)
= 0.85
m m3/detik
Hasil Perencanaan Kecepatan aliran dalam pipa (Vp)
= 1.270
m/detik
Kehilangan tekan pada pipa lurus (Hmayor)
= 0.150
m
Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa (Hminor) = 0.279
m
Elbow 90
= 0.074
m
Gate valve
= 0.016
m
Check valve
= 0.189
m
Kehilangan tekan pada pipa transmisi (ΔH)
= 0.429
Head statis
= 40
m
Head pompa yang dibutuhkan (Hp)
= 40.429
m
Head pompa yang disediakan (H)
= 45
m
Daya pompa (P)
= 65024.6
watt
9.2.1.6. Bak Penenang Perencanaan Jumlah bak
=1
Buah
Debit perencanaan
= 0.628
m3/detik
Perbandingan panjang dan lebar
=3:1
Kecepaan aliran pada pipa outflow
= 1.3
m/detik
Freeboard
= 0.6
m
Waktu tinggal dalam bak penenang
= 120
Detik
Kedalaman
=3
m
Alat pengukur debit, V-notch
= 90
o
IX-7
Hasil Perencanaan Debit outflow (Qof)
= 0.157
m3/detik
Volume bak (V)
= 75.36
m3
Luas permukaan (As)
= 25.12
m2
Lebar bak penenang, L
= 2.894
m
Panjang bak penenang, p
= 8.681
m
Luas penampang pipa overflow (Aof)
= 0.121
m2
Diameter pipa overflow (dof)
= 0.392
m
= 15.406
inchi
Tinggi muka air di atas V-notch
= 0.572
m
Lebar bukaan V-notch 90o
= 2.344
m
9.2.2. Pra-Sedimentasi Perencanaan Jumlah bak
=4
Buah
Debit inflow
= 0.157
m3/detik
Efisiensi penyisihan
= 0.6
η
Performace bak
= 0.125
n (Sangat Baik)
Waktu detensi
= 11.025
Θ (menit)
Kecepatan pengendapan partikel diskrit
= 0.00232
m/detik
Rasio p : L
= 4:1
p:L
freeboard
= 0.3
f (m)
Hasil Perencanaan Kapasitas tiap bak, q
= 0.03925
m3/detik
Beban permukaan, Q/AS
= 0.00285
m/detik
Luas Permukaan Bak Total, As
= 16.354
m2
Luas Permukaan Tiap Bak, A0
= 4.089
m2
Lebar bak, L
= 2.022
m
Panjang bak, p
= 8.088
m
Kedalaman bak, h
= 1.535
m
IX-8
Freeboard
= 0.3
m
Volume bak, V
= 25.964
m3
9.2.2.1. Kontrol Aliran Hasil Perencanaan Kecepatan horizontal, vh
= 0.013
m/detik
Jari-jari hidrolis, R
= 0.609
m
Bilangan Reynold, NRE
= 8.662
Bilangan Froude, NFR
= 0.000027
9.2.2.2. Kontrol Penggerusan Hasil Perencanaan Diameter terkecil partikel diskrit, d = 0.01
cm
Massa jenis partikel, ρ
= 2650
kg/m3
Untuk nilai α = 0.05 dan β = 0.02,
= 0.072 m/s
maka kecepatan penggerusan, vg
9.2.2.3. Sistem Inlet Sistem inlet terdiri dari saluran inlet dan zone inlet. Saluran Inlet Perencanaan Panjang, p Lebar, L
=9
m
= 0.75
m
Kedalaman air di saluran, h = 1.1
m
Freeboard =
= 0.2
m
koefisien manning, n
= 0.013
Hasil Perencanaan Kecepatan aliran masuk, vm
= 0.048
m/s
Jari-jari hidrolis, R
= 0.280
m
Kemiringan saluran, S
= 0.000038
Kehilangan tekan di saluran inlet, HL
= 0.000340
IX-9
m
Zona Inlet Perencanaan Panjang, p
= 2.1
m
Lebar, L
= 0.75
m
Kedalaman air di saluran, h
= 1.5
m
Freeboard
= 0.3
m
Lebar pintu air, LP
= 0.75
m
Bukaan pintu air, hf
= 0.75
m
Koefisien pemerata aliran, m
= 0.98
Debit melalui pintu air, q
= 0.03925
k
= 0.2
m3/detik
Hasil Perencanaan Kecepatan melalui pintu air, vp
= 0.0349
m/s
Headloss di pintu air pertama, HP1
= 0.000012
m
Headloss di pintu air kedua, HP2
= 0.000012
m
Headloss di pintu air ketiga, HP3
= 0.000012
m
Headloss di pintu air keempat, HP4
= 0.000012
m
9.2.2.4. Sistem Outlet Sistem outlet direncanakan terdiri dari pelimpah, saluran pelimpah dan saluran outlet. Pelimpah Perencanaan Pelimpah berupa mercu tajam dengan ketebalan
= 0.05
m
Jumlah pelimpah
=2
buah
Beban pelimpah, bp
= 0.011
m3/m.det
IX-10
Hasil Perencanaan Total panjang pelimpah, Ltot
= 3.568
m
Tinggi air di atas pelimpah, h
= 3.330
m
Panjang pelimpah, Pp
= 1.784
m
Saluran Pelimpah Perencanaan Jumlah saluran
=1
buah
Panjang, p
= 3.5
m
Lebar, L
= 0.3
m
Freeboard
= 0.05
m
Hasil Perencanaan Ketinggian air di atas saluran, Hm
= 0.208
m
Kedalaman air di saluran pelimpah, H
= 0.258
m
Saluran Outlet Perencanaan Saluran outlet direncanakan terbuat dari beton Kondisi saluran ini dibuat berdasarkan kondisi saluran menuju bak koagulasi Nilai koefisien Manning, n
= 0.013
Terdapat terjunan dengan tinggi
= 0.3
m
Panjang, p
=2
m
Lebar, L
= 0.75
m
Debit aliran, Q
= 0.157
m3/detik
IX-11
9.2.2.5. Zona Lumpur Perencanaan Panjang ruang lumpur (P)
= 8.088
m
Lebar ruang lumpur (L)
= 2.022
m
Kedalaman ruang lumpur (h)
=1
m
= 0.5
m
Dosis Alum
= 50
mg/l
Kekeruhan
= 93.27
NTU
Ruang lumpur berbentuk limas terpancung dengan kedalaman pancungan, (hp)
Hasil Perencanaan Volume limas (VL)
= 5.451
m3
Berat lumpur kering yang dihasilkan (mlk)
= 390.024
lb/(106galon air)
= 46.740
mg/Lair
Massa jenis lumpur kering (ρlk)
= 2200
kg/m3
Kadar air dalam lumpur (Cw)
= 0.980
Berat lumpur (ml)
= 2337.013
mg/Lair
Massa jenis lumpur (ρl)
= 1007.864
kg/m3
Volume lumpur (Vl)
= 0.0000023 m3/Lair
Debit lumpur (ql)
= 0.0004
m3/detik
= 1.311
m3/jam
= 4.160
jam
= 12
jam
Periode pengurasan ruang lumpur (T) Untuk memudahkan pelaksanaan pengurasan lumpur di lapangan maka pengurasan ruang lumpur dilakukan setiap
IX-12
Pipa Drain Lumpur Perencanaan Jarak terjauh antara katup penguras dengan sludge
= 15
m
Waktu pengurasan lumpur (t)
= 10
menit
Diameter pipa penguras (d)
= 6"
inchi
drying bed (L)
= 0.15 m Kekasaran, c
= 110
Hasil Perencanaan Volume lumpur yang dikeluarkan setiap periode
= 15.727
m3
= 0.026
m3/detik
= 0.018
m2
= 1.484
m/detik
pengurasan (Vp) Debit pengurasan lumpur (Q) Luas penampang pipa penguras (A) Kecepatan aliran lumpur pada saat pengurasan (V) Kemiringan pipa (S)
= 0.021
Kehilangan tekan pada sistem perpipaan (HL)
= 0.322
m
9.2.3. Aerasi Perencanaan Debit perencanaan, Q
= 0.157
m3/detik
Jumlah bak, n
=1
Buah
Tinggi terjunan, H
= 1.5
m
Lebar terjunan, b
=1
m
Gradien kecepatan
= 1000
L/detik
Waktu tinggal
= 20
Detik
Freeboard
= 0.2
m
Kedalaman bak, h
= 0.6
m
IX-13
Hasil Perencanaan Headloss (HL)
= 1.829
Bilangan terjunan (D)
= 0.001
Panjang terjunan (Ld)
= 0.922
m
Kedalaman air di Titik 1 (Y1)
= 0.038
m
Kedalaman air di Titik 2 (Y2)
= 0.356
m
Kontrol aliran
= 9.388
Panjang loncatan (L), untuk bilangan Froud F = 6.14
m
= 2.187
m
= 7.054
m
Panjang bak setelah loncatan (Lb), dengan asumsi waktu loncatan hidrolis (t2) dan waktu terjunan (t1) = 2 detik Panjang unit aerasi
= 10.163 m
9.2.4. Koagulasi 9.2.4.1. Dimensi Perencanaan Debit perencanaan (Q)
= 0.157
m3/detik
Waktu (t)
=2
detik
Suhu
= 24
o
μ
= 0.0008886
kg/m.detik
ρ
= 996.84
kg/m3
C
Jenis pipa Cast Iron, dengan f menurut
= 0.00026
Droste,1997 Kecepatan Influen
=2
m/detik
IX-14
Hasil Perencanaan Luas pipa, A
= 0.0785
m2
Diameter pipa, D
= 0.315
m
Luas Penampang
= 0.078
m2
Kecepatan sebenarnya
= 2.016
m/detik
Volume Pipa
= 0.314
m3
Total panjang static mixer
= 4.031
m
Jumlah elemen
=2
m
Panjang elemen
= 0.788
m
Kehilangan tekanan (ΔP)
= 0.022
m
Daya (P)
= 34.268
J/s
Gradien kecepatan (G)
= 350.453
detik-1
G x td
= 700.905
Kehilangan tekanan dalam pipa tanpa
= 0.00069
static mixer (hf)
m
Bilangan Reynolds (Re)
= 712260.056
Luas Saluran menuju flokulasi, A
= 0.157
m2
Diameter Saluran menuju flokulasi, D
= 0.45
m
Kecepatan Saluran menuju flokulasi, v
= 0.988
m/detik
Kehilangan tekanan pada pipa (hf)
= 0.00006
m
9.2.4.2. Pembubuh Koagulan Perencanaan Dosis efektif
= 50
mg/l
Debit (Q)
= 0.157
m3/detik
Konsentrasi larutan
= 10% tawas & 90% air
Koagulan yang
= 2710
kg/m3
Berat jenis alum (ρal)
= 2710
kg/m3
Berat jenis air (ρw)
= 996.84
kg/m3
digunakan
IX-15
Waktu pembubuhan alum
= 24 jam sekali
dilakukan ke dalam bak pembubuh Jumlah bak pembubuh
=2
1 operasional dan 1 cadangan
dengan bentuk silinder
Hasil Perencanaan Konsentrasi larutan (100%)
= 500
mg/l
Berat jenis larutan (ρl)
= 1064.109
kg/m3
Dosis larutan
= 0.470
ml/l
Dosis larutan yang dipompakan, qL
= 0.074
L/detik
Luas pipa pembubuh, A
= 0.00004
m2
Diameter pipa pembubuh, d
= 0.007
m
= 6.374
m3/hari
Volume tiap bak pembubuh
= 0.266
m3
Tinggi bak pembubuh (h)
=1
m
Luas alas bak pembubuh (A)
= 0.266
m2
Diameter bak pembubuh (D)
= 0.582
m
Freeboard
= 0.2
m
Ketinggian total
= 1.2
m
Dosis larutan yang dipompakan jika 1 jam sekali, qL
9.2.4.3. Pompa Pembubuh Koagulan Perencanaan Jumlah pompa (1 operasional dan 1
=2
buah
cadangan) Efisiensi pompa (ƞ) Head pompa yang disediakan
= 0.85 = 10
m
IX-16
Hasil Perencanaan Daya pompa (P) = 9.060
watt
9.2.5. Flokulasi 9.2.5.1. Bak Flokulasi Perencanaan m3/detik
Kapasitas pengolahan (Q)
= 0.157
Jumlah bak (n)
=2
Stage flokulasi tiap bak
=3
Jumlah channel tiap stage
=2
Jumlah channel total (nc)
=6
Waktu detensi (td)
= 30
menit
Kedalaman bak (h)
=3
m
Lebar per channel (lc)
=3
m
Tebal sekat (t)
= 0.1
m
Gradien kecepatan Stage 1 (G1)
= 55
/detik
Gradien kecepatan Stage 2 (G2)
= 40
/detik
Gradien kecepatan Stage 3 (G3)
= 30
/detik
Koefisien gesekan (k)
= 1.5
Hasil perhitungan memiliki asumsi efisiensi mencapai 100%, tetapi pada praktek di lapangan efisiensi yang dicapai berkisar
= 0.82
80% (Kawamura, 1991). Pada perencanaan ini, efisiensi diasumsikan (ƞ)
Hasil Perencanaan Debit tiap bak (q)
= 0.157
m3/detik
Volume bak (V)
= 282.6
m3
Jumlah belokan stage 1
=7
buah
IX-17
Jumlah belokan stage 2
=6
buah
Jumlah belokan stage 3
=5
buah
Panjang tiap channel (p)
= 2.617
m
Panjang bak flokulasi, p
= 2.617
m
Lebar bak flokulasi, l
= 18
m
Kedalaman bak flokulasi, h
=3
m
Freeboard
= 0.5
m
Volume tiap saluran, V
= 23.55
m3
Headloss stage 1, hL1
= 0.082
m
Headloss stage 2, hL2
= 0.044
m
Headloss stage 3, hL3
= 0.025
m
Headloss Total, hHtotal
= 0.151
m
Headloss belokan stage 1, ht1
= 0.012
m/belokan
Headloss belokan stage 2, ht2
= 0.007
m/belokan
Headloss belokan stage 3, ht3
= 0.005
m/belokan
Kecepatan aliran stage 1, v1
= 0.393
m/detik
Kecepatan aliran stage 2, v2
= 0.308
m/detik
Kecepatan aliran stage 3, v3
= 0.253
m/detik
Lebar belokan stage 1, w1
= 0.133
m
Lebar belokan stage 2, w2
= 0.170
m
Lebar belokan stage 3, w3
= 0.207
m
Jumlah baffle aktual
= 22
Buah
Jumlah baffle aktual stage 1
=8
Buah
Jumlah baffle aktual stage 2
=8
Buah
Jumlah baffle aktual stage 3
=6
Buah
9.2.5.2. Saluran Outlet Perencanaan Saluran outlet terbuat dari beton dengan koefisien n
= 0.013
Panjang saluran (p)
=5
m
Kecepatan pada saluran outlet (vout)
= 0.253
m/detik
IX-18
Hasil Perencanaan Kedalaman di saluran outlet (hout)
= 2.849
m
Lebar saluran outlet (L)
= 0.109
m
Jari-jari hidrolis (R)
= 0.053
m
Kemiringan saluran (S)
= 0.000540
Kehilangan tekan di saluran outlet (hL)
= 0.00270
m
9.2.6. Sedimentasi 9.2.6.1. Bak Sedimentasi Perencanaan Debit pengolahan (Q)
= 0.157
m3/detik
Jumlah bak sedimentasi (n)
=2
buah
Lebar bak sedimentasi (L)
=3
m
Kedalaman zona pengendapan (H)
=2
m
Jarak tegak lurus antar plate settler (w) = 0.05
m
Kemiringan plate settler (α)
= 60
o
Efisiensi penyisihan partikel flok (ƞ)
= 0.86
Performance bak (n)
= 0.125
Kecepatan pengendapan partikel flok alum (Vs)
= 0.000266
m/detik
Hasil Perencanaan Kapasitas tiap bak (Q)
= 0.0785
m3/detik
Beban permukaan (Q/As)
= 0.000119
m/detik
Tinggi pengendapan (z)
= 0.1
m
Panjang plate (p)
= 2.309
m
Panjang zona pengendapan (p’)
= 2.338
m
Kecepatan horizontal di dalam plate (Vo)
= 0.169
m/menit
Waktu detensi (td)
= 14.006
menit
Debit per satu kolom plate (q)
= 0.00056
m3/detik
Jumlah plate yang dibutuhkan (n)
= 280
Buah
IX-19
Panjang zona plate settler (Pz)
= 17.263
m
= 5.754
m
Panjang total zona pengendapan (Pt)
= 23.017
m
Jarak muka air dengan plate (hL)
= 0.685
m
=1
m
Kedalaman total bak (Htot)
= 3.685
m
Freeboard
= 0.6
m
Panjang zona pengendapan tanpa plate settler (Pi)
Jarak plate dengan dasar zona sedimentasi (hp)
9.2.6.2. Kontrol Aliran Hasil Perencanaan Jari-jari hidrolis (R)
= 0.025
m
Bilangan Reynolds (NRe)
= 79.037
Bilangan Froude (NFr)
= 0.000032
9.2.6.3. Zona Inlet Perencanaan Kedalaman saluran inlet (H)
= 0.5
m
Kecepatan aliran (Vh)
= 0.253
m/detik
Koefisien saluran beton (n)
= 0.013
Panjang saluran = Lebar bak sedimentasi (L) Diameter bukaan orifice (Φor) Jarak antar pusat bukaan orificr (wor)
=3
m
= 0.16
m
= 0.5
m
Hasil Perencanaan Luas penampang saluran (Across) = 0.620
m2
Lebar saluran inlet (w)
m
= 1.239
IX-20
Kecepatan aliran sebenarnya (Vh) = 0.253
m/detik
Jari-jari hidrolis (R)
= 0.277
m
Slope saluran (S)
= 0.0001
Bilangan Reynolds (NRe)
= 78683.133
Bilangan Froude (NFr)
= 0.024
Headloss saluran (HL)
= 0.0002
9.2.6.4. Pintu Air Perencanaan Lebar bukaan (Lp)
= 0.5
m
Tinggi bukaan pintu air (hf)
= 0.25
m
Hasil Perencanaan Kehilangan tekan melalui pintu air (hp)
= 0.288
m
9.2.6.5. Orifice Hasil Perencanaan Jumlah orifice tiap bak (n)
= 32
Buah
Debit tiap orifice (Qor)
= 0.0049
m3/detik
Luas penampang orifice (Aor)
= 0.02
m2
Kecepatan aliran pada orifice (Vor)
= 0.246
m/detik
Kehilangan tekan pada orifice (HL)
= 0.00154
m
Bilangan Reynolds (NRe)
= 11064.77
Bilangan Froude (NFr)
= 0.154
IX-21
9.2.6.6. Zona Outlet Pelimpah Perencanaan Pelimpah berupa mercu tajam dengan
=5
m
= 12
m3/m-jam
tinggi terjunan, H Beban pelimpah (Wl)
= 0.00333 m3/m-detik
Hasil Perencanaan Panjang pelimpah total yang
= 47.147 m
dibutuhkan (Ptot) Panjang pelimpah = panjang total
= 16.108 m
plate secara mendatar (Pp) Jumlah pelimpah (n)
=3
Buah
Beban pelimpah (Wl)
= 0.003
m3/m-detik
Tinggi muka air di atas pelimpah (h)
= 0.049
feet
= 0.015
m
Saluran Pelimpah Hasil Perencanaan Panjang saluran pelimpah (Psal)
= 16.108
m
= 0.2
m
Jumlah saluran pelimpah (np)
=2
Buah
Debit saluran pelimpah (qs)
= 0.0785
m3/detik
= 0.432
m
= 0.15
m
Lebar saluran pelimpah direncanakan (Lp)
Ketinggian muka air di atas saluran (h) Freeboard
Kedalaman saluran pelimpah (H) = 0.582 Bilangan terjunan (D)
= 0.00002
Panjang terjunan (Ld)
= 0.138
IX-22
m
m
Saluran Outlet Perencanaan Lebar saluran direncanakan (L) = 0.5
m
Panjang saluran (P)
=2
m
Debit aliran (Q)
= 0.157
m3/detik
= 0.1
m
= 0.4
m
Antara saluran pengumpul dan saluran outlet digunakan terjunan dengan tinggi, H Tinggi muka air di atas saluran outlet minimal 30 cm, hout
Hasil Perencanaan Kecepatan aliran di saluran outlet (Vout)
= 0.7850 m/detik
Jari-jari hidrolis (R)
= 0.1538 m
Kemiringan saluran (S)
= 0.0013
Kehilangan tekan (HL)
= 0.0025 m
9.2.6.7. Zona Lumpur Perencanaan Panjang ruang lumpur (P)
= 23.017
m
Lebar ruang lumpur (L)
=3
m
Kedalaman ruang lumpur (h)
=1
m
= 0.5
m
Dosis Alum
= 50
mg/l
Kekeruhan
= 15.53
NTU
Ruang lumpur berbentuk limas terpancung dengan kedalaman pancungan, (hp)
IX-23
Hasil Perencanaan Volume limas (VL)
= 23.017
m3
Berat lumpur kering yang dihasilkan (mlk)
= 156.627
lb/(106galon air)
= 18.770
mg/Lair
Massa jenis lumpur kering (ρlk)
= 2200
kg/m3
Kadar air dalam lumpur (Cw)
= 0.98
Berat lumpur (ml)
= 938.507
mg/Lair
Massa jenis lumpur (ρl)
= 1007.864
kg/m3
Volume lumpur (Vl)
= 0.0000009 m3/Lair
Debit lumpur (ql)
= 0.0001
m3/detik
= 0.526
m3/jam
= 43.73
jam
= 12
jam
Periode pengurasan ruang lumpur (T) Untuk memudahkan pelaksanaan pengurasan lumpur di lapangan maka pengurasan ruang lumpur dilakukan setiap
9.2.6.8. Pipa Drain Lumpur Perencanaan Jarak terjauh antara katup penguras dengan sludge
= 15
m
Waktu pengurasan lumpur (t)
= 10
menit
Diameter pipa penguras (d)
= 6"
inchi
drying bed (L)
= 0.15 m Kekasaran, c
= 110
Hasil Perencanaan Volume lumpur yang dikeluarkan setiap periode pengurasan (Vp) Debit pengurasan lumpur (Q)
= 6.316
m3
= 0.011
m3/detik
IX-24
Luas penampang pipa penguras (A)
= 0.018
m2
= 0.596
m/detik
Kecepatan aliran lumpur pada saat pengurasan (V) Kemiringan pipa (S)
= 0.004
Kehilangan tekan pada sistem
= 0.059
perpipaan (HL)
m
9.2.7. Filtrasi Proses filtrasi digunakan untuk menyisihkan padatan yang masih tersisa dalam air baku setelah melalui proses sedimentasi. Pada instalasi pengolahan air minum ini jenis filtrasi yang akan digunakan adalah Saringan Pasir Cepat tipe gravitasi dengan media ganda, yaitu pasir dan antrasit.
9.2.7.1. Media Filtrasi Perencanaan Media Filtrasi Debit perencanaan (Q)
= 0.157
m3/detik
Kecepatan filtrasi (Vf)
=5
m/jam
Kecepatan backwash (Vb)
= 900
m3/hr.m2
Panjang : Lebar bak (p:l)
=2:1
Media penyangga berupa
=5
Lapisan
Waktu backwash (tb)
=5
menit
Tinggi air di atas pasir (ha)
=1
m
kerikil yang terdiri dari
Tabel 9.1. Perencanaan Ukuran Media Penyaring Keterangan
Satuan
Kedalaman media Ukuran efektif (ES) Koef keseragaman Specific gravity (SG) Spheritas (ɸ) Porositas (ε)
cm mm
Pasir 20 0.45 1.5 2.65 0.82 0.42
IX-25
Media Penyaring Antrasit 60 1.1 1.6 1.65 0.72 0.42
Perencanaan Sistem Underdrain Luas orifice : Luas media
= 1.5 x 10-3 : 1
Luas lateral : Luas orifice
=3:1
Luas manifold : Luas lateral
=2:1
Diameter orifice (Φor)
= 0.5
inchi
= 0.0127
m
= 10
inchi
= 0.254
m
Jarak antar pusat lateral terdekat
Perencanaan Pengaturan Aliran Kecepatan aliran dalam saluran inlet (Vin)
= 1.5 m/s
Kecepatan aliran dalam saluran outlet (Vout)
=1
m/s
Kecepatan dalam saluran pencuci (Vp)
=3
m/s
Kecepatan dalam saluran pembuangan (Vb)
=2
m/s
Hasil Perencanaan Desain Media Filtrasi 1. Karakteristik Media Penyaring Tabel 9.2. Distribusi Media Pasir Diameter (mm)
Berat (%)
0.27 - 0.37 0.37 - 0.49 0.49 - 0.65
8.34 33.39 58.27 Total
Tebal lapisan (cm) 1.668 6.678 11.658 20.004
Agar tidak terjadi intermixing setelah pencucian maka diameter antrasit yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut: d2 = 1.06 mm Agar intermixing tidak terjadi, diameter antrasit terkecil yang boleh digunakan adalah 1.06 mm.
IX-26
Tabel 9.3. Distribusi Lapisan Media Antrasit Diameter (mm)
Berat (%)
0.97 - 1.24 1.24 - 1.57 1.57 - 1.87
18.08 33.41 48.51 Total
Tebal lapisan (cm) 5.848 15.046 24.106 45.000
2. Karakteristik Media Penyangga (Kerikil) Tabel 9.4. Karakteristik Media Penyangga Keterangan Specific gravity (SG) Spheritas (ɸ) Porositas (ε)
Media Penyangga (Kerikil) 0.95 2.65 0.4
Ketebalan media kumulatif (Fair, Geyer, Okun, 1968), L: L = k ∙ (log d + 1,4), k = 12
Tabel 9.5. Distribusi Media Penyangga Diameter inchi 0.1
Tebal kumulatif inchi 4.8
Tebal Lapisan inchi cm 4.8 12.192
0.4
12.0247199
7.224719896
18.35078854
0.9
16.25091011
4.226190217
10.73452315
1.6
19.24943979
2.998529679
7.616265384
2.5
21.5752801
2.325840312
5.907634393
Kedalaman Media Penyangga
IX-27
54.80121146
9.2.7.2. Dimensi Bak Filtrasi Hasil Perencanaan Kapasitas pengolahan (Q)
Kecepatan filtrasi direncanakan (Vf)
= 0.157
m3/detik
= 3.583
MGD
=5
m/jam
= 0.0014 m/detik Jumlah bak filtrasi (n)
=2
Buah
Kapasitas tiap bak (q)
= 0.079
m3/detik
Luas permukaan bak (Abak)
= 37.680 m2
Lebar bak, l
= 4.341
m
Panjang bak, p
= 8.681
m
Kecepatan filtrasi sebenarnya (Vf)
= 0.0014 m/detik =5
m/jam
Kontrol Operasi Bila hanya 2 bak yang beroperasi maka, q: Kapasitas tiap bak (q)
= 0.0785
m3/detik
Kecepatan filtrasi (Vf)
= 0.0021
m/detik
= 7.5
m/jam
9.2.7.3. Desain Sistem Underdrain Sistem underdrain pada saringan pasir cepat ini terdiri dari orifice, pipa lateral dan pipa manifold. Orifice Luas orifice (Aor)
= 0.0001
m2
Luas total orifice (Aortot)
= 0.057
m2
Jumlah orifice (nor)
= 447
Buah
IX-28
Pipa Lateral = 0.170
m2
Panjang manifold = panjang bak (pm) = 8.681
m2
Luas lateral total (Altot)
Jumlah pipa lateral (nl)
= 66.354 Buah
Luas per lateral (Al)
= 0.0025 m2
Diameter lateral (dl)
= 0.0568 m
Jumlah orifice per lateral (nol)
=2
inchi
=7
Buah
Pipa Manifold Luas manifold (Am)
= 0.339
m2
Diameter manifold (dm)
= 0.657
m
= 26
Inchi
Luas manifold sebenarnya (Am)
= 0.339
m2
Panjang lateral (pl)
= 1.842
m
Jarak antar orifice (jor)
= 0.263
m
Kontrol/cek Jumlah orifice total sebenarnya (nor)
= 469
Buah
Luas orifice total sebenarnya (Aortot)
= 0.0594
m2
Luas orifice : Luas media
= 0.0016
Luas lateral total sebenarnya (Altot)
= 0.170
Luas lateral : Luas orifice
=3
Luas manifold : Luas lateral
=2
IX-29
m3
9.2.7.4. Kehilangan Tekan Pada Saat Permulaan Filtrasi Hasil Perhitungan Media Pasir Diameter mm 0.27 - 0.37 0.37 - 0.49 0.49 - 0.65
Diameter tengah (di) mm 0.32 0.43 0.57 Total
Tebal lapisan (Li) cm 1.668 6.678 11.658
Li/di2 cm-1 1628.906 3611.682 3588.181 8828.769
Kehilangan tekan pada media pasir (hp): hp = 0.149 m Media Antrasit Diameter tengah (di) mm mm 0.97 - 1.24 1.105 1.24 - 1.57 1.405 1.57 - 1.87 1.72 Total Kehilangan tekan pada media antrasit (ha): Diameter
Tebal lapisan (Li) cm 5.848 15.046 24.106
ha = 0.045 m Media Kerikil Diameter (d) mm 2.54 10.16 22.86 40.64 63.5 Total
Tebal lapisan (Li) cm 12.192 18.35078854 10.73452315 7.616265384 5.907634393 54.80121146
IX-30
Li/di2 cm-1 188.976 17.777 2.054 0.461 0.147 209.416
Li/di2 cm-1 478.942 762.199 814.832 2055.973
Kehilangan tekan pada media kerikil (hk): hk = 0.003 m
Orifice Debit melalui orifice (qor)
= 0.00012
m3/detik
Kehilangan tekan melalui orifice (hor)
= 0.105
m
Lateral Diameter lateral (dl)
= 0.057
m
Panjang lateral (pl)
= 1.8
m
Debit melalui lateral (ql)
= 0.00078
m3/detik
Kecepatan melalui lateral (Vl)
= 0.309
m/detik
Kehilangan tekan melalui lateral (hl)
= 0.00133
m
Manifold Diameter manifold (dm)
= 0.657
m
Panjang manifod (pm)
= 8.5
m
Debit melalui manifold (qm)
= 0.052
m3/detik
Kecepatan melalui manifold (Vm)
= 0.154
m/detik
= 0.00014
m
Kehilangan tekan melalui manifold (hm)
Total Total kehilangan tekan (ΔH)
= 0.303
m
Ketinggian air maksimum (Hmax)
=1
m
Ketinggian bak filtrasi (H)
= 2.606
m
Freeboard
= 0.3
m
IX-31
9.2.7.5. Desain Sistem Inlet Sistem inlet pada unit filtrasi ini direncanakan terdiri dari saluran inlet dan zona inlet. Saluran Inlet Saluran inlet merupakan sistem perpipaan yang menghubungkan unit sedimentasi dengan unit filtrasi. Kecepatan pengaliran direncanakan 1.5 m/detik dengan debit yang melalui pipa 0.052 m3/detik. Hasil Perencanaan Luas penampang pipa inlet (A)
= 0.035
m2
Diameter pipa inlet (d)
= 0.211
m
= 8.3
inchi
= 1.5
m/detik
= 15
m
= 0.227
m
= 0.826
m
Hminor Elbow 90 - 8"
= 0.138
m
Hminor Tee
= 0.516
m
Hminor Gate valve - 8"
= 0.172
m
= 1.053
m
Kecepatan aliran sebenarnya pada inlet (V) Panjang pipa terjauh direncanakan (L) Kehilangan tekan sepanjang pipa inlet (Hmayor) Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa (Hminor)
Kehilangan tekan pada saluran inlet (ΔHin)
Zona Inlet Perencanaan Zona inlet direncanakan memiliki dimensi sebagai berikut: Lebar zona inlet = lebar bak filtrasi (l)
= 4.341
IX-32
m
Panjang zona inlet (p)
= 0.5
m
Kedalaman zona inlet (h)
=1
m
9.2.7.6. Desain Sistem Outlet Sistem outlet pada unit ini berupa saluran perpipaan dengan kecepatan aliran 1 m/detik dan panjang pipa terjauh (L) = 10 m. Debit air yang melalui pipa adalah 0.052 m3/detik. Hasil Perencanaan Luas penampang pipa outlet (A)
= 0.052
m2
Diameter pipa outlet (d)
= 0.258
m
= 10.165 inchi Kecepatan aliran sebenarnya pada outlet
=1
m/detik
= 0.056
m
= 0.018
m
Hminor Gate valve - 10"
= 0.010
m
Hminor Reducer 26 - 10"
= 0.008
m
Kehilangan tekan pada sistem outlet
= 0.074
m
(V) Kehilangan tekan sepanjang pipa outlet (Hmayor) Kehilanan tekan akibat aksesoris pipa (Hminor)
(ΔHout)
9.2.7.7. Desain Sistem Pencucian Sistem pencucian filter dilakukan dengan mengalirkan air dengan arah aliran terbalik, yaitu dari bawah ke atas. Aliran terbalik ini dilakukan dengan menggunakan menara air. Hasil Perencanaan Kecepatan backwash (Vbw)
Luas penampang filter (Abak)
= 900
m3/hr.m2
= 0.010
m/detik
= 37.68
m2
IX-33
Lama pencucian (tbw)
=5
menit
Debit backwash (qbw)
= 0.392
m3/detik
9.2.7.8. Keadaan Media Pada Saat Terekspansi Akibat Backwash Pada saat backwash media penyaring yang terdiri dari pasir dan antrasit akan terekspansi, sedangkan media penyangga tidak ikut terekspansi. Hasil Perencanaan Media Pasir
mm
Tebal lapisan (Li) m
0.32
0.017
0.42
1.234
3.4
0.706 0.033
0.43
0.067
0.42
0.683
2.74
0.635 0.106
0.57
0.117
0.42
0.389
2.28
0.561 0.154
Diameter Diameter tengah (di) mm 0.27 0.37 0.37 0.49 0.49 0.65 Total
ε
εe3/(1-εe) 1/(1-εe)
εe
Lie m
0.200
0.293
Persentase tinggi ekspansi media pasir (%ekspansi): %ekspansi = 46.56% Media Antrasit Diameter
mm
Tebal lapisan (Li) m
1.105
0.058
0.42
0.341
2.1
0.524 0.071
1.405
0.150
0.42
0.211
1.89
0.471 0.165
1.72
0.241
0.42
0.141
1.62
0.383 0.226
Diameter tengah (di)
mm 0.97 1.24 1.24 1.57 1.57 1.87 Total
ε
εe3/(1-εe) 1/(1-εe)
εe
Lie m
0.450
0.463
Persentase tinggi ekspansi media antrasit (%ekspansi): %ekspansi = 2.81%
IX-34
9.2.7.9. Kehilangan Tekan Pada Saat Backwash Hasil Perencanaan Media Pasir Diameter mm 0.27 0.37 0.37 0.49 0.49 0.65
Diameter tengah (di) mm
εe
Lie
(1-εe)2/εe3 (1-εe)2/εe3 x Lie/di m-1
m
0.32
0.706 0.033
0.246
79003.838
0.43
0.635 0.106
0.520
298531.991
0.57
0.561 0.154
1.087
515872.192
0.293
Total
893408.022
Total
Kehilangan tekan saat backwash pada media pasir (hpbw): hpbw = 0.186 m
Media Antrasit Diameter mm 0.97 1.24 1.24 1.57 1.57 1.87
Diameter tengah (di) mm
εe
Lie
(1-εe)2/εe3 (1-εe)2/εe3 x Lie/di m-1
m
1.105
0.524 0.071
1.578
92038.882
1.405
0.471 0.165
2.681
224001.017
1.72
0.383 0.226
6.797
520416.686
0.463
Total
836456.585
Total
Kehilangan tekan saat backwash pada media antrasit (habw): habw = 0.226 m
IX-35
Media Kerikil Diameter (d) mm 2.54 10.16 22.86 40.64 63.5 Total
Tebal lapisan (Li) cm 12.192 18.351 10.735 7.616 5.908 54.801
Kehilangan tekan saat backwash pada media kerikil (hkbw): hkbw = 0.002 m
Hasil Perencanaan Orifice Debit melalui orifice pada saat backwash (qorbw) Kehilangan tekan melalui orifice pada saat backwash (horbw)
= 0.001
m3/detik
= 2.44
m
Lateral Diameter lateral (dl)
= 0.057
m
Panjang lateral (pl)
= 1.8
m
= 0.006
m3/detik
= 2.311
m/detik
= 0.075
m
Debit melalui lateral pada saat backwash (qlbw) Kecepatan melalui lateral pada saat backwash (Vlbw) Kehilangan tekan melalui lateral pada saat backwash (hlbw)
IX-36
Li/di2 cm-1 188.976 17.777 2.054 0.461 0.147 209.416
Manifold Diameter manifold (dm)
= 0.657
m
Panjang manifold (pm)
= 8.5
m
= 0.392
m3/detik
= 1.156
m/detik
= 0.008
m
Debit melalui manifold pada saat backwash (qmbw) Kecepatan melalui manifold pada saat backwash (Vmbw) Kehilangan tekan melalui manifold pada saat backwash (hmbw)
Pipa pencuci dari menara air Jarak antara menara air dengan bak filtrasi terjauh (L) Pipa yang digunakan adalah pipa besi, C
= 30
m
= 110
Kecepatan pencucian (Vp)
=3
m/detik
Luas penampang pipa (Ap)
= 0.131
m2
Diameter pipa (dp)
= 0.408
m
= 16.060 inchi Kehilangan tekan pada pipa
= 0.750
m
= 4.954
m
Hminor Elbow 90
= 0.413
m
Hminor Tee
= 3.440
m
(Hmayor) Kehilangan tekan akibat aksesoris (Hminor)
IX-37
Hminor Gate Valve
= 0.688
m
Hminor Increaser 16-26
= 0.413
m
= 5.705
m
Kehilangan tekan pada pipa pencuci (hpp)
Total kehilangan tekan pada saat backwash (ΔHbw) = 8.65 m Kedalaman media saat terekspansi (Hmbw) = 1.304 m
9.2.7.10. Desain Saluran Penampung Air Pencuci Air pencuci yang berada di atas media penyangga dialirkan ke saluran penampung (gutter) melalui pelimpah setelah itu dialirkan menuju gullet kemudian menuju saluran pembuangan. Gutter, Pelimpah dan Gullet Dasar gutter harus diletakkan di atas ekspansi maksimum pada saat pencucian agar media penyaring tidak ikut terbawa pada saat pencucian dilakukan. Sehingga dasar gutter harus diletakkan lebih besar dari 1,6 m di atas bak filtrasi (H media terekspansi = 1,6 m). Pada unit filtrasi ini direncanakan gutter diletakkan 2 m dari dasar bak filtrasi.
Hasil Perencanaan Gutter Jumlah gutter (ng)
=2
Buah
Debit backwash (qbw)
= 0.392
m3/detik
Debit gutter (qg)
= 0.196
m3/detik
Lebar gutter (Lg)
= 0.8
m
Kedalaman air dalam gutter (hg)
= 0.235
m
IX-38
Pelimpah Jumlah pelimpah (np)
=2
Buah
= 8.681
m
Total panjang pelimpah (pptot)
= 34.167
m
Beban pelimpah (Wp)
= 0.011
m3/detik.m
Tinggi muka air di atas
= 0.113
feet
pelimpah (hp)
= 0.034
m
Panjang pelimpah = panjang bak filtrasi (pp)
Gullet Kecepatan aliran (Vgl)
=5
m/detik
Lebar saluran (Lgl)
=1
m
Luas penampang (Agl)
= 0.078
m2
Kedalaman air pada gullet (hgl)
= 0.078
m
9.2.7.11. Saluran Pembuangan Saluran pembuangan direncanakan berupa pipa dengan kecepatan aliran pada saluran pembuangan sebesar 2 m/detik dan debit backwash sebesar 0.392 m3/detik. Hasil Perencanaan Kecepatan aliran, v
=2
m/detik
Debit backwash, qbw
= 0.392
m3/detik
= 0.196
m2
Diameter pipa
= 0.5
m
pembuangan (db)
= 19.669 inchi
Luas penampang pipa pembuangan (Ab)
Kecepatan sebenarnya di dalam pipa pembuangan
=2
m/detik
(Vb)
IX-39
9.2.8. Desinfeksi Perencanaan = 0.157
m3/detik
= 24
jam sekali
=2
Buah
Dosis kaporit (100%)
=4
mg/L
Berat jenis kaporit (ρkpr)
= 0.86
kg/L
Konsentrasi kaporit (Ckpr)
= 0.1
Td
=1
Debit pengolahan (Q) Waktu pembubuhan kaporit ke dalam bak pembubuh Jumah bak pembubuh berbentuk silinder (operasional dan cadangan)
hari
Desinfektan yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk padatan
9.2.8.1. Bak Pembubuh Kaporit Hasil Perencanaan Kebutuhan kaporit (mkpr)
= 628
mg/detik
= 54.259
kg/hari
Debit kaporit (qkpr)
= 63.092
L/hari
Volume kaporit tiap
= 63.092
L
pembubuhan (Vkpr)
= 0.063
m3
Volume pelarut (Vair)
= 0.490
m3
Volume larutan (V)
= 0.553
m3
Ketinggian bak pembubuh (h) = 1
m
Luas bak pembubuh, A
= 0.553
m2
Diameter bak pembubuh (d)
= 0.839
m
Freeboard
= 0.2
m
IX-40
9.2.8.2. Pompa Pembubuh Perencanaan Jumlah pompa (Operasional dan
=2
Buah
cadangan) Efisiensi pompa (ƞ)
= 0.85
Head pompa yang disediakan (H) Debit larutan kaporit (ql)
= 10
m
= 0.552973
m3/hari
= 0.000006
m3/detik
Hasil Perencanaan Massa jenis larutan (ρl)
= 981.227
kg/m3
Daya pompa (P)
= 0.725
watt
9.2.9. Netralisasi Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini netralisasi dilakukan dengan melakukan pembubuhan kapur ke dalam air dengan tujuan menghilangkan agresifitas di dalam air. Pada perencanaan instalasi pengolahan air minum ini netralisasi dilakukan dengan melakukan pembubuhan kapur ke dalam air dengan tujuan menghilangkan agresifitas di dalam air. Perencanaan Debit pengolahan (Q) Waktu pembubuhan kapur ke dalam bak pelarut Jumlah bak pelarut (Operasional dan Cadangan) Waktu kontak bak penjenuh kapur Jumlah bak penjenuh kapur (Operasional dan Cadangan) Dosis kapur (100%)
= 0.157
m3/detik
= 24
Jam sekali
=2
Buah
=1
Jam
=2
Buah
= 10.8
mg/L
IX-41
Persentase kandungan kapur
= 70%
Berat jenis kapur (ρkpr)
= 3.71
Konsentrasi kapur (Ckpr)
= 10%
kg/L
Konsentrasi larutan kapur jenuh (Cs) = 1100
mg/L
Kecepatan naik (Vup)
= 0.00042
m/detik
Td
=1
Hari
Zat penetralisasi yang akan digunakan adalah kapur dalam bentuk padatan
9.2.9.1. Bak Pelarut Kapur Hasil Perencanaan Kebutuhan kapur (mkpr)
= 2422.285714
mg/detik
= 209.285
kg/hari
Debit kapur (qkpr)
= 56.411
L/hari
Volume kapur tiap
= 56.411
L
pelarutan (Vkpr)
= 0.056
m3
Volume pelarut (Vair)
= 1.890
m3
Volume larutan (V)
= 1.946
m3
Ketinggian bak pelarut (h)
= 1.45
m
Luas bak pelarut, A
= 1.342
m2
Diameter bak pelarut (d)
= 1.308
m
Freeboard
= 0.2
m
9.2.9.2. Bak Penjenuh Kapur Kapur telah dilarutkan dalam bak pelarut kemudian dimasukkan ke dalam lime saturator untuk dijenuhkan dengan cara menambahkan air pelarut sehingga mencapai konsentrasi jenuh (Cs) = 1100 mg/L. Hasil Perencanaan konsentrasi jenuh (Cs)
= 1100
mg/L
Jumlah bak penjenuh kapur
=1
Buah
Debit larutan kapur jenuh (qkj)
= 0.002
m3/detik
IX-42
Debit larutan kapur jenuh per bak (qkj)
= 0.002
m3/detik
Luas permukaan lime saturator (Als)
= 5.243
m2
Diameter bak (dls)
= 2.584
m
Tinggi silinder (hls)
= 1.512
m
Volume silinder (Vls
= 7.927
m3
Tinggi konus (hk)
= 1.292
m
Volume konus (Vk)
= 2.258
m3
Volume total (V)
= 10.186 m3
Freeboard
= 0.2
m
=2
Buah
9.2.9.3. Pompa Pembubuh Kapur Perencanaan Jumlah pompa (Operasional dan cadangan) Efisiensi pompa (ƞ)
= 0.85
Head pompa yang disediakan (H)
= 10
m
Debit larutan kapur jenuh per bak (qkj)
= 0.002
m3/detik
Konsentrasi larutan kapur jenuh (Cs)
= 0.11%
Hasil Perencanaan Massa jenis larutan (ρl)
= 997.643
kg/m3
Daya pompa (P)
= 253.547
watt
9.2.10. Menara Air 9.2.10.1. Dimensi Menara Air Perencanaan Jumlah menara reservoir adalah 1 buah yang akan dipergunakan untuk melayani kebutuhan unit-unit berikut sebanyak 1 hari: 1. Pembubuhan alum 2. Pencucian filter 3. Pembubuhan kaporit pada desinfeksi
IX-43
4. Pelarutan kapur 5. Penjenuhan kapur 6. Kebutuhan kantor (diasumsikan jumlah karyawan 30 orang dengan konsumsi air bersih sebesar 50 L/org/hari)
Hasil Perencanaan Volume air untuk satu kali pembubuhan
= 6.374
m3
= 117.562
m3
= 0.490
m3
= 1.890
m3
= 10.186
m3
= 1.5
m3
= 138.001
m3
= 274.501
m3
Panjang menara air, p
= 8.5
m
Lebar menara air, l
=5
m
Tinggi menara air, h
= 6.5
m
Freeboard
= 0.5
m
Tinggi bangunan menara air, hma
= 10
m
alum (Va) Volume air untuk satu kali pencucian filter (Vbw) Volume air untuk satu kali pembubuhan kaporit (Vd) Volume air untuk satu kali pelarutan kapur (Vk) Volume air untuk satu kali penjenuhan kapur (Vjk) Volume air untuk kebutuhan kantor selama satu hari (Vkantor) Volume air total untuk kapasitas 1 unit (Vma) Volume air total untuk kapasitas Tahap I (Vmat1)
IX-44
9.2.10.2. Pompa Pengisi Menara Air Perencanaan Sumber air untuk mengisi menara air adalah reservoir. Pengisian dilakukan melalui sistem perpipaan besi berdiameter 6” = 0.1524 m (C=110) dengan menggunakan pompa yang memiliki kapasitas sebesar 0.03 m3/detik (ƞ=0.85).
Hasil Perencanaan Kecepatan aliran dalam pipa (Vp)
= 1.645
m/detik
= 0.660
m
= 0.469
m
Hminor Elbow 90
= 0.124
m
Hminor Gate valve
= 0.028
m
Hminor Check valve
= 0.317
m
Kehilangan tekan pada pipa lurus (Hmayor) Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa (Hminor)
Kehilangan tekan pada pipa pengisi (ΔH) Head statis
= 1.130 = 15
m
= 16.130
m
Head pompa yang disediakan (H)
= 20
m
Daya pompa (P)
= 6902.824
watt
Head pompa yang dibutuhkan (Hp)
IX-45
9.2.11. Reservoir Perencanaan Debit pengolahan (Q)
= 0.628 m3/detik
Jumlah reservoir (n)
=1
Buah
9.2.11.1. Dimensi Reservoir Hasil Perencanaan Persentase volume resevoir (%V)
=18.84
Volume total reservoir (V)
= 10222.433 m3
Kedalaman reservoir, h
=8
m
Luas permukaan reservoir, Ar
= 1277.804
m2
Lebar reservoir, l
= 35
m
Panjang reservoir, p
= 36.509
m
Freeboard
= 0.5
m
9.2.11.2. Inlet dan Outlet Jumlah kompartemen = 2 buah Hasil Perencanaan Inlet Jumlah kompartemen
=2
Buah
Debit tiap kompartemen (Q)
= 0.314
m3/detik
Kecepatan rencana (v)
=2
m/detik
Luas penampang (A)
= 0.157
m2
Diameter (d)
= 0.447
m
= 17.607 inchi Kecepatan sebenarnya (v)
=2
m/detik
IX-46
%
Outlet Faktor jam puncak
= 1.8
Debit outlet (Qout)
= 1.1304
m3/detik
Debit kompartemen (q)
= 0.5652
m3/detik
Kecepatan rencana (v)
=3
m/detik
Luas penampang (A)
= 0.188
m2
Diameter (d)
= 0.490
m
= 19.287
inchi
=3
m/detik
Kecepatan sebenarnya (v)
Pipa Penguras Direncanakan volume pengurasan 1/3 dari volume reservoir tiap kompartemen (Vk). Vk
= 1703.739 m3
Waktu pengurasan
= 60
menit
Kecepatan pengurasan
= 10
m/detik
Debit pengurasan (Q)
= 0.473
m3/detik
Luas penampang (A)
= 0.047
m2
Diameter (d)
= 0.246
m
= 9.667
inchi
9.2.12. Sludge Drying Bed Sludge Drying Bed berfungsi untuk memisahkan air dari lumpur dengan cara pengeringan dan penguapan. Unit ini akan menampung lumpur dari unit sedimentasi. Perencanaan Periode pengeringan (td)
= 10
hari
Tebal lumpur (hl)
= 1.8
m
Jumlah bak (n)
=1
Buah
Kemiringan dasar bak
=5
%
IX-47
Pipa drain (d)
=8
inchi
= 0.2032
m
Bak akan dilengkapi dengan lapisan tanah dan kerikil untuk menahan lumpur
Hasil Perencanaan Jumlah lumpur dari unit pra-sedimentasi (Vlps)
= 314.538
m3
Jumlah lumpur dari unit sedimentasi (Vls)
= 126.313
m3
Jumlah lumpur per bak (Vlb)
= 440.851
m3
Luas permukaan bak (As)
= 244.917
m2
Panjang bed (p)
= 15
m
Lebar bed (L)
= 18
m
Kapasitas bak sebenarnya (Vbak)
= 486
m3
Freeboard
= 0.5
m
Kedalaman media tanah dan kerikil
= 0.3
m
9.2.13. Profil Hidrolis Profil hidrolis ditentukan berdasarkan tinggi muka air (E) tiap unit. Pada lokasi instalasi profil hidrolisditentukan berdasarkan perhitungan mundur dari unit reservoir. Intake Einlet = +692 m Esebelum barscreen = +691.999 m Esesudah bar screen = +691.976 m Esebelum pintu air = +691.972 m Esesudah pintu air = +691.741 m Eoutlet = +691.739 m
Bak Pengumpul Ebak pengumpul = +691.739 m Einlet transmisi = +691.739 m Eoutlet transmisi = +736.739 m
IX-48
Bak Penenang Ebak penenang = +736.739 m
Pra-Sedimentasi Eair pada awal saluran inlet = +736.739 m Eair pada ujung saluran inlet = +736.739 m Eair pada zona inlet = +736.739 m Eair pada zona pengendapan = +736.439 m Eair pada saluran pelimpah = +736.231 m Eair pada saluran outlet = +735.931 m
Aerasi Einlet aerasi = +735.931 m Eoutlet aerasi = +734.723 m
Koagulasi Einlet koagulasi = +734.723 m Eoutlet koagulasi = +734.323 m
Flokulasi Einlet flokulasi = +734.323 m Eawal kompartemen 1 = +734.323 m Eakhir kompartemen 1 = +734.071 m Eawal kompartemen 2 = +734.071 m Eakhir kompartemen 2 = +734.027 m Eawal kompartemen 3 = +734.027 m Eakhir kompartemen 3 = +734.003 m Eawal outlet = +734.003 m Eujung outlet = +734 m
IX-49
Sedimentasi Esaluran inlet = +734 m Einlet = +734.712 m Esedimentasi = +734.710 m Esaluran pelimpah = +733.545 m Eawal outlet = +723.613 m Eoutlet = +732.610 m
Filtrasi Einlet filtrasi = +731.606 m Eoutlet filtrasi = +728.806 m
Desinfeksi Einlet desinfeksi = +730.1 m
Netralisasi Einlet netralisasi = +730.1 m
Reservoir Ereservoir = +730.3 m
Menara Air Emenara air = +747 m
IX-50
9.3.
Unit Pengolahan Mata Air Sirah Cikandung
9.3.1. Intake Pada perencanaan ini akan dibuat dua buah intake. Masing-masing intake akan dilengkapi oleh:
Bak Penampung
Pipa Keluar (Outlet)
Pipa Peluap (Over Flow)
Pipa Penguras
9.3.1.1. Bak Penampung Perencanaan Pelayanan orang
= 400 - 500 Orang
Debit minimum mata air
= 72
L/detik
= 0.072
m3/detik
Ukuran bak penampung
= 10
m3
Asumsi kebutuhan air
= 0.05
m3/orang/hari
Waktu pengambilan
= 8 - 12
Jam/hari
Panjang bak penampung
=2
m
Lebar bak penampung
=2
m
Tinggi bak penampung
= 2.5
m
Freeboard
= 0.2
m
9.3.1.2. Pipa Keluar (Outlet) Perencanaan Jenis bahan pipa ; Cart Iron Koefisien kekasaran, C
= 120
Debit
= 0.072
m3/detik
Beda tinggi, H
= 0.29
m
Panjang pipa, L
=1
m
Diameter pipa
= 125
mm
IX-51
9.3.1.3. Pipa Peluap (Over Flow) Perencanaan Debit overflow (Qof)
= 0.022
m3/detik
Kecepaan aliran pada pipa outflow
= 0.5
m/detik
Volume bak (V)
= 10
m3
Luas permukaan (As)
=4
m2
Luas penampang pipa overflow (Aof)
= 0.044
m2
Diameter pipa overflow (dof)
= 0.237
m
= 9.299
inchi
Tinggi muka air di atas V-notch
= 0.240
m
Lebar bukaan V-notch 90o
= 0.881
m
9.3.1.4. Pipa Penguras Perencanaan Volume pengurasan 1/3 dari volume bak penampung Volume pengurasan
= 3.333
m3
Waktu pengurasan
=2
menit
Kecepatan pengurasan
=2
m/detik
Debit pengurasan (Q)
= 0.028
m3/detik
Luas penampang (A)
= 0.014
m2
Diameter (d)
= 0.133
m
= 5.237
inchi
9.3.2. Desinfeksi Perencanaan Debit pengolahan (Q) Waktu pembubuhan kaporit ke dalam bak pembubuh
= 0.072
m3/detik
= 24
jam sekali
IX-52
Jumah bak pembubuh berbentuk silinder
=2
Buah
Dosis kaporit (100%)
=3
mg/L
Berat jenis kaporit (ρkpr)
= 0.86
kg/L
Konsentrasi kaporit (Ckpr)
= 0.1
Td
=1
(operasional dan cadangan)
hari
Desinfektan yang digunakan adalah kaporit dalam bentuk padatan
9.3.2.1. Bak Pembubuh Kaporit Hasil Perencanaan Kebutuhan kaporit (mkpr)
= 216.000
mg/detik
= 18.662
kg/hari
Debit kaporit (qkpr)
= 21.700
L/hari
Volume kaporit tiap
= 21.700
L
pembubuhan (Vkpr)
= 0.022
m3
Volume pelarut (Vair)
= 0.168
m3
Volume larutan (V)
= 0.190
m3
Ketinggian bak pembubuh (h)
=1
m
Luas bak pembubuh, A
= 0.190
m2
Diameter bak pembubuh (d)
= 0.492
m
Freeboard
= 0.2
m
9.3.2.2. Pompa Pembubuh Perencanaan Jumlah pompa (Operasional dan cadangan)
=2
Efisiensi pompa (ƞ)
= 0.85
Head pompa yang disediakan (H)
= 10
m
Debit larutan kaporit (ql)
= 0.190195
m3/hari
IX-53
Buah
= 0.000002
m3/detik
Hasil Perencanaan Massa jenis larutan (ρl)
= 981.227
kg/m3
Daya pompa (P)
= 0.249
watt
9.3.3. Menara Air 9.3.3.1. Dimensi Menara Air Perencanaan Jumlah menara reservoir adalah 1 buah yang akan dipergunakan untuk melayani kebutuhan unit-unit berikut sebanyak 1 hari: 1. Pembubuhan kaporit pada desinfeksi 2. Kebutuhan kantor (diasumsikan jumlah karyawan 2 orang dengan konsumsi air bersih sebesar 50 L/org/hari)
Hasil Perencanaan Volume air untuk satu kali pembubuhan kaporit (Vd)
= 0.168
m3
Volume air untuk kebutuhan kantor selama satu hari (Vkantor)
= 0.1
m3
Volume air total untuk kapasitas 1 unit (Vma)
= 0.268
m3
Panjang menara air, p
=1
m
Lebar menara air, l
=1
m
Tinggi menara air, h
= 1.3
m
Freeboard Tinggi bangunan menara air, hma
= 0.1 = 2.5
m m
IX-54
9.3.3.2. Pompa Pengisi Menara Air Perencanaan Sumber air untuk mengisi menara air adalah reservoir. Pengisian dilakukan melalui sistem perpipaan besi berdiameter 6” = 0.1524 m (C=110) dengan menggunakan pompa yang memiliki kapasitas sebesar 0.03 m3/detik (ƞ=0.85).
Hasil Perencanaan Kecepatan aliran dalam pipa (Vp)
= 1.645
m/detik
Kehilangan tekan pada pipa lurus (Hmayor)
= 0.660
m
Kehilangan tekan akibat aksesoris pipa (Hminor)
= 0.469
m
Hminor Elbow 90
= 0.124
m
Hminor Gate valve
= 0.028
m
Hminor Check valve
= 0.317
m
Kehilangan tekan pada pipa pengisi (ΔH)
= 1.130
Head statis
=3
m
Head pompa yang dibutuhkan (Hp)
= 4.130
m
Head pompa yang disediakan (H)
=4
m
Daya pompa (P)
= 1380.565
watt
9.3.4. Reservoir Perencanaan Debit pengolahan (Q)
= 0.072 m3/detik
Jumlah reservoir (n)
=1
Buah
9.3.4.1. Dimensi Reservoir Hasil Perencanaan Persentase volume resevoir (%V)
= 18.84
%
Volume total reservoir (V)
= 1171.999
m3
Kedalaman reservoir, h
=8
m
IX-55
Luas permukaan reservoir, Ar
= 146.500
m2
Lebar reservoir, l
= 11
m
Panjang reservoir, p
= 13.318
m
Freeboard
= 0.5
m
9.3.4.2. Inlet dan Outlet Jumlah kompartemen = 1 buah Hasil Perencanaan Inlet Jumlah kompartemen
=1
Buah
Debit tiap kompartemen (Q)
= 0.072
m3/detik
Kecepatan rencana (v)
=2
m/detik
Luas penampang (A)
= 0.036
m2
Diameter (d)
= 0.214
m
= 8.431
inchi
=2
m/detik
Kecepatan sebenarnya (v) Outlet Faktor jam puncak
= 1.8
Debit outlet (Qout)
= 0.1296 m3/detik
Debit kompartemen (q)
= 0.1296 m3/detik
Kecepatan rencana (v)
=3
m/detik
Luas penampang (A)
= 0.043
m2
Diameter (d)
= 0.235
m
= 9.236
inchi
=3
m/detik
Kecepatan sebenarnya (v)
Pipa Penguras Direncanakan volume pengurasan 1/3 dari volume reservoir tiap kompartemen (Vk).
IX-56
Vk
= 195.333
m3
Waktu pengurasan
= 15
menit
Kecepatan pengurasan
=5
m/detik
Debit pengurasan (Q)
= 0.217
m3/detik
Luas penampang (A)
= 0.043
m2
Diameter (d)
= 0.235
m
= 9.258
inchi
9.3.5. Profil Hidrolis Profil hidrolis ditentukan berdasarkan tinggi muka air (E) tiap unit. Pada lokasi instalasi profil hidrolisditentukan berdasarkan perhitungan mundur dari unit reservoir. Intake Einlet = +758 m Eoutlet = +757 m
Bak Penampung Einlet bak penampung = +757 m Eoutlet bak penampung = +754,6 m
Desinfeksi Einlet desinfeksi = +754.5 m Einlet desinfeksi = +754.5 m
Reservoir Ereservoir = +753.5 m
Menara Air Emenara air = +757.5 m
IX-57
BAB X SPESIFIKASI PEKERJAAN
10.1.
Persyaratan Umum
10.1.1. Nama Pekerjaan dan Lokasi Proyek Nama Pekerjaan : Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum Kabupaten Sumedang Lokasi Proyek
: 1. Desa Nyalindung, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. 2. Desa Passanggarahan Baru, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
10.1.2. Pemberi Tugas Pemberi Tugas adalah pemilih proyek atau suatu badan hukum yang ditunjuk pemilik proyek untuk mengatur pelaksanaan proyek.
10.1.3. Pemborong Pemborong adalah suatu badan hukum yang memenangkan pelelangan dan ditunjuk untuk menjadi pelaksana keseluruhan pekerjaan dan bertanggung jawab penuh atas hasil pekerjaan. Pemborong harus mempunyai staf ahli yang terdiri dari:
Ahli Manajemen
Ahli Pembukuan
Ahli Konstruksi Bangunan
Ahli Pengukuran
X-1
Ahli Elektrikal
Ahli Mekanikal Semua staf ahli harus tetap berada di lokasi proyek selama pekerjaan
berlangsung. Selain itu, pemborong juga harus dapat memenuhi kebutuhan minimum peralatan yang akan dipergunakan dalam pelaksanaan pekerjaan.
10.1.4. Pengawas Lapangan
Pemberi tugas akan menugaskan seorang pengawas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan.
Pemborong atau wakil yang telah disetujui oleh pemberi tugas memiliki kewajiban untuk berada di lokasi pekerjaan setiap saat, setidaknya di tempat yang mudah dihubungi oleh pemberi tugas.
Pemberi tugas berhak setiap waktu menarik persetujuan terhadap wakil atau pegawai pemborong. Dalam hal ini pemborong wajib mengganti wakil atau pegawai yang bersangkutan sehingga memuaskan pemberi tugas.
10.1.5. Bangunan Sementara Bangunan sementara adalah los direksi, los kerja, gudang dan lain-lain. Bangunan sementara harus dibuat di lokasi proyek. Ukuran bangunan sementara disesuaikan dengan kebutuhan. Los direksi dan los kerja harus dilengkapi dengan 2 (dua) buah meja tulis, 2 (dua) buah kursi, kamar untuk buang air dan cuci tangan, perlengkapan dan penyediaan obat-obatan, peti untuk menyimpan barang dan lainlain yang diperlukan. Semua bangunan sementara harus dibongkar setelah selesai pekerjaan dan bekas bongkaran harus menjadi pemilik pemberi tugas.
X-2
10.1.6. Ketentuan Penyelidikan Bahan/Alat
Semua ketentuan bahan yang harus disediakan oleh pemborong harus didasarkan pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Pemeriksaan Umum Bahan-Bahan (PUBB). Untuk beton berlaku Peraturan Umum Beton Bertulang Indonesia (PBI).
Pemborong diwajibkan mengirim contoh-contoh bahan yang akan digunakan kepada pemberi tugas, bahan yang diragukan kualitasnya akan dikirim ke Kantor Penyelidikan Bahan-Bahan Bangunan atas biaya pemborong.
Apabila ternyata terdapat bahan-bahan yang dinyatakan tidak baik oleh pemberi tugas di lapangan pekerjaan, maka pemborong harus segera mengangkat bahan-bahan tersebut keluar lapangan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari.
Pemborong wajib menyediakan barang-barang antara lain : 1. Concrete Mixture 2. Concrete Internal 3. Vibrator 4. Pompa Air 5. Waterpass 6. Concrete External Vibrator Semua peralatan di atas harus dalam keadaan baik dan siap pakai.
10.1.7. Gambar-Gambar
Gambar kerja untuk seluruh pekerjaan harus selalu ada di lapangan setiap waktu. Gambar-gambar kerja harus dalam keadaan jelas, dapat dibaca dan menunjukkan perubahan-perubahan terakhir.
Perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara uraian pekerjaan dengan gambar kerja harus segera dibicarakan dengan pemberi tugas (pengawas lapangan).
Perubahan-perubahan terhadap gambar pelaksanaan harus dengan izin tertulis dari pengawas lapangan. X-3
Bila diperlukan lebih banyak lagi salinan dari gambar-gambar pelaksanaan, dapat diperoleh dari Direksi Pemberi Tugas dengan penggantian ongkos cetak seperlunya.
10.1.8. Pekerjaan Kurang/Lebih
Pekerjaan kurang/lebih hanya dapat diajukan atas dasar kurang/tambahnya pekerjaan yang telah disetujui oleh pemberi tugas dengan menunjukkan bukti besarnya kerja tambah, baru dapat disetujui apabila pekerjaan tersebut lebih besar dari 5% harga volume kontrak.
Kenaikan harga bahan-bahan dan upah dalam jangka waktu pelaksanaan dan perawatan tidak dapat dijadikan dasar untuk mengajukan pekerjaan tambahan.
Dalam hal terjadi kekeliruan dalam kalkulasi, sedangkan penawaran harga sudah diajukan, maka kekeliruan yang disengaja/tidak disengaja tidak dijadikan dasar alasan untuk memperhitungkan claim.
Untuk setiap pekerjaan tambah/kurang pemborong harus menerima perintah tertulis dari Direksi Pemberi Tugas.
Sebagai dasar perhitungan anggaran tambah/kurang, dipakai harga-harga satuan seperti yang tertera pada surat penawaran pada saat pelelangan. Untuk pekerjaan tambahan yang tidak terdapat di dalam peraturan-peraturan dan syarat-syarat ini, harga satuannya adalah harga baru dengan persetujuan Direksi Pekerjaan.
10.1.9. Rencana Kerja Sebelum mulai dengan pelaksanaan pekerjaan, pemborong harus membuat rencana kerja disetujui Direksi dan diajukan selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah pelulusan pekerjaan. Dalam rencana kerja harus dilampirkan Network Planning, daftar asli di lapangan dan daftar peralatan.
X-4
10.1.10. Laporan dan Perintah Kerja
Pemborong wajib menyediakan satu buku catatan harian dan memelihara agar buku tersebut selalu memberikan laporan harian yang terbaru kepada pengawas.
Pemborong wajib membuat laporan kemajuan pekerjaan setiap 1 (satu) minggu sekali dan dikirim ke pemberi tugas. Laporan kemajuan tersebut berisi kejadian di lapangan selama seminggu, dimana disediakan risalah kemajuan sebagai berikut: 1. Jumlah pegawai dipekerjakan 2. Uraian kemajuan pekerjaan pada akhir minggu dilampiri dengan fotofoto terakhir 3. Bahan-bahan dan perlengkapan yang sudah rusak 4. Keadaan cuaca 5. Kunjungan tamu-tamu yang ada hubungannya dengan proyek Laporan tersebut harus ditandatangani oleh pengawas lapangan sebagai tanda bukti.
Perintah dari pemberi tugas secara tertulis, seketika mengikat pemborong dan perintah tersebut dapat berupa surat khusus atau edaran dalam buku harian pengawas.
10.1.11. Kerapihan, Kebersihan dan Pengamanan
Pemborong bertanggung jawab untuk menjaga kerapihan dan kebersihan lapangan dari sampah. Pembuangan sampah dilakukan secara teratur keluar proyek dan semua biaya yang dikeluarkan menjadi beban pemborong.
Pemborong bertanggung jawab atas keamanan baik jiwa, peralatan kerja serta bahan-bahan dari kecelakaan, pencurian, kerusakan, kebakaran dan sebagainya. Untuk itu pemborong wajib menyediakan alat pengaman dan penjagaan tetap selama 24 jam penuh.
Kantor direksi, los bahan, gudang serta seluruh komplek proyek pada malam hari harus diberi pengamanan.
X-5
10.1.12. Tuntutan
Pemborong harus membebaskan pemberi tugas dari tuntutan pihak ketiga yang akan disebabkan oleh akibat pekerjaan kelalaian pemborong atau pegawainya.
Pemberi tugas tidak membenarkan adanya keterlambatan pekerjaan akibat tuntutan
pihak
ketiga
tersebut
di
atas
dan
pemborong
harus
mengatasi/menghindari keterlambatan pekerjaan tersebut.
10.1.13. Pemutusan Hubungan Kerja Pemberi tugas dapat memutuskan hubungan kerja kepada pemborong tanpa ganti rugi bila:
Dalam 1 (satu) minggu semua kegiatan pemborong di lapangan terhenti tanpa adanya pemberitahuan secara tertulis kepada pemberi tugas sebab terhentinya pekerjaan tersebut.
Tidak adanya jawaban dari pemborong atas pernyataan yang diberikan oleh pemberi tugas baik secara tertulis maupun secara lisan melalui pengawas.
10.1.14. Peraturan-Peraturan Tata cara pelaksanaan dan lain-lain yang berhubungan dengan peraturan pembangunan yang sah berlaku di Republik Indonesia selama pelaksanaan proyek ini harus betul-betul ditaati. Peraturan-peraturan tersebut adalah:
Peraturan umum untuk pemeriksaan bahan-bahan bangunan
Peraturan beton bertulang Indonesia
Peraturan muatan Indonesia
Peraturan perburuhan Indonesia (tentang penggunaan tenaga harian, mingguan, bulanan dan borongan)
Peraturan konstruksi kayu Indonesia
Peraturan perusahaan listrik negara tentang instalasi listrik dan tenaga
Peraturan perusahaan air minum negara
X-6
Pemborong dianggap telah mengetahui dan mengerti isi dan maksud dari peraturan-peraturan tersebut di atas.
10.2.
Spesifikasi Umum Spesifikasi umum merupakan spesifikasi dasar dari pekerjaan-pekerjaan
yang meliputi:
Pekerjaan tanah
Pekerjaan beton
Pekerjaan kayu
Pekerjaan tembok
Pekerjaan plesteran
Pekerjaan siaran
Pekerjaan kaca dan cat
Pekerjaan perpipaan dan instalasi
10.2.1. Pekerjaan Tanah Pekerjaan tanah meliputi: 1. Pembongkaran dan pemindahan seluruh hal-hal yang memungkinkan menjadi halangan pekerjaan 2. Melindungi benda berharga atau berguna lainnya yang ada di lapangan 3. Penggalian dan penimbunan 4. Pemadatan 5. Pemindahan material yang tidak berguna 6. Menyediakan material pengisi yang baik Galian Tanah Galian tanah dilaksanakan pada:
Semua bagian dari bangunan yang masuk ke dalam tanah
Semua bagian dari tanah yang harus dibuang
X-7
Genangan Air di Dalam Galian Selama pekerjaan harus dihindari terjadinya genangan. Jika terjadi genangan maka air harus cepat dikeluarkan dengan jalan pemompaan, menimba ataupun dengan mengalirkannya melalui parit terbuka. Urugan Pekerjaan urugan meliputi:
Semua bekas lubang pondasi
Semua bagian yang harus ditinggikan dengan jalan menimbun
Jenis urugan:
Urugan tanah Semua pekerjaan pengurugan harus dilaksanakan lapis demi lapis horizontal dan dipadatkan. Tebal tiap lapis sekitar 15 cm dan selama proses pemadatan harus dibasahi air untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Urugan pasir Pekerjaan urugan pasir dilaksanakan seperti pada pengurugan pada tanah.
Lain-lain Pengurugan dengan bahan lain seperti kerikil, pecahan batu merah dilaksanakan menurut gambar rencana.
10.2.2. Pekerjaan Beton Beton merupakan campuran semen, agregat halus, agregat kasar dan air dengan perbandingan sedemikian rupa sehingga beton yang dihasilkan mempunyai jumlah semen di dalamnya minimum sesuai dengan persyaratan dalam spesifikasi. Hasil akhir pekerjaan harus berupa beton yang baik, padat dan tahan lama serta memiliki kekuatan sebagaimana disyaratkan. Semua bahan harus merupakan mutu terbaik yang tersedia dan sesuai dengan Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia. Pekerjaan konstruksi beton harus dilaksanakan mengikuti gambar rencana. Ukuran beton, besi tulangan, letak dan jarak antar besi tulangan harus sesuai dengan ketentuan gambar rencana. Pekerjaan beton meliputi:
Pekerjaan struktur, pondasi, kolom, sloof, balok, plat lantai, plat atap dan bak air
X-8
Pekerjaan beton tumbuk, dudukan pipa, pompa dan mesin
Syarat Umum Persyaratan umum beton bertulang adalah:
Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI-1971)
Kekuatan (mutu) beton seperti pada PBI-1971 untuk tipe beton K-225
Campuran Macam campuran (adukan) menggunakan agregat kasar dan halus untuk
setiap 50 kg Portland Cement dan ukuran nomimal ditunjukkan oleh Tabel 10.1. Tabel 10.1. Macam Campuran Menggunakan Agregat Kasar dan Halus Jenis Beton B1 B2 B3 B4 B5
Campuran 1 : 1.5 : 2.5 1:2:3 1 : 2.5 : 5 1:3:6 1:2:3
Agregat Halus 0.06 0.08 0.1 0.12 0.06
Agregat Kasar 0.1 0.12 0.2 0.24 0.12
Ukuran Nominal 10 20 38 38 30
Pemakain jenis beton: B1 : beton yang memerlukan kekedapan air, pelat-pelat atap, reservoar, balok yang bersangkutan dengan atap reservoar B2 : semua beton bertulang, kolom, sloof, balok-balok, pondasi di luar ketentuan pada B1 B3 : jalan setapak sekitar bangunan B4 : lantai kerja tebal 5 cm B5 : semua beton bertulang kecuali yang ditentukan memakai jenis B5 Bahan-Bahan yang Digunakan
Semen Semen harus berupa semen portland (PC) biasa yang sesuai dengan standar NI-8 dalam Peraturan Beton Indonesia 1971 atau British Standard No. 121965. Semen harus diangkut dan disimpan pada tempat yang kedap air, dilindungi dari kelembaban serta diletakkan paling sedikit 30 cm dari lantai.
X-9
Kantong semen tidak boleh ditumpuk sampai tingginya melampaui 2 m dan tiap pengiriman baru harus dipisahkan dan ditandai dengan maksud agar digunakan menurut urutan pengiriman.
Agregat Agregat harus keras, kekal, bersih dan tidak mengandung bahan yang dapat merusak. Agregat harus sesuai dalam segala hal dengan PBI-1971. Agregat kasar (kerikil, batu pecah/slit) adalah agregat yang tertahan pada saringan 5 mm dan agregat halus (pasir) adalah agregat yang lolos pada saringan tersebut. Untuk struktur kasar dan beton tumbuk, agregat kasar harus bergradasi 25 mm sampai 5 mm. Agregat kasar dan halus harus disimpan secara terpisah sehingga tidak terjadi pencampuran.
Air Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, garam dan bahan organik yang dapat merusak beton dan baja tulangan. Jika terdapat keraguan mutu, air harus diperiksa ke lembaga pemeriksaan bahan-bahan yang diakui. Jika pemeriksaan tidak dilakukan maka harus diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan semen dan pasir dengan memakai air suling.
Unsur Tambahan (Additive) Untuk beton kelas K-225 dianjurkan untuk memakai plasticizer untuk mengurangi rasio semen dan air guna menghadapi penyusutan.
Baja Tulangan dan Kawat Pengikat Baja tulangan yang dipakai harus dibuat dari pabrik yang mutunya dapat ditentukan secara otentik. Batang tulangan harus terbuat dari baja lunak dengan tegangan leleh 2400 kg/cm2 dan tegangan maksimum 3600 kg/cm2. Bahan tersebut dalam segala hal harus memenuhi ketentuan PBI-1971, Standar Jepang Kelas SR-24 atau British Standard No. 785-1983. Baja tulangan harus disimpan dengan tidak menyentuh tanah dan tidak boleh disimpan di udara terbuka untuk jangka waktu yang panjang. Kawat pengikat harus terbuat dari baja lunak berdiameter minimum 1 mm.
X-10
Adukan Percobaan Dari adukan yang diusulkan diambil kubus uji. Untuk tiap kelas beton, dibuat 6 kubus. Tiga kubus diuji pada umur 7 (tujuh) hari dan 3 kubus yang lain diuji pada umur 28 hari. Pada setiap umur pengujian, kekuatan kubus tidak boleh ada yang lebih kecil dar 1,25 kali kekuatan kerja kubus yang disyaratkan. Kelas Beton Perbandingan campuran yang diberikan menurut kelas beton telah diperkirakan guna mencapai kekuatan yang disyaratkan pada umur 28 hari setelah pengecoran, dengan ketentuan bahwa bahan yang dipakai cukup baik. Pengangkutan dan Pengecoran Beton Pengangkutan beton yang telah diaduk dari tempat pengadukan ke tempat pengecoran harus dilakukan dengan cara yang dapat mencegah segregasi dan kehilangan bahan. Pengecoran beton di bagian manapun tidak boleh dilakukan sebelum pekerjaan perancah, acuan dan pekerjaan persiapan telah sempurna. Pemadatan Beton Selama proses pengecoran berlangsung maka beton harus dipadatkan secara mekanis (internal/eksternal vibrator), dikerjakan tidak terlalu lama yang dapat mengakibatkan terjadinya pemisahan baan. Alat pemadat mekanik yang digunakan harus mampu memberikan getaran paling sedikit 3000 getaran/menit dari berat efektif sebesar 0,25 kg. Eksternal vibrator digunakan dengan cara memasukkan alat pulsator ke dalam adukan beton yang baru dicor. Pulsator memberikan getaran sebanyak 3000 getaran/menit bila dimasukkan ke dalam beton yang mempunyai nilai 2,5 cm yang akan memberikan daerah getaran pada radius tidak kurang dari 45 cm. Bekisting Semua bekisting harus diperkuat dengan klam dari balok kecil yang kuat dan jumlah yang cukup untuk menjaga agar tidak terjadi distorsi ketika beton dicorkan, dipadatkan dan mengeras. Pembukaan bekisting harus dikerjakan sedemikian rupa sehingga tidak timbul kerusakan pada beton.
X-11
Penulangan Semua baja tulangan harus bebas dari serpihan karat lepas, minyak, gemuk, cat dan debu yang dapat mengganggu perletakan yang sempurna antara tulangan dan beton.
Bahan Baja tulangan sedang harus BJTP-24 yang sesuai dengan SII-0136-1984, British Standard No. 785 atau yang setara untuk baja tulangan yang polos.
Penyimpanan Baja tulangan harus disimpan di bawah atap yang tahan air dan diberi alas dari muka tanah atau air yang tergenang serta harus dilindung dari kemungkinan kerusakan dan karat.
Pengecoran Pengecoran ke dalam cetakan harus selesai sebelum adukan mulai mengental, yang dalam keadaan normal biasanya dalam waktu 30 menit. Pengecoran suatu unit atau bagian dari pekerjaan harus dilanjutkan tanpa berhenti, tidak terputus dan tidak boleh dilakukan pada waktu hujan. Bangunan Kedap Air Pada bagian ini dibahas keperluan secara umum untuk semua bangunan beton yang harus menampung air. Kode praktis untuk penggunaan struktur bangunan beton yang kedap air adalah BS-5337-1976. Bahan untuk beton umumnya harus dibandingkan dengan kebutuhan ada pekerjaan sipil, meliputi:
Agregat untuk beton pada struktur bangunan kedap air harus mempunyai penyusutan maksimum 0,045% dan absorpsi maksimum 3%.
Bekisting pada baja pengikat untuk bangunan kedap air tidak boleh menembus bagian beton.
Beton untuk bangunan kedap air harus mempunyai kandungan semen maksimum 400 kg/m3 dan minimum 360 kg/m3.
Pengujian Kebocoran Sesudah pembongkaran bekisting, semua dinding bangunan harus bebas dari tanah urug, sehingga kebocoran dapat terlihat jelas. Sebelum dilakukan pengujian, bangunan tidak boleh dicat. Pengujian kekedapan air dilakukan dengan X-12
mengisi seluruh bagian bangunan dengan air bersih dengan debit air pada kecepatan naik tidak melebihi 1 m/24 jam dan didiamkan untuk peresapan selama 7 hari. Selama masa ini, dinding yang terlihat harus tidak ada tanda kebocoran dan kecenderungan air berkurang. Struktur bangunan dinyatakan kedap air jika penurunan air pada periode waktu tersebut tidak melebihi 10 mm setelah dipakai penguapan dan penyerapan serta tidak ada tanda-tanda kebocoran. Puddle Flange pada Pipa Setiap perpipaan yang menembus dinding beton pada bangunan kedap air harus dibalut selama pembetonan. Pipa harus disediakan dengan puddle flunge untuk membentuk seal terhadap pipa dengan luar 200 mm dari diameter luar pipa.
10.2.3. Pekerjaan Kayu Pekerjaan kayu meliputi penyediaan secara lengkap akan tenaga, alat dan bahan yang berhubungan dengan pekerjaan kayu. Pekerjaan ini meliputi pekerjaan yangberhubungan dengan:
Pekerjaan atap
Pekerjaan pintu dan jendela
Pekerjaan kaca
Pekerjaan dinding
Pekerjaan langit-langit
Kualitas Semua kayu untuk jenis yang ditentukan harus dari kualitas yang baik. Kelembaban kayu yang dipakai untuk pekerjaan kayu dasar harus kurang dari 20%. Jenis kayu untuk semua konstruksi adalah kayu kamper. Pintu, Jendela dan Kusen Pintu yang rata (plush) harus berongga (semi solid core) dan ditutup pada kedua belah permukaan dengan plywood yang tebalnya paling sedikit 4 mm. Jendela kayu harus dibuat rangkanya dengan pekerjaan pasak dan lubang yang disambungkan, dikokohkan dengan pasak penyambung kayu. Alur kaca dan profil manik-maniknya harus lurus dan tepat bentuknya. Kusen yang kokoh harus dibuat dari rangka dengan pasak dan lubang sedemikian rupa sehingga diperoleh rangka X-13
yang mulus dan kaku. Kusen tersebut harus diberi angker baja yang digalvanisir sekurang-kurangnya 6 (enam) buah untuk tiap pasangan kusen. Kusen yang bertemu dengan kolom beton harus dipasang dengan skrup yang digalvanisir ke dalam balok kayu setempat. Semua pekerjaan vertikal yang bersambungan dengan dinding atau kolom harus diberi alur adukan.
10.2.4. Pekerjaan Tembok Bahan –Bahan yang Digunakan
Semen Semen untuk pekerjaan menembok harus sama kualitasnya seperti untuk pekerjaan beton.
Pasir Pasir untuk pekerjaan menembok harus sama kualitasnya seperti untuk pekerjaan beton.
Air Air yang dipakai untuk pekerjaan menembok harus memenuhi persyaratan spesifikasi pada pekerjaan beton.
Kapur Kapur yang dipakai harus kapur aduk bermutu tinggi.
Bata Batu bata harus terbuat dari tanah liat dengan ukuran nominal 6 cm x 12 cm x 24 cm, yang dibakar dengan baik dan bersudut runcing dan rata, tanpa cacat dan mengandung kotoran. Minimum daya tekan ultimate adalah 30 kg/cm2.
Jenis Adukan Jenis adukan yang digunakan untuk pekerjaan tembok harus sesuai dengan gambar rencana dengan berdasarkan pada Tabel 10.2.
X-14
Tabel 10.2. Jenis Adukan pada Perencanaan Jenis Adukan M1 M2 M3
Adukan 1 pc : 1 kapur : 6 pasir 1 pc : - : 3 pasir 1 pc : - : 2pasir 1 pc : - : 4 pasir 1 pc : 1 kapur : 8 pasir
Dinding Bahan yang digunakan adalah batu bata seperti yang telah disyaratkan. Adukan dinding mulai dari atas balok pondasi beton sampai 20 cm di atas lantai dasar yang sudah jadi harus dibuat dari adukan jenis M2. Dinding untuk kamar mandi dan WC juga memakai adukan jenis M2, untuk dinding-dinding yang lain digunakan jenis adukan M1.
10.2.5. Pekerjaan Plesteran Semua plesteran dinding batu adalah bata merah yang bukan kedap air dengan adukan 1pc : 6 ps, dan semua dinding kedap air digunakan adukan 1pc : 2ps. Bidang beton dan pasangan batu kali diplester dengan adukan 1pc : 4ps. Tebal plesteran tidak lebih tebal dari 1 cm untuk beton dan 2,5 cm untuk pasangan batu kali.
10.2.6. Pekerjaan Siaran Pekerjaan siaran pasagan batu kali dengan adukan 1pc : 3ps dengan tebal tidak lebih dari 1,5 cm. Pada semua bidang pasangan batu kali yang disiar hanya pada setiap alur spesinya, yang permukaannya tidak lebih menonjol dari permukaan batu kalinya.
X-15
10.2.7. Pekerjaan Kaca dan Cat Semua kaca untuk daun jendela mati memakai kaca bening tebal 3mm. Semua list kaca dipasang sebelah luar ruangan. Semua bidang plesteran bagian dalam dan langit-langit dari bangunan dicat dengan cat tembok. Sedangkan kusen, daun jendela, daun pintu dan ventilasi dicat sampai mengkilap dengan cat kayu yang telah diberi cat dasar, diplamur dan didempul.
10.2.8. Pekerjaan Perpipaan dan Instalasi Galian Tanah Galian tanah dilaksanakan untuk:
Semua pemasangan pipa, fitting dan aksesoris serta bangunan pelengkap yang termasuk dalam pekerjaan
Semua bagian-bagian bangunan yang masuk ke dalam tanah Ukuran dalam, lebar dan tempat galian untuk pemasangan pipa dan
peralatannya, serta bangunan yang termasuk di dalam pekerjaan ini harus dibuat sesuai gambar rencana. Patokan yang dipakai untuk dalamnya galian adalah diukur dari atas pipa sampai ke muka tanah asal, ditambah tebal lapisan pasir di bawah pipa. Penggalian tanah untuk parit pemasangan pipa harus dilakukan serentak dengan diikuti pelaksanaan pemasangan pipa dan perlengkapannya, dan harus diikuti pula dengan penimbunan kembali dengan segera. Urugan Tanah Urugan tanah untuk setiap pekerjaan harus dilakukan lapis demi lapis dan pada setiap lapis dilakukan pemadatan. Sisa-sisa tanah/material bekas galian setelah pengurugan harus diangkut dan dibuang. Urugan tanah untuk pemasangan pipa dilaksanakan setelah pengurugan pasir di sekeliling pipa. Urugan Pasir Untuk tiap urugan pasir dilaksanakan lapis demi lapis dan harus disiram air sehingga padat. Apabila pada penggalian parit pipa diperoleh tanah gembur, maka tanah tersebut harus dibuang dan diganti dengan pasir sehingga dapat dibuat dasar yang rata dan padat. Urugan pasir dilakukan pada sekeliling pipa tebal 15 cm,
X-16
kecuali untuk pipa yang memotong jalan harus diurug penuh dengan pasir. Pasir yang digunakan untuk pengurugan harus berkualitas pasir pasang dengan kadar lumpur 10%. Pemasangan Pipa, Aksesoris dan Bangunan Pelengkap Pipa aksesoris dan bangunan pelengkap yang akan dipasang harus sesuai dengan gambar. Sebelum dan sesudah dipasang pipa dan aksesorisnya terutama bagian dalamnya harus dijaga dengan baik dari kerusakan dan keretakan. Pemotongan pipa bila diperlukan harus dilakukan dengan alat yang sesuai untuk jenis atau bahan pipa sesuai dengan persyaratan teknis dan petunjuk dari pabrik yang bersangkutan. Sambungan pipa yang akan dilaksanakan pada umumnya dengan cara:
Pipa Cast Iron atau Ductile Cast Iron dengan rubbering dan alat penyambung gland dan bolts and nuts atau hanya rubbering atau timah pakai.
Belokan (vertikal atau horizontal) tanpa elbow//bend dilaksanakan sedemikian rupa sehingga sudut sambungan antara dua pipa tidak boleh lebih besar dari 5° atau yang diizinkan pabriknya.
Semua alat perlengkapan pipa (fitting) dan aksesoris seperti tee, elbow/bend, harus diberi blok anker dari beton dengan campuran 1pc : 2pasir : 3kerikil, supaya terhindar dari bergesernya alat tersebut akibat tekanan air.
Semua ujung pipa yang terakhir harus ditutup dengan standar gibault joint dengan blank end atau blank flange, kemudian mulai dari flange tersebut diberi penahanan beton campuran 1pc : 2pasir : 3kerikil.
Pengetesan Pipa Pengetesan pipa dilakukan bagian demi bagian pada tiap panjang pipa maksimum 400 m. Pengetesan pipa dilakukan dengan tekanan minimal 8 atm dan apabila selama 1 jam tekanannya tidak berubah/turun, maka uji dapat diterima.
X-17
Bak Valve Bak gate valve dan bak peralatan pipa lainnya, dibuat dari:
Dinding bak dari besi beton dengan diameter tergantung ukuran valve
Tutup bak dari beton bertulang dengan campuran 1pc : 2 ps : 3kerikil
Dudukan pelat penutup bak dari beton tumbuk tebal 25 cm dengan campuran 1pc : 3pasir : 5 kerikil
Untuk valve berukuran diameter 100 mm ke atas, harus memakai tumbukan beton campuran 1pc : 2pasir : 3kerikil
10.3.
Spesifikasi Khusus Spesifikasi khusus meliputi pekerjaan dalam pembuatan beberapa bangunan
yaitu:
Bangunan penangkap air (intake) dan bak pengumpul
Bangunan koagulasi
Bangunan flokulasi
Bangunan sedimentasi
Bangunan saringan pasir cepat
Bangunan penampung air bersih (reservoar)
Bangunan bahan kimia
Bangunan penampung lumpur
Gudang
Kantor
10.3.1. Bangunan Penangkap Air (Intake) Pekerjaan bangunan pengangkap air meliputi:
Pekerjaan penggalian
Pekerjaan beton
Pekerjaan perpipaan
X-18
Pekerjaan Penggalian Penggalian tanah untuk pondasi dilakukan apabila air sudah dialirkan ke sungai. Pembuatan pondasi harus terhindar dari aliran air tanah. Dimensi dan bentuk bangunan sesuai dengan gambar rencana. Pemasangan pipa drain, overflow dan outlet yang menembus dinding beton harus menggunakan wall pipe. Pipa overflow dan drain harus menggunakan bell mouth, sedangkan outlet menggunakan strainer. Semua dimensi pipa sesuai dengan gambar rencana. Untuk kemudahan operasi maka ujung valve dilengkapi dengan stang yang panjang berbentuk T sampai 30 cm di atas bordes. 10.3.2. Bangunan Pra-Sedimentasi Bangunan pra-sedimentasi meliputi pekerjaan perpipaan, konstruksi beton, konstruksi baja, plesteran dan penimbunan tanah. Bak pengendap terdiri dari:
Zona pengendapan
Sekat bidang pengendapan
Ruang lumpur
Ruang pipa penguras, katup dan manhole
Zona inlet
Zona outlet Seluruh bangunan terdiri dari konstruksi beton. Dinding bagian dalam dan
lantai bak pengendap yang tepat dengan hubungan yang kaku pada dinding bak. Ruang lumpur dilapisi dengan pasangan beton untuk membuat bidang lengkung ke arah pipa penguras dan permukaannya diplester dengan halus. Ruang pipa dan ruang katup penguras dibuat dengan ukuran sesuai gambar dan dilengkapi degan lubang masuk dan tangga besi. Bidang/Sekat Pengendapan Sekat pengendapan dibuat dari plastik (fiber glass) dengan tebal antara 0,51,5 m,. Jumlah, jarak dan ukuran sesuai dengan gambar. Sekat pengendap dipasang pada bingkai bagian atas dan bawah yang dipasang pada jalur yang tersedia. Bingkai terbuat dari tongkat (bar) alumunium yang dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Jalur bidang pengendapan terbuat dari plat baja setebal 5 mm yang dipasang tepat pada dinding bak dengan anker. X-19
Saluran Pengumpul Effluen dan Ambang Pelimpah (Weir) Saluran pengumpul effluen terbuat dari konstruksi beton dengan ukuran dan kemiringan seperti gambar. Dinding dalam dan dasar diplester dengan halus. Ambang pelimpah terbuat dari baja tahan karat setebal 5 mm dan dipasang pada kedua sisi saluran pengumpul. Saluran Outlet Saluran ini dibuat dengan elevasi, ukuran dan kemiringan yang sesuai dengan gambar. Dinding dan dasar saluran diplester halus dan secara keseluruhan terbuat dari pasangan beton. Pada bagian ujung saluran dipasang pipa pengalir menuju ke bangunan selanjutnya.
10.3.3. Bangunan Pengaduk Cepat (Koagulasi) Bangunan pengaduk cepat terdiri dari pipa berdiameter 12 inchi dengan static mixer di dalamnya, pipa tersebut ditanam di dalam tanah menyatu dengan sistem transmisi dan langsung terhubung menuju unit flokulasi. Unit koagulasi ini dilengkapi dengan manhole di setiap gate valve antara pipa transmisi dan pipa koagulasi, selain itu dilengkapi pula dengan alat pembubuh koagulan.
10.3.4. Bangunan Pengaduk Lambat (Flokulasi) Bangunan pengaduk lambat merupakan bangunan yang terdiri dari saluran pengaduk berupa sekat-sekat dengan jarak tertentu. Bangunan terbuat dari konstruksi beton kedap air dilengkapi dengan saluran aliran masuk dan keluar dengan pintu pengatur. Saluran Pengaduk Saluran pengaduk terdiri dari tiga kompartemen, masing-masing dengan bentuk dan ukuran sesuai dengan gambar perencanaan. Sekat antara saluran dibuat dari beton bertulang yang mempunyai hubungan yang kaku dengan dinding dengan lantai bak. Dinding dalam saluran hendaknya memiliki sudut tumpul yang diperhalus. Bak pengaduk lambat diletakkan pada ketinggian dan arah kemiringan sesuai dengan perencanaan di atas kolom-kolom penyangga yang diperlukan.
X-20
Saluran Outlet Saluran outlet terbuat dari konstruksi beton dengan ukuran, arah, kemiringan dan bentuk sesuai dengan gambar rencana. Permukaan, dinding dan dasar saluran diplester halus. Pengaturan aliran keluar dilakukan dengan pintu pengatur. Pintu pengatur terbuat dari kayu dengan bingkai baja, lengkap dengan tangkai berulir dan roda pemutar. Bagian-bagian pintu yang terbuat dari besi baja dan selalu berhubungan dengan air dilapisi dengan bahan-bahan anti karat. Pintu pengatur dapat dibuat secara terpisah sesuai dengan bentuk dan ukuran dalam perencanaan serta dipasang dengan tepat pada celah yang disediakan.
10.3.5. Bangunan Pengendap (Sedimentasi) Bangunan pengendap meliputi pekerjaan perpipaan, konstruksi beton, konstruksi baja, plesteran dan penimbunan tanah. Bak pengendap terdiri dari:
Zona pengendapan
Sekat bidang pengendapan
Ruang lumpur
Ruang pipa penguras, katup dan manhole
Zona inlet
Zona outlet Seluruh bangunan terdiri dari konstruksi beton. Dinding bagian dalam dan
lantai bak pengendap yang tepat dengan hubungan yang kaku pada dinding bak. Ruang lumpur dilapisi dengan pasangan beton untuk membuat bidang lengkung ke arah pipa penguras dan permukaannya diplester dengan halus. Ruang pipa dan ruang katup penguras dibuat dengan ukuran sesuai gambar dan dilengkapi degan lubang masuk dan tangga besi. Bidang/Sekat Pengendapan Sekat pengendapan dibuat dari plastik (fiber glass) dengan tebal antara 0,51,5 m,. Jumlah, jarak dan ukuran sesuai dengan gambar. Sekat pengendap dipasang pada bingkai bagian atas dan bawah yang dipasang pada jalur yang tersedia. Bingkai terbuat dari tongkat (bar) alumunium yang dapat dipasang dan dilepas
X-21
dengan mudah. Jalur bidang pengendapan terbuat dari plat baja setebal 5 mm yang dipasang tepat pada dinding bak dengan anker. Saluran Pengumpul Effluen dan Ambang Pelimpah (Weir) Saluran pengumpul effluen terbuat dari konstruksi beton dengan ukuran dan kemiringan seperti gambar. Dinding dalam dan dasar diplester dengan halus. Ambang pelimpah terbuat dari baja tahan karat setebal 5 mm dan dipasang pada kedua sisi saluran pengumpul. Saluran Outlet Saluran ini dibuat dengan elevasi, ukuran dan kemiringan yang sesuai dengan gambar. Dinding dan dasar saluran diplester halus dan secara keseluruhan terbuat dari pasangan beton. Pada bagian ujung saluran dipasang pipa pengalir menuju ke bangunan selanjutnya.
10.3.6. Bangunan Saringan Pasir Cepat (Filtrasi) Bangunan pasir cepat meliputi bak saringan pasir, media penyaring, media penyangga, sistem inlet dan outlet, perpipaan, ruang perpipaan dan ruang operasi. Bak Saringan Pasir Cepat Bak saringan pasir cepat terbuat dari pasangan beton kedap air. Permukaan dalam bak yang akan diisi media dibuat kasar sedangkan permukaan dinding yang terisi air dibuat halus. Ukuran, bentuk dan ketinggian bak sesuai gambar. Media Media penyaring terdiri dari pasir dan antrasit. Media penahan adalah kerikil. Media yang digunakan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Keras, mengandung kadar kuarsa minimum 90%
Bebas dari kotoran, tanah dan lumpur
Diameter efektif dan koefisien keseragaman sesuai dengan kriteria desain
Bentuk harus baik dan merata
Porositas media tersusun sekitar 0,4
Kekeruhan air pencuci maksiumum 30 ppm
X-22
Kadar bahan yang dapat terpakai 0,7%
Kadar zat terlarut dalam HCl pekat harus kurang dari 3,5%
Kehilangan akibat pelapukan kurang dari 3% Tebal dan ukuran media yang digunakan untuk setiap lapisan dibuat sesuai
dengan perencanaan. Sistem Underdrain Sistem underdrain dibuat dengan perpipaan. Pipa yang digunakan adalah besi tuang. Pipa mempunyai ujung flens untuk penyambungan ke sistem perpipaan. Lateral dipasang pada manifold dalam jumlah dan jarak sesuai gambar rencana dengan sambungan las. Orifice dibuat dengan ukuran, jumlah dan jarak yang sesuai dengan gambar. Saluran Pengumpul Air Pencuci Saluran pengumpul air pencuci terbuat dari pasangan beton dengan hubungan kaku pada dinding dasar. Dinding dasar saluran diplester dengan permukaan halus. Perletakan, ketinggian, ukuran serta kemiringan sesuai dengan gambar. Perpipaan Saringan Pipa dan perlengkapannya menggunakan pipa baja dengan sambungan flens. Perletakan, ukuran, ketinggian dan kemiringan sesuai gambar. Pipa yang berada di atas lantai diberi penyangga atau penggantung dari pasangan beton atau konstruksi baja. Pipa filtrat, pipa pencuci dan pipa penguras dicat dengan warna berbeda untuk mempermudah operasi. Cat yang digunakan harus yang tahan dan dapat melindungi pipa dari korosi. Katup harus dilengkapi dengan tangkai dan roda/perlengkapan pemutar yang terekspansi hingga mencapai ketinggian yang tepat di ruang operasi dengan diberi warna yang berbeda sesuai dengan fungsinya. Ruang Perpipaan dan Ruang Operasi Ruang perpipaan dan ruang operasi merupakan bangunan bertingkat. Ruang perpipaan terletak di bagian bawah dan ruang operasi terletak di bagian atas. Bangunan tersebut terbuat dari konstruksi beton dan pasangan batu bata. Lantai
X-23
ruang operasi dan perpipaan terbuat dari pasangan beton sedangkan dinding yang tidak terkena air terbuat dari pasangan batu bata.
10.3.7. Bangunan Penampung Air Bersih (Reservoir) Penampungan air bersih meliputi air bersih, ruang perpipaan dan ruang pembubuhan. Bak Penampung Air Bersih Bak penampung air bersih merupakan bangunan yang tertanam di dalam tanah, terbuat dari konstruksi beton dan kedap air. Dinding bagian dalam dan lantai diplester halus dan dibuat dengan kemiringan sesuai gambar. Sekat bak penampung terbuat dari pondasi beton bertulang dengan permukaan dinding yang diplester halus. Lubang pemeriksaan dibuat dan ditempatkan sesuai dengan gambar rencana. Tutup lubang dibuat agar dapat ditutup dan dibuka secara mudah. Tangga masuk merupakan tangga masuk tegak dari sisi baja. Lubang udara (ventilasi) terbuat dari pipa besi tuang dengan diameter 50 mm, dipasang sesuai gambar. Ujung pipa yang terbuka harus ditutup dengan kawat kasa. Atap bak penampung terbuat dari konstruksi beton dan dengan permukaan atasnya dilapisi tar (coal tar) dan dilengkapi talang hujan. Ruang Perpipaan Ruang perpipaan merupakan ruang bawah tanah dan bersatu dengan dinding bagian depan bak penampung. Ruang perpipaan terbuat dari konstruksi beton. Perpipaan Perpipaan penampung air bersih terdiri dari pipa inlet, pipa outlet, pipa penguras, pipa peluap dan pipa pembubuh kaporit dan kapur. Pipa dan fitting yang digunakan adalah pipa baja dan sambungan flens. Diameter, ketinggian dan penempatan pipa harus sesuai dengan pasangan beton atau klam baja. Pipa harus dicat dengan anti karat dan warna yang berbeda sesuai dengan fungsinya. Pipa inlet membawa air bersih dari saluran filtrat ke bak penampungan air bersih. Pipa outlet merupakan jalur perpipaan yang membawa air bersih dari bak penampung ke sistem distribusi. Pipa dilengkapi dengan alat pengatur aliran dengan diameter dan ketinggian sesuai gambar rencana. Pipa outlet yang berada di luar
X-24
ruang perpipaan diganti dengan pipa asbestos cement dengan menggunakan adaptor berujung flens. Pipa penguras dan pipa overflow dipasang pada tempat, ukuran dan ketinggian yang sesuai gambar. Pipa pembubuh kaporit dan kapur terbuat dari pipa plastic dengan sambungan kopling karet. Alat pembubuh, dengan rate dosis yang dipasang sesuai gambar rencana, dipasang pada ujung pipa pembubuh.
10.3.8. Bangunan Bahan Kimia Bangunan ini merupakan ruang penyediaan bahan-bahan kimia yang diperlukan dalam proses kimiawi dalam instalasi pengolahan air minum, seperti pembuatan larutan koagulan, pembubuh kapur dan desinfektan. Bak pelarut untuk tiap jenis bahan kimia dibuat secara terpisah. Bangunan Ruang Kimia Bangunan ruang kimia dibuat dengan konstruksi beton dan pasangan batu bata. Ukuran, bentuk, perletakan dan ketinggian bangunan sesuai dengan gambar rencana. Unit Penyedia Koagulan Unit penyedia koagulan terdiri dari bak pelarut dengan agitator dan pompa pembubuh. Bak pelarut dibuat dalam jumah, ukuran dan tempat sesuai dengan gambar rencana. Bak ini terbuat dari konstruksi beton dengan dinding bagian dalam yang diplester dan diberi ubin poselin. Landasan motor penggerak agitator terbuat dari plat beton dan dipasang di atas bak pengadk dan pelarut seperti pada gambar. Motor yang digunakan merupakan motor listrik dengan daya yang sesuai perencanaan yang dihubungkan dengan alat pengaduk (agitator) dengan menggunakan kopling yang dapat diatur. Pengaduk terbuat dari logam yang tahan terhadap larutan kimia dan dapat diganti, dibersihkan dan dipasang kembali dengan mudah. Bak pelarut dilengkapi dngan pipa keluar yang dihubungkan dengan pompa pembubuh dan pipa penguras. Pipa yang digunakan adalah pipa plastik.
X-25
Unit Pembubuh Kapur Unit ini terdiri dari bak pelaut agitatir, bak penjenuh kapur dan pompa pembuluh. Spesifikasi teknis dari bak pelarut, motor pengaduk, perpipaan dan pompa pembubuh yang digunakan sama dengan unit penyedia koagulan. Bak penjenuh terbuat dari plat baja dengan ketebalam 5 mm dan diletakka pada landasan baja profil. Ukuran, bentuk dan penempatan sesuai dengan gambar rencana. Dinding luar dan dalam harus dilapisi bahan tahan karat dan larutan kimia. Bak penjenuh dilengkapi dengan pipa larutan kapur, air bersih, penguras dan outlet. Pipa outlet dihubungkan dengan pompa pembubuh. Unit Penyedia Desinfektan Unit ini terdiri dari pelarut, perpipaan dan pompa pembubuh dengan spesifikasi teknis yang sama dengan unit penyedia koagulan.
10.3.9. Bangunan Penampung Lumpur Bangunan penampung lumpur merupakan bangunan untuk menampung lumpur yang dihasilkan dari unit pra-sedimentasi dan sedimentasi. Konstruksi bangunan terbuat dari beton dengan ukuran sesuai gambar.
10.3.10. Gudang Gudang merupakan tempat penyimpanan bahan kimia seperti alum, kaporit dan kapur. Bangunan ini berhubungan dengan kimia dan mempunyai aliran udara yang baik untuk menjaga agar ruangan tetap kering dan tidak lembab. Sistem ventilasi, penempatan lubang cahaya dan penerangan ruangan harus sesuai dengan fungsi ruangan. Lantai bangunan diberi ubin degan kemiringan cukup untuk mencegah timbulnya genangan air. Rak Penyimpanan Rak penyimpanan bahan kimia harus mempunyai kapasitas penampungan yang cukup sesuai dengan lamanya pemompaan yang direncanakan. Dasar rak minimum 50 cm dari lantai bangunan dan ditempatkan dalam arah yang memungkinkan pengangkutan dan penyimpanan kantong bahan kimia dengan cepat dan aman. Rak terbuat dari konstruksi baja dengan dilapisi bahan tahan terhadap
X-26
zat kimia tersebut. Dasar terbuat dari papan setebal 3 cm dengan jarak antara yang cukup.
10.3.11. Kantor Bangunan kantor dibuat sesuai perencanaan. Pondasi bangunan dibuat sesuai bentuk, ukuran, ketinggian bangunan pada gambar rencana. Pondasi yang digunakan adalah pondasi batu kali. Lubang udara dan penerangan dibuat dalam jumlah yang cukup dengan perletakkan yang baik.
X-27
BAB XI RENCANA ANGGARAN BIAYA
Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum Kabupaten Sumedang dengan sumber air baku Sungai Cipeles dapat dilihat pada Tabel 11.1. Sedangkan Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya pembangunan Instalasi Pengolahan Air Minum Kabupaten Sumedang dengan sumber air baku Mata Air Sirah Cikandung dapat dilihat pada Tabel 11.2. Rincian mengenai Rencana Anggaran Biaya dapat dilihat pada Lampiran G. Tabel 11.1. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya IPAM Sungai Cipeles Kabupaten Sumedang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Jenis Pekerjaan PEKERJAAN PERSIAPAN PEKERJAAN PEMANCANGAN PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PEKERJAAN PASANGAN PEKERJAAN BESI PEKERJAAN MEKANIKAL PEKERJAAN LAIN-LAIN BANGUNAN PENDUKUNG LANDSCAPPING LAHAN ANALISA SCADA KONTROL DATA DAN AKUISISI MONITORING INSTRUMENTASI
Jumlah Harga (Rp.) 95.250.000 90.750.000 469.500.000 1.733.500.000 151.775.000 6.573.811.500 278.210.000 461.000.000 484.500.000 420.000.000 341.620.000 371.600.000 2.322.935.500
14 LAIN-LAIN TOTAL 1 Biaya Pemasangan (25%) TOTAL 2 PPN (10%) TOTAL ANGGARAN BIAYA PEMBULATAN
345.000.000 14.139.452.000 3.534.863.000 17.674.315.000 1.767.431.500 19.441.746.500 19.442.000.000
XI-1
Tabel 11.2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya IPAM Mata Air Sirah Cikandung Kabupaten Sumedang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
13
Jenis Pekerjaan PEKERJAAN PERSIAPAN PEKERJAAN PEMANCANGAN PEKERJAAN TANAH DAN PONDASI PEKERJAAN PASANGAN PEKERJAAN BESI PEKERJAAN MEKANIKAL PEKERJAAN LAIN-LAIN BANGUNAN PENDUKUNG LANDSCAPPING LAHAN ANALISA SCADA KONTROL DATA DAN AKUISISI MONITORING INSTRUMENTASI
14
LAIN-LAIN
12
Jumlah Harga (Rp.) 35.500.000 20.250.000 41.000.000 138.000.000 31.462.500 362.864.500 35.300.000 461.000.000 53.200.000 22.000.000 128.946.000 77.000.000 574.477.000 175.000.000
TOTAL 1 Biaya Pemasangan (25%) TOTAL 2 PPN (10%) TOTAL ANGGARAN BIAYA PEMBULATAN
2.156.000.000 539.000.000 2.695.000.000 269.500.000 2.964.500.000 2.965.000.000
XI-2
DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. (2012). Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2011-2031. Sekretariat PEMDA, Sumedang. Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang. (2014). Kabupaten Sumedang Dalam Angka 2014. BPS, Sumedang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang. (2010). Masterplan Air Bersih Kabupaten Sumedang. BAPPEDA, Sumedang. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sumedang. (2015). Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum Kabupaten Sumedang. BAPPEDA, Sumedang. Yudariansyah, H., Supriharyono., Nasrullah. (2006). Analisis Keterjangkauan Daya Beli Masyarakat Terhadap Tarif Air Bersih (PDAM) Kota Malang (Studi Kasus Perumahan Sawojajar). PDAM Kota Malang, Malang. Asian Development Bank. (2011). West Java Provincial Water Sources Master Plan For Water Supply, hal. 32. ADB, Bandung. Kandaswamy, P.K., Rouse, H. (1957). Characteristics of Flow Over Tenninal Weirs and Sills. ASCE Journal Hydraulics Division, Vol. 83, No. BY4. Great Lakes - Upper Mississippi River Board of State and Provincial Public Health and Environmental Managers. (1975). Design Criteria for Water Work Facilities. Health Research, Inc., Health Education Services Division. Mladenov, N., Strzepek, K., Serumola, M. (2004). Water Quality Assessment and Modeling of an Effluent-Dominated Stream, The Notwane River, Botswana. Mc. Donald and Partners, Asia page 15. Mackenzie, L., Davis. (2010). Water and Wastewater Engineering: Design Principles and Practice. McGraw-Hill Education: New York, Chicago, San Francisco, Athens, London, Madrid, Mexico City, Milan, New Delhi, Singapore, Sydney, Toronto. F, John., Byron, David. (1987). Population Projection Methods. Reidel Publishing Company, Washington. D. C. 20233.
xiii
Lin, M., Wei, C., and Cheng, P. (2013). Agent Negotiation in Water Policy Planning.
International
Journal
of
Digital
Library
Systems,
10.4018/jdls.2011040101, 1-12. Lv, Y., Huang, G., Li, Y., and Sun, W. (2012). Managing Water Resources System in a Mixed Inexact Environment Using Superiority and Inferiority Measures. Stochastic Environmental Research and Risk Assessment, 10.1007/s00477-011-0533-1, 681-693. Hoff, H., Bonzi, C., Joyce, B., and Tielbörger, K. (2011). A Water Resources Planning Tool for the Jordan River Basin. Water, 10.3390/w3030718, 718736. Marques, G., Lund, J., Leu, M., Jenkins, M., Howitt, R., Harter, T., Hatchett, S., Ruud, N., and Burke, S. (2006). Economically Driven Simulation of Regional Water Systems: Friant-Kern, California. Journal of Water Resources
Planning
and
Management,
10.1061/(ASCE)0733-
9496(2006)132:6(468), 468-479. Rajabi, S., Hipel, K., and Kilgour, D. (1999). Water supply planning under interdependence of actions: Theory and application. Water Resources Research, 10.1029/1999WR900001, 2225-2235. Kawamura, S. (1991). Intergrated Design of Water Treatment Facilities. John Wiley & Sons, New York, USA. 575 pp. Pemerintah Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta. Chatib. (1994). Sistem Penyediaan Air Minum. Bandung: Institut Teknologi Bandung dan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia. Sawyer, Clair N. (1967). Chemsitry For Environmental Engineering and Science, Fifth Edition. Singapore: Mc. Graw Hill.
xiv
Mahmud., Notodarmojo. (2008). Pengolahan Air Gambut Menggunakan Proses Hibrid Adsorbsi-Crossflow Ultrafiltrasi dengan Tanah Lempung Gambut (TLG) Sebagai Adsorben. Jurnal Teknik Lingkungan. Fair, G. M., Geyer, J. C., & Okun, D. A. (1968). Water and Wastewater Engineering Volume 2. Water Purification and Wastewater Treatment and Disposal. New York: John Wiley and Sons, Inc. Pustiwari. (2012). Perencanaan Instalasi Pengolahan Air Minum Wilayah Barat Daya Kabupaten Sumedang. Institut Teknologi Bandung: Tugas Akhir Teknik Lingkungan. MetCalf & Eddy. (2003). Wastewater Engineering : Treatment, Disposal and Reuse, 4th ed. McGraw Hill Book Co. New York. Al – Layla. (1980). Water Supply Engineering Design. Ann Arbor Science Publishers Inc. Michingan. USA. Reynolds, Tom D. (1982). Unit Oprations and Process in Enviromental Engineering. California: Texas A&M University, Brooks/Cole Engineering Division. Badan Standardisasi Nasional. (2008). SNI 6774:2008 Tentang Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air. Bandung: Badan Standardisasi Nasional. Arceivala, S.J. (1988). Wastewater Treatment For Pollution Control. Second Edition. New Delhi: Mc Graw-Hill, Inc. Yayasan Pandu Bangun Persada Nusantara. (2016). Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan Kontruksi & Interior Edisi 35-2016. Jakarta: Yayasan Pandu Bangun Persada Nusantara.
xv
LAMPIRAN
xvi