18
PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT BERKELANJUTAN: STUDI KASUS PENGEMBANGAN KARET DAN TANAMAN SELA DI DESA JABIREN KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTANTENGAH
M. A. Firmansyah, W. A. Nugroho dan M.S. Mokhtar Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Jl. G. Obos Km. 5 Palangkaraya 7311, Kalimantan Tengah, Kotak Pos 122 Telp/Fax: 0536 – 320662 (
[email protected], http://kalteng.litbang.deptan.go.id)
Abstrak. Pemanfaatan gambut untuk tanaman karet telah lama dilaku kan oleh masyarakat di Kalimantan Tengah. Setelah terjadinya kebakaran hutan dan lahan gambut skala luas , pemanfaatan lahan gambut untuk tanaman karet makin meningkat terutama pada bekas areal kebakaran tersebut. Demplot ICCTF di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah merupakan area bekas kebakaran hebat dikawasan gambut pada tahun 2005. Lokasi tersebut merupakan lahan gambut dengan kriteria ketebalan sangat dalam yaitu antara 5 hingga 7 meter, dan tingkat kematangan bervariasi antara hemik dan saprik. Karet yang berasal dari biji (GT-1) ditanam pada tahun 2006. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh bahan ameliorasi (pugam A, pugam T, pupuk kandang ayam, tanah mineral dan kontrol) terhadap karakterisit ik agronomis tanaman karet dan tanaman sela yang telah dilaksanakan selama 1 tahun penelitian yaitu dari bulan Januari 2011 – bulan Maret 2012. Setiap petak perlakuan memiliki ukuran 35 x 180 m terdiri dari 7 lorong karet dengan jarak tanam karet 3x5 m. Penanaman tanaman sela d ilakukan pada lo rong antara barisan tanaman karet (lebar 5 m) yaitu untuk padi, d igantikan jagung, dan terakhir nanas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan lingkar batang karet selama periode waktu satu tahun sekitar 10 cm d iperoleh pada perlakuan pugam T, dan kontrol, dan p ugam A, sedangkan pada perlakuan pupuk kandang ayam sekitar 8,45 cm, dan perlakuan Tanah Mineral hanya sebesar 7,17 cm. Pemanfaatan lorong antara barisan karet umur 5 tahun menunjukkan bahwa respon tanaman nanas lebih dapat beradaptasi (tumbuh dengan baik) dibandingkan tanaman padi dan jagung. Berdasarkan parameter agronomis yaitu pertambahan tinggi tanaman nanas menunjukkan bahwa setelah 6 bulan tanam, perlakuan Pugam A merupakan yang tertinggi mencapai 30,7 cm, sedangkan berdasarkan parameter pertambahan lebar tajuk dan ju mlah daun, perlakuan pupuk kandang ayam adalah yang tertinggi, masing-masing mencapai 82,8 cm dan 10 helai. Pengembangan tanaman padi atau jagung tidak dapat berproduksi pada sela karet berumur 5, sedangkan pengembangan tanaman nanas terlihat cukup dapat beradaptasi terhadap naungan dari tajuk karet. Katakunci: Gambut, Hevea brasiliensis, Kalimantan Tengah. Abstract. Utilization of peat for the rubber plants have been carried out by people in Central Kalimantan. Upon the occurrence of large-scale forest and peat fires, peat utilization for rubber trees increasing, especially in the former area of the fire. ICCTF Demonstration plots in the Jabiren village, Jabiren Raya District, Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan was the area of the former peat fires region in 2005. Location was a 233
M.A. Firmansyah et al.
peatland with the criteria in the thickness is very deep, between 5 to 7 meters, and level of maturity varies between hemic and sapric. Rubber derived from the seeds (GT-1) were planted in 2006. The purpose of this study was to determine the effect of material amelioration (pugam A, pugam T, chicken manure, soil mineral and control) of the agronomic characteristics of rubber plants and between plants that have been implemented during the one year of the study, from January 2011 - March 2012. Each treatment plot had a size of 35 x 180 m consists of seven rubber aisle with rubber planting distance 3 x 5 m. Planting carried out in the aisle between the rows of rubber trees (width 5 m), namely for rice, corn was replaced, and the last pineapple. The results showed that the rubber stem circumference increment for a period of one year is about 10 cm is obtained at Pugam T treatment, and control, and Pugam A, while in Chicken Manure treatment of about 8.45 cm, and mineral land treatment amounted to only 7.17 cm. Utilization aisle between rows of rubber age 5 years showed that the response of the pineapple plant is more able to adapt (grow well) compared to rice and corn. Based on the agronomic parameters of high accretion pineapple plant showed that after 6 mon ths of planting, the treatment pugam A is the highest reached 30.7 cm, while based on the parameter increment width and number of leaf canopy, Chicken Manure treatment is the highest, reaching respectively 82,8 cm and 10 strands. Development of rice or corn crops can not produce at the age of 5 between the rubber, while the development of the pineapple plant looks quite able to adapt to the shade of the canopy of rubber. Keywords:Peat, Hevea brasiliensis, Central Kalimantan
PENDAHULUAN Masyarakat lokal di Kalimantan Tengah yang hidup di agroekosistem lahan gambut telah memiliki kearifan lo kal dalam mengelola lahan tersebut secara berkelanjutan. Berbagai teknologi sederhana mulai dari pembuatan handil, tabat , pengendalian api ketika pembukaan lahan, sampai pemilihan jen is tanaman telah terbukt i mampu men jaga kelestarian lahan tersebut. Namun sejak d imulainya Proyek Pengembangan Lahan Gambut Satu Juta Hektar (PLG) di Kalimantan Tengah tahun 1995, kearifan loka l terpinggirkan dan degradasi yang umu mnya tergolong berat dikawasan tersebut muncul dan dampaknya masih terasa sampai sekarang. Pemicu utama dari degradasi gambut dikawasan PLG salah satunya adalah pembuatan kanal-kanal yang lebar, dalam, serta panjang terhubung ke berbagai sungai besar di Kalimantan Tengah menyebabkan terjadinya drainase berlebihan di ekosistem gambut. Beberapa tahun terakhir issue tentang perubahan iklim global sangat kuat disuarakan dunia internasional disebabkan adanya peningkatan kad ar gas rumah kaca di atmosfer. Indonesia dituding sebagai salah satu negara emitor terbesar menyumbang gas rumah kaca, yang mana sumber emisi Indonesia tersebut sebagian besar (2/3) berasal dari lahan gambut. Hal ini tergambar dari indikasi luasnya degradasi lahan gambut di Indonesia termasuk dikawasan ex PLG d i Kalimantan Tengah.
234
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus
Menyikapi issue tersebut pemerintah RI berupaya menunjukkan ko mit men serius dalam penurunan gas rumah kaca. Upaya penanaman pohon terbukti mampu memberikan peningkatan penambatan CO2 (Balitanah, 2004; Agus dan Hussein, 2004). Penanaman pohon pada lahan gambut yang terdegradasi tentunya sejalan dengan prinsip dasar tersebut. Penambatan karbon mendekati no l pada sistem padi dan sekitar 9 t ha -1 tahun-1 untuk tanaman sagu, karet atau sawit. Namun karena sawit memerlukan drainase yang relatif dalam, maka penambatan karbon oleh tanaman sawit jauh leb ih rendah dibandingkan dengan emisi karena deko mposisi gambut. Dengan demikian, gabungan dari tanaman yang menambat CO2 dalam ju mlah banyak serta toleran dengan drainase dangkal atau tanpa drainase seperti sagu dan karet, merupakan pilihan utama untuk konservasi lahan gambut (Agus dan Subiksa, 2008). Upaya lain adalah aplikasi bahan amelioran yang kaya kation polivalen seperti Fe +++ yang ada pada jenis-jenis pupuk gambut (Pugam) efektif dalam menekan emisi CO2 antara 36-47 % bila dibandingkan dengan Kontrol (Las et al. 2011). Tahun 2011 Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Bappenas melaksanakan kegiatan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yaitu suatu wadah untuk mengelo la bantuan internasional yang masuk ke Indonesia untuk kegiatan yang menyangkut dengan perubahan iklim. ICCTF melaku kan kegiatan di empat provinsi salah satunya di Kalimantan Tengah. Kegiatan ICCTF di Kalimantan Tengah dilakukan di gambut dalam yang terdegradasi yang dimanfaatkan untuk tanaman karet dan sela (ICCTF, 2011). Makalah in i bertujuan untuk memahami aspek agronomi d i demplot ICCTF Kalimantan Tengah melalu i pengelolaan lahan gambut untuk tanaman karet dan tanaman sela.
BAHAN DAN METODE Lokasi ICCTF di Kalimantan Tengah terletak di Desa Jabiren, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, tepatnya di Jl. Trans Kalimantan km 55 arah Palangka Raya ke Banjarmasin, pada koordinat geografis 02o 51’48.6” LS dan 114o 17’00.2” BT. Lokasi demplot ICCTF dapat ditempuh dengan jalan darat dan disambung dengan angkutan klotok menyusuri Sungai Jabiren yaitu anak Sungai Kahayan, menuju kearah barat sejauh 2 km. Luas lokasi demp lot sekitar 5 ha dan areal pengembangan seluas 25 ha. Karakterisasi lokasi demp lot dan pemetaan tanah serta pemasangan peralatan pengukur muka air tanah, Rambu Ukur (R1-R4) dan AWS dilakukan oleh Balai Besar Penelit ian dan Pengembangan Su mber Daya Lahan Pertanian, Bogor pada bulan Maret 2011.
235
M.A. Firmansyah et al.
Pohon karet di demp lot ICCTF diberi 4 perlakuan amelioran: Pugam A (PA), Pugam T (PT), pupuk kandang ayam (Pukan), tanah mineral (TM ) dan kontrol (K). Setiap blok amelioran terdiri dari 7 – 8 lorong, lebar antar lorong tanaman karet 5 m, dan jarak di dalam lorong 3 m, panjang lorong yang diberi perlakuan 180 m, sehingga setiap blok perlakuan terdapat 420 – 480 pohon karet. Dosis amelioran yang digunakan tiap pohon adalah PA 1 kg ph -1 , PT 1 kg ph -1 , Pukan 4 kg ph -1 , TM 10 kg ph -1 , serta K. Pemberian amelioran tersebut dibagi 2 tahap, yaitu tahap awal 50% dan 6 bulan kemudian 50%. Parameter yang diamat i adalah uku ran lingkar batang, tinggi tanaman, dan lebar tajuk. Tanaman sela yang ditanam pertama adalah padi ladang varietas Situ Patenggang dan Situ Bagendit, tanam Januari 2011, jarak tanam 15 x 25 cm. Perlakuan yang dikaji adalah PA 750 kg ha -1 , PT 750 kg ha -1 , Pukan 4 t ha -1 , TM 2 t ha-1 . Pupuk anorganik yang diberikan dengan dosis 135 kg ha -1 Urea, 90 kg ha-1 KCl, dan 80 kg ha -1 SP-36. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman. Tanaman sela yang ditanam periode kedua adalah jagung Sukmaraga, tanam Mei 2011, dengan jarak tanam 25 x 75 cm. Perlakuan yang digunakan sama dengan perlakuan tanaman sela pertama. Dosis pupuk anorganik sebesar 250 kg ha -1 Urea, 100 kg ha -1 KCl, dan 200 kg ha -1 SP-36. Parameter yang diamat i adalah berat p ipilan kering. Tanaman sela periode ketiga dip ilih nanas, tanam Oktober 2011 diberikan bersamaan dengan pemupukan dasar yang pertama, yaitu PA 30 gr tnm-1 , PT 30 gr tnm-1 , Pukan 120 gr tnm-1 , TM 120 gr tnm-1 . Perlakuan diberikan setelah tanaman nanas mulai adaptasi sekitar u mur 1 bulan. Pupuk dasar anorganik diberikan sebanyak 3 ons yaitu pada 1 bulan setelah tanam (November 2011) dan 3 bulan kemudian (Februari 2012), yaitu Urea: SP-36:KCl dengan perbandingan 2:1:1. Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, lebar taju k, dan ju mlah helai daun. Data-data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Gambut dan Karbon Tersimpan Lokasi demplot ICCTF wilayah Kalimantan Tengah seluas 5 ha merupakan lahan gambut yang memiliki kedalaman antara 5 – 7 m, dengan tingkat kematangan hemist hingga saprist. Klasifikasi tanah di areal Demplot ICCTF Jabiren terdiri 4 satuan peta tanah, dengan cadangan karbon bervariasi (Tabel 1).
236
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus
Tabel 1. SPT 1 2 3 4
Jenis Tanah dan Cadangan Karbon di Demplot ICCTF Jab iren Sub Group Tanah
Typic Haplohemist Sapric Haplohemist Fibrik Haplohemist Typic Haplosaprist
Luas (Ha) 1,71 0,78 2,01 0,51
Bobot Isi/BD (g/cc) 0,22 0,22-0,23 0,21-0,22 0,21-0,22 Jumlah
Cadangan Karbon (ton) 11.198 3.767 8.607 2.833 26.404
Sumber: Hidayat et. al (2011)
Kondisi Hi drologi dan Iklim Karakteristik muka air tanah di demplot ICCTF Jabiren berdasarkan jarak piezo meter dari saluran drainase (sungai Jabiren) d isajikan pada Gambar 1. Dari Gambar 1 terlihat bahwa kerakteristik mu ka air tanah memiliki bentuk cembung, dimana muka air cenderung dalam (jauh dari permu kaan tanah) pada posisi mendekati saluran,sedangkan pada bulan kering (yaitu Agustus) kondisi muka air tanah berada pada kondisi terdalam >100 cm dari permukaan tanah (Gambar 1).
Gambar 1. Kondisi muka air tanah pada piezo meter berdasarkan jarak dari Sungai Jabiren Kondisi curah hujan di Jabiren adalah monsoonal dengan perbedaan yang jelas antara bulan basah dan bulan kering. Selama pengamatan yaitu bulan April-September sifat hujan di lokasi, berdasarkan stasiun AWS Telemetri adalah di bawah normal. Kondisi curah hujan demikian mengakibatkan pasokan air dari saluran dan sungai sangat rendah (Runtunuwu et al. 2011). Perbedaan muka air Sungai Jabiren pada jarak 50 m dari arah hulu ke hilir menggambarkan secara tidak langsung mengalirnya air dar i kubah gambut eks PLG melalui Sungai Jabiren ke Sungai Kahayan (Gambar 2 - 3)
237
M.A. Firmansyah et al.
Gambar 2. Kondisi muka air Sungai Jabiren dari arah hulu (R3) ke Hilir (R1) dengan jarak 50 m
Gambar 3. Perbedaan elevasi muka air Sungai Jab iren dari arah Hulu (R3) ke Hil ir (R1) dengan jarak antar Rambu 50 m Kondisi Tanaman Utama - Karet Hasil pengamatan lingkar batang karet selama kurun waktu 1 tahun disajikan pada Gambar 4 dan 5. Berdasarkan Gambar 4, terjadi peningkatan lingkar batang diseluruh perlakuan dan kontrol. Kenaikan lingkar batang karet selama satu tahun secara rata-rata 10 cm.
Gambar 4. Kondisi lingkar batang karet kurun waktu 1 tahun 238
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus
Nampak bahwa selama 1 tahun pengamatan agronomis terhadap parameter lingkar batang karet pada perlakuan PT memiliki pertambahan lingkar batang tertinggi yaitu 10,16 cm, d isusul oleh kontrol sebesar 10,02 cm, PA sebesar 9,79, Pukan sebesar 8,45 cm, dan TM sebesar 7,17 cm (Gambar 5). Sedangkan parameter lebar tajuk tanaman karet mencapai lebih 5 m (Gambar 6), hal ini secara otomatis menyebabkan kondisi naungan di sela tanaman karet makin rapat.
Gambar 5. Pertambahan lingkar batang karet (April 2011 s/d Maret 2012)
Gambar 6. Kondisi lebar tajuk tanaman karet dari Maret hingga November 2011 Kondisi Agronomis Tanaman Sela - Padi Padi ladang Situ Patenggang dan Situ Bagendit yang dicoba diintroduksikan pada lorong antara barisan tanaman karet mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan kondisi tanah masih mentah dengan lapisan moss sangat tebal, sehingga perakaran padi sedikit mencapai tanah gambut. Upaya replanting telah dilakukan, namun tidak menunjukkan 239
M.A. Firmansyah et al.
hasil yang menggembirakan (Gambar 7-8). Meskipun beberapa bagian padi telah mengeluarkan bulir, namun kebanyakan bulir tersebut hampa.
Gambar 7. Kondisi padi u mur 3 bulan setelah tanam hasil replanting (Maret 2011) dengan latar belakang AWS
Gambar 8. Tinggi padi Situbagendit hasil replanting (3 bulan setelah tanam)
240
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus
Kondisi Agronomis Tanaman Sela - J agung Tanaman jagung ditanam dengan tugal pada bulan Mei 2011, varietas yang digunakan adalah Sukmaraga, karena jenis ini tahan terhadap kemasaman tanah yang tinggi (Gambar 9). Perlakuan amelioran yang terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung adalah Pukan, yang mana produksi pipilan kering kurang lebih 150 kg ha -1 sela karet. Pada perlakuan PA dan PT produksi terlihat seimbang yaitu 57 kg ha-1 sela karet, sedangkan pada perlakuan TM dan K tidak mampu berproduksi (Gambar 10).
Gambar 9. Kondisi jagung sedang dipupuk ke-2
Gambar 10. Produksi jagung Sukmaraga.
241
M.A. Firmansyah et al.
Kondisi di atas disebabkan terutama karena saat pengisian tongkol telah memasuki musim kemarau, sehingga menekan fase produksi. Walaupun pemupukan telah digunakan dengan dosis 250 kg ha -1 Urea, 200 kg ha-1 SP-36, dan 100 kgha -1 KCl namun upaya ini terlihat belu m maksimal disebabkan karena kondisi tanah gambut masih mentah dengan moss cukup tebal, sehingga pemupukan belum berdampak positif dalam meningkatkan produksi jagung. Kondisi Agronomis Tanaman Sela Nanas Parameter agronomis yaitu pertambahan tinggi tanaman yang diamati menunjukkan bahwa setelah 6 bulan setelah tanam, perlakuan PA adalah yang tertinggi yaitu mencapai 30,7 cm (Gambar 11-12), sedangkan parameter pertambahan lebar tajuk dan jumlah daun, perlakuan Pukan adalah yang tertinggi, masing-masing mencapai 82,8 cm dan 10 helai.
Gambar 11. Pertambahan tinggi tanaman nanas.
Gambar 12. Kondisi tanaman nanas (April 2012) .
242
Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan: studi kasus
KESIMPULAN Pemberian amelioran Pugam T mampu mendukung pertambahan lingkar batang karet tertinggi. Sedangkan Pukan ayam berpengaruh tertinggi terhadap tinggi tanaman padi Situ Bagendit, produksi jagung Sukmaraga dapat mencapai lebih dari 150 kg ha -1 , serta lebar tajuk dan ju mlah daun tanaman nanas, masing-masing mencapai 82,8 cm dan 9,7 helai.
SARAN Pemanfaatan lorong sela antar barisan tanaman karet beru mur > 3 tahun sebaiknya menggunakan tanaman yang tahan naungan seperti nanas bukan tanaman pangan.
DAFTAR PUSTAKA Agus, F dan E. Husein. 2004. Mult ifungsi pertanian Indonesia. Balai Penelit ian Tanah. Bogor. 22 hal. Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan gambut: potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor. 36 hal. Balitanah. 2004. Mult ifungsi pertanian, konsep modern dalam memahami pertanian secara utuh, adil dan bijaksana. Balai Penelit ian Tanah. Bogor. 6 hal. Hidayat, A., Hikmatullah, Sukarman, dan Wachyunto. 2011. Laporan Akhir Survai dan Identifikasi sumberdaya lahan lokasi demplot di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau dan Jambi (Final Draft). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. 93 hal. ICCTF. 2011. Penelit ian dan pengembangan teknologi pengelolaan lahan gambut berkelan jutan untuk meningkat kan sekuestrasi karbon dan mitigasi gas ru mah kaca. BBSDLP-ICCTF BAPPENAS. 13 hal. Las, I., P. Setyanto, K. Nugroho, A. Mulyani, dan F. Agus. 2011. Perubahan iklim dan pengelolaan lahan gambut berkelanjutan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. 24 hal. Runtunuwu, E., B. Kartiwa, Kharmilasari, K. Sudarman, W.T Nugroho, dan A. Firmansyah. 2011. Dinamika elevasi muka lahan dan saluran di lahan gambut. Riset Geo logi dan Pertambangan. 21(2):63-74.
243
M.A. Firmansyah et al.
244