i
TESIS
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
TESIS
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI NIM. 1392461010
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
iii
PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS
Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Studi Kenotariatan Pascasarjana Universitas Udayana
ANAK AGUNG ISTRI CHANDRA PRAMITA SUKAWATI NIM. 1392461010
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
iv
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL :
15 APRIL 2015
KOMISI PEMBIMBING
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
Prof.Dr.Tjok Istri Putra Astiti, SH.,MS NIP. 1947.1231 197503 2 003
Dr. Desak Putu Dewi Kasih SH.,M.Hum NIP.1964.0402 198911 2 001
MENGETAHUI:
Ketua Program Magister Kenotariatan
Direktur Program Pascasarjana
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. Desak Putu Dewi Kasih SH.,M.Hum NIP. 1964.0402 198911 2 001
Universitas Udayana
Prof.Dr.dr. AA.Raka Sudewi,Sp. S(K) NIP.19590215 198510 2 001
iii
v
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal : 13 April 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor :1119/UN14.4/HK/2015 Tanggal :10 April 2015
Ketua
:
Anggota
:
Prof. Dr. Tjok Istri Putra Astiti, SH., MS
1. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum 2. Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi., SH., MS 3. Dr. I Made Udiana, SH., MH 4. Dr. I Made Sarjana, SH., MH
iv
vi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Anak Agung Istri Chandra Pramita Sukawati
NIM
: 1392461010
Program Studi : Kenotariatan Judul Tesis
: Pengaturan Kewajiban Bank Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah Penyimpan Menurut Undang-Undang Perbankan dikaitkan dengan Kebebasan Pers
Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis ini bebasdari plagiat. Apabila dikemudian hari karya ilmiah tesis ini terbukti plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 08 April 2015 Yang Membuat Pernyataan
(Anak Agung Istri Chandra Pramita Sukawati)
v
vii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul “PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS” Penulisan tesis ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai syarat memperoleh Gelar Magister Kenotariatan pada Program
Studi Kenotariatan
Pascasarjana Universitas Udayana. Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari para pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr. Tjok istri Putra astiti, SH.,MS., Pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan sabar dan sepenuh hati disela-sela kesibukan beliau, memberikan nasihat serta kepercayaan penuh kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Terima kasih yang sebesarbesarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,MHum. Pembimbing II yang telah dengan sabar memberikan bimbingan, nasihat, saran, kepercayaan, dan motivasi demi kemajuan penulis sehingga tesis ini terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD., KEMD., Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis tujukan kepada vi
viii
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis menjadi mahasiswa
Program
Magister
Kenotariatan
pada
Program
Pascasarjana
Universitas Udayana. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana atas segala dukungan dan izin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pula kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan, dukungan, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Samuel Cibro,SH dan Junaedi Kariadi, SH.,MH yang telah memberikan ide penulisan tesis ini. Terimakasih juga kepada Prof Dr. I Wayan Parsa,SH.,MHum
pembimbing
akademik yang telah dengan sabar dan penuh pengertian memberikan inspirasi, bimbingan, nasihat, dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana atas ilmu yang diberikan, serta Bapak dan Ibu staff dan karyawan Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang telah membantu kelancaran proses administrasi selama perkuliahan. Terima kasih vii
ix
yang tak terhingga penulis haturkan kepada kedua orang tua tercinta Ibunda tersayang I Gusti Ayu Sri susilawati dan ayahanda Anak Agung Gde Anom Sukawati. serta sodara tersayang A.A Gde Agung Yudha Palguna Sukawati dan A.A Istri Manik Tirthaningrat Sukawati atas doa, nasihat, dan dukungan serta kasih sayang yang telah diberikan tiada henti bagi penulis. Penulis mengucapkan juga terimakasih kepada semua keluarga yang tidak dapat diucapkan satu-persatu. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada yang terkasih IPTU.I Gusti Ngurah Adi Suarmita, S.IK. yang selalu dengan sabar mendampingi, memberikan inspirasi, dukungan, dan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Terimakasih kepada Ida ayu Putu Swandewi ,SH,MKn, Komang Trianna, SH., Nirmala Sari,SH., Elik Sulistyawati,SH., Tri Indrayanti,SH., serta semua temanteman seperjuangan Angkatan VI Mandiri atas segala dukungannya selama ini. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan kebahagian dan kesejahteraan bagi kita semua. Saran dan kritik membangun dari pembaca sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan dibidang kenotariatan serta berguna bagi masyarakat.
Denpasar, 01 Januari 2015
Penulis
viii
x
ABSTRAK PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERBANKAN DIKAITKAN DENGAN KEBEBASAN PERS Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan memberikan suatu kewajiban bagi Bank untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Dengan berlakunya pengecualian tersebut maka rahasia bank hanya dapat dibuka apabila seperti yang ditegaskan dalam Undang-Undang. Pihak-pihak yang tidak termasuk ke dalam pengecualian tidak dapat memperoleh rahasia bank tersebut. Namun terdapat pengaturan Pada Pasal 4 ayat (3) UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Rumusan masalah dalam penelitian ini meliputi, bagaimana pengaturan rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang Pers, bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang didasarkan pada konflik norma pada Pasal Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perbankan, dengan Pasal 4 ayat (3) UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan dalam UndangUndang perbankan dan peraturan pelaksananya tidak memberikan peluang untuk dilakukan publikasi terhadap rahasia nasabah penyimpan. Pers yang mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers dapat diperoleh nasabah melalui ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan, Perlindungan konsumen, dan ketentuan perdata. Kata Kunci: Bank, Rahasia bank, Nasabah Penyimpan, Kebebasan pers
ix
xi
ABSTRACT BANK OBLIGATION OF KEEPING DEPOSITORS CONFIDENTIAL DATA AND SAVINGS ACCORDING TO BANK REGULATION ASSOCIATED TO FREEDOM OF THE PRESS Article 40 paragraph ( 1 ) of Act No. 10 of 1998 on Banking provides an obligation for the Bank to conceal information about customers and their savings, except in the case referred to in Article 41 , Article 41A , Article 42 , Article 43 , Article 44 , and Article 44A . With the exception of the entry into force of the secret can only be opened when the bank as defined in the Act . The parties are not included in the exceptions are not able to obtain the bank secrecy . However there are settings In Article 4 paragraph ( 3 ) of Act No. 40 of 1999 on the Press which confirms that to guarantee freedom of the press , the national press has the right to seek , obtain , and disseminate ideas and information . Formulation of the problem in this study include , how secret arrangement with the entry into force banks Press Law, how the legal protection of bank customers who are disadvantaged due to the freedom of the press . This type of research is a normative legal research based on the norms of conflict in Article Article 40 paragraph ( 1 ) of Act No. 10 of 1998 on Banking, with Article 4 paragraph ( 3 ) of Act No. 40 of 1999 on the Press . This study used a source of legal materials consisting of primary legal materials , secondary, and tertiary. The results of this study indicate that the provisions of the Banking Act and its implementing regulations do not provide opportunities for the publication of the secret depositors . Press is publishing confidential information relating to the banks categorized have violated banking regulations . Legal protection of bank customers were harmed as a result of customers' freedom of the press can be obtained through the provisions of the Banking Law , Consumer Protection , and civil provisions . Keywords: bank, bank Secret, depositors, freedom of the press.
x
xii
RINGKASAN Penelitian ini menganalisis mengenai kewajiban bank menjaga kerahasiaan data nasabah dan simpanannya menurut Undang-Undang Perbankan dikaitkan dengan kebebasan Pers. Bab I Pendahuluan menguraikan latar belakang masalah Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menegaskan bahwa, Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini bertentangan Kerahasiaan bank yang diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan menegaskan bahwa, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A”, yang menimbulkan suatu konflik norma diantara undang-undang tersebut. Berdasarkan pemaparan tersebut maka permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini meliputi Bagaimana pengaturan kerahasiaan bank dengan berlakunya kebebasan pers dan Bagaimana perlindungan hukum Nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers. Selanjutnya pada Bab I diuraikan pula mengenai tujuan dan manfaat penelitian, landasan teoritis yang digunakan untuk mengkaji permasalahan, metode penelitian, sumber-sumber bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum, teknik pengolahan bahan hukum dan teknik analisis bahan hukum. Bab II Mengenai kajian pustaka yang menguraikan tentang rahasia bank dan pers. Kajian pustaka yang dibahas terkait dengan tinjauan umum membahas meliputi pengertian dan ruang lingkup rahasia bank, pihak-pihak yang berkewajiban menjaga teguh rahasia bank, Perubahan mengenai rahasia bank di indonesia, tujuan rahasia bank, pengertian dan ciri pers, fungsi pers, sejarah dan perubahan mengenai pers di indonesia. Bab III mengenai pembahasan hasil penelitian terhadap rumusan masalah pertama mengenai Bagaimana pengaturan rahasia bank dengan berlakunya kebebasan pers. Pembahasan ini diuraikan dalam 3 (tiga) sub bab yakni pengaturan rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan, kewajiban GCG bagi perbankan, akibat hukum rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang pers. Bab IV mengenai pembahasan hasil penelitian terhadap rumusan masalah kedua mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers . Pembahasan ini diuraikan dalam 4 (empat) sub bab yakni perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang perbankan dan ketentuan pelaksananya, perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang perlindungan konsumen, perlindungan hukum menurut ketentuan perdata untuk mendapatkan ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum, upaya bank menjaga keamanan rahasia bank. xi
xiii
Bab V sebagai bab penutup pada tesis ini menguraikan mengenai simpulan dari pembahasan dan saran. Adapun simpulan pembahasan pertama diatas yaitu Pengaturan Rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang Pers, adalah bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksananya tidak memberikan peluang untuk dilakukan publikasi terhadap rahasia nasabah penyimpan. meskipun dalam ketentuan Undang-Undang Pers mengatur menentukan pers dapat mencari, memperoleh serta mempublikasikan informasi. sepanjang informasi tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang dikecualikan dalam ketentuan rahasia bank. Sehingga apabila pers mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Perbankan. Simpulan kedua Perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers adalah sebagai berikut Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Ketentuan Pelaksananya baik secara internal maupun pengaturan eksternal.Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan Perdata untuk memperoleh ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum. Saran untuk permasalahan pertama yaitu Bagi pemerintah hendaknya melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pers pada Pasal 4 ayat (3), diperjelas mengenai kebebasan pers yang sifatnya mutlak atau terbatas. Pers dalam penyelenggaraan kebebasan pers tetap merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang perbankan, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kedudukan bank sebagai lembaga kepercayaan. Saran untuk permasalahan kedua yaitu Agar perlindungan hukum dapat diperoleh nasabah, maka penegak hukum harus menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan Undang-Undang perbankan tidak terkecuali bagi pihak pers.
xii
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ..................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...............................................................
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ..............................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ...........................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................................
ix
ABSTRACT ......................................................................................................
x
RINGKASAN .................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
1.2. Rumusan Masalah .....................................................................
15
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................
15
1.3.1. Tujuan Umum .................................................................
15
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................
15
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................
16
1.4.1. Manfaat Teoritis ..............................................................
16
1.4.2. Manfaat Praktis ...............................................................
16
1.5. Landasan Teoritis ........................................................................
17
1.5.1. Teori .................................................................................
17
xiii
xv
1.5.2. Konsep ..............................................................................
23
1.5.3. Pandangan Para Sarjana ....................................................
32
1.6. Metode Penelitian ......................................................................
35
1.6.1. Jenis Penelitian .................................................................
35
1.6.2. Jenis Pendekatan ..............................................................
35
1.6.3. Sumber Bahan Hukum .....................................................
36
1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...............................
38
1.6.5. Teknik Pengolahan Bahan Hukum ..................................
38
1.6.6. Teknik Analisis Bahan Hukum ........................................
38
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK DAN PERS
40
2.1. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank ...................................
40
2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank ..................
40
2.1.2. Pihak-Pihak Berkewajiban Menjaga Teguh Rahasia Bank .................................................................................
45
2.1.3. Perubahan Mengenai Rahasia Bank di Indonesia .............
49
2.1.4. Tujuan Rahasia Bank .......................................................
56
2.2. Tinjauan Umum Tentang Pers ............................................
58
2.2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pers ..................................
58
2.2.2. Fungsi Pers .......................................................................
62
2.2.3. Sejarah dan Perubahan Mengenai Pers di Indonesia ......
64
BAB III PENGATURAN RAHASIA BANK DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PERS ...........................................................
71
3.1. Pengaturan rahasia bank menurut Undang-Undang Perbankan
71
3.2. Kewajiban Good Corporate Governance bagi perbankan .......
89
xiv
xvi
3.3. Akibat hukum rahasia bank dengan berlakunya kebebasan pers
94
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG DIRUGIKAN AKIBAT ADANYA KEBEBASAN PERS ................................................................................................
101
4.1. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan ketentuan pelaksananya ........
101
4.2. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ...............................
110
4.3. Perlindungan Hukum berdasarkan ketentuan perdata untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum........................................................................
117
4.4. Upaya Bank dalam Menjaga Keamanan Rahasia Bank ...........
121
BAB V PENUTUP .........................................................................................
131
5.1. Simpulan ....................................................................................
131
5.2. Saran ...........................................................................................
132
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 133
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini bank memiliki peran penting dalam suatu Negara baik dalam sistem keuangan dan sistem pembayaran di dalam suatu Negara. Selain itu bank merupakan suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada kepercayaan masyarakat sebagai nasabah yang mempercayakan simpanan mereka pada bank. Mengingat bank merupakan bagian dari sistem tersebut maka kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan suatu hal pokok dari eksistensi suatu bank, kepercayaan masyarakat kepada Perbankan merupakan kepentingan masyarakat banyak. Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan nasional yang berkesinambungan yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lembaga Perbankan merupakan salah satu sarana pendukung yang mempunyai peran strategis. Bank sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank memerlukan pembinaan serta pengawasan secara berkelanjutan bagi lembaga Perbankan itu sendiri agar dapat 1
2
berfungsi secara efisien, sehat dan wajar. Hal yang terpenting yaitu mampu bersaing secara sehat dan yang utama adalah mampu melindungi dana yang telah dititipkan oleh masyarakat sebagai nasabah kepada bank, dan mampu menyalurkan dana masyarakat ke bidang-bidang usaha produktif sesuai sasaran pembangunan nasional. Sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam menjalankan usahanya bank cenderung menggunakan dana masyarakat. Pada umumnya sekitar 90% dana yang diputar berasal dari masyarakat dan hanya sebagian kecil yang berasal dari modal sendiri bank.1 Masyarakat sebagai nasabah bank yang mempercayakan dana mereka untuk dikelola oleh bank juga harus mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang dilakukan pihak perbankan yang dapat mendatangkan kerugian. Selain itu demi menjaga nama baik nasabah serta simpanan nasabah, harus diatur kapan serta dalam hal yang bagaimana bank baru dapat diperkenankan untuk memberitahukan pada pihak ketiga segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah yang diketahui oleh bank karena kegiatan usahanya. Masyarakat hanya akan memanfaatkan jasa-jasa bank apabila dari bank ada jaminan bahwa bank tidak akan menyalahgunakan pengetahuannya tentang simpanan dan keadaan keuangan dari nasabahnya. oleh karena itu nasabah bank sebagai konsumen perbankan patut dilindungi hak dan kepentingannya.2 Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya dibentuk peraturan yang berkaitan dengan kerahasiaan bank. 1
Yunus Husein, 2010, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Pustaka Juanda Tigalima, Jakarta, hal.79. 2 Lukman Santosa Az, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Cet. I, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan, hal.113.
3
Salah satu faktor untuk dapat memelihara serta meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat selaku konsumen terhadap suatu bank pada khususnya dan Perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. hal ini dimaksudkan untuk
dapat atau tidaknya bank, dipercaya oleh
nasabah yang menyimpan dananya dan/atau menggunakan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut. Untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabah yang bersangkutan kepada pihak lain. Hal ini
tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan
mematuhi dengan teguh rahasia bank.3 Hal itulah yang telah mendasari diterapkannya ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan sebagai tindak pidana bagi pelanggarnya.4 Mengenai hubungan yang terjadi antar bank dan nasabah lebih ditekankan pada kewajiban bagi bank agar tidak membuka kerahasiaan data dari nasabahnya kepada pihak ketiga ataupun pihak lain, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang yang berlaku. Hal inilah yang disebut rahasia bank, bahwa rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungannya antara bank dan nasabah. Sesuai Pasal 1 angka 28 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan
menegaskan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menegaskan bahwa,
3
Adrian Sutedi, 2006, Hukum Perbankan, PT. Sinar Grafika, Jakarta,
hal.2. 4
Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan
Ibid.
4
dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia Perbankan wajib dirahasiakan. Selain hal tersebut bukan merupakan
keterangan yang wajib
dirahasiakan oleh bank. Kerahasiaan informasi Perbankan yang lahir melalui kegiatan Perbankan ini diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri dikemudian hari.
Ini dikarenakan hubungan
bisnis yang terjalin antara seseorang dengan bank yang ditegaskan oleh Bryan A.Garner bahwa a person who engages in the business of banking.5 (orang yang terlibat dalam bisnis perbankan) oleh karenanya lembaga Perbankan
harus
memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya. Ketentuan ini juga berlaku pula bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional Perbankan. Pihak terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan dengan kegiatan serta pengelolaan usaha jasa pelayanan yang diberikan oleh bank. hubungan tersebut melalui cara menggabungkan dirinya pada bank. Penggabungan diri tersebut dilakukan karena terikat dalam hal kepemilikan bahkan adanya keterikatan hubungan keluarga dengan pihak tertentu, pengurusan maupun karena hubungan kerja biasa seperti karyawan,atau hubungan kerja dalam rangka memberikan pelayanan jasanya kepada bank.6 Bank sebagai lembaga keuangan yang dipercaya masyarakat dihadapkan pada dua kewajiban yang saling bertentangan. Satu pihak bank mempunyai kewajiban untuk tetap merahasiakan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya 5
Bryan A.Garner, 1990, Black Law Dictionary,West Publishing Co, St Paul minn, hal.140. 6 Muhammad Djumhana, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet.V, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.278.
5
yang disebut juga teori rahasia mutlak. Kewajiban ini timbul dan erat kaitannya dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat atau para nasabahnya kepada bank selaku lembaga keuangan pengelola keuangan atau sumber dana masyarakat. Kewajiban rahasia bank ini sering timbul atas dasar kepercayaan, disisi lain juga berkewajiban untuk mengungkapkan keadaan dan catatan keuangan nasabahnya dalam keadaan-keadaan tertentu yang disebut juga teori rahasia bank nisbi. Disinilah muncul konflik yang dihadapi bank.7
Namun Undang-Undang
Perbankan di indonesia menganut teori rahasia bank nisbi atau relatif, yang dalam hal tertentu keadaan keuangan nasabah dapat diungkap sesuai prosedur hukum yang sudah ditentukan. Hal tersebut di atas sesuai dengan pengaturan rahasia bank di dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A. Berdasarkan definisi tersebut nampaknya yang harus dirahasiakan bukan saja simpanan nasabah (obyek), tetapi juga penyimpannya (subyek). Rahasia bank bukan saja menyangkut keadaan keuangan nasabah yang bersifat privacy atau personal affair, tetapi meliputi juga identitas nasabah seperti nama, alamat rumah, serta alamat e-mail nasabah. Pengertian rahasia bank yang demikian itu belum jelas, karena pengertian ”segala sesuatu yang berhubungan dengan” dan keterangan mengenai nasabah penyimpan dana dan simpanannya
7
Ibid, hal.112.
6
masih kurang jelas. Penjelasan Pasal 40 ayat (1) itupun tidak menjelaskan arti “segala sesuatu yang berhubungan dengan” dan “keterangan” tersebut. Menghindari penyalahgunaan kerahasiaan bank tersebut, dari pihak Perbankan
serta guna menjaga kepercayaan dan
menimbulkan rasa aman
masyarakat mengenai keuangannya maka dibuatlah suatu aturan.
Dalam hal
melarang pihak bank untuk memberikan keterangan yang tercatat di bank kepada pihak ketiga tentang keadaan keuangan nasabah, baik simpanan dan penyimpannya. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perbankan kecuali dalam hal yang secara tegas disebut dalam undang-undang tersebut, hal inilah yang disebut “Rahasia Bank”. Demi kelancaran serta keamanan kegiatan Perbankan, hal ini harus mendapat perhatian ekstra dari seluruh pihak perbankan serta penegak hukum. Maraknya tindak pidana yang terjadi di beberapa bank yang cukup memperihatinkan. Mengenai mereka yang tanpa membawa perintah ataupun izin tertulis dari pimpinan bank Indonesia mempublikasikan informasi rahasia bank yang seyogyanya dirahasiakan . Hal ini tentu saja menimbulkan kerugian bagi nasabah penyimpan, serta pihak bank dalam kedudukannya sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Demi mempertahankan kepercayaan masyarakat dan eksistensi dari bank tersebut, maka disini bank wajib melindungi dana nasabah penyimpan dan simpananya. Selain itu Bank juga berkewajiban menjaga kerahasiaan terhadap dana nasabahnya dari pihak-pihak yang dapat merugikan nasabah, bahkan hal itu tidak jarang dilakukan oleh pegawai bank sendiri. Oleh
7
sebab itu segala usaha pun harus ditempuh guna menanggulangi kejahatan Perbankan. Beberapa kasus perbankan yang terjadi, salah satunya berkenaan dengan penyebarluasan kondisi bank melalui media massa, juga menjadi masalah. Mencuatnya masalah salah satu bank swasta yang mencuri perhatian masyarakat dimulai dari tahun 1989 dan semakin marak di tahun 2009 yang di publikasikan oleh Pers dalam hal ini media massa. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, media massa yang masuk kedalam kategori Pers memiliki hak di dalam mengexspose informasi. Sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pers menegaskan bahwa, Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Tepat pada bulan November 2009, diketahui data nasabah serta simpanan nasabah yang merupakan nasabah penyimpan dari bank Swasta tersebut yaitu bank century, nasabah tersebut tidak masuk ke dalam kategori pengecualian yang dikecualikan oleh undang-undang dan dalam hal ini seyogyanya datanya tidak diexpose. Salah satu media ada yang menyebutkan mengenai nama nasabah dan jumlah simpanan dari nasabah tersebut yang merupakan nasabah penyimpan di bank yang
kebetulan menggunakan produk bank berupa deposito bank.8
Diungkapkan mengenai dana dari nasabah bank tersebut tidak dapat dicairkan tanpa sebab yang pasti, ini terjadi tidak hanya pada satu nasabah penyimpan
8
Lilix Dwi Mardjianto, 2009, ”Labirin Kasus Bank Century”, serial online November, (cited 2010 jan. 22), available from:URL: http://www.antaranews.com/berita/162865/labirin-kasus-bank-century.
8
namun juga nasabah penyimpan lainnya. Dalam hal ini seharusnya data nasabah tidak diexspose baik itu dilakukan oleh pihak bank atau media massa yang mengexpose data nasabah, karena hal ini jelas telah melanggar rahasia bank. Namun dalam hal ini nasabah tersebut tidak terkait ke dalam permasalahan seperti yang dikecualikan oleh Undang-Undang. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Perbankan baik itu dalam hal pajak, piutang lelang Negara, pidana, perdata, tukar menukar informasi bank, serta ahli waris. Nasabah tersebut murni merupakan nasabah yang tidak tersangkut dalam permasalahan tersebut namun diexspose oleh media massa. Selain itu contoh kasus lainnya yaitu pada awal bulan juni 1999 seorang pejabat tinggi negara atas nama Andi M ghalib, yang memiliki sejumlah simpanan di salah satu bank swasta yaitu bank Lippo dipublikasikan oleh media massa dalam hal ini pers. Pada saat itu Andi M ghalib merupakan salah satu nasabah penyimpan yang memiliki simpanan tabungan dan deposito di bank tersebut. Andi M ghalib merupakan murni nasabah penyimpan yang tidak masuk ke dalam pengecualian oleh undang-undang sehingga publikasi data nasabahnya pada saat itu merupakan suatu pelanggaran terhadap Undang-Undang Perbankan. Karena hanya pihak-pihak yang masuk ke dalam pengecualian undang-undang
yang dapat mempublikasikan informasi
tersebut, tentu berdasarkan atas ijin dari pimpinan bank indonesia. Hal ini jelas bertentangan dengan kerahasiaan bank yang diatur di dalam Perbankan. Karena hanya pihak yang dikecualikan oleh undang-undang yang dapat menerima informasi rahasia bank tersebut. Namun di sisi lain pers memiliki hak kebebasan dalam hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan
9
dan informasi. informasi dalam hal ini berupa informasi rahasia bank, yang diperoleh dan dipublikasikan di media massa untuk diperlihatkan di depan khalayak umum. Tindakan ini dapat dibenarkan dan dilindungi oleh payung hukumnya. Sehingga pers dalam hal ini media massa dapat mencari informasi dari berbagai sumber, baik dari pejabat, ataupun sumber-sumber lainnya.9 Beranjak dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang merupakan cikal bakal serta landasan pembentukan Undang-Undang Pers. Berdasarkan Pasal 2 UU Pers menegaskan bahwa kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Pers disini seharusnya memegang prinsip demokrasi dalam asas pers yaitu menghormati dan menjamin adanya hak asasi manusia dan menjunjung tinggi hal tersebut. berkaitan dengan rahasia bank yang diexspose oleh pers dalam hal ini media massa, jelas telah melanggar hak seseorang sebagai nasabah bank. Agar
dijaga kerahasiaan datanya dan
mendapatkan perlindungan hukum terkait hak pribadi dari seseorang nasabah. Proses ini tumbuh dalam praktek perbankan melalui hubungan kepercayaan yang dijalin oleh bank dengan nasabah. Selain itu dalam penyampaian informasinya kepada khalayak ramai atau masyarakat itu harus memegang teguh nilai keadilan. Dalam pemberitaan itu tidak memihak atau tunduk pada salah satu pihak tetapi
9
Shanti Rahmadsyah, 2010, Rahasia Bank Kasus Bank century,( cited 2013 Desember. 12) available from : URL : http://Hukumonline.com/rahasiaBank-Century.
10
harus berimbang dan tidak merugikan salah satu pihak (berat sebelah), dalam hal ini pers disini telah merugikan nasabah penyimpan dana yang tidak terkait ke dalam pengecualian yang disebutkan oleh UU Perbankan, sehingga menimbulkan ketidakpercayaan nasabah kepada bank. Pers dalam menjalankan setiap kegiatannya harus berlandaskan atas hukum yaitu meletakkan hukum sebagai landasan bertindak yang diposisikan di tingkat tertinggi. Sehingga Pers tidak lantas begitu saja bertindak meskipun telah ada jaminan Kebebasan Pers yang diberikan oleh undang-undang. walaupun wartawan memiliki jaminan kebebasan pers yang diberikan oleh UU Pers yang dijadikan landasan di dalam setiap tindakan yang dilakukan serta hak ingkar yang dimiliki. Pers tidak berarti bebas dari sanksi hukum yang harus diterima apabila telah terbukti melanggar rahasia bank yang diatur di dalam UU Perbankan. Tetapi segala sesuatunya harus dibuktikan terlebih dahulu mengenai penyimpangan yang terjadi terkait permasalahan ini. Dapat dicermati bahwa, Pers dalam hal ini wartawan yang berkaitan dengan informasi rahasia bank memiliki kebebasan di dalam mencari, memperoleh serta menyebarluaskan gagasan maupun informasi yang berkaitan dengan informasi rahasia bank untuk dipublikasikan di media massa, tanpa batasan apapun yang ditentukan oleh Undang-Undang Pers. Pers tetap harus berpatokan pada asas pers yang bebas dan bertanggungjawab, bebas disini dalam berarti bebas berekspresi tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun tetapi tidak mengabaikan etika, nilai-nilai, dan norma yang berlaku, serta memegang teguh kode etik jurnalistik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Sampai saat ini dalam konsep kebebasan pers belum diatur
11
mengenai pembatasan informasi yang nantinya akan dipublikasikan ataupun dimuat
di media massa, termasuk informasi rahasia bank. Dalam seminar
“Dilema Bankir dan Dunia Usaha” para pembicara umumnya sepakat bahwa, Wartawan bukan subyek hukum yang dilarang menerima informasi yang bersifat rahasia bank. Sehingga apabila wartawan dalam memperoleh informasi rahasia bank yaitu mengenai data keuangan nasabah dan kemudian membeberkannya dalam tulisannya, misalnya dalam investigative report, maka wartawan tersebut tidak dapat dipersalahkan.10 Adanya Undang-Undang yang mengatur tentang pers ini, bukan berarti bahwa pers menjadi kebal terhadap hukum. Tetapi pada kenyataanya, pers seakanakan diberi kewenangan untuk mengetahui apapun, membicarakan apapun dan juga memberitakan sebebas-bebasnya. Pers dalam hal ini bukan berarti kebal hukum , apabila pers melakukan kesalahan dalam pemberitaanya, seharusnya pers dapat dihukum pula dan juga diberi sanksi. Sebagaimana telah diuraikan bahwa, Ketentuan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menegaskan bahwa, Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini bertentangan Kerahasiaan bank yang diatur di dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan menegaskan bahwa, Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A, yang menimbulkan permasalahan diantara Undang-Undang tersebut.
10
Yunus Husein, loc.cit.
12
Hal ini disebabkan karena di dalam pengecualian yang ditentukan Undang-Undang Perbankan tidak mengatur mengenai pers yang dapat memperoleh informasi rahasia bank atau sanksi bagi pers yang mempublikasikan informasi rahasia bank. Sehingga dalam hal ini pers berpeluang memiliki hak untuk mendapatkan serta dapat mempublikasikan informasi terkait informasi rahasia bank di media massa dengan bebas karena belum ada pembatasannya. Keadaan ini sangat merugikan nasabah Perbankan dimana simpanan tersebut merupakan hak pribadi nasabah penyimpan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Selain itu pelanggaran dari ketentuan rahasia bank ini dapat memicu permasalahan dikemudian hari yang mungkin akan merugikan bank, bank dalam hal ini perlu juga memperhatikan kedudukannya sebagai lembaga kepercayaan. Sehubungan dengan permasalahan
antara Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan
dengan Pasal 4 ayat (3) UU Pers maka diangkatlah permasalahan ini ke dalam suatu Penelitian dengan judul : “ PENGATURAN KEWAJIBAN BANK MENJAGA KERAHASIAAN DATA NASABAH PENYIMPAN MENURUT UNDANG-UNDANG
PERBANKAN
DIKAITKAN
DENGAN
KEBEBASAN PERS”. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menyangkut masalah “Pengaturan Kewajiban Bank Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah Penyimpan Menurut Undang Undang Perbankan dikaitkan dengan Kebebasan Pers”, tidak ditemukan Tesis maupun karya tulis lainnya dengan judul yang sama. Namun dapat dibandingkan dengan tiga (3) penelitian yang menyangkut permasalahan tentang kerahasiaan nasabah bank, yaitu :
13
1. Tesis milik Nyoman Tariani, disusun pada tahun 2009, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana yang berjudul Perlindungan Hukum Internet Banking Dalam Kaitannya Dengan Data Pribadi Nasabah. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu : a. Bagaimanakah system internet banking memberikan perlindungan hukum terhadap data pribadi nasabah? b. Upaya hukum apa yang seharusnya dilakukan oleh bank maupun nasabah di masa mendatang untuk mengurangi resiko dalam penyelenggaraan internet banking ? Secara umum penelitian ini membahas mengenai perlindungan hukum bagi nasabah dalam hal penyelenggaraan internet banking berkaitan dengan data pribadi nasabah. 2. Tesis milik
Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, disusun pada tahun
2008, mahasiswa
Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana, yang berjudul Tanggung Jawab Media Penyiar Iklan Berkaitan Dengan Siaran Iklan Yang Merugikan Konsumen. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu : a. Bagaimana pengaturan tanggung jawab media penyiar iklan berkaitan siaran iklan yang merugikan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 ? b. Mengenai siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas siaran iklan yang merugikan konsumen ?
14
Secara umum penelitian ini membahas mengenai Tanggung jawab penyiar iklan yang merugikan konsumen. 3. Tesis milik I Komang Hendri Lesmana, disusun pada tahun 2006, mahasiswa Magister Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana, yang berjudul Kewenangan Pemerintah Dalam Masalah Hak Atas Kebebasan Pers. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yaitu : a.
Mengenai bagaimana hak atas kebebasan pers?
b.
Mengenai bagaimana kewenangan pemerintah dalam membatasi hak atas kebebasan pers? Secara umum penelitian ini membahas mengenai kewenangan
pemerintah dalam membatasi hak atas kebebasan pers. Dari hasil penelusuran orisinalitas penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka tidak ditemukan adanya kesamaan baik dari segi isi ataupun substansi karya tulis yang telah dimuat sebelumnya sehingga tingkat orisinalitas penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapatlah dirumuskan permasalahan
yang perlu
mendapat
pembahasan
lebih
lanjut.
Adapun
permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan Pers ?
rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang
15
2.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap Nasabah Bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mencari pemecahan
permasalahan antara kerahasiaan bank dan kebebasan pers.
1.3.2
Tujuan Khusus Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian adalah :
1.
Untuk menganalisis pengaturan rahasia bank dengan berlakunya UndangUndang Pers.
2.
Untuk menganalisis perlindungan hukum nasabah bank
yang dirugikan
akibat adanya kebebasan pers.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
pemahaman dan masukan bagi hukum Perbankan, khususnya mengenai rahasia bank serta perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan kebebasan pers.
akibat konsep
16
1.4.2 Manfaat Praktis Seluruh hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatmanfaat : 1. Akademisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
sebagai bahan
penelitian dan pembelajaran, sebagai bahan referensi pada perpustakaan dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya serta hukum Perbankan pada khususnya. 2. Perbankan Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan dan menghasilkan pengetahuan hukum yang progresif sehingga dapat membantu dalam menjalankan praktik Perbankan terkait dengan kerahasiaan bank. 3. Diri Sendiri Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan mengenai perkembangan hukum khususnya hukum Perbankan bagi Penulis dan dapat memenuhi persyaratan untuk lulus dalam jenjang pendidikan strata dua (2) Magister Kenotariatan.
1.5
Landasan Teoritis Landasan teoritis terdiri dari teori, konsep, serta pandangan para sarjana.
Sedangkan Landasan teoritis yang akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini terdiri atas :
17
1.5.1 Teori Teori-Teori yang akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini terdiri atas : a.
Teori Keadilan Teori yang digunakan dalam pemasalahan
ini adalah Teori Keadilan
oleh Aristoteles. Teori Keadilan ini menegaskan bahwa keadilan adalah kelayakan dalam tindakan manusia (fairness in human action). Kelayakan ada di tengahtengah antara titik yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan menurut Aristoteles menitiberatkan pada perimbangan.11 Aristoteles mengemukakan konsepsi mengenai keadilan yang dibagi menjadi keadilan distributif, keadilan perbaikan (remedial justice), dan keadilan niaga (commercial justice). Keadilan distributif (distributive justice) berwujud suatu perimbangan (proportion) agar merupakan keadilan, yang merupakan suatu persamaan dari dua perbandingan (equality of ratios). Ketidakadilan adalah apa yang melanggar perimbangan atau
proporsi itu. Aristoteles mengilustrasikan
bahwa bagian B yang diterima sesuai dengan jasa B, dan bagian C yang diterima sesuai dengan jasa C. Teori keadilan distributif dari Aristoteles ini mendasarkan pada prinsip persamaan (equality).12 Keadilan Perbaikan (Remedial Justice) adalah untuk mengembalikan persamaan dengan menjatuhkan hukuman pada pihak yang bersangkutan. Keadilan niaga adalah perimbangan yang bercorak timbal balik dalam hal usaha
11
The Liang Gie, 1982, Teori-Teori Keadilan, Super Sukses, Yogyakarta,
hal.23-25. 12
Ibid.
18
pertukaran benda atau jasa pada para pihak di tengah masyarakat. Pertukaran ini adalah suatu pertukaran yang mengandung unsur timbal balik secara proporsional (proportionate reciprocity).13 Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara satu orang dengan orang lainnya dalam satu warga Negara atau dengan warga Negara lain. Keadilan komutatif atau niaga menyangkut hubungan horizontal antar warga Negara yang satu dengan warga Negara lain. Keadilan niaga sering disebut dengan keadilan komutatif (commutative justice). Relevansi rumusan permasalahan pertama dengan teori keadilan yaitu dalam dunia bisnis, keadilan komutatif
atau keadilan niaga berlaku sebagai
keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang adil antar para pihak yang terlibat. Para pihak yang dimaksud disini antara bank dengan nasabah yang menjalin suatu hubungan hukum sehingga menimbulkan akibat hukum berupa pemenuhan hak dan kewajiban secara adil bagi masing-masing pihak. Pemenuhan hak dan kewajiban ini menurut Prinsip keadilan komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah diperjanjikannya. Salah satunya dalam hal kewajiban bank merahasiakan data nasabah penyimpan yang merupakan hak dari nasabah yang sudah diatur di dalam undangundang. Sehingga tujuan dari keadilan komutatif terwujud yaitu bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahtraan umum. Namun disisi lain pers mengungkapkan data nasabah dan simpananya yang merupakan rahasia bank yang sudah diatur di dalam undang-undang. ini disebabkan konsep kebebasan
13
Ibid.
19
pers yang belum dibatasi. Sehingga pers dapat mempublikasikan informasi, dalam hal ini yaitu informasi rahasia bank. Hal ini menimbulkan ketidakadilan karena telah melanggar proporsi ataupun batasan kerahasiaan bank sehingga merugikan nasabah serta bank, yang nantinya berdampak menurunnya kepercayaan nasabah kepada bank sehingga tidak terciptanya ketertiban yang merupakan tujuan dari keadilan. b.
Teori Tanggung Jawab Hukum Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah Teori Tanggung Jawab
Hukum oleh Hans Kelsen. Teori Tanggung Jawab Hukum ini menegaskan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut kekhilafan (negligence) dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.14 Hans kelsen selanjutnya membagi tanggung jawab yang terdiri dari : a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang dilakukan sendiri; b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seseorang individu bertanggung jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;
14
Hans Kelsen, 2007, Teori Umum dan Negara dan Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskritif Empirik, terjemahan soemardi, BEE Media Indonesia, Jakarta, hal.81-83.
20
c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian; d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan karena tidak sengaja dan tidak diperkirakan.15 Relevansi rumusan permasalahan pertama dengan teori tanggungjawab hukum bahwa pers dengan konsep kebebasan yang belum ada pembatasannya telah memperoleh dan mempublikasikan informasi yaitu informasi rahasia bank. Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, bank diwajibkan untuk menjaga rahasia bank. Hal ini dapat dikecualikan apabila berkaitan dengan pidana, lelang, pajak, perdata, tukar menukar informasi bank, serta ahli waris. Namun informasi yang dipublikasikan oleh pers adalah informasi rahasia bank yang mana nasabah tidak masuk kategori yang dikecualikan oleh undang-undang. Perbuatan pers ini telah melanggar ketentuan rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan. Karena sesuai perintah undang-undang, rahasia bank dapat dibuka apabila nasabah yang bersangkutan tersangkut permasalahan yang dikecualikan oleh undang-undang. Dalam hal ini pers harus bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu yang dilakukan
dalam hal pelanggaran rahasia bank dalam undang-
undang sehingga harus memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. c.
Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory) Teori yang digunakan dalam kasus ini adalah Teori Pemangku
Kepentingan (Stakeholder Theory) oleh John kay. Teori Pemangku Kepentingan 15
Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa & Nusa Media, Bandung, hal.140.
21
ini menegaskan bahwa perusahaan sebagai institusi sosial
wajib untuk
melindungi para pihak dalam perusahaan tersebut diantaranya yaitu pihak internal dan pihak eksternal dalam suatu perusahaan .16 pihak internal dalam perusahaan yaitu karyawan, investor dan lain lain. Sedangkan pihak eksternal dalam hal ini nasabah selaku pengguna jasa dari perusahaan tersebut. Sejalan dengan John Kay, David Grayson mengemukakan pendapatnya yang menguatkan Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholder Theory), bahwa obligations not just to investors, but to the communities they serve and the environment as well.17 (kewajiban tidak hanya untuk investor, tetapi untuk masyarakat yang mereka layani dan juga lingkungan) jelas sudah bahwa perusahaan bukan hanya melindungi kepada pemegang saham saja, namun juga melindungi kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Relevansi rumusan permasalahan kedua dengan teori Stakeholder ini yaitu bahwa perusahaan dalam hal ini bank sebagai institusi sosial memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan. Salah satunya yang berkaitan dengan permasalahan ini adalah
Konsumen yaitu pihak yang
menggunakan jasa atau produk dari suatu perusahaan.konsumen yang dimaksud disini yaitu nasabah bank khususnya nasabah penyimpan yang patut diberikan perlindungan bila dirugikan akibat penggunaan jasa atau produk dari pelaku usaha.
16
Richard Smerdon, 1998, A Practical Guide To Corporate Governance, Sweet & Maxwell, London, hal.7. 17 David Grayson, 2008, A New Mindset for corporate Sustainability, British Telecomunication and Cisco, United Kingdom, hal.2.
22
Berkaitan dengan permasalahan pada rumusan kedua, bahwa nasabah penyimpan wajib diberikan suatu perlindungan hukum yang merupakan akibat hukum dari suatu hubungan hukum yang terjalin antara bank dan nasabah. Perlindungan hukum ini lahir dari perintah undang-undang yang mengisyaratkan bank wajib melindungi dan merahasiakan data nasabah dan simpanan nasabah penyimpan. Perlindungan hukum ini diperuntukkan khususnya untuk nasabah penyimpan agar bank
melindungi hak dan kewajiban dari pihak nasabah.
Sehingga antara bank dan nasabah terjalin hubungan kepercayaan yang harmonis yang merupakan dasar kepercayaan masyarakat apabila mereka selaku nasabah menggunakan jasa-jasa bank untuk menunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Sehingga jika masyarakat merasa dirugikan dan merasa tidak aman menyimpan dananya di bank akibat terungkapnya rahasia nasabah maka nasabah bersangkutan mempunyai hak untuk menuntut kepada pihak bank karena telah melanggar ketentuan mengenai rahasia bank. d.
Teori Rahasia Bank Ada dua teori tentang
rahasia bank yang dikemukakan oleh Drs.
Muhammad Djumhana, S.H., yaitu : a)
Teori Mutlak yaitu bahwa rahasia keuangan dari nasabah ini tidak dapat dibuka oleh siapapun dan dalam bentuk apapun. Saat ini hampir tidak ada Negara yang menganut teori ini. Bahkan Negara yang menganut teori perlindungan nasabah secara ketat, seperti swiss ataupun negara-negara tax heaven seperti kepulauan bahama yang membenarkan rahasia bank dalam hal-hal khusus.
23
b)
Teori Relatif yaitu, bahwa rahasia bank tetap dijaga, namun dalam hal-hal khusus, yaitu dalam hal yang luar biasa, prinsip kerahasiaan bank ini dapat diterobos, misalnya untuk kepentingan perpajakan.18
1.5.2 Konsep Konsep – konsep yang akan digunakan untuk membahas permasalahan dalam penelitian ini terdiri atas : a.
Kewajiban Bank Secara umum dalam menjalankan tugas dan kegiatannya, bank wajib
berpedoman pada prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan mematuhi ketentuan yang berlaku serta harus menghindari praktek atau kegiatan yang dapat membahayakan
kelangsungan
hidup
bank
atau
merugikan
kepentingan
masyarakat.19 Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa, Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank, sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Selanjutnya Pasal 29 ayat (3) menegaskan bahwa, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha
18
Muhamad Djumhana, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 108. 19 Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal.133.
24
lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Pasal 29 ayat (4) menegaskan bahwa, untuk kepentingan Nasabah, Bank wajib menyediakan informasi mengenai timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Hubungan antara bank dan nasabah diatur di dalam perjanjian, ini berarti bahwa, para pihak dalam hal ini bank sebagai suatu badan usaha dan nasabah baik perorangan maupun badan usaha mempunyai hak dan kewajiban.20 Sebagai gambaran umum kiranya dapat diungkap di sini, bahwa bank mempunyai kewajiban untuk : 1. Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dengan dana yang disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan Perundang-Undangan menentukan lain; 2. Menyerahkan dana kepada nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati; 3. Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian; 4. Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga; 5. Melakukan pembayaran kepada eksportir dalam hal digunakan fasilitas L/C, sepanjang persyaratan untuk itu telah dipenuhi; 6. Memberikan laporan kepada nasabah terhadap perkembangan simpanan dananya di bank; dan 7. Mengembalikan agunan dalam hal kredit telah lunas.21 Lembaga keuangan membawa konsekuensi yang berupa tanggung jawab atau kewajiban yang mesti harus dipenuhinya akibat hubungan hukumnya dengan para nasabah. Kaitannya dengan dana nasabah yang disimpan pada bank dalam hubungannya dengan perjanjian antara bank dan nasabah di bidang tabungan maupun deposito serta produk bank lainnya menimbulkan beberapa kewajiban dari pihak bank, yaitu:
20
Sentosa Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, CV.Mandar Maju, Bandung, hal. 62. 21 Ibid.hal.63.
25
1) Kewajiban bank untuk tetap menjamin dan menjaga kerahasiaan keuangan nasabah; 2) Kewajiban bank untuk mengamankan dana nasabah; 3) Kewajiban untuk melaporkan kegiatan Perbankan secara transparan kepada masyarakat; dan 4) Kewajiban bank untuk selalu memelihara tingkat kesehatannya.22 Dapat disimpulkan bahwa, kewajiban bank merupakan suatu akibat hukum yang ditimbulkan antara bank dengan nasabah, untuk menjaga kepercayaan nasabah yang telah diberikan untuk bank. diharapkan kewajiban yang sudah ditentukan terutama yang tercantum
di dalam undang-undang
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh bank dengan tidak lupa menerapkan prinsip-prinsip perbankan dalam pengelolaan keuangan bank. Upaya perbankan ini perlu lebih dioptimalkan agar masyarakat selaku nasabah merasa dibangkitkan keinginannya untuk menabung serta mempercayai dananya akan aman disimpan di bank. sehingga hal ini bisa dimanfaatkan oleh bank dalam rangka mengundang nasabah menabung di bank. serta menggunakan jasa-jasa yang disediakan oleh bank demi menunjang dan membantu masyarakat di dalam mempermudah mengatur keuangan baik pribadi maupun usaha. b.
Konsep Kerahasiaan Bank Hubungan antara bank dengan nasabahnya ternyata tidaklah seperti
hubungan kontraktual biasa, tetapi dalam hubungan tersebut terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain mana pun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-mula ialah Undang-Undang
22
Muhammad Djumhana, op.cit,hal.37.
26
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Pengertian rahasia bank oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 angka 16 bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan halhal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia Perbankan
wajib
dirahasiakan. Berdasarkan
ketentuan undang-undang ini rahasia bank mencakup
keseluruhan nasabah bank yang menyimpan dananya di bank. Pengertian ini telah direvisi dengan pengertian oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Terhadap Undang-Undang ini rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 UU Perbankan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan Simpanannya.
Undang-Undang
Perbankan
saat
ini
mempertegas
dan
mempersempit pengertian rahasia bank dibandingkan dengan ketentuannya dalam pasal-pasal dari undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan bahwa,
Bank wajib
merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Dalam artian bahwa berdasarkan ketentuan ini bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud oleh Undang-Undang Perbankan. Pasal 40 ayat (2) bahwa, Ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) untuk menjaga
27
kerahasiaan bank berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan kerahasiaan bank yang dianut oleh Perbankan hanya merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi konsep kerahasiaan bank ini adalah segala sesuatu diluar nasabah penyimpan bukan merupakan suatu kerahasiaan, sehingga disini diwajibkan kepada para pihak yang disebut oleh undang-undang untuk memegang teguh rahasia bank sesuai ketentuan yang ada. c.
Konsep Nasabah Bank dan Simpanannya Berdasarkan Pasal 1 UU Perbankan, yang dimaksud dengan pengertian
nasabah : a.
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, sesuai dengan Pasal 1 angka 16; Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, sesuai dengan Pasal 1 angka 17; dan Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan, Sesuai dengan Pasal 1 angka 18.23
b.
c.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor :2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank bahwa definisi mengenai nasabah, nasabah penyimpan dan nasabah debitur memiliki kesamaan definisi
dengan yang dituangkan di dalam UU
Perbankan. Sedangkan sesuai Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
23
Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 35.
28
3/10/PBI/2001 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah (Know your customer principles) bahwa, Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Sementara itu sesuai dengan Pasal 1 angka (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah bahwa, Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk in customer). Simpanan merujuk pada Pasal 1 UU Perbankan bahwa, Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu: a. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan; b. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank; c. Sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti pemyimpananya dapat dipindahtangankan;serta d. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.24 d.
Konsep Kebebasan Pers Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pers menegaskan bahwa,
Pers adalah Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,memperoleh dan memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, 24
Rachmadi Usman, op.cit, hal.9.
29
gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Kemerdekaan Pers atau kebebasan pers sesuai Pasal 2 UU Pers menegaskan bahwa, kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Landasan konstitusional kerja bagi pers di Indonesia : 1.
Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap orang
bebas atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran, dan sikap yang sesuai dengan hati nuraninya. Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan
bahwa, Setiap orang berhak atas kebebasan yang berserikat,
berkumpul dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Selain itu Pasal 28F menyatakan bahwa, Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Seperti Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 28 dan 28F , pada amandemen ke 2, Pasal 28, Pasal 28E Ayat (2) dan (3) serta Pasal 28 F. 2.
Kontrak sosial yang dibangun pada bulan agustus 1945 yang antara lain berisikan : a. Sekitar 365 etnis yang berbeda budaya, bahasa, dan agama bersepakat membentuk suatu negara NKRI;
30
b. Bahwasanya negara itu bertujuan mewujudkan perlindungan, keamanan, keadilan, kesejahtraan dan kemakmuran bagi segenap rakyat indonesia; c. Bahwasanya negara itu berdasarkan pancasila, bukan negara agama; d. Bahwasanya dalam penyelenggaraan negara itu, rakyat yang berdaulat; e. Bahwasanya kemerdekaan untuk berserikat ,berkumpul, dan berserikat dijamin; serta f. Bahwasanya kemerdekaan negara bersendikan hukum (rechhstaat), bukan bersendikan kekuasaan (machstaat) , Itulah dua landasan konstitusional yang menjadi dasar bekerjanya pers. 25 Pada kategori hukum itu, selain memiliki landasan konstitusionalnya, Pers juga memiliki landasan yuridisnya, yakni Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Disebutkan di dalam undang-undang itu tentang kewenangan pers bahwa : 1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial sesuai dengan Pasal 3 ayat(1); 2) Pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi sesuai dengan Pasal 4 ayat (3); 3) Pers berperan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui , menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan ham serta kebhinekaan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar. Melakukan pengawasan kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; dan memperjuangkan kebenaran sesuai dengan Pasal 6; serta
25
Amirudin, 2005, Kriminalisasi atas Kebebasan Pers dalam Persfektif Pers, pada seminar :kriminalisasi atas kerahasiaan dan kebebasan pers dalam RUU KUHP, Semarang, tanggal 19 Desember 2005.
31
4) Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ). Makna kebebasan pers dalam pengertian pers pancasila adalah khas Indonesia, yaitu bukan bebas dari dan bebas untuk melainkan bebas dan, yaitu bebas dan bertanggung jawab sebagaimana yang diamanatkan oleh pancasila.26 Dapat disimpulkan kebebasan pers adalah suatu kebebasan bagi pers di dalam mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi yang diperoleh. Namun harus tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak merugikan pihak lain, hal ini dilakukan karena bebas disini tidak dalam arti sebebas-bebasnya tanpa masuk ke dalam koridor hukum yang berlaku, bebas disini berarti tetap memperhatikan hukum
yang
berlaku,kesusilaan serta peraturan lain sebagai pedoman yang membatasi pers di dalam tindakannya.
1.5.3 Pandangan Para sarjana a.
Kewajiban Bank Menurut Lord Denning menyebutkan bahwa kewajiban suatu bank
adalah sebagai berikut : 1. Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bils of exchange dan lainlain instrument perbankan; 2. Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut apabila dimintakan oleh pihak nasabah; 3. Meminjamkan uang kepada nasabah;
26
Onong Uchajana Effendy,2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.116.
32
4. Menjaga kerahasian account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; 5. Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain; serta 6. Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang reasonable untuk menutup rekening tersebut.27 Menurut Rimsky K Judisseno dalam melaksanakan banking duties principles, bank memiliki kewajiban-Kewajiban untuk membuat masyarakat memiliki kepercayaan yang semakin tinggi terhadap perbankan antara lain adalah: 1. Kewajiban umum yang meliputi pemberian pelayanan yang baik, rasa aman, dan perlakuan yang sama (equal treatment) terhadap para nasabah seperti penabung, peminjam, dan pengguna jasa bank lainnya; dan 2. Kewajiban khusus, yang meliputi kewajiban terhadap pemerintah, karyawan dan pemilik.
b.
Kerahasiaan data Nasabah Menurut Munir Fuady dari pengertian yang diberikan oleh Pasal-Pasal
dalam peraturan perbankan, dapat ditarik unsur-unsur rahasia bank itu, yaitu sebagai berikut : 1. Rahasia bank tersebut berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya; 2. Hal tersebut “wajib” dirahasiakan oleh bank, kecuali termasuk ke dalam kategori perkecualiaan berdasarkan prosedur dan peraturan perundangundangan yang berlaku; 3. Pihak yang dilarang membuka rahasia bank adalah pihak bank sendiri dan/atau pihak terafiliasi, yang dimaksud dengan pihak terafiliasi adalah sebagai berikut : a. Anggota dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank yang bersangkutan; 27
Munir Fuady ,1998, Hukum Perbankan Modern, Cet.I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.16.
33
b.Anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank, khusus bagi bank berbentuk badan hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Pihak pemberi jasa kepada bank yang bersangkutan, termasuk tetapi terbatas pada akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya; dan d.Pihak yang menurut penilaian bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, termasuk tetapi tidak terbatas pada pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi dan keluarga pengurus.28 Munir Fuady memberikan rambu-rambu yang bersifat universal mengenai perkecualian terhadap suatu rahasia bank, yaitu bahwa rahasia bank dapat dibuka jika : a. Jika disclosure diharuskan oleh perundang-undangan yang berlaku; b. Jika ada kewajiban (duty) kepada public untuk membuka rahasia tersebut; c. Jika kepentingan bank menginginkan dibukanya informasi tersebut; dan d. Jika disclosure dilakukan dengan persetujuan (dengan tegas atau tersirat) dari pihak nasabahnya.29 c. Kebebasan Pers Mengenai kebebasan pers dalam istilah inggrisnya disebut freedom of opinion and expression and freedom of the speech . Masduki menyatakan bahwa, kebebasan pers adalah istilah yang menunjuk jaminan atas hak-hak warga memperoleh informasi sebagai dasar guna membentuk sikap dan pendapat dalam konteks sosial dan estetis yang untuk itu itu diperlukan media massa sebagai institusi kemasyarakatan. Sedangkan Jhon C. Meriil menegaskan bahwa,
28 29
Munir Fuady, op.cit, hal. 95. Munir Fuady, op.cit, hal. 93.
34
kebebasan pers sebagai suatu kondisi riil yang memungkinkan para pekerja pers bisa memilih, menentukan dan mengerjakan tugas sesuai keinginan mereka.30 A.Hamzah berpendapat bahwa, Pers pada dasarnya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum dan tertib secara teratur berupa buku , majalah-majalah, surat-surat kabar dan barang-barang cetakan yang lain , yang berfungsi sebagai sarana penyebarluasan informasi dan perjuangan, dalam rangka mencapai cita-cita perjuangan nasional.31 Kebebasan dalam Kamus Hukum didefinisikan sebagai kemerdekaan; keadaan bebas. Sedangkan kebebasan pers didefinisikan sebagai kemerdekaan atau kebebasan mengeluarkan pikiran dan pendapat melalui media massa.32
1.6
Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji bahan-bahan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan dan berbagai literatur hukum.33
30
Masduki, 2003, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press, Jakarta, hal.102. 31 Amir Hamzah, 1987, Delik-delik Pers di Indonesia, PT. Media Sarana Press, Jakarta, hal.66. 32 Soesilo Prajogo, 2007, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, Wacana intelektual, Jakarta, hal.242. 33 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.13.
35
1.6.2 Jenis Pendekatan Dalam penelitian ini, digunakan tiga jenis pendekatan untuk membahas permasalahan yang ada, yaitu : 1. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach) Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dilakukan penelitian yang mensinkronkan perundang-undangan baik vertikal maupun horizontal.34
pendekatan ini digunakan untuk menelaah
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 2. Pendekatan Konsep Hukum (the Conceptual Approach) Pendekatan konsep hukum
digunakan untuk menganalisis konsep-
konsep yang relevan dalam penelitian ini untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Dengan kata lain,
dalam pendekatan konsep hukum
merujuk pada konsep-konsep hukum yang dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan para sarjana atau doktrin-doktrin hukum.35 3. Pendekatan Kasus (The Case Approach) Pendekatan Kasus digunakan sebagai data penunjang atau ilustrasi untuk membantu menganalisis permasalahan yang dibahas. sehingga diperoleh hasil yang diinginkan bagi penyusunan argumentasi dalam mencari solusi bagi penelitian ini.
34
Rony Harnitijo Sumitro, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 27. 35 Johni Ibrahim, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet, III. Bayumedia Publishing, Malang, hal. 306.
36
1.6.3 Sumber Bahan Hukum Untuk mengkaji dan membahas permasalahan dalam penelitian ini, digunakan sumber bahan hukum berupa bahan-bahan hukum yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Bahan hukum primer terdiri atas : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; 3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan; 4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ; 5) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 6) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. 7) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; 8) Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank; 9) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know your customer principles); serta
37
10) Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
7/6/PBI/2005
tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 11) Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan Good Corporate Governance bagi bank Umum. 12) Peraturan Bank Indonesia 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan bank indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. 13) Peraturan Bank Indonesia 10/1/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan bank indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan. b. Bahan hukum sekunder terdiri atas : 1) Buku-buku hukum mengenai Kerahasian bank dan pers; 2) Jurnal-jurnal ilmiah; serta 3) Internet dan situs resmi. c. Bahan hukum tersier terdiri atas
Kamus Hukum Internasional dan
Indonesia.
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah teknik bola salju (Snow ball system). Teknik pengumpulan bahan hukum ini dimulai dengan mencari satu literatur tentang rahasia bank dan pers. setelah mendapatkan satu literatur, kemudian dibaca daftar pustaka dari literatur tersebut, dengan menggunakan rujukan yang ada pada daftar pustaka, diperoleh satu bahan hukum
38
yang dicari sesuai dengan dibahas dalam penelitian ini. kemudian dilanjutkan dengan mencari literatur lainnya dengan menggunakan rujukan yang ada pada daftar pustaka yang dimuat di dalam literatur tersebut. Proses ini dilakukan secara terus menerus dari literatur satu ke literatur lain hingga diperoleh bahan hukum yang sesuai untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
1.6.5 Teknik Pengolahan Bahan Hukum. Teknik pengolahan bahan hukum dilakukan pertama dengan memeriksa kembali bahan hukum yang diperoleh dari kelengkapannya, kejelasan maknanya, kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok yang lainnya. Selanjutnya bahan hukum tersebut diberi tanda atau catatan yang menyatakan jenis sumber bahan hukum, nama penulis, dan tahun penerbitan. Langkah terakhir bahan hukum ini disusun ulang secara teratur, berurutan dan logis sehingga mudah dipahami.
1.6.6 Teknik Analisis Bahan Hukum. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, Teknik Deskripsi, Teknik Interprestasi dan Teknik Sistematisasi. Teknik Deskripsi digunakan untuk memaparkan isu hukum. Teknik Interprestasi digunakan
untuk
mengartikan
suatu
ketentuan
menghubungkan dengan peraturan lainnya. Mengenai
hukum
dengan
cara
Teknik Sistematisasi
digunakan untuk melakukan pengklasifikasian terhadap bahan hukum yang ada melalui proses analisis lalu dikaitkan dengan teori, konsep, serta doktrin para sarjana. Dari hasil pengolahan analisis tersebut secara runtun lalu dilakukan
39
evaluasi serta pemberian argumentasi untuk mendapatkan kesimpulan atas kedua permasalahan dalam penelitian ini.
40
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RAHASIA BANK DAN PERS
2.1 Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank 2.1.1 Pengertian dan Dasar Hukum Rahasia Bank Rahasia bank adalah salah satu wujud perlindungan hukum di bidang perbankan yang dikenal oleh dunia, terutama bagi negara yang memiliki lembaga keuangan bank. Rahasia bank wajib dipegang teguh oleh para professional. Hal ini ditujukan untuk melindungi nasabahnya. Bagi pihak bank yang membocorkan rahasia bank dapat dikenakan sanksi yang berat, baik berupa pidana maupun perdata.36 Hal ini mengakibatkan seluruh pihak yang berkaitan dengan rahasia bank menjaga rahasia bank dengan sepenuh hati. Rahasia bank berada pada titik terpenting mengingat jumlah kekayaan dari nasabah baik itu perorangan maupun badan hukum merupakan sesuatu yang harus dirahasiakan dari orang lain.37 Karena rahasia bank tersebut merupakan suatu hak pribadi atau private dari setiap subjek hukum, baik itu orang perorangan atau badan hukum. Pada Era globalisasi pemicu berkembang pesatnya lembaga perbankan salah satunya karena prinsip kerahasiaan bank yang dipegang teguh hingga saat ini, yang dikenal dengan rahasia bank. Filosofi pengaturan masalah rahasia bank ini didasarkan untuk kepentingan bank yang dalam menjalankan usahanya
36
Adolf Huala, 2004, Hukum Perdagangan Internasional, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 30. 37 Y Sri Susilo, Sigit Triandarudan, A Totok Budi Santoso, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta, hal.35. 40
41
memerlukan kepercayaan penuh dari masyarakat.38 Kerahasiaan informasi dalam kegiatan operasional bank, pada dasarnya adalah untuk kepentingan bank itu sendiri agar mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan masyarakat akan terjalin dengan harmonis bila seluruh hubungan antara masyarakat selaku nasabah dengan bank selaku pihak yang menyediakan jasa penyimpanan dana menyimpan dan merahasiakan data nasabah. hal ini membawa konsekuensi bagi bank berupa kewajiban untuk menjaga rahasia tersebut. Tindakan ini dilakukan sebagai timbal balik dari kepercayaan yang diberikan nasabah karena telah mempercayakan dananya kepada bank selaku lembaga keuangan yang menyimpan dana nasabah dan menyalurkannya ke bidang produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
sistem hukum perbankan di Indonesia, pengertian mengenai
rahasia bank umumnya ditentukan dalam undang-undang yang berkaitan dengan lembaga perbankan. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat rumusan tentang rahasia bank itupun mengalami perubahan baik pengertian dan ruang lingkupnya.39 Mengenai dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia pada mulanya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 . Mengenai definisi rahasia bank oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 ditegaskan pada Pasal 1 angka 16 bahwa, rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Definisi ini telah 38 39
Yunus Husein, op.cit, hal.88. Hermansyah, op.cit, hal.121.
42
diubah dengan definisi yang baru yang diatur di dalam Pasal 1 angka 28 UU Perbankan menegaskan bahwa, Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menganut kerahasiaan bank yang lebih luas tidak hanya menyangkut objek tetapi juga kedudukan nasabahnya, karena yang dilindungi tidak hanya nasabah penyimpan, keterangan dan keadaan keuangan serta simpanannya, melainkan juga nasabah debitor serta keadaan keuangan atau pinjamannya. Hal ini berbanding terbalik dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang mempersempit cakupan rahasia bank, hanya sebatas nasabah penyimpan dan simpanannya. Jadi diluar ketentuan tersebut bukan merupakan sesuatu yang wajib dirahasiakan oleh bank. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai siapa saja yang wajib merahasiakan atau memegang teguh rahasia bank. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, 42, 43, dan Pasal 44. Hal ini mengalami perubahan setelah berlakunya Undang-Undang Nnomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, ditentukan dalam Pasal 40 ayat (1) yang menegaskan bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42,
43
Pasal 43, Pasal 44, Pasal 44A. Ayat (2) menegaskan bahwa, ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Berdasarkan
Undang-Undang Perbankan Maksud dari segala sesuatu
yang berhubungan dengan dalam definisi tersebut, dalam penjelasan Pasal 1 angka 28 hanya disebut cukup jelas. Sedangkan diuraikan di Penjelasan dalam Pasal 40 ayat (1) adalah apabila nasabah bank adalah nasabah penyimpan serta sekaligus sebagai nasabah debitur, bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam hal kedudukannya sebagai seorang nasabah penyimpan. Dalam penjelasan ayat tersebut ditegaskan juga bahwa, keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank. berdasarkan uraian di atas, kiranya dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan keterangan yaitu informasi, yang selanjutnya wajib dirahasiakan oleh bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.40 seperti nama dan alamat nasabah, penyimpan jumlah dan jenis simpanannya, sejak kapan simpanan nasabah ditempatkan pada produk ataupun jasa bank, kapan simpanan disetorkan dengan tunai atau melalui kiriman atau transfer melalui bank yang sama atau beda bank atau lalu lintas giro atau dengan menyetor cek/bilyet giro dan sebagainya. Menurut Yunus Husein, Privasi versus kepentingan umum, memberikan ruang lingkup pengaturan ketentuan rahasia bank yang ideal, meliputi : 1. Ruang lingkup obyek rahasia bank yang diperluas, sehingga meliputi bukan hanya keadaan keuangan nasabah yang tercatat pada bank tetapi juga meliputi keadaan keuangan itu sendiri;
40
Adrian Sutedi, op.cit, hal.8.
44
2. Ruang lingkup rahasia bank yang meliputi nasabah dan mantan nasabah serta calon nasabah yang telah menjalin hubungan dengan banknya; 3. Nasabah yang harus dirahasiakan meliputi nasabah penyimpan, peminjam dana, dan nasabah pengguna jasa bank; 4. Subyek yang harus merahasiakan adalah komisaris, direksi, pegawai dan pihak terafiliasi serta siapapun juga yang memperoleh keterangan yang bersifat rahasia bank baik dengan cara yang sah maupun tidak sah; 5. Pengertian rahasia bank meliputi bank dan lembaga keuangan lainnya seperti pensiun, asuransi, perusahaan pembiayaan, modal ventura, perusahaan efek, perusahaan pedagang valuta asing; 6. Pengecualian untuk membuka rahasia bank diperluas untuk mengakomodir sebanyak mungkin kepentingan umum; 7. Memperluas transparansi informasi bank yang signifikan dengan tepat waktu kepada masyarakat.41 Menurut Yunus Husein, karena adanya suatu perbedaan kepentingan antara pribadi dan kepentingan umum maka diberikan suatu kriteria ruang lingkup pengaturan ketentuan rahasia bank yang ideal. namun seyogyanya itu perlu diperbaharui dan di sesuaikan dengan undang-undang yang baru, karena mengenai subyek yang dilindungi oleh rahasia bank saat ini hanya nasabah penyimpan. Jadi UU Perbankan saat ini mempersempit cakupan rahasia bank hanya sebatas nasabah penyimpan saja. Serta mengenai obyeknya yang dirahasiakan dan dilindungi hanya berkaitan mengenai data atau informasi yang berkaitan mengenai keuangan dari nasabah penyimpan dan identitas dari nasabah penyimpan. Kriteria ruang lingkup rahasia bank yang sesuai dengan UU Perbankan, yang dipersempit atau dibatasi, yakni menyangkut : 1. Keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. ini tidak termasuk keterangan mengenai nasabah debitor dan pinjamannya; 2. Kewajiban pihak bank dan pihak terafiliasi untuk merahasiakan keterangan tersebut, kecuali hal itu tidak dilarang oleh undang-undang; 41
Yunus Husein,op.cit,hal.265.
45
3. Situasi tertentu dalam mana informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanan boleh saja dibeberkan oleh pihak yang terkena larangan jika informasi tersebut tergolong pada informasi yang dikecualikan atau informasi nasabah penyimpan dan simpanan yang tidak termasuk dalam kualifikasi rahasia bank. 42 2.1.2 Pihak-Pihak Berkewajiban Menjaga Teguh Rahasia Bank Berdasarkan Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Perbankan, Pihak-pihak yang wajib memegang teguh rahasia bank ialah pihak terafiliasi. Pihak terafiliasi adalah pihak pihak yang turut serta membantu di dalam melaksanakan tugas-tugas operasional perbankan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan pihak terafiliasi pengaturannya ada di Pasal 1 angka 22 bahwa pihak terafiliasi adalah : a.
anggota dewan komisaris bank, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank;
b.
anggota pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c.
pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
d.
pihak yang menurut penilaian bank indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham, dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, keluarga pengurus;
42
Rachmadi usman,op.cit,hal.154.
46
a.
Anggota dewan komisaris Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan
pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi dari suatu perusahaan. Anggota dewan komisaris tunduk kepada tugas fiduciary duty sebagaimana halnya yang diwajibkan kepada direksi perseroan. apabila dewan komisaris disini ikut melibatkan diri ke dalam kegiatan suatu pengurusan perseroan, yang bersangkutan juga harus turut ikut bertanggung jawab sebagaimana tanggung jawab yuridis yang diemban oleh anggota direksi.43
sudah seyogyanya dewan komisaris bertanggung jawab,
apabila melakukan kesalahan dalam keterlibatannya untuk mengurus suatu perusahaan, dan tanggung jawab yang diemban oleh dewan komisaris disini juga sama seperti yang diemban oleh direksi. Secara umum persyaratan untuk menjadi anggota dewan komisaris sebagai berikut: 1. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank Indonesia; 2. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya; 3. Menurut penilaian bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang baik.44 Mengenai pengaturan dewan komisaris dan direksi diatur secara keseluruhan dalam Undang-Undang Perbankan pada Pasal 38 yang menegaskan: (1)
Pengangkatan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6) dan Pasal 17; Perubahan keanggotaan dewan komisaris dan direksi bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaporkan kepada bank Indonesia.
(2)
43
Jonker Sihombing, 2009, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, PT.Alumni, Bandung, hal. 29. 44 Sentosa Sembiring, op.cit, hal.18.
47
b.
Anggota Direksi bank Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Tugas dan tanggung jawab direksi dapat digolongkan menjadi dua yaitu fiduciary duty serta duty of skill and care.45 Tanggung jawab direksi yang didasarkan atas kedua hal di atas, harus dilaksanakan demi kepentingan dan tujuan perseroan.
46
Tugas Fiduciary
duty mengharuskan direksi untuk mengurus perseroan yang dipercayakan kepadanya dengan baik, jujur dan bertanggung jawab, sedangkan tugas duty of skill and care mengharuskan direksi untuk mengurus perusahaan sebagai seorang yang ahli dan jujur yang mengelola perusahaan dengan segenap kemampuannya sebagaimana layaknya apabila dia mengurus perseroan tersebut sebagai miliknya sendiri.47 Secara umum ketentuan menjadi anggota direksi dari sebuah bank harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
c.
1. Tidak termasuk di dalam daftar orang tercela di bidang perbankan sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank Indonesia. 2. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugasnya. 3. Menurut penilaian bank Indonesia , yang bersangkutan memiliki integritas yang baik, yaitu memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional bank yang sehat, dan dinilai layak dan wajar untuk menjadi anggota direksi.48 Pegawai bank 45
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Cooperate law dan eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 31. 46 Chatamarrasjid,2000, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.6. 47 Jonker Sihombing, op.cit, hal.30. 48 Jonker Sihombing, op.cit, hal.32.
48
Pegawai bank adalah semua pejabat dan karyawan bank. Pejabat bank dan karyawan bank adalah pegawai bank, yaitu orang yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas operasional bank, juga mempunyai akses terhadap informasi mengenai keadaan bank.49 Pejabat bank adalah mereka yang memiliki tanggung jawab penuh sebagai pimpinan, atau pelaksana, atau pengawas pada bank tersebut, yaitu meliputi direksi, dan anggota dewan komisaris. Sedangkan karyawan adalah mereka yang melaksanakan seluruh kegiatan operasional bank termasuk juga direksi. Seyogyanya dalam undang-undang dijelaskan secara jelas serta rinci mengenai siapa saja yang dimaksud pegawai bank. hal ini penting karena tidak seluruh pegawai bank yang bekerja pada bank, memiliki akses yang sama untuk mengetahui keterangan mengenai nasabah penyimpan serta simpanannya. misalnya saja seperti satpam, pelayan, operator telp bank, karyawan di bidang personalia, karyawan di unit logistic, supir bank. mengenai Peraturan tindak pidana rahasia bank ini tidak mungkin di berlakukan terhadap karyawan bank yang tidak memiliki akses yang sama seperti karyawan operasional bank , misalnya teller, customer service, head teller dan lainnya.
Ternyata
dalam
Undang-Undang Perbankan tidak mengatur jelas serta rinci. Selain itu juga tidak mengatur
mengenai ketentuan seorang
pegawai bank yang sudah berhenti
bekerja di bank untuk memenuhi atau terikat dengan ketentuan rahasia bank tersebut. Seyogyanya undang-undang ini menentukan bahwa kewajiban merahasiakan itu berlaku secara terus menerus walaupun tidak lagi menjadi
49
Muhamad Djumhana, op.cit.hal.151.
49
pegawai bank. namun apabila ingin ditentukan mengenai batas waktunya, seyogyanya disebut dengan tegas juga apakah itu seumur hidup atau hanya sebatas 10 atau 20 tahun setelah berhenti sebagai pegawai bank. hal ini sangat penting sebab menyangkut mengenai rahasia bank yang merupakan suatu kewajiban yang diharuskan oleh undang-undang untuk ditaati. d.
Pihak Terafiliasi lainnya Mengenai siapa saja yang dikategorikan pihak terafiliasi lainnya yaitu
yang memberikan jasanya kepada bank seperti akuntan publik, konsultan hukum, pengacara serta notaris.
2.1.3 Perubahan Mengenai Rahasia Bank di Indonesia Terbentuknya ketentuan baru di dunia perbankan, mencetak sejarah baru dalam hal mengenai ketentuan rahasia bank di indonesia serta membawa angin segar bagi dunia perbankan indonesia pada khususnya. Berkaitan dengan ini, sejarah bank di indonesia pada prinsipnya dapat dibedakan atas dua periode : a. Periode sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menganut pengertian yang sangat luas mengenai rahasia bank, yang meliputi baik itu nasabah penyimpan atau nasabah kreditur, nasabah peminjam atau nasabah debitur, serta nasabah pengguna jasa lainnya. b. Periode setelah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menganut pengertian rahasia bank yang terbatas, yaitu hanya meliputi penyimpan dan simpanannya saja. Berdasarkan penelitian kepustakaan yang dilakukan, tidak ditemukan adanya peraturan perundang-undangan Indonesia yang mengatur masalah
50
kerahasiaan bank sebelum tahun 1960.50 Pengaturan rahasia bank untuk pertama kali dilakukan pada tahun 1960 dengan keluarnya peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 23 tahun 1960 tentang rahasia bank. perubahan rahasia bank ini mengalami perubahan dari masa ke masa. Dalam ketentuan Pasal 2 dirumuskan bahwa yang dimaksud dengan rahasia bank adalah bank tidak boleh memberikan keterangan tentang keadaan keuangan langgannya yang harus dirahasiakan menurut kelaziman dunia perbankan. Berdasarkan penjelasan Pasal 2
tersebut
yang
dimaksud
langganan
disini
adalah
seseorang
yang
mempercayakan uangnya pada bank, menerima cek, bunga dari bank dan lainnya.51 Dari penjelasan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa ketentuan rahasia bank pada saat itu belum memiliki pembatasan, jadi bank melindungi keuangan langganan dalam hal ini nasabah penyimpan, nasabah debitur, serta nasabah yang menggunakan jasa-jasa bank lainnya. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan mengatur perihal rahasia bank yang diatur dalam penjelasan dari Pasal 36 dan 37 yang menegaskan bahwa rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan perlu dirahasiakan. Pasal 36 tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri karena dalam membangun sebuah bank yang sehat diperlukan kepercayaan masyarakat bagi masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. karena masyarakat hanya akan mempercayakan dan menyimpan uangnya di bank bila dari pihak bank ada 50
Yunus Husein, op.cit, hal.85. Hermasnyah, op.cit, hal.122.
51
51
jaminan, bahwa pengawasan serta pengetahuan mengenai informasi tersebut tidak disalahgunakan. Adanya ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu kejelasan bahwa bank harus memegang teguh rahasianya. Namun demikian, dalam hal untuk kepentingan umum dan Negara dapat diadakan suatu pengecualian terhadap ketentuan tersebut, dengan tidak mengurangi kepercayaan masyarakat,
bahwa
pengetahuan
tentang
simpanannya
di
bank
akan
disalahgunakan. cakupan rahasia bank tersebut masih cukup luas, dalam jangka waktu yang cukup lama dibentuklah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 25 maret 1992 serta dicantumkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1992 Nomor 31. Mengenai
penjelasannya dimuat dalam tambahan lembaran Negara
Nomor 3472. Perubahan Undang-Undang ini pun dilandasi dengan berbagai pertimbangan diantaranya menjelaskan bahwa kemajuan yang dialami oleh lembaga perbankan dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang signifikan bagi pelaksanaan pembangunan secara nasional, dan untuk menjamin berlangsungnya suatu demokrasi ekonomi.
sehingga segala
potensi inisiatif dan kreasi masyarakat dapat dikerahkan dan dikembangkan menjadi sesuatu kekuatan utama dalam proses peningkatan kemakmuran rakyat. Disinilah diperlukan pembinaan dan pengawasan perbankan serta landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang Perbankan Tahun 1967, perlu dikembangkan dan lebih disempurnakan. Dengan
52
penyempurnaan tersebut, diharapkan dunia perbankan menjadi lebih baik dan siap dalam mendukung proses pembangunan yang dihadapkan pada tantangan perkembangan perekonomian internasional. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 mengatur masalah rahasia bank dalam beberapa Pasal, antara lain : a. Bab I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 Angka 28. b. Bab VII berjudul rahasia bank dalam Pasal 40,41,42,43,44.45,47. Selanjutnya Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menegaskan bahwa bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Hal ini berarti bahwa bank dilarang untuk memberikan informasi ataupun keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan. Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menegaskan bahwa ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak terafiliasi. Sedangkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang
perbankan masih terlalu luas cakupannya, belum jelas. Sehingga hal itu belum dapat menjawab secara tuntas, permasalahan yang berkaitan dengan rahasia bank. Diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 ini bertujuan untuk memperbaiki Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan. hal ini hanya menunjukkan bahwa perubahan yang dilakukan hanya mengubah secara
53
parsial, namun cukup konkrit. Salah satu contoh konkrit perubahan serta penyempurnaan terhadap ketentuan perbankan, khususnya mengenai rahasia bank yang dilakukan itu dipandang telah cukup mampu mengantarkan kebutuhan dan tuntutan yang cukup luas mengenai diperlukannya perubahan ketentuan rahasia bank. Hal ini tentu sangat dibutuhkan demi meningkatkan kepercayaan dari masyarakat. berikut ini akan dipaparkan mengenai beberapa perubahan yang pokok pada ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, sebagai berikut: Pertama, sehubungan dengan ruang lingkup dari rahasia bank yang dipersempit yang hanya meliputi nasabah penyimpan dana atau nasabah kreditur dan simpanannya. Namun dalam penjelasan ketentuan rahasia bank saat
ini
dijelaskan, bahwa apabila nasabah bank yang bersangkutan adalah nasabah penyimpan atau nasabah kreditur dan dalam hal ini juga menjadi nasabah debitur, maka bank wajib merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam hal kedudukannya hanya sebagai seorang nasabah penyimpan. Dapat disimpulkan bahwa keterangan mengenai nasabah selain nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut undangundang. Namun sebelum adanya perubahan, cakupan ruang lingkup rahasia bank ini sangat luas, yaitu meliputi seluruh nasabah, baik itu nasabah kreditur atau penyimpan dana, nasabah
debitur atau peminjam dana, dan nasabah yang
menggunakan jasa atau produk dari bank.52
52
Yunus Husein, op.cit, hal.96.
54
Kedua, sehubungan dengan pengecualian ketentuan rahasia bank setelah adanya perubahan, ditambahkan beberapa hal, sebagai berikut yaitu: 1. Diperbolehkannya kepala badan urusan piutang dan lelang Negara/untuk meminta keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan dana. 2. Atas permintaan, persetujuan atau kuasa tertulis dari nasabah dapat membuka rahasia nasabah penyimpan dana di bank. 3. Ahli waris berhak untuk mengetahui keadaan keuangan dari orang yang mewariskan. 4. Diperbolehkannya badan pemeriksa keuangan untuk memeriksa bank, apabila bank tersebut mengelola keuangan Negara. 5. Perizinan untuk memberikan pengecualian rahasia bank oleh pimpinan bank Indonesia. izin akan diberikan sepanjang permintaan tersebut telah memenuhi ketentuan yang berlaku. Pemberian izin oleh bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap. 6. Sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan rahasia bank diperberat. Bagi pihak-pihak yang dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan yang bersifat rahasia bank, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun serta denda paling banya Rp.200.000.000.000,00 ( dua ratus miliar rupiah). Sedangkan untuk anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank dan pihak terafiliasi yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan, diancam dengan denda pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banya Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). 53 Ketentuan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tidak secara serta merta dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 , karena perubahannya hanya bersifat mengurangi atau menambah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dengan yang diatur dalam UndangUndang Nomor 10 tahun 1998, yang hingga saat ini masih menjadi sumber hukum serta peraturan perundangan pokok bagi dunia perbankan di indonesia. Bank Indonesia tepat pada tanggal 31 desember 1998 mengeluarkan surat 53
Yunus Husein,2003, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hal.203.
55
keputusan direksi bank indonesia No.31/182/KEP/DIR tentang persyaratan dan tata cara pemberian izin atau perintah membuka rahasia bank sebagai pelaksanaan Undang-Undang Perbankan. Mengenai petunjuk teknis pelaksanaan dari surat keputusan direksi bank indonesia tersebut dijelaskan lebih rinci dalam surat edaran bank Indonesia Nomor 31/20/UPPB/tertanggal 31 desember 1998. Selanjutnya dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, surat keputusan direksi tersebut digantikan dan dicabut dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tertanggal 7 september 2000. Berdasarkan
pemaparan
diatas,
perubahan-perubahan
pengaturan
ketentuan rahasia bank disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini terjadi karena adanya desakan dari kalangan masyarakat luas termasuk para ahli agar ketentuan rahasia bank diubah untuk memudahkan penyelesaian kredit macet dan tindak pidana korupsi. Sedangkan faktor eksternal disebabkan karena oleh adanya permintaan dari IMF (International Monetary Fund) untuk mengubah Undang-Undang perbankan yang mengatur mengenai ketentuan rahasia bank, seperti yang tercantum dalam Letter of intent supplementary Memorandum of economic and financial policy. Permintaan dari IMF ini yang mau tidak mau harus diikuti oleh pemerintah karena permintaan IMF ini sebagai prasyarat restrukturisasi perbankan Indonesia. hal ini juga dipicu oleh Indonesia yang banyak menerima bantuan dana dari IMF sehingga sulit untuk menolak permintaan tersebut.
56
2.1.4 Tujuan Rahasia Bank Kehidupan bank sangat tergantung kepada adanya kepercayaan masyarakat, karena masyarakat hanya akan menjadi nasabah bank yang bersangkutan apabila dari bank ada jaminan bahwa terhadap keadaan rekening atas uang yang ada pada bank tersebut dapat dipertahankan kerahasiannya.54 Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini diperlukan, baik itu untuk kepentingan bank maupun untuk kepentingan nasabah itu sendiri. Selain itu hal ini didasarkan atas Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan bank sebagai lembaga keuangan untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari nasabah yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan.55 Ketentuan tersebut menegaskan bahwa lembaga perbankan harus memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya, ketentuan ini juga berlaku bagi pihak terafiliasi dalam kegiatan operasional perbankan. 56 Ketentuan Rahasia bank ini ditujukan untuk kepentingan nasabah agar kerahasiaannya
terlindungi.
Kerahasiaan
tersebut
menyangkut
keadaan
keuangannya. Selain itu rahasia bank diperuntukkan juga bagi kepentingan bank, agar dapat dipercaya dan menjaga kelangsungan hidupnya terjaga. Di Indonesia, pengaturan rahasia bank lebih dititikberatkan pada alasan untuk kepentingan bank, sebagaimana jelas diatur di dalam Pasal 40 UU Perbankan yang menegaskan 54
Moch Anwar, 1986, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni, Bandung, hal. 85. 55 Chainur Arrasjid, 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hal.37. 56 Muhamad Djumhana, 2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 271.
57
bahwa kerahasiaan ini diperlukan untuk kepentingan bank itu sendiri yang memerlukan kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. ada 5 alasan yang mendasari kewajiban bank untuk merahasiakan segala sesuatu tentang nasabah dan simpanannya, antara lain : a. b. c. d. e.
Personal privacy Hak yang timbul dar hubungan perikatan antara bank dan nasabah Peraturan perundang-undangan yang berlaku Kebiasaan atau kelaziman dalam dunia perbankan Karakteristik kegiatan usaha bank sebagai suatu”lembaga kepercayaan” yang harus memegang teguh kepercayaan nasabah yang menyimpan uangnya di bank. 57
2.2 Tinjauan Umum Tentang Pers 2.2.1
Pengertian dan Dasar Hukum Pers Pengertian Press (inggris) atau Pers (belanda) berasal dari bahasa latin
Pressare yang berarti tekan atau cetak. Pers kemudian diartikan sebagai media massa cetak (printing media). Istilah Pers lazimnya digunakan untuk surat kabar dan majalah. Pers memiliki tiga arti, pertama wartawan media cetak. kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak.58
Pers adalah lembaga sosial
(social institution) atau lembaga kemasyarakatan yang merupakan subsistem dari sistem pemerintahan di negara di mana ia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya.59 Pers dalam arti sempit hanya terbatas pada surat kabar-surat kabar (harian), mingguan, majalah saja, atau pada umumnya yang tercetak
57
Yunus Husein, op.cit, hal.139. Masduki, op.cit, hal.105. 59 Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.87. 58
58
diterbitkan, sedang dalam arti yang luas, maka pers itu mencakup radio, televisi, dan film.60 Pers yang merupakan suatu lembaga sosial masyarakat harus mampu menyesuaikan diri kepada perubahan dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Apabila pers tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan sosial dalam masyarakat maka ia akan mati. Mati tidaknya pers atau lancarnya kegiatan operasional pers tersebut di suatu negara sangat dipengaruhi oleh sistem politik di suatu negara tempat pers beroperasi. Mengenai jenis-jenis sistem pers yang dianut oleh negara-negara di dunia dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu : 1. Authoritarian press atau pers otoritarian 2. Liberatian press atau pers libertarian 3. Soviet communist press atau pers komunis soviet 4. Social responsibility press atau pers tanggung jawab sosial.61 Khusus untuk pers indonesia tidak menganut salah satu dari keempat sistem yang diterangkan di atas. Pers di indonesia menganut sistem khas indonesia, yakni pers pancasila yang oleh dewan pers dalam sidangnya yang ke25 didefinisikan sebagai pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.62 Alasan mengapa indonesia tidak menganut salah satu teori pers barat yang dipaparkan
60
J.C.T Simorangkir, 1990, Hukum dan Kebebasan Pers, Binacipta, Jakarta, hal. 13. 61 Fred S Siebert, 1973, Four Theories of The Press, University of lllnois Press, Urbana, hal. 178. 62 Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.89.
59
tadi, karena tidak ada satupun yang sesuai dan selaras dengan falsafah hidup bangsa indonesia, gaya hidup rakyat indonesia, dan kepribadian bangsa indonesia. Dasar hukum pers di indonesia diatur dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menegaskan pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pers sebagai suatu lembaga memiliki hak kebebasan pers yang ditegaskan pada Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers bahwa, pers memiliki hak mencari, memperoleh, serta mempublikasikan informasi pada khalayak umum. Pers memiliki dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar, majalah, mingguan tabloid dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. Film teatrikal, yakni film yang diputar di gedung bioskop walaupun termasuk media komunikasi massa, tidak disebut pers sebab tidak menayangkan karya jurnalistik.63 Melalui pemaparan diatas dapat disimpulkan , pers adalah suatu lembaga atau badan atau organisasi yang menginformasikan, menyebarkan berita sebagai suatu karya jurnalistik
63
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.90.
60
kepada khayalak ramai dengan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Ciri-ciri pers adalah sebagai berikut : 1.Publisitas adalah penyebaran kepada publik atau khayalak. Karena diperuntukkan kepada khayalak, maka sifat surat kabar adalah umum. Isinya pun berkaitan dengan kepentingan umum. 2.Periodisitas adalah suatu keteraturan terbitnya surat kabar bisa satu kali sehari, bisa dua kali sehari dapat pula satu kali atau dua kali seminggu atau secara periodik. 3. Universalitas adalah kesemestaan isinya, aneka ragam, dan dari seluruh dunia. Jadi berkaitan dengan berbagai segala aspek kehidupan, tidak hanya satu sepek kehidupan saja. 4.Aktualitas adalah menurut kata asalnya berarti kini dan keadaan sebenarnya. Yaitu mengenai suatu peristiwa yang terjadi saat ini, peristiwa yang baru terjadi dan dilaporkan harus benar. Kecepatan laporan pun menjadi esensi utama, namun dilakukan tanpa mengenyampingkan pentingnya kebenaran berita. 64 Seyogyanya setiap lembaga atau badan atau organisasi yang bergerak dalam bidang informasi kepada masyarakat atau khayalak ramai memenuhi ciriciri pers yakni, publisitas, periodisitas, universalitas, dan aktualitas. Sehingga informasi yang disampaikan kepada masyarakat memiliki kualitas tinggi dan bermanfaat bagi aktivitas sehari-hari guna menunjang kegiatan dalam berbagai bidang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pada zaman globalisasi ini. Karena saat ini informasi merupakan hal yang utama dalam segala kegiatan, tanpa informasi masyarakat baik individu maupun kelompok akan sulit untuk berkembang. Semakin canggihnya teknologi membuat mudahnya mengakses segala informasi terutama melalui online namun dalam penggunaan informasi yang didapat terutama dalam dunia maya perlu diolah dan dicerna kembali, karena tidak semua informasi yang diberikan sesuai fakta ataupun kejadian sebenarnya.
64
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.92.
61
Maka dari itu saat ini masyarakat masih cenderung menggunakan media massa atau media cetak sebagai jembatan penghubung untuk mengetahui kejadian, peristiwa, atau berita terhangat yang disajikan oleh insan pers. karena kebenaran serta orisinalitasnya lebih dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan oleh insan pers. namun tidak sedikit insan pers yang melanggar kode etik dan peraturan yang berhubungan dengan pers, sehingga dikenakan sanksi oleh organisasi dan lembaga yang terkait. Oleh karena itu disinilah diperlukan agar pers lebih banyak menggali berbagai peraturan hukum sebagai filter dalam mengahadirkan informasi khusunya yang berkaitan dengan hukum agar tidak melanggar aturan yang sudah berlaku.
2.2.2 Fungsi pers Pers adalah sarana yang menyiarkan produk jurnalistik. Pada era globalisasi saat ini, fungsi pers tidak hanya sebagai pengelola berita, namun ada aspek-aspek lain dari bidang lainnya untuk isi suatu surat kabar. Karena fungsinya yang penting tersebut, maka pers tidak hanya menyiarkan informasi, tetapi juga mendidik, menghibur dan mempengaruhi agar khalayak ramai atau umum melakukan kegiatan tertentu. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1)
2)
Fungsi menyiarkan informasi adalah fungsi pers yang utama dan pertama. Informasi yang disebarkan dapat berupa peristiwa yang terjadi, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain dan sebagainya. Fungsi mendidik adalah suatu fungsi pers sebagai sarana pendidikan (mass education) dari massa ke massa, surat kabar ini memuat tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga khalayak umum bertambah pengetahuannya.
62
3)
4)
Fungsi menghibur adalah suatu fungsi pers yang sering membantu pers dalam mengimbangi berita-berita (hard news) dan artikel-artikel yang berbobot. Terkadang mengandung minat insani (human interest) dan kadang-kadang tajuk rencana. Maksud dibuatnya berita yang mengandung hiburan sebagai sarana relaksasi untuk melemaskan ketegangan pikiran setelah para pembaca dihidangkan dengan artikel dan berita yang memiliki porsi cukup berat. Fungsi mempengaruhi adalah fungsi keempat pers yang memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi pada surat kabar itu secara implisit terdapat pada berita, secara ekplisit terdapat pada tajuk rencana dan artikel.65
Pers memiliki fungsi yang pokok di suatu negara, khususnya Negara berkembang seperti Indonesia. melalui pers masyarakat bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan, baik itu informasi yang berfungsi untuk mendidik, informasi yang fungsinya menghibur, informasi yang fungsinya untuk mempengaruhi dan yang terakhir peran utamanya untuk menyiarkan informasi. Sehingga masyarakat mengetahui suatu peristiwa terkini yang terjadi, gagasan atau pendapat orang lain, apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan. fungsi pers dalam suatu masyarakat memiliki peran yang krusial, karena tanpa informasi maka masyarakat akan kekurangan informasi untuk menunjang dan meningkatkan tingkat sosialnya di masyarakat. Maka sudah seyogyanya masyarakat baik individu atau kelompok memanfaatkan media massa atau media cetak, ataupun akses internet yang saat ini marak beredar sehingga mampu bersaing dengan masyarakat lain dan meningkatkan pengetahuan bagi diri sendiri dan orang lain. Selain itu hal ini akan mampu memudahkan segala urusan maupun aktivitas yang dilakukan pemerintah,swasta ataupun masyarakat.
65
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.93-94.
63
2.2.3
Sejarah dan Perubahan Mengenai Pers di Indonesia Pers di Indonesia mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744,
dimulai dari
terbitnya sebuah surat kabar bernama bataviasche nouvelles
diterbitkan melalui usaha dari orang-orang belanda. Pada tahun 1776 terbit di Jakarta juga vendu niews yang mengutamakan diri pada berita pelelangan. Ketika menginjak ke abad 19 terbit berbagai surat kabar lainnya yang kesemuanya diusahakan oleh orang-orang belanda untuk pembaca-pembaca orang-orang belanda atau bangsa pribumi yang mengerti bahasa belanda yang pada umumnya merupakan kelompok kecil saja. Surat kabar pertama sebagai bacaan kaum pribumi dimulai pada tahun 1854 ketika majalah bianglala diterbitkan, kemudian disusul oleh bromartani pada tahun 1885, kedua-duanya di weltervedren dan pada tahun 1856 terbit soerat kabar bahasa melajoe di daerah Surabaya.66 Maraknya
berbagai
surat
kabar
yang
bermunculan
dengan
pemberitaanya yang bersifat informatif sesuai dengan situasi dan kondisi pada saat itu. Saat itu pers lebih banyak berkembang di daerah pulau jawa, hal ini dapat diketahui dan dimaklumi sebab sarana pokoknya yaitu berupa percetakan sebagai suatu sarana yang vital ada di pulau jawa. Hambatan yang muncul saat itu adalah bukan hanya sulitnya percetakan dan kurangnya kertas namun juga disertai dengan sulitnya hubungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain. Karena akses inilah menyebabkan informasi penting yang harus disampaikan pada masyarakat tertunda, sehingga tidak menjadi suatu informasi yang akurat dan faktual. 66
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.103.
64
Salah satu contohnya yaitu ketika Gunung Krakatau meletus pada tanggal 27 agustus 1883, yang menelan korban ribuan jiwa, beritanya baru dapat diterima oleh seluruh dunia pada akhir September 1883. Penyajian beritanya pun sangat tidak lengkap dan tidak karuan. Sehingga berita hangat yang seharusnya sampai pada masyarakat saat itu, baru dapat disampaikan setelah satu bulan dari tragedi tersebut. Ini menimbulkan suatu kekecewaan bagi masyarakat seluruh dunia. Hal ini dikarenakan karena berbagai bantuan baik tenaga medis, obat dan makanan tidak dapat langsung disalurkan pada saat dibutuhkan. Karena berita mengenai meletusnya gunung Krakatau baru dapat diketahui setelah sebulan terjadinya peristiwa tersebut tepatnya pada bulan September 1883. Sejarah pers pada abad 20 ditandai dengan munculnya Koran pertama milik bangsa Indonesia. modal dari bangsa Indonesia dan untuk bangsa Indonesia yakni medan prijaji yang terbit di bandung. Medan prijajai yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias raden mas djokomono ini pada mulanya yakni tahun 1907 berbentuk mingguan, kemudian pada tahun 1910 diubah menjadi harian. Tirto hadisurjo merupakan pelopor dasar jurnalistik modern di Indonesia baik dalam cara pemberitaan, pemuatan karangan, iklan dan lain-lain. Namun karena keberaniannya tirtohadisurjo alias djokomono itu karena tulisannya oleh pemerintah belanda disingkirkan dan dibuang ke pulau bacan. Lahirnya organisasi boedi oetomo yang berasaskan keagaaman dan kebangsaan mengakibatkan jumlah surat kabar semakin bertambah.67 sehingga dapat dikatakan bahwa budi oetomo menjadi salah satu pelopor tumbuhnya perkembangan surat kabar di Indonesia.
67
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.104.
65
hingga saat ini sejarah pers Indonesia mencatat budi oetomo merupakan salah satu lembaga atau organisasi penting dan utama dalam perkembangan pers di Indonesia. Setelah diumumkan mengenai proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pers di Indonesia saat itu mulai mengalami kebebasan sepenuhnya. Hal ini dapat dimaklumi sebab pemerintah atau pers sendiri belum sampai kepada pemikiran mengenai kebebasan pers. Pada tahun 1945 di Jakarta terbit asia raya yang memang diterbitkan pada zaman jepang. Baru pada tanggal 01 oktober 1945 terbit harian merdeka sebagai hasil usaha kaum buruh de unie yang berhasil menguasai percetakan.68 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1954 penguasa perang daerah atau paperda Jakarta raya tahun 1958 mengeluarkan surat keputusan yang mewajibkan semua surat kabar dan majalah untuk mendaftarkan diri sebelum tanggal 01 oktober 1958 kepada paperda supaya diberi surat izin terbit.69 Sehingga mewajibkan semua surat kabar dan majalah seluruh Indonesia memiliki S.I.T atau surat izin terbit. Pada tanggal 01 oktober 1958 dapat dikatakan sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia. kondisi ini diperparah dengan pihak penguasa berturut-turut mengeluarkan peraturan terhadap pers untuk lebih mengetatkan pengeluaran surat izin terbit serta dilakukannya pengawasan ketat terhadap pers. Karena untuk mendapatkan surat izin terbit harus memenuhi persyaratan yang cukup sulit. Setelah tahun 1965 kembalilah pers Indonesia menghirup udara alam bebas, tetapi bukan bebas ukuran seperti pers liberal. Melainkan bebas dan 68 69
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.107. Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.108.
66
bertanggung jawab, tanggung jawab pribadi, tanggung jawab sosial dan tanggung jawab nasional.70 Setiap insan pers diwajibkan dalam melakukan tugas dan fungsinya untuk berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pers. Serta tidak lupa juga dengan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku, agar tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan agama. Sehingga apabila pers melanggar peraturan atau menyalahgunakan kewenangan yang telah diberikan maka harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Baik bertanggung jawab secara pribadi, sosial dan nasional. Kemudian tepat pada tahun berikutnya yaitu pada tahun
1966
merupakan tahun bersejarah bagi kehidupan pers di Indonesia karena pada saat itu dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan pokokpokok
pers.71 Semenjak dikeluarkannya undang undang tersebut, pers di
Indonesia memiliki babak baru dan aturan dalam melaksanakan tugas-tugas serta kewenangannya yang terkait dengan pers. M.Wonohito seorang wartawan senior mengemukakan istilah pers pancasila harus tercermin dalam isi beritanya.72 Hal itu ditunjukkan dalam beritanya , apakah isi beritanya yang menunjukkan, apakah berita itu disiarkan pers pancasila atau pers yang bersistem lain. Pers pancasila tidak mungkin terlepas kaitannya dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 1982 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah dengan
70
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.110. Onong Uchjana Effendy, loc.cit. 72 Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.111. 71
67
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1967.73 Seperti diketahui bersama bahwa Pers pancasila adalah suatu sistem pers yang berlaku di Indonesia serta dijadikan suatu pedoman dalam mengemban dan melaksanakan tugas yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Disitu jelas dan tegas dinyatakan mengenai tugas, fungsi, hak dan kewajiban pers yakni dalam Pasal 2 yang menegaskan : 1. Pers nasional adalah alat perjuangan nasional dan merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatoris, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan pendorong dan pemupuk daya pikir kritis dan progresif meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia. 2. Pers nasional bertugas dan berkewajiban : a. Melestarikan dan memasyarakatkan pancasila sebagaimana termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila. b. Memperjuangkan pelaksanaan amanat penderitaan rakyat berlandaskan demokrasi pancasila; c. Memperjuangkan kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertangggung jawab; d. Menggelorakan semangat pengabdian perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, dan mempertebal rasa tanggung jawab dan disiplin nasional, membantu serta menggairahkan partisipasi rakyat dalam pembangunan; e. Memperjuangkan terwujudnya tata internasional baru di bidang informasi dan komunikasi atas dasar kepentingan nasional dan percaya pada kekuatan sendiri dalam menjamin kerjasama regional, antar regional dan internasional khususnya di bidang pers. 3. Dalam rangka meningkatkan perannya dalam pembangunan pers berfungsi sebagai penyebar informasi yang objektif, menyalurkan aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta melakukan control sosial yang kontruktif. Dalam hal ini perlu dikembangkan interkasi positif antar pemerintah, pers dan masyarakat. Pasal 2 tersebut menggambarkan tugas, fungsi, hak dan kewajiban pers termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan pancasila sebagai pedoman segala perbuatan hukum termasuk pers sehingga setiap insan pers dalam
73
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.113.
68
melakukan tugas, fungsi, hak dan kewajibannya wajib berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pers dan peraturan-peraturan lainnya. Sehingga
pers nasional mampu memenuhi tugasnya dalam memperjuangkan
kebenaran dan keadilan atas dasar kebebasan pers yang bertangggung jawab. Nantinya terwujud suatu peran dalam pembangunan pers yang memiliki fungsi sebagai penyebar informasi yang objektif, menyalurkan aspirasi rakyat, meluaskan komunikasi dan partisipasi masyarakat serta melakukan kontrol sosial yang kontruktif. Pers pancasila adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab. 74 Makna bebas dalam pers pancasila itu adalah ciri khas Indonesia, serta tidak menganut kebebasan yang lahir dari konsep kemerdekaan negatif seperti yang dianut oleh sistem komunis soviet dan sistem libertarian. Namun Pers pancasila juga tidak menganut kebebasan positif layaknya yang dianut oleh sistem tanggung jawab sosial yang lahir dari konsep kemerdekaan positif yaitu bebas untuk mencapai tujuan melalui pendapat. Pers pancasila bukan bebas dari dan bebas untuk melainkan bebas dan, yaitu bebas dan bertanggung jawab sebagaimana tercantum dalam definisi pers pancasila tadi.75 Dapat disimpulkan bahwa, nilai tanggung jawab dinyatakan secara ekplisit sebagai penekanan untuk dijadikan isyarat bagi setiap wartawan Indonesia bahwa dalam penyusunan ataupun proses pembuatan berita, esensi yang utama yang menjadi prinsip dasar adalah tanggung jawab.
74 75
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.115. Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.116.
69
Jurnalistik pembangunan atau development journalism adalah jurnalistik saat ini yang menyiarkan berita hasil pembangunan oleh media massa. 76 Bagian yang dipublikasikan tidak hanya suatu pembangunan mengenai pesan atau message yang disiarkan oleh pers, tetapi juga seluruh unsur yang juga terlibat dalam penyiaran tersebut. Menurut Spencer Crump dalam bukunya Fundamental Of Journalism menegaskan bahwa Journalism is the key to communication.
77
(jurnalisme adalah kunci untuk komunikasi) pandangan tersebut mengibaratkan bahwa, jurnalistik disini
diibaratkan sebagai kunci pembuka suatu
saluran
informasi. Jadi Tanpa kunci yang sesuai, pintu tak akan terbuka. hal ini juga berarti bahwa tanpa jurnalistik yang tepat informasi tak akan tersalurkan. Seluruh Informasi yang mengalir selalu ada sumbernya, serta ada tujuannya dan ada sarana yang mengatur penyalurannya, yang keseluruhannya saling terjalin kaitmengait antara satu dengan yang lain, bukan saja unsur-unsur tersebut, tetapi juga dengan faktor-faktor yang berkaitan antara yang satu dengan yang lain.
76
Onong Uchjana Effendy, op.cit, hal.121. Spencer Crump,1974, Fundamentals of Journalism, Mcgraw Hill Book Company, Toronto,New York, hal.341. 77
70
BAB III PENGATURAN RAHASIA BANK DENGAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PERS
3.1 Pengaturan Rahasia Bank Menurut Undang-Undang Perbankan Undang-Undang Perbankan merupakan peraturan atau ketentuan yang mengatur segala sesuatu menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha. Salah satu hal penting yang diatur dalam Undang-Undang perbankan adalah rahasia bank. Rahasia bank merupakan salah satu cara bank dalam menjamin dana nasabah. Dana nasabah yang kini dijamin menurut undang-undang hanya khusus nasabah penyimpan dan simpanannya. Pihak bank diharapkan menjaga teguh ketaatan terhadap rahasia bank. Pihak-pihak yang dimaksud diantaranya yaitu anggota dewan komisaris, direksi, pegawai dan pihak terafiliasi. Pihak yang dimaksud diharapkan dapat menjaga nama baik lembaga bank yang berkedudukan sebagai lembaga kepercayaan. Rahasia bank sendiri merupakan salah satu kewajiban yang wajib dilaksanakan oleh pihak bank. Kewajiban menjaga kerahasiaan tersebut tidak bersifat absolut. Ada alasan-alasan khusus yang menjadi syarat utama dalam membuka kerahasiaan bank tersebut. Leden Marpaung sehubungan dengan rahasia bank mengemukakan bahwa penerobosan rahasia bank telah diatur tata caranya.
70
71
Seperti pendapat Leden Marpaung, rahasia bank dapat dibuka bila ditujukan untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.78 Tentunya disesuaikan dengan perintah undang-undang untuk merahasiakan dan membuka kerahasiaan bank. Penegasan ketentuan tersebut dapat dijumpai di Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 bahwa, bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44. Pada rahasia bank, seperti yang diketahui bahwa dari keterangan yang ada di bank dapat diketahui mengenai kegiatan seseorang, dimana saja berada pada waktu tertentu, majalah apa yang dibacanya, pola konsumsinya, organisasi yang dimasukinya atau disumbangnya.
Dengan
perkataan lain bahwa dokumen nasabah yang ada di bank merupakan cermin diri sang nasabah.79 Berdasarkan undang-undang ini, ketentuan mengenai pembukaan rahasia bank dapat dibuka bila berkaitan dengan pajak, peradilan, perkara perdata antara bank dan nasabahnya dan dalam rangka tukar menukar informasi bank. melalui uraian diatas, dapat diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tidak hanya melindungi nasabah penyimpan, nasabah debitur serta dalam hal pembukaan informasi dapat dibuka sepanjang sesuai dengan empat hal yang
78
Leden Marpaung,1993, Kejahatan Perbankan, Erlangga, Jakarta,
hal.42. 79
Roberts Ellis Smith, 1979, Privacy How to Protect What Left of It, Anchor Press, New York, hal.39.
72
dikecualikan tersebut. Sepanjang tidak disebutkan dalam pengecualian maka informasi tidak dapat dibuka dengan alasan apapun. Saat ini Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 telah mengalami
perubahan secara parsial namun cukup konkrit. Berkaitan dengan kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank , maka ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menegaskan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42A, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. melalui penegasan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa, saat ini Undang-Undang
perbankan
hanya
melindungi
nasabah
penyimpan
dan
simpanannya, untuk pengecualian mengenai pembukaan rahasia bank mengalami penambahan perubahan yaitu berupa untuk penyelesaian piutang lelang negara, permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan dan berkaitan dengan waris. Undang-Undang Perbankan tidak secara mutlak menutup segala akses informasi tanpa pengecualian apapun. Melalui uraian ketentuan diatas diketahui bahwa peraturan tersebut dikecualikan untuk beberapa
alasan serta tujuan
tertentu. Peraturan perbankan Indonesia dikaitkan dengan rahasia bank menganut teori relatif atau nisbi. Teori relatif atau nisbi menegaskan bahwa, bank boleh membuka rahasia atau memberi keterangan mengenai nasabahnya, apabila untuk kepentingan yang mendesak, misalnya untuk kepentingan Negara atau
73
kepentingan hukum.80 Mengenai kata kecuali yang ditegaskan oleh Pasal 40 ayat (1)
adalah suatu pembatasan mengenai berlakunya rahasia bank. mengenai
keterangan yang disebutkan dalam pasal-pasal yang dikecualikan itu, dalam hal ini bank boleh mengungkapkannya (tidak merahasiakannya).81 Berkaitan dengan dimungkinkannya diterobosnya kerahasiaan bank yang ditegaskan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Perbankan adalah sebagai berikut : 1. Untuk Kepentingan Perpajakan ( Pasal 41) 2. Untuk penyelesaian piutang bank (Pasal 41 A) 3. Untuk Kepentingan peradilan pidana (Pasal 42) 4. Untuk penyelesaian peradilan perdata antara bank dan nasabah (Pasal 43 5.Untuk tukar menukar informasi antar bank (Pasal 44) 6. Untuk kepentingan pihak lain atas persetujuan nasabah (Pasal 44A ayat (1) 7. Untuk kepentingan pewarisan (Pasal 44A ayat (2). Mengenai kemungkinan penerobosan rahasia bank seperti sudah ditegaskan oleh undang-undang
bahwa untuk kepentingan perpajakan, untuk
penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urusan piutang lelang Negara/panitia urusan piutang Negara, dan untuk kepentingan peradilan diwajibkan bagi pihak tersebut untuk terlebih dahulu memperoleh izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank Indonesia. hal ini ditegaskan oleh Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a, huruf b, huruf c, wajib terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin
80
Hermansyah,op.cit,hal.121. Abdul Kadir Muhammad, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.420. 81
74
tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank indonesia. Prosedur ini dijalankan demi menjaga kepercayaan nasabah. Ketika membuka informasi rahasia
bank
dianggap
penting,
seyogyanya
diharapkan
mencantumkan
keterangan-keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat yang dapat mendukung untuk membuka rahasia bank yaitu berupa seluruh informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Beberapa alasan dan tujuan lain dari yang disebutkan diatas, juga dapat menjadi alasan untuk membuka informasi rahasia adalah untuk kepentingan perkara perdata antara bank dan nasabahnya, untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank, untuk dan atas permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan serta untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan yang telah meninggal yang dilakukan oleh ahli waris yang sah. Mengenai keempat kepentingan diatas rahasia bank dapat dibuka tanpa memerlukan ijin tertulis dan perintah dari pimpinan bank Indonesia. Pernyataan tersebut
sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank
Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank bahwa pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf d, huruf e, huruf f, dan g tidak memerlukan perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank indonesia. Melalui pemaparan tersebut, dapat diketahui kedua belah pihak baik itu bank dan nasabah wajib untuk mentaati peraturan perbankan yang berlaku berkenaan dengan rahasia bank. Namun untuk beberapa permasalahan yang terkait dengan perkara perdata tidak memerlukan izin dari
75
nasabah yang bersangkutan dikarenakan untuk melindungi pihak bank, dalam hal ini apabila bank sebagai kreditur dan nasabah selain sebagai nasabah penyimpan juga sebagai nasabah debitur yang meminjam dana di bank. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir debitur nakal yang mencoba untuk melakukan hal-hal yang tentunya dapat merugikan pihak bank. Sehingga apabila antar bank ingin melakukan tukar menukar informasi diperbolehkan asal jelas tujuan serta kegunaan informasi yang akan dicari. Ketaatan terhadap kerahasiaan informasi nasabah sesuai dengan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu wujud keadilan bagi nasabah, yang tidak lain merupakan hak nasabah sudah diatur di dalam undangundang. Sepanjang rahasia bank dibuka sesuai alasan yang ditegaskan dalam pengecualian undang-undang maka itu dianggap benar dan
adil bagi pihak
nasabah sesuai teori keadilan niaga atau keadilan komutatif. Dalam dunia bisnis, keadilan niaga sering disebut dengan keadilan tukar menukar. Keadilan tukar ini berupa pemenuhan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak secara proporsional. Para pihak yang dimaksud adalah bank dan nasabah. apabila rahasia bank dibuka untuk kepentingan lainnya diluar dari yang telah disebutkan diatas, oleh para pihak yang tidak masuk ke dalam ruang lingkup rahasia bank, serta tanpa membawa perintah atau izin dari pimpinan bank indonesia ini dikategorikan pelanggaran rahasia bank. dikategorikan sebagai pelanggaran karena telah melanggar rahasia bank dalam Undang-Undang perbankan.
Bank sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat, yang menyediakan jasa penyimpanan dinilai
76
telah gagal memberikan rasa keadilan bagi nasabah. Karena sesuai konsep kerahasiaan bank yang dikemukakan oleh Sentosa Sembiring, salah satu kewajiban bank adalah untuk menjamin kerahasiaan identitas nasabah penyimpan beserta dengan dana yang disimpan pada bank, kecuali kalau peraturan perundang-undangan menentukan lain. Seyogyanya bank dalam melangsungkan usahanya menerapkan prinsip-prinsip perbankan untuk menjamin kelangsungan usaha suatu bank. Jadi berkaitan dengan pers yang mempublikasikan informasi rahasia bank, dianggap telah melakukan pelanggaran. Pertama pihak pers, tidak dikategorikan masuk dalam pengecualian Undang-
Undang. Kedua, pihak pers
tidak membawa perintah atau izin tertulis untuk membuka rahasia bank dari pimpinan bank indonesia.
Ketiga,
informasi yang dipublikasikan oleh pers
adalah informasi nasabah penyimpan murni yang tidak bermasalah. Keempat, pers dianggap telah melanggar ketentuan rahasia bank sehingga merugikan pihak bank dan nasabah bank. hal ini membuat nasabah kehilangan kepercayaan pada bank. a. Untuk Kepentingan Perpajakan Berdasarkan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, untuk kepentingan perpajakan pimpinan bank Indonesia atas permintaan menteri keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan kepada pejabat pajak. Melalui isi Pasal 41 tersebut telah terlihat bahwa, apabila pihak dari pajak ingin mengetahui keadaan keuangan nasabah penyimpan dari suatu bank harus seijin dari pimpinan bank Indonesia. Hal ini baru dapat dilakukan atas permintaan dari
77
menteri keuangan kepada pimpinan bank Indonesia. sehingga apabila prosedur yang ditentukan oleh undang-undang sudah sesuai, dan disetujui serta dianggap lengkap maka nantinya dari pihak bank yang bersangkutan, akan senantiasa mengeluarkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan kepada pejabat pajak. Dalam ketentuan rahasia bank untuk kepentingan perpajakan ditentukan beberapa unsur yang wajib dipenuhi oleh pemohon agar rahasia bank dapat dibuka atau diungkapkan, kriterianya adalah sebagai berikut : 1. Untuk kepentingan perpajakan 2. Atas permintaan tertulis menteri keuangan 3. Atas permintaan tertulis pimpinan bank Indonesia 4. Dilakukan oleh bank dengan memberikan keterangan dengan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan yang namanya disebutkan dalam permintaan tertulis menteri keuangan. 5. Kepada pejabat pajak yang namanya disebutkan dalam perintah tertulis pimpinan bank Indonesia. 82 Pembukaan rahasia bank ini digunakan untuk proses pemeriksaan dan penyidikan perpajakan, serta harus atas permintaan tertulis menteri keuangan yang nantinya ditujukan kepada pimpinan bank Indonesia. adapun untuk kepentingan perpajakan pimpinan bank Indonesia dapat mengeluarkan izin, jika permintaan tertulis oleh menteri keuangan mencantumkan data sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank sebagai berikut : a. Nama, dan jabatan pejabat pajak;
82
Abdul kadir Muhammad, op.cit, hal.421.
78
b. Nama nasabah penyimpan wajib pajak yang dikehendaki keterangannya; c. Nama kantor bank tempat nasabah menyimpan simpanannya; d. Keterangan yang diminta; e. Alasan yang diperlukan.83 Ketentuan mengenai rahasia bank yang berkaitan dengan pajak atau untuk kepentingan pajak sendiri dijadikan suatu landasan bagi pihak pajak di dalam bertindak cepat. Walaupun demikian, tetap saja pihak pajak wajib untuk mematuhi segala peraturan serta prosedur yang di isyaratkan oleh undang-undang, serta hal-hal penting apa saja yang harus diperhatikan agar tetap mematuhi Undang-Undang Perbankan. Ini dilakukan karena rahasia bank merupakan area atau wilayah yang cukup private bagi setiap subjek hukum, sehingga hal ini perlu dilindungi dan diperhatikan. b.
Untuk Kepentingan Penyelesaian Piutang Bank Sesuai isi dari Pasal 41 A Undang-Undang Perbankan menegaskan
bahwa, untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada badan urusan piutang lelang Negara, pimpinan bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan piutang negara untuk memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah debitur.
Dari
penegasan Pasal 41 A tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa seluruh keterangan atau bukti-bukti tertulis mengenai simpanan nasabah debitur dapat diperoleh atas seijin pimpinan bank Indonesia. dalam hal ini izin tersebut baru akan diperoleh ketika kepala badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan piutang Negara mengajukan suatu permintaan tertulis kepada pimpinan
83
Sentosa sembiring, op.cit, hal.40.
79
bank Indonesia. Tentunya disesuaikan dengan prosedur yang telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan tepatnya pada Pasal 41 A ayat (2) UndangUndang Perbankan. Selain itu permintaan dari kepala badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan piutang Negara sesuai ketentuan Pasal 41 A ayat (3) menegaskan bahwa permintaan sebagaimana dimaksud harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat badan urusan piutang dan lelang Negara/panitia urusan piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keuangan. Selain dalam Undang-Undang Perbankan yang mengatur mengenai rahasia bank yang berkaitan dengan lelang, ada peraturan perbankan lain yang juga mengatur mengenai proses ini. Peraturan tersebut adalah Peraturan Perbankan Indonesia yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. Berdasarkan Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank menegaskan bahwa, untuk penyelesaian utang piutang melalui BUPLN akan diberikan oleh pimpinan BI jika ada permohonan tertulis dari kepala BUPLN dengan mencantumkan: a) b) c) d) e)
84
Nama dan jabatan pejabat BUPLN/PUPN Nama nasabah debitur yang mempunyai simpanan Nama kantor bank tempat nasabah debitur mempunyai simpanan Keterangan yang diminta, dan alasan yang diperlukan.84
Sentosa Sembiring, op.cit.hal.41.
80
c. Untuk kepentingan Peradilan Berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, pimpinan bank indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa,hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. sesuai amanat undang-undang, bahwa apabila ada keperluan mendesak yang diharuskan, untuk mendukung proses penyelidikan serta penyidikan dalam rangka mengungkap perkara pidana. para penegak hukum disini baik itu terdiri dari polisi, jaksa serta hakim dapat memperoleh keterangan mengenai surat-surat atau bukti lain berupa keterangan mengenai simpanan tersangka atau terdakwa yang ditujukan untuk kepentingan peradilan. keterangan yang diperlukan itu harus atas seijin dari pimpinan bank Indonesia, sesuai dengan perintah undang-undang. Sebagaimana telah disebutkan bahwa penegak hukum baik itu polisi, jaksa serta hakim dapat memperoleh keterangan berupa data nasabah dan simpanannya. peraturan ini merupakan salah satu landasan bagi penegak hukum lain dalam mengungkap kebenaran dari suatu perbuatan hukum. hal tersebut baru dapat diproses dengan syarat, izin ini baru diberikan apabila dibuat secara tertulis oleh kepala kepolisian republik Indonesia, jaksa agung atau ketua mahkamah agung. Sebagaimana sudah ditegaskan dalam Pasal 42 ayat (2) UU Perbankan bahwa, izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari kepolisian republik Indonesia, jaksa agung atau ketua mahkamah agung. Setelah prosedur dipenuhi dan diminta oleh salah satu pihak seperti yang disebutkan berbentuk tertulis, maka diajukan kepada pimpinan bank
81
Indonesia, dilihat kelengkapan prosedur, surat-surat pendukung serta bukti-bukti pendukung, agar dapat diproses dan rahasia bank dapat dibuka. Tentunya tetap pimpinan bank Indonesia memverifikasinya sesuai pedoman yang ada dengan menggunakan ketentuan yang berlaku sebagai syarat dibukanya rahasia bank. Mengenai permintaan dari salah satu penegak hukum baik itu dari kepala kepolisian republik Indonesia, jaksa agung, serta ketua mahkamah agung mengenai rahasia bank yang diperlukan untuk penyelesaian suatu proses perkara pidana untuk kepentingan peradilan maka harus dilakukan secara tertulis dan mencantumkan beberapa syarat penting sebagaimana yang sudah dimuat di dalam peraturan bank Indonesia Nomor : 2/19/PBI /2000 tentang persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank pada Pasal 6 ayat (4) yang menegaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya : a) b) c) d) e)
Nama, pangkat, NRP/NIP dan jabatan jaksa, polisi atau hakim Nama tersangka/terdakwa yang mempunyai simpanan Nama kantor bank tempat tersangka/terdakwa mempunyai simpanan Maksud pemeriksaan atau alasan diperlukannya keterangan dan Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. 85
d. Untuk kepentingan perkara perdata antara bank dengan nasabah Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Undang-undang di sini jelas menegaskan bahwa bank dapat membuka keadaan keuangan dalam hal bersengketa dengan nasabah. 85
Sentosa sembiring, op.cit, hal.43.
82
Menurut undang-undang dan peraturan perbankan Indonesia lainnya, ketentuan rahasia bank yang berkaitan dengan kepentingan perkara perdata antara bank dan nasabah tidak diatur secara lengkap, jelas, dan rinci mengenai prosedur ataupun izin untuk mendapatkan rahasia bank oleh pimpinan bank Indonesia. e. Untuk kepentingan tukar menukar informasi antar bank Sesuai penegasan dari Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Perbankan yang menegaskan bahwa dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. Melalui ketentuan terebut dapat diketahui bahwa tujuan tukar menukar informasi antar bank melalui direksi yaitu untuk mengamankan, memperlancar, melindungi, dan menjamin berlangsungnya kegiatan operasional bank yang baik, sehingga dapat mencegah hal-hal yang tidak diinginkan salah satunya seperti adanya kredit rangkap, serta mengetahui mengenai suatu keadaan serta status dari bank lain. Hal ini dilakukan untuk menilai tingkat resiko yang akan dihadapi oleh suatu bank, dalam hal bank melakukan suatu transaksi baik antara bank ataupun nasabah dari bank lain. Hal ini dilakukan atas perintah undang-undang, yang tepatnya ada pada Pasal 32 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia yang menegaskan bahwa, bank Indonesia mengatur dan mengembangkan sistem informasi antar bank. Sistem informasi antar bank yang dimaksud disini bertujuan untuk memperlancar serta mengamankan kegiatan usaha bank. Informasi bank yang dimaksud diantaranya:
83
a) Informasi bank, untuk mengetahui keadaan dan status bank; b) Informasi kredit, untuk mengetahui status dan keadaan debitur bank guna mencegah penyimpangan dan pengelolaan kredit: c) Informasi pasar uang, untuk mengetahui tingkat suku bunga dan kondisi likuiditas pasar. Guna mengembangkan sistem informasi antar bank seperti yang telah ditentukan oleh undang-undang dapat dilakukan dan diperluas dengan menyertakan lembaga lain sesuai amanat dari undang-undang, yang sudah ditegaskan dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia. perluasan suatu sistem informasi kepada bank lain ini di bidang keuangan dimaksudkan serta diperlukan, karena adanya keterkaitan antar kegiatan usaha bank dan lembaga lain tersebut. Mengenai proses penyelenggaraannya, sistem informasi sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan ini dapat dilakukan sendiri oleh bank Indonesia dan atau pihak lain dengan persetujuan bank Indonesia. Proses sistem informasi yang berkaitan dengan tukar menukar informasi yang dilakukan sendiri oleh bank Indonesia kini didukung dengan adanya surat keputusan direksi bank Indonesia Nomor 27/6/UPB pada tanggal 25 januari 1995 yang menegaskan dengan
tukar menukar informasi antar bank merupakan
permintaan pemberian informasi keadaan kredit yang diberikan bank kepada debitor tertentu serta keadaan status suatu bank. tukar menukar informasi antar bank ini hanya dapat dilakukan oleh anggota direksi atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan internal dari bank bersangkutan.
84
Berkaitan dengan informasi tukar menukar bank yang dilakukan oleh direksi, maka permintaan informasi bank dibagi ke dalam 2 bagian : I.
Permintaan informasi antar bank yaitu suatu bank dapat meminta informasi kepada bank lainnya yang berkaitan dengan keadaan debitor tertentu yang dilakukan secara tertulis, yang dalam hal ini dilakukan oleh direksi bank dengan menyebutkan dan menjelaskan secara jelas dan rinci tujuan dari penggunaan informasi yang dimaksudkan.86 suatu informasi yang berkaitan dengan suatu keadaan kredit dapat dikeluarkan oleh : a.
Bank umum kepada bank umum
b.
Bank perkereditan rakyat kepada bank perkreditan rakyat. Selanjutnya
bank
yang
nantinya
diminta
informasi
wajib
memberikan informasi secara tertulis sesuai dengan keadaan yang real atau nyata. Kemudian bagi nasabah yang masih tercatat sebagai debitor aktif (nasabah aktif) diwajibkan untuk menegaskan bahwa nasabah yang dimaksud adalah nasabah atau debitur bank yang bersangkutan. Bagi nasabah yang tidak dicatat lagi sebagai debitur aktif informasinya berupa : a. Data debitur b. Data pengurus c. Data agunan d. Data jumlah fasilitas kredit yang diberikan e. Data keadaan koletibilitas terakhir
86
Rachmadi usman, op.cit.hal. 162-163.
85
Setelah itu maka bank peminta informasi harus merahasiakan data informasi yang diminta. Data informasi yang bersifat rahasia tersebut ditujukan hanya untuk digunakan sesuai dari tujuan penggunaan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penggunaan data tersebut, yang disebutkan dalam surat permintaan informasi. Kemudian apabila ada bank yang melanggar, yang tidak menggunakan data tersebut sesuai tujuan seperti yang tercantum dalam surat permintaan informasi, maka bank tersebut akan dikenakan sanksi administratif, dan hal ini dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. Disinilah diperlukan langkah-langkah kehati-hatian yang perlu diterapkan oleh lembaga perbankan. II. Permintaan informasi melalui bank Indonesia. Permintaan informasi melalui bank Indonesia dapat dilakukan oleh bank untuk mengetahui informasi mengenai nasabah debitur. Informasi ini didapat dengan cara mengajukan permintaan tertulis, dengan menyebut penggunaan informasi yang akan diminta. Informasi mengenai bank yang diminta melalui bank Indonesia tersebut terdiri dari : a. Nomor, tanggal akta pendirian, dan izin usaha b.Status atau jenis usaha c. Tempat kedudukan d.Susunan pengurus e. Permodalan f. Neraca yang diumumkan g.Pengikutsertaan dalam kliring dan
86
h. Jumlah kantor bank. Apabila ada bank yang tidak mengindahkan ketentuan ini maka bank tersebut akan dikenakan sanksi, berupa sanksi administratif yang dalam hal ini dapat menurunkan tingkat kesehatan bank. sehingga dalam hal ini bank akan selalu berusaha untuk menjaga rahasia bank dan segala aturan yang berlaku. f. Untuk kepentingan Pihak lainnya yang ditunjuk langsung oleh nasabah dan untuk kepentingan waris Berbicara mengenai kepentingan pihak lain yang ditunjuk langsung oleh nasabah dalam undang-undang diatur oleh Pasal 44A ayat (1) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah penyimpan tersebut. mengenai kepentingan pihak lain untuk kepentingan waris maka diatur di dalam Pasal 44A ayat (2) Undang-Undang Perbankan menegaskan bahwa, dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut. Melalui penegasan Pasal tersebut dapat diketahui apabila ada pihak lain yang berkepentingan yaitu ahli warisnya sesuai dengan surat-surat yang dapat ditunjukkan dan dibuktikan kepada bank, bahwa pihak yang berkepentingan memang benar merupakan ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang menyimpan dananya di bank. Setelah dapat dibuktikan barulah keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan bisa dikeluarkan.
87
Berdasarkan uraian diatas,
Pengaturan kerahasiaan bank menurut
Undang-Undang perbankan sudah jelas hanya melindungi nasabah penyimpan dan simpanannya. Kerahasiaan bank hanya dapat dibuka, jika sudah sesuai dengan alasan dan tujuan pengecualian yang tercantum dalam undang-undang. Selain itu kerahasiaan dapat dibuka bila nasabah penyimpan bermasalah atau dengan kata lain masuk ke dalam ruang lingkup yang dikecualikan. Kemudian informasi dapat dibuka, bila atas seizin dari pimpinan bank indonesia. Sepanjang tidak diatur dalam undang-undang bukan merupakan kerahasiaan bank. Berkaitan dengan pengaturan rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang pers, pers tidak masuk ke dalam ruang lingkup pengecualian yang ditegaskan undang-undang. meskipun dalam ketentuan pers mengatur dan menentukan pers dapat mencari, memperoleh, menyimpan dan mempublikasikan informasi. Sepanjang informasi tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang dikecualikan
dalam
ketentuan
rahasia
bank.
sehingga
apabila
pers
mempublikasikan informasi berkaitan dengan ketentuan rahasia bank dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang perbankan.
kerahasiaan informasi data nasabah penyimpan harus dijamin terkait
dengan Undang-Undang pers. Pers dapat mempublikasikan informasi nasabah bila nasabah tersebut bermasalah atau masuk ke dalam pengecualian yang disebutkan oleh undang-undang. Serta informasi tersebut memang sudah dipublikasikan oleh pihak-pihak yang dimaksud dalam pengeculian undangundang. Namun tetap merahasiakan data-data privacy dari nasabah.
88
Selain itu pihak bank sebagai pihak pelaksana kewajiban merahasiakan rahasia bank, dinilai telah
gagal dalam menjalankan kewajibannya. Karena
dianggap tidak mampu, sehingga informasi rahasia bank yang seyogyanya rahasia, dapat dipublikasikan pers. Hal ini menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah. Berdasarkan teori keadilan niaga, bank dianggap telah gagal menerapkan asas prudential banking , sehingga hak nasabah untuk dirahasiakan tidak dapat dipenuhi. Tidak terwujudnya keadilan tukar menukar dalam bentuk pemenuhan hak dan kewajiban antara pihak bank dan nasabah menimbulkan suatu ketidakadilan bagi pihak nasabah. Hal ini tentunya akan berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan nasabah pada bank. Selain itu pihak nasabah yang merasa dirugikan terhadap keterangan yang diberikan oleh bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44 berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika terdapat kesalahan dalam keterangan yang diberikan sesuai yang sudah ditegaskan dalam Pasal 45 Undang-Undang Perbankan.
3.2
Kewajiban Good Corporate Governance bagi perbankan Perkembangan perbankan yang kian pesatnya menimbulkan suatu
persaingan usaha yang begitu dinamis, sehingga memicu bank-bank yang masih produktif untuk aktif mengembangkan usahanya agar efektif dan efisien di dalam menjaga kestabilan usahanya serta memajukan kelangsungan usaha suatu perusahaan perbankan. Kelangsungan hidup dari perbankan tentunya tidak lepas dari peran penerapan Good Corporate Governance atau sering dikenal dengan
89
tata kelola perusahaan yang baik, khususnya bagi dunia perbankan. Good corporate governance ini telah menjadi isu sentral di sejumlah Negara sejak beberapa tahun terakhir ini. Ini juga dilatarbelakangi oleh permasalahan yang terkait dengan keuangan di kawasan asia, adanya berbagai skandal keuangan di belahan dunia, trend industri pasar modal, kegiatan korporasi, serta tuntutan akan pentingnya transparansi dan independensi.87 Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum yang menjadi landasan hukum di sektor perbankan. Ditegaskan dalam peraturan bank Indonesia tersebut bahwa good corporate governance adalah suatu tata kelola perusahaan dalam hal ini
bank
yang
menerapkan
prinsip-prinsip
keterbukaan
(transparency),
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). good corporate governance diterapkan bagi usaha perseroan, terutama berkaitan dengan adanya kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban dari direksi pada RUPS. Vanderloo memberikan pengertian corporate governances sebagai berikut: Corporate governance refers to those procedure established within a company’s organization that allow director oversight of key officer decisions, provide disclosure of material facts to investor and other stakeholders, and allow for efficient and accurate decision making within the organization. Corporate governance describes”the legal rules relating to the perspective powers and duties of directors, officer and
87
Dorojatun, 2004, Pentingnya governance, PPH, Jakarta, hal.11.
good governance pada government
90
stakeholders”.88 (tata kelola perusahaan mengacu pada prosedur yang ditetapkan dalam organisasi perusahaan yang memungkinkan pengawasan direktur keputusan pejabat yang berwenang, memberikan pengungkapan fakta material kepada investor dan stakeholder lainnya, dan memungkinkan untuk pengambilan keputusan yang efisien dan akurat dalam organisasi. Tata kelola perusahaan menggambarkan aturan hukum yang berkaitan dengan kekuasaan perspektif dan tugas direktur, pejabat, dan para pemangku kepentingan). Definisi Corporate governance diatas mengacu pada suatu prosedur yang dibuat dalam suatu perusahaan untuk memberikan kewenangan kepada direksi dalam memberitahukan fakta-fakta yang materiil kepada investor dan para pihak yang memiliki kepentingan lain (stakeholders). Hal ini dilakukan agar di dalam mengambil dan membuat keputusan penting yang sesuai dengan tujuan (goals) perusahaan dibuat secara efisien dan pelaksanaannya dilakukan secara akurat. Sehingga memenuhi good corporate governance pada suatu perusahaan khususnya pada dunia perbankan.
Sebuah good corporate governance pada
dasarnya mengandung prinsip-prinsip transparency, fairness, responsibility, dan accountability. 89 Awal mula dari good corporate governance di dunia perbankan berawal dengan terbitnya ketentuan the basel committee on banking supervision tentang standard penerapan good corporate governance principles untuk perbankan. Basel committee on banking supervision telah mengidentifikasi 6 kategori informasi yang perlu diungkapkan kepada masyarakat untuk membantu pencapaian tingkat keterbukaan bank yang memuaskan yaitu : 88
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007, Good corporate governance serta perkembangan pemikiran dan implementasinya di Indonesia dalam perspektif hukum, Kreasi Total Media, Yogyakarta,hal.62. 89 Anis Baridwan, 2004, ketentuan pasar modal dalam penegakan good corporate governance, PPH, Jakarta, hal.62.
91
1) Kinerja keuangan; 2) Posisi keuangan (termasuk permodalan, solvabilitas, dan likuiditas); 3) Praktek dan strategi manajemen resiko; 4) Risk exposure (termasuk resiko kredit, resiko pasar, resiko likuiditas, dan resiko operasional, hukum dan lainnya) ; 5) Kebijakan akuntansi ; 6) Bisnis dasar, informasi tentang corporate governance dan manajemen.90 Bank
Indonesia juga telah menerapkan prinsip good corporate
governance bagi perbankan di Indonesia yang dikaitkan dengan transparency, fairness, responsibility, dan accountability sesuai dengan yang ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (6) PBI No. 8/12/PBI/2006 tanggal 30 januari 2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum. Penjabaran dari good corporate governance pada kegiatan perbankan mencakup : 1. Keterbukaan (transparency) bagi perbankan meliputi beberapa aspek yang mencakup : - Keharusan pengungkapan informasi secara tepat waktu, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan; - Hal-hal yang secara minimal harus diungkapkan, termasuk tetapi tidak terbatas pada visi, misi, dan kondisi keuangan; - Keharusan memiliki kebijakan tertulis yang dapat dikomunikasikan dengan stakeholder; - Keterbukaan tidak mengurangi kewajiban merahasiakan menurut Undang-Undang. 2. Akuntabilitas (accountability) dapat dijabarkan pada bank dalam bentuk : - Adanya tanggung jawab masing-masing organ organisasi dalam bank yang dibuat secara jelas; - Perlunya kompetensi dari seluruh jajaran pegawai bank; - Check and balance system dalam organisasi perbankan antara direksi dan dewan komisaris; - Adanya ukuran kinerja yang jelas bagi seluruh unit pegawai. 3. Tanggung jawab (responsibility) yang dicerminkan pada - Menaati dan melaksanakan prudential banking practices; - Menjadikan bank sebagai warga perusahaan yang baik (good corporate citizen). 90
Zulkaranain Sitompul, 2005, Problematika Perbankan, books terrace and library, Bandung, hal.178.
92
4. Independensi (independency) untuk perbankan Indonesia dijadikan sebagai prinsip yang ditonjolkan karena di anggap penting dalam rangka penyehatan perbankan. Independensi dimaksud dapat dijabarkan dalam dua hal penting yaitu : - Menghindari dominasi tidak wajar dari stakeholder manapun dan tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak (conflict of interest); - Keputusan diambil secara objektif dan bebas dari segala tekanan pihak manapun. 5. Kewajaran (fairness) dilaksanakan melalui dua aspek penting yaitu : - Asas kesetaraan dan kewajaran yang berlaku untuk semua stakeholder (equal treatment).; - Kesempatan akses informasi yang sama untuk semua stakeholder, sesuai dengan fungsinya masing-masing.91 Melalui uraian diatas, Good corporate governance diharapkan mampu meningkatkan mekanisme checks and balance di suatu perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak di bidang pengelolaan dana masyarakat yaitu bank. Penerapan good corporate governance ini tentunya akan berhasil bila didukung oleh tiga pilar penting di dalam suatu Negara. Pertama yaitu Negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Salah satu prinsip yang harus diterapkan oleh bank untuk mencapai tata kelola perusahaan yang baik yaitu transparancy atau keterbukaan dengan meningkatkan kualitas keterbukaan informasi financial maupun non financial. Perlu diperhatikan bahwa, keterbukaan merupakan salah satu bagian dari Good coorporate governance ini tidak mengurangi kewajiban merahasiakan menurut undang-undang. Bank sebagai suatu perusahaan tentunya tetap melaksanakan segala ketentuan yang berlaku demi memberikan keadilan serta kenyamanan bagi pihak-pihak yang menjalin hubungan dengan bank. 91
Jonker sihombing, op.cit, hal.39-40.
Salah
93
satunya yaitu nasabah, yang menggunakan jasa bank untuk memudahkan segala aktivitasnya. Untuk
memberikan keadilan bagi pihak nasabah,dalam hal
keterbukaan informasi atau yang sering disebut transparancy dalam Good coorporate governance, yaitu keharusan membuka informasi secara jelas, dan tepat maka dalam hal kerahasiaan bank hal ini dikecualikan. Jadi berkaitan dengan kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank tetap dilaksanakan oleh bank sebagai suatu perusahaan, sepanjang hal ini dikecualikan maka tidak berlaku transparancy dalam Good coorporate governance.sehingga melalui uraian diatas disimpulkan bahwa, Keterbukaan pada Good coorporate governance, tidak mengurangi kewajiban merahasiakan menurut Undang-Undang.
Pedoman good corporate
governance di Indonesia bertujuan untuk mendorong pengelolaan perseroan secara profesional, transparan dan efisien.92 Sehingga diharapkan bank mampu memberikan jasa terbaiknya untuk nasabah, serta profesional dalam menjalankan usahanya.
3.3 Akibat Hukum Rahasia Bank dengan Berlakunya Kebebasan Pers Rahasia bank adalah salah satu kunci pokok yang menjadi pegangan bagi bank untuk tetap mendapatkan kepercayaan nasabah. Sebagai lembaga keuangan bank berkewajiban untuk tetap menjaga kerahasiaan bank tersebut. Sebab tanpa kerahasiaan bank, seluruh sistem perbankan akan mengalami kelemahan.93 Selain hal tersebut merupakan perintah undang-undang, hal ini juga menjadi tolak ukur 92
Jimly E. Alias, 2004, Peranan Manajemen Risiko Strategik dalam Mendukung Good corporate governance, Bisnis Express, Jakarta, hal.23. 93 Sjahrir, 1994, Spektrum ekonomi politik Indonesia,Jakarta, FEUI, hal.106
94
dalam keberlangsungan usaha bank. Negara sebagai regulator memberikan kerahasiaan bank ini sebagai jaminan untuk nasabah agar tetap percaya kepada bank. undang-undang saat ini hanya menjamin mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Para pihak yang ditunjuk untuk menjalankan kewajiban tersebut harus mampu melaksanakan apa yang sudah diisyaratkan undang-undang. Pihak tersebut sering disebut dengan pihak terafiliasi. Rahasia bank yang dianut Undang-Undang perbankan saat ini adalah rahasia bank secara relatif. Dalam arti informasi dapat dibuka untuk beberapa tujuan sesuai pengecualian undang-undang, tentunya dengan memperhatikan syarat-syarat dan prosedur yang berlaku. Pihak-pihak diluar dari yang disebutkan undang-undang jelas tidak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tersebut. Bila ada pihak-pihak lain yang melanggar ketentuan itu, tentunya hal ini tidak hanya merugikan pihak nasabah, tetapi juga perbankan itu sendiri. Selain itu pihak tersebut nantinya akan diberikan sanksi yang tegas, akibat mempublikasikan kerahasiaan bank. tentunya ini tidak terlepas dari campur tangan pihak bank karena kurangnya penerapan asas prudential banking untuk diberlakukan pada rahasia bank. Perbuatan pihak-pihak yang telah melanggar kerahasiaan bank yang ditegaskan undang-undang tentunya akan menimbulkan suatu akibat hukum baginya. akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek hukum atau akibatakibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat hukum. Dalam hal ini
95
kerahasiaan bank yang diatur undang-undang merupakan obyek hukum dari suatu perbuatan hukum antara bank dan nasabah sebagai subjek hukum. Kewajiban untuk menjaga kerahasiaan bank tersebut adalah bagian dari kewajiban pihak bank sesuai Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang perbankan, dengan pengecualian dapat dibuka jika sesuai dengan tujuan pada pengecualian Undang-Undang perbankan. pihak yang wajib merahasiakan adalah pihak bank dan pihak terafiliasi. Artinya pihak-pihak diluar dari yang telah disebutkan tentu tidak memiliki hak untuk mendapatkan informasi. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang pers, pers menurut ketentuannya mengatur dan menentukan bahwa, pers berhak untuk mendapatkan dan mempublikasikan informasi, yang sering dikenal dengan kebebasan pers. kebebasan pers adalah kebebasan seseorang untuk mendapatkan informasi dari berbagai media massa baik media massa cetak maupun media massa elektronik.
kebebasan ini merupakan hak setiap individu, namun
kebebasan pers tidak boleh melanggar asas-asas atau norma-norma yang berlaku. Seperti uraian yang ditegaskan diatas sudah jelas, berdasarkan Undang-Undang perbankan, pers tidak mempunyai hak untuk mempublikasikan kerahasiaan bank. ini disebabkan karena pers tidak masuk ke dalam pengecualian alasan atau tujuan dibukanya suatu kerahasiaan bank. perbuatan yang dilakukan pers ini berdasarkan Undang-Undang pers hal ini dibenarkan, karena belum adanya pembatasan untuk mendapatkan informasi kerahasiaan bank. Kebebasan pers yang dianut oleh pers saat ini dinilai sebagai pers yang absolut, karena tidak adanya pembatasan terhadap informasi yang diperoleh.
96
kebebasan pers dijamin secara konstitusional, namun kebebasan apapun tidak diharapkan adanya suatu kebebasan pers yang total absolut. Sehingga informasi kerahasiaan bank dapat dibuka, dan dibenarkan oleh pers sendiri. Akibat yang ditimbulkan dari tindakan pers tersebut
adalah
perbuatan ini jelas sudah
merugikan pihak bank sebagai lembaga kepercayaan karena nasabah tentunya akan kehilangan rasa kepercayaanya pada bank, mengingat kedudukan bank sebagai lembaga kepercayaan. Hilangnya kepercayaan ini menimbulkan rush dalam dunia perbankan, serta mengakibatkan domino effect bagi perekonomian suatu negara. Publikasi kerahasiaan bank yang dilakukan pers membuat bank dinilai gagal dalam penerapan confidential banking serta prudential banking berkaitan dengan kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank. Ini tentunya membuat pihak bank mendapatkan sanksi admnistratif sebagai bank yang tidak mampu melaksanakan ketentuan tersebut. Sesuai dengan Pasal 52 Undang-Undang perbankan, bahwa bank indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sanksi administratif yang dimaksud antara lain, denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan, serta pemberhentian pengurus bank. Selain itu bagi bank yang dengan sengaja memberikan informasi tersebut pada pihak lain, sehingga merugikan nasabah maka nasabah yang merasa dirugikan mempunyai hak untuk menuntut ganti kerugian dari bank yang membocorkan
97
keterangan mengenai dana simpanannya melalui proses gugat-ginugat (litigasi) di pengadilan perdata berdasarkan dua alasan hukum. Pertama, hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah suatu fiduciary relation (hubungan kepercayaan). Bahwa hubungan hukum antara bank dan nasabah adalah suatu fiduciary relation telah diakui secara luas oleh putusan pengadilan dibanyak negara. Sebagai suatu fiduciary relation, maka bank mempunyai duty of fiduciary terhadap nasabah. Menurut asas hukum, dalam suatu duty of fiduciary apabila pihak yang harus mengemban kepercayaan ternyata mengungkapkan hal yang harus dirahasiakan mengenai pihak lainnya, maka terhadap perbuatannya itu dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Kedua, nasabah yang dirugikan itu dapat pula menggugat bank berdasarkan dalih bahwa bank telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Pasal tersebut menegaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Jelas bahwa perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang dilanggar oleh bank itu adalah Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Berdasarkan teori tanggung jawab hukum, maka pelanggaran yang dilakukan oleh pers ini tentunya harus dipertanggungjawabkan. Perbuatan pelanggaran kerahasiaan bank ini menjadikan pers memikul tanggung jawab hukum, karena perbuatan yang dilakukan. berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang perbankan bahwa, pers telah melanggar Pasal 40 ayat (1) dan diancam dengan Pasal 47 ayat (1) yang menentukan bahwa:
98
Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa pihak bank atau pihak terafilisiasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut maka, disini pihak pers diancam dengan tuduhan melakukan pelanggaran rahasia bank. pertama, bahwa berdasarkan ketentuan undang-undang pihak pers bukan merupakan pihak yang dikecualikan dalam undang-undang. kedua bahwa pihak pers mendapatkan informasi tanpa izin dari pimpinan bank indonesia. Ketiga, bahwa pihak nasabah yang dipublikasikan adalah nasabah yang murni tidak masuk ke dalam pengecualian rahasia bank,sehingga sudah sepatutnya dilindungi dari tindakantindakan pihak-pihak lain yang mencoba untuk merusak nama baik bank sebagai lembaga kepercayaan. Selain itu pihak nasabah berhak untuk mendapatkan perlindungan, karena pihak nasabah merupakan konsumen yaitu pengguna jasa dari pelaku usaha dalam hal ini bank. jasa yang digunakan adalah jasa penyimpanan, yang tentunya dalam undang-undang secara jelas dan tegas wajib mendapatkan perlindungan. Pers yang dianut Indonesia adalah pers Pancasila. Cirinya adalah bebas dan bertanggung jawab. Bebas berarti tidak ada batasan, sedang bertanggung jawab berarti memperhatikan kepentingan yang lebih besar, seperti kepentingan umum atau kepentingan bangsa/ nasional. Tanggung jawab pers ditandai dengan pengendalian dan pengawasan atau pembinaan oleh pemerintah. Dengan prinsip pers yang bebas dan bertanggungjawab tersebut , maka kiranya dapat dipahami
99
bahwa, pers yang telah merugikan pihak bank dan nasabah karena publikasi kerahasian bank tersebut secara bebas, tentunya wajib bertanggugjawab akan kerugian yang diderita pihak bank dan nasabah. Hal ini sesuai dengan teori tanggung jawab, bahwa seorang individu bertanggungjawab atas pelanggaran yang telah dilakukannya. Seyogyanya pers dalam penyelenggaran kepentingan publikasi tetap memperhatikan kepentingan umum yaitu stabilitas perekonomian negara yang ditopang oleh perbankan, dengan tetap dalam penyelenggaran pers merujuk kepada peraturan-peraturan yang berlaku terutama di bidang perbankan.
100
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH BANK YANG DIRUGIKAN AKIBAT ADANYA KEBEBASAN PERS
4.1 Perlindungan Hukum Berdasarkan Ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan Ketentuan Pelaksananya Perlindungan hukum adalah segala daya upaya demi menjamin adanya suatu kepastian hukum, untuk memberikan perlindungan, kemanan dan kenyamanan bagi nasabah. Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan kepercayaan
masyarakat,
memiliki
fungsi
utama
dalam
pelaksanaan
pembangunan nasional meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi serta mewujudkan stabilitas ekonomi yang baik ke arah peningkatan taraf hidup rakyat lebih banyak. Dengan fungsi perbankan yang utama, diharapkan pula dapat memberikan suatu perlindungan hukum bagi nasabah agar tercipta suatu kepastian hukum sebagai tujuan perlindungan hukum itu. Berkaitan dengan itu, lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat tergantung kepada kepercayaan dari masyarakat. Oleh karena itu, tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat, terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan. Dengan perkataan lain,
dalam
rangka
untuk
menghindari 100
kemungkinan
terjadinya
101
kekurangpercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan, yang saat ini tengah gencar untuk melakukan ekspansi untuk mencari dan menjaring nasabah, maka perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan terhadap kemungkinan terjadinya kerugian sangat diperlukan. Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas suatu perjanjian. Untuk itu tentu ada sesuatu yang wajar apabila kepentingan dari pihak nasabah yang bersangkutan memperoleh perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada bank. Tidak dapat disangkal bahwa memang ada political will dari pemerintah untuk melindungi kepentingan nasabah bank, terutama nasabah penyimpan dana. Ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, selain yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan mengemukakan bahwa dalam sistem Perbankan indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu : 1. Perlindungan secara implisit (implisit deposit protection), yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. perlindungan ini diperoleh melalui :
102
a) Peraturan Perundang-Undangan di bidang Perbankan Berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah penyimpan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan, dapat ditemukan pada Pasal 37B yang menegaskan bahwa, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Selain itu perlindungan nasabah penyimpan dapat ditemukan pada Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan bahwa, bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Penegasan Pasal 40 tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi, ketentuan ini dapat ditemukan pada Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998. Diharapkan seluruh pihak bank dan terafiliasi untuk tetap menjaga kerahasiaan bank, demi mendapatkan kepercayaan dari nasabah. Pihak-pihak yang melanggar ketentuan tersebut dan merugikan para pihak akan dikenakan sanksi menurut Undang-Undang Perbankan. Sanksi mengenai pelanggaran rahasia bank diatur di dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) yang diuraikan sebagai berikut : Pasal 47 ayat (1) mengemukakan bahwa; Barangsiapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari pimpinan bank indonesia, dengan sengaja memaksa pihak bank atau pihak terafilisiasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
103
Pasal 47 ayat (2) mengemukakan bahwa : Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.0000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah) b) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan efektif yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan Pengawasan dan pembinaan yang efektif merupakan salah satu bentuk perlindungan bagi nasabah yang dilaksanakan oleh OJK atau yang sering disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan . Pengaturan mengenai OJK diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa, OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. c) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya d) Memelihara tingkat kesehatan bank Memelihara tingkat kesehatan bank merupakan salah satu usaha bank untuk menjaga kelangsungan usahanya yang ketentuannya dapat ditemukan Pada Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan yang menegaskan bahwa, bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,
104
likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. e) Melakukan usaha berdasarkan prinsip kehati-hatian Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 ditegaskan bahwa, perbankan indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Melalui penegasan tersebut dapat disimpulkan bahwa prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh bank dalam menjalankan kegiatan usahanya. f) Cara pemberian kredit dengan tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dan; Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank perlu diterapkan asas kehati-hatian agar tidak merugikan pihak nasabah dalam rangka penyaluran kredit berdasarkan prinsip syariah kepada nasabah debitor. Pengaturan mengenai hal itu dapat ditemukan pada Pasal 29 ayat (3) yang menegaskan bahwa, dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. g) Menyediakan informasi resiko pada nasabah. Ketentuan penyediaan resiko oleh bank kepada nasabah bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan mengenai hal tersebut ditegaskan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 10
105
tahun 1998 tentang perbankan bahwa, untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. 2. Perlindungan secara eksplisit (eksplisit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank gagal tersebut. Pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI No 26 tahun 1998 tentang jaminan terhadap kewajiban bank umum. Hakikat dari perlindungan hukum adalah melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu risiko kerugian. Perlindungan hukum ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, sudah sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan hukum itu. Dengan berlakunya Undang-Undang Pers, menentukan bahwa pers berhak untuk
mencari, mendapatkan dan mempublikasikan informasi sesuai
ketentuan pers. karena dalam Undang-Undang pers, belum adanya pembatasan mengenai informasi yang diperoleh. Sehingga informasi rahasia bank dapat dipublikasikan oleh pihak pers.
Hal ini bertentangan dengan ketentuan di
Undang-Undang Perbankan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang perbankan, hanya pihak-pihak yang dikecualikan yang dapat membuka kerahasiaan bank tersebut. Berkaitan
106
dengan dipublikasikannya informasi kerahasiaan bank oleh pers, tentunya menimbulkan kerugian bagi pihak nasabah. karena data yang bersifat privacy tersebut dipublikasikan oleh pers. Disinilah pihak bank dituntut untuk memperjuangkan nasib nasabah yang dirugikan tersebut dalam bentuk perlindungan-perlindungan hukum yang diberikan oleh ketentuan perbankan. Menurut teori pemangku kepentingan (stakeholder theory) yang dikemukakan oleh john kay bahwa, perusahaan sebagai institusi sosial tidak hanya melindungi pihak internal yaitu investor, karyawan, dan distributor, serta wajib untuk melindungi pihak eksternal yaitu konsumen. Konsumen yang dimaksud disini adalah nasabah penyimpan. bank merupakan suatu perusahaan, sudah seyogyanya bank juga melindungi pihak konsumen dalam hal ini nasabah yang dirugikan atas publikasi pers terhadap kerahasiaan bank yang merupakan hak private dari seorang nasabah. Tentunya hal ini juga bertentangan dengan konsep kewajiban bank yang dikemukakan yang dikemukakan Lord Denning bahwa, salah satu kewajiban bank adalah menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan konsep yang dikemukakan oleh Lord Denning, seyogyanya pihak bank tetap melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kerahasiaan account nasabah dengan menerapkan confidential banking principles. karena dalam hal ini nasabah yang dipublikasikan datanya adalah nasabah penyimpan murni yang tidak masuk ke dalam pengecualian. Jadi pihak pers disini, tidak dapat mempublikasikan
107
informasi tersebut. Apabila ditentukan lain berdasarkan undang-undang baru informasi tersebut dapat dibuka. Berdasarkan teori pemangku kepentingan ini, nasabah merupakan pihak yang wajib dilindungi oleh bank. nasabah berhak untuk mendapatkan hak-haknya yang diatur dalam Undang-Undang. berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan tepatnya pada Pasal 40 ayat (1) yang menegaskan bahwa, kewajiban merahasiakan data nasabah penyimpan dan simpanannya merupakan kewajiban bank yang berkedudukan sebagai
suatu lembaga
kepercayaan masyarakat. Seyogyanya pihak bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip prudential banking, sehingga meminimalisir perbuatan perbuatan pelanggaran terhadap ketentuan perbankan. Infomasi mengenai rahasia bank dapat dibuka sesuai pengecualian yang ditentukan Undang-Undang perbankan diantaranya dalam hal pidana, lelang, pajak, perdata, tukar menukar informasi antar bank, berkaitan dengan kuasa dan waris. Sepanjang itu termasuk pengecualian maka informasi rahasia bank dapat dibuka. Diluar dari yang disebutkan maka hal itu merupakan suatu pelanggaran terhadap ketentuan perbankan. Berkaitan dengan pelanggaran pihak pers yang telah mempublikasikan informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya tersebut yang dikenal dengan kerahasiaan bank. pihak pers telah melakukan pelanggaran, karena pihak pers tidak masuk ke dalam pengecualian yang disebutkan dalam
Undang-Undang perbankan. selain itu pihak-pihak yang
dikecualikan dalam hal mendapatkan informasi rahasia bank pun harus memerlukan izin persetujuan dari pimpinan bank indonesia.
108
Sehingga dalam hal ini pihak pers telah melanggar ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang perbankan, sehingga mengakibatkan hilangnya kepercayaan nasabah kepada bank sebagai suatu lembaga keuangan dan kepercayaan masyarakat. selain itu pihak pers telah merugikan nasabah karena mempublikasikan informasi nasabah penyimpan dan simpanannya yang merupakan hak personal dari setiap nasabah. Sehingga untuk memberikan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perbankan maka, pihak pers terancam dikenakan sanksi pada Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Perbankan. karena Pihak pers membuka informasi tanpa seijin pimpinan bank indonesia, pers tidak masuk ke dalam pengecualian Undang-Undang perbankan, merugikan pihak bank dan nasabah serta nasabah yang dipublikasikan informasinya adalah murni tidak masuk ke dalam pengecualian yang ditegaskan undang-undang.
Pers
dapat
diancam dengan pidana penjara 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Demi memberikan Perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan yang dirugikan oleh pihak bank disini,
karena dinilai
gagal menerapkan
confidential banking dan prudential banking pun akan dikenakan sanksi yang sesuai dengan ketentuan perbankan. seyogyanya pihak bank sebagai suatu lembaga kepercayaan melaksanakan segala sesuatu kewajiban yang telah diisyaratkan
oleh
Undang-Undang.
Berdasarkan
Pasal
13
PBI
Nomor
2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin
109
Tertulis membuka rahasia bank maka, bank indonesia dapat mengenakan sanksi administratif terhadap bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam UndangUndang ini. Sanksi administratifnya berupa denda uang, teguran tertulis, penurunan tingkat kesehatan bank, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu, pemberhentian pengurus bank.
4.2 Perlindungan hukum berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Selain hukum perbankan, hukum perlindungan konsumen juga memberikan ruang bagi nasabah penyimpan selaku pengguna jasa yang berkedudukan
sebagai
konsumen.
Pengaturan
perlindungan
konsumen
ketentuannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang selanjutnya disebut
UUPK.
Perlindungan
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, sesuai Pasal 1 angka 1 UUPK. Konsumen dalam kaitannya dengan nasabah yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers adalah nasabah penyimpan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPK konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, dan orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen yang dimaksud yaitu nasabah penyimpan sebagai pengguna jasa. Sedangkan pihak berkedudukan sebagai pelaku usaha yaitu bank. Hal ini sesuai dengan penegasan Pasal 1 angka 3 bahwa, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum
110
maupun bukan badan hukum yang bekedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum republik indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UUPK bahwa, jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Dari uraian penjelasan diatas, bahwa disini bank selaku pelaku usaha menyediakan jasa berupa layanan yang dipergunakan oleh konsumen dalam hal ini nasabah penyimpan. Jasa yang dimaksud disini adalah jasa penyimpanan uang berupa deposito, giro, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini terjadilah hubungan hukum antara kedua belah pihak, sehingga menimbulkan suatu akibat hukum berupa pemenuhan hak dan kewajiban bagi para pihak. Pihak bank selaku pelaku usaha yang menawarkan jasa wajib untuk menjaga dana nasabah, menyimpan, memberikan bunga seperti yang diperjanjikan, serta merahasiakan data nasabah sesuai perintah undang-undang. Disisi lain nasabah sebagai konsumen berhak untuk mendapatkan dananya kembali beserta bunga yang sudah diperjanjikan pada awal perjanjian, dan berhak untuk dirahasiakan informasi data-datanya yang dikenal dengan rahasia bank. Seyogyanya bank menerapkan prinsip kehati-hatian (prudential banking) agar rahasia nasabah tetap terlindungi. Nasabah penyimpan yang murni tidak masuk ke dalam pengecualian undang-undang telah dirugikan akibat adanya kebebasan pers yang belum jelas pembatasannya, sehingga informasi yang berkaitan dengan data nasabah dapat dipublikasikan oleh pihak pers. Tentunya hal ini telah merugikan pihak nasabah
111
sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Selain itu perbuatan tersebut juga bertentangan dengan asas dan tujuan dari perlindungan konsumen seperti yang ditegaskan dalam Pasal 2 bahwa, perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan , keamanan, dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Berdasarkan penjelasan Pasal 2 UUPK Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu : 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
harus
memberikan manfaat sebesar-besarmya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. Konsumen dalam hal ini nasabah menggunakan jasa bank untuk memudahkan proses pengelolaan transaksi keuangan nasabah sehingga memberikan kemanfaatan bagi konsumen. namun Berkaitan dengan rahasia bank yang dipublikasikan oleh pers, hal ini bukan memberikan kemanfaatan tetapi merugikan nasabah, karena data-data informasi yang bersifat private tersebut dipublikasikan pers. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Konsumen disini yaitu nasabah tidak memperoleh haknya sesuai perintah undang-undang
112
untuk dirahasiakan informasinya yang dikenal dengan rahasia bank, karena dipublikasikannya hal tersebut. Ini menimbulkan ketidakadilan bagi nasabah, karena seyogyanya sesuai perintah undang-undang bank wajib merahasiakan data nasabah. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah . Pelaku usaha dalam hal ini yaitu bank tidak menjalankan kewajibannya sehingga rahasia bank yang seyogyanya dijaga dan dilindungi dapat dipublikasikan oleh pihak pers. Ini menimbulkan ketidakseimbangan diantara konsumen selaku nasabah serta pelaku usaha dalam hal ini bank. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Produk atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha dalam hal ini bank seyogyanya mampu memberikan jaminan atas keamanan serta keselamatan atas jasa yang digunakan. berkaitan dengan dipublikasikannya rahasia bank yang sangat private tersebut, yang tentunya dapat membahayakan keselamatan dari konsumen itu sendiri. Karena simpanan serta identitas lengkap lainnya dipublikasikan pers,tentunya ini dapat menimbulkan
niat
buruk
bagi
pihak-pihak
yang
menggunakan kesempatan ini untuk melakukan kejahatan.
berusaha
113
5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar, baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum. Dari penjelasan tersebut,
ini tentu merugikan
nasabah akibat kebebasan pers yang belum ada pembatasannya. pelaku usaha yang seyogyanya mentaati hukum, memberikan perlindungan serta memberikan kepastian hukum terbukti tidak mampu melaksanakan kewajibannya untuk menjaga kepercayaan nasabah sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum berkaitan dengan rahasia bank ini. Konsumen yaitu nasabah dalam hal ini tidak mendapatkan keadilan serta perlindungan karena dipublikasikannya rahasia bank. Peraturan tentang rahasia bank yang dibuat oleh pemerintah selaku regulator ini nampaknya belum menimbulkan suatu kepastian hukum bagi konsumen. Melalui uraian penjelasan diatas, diketahui bahwa dipublikasikannya rahasia bank ini oleh pihak pers sangat bertentangan dengan asas dari UUPK. Salah satunya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum sesuai yang ditegaskan oleh Pasal 3 UUPK. Salah satu hak konsumen yaitu konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/jasa, berhak mendapatkan perlindungan, berhak mendapatkan kompensasi atau ganti rugi apabila barang/jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian sesuai yang ditegaskan dalam Pasal 4 UUPK.
114
Berdasarkan teori pemangku kepentingan bahwa sebuah perusahaan sebagai institusi sosial tidak hanya melindungi kepentingan dari pihak internal dan juga pihak eksternal. merujuk pada ketentuan Pasal 4 apabila pihak konsumen dalam hal ini nasabah tidak mendapatkan haknya untuk dirahasiakan
maka
berhak untuk mendapatkan ganti rugi. hal ini adalah bentuk perlindungan hukum bank kepada nasabah sebagai suatu institusi sosial yang melindungi pihak eksternal dalam hal ini nasabah dalam suatu perusahaan sebagai pelaku usaha. Ini dilakukan
bila konsumen telah memenuhi kewajibannya dengan mengikuti
petunjuk informasi maupun prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan, serta beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa sesuai Pasal 5 UUPK. Begitu juga dengan pihak pelaku usaha memiliki haknya untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan sesuai jasa yang ditawarkan, hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik sesuai yang tercantum dalam Pasal 6 UUPK. Selain itu pelaku usaha juga seyogyanya memenuhi kewajibannya untuk beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, berkewajiban memberi kompensasi, ganti rugi,
dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian dengan isi dari Pasal 7 UUPK. pihak bank tidak memenuhi kewajibannya untuk merahasiakan data nasabah penyimpan yang menjadi hak dari pihak nasabah. Tentu ini
merugikan pihak nasabah dan
seyogyanya bank memenuhi kewajibannya untuk memberi ganti rugi.
115
Bank dalam hal ini telah melanggar Pasal 16 yaitu pelaku usaha tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi terhadap jasa yang ditawarkan. Pelaku usaha bertanggungjawab dalam memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen atas jasa yang diperdagangkan sesuai Pasal 19 ayat (1) UUPK. pemberian ganti rugi tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai unsur kesalahan sesuai Pasal 19 ayat (4) UUPK. Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya. Dari uraian diatas maka bank dalam hal ini pelaku usaha dapat dikenakan Pasal 62 ayat (2) bahwa, pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Demi menjaga dan menjamin dana dan kepercayaan nasabah maka bank diharapkan untuk selalu berpegang pada peraturan-peraturan yang berkaitan dengan dunia perbankan Indonesia. selain itu bank juga diwajibkan untuk menjaga kelangsungan usaha dengan melakukan berbagai macam usaha yang dipandang perlu untuk menjamin dan mempertahankan kelangsungan usaha bank itu sendiri. Baik dalam penerapan prinsip kehati-hatian (prudential banking) dalam usaha yang dijalankan, dalam pemberian kredit dan untuk kepentingan nasabah bank itu sendiri.
Sebagai perlindungan lebih lanjut kepada nasabah
,melalui Penegasan Pasal 45 UU Perbankan yaitu dalam hal untuk memberikan keterangan untuk kepentingan yang dimaksud, maka pihak yang merasa dirugikan
116
oleh keterangan yang diberikan oleh oleh bank, berhak untuk mengetahui isi keterangan tersebut dan meminta pembetulan jika mendapat kesalahan dalam keterangan yang dimaksud.
4.3 Perlindungan hukum menurut ketentuan Perdata untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. bank sesuai dengan yang ditegaskan oleh undang-undang dalam kegiatannya menghimpun dana masyarakat wajib menerapkan prinsip-prinsip perbankan dan mematuhi segala peraturan perbankan yang ada di Indonesia. perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. ini dilakukan untuk memperoleh kepercayaan masyarakat yang merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau tidaknya suatu bank. ini berarti bahwa tanpa adanya suatu kepercayaan dari masyarakat, suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya. Segala sesuatu perbuatan yang dilakukan bank atas keinginan masyarakat selaku nasabah itu bermula dari suatu perjanjian yang berarti dalam hal ini kedua belah pihak tersebut baik itu bank serta nasabah mempunyai hak dan
kewajiban seperti yang
ditegaskan oleh
literatur hukum perbankan sebagi berikut: The relationship between a banker and his customer is also one of contract. It consists of a general contract and special contracts (such as
117
giving advice on investment to the customer) and other duty of secrey.94 (hubungan antara bankir dan pelanggan juga merupakan salah satu kontrak. Terdiri dari kontrak umum dan kontrak khusus seperti memberikan nasihat investasi kepada pelanggan dan tugas lainnya). Hubungan antara bank dan nasabah seperti yang ditegaskan di atas bahwa bermula dari suatu perjanjian dan diakhiri juga dengan perjanjian pada umumnya. Dalam hal ini bank dan nasabah memiliki hak maupun kewajiban yang sama. Sehingga masing-masing pihak memiliki kewajiban untuk mentaati dan melaksanakan segala hak dan kewajiban yang sudah ditegaskan dalam perjanjian. Seperti kewajiban merahasiakan yang telah diatur dalam Undang-Undang perbankan. Disini pihak bank wajib untuk melaksanakan ketentuan tersebut. kewajiban di satu pihak bagi bank merupakan hak disisi lain bagi pihak nasabah. Kewajiban tersebut tentunya wajib dilaksanakan dengan menerapkan asas-asas perbankan demi menjaga kedudukannya sebagai suatu lembaga kepercayaan masyarakat. Dalam bidang keuangan yang memberikan jasa penyimpanan dan peminjaman dana di bidang-bidang produktif yang membutuhkan. 95 Berlakunya Undang-Undang Pers dalam kaitanya sebagai suatu lembaga atau wahana komunikasi masssa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Pers memiliki hak kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers, yang menentukan bahwa pers berhak mencari, mendapatkan, serta memperoleh dan mempublikasikan informasi. Informasi yang dimaksud adalah berupa informasi-
94
Shultz, wilian J, dan Reinhardt, Hedwig, 1964, Credit and Collection Management, Prentice hall, New York, hal.11. 95
Try Widiyono, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi produk perbankan di Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.23.
118
informasi apapun yang didapat oleh pers yang nantinya akan dipublikasikan pada publik untuk konsumsi publik. Berkaitan dengan kewajiban bank menjaga kerahasiaan bank, disini bank dinilai tidak mampu untuk menjaga kerahasiaan bank sesuai ketentuan perbankan. Kerahasiaan bank berupa informasi data nasabah penyimpan dan simpanannya dipublikasikan oleh pers sebagai konsumsi publik. Hal ini tentunya merupakan suatu pelanggaran karena hanya pihak yang dikecualikanlah yang mampu membuka informasi tersebut. Selain itu diperlukan izin dari pimpinan bank indonesia untuk membuka informasi tersebut. Akibatnya nasabah merasa dirugikan atas
data-data yang dipublikasikan yang sifatnya
privacy tersebut oleh pers. Pers dalam hal ini telah menimbulkan kerugian bagi nasabah sebagai pengguna jasa berupa jasa penyimpanan yang sudah selayaknya dilindungi oleh hukum. Pihak nasabah dalam hal ini sudah seyogyanya mendapatkan perlindungan hukum akibat kerugian yang diderita. Pelanggaran yang dilakukan pers ini ditinjau dari ketentuan perdata sesuai dengan Pasal 1365 KUHperdata. Pasal 1365 KUHperdata merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum bagi nasabah untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan pihak pers. Pasal 1365 KUHperdata ini menegaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya, menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. 96 Dalam permasalahan ini, berlaku asas equality before the law
96
Ahmadi Miru, 2008, Hukum perikatan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.67.
119
yaitu suatu asas persamaan di depan hukum. Pers walaupun dilindungi oleh payung hukumnya, yang belum jelas pembatasannya. pers telah melakukan pelanggaran berkaitan dengan kerahasiaan bank, maka pers juga dapat dikenakan sanksi hukum tanpa membeda-bedakan pihak mana yang melakukan pelanggaran. Demi memulihkan citra dari bank di mata masyarakat maka sudah sepatutnya penegak hukum menindak pihak-pihak yang telah melanggar ketentuan Undang-Undang perbankan tidak terkecuali itu
pers.
Untuk
memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank maka merujuk pada ketentuan perdata untuk mendapatkan ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pers , pers wajib mengganti kerugian kepada pihak nasabah yang dirugikan akibat perbuatan melanggar hukum tersebut. Sesuai dengan teori tanggung jawab hukum yang dikemukakan hans kelsen bahwa, seseorang harus memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Jadi pihak pers wajib bertanggung jawab dalam hal pembayaran ganti kerugian kepada pihak nasabah yang mengalami kerugian. Secara teoritis dapat dikatakan bahwa tuntutan ganti kerugian berdasarkan alasan perbuatan melanggar hukum ini telah memenuhi empat unsur diantaranya yaitu ada perbuatan melanggar hukum, ada kerugian, ada hubungan kausalitas antara kerugian dan perbuatan melanggar hukum dan ada kesalahan.97
97
R.Soebekti, 1975, Hukum perjanjian, Intermasa, Jakarta, hal.1.
120
4.4 Upaya Bank Menjaga Keamanan Rahasia Bank a.
Upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank ditinjau dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan Rahasia bank merupakan hal yang penting karena bank sebagai lembaga
kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah penyimpan dan simpanannya. Oleh karena itu, baik bank sebagai entity dan pihak terafiliasi, termasuk pegawai dan manajemen bank yang bersangkutan wajib mengetahui mengenai peraturan rahasia bank ini, untuk menghindari sanksi pidana dan atau administratif serta sanksi sosial dari masyarakat. Karena itulah diharapkan lembaga yang melakukan kegiatan usaha dengan menarik dana langsung dari masyarakat dalam melaksanakan aktivitasnya bank tentunya wajib melaksanakan prinsip-prinsip pengelolaan bank, yaitu prinsip kepercayaan (fiduciary principle), prinsip kehati-hatian (prudential principle), prinsip kerahasiaan (confidential principle), dan prinsip mengenal nasabah (know your customer). Setiap bank wajib memegang teguh prinsip rahasia bank. Adapun salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan bank didalam menjaga keamanan rahasia bank . diantaranya apabila ada orang yang menanyakan identitas dari nasabah, atau aktivitasnya di bank selain dari yang disebutkan dalam pengecualian dan seizin dari pimpinan bank indonesia , maka bank tidak memberikan informasi apapun Bank akan merahasiakannya. Dengan melakukan upaya menjaga keamanan rahasia bank berarti secara tidak langsung juga menjaga keamanan keuangan nasabah karena rahasia bank mencakup perlindungan terhadap nasabah dan simpanannya. Pada intinya kepercayaan masyarakat ini merupakan yang
121
utama dalam kelangsungan suatu bank, sehingga bank mampu menjaga kepercayaan nasabah. Hukum sebagai alat untuk perubahan-perubahan industri perbankan ke depan (as a tool of banking engineering) nantinya akan terlihat aktualisasinya disini.98 Disamping itu, upaya lain yang dilakukan oleh bank untuk menjaga keamanan rahasia bank tersebut adalah melalui : 1. Kelaziman Operasional. Kelaziman operasi bank yang menyangkut pada penghimpunan dana masyarakat seperti melalui giro, tabungan, deposito dan lain sebagainya. Adapun setelah melakukan penghimpunan dana tersebut bank perlu untuk menyebarkan dana tersebut kepada masyarakat yaitu melalui pemberian kredit. Dalam operasi tersebut bank mengadakan pencatatan serta mengumpulkan data dan informasi yang berhubungan dengan usahanya maupun yang berhubungan dengan nasabahnya, contoh : dengan nasabah peminjam. Pencatatan transaksi merupakan kewajiban bank guna memenuhi kebutuhan akan data pokok yang harus dipenuhinya. Setiap bank harus mengadakan pencatatan untuk memberikan data bagi pelaporan – pelaporan seperti pelaporan pada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, pelaporan untuk pajak, pelaporan untuk pemegang saham, pelaporan untuk nasabah dan sebagainya. Dari pencatatan itulah sebuah data diolah menjadi suatu laporan yang informatif dan mudah dimengerti oleh mereka yang menerimanya. Data dan
98
Agus Sugiarto, 2003, Arsitektur Perbankan Indonesia, Kompas express, Jakarta, hal.1
122
informasi tersebut merupakan milik bank yang secara umumnya bisa dikategorikan merupakan rahasia bank. Sebelum transaksi yang dilakukan antara bank dengan nasabah, bank terlebih dahulu memeriksa identitas nasabah tersebut. Jika seseorang nasabah tidak bertindak untuk dirinya sendiri, maka perlu disertai dengan tegas wewenangnya untuk bertindak atas nama orang lain baik untuk badan hukum maupun untuk pihak lainnya. Biasanya identifikasi juga dilakukan dengan melakukan pengecekan terhadap referensi – referensi yang diajukan. Transaksi yang telah dilakukan akan dikumpulkan ke dalam dokumen tertentu dan dokumen tersebut nantinya akan disimpan secara permanen oleh bank. 2. Pencatatan Pada Bank. Pencatatan yang teliti dan memadai dalam operasi bank atau transaksi yang dilakukan bank merupakan suatu keharusan. Memadai atau tidaknya catatan itu diukur dengan kesanggupannya memenuhi berbagai permintaan terhadap informasi mengenai setiap kegiatan bank. Bila pencatatan dan administrasi perbankan kurang baik maka kelancaran kegiatan perbankan akan mendapat gangguan. Dengan demikian pencatatan dan pengarsipan semua kegiatan perbankan yang dilakukan oleh bank adalah merupakan tanggung jawab dan kewajiban yang tidak dapat dihindari. Dalam perkembangan teknologi informasi yang ada sekarang ini, maka pencatatan kegiatan perbankan saat ini serta penyimpanannya dapat pula dilakukan dengan menggunakan perangkat data elektronik (computer).
123
Keuntungan bagi nasabah dengan adanya teknologi ini adalah nasabah dapat terlayani dengan lebih cepat dan lebih nyaman. Sedangkan keuntungan bagi bank sendiri adalah memberikan pelayanan kepada nasabah dengan lebih baik lagi serta dapat mengamankan dokumen penting tanpa memerlukan tempat atau ruangan yang luas. Sebagai lembaga yang bertumpu pada kepercayaan masyarakat, sudah seharusnya bank berusaha memberikan jaminan pada masyarakat bahwa bank aman dan mampu merahasiakan keterangan atau informasi mengenai nasabah dan simpanannya. Bank harus mempunyai pedoman, kebijakan, organisasi dan prosedur kerja khususnya mengenai rahasia bank . Pedoman-pedoman itulah yang nantinya dipergunakan oleh bank dalam menjalankan segala kegiatannya sehingga bank dapat tetap menjaga kepercayaan masyarakat tersebut. Selebihnya penilaian selanjutnya akan dikembalikan kepada masyarakat itu sendiri apakah bank tersebut dapat dipercaya atau tidak. Secara umum ketentuan rahasia bank dipandang seringkali menimbulkan benturan antara kepentingan nasabah dan kepentingan bisnis bank itu sendiri. Akan tetapi walaupun demikian keadaannya, bank harus tetap memegang teguh ketentuan rahasia bank ini. Hukum perbankan di indonesia memiliki pengaturan tersendiri dalam upaya menjaga kepercayaan nasabah pada dunia perbankan Indonesia. Perbankan Indonesia selain memberikan ruang bagi perlindungan nasabah khusunya nasabah penyimpan, juga memberikan ruang bagi tempat penyelesaian sengketa perbankan. Ini di dukung dengan lahirnya Peraturan bank Indonesia No 10/10/2008 tentang penyelesaian pengaduan nasabah, khususnya dalam hal terjadi
124
sengketa antara bank dengan nasabah. Dalam ketentuan ini mengatur mengenai ungkapan ketidakpuasan Nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank. Mengenai tata cara penanganan dan penyelesaian pengaduan diatur di dalam Pasal 10, yang menegaskan bahwa Bank wajib menyelesaikan Pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan Pengaduan tertulis. Peraturan lain yang mendukung hal ini yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Dalam peraturan ini mengatur mengenai sengketa. Sengketa yang dimaksud adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan
Nasabah kepada penyelenggara mediasi
perbankan, setelah melalui proses
penyelesaian pengaduan oleh Bank
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Penyelesaian
Pengaduan Nasabah.
Mediasi adalah proses penyelesaian Sengketa yang
melibatkan mediator
untuk membantu para pihak yang bersengketa guna
mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. Umumnya penyelenggaraan mediasi perbankan ini dikarenakan Sengketa antara Nasabah dengan Bank yang disebabkan tidak dipenuhinya
tuntutan finansial Nasabah oleh Bank dalam
penyelesaian pengaduan Nasabah
dapat diupayakan penyelesaiannya melalui
Mediasi perbankan. Pada rahasia bank, seperti yang diketahui bahwa dari keterangan yang ada di bank dapat diketahui mengenai kegiatan seseorang, dimana saja berada pada waktu tertentu, majalah apa yang dibacanya, pola konsumsinya, organisasi
125
yang dimasukinya atau disumbangnya. Dengan perkataan lain bahwa dokumen nasabah yang ada di bank merupakan cermin diri sang nasabah. 99 Rahasia bank seperti yang dikenal di beberapa Negara merupakan suatu hal yang lazim dalam proses transaksi keuangan seperti yang diungkapkan Werner de capitani that financial privacy is a common feature in many European countries.100 (bahwa privasi keuangan adalah fitur umum di banyak negara eropa) Layaknya Negara eropa lainnya juga menganggap rahasia bank adalah suatu kebiasaan di banyak Negara eropa. Sehingga berbagai upaya untuk menjaga kerahasiaan itu pun bermunculan . Selain peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, upaya lain yang dilakukan bank dalam menjaga keamanan rahasia bank sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap nasabah yaitu : a) Perancangan peraturan baru Dunia perbankan adalah dunia yang penuh dengan proses transaksional antara individu dengan individu, individu dengan badan hukum, atau badan hukum dengan badan hukum. Disini lembaga bank memiliki peran yang penting dalam memperlancar proses perputaran perekonomian suatu Negara, maka dari itu bank yang merupakan lembaga keuangan ini wajib memberikan perlindungan kepada nasabah suatu bank. untuk menuju proses perlindungan tersebut, diperlukan perancangan peraturan baru atau di revisinya peraturan yang sudah ada. pada satu sisi politik hukum yang dimaksud merupakan bahan bagi dunia 99
Roberts Ellis Smith, 1979, Privacy How to Protect What Left of It, Anchor Press, New York, hal.39. 100
Werner de Capitani,1988, Banking Secrecy Today, Business Law Press, Pensylvania, hal.57.
126
perbankan Indonesia yang ada pada tataran landasan teknis operasional memerlukan perbaikan-perbaikan, termasuk perubahan
pada Undang-Undang
Perbankan yang sudah dirasakan kebutuhannya pada saat ini ini.101 Ini merupakan salah satu cara guna memberikan kenyaman dan kelancaran dalam menggunakan jasa-jasa serta produk dari bank itu sendiri. b)
Ketaatan melaksanakan peraturan yang ada Salah satu cara dari beberapa upaya yang dilaksanakan oleh bank dalam
menunjang proses pelaksanaan prinsip-prinsip perbankan yaitu mentaati segala peraturan dalam dunia perbankan secara disiplin, khususnya peraturan yang bertujuan untuk melindungi nasabah penyimpan sehingga dijamin penegakan hukumnya dengan baik. Peraturan perbankan yang sudah ada, sudah seyogyanya ditegakkan tanpa memandang subyek hukum, namun secara obyektif tanpa melihat pihak-pihak yang berwenang atau berkuasa, sehingga akan dapat menciptakan keamanan perbankan yang kondusif. c) Memperketat proses perizinan bank Cara lain dalam mengupayakan perlindungan kerahasiaan bank untuk tetap menjaga kepercayaan nasabah adalah dengan lebih memperketat proses pendirian bank baru. Hal ini dilakukan agar bank tersebut lebih mampu dan mumpuni dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat nantinya agar tidak merugikan keuangan suatu Negara serta masyarakat yang telah menggunakan jasanya. Cara ini dipandang efektif karena merupakan salah satu cara agar kuat 101
Tan Kamello, 2006, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, hal.3.
127
dan qualified sehingga tujuan dari perbankan itu sendiri tercapai. Berikut ini akan diuraikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang ingin mengajukan pendirian bank. permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan sekurang-kurangnya oleh salah seorang calon pemilik, dengan melampirkan : 1) Rancangan anggaran dasar (AD); 2) Daftar calon pemegang saham berikut penyertaanya masing-masing, atau daftar calon anggota berikut rincian jumlah simpanan pokok, dan simpanan wajib serta daftar pihak yang akan melakukan penyertaan berikut jumlah penyertaanya bagi bank umum yang berbentuk hukum koperasi; 3) Calon direksi, susunan direksi, dan dewan komisaris, susunan organisasi; 4) Rencana kerja tahun pertama; 5) Bukti setoran modal sekurang-kurangnya sebesar 30% dari modal disetor.102 d) Penegakan fungsi pembinaan dan pengawasan perbankan secara optimal Cara lain yang di upayakan untuk tetap menjaga eksistensi dari perbankan itu sendiri yaitu melakukan pengawasan yang optimal agar bank tersebut tetap selalu dalam kondisi sehat sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. selain itu kerahasiaan bank yang merupakan hal yang krusial tetap dijaga, agar sistem perbankan tidak mengalami kelemahan.103 Saat ini fungsi pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan diambil alih oleh suatu lembaga yang independen yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang otoritas jasa keuangan. OJK merupakan suatu
102
103
hal.106.
Muhamad djumhana, op.cit, hal.123. Sjahrir, 1994, Spektrum Ekonomi Politik Indonesia, Jakarta, FEUI,
128
lembaga independen yang menyelenggarkan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, salah satunya pengaturan dan pengawasan terhadap dunia perbankan. b. Upaya bank dalam menjaga keamanan rahasia bank ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini sesuai dengan yang ditegaskan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Dari penegasan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa undang-undang mewajibkan Negara dan semua warga Negara, tanpa melihat kedudukannya, tunduk pada hukum yang berlaku. Sehingga dalam hal ini hukum diperlukan dalam kehidupan bernegara demi ketertiban dan keadilan di suatu Negara. Tentunya hukum ini nantinya akan mengatur segala segi kehidupan masyarakat di suatu Negara. Salah satunya bisa dilihat dari segi perekonomian, keuangan, dan sebagainya. Hal ini terlihat jelas dalam hal hubungan antar bank dan nasabah, yang seperti diketahui bahwa bank adalah lembaga keuangan dalam hal ini pelaku usaha dan nasabah merupakan konsumen. Dalam hal ini diperlukan hukum yang mengatur hubungan antara bank dan nasabah.104 ini sangat penting demi mencapai tujuan hukum secara efektif dan optimal. Berbagai cara pun dilakukan untuk menciptakan hubungan hukum yang harmonis antara lembaga keuangan dengan konsumennya. Salah satunya yaitu melalui Pasal 7 huruf (a) yang menegaskan bahwa, kewajiban pelaku usaha adalah beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Dengan itikad baik yang 104
Mariam Darus Badrulzaman, 1983, Perjanjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, hal.48.
129
dimunculkan oleh pelaku usaha dalam hal ini bank maka diharapkan nasabah merasa aman nyaman dan terlindungi terutama berkaitan dengan kerahasiaan bank. ini merupakan salah satu upaya dari pemerintah melalui peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen untuk meminimalisir perbuatan perbuatan atau itikad tidak baik dari pihak bank selaku pelaku usaha. karena nasabah disini merupakan konsumen yang harus dilindungi pula haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang perlindungan konsumen diharapkan menjadi payung hukum bagi konsumen untuk berusaha memperjuangkan apa yang memang menjadi hak-haknya dari berbagai upayaupaya hukum. Hal ini sejalan dengan isi dari Pasal 4 UUPK bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan perlindungan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Setelah lahirnya undang-undang ini diharapkan konsumen senantiasa terlindungi hak-haknya, serta terwujudnya kepastian hukum di bidang konsumen.
130
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan terhadap topik penulisan tesis ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengaturan Rahasia bank dengan berlakunya Undang-Undang Pers, adalah bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan dan peraturan pelaksananya tidak memberikan peluang untuk dilakukan publikasi terhadap rahasia nasabah penyimpan. meskipun dalam ketentuan UndangUndang Pers mengatur menentukan pers dapat mencari, memperoleh serta mempublikasikan informasi. sepanjang informasi tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang dikecualikan dalam ketentuan rahasia bank. Sehingga apabila pers mempublikasikan informasi berkaitan dengan rahasia bank dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Undang-Undang Perbankan. 2. Perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat adanya kebebasan pers dapat diperoleh nasabah melalui ketentuan dalam UndangUndang Perbankan dan Ketentuan Pelaksananya,
berupa penyelesaian
sengketa dan mediasi perbankan. selain itu berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pihak nasabah berhak untuk menuntut kompensasi/ganti rugi kepada pihak bank. Serta pihak nasabah
130
131
dapat memperoleh ganti kerugian akibat perbuatan melawan hukum berdasarkan ketentuan perdata.
5.2 Saran Adapun saran-saran yang dapat diberikan berdasarkan kesimpulan di atas sebagai berikut : 1.
Bagi pemerintah hendaknya melakukan revisi terhadap Undang-Undang Pers tepatnya pada Pasal 4 ayat (3), diperjelas mengenai kebebasan pers yang sifatnya mutlak atau terbatas. Pers dalam penyelenggaraan kebebasan pers tetap merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang perbankan, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga kedudukan bank sebagai lembaga kepercayaan.
2.
Agar perlindungan hukum dapat diperoleh nasabah, maka penegak hukum harus menindak pihak-pihak yang melanggar ketentuan Undang-Undang perbankan tidak terkecuali bagi pihak pers.
132
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku Adrian, Sutedi , 2006, Hukum Perbankan, PT. Sinar Grafika Offset, Jakarta. Alias, Jimly, 2004, Peranan Manajemen Risiko Strategik dalam Mendukung Good corporate governance, Bisnis Express, Jakarta. Arrasjid, Chainur 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Amir, Hamzah, 1987, Delik-delik Pers di Indonesia, PT. Media Sarana Press, Jakarta. Anwar, Mochamad,1986, Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Alumni, Bandung. Badrulzaman, Mariam Darus, 1983, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung. Baridwan,Anis, 2004, Ketentuan Pasar Modal dalam Penegakan Good Corporate Governance, PPH, Jakarta. Bryan A, Garner, 1990, Black Law Dictionary,West Publishing Co, St Paul minn. Black Henry, Campbell 1991, Black’s Law Dictionary, sixth edition, West Publishing co, St.Paul Minn. Capitani, Werner de ,1988, Banking Secrecy Today, , Business Law Press, Pensylvania. Chatamarrasjid, 2000, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil), PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Crump, Spencer 1974, Fundamentals of Journalism, Mcgraw Hill Book Company, Toronto,New York. Dorojatun, 2004, Pentingnya Good Governance Pada Government Governance, PPH, Jakarta. Djumhana, Muhamad, 2003, Hukum Perbankan di Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. ______, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan.V, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 132
133
______,2008, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Fuady, Munir, 2002, Doktrin-Doktrin Modern dalam Cooperate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung. Grayson, David, 2008, A New Mindset for corporate Sustainability, British Telecomunication and Cisco, United Kingdom. Hans, Kelsen, 2007, Teori Umum dan Negara dan Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskritif Empirik, terjemahan Soemardi, BEE Media Indonesia, Jakarta. ______, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa dan Nusa Media, Bandung. Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana prenada Media Group, Jakarta. Huala, Adolf, 2004, Hukum Perdagangan Internasional, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta. Husein, Yunus ,2003, Rahasia Bank Privasi Versus Kepentingan Umum , Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta. ______, 2010, Rahasia Bank dan Penegakan Hukum, Pustaka Juanda Tigalima, Jakarta. Ibrahim, Johni, 2007, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Cet,III.Bayumedia Publishing, Malang. J.C.T Simorangkir, 1990, Hukum dan Kebebasan Pers, Binacipta, Jakarta. Kamello, Tan, 2006, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan. Marpaung, Leden, 1993, Kejahatan Perbankan, Erlangga, Jakarta. Masduki, 2003, Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik, UII Press, Jakarta. Miru, Ahmadi, 2008, Hukum perikatan, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.
134
Muhammad, Abdul Kadir, 2002, Hukum Perusahaan Indonesia, PT.Citra Aditya Bakti,Bandung. Munir, Fuady , 1998, Hukum Perbankan Modern, Cet,I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Onong Uchajana, Effendy, 2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, 2007, Good corporate governance serta perkembangan pemikiran dan implementasinya di Indonesia dalam perspektif hukum, Kreasi Total Media, Yogyakarta. Rimsky K, Judisseno, 2002, Sistem Moneter dan Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Santosa, Lukman Az, 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah Bank, Cetakan I, Pustaka Yustisia, Jakarta Selatan. Sentosa, Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, CV.Mandar Maju, Bandung. Sidharta, B. Arief ,1996, bandung.
Refleksi tentang hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Siebert, Fred S, 1973, Four Theories of The Press, University of lllnois Press, Urbana. Sjahrir, 1994, Spektrum ekonomi politik Indonesia, FEUI, Jakarta. Sihombing, Jonker, 2009, Tanggung Jawab Yuridis Bankir atas Kredit Macet Nasabah, PT.Alumni, Bandung. Sitompul,Zulkaranain, 2005, Problematika Perbankan, Books Terrace and Library, Bandung. ______, 2007, Lembaga Penjamin Simpanan Substansi dan Permasalahan cetakan I, Bookrerrace & Library, Bandung. Soekanto,Soerjono 1986, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan ketiga, Jakarta, UI.Press. ______, dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
135
Sugiarto, Agus, 2003, Arsitektur Perbankan Indonesia, Kompas express, Jakarta. Sumitro Rony, Harnitijo, 1990, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta. Shultz, wilian J, dan Reinhardt, Hedwig, 1964, Management, Prentice hall, New York.
Credit and Collection
Smerdon, Richard, 1998, A Practical Guide To Corporate Governance, Sweet And Maxwell, London. Smith, Roberts Ellis, 1979, Privacy How to Protect What Left of It, Anchor Press, New York. The Liang Gie, 1982, Teori-Teori Keadilan, SuperSukses, Yogyakarta. Prajogo, Soesilo, 2007, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, Wacana intelektual, Jakarta. Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-aspek Hukum Perbankan di indonesia, Gramedia Pustaka Utama , Jakarta. Widiyono, Try, 2006, Aspek Hukum Operasional Transaksi produk perbankan di Indonesia, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta. Y Sri Susilo, Sigit Triandarudan, A Totok Budi Santoso, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Salemba Empat, Jakarta.
b. Artikel Amirudin, 2005, Kriminalisasi atas Kebebasan Pers dalam Persfektif Pers, pada seminar :kriminalisasi atas kerahasiaan dan kebebasan pers dalam RUU KUHP, Semarang, tanggal 19 Desember 2005. Lilik Dwi Mardjianto, 2009,” Labirin Kasus Bank Century”, Serial Online November, (cited 2010 jan.22), available from:URL: http://www.antaranews.com/berita/162865/labirin-kasus-bank-century. Shanti Rahmadsyah, 2010, Rahasia Bank Kasus Bank century,( cited 2013 Desember. 12) available from : URL : http://Hukumonline.com/rahasiaBank-Century.
136
c. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Burgerlijk Wetbook. Stb. 1847:23 (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R.Subekti dan R.Tjitrosudibio, 2004, Cetakan 32, Pradnya Paramita, Jakarta). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821). Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negra Republik Indonesia Nomor 5253). Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perintah Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 152, Tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 3998). Peraturan Bank Indonesia Nomor : 5/21/PBI/2003 Tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know your customer principles) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 111, Tambahan lembaran negara republik indonesia Nomor 4325).
137
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan lembaran negara Republik Indonesia Nomor 4475). Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan lembaran negara Republik indonesia Nomor 4600). Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan lembaran negara Republik indonesia Nomor 4808). Peraturan Bank Indonesia 10/10/PBI/2008 tentang perubahan atas peraturan bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang penyelesaian pengaduan nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 38, Tambahan lembaran negara Republik indonesia Nomor 4824).