PENGATURAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI KONSTRUKSI DITINJAU BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 (Studi Kasus di Kotamadya Medan)
M. Ridwan Anas1, Irwan Suranta Sembiring2 1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan USU - Medan Email:
[email protected] 2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan USU - Medan Email:
[email protected]
ABSTRAK Industri Konstruksi merupakan suatu industri yang bersifat unik dan tidak repetitif serta mempunyai karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dimana tingkat kesejahteraan pekerja akan mempengaruhi kinerjanya. Peraturan-peraturan yang mengatur ketenagakerjaan dalam industri konstruksi diharapkan dapat memberikan perasaan ”aman” bagi tenaga kerja dalam bekerja. Oleh sebab itu, perlu dikaji sejauh mana hukum ketenagakerjaan di Indonesia mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja khususnya dibidang konstruksi. UU Ketenagakerjaan 13/2003 adalah hukum terpenting yang mengatur mengenai ketenagakerjaan di Indonesia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak pekerja dengan masa kerja tertentu atau kontrak kerja. Undang-undang juga mengatur hak dasar pekerja, kesehatan, dan keselamatan pekerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan UU no 13 Tahun 2003 dalam industri konstruksi khususnya di Kotamadya Medan dan permasalahan-permasalahan tenaga kerja yang biasa timbul dalam industri konstruksi. Penelitian ini meliputi kajian terhadap UU no 13 Tahun 2003, serta melakukan survey ke pihak perusahaan dan tenaga kerja sebagai pihak-pihak yang terlibat langsung dalam industri konstruksi agar diketahui sejauh mana mereka memahami hak dan kewajiban mereka. Dari hasil survey wawancara dengan pihak tenaga kerja, diketahui belum terlaksananya hubungan kontrak kerja secara tertulis yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja seperti yang di amanahkan undang-undang, dan hanya 7% dari total responden yang pernah mendapat pelatihan kerja. Oleh karena itu peran pemerintah sangat diharapkan dalam mensosialisasikan aspek hukum atau peraturan-peraturan yang memayungi tenaga kerja dalam industri konstruksi sehingga perusahaan dan tenaga kerja tersebut dapat mengetahui hak dan kewajibannya, serta menjadikan tenaga kerja tersebut sebagai partner dalam menyelesaikan suatu industri konstruksi. Diharapkan melalui perlindungan terhadap tenaga kerja dapat meningkatkan kualitas serta produktifitasnya dalam bekerja. Kata kunci: Tenaga kerja konstruksi, buruh harian lepas, kontrak kerja, pengembangan kompetensi
1.
PENDAHULUAN
Latar belakang Industri Konstruksi adalah suatu industri yang bersifat unik dan tidak repetitif serta mempunyai karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya. Suatu proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas dengan alokasi sumber daya tertentu dengan menghasilkan suatu produk dengan ketentuan mutu yang telah ditentukan dengan jelas. Perkembangan dunia konstruksi di Kota Medan saat ini maju dengan sangat pesat seiring dengan pertumbuhan perekonomian dan perkembangan wilayah, dimana kebutuhan akan perumahan semakin tinggi dan tuntutan akan perbaikan infrastruktur juga meningkat. Hal ini ditandai dengan laju pertumbuhan ekonomi dibidang konstruksi sebesar 6,43% (sumber: Pemko Medan) dan jumlah perusahaan yang teregistrasi sebagai perusahaan dibidang konstruksi pada tahun 2011 adalah sebesar 1362 perusahaan (sumber: LPJK Sumatera Utara tahun 2011). Struktur pembiayaan proyek konstruksi terdiri dari biaya material, biaya equipment serta biaya upah. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam suatu siklus proyek konstruksi, baik tenaga kerja ahli dan tenaga kerja terampil (tenaga harian lepas). Suatu proyek dengan nilai kontrak yang besar akan menyerap jumlah tenaga kerja harian lepas dalam jumlah yang besar, tapi hal ini hanya berlangsung selama durasi proyek tersebut saja. Kondisi ini membuat
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-25
Manajemen Konstruksi
posisi tenaga kerja harian sangat lemah kadang tidak dilengkapi dengan dokumen kontrak kerja yang mengatur hak dan kewajiban tenaga kerja dengan pihak perusahaan kontruksi. Aspek legal yang UU Ketenagakerjaan 13/2003 adalah dasar hukum terpenting yang mengatur ketenagakerjaan dan pengadaan lapangan kerja di Indonesia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak pekerja. Undang-undang ini mengatur hak dasar pekerja, kesehatan, dan keselamatan pekerja dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja. Sedangkan pengaturan tentang perlindungan hukum bagi tenaga kerja harian lepas di bidang jasa konstruksi diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 196/Men/1999 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas pada sektor jasa konstruksi. Peran pemerintah sangat diharapkan dalam mensosialisasikan aspek hukum atau peraturan-peraturan yang memayungi tenaga kerja dalam industri konstruksi sehinga tenaga kerja tersebut dapat mengetahui hak dan kewajibannya, demikian juga perusahaan juga dapat menjadikan tenaga kerja tersebut sebagai partner dalam menyelesaikan suatu proyek. Melalui perlindungan terhadap tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta produktifitasnya dalam bekerja.
Rumusan masalah Peran tenaga kerja sangat besar dalam industri konstruksi, dengan terjaminnya hak-hak tenaga kerja diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta produktifitas dari tenaga kerja ahli maupun tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi. Peraturan-peraturan yang berlaku diharapkan dapat memberikan perasaan ”aman” bagi tenaga kerja dalam bekerja, oleh karena itu lingkup permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini antara lain: 1. 2. 3.
Penerapan peraturan perundangan ketenagakerjaan dibidang konstruksi khususnya mengenai tenaga kerja terampil yang berlaku di Kota Medan Pengetahuan dari pihak perusahaan kontraktor dan tenaga kerja terampil terhadap peraturan-peraturan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku di industri konstruksi. Peran pemerintah dalam penerapan peraturan perundang-undangan dalam melindungi hak dan kewajiban tenaga kerja terampil.
Maksud dan tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran normatif mengenai peraturan-peraturan yang mengatur tentang tenaga kerja harian lepas khususnya di bidang konstruksi. Sementara itu, lebih khusus lagi tujuan dilakukannya studi ini adalah: 1. Mengetahui sejauh mana penerapan undang-undang ketenagakerjaan dalam dunia konstruksi di Kota Medan mengenai hubungan kontrak kerja, pengupahan dan hak mendapat pelatihan. 2. Mengetahui pemahaman tenaga kerja terampil dibidang konstruksi mengenai peraturan ketenagakerjaan serta permasalahan-permasalahan yang ada mengenai tenaga kerja harian lepas dalam industri konstruksi Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak tenaga kerja untuk mengetahui hak dan kewajibannya dalam bekerja, serta menjadi bahan pertimbangan bagi pihak perusahaan dalam memperkerjakan tenaga kerja harian lepas.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Aspek legal ketenagakerjaan di bidang konstruksi Tenaga kerja harian lepas bidang jasa konstruksi adalah tenaga kerja yang bekerja pada sektor jasa konstruksi yang menerima upah sesuai dengan jumlah kehadirannya, tanpa ada ketentuan yang pasti jumlah upah yang diterima antara perusahaan jasa konstruksi yang mungkin dapat berbeda dalam menentukan jumlah besarnya upah untuk setiap hariannya. Hukum ketenagakerjaan itu meliputi semua pengawasan yang mengatur, membina dan melindungi baik tenaga kerja maupun pengusaha. Pemerintah telah mengeluarkan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 yang menjadi acuan dasar dalam mengatur peran dan kedudukan tenaga kerja dalam pembangunan, peningkatan kemampuan tenaga kerja dan jaminan hak-hak dasar buruh. UU No. 13 tahun 2003 mengatur masalah tenaga kerja antara lain berisi tentang : 1. Hak dasar tenaga kerja 2. Mengenai kesempatan dan perlakuan yang sama 3. Pengembangan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan kerja 4. Tenaga kerja asing
MK-26
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
5. Tentang hubungan kerja antara tenaga kerja dan perusahaan 6. Perlindungan (keselamatan kerja), pengupahan dan kesejahteraan 7. Hubungan industrial 8. Pemutusan hubungan kerja Peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan tenaga kerja konstruksi antara lain : a. b. c. d. e. f.
UU No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja UU No. 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek) PP No. 4 tahun 1993 tentang penyelenggaraan Jamsostek PP No. 28 tahun 2000 mengenai sertifikasi tenaga kerja Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP. 100/MEN/VI/2004 mengenai Tenaga kerja harian lepas Kepmen Tenaga Kerja Nomor 196/Men/1999 tentang penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas pada sektor jasa konstruksi Pelaksanaan pengawasan hukum tenaga kerja di Kota Medan merupakan tanggung jawab dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, selain itu juga pengawasan juga dilakukan oleh LSM, serikat pekerja, asosiasi serta oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dalam industri konstruksi.
Pengembangan tenaga kerja konstruksi Salah satu amanah dari UU No. 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Selain itu PP No. 28 tahun 2000 juga menyatakan bahwa setiap tenaga kerja konstruksi harus mengikuti sertifikasi keterampilan berdasarkan disiplin keilmuan dan atau keterampilan tertentu. Dari pernyataan di atas dapat diketahui bagaimana hak dan kewajiban dari tenaga kerja konstruksi dalam mengembangkan kompetensi keahlian, sejauh ini hal ini tidak terlaksana sama baiknya dengan tenga ahli di bidang konstruksi. Khusus untuk tenaga ahli konstruksi sertifikat keahlian ini sudah menjadi syarat bagi perusahaan untuk mengikuti suatu proses tender pelaksanaan proyek konstruksi.
Hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja Perusahaan Kontraktor dan tenaga kerja terampil merupakan dua hal utama yang saling bergantung dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi. Umumnya pekerjaan konstruksi dilakukan dengan sistem kerja borongan atau dengan menggunakan tenaga kerja harian lepas, dimana yang membedakan keduanya adalah berdasarkan sistem pembayaran. Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh, dimana perjanjian kerja dapat dibuat secara lisan dan tertulis. Untuk jenis pekerjaan borongan sistem pembayaran yang dilakukan adalah berdasarkan progress pekerjaan yang telah dilaksanakan dan berdasarkan harga satuan pekerjaan yang telah disepakati sebelumnya, untuk tenaga kerja harian lepas pembayaran didasarkan atas upah kerja harian yang telah disepakati sebelumnya tanpa memperhitungkan progress pekerjaan yang telah dilaksanakan. Kontrak kerja dengan pemborong dilakukan berdasarkan jenis pekerjaan yang dilaksanakan dengan kendali mutu pekerjaan dan waktu pelaksanaan yang telah disepakati
3.
METODOLOGI
Untuk mencapai maksud dan tujuan peneletian, maka dilakukan analisis statistik sederhana berdasarkan hasil survey wawancara ke pihak-pihak terkait, untuk mengetahui gambaran pengetahuan responden terhadap UU No 13 tahun 2003 maupun penerapan peraturan perundangan tersebut di Kota Medan.
Responden penelitian Untuk mengetahui pemahaman mengenai hubungan antara UU Ketenagakerjaan khususnya di bidang Konstruksi dilakukan wawancara ke Dinas Tenaga Kerja, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah Sumatera Utara dan Asosiasi-asosiasi profesi yang berada di Kota Medan. Selain survey wawancara kepada pihak terkati di atas, juga dilakukan survey wawancara ke pihak tenaga kerja harian lepas konstruksi di Kota Medan. Hal ini dilakukan untuk mendapat gambaran sebenarnya hal yang terjadi dan pengetahuan tenaga kerja terampil di bidang konstruksi terhadap UU Ketenagakerjaan. Penentuan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling, dimana setiap kelompok terdiri dari atas beberapa unit elemen yang lebih kecil. Kelompok-kelompok tersebut boleh dipilih dengan baik dengan menggunakan metoda acak sederhana maupun acak sistematis (Sugiarto dkk, 2001)
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-27
Manajemen Konstruksi
Jenis data Jenis data yang digunakan merupakan Data Sekunder berupa literatur mengenai peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi khususnya mengenai ketenagakerjaan serta Data Primer yang diperoleh dari hasil wawancara dari pihak-pihak terkait, dan data angket yang diperoleh dari survey ke tenaga kerja harian di bidang konstruksi.
Analisis data Data yang telah diperoleh kemudian di analisis secara deskriptif, berdasarkan karakteristik tenaga kerja konstruksi di Kota Medan dan persepsi dari pihak-pihak yang terkait terhadap tenaga kerja konstruksi khususnya mengenai pengembangan kompetensi tenaga kerja konstruksi dan hubungan kontrak tenaga kerja dengan perusahaan konstruksi.
4.
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisis diperoleh dari hasil jawaban kuesioner yang telah diisi oleh responden mengenai peraturan perundangan ketenagakerjaan, selanjutnya hasil tersebut dipakai sebagai dasar analisis dalam penelitian. Dari hasil pengumpulan data dapat dilihat karakteristik responden diperoleh bahwa 44% responden mempunyai kelompok usia antara 31 – 35 tahun, dengan tingkat pendidikan terdiri dari mayoritas lulusan SMA sebanyak 38% dan lulusan SMP sebanyak 44% dengan rata-rata lama bekerja di atas 1 (satu) tahun. Ilustrasi mengenai karakteristik responden ditinjau dau kelompok usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 1. Persentase Karakteristik Responden
Sistem hubungan kerja tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi UU No. 13 tahun 2003 mengatur tentang sistem kontrak tenaga kerja antara lain Tenaga Kerja Waktu Tertentu (TKWT) dan Tenaga Kerja Waktu Tak tertentu (TKWTT) atau lebih dikenal dengan tenaga kerja permanen. Khusus untuk tenaga kerja waktu tertentu. Sistem tenga kerja waktu tertentu diatur dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dimana pekerjaan ini untuk jenis pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru dan pekerjaan yang bersifat musiman. Dari hasil wawancara, umumnya hubungan kerja antara perusahaan dan tenaga kerja terampil dalam industri konstruksi bersifat sistem kerja borongan dan sistem tenaga kerja harian (harian lepas). Sistem kerja borongan merupakan sistem kerja yang menyerahkan tanggung jawab pekerjaan kepada pihak lain, baik untuk penyediaan tenaga kerja serta dalam pelaksanaan pekerjaan, dimana sistem pembayaran dilakukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak perusahaan kontraktor (umumnya berdasarkan progress pekerjaan). Selain itu sistem yang digunakan adalah sistem tenaga kerja harian lepas yaitu dengan memperkerjakan tenaga kerja terampil yang diberikan tanggung jawab berdasarkan jenis pekerjaan dengan sistem pembayaran upah berdasarkan jumlah hari/jam kerja yang dibayarkan per minggu kepada tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya sistem tenaga kerja harian tidak menggunakan kontrak kerja tertulis seperti yang diwajibkan dalam peraturan tenaga kerja khususnya Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep 100./MEN/2004 Pasal 12 mengenai perjanjian kerja tenaga kerja harian. Perjanjian kerja hanya bersifat lisan mengenai jenis pekerjaan dan besarnya upah yang harus dibayarkan, tidak dijelaskan mengenai hak dan kewajiban dari tenaga kerja tersebut. Hal ini sangat mungkin terjadi karena dari hasil survey lapangan baik dari pihak kontraktor dan pihak tenaga kerja, hanya 8% dari jumlah responden yang mengetahui tentang peraturan perundangan yang mengatur mengenai sistem ketenagakerjaan.
Pengembangan kompetensi tenaga kerja terampil Umumnya tenaga kerja terampil yang bekerja pada proyek konstruksi tidak mendapat pendidikan khusus dibidangnya, keahlian bekerja mereka peroleh dari pengalaman dilapangan dimulai dari level pekerja (helper), MK-28
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
Manajemen Konstruksi
kemudian keahliannya berkembang sesuai tingkatannya menjadi tukang, kepala tukang, dan mandor. Hal ini juga berhubungan dengan upah yang diterima karena besarnya upah berhubungan dengan tingkat keahlian dari tenaga kerja terampil tersebut. Salah satu amanah dari peraturan perundang-undangan mengatur mengenai pengembangan keahlian dari tenaga kerja, khusus mengenai tenaga kerja konstruksi hal ini diatur dalam PP No. 28 tahun 2000 mengenai pengembangan kompetensi dan sertifikasi keahlian tenaga kerja konstruksi, dimana setiap tenaga kerja dalam jasa konstruksi harus mempunyai sertifikasi keahlian. Undang-undang No. 13 tahun 2003 juga mengatur mengenai hal ini, tercantum dalam Bab V mengenai pelatihan kerja. Salah satu pasal menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja, dan pihak perusahaan wajib bertanggung jawab atas peningkatan dan/atau pengembangan kompetensi pekerjanya melalui pelatihan kerja. Dari hasil pengamatan di lapangan diperoleh hanya 7% dari total responden yang pernah mendapat pelatihan kerja, pelatihan yang diperoleh hanya mengenai keselamatan kerja di proyek konstruksi. Mengenai pelatihan untuk pengembangan kompetensi sesuai keahlian belum pernah diperoleh oleh tenaga kerja terampil yang disurvey dilapangan. Hal ini tidak berlaku untuk tenaga kerja ahli dibidang konstruksi, dimana menjadi keharusan bagi perusahaan konstruksi untuk mempunyai tenaga ahli tersertifikasi. Hal ini juga disyaratkan dalam proses tender untuk pekerjaan pelaksanaan proyek konstruksi. Sertifikasi keahlian tenaga kerja terampil belum menjadi keharusan dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, hal ini seharusnya juga diterapkan pada saat pelaksanaan proyek. Jika hal ini diterapkan dalam pelaksanaan proyek maka pihak perusahaan kontraktor mempunyai kewajiban dalam menyediakan tenaga kerja yang tersetifikasi, oleh karena itu perusahaan akan menjaga hubungan yang baik dengan tenaga kerja terampil. Hal ini dapat diterapkan jika pemerintah juga mendukung penuh penerapannya seperti pelaksanaan kewajiban untuk mengikuti program jamsostek bagi perusahaan konstruksi, dan setiap perusahaan konstruksi harus memiliki tenaga ahli yang tersertifikasi. Peran pemerintah juga harus didukung oleh LPJK sebagai badan yang berwenang memberikan pengawasan dan juga memberikan pelatihan kerja kepada tenaga kerja konstruksi. Dengan dilakukannya sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja dari tenaga kerja terampil dan menaikkan upah kerja bagi tenaga terampil yang telah mempunyai sertifikasi keahlian. Khusus untuk Kota Medan, sertifikasi keahlian dilakukan oleh asosiasi ASTTI, ATAKI, dan melalui perguruan tinggi yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Politeknik Negeri Medan. Sejauh ini sertifikasi keterampilan hanya diberikan kepada pelaksana proyek dan belum ada sertifikasi yang diberikan untuk tenaga kerja terampil untuk tingkat tukang, kepala tukang maupun mandor.
Perlindungan (keselamatan kerja), pengupahan dan kesejahteraan Undang-undang ketenagakerjaan juga mengatur mengenai perlindungan terhadap pekerja anak dan perempuan, dimana disebutkan dilarang untuk memperkerjakan anak dibawah umur dan khusus untuk wanita diterapkan beberapa hal khusus mengenai jam kerja dan hak cuti lainnya. Selain itu juga diatur mengenai keselamatan kerja, dimana tiap perusahaan wajib menjamin keselamatan kerja para pekerjanya dengan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini sangat jarang dilihat penerapannya oleh perusahaan kontraktor yang lokaldi Kota Medan. Dari hasil wawancara dengan tenaga kerja terampil diperoleh hanya 7% tenaga kerja terampil yang pernah mendapat pelatihan keselamatan kerja. Mengenai perlindungan keselematan kerja, Pemerintah mewajibkan tiap perusahaan untuk mengikuti program Jamsostek untuk proyek-proyek konstruksi. Hal ini juga diatur oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Tapi perlindungan yang diberikan hanya untuk jaminan kecelakaan kerja dan kematian kerja selama proyek itu berlangsung. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa tidak satupun tenaga kerja terampil tersebut yang mempunyai kartu keanggotaan Jamsostek, maka setelah proyek selesai atau kontrak mereka telah selesai keselamatan dan kesehatan mereka tidak dilindungi lagi. Hal ini jelas berbeda dengan amanah UU No 13 tahun 2003. Mengenai pengupahan terhadap tenaga kerja harian lepas pada proyek konstruksi tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan, undang-undang hanya menyebutkan bahwa upah harus disesuaikan dengan UMR dari setiap daerah. Tidak diatur mengenai besarnya upah untuk masing-masing kelas pekerja untuk industri konstruksi dan berapa besarnya upah harian untuk mereka. Hal yang berlangsung hanya berupa kesepakatan antara tenaga kerja dengan pihak perusahaan kontraktor.
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011
MK-29
Manajemen Konstruksi
5.
KESIMPULAN DAN SARAN
·
Dari hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa belum diterapkan dengan baik peraturan perundangan mengenai ketenagakerjaan khususnya untuk tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) dalam industri konstruksi Kurangnya pengetahuan tenaga kerja terampil mengenai peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan, hal ini disebabkan kurang sosialisasi dari pihak pemerintah untuk memberikan pengarahan atau pengetahuan mengenai peraturan yang mengatur tenaga kerja dalam industri konstruksi. Akibat dari kurangnya pengetahuan mengenai peraturan perundangan menyebabkan tenaga kerja terampil tidak mengetahui secara baik mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja maupun pihak perusahaan kontraktor. Untuk hubungan kerja antara perusahaan kontraktor dengan tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) umumnya belum melakukan perikatan kontrak kerja dalam suatu perjanjian tertulis hanya berupa kesepakatan lisan, demikian juga dengan pemberian upah untuk tenaga kerja terampil Perlu ditingkatkannya peran pemerintah dalam meningkatkan pengembangan kompetensi dari tenaga kerja terampil khususnya dalam proyek konstruksi, pemerintah juga dapat mewajibkan perusahaan kontraktor untuk dapat menyediakan tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas) yang tersertifikasi dalam melaksanakan proyek konstruksi Perlunya suatu asosiasi/serikat untuk mewadahi tenaga kerja terampil (tenaga kerja harian lepas), hal ini sangat membantu untuk dalam pengembangan industri konstruksi, dan juga menjadi wadah bagi tenaga kerja terampil untuk pengembangan kompetensi, informasi mengenai pekerjaan konstruksi dan sebagai wadah berlindung jika terjadi permasalahan dalam pelaksaan pekerjaan konstruksi.
· · · ·
·
DAFTAR PUSTAKA Hancock, M. R. & D. Langford (1995), Human Resources Management in Construction, Longman Group, England. McCulloch, Neil (2006). “Implikasi Peraturan Ketenagakerjaan Formal dan Informal terhada Usaha Di Kabupaten Serang”. Tinjauan Iklim Invetasi Daerah, The World Bank. Wirahadikusumah, Reini D. (2005). Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, ITB. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP. 100/MEN/VI/2004. “Mengenai Tenaga kerja harian lepas.” Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2000. “Mengenai sertifikasi tenaga kerja.” Undang-undan RI Nomor 13 Tahun 2003 “Tentang Ketenagakerjaan.”
MK-30
SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011