Pengaturan Debit Pengeluaran Abu untuk Meningkatkan Stabilitas Suhu pada Gasifikasi Limbah Padat Biomassa Bambang Purwantana1 ABSTRAK Gasifikasi merupakan suatu proses konversi berbagai bahan padat maupun cair menjadi bahan bakar gas menggunakan reaktor kimia berupa gasifier. Suatu gasifier tipe aliran ke bawah (downdraft gasifier) telah dikembangkan untuk proses gasifikasi limbah padat biomassa serbuk aren, sekam padi, ampas tebu, tongkol jagung, dan lain-lain. Beberapa kendala yang masih dihadapi antara lain adalah laju aliran bahan dan suhu di zona pembakaran dan zona reduksi yang kurang stabil. Akumulasi abu sisa gasifikasi pada ruang pembakaran diperhitungkan menjadi penyebab kekurangstabilan tersebut. Penelitian pengembangan mekanisme pengeluaran abu sisa gasifikasi secara teratur telah dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi permasalahan laju aliran bahan dan stabilitas suhu. Suatu mekanisme screw conveyor dipasangkan di bagian bawah zone pembakaran untuk membantu pengeluaran abu sisa proses gasifikasi. Screw conveyor diputar dengan variasi putaran 0, 10, 14, 18, dan 23 RPM setara dengan debit pengeluaran abu sebesar 0 sampai dengan 2,5 gram/menit. Perkembangan suhu pada zona pembakaran dan reduksi direkam untuk dianalisis besaran dan stabilitasnya. Stabilitas suhu diukur berdasarkan simpangan terhadap rerata suhu selama proses gasifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan debit pengeluaran abu sisa gasifikasi meningkatkan secara parabolik stabilitas suhu proses gasifikasi. Pengeluaran abu sampai dengan debit 2 gram/menit mampu menurunkan simpangan besaran suhu pembakaran dan reduksi masing-masing sebesar 7,5 dan 4,4%. Kata kunci: gasifier, abu, debit, suhu
PENDAHULUAN Wei (2005) mendefinisikan biomassa sebagai semua bahan organik yang merupakan turunan dari tanaman sebagai konversi hasil proses fotosintesis, tidak termasuk proses fosilisasi. Biomassa merupakan bahan bakar yang cukup penting untuk negara-negara berkembang. Pada tahun 1996, total konsumsi biomasa sebagai bahan bakar di dunia diperkirakan mencapai 48.000 PJ setiap tahun. Di negara-negara berkembang, biomasa sebagaian besar masih dikategorikan sebagai energi non komersial. Pemanfaatan terbesar biomasa di negara-negara berkembang tersebut masih terbatas sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak pada sektor rumah tangga dengan menggunakan tungku sederhana, sehingga efisiensinya rendah (Sugiyono, 1998). Beberapa jenis limbah biomassa tidak bisa atau tidak efisien apabila dibakar secara langsung. Salah satu prospek pemanfaatan biomassa seperti itu adalah mengkonversinya menjadi bahan bakar gas melalui gasifikasi. Secara umum ada tiga macam cara pengkonversian biomassa padat menjadi energi, yaitu thermo-kimia, biokimia, dan ekstraksi mekanik. Usaha konversi energi limbah padat biomassa menjadi gas tergolong thermo-kimia dimana proses pemanasan menyebabkan terjadinya reaksi 1
Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl. Sosio Yustisia, Bulaksumur, Yogyakarta 55281. E-mail:
[email protected]
1
kimia yang komplek yang mengurai biomassa menjadi unsur-unsur gas. Proses thermokimia dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu pembakaran, pirolisa, gasifikasi dan liquefikasi yaitu mengkonversi biomasa menjadi cairan hidrokarbon yang stabil menggunakan temperatur rendah dan hidrogen tekanan tinggi (McKendry, 2002b). Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar padat atau cair menjadi bahan bakar gas dengan pemanasan dalam media gasifikasi seperti udara, oksigen atau uap. Tidak seperti pada pembakaran dimana oksidasi terjadi secara sempurna dalam satu tahap, gasifikasi mengkonversi energi kimia dari karbon dalam biomassa menjadi gas yang mudah terbakar dalam dua tahap. Gas yang dihasilkan tersebut dapat lebih mudah dimanfaatkan dibanding dengan bimassa aslinya (McKendry, 2002a). Gasifikasi merupakan proses reaksi yang kompleks, dimana didalamnya terjadi empat proses untuk mengkonversi biomassa menjadi gas yaitu proses pengeringan, pirolisis, oksidasi, dan reduksi (Hartanto dan Haryanto, 2007). Proses pengeringan terjadi pada temperatur sekitar 200 0C (Goswami, 1986). Uap air hasil pengeringan akan mengalir ke bawah dan menambah jumlah uap air di dalam zona oksidasi untuk diubah menjadi hidrogen (Rajvanshi, 1986). Panas yang digunakan pada proses pengeringan berasal dari zona pirolisis dan pembakaran atau oksidasi. Laju pengeringan dipengaruhi oleh luas permukaan, suhu dan difusivitas bahan, kecepatan dan kelembaban udara sekitar (Stassen, 1995). Panas menyebabkan materi hidrokarbon terdegradasi sehingga terbentuk tar cair. Suhu 500 0C cukup untuk mengubah tar cair menjadi gas. Suhu yang lebih tinggi, sekitar 1600 0C akan memecah tar dan secara simultan mengubah karbon menjadi gas yang mudah terbakar atau dikenal dengan gas sintetis atau syngas (synthetic gas). Syngas merupakan gas yang dikembangkan pada zaman Perang Dunia II oleh Nazi Jerman untuk campuran bahan bakar mesin diesel (Fairley, 2006). Salah satu proses yang penting pada gasifikasi biomassa adalah pirolisis. Pirolisis merupakan proses peruraian atau dekomposisi dari konstituen-konstituen kayu seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen. Selulosa merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula rantai panjang atau unit glukosa dari polisakarida. Selulosa mengalami dekomposisi dengan hebat pada suhu 280°C yang berakhir pada suhu 300- 350 0C (Girard, 1992). Menurut Hartanto dan Haryanto (2007), ketiadaan oksigen memungkinkan terjadinya pirolisis pada suhu 280-500 0C. Dalam proses ini molekul-molekul besar seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin berdekomposisi menjadi ukuran molekul medium dan karbon. Hasil dari proses pirolisis adalah arang padat, tar cair dan gas-gas campuran. Gas-gas yang dihasilkan dalam proses gasifikasi antara lain terdiri dari unsurunsur hidrogen, karbon monoksida, methan, karbon dioksida, uap air, senyawa hidrokarbon lain dalam jumlah yang kecil, serta bahan-bahan non-organik (Lim dan Sims, 2003). Komposisi gas dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain komposisi bahan bakar, kadar air, suhu reaksi dan oksidasi lanjutan dari hasil pirolisis (Bridgwater, 2003). Setiap kilogram biomassa kering-udara (kadar air ± 10%) mengandung sekitar 2,5 Nm3 bahan bakar gas. Dalam terminologi energi, efisiensi konversi pada proses gasifikasi biomassa berkisar antara 60 – 70% (McKendry, 2002b). Dalam proses gasifikasi jumlah udara yang masuk dibatasi untuk menghasilkan jumlah karbon yang lebih banyak. Bilonio (2005) melaporkan bahwa untuk proses gasifikasi sekam padi membutuhkan sekitar 30%-40% stoichiometrik udara (4,7 kg udara per kg sekam padi). Mansaraya dkk (1999), menambahkan salah satu faktor yang penting dalam gasifikasi sekam adalah menjaga suhu tetap berkisar 600 - 650 0C. Gasifier merupakan alat atau instrumen yang dapat mengkonversi berbagai bahan padat maupun cair seperti misalnya biomassa menjadi bahan bakar gas. Gasifier merupakan reaktor kimia dimana berbagai proses kimia dan fisika yang kompleks dapat terjadi, seperti: pengeringan, pemanasan, pirolisis, oksidasi parsial, dan reduksi. Melalui gasifikasi, bahan padat karbonat (CH1,4O0,6) dipecah menjadi bahan-bahan dasar seperti CO, H2, CO2, H2O dan CH4. Gas-gas yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan secara langsung untuk proses pembakaran maupun disimpan dalam tabung gas. 2
Berbagai jenis dan ukuran gasifier telah dikembangkan sesuai dengan karakteristik bahan, skala dan tujuannya masing-masing. Secara garis besar gasifier dapat digolongkan kedalam tiga jenis, yaitu ; gasifier tipe alas tetap (fixed bed), gasifier dengan pelumasan (fluidized bed) dan gasifier aliran berjalan (entrained flow) (McKendry, 2002b). Gasifier tipe fluidized bed dan entrained flow lebih sesuai untuk industri skala besar, sedangkan gasifier tipe fixed bed sesuai untuk skala kecil (Wei, 2005). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan gasifier. Studi tentang kesetimbangan massa pada updraft gasifier untuk serbuk gergaji telah dilakukan oleh Payne dan Chandra (1985). Payne dkk (1985), juga melakukan uji terhadap tiga ukuran serbuk gergaji pada updrfat gasifier untuk menentukan pengaruh ukuran serbuk pada efisiensi sistem. Payne dkk (1985) melakukan studi penerapan kontrol dengan mikro-komputer pada gasifier. Studi terhadap gasifikasi biomassa juga dilakukan oleh Hoki dkk (1992). Mereka juga meneliti aspek kestimbangan panas dan efisiensi gasifikasi (Hoki dkk, 1994), serta stabilitas laju produksi gas (Hoki dkk, 1995). Studi tentang kontrol suhu pada gasifier juga telah dilakukan dengan perlakuan kontrol aliran bahan baku (Hoki dkk, 2002). Penelitian kami tentang gasifier terdahulu menunjukkan masih adanya kekurangan-kekurangan yang terjadi ketika proses gasifikasi berlangsung seperti terjadinya peronggaan saat proses pembakaran berlangsung, proses penurunan bahan yang tidak kontinyu, dan waktu efektif gasifikasi yang fluktuatif (Purwantana, 2007). Hal itu terjadi salah satunya karena banyaknya abu yang terakumulasi di ruang pembakaran. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dilakukan pengurasan abu yang terbentuk yang terkumpul di zona pembakaran. Pada penelitian terdahulu pengurasan abu dilakukan secara manual dengan mematikan pembakaran gasifier sehingga menurunkan nilai produktivitas gasifikasi. Untuk mengatasi hal itu melalui penelitian ini dilakukan modifikasi konstruksi gasifier yaitu dengan memasang mekanisme pengeluaran abu secara mekanis berupa screw conveyor yang dipasangkan di bagian bawah ruang pembakaran untuk membantu mengeluarkan abu dengan debit tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh pengeluaran abu terhadap kinerja gasifikasi utamanya kestabilan suhu dan menentukan debit pengeluaran abu optimal yang memberikan kinerja gasifikasi terbaik. Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu rekomendasi untuk perbaikan kinerja gasifier yang saat ini tengah dikembangkan. Kinerja gasifikasi sangat ditentukan oleh perilaku suhu di ruang pembakaran dan ruang reduksi. Oleh karena itu dalam penelitian ini kinerja gasifikasi dibatasi hanya dengan mengamati perilaku suhu di kedua ruang tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di laboratorium Energi dan Mesin Pertanian Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan utama yang digunakan adalah limbah biomassa yang dalam penelitian ini dilakukan dengan sekam padi kering (k.a. 11,3%) yang diperoleh dari tempat penggilingan padi di dusun Sruni, Wukirsari, Cangkringan, Sleman. Adapun alat-alat yang digunakan meliputi gasifier (Gambar 1), blower, termokopel, manometer, portable data logger, oven, timbangan, stopwatch, belt-pulley (sabuk dan puli), dan komputer. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji debit abu dari alat pengeluaran abu yang sesuai untuk menghasilkan kinerja gasifikasi yang optimal. Rajvanshi (1986) menyatakan bahwa kinerja gasifier salah satunya ditandai perilaku suhu pada zona pembakaran dan zona reduksi. Untuk itu dalam penelitian ini pengamatan suhu difokuskan pada kedua zona ini. Sepasang termokopel masing-masing dipasangkan di zona pembakaran dan zona reduksi. Sinyal dari sensor direkam melalui data logger dan komputer. 3
Reaktor Gas (downdraft gasifier)
R. Pengeringan
blower
o Termokopel R. Pirolisa
o
Manometer
o
R. Pembakaran
o R. Reduksi Set kompor
(a)
Gambar 1. Gasifier dan rangkaian alat percobaan Perlakuan debit pengeluaran abu sisa pembakaran dilakukan melalui variasi kecepatan putaran screw conveyor yang dipasangkan di bagian bawah ruang pembakaran gasifier. Sebuah motor DC digunakan sebagai penggerak dan dihubungkan dengan sabuk ke conveyor melalui puli masing-masing dengan diameter 3 inchi, 4 inci, 5 inchi, dan 6 inchi. Hasil pengukuran menunjukkan variasi puli tersebut masing-masing memberikan variasi debit pengeluaran abu sebesar 2,3 gr/menit, 1,9 gr/menit, 1,5 gr/menit, dan 0,9 gr/menit. Secara ringkas prosedur pelaksanaan penelitian ditunjukkan seperti Gambar 2 di bawah ini Biomassa (sekam padi) Masukkan ke dalam gasifier Variasi puli pada alat pengeluaran abu Gasifikasi
Catat waktu operasional gasifier
Ukur rpm alat pengeluaran abu
Rekam suhu pada gasifier tiap 5 detik
Analisa data Penentuan debit optimal Gambar 2. Prosedur penelitian pengaruh debit terhadap perilaku suhu 4
Secara lebih rinci langkah-langkah alam prosedur penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Instrument gasifier dipasang sesuai tata letak. 2. Dilakukan kaliberasi termokopel. 3. Termokopel disambungkan pada data Logger. 4. Dilakukan pemrograman data Logger. 5. Dilakukan penimbangan massa sekam padi dengan berat 5 kg. 6. Pengecekan terhadap kinerja dinamo dan pemasangan puli serta belt yang akan di pakai pada alat pengeluaran abu secara mekanis. 7. Bahan bakar sekam padi dimasukkan ke dalam reaktor gas tipe updraft. 8. Dilakukan pembakaran awal terhadap biomassa dalam reaktor gasifier. 9. Waktu efektif pembakaran mulai dicatat. 10. Blower dioperasikan dan kran masukan udara diatur sesuai pengaturan bukaan kran masukan gas sebesar 1/8 bukaan (Senoaji, 2007). 11. Setelah pembakaran awal merata, reaktor diisi dengan sekam yang tersisa. 12. Diletakkan pembebanan dengan dengan beban tetap untuk semua pengambilan data pada bagian atas permukaan sekam. 13. Reaktor ditutup. 14. Setelah 10 menit, conveyor diputar dengan variasi kecepatan putar sesuai perlakuan dan dilakukan pencatatan suhu melalui data Logger. Analisa statistik dilakukan untuk menentukan hubungan antara debit pengeluaran abu dengan perilaku suhu pada zona pembakaran dan zona reduksi. Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variasi debit pengeluaran abu berpengaruh atau tidak terhadap perilaku suhu. Selanjutnya uji nyata jujur (UNJ) digunakan untuk mengetahui debit yang paling mempengaruhi perilaku suhu pada proses gasifikasi. Sedangkan analisis ragam digunakan untuk menentukan tingkat respon yang dimiliki variasi debit yang diyakini merupakan yang paling optimal terhadap besaran suhu. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap perilaku suhu pada zona pembakaran. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap suhu rata-rata dan suhu maksimum di zona pembakaran ditunjukkan melalui Gambar 3. Data diambil untuk periode 5 menit pengamatan pada selang puncak suhu maksimum. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa dengan dikeluarkannya abu sisa pembakaran dapat membantu kelancaran proses pembakaran yang ditunjukkan oleh meningkatnya rerata suhu serta tingginya suhu maksimum yang dapat dicapai. Pengeluaran abu sisa pembakaran dengan debit sampai dengan sekitar 2 gram/menit meningkatkan suhu rerata pembakaran sekitar 75 C dan meningkatkan besaran suhu maksimum sampai dengan 125 C. Hal ini dimungkinkan karena dengan dikeluarkannya abu di bagian bawah zona pembakaran tersebut proses oksidasi dapat berlangsung lebih lancar karena hambatan oksidasi oleh abu sisa pembakaran berkurang. Disamping itu dengan dikeluarkannya abu tersebut laju bahan dari bagian atas menjadi lebih mengalir sehingga proses pembakaran dapat terus terjadi pada bahan yang secara kontinyu selalu tergantikan. Meningkatnya besaran suhu juga membantu meningkatkan proses pirolisa pada bahan di bagian atas zona pembakaran sehingga secara simultan bahan yang sudah terpirolisa ini akan menjadi lebih mudah terbakar. Meskipun demikian apabila laju pengeluaran abu terlalu besar justru dapat mengurangi efektifitas proses gasifikasi. Pada debit diatas 2 gram/menit, laju bahan diperkirakan telah melampaui laju pembakaran bahan sehingga sebagian bahan yang dikeluarkan belum terbakar secara sempurna. Akibatnya disamping terjadinya 5
penurunan rerata suhu sebagaimana ditunjukkan pada grafik di atas, dari pengamatan secara visual diamati bahwa pada kondisi tersebut abu yang dikeluarkan masih tercampur dengan arang atau bahkan bahan yang belum terbakar sempurna dan gas yang dihasilkan menjadi lebih sulit dibakar atau dinyalakan.
Gambar 3. Sebaran suhu di zona pembakaran pada beberapa debit pengeluaran abu Hasil uji statistik menunjukkan bahwa debit pengeluaran abu secara nyata mempengaruhi suhu rerata dan suhu maksimum pembakaran. Dari hasil uji lanjut diketahui bahwa pada variasi debit 1,9 gram/menit menghasilkan suhu rerata dan maksimum tertinggi. Analisis ragam sampai respon tingkat kuartik dengan tingkat kepercayaan 5% F hitung masih bisa diterima sehingga debit 1,9 gram/menit disimpulkan merupakan variasi yang menghasilkan suhu rerata dan maksiumm paling optimum proses gasifikasi di zona pembakaran.
2. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap perilaku suhu pada zona reduksi. Peningkatan suhu yang terjadi di ruang pembakaran seperti dibahas di depan ternyata tidak secara nyata meningkatkan rerata suhu di zona reduksi seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Data ini juga diambil untuk kurun 5 menit pengamatan pada selang puncak suhu maksimum. Penambahan laju debit pengeluaran abu meningkatkan rerata suhu reduksi atau gasifikasi secara tidak nyata. Meskipun demikian puncakpuncak atau maksimum suhu yang dapat dicapai meningkat relatif tinggi. Gambar 4 secara umum menjelaskan bahwa suhu di ruang reduksi relatif stabil dan tidak terlalu dipengaruhi oleh proses pengeluaran abu. Sedikit peningkatan besaran suhu pada debit abu antara 1,5 sampai 2 gram/menit diperkirakan lebih karena pengaruh panas konduksi dan radiasi dari meningkatnya suhu di ruang pembakaran. Hal ini dimungkinkan karena pada gasifier yang digunakan (Gambar 1) terjadi pemisahan antara ruang pembakaran dan ruang reduksi. Proses reaksi pada massa abu yang masuk ke ruang reduksi relatif minimal, dimana pada proses inipun tidak mengeluarkan panas namun justru memanfaatan panas yang dihasilkan oleh proses pembakaran. Meskipun demikian, karena proses reduksi akan lebih efektif terjadi pada suhu yang tinggi maka debit peneluaran abu yang optimal tetap diperlukan untuk menjamin terjadinya suhu yang tinggi di ruang pembakaran sehingga suhu di ruang reduksipun akan terjaga pada besaran yan tetap tinggi.
6
Gambar 4. Sebaran suhu di zona reduksi pada beberapa debit pengeluaran abu
3. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap fluktuasi simpangan suhu terhadap suhu rerata. Rangkuman pengaruh debit pengeluaran abu terhadap fluktuasi simpangan besaran suhu pembakaran dan reduksi ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah. Prosentase simpangan suhu diukur berdasarkan selisih antara suhu maksiumum dan minimum terhadap suhu rerata pada periode 5 menit pengamatan. Secara keseluruhan terlihat adanya kecenderungan penurunan besaran simpangan suhu terhadap rerata sebagai akibat peningkatan debit pengeluaran abu. Pada zone pembakaran penurunan fluktuasi simpangan suhu mencapai hampir 7,5% pada debit abu 1,5 sampai 2 gram/menit. Pada zone reduksi penurunan simpangannya mencapai 4,4%.
Gambar 5. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap simpangan suhu
7
Uji statistik menunjukkan bahwa debit pengeluaran abu secara nyata mempengaruhi penurunan simpangan suhu pembakaran. Uji lebih lanjut menunjukkan bahwa variasi debit 1,9 gram/menit menghasilkan penurunan terbesar dan melalui analisa ragam diperoleh bahwa debit 1,9 gram/menit merupakan variasi yang menghasilkan penurunan simpangan paling optimum proses gasifikasi di zona pembakaran. Namun demikian debit pengeluaran abu tidak secara nyata mempengaruhi penurunan simpangan suhu reduksi. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa mekanisme pengeluaran abu secara kontinyu dapat meningkatkan efektifitas proses gasifikasi biomassa khususnya pada tahap oksidasi atau pembakaran yang ditunjukkan oleh peningkatan besaran dan stabilitas suhu di ruang pembakaran. Secara visual juga diamati bahwa dengan proses pengeluaran abu secara teratur tersebut dapat memperbaiki laju aliran biomassa sehingga fenomena cold-spot atau peronggaan pada zona pembakaran yang selama ini juga merupakan kendala operasional gasifikasi dapat sedikit diatasi. Meskipun demikian penelitian lain terkait pembebanan untuk lebih memperbaiki laju aliran biomassa masih diperlukan untuk lebih memperbaiki kinerja gasifier. KESIMPULAN 1. Debit pengeluaran abu sisa pembakaran berpengaruh secara nyata pada peningkatan suhu di zona pembakaran gasifier namun berpengaruh secara tidak nyata pada peningkatan suhu di zona reduksi. 2. Peningkatan debit pengeluaran abu sampai dengan 2 gram/menit mampu memperkecil simpangan atau fluktuasi besaran suhu pada proses pembakaran dan reduksi masing-masing sebesar 7,5 dan 4,4%. 3. Debit pengeluaran abu sebesar 1,5 sampai dengan 2 gram/menit direkomendasikan diterapkan untuk operasional gasifier guna mencapai kinerja yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA Bilonio, A. T.2005. Rice Husk Gas Stove Handbook.Appropriate Technology Center, Department of Agricultural Engineering and Environmental Management College of Agriculture, Central Philippine University, Iloilo City. Philippines. Bridgwater, A. 2003. Renewable fuels and chemicals by thermal processing of biomass. Chemical Engineering Journal, Vol. 91:87-102 Fairley, P. 2006. Growing Biofuels. Bioenergy News. February 2006 diakses dari www.bioenergy.org.nz/ pada tanggal 13 Juni 2007 Girard, J. P. , 1992. Smoking. Ellias Horwood. New York Goswami, D. Y. 1986. Alternative Energy in Agriculture.Boca Raton, CRC Press, FL, USA. Hartanto, Rofandi dan Haryanto, Agus. 2007. Toward Revitalization of Biomass Gasification Technology. Agricultural Enginering Department, Faculty of Agriculture, University of Lampung. Hoki, M., Sato, K. dan Umezawa, Y. 1992. Sawdust Gasification For Small Power Plant. The ASAE Paper No. 926032 Hoki, M., Sato, K., Yamada Y. dan Umezawa, Y. 1994. The Development Study Of Biomass Gasification System. Proceeding of the International Agricultural Engineering Conference Hoki, M., Sato, K., Sakai, K. dan Tanibuchi, Y. 1995. Biomass Gasifier For Small Scale Energy Development. Proceeding of International Symposium on Automation and Robotics in Bioproduction and Processing, Kobe, Japan:317-324 8
Hoki, M., Sato, K., Miao, Y. dan Nishidate, J., 2002. The Study Of Biomass Gasification System – Temperature Control Of Rice Husk Gasifier. Proceeding of the International Agricultural Engineering Conference, Wuxi, China, November 2830, 2002:578-582 Lim, K., Sims, R. 2003. Liquid and gaseous biomass fuels, in R Sims (ed). Bioenergy option for a cleaner environment, Elsevier, the United Kingdom Mansaraya, K.G., Ghalya, A.E., Al-Taweelb, F.A.M., Hamdullahpurc, Ugursalc I. 1999 .Air gasification of rice husk in a dual distributor type Fluidized bed gasifier. Pergamon.Canada McKendry, P. 2002a. Energy Production From Biomass (Part 2): Conversion Technologies. Bioresource technology. Vol. 83:47-54 McKendry, P. 2002b. Energy Production From Biomass (Part 3): Gasification Technologies. Bioresource technology. Vol. 83:55-63 Payne, F.A. dan Chandra, P.K. 1985. Mass Balance For Biomass Gasifier Combustor. Transaction of the ASAE 28(6):2037-2041 Payne, F.A., Dunlap, J.L. dan Caussanel, P. 1985. Effect Of Wood Chip Size On Gasifier Combustor Operation. Transaction of the ASAE 28(3):903-906,914 Purwantana, B. 2007 Rajvanshi K. Anil.1986. Biomass Gasification. Nimbkar Agricultural Research Institute Phaltan-415523. Maharashtra, India Stassen, H.E. 1995. Small-scale biomass gasifier for heat and power; a global review. The World Bank: 49-50 Sugiyono, A. 1998. Teknologi Turbin Gas/Gasifier Biomasa Terintegrasi untuk Industri Gula. BPP Teknologi. Wei, L. 2005. Thesis : Experimental study effects of operational parameters of a downdraft gasifier. Department of Agricultural and Biological Engineering, Mississippi State University, Mississippi
9