SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010
Variasi Rasio Gasifying Agent-Biomassa Terhadap Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Tongkol Jagung Pada Reaktor Downdraft Bambang Sudarmanta, Kadarisman Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS Jalan Arief Rahman Hakim Keputih-Sukolilo Surabaya, 60111 Telp.: (031) 5946230; Faks.: (031) 5922941; E-mail:
[email protected] Intisari Gasifikasi biomassa merupakan teknologi proses thermo-kimia yang mengubah berbagai jenis biomassa padat menjadi syn-gas (CO, H2, CH4) dengan pemberian energi panas. Sasaran penelitian ini adalah untuk mendapatkan pengaruh variasi rasio gasifying agent-biomassa terhadap karakterisasi proses gasifikasi biomassa tongkol jagung pada reaktor downdraft dengan dua tingkat laluan gasifying agent. Karakterisasi yang dimaksud berupa identifikasi zone proses gasifikasi, Identifikasi losses serta perhitungan efisiensi thermal proses konversi biomassa menjadi syn-gas. Penelitian dimulai dari karakterisasi biomassa tongkol jagung secara proximate dan ultimate analysis dan dilanjutkan dengan karakterisasi proses gasifikasi menggunakan reaktor downdraft. Reaktor downdraft dipilih dengan maksud untuk mereduksi kandungan tar dalam syn-gas hasil gasifikasi. Upaya mereduksi kandungan tar juga dilakukan dengan pemakaian katalis arang kayu yang diletakkan dibawah zone reduksi. Identifikasi zone tahapan proses gasifikasi dilakukan dengan pemasangan 5 titik pengukuran suhu sepanjang reaktor gasifikasi untuk mendapatkan zone drying, pyrolisis, oksidasi parsial serta reduksi. Pengaturan rasio gasifying agent dan biomassa mulai 1,20; 1,15; 1.10; 1,05; dan 1,00 dengan cara mengatur putaran gasifying agent forced fan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi biomassa tongkol jagung menghasilkan nilai kalor bawah sebesar 10851,58 kJ/kg, sedangkan hasil karakterisai gasifikasi berupa komposisi syn-gas dan visualisasi flame pembakaran syn-gas menunjukkan kecenderungan yang terus membaik seiring penurunan nilai rasio gasifying agent dan biomassa. Visualisasi flame terbaik didapatkan pada rasio gasifying agent dan biomassa sebesar 1,05 dengan suhu flame mencapai 667˚C. Komposisi syn-gas pada visualisasi flame terbaik adalah sebagai berikut: H2 = 13,29 %, CO2 = 8,33%, CO = 10,52%, CH4 = 1,4%, dan C2H6 = 0,08% dengan nilai kalor bawah sebesar 2642,88 kJ/kg. Sedangkan total efisiensi gasifikasi pada kondisi tersebut mencapai 30,44 %. Kata kunci: Gasifikasi, tongkol jagung, drying, pyrolisis, oksidasi parsial dan reduksi.
Pendahuluan Krisis energi yang melanda Indonesia mengakibatkan berbagai permasalahan yang bersifat multi-dimensi, mulai terjadinya kelangkaan bahan bakar minyak, naiknya harga bahan bakar minyak yang diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, naiknya biaya operasional industri yang menyebabkan dilakukannya penghematan dengan cara pengurangan tenaga kerja, serta permasalahan sosial ekonomi lainnya. Oleh sebab itu penangannannya memerlukan partisipasi dan tanggung jawab semua pihak, termasuk perguruan tinggi sebagai pelaku kegiatan riset dan pengembangannya. Gasifikasi biomassa dipilih sebagai salah satu cara untuk memanfaatkan limbah biomassa menjadi energi. Gasifikasi biomassa merupakan proses dekomposisi termal dari bahan-bahan organik melalui pemberian sejumlah panas dengan suplay oksigen terbatas untuk menghasilkan synthesis gases yang terdiri dari CO, H2, CH4 (selanjutnya disebut dengan syn-gas) sebagai produk utama dan sejumlah kecil arang karbon dan abu sebagai produk ikutan (Reed, 1986). Secara umum, gasifikasi melibatkan 4 tahapan proses berupa drying, pyrolisis, oksidasi parsial dan reduksi. Drying merupakan proses penguapan kandungan air didalam biomassa melalui pemberian panas pada interval suhu 100~3000C. Drying dilanjutkan dengan dekomposisi termal kandungan volatile matter berupa gas dan menyisakan arang karbon, dimana proses ini biasa disebut sebagai pirolisis. Pirolisis merupakan proses eksoterm yang melepas sejumlah panas pada interval suhu 300~9000C. Selanjutnya sisa arang karbon akan mengalami proses oksidasi parsial, dimana proses ini merupakan proses eksoterm yang melepas panas pada interval suhu diatas 900 0C. Panas yang dilepas dari oksidasi parsial ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan panas dari reaksi reduksi endotermis dan untuk memecah hidrokarbon yang telah terbentuk selama proses pirolisis. Proses reduksi gas CO2 dan H2O ini terjadi pada interval suhu 400~9000C. Reduksi gas CO2 melalui reaksi kesetimbangan Boudouard equilibrium reaction dan reduksi gas H2O melalui reaksi kesetimbangan water-gas reaction, dimana reaksi-reaksi tersebut secara dominan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Pemilihan reaktor gasifikasi jenis downdraft didasarkan pada rendahnya kandungan tar yang dihasilkan dibandingkan jenis updraft. Hal ini dikarenakan bahwa kandungan tar hasil pirolisis terbawa bersama gas dan kemudian masuk ke dalam proses oksidasi parsial yang mencapai suhu hingga 900 0C, dimana pada suhu tersebut kandungan tar
SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010 dimungkinkan dapat terurai menjadi senyawa yang lebih ringan. Hasil syn-gas dari gasifikasi sistem downdraft ini setelah direfinery dan didinginkan dapat langsung dimasukkan ke dalam motor diesel yang dapat dioperasikan secara dual system. Sistem dua laluan agent gas berupa udara dan steam dapat meningkatkan produksi hidrogen pada reaktor gasifikasi (Opet, 2002). Satake, 2006 melakukan proses penelitian menggunakan metode gasifikasi downdraft berbahan baku sekam padi. Pada dasarnya Satake mencoba membuat reaktor gasifikasi dengan menggunakan berbagai jenis waste biomassa. Selain itu juga membandingkan produksi syn-gas untuk proses perlakuan gas yang berbeda , yaitu dengan menggunakan cyclone, scrubber, dan filter. Hasil menunjukkan bahwa proses drying terjadi pada suhu 100-3000C, pirolisis pada suhu 300-900 0C, oksidasi parsial pada suhu diatas 9000C dan reduksi pada suhu 400–9000C. Syn-gas keluaran dari proses dengan suhu rataratanya sebesar 4500C. Sasaran tulisan ini adalah untuk mendapatkan karakterisasi proses gasifikasi biomassa limbah pertanian berupa tongkol jagung menggunakan reaktor downdraft dengan dua tingkat laluan udara dengan variasi rasio gasifying agentbiomassa. Karakterisasi yang dimaksud berupa identifikasi zone tahapan proses gasifikasi, kestimbangan massa dan energi selama proses serta efisiensi thermal konversi biomassa menjadi syn-gas.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara eksperimental untuk mengetahui kualitas dan kuantitas syn-gas yang dihasilkan dari reaktor gasifikasi downdraft dengan bahan baku limbah pertanian berupa tongkol jagung serta perhitungan unjuk kerja dari reaktor gasifikasi yang dibuat. Bahan baku yang digunakan adalah tongkol jagung yang didapatkan dari limbah pengolahan jagung di Surabaya. Selengkapnya hasil proximate and ultimate analysis ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil proximate dan ultimate tongkol jagung No Parameter Unit Nilai 1 Moisture content % wt 10.15 2 Ash content % wt 1.80 3 Volatile matter % wt 87.90 4 Fixed carbon % wt 0.15 5 Density Kg/m3 296 6 LHV MJ/kg 10.85 C % wt 47.60 H % wt 5.91 7 Komponen N % wt 0.84 S % wt 0.15 O % wt 38.70 Peralatan pengujian tersusun dari reaktor gasifikasi, syn-gas cooler dan burner gas, seperti pada Gambar 1. Reaktor dibuat dari batu tahan api yang mampu menahan suhu sampai 1100 0C dengan geometri bagian tengah throat system. Dimensi reaktor adalah tinggi 1,5 m, dan diameter dalam 0,35 m dengan bagian bawah terdapat grate tempat meletakkan arang kayu. Pengukuran suhu dilakukan dengan pemasangan 5 termokopel sepanjang ketinggian reaktor. 1. 2.
Hopper Reaktor gasifikasi 3. Lubang termokopel 4. Selubung reaktor 5. Laluan agent air 6. Lubang katalis 7. Throat 8. Grate arang 9. Tempat abu 10. Syn-gas cooler 11. Sentrifugal fan 12. Gas burner
Gambar 1. Skema pengujian gasifikasi biomassa
Prosedur pengujian dimulai dengan memasukkan arang kayu yang berfungsi sebagai katalis diatas grate secara merata. Kemudian tongkol jagung dimasukkan melalui hopper dengan posisi menutupi arang kayu dan dinyalakan dengan diikuti menghidupkan induced fan untuk melakukan pemanasan awal pada reaktor. Pengisian umpan tongkol jagung dilakukan sampai penuh untuk sekali pengambilan data sistem batch. Suhu menyeluruh dari reaktor gasifikasi dinaikkan step-by-step sampai suhu pada throat mencapai 600 0C. Setelah itu, pengukuran dapat dimulai, yaitu suhu pada lima posisi termokopel diukur setiap interval waktu 3 menit. Gas yang dihasilkan diukur secara simultan menggunakan flow meter gas. Biasanya pengujian mencapai kondisi steady setelah mencapai 15 menit dari permulaan. Untuk meyakinkan keandalan dari hasil pengujian ini, setiap kondisi operasi diulang tiga kali dan hasil pengujian yang dipresentasikan disini adalah nilai rata-rata dari dua pengukuran tersebut.
SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010
Pembahasan 1. Karakterisasi Biomassa Tongkol jagung Biomassa merupakan bahan organik yang berasal dari alam, termasuk didalamnya tumbuhan, hewan dan limbah serta memiliki sifat yang dapat diperbaharui karena dapat diproduksi dengan cepat. Proses fotosintesis yang melibatkan matahari yang terjadi pada biomass merupakan sumber energi yang dimiliki biomassa. Sedangkan bahan organik yang diproses melalui proses geologi seperti batubara dan minyak tidak termasuk dalam kelompok biomassa ini. Untuk mengetahui karakteristik suatu biomassa digunakan metode pengujian secara analitis (proximate analysis) dan secara kimia (ultimate analysis). Proximate analysis melakukan pengujian komposisi bahan bakar yang berupa kandungan air (moisture), volatile matter, fixed carbon, ash serta nilai kalor yang dimiliki oleh biomassa, sedangkan ultimate analysis melakukan pengujian terhadap komposisi kimia biomassa berupa karbon, hidrogen, nitrogen, belerang, dan oksigen. Karakterisasi biomassa tongkol jagung didasarkan pada hasil proximate dan ultimate analysis seperti ditunjukkan pada Tabel 1., yaitu terlihat bahwa kandungan moisture untuk tongkol jagung berkisar 10.15% sehingga dalam pemanfaatan tongkol jagung menjadi syn-gas membutuhkan energi panas untuk mengeluarkan kandungan moisture. Komposisi terbesar volatile matter mencapai 87.90%. Volatile matter merupakan hasil dekomposisi pada saat proses pemanasan, terdiri dari flammable gas seperti H2, CO dan HC dan non-flammable gas seperti CO2. Kandungan fixed carbon pada tongkol jagung hanya 0.15%, sedangkan sisa-sisa organik yang tidak teroksidasi berupa ash mencapai 1.80%. 2. Distribusi suhu dalam reaktor gasifikasi Distribusi suhu sepanjang reaktor gasifikasi ditunjukkan pada Gambar 2, dimana suhu diukur pada 5 titik pengukuran dengan penempatan termokopel seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Urutan penempatan termokopel dari atas berturut-turut adalah suhu drying, pirolisis, oksidasi parsial, reduksi serta syn-gas. Dari Gambar 2 terlihat bahwa suhu drying berkisar antara 80 sampai dengan 1500C, yaitu suhu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan kandungan moisture didalam biomassa sekam padi. Selama pengukuran ini suhu drying relative stabil dan tidak mengalami fluktuasi. Hal ini dikarenakan pada tahap drying ini biomassa tidak mengalami penguraian unsur-unsur kimianya (dekomposisi kimia), tetapi hanya terjadi pelepasan kandungan air dalam bentuk uap air. Setelah tahap drying terlampaui, biomassa akan mengalami pirolisis hingga mencapai suhu 300 0C. Pada tahap pirolisis ini, biomassa mengalami dekomposisi termal menjadi arang karbon, tar dan gas. Proses pirolisis merupakan proses eksoterm yang melepas sejumlah panas pada interval suhu 300~900 0C. Secara menyeluruh, proses dekomposisi termal biomassa pada tahap pirolisis adalah biomassa → arang karbon tar gases (CO2; CO; H2O; H2; CH4 dan CnHm) (1) Sedangkan, reaksi pembentukan gas methananya dituliskan C 2H 2 CH 4 75 kJ (2).
mol
Sisa arang karbon dan hidrogen akan mengalami proses oksidasi parsial hingga mencapai suhu 960 0C. Oksidasi parsial merupakan proses eksoterm yang memanfaatkan suplay oksigen terbatas dalam reaktor dan melepas sejumlah panas. Panas yang dilepas dari proses oksidasi parsial ini digunakan untuk mengatasi kebutuhan panas dari reaksi reduksi endotermis dan untuk memecah hidrokarbon yang telah terbentuk selama proses pirolisis. Selengkapnya reaksi oksidasi ditunjukkan pada persamaan 3 s/d 5. 1 1 (3) (4) (5) H 2 O2 H 2 O 242 kJ 2C O2 2CO 246 kJ C O2 CO2 408 kJ mol mol mol 2 4 Kecenderungan kurva suhu pada zone oksidasi parsial adalah terjadi fluktuasi nilai suhu oksidasi sehingga menarik untuk dikaji lebih lanjut. Phenomena tersebut dapat disebabkan deflagrasi O2 akibat dari akumulasi lokal sehingga memberikan inspirasi bahwa pengaturan suplay agent gasifikasi membutuhkan mekanisme pengaturan yang baik. Proses reduksi gas CO2 dan H2O terjadi pada suhu 4000C. Proses ini merupakan reaksi endoterm yang terjadi pada interval 400~900 0C. Reduksi gas CO2 melalui reaksi kesetimbangan Boudouard equilibrium reaction dan reduksi gas H 2O melalui reaksi kesetimbangan water-gas reaction, dimana reaksi tersebut secara dominan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Gas CO2 dan H2O akan melewati lapisan karbon panas sehingga menimbulkan reaksi reduksi yang berkelanjutan dan menghasilkan syn-gas berupa CO, H2 dan CH4. Selengkapnya, reaksi pada tahap reduksi ditunjukkan pada persamaan 6 s/d 12. Hasil akhir proses gasifikasi biomassa ini adalah syn-gas dengan suhu relatif konstan sebesar 350 0C. Tar gasesCO2 , CO, H 2 O, H 2 , CH 4 , Cn H m (6) (10) C H 2 O CO H 2 131 kJ mol (7) CO H 2 O CO2 H 2 41 kJ mol (11) C 2H 2 CH 4 75 kJ mol (8) CH 4 H 2 O CO 3H 2 206 kJ mol (12) C CO2 2CO 172 kJ mol (9) CH 4 2H 2 O CO2 4H 2 165 kJ
mol
SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010 Pengaruh rasio gasifying agent dengan biomassa (AFR) terhadap distribusi suhu pada zone oksidasi ditunjukkan pada Gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa pada AFR 1,05 menghasilkan zone oksidasi yang terbaik, yaitu yang ditandai dengan suhu reaksi sampai 9050C. Pada kondisi ini kandungan tar yang terikut didalam gas pada fase pirolisis akan terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih ringan.
Gambar 2. Profil distribusi suhu sepanjang reactor Gambar 3. Profil distribusi suhu pada variasi AFR 3. Analisis Visualisasi Api Visualisasi api digunakan untuk menunjukkan profil api pada awal penyalaan, tengah, dan akhir pengujian, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4. Pengujian menggunakan feeding rate sebanyak 6 kg/jam tongkol jagung dan menghasilkan gas selama 54 menit. Hasil visualisasi api menunjukkan bahwa pada awal mulai menyala, api berwarna merah dengan inti api berwarna kebiruan namun nyalanya belum kontinyu. Api mulai stabil pada menit ke-21 dengan tinggi api 65cm. Setelah menit ke- 27 api mulai kontinyu bahkan menyala mulai dari mulut pipa dengan tinggi api 60 cm. Namun pada menit ke-48 api mulai mengecil dengan ketinggian 50 cm dan akhirnya padam pada menit ke- 54. Menurut Manya et al, 2006, seiring kenaikan rasio udara-bahan bakar maka nilai kalor gas pun akan menurun karena penambahan jumlah udara di dalam gas akan mengurangi kepekatan gas itu sendiri. Tetapi seiring kenaikan AFR maka laju alir gas pun akan meningkat. Hal inilah yang menyebabkan api semakin besar pada AFR yang lebih tinggi. Tetapi pada AFR = 1,175 inilah batas atas AFR yang bisa ditoleransi oleh biomass tongkol jagung karena pada menit ke-51 temperatur pada termokopel 1 dan 2 mengalami kenaikan dan ternyata terjadi percikan api di dalam reaktor. Hal ini mengindikasikan terjadinya pembakaran di dalam yang timbul karena proses gasifikasi ini terlalu banyak mendapatkan udara. Secara kuantitatif, kecenderungan temperatur api mengalami kenaikan seiring ketinggian api dan selanjutnya mengalami penurunan lagi. Hal ini berarti temperatur api tertinggi berada pada ketinggian sekitar 300- 350 mm, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 5. Dari grafik terlihat bahwa temperatur api tertinggi dimiliki oleh nilai AFR 1,05 dengan temperatur 662,9°C dan diikuti oleh AFR 1,1 dengan temperatur 596°C, AFR 1,1 dengan temperatur 530,8°C, AFR 1,125 dengan temperatur 483,4°C, AFR 1,175 dengan temperatur 467°C. Hal ini karena pada nilai AFR 1,05 jumlah bahan bakar dan udara yang dibutuhkan hampir mendekati stoikiometri sehingga api stabil dan bertemperatur tinggi dapat terjadi. Gasifikasi tongkol jagung untuk membentuk api yang baik,yang dilihat dari tinggi temperatur serta visualnya yang kebiruan, memiliki kecenderungan untuk terjadi pada nilai AFR yang kecil. Hal ini dikarenakan karena geometri tongkol jagung yang berbentuk silinder sehingga ketika berada di dalam reaktor akan terjadi rongga- rongga yang mudah untuk ditembus aliran udara. Karena adanya area (rongga) tersebut maka dalam prosesnya gasifikasi tongkol jagung hanya membutuhkan sedikit udara. Ketika suplai udara ditambah hingga melebihi AFR 1,175 maka yang terjadi adalah pembakaran di dalam reaktor. Sehingga yang dihasilkan bukanlah flammable gas namun hanya asap.
temperatur (C)
Temperatur Api 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100
AFR 1,175 AFR 1 AFR 1,05 AFR 1,1 AFR 1,125
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
Ketinggian api (mm)
Gambar 4. Visualisasi evolusi api (awal, tengah dan akhir)
Gambar 5. Grafik kuantitatif temperatur api
4. Analisis kesetimbangan massa dan energi Perhitungan kesetimbangan massa dan energi dilakukan dengan pendekatan system batch, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6.
SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010 biomassa Udara 1
Dari model sistem reaktor gasifikasi pada Gambar 6 dapat diturunkan persamaan kesetimbangan massa dan energi untuk kondisi steady sebagai berikut: Kesetimbangan massa: (13) massamasuk massakeluar
mbiomassa mudara1 mudara2 msyn gas marangkabon mash
Udara 2
Kesetimbangan energi: energi masuk Energi keluar Energiberguna energilosses
Syn-gas
Ash
(14)
Arang Karbon
E syn gas E arangkarbon E ash E heattransfer Gambar 6. Model sistem reaktor gasifikasi Besarnya kesetimbangan massa untuk variasi suhu udara seperti ditunjukkan pada Tabel 2., yaitu terlihat bahwa dengan pengurangan nilai rasio udara-bahan bakar maka neraca massa input dan massa output semakin kecil selisihnya. Selisih yang terjadi menunjukkan jumlah liquid smoke yang terbentuk pada proses gasifikasi. Adanya liquid smoke sebagai residu dari proses gasifikasi sulit untuk dihindari walaupun telah melalui zona oksidasi. Tar yang terkandung di dalam liquid smoke terbentuk saat proses pirolisis dan hanya akan terpecah pada tahapan oksidasi bertemperatur tinggi. Pada penelitian ini zona oksidasi yang bertemperatur tinggi sulit tercapai, hal ini dikarenakan tipe gasifikasi yang menggunakan metode beds. Temperatur zona oksidasi yang berada di rentang 900°C dapat tercapai ketika proses gasifikasi dilakukan dengan pemasukan bahan bakar secara kontinyu dan telah pada kondisi steady. Tar yang terkandung di dalam liquid smoke berupa cairan hitam kental dan sangat lengket sehingga sulit diamati. Selain adanya tar, pada instalasi juga terjadi kebocoran saat gasifier beroperasi. Kebocoran terjadi pada penutup panel ash, penutup pemasukan biomass, dan throat. Pada area tersebut seal yang diharapkan dapat meminimalkan losses namun pada praktiknya kurang maksimal. Sedangkan, hasil selengkapnya kesetimbangan energi yang didapat dari persamaan 14 ditunjukkan pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa perhitungan kesetimbangan energy yang dibuat memberikan hasil yang belum sama antara energy masuk dan energy keluar. Berdasarkan perhitungan tersebut masih ada kehilangan energy selain kandungan energy yang dibawa arang karbon, ash dan kehilangan energi berupa panas yang dilepaskan kesekelilingnya, yaitu mencapai 20%. Kecenderungan pengurangan rasio gasifying agent dan biomassa menunjukkan produksi syn-gas yang meningkat sampai rasio 1,05 dan selanjutnya cenderung turun lagi. 5. Analisis kuantitas dan kualitas syn-Gas Syn-gas yang merupakan hasil akhir yang diharapkan dari proses gasifikasi jumlahnya berubah sesuai dengan variasi rasio gasifying agent dan biomassa yang diberikan. Variasi ini dilakukan dengan mengubah kecepatan udara sebagai media gasifikasi sementara jumlah biomassa sebagai bahan bakar dibuat konstan sebanyak 6 kg. Laju alir syn-gas diukur dengan menggunakan anemometer kemudian dibagi dengan lamanya syn-gas mengalir maka didapatkanlah nilai laju alir massa syn-gas selama pengambilan data, selengkapnya hasilnya ditunjukkan pada Gambar 6. Tabel 2. Kesetimbangan massa pada reaktor gasifikasi Grafik Laju Alir Massa Syngas Massa masuk (kg) AFR
Bio mass 1,175 6 1,125 6 1,1 6 1,05 6 1 6
Udara 1 4.018 3.718 3.568 3.268 2.968
Udara 2 3.032 3.032 3.032 3.032 3.032
Laju Alir Massa
Massa Keluar (kg) Total
13.05 12.750 12.600 12.300 12.000
Arang karbon 1.320 1.350 1.400 1.500 1.700
Ash 0.0845 0.0861 0.0925 0.1230 0.1520
Syngas 7.8898 7.6983 7.5971 7.4989 7.4684
(kg/hr)
Total 9.2959 9.2003 9.1696 9.2719 9.2529
Selisih (kg) 3.7541 3.5497 3.4304 3.0281 2.7471
8 7.75 7.5 7.25 7 6.75 6.5 6.25 6 5.75 5.5 5.25 5
AFR 1,175 AFR1,125 AFR 1,1 AFR 1,05 AFR 1
Gambar 6. Laju Alir massa syn-gas dengan variasi AFR Berdasarkan Gambar 6, laju alir massa syn-gas meningkat seiring dengan kenaikan rasio udara- bahan bakar maka didapatkan nilai laju alir massa terbesar pada AFR 1,175 yaitu 7,8898 kg/hr. Jika hal ini dihubungkan dengan persamaan kontinuitas maka dengan nilai luasan pipa dan massa jenis yang konstan maka laju alir massa syn-gas akan mengalami kenaikan secara linear. Bila dijelaskan secara fenomena yaitu dengan semakin besar nilai AFR maka semakin tinggi pula nilai laju alir massa syn-gas karena udara sebagai media gasifikasi berfungsi sebagai pembawa aliran gas. Maka dengan kenaikan laju alir massa udara, laju syn-gas pun ikut meningkat.
SEMINAR NASIONAL Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke -16 Yogyakarta, 27 Mei 2010 Tabel 3. Perhitungan kesetimbangan energi pada reaktor gasifier Energi masuk (kJ) Energi Keluar (kJ) AFR Efisiensi Arang Heat Biomassa Udara 1 Udara 2 Total Syn-gas Ash Total karbon transfer 1,175 65106.46 1226.07 925.29 67257.82 0.00 46605.20 623.15 1686.67 48915.02 0 1,125 65106.46 1134.52 925.29 67166.28 0.00 47598.65 1411.17 1670.00 50679.82 0 1,1 0.00 53434.30 2578.89 1946.30 57959.49 65106.46 1088.75 925.29 67120.50 0 1,05 997.20 925.29 67028.95 19818.69 59926.30 1229.85 1938.26 82913.11 65106.46 30.44 1 905.66 925.29 66937.41 0.00 57869.52 3390.32 1858.25 63118.09 65106.46 0 Analisis syn-gas hasil gasifikasi dilakukan untuk mengetahui kandungan unsur-unsur penyusun yang terdiri dari CO, CO2, H2, CH4, N2, CnHm, O2, dan H2 serta untuk mendapatkan nilai kalor bawah gas tersebut. Selengkapnya hasil pengujian komposisi syn-gas di tunjukkan pada Tabel 4. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa syn-gas mengandung CO, H2, CH4, dan CnHm sebagai unsur penyusun flammable gas, namun dalam gas ini juga terdapat senyawa N2 dan O2 yang cukup banyak yaitu sebesar 57,86% dan 8,51%. Teori mengatakan bahwa syn-gas seharusnya mengandung 15-25% CO, 1525% H2, 1-3% CH4 sebagai gas yang bisa terbakar, serta 10-15% CO2 dan 40-50% N2 sebagai gas yang tidak bisa terbakar, maka seharusnya oksigen tidak terkandung di dalamnya. Tabel 4. Komposisi syn-gas tongkol jagung Senyawa H2 O2 N2 CO2 CO CH4 C2H6 LHV (MJ/kg) Nilai (% mol) 13.29 8.51 57.86 8.33 10.52 1.4 0.08 2,65 6. Efisiensi Reaktor Gasifier Unjuk kerja reaktor gasifier dirumuskan sebagai total energi yang dikandung syn-gas dibagi dengan energi yang dikandung biomassa. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengaturan rasio gasifying agent dan biomassa dapat meningkatkan efisiensi gasifikasi mencapai 30,44%. Hal ini terjadi pada rasio gasifying agent dan biomassa sebesar 1,05.
Kesimpulan Variasi rasio gasifying agent dan biomassa tongkol jagung pada reaktor gasifier type downdraft dapat menghasilkan karakterisasi gasifikasi, pertama bahwa kecenderungan bahwa penurunan rasio gasifying agent dan biomassa menghasilkan warna nyala api yang semakin kebiruan dan temperatur api cenderung naik. Kedua bahwa rasio gasifying agent dan biomassa terbaik pada kondisi 1,05 dengan menghasilkan syn-gas yang flammable, yaitu ditandai dengan nyala api stabil dengan mencapai suhu hingga 667 0C. Ketiga bahwa secara keseluruhan, efisiensi gasifikasi mencapai hingga 30,44% pada rasio gasifying agent dan biomassa sebesar 1,05.
Ucapan Terima Kasih Artikel ini bagian dari kegiatan riset yang didanai Dikti melalui LPPM ITS tahun anggaran 2009, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Dikti dan LPPM ITS atas pendanaan yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada team gasifikasi mesin, Bunga, Gita, Dita dan Daniar atas kerjasama dalam penelitian ini.
Daftar Pustaka 1. Dogru, M., (2002), Fuel Processing Technology, Gasification of sewage sludge using throated downdraft gasifier and uncertainty analysis, Vol. 75, pp. 55-82. 2. Incropera, Frank P., DeWitt, David P., 2002, Fundamentals of heat and mass transfer, John Wiley & Sons, New York. 3. Jakobsen, H.J. and Helge, T., 2005, Gasification breakthrough in biomass, Denmark. 4. Jangsawang, W., 2008, High temp. steam and air gasification of non-woody biomass wastes, Science Direct, Thailand 5. Manya, J.P., Sanchez, J.L., Abrego, J., Gonzalo, A. and Arauzi, J., 2006, “Influence of Gas Residence Time and Air Ratio on the Air Gasification of Dried Sewage Sludge in a Bubbling Fluidised Bed”, Science Dorect, Spain. 6. Kwant, K.W., 2004, Status of Gasification in Countries Participating in the IEA and GasNet Activity August 2004, IEA Bioenergy Gasification and EU Gasification Network. 7. Opet, 2002, Review of Finnish Biomass Gasification Technologies, technical report, VTT, Finland. 8. Reed, T.B., 1986, Handbook of Biomass Downdraft Gasifier Engine Systems, USA 9. Satake, 2006, “Biomass Gasification and solution for Agro Waste”, Jepang. 10. Sunil Dhingra, 2000, Use of Biomass Gasifier for Thermal Application in Myanmar, New Delhi. 11. Shashikantha, 2002, Biomass – a Substitute for Fossil Fuels, Bangalore-India. 12. Yuan Zhenhong, Lv Pengmei, Ma Longlong, Wu Chuangzhi, Chen Yong, Zhu Jingxu, 2006, Hydrogen- rich Gas Production from Biomass Air and Oxygen/ Steam Gasification in a Downdraft Gasifier, Science Direct, China.