PENGATURAN DAN MANFAAT PEMBUATAN POST-MARITAL AGREEMENT DALAM PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA Oleh: Kasandra Dyah Hapsari I Ketut Keneng Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Perjanjian Perkawinan hanya sah apabila dibuat sebelum dilangsungkannya perkawinan. Hal ini dirasa merugikan pasangan yang telah melakukan perkawinan tanpa membuat perjanjian perkawinan sebelumnya. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015 merupakan berita baik bagi pasangan yang belum memiliki perjanjian perkawinan, terutama bagi pasangan yang melakukan perkawinan campuran. Tulisan ini bertujuan untuk memahami pengaturan Post-Marital Agreement di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUUXIII/2015, maka Pembuatan Perjanjian Perkawinan juga dapat diperjanjikan setelah Perkawinan berlangsung. Kata kunci: Post-Marital Agreement, Perkawinan Campuran ABSTRACT Prenuptial agreement valid if its made before the marriage. It is do harm the couples who are married without Prenuptial Agreement. The Verdict of Constutional Court Number 69/PUU-XIII/2015 is a good news for couples that do not have Prenuptial Agreement, especially for mixed marriage couples. This research is to understand the regulation of Post-Marital Agreement in Indonesia. This research is a normative legal research that using statutory approach (Constitution of Republic Indonesia 1945, Act 1 Year 1974 concerning Marriage and Constitutional Court Verdict Number 69/PUU-XIII/2015). The result obtained from this research is PostMarital Agreement valid in Indonesia based on The Verdict of Constitutional Court Number 69/PUU-XIII/2015. Key Words: Post-Marital Agreement, Mixed-Marriage I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang “Orang asing yang memilih pasangannya dari Indonesia sebagai suami atau istri
dapat melangsungkan perkawinannya di Indonesia”.1 Perkawinan Campuran adalah
1
Gatot Supramono, 2014, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h.19.
1
perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita, yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. “Perkawinan yang memenuhi syarat-syarat seperti yang ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan dinyatakan dan diakui sebagai perkawian sah dengan segala akibat hukumnya.”2
“Akibat hukum perkawinan sah
adalah timbul hubungan hukum antara suami dan istri, antara orang-tua dan anak, antara wali dan anak, serta harta kekayaan dalam perkawinan.”3 Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama, dengan demikian, untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyangkut harta bersama, harus dengan persetujuan satu sama lain, hal ini tentunya menimbulkan masalah dalam hal efisiensi. Demi memudahkan pengaturan harta suami istri dapat dibuat suatu perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Perkawinan (Prenuptial Agreement), yang bertujuan untuk memisahkan harta suami dan istri, dimana harta-harta yang didapatkan baik sebelum maupun dalam perkawinan menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Perjanjian Perkawinan sah apabila dibuat sebelum perkawinan dilaksanakan. Hal ini sesuai dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang bunyinya: Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut. Sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015, ada kesempatan bagi pasangan suami istri untuk dapat membuat suatu perjanjian perkawinan selama dalam ikatan perkawinan yang dikenal dengan istilah Post-marital Agreement. Oleh karena itu, Penulis berniat menganalisis mengenai pengaturan dan manfaat pembuatan Post-Marital Agreement dalam Perkawinan Campuran di Indonesia. 1.2 Tujuan Penelitian Untuk memahami Pengaturan Post-Marital Agreement di Indonesia.
2 3
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.101. Ibid.
2
II. ISI MAKALAH 2.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. 2.2 Hasil dan Pembahasan 2.2.1 Pengaturan post-marital agreement di Indonesia “Postnuptial agreements, also known as post-marital agreements, are agreements entered into after a marriage has taken place.”4 Dalam Undang-Undang Perkawinan, tidak dikenal adanya pemisahan harta setelah perkawinan berlangsung. Namun sejak diberlakukannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor
69/PUU-XIII/2015, Mahkamah memperluas makna Perjanjian Perkawinan
yang pembuatannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing pihak, dengan kata lain Perjanjian Perkawinan tidak hanya dapat dibuat sebelum perkawinan berlangsung, namun dapat dibuat setelah perkawinan selama dalam ikatan yang sah. “Perjanjian Perkawinan dapat dibuat dalam berbagai cara yang berbeda.”5 Dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 69/PUUXIII/2015 dituliskan bahwa: Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Pada Waktu, sebelum dilangsungkannya atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.” Mahkamah juga menegaskan bahwa Pasal 29 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pada waktu, sebelum dilangsungkan atau selama dalam ikatan perkawinan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan atau notaris, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak 4
Asep Wijaya, 2016, “Post Marital Agreement in Indonesia”. URL: http://www.wijayaco.com/library/content/81-post-marital-agreement-in-indonesia, diakses tanggal 11 Januari 2017. 5
W.D. Kolkman, Rosa Agustina, dkk, 2012, Hukum Tentang Orang, Hukum Keluarga Dan Hukum Waris Di Belanda dan Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar, h.51.
3
ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.” Kemudian, Pasal 29 ayat (3) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sepanjang tidak dimaknai “Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.” Mahkamah juga menegaskan bahwa Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan, kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.”
Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Selama perkawinan berlangsung, Perjanjian Perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari keduabelah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ke tiga.” Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Selama Perkawinan berlangsung, perjanjian perkawinan dapat mengenai harta perkawinan atau perjanjian lainnya, tidak dapat diubah atau dicabut, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk mengubah atau mencabut, dan perubahan atau pencabutan itu tidak merugikan pihak ke tiga.” 2.2.2
Manfaat pembuatan post-marital agreement dalam perkawinan campuran Dengan membuat Post-Marital Agreement, maka akan ada pemisahan harta
benda suami dan istri, dengan demikian masing-masing pihak dapat bertanggung jawab atas harta bendanya tanpa bergantung satu sama lain. Berikut adalah beberapa keuntungan yang diperoleh dengan membuat Post-Martial Agreement: a. Suami dan istri memiliki kebebasan untuk mengelola harta bendanya tanpa bergantung satu sama lain. b.
Dalam hal kepemilikan Tanah, pada pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dikatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik, oleh karena itu Warga Negara Indonesia yang melakukan Perkawinan dengan Warga Negara Asing dimana terjadi percampuran harta, akan kesulitan untuk memperoleh hak milik, dengan demikian pembuatan Post-Marital Agreement menjadi jalan keluar bagi Warga
4
Negara Indonesia yang melakukan perkawinan dengan Warga Negara Asing untuk melakukan pemisahan harta dan mendapatkan hak milik atas tanah. c. Pembuatan Post-Marital Agreement juga penting dilakukan untuk mengatur hal-hal yang menyangkut utang piutang masing-masing pihak, terutama dalam menjalankan Perseoran Terbatas untuk mencegah dimasukannya seluruh harta yang dimiliki masing-masing pihak kedalam boedel pailit III. KESIMPULAN Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, dengan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, maka Pembuatan Perjanjian Perkawinan juga dapat diperjanjikan setelah Perkawinan berlangsung, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. DAFTAR PUSTAKA Buku: Kolkman, W.D., Rosa Agustina dkk, 2012, Hukum Tentang Orang Hukum Keluarga, Hukum Waris di Belanda dan di Indonesia, Pustaka Larasan, Denpasar. Muhammad, Abdulkadir, 2010, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Supramono, Gatot, 2014, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Laman Internet: Asep Wijaya, 2016, “Post Marital Agreement in Indonesia”. URL: http://www.wijayaco.com/library/content/81-post-marital-agreement-in-indonesia, diakses tanggal 11 Januari 2017. Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 69/PUU-XIII/2015
5