ISSN : 1907-6304
PENGARUHASYMETRI INFORMASI,MANAJEMEN LABA DANINDIKATORMEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJAPERUSAHAAN PUBLIKDI INDONESIA The Influence of Asymetry Information, Earning Management, and Corporate Governance Mechanism Indicator to Public Company Performance in Indonesia Ndaruningpuri Wulandari *) Widaryanti *) Abstract The early perspective corporate governance comes from agency theory. In the model of agency theory, principal is ownership of the company who give their right to agent. The conflict of interest between principal and agent could be happen because existence of dissociation between ownership and management of company. The corporate governance appears to minimize that conflict and to control they behaviour. The aim of this research is to find out empirical evidence about the influence of corporate governance mechanism indicator to public company performance in Indonesia. Population of this study is company where listed in Jakarta Stock Exchange (BEJ), with amount of sampel 91 public company. There is two indicator of corporate governance mechanism in this research, first the internal corporate governance mechanism indicator was measured and proxied by the amount of board of directors, independent board of commissioner proportion, and debt to equity.The second is external corporate governance mechanism was measured and proxied by institutional ownership. The asymetry information was measured with relative bid ask spread, earning management with discretionary accruals (DA) and performance of public company with proxied by tobin's q. Hipotheses were tested by analysis of multiple linier regression. This study reveals that in the internal corporate governance mechanism, only debt to equity have positive significant effect to company performance. The amount of board of directors and independent board of commissioner proportion do not have positive significant effect to company performance. The institutional ownership as external corporate governance mechanism do not have positiveeffect significant to company performance. Variable asymetry information and earning management has significant effect to company performance.
Keywords:
Corporate Governance, Asymetry Information, Earning Management, Company Performance
•) Dosen STIE PENA Semarang
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
'UriWulandati- Widilryllllti
1
Abstraksi Perkembangan perspektif corporate governance berawal dari agency theory. Dalam model teori agency, prinsipal yang bertindak sebagai pemilik perusahaan menyerahkan kewenangannya kepada agen. Dengan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan maka kedua pihak tersebut memiliki kepentingan berbeda. Hal inimenimbulkan potensi konflik kepentingan antara pihak-pihak (prinsipal dan agen) dalam perusahaan. Corporate governance muncul untuk mengendalikan perilaku dan mengatasikonflik antara pihak-pihak dalam perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menemukan bukti empiris mengenai pengaruh indikator mekanisme corporate governance, asimetri informasi dan manajemen laba terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dengan jumlah sampel 91 perusahaan publik. Indikator mekanisme corporate governance penelitian ini ada dua, pertama indikator mekanisme corporate governance internal yang diproksikan denganjumlah dewan direktur, proporsi komisaris independen, dan debt to equity. Kedua, ukuran mekanisme corporate governance eksternal yang diproksikan dengan institutional ownership. Ukuran asimetri informasi diproksikan relative bid ask spread. manajemen laba dengan discretionary accruals (DA) dan kinerja perusahaan penelitian ini diproksikan dengan tobin's q.Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi berganda. Dari pengujian analisis regresi berganda didapatkan hasil bahwa pada indikator mekanisme corporate governance internal, hanya debt to equity yang signift.kan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, sedangkanjumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen tidak signifikan berpengaruh positifterhadap kinerja perusahaan. Pada indikator mekanisme corporate governance eksternal institutional ownership tidak signifikan berpengaruh positifterhadap kinerja perusahaan. Variabel asimetri informasi dan manajemen laba berpengaruh signift.kan terhadap kinerja perusahaan.
Kata Kunci : Corporate Governance, Asimetri Informasi, Manajemen Laba, Kinerja Perusahaan 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi berguna bagi investor dan kreditur Guga pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan perusahaan) untuk menilai suatu perusahaan dan untuk mengambil keputusan investasi. Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrua1 dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun di sisi lain penggunaan dasar akrual dapat dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau earnings management. Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya potatSi konflik kepentingan antara pihak-pihak. (prinsipal dan agen) dalam perusahaan yang mempengaruhi perilaku perusahaan dalam berbagai cara yang berbeda antara lain asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal (H. Sri Sulistyanto dan Meniek S. Prapti, 2003).Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek
2
I
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) dalam Rahmawati, Yacob S, dan Nurul Q (2006) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang positif antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Laba merupak:an indikator yang dapat digunak:an untuk mengukur kinerja operasional perusahaan. Informasi tentang laba akan mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Sehingga hal tersebut dapat menyebabkan para manajer memanipulasi laba. Menurut Possitive Accounting Theory Watts dan Zimmerman (1986) dalam Nur fadjrihAsyik (2000), terdapat beberapa hipotesis yang diajukan untuk menjelaskan secara umum manipulasi laba yaitu : (1) earnings-smoothing hypothesis, (2) debt-equity hypothesis, dan (3) bonus-plan hypothesis. Earnings-smoothing hypothesis atau Income-smoothing menak:sir bahwa laba dimanipulasi untuk mengurangi fluktuasi sekitar tingkat yang dipertimbangkan normal bagi perusahaan. Debt-equity hypothesis menganggap adanya hubungan positif antara rasio utang dan aktiva dengan pilihan manajer atas ak:tivitas yang meningkatkan laba. Bonus-plan hypothesis menganggap bahwa manajer memak:simumkan kompensasi mereka melalui manipulasi laba, dan manajer mengurangi laba ketika laba berada di luar batas atas dan batas bawah dari perencanaan bonus dan meningkatkan laba apabila sebaliknya. Beberapa penelitian menyatak:an bahwa manipulasi terhadap laba sering dilak:ukan oleh manajemen, karena pihak: manajemen lebih mengetahui kodisi yang ada di dalam perusahaan (Dechow, 1995). Manajemen dapat meningkatkannilaiperusahaan melalui pengungkapan informasi tambahan dalam laporan keuangan namun peningkatan pengungkapan laporan keuangan ak:an mengurangi asimetri informasi sehingga peluang manajemen untuk melak:ukan manajemen laba semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara manajemen laba dan tingkat pengungkapan laporan keuangan, sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh (Lobo dan Zhou, 2001) serta (Sylvia Veronica dan Yanvivi Bachtiar, 2003) da1am (Halim J, Meiden C dan tobing, 2005). Untuk mengurangi konflik kepentingan antara prinsipal dan agen, menimbulkan adanya perpektif corporate governance dalam mengelola perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh Frank Yu (2006), yang menemukan bahwa ada hubungan antara mekanisme corporate governance dan manajemen laba. Dengan menggunakan mekanisme internal corporate governance yaitu konsentrasi kepemilikan dan struktur dewan direksi, serta mekanisme eksternal corporate governance yaitu tekanan take-over dan kepemilikan institusional, Yu menemukan bahwa perusahaan yang memiliki struktur kepemilikan yang tinggi dan struktur dewan yang kecil akan menyebabkan banyak: manajemen laba. Sedangkan perusahaan dengan kepemilikan institusional dan tekanan yang tinggi ak:an mengurangi manajemen laba. Selain Yu, Chtourou et al. (2001) menemukan bahwa manajemen laba secara signifikan berhubungan dengan corporate governance (dewan komisaris dan komite audit). Sedangkan Warfield et al. (1995) menemukan bukti bahwa indikator corporate governance (kepemilikan manajerial) berhubungan negatif dengan manajemen laba. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut diatas, corporate governance menyangkut masalah pengendalian perilaku para eksekutif puncak: perusahaan untuk melindungi kepentingan pemilik perusahaan (pemegang saham). TheCadbury Committee (1992) menyatakan bahwa adanya perbedaan kepentingan dalam perusahaan menimbulkan corporate governance yang dinyatakan sebagai sistem pengelolaan dan pengendalian perusahaan.Sedangkan Clarke(1993) dalam Darsono
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
3
(2001) berpendapat bahwa Corporate governance adalah semua upaya untuk mencari cara terbaik dalam menjalankan perusahaan, dimana kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan yang ada dalam corporate governance dapat digunakan untuk mengontrol manajemen. Target kontrol corporate governance adalah control terbadap corporation yang diarahkan pada pengawasan perilaku manajer agar bisa menilai apakah bermanfaat bagi perusahaan (pemilik) atau bagi para manajer sendiri. Control tidak diarahkan pada pengekangan kreatifitas dan potensi manajemen, tetapi lebih diarahkan pada upaya mengarahkan pengelolaan perusahaan yang terbuka (transparan), dan yang bisa dipertanggungjawabkan (accountable), serta ada proses monitoring (Bambang riyanto, 2003). Sistem corporate governance yang baik dapat memberikan perlindungan terhadap pihakpihak yang berkepentingan yaitu para pemegang saham, manajemen maupun kreditor. Sistem corporate governance terdiri dari (1) berbagai peraturan yang menjelaskan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah dan stakeholders yang lain; dan (2) berbagai mekanisme yang secara langsung ataupun tidak langsung menegakkan aturan tersebut atau disebut dengan mekanisme corporate governance internal dan eksternal (dikutip dari suadhusnan, 2000). Sedangkan prinsip corporate governance meliputi empat komponen utama yang diperlukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholder, yaitufairness,transparancy,accountability, dan responsibility (The Business Round Table, 2002). Struktur corporate governance di Indonesia sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dimana Rapat UnwmPemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi yang terdiri atas pemegang saham yang memiliki hak suara, memilih anggota dewan komisaris dan dewan direksi. Jumlah anggota dewan komisaris dan dewan direksi masing-masing minimal 2 orang untuk perusahaan yang telah go publik. Agar penyelenggaraan corporate governance berjalan dengan baik, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan Surat Edaran No. SE-03/PM/ 2000 mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk komite audit dengan anggota minima1 3 orang yang diketuai oleh satu orang komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen terbadap perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Sementara bagi perusahaan BUMN, sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: 117/M-MBU/2002 yang mengatur kewajiban bagi BUMN dengan aset diatas 1 triliun dan go public, diwajibkan membentuk komite audit (yang diketuai oleh komisaris independen) dan sekretaris perusahaan. Penelitian ini termotivasi untuk dilakukan oleh karena belum lengkapnya bukti empiris mengenai pengaruh asymetri informasi, manajemen laba dan corporate governance terbadap kinerja perusahaan di Indonesia, sehingga basilnya belum membuktikan argumen teoritis yang dinyatakan oleh Richardson (1998), Frank Yu (2006), The Business Roundtable (1997), Allen dan Gale (2000), serta S. Beiner et al (2003). Motivasi yang lain yaitu adanya kontradiksi basil riset tentang pengaruh jumlah dewan direktur, yang termasuk dalam indikator mekanisme corporate governance internal, terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Hermalin dan Weisbach (2003) dalam S. Beiner et al (2003) yang mendukung pendapat Jensen (1993), serta Lipton dan Lorsch (1992) da1am S. Beiner et a/ (2003) bahwa jumlah dewan direktur termasuk dalam indikator mekanisme corporate governance dan berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan.
4
I
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Hasil tersebut bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan S. Beiner et al (2003) Yermack (1996), Eisenberg, Sundgren dan Wells (1998), Conyon dan Peck (1998), serta Loderer dan Peyer (2002) dalam S. Beiner et al (2003) yang menyatakan bahwajumlah dewan direktur, yang termasuk dalam salah satu indikator mekanisme corporate governance internal, berpengaruh negatif dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian mereka tidak menemukan hubungan antara jumlah dewan direktur terhadap kinerja perusahaan. Kontradiksi hasil riset ini mengakibatkan ketidalgelasan dukungan bukti empiris terhadap proposisi Hermalin dan Weisbach (2003). Kontradiksi hasil riset dari beberapa penelitian-penelitian tersebut diatas (Frank Yu, 2006, Chtourou, 2001, Warfield et al., 1995, Lipton dan Lorsch, 1992, Jensen, 1993, Yermack, 1996, Eisenberg et al, 1998, Conyon dan Peck, 1998, Lederer dan Peyer, 2002, Hermalin dan Weisbach, 2003, S. Beiner et al, 2003), menarik minat penulis untuk mencoba melakukan penelitian mengenai pengaruh asymetri informasi, manajemen laba dan indikator mekanisme corporate governance terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia.Penulis juga mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh S. Beiner eta/, (2003) di SwissRichardson (1998) (dalam Sri Sulistyanto, 2004) dengan objek penelitian pada perusahaan publik di Indonesia.Konsep Asimetri Informasi yang digunakan dlam penelitian ini mengacu dari konsep relative bid ask spread yang digunakan oleh Rahmawati dkk (2006). Konsep manajemen laba yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Dechow et.al (1996) mengenai manajemen laba. Sedangkan Konsep indikator mekanisme corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian S. Beiner eta/, (2003) mengenai mekanisme corporate governance yang terdiri dari indikator mekanisme internal yaitu jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, leverage, dan indikator mekanisme ek:stemal yaitu ownership. Pada penelitian ini variabelleverage diganti dengan debt to equity. Dari penelitian Rahmawati dkk (2006), Dechow et.al (1996), Richardson (1998), terdapat keterbatasan karena belum mempertimbangkan variabel corporate governance dalam penelitian mereka. Sedangkan pada.S. Beiner et al, (2003), terdapat keterbatasan pada indikator mekanisme ek:stemal corporate governance, dimana penelitian tersebut belum mempertimbangkan adanya institutional ownership dalam perusahaan publik.
1.2. Kerangka Pemikiran 1.2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agency sebagai suatu kontrak dibawah satu atau lebih (prinsipal) yang melibatkan orang lain (agent) untuk melaksanakan beberapa1ayanan bagi mereka dengan melibatkan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Sedangkan Ber1e dan Means (1932) serta Pratt dan Zeckhauser (1985) berpendapat bahwa dalam teori agensi, saham dimiliki sepenuhnya oleh pemilik (pemegang saham) dan manager diminta untuk memaksimalkan tingkat pengembalian pemegang saham. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomi yang rasional dan semata-mata termotivasi oleh kepentingan pribadi. Shareholder atau prinsipal, mendelegasikan pembuatan keputusan seharihari kepada manajer atau agen. Manajer ditugaskan dengan menggunakan dan mengawasi sumbersumber ekonomi perusahaan. Bagaimanapun juga, manajer tidak sela1u bertindak sesuai dengan keinginan terbaik pemegang saham, sebagian dikarenakan o1eh pemilihan yang kurang baik (adverse selection) atau adanya moral hazard, selain itu juga dapat memicu adanya asymetri informasi dan manajemen laba.Oleh sebab itu pemegang saham harus memonitor manajer untuk memastikan mereka telah berbuat sesuai dengan ketentuan dari isi kontrak perjanjian (Jensen dan Meckling 1976). PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
5
Pada tahun 1934, isu good corporate governance muncul karena terjadinya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Pemisahan ini memberikan kewenangan kepada pengelola (manajer/direksi) untuk mengurus jalannya perusahaan, seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan atas nama pemilik (Serle dan Means, 1934 dalam Achmad D., 2004). Hart (1995) juga mengungkapkan bahwa corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dengan manajer, dan untuk menyamakan kepentingan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan (Tri Gunarsih, 2003).
1.2.2. Corporate Governance Tahun 1992, Dalam The Financial Aspects of Corporate Governance, Adrian Cadbury mengungkapkan bahwa corporate governance merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan atau mengawasi perusahaan. Disamping itu, Corporate governance juga tersedia untuk melayani tujuan perusahaan dengan menyediakan struktur dimana pemegang saham, direktur dan manajemen dapat mengejar tujuan perusahaan dengan lebih efektif. Dalam corporate governance terdapat beberapa prinsip-prinsip, antara lain diungkapkan oleh Cadbury (1992) yaitu keterbukaan, integritas, dan akuntabilitas. Sedangkan The Business Roundtable (1997) dan F. AntoniusAlijoyo (2003), menekankan ada empat prinsip yaitufairness, transparancy, accountability, dan responsibility. OECD (1999) menyatakan ada lima prinsip yaitu: perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham, perlaku.an yang adil terhadap seluruh pemegang saham, peranan stakeholders dalam corporate governance, keterbukaan dan transparansi, serta peranan board of directors dalam perusahaan. Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance dalam lingkup pasar modal di Indonesia dapat dijabarkan melalui upaya-upaya Bapepam mendorong perusahaan publik untuk memperhatikan dan melaksanakan prinsip-prinsip: transparency, dengan meningkatkan kualitas keterbukaan informasi tentang "performance" perusahaan secara tepat waktu, baik yang berupa informasifinancial maupun non-financial.Fairness, dengan memaksimalkan upaya perlindungan hak dan perlakuan adil kepada seluruh shareholders tanpa kecuali. Responsibility, dengan mendorong optimalisasi peran stakeholders dalam rangka mendukung program-program perusahaan. Accountability, dengan mendorong optimalisasi peran Dewan Direksi dan Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional (Anis Baridwan, 2003). Sistem corporate governance pada perusahaan modern dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme internal governance dan mekanisme external governance. Indikator mekanisme governance bisa beragam tergantung lingkungan tertentu yang dianjurkan (Short, Keasy, Wright dan Hull, 1999, dalam Charlie Weir eta/., 2000). lndikator mekanisme internal governance terdiri dari jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, dan debt to equity sedangkan indikator mekanisme external governance terdiri dari institutional ownership (S. Beiner et al., 2003). Dengan berjalannya kedua mekanisme tersebut secara bersamaan, maka sistem corporate governance perusahaan mencoba memotivasi manajer agar memaksimalkan nilai pemegang saham (Alexander dan Matts, 2003).
6
I
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
A. lndikator Mekanisme CorporQte Governance Internal 1). Jumlah Dewan Direktur S. Beiner et al. (2003) menegaskan bahwa Dewan direktur merupakan institusi ekonomi yang membantu memecahkan permasalahan agensi, yang melekat dalam perusahaan publik. Dewan direktur bertanggung jawab pada komisaris (governance) perusahaan mereka (Adrian Cadbury dalam Cadbury Committee, 1992). Dewan direk:tur bertugas untuk menjalankan manajemen perusahaan.Cadbury menyarankan CEO te:rpisah darianggota dewan komisaris.Menurut Hermalin dan Weisbach (2003) dalam S. Beiner et al. (2003), jumlah dewan direktur biasanya berkaitan dengan implikasi dari kebijakan mengenai batasan jumlah dewan direktur. Sebaliknya jika tidak terdapat kebijakan mengenai batasan jumlah dewan direktur maka perusahaan akan memilih jumlah yang paling optimal. Halinidiperkuat oleh basil penelitian S.Beiner et al (2003) yang menyimpulkan bahwa kebanyakan perusahaan memilih jumlah dewan direktur yang optimal. Struktur governance di Indonesia mirip di Jerman. Sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, struktur governance perusahaan adalah sebagai berikut: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi yang terdiri atas pemegang saham yang memiliki hak suara, mempunyai kewenangan memutuskan hal-hal yang menyangkut kelangsungan hidup perusahaan. RUPS memilih anggota dewan komisaris dan dewan direksi. Dewan direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan dalam dua hal:untuk kepentingan dan tujuan perusahaan, serta mewakili perusahaan baik di dalammaupun di luar pengadilan. Jumlah anggota dewan komisaris dan dewan direksi masing-masing minima12 orang untuk perusahaan yang telah go publik (Darsono, 2001). Peneliti terdahulu menemukan bubungan negatif antara jumlah dewan direksi dengan kinelja perusahaan yang diukur dengan tobins q (Yermack 1996, Eisenberg et al. 1998, Conyon dan Peck 1998, Loderer dan Peyer 2002, dan S. Beiner et al. 2003). Perusahaan dengan jumlah dewan direksi yang besar akan membuat nilai tobins q menjadi semakin rendah. Disamping itu perusahaan dengan sistem corporate governance yang tidak berjalan dengan baik juga dikarakteristikkan dengan jumlah dewan direktur yang besar. 2). Proporsi Dewan Komisaris lndependen Ada peran yang dapat memediasi hubungan antara manajer, auditor, dan pemegang saham. Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijaksanaan direksi serta memberikan nasihat kepada direksi. Sedangkan komisaris independen merupakanposisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Charlie Weir et al (2000) menganggap dewan komisaris yang independen sama dengan direktur non-eksekutif. Direktur non-eksekutif ini adalah orang-orang yang tidak memiliki jabatan eksekutif dalam perusahaan, dan juga tidak memiliki hubungan dengan perusahaan itu atau kepentingan didalamnya sebelum mereka diangkat sebagai direktur (Thomas S. dan Nigel K.,
1992).Manfaat direktur non-eksekutifini menurut Thomas S. dan Nigel K. (1992) adalah sebagai direktur penasihat. Sedangkan Fama (1980) dalam Charlie Weir et al (2000) be:rpendapat bahwa fungsi utama dari direktur non-eksekutif adalah untuk memastikan bahwa direktur eksekutif melaksanakan atau mengikuti kebijakan konsisten dengan kepentingan pemegang saham.
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE lERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
7
Beberapa penelitian terdahulu menemukan bahwa adanya dewan komisaris yang independen dapat membahayakan kinerja. Dalam Charlie Weir et a/ (2000), Yermack (1996) dan Agrawal dan Knoeber (1996) menemukan hubungan negatif antara proporsi dewan komisaris yang independen dan kinerja. Sedangkan Bhagat dan Black (1998) dalam S.Beiner eta/.(2003) mdaporkan hubungan negatif yang sama, tetapi mereka menunjukkan bahwa hal itu untuk beragam pengukuran kinerja lebih dari satu periode tahun.
3). Debt To Equity Modal merupakan masalah sumber dan penggunaan dana. Dana dapat dipenuhi dari sumber intern dan ekstern perusahaan. Dana tersebut kemudian dialokasikan untuk membiayai aktivaaktiva perusahaan. Pada hakekatnya, pemenuhan dari pengalokasian dana menyangkut masalah keseimbangan fmansial dalam perusahaan, yaitu mengadakan keseimbangan antara aktiva dan pasiva yang dibutuhkan beserta mencari susunan kualitatif dari aktiva dan pasiva tersebut dengan sebaik-baiknya. (Bambang R., 1995). Sedangkan Western dan Copeland (1997) dalam R. Moch Abadi (2004) mengartikan struktur modal adalah cara bagaimana perusahaan membiayai aktivanya. Dengan demikian, struktur modal adalah pencerminan cara suatu perusahaan untuk membiayai aktivanya yang merupakan komposisi dari sumber modal yang terdiri dari total hutang dan modal pemegang saham. Bauran dari penggunaan modal sendiri dan modal asing (hutang) dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan disebut dengan struktur modal (Hom., 1991, dalam R. MochAbadi, 2004). Debt to equity merupakan perbandingan antara modal asing (hutang) dengan modal sendiri (shareholder equity). Semakin tinggi nilai debt to equity berarti semakin besar dana dari pihak luar (Hours & Raviv, 1988, dalam R. Moch Abadi, 2004). Menurut Bambang Riyanto (1999), jumlah besamya modal asing dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi jumlah modal sendiri. Berdasarkan penelitian Suad Husnan (2001), nilai debt to equity juga digunakan untuk menilai indikator mekanisme corporate governance internal pada perusahaan publik di Indonesia. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan nmltinasionallebih konservatif dalam penggunaan hutang (diproksikan dengan debt to equity) dan mempunyai kinerja yang lebih baik (diproksikan dengan ROE dan Abnormal return),dan keputusanpendanaannya tidakmempengarubi Return On Equity (ROE). B. Mekanisme Corporate Governance Eksternal Institutional Ownership Suad Husnan (2001) menegaskan bahwa ada dua jenis ownership dalam perusahaan di Indonesia yaitu perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar dan perusahaan dengan kepemilikan terkonsentrasi. Dalam tipe perusahaan dengan kepemilikan sangat menyebar, masalah keagenan yang sering timbul adalah antara agen (pihak manajemen) dengan owners (pemegang saham). Perusahaan yang kepemilikannya lebih menyebar memberikan imbalan yang lebih besar kepada pihak manajemen dibandingkan dengan perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi (Goldberg dan Idson. 1995 dalam SuadHusnan, 2001). Dalam tipe perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling dan minority shareholders (Asian Development Bank, 2000 dikutip dalam Suad Husnan, 2001). Pemegang saham pen.gendali atau pemegang saham mayoritas (controlling shareholders) dapat bertindak sama dengan kepentingan pemegang saham atau bertentangan dengan kepen.tingan
8
I
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
pemegang saham, disamping itu juga mempunyai informasi yang lebih lengkap daripada pemegang saham minoritas, dan hal ini akan mempengaruhi perilaku perusahaan (The Bussiness Roundtable, 1997). Pada kasus kansentrasi kepemilikan ini,kemungkinan masalah keagenan yang muncul adalah antara pemilik mayoritas dan pemilik minoritas. Pemilik mayoritas ikut dalam pengendalian perusahaan sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri meskipun dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas. Loderer dan Peyer (2002) dalam S.Beiner eta/.(2003) menggunakan struk:tur kepemilikan sebagai mekanisme eksternal corporate governance. S. Beiner et a/., (2003) menemukan bahwa ada hubungan positif antara struk:tur kepemilikan dengan kinerja. Selain itu, Jenis pemegang saham (institusional, individual, corporation) juga akan mempengaruhi Corporate governance.(Bambang R, 2003). Hasil pengujian empiris yang dilakukan oleh Tri Gunarsih (2003) adalah kepemilikan institusi dotre
1.2.3. Asimetri Informasi Dalam teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemegang saham sebagai prinsipal (Ujiyantho, 2003). Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan, manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Berdasarkan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri, maka datgan asimetri informasi yang dimilikinya mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Misalnya dalam hal partisipasi anggaran. Agen sengaja membuat anggaran yang mudah dicapai di bawah performance yang dapat diharapkan dari mereka, sehingga ketika agen dievaluasi maka agen dapat mencapai target yang dianggarkan Schift dan Lewin (1970) dalam Nur FadjrihAsyik (2000). Dalam penelitian yang dilakukan Rabmawati, dkk (2006) terdapat dua tipeasimetri informasi, yaitu pertama adverse selection. Adverse selection adalah jenis asimetri informasi di mana salah satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha yang potensial memi1iki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Hal ini terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak insiders lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
9
suatu perusahaan daripada para investor luar.Kedua Moral Hazard, adalah jenis asimetri informasi di mana salah satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha yang potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat tetjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar. Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konilik yang terjadi antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri.Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho (2003), mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia, yaitu:(1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memilik daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.
1.2.4. Manajemen Laba Definisi manajemen laba menurut beberapa peneliti lainnya seperti Assih dan Gudoni (2000) yang berpendapat bahwa manajemen laba sebagai suatu proses yang dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP) untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Ashari, dkk (1994) berpendapat bahwa manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Dechow (1996) berpendapat bahwa manajemen laba ditentukan oleh selisih antara TA (Total Accruals) dan NDA (Non Discretionary Accruals).Setiawati dan Na'im (2000) berpendapat bahwa Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Sedangkan Sugiri (1998) membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu dalam definisi sempit earnings management hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi seperti perilaku manajer untuk ''bermain" dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Dalam definisi luas earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan (penurunan) profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Schipper (1989) berpendapat bahwa manajemen laba sebagai "disclosure management", yaitu manajemen melakukan intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut). Dalam Positive Accounting Theory (PAT) terdapat tiga hipotesis yang mendasari tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh (Watts and Zimmerman, 1986) adalah (a) The Bonus Plan Hyphotesis (Hipotesis Program Bonus); (b) The Debt Covenant Hypothesis (Hipotesis Perjanjian Hutang); dan (c) The Political Cost Hypothesis (Hipotesis Biaya Politik). Selain tiga kondisi hipotesis diatas, Scott (2000: 302) dalam Rahmawati, dkk (2006) menambahkan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba yaitu (a) Taxation Motivations, (b) Pergantian CEO, dan (c) Initial Public Offering (IPO). Teknik dan pola manajemen laba menurut Worthy (1984) dalam Nur Fa4jrih Asyik (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu: (1) Perubahan Metoda Akuntansi, (2) Memainkan Kebijakan Perkiraan Akuntansi, dan (3) Menggeser Periode Biaya atau Pendapatan.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Trueman dan Titman (1988) dalam Rabmawati, dkk (2006) berpendapat bahwa hanya manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap periode. Dalam menyiapkan laporan manajer dapat memindah laba antar periode, pada saat sebagian laba ekonomi dik:etahui sebagai laba akuntansi dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, melalui pengakuan biaya pensiun, penyesuaian penaksiran umur ekonomis perusahaan, dan penyesuaian penghapusan piutang. Jika manajer tidak dapat memindah laba antarperioda maka laba yang dilaporkan oleh perusahaan akan sama dengan laba ekonomi perusahaan pada setiap perioda. Fleksibilitas untuk menunda laba antar periode hanya tersedia bagi beberapa perusahaan, dan hanya manajer yang mengetahui apakah mereka mempunyai fleksibilitas tersebut atau tidak. Magnan dan Cormier (1997) dalam Gumanti (2000), menyatakan bahwa ada tiga sasaran yang dapat dicapai oleh manajer sehubungan dengan praktek manajemen laba. Ketiga sasaran tersebut adalah minimisasi biaya politis (political cost minimization}, maksimisasi kesejahteraan manajer (manager wealth maximization}, dan mminimisasi biaya fmansial (minimization of financing costs). Jelas disini bahwa sasaran dari manajemen laba adalah cukup komprehensif, yaitu mencakup banyak aspek dalam perusahaan baik demi keuntungan pribadi manajer maupun perusahaan secara keseluruhan. Manajer dapat mempengaruhi pelaporan keuangan dengan memanfaatkan kelemahan yang inheren dalam akuntansi itu sendiri. Dalam hal ini, manajer mungkin terlibat dalam beragam pola manajemen laba (Scott, 1997) dalam (Nur Falljrih Asyik, 2000), yaitu (1) Taking a Bath, (2) Income Minimization, (3) Income Maximization, dan (4) Income Smoothing.
1.2.5. Kinerja Perusahaan Dalam S. Beiner et al.(2003), Jensen (1993) serta Lipton dan Lorsch (1992) menegaskan bahwa kinetja perusahaan merupakan hasil dari tindakan direktur. Sedangkan Keats et al. (1988) menegaskan bahwa kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinetja bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran dengan menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif.Venkatraman et al.(1986) berpendapat bahwa pengukuran kinetja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan dimensi pengukuran yang beragam. Sehingga Swamidass et al.(1987) menyimpulkan bahwa ukuran kinetja yang cocok dan layak tergantung pada keadaan unik yang dihadapi peneliti. Tobin's Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan dalam data keuangan perusahaan.Nama Tobin's Q berasal dari James Tobin dari Yale University sete1ah dia mempero1eh hadiah nobel. Morek et al. (1988) dan McConnell et al.(1990) menggunakan Tobin's Q sebagai pengukuran kinerja perusahaan dengan alasan bahwa dengan Tobin's Q maka dapat dik:etahui market value perusahaan, yang mencerminkan keuntungan masa depan perusahaan seperti laba saat ini. Market value dipengaruhi oleh isi dari informasi asimetri, frekuensi atau volume insider trading,dan likuiditas, sedangkan aliran laba tidak terpengaruh oleh tiga hal tersebut karena aliran laba dalam laporan keuangan konvensional tidak mengungkapkan variabel-variabel yang mempengaruhi market value. Sehingga hasil tingkat pengembalian yang dilaporkan dapat berbeda dengan yang dipero1eh investor,begitu juga dengan nilai market value saham yang diperdagangkan juga mengalami perbedaan. Sebagai contoh, jika ada perbedaan yang signiflkan dalam likuiditas pada dua ekuitas yaitu equity likuid dan equity non-likuid, equity likuid (modallancar) yang rendah harus menawarkan
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
11
tingkat pengembalian yang dilaporkan nilainya cukup tinggi untuk: mengurangi kerugian dalam likuiditas. Equity likuidyangmemiliki tingkatpengembalian tinggi digunakan untuk:menarikinvestor agar membeli equity tersebut. Oleh karena itu Wernerfield eta/., (1988) menyimpulkan bahwa Tobin's Q dapat digunakan sebagai alat ukur dalam menentuk:an kinerja perusahaan (dikutip dalam Eddy Suranta & Mas'ud Machfoed, 2003). S. Beiner et al., (2003) menentuk:an bahwa nilai tobin's q merupakan rasio dari market value of asset dibagi book value of asset. Market value of asset dihitung sebagai market value of equity ditambah book value of assets dikurangi book value of equity. Perhitungan tobins q yang terdapat dalam peneltian S. Beiner et al., (2003) dibawah ini sama dengan yang terdapat dalam penelitian Lederer dan Peyer (2002). Dalam laporan keuangan, nilai market value of equity diperoleh dari nilai market capitalization, nilai book value of assets diperoleh dari total aset, nilai book value of equity diperoleh dari shareholder equity (Charlie Weir et al., 2000).
1.2.6. Asimetri informasi, Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Perusahaan Dalam model asimetri informasi yang dikemukakan oleh Copeland dan Galai (1983) dalam Puput (2001) mengasumsikan adanya tiga jenis agen di pasar, yaitu pedagang terinformasi (informed traders) yang merupakan pemroses informasi potensial, pedagang tidak terinformasi (uninformed traders}, dan risk-neutral specialist. Pedagang terinformasi melakukan transaksi perdagangan dengan dilatarbelakangi oleh informasi privat yang mereka miliki yang tidak terefleksi dalam harga saham dan mereka bersifat spekulatif, sedangkan pedagang yang tidak terinformasi atau yang lebih dikenal dengan pedagang likuid (liquidity traders) berdagang dengan tujuan untuk menyesuaikan portofolio yang dimilikinya berkaitan dengan optimisasi arus kas dengan seperangkat informasi yang dimilikinya. Sistem corporate governance pada perusahaan modern dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme internal governance dan mekanisme external governance. lndikator mekanisme governance bisa beragam tergantung lingkungan tertentu yang dianjurkan (Short, Keasy, Wright dan Hull, 1999, dalam Charlie Weir eta/., 2000). Indikator mekanisme internal governance terdiri dari jumlah dewan direktur, proporsi dewan komisaris independen, dan debt to equity sedangkan indikator mekanisme external governance terdiri dari institutional ownership (S. Beiner et a/., 2003). Dengan berjalannya kedua mekanisme tersebut secara bersamaan, maka sistem corporate governance perusahaan mencoba memotivasi manajer agar memaksimalkan nilai pemegang saham (Alexander dan Matts, 2003). Manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal yang bertujuan untuk: menguntungkan dirinya sendiri sehingga dapat mengurangi tingkat kredibilitas suatu laporan keuangan perusahaan. Manajemen laba dapat menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba yang sebenarnya.Manajemen laba dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelonggaran penggunaan metoda dan prosedur akuntansi, membuat kebijakan akuntansi, dan mempercepat atau menunda biaya dan pendapatan agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar dari yang seharusnya. Earnings management ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) mengendalikan berbagai akrual atau (2) dengan memilih prosedur akuntansi tertentu (Richardson, 1998; Chambers, 1999; duCharme eta/.,2000) dalam (HSri sulistyanto, 2004).
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi maupun dalam pengukurannya, karena sebagai sebuah konstruk, kinetja bersifat multidimensional dan oleh karena itu pengukuran dengan menggunakan dimensi pengukuran tunggal tidak mampu memberikan pemahaman yang komprehensif. Pengukuran kinerja hendaknya menggunakan atau mengintegrasikan dimensi pengukuran yang beragam. Tobin's Q merupakan ukuran penilaian yang paling banyak digunakan dalam data keuangan perusahaan. Setelah melihat permasalahan diatas maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah: H ta Jumlah Dewan Direktur berpengaruh positif signiflkan terhadap kinetja perusahaan. H tb Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif signiftkan terhadap kinetja perusahaan. H le Debt to Equity berpengaruh positif signiftkan terhadap kinetja perusahaan. H td Institusional Ownership berpengaruh positif signiflkan terhadap kinerja perusahaan. H 2 Asimetri informasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinetja perusahaan. H 3 Manajemen laba berpengaruh signiftkan terhadap kinerja perusahaan.
2. METODE PENELITIAN 2.1. Pemilihan dan Pengumpulan Data Penelitianinimenggunakan metode studi pustaka dalam mengumpulkan data-data keuangan. Data-data tersebut diperoleh dari laporan keuangan yang disampaikan Bursa Efek Jakarta (dalam hal ini diperoleh dari pojok BEJ), dan dari buku Indonesian Capital Market Directory 20012005. Data pendukung lainnya diperoleh dan dikumpulkan darijurnal-jurnal ilmiah serta sumber lain yang relevan dengan penelitian. 2.2. Variabel Penelitian dan Detinisi Operasional 2.2.1. Variabel Dependen Variabel dependen untuk penelitian ini adalah kinetja perusahaan yang diukur dengan tobin q. Dalam S. Beiner et al., (2003) penentuan nilai tobins q adalah sebagai berikut: Market Value of Assets= (market value of equity+ book value of assets) - book value of equity Tobins q =
Market Value ofAsset:s Book Value Assets
Dalam laporan keuangan, nilai market value of equity diperoleh dari nilai market capitalization, nilai book value of assets diperoleh dari total aset, nilai book value of equity diperoleh dari shareholder equity (Charlie Weir et al., 2000).
2.2.1. Variabel Independen Variabel independent untuk menguku.r mekanisme corporate governance diproksi dalam : a. Jumlah Dewan Direktur Variabel dewan direktur dalam penelitian ini diperoleh dari jumlah dewan direktur dalam perusahaan (S. Beiner et al., 2003). b. Proporsi Dewan Komisaris Independen 96 Outside=
Jurnlah Komisaris Intlependen Jumlah Keaaggotaaa Dewan Komisaris
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
13
c. Debt to Equity Debt to equity=
rotetliabjtities TotB/ Shareholder Equity
d. Institutional Ownership Variabel institutional ownership merupakan variabel mekanisme governance eksternal. Dalam penelitian ini variabel institutional ownership diperoleh dari jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh institutional ownership. (S. Beiner eta/.2003). Variabel earnings management diukur dengan proxy discretionary accruals (DA). Penggunaan discretionarry accruals sebagai proxy earnings managemen selain mengacu pada penelitian Dechow et.al (I996), juga dikarenakan pengukuran dengan discretionary accruals saat ini telah dipakai secara luas untuk menguji earnings management hypothesis. Model yang digunakan untuk menghitung DA adalah sebagai berikut: DA ;, = TAit - NDAit Keterangan: D1 =Discretionary accruals perusahaan i pada tahun t T1 = Total accruals perusahaan i pada tahun t ND 1 =Non discretionary accruals perusahaan i pada tahun t
(ACA, - ACL1 ACash1 +ASTD 1 -Dep'"r) TA,_1 = --------------A,_t Keterangan: ACA., Delta Current Assets (Aktiva Lancar) pada tahun t ACL, Delta Current Liabilities (Utang Lancar) pada tahun t ll.Cash,= Delta Cash and Cash Equivalents (Kas dan Setara Kas) pada tahun t ASTD1 Delta debt included in curent non liabilities (hutang jangka panjang yang jatuh tempo dalam waktu I tahun) pada tahun t Depr1 Depreciation and Amortization Expense (Biaya Depresiasi dan Amortisasi) pada tahun t A 1_ 1 Total Assets (Total Aktiva) I tahun sebelum t Penghitungan Nan Discretionary Accruals (NDA) dalam penelitian ini berbeda dengan penghitungan NDA yang dilakukan Dechow et.al (1996). Dechow et.al (1996) menggunakan penghitungan NDA dengan periode estimasi lebih dari 10 tahun. Karena keterbatasan data, maka penelitian ini menggunakan metode penghitungan data yang sederhana, yaitu Industry Adjusted Model. Model ini menggunakan asumsi yang sama dengan market adjusted model dalam menghitung return sekuritas. Analog dengan market adjusted model, maka NDA berdasarkan industry adjusted model berasumsi bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi NDA pada tahun t adalah total accrual market (dalam hal ini industri, yaitu perusahaan yang melakukan IPO maupun non IPO) pada
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
periode yang bersangkutan.Model inidapat menggunakan ukuran tendensi sentral dalamaplikasinya, baik mean maupun median. Industry adjusted model dapat dirumuskan sebagai berikut: NDAt =Mean atau Median (fAnvJ Keterangan: NDAt =Non Discretionary Accruals pada perusahaan t TA1Nn = Total Accrual Industry (perusahaan IPO maupun non IPO) 2.3. Metode Analisis Data 2.3.1. Uji Kualitas Data dan Uji Asumsi Klasik Menurut Heir et al.,(1996) kualitas data yang dihasilkan dari penggunaan instrumen penelitian dapat dievaluasi melalui uji kualitas data, dengan tujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan graftk histogram dan graftk normal probability plot.Sedangkan Pendugaan nilai koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil (OLS) bertujuan untuk: mencapai kondisi yang baik. Untuk mencapai kondisi yang baik, maka persamaan regresi hams memenubi asumsi klasik. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu data diuji kondisi multicollinearity dengan menganalisis VIF, autocorrelation dengan memperhatikan nilai DurbinWatson (DW), dan heterokedastisitas dengan metode park test (Gujarati, 1991). 2.3.2. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji menggunakan model regresi tinier berganda. Pengujian lainnya yang mendukung pengujian hipotesis yaitu Uji T, untuk:mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan, maka dilakukan pencarian nilai koefisien detemrinasi (R2) yang menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 3. Basil Penelitian dan Pembahasan 3.1. Statistik Deskriptif TABEL 1 Statistik DeskriptifVariabel N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
Tobin's Q (Y) Jumlah Dewan Dircktuc (X1) Proporsi Komisaris Independen (X2) Leverege (X3)
91
,51
2,31
1,1708
,27804
,077
91
2,00
10,00
4,7253
1,61291
2,601
91
,33
1,00
,4086
,10645
,011
91
,10
2,25
,8012
,36674
,134
Ownership (X4)
91
,13
,99
,6782
,19236
,037
Spread (X5)
91
,23
,85
,5463
,26547
,064
DA(X6)
91
,15
1,23
,9647
,24321
,101
Sumber : Data penelitian yang diolah, 2005
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
'UriWulandati- Widilryllllti
15
3.2. Uji Kualitas Data Untuk menguji normalitas data digunakan grafik. histogram dan graflk normal probability plot.Hasil dari uji kualitas data dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini : Gambarl Grafik Basil Uji Kualitas Data 11 illtus ran1
Normal P-P Plot of Regression
Ocp.:::ndcnt Vulllldc: Tobin'1 Q
Dcpcudcut Variable: Tobin's Q . - -
I.UU
14
--
--
-- - -
12 .15 I
10
.
. E
!ltd. D n . .9M
.",
:\4' cJln • 0.00
..
:6;
o.uu rJF--D.iHI
R :sn:1111ion !ltandndh :d Rc11idaal
.lS
-
.so
----.1. .7S
I .DO
0 b acn·fai (' u.m l•ro b
Sumber: DaiB penelitian yang dio/ah2005
Dalam gambar 2, graflk basil uji kualitas data diatas maka dapat disimpulkan bahwa grafik. histogram memberikan pola distribusi yang mendekati normal. Sedangkan pada graftk normal probability plot terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Kedua grafik. ini menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas.
3.3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Tabell Basil pengujian multikolinierias dengan Variance Injllltion Factor (VIF) Varlabel
Nllal VIF
Keterangan
Jumlah dewan direktur (Xl)
1,118
Bebas Multikolinieritas
Proporsi Dewan Komisaris Independen (X2)
1,128
Bebas Multikolinieritas
Debt to Equity (X3)
1,048
Bebas Multikolinieritas
Spread(X5)
1,102
Bebas Multikolinieritas
DA(X6)
1,056
Bebas Multikolinieritas
Sumber:Data penelitian yang diolah, 2005
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Sebagai rule of thumb, jika nilai VIF lebih besar dan 10, maka vaniabel tersebut memiliki kolinearitas yang tinggi. Hasil perhitungan nilai VIF menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10.jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolonieritas antar variabel bebas dalam model regresi atau menerima homoskedastisitas.
b. Uji Heteroskedastisitas Tabel 4.3 Ringkasan hasil pengujian heteroskedastisitas dengan metode Park Test Dependent Variabel = Logaritma Residual kuadrat Nilai Ind.Variabel tstat Keterangan Signifikansi LNXl LNX2 LNX3 LNX4 LNX5 LNX6
-0,208 0,825 -1,083 0,130 0,830 0,541
0,836 0,412 0,282 0,897 0,213 0,341
Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas Bebas
Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas
Sumber: Data penelitian yang diolah, 2005 Dari basil pengujian heteroskedastisitas di atas,menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar 0,05 (a.= 5%) atau tidak signifikan, maka dapat disimpulkanbahwa model regresi yang akan digunakan tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. Dengan kata lain hipotesis homoskedastisitas dapat diterima.
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
17
3.4. Uji Hipotesis a. Hasil Analisis Regresi Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Analisis Regresi Variabel Dependen =Tobin's Q (Y) Variabel lndependen
Koef Regresi
t-ratio
Prob.Sig
Jumlah dewan direktur (Xl)
0,001
0,049
0,961
Proporsi Dewan Komisaris Independen (X2)
0,174
1,233
0,221
Debt to Equity (X3)
0,060
11,209
0,000**
Tnstitutional Ownership (X4)
-0,001
-,895
0,373
Spread(X5)
0,101
2,193
0,017
DA(X6)
0,213
,924
0,012
Konstanta
0,668
7,964
0,000**
Rz
= 0,617 F-Ratio = 34,650 Prob.Sig 0,000"'* = l:Var.Indep. Signifikan = 1 dari 3 2,028 (Bebas Autokorelasi) DW= N = 91 Keterangan; •• Signifikan pada tarafkepercayaan sampai dengan 1% Sumber ; Data diolah 2005 Dari tabe14.4 di atas dapat dibuat persamaan regresi seperti terlihat berikut ini ; Kinerja = 0,668 +0,001 Jumlahdewandirektur+0,174ProporsiDewanKomisaris Independen +0,060DebttoEquity-0,001 InstitusionalOwnership + 0,101 Spread +0,213 DA +e Berdasarkan Tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa nilai probabilitas signifikansi variabel asimetri informasi (X1) sebesar 0,961 lebih besar dari 0,05 atau taraf kepercayaan 5% (tidak signifikan), maka H 1a gagal diterima. Nilai probabilitas signifikansi variabel corporate governance (X2) sebesar 0,2211ebih besar dari 0,05 atau tarafkepercayaan 5% yang berarti tidak signifikan, maka H1b gagal diterima. Nilai probabilitas signiflkansi manajemen laba (X3) sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf kepercayaan 0,05 yang berarti signiflkan, maka H 1 c diterima. Nilai signifikansi variabel institutional ownership (X4) sebesar 0,373 lebih besar dari 0,05 atau tarafkepercayaan 5% (signifikan), maka H1 d gagal diterima. Berturut-turut nilai signifikansi variable spread (X5) dan DA (X6) sebesar 0,017 dan 0,012 lebih besar dari 0,05 atau taraf kepercayaan 5% (signiflcan), makadan diterima.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Nilai F hitung sebesar 72,404 dengantingkatprobabilitas 0,000(signifikan).Tingkat probabilitas sebesar 0,000 jauh lebih kecil dari 0.05, maka dapat dikatakan bahwa asimetri infonnasi, corporate governance dan manajemen laba secara bersama-sama berpengaruh terbadap kinerja perusahaan. c. Koefisien Determinasi ( az ) Nilai koefisien determinasi digunak:an untuk menunjukkan prosentase tingkat kebenaran prediksi dari pengujian regresi yang dilakukan. Dari tabel4.4 menunjukkan bahwa besarnya R 2 adalah 0,617 hal ini berarti 61,7% variasi variabel tobin's Q (kinerja) bisa dijelaskan oleh variabel independen (asimetri infonnasi, corporate governance dan manajemen laba). Sedangkan sisanya sebesar 38,3% dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model.
3.5. Interpretasi Basil Penelitian Hasil uji H 1• menyimpu1kan bahwa jumlah dewan direktur tidak signi:fikan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian hasil penelitian iniberbeda dengan penelitian Hermalin dan Weisbach (2003) serta Lipton danLorsch (1992) dalam S.Beiner et al (2003) yangmenunjukkan bahwa jumlah dewan direktur signifikan berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan. Namun basil penelitian ini sesuai dengan basil penelitian S. Beiner et al (2003) bahwa jumlah dewan direktur tidak signiflkan berpengaruh terbadap kinerja perusahaan. Hasil uji H1b menyimpulkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak signiflkan berpengaruh positif terbadap kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini sesuai dengan basil penelitian Charlie Weir et al (2000), Yermarck (1996),Agrawal dan Knober (1996), Bbagat dan Black dalam S. Beiner et al (2003).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan data di lapangan masih banyak pemegang saham yang merangkap jabatan sebagai anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Mereka memiliki pertimbangan bahwa dengan adanya salah satu anggota pemegang saham yang merangkap sebagai anggota dewan komisaris maka akan mempermudah pengawasan kinerja manajemen. Selain itu dengan adanya jabatan ganda maka akan menimbulkan efisiensi biaya keagenan bagi pemegang saham. Hal ini karena para pemegang saham belum bisa memberikan kepercayaan penuh mengenai jalannya perusahaan kepada manajemen perusahaan. Disamping itu, pemegang saham menganggap dewan komisaris independen tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai perusahaan mereka. Hal inilah yang membuat para pemegang saham belum bisa melihat segi positif adanya dewan komisaris independen. Hasil uji H1c menyimpulkan bahwa bahwa debt to equity berpengaruh positif dan signiflkan terhadap kinerja perusahaan. Dengan demikian basil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Suad Husnan (2001). Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar struktur modal perusahaan publik di Indonesia berasal dari modal asing (hutang).Adanya sejumlah modal asing yang terdapat dalam struktur modal perusahaan menandakan bahwa pihak ekstemal perusahaan memiliki faktor kepercayaan terbadap pihak internal (pemegang saham dan manajemen) perusahaan. Oleh karena itu para pemegang saham perusahaan menggunakan modal asing tersebut sebagai upaya untuk mengendalikan kinerja manajemen perusahaannya, agar pihak manajemen perusahaan tidak melakukan tindakan diluar kepentingan pemegang saham. Dengan adanya modal asing tersebut maka para manajemen perusahaan dituntut untuk berusaha mengoptimalkan pemakaian modal asing tersebut.
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
19
Hasil uji H1d menyimpu1kan bahwa institutional awnership tidak: signiflkan berpengaruh positifterhadap kinerja. Dengan demikian hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Charlie Weir et al (2000).Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemilik mayoritas institusi ikut dalam pengendalian perusahaan sehingga cenderung bertindakuntuk kepentingan mereka sendiri meskipun dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas. Dengan adanya kecenderungan tersebut membuat terjadinya ketidak:seimbangan dalam penentuan arah kebijakan perusahaan yang pada akbimya hanya akan menguntungkan pemegang saham mayoritas (institutional ownership). Hasil uji 1\ menyimpulkan bahwa asimetri informasi signiflkan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Maka hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Richardson (1998) dalam Rahmawati, dkk: (2006) yang meneliti hubungan asimetri informasi dan kinerja perusahaan pada senwa perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akbir Juni selama 1988-1992.hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri informasi dan kinerja perusahan. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkuaitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat kinerja perusahaan. Hasil uji H3 menyimpu1kan bahwa manajemen laba signiftkan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Julia Halim, Camel Meiden dan rudolf Lumban Tobing (2005) dengan judul penelitian "Pengaruh manajemen laba pada tingkat pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang termasuk indeks LQ-45", dengan menggunakan sampel34 perusahaan, dari 2001sampai 2002. hasil penelitiannya bahwa perusahaan manufaktur yang termasuk indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan dan manajemen laba berpengaruh signifikan pada kinerja perusahaan.
4. KesimpuJan dan Saran 4.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan atas hasil penelitian terhadap 91 perusahaan publik di Indonesia yang listing di Bursa Efek Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama variabel jumlah direktur, proporsi dewan komisaris independen, debt to equity, dan institutional ownership berpengaruh secara sign:fikan (0,000) terhadap kinerja sampai dengan taraf kepercayaan 1% sedangkan secara parsial dengan taraf kepercayaan 5% diperoleh nilai signifikansi jumlah dewan direktur sebesar 0,961, proporsi dewan komisaris independen sebesar 0,221 Debt to equity sebesar 0,000 dan institutional ownership sebesar 0,373. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dari keempat variabel indikator mekanisme corporate governance, hanya debt to equity yang secara signift.kan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Selanjutnya variabel asimetri informasi dan manajemen laba secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. 4.2. Saran Penelitian selanjutnya yang hendak: mengkonfirmasi, mengekstensi ataupun mereplikasi penelitian ini akan lebih baik jika mempertimbangkan pengaruh size perusahaan, melaku.kan pengamatan terhadap tingkat keaktifan dewan komisaris independen dalam melak:sanakan tugasnya, serta pengamatan yang lebih mendalam pada struktur kepemilikan perusahaan.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Daftar Pustaka Anis Baridwan, Drs. MBA. 2003. "Good CorporateGovernance:Aturan-Aturan Dalam Governing Mechanism." Seminar Sehari : Issues Application & Research In Corporate Governance Dalam Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY. Bambang Riyanto. 1999. Manajemen Keuangan Perosahaan. Yogyakarta: BPFE. Bambang Riyanto. 2003. "CorporateGovernance:Isu Utama Penelitian." Seminar Sehari : Issues Application & Research In Corporate Governance Dalam Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY. Beiner, S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann. 2003. "Is Board Size An Independent Corporate Governance Mechanism?". http://www.W'NZ.unibas.ch lcofi/publications! papers/2003/06.03.pdf Berle, A. danG Means. 1932. The Modern Corporation and Private Property. New York: Macmillan. Cadbury Committee. 1992. Report of the Committee on the Financial Aspects of Corporate Governance. London: Gee. Darsono. 2003. "Corporate Governance: State Of The Art." Jurnal Bisnis Strategi. VoL 7 Juli/ Tahun V/2001 Drobetz, W. 2003. The Impact of Corporate Governance on Firm Performance. http:// www.wwz.unibas.ch/cotilpublicationslpapers/2003/07-03.pdt F. Antonius Alijoyo. 2003. "Rasio Keuangan Dan Praktek Corporate Governance." http:// www.tcgi.or.id_g/rasiolkeuanganl4-08-2002. Frank Yu. 2006. "Corporate Governance and Earnings Management". http://www.emeraldlibrary.com/ftp/2006 Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometric. New York: McGraw Hill Inc. Heir, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate Analysis. Fifth Edition: Prentice Hall International Inc. H. Sri Sulistyanto dan Meniek S. Prapti. 2003. "Good Corporate Governance: Bisakah Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat ?" Jurnal Ekonomi dan Bisnis (EKOBIS). Vol. 4 No. 1. Jan 2003
H. Sri Sulistyanto. 2004. "Asimetri Informasi : Mendorong sikap Oportunis Manajer?" Jurnal Ekonomi dan Bisnis {EKOBJS). VoL 5 No. 1. Jan 2004
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----. "'UriWulandati- Widilryllllti
21
Jensen, M.C. dan W.H. Meckling. 1976. ··Theory of the Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure." Journal of Financial Economics, Vol13, pp. 305-360. Julia Halim, Carmel Meiden dan RudolfLumban Tobing. 2005. "Pengaruh Manajemen laba pada tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk dalam Indeks LQ-45". SNA VIII Solo Keats, B. W., & Hitt, M.A. 1988. "ACausal Model OfLinkagesAmong Environmental Dimension, Macro Organizational Characteristics & Performance." Academy of Management Journal, Vol. 31, pp 570-598. Khomsiyah dan Susanti. 2003. "Pengungkapan Asimetri Informasi dan Cost of Capital". Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol 5 No 3 I Desember Mahmudi. 2001. "Manajemen Laba : Sebuah Tinjauan Etika Akuntansi". Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol.3 No 2 I Agustus McConnell, J.J.dan H. Servaes. 1990. ••Additional Evidence on Equity Ownership and Corporate Value." Journal of Financial Economics, Vol 27, pp. 595-612. Nendelstadh, Alexander V. dan Matts Rosenberg. 2002. "Corporate Governance Mechanisms And Corporate Performance: Evidence From Finlandia." http://www.Shh.fi.lrosenberxf overnance.pdf Rahmawati, Yacob Suparno dan Nurul Qomariyah. 2006. ··PengaruhAsimetri Informasi terhadap Praktek Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan public yang Terdaftar di BEJ''. SNA IX Padang
R. Moch. Abadi. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan pada Industri Manufaktur di BEJ. Tesis S2 di Magister Sains Akuntansi Sylvia Veronica dan Yanivi Bachtiar. 2003. "Hubungan antara Manajemen Laba dengan Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan". SNA VI SurabayaiOktober Suad Husnan. 2001. "Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan: Perbandingan Kinerja Perusahaan Dengan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan Multinasional dan Bukan Multinasional." Jurnal Riset Akuntansi. Manajemen, Ekonomi, Vol. 1 No. 1. Februari 2001. Sunarto. 2003. "Corporate Governance dan Kinerja Saham". Fokus Ekonomi Vol 4 No. 2 I Desember Sutrisno. 2002. Studi Manajemen Laba; Evaluasi Pandangan Profesi Akuntansi, Pembentukan dan Motivasinya". Kompak No 51 Mei Swamidass, P.M dan Newel, W.T.1987. Manufacturing Strategy, Environmental Uncertainty And Performance:APathAnalitic Model Management Science, vol. 33, no.4, pp. 509-525.
Fokus Ekonomi Vol.3 No.1Juni 2008 :1- 23
Tatang Arigumanti. 2000. "Earning Maoajemen : Suatu Telaah Pustaka". Jurna/ Akuntansi dan Keuangan. Vol.2 No 2/November The Business Rountable. 1997. "Statement On Corporate Governance". http/ :www.bussinessroundtable.org/pdf/!!.pdf Tri Gunarsih. 2003. "Riset Empiris Dalam Corporate Governance." Seminar Sehari: Issues Application & Research In Corporate Governance Dalarn Rangka Launching Pusat Studi Corporate Governance FE UTY. Tri Komalasari. 2001. "Asimetri Informasi dan Cost of Equity Capital". Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol:4 No 1, Januari Tri Komalasari. 2001. "Asimetri Informasi, Positive Accounting Theory dan Maoajemen Laba". Jurnal Ekonomi dan Maoajemen, Vol:2 No 2, Desember:92-lll Weir, Charlie, David Laing, dan Phillip J. McKnight. 2000.An Empirical Analysis of The Impact of Corporate Governance Mechanisms on The Performance of UK Firm. http:// papers.ssrn.com/so/3/papers.cfm? abstract id=286440.
PENGARUH ASYMETRI INFORMASI, MANAJEMEN L.ABA DAN INDIKATOR MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PUBUK DI INDONESIA
-·-- ----.
-'UriWulandati- Widilryllllti
23