PENGARUH WAKTU SONIKASI DAN AMPLITUDO GELOMBANG ULTRASONIK TERHADAP STABILITAS SUSPENSI DAN MUTU SARI KACANG HIJAU
SKRIPSI
SITI ULFAH DEASY TRIANI F34070069
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
THE EFFECT OF SONICATION TIME AND AMPLITUDO OF ULTRASONIK WAVES TO SUSPENSION STABILITY AND QUALITY OF GREEN BEANS JUICE Siti Ulfah Deasy Triani and Sapta Raharja Departement Of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, West Java, Indonesia.
ABSTRACT Green bean juice drinks that already existed has several constraints due to its low stability so it is need shakes before consumed. To get the green bean juice with a good suspension stability, it can be done by adding additional ingredients to enhance stability or to decrease the size of particles to slow the rate of precipitation. Sonication is a method of solving the material into nano-sized particles using ultrasonic waves, while the use of stabilizer CMC aims to improve the viscosity and slow down the precipitation process so as to produce a stable suspension. Preliminary research done by analysis of the proximate content, production of the green bean juice and the determination of stabilizer concentration and materials. The main research done by sonication in green bean juice with a variation of 20, 40, and 60 minutes with an ultrasonic wave amplitudo by 20%, 30%, and 40%, test of green bean juice, test the stability suspense, test the size particle and organoleptic tests. Based on the research results, which have been sonicated protein levels ranged between 0.23% -0.32%, fat content of 0.64% -1.6%, total solids 9.6% -14.91%. pH 6.56 to 6.64, viscosity 26.67-44.03 Cp, and total dissolved solids from 8.75 to 9°Brix. Based on the acceptance parameter of 20 panelists expressed juice color ranges from 4.60-5.45 of green beans as well as states like flavour ranges from 3.31-5.75 whereas 3.55-5.05 ranged to taste like. For all microbial tests showed a negative value. Based on the analysis range of the level of 1%, sonication time gave tangible effect on the value of viscosity, flavour, taste, and color of green been juice. Sonication treatment for 60 minutes with an ultrasonik wave amplitudo by 40% was found effective to improve the stability of the suspension of the green bean juice, can be seen from the diameter of the particle size of the average 657 nm by using a test particle size analyzer.
Keywords: sonication, CMC, green bean juice, suspension stability
Siti Ulfah Deasy Triani. F34070069. Pengaruh Waktu Sonikasi dan Amplitudo Gelombang Ultrasonik Terhadap Stabilitas Suspensi dan Mutu Sari Kacang Hijau. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2011
RINGKASAN Salah satu komoditas agroindustri yang dimiliki Indonesia adalah kacang hijau. Untuk meningkatkan pemanfaatan kacang hijau dan menambah keanekaragaman pangan, salah satu alternatifnya adalah dengan mengolah kacang hijau menjadi sari kacang hijau. Minuman sari kacang hijau sebenarnya sudah ada dipasaran, namun memiliki kendala karena mempunyai stabilitas yang rendah sehingga diperlukan pengocokkan terlebih dahulu saat akan diminum. Sari kacang hijau merupakan larutan yang termasuk kedalam jenis suspensi. Untuk mendapatkan sari kacang hijau dengan stabilitas suspensi yang baik, dapat dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan untuk meningkatkan viskositas atau dengan memperkecil ukuran partikel untuk memperlambat laju pengendapan. Sonikasi merupakan metode pemecahan partikel bahan menjadi berukuran nano dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Hal tersebut diharapkan karena dengan ukuran nano maka laju pengendapan padatan akan semakin lambat sehingga meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau. Sedangkan penggunaan bahan pengental bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil. Dalam penelitian ini akan dilakukan upaya pembuatan nanopartikel sari kacang hijau menggunakan metode sonikasi, dengan tujuan mendapatkan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terbaik dalam meningkatkan stabilitas suspensi, serta mendapatkan karakteristik mutu sari kacang hijau yang dihasilkan. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan sari kacang hijau oleh panelis pada kombinasi waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penelitian pendahuluan yang terdiri dari karakterisasi kacang hijau, pembuatan sari kacang hijau, penentuan bahan penstabil dan konsentrasi CMC serta tahap penelitian utama yang meliputi penggunaan gelombang ultrasonik (sonikasi), pengujian mutu sari kacang hijau, uji stabilitas suspensi, uji ukuran partikel, uji mikrobiologi dan uji organoleptik. Perlakuan yang dilakukan menggunakan variasi waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik. Waktu sonikasi yang digunakan 20, 40, dan 60 menit dan variasi amplitudo gelombang ultrasonik adalah 20%, 30%, dan 40%. Hasil penelitian pendahuluan untuk karakteristik awal menunjukkan bahwa biji kacang hijau memiliki kadar protein sebesar 22.29%, kadar lemak 4.70%, kadar serat 4.52%, kadar air 10.72 %, kadar abu 4.14%, dan kadar karbohidrat (by difference) sebesar 53.63%. Untuk hasil penentuan bahan penstabil, CMC merupakan bahan penstabil yang dapat mengikat sari kacang hijau dalam air dengan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan bahan penstabil maltodekstrin. Selain itu, pada penelitian pendahuluan ini dicari konsentrasi CMC yang ditambahkan yaitu sebanyak 0.05%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, atau 0.4%. penentuan konsentrasi bahan penstabil terbaik berdasarkan pada stabilitas terbaik hasil dari pengamatan visual. Jumlah CMC dengan konsentrasi 0.1% merupakan hasil terbaik dari penelitian pendahuluan ini. Berdasarkan hasil penelitian utama, kadar protein yang telah disonikasi berkisar antara 0.23% sampai 0.32%. Nilai kadar lemak berkisar antara 0.64%-1.62%. Nilai total padatan berkisar 9.61%-14.94%. pH bernilai antara 6.56-6.64. Nilai viskositas antara 26.67-44.03 Cp, serta total padatan terlarut antara 8.75-9°Brix.
Berdasarkan parameter penerimaan, menunjukkan dari 20 orang panelis menyukai aroma sari kacang hijau dengan skor 3.31-5.75 yang artinya berkisar antara agak tidak suka sampai agak suka. Untuk warna bernilai 4.60-5.45, sedangkan rasa hanya bernilai antara 3.55-5.05. Untuk uji mikroba terhadap total bakteri, E.coli, kapang dan khamir serta Salmonella semuanya menunjukkan nilai yang negatif kecuali sampel dengan waktu sonikasi 60 menit dan amplitudo 30% terdapat 2x10 2 koloni/g produk. Berdasarkan analisis ragam dengan taraf 1%, waktu sonikasi memberikan pengaruh nyata terhadap nilai viskositas, aroma, rasa, dan warna sari kacang hijau. Untuk pengamatan stabilitas suspensi, sampel dengan waktu sonikasi dan amplitudo tertinggi memiliki stabilitas yang paling besar, ini terlihat dari tidak adanya endapan yang disimpan pada suhu ruang dan suhu lemari es. Perlakuan sonikasi selama 60 menit dengan amplitudo gelombang ultrasonik sebesar 40% cukup efektif untuk meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau, bisa dilihat dari diameter ukuran partikel yang rata-ratanya 657 nm dengan menggunakan pengujian PSA (particle size analyzer).
PENGARUH WAKTU SONIKASI DAN AMPLITUDO GELOMBANG ULTRASONIK TERHADAP STABILITAS SUSPENSI DAN MUTU SARI KACANG HIJAU
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh SITI ULFAH DEASY TRIANI F34070069
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Waktu Sonikasi dan Amplitudo Gelombang Ultrasonik Terhadap Stabilitas Suspensi dan Mutu Sari Kacang Hijau adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan
Siti Ulfah Deasy Triani F34070069
BIODATA PENULIS Siti Ulfah Deasy Triani, lahir di Garut,16 Desember 1989 dari ayah Sidhi Amaluddin dan ibu Herlina sebagai putri ketiga dari tiga bersaudara. Sebelumnya penulis telah menyelesaikan jenjang pendidikan formal di TK Rumsari II pada tahun 1995, sekolah dasar di SD Negeri Langensari I pada tahun 2001, sekolah menengah pertama SLTP Negeri 6 Garut pada tahun 2004, dan sekolah menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Garut dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2007. Selama sekolah, penulis aktif dalam kegiatan PASKIBRA dan PRAMUKA serta mengikuti beberapa kegiatan olimpiade tingkat kabupaten. Pada tahun yang sama, penulis juga diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan menempuh pendidikan sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Selama kuliah penulis aktif di HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri) dan HIMAGA (Himpunan Mahasiswa Garut) sebagai anggota pengembangan sumberdaya manusia. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum pendidikan komputer pada tahun 2009 serta aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan, seminar serta berbagai kegiatan kampus lainnya. Pada tahun 2009-2011 penulis memperoleh beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) serta Program Kreatifitas Mahasiswa dibidang kewirausahaan yang di danai oleh DIKTI. Pada tahun 2010 penulis melakukan kegiatan Praktek Lapang (PL) di PT. Herlinah Cipta Pratama, Jawa Barat dengan Judul ‘Mempelajari aspek produksi dan pengawasan mutu di PT. Herlinah Cipta Pratama’. Untuk memperoleh gelar sarjana Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Laboratorium Biofisika Institut Pertanian Bogor dengan judul ‘Pengaruh Waktu Sonikasi dan Amplitudo Gelombang Ultrasonik Terhadap Stabilitas Suspensi dan Mutu Sari Kacang Hijau’.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat, anugrah dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Pengaruh Waktu Sonikasi dan Amplitudo Gelombang Ultrasonik Terhadap Stabilitas Suspensi dan Mutu Sari Kacang Hijau” dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor sejak bulan Februari sampai Mei 2011. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada pelaksanaan penyusunan skripsi ini penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan banyak terima kasih kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, masukan serta saran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS dan Drs. Purwoko, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya. Dr Akhiruddin Maddu dan Mersi Kurniati, M.Si atas ilmu dan bantuannya. Mama, papa, kakak, kakang serta seluruh keluarga besar penulis atas segala doa dan motivasinya. Seluruh dosen, laboran, dan staf TIN yang telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di TIN. Teman seperjuangan Anisa, Anita dan Desti atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian. Seluruh teman-teman TIN angkatan 44 atas segala motivasi, dukungan, bantuan, dan keceriaannya. Rekan-rekan TIN angkatan 42, 43, 45 dan 46 atas dukungan dan bantuannya.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi industri pertanian.
Bogor, Juli 2011
Siti Ulfah Deasy Triani
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................................
viii
I. PENDAHULUAN .....................................................................................................
1
1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................
1
1.2. TUJUAN......................................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................
3
2.1. KACANG HIJAU........................................................................................
3
2.2. SARI KACANG HIJAU .............................................................................
7
2.3. GELOMBANG ULTRASONIK .................................................................
7
2.4. METODE SONIKASI .................................................................................
8
2.5. SUSPENSI ...................................................................................................
10
2.6. CMC ............................................................................................................
11
2.7. NANOPARTIKEL ......................................................................................
12
III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................
14
3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN ..............................................................
14
3.2. ALAT DAN BAHAN .................................................................................
14
3.3. METODE PENELITIAN ............................................................................
14
3.4. RANCANGAN PERCOBAAN...................................................................
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................................
19
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ...............................................................
19
4.1.1 Karakterisasi Kacang Hijau ..............................................................
19
4.1.2 Pembuatan Sari Kacang Hijau ..........................................................
21
4.1.3 Penentuan Bahan Penstabil dan Konsentrasi CMC...........................
22
4.2. PENELITIAN UTAMA ..............................................................................
22
4.2.1 Pengujian Sari Kacang Hijau ............................................................
22
1. Kadar Protein.................................................................................
22
2. Kadar Lemak .................................................................................
24
3. Total Padatan .................................................................................
25
4. pH ..................................................................................................
26
5. Viskositas ......................................................................................
27
6. Total Padatan Terlarut ...................................................................
29
7. Uji Mikrobiologi ..........................................................................
30
4.2.2 Stabilitas Suspensi ............................................................................
32
4.2.3 Uji Ukuran Partikel ...........................................................................
35
iv
4.2.4 Uji Organoleptik ...............................................................................
36
1.
Respon Panelis terhadap Warna ..................................................
37
2.
Respon Panelis terhadap Rasa .....................................................
37
3.
Respon Panelis terhadap Aroma ..................................................
38
V. KESIMPULAN ..........................................................................................................
39
5.1. KESIMPULAN ...............................................................................................
39
5.2. SARAN ...........................................................................................................
39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................
40
LAMPIRAN ......................................................................................................................
44
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau .......................................................................
4
Tabel 2. Kandungan asam amino kacang hijau ................................................................
5
Tabel 3. Kandungan gizi kacang hijau, kedelai, dan kacang tanah ..................................
6
Tabel 4. Data produkstivitas kacang hijau per tahun di Indonesia ...................................
6
Tabel 5. Hasil karakterisasi kacang hijau .........................................................................
19
Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi ........................................................................................
31
Tabel 7. Hasil pengamatan stabilitas suspensi secara visual ............................................
34
Tabel 8. Hasil uji ukuran partikel .....................................................................................
35
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Tanaman kacang hijau ..................................................................................
3
Gambar 2.
Kacang hijau .................................................................................................
3
Gambar 3.
Sari kacang hijau ..........................................................................................
7
Gambar 4.
Ilustrasi proses kavitasi ...............................................................................
9
Gambar 5.
Struktur molekul CMC .................................................................................
12
Gambar 6.
Diagram alir tahapan penelitian....................................................................
17
Gambar 7.
Diagram alir proses pembuatan sari kacang hijau ........................................
18
Gambar 8.
Penentuan konsentrasi CMC .......................................................................
22
Gambar 9.
Histogram kadar protein ...............................................................................
23
Gambar 10. Gelombang ultrasonik merusak interaksi hidrofobik ...................................
24
Gambar 11. Histogram kadar lemak ................................................................................
25
Gambar 12. Histogram total padatan................................................................................
26
Gambar 13. Histogram derajat keasaman ........................................................................
27
Gambar 14. Histogram viskositas ....................................................................................
28
Gambar 15. Histogram total padatan terlarut ...................................................................
29
Gambar 16. Uji stabilitas suhu ruang setelah tiga hari .....................................................
33
Gambar 17. Histogram respon panelis terhadap warna ....................................................
37
Gambar 18. Histogram respon panelis terhadap rasa .......................................................
38
Gambar 19. Histogram respon panelis terhadap aroma ....................................................
39
Gambar 20. Hasil uji ukuran partikel ...............................................................................
63
Gambar 21. Hasil uji PSA pada perlakuan A3B3 ............................................................
64
Gambar 22. Hasil uji PSA pada perlakuan kontrol ..........................................................
65
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Prosedur pengujian ....................................................................................
45
Lampiran 2.
Perhitungan analisis bahan baku ................................................................
49
Lampiran 3.
Perhitungan kadar protein ..........................................................................
50
Lampiran 4.
Perhitungan kadar lemak ...........................................................................
52
Lampiran 5.
Perhitungan total padatan ..........................................................................
54
Lampiran 6
Perhitungan pH ..........................................................................................
56
Lampiran 7.
Perhitungan viskositas ...............................................................................
58
Lampiran 8.
Perhitungan total padatan terlarut ..............................................................
60
Lampiran 9.
Hasil uji ukuran partikel ............................................................................
62
Lampiran 10. Uji PSA (Particle Size Analyser) ...............................................................
64
Lampiran 11. Uji PSA (Particle Size Analyser) Con’t .....................................................
65
Lampiran 12. Lembar penilaian uji hedonik sari kacang hijau ........................................
66
Lampiran 13. Rekapitulasi data uji hedonik warna sari kacang hijau .............................
67
Lampiran 14. Perhitungan nilai organoleptik warna sari kacang hijau ............................
68
Lampiran 15. Rekapitulasi data uji hedonik rasa sari kacang hijau ................................
69
Lampiran 16. Perhitungan nilai organoleptik rasa sari kacang hijau ...............................
70
Lampiran 17. Rekapitulasi data uji hedonik aroma sari kacang hijau ..............................
71
Lampiran 18. Perhitungan nilai organoleptik aroma sari kacang hijau ............................
72
viii
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu komoditas agroindustri yang dimiliki Indonesia adalah kacang hijau. Kacang hijau merupakan sumber zat gizi yang sangat potensial. Kandungan proteinnya dapat mencapai 20-25%. Kacang hijau juga mengandung vitamin dan mineral yang penting untuk tubuh manusia. Vitamin yang paling banyak terkandung pada kacang hijau adalah thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), dan niasin (vitamin B3). Selain itu kacang hijau juga merupakan sumber serat pangan. Dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan yang lain, kacang hijau mempunyai pengaruh flatulensi yang sangat rendah. Flatulensi adalah suatu keadaan menumpuknya gas-gas dalam lambung yang disebabkan oleh oligosakarida yang mengandung ikatan alfa galaktosida (Payumo1978). Saat ini, pemanfaatan bahan pangan lokal dapat ditingkatkan melalui pengembangan produk olahannya. Hal ini juga diperlukan untuk mewujudkan diversifikasi pangan. Pengembangan produk perlu diarahkan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki beberapa sifat yang diminati oleh masyarakat. Untuk meningkatkan pemanfaatan kacang hijau dan menambah keanekaragaman pangan, salah satu alternatifnya adalah mengolah kacang hijau menjadi sari kacang hijau. Sari kacang hijau merupakan minuman hasil ekstraksi biji kacang hijau yang ditujukan untuk meningkatkan konsumsi protein, namun minuman sari kacang hijau yang sudah ada memiliki kendala karena mempunyai stabilitas yang rendah sehingga diperlukan pengocokan terlebih dahulu saat akan diminum. Sari kacang hijau merupakan larutan yang termasuk kedalam jenis suspensi. Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Untuk mendapatkan sari kacang hijau dengan stabilitas suspensi yang baik, dapat dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan untuk meningkatkan stabilitas atau dengan memperkecil ukuran partikel untuk memperlambat laju pengendapan. Sonikasi merupakan metode pemecahan partikel bahan menjadi berukuran nano dengan menggunakan gelombang ultrasonik, karena dengan ukuran nano maka laju pengendapan padatan akan semakin lambat sehingga meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau. Gelombang ultrasonik adalah gelombang suara yang memiliki frekuensi melebihi ambang batas pendengaran manusia, dimana pada frekuensi tersebut manusia tidak dapat mendengar (>20 KHz). Sedangkan penggunaan bahan pengental bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses pengendapan, sehingga menghasilkan suspensi yang stabil. Suspensi akan stabil apabila zat yang tersuspensi tidak cepat mengendap, harus terdispersi kembali menjadi campuran yang homogen dan tidak terlalu kental agar mudah dituang dari wadahnya (Ansel 1989). Salah satu bahan pengental yang biasa digunakan dalam pembuatan suspensi adalah CMC. Alasan pemilihan CMC sebagai bahan pengental karena memiliki kemampuan mengikat air, menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dengan aroma netral (Murray 2000). Oleh karena itu, dengan mengkombinasikan CMC sebagai bahan tambahan serta gelombang ultrasonik diharapkan akan menghasilkan sari kacang hijau dengan stabilitas yang lebih baik tanpa mengurangi nilai gizi dari sari kacang hijau. Kestabilan suspensi sangat penting untuk mengetahui mutu dari suatu produk suspensi yang dihasilkan. Sehingga penggunaan gelombang ultrasonik dalam pembentukan materi berukuran nano merupakan metode yang efektif. Karena sekarang sedang dikembangkan penggunaan nanoteknologi di semua bidang
1
industri. Dalam penelitian ini akan dilakukan upaya pembuatan nanopartikel sari kacang hijau dengan menggunakan metode sonikasi, melihat pengaruh lama sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap stabilitas dan mutu sari kacang hijau.
1.2. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terbaik dalam meningkatkan stabilitas suspensi, serta mendapatkan karakteristik mutu sari kacang hijau yang dihasilkan. Selain itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerimaan sari kacang hijau oleh panelis pada kombinasi waktu sonikasi danamplitudo gelombang ultrasonik.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KACANG HIJAU (PHAESEOLUS RADIATES, LINN) PHaeseolus radiates, Linn merupakan nama botani dari kacang hijau (Kay 1979). Kacang hijau dikenal dengan beberapa nama seperti mung bean, green bean, dan mung termasuk dalam family Leguminoceae, sub family Papilionidaceae, genus PHaseolus dan spesies radiates yang cukup penting di Indonesia. Posisinya menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau memiliki beberapa nama daerah juga seperti kacang wilis (Bali), buwe (Flores), dan artak (Madura). Tanaman kacang hijau berasal dari daerah Asia Tenggara. Tanaman ini mempunyai sistem perakaran yang dalam sehingga dapat memperbaiki struktur tanah dan kandungan bahan organik bagian dalam. Selain itu tanaman ini juga mampu bertahan di daerah yang kekurangan air(Marzuki dan Suprapto 2005).
Gambar 1. Tanaman kacang hijau
Gambar 2. Kacang hijau
Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua yaitu mesopHytes dan xeropHytes. MesopHytes mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xeropHytes memiliki akar cabang lebih sedikit dan memanjang ke arah bawah (Purwono dan Hartono 2008). Tanaman ini di Indonesia biasanya ditanam pada musim pergiliran tanaman padi. Batang tanaman kacang hijau tumbuh hingga ketinggian 30-110 cm. Batang tanaman kacang hijau berbentuk bulat dan berbuku-buku. Ukuran batangnya kecil, berwarna hijau kecoklatan hingga kemerahan. Kacang hijau memiliki cabang yang menyebar ke segala arah. Buah polong kacang hijau merupakan polong bulat memanjang, dengan ukuran antara 6-15 cm. Polong muda berwarna hijau tua dan setelah tua berwarna hitam atau cokelat jerami. Terdapat sebanyak 11-47 polong pada satu tanaman kacang hijau. Pada saat proses pematangan, polong akan berubah warna menjadi hitam dan daun tanaman kacang hijau akan menguning. Proses pematangan polong berjalan selama 19-22 hari setelah berbunga (Andrianto dan Indarto 2004). Biji kacang hijau berwarna hijau kusam atau mengkilap, ada juga yang berwarna kuning, cokelat atau hitam. Bentuk kacang hijau bulat agak lonjong, ukuran biji relatif lebih kecil dari kacang-kacangan lainnya. Pada biji kacang hijau kadang-kadang dijumpai adanya sifat keras yang tidak dapat lunak karena pemanasan, sehingga akan tetap keras walaupun sudah direbus. Biji kacang hijau terdiri dari beberapa bagian yaitu kulit, endosperma, dan lembaga. Kulit biji
3
berfungsi sebagai lapisan pelindung bagian yang lebih dalam dari berbagai kerusakan. Endosperma merupakan bagian biji yang mengandung cadangan makanan untuk menyokong pertumbuhan lembaga. Lembaga akan tumbuh membesar selama pertumbuhan biji (Andrianto dan Indarto 2004). Kacang hijau memiliki kandungan karbohidrat, protein dan serat yang baik. Komponen karbohidrat merupakan bagian terbesar yang terdapat pada kacang hijau yaitu sebesar 62-63%. Karbohidrat yang terdapat pada kacang hijau terdiri dari pati, gula sederhana dan serat (Khalil 2006). Kandungan pati pada kacang hijau adalah sebesar 32-43%. Kandungan pati yang terdapat pada kacang hijau terdiri dari amilum sebesar 28.8% dan amilopektin sebesar 71.2%. Gula yang terdapat di dalamnya terdiri dari sukrosa, fruktosa, glukosa, rafinosa, stakiosa, dan verbaskosa (Kay 1979). Komponen terbesar kedua yang terdapat pada kacang hijau adalah protein. Kacang hijau merupakan sumber protein dan memiliki kualitas protein yang baikseperti jenis kacang-kacangan pada umumnya, meskipun kandungan lemaknya rendah. Komposisi kimia kacang hijau bervariasi tergantung macam tanaman, keadaan cuaca dan cara bercocok tanam. Secara umum, komposisi zat gizi kacang hijau mentah dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Komposisi zat gizi kacang hijau per 100 g bahan
Zat Gizi
Satuan
Jumlah
Energi
Kkal
345
Protein
g
22.20
Lemak
g
1.20
Karbohidrat
g
62.90
Kalsium
mg
125
Fosfor
mg
320
Besi
mg
6.70
Vitamin A
SI
157
Vitamin B1
mg
0.64
Vitamin C
mg
6
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)
Seperti protein kacang-kacangan pada umumnya, protein kacang hijau hanya sedikit mengandung asam amino belerang (metionindansistin). Kekurangan ini dapat dipenuhi dengan menambahkan protein dari biji-bijian, sehingga susunan asam amino menjadi seimbang. Menurut Sundari et al. (2004), beberapa fungsi asam amino esensial bagi tubuh diantaranya adalah memiliki peran penting bagi pertumbuhan fisik dan mental (histidin, isoleusin dan leusin), merangsang pembentukan neurotransmitter berupa serotonin dan melatonin (triptofan), membantu proses pembentukan otot pada tubuh (valin), membantu proses pada pemeliharaan sistem syaraf serta membantu proses produksi enzim tirosin yang penting bagi pertumbuhan (fenilalanin).Kandungan asam amino kacang hijau disajikan pada Tabel 2.
4
Lisin merupakan asam amino esensial yang memiliki banyak fungsi bagi tubuh. Lisin merupakan prekursor untuk biosintesiskarnitin yang merangsang proses β-oksidasi asam lemak rantai panjang yang terjadi di mitokondria. Adanya lisin dapat mengakibatkan kadar lemak dan kolesterol pada tubuh menjadi rendah.Metionin adalah asam amino yang memiliki komponen belerang. Asam amino ini penting dalam sintesis protein (dalam proses transkripsi, yang menterjemahkan urutan basa nitrogen di DNA untuk membentuk RNA) karena kode metionin sama dengan kode awal untuk satu rangkaian RNA. Treonin merupakan asam amino esensial yang terdapat pada hati, sistem syaraf pusat dan otot tubuh. Treonin berperan pada proses pembentukan kolagen dan elastin, membantu fungsi hati dan menjaga keseimbangan protein pada tubuh. Sedangkan asam amino esensial yang diperlukan tubuh untuk pembuatan cairan seminal dan memperkuat sistem imun (Sundari et al. 2004). Tabel 2. Kandungan asam amino kacang hijau (per 100% protein)
Komponen
Jumlah (%)
Alanin
4.15
Arginin
4.44
Asam aspartat
11.10
Asam glutamat
15.00
Glisin
4.03
Histidin
4.05
Isoleusin*
6.75
Leusin*
11.90
Lisin*
7.92
Metionin*
0.84
Fenilalanin*
5.07
Prolin
4.52
Serin
4.33
Treonin*
4.50
Triptofan*
1.35
Tirosin
2.82
Valin*
7.23
Sumber : Marzuki dan Suprapto (2005) Ket: *= asam amino esensial
Dalam beberapa hal, kacang hijau mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kacangkacangan lain, yaitu kandungan zat anti tripsin yang sangat rendah, paling mudah dicerna, dan paling kecil memberikan pengaruh flatulensi. Flatulensi adalah terbentuknya gas pada sistem pencernaan yang disebabkan adanya oligosakarida. Flatulensi terutama disebabkan oleh adanya oligosakarida yang terdapat dalam biji kacang-kacangan, seperti rafinosa, stakhiosa, dan verbakosa (Payumo 1978). Perbandingan kandungan gizi kacang hijau dengan kacang kedelai dan kacang tanah dapat dilihat pada tabel berikut.
5
Tabel 3. Kandungan gizi kacang hijau, kedelai, dan kacang tanah dalam 100 g Kandungan Gizi URAIAN Kacang Hijau Kedelai Kacang Tanah Kalori (kal)
345.00
286.00
452.00
Protein (g)
22.00
30.20
25.30
Lemak (g)
1.20
15.60
42.80
Karbohidrat (g)
62.90
30.10
21.10
Kalsium (mg)
125.00
196.00
58.00
Fosfor (mg)
320.00
506.00
335.00
Zat Besi (mg)
6.70
6.90
1.30
Vitamin A (SI)
157.00
95.00
-
Vitamin B1 (mg)
0.64
0.93
0.30
Vitamin C (mg)
6.00
-
3.00
Air (g)
10.00
20.00
4.00
Sumber : Purwono dan Hartono(2008)
Pemanfaatan kacang hijau sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan. Pengolahan yang paling banyak dilakukan adalah dengan cara perebusan dengan penambahan gula dan bumbu-bumbu, sehingga terbentuk bubur. Cara lain adalah dengan dikecambahkan, kemudian digunakan sebagai sayuran yang disebut tauge, atau diambil patinya untuk dijadikan tepung hunkue. Kacang hijau juga dapat digunakan sebagai bahan pengisi kue, keripik dan sebagainya. Jika dilihat dari data produktivitas kacang hijau mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai 2010. Tabel 4. Data produktivitas kacang hijau per tahun di Indonesia Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas (Ha)
(Ton)
(Ku/Ha)
2005
318.34
320.96
10.08
2006
309.10
316.13
10.23
2007
306.21
322.49
10.53
2008
278.14
298.06
10.72
2009
288.13
314.40
10.91
2010
296.36
335.12
11.31
Sumber : BPS (2010)
Menurut Payumo (1978), kacang hijau juga dapat dibuat menjadi tepung dan digunakan sebagai bahan pembuat roti, 30% dari tepung terigu digantikan dengan tepung kacang hijau. Ternyata roti tersebut dapat diterima konsumen dan kandungan protein roti bertambah dibandingkan hanya menggunakan tepung terigu. Selain sebagai makanan, kacang hijau dapat digunakan sebagai minuman sari kacang hijau yang mengandung protein tinggi.
6
2.2. SARI KACANG HIJAU Sari kacang hijau merupakan ekstrak fraksi terlarut dari kacang hijau, ekstrak tersebut diperoleh dengan cara penggilingan biji kacang hijau dengan air, selanjutnya dilakukan proses penyaringan dan pemasakan kemudian akan diperoleh sari kacang hijau. Sejumlah terobosan dalam teknologi pembuatan sari kacang hijau telah ditemukan pada awal tahun 2000-an hingga diproduksi secara komersial. Sari kacang hijau berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki gizi tinggi, biaya rendah dengan teknologi sederhana, bebas laktosa dan tidak menyebabkan alergi, bebas kolesterol dan sedikit lemak, dapat divariasikan, baik bagi vegetarian dan orang diet, serta termasuk sebagai salah satu alternatif pangan (Hidayat 2008).
Gambar 3. Sari kacang hijau Kandungan ekstrak protein dalam sari kacang hijau dipengaruhi oleh varietas kacang hijau, jangka waktu dan kondisi penyimpanan, kehalusan gilingan, perlakuan panas serta penambahan air karena semakin banyak jumlah air yang digunakan untuk menyaring akan semakin sedikit kadar protein yang diperoleh (Hidayat 2008). Selain kandungan gizi atau vitamin, sari kacang hijau ternyata bisa menyembuhkan penyakit beri-beri, radang ginjal, melancarkan pencernaan, tekanan darah tinggi, mengatasi keracunan alkohol, pestisida, timah hitam, mengatasi gatal karena biang keringat, muntaber, menguatkan fungsi limpa dan lambung, impotensi, TBC paru-paru, jerawat, mengatasi flek hitam di wajah, dan lain-lain (Anonim 2010).
2.3. GELOMBANG ULTRASONIK Gelombang adalah getaran yang merambat melaluimedium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karenaadanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus atau gejala dimana terjadi penjalaran suatu gangguan melalui satu medium. Besaran gangguan dapat berupa medan listrik dan magnit (gelombang elektromagnetik), dapat pula berupa simpangan (gelombang tali, ombak dll) atau dapat pula berupa perpindahan partikel (gelombang ultrasonik). Keadaan disuatu titik dalam medium akan kembali seperti semula setelah dilalui gelombang atau dengan perkataan lain partikel-partikel medium tersebut akan bergetar di titik keseimbangannya. Partikel-partikel suatu medium tersebut akan bergetar bilamedium merupakan medium elastik. Oleh karena itulah gelombang perpindahan partikel disebut gelombang elastik. Gelombang elastik tergantung dari jenis medium yang dilaluinya dan gelombang elastik tidak mungkin terjadi di dalam ruang hampa, karena gelombang ini memerlukan medium untuk menjalar. Karena
7
partikel yang bergetar maka perlu diketahui frekuensinya. Frekuensi adalah berapa kali partikelpartikel tersebut bergetar setiap detik.Sedangkan amplitudo adalah simpangan maksimum dari suatu gelombang yang akan mempengaruhi kuat lemahnya bunyi(Giancoli 1998). Berdasarkan besarnya frekuensi, gelombangelastik dapat dibagi tiga yaitu gelombang sonik (suara) merupakan gelombang mekanik longitudinaldengan frekuensi pada ambang pendengaran manusia yaitu 20 Hz-20 KHz. Untukfrekuensi dibawah ambang pendengaran atau kurang dari 20 Hz disebutgelombang infrasonik dan begitu juga sebaliknya frekuensi diatas ambangpendengaran disebut gelombang ultrasonik. Gelombang inidapat merambat dalam medium padat, cair atau gas, hal ini disebabkan karenagelombang ultrasonik merupakan rambatan energi dan momentum sehinggamerambat sebagai interaksi dengan molekul dan sifat inersia medium yangdilaluinya. Gelombang mekanik jika melewati suatu medium akan mengalamiperistiwa atenuasi (peredaman) intensitas gelombang yang disebabkan olehdispersi (penghamburan) dan absorpsi atau penyerapan(Goberman 1968). Karakteristik gelombang ultrasonik yang melalui medium mengakibatkan getaran partikel dengan medium amplitudo sejajar dengan arah rambat secara longitudinal sehingga menyebabkan partikel medium membentuk rapatan (strain) dan regangan (stress). Proses kontinu yang menyebabkan terjadinya rapatan dan regangan di dalam medium disebabkan oleh getaran partikel secara periodik selama gelombang ultrasonik melaluinya. Kecepatan dan penyerapan ultrasonik berbeda dalam medium perambatanyang berbeda. Ini karena interaksi gelombang ultrasonik dengan bahan bergantungkepada ciri-ciri fisik medium perambatan dan mekanisme interaksi gelombangultrasonik dengan bahan. Kecepatan perambatan gelombang longitudinalbergantung kepada modulus elastik yang setara dengan modulus pukal dan densitimedium. Penyerapan gelombang ultrasonik dalam cairan pula disebabkan olehpenyebaran dan kehilangan energi ultrasonik kepada energi panas melaluibeberapa mekanisme seperti kekentalan cairan, konduksi termal dan fenomenarelaksasi(Mason dan Lorimer 2002). Pada alat ultrasonic processor Cole-Parmer, spesifikasi yang dapat diperoleh yaitu frekuensi yang tidak bisa diubah-ubah sebesar 20 KHz dan daya sebesar 130 watt. Pada alat tersebut juga terdapat waktu sonikasi, amplitudo, dan pulsa gelombang yang dapat diatur sesuai kebutuhan. Batas atas rentang ultrasonik mencapai 5MHz untuk gas dan mencapai 500 MHz untuk cairan dan padatan. Penggunaan ultrasonik berdasarkan rentangnya yang luas ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah suara beramplitudo rendah (frekuensi lebih tinggi). Gelombang beramplitudo rendah ini secara umum digunakan untuk analisis pengukuran kecepatan dan koefisien penyerapan gelombang pada rentang 2 hingga 10 MHz. Bagian kedua adalah gelombang berenergi tinggi dan terletak pada frekuensi 20 hingga 100 KHz. Gelombang ini dapat digunakan untuk pembersihan, pembentukan plastik, dan modifikasi bahan-bahan organik maupun anorganik (Mason dan Lorimer 2002).
2.4. METODE SONIKASI Sonikasi merupakan aplikasi dari penggunaan energi suara untuk mengaduk partikel dalam suatu sampel dengan tujuan yang bermacam-macam. Sonikasi dapat digunakan untuk mempercepat pelarutan suatu materi dengan memecah reaksi intermolekuler, sehingga terbentuk partikel berukuran nano.Sonikasi berarti memberi perlakuan ultrasonik pada suatu bahan dengan kondisi tertentu, sehingga bahan tersebut mengalami reaksi kimia akibat perlakuan tersebut. Metode ini termasuk jenis metode top down dalam pembuatan material nano. Prosesnya dengan
8
cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan rentang frekuensi 20 KHz-10 MHz yang ditembakkan ke dalam medium cair untuk menghasilkan gelembung kavitasi yang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano (Suslick dan Price 1999). Gelombang ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan dapat menimbulkan kavitasi akustik. Selama proses kavitasi akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan gelembung), yaitu pecahnya gelembung kecil akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa hotspot yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Hotspot adalah pemanasan lokal yang sangat intens yaitu sekitar 5000 K dengan tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan pendinginannya bisa sangat cepat yaitu 1010 K/s (Suslick dan Price 1999). Pemberian gelombang ultrasonik pada suatu larutan menyebabkan molekul-molekul yang terkandung di dalam larutan berosilasi terhadap posisi rata-ratanya. Larutan akan mengalami regangan dan rapatan. Ketika energi yang diberikan oleh gelombang ultrasonik ini cukup besar, regangan gelombang bisa memecah ikatan antar molekul larutan, dan molekul larutan yang terpecah ikatannya ini akan memerangkap gas-gas yang terlarut didalam larutan ketika timbul rapatan kembali. Akibatnya timbul bola-bola berongga atau gelembung-gelembung yang berisi gas yang terperangkap, yang dikenal dengan efek kavitasi. Gelembung-gelembung ini bisa memiliki diameter yang membesar hingga ukuran maksimumnya, kemudian berkonstraksi, mengecil sehingga berkurang volumenya, bahkan beberapa hingga menghilang seluruhnya. Gaya geser (shear force) yang tinggi di sekeliling gelembung yang mengecil
Temperatur dan tekanan menengah (intermediate) pada persambungan gelembung dan cairan
Temperaturdan tekanan yang sangat tinggi di tengah gelembung yang mengecil
Gambar 4.
Ilustrasi temperatur, tekanan, dan gaya geser yang timbul ketika gelembung mengecil (Collapse)(Mason & Lorimer, 2002)
Pada beberapa kasus, ukuran gelembung bisa membesar dan mengecil (berosilasi) mengikuti regangan dan rapatan gelombang ultrasonik yang diberikan. Ketika gelembung mengecil (collapse), terjadi tekanan yang sangat besar di dalam gelembung. Demikian pula suhu di dalam gelembung, menjadi sangat besar. Daerah persambungan (interface) antara gelembung dan larutan memiliki temperatur dan tekanan yang menengah. Sementara itu daerah di sekitar gelembung akan menerima gaya geser (shear force) yang sangat tinggi akibat pengecilan ukuran gelembung. Reaksi kimia bisa berlangsung di dalam gelembung akibat tekanan dan temperatur yang sangat tinggi di dalam gelembung ini. Untuk itu, senyawa kimia yang diharapkan bereaksi harus memasuki gelembung, dan karenanya harus bersifat volatile (mudah menguap). Selain itu, akibat pengecilan tiba-tiba dari gelembung, cairan di sekeliling gelembung mengalami gaya geser yang cukup besar. Gaya ini juga bisa membantu terjadinya reaksi kimia. Penggunaan gelombang ultrasonik sangat efektif dalam pembentukan materi berukuran nano. Gelombang ultrasonik banyak diterapkan pada berbagai bidang seperti bidang instrumentasi, kesehatan dan sebagainya. Salah satu yang terpenting dari aplikasi gelombang
9
ultrasonik adalah pemanfaatannya dalam pembuatan bahan berukuran nano dengan metode emulsifikasi (Suslick dan Price 1999) Efek ultrasonik pada polimer adalah pemutusan dan pembentukan ikatan, sehingga memungkinkan terjadi perubahan struktur. Dalam proses kavitasi terbentuk gelembung yang berasal dari salah satu fasa yang didispersikan dalam fasa yang lain. Pada proses sonikasi terjadi siklus perendaman gelombang dimana terjadi penurunan energi mekanik terhadap waktu dan resonansi. Hal inilah yang menyebabkan nanopartikel yang terkungkung di dalamnya dapat juga terpisah satu sama lain sehingga didapatkan nanosfer dengan ukuran kecil (Nakahira et al. 2007).
2.5. SUSPENSI Suspensi merupakan salah satu contoh dari bentuk sediaan cair, yang secara umum dapat diartikan sebagai suatu sistem dispersi kasar yang terdiri atas bahan padat tidak larut tetapi terdispersi merata ke dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase. Fase kontinu atau fase luarumumnya merupakan cairan atau semipadat, dan fase terdispersi atau fase dalamterbuat dari partikel-partikel kecil yang pada dasarnya tidak larut, tetapi terdispersiseluruhnya dalam fase kontinu. Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Suspensi yang baik dibuat dengan menggabungkan sistem flokulasi dandeflokulasi parsial, dan mencegah terjadinya cake, kemudian dapat ditambahkanzat pensuspensi untuk menjaga agar flokflok itu tetap tersuspensi. Bertambahnyaviskositas karena zat pensuspensi juga akan memperlambat pertumbuhan kristalkarena lambatnya kecepatan difusi. Sebagian besar zat pensuspensi berupa koloidhidrofilik yang mempunyai muatan negatif yang diendapkan oleh zatpemflokulasi. Zat pemflokulasi dapat berupa elektrolit anorganik, surfaktan ionik,dan polimer hidrofilik(Ansel 1989).Untuk mendapatkan suspensi yang baik, perlu diperhatikan hal-hal sebagaiberikut : a. Fase dispersi mengendap secara lambat, dan jika mengendap tidak bolehmembentuk cake yang keras, dan dapat segera terdispersi kembali menjadicampuran yang homogen jika dikocok. b. Ukuran partikel tersuspensi tetap konstan selama waktu penyimpanan. c. Suspensi tidak boleh terlalu kental agar dapat dituang dengan mudah melaluibotol atau dapat mengalir (Ansel et al. 2005). Terdapat dua macam sistem dalam proses pembuatan bentuk suspensi, yaitu sistem flokulasi dan sistem deflokulasi. Pemilihan metode initergantung dari bagaimana partikel atau bahan tersebut terdispersi ke dalamcairan. Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi merupakan agregat yangbebas dalam ikatan lemah. Pada sistem ini peristiwa sedimentasi terjadi dengancepat dan partikel mengendap sebagai flok (kumpulan partikel). Sedimen tersebutdalam keadaan bebas, tidak membentuk cake yang keras serta mudah terdispersikembali ke bentuk semula. Sistem ini kurang disukai karena sedimentasi terjadi dengan cepat dan terbentuk lapisan yang jernih diatasnya. Dalam sistem deflokulasi, partikel deflokulasi mengendap perlahanlahandan akhirnya membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi kembali. Padametode ini partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, danmasing-masing partikel mengendap secara terpisah. Metode ini lebih banyakdisukai karena tidak terjadi lapisan yang bening dan terbentuk endapansecara perlahan (Priyambodo 2007).
10
2.6. CMC (Carboxymethylcellulose) Bahan penstabil adalah zat yang dapat menstabilkan, mengentalkan atau memekatkan makanan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu. Zat-zat yang termasuk penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin, dan carboxymethyl cellulose (CMC) (Ganz 1977). CMC merupakan salah satu bahan pengental turunan selulosa yang berfungsi sebagai stabilizer, thickening agent dan emulsifier pada makanan. CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas serta menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dengan aroma netral. CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan polimer linier. CMC merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut dengan eter selulosa(Murray 2000). CMC teknis mempunyai kemurnian antara 94-99%, sedangkan yang digunakan untuk makanan dan minuman mempunyai kemurnian 99.5% (Nussinovitch 1997). Secara komersial, jenis CMC dibedakan berdasarkan viskositas, ukuran partikel dan derajat substitusi untuk beberapa larutan tertentu. Semakin tinggi derajat substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Selain larut di dalam air, CMC juga larut di dalam pelarut organik seperti campuran air-etanol. Jenis CMC yang mempunyai viskositas rendah lebih toleran terhadap konsentrasi etanol tinggi sampai dengan 50% etanol atau 40% aseton. Sifat di atas sangat penting untuk aplikasi pada minuman beralkohol yang campurannya menginginkan kekentalan tinggi dan kejernihan (Keller 1984). Stabilitas minuman diperoleh bila partikel-partikel tidak larut terdispersi merata di dalam cairan untuk waktu yang cukup lama. Kekeruhan terjadi karena adanya padatan tidak larut yang berupa partikel-partikel kecil. Koloid seperti ini disebut sol, dimana fase terdispersinya terbentuk cairan dan kestabilan minuman dapat dipertahankan dengan penambahan CMC. CMC merupakan suatu polimer yang mempunyai berat molekul 210000 sampai 500000. CMC digunakan dalam berbagai industri pangan untuk membentuk, konsistensi dan tekstur, dimana CMC berperan sebagai pengikat air, pengental dan stabilizer emulsi. CMC atau sodium carboxy methyl cellulose adalah suatu persenyawaan polimer yang berbentuk tepung berwarna putih (Potter 1973). CMC dalam perdagangan dikenal dengan garam natrium dari Carboxymethyl cellulose. Menurut Ganz (1977) Carboxymethyl diperoleh dari perlakuan selulosa dengan natrium mono khloroasetat. Hasilnya dicuci dengan menghilangkan garam-garam dengan rekasi sebagai berikut : Rcell(OH)3+NaOH+CLCH2COONa
Rcell(OH)2(OCH2COONa)+NaCL+H2O
Menurut Nussinovitch (1977) pemberian senyawa yang dapat mengikat air seperti CMC ini akan menaikan viskositas larutan, tetapi nilai viskositas dari CMC akan berkurang apabila adanya perlakuan dengan suhu yang tinggi dapat menurunkan nilai viskositas CMC, sedangkan nilai pH asam atau pH rendah tidak dapat meningkatkan viskositas dari CMC, dan nilai viskositas CMC ini dapat stabil pada pH 7-9.Karena CMC mempunyai gugus karboksil, maka viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan. Nilai pH optimum adalah 5 dan apabila pH terlalu rendah (<3), CMC akan mengendap(Keller 1984). Struktur CMC dapat dilihat pada Gambar 5.
11
Gambar 5. Struktur molekul CMC (Sumber : Nussinovitch 1997)
2.7. NANOPARTIKEL Nanoteknologi merupakan teknologi dalam pembentukan bahan fungsional, sumber, dan sistem melalui pengaturan berdasarkan skala atau ukuran dan didapatkan dengan pemanfaatan fenomena umum, secara fisika, kimia, serta biologi dalam skala yang lebih besar (Park 2007).Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, strukturfungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memilikisejumlah sifat kimia dan fisika yang lebih unggul dari material berukuran besar (bulk).Disamping itu material dengan ukuran nanometer memiliki sifat yang kaya karenamenghasilkan sifat yang tidak dimiliki oleh material ukuran besar. Sejumlah sifat tersebutdapat diubah-ubah dengan melalui pengontrolan ukuran material, pengaturan komposisikimiawi, modifikasi permukaan, dan pengontrolan interaksi antar partikel (Lead 2007). Nanopartikel adalah partikel yang memiliki satu dimensi yaitu kurang dari 100 nanometer. Bahan konvensional yang terbuat nanopartikel bisa di ubah ke banyak bentuk. Hal ini disebabkan karena nanopartikel memiliki luas permukaan per satuan berat lebih besar dari pada lebar partikel nya, hal ini menyebabkan mereka lebih reaktif terhadap beberapa molekul lain.Material nanopartikel adalah material-material buatan manusia yang berskala nano,yaitu lebih kecil dari 100 nm, termasuk di dalamnya adalah nanodot atau quantum dot,nanowire dan carbon nanotube(Park 2007). Nanopartikel dapat dihasilkan dalam tiga bentuk yaitu: (1) nanopartikel alami, (2) nanopartikel antropogenik, dan (3), nanopartikel buatan. Nanopartikel alami terbentuk secara sendirinya serta mencangkup bahan yang mengandung nanokomponen dan kemungkinan ditemukan di atmosfir seperti garam laut yang dihasilkan oleh evaporasi air laut kedalam bentuk spray air, debu tanah, abu vulkanik, sulfat dari gas biogenik, dan bahan organik dari gas biogenik. Kandungan dari masing-masing nanopartikel alami tersebut di dalam atmosfer bergantung kepada kondisi bumi.Nanopartikel antropogenik lain berada dalam bentuk asap dan partikulat yang dihasilkan dari oksidasi gas, seperti sulfat dan nitrat. Sedangkan nanopartikel buatan merupakan nanopartikel yang dibentuk untuk tujuan tertentu dan kemungkinan ditemukan dalam satu atau beberapa bentuk yang berbeda (Lead 2007).
12
Nanopartikel digunakandi berbagai bidang. Daftar di bawah ini memberi informasi mengenai aplikasi nanopartikel: a. Nanopartikel emas, memungkinkan panas dari laser inframerah dapat ditargetkan ke tumor kanker. b. Nanopartikel silikat yang digunakan sebagai penghalang gas (misalnya gas oksigen), sehingga menjaga kelembaban substasi yang dikemas dalam film plastik yang sering digunakan untuk kemasan. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan makanan spoiling atau mengering. c. Nanopartikel zinc oksida digunakan oleh berbagai industri untuk melindungi kayu, plastik, dan tekstil dari sinar UV secara langsung. d. Nanopartikel kristal silikon dioksida, mengisi kesenjangan antara serat karbon untuk memperkuat raket tenis. e. Nanopartikel perak, dapat membunuh bakteri dalam kain yang membuat pakaian tahan bau. f. Krim nanopartikel yang melepaskan gas nitrat oksida untuk melawan infeksi StapH. g. Nanopartikel yang digunakan sebagai pengantar obat kemoterapi langsung ke sel-sel kanker. h. Nanopartikel besi yang digunakan untuk membersihkan polusi karbon tetraklorida dalam air tanah. i. Pelapisan anoda baterai lithium ion dengan nanopartikel silikon untuk meningkatkan daya baterai dan mengurangi waktu mengisi ulang. j. Sebuah lapisan di antara ruang nanopartikel paladium dapat mendeteksi hidrogen. Ketika hidrogen diserap, nanopartikel paladium membengkak, menyebabkan resistansi lapisan dalam antara nanopartikel menurun. k. Quantum Dots (kristal nanopartikel) dapat mengidentifikasi lokasi sel-sel kanker dalam tubuh. l. Nanopartikel besi oksida dapat digunakan untuk menigkatkan kualitas gambar MRI kanker tumor. Nanopartikel ini dilapisi dengan peptida yang diikatkan ke kanker tumor. Setelah nanopartikel dilekatkan ke tumor, properti magnetik oksida besi akan meningkatkan kualitas gambar dari hasil scan Resonance Pencitraan Magnetic. (Park 2007)
13
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. WAKTU DAN PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanaan pada bulan Februarisampai Mei 2011 di Laboratorium Teknik Kimia, dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, serta Laboratorium Biofisika Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika,Institut Pertanian Bogor.
3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain ultrasonic processor(Cole Parmer 20 KHz, 130 watt), pH meter, inkubator, timbangan, blender, baskom, panci, kain saring, kompor, pengaduk, corong plastik, cawan porselen, cawan alumunium, buret, desikator, pipet, dan alat gelas lainnya.
3.2.2. Bahan Bahan baku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau yang dibeli dari pasar Ciampea, Bogor. Bahan penelitian lain yang dipakai yaitu CMC, H2SO4, NaOH, aquades, HCl dan bahan kimia lainnya.
3.3. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi dua, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yang dilakukan meliputi proses karakterisasi biji kacang hijau, pembuatan sari kacang hijau dan penentuan bahan penstabil serta konsentrasi CMC yang digunakan. Untuk penelitian utama dilakukan proses sonikasi, pengujian mutu sari kacang hijau, uji stabilitas suspensi, uji ukuran partikel dan uji organoleptik. Diagram alir tahapan penelitian disajikan pada Gambar6.
3.3.1. Penelitian Pendahuluan a. Karakterisasi Kacang Hijau Pada tahap ini dilakukan karakterisasi untuk mengetahui kandungan nilai gizi dari bahan baku yang berupa biji kacang hijau. Sebelumnya biji kacang hijaudiperkecil ukurannya dengan menggunakan disc mill hingga ± 40 mesh. Pengecilan ukuran bahan bertujuan untuk mempermudah saat proses analisis. Parameter yang diuji terdiri dari kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air, dan kadar karbohidrat (by diference). Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran 1.
14
b. Pembuatan Sari Kacang Hijau Proses pembuatan sari kacang hijau terdiri dari sortasi, perendaman, pelepasan kulit ari, penggilingan, penyaringan, dan pasteurisasi pada suhu 60°C selama 30 menit. Kacang hijau disortasi untuk memisahkan kotoran dan kacang hijau rusak. Kacang hijau hasil sortasi kemudian direndam dalam air bersih selama 12 jam dengan perbandingan kacang hijau dengan air adalah satu bagian bobot kacang hijau berbanding dengan tiga bagian volume air (1:3). Setelah perendaman dilakukan penirisan, dan pemisahan terhadap kulit ari kacang hijau.Kacang hijau yang telah bersih kemudian diekstraksi panas dalam blender dengan menggunakan air pada suhu 80°C selama 5 menit. Kemudian bubur kacang hijau di saring dan selanjutnya di pasteurisasi. Diagram alir proses pembuatan sari kacang hijau disajikan pada Gambar7.
c. Penentuan Bahan Penstabil Dan Konsentrasi CMC Pada penelitian pendahuluan ini dicari bahan penstabil yang akan digunakan sebagai penstabil minuman sari kacang hijau, pilihan bahan penstabil yang digunakan antara lain maltodekstrin dan CMC dengan jumlah konsentrasi yang sama. Selain itu, pada penelitian pendahuluan ini dicari konsentrasi CMC yang ditambahkan dalam minuman sari kacang hijau yaitu sebanyak 0.05%, 0.1%, 0.2%, 0.3%, atau 0.4%. penentuan bahan penstabil dan konsentrasi terbaik berdasarkan pada stabilitas hasil dari pengamatan visual.
3.3.2. Penelitian Utama a. Penggunaan Gelombang Ultrasonik Berdasarkan penelitian pendahuluan, maka diperoleh bahan penstabil CMC dan konsentrasi 0.1% yang digunakan untuk penelitian utama. Penelitian ini melanjutkan hasil yang didapat pada penelitian pendahuluan yaitu sari kacang hijau yang telah ditambah CMC dikecilkan ukuran partikelnya dengan alat ulrasonic processor. Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 20 KHz yang ditembakkan ke dalam medium cair untuk menghasilkan gelembung kavitasi yang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala nano. Dalam penelitian ini digunakan variasi waktu proses sonikasi yaitu 20, 40 dan 60 menit, sedangkan amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan adalah 20 %, 30 %, dan 40%.
b. Pengujian Sari Kacang Hijau Sari kacang hijau yang telah dilakukan sonikasi, lalu dilakukan pengujian mutu yang terdiri dari kadar protein, kadar lemak, pH, total padatan terlarut, total padatan, viskositas, dan uji mikrobiologi. Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1.
c. Uji Stabilitas Suspensi Uji stabilitas suspensi dilakukan dengan menyimpan sari kacang hijau pada dua suhu yang berbeda, yaitu suhu ruang (28°C) dan suhu lemari es (4°C) selama tiga hari. Kemudian diamati secara visual atau kualitatif apakah terjadi endapan atau tidak. Adanya endapan diberi tanda (+) dan tidak adanya endapan diberi tanda (-).
15
d. Uji Ukuran Partikel Uji ukuran partikel dilakukan menggunakan mikroskop digital serta pengujian PSA (Partilce Size Analyzer) di Nanotech LIPI Serpong. Sampel diambil dengan menggunakan ujung pengaduk, dilarutkan dalam 300 mL air demineral kemudian diaduk sampai homogen. Larutan sampel kemudian dimasukan ke dalam disposeable plastic cuvet dengan tinggi larutan maksimum 15 mm. Lalu sampel diukur menggunakan ZetaSizer Nano Particle Analyzer dengan diatur run 5 kali pengukuran per sampel pada attenuator lebar celah yang optimum yaitu sekitar 6-8. Untuk sampel yang terlalu keruh maka attenuator akan berada di bawah 6, maka sampel perlu diencerkan, sedangkan untuk sampel yang terlalu transparan maka attenuator akan berada di atas 8, maka sampel perlu ditambah.
e. Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik, panelis diharapkan dapat menanggapi persepsi kesukaanya pada sampel yang meliputi nilai hedonik warna, rasa, dan aroma. Skala hedonik yang digunakan adalah: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka, (7) sangat suka. Penilaian dilakukan oleh 20 orang panelis agak terlatih.
3.4. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor. Faktor-faktor yang divariasikan adalah waktu sonikasi (A) dan amplitudo gelombang ultrasonik (B). Untuk faktor waktu sonikasi terdiri dari tiga taraf yaitu 20, 40 dan 60 menit. Untuk faktor amplitudo gelombang ultrasonik terdiri dari tiga taraf yaitu 20, 30 dan 40 %. Model matematika yang digunakan berdasarkan (Mattjik dan Sumertajaya 2006) adalah :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εijk dengan : Yik = µ = Ai = Bj = ABij = έijk
=
Nilai pengamatan Rata-rata Pengaruh faktor waktu sonikasi pada taraf ke-i Pengaruh faktor amplitudo ultrasonik pada taraf ke-j Pengaruh interaksi faktor waktu sonikasi pada taraf ke-i dengan faktor amplitudo ultrasonikpada taraf ke-j Galat percobaan
Perlakuan perancangan percobaan dilakukan pada parameter kadar protein, kadar lemak, total padatan, pH, viskositas, total padatan terlarut dan uji organoleptik. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakaan perangkat lunak SAS 9.1.3 dan data analysis Excel untuk melihat keragaman yang terjadi pada setiap perlakuan dan interaksi antara perlakuan. Uji lanjut Duncan dilakukan jika terjadi pengaruh yang signifikan antara bahan pada perlakuan yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbedaan yang terjadi antar level.
16
Kacang hijau
Pengujian karakteristik kacang hijau
Pembuatan sari kacang hijau
Penentuan bahan penstabil dan konsentrasi CMC
Sonikasi
Waktu sonikasi 20, 40 dan 60 menit
Amplitudogelombang 20 %, 30% dan 40 %
Sari kacang hijau berukuran nano
Analisis akhir
Pengujian stabilitas dan mutu sari kacang hijau
Selesai
Gambar 6. Diagram alir tahapan penelitian
17
Kacang hijau
Sortasi
Air 3:1 (v/b)
kotoran dan biji rusak
Perendaman (12 jam)
Penirisan
Pemisahan kulit ari
Air 80°C 8:1 (v/b)
Air sisa perendaman
Kulit ari
Penggilingan (5 Menit)
Bubur kacang hijau
Penyaringan
Gula 10% dan CMC 0.1%
Ampas
Pasteurisasi (60°C, 30 menit)
Sari kacang hijau
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan sari kacang hijau
18
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Karakterisasi Kacang Hijau Bahan baku yang digunakan dalam suatu proses produksi sangat berpengaruh terhadap karakteristik produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada proses pembuatan sari kacang hijau ini perlu dilakukan penelitian pendahuluan mengenai karakterisasi kacang hijau yang digunakan. Adapun hasil karakterisasi kacang hijau disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Hasil karakterisasikacang hijau Hasil Penelitian (%b.b)
Penelitian sebelumnya * (%)
Kadar air
10.72
7.49–8.45
Kadar abu
4.14
3.64–4.24
Kadar lemak
4.70
0.57–1.86
Kadar protein
22.29
24.26–28.50
Kadar serat Kadar karbohidrat (by difference)
4.52
7.49–8.45
Parameter Uji
53.63
54.25–58.69
Ket: *= sience direct
Hasil karakterisasi kacang hijau menunjukkan bahwa komponen terbesar penyusun kacang hijau adalah karbohidrat, yaitu sebesar 53.63%, padahal menurut literatur kadar karbohidrat kacang hijau berkisar 54.25–58.69%. Hal ini disebabkan karena kandungan lemak kacang hijau pada bahan penelitian cukup besar sehingga nilai karbohidrat berkurang. Nilai karbohidrat dihitung dengan cara by difference, yaitu pengurangan jumlah komponen bahan total dengan jumlah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat dan kadar protein.Karbohidrat merupakan sumber kalori utama dan mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, dan tekstur (Winarno 1995). Karbohidrat dalam bahan makanan terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat yang dapat dicerna (pati) dan yang tidak dapat dicerna (serat) oleh tubuh dalam sistem metabolisme. Komponen terbesar kedua dari kacang hijau yaitu protein. Kadar protein kacang hijau yang didapat dari hasil penelitian yaitu 22.29% sedikit lebih rendah dibanding literatur. Sedangkan menurut Astawan (2009) protein yang terkandung dalam biji kacang hijau cukup tinggi yaitu sekitar 22.2 g/100 g. Protein ini merupakan salah satu zat penting yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.Protein dibutuhkan untuk pembentukan enzim, antibodi, dan beberapa hormon. Kadar air dalam pangan dapat diketahui dengan melakukan pemanasan terhadap bahan pangan yang ingin diketahui kandungan airnyasampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Pada penelitian, penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven yang pertama-tama bahan dipanaskan pada suhu ±105oC. Hal ini disebabkan kacang hijau tahan atau stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan, lebih bersifat higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu, bahan dimasukkan dalam
19
desikator untuk mencegah bahan menyerap uap air dari udara sekeliling hingga mencapai bobot yang konstan. Bobot sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapat berat konstannya, yaitu berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel, setelah itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan. Berdasarkan data analisis diatas, dapat dilihat bahwa kadar air kacang hijau sebesar 10.72%. Sedikit berbeda dengan data yang didapat diliteratur yaitu sekitar 7.49-8.45%. Hal ini karena kacang hijau dibeli dari pasar, sehingga penyimpanan dan pengemasan yang kurang baik akan menyebabkan nilai kadar air meningkat sehingga terjadi proses penyerapan air dan berakibat pada penurunan mutu produk. Kacang hijau tersebut biasanya ditempatkan di dalam karung atau wadah terbuka. Semakin tinggi nilai kadar air, maka semakin mudah mikroorganisme tumbuh dan umur simpan semakin pendek sesuai dengan literatur yang meyebutkan bahwasemakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan nutrisinya masih ada(Ilham 2010). Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energi dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga merupakan faktor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh menghasilkan 9.3 kalori/g lemak, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4.1 dan 4.2 kalori/g (Winarno 1997). Menurut Winarno (1997) sekitar 96% bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu secara kasar menggambarkan kandungan mineral dari suatu bahan pangan. Meskipun sedikit, tubuh membutuhkan unsur mineral sebagai zat pembangun dan pengatur. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah suatu bahan dibakar sampai bebas karbon. Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh bahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar abu dari biji kacang hijau yaitu sebesar 4.14% sesuai dengan rentang nilai yang didapat di literatur yaitu berkisar dari 3.64–4.24%. Kacang hijau memiliki kandungan lemak yang rendah, namun memiliki kandungan protein yang tinggi. Lemak dalam tubuh berguna sebagai cadangan energi untuk aktivitas tubuh. Kacang-kacangan merupakan sumber lemak nabati. Lemak nabati umumnya kaya akan polyunsaturated fatty acid (PUFA), yaitu asam lemak tak jenuh yang mempunyai dua atau lebih ikatan rangkap. Kandungan lemak dalam biji kacang hijau sangat rendah yaitu hanya 1.2 g/100 gr. Berdasarkan penelitian, kadar lemak kacang hijau bernilai 4.70% menunjukkan hasil yang berbeda. Begitu pula dengan nilai kadar serat dan kadar air, hasil yang didapat dari penelitian menunjukkan angka diluar rentang dari literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan varietas, lokasi tumbuh, dan teknik budaya. Keragaman zat gizi tanaman pangan diakibatkan oleh banyaknya faktor yang saling bergantungan, terutama faktor genetik, sinar surya, curah hujan, topografi, tanah, lokasi, musim, pemupukan, dan derajat pemasakan. Susunan tanaman pangan dari galur yang sama tetapi tumbuh pada tempat berbeda, sering berbeda (Astawan 2009).
20
Serat termasuk kedalam karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh usus manusia, namun keberadaan serat ini sangat penting. Hasil analisis, kadar serat kacang hijau hanya sebesar4.52% jauh lebih kecil dibandingkan dengan data yang diperoleh dari literatur yang berkisar 7.49– 8.45%. Ini menunjukkan biji kacang hijau yang digunakan untuk bahan penelitian mempunyai kadar serat yang lebih rendah dari biasanya padahal serat merupakan salah satu komponen penting bagi tubuh. Menurut Santoso dan Bambang(2005), faktor-faktor seperti spesies, tingkat kematangan, bagian tanaman yang dikonsumsi, dan perlakuan terhadap bahan pangan tersebut, sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dan fisik dari serat makanan serta berpengaruh juga terhadap peran fisiologis dalam tubuh.
4.1.2. Pembuatan Sari Kacang Hijau Dalam pembuatan sari kacang hijau, pertama kali dilakukan proses sortasi terhadap biji kacang hijau yang digunakan. Sortasi dimaksudkan untuk membuang kotoran dan menghilangkan biji yang rusak. Sortasi yang dilakukan secara manual dengan mengambil kotoran yang ada dan membuang biji yang mengambang dalam air. Sortasi ini perlu dilakukan karena karekteristik biji kacang hijau yang kurang seragam. Somaatmadja (1974) menyatakan bahwa sifat tanaman kacang hijau yang tidak menguntungkan antara lain berbunga terus-menerus, sehingga pada satu pohon terdapat buah masak, buah muda dan bunga. Pada waktu panen, kemungkinan buah muda dan bunga ikut terambil yang menyebabkan biji yang dihasilkan kurang seragam. Sebelum kacang hijau dimasak, dilakukan perendaman dalam air. Selama kacang hijau direndam, kacang hijau akan menyerap air sehingga biji akan mengembang. Perendaman biji kacang hijau bertujuan untuk memudahkan pemasakan pada tahap selanjutnya. Perendaman air yang terlalu lama akan menyebabkan biji kacang hijau berkecambah. Biji yang berkecambah akan mempengaruhi baik pada nilai gizinya maupun sifat fungsionalnya. Perendaman kacang hijau juga dimaksudkan untuk melunakkan struktur selular kacang hijau dan mempermudah pengupasan kulit kacang hijau akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan (Sundarsih 2009). Dalam penelitian ini dilakukan perendaman selama 12 jam. Setelah direndam dan ditiriskan, kacang hijau siap untuk dimasak. Pemasakan ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu kacang hijau. Seperti halnya pada kebanyakan tanaman leguminosa lainnya, kacang hijau mempunyai aroma langu pada waktu mentah. Bau langu ini disebabkan oleh enzim lipoksigenase. Pemanasan akan menginaktifkan enzim ini. Disamping itu pemanasan akan menginaktifkan tripsin inhibitor sehingga diharapkan daya cerna sari kacang hijau yang dihasilkan akan meningkat (Ulum 1997). Kacang hijau yang telah dimasak siap untuk diblender dan ditambahkan air masak dengan perbandingan bobot kering kacang hijau dengan air sebesar 1:8 mengacu pada penelitian Triyono (2010) yang menyatakan bahwa pembuatan sari kacang hijau yang paling disukai adalah dengan proporsi penambahan air 1:8. Setelah diblender, selanjutnya ampasnya dipisahkan dengan penyaringan menggunakan kain saring. Terakhir dilakukan proses pasteurisasi pada suhu 60°C selama ± 30 menit untuk mengurangi aktivitas biologis mikroorganisme.
21
4.1.3. Penentuan Bahan Penstabil Dan Konsentrasi CMC. Sebelum penelitian utama, telah dilakukan penentuan bahan penstabil dan konsentrasi yang digunakan pada penelitian pendahuluan. Bahan penstabil yang digunakan antara lain maltodekstrin dan CMC dengan jumlah konsentrasi yang sama. Berdasarkan hasil pengujian ini CMC merupakan bahan penstabil yang dapat mengikat sari kacang hijau dalam air dengan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan bahan penstabil maltodekstrin, untuk itu CMC dipergunakan untuk proses pembuatan minuman sari kacang hijau pada penelitian selanjutnya. Selain itu pada penelitian pendahuluan ini dicari konsentrasi CMC yang akan ditambahkan dalam minuman sari kacang hijau.Berdasarkan hasil uji stabilitas suspensi sari kacang hijau di dapat jumlah CMC dengan konsentrasi 0.1% merupakan hasil terbaik, sehingga untuk penelitian selanjutan konsentrasi CMC yang dipergunakan adalah 0.1%. Hal ini disebabkan karena CMC sebagai bahan penstabil lebih efektif daripada maltodekstrin dalam mempertahankan mutu sari kacang hijau dilihat dari penampakan secara visual.
0.05%
0.1%
0.2%
0.3%
0.4%
endapan Gambar 8. Penentuan konsentrasi CMC Karboksimetil selulosa merupakan eter polimer selulosa linear dan berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2-10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Nussinovitch 1997). Konsentrasi CMC yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan pengendapan. Pemakaian CMC dengan konsentrasi 0.1-0.5% sudah biasa digunakan untuk mempertahankan stabilitas suspensi sari buah, namun stabilitas suspensi dan mutu terbaik belum direkomendasikan dengan tepat secara khusus bagi sari kacang hijau. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CMC yang tepat untuk menghasilkan sari kacang hijau yang stabil dan tetap berkualitas baik.
4.2. PENELITIAN UTAMA 4.2.1. Pengujian Sari Kacang Hijau 1) Kadar Protein Kadar protein merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui banyaknya jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk yang dianalisis. Semakin banyak jumlah nitrogen yang terkandung di dalam produk maka nilai kadar protein produk tersebut semakin besar.Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan
22
Kadar Protein (%)
amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai kadar protein. Tidak berpengaruhnya faktor waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap nilai kadar protein perlakuan adalah karena kurang lebarnya selang waktu maupun amplitudo yang digunakan serta disebabkan oleh nitrogen yang hilang akibat proses sonikasi relatif kecil. Begitu pula dengan interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01), hal ini diduga karena faktor waktu dan amplitudo tidak mempengaruhi nilai kadar protein, sehingga interaksinya juga tidak berpengaruh nyata maka tidak dilakukan uji lanjut Duncan. 0.35 0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 0.00
0.33
0.30 0.25
0.26
0.29
0.26
0.27
0.25
0.23
0.25
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar9.
Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar protein sari kacang hijau
Histogram kadar protein yang disajikan pada Gambar 9menunjukkan bahwa nilai kadar protein yang telah disonikasi tidak jauh berbeda hasilnya dengan kontrol yaitu berkisar antara 0.23-0.33 (%bb). Kadar protein tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 0.33% dan yang terendah pada perlakuan A3B2 (60menit:30%) sebesar 0.23%, ketidakseragaman nilai kadar protein yang dihasilkan karena saat penelitian pengupasan kulit ari kacang hijau tidak seragam sehingga menyebabkan nilai kadar protein pun berbeda. Pengupasan kulit ari kacang hijau akan menurunkan kadar tannin. Barrog et al. (1985) menyatakan bahwa kandungan tannin pada kacang hijau terpusat pada kulitnya yaitu 3.95 mg/100 mg bobot kering dan berbagai perlakuan seperti perendaman, perkecambahan, pembakaran dan perebusan dapat mengurangi kadar tannin. Tannin adalah senyawa fenolik yang mempunyai BM 500-3000 dan dapat bereaksi dengan protein membentuk komplek yang tidak larut. Perebusan kacang hijau selama 30 menit dapat menurunkan kadar tannin sampai 73%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diketahui bahwa produk sari kacang hijau yang dihasilkan mempunyai kadar protein yang rendah. Rendahnya protein bisa disebabkan oleh perlakuan perendaman dan pemanasan yang menyebabkan protein dalam kacang hijau terdenaturasi sehingga tidak larut air. Selain itu, pada saat ekstraksi protein yang terekstrak dalam air sedikit dan sisanya tertinggal pada residu. Pemanfaatan residu tersebut bisa digunakan
23
sebagai campuran pakan ternak. Residu dikeringkan sampai terbentuk tepung dan dicampurkan dengan bahan lain seperti tepung ikan dan diolah berbentuk pellet (Ulum 1997). Protein yang dipengaruhi oleh pemanasan, sinar ultraviolet, gelombang ultrasonik, pengocokan yang kuat atau bahan-bahan kimia tertentu dapat mengalami proses denaturasi. Denaturasi protein itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan konfigurasi tiga dimensi molekul protein tanpa menyebabkan kerusakan ikatan peptida.Radiasi sinar ultraviolet dan panas memberikan energi kinetik pada protein dan menyebabkan atom-atom tervibrasi cukup cepat sehingga merusak ikatan hidrogen. Radiasi sinar ultraviolet juga dapat merusak ikatan peptida didekat lingkar aromatik dalam molekul protein. Sedangkan Gelombang ultrasonik dapat merusak lingkar aromatik yang ada dalam molekul protein, yang berakibat hilangnya interaksi hidrofobik yang terjadi karena dua lingkar aromatik yang berdekatan (Sumardjo 2009).
Gambar 10. Gelombang ultrasonik merusak interaksi hidrofobik Sumber :Sumardjo (2009)
Menurut Sundarsih (2009), menurunnya kadar protein dengan semakin lamanya perendaman disebabkan lepasnya ikatan struktur protein sehingga komponen protein terlarut dalam air. Perendaman yang semakin lama juga mengakibatkan lunaknya struktur biji kacang hijau sehingga air lebih mudah masuk kedalam struktur selnya.
2) Kadar Lemak Kadar lemak merupakan salah satu parameter yang penting untuk menentukan mutu suatu produk. Produk bermutu yang terkait dengan kadar lemak tergantung dari harapan atau keinginan konsumen, apakah produk tersebut diharapkan berkadar lemak tinggi atau rendah. Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap kadar lemak, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai kadar lemak sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara 0.64-1.62 (%bb). Kadar lemak yang cukup rendah tersebut menguntungkan karena dengan kondisi itu maka produk semakin tahan lama atau tidak mudah tengik serta aman dikonsumsi bagi mereka yang memiliki berat badan berlebih. Kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 1.62% dan yang terendah pada perlakuan A1B2 (20menit:30%) sebesar 0.64%. Hal ini bisa disebabkan karena ketidakseragaman pengupasan kulit kacang hijau akan membuat lemak dalam bahan baku lebih mudah terdekomposisi oleh panas saat pemasakan. Menurut Gaman dan Sherrington (1981), dekomposisi trigliserida menghasilkan sejumlah kecil gliserol dan asam lemak. Menurut (Astawan 2009), kacang hijau mempunyai kadar lemak yang rendah. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan atau minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah tengik. Lemak kacang hijau tersusun atas 73% asam lemak tak
24
Kadar Lemak (%)
jenuh dan 27% asam lemak jenuh. Umumnya kacang-kacangan memang mengandung lemak tak jenuh tinggi. Asupan lemak tak jenuh tinggi penting untuk menjaga kesehatan. 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
1.62 1.31 0.89
0.86 0.64
0.73
1.35 0.97
0.82
0.65
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 11. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap kadar lemak sari kacang hijau Gambar 11 memperlihatkan bahwa kadar lemak kontrol lebih besar dibandingkan dengan kadar lemak perlakuan. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi dapat menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak, sehingga nilai kadar lemak perlakuan lebih rendah. Ketika gelombang ultrasonik melewati medium cair atau setengah cair (jaringan lemak) akan membentuk gelembung udara yang akan membentur membran sel lemak atau lemak dengan kecepatan sangat tinggi (microjetting/microstreaming) menyebabkan sel lemakrusak. Lemak akan terurai menjadi gliserol dan asam lemak. 3) Total Padatan Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan pada tingkat kepercayan 99% tetapi waktu sonikasi berpengaruh nyata terhadap total padatan pada tingkat kepercayaan 95%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total padatan sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 9.61-14.94 persen. Total padatan tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 14.94% karena kontrol tidak dilakukan proses sonikasi, sehingga tidak adanya pemecahan partikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar 9.6%. Hal ini disebabkan semakin lama waktu sonikasi dan semakin tinggi amplitudo gelombang ultrasonik maka partikel yang dipecahkan semakin banyak, ukuran partikelnya semakin kecil serta larutan makin
25
homogen.Prinsip dari pengujian ini yaitu sampel diuapkan dalam cawan, ditimbang dan dikeringkan sampai bobot konstan dalam oven pada 103-105°C. Penurunan bobot bahan selama pengeringan cawan merupakan padatan total. Sonikasi menghasilkan gelembung tekanan rendah dan tekanan tinggi yang bergantian dalam cairan, mengarah ke pembentukan dan pecahnya gelembung vakum. Fenomena ini diistilahkan dengan cavitation dan menyebabkan adanya rongga yang terjadi akibat transfer gelombang yang diberikan. Efek ini digunakan untuk memecah gumpalan dan menggiling partikel menjadi ukuran mikro atau nanometer. Dalam aspek ini, sonikasi merupakan alternatif unuk penghancuran berkecepatan tinggi dan pengaduk pembakar butiran sari kacang hijau.
Total Padatan (%)
16
14.94 12.07 12.21 12.44
12
11.27 10.72 10.85
9.88
9.77
9.61
8 4 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 12. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan sari kacang hijau
4) pH (Derajat keasaman) Nilai pH adalah salah satu faktor penting untuk menentukan kualitas suatu produk pangan, perubahan nilai pH yang signifikan dapat merubah rasa dari suatu produk pangan. Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu penyebab produk olahan menjadi cepat rusak. pH sering menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam makanan dan produk yang dihasilkan. Menurut Jay et.al. (2005) sebagian besar mikroorganisme dapat tumbuh pada pH 6.0-8.0. Sebagian besar kapang berkembang pada pH 4.0-8.0. Nilai pH di luar 2.0-10 umumnya bersifat merusak. Beberapa jenis jasad renik dalam bahan pangan seperti khamir dan bakteri asam laktat tumbuh baik pada kisaran nilai pH 3.0-6.0.Selain itu nilai pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen yang menggambarkan tingkat keasaman. Semakin tinggi nilai pH berarti tingkat keasaman produksemakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai pH berarti tingkat keasaman produk semakin tinggi.
26
pH
Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai pH. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai pH. Hal ini disebabkan karena proses sonikasi yang telah dilakukan tidak menguramgi atau menambah nilai pH perlakuan, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai pH sari kacang hijau hasil penelitian berkisar antara 6.56-6.67 termasuk kedalam jenis minuman netral. Nilai pH tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1(60 menit : 20%) yaitu sebesar 6.67 dan yang terendah pada perlakuan A1B1 (20 menit : 20%) sebesar 6.56. Berdasakan Gambar 13 dapat diketahui bahwa kisaran pH tersebut merupakan kondisi yang cukup menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri neutrofil (suka suasana netral). 7 6 5 4 3 2 1 0
6.57
6.56
6.60
6.58
6.64
6.57
6.60
6.67
6.65
6.61
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 13. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap pH sari kacang hijau 5) Viskositas Viskositas atau kekentalan dapat dikatakan sebagai gesekan dalam fluida. Viskositas atau kekentalan juga dapat diartikan sebagai sifat cairan yang memiliki gesekan atau hambatan ketika cairan tersebut sedang bergerak. Dalam cairan, viskositas disebabkan oleh adanya gaya kohesi antar molekul. Sedangkan dalam gas, viskositas terjadi karena adanya tumbukan antara molekul (partikel) di dalam gas tersebut (Giancoli 2001). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa waktu sonikasi memberikan pengaruh yang nyata (p<0.01) terhadap nilai viskositas. Dilihat dari hasil uji Duncan perlakuan A0(kontrol) berbeda nyata terhadap perlakuan A1 (20 menit), A2(40 menit) dan A3(60 menit). Perlakuan A2 berbeda nyata terhadap perlakuan A1(20 menit) dan A2(40 menit) tetapi tidak berbeda nyata terhadap perlakuan A3(40 menit). Sedangkan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yangberbeda nyata (p>0.01). Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak
27
memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p>0.01) terhadap nilai viskositas, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Nilai viskositas sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 26.67-44.03 Cp. Nilai viskositas tertinggi terdapat pada sampel kontrol yaitu sebesar 44.03 Cp hal ini karena kontrol tidak mengalami proses sonikasi sama sekali sehingga tidak adanya pemecahan pertikel oleh gelombang ultrasonik dan yang terendah pada perlakuan A3B3 (60 menit:40%) sebesar 26.67 Cp. Data hasil pengukuran terlihat bahwa semakin lama waktu sonikasi, dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka nilai viskositas semakin kecil. Penurunan viskositas ini disebabkan karena pecahnya partikel dan granula menjadi ukuran yang lebih kecil membentuk molekul agregat sehingga mengurangi kemampuan menyerap air. Penurunan viskositas ini menunjukkan adanya penurunan jumlah partikel terlarut dalam larutan setelah sonikasi. Sonikasi memutuskan rantai polimer CMC melalui proses kavitasi yang terjadi dalam medium larutan sari kacang hijau tersebut. Putusnya rantai CMC menjadikan larutan kurang kental jika dibandingkan kondisi sebelumnya. Semakin lama waktu pemberian gelombang ultrasonik pada larutan sari kacang hijau, maka proses terpotongnya rantai kimiawi CMC juga semakin banyak.
Viskositas (Cp)
50 40 30
44.03 36.63 35.91 38.80
30.91 29.43 32.04 32.51 30.62
26.67
20 10 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 14. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap viskositas sari kacang hijau Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula terhadap kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun dari partikel yang dikandungnya akan diperlambat. Tetapi perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Viskositas dari setiap fluida berbeda-beda, fluida yang mudah mengalir misalnya air yang tegangan luncurnya relatif kecil sehingga viskositasnya juga relatif kecil.
28
Viskositas fluida sangat dipengaruhi oleh suhu, jika suhu naik viskositas gas bertambah sedangkan viskositas cairan berkurang. Produk pangan dikatakan kental jika nilai viskositasnya tinggi dan sebaliknya jika nilai viskositasnya rendah disebut encer. Perubahan nilai viskositas dapat digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan atau penurunan mutu pangan(Fafa 2008).
6) Total Padatan Terlarut Nilai total padatan terlarut menunjukkan persen total padatan terlarut dalam suatu larutan yang masih tetap tinggal sebagai sisa selama penguapan dan pemanasan, biasanya dinyatakan dalam satuan % gula sukrosa atau °Brix. Analisis zat padat terlarut mengukur jumlah zat padat yang larut dalam air. Sebagian besar komponen yang terkandung terdiri atas komponenkomponen yang larut air seperti glukosa, fruktosa, suksrosa dan protein yang larut air. Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat hand refractometer. Gambar 15menunjukkanhistogram pengukuran nilai total padatan terlarut secara lengkap. Nilai total padatan terlarut sari kacang hijau yang dihasilkan berkisar antara 8.75-9°Brix, nilai total padatan terlarut yang bernilai 9°Brix terdapat pada perlakuan A1B2, A2B2 dan A2B3 dan perlakuan yang lain bernilai 8.75°Brix. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik pada minuman sari kacang hijau tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai total padatan terlarut dengan tingkat kepercayaan 99%. Begitu pula dengan pengaruh interaksi antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.01) terhadap nilai total padatan terlarut, sehingga tidak dilakukan uji lanjut Duncan. Total Padatan Terlarut ( brix)
8.75
8.75
9
8.75
8.75
9
9
8.75
8.75
8.75
8 6 4 2 0 Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 15. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap total padatan terlarut
29
Winarno (1995) menerangkan bahwa indeks refraksi dipengaruhi oleh air dan gula dalam bahan yang diukur, sehingga nilai total padatan terlarut yang rendah menunjukkan bahwa hidrolisis sukrosa belum berlangsung keseluruhan. Dengan demikian nilai TPT yang semakin rendah akan memberikan hasil yang semakin baik, karena mengindikasikan bahwa produk belum mengalami kerusakan yang berarti. Suhu sonikasi yang semakin tinggi mempercepat proses hidrolisis pati menjadi gula yang lebih sederhana seperti glukosa dan fruktosa (gula invert). Pati adalah senyawa polisakarida yang tidak larut dalam air, sedangkan glukosa dan fruktosa adalah senyawa monosakarida yang larut dalam air, sehingga terurainya pati menjadi glukosa dan fruktosa menyebabkan nilai total padatan terlarut pada beberapa sampel meningkat. Padatan terlarut yang terkandung dalam suatu produk terdiri atas komponen-komponen yang terlarut dalam air seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan komponen lain. Pada kadar air tinggi, kadar total padatan terlarut akan rendah dan sebaliknya. Pada kadar air rendah akan semakin banyak padatan yang dapat larut dalam air persatuan berat bahan. Peningkatan total padatan terlarut kemungkinan juga disebabkan karena adanya reaksi Maillard tahap awal yaitu reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi tersebut menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna dan larut dalam air (Syarief dan Halid 1993).
7) Uji Mikrobiologi Pada penelitian ini mutu mikrobiologi yang diuji meliputi uji TPC, kapang dan khamir dengan dua dan tiga kali pengenceran serta uji Salmonella dan E.Coli dengan satu dan dua kali pengenceran. Data hasil pengujian mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 6. Minuman sari kacang hijau memiliki pH yang netral berkisar 6.56-6.67 termasuk kelompok minuman netral. Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis jasad renik yang dapat tumbuh. Fardiaz (1989) menyatakan bahwa mikroorganisme umumnya dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Berdasarkan nilai pH minuman sari kacang hijau, dapat dilihat bahwa mikroorganisme mempunyai sedikit potensi untuk tumbuh. Selain itu, produk minuman sari kacang hijau sudah melewati dua kali tahap pasteurisasi yang dapat membunuh semua mikroorganisme mesofilik dan sebagian termofilik. Metode TPC hanya menghitung jumlah koloni tanpa melihat jenis mikroba yang terdapat dalam produk tersebut. Hasil analisis nilai TPC menunjukkan bahwa jumlah mikroba sari kacang hijau menunjukkan nilai negatif pada semua sampel dan kedua pengenceran kecuali perlakuan -2
A3B2 pada pengenceran 10 terdapat 2x102 koloni/g produk. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminasi saat pengujian dilakukan. Bakteri yang mungkin tumbuh dalam minuman sari kacang hijau adalah bakteri golongan mesofil atau neutrofil (senang akan suasanan netral). Menurut Muchtadi (1995), kerusakaan sensori yang diakibatkan oleh mikroba dapat berupa pelunakan, terjadinya asam, terbentuknya gas, lendir, busa dan lain-lain. Pembusukan yang disebabkan pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan munculnya karakteristik sensori yang tidak diinginkan dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan bahan pangan tidak aman untuk dikonsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba antara lain suhu, air, gas seperti oksigen dan karbondioksida, serta pH. Beberapa bakteri dan semua kapang membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Mikroorganisme yang dapat merusak produk minuman sari kacang hijau adalah mikroba yang termasuk kedalam golongan psikrofil dan mesofil. Bakteri psikrofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu (-5)-30°C dan memiliki suhu optimum pertumbuhan
30
15°C. Sedangkan bakteri mesofil adalah bakteri yang dapat hidup pada rentang suhu 15-50°C dan suhu optimum pertumbuhan 35-40°C.Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin pertumbuhan mikroba terhambat (Wasetiawan 2009). Tabel 6. Hasil uji mikrobiologi TPC Mikroba
10
-2
Kapang
10
-3
10
-2
10
-3
E.coli 10
-1
10
Salmonella -2
10
-1
10
A1B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A1B2
-
-
-
-
-
-
-
-
A1B3
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B2
-
-
-
-
-
-
-
-
A2B3
-
-
-
-
-
-
-
-
A3B1
-
-
-
-
-
-
-
-
A3B2
2
-
-
-
-
-
-
-
A3B3
-
-
-
-
-
-
-
-
Kontrol
-
-
-
-
-
-
-
-
-2
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Proses termal yang diterapkan dalam pengolahan pangan dan pengawetan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis seperti aktivitas mikroba untuk tumbuh dan berkembang biak dan menguraikan komponen-komponen nutrisi produk pangan. Selain itu pemanasan juga ditujukan untuk memperoleh aroma, tekstur, dan penampakan yang lebih baik (Fardiaz 1989). Uji keberadaan koliform dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cemaran bakteri koliform dalam produk yang diuji serta untuk memastikan bahwa koliform yang biasanya mengkontaminasi produk melalui air yang digunakan dalam proses pembuatan produk tidak tumbuh pada produk sari kacang hijau. Keberadaan koliform dapat dijadikan sebagai indikasi kehigienisan suatu produk pangan. Kelompok koliform mencangkup bakteri yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, batang gram negatif, dan tidak membentuk spora. Koliform memfermentasikan laktosa dengan pembentukan asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C (Lay 1994). Berdasarkan penelitian, semua sampel menunjukkan hasil yang negatif baik -1
-2
pada pengenceran 10 maupun 10 , sehingga dapat dipastikan minuman sari kacang hijau sangat aman untuk dikonsumsi.
31
Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang bukan pembentuk spora yang terdiri dari sekitar 2500 serotipe yang semuanya diketahui bersifat patogen baik pada manusia atau hewan. Bakteri ini bukan indikator sanitasi, melainkan bakteri indikator keamanan pangan. Artinya, karena semua serotipe Salmonella yang diketahui di dunia ini bersifat patogen maka adanya bakteri ini dalam air atau makanan dianggap membahayakan kesehatan. Oleh karena itu pengujian Salmonella pada minuman sari kacang hijau sangat penting untuk dilakukan. Hasil -1
-2
penelitian semua sampel menunjukan hasil yang negatif baik pada pengenceran 10 maupun 10 . Kapang dan khamir terdapat secara luas di alam dan dapat mencemari makanan melalui peralatan yang tidak disanitasi dengan baik atau melalui udara yang tercemar. Kapang dan khamir dapat tumbuh dominan dalam makanan atau minuman pada kondisi a w dan pH rendah, kandungan garam tinggi atau memiliki kandungan gula yang tinggi. Pada ekosistem pangan, khamir dapat tumbuh bersama-sama dengan mikroorganisme lain dan dapat tumbuh bersama berinteraksi saling menguntungkan atau merugikan. Suhu optimum untuk pertumbuhan khamir berbeda-beda, namun kapang dan khamir mempunyai suhu optimum petumbuhan 25-30 °C(Fardiaz 1989). Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 48 jam. Hasilnya menunjukkan nilai negatif pada semua perlakuan maupun kontrol. Uji mikrobiologi terhadap total bakteri, E.coli, kapang khamir dan Salmonella semuanya menunjukkan nilai yang negatif kecuali sampel dengan waktu sonikasi 60 menit dan amplitudo 30% hal ini disebabkan karena pH sari kacang hijau mendekati netral serta dilakukannya proses termal sebanyak dua kali serta proses sonikasi merupakan salah satu cara untuk membunuh mikroorganisme.
4.2.2. Stabilitas Suspensi Kestabilan sari kacang hijau dilihat dengan ada atau tidaknya endapan pada produk. Pada hari pertama penyimpanan (24 jam), sari kacang hijau kontrol dan A1B1 (20 menit : 20%) sudah mulai terbentuk endapan pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Setelah hari kedua mulai terlihat endapan lagi pada sampel A1B2 (20 menit : 30%), A1B3 (20 menit : 40%) dan A2B1 (40 menit : 20%). Warna endapan masih cerah dan masih sama dengan warna sari kacang hijau. Setelah tiga hari penyimpanan, endapan yang terbentuk semakin jelas dan semakin mengendap ke dasar botol. Hanya sampel A3B2 (60 menit : 30%) dan A3B3 (60 menit : 40%) yang tidak terbentuk endapan selama tiga hari penyimpanan baim pada suhu ruang maupun suhu lemari es. Endapan yang terbentuk pada sari kacang hijau tidak terlalu berbeda dengan adanya perlakuan penyimpanan pada dua suhu yang berbeda, yang membedakannya hanyalah warna endapan yang terbentuk. Suhu yang lebih tinggi maka akan menghasilkan warna yang lebih tua pada endapan yang terbentuk. Hal ini dimungkinkan karena suhu tinggi mempercepat kerusakan pigmen pada produk sari kacang hijau. Hasil uji stabilitas berdasarkan penampakan visual menunjukkan bahwa stabilitas tertinggi sari kacang hijau selama tiga hari penyimpanan baik pada suhu ruang (28°C) maupun sahu lemari es (4°C) diperoleh pada perlakuan sonikasi 60 menit dan amplitudo sebesar 40% sedangkan stabilitas terendah diperoleh pada perlakuan tanpa perlakuan sonikasi dan amplitudo (kontrol). Tingginya stablitias sari kacang hijau akibat perlakuan sonikasi 60 menit disebabkan karena banyaknya partikel yang dipecahkan oleh gelombang ultrasonik sehingga laju pengendapan menurun, serta adanya penambahan bahan penstabil CMC sebesar 0.1%.
32
Gambar 16. Uji stabilitas suhu ruang setelah tiga hari CMC mempunyai ion Na+CMC yang cukup banyak sehingga partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau terikat dan dapat membentuk struktur gel. Penjelasan ini didukung oleh Nussinovitch (1977) yang menyatakan bahwa Na +CMC memiliki sifat ionik yang dapat menarik partikel-partikel endapan yang terdapat dalam sari kacang hijau sehingga dapat membentuk struktur gel dan meningkatkan kekentalan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa CMC dapat mengentalkan dan menstabilkan larutan karena reaksinya dengan air dan protein. Rendahnya stabilitas pada kontrol karena semua partikel yang ikut tersuspensi dalam sari kacang hijau ini mengendap. Hal ini diduga karena tidak adanya pemecahan partikel sama sekali oleh gelombang ultrasonik yang mampu mengecilkan ukuran partikel sehingga laju pengendapan jauh lebih cepat. Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel semakin kecil luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas cairan akan semakin memperlambat gerakan partikel untuk mengendap, sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Nandar 2009). Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, maka kita tidak dapat mempengaruhinya. Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. Koloid hidrofobik tidak terlarut dalam air dan tidak sepenuhnya dapat basah oleh air,tetapi kolid hidrofobik terdispersi sebagai molekul yang sangat kecil. Disebabkan ketidakstabilannya, koloid hidrofobik dapat tersuspensi sebagai partikel individu dalam jangka waktu yang cukup lama. Partikel-partikel tersebut dapat bergabung satu sama lain sehingga membentuk agregat. Agregasi partikel dapat dikenal juga sebagai koagulasi dan flokulasi. Gabungan partikel dapat terdiri dari ukuran partikel yang bermacam-macam dan konsentrasi yang berbeda-beda pula. Penggabungan partikel merupakan akibat lanjutan dari tumbukan antar partikel, dimana laju tumbukan sebanding dengan konsentrasi dari dua partikel yang saling bertumbukan (Gregory 2006). Stabilitas fisik suspensi didefinisikan sebagai kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel mengendap mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan yang ringan. Partikel yang mengendap ada
33
kemungkinan dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregat dan selanjutnya membentuk compacted cake dan peristiwa ini disebut caking (Nandar 2009). Tabel 7. Hasil pengamatan stabilitas suspensi secara visual 1 2 Sampel 4°C 28 °C 4°C 28 °C 4°C
3 28 °C
Kontrol
+
+
+
+
+
+
A1B1
+
+
+
+
+
+
A1B2
-
-
+
+
+
+
A1B3
-
-
+
+
+
+
A2B1
-
-
+
+
+
+
A2B2
-
-
-
-
+
+
A2B3
-
-
-
-
+
+
A3B1
-
-
-
-
+
+
A3B2
-
-
-
-
-
-
A3B3
-
-
-
-
-
-
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Berdasarkan uji stabilitas ini, sari kacang hijau dapat digolongkan menjadi suspensi sistem flokulasi yaitu partikel terflokulasi terikat lemah,cepat mengendap, dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Sifat dari sistem flokulasi yaitu partikel merupakan agregat yang bebas, sedimentasi terjadi cepat, sedimen terbentuk cepat, sedimen tidak membentuk cake yang keras dan mudah terdispersi kembali seperti semula, wujud suspensi kurang menyenangkan sebab sedimentasi terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata (Nandar 2009). Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikelbenar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat yang terdispersi harus halusdan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat terdispersikembali (Priyambodo 2007).Dengan dilakukannya proses sonikasi dan ditambahkan bahan penstabil CMC, maka minuman sari kacang hijau yang dihasilkan cukup stabil dengan tidak mengurangi kandungan gizinya. Sampel terbaik dari uji stabilitas ini adalah A3B3 (60 menit : 40%).
34
4.2.3. Uji Ukuran Partikel Uji ukuran partikel dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel sari kacang hijau yang dihasilkan dari proses sonikasi. Menggunakan dua cara yaitu pengujian dengan mikroskop digital pada semua sampel dan uji PSA (Particle Size Analyzer) pada sampel yang stabilitasnya paling baik dengan kontrol sebagai pembandinganya. Mikroskop adalah suatu alat yang dapat memperbesar benda hingga ribuan kali. Sebuah mikroskop digital terdiri dari mikroskop biasa dengan kamera digital yang dibangun ke dalamnya. Gambar yang terlihat melalui mikroskop digital dapat diproyeksikan ke monitor komputer dan disimpan pada file komputer. Perbedaan utama antara mikroskop optik dan mikroskop digital adalah pembesarannya. Mikroskop perbesaran optik dilakukan dengan mengalikan perbesaran lensa oleh pembesaran lensa mata. Karena mikroskop digital tidak memiliki sebuah lensa mata, pembesaran tidak dapat dilakukan dengan menggunakan metode ini. Sebaliknya untuk perbesaran mikroskop digital dilakukan dengan berapa kali lebih besar sampel adalah direproduksi pada monitor. Oleh karena itu, pembesaran akan tergantung pada ukuran monitor (Sativa 2011). Berdasarkan uji mikroskop terlihat jelas bahwa sampel kontrol (yang tidak diberi perlakuan) ukuran partikelnya masih sangat besar dan berkelompok. Setelah dilakukan proses sonikasi, partikel mulai terpecah menjadi bagian yang lebih kecil dan homogen, namun untuk sonikasi dengan waktu 20 menit meskipun partikel sudah mulai terpecah oleh gelombang ultrasonik tetapi masih ada beberapa partikel yang ukurannya cukup besar. Begitu pula dengan waktu sonikasi 40 menit, tapi terlihat semakin lama waktu sonikasi dan semakin besar amplitudo gelombang ultrasonik yang digunakan, maka ukuran partikel akan semakin kecil dan homogen, hal ini ditunjukkan dengan seragamnya gambar yang didapat dari uji mikroskop yaitu pada Lampiran 9. Tabel 8. Hasil uji ukuran partikel Sampel Ukuran Partikel Kontrol
88.9-241.2 µm
A1B1
3.2-85.8 µm
A1B2
1.8-47.3 µm
A1B3
1.8-40.8 µm
A2B1
2.2-34.0 µm
A2B2
3.2-16.2 µm
A2B3
2.2-11.7 µm
A3B1
2.7-10.5 µm
A3B2
2.2-7.6 µm
A3B3
0.5-0.8 µm
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
35
Uji PSA atau analisis ukuran partikel digunakan untuk menggambarkan distribusi ukuran partikel dalam sampel. Analisis ukuran partikel dapat diterapkan untuk bahan padat, suspensi, emulsi, bahkan aerosol. Ada banyak metode yang dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel suatu larutan. Pengujian PSA ini menggunakan prinsip difraksi laser, dimana ketika sinar cahaya (laser) tersebar oleh sekelompok partikel, sudut hamburan cahaya berbanding terbalik dengan ukuran partikel (misal ukuran partikel yang lebih kecil, semakin besar sudut hamburan cahaya). Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA biasanya menggunakan metode basah. Metode ini dinilai lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering ataupun pengukuran partikel dengan metode ayakan dan analisis gambar. Terutama untuk sampel-sampel dalam orde nanometer dan submikron yang biasanya memiliki kecenderungan aglomerasi (menggumpal) yang tinggi. Hal ini dikarenakan partikel didispersikan ke dalam media sehingga partikel tidak saling beraglomerasi. Dengan demikian ukuran partikel yang terukur adalah ukuran dari single particle. Selain itu hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga hasil pengukuran dapat diasumsikan sudah menggambarkan keseluruhan kondisi sampel (Lusi 2011). Sampel yang diuji merupakan sampel terbaik dari hasil uji stabilitas dan uji mikroskop yaitu sampel dengan perlakuan A3B3 (60 menit:40%) dan kontrol sebagai pembanding. Berdasarkan hasil pengujian (Lampiran 10), diperoleh ukuran partikel sari kacang hijau berkisar dari 500-800 nm sedangkan kontrol berkisar 1300-6000 nm karena alat yang digunakan hanya bisa membaca dari 0.6-7000 nm. Padahal, berdasarkan uji mikroskop partikel sari kacang hijau kontrol bisa mencapai 340 mikron atau setara dengan 240.000 nm. Dengan demikian perlakuan sonikasi selama 60 menit dengan amplitudo gelombang ultrasonik sebesar 40% cukup efektif untuk mengecilkan ukuran partikel dari rata-rata 240 mikron menjadi 500-600nanometersehingga dapat meningkatkan stabilitas suspensi sari kacang hijau.
4.2.4. Uji Organoleptik Uji organoleptik adalah disiplin ilmu yang menganalisa dan mengukur respon indera manusia terhadap komposisi produk yang dapat digunakan sebagai alat pengukuran daya terima terhadap produk (Susiwi 2009). Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang sangat sensitif. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen. Panelis yang dipilih dalam uji ini adalah panelis agak terlatih yang berjumlah 20 orang. Menurut Soekarto (1985), panelis yang termasuk kedalam panelis agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Penilaian panelis meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, dan rasa dari minuman sari kacang hijau. Pada penelitian ini uji organoleptik lebih difokuskan kepada penerimaan suatu produk. Uji penerimaan bersifat lebih subjektif, oleh karena itu beberapa panelis yang memiliki kecenderungan ekstrim (sangat suka atau sangat tidak suka terhadap suatu produk) tidak dapat digunakan pada uji penerimaan. Uji penerimaan dapat dilakukan dengan menggunakan panelis yang agak terlatih. Contoh pembanding atau contoh baku tidak digunakan pada uji penerimaan. Tanggapan harus diberikan segera dan secara spontan, bahkan tanggapan yang sudah diberikan tidak boleh ditarik kembali meskipun kemudian timbul keraguan. Tanggapan kesukaan yang dihasilkan bersifat sangat pribadi, sehingga kesan seseorang tidak dapat digunakan sebagai petunjuk tentang penerimaan dari suatu produk (Lawless dan Heymann 1999).
36
1.
Respon Panelis terhadap Warna
Skor Penerimaan Warna
Warna minuman sari kacang hijau yang dihasilkan dari penelitian ini umumnya hijau kekuningan. Hasil uji hedonik terhadap warna minuman sari kacang hijau menunjukkan skor penerimaan 4.60-5.45, hal ini membuktikan bahwa panelis menyukai warna minuman sari kacang hijau. Nilai skor penerimaan tertinggi dihasilkan dari perlakuan A2B2 (40 menit:30%), sedangkan skor terendah dihasilkan dari perlakuan A3B2 (60 menit:30%). 6
5.2
5.3
5.35
5
5.4
5.45
5.4 4.7
4.6
4.85
5
4 3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 17. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap warna minuman sari kacang hijau Warna adalah faktor pertama yang dinilai konsumen ketika membeli bahan pangan, meskipun penentuan bahan makanan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor seperti cita rasa, tekstur dan nilai gizinya (Winarno 2002). Skor penerimaan panelis terhadap warna sari kacang hijau yang disonikasi dengan berbagai variasi waktu dan amplitudo gelombang ultrasonik diperlihatkan pada Gambar 17. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 14 terdapat sembilan sampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A2B3 (40 menit : 40%) dan A2B2 (40 menit : 30%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
2.
Respon Panelis terhadap Rasa
Citarasa bahan makanan terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat larut dalam air liur sehingga dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Pada umumnya panelis menyukai karena rasa manisnya sari kacang hijau. Gambar 18 memperlihatkan bahwa skor penerimaan panelis terhadap rasa sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Dilihat dari histogram, rasa yang paling disukai oleh panelis adalah perlakuan A2B1 dengan skor 5.3 dan perlakuan yang paling banyak tidak
37
disukai adalah perlakuan A3B1 dengan skor 3.1. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99% menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berbeda nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Pada Lampiran 16 terdapat delapan sampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A3B1(60 menit : 20%) dan kontrol serta A2B3 (40 menit : 40%) dan A2B1 (40 menit : 20%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata.
Skor Penerimaan Rasa
6
5.05
4.95
5.05
5.3
5
5.2 4.6
5
4.05 3.55
4
3.75
3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 18. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap rasa minuman sari kacang hijau
3.
Respon Panelis terhadap Aroma
Aroma atau bau makanan sering menentukan kelezatan bahan makanan. Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera pembau. Aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen aroma tersebut harus sampai menyentuh silika sel ofaktori. Pada umumnya aroma atau bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran empat bau yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 2002). Walaupun semua sampel yang diujikan berasal dari bahan yang sama (sehingga memiliki aroma yang sama), namun hasil skor rata-rata penerimaan yang diperoleh masing-masing sampel bervariasi dan terbukti berbeda nyata. Karena tingkat kepekaan setiap panelis berbeda-beda, sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa tingkat kepekaan diperoleh dari pembawaan lahir (bakat), juga latihan dan pengalaman yang lama (Soekarto 1985). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penambahan waktu sonikasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap aroma minuman sari kacang hijau. Sampel yang memiliki skor penerimaan rata-rata yang paling tinggi terhadap atribut aroma adalah sampel dengan perlakuan A2B1 (40menit:20%) sebesar 5.75, sedangkan skor terendah terdapat pada perlakuan A3B2 (60 menit : 30%) sebesar 3.1. Skor
38
penerimaan panelis terhadap aroma minuman sari kacang hijau yang disonikasi dengan berbagai variasi waktu dan amplitudo gelombang ultrasonik dapat dilihat pada Gambar 19.
Skor Penerimaan
6
5.25
5.15
5.25
5.75
5.65
5.5
5
3.95
4
3.3
3.1
3.3
3 2 1 0 A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3 Kontrol Sampel Perlakuan Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 19. Histogram hubungan antara waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik terhadap aroma minuman sari kacang hijau Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis dominan menyukai aroma dari sari kacang hijau, namun ada beberapa sampel yang tidak disukai. Hasil analisis ragam uji hedonik dengan tingkat kepercayaan 99%menunjukkan bahwa perlakuan perbedaan waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berbeda nyata pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma produk minuman sari kacang hijau sehingga dilakukan uji Duncan. Berdasarkan perhitungan terdapat delapansampel yang memiliki rataan tertinggi dan berbeda nyata antar satu sampel dengan sampel lainnya hanya sampel A3B1(60 menit:20%) dan A3B3 (60 menit:40%) serta A2B2 (40 menit:40%) dan A2B1 (40 menit:20%) yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata bisa dilihat pada Lampiran 18.Gambar 19 memperlihatkan bahwa skor penerimaan panelis terhadap aroma sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Sampel terbaik berdasarkan uji organoleptik adalah A2B1 (40 menit : 20%) karena dari ketiga parameter uji organoleptik memiliki skor yang paling tinggi dibandingkan denggan sampel lainnya.
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Telah dilakukan proses pembuatan sari kacang hijau dengan ekstraksi penambahan air berbanding 1:8 terhadap bahan baku dengan variasi waktu sonikasi 20, 30, dan 40 menit serta amplitudo gelombang ultrasonik 20, 30, dan 40%. Penggunaan metode sonikasi cukup efektif dalam mengecilkan ukuran partikel sehingga dapat meningkatkan stabilitas sari kacang hijau karena larutan homogen. Hal ini didukung dengan uji mikroskop, uji stabilitas suspensi dan uji PSA dimana ukuran partikel sari kacang hijau berdiameter rata-rata 657 nm.Waktu sonikasi dan amplitudo gelombang ultrasonik berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas, aroma, rasa dan warna sari kacang hijau. Sonikasi terbaik yaitu dengan waktu 60 menit dan amplitudo gelombang sebesar 40%. Hasil penelitian pendahuluan untuk karakteristik awal menunjukkan bahwa biji kacang hijau memiliki kadar protein sebesar 22.29%, kadar lemak 4.70%, kadar serat 4.52%, kadar air 10.72 %, kadar abu 4.14%, dan kadar karbohidrat sebesar 53.63%. Untuk hasil penentuan bahan penstabil, CMC merupakan bahan penstabil yang dapat mengikat sari kacang hijau dalam air dengan waktu yang cukup lama dibandingkan dengan bahan penstabil maltodekstrin. Jumlah CMC dengan konsentrasi 0.1% merupakan hasil terbaik dari penelitian pendahuluan ini, sehingga untuk penelitian utama konsentrasi CMC yang dipergunakan adalah 0.1%. Berdasarkan hasil penelitian utama, kadar protein yang telah disonikasi berkisar antara 0.23% sampai 0.32%. Nilai kadar lemak berkisar antara 0.64%-1.62%. Nilai total padatan berkisar 9.61%-14.94%. pH bernilai antara 6.56-6.64. Nilai viskositas antara 26.67-44.03 Cp, serta total padatan terlarut antara 8.75-9°Brix. Berdasarkan uji penerimaan, panelis menyukai aroma sari kacang hijau dengan skor 3.315.75 yang artinya berkisar antara agak tidak suka sampai agak suka. Untuk warna bernilai 4.605.45, sedangkan rasa hanya bernilai antara 3.55-5.05. Berdasarkan semua parameter uji organoleptik skor penerimaan panelis terhadap aroma, warna, dan rasa sari kacang hijau perlakuan lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Sampel terbaik hasil uji organoleptik yaitu sampel A2B1 (40 menit : 20%).
5.2. SARAN Untuk meningkatkan viskositas maka diperlukan konsentrasi bahan penstabil yang lebih besar serta untuk mendapatkan penerimaan sari kacang hijau yang lebih baik, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari formulasi sari kacang hijau agar konsumen lebih menyukai warna, aroma dan rasanya. Selain itu perlu dilakukan penelitian dengan waktu sonikasi yang lebih lama dan amplitudo gelombang ultrasonik yang lebih besar agar partikel berukuran nano lebih banyak sehingga diharapkan stabilitas suspensi akan semakin baik.
40
DAFTAR PUSTAKA Andrianto TT dan N indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Yogyakarta: Penerbit Absolut. Anonim. 2010. Besarnya manfaat sari kacang hijau. http://besarnya.manfaat-sari-kacanghijau.html[10 Juli 2010] Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Ibrahim F, Asmanizar, Aisyah I, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Introduction to PHarmaceutical Dosage Forms. Ansel HC, Popovich NG, and Allen LV. 2005. PHarmaceutical Dosage Forms and DrugDelivery Sistem. Baltimore: Williams & Wilkins. AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical Chemistry. AOAC. Int.,Washington DC. Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya. Badan Pusat Statistik. 2010. Statistics Indonesia, http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/foods_crops_statistic/secondary_foods_crops.ht ml,[28 Maret 2010] Barrog CF, Antonio C, dan EMTMendezo. 1985. Polifenols in Mungbean (Vigna R. (L) Wipczek). Determination and removal. J. Agr. Food Chem. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Komposisi Zat Gizi Kacang Hijau. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Fafa. 2008. Viskositas. http://farmasiforyou.wordpress.com/tag/viskositas/. [05 Juni 2011] Fardiaz S. 1989. Penuntun Praktik Mikrobiologi Pangan. Bogor: Lembaga Sumber Daya Informasi, IPB. Gaman PM dan Sherrington KB1981. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito M, Naruki S, Murdiati A, dan Sardjono,penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of Food, An Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Ganz AJ. 1977. Celullose Hydrocolloids. Didalam Foods Colloids. Ed: H. D. Graham. The Publishing Company, Inc. West Port Connecticut. Giancoli DC. 1998. Fisika. Hanum Y, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: PHysics. . 2001. Fisika. Hanum Y, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: PHysics. Goberman GL. 1968. Ultrasonik Theory and Application. London: The English Universities Press Ltd, St. Paul’s House, Warwice Lane. Gregory J. 2006. Particles in Water. London: Taylor & Francis Group Hidayat N. 2008. Pengembangan produk & teknologi proses.http://ptp2007.wordpress.com/2008/03/26/sari-kacang-hijau-effervescent/[22 juni 2011] http://www.sciencedirect.com/. [12 juni 2011] Ilham MH. 2010. Penetapan kadar air. http://laporan-penetapan-kadar-air.html.[12 Juni 2011] Jay JM, MJ Loessner, dan DA Golden. 2005. Modern Food Mikrobiology. New York: Springer. Kay DE. 1979. Food Legume. London: Tropical Product Institute.
41
Keller J. 1984. Sodium Carboxymethylcellulose. Special Report. New York StateAgricultural Experimental Station. No 53. Pp9-19. Khalil A. 2006. Nutritional Improvement of an Egyptyan Brees Of Mung Bean by Probiotic Lactobacili. African J. Biotechnology, 5. Lawless HT dan Heymann H. 1999. Sensory Evaluation of Food: Principles and practices. New York: Kluwer Academic. Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Lead J. 2007. Nanoparticle in the aquatic and terrestrial environments. Issues in Environmental Science and Technology 24:1-18. Lusi. 2011. Cara mengetahui ukuran suatu partikel. http://index.pHp.htm.[12 Juni 2011] Marzuki R dan Soeprapto. 2005. Bertanam Kacang Hijau. Yogyakarta: Penebar Swadaya. Mason TJ dan Lorimer JP. 2002. Applied Sonochemistry: The Uses of Power Ultrasound in Chemistry and Processing. Mattjik AA dan Sumertajaya MI. 2006. Perancangan Percobaan. Bogor: IPB Press. Muchtadi D. 1995. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor:Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Murray JFC. 2000. Cellulosics. Dalam G.O PHilips and P.A Wiliams (Eds). Handbook of Hydrocolloids. Boca Raton: CRC Press. Nakahira A, Nakamura S, dan Horimoto M. 2007. Synthesis of Modified hydroxyapatite (HAP) substituted with Fe ion for DDS Aplication Osaka: IEEE Transactions on Magnetic 43 (6): 2465-2467. Nandar. 2009. Suspensi. http://fharmacy.blogspot.com/2009/04/suspensi.html. [19 Mei 2011] Nussinovitch A. 1997. Hydrocolloids Applications. London: Blackie Academic & Professional. Park B. 2007. Current and future applications of nanotechnology. Issues in environmental Science and Technology 24:1-18. Payumo EM. 1978. The Potensial of Mungbeans As a Protein Suplement For Child Feeding. Di Dalam The 1st International Mungbeans Symposium, AVDRC, Taiwan. Potter. 1973. Food Science. The Avi Publishing company. Inc. 706. Priyambodo B. 2007. Manajemen Industri Farmasi, edisi ke-1. Yogyakarta: Global Pustaka Utama . Purwono, dan Hartono R. 2008. Kacang Hijau. Yogyakarta: Penebar Swadaya. Santoso BB dan Bambang SP. 2005. Fisiologi dan Teknologi Pasca panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universitas Project. Sativa. 2011. Mikroskop digital. http://mikroskop/mikroskop-digital.html. [12 Juni 2011] Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Somaatmadja P. 1974. Pemuliaan Kacang Hijau di dalam LP3. Bogor. Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. [12 Juni 2010] Sundari TS, SSofia, dan HSuryantini. 2004. Pengolahan informasi penelitian yang sedang dilaksanakan menurut metode CARIS. Seri Pengembangan Perpustakaan Pertanian No. 31. Bogor: Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Sundarsih. 2009. Pengaruh waktu dan suhu perendaman kedelai pada tingkat kesempurnaan ekstraksi protein kedelai dalam proses pembuatan tahu. [Skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro. Susiwi S. 2009. Penilaian Organoleptik. Bahan Internet. http:// Organoleptik.pdf.[20 Juni 2011]
42
Suslick KS dan Price GJ. 1999. Application of Ultrasound to materials Chemistry. Annu.Rev. Sci. 29:295-326 Syarief R dan Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: Arcan. Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh maltodekstrin dan sususkim terhadap karakteristik yoghurt kacanghijau (PHaseolus Radiatus l.). [Skripsi]. Balai Besar Pengembangan Teknologi Tepat Guna - LIPI Ulum F. 1997. Studi pengolahan dan karakteristik mutu sari kacang hijau. [Skripsi]. Bogor: Teknologi Industri Pertanian, IPB. Wasetiawan. 2009. Faktor lingkungan bagi pertumbuhan mikroba. http://blog.unila.ac.id. [10 Mei 2011] Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . . . 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. . . . 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Prosedur pengujian a)
Kadar Air (AOAC 1995)
Sebanyak 2-10 gram contoh ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC selam 2 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (kehilangan berat selama pengeringan 30 menit tidak lebih dari 0.001 %)
Dimana: B1 = Bobot contoh awal (gram) B2 = Bobot contoh akhir (gram) b)
Kadar Protein (Metode Kjeldahl)
Sampel dihomogenkan, kemudian sampel seberat 0.1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 ml lalu ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1,2 serta 2,5 ml H2SO4 pekat. Selanjutnya sampel didekstruksi selama 2-3 jam sampai berwarna hijau jernih. Setelah didinginkan, sampel dicuci dengan air suling secukupnya, kemudian di destilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat 6 N. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan H2SO4 0.02 N dan indikator mengsel yang merupakan campuran dari metal merah dengan metal biru. Dilakukan juga penetapan blanko, kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Protein (%) = % N
faktor konversi (6.25)
c) Kadar Lemak (AOAC 1995) Sebanyak 2 gram contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik heksana dalam alat Soxhlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan dengan dengan cara diangin-anginkan dalam oven bersuhu 105°C. Contoh didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.
d)
Kadar Serat (AOAC 1995)
Sebanyak 1 gram bahan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N. Kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf bersuhu 105 °C selama 15 menit. Dinginkan bahan, kemudian ditambahkan 50 ml NaOH 1.25 N. bahan dihidrolisis kembali didalam autoklaf bersuhu 105 °C selama 15 menit. Saring bahan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya. Setelah itu, kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas+25 ml H2SO4 0.325 N dan air panas+25 aceton/alcohol. Angkat dan keringkan kertas saring dan bahan dalam oven 110 °C selama 1-2 jam.
45
e)
Total Padatan (AOAC 1995)
Sebanyak 2-10 gram contoh ditimbang di dalam cawan yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 °C selam 2 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan (kehilangan berat selama pengeringan 30 menit tidak lebih dari 0,05%)
f)
Kadar Abu (AOAC 1995)
Sebanyak 2-10 gram bahan ditimbang dalam labu porselen yang kering dan telah diketahui bobotnya. Kemudian pijarkan bahan dalam tanur sehingga diperoleh abu berwarna keputihputihan. Selanjutnya bahan didinginkan dalam desikator dan ditimbang
g)
Kadar Karbohidrat
Di dalam analisis bahan baku, kadar karbohidrat dihitung dengan cara by different, yaitu pengurangan jumlah komponen bahan total dengan jumlah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar serat dan kadar protein. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Kadar karohidrat(%)= 100%-(K. Air+K. Abu+K. Protein+K. Lemak+K. Serat) h)
pH (AOAC 1995)
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Nyalakan dan stabilkan terlebih dahulu pH meter selama 15-30 menit. Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan larutan buffer pada pH 7. Adapun untuk pengukuran pH sampel, suhu sampel diukur dan pengatur meter diatur pada suhu terukur. Elektroda dibilas akuades dan dikeringkan, selanjutnya dicelupkan pada sampel, pH meter dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka yang stabil pada suhu tertentu. i)
Total Padatan Terlarut (Muchtadi 1995)
Pengukuran total padatan terlarut (TPT) menggunakan hand Refractometer (0-39 °brix) yang sebelum dilakukan, alat dibersihkan terlebih dahulu dalam alkohol dan dikeringkan dengan tisue. Sampel yang akan diukur kemudian diletakan secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis antara gelap dan terang.
46
j)
Viscositas (Laboratory Manual Falling Ball Viscometer)
Viskositas diukur menggunakan alat viscometer Gilmont. Sampel dimasukan ke dalam tabung lalu masukan bola baja ke dalam tabung yang telah berisi sampel tersebut. Kemudian dihitung waktu mengalirnya bola dari tera garis awal sampai tera garis akhir. Viskositas dihitung dengan membandingkan larutan air dan larutan yang di uji dengan menggunakan persamaan :
keterangan : ηcairan : viskositas cairan/larutan yang di uji (Cp) ηair : viskositas air (1 Cp) ρair : kerapatan air (gram/cm3) ρcairan : kerapatan cairan/larutan yang diuji (gram/cm3) ρbola : kerapatan bola baja (7,96 gram/cm3) tcairan : waktu jatuhnya bola dalam cairan/larutan yang diuji dari tera pertama sampai tera kedua (sekon) tair : waktu jatuhnya bola dalam air dari tera pertama sampai tera kedua (sekon)
k)
Total Bakteri (TPC) (AOAC 1995)
Analisis mikroorganisme dilakukan dengan metode Total Plate Count (TPC) atau metode hitungan cawan. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan pada 9 ml larutan garam fisiologis sampai pengenceran ketiga untuk kemudian diinokulasikan pada cawan petri dengan media PCA menggunakan metode tuang. Setelah media membeku, cawan diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 oC selama 48 jam. Setelah itu jumlah koloni bakteri yang hidup dihitung dengan menggunakan colony counter. Tanda jika terdapat bakteri adalah adanya coloni berwarna putih pada media agar yang diinkubasi. l)
Total Kapang-Khamir (Fardiaz 1989)
Sebanyak 1 ml sampel di encerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis (0.85 % NaCl) hingga pengenceran 10-3. Satu ml contoh yang telah diencerkan di pipet ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan dengan ± 15 ml media PDA (Potatoes Dextrose Agar) dan digoyangkan secara mendatar agar contoh menyebar merata. Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 o C selama 48 jam. Tanda jika terdapat kapang atau khamir adalah adanya coloni berwarna putih dan membentuk filament atau hifa seperti kapas pada media agar yang diinkubasi.
m)
Uji Bakteri Salmonella
Sebanyak 1 ml sampel di encerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis (0.85 % NaCl) hingga pengenceran 10-2. Satu ml contoh yang telah diencerkan di pipet ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan dengan ± 15 ml media SSA (Salmonella Shigella Agar) dan digoyangkan secara mendatar agar contoh menyebar merata. Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-1 dan 10-2. Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu
47
37oC selama 48 jam. Tanda jika terdapat Salmonella adalah adanya titik-titik hitam pada media agar yang diinkubasi. n)
Uji Bakteri Coliform
Sebanyak 1 ml sampel di encerkan dalam 9 ml larutan garam fisiologis (0.85 % Nacl) hingga pengenceran 10-2. Satu ml contoh yang telah diencerkan di pipet ke dalam cawan petri steril, kemudian ditambahkan dengan ± 15 ml media EMB (Eosin Methylene Blue) dan digoyangkan secara mendatar agar contoh menyebar merata. Pengujian dilakukan pada pengenceran 10-1 dan 10-2. Setelah agar membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 o C selama 48 jam. Tanda jika terdapat E.coli adalah adanya coloni berwarna hijau metalik pada media agar yang diinkubasi.
48
Lampiran 2. Perhitungan analisis bahan baku Perlakuan K. Air
K. Abu
K. Lemak
K. Protein
K. Serat
K. Karbohidrat
Ulangan
Nilai (%)
1
10.90
2
10.55
1
4.10
2
4.17
1
4.82
2
4.58
1
22.81
2
21.76
1
4.83
2
4.22
1
52.54
2
54.72
Rata-Rata (%) 10.72
4.14
4.70
22.29
4.52
53.63
49
Lampiran 3. Perhitungan kadar protein Perlakuan Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2
A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
Protein (%)
Rata-Rata (%)
1
0.33
0.33
2
0.32
1
0.25
2
0.24
1
0.23
2
0.30
1
0.31
2
0.29
1
0.26
2
0.32
1
0.21
2
0.31
1
0.28
2
0.26
1
0.23
2
0.27
1
0.22
2
0.25
1
0.23
2
0.26
0.25
0.26
0.30
0.29
0.26
0.27
0.25
0.23
0.25
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
50
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
0.01414500
0.00157167
1.55
0.2524
Galat
10
0.01015000
0.00101500
Total
19
0.02429500
Perlakuan
R2
Koefisien Keragaman
Simapangan Baku Galat
respon Mean
0.582219
11.82155
0.031859
0.269500
Nilai R-Square sebesar 0.582219 atau sebesar 58.2219% yang dapat diartikan bahwa sebesar 58.2219% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
0.00310000
0.00155000
1.53
0.2638
B
2
0.00083333
0.00041667
0.41
0.6740
A*B
4
0.00336667
0.00084167
0.83
0.5361
Nilai p-value Faktor A dan B nilai ini lebih besar dari 0.01, dapat dikatakan bahwa A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap respon, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A dan B.
51
Lampiran 4. Perhitungan kadar lemak Perlakuan Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2
A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
Lemak (%)
Rata-Rata (%)
1
2.48
1.62
2
0.75
1
1.35
2
0.36
1
1.00
2
0.27
1
0.99
2
0.48
1
0.64
2
0.65
1
0.83
2
0.94
1
1.26
2
0.37
1
2.18
2
0.44
1
2.06
2
0.65
1
1.60
2
0.33
0.86
0.64
0.73
0.65
0.89
0.82
1.31
1.35
0.97
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
52
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
0.04872500
0.00541389
0.33
0.9430
Galat
10
0.16205000
0.01620500
Total
19
0.21077500
Perlakuan
R2
Koefisien Keragaman
Simapangan Baku Galat
respon Mean
0.231171
7.141591
0.127299
1.782500
Nilai R-Square sebesar 0.231171atau sebesar 23.1171% yang dapat diartikan bahwa sebesar 23.1171% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.
Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
0.01973333
0.00986667
0.61
0.5630
B
2
0.00130000
0.00065000
0.04
0.9608
A*B
4
0.00656667
0.00164167
0.10
0.9795
Nilai p-value Faktor A dan B nilai ini lebih besar dari 0.01, dapat dikatakan bahwa A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap respon, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A dan B.
53
Lampiran 5. Perhitungan totalpadatan Perlakuan Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2
A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
Padatan (%)
Rata-Rata (%)
1
16.44
14.94
2
13.44
1
13.20
2
10.95
1
13.32
2
11.11
1
13.73
2
11.16
1
11.43
2
11.11
1
11.44
2
10.00
1
10.96
2
10.74
1
9.02
2
10.73
1
8.63
2
10.91
1
8.39
2
10.84
12.07
12.21
12.44
11.27
10.72
10.85
9.88
9.77
9.61
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
54
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
47.37792500
5.26421389
2.51
0.0837
Galat
10
20.95045000
2.09504500
Total
19
68.32837500
Perlakuan
R2 0.693386
Koefisien Keragaman 12.72184
Simapangan Baku Galat
respon Mean
1.447427
11.37750
Nilai R-Square sebesar 0.693386atau sebesar 69.3386 yang dapat diartikan bahwa sebesar 69.3386 keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
18.63623333
9.31811667
4.45
0.0415
B
2
0.08963333
0.04481667
0.02
0.9789
A*B
4
0.44893333
0.11223333
0.05
0.9938
Nilai p-value Faktor A dan B nilai ini lebih besar dari 0.01, dapat dikatakan bahwa A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap respon, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A dan B.
55
Lampiran 6. Perhitungan pH Perlakuan Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2
A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
pH
1
6.60
2
6.54
1
6.59
2
6.54
1
6.64
2
6.57
1
6.62
2
6.55
1
6.67
2
6.61
1
6.63
2
6.52
1
6.62
2
6.57
1
6.70
2
6.64
1
6.68
2
6.62
1
6.67
2
6.55
Rata-Rata 6.57
6.56
6.60
6.58
6.64
6.57
6.60
6.67
6.65
6.61
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
56
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
0.02340500
0.00260056
0.93
0.5363
Galat
10
0.02785000
0.00278500
Total
19
0.05125500
Perlakuan
R2
Koefisien Keragaman
Simapangan Baku Galat
respon Mean
0.456638
0.798806
0.052773
6.606500
Nilai R-Square sebesar0.456638 atau sebesar 45,6638% yang dapat diartikan bahwa sebesar 45,6638% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model.
Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
0.01067778
0.00533889
1.92
0.1974
B
2
0.00241111
0.00120556
0.43
0.6602
A*B
4
0.00735556
0.00183889
0.66
0.6334
Nilai p-value Faktor A dan B nilai ini lebih besar dari 0.01, dapat dikatakan bahwa A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap respon, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A dan B.
57
Lampiran 7. Perhitungan viskositas Perlakuan
Ulangan
Kontrol A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3 A3B1 A3B2 A3B3
1
Viskositas (Cp) 44.06
2
44.01
1
41.23
2
32.03
1
36.65
2
35.17
1
36.66
2
40.93
1
33.41
2
28.41
1
28.34
2
30.51
1
30.27
2
33.81
1
31.99
2
33.03
1
32.03
2
29.21
1
26.33
2
27.02
Rata-Rata 44.03 36.63 35.91 38.80 30.91 29.43 32.04 32.51 30.62
26.67
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
470.5569000
52.2841000
6.67
0.0033
Galat
10
78.4082000
7.8408200
Total
19
548.9651000
Perlakuan
58
R2
Koefisien Keragaman
Simapangan Baku Galat
respon Mean
0.857171
8.295501
2.800146
33.75500
Nilai R-Square sebesar 0.857171atau sebesar 85,7171% yang dapat diartikan bahwa sebesar 85,7171% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
184.3616444
92.1808222
11.76
0.0024
B
2
5.6974778
2.8487389
0.36
0.7042
A*B
4
45.6568889
11.4142222
1.46
0.2863
Nilai p-value Faktor A kurang dari 0.01 sehingga dapat dikatakan bahwa faktor A berpengaruh nyata terhadap respon. Sedangkan nilai B lebih besar dari 0.01, dapat dikatakan bahwa B tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Sehingga hanya dapat dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A. Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
A
A
44.035
2
A0
B
37.112
6
A1
C
30.792
6
A2
C
29.935
6
A3
Huruf yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan pengaruh antar taraf dari faktor A. Sedangkan huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang sama antar taraf.
59
Lampiran 8. Perhitungan total padatan terlarut Perlakuan Kontrol
A1B1
A1B2
A1B3
A2B1
A2B2
A2B3
A3B1
A3B2
A3B3
Ulangan
°Brix
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
9.00
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
9.00
1
9.00
2
9.00
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
8.50
1
9.00
2
8.50
Rata-Rata 8.75
8.75
9.00
8.75
8.75
9.00
9.00
8.75
8.75
8.75
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
60
Hasil analisis keragaman Sumber
DB
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
9
0.26250000
0.02916667
0.33
0.9433
Galat
10
0.87500000
0.08750000
Total
19
1.13750000
Perlakuan
R2 0.230769
Koefisien Keragaman
Simapangan Baku Galat
respon Mean
3.351887
0.295804
8.825000
Nilai R-Square sebesar 0.230769atau sebesar 23,0769% yang dapat diartikan bahwa sebesar 23,0769% keragaman respon yang diamati dapat dijelaskan oleh faktor-faktor dalam model sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Sumber
DB
Type III SS
Kuadrat Tengah
F Hit
Pr > F
A
2
0.08333333
0.04166667
0.48
0.6345
B
2
0.08333333
0.04166667
0.48
0.6345
A*B
4
0.08333333
0.02083333
0.24
0.9104
Nilai p-value Faktor A dan B nilai ini lebih besar dari 0.01,dapat dikatakan bahwa A dan B tidak berpengaruh nyata terhadap respon, sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan terhadap faktor A dan B.
61
Lampiran 9. Hasil uji ukuran partikel
KONTROL (88.9-241.2 µm)
A1B2 (1.8-47.3 µm)
A2B1 (2.2-34.0 µm)
A1B1 (3.2-85.8 µm)
A1B3 (1.8-40.8 µm)
A2B2 (3.2-16.2 µm)
62
A2B3 (2.2-11.7 µm)
A3B2 (2.2-7.6 µm)
A3B1 (2.7-10.5 µm)
A3B3 (500-800 nm)
Keterangan : Kontrol : tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
Gambar 20. Hasil uji ukuran partikel
63
Lampiran 10. Uji PSA (Particle Size Analyser)
Gambar 21. Hasil uji PSA pada perlakuan A3B3(Waktu 60 menit: Amplitudo 40%)
64
Lampiran 11. Uji PSA (Particle Size Analyser) Con’t.
Gambar 22. Hasil Uji PSA pada perlakuan Kontrol
65
Lampiran 12. Lembar penilaianuji hedonik sari kacang hijau Instruksi : 1. Nyatakan penilaian Anda dengan memberikan tanda () pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda 2. Cicipi sampel yang tersedia menggunakan sendok yang sudah disediakan 3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air minum yang disediakan, kemudian cicipi sampel berikutnya 4. Jangan membandingkan antar sampel ! 5. Terimakasih dan selamat mencoba Nama : Uji Hedonik Warna, Aroma, Rasa PENILAIAN
WARNA 789
653
231
197
568
342
475
814
926
692
475
814
926
692
475
814
926
692
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka sangat tidak suka
PENILAIAN
RASA 789
653
231
197
568
342
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka sangat tidak suka
PENILAIAN
AROMA 789
653
231
197
568
342
Sangat suka Suka Agak suka Netral Agak tidak suka Tidak suka sangat tidak suka
66
Lampiran 13. Rekapitulasi data uji hedonik warna minuman sari kacang hijau KODE SAMPEL
Total Sampel
PANELIS
TOTAL PANELIS 789
653
231
197
568
342
475
814
926
692
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Yi
∑Yij2
Yi2
1
5
5
5
6
6
5
6
6
5
6
55
305
3025
2
5
6
4
5
6
6
3
4
5
7
51
273
2601
3
6
6
5
5
6
5
4
5
6
6
54
296
2916
4
5
5
5
5
5
5
6
6
6
6
54
294
2916
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
40
160
1600
6
7
7
7
6
6
6
5
5
5
5
59
355
3481
7
6
6
5
6
6
5
5
5
5
6
55
305
3025
8
4
6
6
6
5
5
5
4
4
4
49
247
2401
9
5
6
6
6
6
5
3
2
5
1
45
233
2025
10
5
4
5
6
6
5
6
6
6
6
55
307
3025
11
4
3
6
6
4
4
4
5
3
4
43
195
1849
12
6
6
6
6
6
6
5
5
5
5
56
316
3136
13
6
5
6
6
5
6
7
6
6
5
58
340
3364
14
4
4
4
4
4
6
4
4
4
4
42
180
1764
15
6
6
6
4
6
6
3
3
3
6
49
259
2401
16
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7
57
331
3249
17
5
6
6
6
6
6
4
3
3
6
51
275
2601
18
5
5
6
6
6
6
5
5
6
4
54
296
2916
19
5
5
5
5
6
6
4
3
3
3
45
215
2025
20
6
6
5
5
5
5
5
5
6
5
53
283
2809
Yj
104
106
107
108
109
108
94
92
97
100
1025
∑jYij2
1078
1804
1424
1818
1444
1167
1041
809
858
1064
(Yj)2
10816
11236
11449
11664
11881
11664
8836
8464
9409
10000
Rata-rata
5.2
5.3
5.35
5.4
5.45
5.4
4.7
4.6
4.85
5
53129 5465
1054 19
67
Lampiran 14. Perhitungan nilai uji organoleptik warna sari kacang hijau Faktor Koreksi
5253.13
Kuadrat Total
211.875
Kuadrat Perlakuan
17.825
Kuadrat Kelompok
59.775
JKG
134.275
Tabulasi Sumber keragaman
db
jk
kt
fhit
Perlakuan
9
17.825
1.98056
2.52225
kelompok
19
59.775
0.78523
galat
171
134.275
total
199
Nilai F Tabel 1%
2.32
Nilai F Tabel 5%
1.83
F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (1%) F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (5%) A3B2
4.6
A
A3B1
4.7
B
A3B3
4.85
C
5
D
A1B1
5.2
E
A1B2
5.3
F
A1B3
5.35
G
A2B1
5.4
H
A2B3
5.4
I
A2B2
5.45
I
Kontrol
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
68
Lampiran 15. Rekapitulasi data uji hedonik rasa minuman sari kacang hijau KODE SAMPEL
Total Sampel
PANELIS
TOTAL PANELIS 789
653
231
197
568
342
475
814
926
692
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Yi
∑Yij2
Yi2
1
5
6
6
6
5
5
6
6
6
6
57
327
3249
2
7
5
6
6
6
6
2
2
2
2
44
234
1936
3
5
4
4
5
6
4
5
6
6
6
51
267
2601
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
45
205
2025
5
6
6
6
6
6
6
2
2
2
1
43
229
1849
6
6
6
7
6
5
4
2
2
5
2
45
235
2025
7
3
3
6
6
6
6
2
3
6
2
43
215
1849
8
3
4
5
6
3
6
3
4
4
3
41
181
1681
9
6
6
5
7
6
5
3
2
5
2
47
249
2209
10
4
5
6
5
5
6
3
3
4
4
45
213
2025
11
4
4
6
6
4
3
5
6
5
5
48
240
2304
12
6
6
6
6
6
6
2
2
2
2
44
232
1936
13
5
7
3
5
3
4
2
2
6
2
39
181
1521
14
6
4
4
4
4
4
3
5
4
4
42
182
1764
15
6
4
4
4
4
5
3
3
3
3
39
161
1521
16
4
4
4
5
5
5
5
7
7
7
53
295
2809
17
6
6
4
3
4
6
3
4
5
3
44
208
1936
18
4
5
5
5
6
6
6
6
5
6
54
296
2916
19
5
4
4
5
6
6
4
4
3
3
44
204
1936
20
6
6
6
6
6
6
5
7
7
7
62
388
3844
Yj
101
99
101
106
100
104
71
81
92
75
930
∑jYij2
598
632
1372
1804
801
1782
314
510
994
372
(Yj)2
10201
9801
10201
11236
10000
10816
5041
6561
8464
5625
Rata-rata
5.05
4.95
5.05
5.3
5
5.2
3.55
4.05
4.6
3.75
43936 4742
87946
69
Lampiran 16. Perhitungan nilai uji organoleptik rasa sari kacang hijau Faktor Koreksi
4324.5
Kuadrat Total
417.5
Kuadrat Perlakuan
72.8
Kuadrat Kelompok
69.1
JKG
275.6
Tabulasi Sumber keragaman
db
jk
kt
fhit
Perlakuan
9
72.8
8.0888889
5.0188679
kelompok
19
69.1
1.6116959
galat
171
275.6
total
199
Nilai F Tabel 1%
2.32
Nilai F Tabel 5%
1.83
F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (5%) F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (1%) A3B1
3.55
A
Kontrol
3.75
A
A3B2
4.05
B
A3B3
4.6
C
A1B2
4.95
D
A2B2
5
E
A1B1
5.05
F
A1B3
5.05
G
A2B3
5.2
H
A2B1
5.3
H
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
70
Lampiran 17. Rekapitulasi data uji hedonik aroma minuman sari kacang hijau KODE SAMPEL TOTAL PANELIS 653
231
197
568
342
475
814
926
692
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Yi
∑Yij2
Yi2
1
5
6
7
7
6
6
5
7
6
7
62
390
3844
2
4
5
3
5
5
5
2
2
3
2
36
146
1296
3
5
6
6
6
6
6
4
3
7
6
55
315
3025
4
6
6
6
6
6
6
5
3
2
1
47
255
2209
5
6
5
7
7
7
7
1
2
2
1
45
267
2025
6
7
7
7
7
6
5
2
2
2
2
47
273
2209
7
6
5
7
6
7
6
3
3
4
4
51
281
2601
8
5
4
6
6
6
7
5
3
5
2
49
261
2401
9
4
6
6
6
6
5
4
2
5
2
46
234
2116
10
5
5
6
6
6
6
6
6
6
7
59
351
3481
11
4
3
6
6
5
3
6
5
3
5
46
226
2116
12
6
6
5
5
5
5
1
1
2
1
37
179
1369
13
6
5
3
5
6
6
2
2
3
1
39
185
1521
14
6
7
5
7
7
5
2
1
2
1
43
243
1849
15
6
6
3
3
3
3
3
3
3
3
36
144
1296
16
2
2
3
5
6
5
3
3
6
5
40
182
1600
17
5
3
4
5
6
6
3
6
7
3
48
250
2304
18
5
5
5
5
5
5
4
3
6
7
50
260
2500
19
6
4
4
6
6
7
2
2
2
1
40
202
1600
20
6
7
6
6
3
6
3
3
3
5
48
254
2304
Yj
105
103
105
115
113
110
66
62
79
66
924
∑jYij2
1414
926
2270
1903
2340
2307
453
307
736
358
(Yj)2
11025
10609
11025
13225
12769
12100
4356
3844
6241
4356
5.25
5.15
5.25
5.75
5.65
5.5
3.3
3.1
3.95
3.3
Total Sampel
PANELIS
789
Rata-rata
43666 4898
89550
71
Lampiran 18. Perhitungan nilai uji organoleptik aroma sari kacang hijau Faktor Koreksi
4268.88
Kuadrat Total
629.12
Kuadrat Perlakuan
208.62
Kuadrat Kelompok
97.72
JKG
322.78
Tabulasi Sumber keragaman
db
jk
kt
fhit
Perlakuan
9
208.62
23.18
12.2801
kelompok
19
97.72
1.8876
galat
171
322.78
total
199
Nilai F Tabel 1%
2.32
Nilai F Tabel 5%
1.83
F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (1%) F hitung > F Tabel = Berbeda Nyata (5%) A3B2
3.1
A
Kontrol
3.3
B
A3B1
3.3
C
A3B3
3.95
C
A1B2
5.15
D
A1B1
5.25
E
A1B3
5.25
F
A2B3
5.5
G
A2B2
5.65
H
A2B1
5.75
H
Keterangan : Kontrol : Tidak dilakukan sonikasi A1B1 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A1B2 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A1B3 : waktu sonikasi 20 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A2B1 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A2B2 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A2B3 : waktu sonikasi 40 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40% A3B1 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 20% A3B2 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 30% A3B3 : waktu sonikasi 60 menit amplitudo gelombang ultrasonik 40%
72