ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
PENGARUH VARIASI DOSIS KOAGULAN TERHADAP PERUBAHAN PARAMETER FISIKA – KIMIA KUALITAS AIR BAKU (Studi Kasus : PDAM Kota Samarinda)
#
$
%
! &'
" (
ABSTRACT This research was conducted with the aim of obtained the physical – chemical parameter change water quality caused by the coagulant dose variant. Issues raised in this study is a variation of the added coagulant dose on each raw water samples with dose of 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, and 60 ml. Raw water is obtained from Cendana Intake as much as 6 samples, and then the other raw water is obtained from Palaran Intake as much as 6 samples. Of each raw water sample obtained reported on the weather conditions, and ebb & flow river conditions at the time of data collect. Obtained data analyzed using anova test to find out the availability of influence resulting from coagulant dose variant : (a) Raw water turbidity parameter with a value Fcal 33,61 and Ftable 1,82 (0,05), 2,32(0,01). Raw water color parameter with a value Fcal 32,15 dan Ftable 1,82 (0,05), 2,32(0,01). Raw water pH parameter with a value Fcal 260 dan Ftable 1,82 (0,05), 2,32(0,01). Fcal value > Ftable value at all anova test for each parameter indicates that coagulant additions greatly affect turbidity and color parameters change derived raw water suitable standard PERMENKES/No.492/PER IV/2010 about drink water (turbidity 5 NTU and color 15 PtCo). While the addition of coagulant in the raw water will lower the pH of the water, up to add lime or soda ash to raise the pH. In total all raw water samples with turbidity 30 – 80 ppm each matching derived optimal dose distribution average as big 20 – 35 ppm. Key word : coagulant, water turbidity, water color, dan pH of water.
PENDAHULUAN Sungai Mahakam yang merupakan salah satu sumber utama air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Samarinda perlu dilakukan pengolahan dalam hal pendistribusiannya kepada pelanggan. Sumber air yang berasal dari sungai Mahakam kita ketahui banyak mengandung partikel – partikel dari berbagai terutama limbah industri serta rumah tangga yang membuat air tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Salah satu langkah pengolahan yang dilakukan oleh PDAM Kota Samarinda dalam memperbarui kualitas air sungai mahakam secara signifikan dengan menambahkan koagulan pada air tersebut. Salah satu jenis koagulan yang biasa digunakan untuk hal tersebut adalah Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3. 14H2O atau yang biasa kita kenal dengan tawas.Pengolahan air minum dimaksudkan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme patogen, memperbaiki turbiditas, rasa dan bau, membuang mineral dan materi organik serta inorganik berbahaya lainnya yang terlarut dalam air. Proses utama pengolahan air bersih meliputi penapisan, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi (Sutapa, 2006). Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi dosis koagulan terhadap perubahan parameter fisika kimia kualitas air di PDAM Kota Samarinda. Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang kajian Jar Test koagulasi – flokulasi yang dilakukan oleh Ignasius D.A. Sutapa, namun penelitian yang dilakukan yaitu pada pengolahan air baku yang berupa air gambut yang diolah menjadi air bersih (Sutapa, 2006). Dari hasil penelitian ini sedapat mungkin diperoleh keterangan – keterangan tentang perubahan beberapa parameter fisika kimia kualitas air sesuai standar PERMENKES No 492/PER/IV/2010, serta penentuan dosis optimum koagulan tawas yang harus digunakan untuk masing – masing tingkat sampel air baku.
182
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 METODOLOGI PENELITIAN Persiapan Penelitian Menyiapkan seluruh instrumen yang akan digunakan pada penelitian, kemudian memeriksa kondisi flocculator, disk komparator, turbidimeter, dan spektrofotometer, setelah itu dapat dilaksanaan metode Jar Test. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan Juli-Agustus di laboratorium induk PDAM Kota Samarinda dan laboratorium fisika komputasi dan pemodelan FMIPA Universitas Mulawarman. Sampel air bakudiperoleh dari intake PDAM Palaran dan PDAM Cendana, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan kondisi cuaca serta pasang – surut air sungai pada saat pengambilan data. Setelah itu sampel air baku diberi koagulan dan pengolahannya menggunakan metode Jar Test dengan variasi dosis 5,10,15,20,25,dan 30 ml, kemudian dilakukan aduk cepat 3 menit, aduk lambat 20 menit dan pengendapan (sedimentasi) 10 menit, kemudian diulangi langkah diatas menggunakan kondisi awal kualitas air yang sama dengan dosis masing – masing sebanyak 35, 40, 45, 50, 55, dan 60 ml. Langkah selanjutnya adalah penentuan parameter fisika – kimia kualitas air berupa kekeruhan, warna, dan pH air. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang diberikan dari penambahan koagulan terhadap air baku, maka dilakukan uji statistik berupa uji anova. Sedangkan penentuan dosis optimum didasarkan pada hasil terbaik kualitas air yang diperoleh dari pengujian masing-masing sampel. Dimana kualitas air yang diperoleh harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh PERMENKES/NO.492/PER/IV/2010 mengenai air minum.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Anova Untuk menganalisis data yang diperoleh pada penelitian yang telah dilakukan maka dilakukan uji statistik menggunakan anova untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh koagulan tawas yang digunakan terhadap kualitas air yang dihasilkan. Pengujian dilakukan terhadap masing – masing parameter yang dihasilkan serta menggabungkan data yang diperoleh pada intake PDAM Cendana dan intake PDAM Palaran. Berikut ini merupakan hasil uji anova yang diperoleh dari hasil pengolahan data : Tabel 1. Analisis data variasi dosis koagulan tawas terhadap kekeruhan air yang diperoleh Sumber Variasi
Db
JK
KT
Perlakuan Sisa Total
12 143 155
52582.85 18643.45 71225.9
4381.9 130.37
F Hitung 33.61**
F Tabel 0.05 1.82
0.01 2.32
**)Berpengaruh sangat signifikan Tabel 2. Analisis data variasi dosis koagulan tawas terhadap warna air yang diperoleh Sumber Variasi
Db
JK
KT
F Hitung
Perlakuan Sisa Total
12 143 155
1942665.757 719942.83 2662608.59
161888.75 5034.56
32.155**
F Tabel 0.05
0.01
1.82
2.32
**)Berpengaruh sangat signifikan Tabel 3. Analisis data variasi dosis koagulan tawas terhadap pH air yang diperoleh Sumber Variasi
Db
JK
KT
F Hitung
Perlakuan Sisa Total
12 143 155
40.64 1.8 42.44
3.38 0.013
260**
F Tabel 0.05
0.01
1.82
2.32
**)Berpengaruh sangat signifikan
183
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Dari tabel 1, 2, dan 3 terlihat bahwa nilai Fhitung > Ftabel, maka hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan pada penambahan variasi dosis koagulan terhadap perubahan parameter kualitas air baku (kekeruhan, warna, dan pH) yang dihasilkan pada metode Jar Test. Masing – masing sampel air baku yang diperoleh memiliki tingkat kekeruhan, warna dan pH yang berbeda – beda, oleh karena itu penambahan dosis optimum tawas juga harus disesuaikan dengan besaran dosis optimum yang diperoleh pada saat melakukan uji dengan metode Jar Test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Intake PDAM Cendana Sampel 1: Diambil pada kondisi pasang dengan kekeruhan air 48,5 NTU, warna 243 PtCo, dan pH 6,8. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 1:
(a)
(b)
Gambar 1. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 1 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 20 ppm (dibutuhkan 60 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 3,61 NTU dan warna 0 PtCo (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,3 (gambar b). Sampel 2: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 75,6 NTU, warna 258 PtCo, dan pH. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 2:
(a)
(b)
Gambar 2. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air
184
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Pada sampel 2 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 30 ppm (dibutuhkan 90 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 3.20 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 5.9 (gambar b). Sampel 3: Diambil pada kondisi pasang dengan kekeruhan air 43,8 NTU, warna 260 PtCo, dan pH 6,5. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 3:
(a)
(b)
Gambar 3. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 3 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 30 ppm (dibutuhkan 90 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 4,77 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 5,8 (gambar b). Sampel 4: Diambil pada kondisi pasang dengan kekeruhan air 32,0 NTU, warna 245 PtCo, dan pH 6,4. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 4:
(a)
(b)
Gambar 4. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 4 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 35 ppm (dibutuhkan 105 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 4,71 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 5,8 (gambar b).
185
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Sampel 5: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 39,9 NTU, warna 255 PtCo, dan pH 6,6. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 5:
(a)
(b)
Gambar 5. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 5 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 25 ppm (dibutuhkan 75 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang belum memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 5,76 NTU dan warna 29 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,0 (gambar b). Sampel 6: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 46,2 NTU, warna 257 PtCo, dan pH 6,7. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 6:
(a)
(b)
Gambar 6. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 6 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 25 ppm (dibutuhkan 75 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 4,96 NTU dan warna 1 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 5,9 (gambar b). Sampel Intake PDAM Palaran Sampel 7: Diambil pada kondisi pasang dengan kekeruhan air 63,5 NTU, warna 354 PtCo, dan pH 6,8. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 7:
186
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
(a)
(b)
Gambar 7. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 7 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 35 ppm (dibutuhkan 6,125 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang belum memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 9,60 NTU dan warna 7 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 5,6 (gambar b). Sampel 8: Diambil pada kondisi pasang dengan kekeruhan air 63,5 NTU, warna 345 PtCo, dan pH 6,9. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 8:
(a)
(b)
Gambar 8. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 8 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 25 ppm (dibutuhkan 4,375 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 4,65 NTU dan warna 15 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,0 (gambar b). Sampel 9: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 83,2 NTU, warna 245 PtCo, dan pH 6,8. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 9:
187
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
(a)
(b)
Gambar 9. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 9 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 20 ppm (dibutuhkan 3,5 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 4,49 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,0 (gambar b). Sampel 10: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 82,6 NTU, warna 176 PtCo, dan pH 6,9. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 10:
(a)
(b)
Gambar 10. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 10 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 20 ppm (dibutuhkan 3,5 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang telah memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 3,18 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,2 (gambar b). Sampel 11: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 89,8 NTU, warna 327 PtCo, dan pH 6,8. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 11:
188
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013
(a)
(b)
Gambar 11. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 11 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 20 ppm (dibutuhkan 3,5 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang belum memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 2,81 NTU dan warna 17 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,2 (gambar b). Sampel 12: Diambil pada kondisi surut dengan kekeruhan air 69,7 NTU, warna 260 PtCo, dan pH 6,8. Hubungan yang diberikan dapat dilihat pada gambar 12:
(a)
(b)
Gambar 12. Hubungan variasi dosis koagulan terhadap parameter kualitas air Pada sampel 12 diperoleh dosis optimum terbaik sebesar 20 ppm (dibutuhkan 3,5 l/detik larutan tawas 1%) dengan paramer fisika yang belum memenuhi standar air minum dengan kekeruhan sebesar 2,54 NTU dan warna 0 PtCo (gambar a) (batas maksimum yang diperbolehkan PERMENKES No. 492/MENKES/PER/IV/2010 untuk kekeruhan 5 NTU dan warna 15 PtCo). Untuk parameter kimia air baku diperoleh nilai pH sebesar 6,0 (gambar b).
KESIMPULAN Hasil uji anova memperlihatkan bahwa nilai Fhitung untuk parameter kekeruhan yaitu 33,61, warna 32,155, dan pH air 260. Sedangkan nilai Ftabel untuk semua parameter dengan (0,05) adalah 1,82 dan (0,01) adalah 2,32. Nilai Fhitung > Ftabel menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pada pemberian dosis koagulan terhadap perubahan parameter fisika – kimia kualitas air. Dimana perubahan air yang dihasilkan sesuai dengan PERMENKES No.492/PER/IV/2010.
189
ISBN : 978-602-19421-0-9 Prosiding Seminar Nasional Kimia 2013 Selain itu Dari semua sampel yang diperoleh pada Intake PDAM Cendana dan Intake PDAM Palaran (dengan kekeruhan 30 – 80 NTU), dosis optimum tawas rata – rata adalah sebesar 20 – 35 ppm. Pada dosis tersebut hampir semua sampel dapat mencapai nilai terbaik yang memenuhi standar air minum.
DAFTAR PUSTAKA Apostol, G., Kouachi, R. Optimization Of Coagulation-Flocculation Process With Aluminium Sulfate Based On Response Surface Methodology (Journal). U. P. B. Sci. Bull., Series B, Volume 73, Iss 2, 2011 Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta; Gajah Mada University Press Fajri, N., Hadiwidodo, M. 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibukota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten (Jurnal). Jurusan Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro. Vol 3 No. 2 September (Hal 78-85). Mulya, W. 2012. Kajian Efektivitas dan Efisiensi Modifikasi Pengolahan Air Dengan Roughing Filter Untuk Bahan Baku Air Minum (Tesis). Magister Ilmu Lingkungan Universitas Mulawarman Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pribadi, A.M. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Way Sulan Kecil Kabupaten Lampung Selatan. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Sutapa, Ignasius D.A. 2006. Kajian Jartest Koagulasi-Flokulasi Sebagai Dasar Perancangan Instalasi Pengolahan Air Gambut Menjadi Air Bersih. LIPI: Halaman 2 Triweko, W. Hatmoko, W. 2011. Pengelolaan Alokasi Air Pada Wailayah Sungai. Surakarta; Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air. Yetti, E. 2007. Evaluasi Kualitas Air Sungai – sungai di Kawasan DAS Brantas Hulu Malang Dalam Kaitannya Dengan Tata Guna Lahan dan Aktivitas di sekitarnya (Tesis). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
190