PENGARUH URUTAN PENAMBAHAN TANAH DIATOM SEBAGAI KOAGULAN AID DALAM PENGOLAHAN AIR TERCEMAR ALGA EFFECT OF ADDITION SEQUENCE DIATOMACEOUS EARTH AS A COAGULANT AID FOR TREATING POLLUTED ALGAE CONTAINING SURFACE WATER Deify Novandy1 dan Yuniati Zevi2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jl Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak : Peningkatan konsentrasi alga di perairan dapat mengganggu proses pengolahan air dengan mengurangi efektifitas proses koagulasi dan flokulasi. Kandungan alga dalam air secara langsung akan meningkatkan penggunaan koagulan. Kemampuan diatomaceous earth atau disebut juga tanah diatom sebagai koagulan aid dalam membantu menyisihkan alga di perairan diuji dalam penelitian ini. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan tanah diatom sangat berguna dalam mengurangi pemakaian dosis koagulan Polyaluminium Chloride (PAC) untuk mereduksi kandungan alga. Selain itu, perbedaan urutan penambahan tanah diatom terhadap penambahan PAC juga akan mempengaruhi proses reduksi alga. Penambahan tanah diatom sebelum penambahan PAC menunjukkan hasil yang paling optimum dalam menyisihkan alga. Efisiensi penyisihan klorofil total meningkat hingga 34% dengan mengkombinasi koagulan PAC dan tanah diatom. Dalam penyisihan kekeruhan, penambahan tanah diatom tidak begitu memberikan perbedaan hasil penyisihan yang signifikan. Namun, penambahan tanah diatom yang berlebihan dapat meningkatkan nilai kekeruhan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian dimana dengan dosis PAC 20 mg/L, penambahan dosis tanah diatom yang melebihi 20 mg/L akan menurunkan efisiensi penyisihan kekeruhan. Jika dibandingkan dengan penyisihan alga, menggunakan dosis diatom sebesar 20 mg/L dan dosis tanah diatom sebanyak 20 mg/L menunjukkan efisiensi penyisihan kekeruhan dan penyisihan alga yang paling optimum. Hal ini menunjukkan bahwa dengan mengkombinasikan PAC dan tanah diatom sebagai koagulan utama dan koagulan aid, proses koagulasi akan lebih efektif dan efisien baik dari aspek ekonomis maupun aspek lingkungan. Kata Kunci : Alga, diatom, flokulasi, koagulasi
Abstract : Increasing polluted alga containing surface water can interfere water treatment process by reducing effectiveness of coagulation and flocculation process. Alga containing in surface water directly will increase the usage of coagulant. The feasibility of using diatomaceous earth or usually called diatomite as a coagulant aid to reducing algae in surface water was investigated in this study. Result demonstrated that addition of diatomaceous earth is advantageous due to reduction of the Poly Aluminium Chloride (PAC) dose require for satisfactory treatment of algae. Furthermore, addition sequence diatomite will affect algae removal efficiency. Adding the diatomite before PAC enhances algae removal. Removal efficiency for total chlorophyll was improved to 34% by combining coagulant PAC and diatomite. In turbidity removal, adding diatomite did not give significant result. However, addition excessive diatomite will increase the level of turbidity. It was proved by using 20 mg/L of PAC dose, addition of diatomite more than 20 mg/L reduce turbidity removal efficiency. Comparing with the removal of algae, PAC doses of 20 mg/L and diatomite dose of 20 mg/L showed optimum turbidity and algae removal efficiency. It concluded that by combining PAC and diatomaceous earth as a primary coagulant and coagulant aid, the coagulation process will be more effective and efficient for economic and environmental aspects. Keywords : Algae, coagulation, diatomite, flocculation,
1
PENDAHULUAN Bertambahnya jumlah pencemar yang masuk ke perairan, menyebabkan meningkatnya masalah pada air baku. Salah satu masalah yang saat ini menjadi perhatian adalah algae blooming yaitu dimana terjadinya pertumbuhan alga yang sangat berlimpah di perairan. Masalah algae blooming dapat mengganggu proses pengolahan air dengan mengurangi efektivitas proses koagulasi-flokulasi (berperan sebagai inhibitor). Tingginya kandungan alga dalam air secara langsung meningkatkan pemakaian dosis koagulan. Seperti yang kita tahu, proses koagulasi adalah salah satu unit proses yang paling penting. Efisiensi proses downstream (sedimentasi dan filtrasi) bergantung pada efisiensi proses koagulasi. Pada kondisi air baku dengan kandungan alga yang cukup tinggi, dibandingkan dengan penambahan pemakaian koagulan PAC, tanah diatom dapat digunakan sebagai koagulan tambahan. Koagulan tambahan atau koagulan aid merupakan koagulan yang berfungsi sebagai pembantu koagulan utama dalam proses koagulasi. Selain untuk mendapatkan air yang lebih jernih, koagulan aid juga sengaja ditambahkan untuk mempercepat proses pengendapan dan mengurangi pemakaian dosis koagulan utama. Tanah diatom merupakan tanah berbasis silika yang sangat mudah didapat dan murah harganya. Selain itu, sifatnya yang tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi, bersifat polielektronik, serta berperan penting dalam penyisihan alga, diharapkan dapat mengurangi pemakaian koagulan sintetik sehingga lebih ramah lingkungan dan mempunyai nilai tambah yang tinggi. Perbedaan urutan penambahan tanah diatom sebagai koagulan aid juga akan mempengaruhi proses reduksi kekeruhan dan alga. Penambahan tanah diatom sebelum penambahan koagulan PAC, penambahan tanah diatom bersamaan dengan PAC, maupun penambahan tanah diatom setelah PAC, akan memberikan efisiensi penyisihan kekeruhan dan penyisihan alga yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena urutan penambahan tanah diatom sebagai koagulan aid akan mempengaruhi struktur flok, densitas flok, serta zeta potensial (Wu, et al., 2011). Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efektifitas tanah diatom sebagai koagulan tambahan dan mengetahui pengaruh urutan penambahan tanah diatom terhadap penambahan PAC dalam penyisihan alga. Selain itu, dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan alternatif yang bermanfaat dan lebih ramah lingkungan dalam proses pengolahan air.
METODOLOGI Sumber air baku berasal dari titik inlet masuknya air Sungai Cikapundung ke sistem pengolahan di PDAM Badak Singa Kota Bandung sebagai sumber total solid. Sedangkan untuk sumber alga, air pada kolam Taman Ganesha Bandung yang digunakan. Perlakuan terhadap kedua air baku yaitu pencampuran kedua sumber air baku dengan perbandingan air PDAM dan air alga sebesar 4:1. Pada air baku campuran dilakukan karakterisasi awal berupa pengecekan pH, kekeruhan, dan konsentrasi alga. pH air baku berkisar antara 6 hingga 7, sedangkan kekeruhan campuran air baku sekitar 33,7 NTU. Setelah pencampuran, konsentrasi alga dalam air baku bekisar antara 0.2 mg/L hingga 0,6 mg/L. Tanah diatom yang digunakan sebagai koagulan aid diperoleh dari daerah Kuningan Kecamatan Darma. Perlakuan terhadap tanah diatom yaitu pengelompokkan tanah menggunakan shaker dengan ukuran pori 200 mesh. Dari hasil pengujian SEM yang dilakukan, tanah diatom yang digunakan sebagai koagulan aid mengandung elemen berupa
2
53,03% oksigen, 18,74% silika, 16,99% alum, dan sisanya berupa karbon 8,16%, besi 2,11%, dan titanium 0,98%. Diagram alir metodologi penelitian ditunjukan pada Gambar 1 sebagai berikut. Studi Literatur
Pencampuran kedua sumber air baku dengan perbandingan air PDAM dan air kolam Ganesha sebesar 4:1
Karakterisasi awal air baku campuran dengan pengecekan pH, kekeruhan, total suspended solid, konsentrasi alga
Penentuan pH optimum menggunakan dosis PAC 6 mg/L
Penentuan dosis optimum PAC menggunakan nilai pH netral
Penentuan dosis optimum PAC menggunakan nilai pH optimum
Penentuan pH dan dosis PAC yang akan digunakan
Pengelompokkan tanah diatom menggunakan shaker dengan ukuran pori 200 mesh
Dengan menggunakan dosis PAC dan nilai pH terpilih, dilakukan jar test dengan variasi dosis PAC, dosis diatom, dan urutan penambahan tanah diatom terhadap PAC
Menganalisa hasil penelitian dari ketiga variasi dilihat dari pengukuran parameter pH, kekeruhan, total suspended solid dan konsentrasi alga yang mengacu pada literatur
Gambar 1. Diagram Alir Metode Penelian Pada proses koagulasi dan flokulasi menggunakan jar test, setiap 500 mL sampel diberi dosis PAC dan diatom yang sudah ditentukan sesuai dengan Tabel 1. Proses koagulasi flokulasi dilakukan dengan rapid mixing selama 2 menit dengan 200 rpm, diikuti dengan slow mixing selama 10 menit dengan 50 rpm, dan terakhir settling selama 30 menit. Tanah diatom (atau PAC) akan ditambahkan sebelum rapid mixing dilakukan, dan PAC (atau 3
diatom) akan ditambahkan 1 menit setelah proses rapid mixing berjalan. Jika PAC dan tanah diatom ditambahkan secara bersamaan, dilakukan pada proses rapid mixing. Diakhir proses settling, supernatant diambil pada permukaan air olahan sejumlah lebih kurang 100 mL untuk menentukan jumlah alga dan konsentrasi kekeruhan yang tereduksi. Tabel 1. Detail Variasi Penelitian Penambahan diatom sebelum PAC
Penambahan diatom bersamaan dengan PAC
Penambahan diatom sesudah PAC
Variasi Dosis PAC
Variasi Dosis PAC
Variasi Dosis PAC
50% dosis optimum
Variasi Dosis Diatom 0 mg/L 20 mg/L
Variasi Dosis Diatom
50% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
100% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
60 mg/L 75% dosis optimum
50% dosis optimum
Variasi Dosis Diatom
0 mg/L 20 mg/L
60 mg/L 75% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
60 mg/L 75% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
60 mg/L
60 mg/L
0 mg/L 20 mg/L
100% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
60 mg/L 100% dosis optimum
0 mg/L 20 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
30 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
40 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
50 mg/L
60 mg/L
60 mg/L
60 mg/L
Dalam penentuan konsentrasi reduksi alga, pengukuran klorofil total dilakukan dengan menggunakan metode Arnon (1949) yaitu metode ekstraksi klorofil menggunakan aseton dan diukur pada panjang gelombang 663 nm dan 645 nm. Sebelumnya, 10 mL sampel disentrifugasi selama 15 menit dengan 3000 rpm dan klorofil diekstraksi menggunakan 9 mL aceton (90%). Dengan menggunakan spektrofotometri, absorbansi diukur pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm dan klorofil dihitung dengan persamaan Arnon (1949) sesuai Persamaan (1), (2), dan (3) sebagai berikut. Klorofil A (mg/L) = (12,7 x A663) – (2,69 x A645) (1) Klorofil B (mg/L) = (22,9 x A645) – (4,68 x A663) (2) Klorofil total (mg/L) = (20,2 x A645) – (8,02 x A663) (3) (Sumber : Yoshida, et al. 1976)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hal yang paling mempengaruhi proses koagulasi adalah pH. Penambahan asam atau basa untuk merubah nilai pH akan menambahkan elektrolit dalam larutan koloidal. Selain itu, 4
juga akan mempengaruhi muatan koloid dan merubah bentuk dan sel alami alga di dalam air, yang juga akan mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi. Oleh sebab itu, penentuan pH yang tepat dan sesuai dengan koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi flokulasi sangatlah penting. Untuk penentuan pH optimum, dilakukan menggunakan 1 dosis koagulan sebesar 6 mg/L dan 6 variasi nilai pH seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2 sebagai berikut. Efisiensi Penyisihan Kekeruhan (%)
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
Nilai pH
Gambar 2. Penentuan pH optimum Dilihat dari Gambar 2, pH optimum dalam penurunan kekeruhan berada pada pH 5 dengan efisiensi sebesar 92,03%. Namun, dalam menentukan dosis dan nilai pH yang akan digunakan, penggunaan pH asam yaitu pH 5 dirasa perlu untuk dibandingkan dengan pemakaian dosis koagulan PAC pada pH netral yang dapat dilihat pada Gambar 3. Efisiensi Penyisihan Kekeruhan (%)
100 95 90 85
pH 5
80
pH 6.5
75 70 0
10
20
30
40
50
Dosis PAC (mg/L)
Gambar 3. Penentuan pH dan Dosis yang akan digunakan Dari Gambar 3, terlihat perbedaan efisiensi penyisihan kekeruhan pada pH optimum dan pH netral, dimana pada pH netral untuk mencapai persentase penyisihan sebesar 95% digunakan dosis koagulan yang lebih tinggi sebesar 30 mg/L dibandingkan pada pH optimum yang hanya sebesar 15 mg/L. Namun, menyesuaikan dengan nilai pH yang digunakan dalam pengolahan air minum serta menimbang penggunaan asam untuk menurunkan nilai pH, dimana pH yang asam dapat mempengaruhi sel alami alga, maka pH yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai pH netral air bekisar antara 6-7. Dosis optimum PAC yang akan digunakan adalah 30 mg/L dengan efisiensi penyisihan kekeruhan mencapai 95%. Untuk mengukur penurunan konsentrasi alga dalam air, variasi dosis PAC yang digunakan adalah 50%, 75%, dan 100% dari dosis optimum yang diperoleh (sebesar 30 mg/L) yaitu sekitar 15 mg/L, 20 mg/L, dan 30 mg/L. Untuk tiap variasi dosis PAC, dilakukan 6 variasi dosis tanah diatom sesuai Tabel 1.
5
Efisiensi Penyisihan Alga (%)
Adapun hasil analisis penelitian mengenai efisiensi penyisihan alga dari rerata 6 variasi dosis diatom dapat dilihat pada Gambar 4 dimana penambahan tanah diatom diawal sebelum penambahan PAC menunjukkan hasil efisiensi yang terus meningkat seiring dengan peningkatan dosis PAC. Sedangkan penambahan tanah diatom bersamaan dengan penambahan PAC juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda tetapi terbatas pada penambahan dosis PAC 20 mg/L. Jika dosis PAC lebih besar dari 20 mg/L, tidak akan terlalu berpengaruh terhadap efisiensi penyisihan alga. 100 80 Added prior Diatom sebelum
60
Added sametime Diatom bersamaan
40
Diatom sesudah Added after
20 0 15
20 Dosis PAC (mg/L)
30
Gambar 4. Efisiensi penyisihan alga dari rerata 6 variasi dosis tanah diatom Dibandingkan dari ketiga variasi urutan penambahan tanah diatom terhadap penambahan koagulan PAC, penambahan tanah diatom sebelum penambahan koagulan PAC menunjukkan hasil efisiensi penyisihan yang paling optimum dengan rata-rata pencapaian hingga 85%. Mengacu pada percobaan sebelumnya yang dilakukan Wu (2012) yang mana menggunakan tanah diatom dalam penyisihan alga, ketika tanah diatom ditambahkan sebelum PAC, tanah diatom akan mendestabilisasi partikel alga, bergabung bersama alga membentuk inti flok. Dengan hal ini, penambahan diatom akan meningkatkan struktur flok dan densitas flok, dimana partikel flok yang terbentuk menjadi sangat kuat dan padat sehingga tidak mudah pecah. Ketika ditambahkan PAC, selain berfungsi untuk netralisasi hingga mendekati titik isoelektrik, PAC juga akan memiliki fungsi dalam pembentukan aglomerat dengan menggabungkan inti flok alga dan diatom yang sudah terbentuk. Untuk lebih detail proses pembentukan flok dengan penambahan tanah diatom terlebih dulu dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut.
Gambar 5. Ilustrasi Pembentukan flok dengan penambahan tanah diatom sebelum PAC
6
Jika dibandingkan penambahan diatom dan PAC secara bersamaan, prinsip yang terjadi tidaklah berbeda jauh dengan penambahan tanah diatom sebelum penambahan PAC. Dimana kedua koagulan (tanah diatom dan PAC) akan memiliki fungsi masng-masing dalam proses destabilisasi, pembentukan flok, dan aglomerat sesuai Gambar 5. Hasil penelitian tidak memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap penambahan tanah diatom sebelum PAC. Hal ini terbukti dengan tidak berbeda jauhnya efisiensi penyisihan alga yang terjadi sesuai Gambar 4. Sedangkan untuk penambahan diatom sesudah penambahan PAC, efisiensi penyisihan alga menunjukkan efisiensi paling rendah. flok yang telah terbentuk akibat pengaruh PAC dalam kondisi mendekati isoelektrik akan terganggu oleh adanya tanah diatom. Ukuran flok yang dibentuk PAC lebih besar tetapi tidak begitu kuat/padat sehingga mudah pecah. Saat penambahan tanah diatom, tanah diatom hanya akan diadsorpsi di permukaan flok dan mengganggu flok yang sudah terbentuk. Alga akan lebih tertarik untuk berikatan dengan diatom dibandingkan PAC. Ini mengakibatkan flok yang sudah terbentuk akan terpecah kembali dan alga akan mengalami restabilisasi dan terbebas kembali di air (Wu, et al., 2011), dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Ilustrasi Pembentukan flok dengan penambahan tanah diatom sesudah PAC
Efisiensi Penyisihan Alga (%)
Menurut penelitian Wu (2011), penambahan tanah diatom akan memberikan hasil efisiensi penyisihan alga yang maksimal, dengan struktur flok yang lebih kuat, rentang pH yang lebih besar, dan tidak sensitif terhadap temperatur yang rendah. Untuk melihat dosis optimum penggunaan PAC dan tanah diatom dalam penyisihan alga pada penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 7 sebagai berikut. 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
PAC 15 mg/L PAC 20 mg/L PAC 30 mg/l
0
20
40
60
80
Dosis Diatom (mg/L)
Gambar 7. Efisiensi penyisihan alga dengan penambahan tanah diatom sebelum penambahan koagulan PAC 7
Efisiensi Penyisihan Kekeruhan (%)
Dari Gambar 7 terlihat bahwa efisiensi penyisihan alga terbesar dicapai pada pemberian dosis PAC 20 mg/L dan dosis tanah diatom sebesar 20 mg/L dengan efisiensi penyisihan mencapai 97,03%. Dibandingkan dengan penggunaan dosis PAC sebesar 30 mg/L, dengan penambahan tanah diatom, pemakaian koagulan PAC dapat direduksi sebesar 25% nya menjadi 20 mg/L. Hal ini membuktikan bahwa penambahan tanah diatom sebagai koagulan aid dapat meningkatkan efisiensi penyisihan alga pada proses koagulasi dan flokulasi. Efisiensi penyisihan naik hingga 34% dari sebelumnya. Dengan tercapainya efisiensi penyisihan optimum pada dosis PAC 20 mg/L dan dosis diatom 20 mg/L, peningkatan dosis diatom dinyatakan tidak akan mempengaruhi efisiensi penyisihan sesuai yang diperlihatkan pada Gambar 7. Dalam penggunaan tanah diatom untuk menyisihkan kekeruhan dapat dilihat sesuai Gambar 8 sebagai berikut. 100 90 80
Added Diatomprior sebelum
70
Diatomsametime bersamaan Added
60
Diatomafter sesudah Added
50 0
20
30
40
50
60
Dosis Diatom (mg/L)
Gambar 8. Penyisihan kekeruhan dengan rerata variasi PAC dan 6 variasi tanah diatom
Efisiensi Penyisihan (%)
Terlihat pada Gambar 8, penggunaan tanah diatom tidak terlalu signifikan dalam penyisihan kekeruhan dimana nilai efisensi di tiap variasi urutan penambahan memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Pengaruh urutan penambahan juga akan menurun dengan meningkatnya nilai kekeruhan yang akan diturunkan (Ammary, et al. 2004). Selain itu juga terlihat bahwa penggunaan tanah diatom melebihi 20 mg/L menurunkan efisiensi. Jadi, penambahan diatom yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kekeruhan dalam air. Sama halnya dengan dosis koagulan PAC, dosis diatom juga harus dikendalikan agar tidak terlalu berlebihan dan meningkatkan tingkat kekeruhan dalam air. Jika dibandingkan dengan penyisihan alga, menggunakan dosis diatom sebesar 20 mg/L dan dosis tanah diatom sebanyak 20 mg/L menunjukkan efisiensi penyisihan kekeruhan dan penyisihan alga yang paling optimum yaitu sekitar 95% sesuai Gambar 9 berikut. 100 95 90 85 80 75 70 65 60
Algae Alga Turbidity Kekeruhan
0
20
40 60 Dosis Diatom (mg/L)
80
Gambar 9. Penyisihan alga dan kekeruhan menggunakan PAC 20 mg/L dan variasi tanah diatom dengan penambahan tanah diatom sebelum PAC. 8
KESIMPULAN Mengkombinasikan PAC dan tanah diatom dapat meningkatkan efisiensi penyisihan alga. Hal ini terbukti dalam penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan tanah diatom sebagai koagulan aid memberikan keuntungan lebih dibandingkan hanya menggunakan koagulan PAC. Penambahan tanah diatom akan memberikan hasil efisiensi penyisihan alga yang maksimal, dengan struktur flok yang lebih kuat. Selain itu, penyisihan alga juga dipengaruhi dengan urutan penambahan tanah diatom terhadap penambahan PAC. Penambahan tanah diatom sebelum penambahan PAC memberikan efisiensi penyisihan alga yang lebih tinggi dibandingkan penambahan diatom bersamaan dengan PAC atau sesudah penambahan PAC. Dengan menambahkan tanah diatom sebelum penambahan PAC, efisiensi penyisihan alga naik hingga 34% dibandingkan dengan penggunaan PAC tanpa tanah diatom. Untuk mencapai efisiensi optimum, dosis PAC sekitar 20 mg/L dengan dosis diatom sebesar 20 mg/L. Dalam penyisihan kekeruhan, penggunaan tanah diatom tidak terlalu berpengaruh dimana nilai efisensi di tiap variasi urutan penambahan memberikan hasil yang tidak berbeda jauh. Namun, penggunaan tanah diatom yang berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kekeruhan dalam air dengan turunnya efisiensi penyisihan kekeruhan. Pada penelitian ini, penambahan dosis diatom yang melebihi 20 mg/L akan menurunkan efisiensi penyisihan kekeruhan. DAFTAR PUSTAKA Bashaar, A. & Cleasby, J. (2004). Effect of Addition Sequence on Dual-Coagulant Performance. Courtesy of Journal American Water Works Association Wu C.D., Xu X.J., C., Liang, J.L., Wang Q., Dong, Q., Liang, W.L. (2011). Enhance coagulation for treating slightly polluted algae containing surface water combining polyaluminium chloride (PAC) with diatomite. Ministry of Education, Guangzhou, China. Yoshida, S., Douglas, A.F., James, H.C., & Kwanchai, A.G. (1976). Laboratory Manual for Physiological Studies of Rice. 3rd Edition. Philipines: The International Rice Research Institute Los Banos
9