Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
ISSN 1858-4330
PENGARUH UREA TERHADAP DISPERSI TANAH ULTISOL PADA REGIM AIR YANG BERBEDA EFFECT OF UREA ON DISPERSION OF ULTISOL SOIL UNDER DIFFERENT WATER REGIME Syaifuddin dan Buhaerah Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Gowa Jl. Malino km 7 Borongloe, Kab. Gowa. Email:
[email protected] ABSTRAK Pupuk urea penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian, namun pengaruh negatif pemupukan urea terhadap tanah masih kurang diperhatikan. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa urea dapat mendispersi dan merusak struktur tanah. Sebaliknya ZA cenderung memberikan pengaruh berlawanan dengan urea. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh degradasi tanah oleh urea pada regim air berbeda. Penelitian dilakukan di rumah kaca dalam bentuk percobaan pot dan disusun menurut Rancangan Petak-petak Terpisah. Perlakuan pada percobaan ini terdiri atas regim air yang dikendalikan pada potensial matriks sekitar -5 kPa dan bervariasi antara -5 kPa sampai 100 kPa (PU), jenis pupuk masing-masing urea dan ZA (AP), dan 4 dosis (AAP). Aplikasi pupuk urea dengan dosis 0, 125, 250 dan 500 kg per ha dan pupuk ZA dengan dosis setara N urea diberikan 2 hari sebelum dihujani dengan simulator hujan. Parameter yang diamati meliputi waktu mulainya terjadi genangan, bulk density, strain vertical, kandungan suspensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan dengan menggunakan urea mengakibatkan waktu mulainya terjadi genangan lebih singkat, strain vertical dan bulk density lebih padat, kandungan suspensi lebih tinggi. Sementara pemupukan dengan ZA menyebabkan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih lama, strain vertical, bulk density, dan kandungan suspensi menurun. Kata kunci: Urea, ZA, dispersi, tanah, regim air.
ABSTRACT Urea fertilizer is important in increasing of agriculture production, but the negative effect of urea fertilizing on soil still less be paid attention. Some previous research have proved that urea can be dispersion and damage of soil structure. On the contrary ZA tend to give the influence againts with urea. This research aims to studying the effect of soil degradation by urea at water regime different. The research was conducted at green house by experimental pots was arranged according to split-split plot design. The treatments was consisted by water regim controlled at matrix potential about –5 kPa and between –5 kPa to –100 kPa (PU), kinds of fertilize is urea and ZA (AP), and 4 dosage (AAP). Application of urea fertilizer with 0, 125, 250 and 500 kg ha-1 dosage, and ZA fertilizer with equivalent N urea dosage, were applied 2 days before rained with rain simulator. Parameter was measured covered the start time of ponds was happened, bulk density, vertical strain, content of suspention. Result of research indicated that fertilization using urea result the time start of ponds happened earlier, vertical strain and bulk density increased, higher
104
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
ISSN 1858-4330
content suspention. while fertilization by ZA caused the time start of ponds happened become longer, vertical strain, bulk density, and content suspention decreased Keywords: Urea, ZA, dispersion, soil, water regim
PENDAHULUAN Petani Indonesia pada umumnya menggunakan urea (CO(NH2)2 sebagai sumber utama pupuk nitrogen (45–46 persen) untuk menunjang produksi tanaman pangan. Tanpa pemakaian pupuk urea, produktivitas tanaman akan rendah. Namun, penggunaan urea juga mempunyai pengaruh yang tidak menguntungkan produktivitas tanah. Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa urea mempunyai potensi merusak struktur tanah karena terdispersinya partikel liat, akibat merenggangnya jarak antarpartikel liat satu dengan yang lainnya (Gusli et al, 1996 a,b). Konsekuensi potensial dari kerusakan struktur tanah oleh urea antara lain berupa konsolidasi pada lapisan olah, terhambatnya infiltrasi, meningkatnya erosi, dan kehilangan hara. Semua konsekuensi potensial tersebut mempunyai akibat sangat merugikan pada produktivitas tanah. Selain itu jika tanah terdispersi, air yang mengalir sebagai aliran permukaan akan membawa koloid tanah bersama hara, termasuk nitrogen. Dispersi liat sesudah pemberian air atau hujan menyebabkan kerusakan dari struktur tanah dan permukaan tanah mengeras (Rengasamy, 1983). Penghancuran agregat tanah dapat meningkat dengan meningkatnya konsentrasi air pada agregat. Pada beberapa tanah, pengolahan tanah dengan tenaga mekanik pada kadar air yang tinggi dapat mengakibatkan dispersi (Kay dan Dexter, 1990). Pemberian urea meningkatkan pH tanah, peningkatan pH menyebabkan muatan bersih (net) dari liat menjadi negatif, sehingga liat cenderung saling menjauh satu
dengan yang lainnya, kondisi ini menyebabkan terjadinya dispersi liat. Ghildyal dan Tripathi (1987) mendefinisikan dispersi adalah sebagai suatu proses yang mengakibatkan terlepasnya (terdispersinya) partike-partikel tanah satu sama lain. Dispersi partikel liat mengakibatkan penghancuran unit tanah dalam susunan hirarki tanah paling dasar. Dalam keadaan terdispersi, partikel-partikel tanah terpisah dan menolak satu sama lain. Dispersi menyebabkan perubahan struktur tanah (Shainberg, 1983). Perubahan struktur pada permukaan tanah dapat terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu: 1. Dispersi mekanik dengan rusaknya agregat tanah akibat terpaan butiran hujan dan diikuti oleh pemadatan tanah. 2. Dispersi kimia pada partikel liat yang tergantung pada persentase Natrium dapat tukar (Excangeable Sodium Persentage, ESP) dan daya hantar listrik (Electrical Conductivity, EC). Pupuk Amonium Sulfat (ZA) mempunyai kadar nitrogen yang berkisar antara 20–21 persen, berbentuk kristal. Pupuk ini dapat dikatakan tidak higroskopis, hanya pada kelembaban nisbih sekitar 80 persen baru akan menarik air dari udara (Sutedjo, 1994). Amonium Sulfat yang bereaksi dalam tanah cenderung menurunkan pH karena anion sulfat akan bereaksi dengan air membentuk asam yang selanjutnya akan melepaskan ion hidrogen ke dalam tanah. Peningkatan ion H+ menyebabkan peningkatan muatan posi-tif pada partikel liat dan menipisnya lapisan ganda yang mendorong terjadinya flokulasi. Suspensi yang keruh dapat menjadi jernih dengan adanya pengendapan. Fenomena ini di-
105
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
sebut flokulasi, yaitu suatu proses bersatunya partikel-partikel koloid menjadi unit yang lebih besar. Penelitian bertujuan untuk mempelajari seberapa signifikan pengaruh urea terhadap dispersi tanah Ultisol.
BAHAN DAN METODE Penelitian dan analisis sifat fisik tanah dilaksanakan di lapangan dan Laboratorium Ilmu Tanah STPP Gowa. Waktu pelaksanaan dari Februari sampai Agustus 2010. Bahan-bahan yang digunakan adalah tanah Ultisol asal Malino, pupuk urea, amonium sulfat (ZA), TSP, KCl, pipa paralon PVC dengan diameter 21 cm dan tinggi 20 cm, kawat kasa dengan bukaan 2 mm. Alat-alat yang digunakan adalah simulator hujan sebanyak 1 buah, semprotan 4 buah, stopwatch, timbangan elektronik, sintered funnel, ring sampel, gunting, pisau, dan cangkul. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan disusun menurut Rancangan Petakpetak Terpisah (RPPT). Petak utama, adalah pengelolaan air dengan 2 taraf, yaitu potensial matriksnya dikonstankan pada -5 kPa diberi notasi A1 dan potensial matriksnya antara -5 dan -100 kPa dengan notasi A2. Adapun sebagai anak petaknya adalah jenis pupuk ZA dan urea dengan notasi ZA dan U, sedang anak petaknya adalah dosis urea dan ZA yaitu 0, 125, 250, 500 kg ha-1 atau setara dengan 0, 0,37, 0,75, 1,5 g urea pot-1 dengan notasi D0, D1, D2, D3. Dosis ZA yang digunakan kadar N-nya sama dengan kadar N untuk tiap dosis urea. Kombinasi perlakuan sebanyak 16 dan diulang sebanyak 3 kali. Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
106
ISSN 1858-4330
1. Penyiapan media tanah Tanah Ultisol asal Malino, Kabupaten Gowa diambil pada kedalaman 0 sampai 200 mm. Contoh tanah ini dikering udarakan, kemudian diayak melewati saringan berdiameter 5 mm. Tanah yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam pot paralon sebanyak 6 kg pot-1. 2. Aplikasi pupuk Pot yang telah berisi tanah diberi perlakuan pemupukan sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Kemudian ditutup dengan plastik hitam dan diinkubasi selama 2 x 24 jam. 3. Ekspose ke hujan buatan Ekspose ke hujan buatan ini dilakukan di lapangan, bukan di rumah kaca. Penempatan pot-pot yang akan diekspose ke hujan buatan dengan intensitas hujan 100 mm jam-1 dan diameter hujan 2,4 mm dilakukan secara random, melingkar, dan disesuaikan dengan radius simulator hujan yaitu 140 cm. Ekspose ke hujan buatan dilaksanakan selama 50 menit. Setelah ekspose, seluruh pot-pot ditutup dengan plastik untuk menghindari menguapnya pupuk, dan dilakukan selama 2 x 24 jam. 4.Penentuan retensi air Penentuan retensi air dianalisis dengan menggunakan metode sintered funnel. Penentuan retensi air -5 kPa dilakukan sebagai berikut, sampel tanah kering udara yang berasal dari lapangan ditimbang, selanjutnya dimasukkan ke dalam funnel. Funnel dan selang plastik penghubung diisi penuh dengan air tanpa gelembung udara. Funnel bersama contoh tanah di dalamnya diklemp pada posisi stand setinggi kolom air tanah, yaitu 50 cm. Setelah 24 jam, berat contoh tanah ditimbang untuk diketahui kadar airnya.
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
Kemudian contoh tanah tersebut dikeringovenkan selama 24 jam. Penentuan retensi air -100 kPa adalah sebagai berikut, sampel tanah yang berasal dari lapangan ditimbang untuk mengetahui berat basahnya, kemudian dikeringovenkan selama 24 jam dengan suhu 105 °C. Setelah 24 jam, sampel tanah tersebut ditimbang kembali untuk mengetahui berat keringnya. 5. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan untuk mempertahankan potensial matriks (kadar air) yang diterapkan sesuai perlakuan. Air yang ditambahkan diketahui melalui perhitungan kadar air yang telah ditetapkan sebelumnya untuk masing-masing potensial mat-
ISSN 1858-4330
riks. Jumlah air yang ditambahkan pertama kali ke dalam tanah untuk mencapai kapasitas lapang (ψm = -5 kPa) sebanyak 2,82 L. Selanjutnya air yang ditambahkan dalam penelitian untuk mempertahankan kondisi kapasitas lapang (ψm = -5 kPa) berkisar 200–250 mL dengan interval penyiraman setiap 24 jam. Pada potensial matriks (ψm = -100 kPa) air yang ditambahkan untuk mempertahankan kondisi kapasitas lapang (ψm= -5 kPa) berkisar 450–500 mL dengan interval penyiraman setiap 2 x 24 jam. Untuk lebih jelasnya jumlah air yang ditambahkan ke dalam tanah untuk mencapai potensial matriks antara -5 sampai -100 kPa dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah air yang ditambahkan ke dalam tanah untuk mencapai Potensial Matriks antara -5 sampai -100 kPa. ψm (kPa) -5 -5 sampai -100
Jumlah air yang perlu ditambahkan pada pot yang berisi tanah kering udara sebanyak 6 kg (l) 2,82 1,23
Parameter yang diamati Parameter yang diamati meliputi waktu mulainya terjadi genangan, Strain vertical, bulk density, kandungan suspensi. 1. Waktu mulainya terjadi genangan (detik) Pengamatan waktu mulainya terjadi genangan dilakukan dengan mengukur waktu mulainya hujan dengan saat pertama kali terlihat genangan. 2. Strain vertical (m m-1) Konsolidasi tanah diukur dengan strain vertical (ξv) pengukuran dilakukan se-
Kisaran kebutuhan air dalam penelitian (mL)
Interval penyiraman
200-250 450-500
Setiap 24 jam Setiap 2 x 24 jam
belum dan sesudah dihujani. ξv dihitung dengan persamaan: ξv = (Ho-H1)/Ho dimana: Ho= tinggi kolom tanah awal H1= tinggi kolom tanah akhir 3. Bulk Density Penetapan bulk density dilakukan dengan mengunakan ring sampel yang berukuran diameter 2 cm dan tinggi 5 mm (ring sampel kecil). Pengambilan sampel tanah de107
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
ngan menggunakan ring sampel dilakukan setelah pot percobaan dihujani. Pengambilan dilakukan pada kedalaman 0–5 mm. Jumlah sampel untuk penetapan bulk density sebanyak 4 sampel.
ISSN 1858-4330
Vs = volume sampel yang dipipet. t = berat suspensi dalam volume sampel yang dipipet
HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Kandungan suspensi
Hasil
Penetapan kadar suspensi dilakukan dalam sampel air ditentukan dengan cara Gravimetrik. Kandungan suspensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
S = Vt/(Vs)(t) Dimana: Vt = volume air yang ditampung (500 mL).
Waktu mulainya terjadi genangan Hasil pengamatan waktu mulainya terjadi genangan disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terlihat bahwa jenis, dosis, dan interaksi antara jenis dan dosis berpengaruh nyata terhadap waktu mulainya terjadi genangan, baik pada perlakuan dengan potensial matriks dipertahankan sekitar -5 kPa maupun yang divariasikan dari -5 kPa sampai -100 kPa.
Tabel 2. Waktu mulainya terjadi genangan pada perlakuan jenis pupuk Jenis Pupuk ZA Urea
Rata-rata waktu mulainya terjadi genangan (detik) 71,58 a 22,67 b
LSD 0,05 6,04
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05
Perlakuan dengan regim air awalnya -5 kPa, waktu mulainya terjadi genangan tidak konsisten. Tanah yang diberi ZA, waktu mulainya terjadi genangan cenderung meningkat dengan bertambahnya dosis, tetapi secara statistik tidak nyata. Sementara tanah yang diberi urea, waktu mulainya terjadi genangan umumnya menurun drastis dari 72,67 detik ke 8,33 detik. Namun, penambahan dosis selanjutnya sampai 230 N kg ha-1 tidak menurunkan waktu mulainya terjadi genangan secara nyata. Pemberian urea maupun ZA memberikan pengaruh dengan pola yang sama dengan data yang diperoleh dari regim air -5 kPa. 108
Strain Vertical Hasil pengukuran strain vertical dan hasil analisis ragam dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa perlakuan, kecuali jenis pupuk, tidak berpengaruh nyata terhadap strain vertical. Pada tanah yang regim airnya dipertahankan sekitar -5 kPa, sebelum dihujani strain vertical pada perlakuan ZA menurun dengan bertambahnya dosis pupuk. Tanah yang diberi urea, strain vertikal umumnya meningkat dengan bertambahnya dosis pupuk. Pada regim air -5 kPa, strain vertical pada perlakuan ZA menurun dari 0,002 menjadi 0,0003 m m-1. Pada pemupukan urea, strain vertical
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
meningkat dari 0,002 menjadi 0,037 m m-1 dengan bertambahnya dosis dari 0 ke 57,5 N kg ha-1. Pada tanah yang setelah dihujani dengan regim airnya berkisar antara
ISSN 1858-4330
-5 sampai -100 kPa, pemberian ZA maupun urea memberikan pengaruh dengan pola yang sama dengan data yang diperoleh dari regim air -5 kPa.
Tabel 3. Strain vertical perlakuan jenis pupuk Jenis pupuk Urea ZA
Rata-rata Strain Vertical (m m-1) 0,032 a 0,001 b
LSD 0,05 0,02
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05
Bulk Density Data dan hasil analisis ragam bulk density dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil analisis ragam terlihat bahwa pemupukan berpengaruh nyata terhadap bulk density. Pada perlakuan dengan mengunakan pupuk ZA, bulk density menurun dari 1,08 ke 1,02 mg m-3, dengan bertambahnya do-
sis pupuk dari 0 ke 57,5 N kg ha-1. Sementara pemupukan dengan menggunakan urea, bulk density meningkat dari 1,18 ke 1,25 Mg m-3 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 57,5 menjadi 115 N kg ha-1. Penambahan dosis selanjutnya sampai 230 N kg ha-1 meningkatkan bulk density secara nyata.
Tabel 4. Bulk Density pada kedalaman 0–5 mm Perlakuan Urea3 Urea2 Urea1 Kontrol ZA1 ZA2 ZA3
Rata-rata BD tanah 1,36 a 1,25 b 1,18 bc 1,08 cd 1,02 d 1,00 d 0,97 d
LSD 0,05 0,103
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05
Kandungan suspensi Hasil pengukuran kandungan suspensi disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil
analisis ragamnya terlihat bahwa pemupukan berpengaruh nyata terhadap kandungan suspensi.
109
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
ISSN 1858-4330
Tabel 5. Kandungan suspensi Perlakuan Urea3 Urea2 Urea1 Kontrol ZA1 ZA2 ZA3
Rata-ratakandungan suspensi (g L-1) 165,52 a 130,15 a 73,09 b 58,39 b 57,40 b 56,78 b 36,9 b
LSD 0,05 53,50
Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda berarti berbeda nyata pada uji Duncan 0,05
Sejalan dengan data-data sebelumnya, perlakuan dengan menggunakan ZA, kandungan suspensi menurun dari 58,40 menjadi 36,9 g L-1 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 0 menjadi 230 N kg ha-1. Sementara pada perlakuan pemupukan dengan menggunakan urea, kandungan suspensi meningkat dari 73,1 ke 130,15 g L-1 dengan bertambahnya dosis pupuk dari 57,5 ke 115 N kg ha-1. Penambahan dosis selanjutnya sampai 230 N kg ha-1 meningkatkan kandungan suspensi meskipun tidak secara nyata. Pembahasan Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa pemupukan urea menyebabkan banyak perubahan terhadap parameter-parameter yang diamati. Waktu mulai terjadinya genangan terjadi lebih cepat, strain vertical lebih padat, bulk density, dan kandungan suspensi meningkat. Sejalan dengan itu, perlakuan dengan menggunakan urea menyebabkan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih pendek/singkat, meskipun hanya dalam hitungan detik. Perbedaan waktu mulainya terjadi genangan dalam detik ini mungkin tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap intake air, tetapi menjadi petunjuk terjadi dispersi oleh urea. 110
Pemberian urea mengakibatkan bertambahnya muatan negatif dan berkurangnya muatan positif pada partikel liat, sehingga tercipta kondisi penolakan yang menyebabkan tanah terdipersi (van Olphen, 1963; Gusli, 1989). Tanah yang terdispersi menyumbat pori-pori tanah, sehingga menurunkan laju infiltrasi dan mengakibatkan terjadinya aliran permukaan sambil membawa koloid-koloid tanah dan unsur hara, termasuk N. Dispersi tanah meningkat dengan bertambahnya dosis urea. Semakin tinggi dosis urea, ion hidroksil yang dihasilkan dari proses hidrolisis meningkat. Ion hidroksil ini diduga merupakan penyebab meningkatnya pH tanah. Pemberian Ammonium Sulfat (ZA) ke dalam tanah akan terurai menjadi ion ammonium dan sulfat. Ion NH4+ akan bergerak bebas dalam larutan tanah dan tersedia bagi tanaman. NH4+ yang ada dalam larutan tanah akan tertukar pada kompleks jerapan dan menggantikan kedudukan H+ pada misel tanah. Dengan demikian H+ yang semula terikat pada misel tanah menjadi ion H+ bebas dalam larutan tanah yang merupakan sumber kemasaman tanah. Peningkatan ion H+ menyebabkan peningkatan muatan positif pada partikel liat dan menipisnya lapisan ganda dari liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi. Terjadinya flokulasi menyebabkan struktur tanah menjadi stabil atau mantap.
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
Flokulasi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antara partikel liat. Agregat yang mantap hanya dapat terbentuk dalam tanah jika liatnya terflokulasi. Flokulasi merupakan dasar untuk terpeliharanya stabilitas struktur tanah (Gusli, 1989). Pemupukan urea menyebabkan meningkatnya bulk density seiring dengan bertambahnya dosis urea. Hal ini disebabkan sebagai konsekwensi hancurnya struktur tanah. Perubahan-perubahan tersebut merupakan indikasi terjadinya pemadatan tanah. Pemadatan tanah merubah distribusi ukuran pori, pori makro berkurang sementara pori mikro meningkat. Akibatnya difusi dan kapasitas oksigen berkurang, kekuatan tanah meningkat. Selain faktor tersebut di atas, kehilangan hara dapat disubtitusi atau diganti oleh aplikasi pupuk dasar berupa urea, TSP, dan KCl. Sementara kerusakan fisik tanah dan hilangnya unsur hara berpengaruh ke perkembangan akar sehingga menurunkan produksi. Pemberian urea meningkatkan bulk density dan strain vertical. Fakta ini merupakan indikasi terjadinya pemadatan tanah. Regim air –5 kPa tergolong kapasitas lapang, dimana pada keadaan ini, udara, air dan kekuatan tanah umumnya dalam keadaan optimal. Tersedianya air menyebabkan perpanjangan akar, sehingga akar dapat melakukan penetrasi, dan laju perpanjangan akar meningkat (Baver et al., 1972). Adanya kemampuan akar berpenetrasi lebih dalam menyebabkan akar tanaman mempunyai kemampuan mengabsorbsi tanah dan air. Sementara pada regim air yang divariasikan antara –5 kPa sampai –100 kPa, kandungan air menjadi lebih rendah sehingga kekuatan tanah meningkat. Urea merupakan sumber pupuk nitrogen yang esensial menunjang produktivitas tanaman yang tinggi dengan biaya produksi
ISSN 1858-4330
rendah karena kandungan nitrogen yang tinggi. Di lain pihak, hasil penelitian membuktikan bahwa tanah yang diberi urea menjadi terdispersi, akibat rusaknya struktur tanah. Oleh karena itu, perlu dipikirkan bagaimana cara pemakaian urea sehingga tidak merusak struktur tanah. Dispersi tanah dapat memberikan pengaruh pada tanah dan akhirnya tanaman. Jika liat terdispersi maka bila basah, tanah dengan mudah menjadi lumpur dan jika kering dengan cepat menjadi padat dan keras. Pemadatan menurunkan porositas tanah dan infiltrasi, selanjutnya tanah mudah tererosi, menghambat aerasi yang dibutuhkan oleh pertumbuhan akar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Semakin meningkatnya dosis urea, maka semakin besar pengaruh dispersifnya. Oleh karena itu, untuk mengurangi pengaruh urea, aplikasinya dilakukan sebanyak 2–3 kali. Namun, dari segi tenaga kerja pemupukan dengan cara demikian dipandang tidak efisien. Selain itu, pemupukan dengan menggunakan urea yang sifat pelepasan haranya lebih lambat (slow release) perlu dipertimbangkan untuk diaplikasikan di lapangan. Selain itu, perlu mensubtitusi urea dengan pupuk amonium sulfat (ZA). Penelitian-penelitian untuk menguji sifat dispersif urea, seperti pada penelitian ini perlu dilanjutkan baik pada tanaman maupun pada tanah yang berbeda, serta pengaruh interaksi dari pupuk lain.
KESIMPULAN 1. Pemupukan urea meningkatkan strain vertical, bulk density, kandungan suspensi dan pada gilirannya menyebabkan waktu mulainya terjadi genangan menjadi lebih singkat. 2. Dibandingkan pupuk urea, pemberian pupuk ZA menurunkan strain verti-
111
Jurnal Agrisistem, Desember 2010, Vol. 6 No. 2
cal, bulk density, kandungan suspensi, waktu mulainya terjadi genangan lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA Gusli, S., D.A. Macleod., and A. Cass, 1996a. Dispersibility of urea: I. Effect on Clay Minerals. Department of Agronomy and Soil Science, Univ of New England, Australia. Gusli, S., D.A. Macleod., and A. Cass, 1996b. Dispersibility of urea: II. Effect on Clay Minerals. Department of Agronomy and Soil Science, Univ of New England, Australia. Gusli, S., 1989. Structural collapse and strength of some australian soils in relation to hard setting behavior.
112
ISSN 1858-4330
Master of Rural Science. Thesis the University of New England, Armidale Australia. Rengasamy, P., 1983. Clay dispersion in relation to changes in the electrolyte composition of dialysed Red-Brown Earths. Journal of Soil Science 34: 723–732. Shainberg, I., 1983. Effect of exchangeable sodium and electrolyte concentration. Adv. Soil. Sci. 1:110–120 Syaifuddin, 2001. Degradasi tanah oleh urea terhadap produksi tanaman tomat. Tesis Program Pascasarjana UNHAS, Makassar. Van Olphen, 1963. An introduction to clay colloid chemistry. Interscience, New York.