Jurnal Akuntansi Keuangan dan Bisnis Vol.7, Bulan 2014, 11-19
11
Pengaruh Transaksi Perusahaan Afiliasi Terhadap Tarif Pajak Efektif Desi Handayani1 & Tobi Arfan2 1
Politeknik Caltex Riau Politeknik Caltex Riau
2
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah adanya pengaruh transaksi perusahaan afiliasi terhadap beban pajak perusahaan yang dinilai dari tarif pajak efektif. Berdasarkan hasil penelitian atas perusahaan agriculture dan real estate yang listing di BEI tahun 2009 - 2011, diketahui bahwa semakin tinggi transaksi perusahaan afiliasi maka akan semakin rendah tarif pajak efektif perusahaan. Hasil ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada perencanaan yang dilakukan wajib pajak dalam transaksi tersebut untuk menurunkan beban pajak perusahaan. Kata kunci: Tarif Pajak Efektif, Transaksi Perusahaan Afiliasi, Transfer Pricing.
Abstract The objective of this study is to examine the effect of affiliated transaction on tax burden through effective tax rate. This study is conducted using samples consisted of 38 firms (114 firm years) from agriculture and real estate sector that were listed in Indonesia Stock Exchange from 2009-2011. The negative coefficient value suggests that firm with higher affiliated transaction tends to have lower effective tax rate. The result indicates that tax payers use affiliated transaction to decrease their tax burden. Keywords: Effective Taxe Rate, Affiliated Transaction, Transfer Pricing
1
Pendahuluan
Transaksi antara perusahaan-perusahaan berafiliasi atau mempunyai hubungan istimewa telah mendapat perhatian serius dari pihak-pihak pelaku ekonomi termasuk pihak perpajakan. Hal ini karena transaksi antar perusahaan afiliasi atau memiliki hubungan istimewa merupakan transaksi yang rawan untuk terjadinya kerugian pada pihak-pihak terkait terutama bagi pemerintah. Transaksi perusahaan afiliasi pada dasarnya tidak dilarang. Transaksi antar perusahaan afiliasi merupakan transaksi antar perusahaan yang mempunyai hubungan tertentu atau pihakpihak yang saling tidak bebas. Adanya hubungan khusus atau saling terikat antar perusahaan memungkinkan adanya rekayasa harga transaksi di luar harga wajar atau harga pasar. Harga yang tidak wajar inilah yang menjadi sorotan dari pemerintah terutama dirjen pajak karena harga tersebut biasanya ditujukan untuk menghindari pajak. Harga yang tidak wajar ini dikenal dengan istilah transfer price. Dalam pandangan pajak atau fiskal, transfer pricing dianggap sebagai salah satu upaya wajib pajak untuk menghindari pajak (tax avoidance) dengan memperkecil penghasilan kena pajak dan mentransfer pendapatan ke tempat lain yang pengenaan pajaknya lebih rendah atau bebas pajak. Menurut Edward Hamonangan Sianipar dalam Karim [10], modus transfer pricing masih menempati peringkat teratas dan diakui sebagai modus paling efektif dalam usaha penghindaran pajak (tax avoidance). Transfer pricing bermula dari rekayasa finansial yang melibatkan perusahaan antar negara. Suatu perusahaan melakukan aktivitas produksi dan bisnis di suatu negara dan bekerjasama dengan perusahaan afiliasi di negara lain. Kemudian antar perusahaan ini mengatur penjualan atau transaksi pendapatan sedemikian rupa sehingga mereka dapat menekan beban pajak yang harus dibayar. Data dari OECD menyebutkan bahwa lebih dari 60% perdagangan dunia dilakukan oleh perusahaan-perusahaan terafiliasi, Karim [10]. Berdasarkan laporan Government Accountability Officer (GAO) bahwa dari tahun 1989 sampai 2004 aktivitas perusahaan Amerika di luar negeri semakin meningkat. GAO [7]
12
Desi Handayani dan Tobi Arfan
kemudian menelusuri rata-rata tarif pajak efektif perusahaan besar di Amerika. GAO [7] menemukan bahwa tarif pajak efektif atas penghasilan domestik perusahaan besar di Amerika tahun 2004 diperkirakan sebesar 25,2%. Sedangkan tarif pajak efektif atas penghasilan luar negerinya adalah sebesar 4%. Nilai tarif pajak efektif domestik dan luar negeri tersebut jika digabungkan masih berada pada tingkat yang lebih rendah dari Statutory Tax Rate (STR) yang berlaku di Amerika yaitu 35%. Sehingga berdasarkan hasil penelitian, GAO menyimpulkan bahwa tarif pajak efektif berkorelasi dengan di mana penghasilan dilaporkan. Berdasarkan temuan dan kesimpulan dari GAO, perusahaan multinasional menggunakan aktivitas luar negerinya atau antar negara untuk menurunkan beban pajak. Namun saat ini kegiatan aktivitas perusahaan afiliasi tidak hanya terjadi antar negara, tapi juga antar perusahaan afiliasi dalam satu negara. Perusahaan-perusahaan di Asia masih banyak yang bersifat family consentration atau satu kelompok keluarga pendiri, Claessens et al [2]. Pola kepemilikan seperti ini memungkinkan terjadinya praktek transfer pricing antar perusahaan dalam group yang sama. Perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI), meskipun sudah menjadi perusahaan terbuka, di mana saham telah dijual ke publik, namun kepemilikan terbesar kebanyakan masih terkonsentrasi pada kelompok tertentu. Sektor yang akan diteliti kali ini adalah sektor perkebunan dan real estate. Beberapa perusahaan perkebunan dan real estate yang listing di BEI merupakan perusahaan yang bernaung dalam group besar. Perusahaan-perusahaan tersebut aktif melakukan transaksi dengan perusahaan afiliasi mereka. Sehingga kemungkinan terjadi tranfer pricing cukup besar. Sebelum menguji apakah transaksi antar perusahaan afiliasi pada perusahaan perkebunan dan real estate yang listing di BEI mengandung indikasi transfer pricing, maka perlu dilihat apakah terdapat pengaruh dari transaksi perusahaan afiliasi terhadap tarif pajak efektif perusahaan. Ada atau tidaknya pengaruh ini akan menjadi dasar untuk pengujian lebih lanjut indikasi adanya tranfer pricing. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh transaksi perusahaan afiliasi terhadap tarif pajak efektif pada perusahaan perkebunan dan real estate yang listing di Indonesia tahun 2009 – 2011. 2
Tinjauan Pustaka
2.1
Perusahaan Afiliasi
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 7 [9], menggunakan istilah pihakpihak berelasi, mendefinisikan pihak-pihak yang berelasi sebagai orang atau entitas yang terkait dengan entitas yang menyiapkan laporan keuangannya (entitas pelapor). Di Peraturan Dirjen Pajak Per 32/PJ/2011 [5], masih menggunakan istilah hubungan istimewa dan didefinisikan sebagai hubungan antara wajib pajak dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Undangundang (UU) Pajak Penghasilan (PPh) pasal 18 ayat 4 [3] dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pasal 2 ayat 2 [4]. Berdasarkan UU PPh dan UU PPN, hubungan istimewa dianggap ada apabila salah satu dari kondisi berikut terpenuhi, yaitu : 1. Pengusaha atau wajib pajak mempunyai penyertaan langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada pengusaha atau wajib pajak lain, atau hubungan antara pengusaha atau wajib pajak dengan penyertaan 25% atau lebih pada dua pengusaha (wajib pajak) atau lebih, demikian pula hubungan antara dua pengusaha (wajib pajak) atau lebih yang disebut terakhir. 2. Pengusaha (wajib pajak) menguasai pengusaha (wajib pajak) lainnya atau dua atau lebih pengusaha (wajib pajak) berada di bawah penguasaan pengusaha (wajib pajak) yang sama baik langsung maupun tidak langsung 3. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat dan/atau ke samping satu derajat.
Pengaruh Transaksi Perusahaan Afiliasi Terhadap ETR
13
Hubungan istimewa juga dimunculkan dalam pasal 9 ayat (1) Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia. Perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan istimewa apabila : 1. Suatu perusahaan dari suatu Negara Pihak pada Persetujuan turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, atau 2. Terdapat orang/badan yang sama yang turut berpartisipasi secara langsung maupun tidak langsung dalam manajemen, pengawasan, atau modal suatu perusahaan dari Negara Pihak pada Persetujuan dan suatu perusahaan dari Negara Pihak lainnya pada Persetujuan, dan dalam tiap kasus di atas, terdapat kondisi-kondisi yang dibuat atau diberlakukan diantara kedua perusahaan dimaksud dalam hubungan dagang atau hubungan keuangannya yang berbeda dengan kondisi-kondisi yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan yang mempunyai kedudukan bebas, maka atas laba yang karena kondisi- kondisi tadi, tidak diakui, dapat ditambahkan pada laba perusahaan tersebut dan dikenakan pajak. Merujuk pada semua ketentuan dan peraturan perpajakan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa hubungan istimewa dalam konteks pajak dapat terjadi karena terpenuhinya salah satu atau lebih dari tiga faktor berikut yaitu faktor kepemilikan atau penyertaan modal, faktor penguasaan manajemen atau teknologi, dan faktor hubungan keluarga sedarah atau semenda. Hubungan istimewa ini disebut juga dengan afiliasi atau affiliated company. 2.2
Aspek Perpajakan dalam Transaksi Perusahaan Afiliasi
Hubungan dengan pihak-pihak bereleasi merupakan aktivitas yang normal dalam perdaganagan atau bisnis. Namun dalam ketentuan perpajakan, transaksi perusahaan afiliasi atau memiliki hubungan istimewa menjadi perhatian ketika dicurigai bertujuan untuk penghindaran pajak. Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan melaporkan penghasilan atau beban yang tidak sewajarnya akibat adanya harga yang tidak wajar. Sehingga menurut Advianto [1] atas transaksi yang dilakukan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dalam ketentuan perpajakan harus : 1. Menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa 2. Mengungkapkan transaksi-transaksi yang dilakukannya dalam lampiran Surat Pemberitahuan PPh 3. Dirjen Pajak memeliki wewenang untuk melakukan perhitungan kembali apabila transaksi hubungan istimewa tidak menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha secara benar. Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha penetapan harga dan laba transaksi haruslah sama dan sebanding antara transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan pihak-pihak yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa. Sama dan sebanding yang dimaksudkan tidak berarti harus sama persis tapi pada nilai yang wajar. Batasan wajar dalam SAK dapat diartikan sebagai batasan yang tidak material, atau jumlah yang tidak signifikan terhadap keseluruhan transaksi. Jika merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per32/PJ/2011 [5], batasan material transaksi adalah nilai seluruh transaksi tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dalam satu tahun pajak untuk setiap lawan transaksi. 2.3
Transfer Pricing dalam Transaksi Afiliasi
Transfer pricing atau harga transfer sering juga disebut dengan intracompany pricing, intercorporate pricing, interdivisional atau internal pricing, Suandy [15] yang merupakan harga yang diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan jasa antar anggota (group perusahaan), Mangonting [12]. Transfer pricing dapat menjadi penting dalam berbagai alasan bisnis, salah satunya menjamin hak pemegang saham minoritas atau kreditor, Price Waterhouse Cooper [13]. Pengertian harga transfer dapat dibedakan atas dua yaitu yang bersifat netral dan bersifat pejoratif. Pengertian secara netral adalah murni merupakan strategi dan taktik bisnis tanpa motif pengurangan beban pajak. Sedangkan secara pejoratif mengasumsikan harga
12 14
Desi Handayani dan Tobi Arfan
transfer sebagai upaya untuk menghemat beban pajak dengan taktik, antara lain menggeser laba ke negara yang tarif pajaknya rendah, Suandy [15]. Pengertian secara pejoratif ini timbul karena adanya rekayasa finansial yang melibatkan perusahaan antar negara. Tujuan dilakukannya transfer pricing ini adalah meminimalkan beban pajak, pendengalian devisa, dan berkenaan dengan risiko pengambilalihan oleh pemerintah asing, Suandy [15]. Di dalam negeri, transfer pricing dilakukan dengan maksud mengalihkan pengenaan pajak dari semula yang tidak final menjadi final. Tujuan yang ingin dicapai dalam transfer pricing ini adalah : 1. Memaksimalkan penghasilan global. 2. Mengamankan posisi kompetitif anak/cabang perusahaan dan penetrasi pasar. 3. Mengevaluasi kinerja anak/cabang perusahaan mancanegara 4. Menghindarkan pengendalian devisa 5. Mengantrol kredibilitas asosiasi 6. Mengurangi risiko moneter 7. Mengatur arus kas anak/cabang perusahaan yang memadai 8. Membina hubungan baik dengan administrasi setempat 9. Mengurangi beban pengenaan pajak dan bea masuk 10. Mengurangi risiko pengambilalihan oleh pemerintah. Jenis-jenis transaksi afiliasi yang rawan praktek transfer pricing antara lain pembayaran jasa, bunga, penjualan dan pembelian barang, royalti, pengalihan harta, serta transaksi dengan penduduk negara tax heaven, Karim [10]. Sebagai contoh transaksi penjualan ekspor melalui perusahaan afiliasi yang didirikan di negara yang memiliki tarif PPh lebih rendah dari tarif PPh yang berlaku di Indonesia. Bisa juga dalam bentuk transaksi pembayaran imbalan jasa dari perusahaan afiliasi yang didirikan di negara yang memiliki tarif PPh yang lebih rendah dari tarif PPh yang berlaku di Indonesia. Bentuk lain berupa transaksi penjualan barang domestik yang terutang pajak penjualan barang mewah (PPnBM) melalui perusahaan afiliasi, dimana PPnBM yang dibayarkan menjadi lebih rendah dari harga penyerahan kepada konsumen akhir karena hanya memperhitungkan nilai tambah proses produksi atau impor. 2.4
Tarif Pajak Efektif (ETR)
Tarif pajak efektif merupakan perbandingan antara beban pajak yang dibayar perusahaan dengan penghasilan sebelum pajak. Tarif pajak efektif sangat berguna untuk mengukur beban pajak yang sebenarnya, GAO [7]. Tarif pajak efektif membantu kita untuk mengetahui berapa bagian dari penghasilan yang sebenarnya kita bayarkan untuk pajak dibandingkan dengan tarif pajak marginal. Damodaran [6] mengatakan bahwa tarif pajak marginal sebagian besar perusahaan di Amerika nilainya hampir sama. Sedangkan tarif pajak efektif antar perusahaan memiliki perbedaan yang signifikan. Hassett dan Mathur [8] mengatakan bahwa tarif pajak efektif dapat digunakan untuk membandingkan daya saing antar perusahaan dibandingkan dengan statutory tax rate. Hal ini disebabkan karena STR tidak memperhitungkan luasnya dasar pengenaan pajak. Nicodeme [11] menemukan bahwa terdapat perbedaan yang besar antara STR dan ETR. STR tidak mencerminkan beban pajak perusahaan dengan sempurna sehingga para ahli ekonomi menawarkan pengukuran pajak dengan tarif pajak efektif. Menurut Nicodeme [11], ETR merupakan hal yang sensitif bagi siklus bisnis. ETR penting karena berbagai alasan. Pertama ETR memberikan gambaran insentif pajak dari pemerintah. Insentif ini mencerminkan rendahnya dasar pengenaan pajak atau lemahnya penegakan aturan. Kedua, perbandingan ETR antar negara memberikan indikasi apakah terdapat perbedaan perlakuan pajak pada perusahaan dengan karakteristik sama tapi berbeda lokasi. 2.5
Kerangka Pemikiran
Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, legal ataupun illegal. Salah satu factor yang dapat dimanfaatkan wajib pajak untuk mengurangi beban pajaknya adalah
Pengaruh Transaksi Perusahaan Afiliasi Terhadap ETR
15 13
melalui aktivitas perusahaan afiliasi atau yang memiliki hubungan istimewa. Transaksi antar perusahaan afiliasi merupakan hal yang wajar, namun hal ini berubah menjadi tidak wajar ketika wajib pajak menggunakan aktivitas tersebut dengan tujuan penghindaran pajak. Kegiatan penghindaran pajak yang timbul dari aktivitas antar perusahaan afiliasi salah satunya adalah melalui transfer pricing. Transfer pricing merupakan penetapan harga transaksi antar perusahaan yang tidak sesuai dengan harga wajar yang berlaku di pasar. Sehingga akan terjadi transfer penghasilan dari perusahaan yang berada di negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak rendah. Di Indonesia bentuk transfer pricing juga ditujukan untuk pemindahan penghasilan yang sebelumnya dikenakan PPh tidak final menjadi PPh final. Dengan adanya transfer penghasilan tersebut maka beban pajak perusahaan akan lebih kecil. Beban pajak kecil akan terlihat dari besaran tarif pajak efektif yang juga kecil. Berdasarkan pemikiran tersebut maka dugaan sementara untuk penelitian ini adalah terdapat pengaruh transaksi perusahaan afiliasi terhadap tarif pajak efektif perusahaan. 3
Metode Penelitian
3.1
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di sektor Perkebunan yang terdaftar di BEI. Sampel dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Kriteria penarikan sampel adalah sebagai berikut : 1. Sudah terdaftar di BEI per 31 Desember 2008 dan tetap listing hingga 31 Desember 2011. 2. Mempublikasikan laporan keuangan tahun 2009 – 2011. 3. Tahun pembukuan berakhir 31 Desember 4. Tidak memiliki laba sebelum bunga dan pajak yang bernilai negative dan tidak mengalami ekuitas defisit. Berdasarkan kriteria sampel yang telah diuraikan, diperoleh 38 perusahaan yang menjadi sampel. Tahun amatan selama tiga tahun, sehingga jumlah amatan menjadi 114 firm years. Data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk data panel. Data-data yang akan dikumpulkan adalah data item-item dalam laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel dalam rentang waktu tiga tahun yaitu dari tahun 2009-2011. Data bersumber dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD) dan diambil langsung dari situs BEI yaitu http://www.idx.co.id. 3.2
Teknik Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan regresi linier berganda. Model regresi dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : ETRit AFILit SIZEit LEVit ROAit MNCit α β1,2,…. e 3.3
ETRit = α + β1AFILit + β2SIZEit + β3LEVit + β4ROAit + β5MNCit + e = Tarif Pajak Efektif perusahaan i pada periode t = Transaksi Afiliasi di perusahaan i pada periode t = Ukuran Perusahaan i pada periode t = Leverage Perusahaan i pada periode t = Return on Asset perusahaan i pada periode t = Perusahaan multinasional perusahaan i pada periode t = Konstanta = Koefisien variabel 1,2,….n = Error
(1)
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji t. Uji t dilakukan untuk menguji hipotesis mengenai pengaruh setiap variabel bebas terhadap variabel terikat secara parsial. Penentuan penerimaan hipotesis dengan membandingkan nilai thitung dengan nilai ttabel. Apabila nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak. Dengan penentuan tingkat signifikansi sebesar 5%. Dalam
16 12
Desi Handayani dan Tobi Arfan
menilai pengaruh secara menyeluruh variabel bebas terhadap variabel terikat, dilihat juga nilai koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi digunakan untuk menilai seberapa jauh kemampuan seluruh variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikat. 3.4
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.4.1
Tarif Pajak Efektif
Tarif pajak efektif adalah besarnya beban pajak penghasilan yang terutang dibagi dengan penghasilan sebelum pajak, PWC [14]. Beban pajak pengasilan terutang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah pajak penghasilan terutang perusahaan pada satu periode. Jumlah pajak penghasilan terutang atas penghasilan kena pajak pada satu periode disebut juga sebagai beban pajak kini, PSAK 46 [9]. Wibowo [16] menggunakan beban pajak kini dibagi dengan laba sebelum bunga dan pajak untuk menghitung tarif pajak efektif. Merujuk pada rumus tarif pajak efektif yang digunakan oleh Wibowo [16], maka tarif pajak efektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tarif Pajak Efektif = 3.4.2
(2)
Transaksi Afiliasi
Transaksi pihak berelasi didefinisikan berdasarkan PSAK No 7 [9] yaitu suatu pengalihan sumber daya, jasa atau kewajiban antara entitas pelapor dengan pihak-pihak berelasi, terlepas apakah ada harga yang dibebankan. Dalam mempertimbangkan setiap kemungkinan hubungan pihak berelasi, perhatian diarahkan pada substansi hubungan dan tidak hanya dalam bentuk hukum. Hubungan istimewa dalam konteks pajak dapat terjadi karena terpenuhinya salah satu atau lebih dari tiga faktor berikut yaitu faktor kepemilikan atau penyertaan modal, faktor penguasaan manajemen atau teknologi, dan faktor hubungan keluarga sedarah atau semenda. Dummy variable digunakan dalam penelitian ini untuk penetapan terjadi atau tidaknya transaksi perusahaan afiliasi dalam perusahaan. Ketika terjadi transaksi perusahaan afiliasi akan dinyatakan dengan 1 dan ketika transaksi afiliasi tidak terjadi akan dinyatakan dengan 0 (nol). 3.4.3
Variabel Kontrol
Variabel kontrol digunakan agar hasil tidak bias dan dengan adanya variabel kontrol maka hasil analisis akan lebih optimal dan memiliki kekuatan statistik yang lebih tinggi, Widhiarso [17]. Semakin banyak variabel kontrol yang digunakan maka hasil penelitian akan semakin berkualitas, Widhiarso [17]. Ukuran perusahaan = ln(total asset) (3) Debt ratio =
(4)
ROA =
(5)
Multinational Company : Penentuan perusahaan multinasional adalah dengan menggunakan dummy variabel, yaitu bernilai 1 jika melaporkan asset luar negeri dan 0 jika tidak memiliki asset luar negeri. 4
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan, diperoleh rata-rata ETR per kelompok industry sebagaimana disajikan pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Rata-rata ETR (dalam %) Kelompok Industri 2009 Agriculture 26,81 Real Estate 27,32 Sumber : Data Olahan
2010 22,69 22,98
2011 21,85 22,22
17 13
Pengaruh Transaksi Perusahaan Afiliasi Terhadap ETR
Berdasarkan tabel 1, jika dilihat secara rata-rata, ETR pada perusahaan agriculture lebih rendah daripada STR yang berlaku. Rata-rata ETR agriculture lebih rendah daripada rata-rata ETR real estate. Namun secara time series, kedua sektor industri ini memiliki nilai ETR yang cenderung menurun dari tahun 2009 ke tahun 2011. Penurunan ini mengikuti penurunan tarif pajak penghasilan badan (STR) yang ditetapkan dalam peraturan pajak. 4.1
Statistik Deskriptif
Berdasarkan hasil pengolahan eviews diperoleh statistik seperti disajikan pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Statistik Deskriptif RataN Terendah Tertinggi rata ETR 114 0,0907 0,7933 0,2546 TIstm 114 0 1 SIZE 114 21,6731 30,5596 27,6374 LEV 114 0,0594 0,6580 0,3848 ROA 114 0,0058 0,2761 0,0839 MULTI 114 0 1 Sumber : Data Olahan
deskriptif variable penelitian
Standar Deviasi 0,1633 0,2676 2,3269 0,1703 0,0551 0,4055
Frekuensi 105
27
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa dari 114 amatan, terdapat 105 firmyears yang memiliki transaksi dengan pihak berelasi atau hubungan istimewa. Jika dianalisis secara perusahaan, berarti 35 perusahaan dari 38 perusahaan yang menjadi sampel, melaksanakan transaksi dengan pihak berelasi atau memiliki hubungan istimewa. 4.2
Pengujian Hipotesis
Setelah dilakukan pengujian hipotesis regresi linier berganda dengan fixed effect method, diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam tabel 3 berikut : Tabel 3. Analisis Regresi Dependent Variable: ETR? Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 12/19/13 Time: 08:03 Sample: 2009 2011 Included observations: 3 Cross-sections included: 39 Total pool (balanced) observations: 117 Linear estimation after one-step weighting matrix Cross sections without valid observations dropped Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C N? SIZE? LEV? ROA? MULTI?
0.092278 -0.109296 0.017137 -0.207480 -1.675734 0.049096
0.110027 0.026322 0.003568 0.079527 0.160974 0.022880
0.838685 -4.152265 4.803456 -2.608914 -10.40994 2.145829
0.4044 0.0001 0.0000 0.0110 0.0000 0.0352
Sumber : Data Olahan Berdasarkan tabel 3, maka dapat dibuatkan persamaan regresi untuk penelitian ini: ETRit = 0,092 – 0,109AFILit + 0,017SIZEit – 0,207LEVit – 1,675ROAit + 0,049MNCit + e Dari persamaan regresi tersebut terlihat bahwa koefisien hubungan afiliasi atau istimewa bernilai -0,109. Ini berarti transaksi afiliasi atau istimewa memiliki hubungan terbalik terhadap ETR. Sementara untuk variabel kontrol size dan multi bernilai 0,01713 dan 0,0490.
18 12
Desi Handayani dan Tobi Arfan
Berarti size dan perusahaan multinasional memiliki hubungan positif terhadap ETR. Variabel kontrol leverage dan ROA bernilai -0,2074 dan -1,6757 yang berarti terdapat hubungan negatif antara variabel leverage dan ROA terhadap ETR.
4.3
Uji t
Uji t dimaksudkan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Penentuan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan membanding nilai t hitung dengan t tabel serta melihat tingkat signifikansinya. Jika t hitung > t tabel maka dikatakan terdapat pengaruh variable independen terhadap variabel dependen. Pengaruh signifikan akan diperoleh apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Nilai t tabel untuk penelitian ini adalah sebesar 1,968 dimana k= 5 dan n=114. Dari tabel 4, nilai t hitung variabel transaksi afiliasi adalah -4,152 dan signifikansi 0,0001. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel dan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan nilai statistic dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara transaksi afiliasi terhadap tarif pajak efektif (ETR). Pengaruh negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi transaksi afiliasi maka akan semakin kecil ETR. Sehingga dapat dikatakan bahwa Ha terdapat pengaruh transaksi afiliasi terhadap ETR diterima. Adanya transaksi afiliasi mendorong munculnya transfer pricing. Transfer pricing menjadi salah satu alat yang digunakan oleh wajib pajak untuk meminimalkan pajaknya. Transfer pricing yang tidak wajar akan mengarah pada tindakan tax evasion atau penggelapan pajak. Semakin tinggi transaksi antar perusahaan afiliasi, maka semakin besar juga nilai transfer pricing. Jika transfer pricing dijalankan tidak sesuai dengan kaidah harga wajar, maka akan semakin besar tingkat pengurangan pajak yang harus disetor ke kas negara. Sehingga secara rata-rata beban pajak perusahaan akan kecil. Sedangkan nilai statistik untuk variabel kontrol menunjukkan pengaruh yang signifikan. Hal ini berdasarkan nilai statistic t hitung semua variabel kontrol lebih besar dari t tabel dan tingkat signifikansi semua variabel kontrol lebih kecil dari 0,05. Hasil pengujian variabel kontrol menunjukkan hasil yang sama dengan beberapa penelitian sebelumnya. 4.4
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Kooefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Rsquared yang terdapat pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.800045 0.682263 0.120055 6.792604 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.504437 0.465321 1.052170 3.646075
Nilai R-squared penelitian ini adalah 0,800. Ini berarti bahwa 80% variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Sedangkan 205 lagi dijelaskan oleh variabel lain. 5
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan secara statistic maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara transaksi perusahaan afiliasi terhadap tarif pajak efektif perusahaan 5.2
Saran
Dengan diketahuinya bahwa terdapat pengaruh transaksi perusahaan afiliasi terhadap tarif pajak efektif perusahaan, maka penelitian berikutnya adalah menguji kemungkinan
Pengaruh Transaksi Perusahaan Afiliasi Terhadap ETR
13 19
terjadinya penyimpangan transfer pricing dalam transaksi antar perusahaan afiliasi. Selain itu penelitian ini juga masih dapat diperluas dalam sampel pengujian terhadap perusahaan sektor lainnya. DAFTAR PUSTAKA [1]Advianto, LY Hari Sih. Transaksi Hubungan Istimewa. http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/opini-kita-kup/1091-transaksihubungan-istimewa diunduh tanggal 15 April 2013, 3:16 PM. 2011 [2]Claessens et al. The Separation of Ownership and Control in East Asian Corporation. Journal of Financial Economics, Vol 58. 2000 [3]Direktorat Jenderal Pajak. Undang-Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Jakarta. 2008 [4]Direktorat Jenderal Pajak. Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Jakarta. 2009 [5]Direktorat Jenderal Pajak. Peraturan Dirjen Pajak Per 32/PJ/2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha Dalam Transaksi Antara Wajib Pajak dengan Pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa. Jakarta. 2012. [6]Damodaran, Aswath. More on Effective Tax Rate. Stern School of Business at New York University. http://pages.stern.nyu.edu/~adamodar/New_Home_Page/valquestions/taxrate.htm diunduh tanggal 11 September 2012 pukul 2:36 PM. (t.t) [7]Government Accountability Office. U.S Multinational Corporations : Effective Tax Rate are Correlated with Where Income Is Reported. United States Government Accountability Office. Report to The Committee on Finance, U.S Senate. 2008. [8]Hassett, Kevin A dan Aparna Mathur. Report Card on Effective Corporate Tax Rates. United States Gets an F. American Enterprise Institute. 2011. [9]Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Per 1 Juni 2012. Jakarta. 2012 [10]Karim, Yusuf. Modus Transfer Pricing, Efektif Kecoh Pajak. Diunduh dari http://www.inilah.com/read/detail/472641/modus-transfer-pricing-efektif-kecoh-pajak tanggal unduh 15 April 2013, 3.14 PM. 2010 [11]Nicodeme, Gaetan. Computing Effective Corporate Tax Rates : Comparisons and Results. Economic Papers No 153 and MPRA Paper No. 3808. 2001. [12]Mangonting, Yenni. Tax Planning : Sebuah Pengantar sebagai Alternatif Meminimalkan Pajak. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 1. No. 1. Mei 1999 : 43 – 53. Universitas Petra. 1999. [13]Price WaterHouse Cooper. Tax Accounting Services : The Impact of Transfer Pricing in Financial Reporting. Price WaterHouse Cooper. 2011. [14]Price WaterHouse Cooper. Global Effective Tax Rate. Price WaterHouse Cooper. [15]Suandy, Erly. 2009. Perencanaan Pajak. Jakarta : Salemba Empat. 2011. [16]Wibowo, Adi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tarif Pajak Efektif (Studi Pada Perusahaan Publik di Indonesia). Tesis. Universitas Gadjah Mada. 2012. [17]Widhiarso, Wahyu. Analisis Data Penelitian dengan Variabel Kontrol. Yogyakarta : Fakultas Psikologi. Universitas Gadjah Mada. 2011.