PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN & ORIENTASI STRATEGI SERTA PENGEMBANGAN STRATEGI INDUSTRI MIKRO (MIKRO) (SEBUAH TINJAUAN TEORI) ANDREAS ANDRIE DJATMIKO, S.H, M.Hum. *)
Abstrak Intention of this research is to test by normative/theory among education level, experience, and strategy orientation conducted by owner an industry, specially micro industry, and also development of conducted strategy to performa of effort either through partial and also by simultan. Which this research background is business environment which progressively complex, claiming the effort which pertained middle and micro have to can develop x'self in order to winning emulation and can stay, grow, and expand better. At middle and micro effort most made by strategic development of owner at the same time manager. Influence of owner at business strategy stronger than with effort with larger ones scale. This matter is caused by owner have strong ability in passing challenge and in striving election of business strategy to reach successfulness of effort him. Development of effort basically can be done with three way of, that is : by developing new market by extending from local market or a market of regional to national market or is international. Second: is by innovate product by creating new product for cutomer which have there is now and also to come. Thirdly: concerning development of network of effort and relation/link. It’s implication for middle and micro industry with same job/activity/colaboration with cutomer, suplier, distributor, other organization and competitor. Relation between variable of dependen that is performa of effort and independent variable of him can be yielded by using analyzer of regresi doubled. From result of research known that education storey;level, experience of strategy orientation and owner and also development of strategy have an effect on to performa of effort. While factor having influence most dominant to performa variable development of strategy. *) Dosen STKIP PGRI Tulungagung
Latar Belakang Masalah Seiring dengan perubahan lingkungan yang terjadi, secara fundamental sangat penting bagi sebuah usaha khususnya usaha mikro (mikro) untuk mengevaluasi kembali strategi dan kinerja untuk disesuaikan dengan kondisi yang ada. Hal ini dimaksudkan agar mampu membangun keunggulan kompetitif yang merupakan faktor kunci keberhasilan. Untuk dapat mengikuti kemajuan serta perubahan persaingan yang terjadi dewasa ini. Sebaiknya setiap usaha mikro melakukan pembenahan diri agar
mampu memanfaatkan kondisi yang berkembang, serta mengantisipasi peluang-peluang bisnis secara tepat dan cepat (Gieskes, 2000 dalam Herawati, 2003). Upaya ini tidak hanya berlaku bagi usaha makro (besar), tetapi juga penting bagi usaha mikro dan menengah. Usaha mikro dan menengah seringkali dipandang sebagai problem (Kompas, 3 Maret 2002). Terdapat beberapa alasan mengapa muncul pandangan semacam itu. Tinjauan dari perspektif kemampuan usaha mikro dan menengah dianggap kurang berdaya. Sehingga
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 59
pemerintah merasa perlu memberikan perhatian khusus. Perlindungan dan bantuan usaha tampaknya menjadi suatu keharusan, mengingat jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor ini cukup besar, mencapai proporsi mayoritas lebih dari 90 persen pelaku ekonomi. Menurut batasan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2000, jumlah tenaga yang direkrut untuk usaha mikro berkisar antara 5 sampai 19 orang. Sedangkan untuk usaha menengah berkisar antara 20 hingga 90 orang, dan usaha makro lebih dari 100 orang. Dengan batasan itu, di Indonesia paling sedikit mempunyai 640 ribu usaha mikro dan 70 ribu usaha menengah. Informasi lain menunjukkan bahwa terdapat 39 juta pelaku usaha mikro dan menengah. Dari jumlah tersebut minimal 70 juta tenaga kerja yang menggantungkan nafkahnya pada usaha mikro dan menengah, atau sekitar 1/3 jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan Inpres No. 163 tahun 2000, kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Mikro dan Menengah bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan bagi usaha mikro menengah. Globalisasi, internationalisasi pasar, liberalisasi perdagangan, deregulasi, pengetahuan ekonomi, ebusiness, dan format organisasi baru merupakan gejala yang berhubungan dengan sikap dan tantangan baru bagi usaha mikro dan menengah (Raymond, 2000). Dimana usaha ini lebih sedikit jika dilihat dari penggunaan sumber daya manusia, keuangan, maupun sumber daya teknologi dibandingkan dengan usaha makro. Akan tetapi kategori usaha mikro dan menengah ini mempunyai keuntungan dalam kaitannya dengan fleksibilitas, proses
waktu, dan kapasitas inovasi yang menjadikannya sebagai pusat (central) dalam ekonomi baru. Dalam lingkungan bisnis yang kompleks, usaha yang tergolong mikro dan menengah harus mengembangkan diri dalam rangka memenangkan persaingan dan dapat bertahan, tumbuh, dan berkembang dengan baik (Skandalakis dan Nelder, 2001). Dalam menghadapi kompetisi global sekarang ini, banyak industri yang tumbuh dan mendapatkan tekanan dari pelanggan utama dan pemborong utama untuk menjadi usaha kelas dunia (worldclass)(Hendry, 1998). Pada usaha mikro dan menengah kebanyakan pengembangan strategis dibuat oleh pemilik sekaligus manajer (Kotey and Meredith, 1997). Mengacu pada penelitian Miller (1983), ditemukan bahwa pengaruh dari pemilik pada strategi bisnis lebih kuat dari pada dengan usaha dengan skala yang lebih besar. Hal ini disebabkan karena pemilik mempunyai kemampuan yang kuat dalam melewati tantangan dan dalam mengupayakan pemilihan strategi bisnis untuk mencapai kesuksesan usahanya. Allport (1961) dalam Kotey and Meredith (1997) menyebutkan kemampuan atau kompetensi dari pemilik ditentukan oleh nilai-nilai individual. Feather (1988) menyebutkan nilai-nilai individual tersebut mencakup: pengalaman, pendidikan yang nantinya mempengaruhi perilaku mereka dalam mengevaluasi, mengambil keputusan dan membuat komitmen (Feather, 1988 dalam Kotey and Meredith, 1997). Mengenai kompetensi dari pemilik, Mole dan kawan-kawan
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 60
(1983) dalam Julita Wasilezuk (2000) yang mengenengahkan pendekatan model kompetensi yang mempengaruhi strategi bisnis, pemasaran, keuangan maupun manajemen sumber daya manusia, yaitu: (1) dari dalam diri wirausahawan itu sendiri (yang mencakup: keahlian, pengetahuan dan karakter individu); (2) proses yang diawali wirausahawan itu sendiri ; dan (3) perforna dari wirausahawan, Keahlian dan pengetahuan ditentukan dari pengalaman dan latar belakang pendidilan dari pemilik. Dalam penelitiannya Wasilezuk (2000) mengatakan bahwa kompetensi yang dimiliki oleh pemilik mempengaruhi pertumbuhan usaha Kompetensi disini dibagi menjadi dua; pertama: kompetensi personal, merupakan gabungan dari latar belakang pendidikan dari pemilik, pengalaman, karakter personal dan motivasi. Kedua: kompetensi operasional, merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemilik dalam memimpin dan menjalankan usahanya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan dan pengalaman seorang usahawan, seperti halnya orientasi strategis yang berkenaan dengan pasar baru, produksi baru, dan teknologi baru akan mempengaruhi organisasi itu. Sehingga tingkatan pengetahuan dan pengalaman seorang pemilik cenderung mempunyai dampak pada performa usaha dalam kaitannya dengan profitabilitas, produktivitas dan pertumbuhan. Dalam lingkungan bisnis yang kompleks, usaha yang tergolong mikro dan menengah harus mengembangkan diri dalam rangka memenangkan persaingan dan dapat
bertahan, tumbuh, dan berkembang dengan baik (Skandalakis dan Nelder, 2001). Dalam menghadapi kompetisi global sekarang ini, banyak industri yang tumbuh dan mendapatkan tekanan dari pelanggan utama dan pemborong utama untuk menjadi usaha kelas dunia (worldclass)(Hendry, 1998). Pengembangan usaha pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pertama untuk industri mikro dapat dengan mengembangkan pasar baru untuk produknya, dengan memperluas dari pasar lokal atau suatu pasar regional ke pasar nasional atau internasional (Levratto, 2002). Kedua: adalah dengan melakukan inovasi produk, yaitu dengan menciptakan produk baru untuk pelanggan yang sudah ada sekarang maupun yang akan datang (Roper and Love, 2002). Ketiga: menyangkut dua hal yang pertama tadi, yaitu menyangkut pengembangan jaringan usaha dan hubungan. Implikasinya untuk industri mikro dan menengah adalah dengan kerja sama/ kolaborasi dengan pelanggan, suplier, distributor, pesaing dan organisasi lainnya seperti pusat riset dan konsultan (Gulati, 1998). Kerja sama/ kolaborasi ini penting bagi industri mikro dan menengah untuk dapat menekan sumber daya yang diperlukan dalam memenuhi pengembangan ini. Dengan begitu dapat memelihara fleksibilitas sumber daya manusia, keuangan, dan hubungan dalam rangka mengurangi resiko yang berhubungan dengan lingkungan bisnis global. Bertolak dari beberapa fenomena tersebut perlu dilakukan suatu penelitian yang dirancang untuk dapat mengetahui bagaimana
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 61
tingkat pendidikan dan pengalaman seorang wirausahawan seperti halnya orientasi strategi yang berkenaan dengan pasar baru dan pengembangan strategi yang dilakukan oleh usaha/ industri mikro dan menengah berpengaruh terhadap performa usaha. Objek penelitian yang dipilih disini adalah usaha-usaha mikro dan menengah yang cukup berpengaruh dalam mengangkat tingkat ekonomi masyarakat dengan banyaknya tenaga kerja yang tergabung di dalamnya (BPS, 2003), baik industri mikro yang tergabung dalam sentra industri mikro/ kerajinan maupun yang tergolong dalam industri menengah. Sehingga nantinya dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan dan perluasan usaha sesuai dengan kemampuan usaha dan kebutuhan pasar. Peneliti mengangkat masalah tersebut ke dalam suatu kegiatan penelitian yang lebih bersifat normatif (teoritis): PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN, PENGALAMAN & ORIENTASI STRATEGI SERTA PENGEMBANGAN STRATEGI INDUSTRI MIKRO (MIKRO) (SEBUAH TINJAUAN TEORI) Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka muncullah pokok permasalahan yang akan menjadi perhatian: Pertama, bagaimana pengaruh latar belakang pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik usaha mikro terhadap performa usaha? Kedua, diantara faktor latar belakang tingkat pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik usaha, manakah yang berpengaruh
dominan terhadap performa usaha mikro? 3. Tujuan Penulisan Berdasarkan pokok permasalahan yang ada, maka penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan, Pertama, untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh latar belakang pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik usaha mikro terhadap performa usaha. Kedua, untuk menganalisis dan menjelaskan faktor dominan yang berpengaruh terhadap performa suatu usaha mikro secara teoritis. PEMBAHASAN Pembahasan terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama menguraikan tentang pentingnya latarbelakang pendidikan atau tingkat pendidikan pemilik suatu usaha mikro, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik secara simultan dan partial terhadap performa usaha yang dimilikinya. Dari uraian tersebut, diharapkan akan diperoleh pemahaman mengenai pentingnya tingkat pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik secara simultan dan partial terhadap performa usaha mikro. Bagian kedua menguraikan tentang bentuk strategi serta menganalisis dan menjelaskan faktor dominan yang berpengaruh terhadap performa suatu usaha mikro secara teoritis. 1. Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman, Orientasi Strategi Dan Pengembangan Strategi Dari Pemilik Usaha Mikro Terhadap Performa Usaha. ■ Kerangka Dasar Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 62
Pentingnya usaha kecil dan menengah yang merupakan bagian dari keseluruhan industri nasional telah lama dirasakan tidak hanya sebagai suatu pemerataan pembangunan akan tetapi juga sebagai suatu yang telah mendapatkan tempat yang mantap dalam struktur sosial, karena: 1.Banyak menyerap tenaga kerja. 2.Ikut menyelaraskan peredaran perekonomian negara dan mampu hidup berdampingan dengan perusahaan besar. 3.Usaha kecil dan menengah dapat memegang peranan penting dan menopang usaha besar. 4.Dapat menyediakan bahan mentah, suku cadang, bahan pembantu lainnya 5.Usaha kecil dapat berfungsi sebagai ujung tombak bagi usaha besar dengan menyalurkan dan menjual hasil usaha besar kepada konsumen akhir. Irsan Azliari Saleh (1986:28), mengemukakan alasan alasan yang mendukung pentingnya pengembangan industri kecil dan menengah, yaitu: 1.Masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya didalam memperoleh bahan mentah dan peralatan. 2.Relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sektor sektor ekonomi yang lain. 3.Peranan dalam jangka panjang sebagai basis bagi pencapaian kemandirian pembangunan ekonomi. Karena industri kecil ini umumnya diusahakan oleh
pengusaha dalam negeri dengan menggunakan kandungan impor yang rendah. 4.Potensi terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi pengangguran. Industri kecil dan menengah beroperasi dalam suatu sistem manajemen bisnis. Operasi usaha mereka membutuhkan input faktor yang terdiri dari bahan mentah, tenaga kerja, modal dan entrepreneur. Bahan mentah industri kecil diperoleh dari daerah yang tidak jauh dari tempat berproduksi. Begitu pula tenaga kerja yang dibutuhkan datang dari daerah di sekitar perusahaan. Modal yang dimiliki terbatas dan bisa digunakan untuk kebutuhan produksi. Sedangkan enterpreneur mereka cukup tinggi karena pengalaman berbisnis telah menempa mereka untuk siap menjadi wirausahawan yang tangguh, sehingga industri kecil ini disebut dengan entrepreneur organization (Mintzberg, 1992). Batasan yang dikemukakan oleh Biro Pusat Statistik tentang industri kecil dilihat dari jumlah tenaga kerja, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut Industri Kecil : 5 – 19 karyawan Industri Sedang : 20 – 99 karyawan ■ Kewirausahaan Sebelum membicarakan tentang manajemen usaha kecil ada baiknya membahas terlebih dahulu tentang kewirausahaan yang merupakan elemen yang penting di dalam manajemen usaha kecil tersebut. Di Amerika Serikat misalnya, kewirausahaan seringkali diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri (Drucker,1985). Kata “wirausaha” atau “wiraswasta”
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 63
dalam bahasa Indonesia adalah padanan kata bahasa Perancis entrepreneur, yang sudah dikenal sejak abad 17 (Holt, 1992 dalam Riyanti, 2003). Kata entrepreneur diturunkan dari kata kerja entreprende. The Concise Oxford French Dictionary (1980) dalam Riyanti (2003) mengartikan entreprende sebagai to undertake (menjalankan, melakukan, berusaha), to set about (memulai), to begin (memulai); to attempt (Mencoba, berusaha). Kata “wirausaha” merupakan gabungan kata wira (=gagah berani, perkasa) dan usaha. Jadi, wirausaha berarti orang yang gagah berani atau perkasa dalam usaha. Kata “wiraswasta” terdiri dari kata wira (=gagah berani, perkasa) dan swa (=sendiri, mandiri). Jadi, wiraswasta berarti orang yang perkasa dan mandiri. Harus diakui memberikan definisi realis dari wirausaha tidak semudah memformulasi definisi etimologisnya. Dalam berbagai referensi kita memenukan rumusan yang dikemukakan para pakar manajemen tentang wirausaha atau entrepreneur. ■ Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kewirausahaan memang sangat identik dengan usaha kecil. Tidak banyak buku yang membahas tentang pengertian tentang usaha kecil dan menengah, karena belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha kecil dan menengah. Wheelen dan Hunger (2002) berpendapat bahwa usaha kecil dioperasikan dan dimiliki secara independen, tidak dominan dalam daerahnya dan tidak menggunakan praktek-praktek inovatif. Akan tetapi usaha yang bersifat kewirusahaan adalah usaha yang pada awalnya
bertujuan untuk tumbuh dan menguntungkan serta dapat dikarakteristikkan dengan praktekpratek inovasi strategis. Definisi usaha kecil menurut Suryana (2001) umumnya mencantumkan karakteristik perusahaan yang tergolong usaha kecil: 1) Biasanya bersifat bebas, tidak terikat dengan identitas bisnis lain, misalnya sebagai cabang, anak perusahaan, atau divisi dari perusahaan yang lebih besar. 2) Biasanya sepenuhnya dikendalikan oleh pemiliknya yang biasanya adalah ownermanager yang memberikan konstribusi kepada hampir semua hal, tidak hanya terbatas pada modal kerja, 3) Otoritas pengambilan keputusan dipegang penuh oleh pemilik usaha. ■ Evaluasi dan Kontrol Rencana Bisnis Seperti yang telah dijelaskan pada bab awal penulisan ini bahwa dengan adanya globalisasi, deregulasi dan format organisasi baru menjadi tantangan bagi industri kecil dan menengah sehingga perusahaan harus mengevaluasi dan dan mengontrol strategi dan kinerjanya untuk tetap dapat bertahan, tumbuh dan berkembang. Dunia dimana perusahaan beroperasi berubah dengan cepat, baik politik, social, ekonomi maupun teknologi. Dengan berubahnya lingkungan tersebut memaksa perencana untuk harus selalu mengevaluasi rencana bisnisnya. Untuk perusahaan kecil-menengah perencana adalah pemilik sekaligus manajer. Hal itu berarti pemilik usaha mikro khususnya harus
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 64
mengadakan penyesuaian terhadap elemen-elemen dari rencana bisnis yaitu misi, tujuan, sasaran dan yang paling penting adalah strategi. Disamping itu ia juga harus mengevaluasi dan mengontrol segala aktivitas perusahaan agar selalu mengarah pada apa yang telah direncanakan sebelumnya. Proses evaluasi dan control yang dilakukan oleh perusahaan dapat didefenisikan sebagai berikut: 1. Evaluasi strategik adalah suatu proses mendapatkan informasi mengenai pelaksanaan rencanarencana bisnis dan kinerjanya serta membandingkan informasi tersebut dengan standar yang telah ditentukan. 2. Kontrol strategik adalah suatu proses merubah rencana bisnis yang diakibatkan adanya perubahan kondisi/ situasi, adanya tambahan pengetahuan atau membuat penyesuaian untuk mengarahkan aktivitasaktivitas agar sesuai dengan rencana. Peter Drucker menulis bahwa untuk hidup dan tumbuh, perusahaan haruslah beroperasi secara efisien dan efektif. Untuk mengetahui tingkat keefisienan suatu kinerja maka diperlukan suatu evaluasi terhadap hasil-hasil perusahaan yang merupakan akibat dari keputusan yang telah dibuat. Melakukan evaluasi dan kontrol strategik sangat penting bagi perusahaan dengan alasan: 1. Adanya perubahan kondisi dan situasi pasar serta perekonomian dimana pasar semakin berkembang, teknologi berubah dan pesaing-pesaing baru bermunculan. 2. Semakin rumit dankompleksnya organisasi
akan membutuhkan suatu kontrol yang lebih baik. 3. Semakin terdesentralisirnya kekuasan dan wewenang, para manajer membutuhkan suatu alat untuk mengetahui aktivitas dan kinerjanya para bawahannya. Proses evaluasi dan control strategik akan melalui beberapa tahap/ langkah sebagai berikut: 1. Menentukan suatu standar untuk mengukur kinerja perusahaan dan membuat batas toleransi yang dapat diterima untuk tujuan, sasaran dan strategi. Peter Drucker mengusulkan lima kriteria untuk penentuan standar pengukuran kinerja tersebut, yaitu: a. Posisi pasar. Penilaian yang nyata terhadap keberhasilan perusahaan adalah mengukur posisi pangsa pasarnya dibandingkan dengan para pesaing. b. Kinerja inovasi (Devisi Riset dan Pengembangan). c. Produktivitas. Kriteria ini berhubungan dengan nilai tambah output. Penjualan per karyawan merupakan salah satu ukuran produktivitas. d. Likuiditas dan Aliran kas (cash flow). Kriteria aliran kas biasanya lebih baik daripada masalah keuangan. 2. Menghitung dan mengukur hasil kinerja yang telah dicapai 3. Membandingkan antara standar dengan hasil yang dicapai dan jika melampaui batas toleransi, harus dianalisa penyebabpenyebabnya.
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 65
4. Mengambil tindakan perbaikan jika diperlukan. Dalam penelitiannya, Bernice Kotey, G.G. Meredith berpendapat bahwa nilai-nilai pribadi dari owner (pemilik) suatu usaha, strategi bisnis dan performa perusahaan mempunyai hubungan yang erat. Selanjutnya, Kevin Hindle, Neil Cutting menegaskan pentingnya latarbelakang pendidikan yang semestinya dimiliki oleh setiap pemilik usaha, dengan berpendapat sebagai berikut; Wirausahawan yang mempunyai latar belakang pendidikan yang sesuai memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kepuasan pelayanan terhadap pelanggan dari pada yang tidak/ kurang mempunyai pengetahuan. Pendapat Kevin Hindle ini di perkuat oleh Reginald M. Beal. 2000, dengan menyatakan bahwa kemampuan dalam mempelajari perkembangan lingkungan mempengaruhi pemilihan strategi bersaing. Faktor dari beberapa aspek lingkungan yang penting itu antara lain informasi dari pelanggan, pesaing dan pemasok.Yang mana Julita Wasilezuk. 2000 dalam penelitiannya juga menyatakan dan menyimpulkan bahwa kompetensi personal dari owner (pemilik) suatu usaha yang terdiri dari: pendidikan, pengalaman, kemampuan personal dan motivasi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan perusahaan. Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para peneliti tersebut diatas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa latar belakang pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi dari pemilik usaha mikro sangatlah berpengaruh baik secara simultan maupun partial terhadap performa usaha yang dimilikinya.
2. Faktor Yang Berpengaruh Dominan Terhadap Performa Usaha Mikro. ■ Strategi Strategi tidak saja dibutuhkan oleh suatu organisasi yang menitikberatkan pada profit oriented saja, namun juga bagi organisasi non-profit oriented seperti rumah sakit, universitas, pemerintah daerah, perpustakaan dan lembaga sosial lainnya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai strategi yang jelas atau formal, lebih unggul (outperformed) kinerjanya dibandingkan dengan organisasi tanpa atau tidak terformulasikan dengan jelas strateginya. Ada beberapa pengertian defenisi strategi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: Strategi merupakan cara untuk mencapai sasaran jangka panjang. Strategi bisnis dapat termasuk perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, pengembangan pasar, penetrasi pasar, divestasi, likuidasi dan usaha patungan (Fred R. David, 2002:12). Menurut Stephanie K. Marrus, seperti yang dikutip Sukristono (1995), didefenisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat tercapai (Husein Umar, 2002:31) Dalam dunia bisnis, istilah strategi menunjukkan “rencana yang disatukan, luas dan terintegrasi yang menghubungkan keunggulan strategi perusahaan dengan
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 66
tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan” (William Glueck & Lawrence R. Jauch, 1991:9). Strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi, melalui misi (Mulyadi, 2001:72). Hamel dan Prahalad (1995) mendefenisikan strategi sebagai tindakan yang bersifat inkremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan (Husein Umar, 2002:31). Pearce dan Robinson (1997:20) menyatakan strategi sebagai suatu rencana yang berskala
besar dan berorientasi kepada masa depan untuk berinteraksi dengan lingkungan persaingan guna mencapai sasaran-sasaran perusahaan. ■ Hierarki Strategi Manajemen strategi merupakan suatu aktifitas yang dijalankan oleh seluruh level manajemen dalam perusahaan. Ditinjau dari tugas dan fungsinya, manajemen strategi membentuk suatu piramida, dimana setiap tugas dari tingkatan piramida tersebut secara bersama melakukan formulasi strategi yang telah ditetapkan, sehingga proses pelaksanaannya bersifat bertingkat. Thompson & Stricland (1998:44) membedakan hirarki strategi berdasarkan macam bisnis yang dilakukan, sehingga dapat dibedakan menjadi 2 macam hirarki strategi, yaitu corporate strategy dan business strategy.
Corporate Strategy Business Strategy Functional Strategies (R&D), Manufacturing, Marketing, Finance, HR,etc Operating Strategies (Region & Directs Plants, Departement Within Functional Teams) Gambar Hierarki Strategi Sumber: Thompson & Stricland, Strategic Management, 1998:45
Hirarki manajemen strategi, seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas dapat diperjelas dalam uraian berikut ini: a. Corporate Strategy: Merupakan strategi perusahaan yang
dikhususkan pada beragam bisnis atau sekumpulan bisnis. b. Business Strategy: Atau lazim disebut sebagai strategi kompetitif karena selain sebagai wujud strategi perusahaan
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 67
dengan lini bisnis tunggal, juga berhubungan dengan produk atau jasa di pasar. c. Functional Strategy: Merupakan strategi yang berkaitan dengan intrepretasi peran dari fungsi atau departemen dalam menerapkan strategi bisnis atau strategi corporate. d. Operating Strategy: Merupakan strategi yang bersifat lebih terbatas, yaitu pada tingkatan unit operasional dan untuk menangani tugas operasional harian dari strategi, sehingga lebih bersifat berkelanjutan. ■ Pengertian dan Manfaat Manajemen Strategi • Pengertian Manajemen Strategi Manajemen strategis menjadi ilmu yang berkembang dengan cepat sebagai respon atas meningkatnya pergolakan lingkungan. Bidang ilmu ini melihat pengelolaan perusahaan secara menyeluruh dan menjelaskan bagaimana perusahaan dapat maju maupun mengalamai kemunduran dalam usahanya. Ciri khusus manajemen strategis adalah penekanan dalam pengambilan keputusan strategis yang berhubungan dengan jangka panjang organisasi secara keseluruhan. Keputusan strategis ini mempunyai tiga karakteristik, yaitu: (Wheelen, 2001:4) 1.Rare: Keputusan-keputusan strategis yang tidak biasa dan khusus, yang tidak dapat ditiru. 2.Consequential: Keputusankeputusan strategis yang memasukkan sumber daya penting dan menuntut banyak komitmen. 3. Directive: Keputusan-keputusan strategis yang menetapkan keputusan yang dapat ditiru
untuk keputusan-keputusan lain dan tindakan-tindakan di masa yang akan dating untuk organisasi secara keseluruhan. Karakteristik tersebut membuat resiko manajemen strategis menjadi sangat tinggi. Manajemen Strategi (Strategic Management) adalah sejumlah keputusan dan tindakan yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang mengarah pada penyusunan suatu strategi atau sejumlah strategi yang efektif untuk membantu mancapai sasaran perusahaan. Proses menajemen strategis ialah cara dengan jalan mana perencana strategi menentukan sasaran dan mengambil keputusan (Gluek 1993 : 6). Wheelen (2001:4) menyatakan Manajemen Strategis adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategi meliputi pengamatan lingkungan, perumusan strategi (perencanaan strategi atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi serta pengendalian. Manajemen strategi menekankan pada pengamatan dan evaluasi peluang dan ancaman lingkungan dengan melihat kekuatan dan kelemahan perusahaan. Agustinus Sri Wahyudi (1996: 15) mendefinisikan Manajemen Strategi adalah suatu seni dan ilmu dari pembuatan (formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusankeputusan strategi antara fungsifungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai tujuan-tujuan masa datang. Fred R.David (2002: 4) mendefinisikan Manajemen Strategis
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 68
sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya. Fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan (R&D) serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Dari definisi diatas, terdapat dua hal penting yang dapat disimpulkan, yaitu bahwa: 1. Manajemen strategi terdiri dari tiga proses: a. Pembuatan strategi, yang meliputi pengembangan misi dan tujuan jangka panjang, pengindentifikasian peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan perusahaan, pengembangan alternatif-alternatif strategi dan penentuan strategi yang sesuai untuk diadopsi. b. Penerapan Strategi, meliputi penentuan sasaran operasional tahunan, kebijakan perusahaan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber-sumber daya agar strategi yang telah ditetapkan dapat diimplementasikan. c. Evaluasi/ kontrol Strategi, mencakup usaha-usaha untuk memonitor seluruh hasil-hasil dari pembuatan dan penerapan strategi termasuk mengukur kinerja individu dan perusahaan serta mengambil langka-langkah perbaikan jika diperlukan. 2. Manajemen Strategik, memfokuskan pada penyatuan/penggabungan aspekaspek pemasaran, riset dan pengembangan, keuangan/akuntansi dan
produk/operasional dari sebuah bisnis. • Manfaat Manajemen Strategi Manfaat manajemen strategis dapat dibedakan dalam dua bidang, yaitu: 1.Manfaat Keuangan Organisasi yang menggunakan konsep manajemen strategis lebih mendatangkan laba dan berhasil ketimbang yang tidak. Bisnis yang menggunakan konsep manajemen strategis menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam penjualan, kemampuan meraih laba dan produktivitasnya dibandingkan dengan perusahaan tanpa aktivitas perencanaan sistematis. (Fred.R. David, 2002:18) 2.Manfaat Non Keuangan Disamping membantu perusahaan menghindari kehancuran di bidang keuangan, manajemen strategis menawarkan manfaat berwujud yang lain, seperti: meningkatnya kesadaran ancaman eksternal, pemahaman yang lebih baik mengenai strategi pesaing, meningkatnya produktivitas karyawan, berkurangnya penolakan terhadap perubahan, dan pemahaman yang lebih jelas mengenai hubungan prestasipenghargaan. Manajemen strategis meningkatkan kemampuan mencegah masalah dari organisasi tertentu karena memajukan interaksi diantara manajer di semua tingkat divisi dan fungsional, membantu meningkatkan keteraturan dan kedisiplinan pada perusahaan dan memperbarui rasa percaya diri dalam strategi bisnis. Greenlay dalam Fred R. David menyatakan manajemen srategis mempunyai manfaat sebagai berikut :
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 69
1. Memungkinkan mengenali, menetapkan prioritas dan memanfaatkan berbagai peluang.Menyediakan pandangan obyektif mengenai masalah manajemen. 2. Menjadi kerangka kerja untuk memperbaiki koordinasi dan pengendalian aktivitas. 3. Meminimalkan pengaruh kondisi dan perubahan yang merugikan. 4. Memungkinkan keputusan utama yang lebih baik mendukung sasaran yang telah ditetapkan. 5. Memungkinkan alokasi waktu dan sumber daya yang lebih efektif dan mengenali peluang. 6. Memungkinkan sumber daya yang lebih kecil dan waktu lebih sedikit dicurahkan untuk mengoreksi kesalahan atau keputusan. 7. Menciptakan kerangka kerja untuk komunikasi internal diantara staf. 8. Membantu memadukan tingkah laku individual menjadi usaha total. 9. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab induvidu. 10. Memberikan dorongan untuk pemikiran ke depan. 11. Menyediakan dasar untuk penjelasan tanggung jawab individu. 12. Mendorong sikap yang menerima perubahan. 13. Memberikan tingkat disiplin dan formalitas yang tepat pada manajemen dari suatu bisnis. ■ Faktor-faktor Sukses Perusahaan Baru Menurut C.W. Hofer dan W.R. Sandberg, ada tiga faktor yang berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan baru. Sesuai dengan tingkat pengaruhnya, faktor- faktor tersebut adalah: 1. Struktur Industri Perusahaan baru dapat meningkatkan kesempatan untuk sukses dengan membangun rintangan masuk yang efektif bagi para pesaing. Untuk dapat menghindari pesaing langsung yang lebih kuat atau besar dengan pesaing utama, perusahaan baru dapat memfokuskan pada segmen pasar yang diabaikan. Karakteristik produkproduk industri juga mempunyai pengaruh langsung terhadap suksesnya perusahaan baru. Pertama, perusahaan baru akan lebih sukses ketika memasuki industri dengan produk yang heterogen dari pada yang homogen. Pada industri yang produknya heterogen, perusahaan baru dapat mendiferensiasi produknya dri produk pesaing dengan produk yang unik dan dengan memfokuskan pada segmen pasar yang mempunyai kebutuhan unik. Kedua, perusahaan baru akan lebih sukses jika produknya merupakan produk yang relatif tidak penting terhadap kebutuhan total pembelian konsumen dari pada jika produk itu tersebut penting. Konsumen akan lebih mempunyai kesempatan untuk mencoba produk baru tersbut lebih murah dan kegagalan karena mengkonsumsi produk tidak beresiko. 2. Strategi Bisnis Kunci sukses bagi kebanyakan perusahaan baru adalah (1) mendiferensiasi
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 70
produk dari produk pesaing dalam hal kualitas dan layanan, dan (2) memfokuskan produk pada kebutuhan konsumen dalam segmen pasar yang dimasuki untuk mendapatkan ceruk pasar (strategi kompetitif diferensiasi fokus dari Porter). Dengan mengadopsi taktik perang gerilya, perusahaan-perusahaan dapat mengambil kesempatan pada ceruk pasar untuk menghindari tekanan langsung dari pemimpin pasar. 3. Karakteristik Wirausahawan Ada empat faktor perilaku yang berpengaruh terhadap kesuksesan perusahaan baru. (Wheelen,2001:511) • Wirausahawan yang sukses lebih baik disbanding orang lain dalam mengindentifikasi kesempatan bisnis potensial. • Wirausahawan yang sukses biasanya memiliki “sense of urgency” yang membuat mereka berorientasi pada tindakan. • Wirausahawan yang sukses mempunyai pengetahuan yang terinci atas faktor-faktor kunci yang diperlukam untuk sukses dalam industri dan stamina fisik yang dibutuhkan. • Wirausahawan yang sukses mencari bantuan dari pihak luar untuk melengkapi keahlian, pengetahuan dan kemampuannya. ■ Pengembangan Strategi pada Industri Kecil dan Menengah Seperti yang dikatakan Ansoff (1957) dalam tulisannya yaitu: industri kecil menengah dapat mengembangkan diri sepanjang dua sumbu yang diwakili oleh markets (pasar) dan produk. Meningkatnya penjualan produk pada pasar yang
sudah ada (markets penetration), mencari pasar baru untuk produk yang sudah ada (market development), menciptakan produk baru untuk pasar yang sudah ada (product development) dan menciptakan produk baru untuk pasar yang baru (diversification) merupakan empat strategi dasar pertumbuhan yang digunakan perusahaan. Berikutnya dengan adanya globalisasi, pengembangan organisasi dapat dilakukan dengan mengaplikasikan teknologi informasi dan teknologi komunikasi dalam memperluas usahanya. Sehingga beberapa perusahaan kecil dan menengah dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi menemukan bentuk pengembangan perusahaannya dalam tiga sumbu yaitu dengan memasukkan jaringan dalam pengembangan strateginya. Jaringan yang menghubungkan perusahaan dengan pelanggan, pemasok (suppliers), relasi dan partner bisnis lainnya dalam suatu kolaborasi hubungan kerja sama (Morgan and Hunt, 1999 dalam Louis R. and Jonsee P.; 2004). ■ Pengembangan Pasar (Market Development) Strategi pengembangan pasar dilakukan perusahaan dengan memperkenalkan produk-produk yang sudah ada ke daerah pemasaran yang baru sehingga pangsa pasar bertambah. Strategi ini dilakukan ketika: jaringan distribusi tersedia, berkualitas dan tidak mahal, perusahaan memiliki kelebihan kapasitas produksi, perusahaan saat ini sangat berhasil atas apa yang dikerjakan dan jika muncul pasar yang baru atau pasar belum jenuh (Agustinus S.W, 1996).
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 71
■ Pengembangan Produk (Product Development) Strategi pengembangan produk dilakukan perusahaan dengan meningkatkan penjualan dengan cara memperbaiki atau mengembangkan produk-produk yang sudah ada. Strategi ini dilakukan pada kondisi perusaahaan: memiliki produkproduk yang berhasil/sukses dan telah berada pada tahap jenuh (maturity stage), pesaing menawarkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih murah, perusahaan memiliki kemampuan riset dan pengembangan produk dan perusahaan bersaing di industri yang sedang bertumbuh (Agustinus S.W, 1996). ■ Penetrasi Pasar (Market Penetration) Pengembangan perusahaan dilakukan dengan meningkatkan pangsa pasar yang ada untuk produk tertentu melalui usaha pemasaran secara besar-besaran. Strategi digunakan ketika: perusahaan dapat meningkatkan skala ekonomi untuk mendukung keunggulan bersaing; adanya hubungan yang tinggi antara pengeluaran untuk pemasaran terhadap kenaikan penjualan; pangsa pasar pesaing menurun sedangkan total penjualan industri meningkat dan pada saat pasar yang ada belum jenuh oleh produk dan jasa perusahaan (Agustinus S.W, 1996). Penelitian yang dilakukan oleh Louis Raymond dan Josee St. Pierre yang berjudul Models dan Patterns of Strategic Development for Manufacturing SMEs menyimpulkan bahwa selain struktur manajemen dari perusahaan, strategi pengembangan yang terdiri dari pengembangan produk, pengembangan pasar dan pengembangan jaringan juga
berpengaruh terhadap peningkatan performa perusahaan. Sedangkan, penelitian yang dilakukan oleh Alfred M. Pelham menyimpulkan bahwa strategi yang berorientasi pada pasar mempunyai pengaruh yang kuat terhadap performa perusahaan; Hanna, V. and Walsh, K berpendapat bahwa strategi pengembangan jaringan perusahaan mempengaruhi jumlah ekspor dan aktivitas inovasi pada industri kecil dan menengah; Saeed Samiee, Kendall Ruth: cakupan pasar yang luas dan kapasitas yang tinggi merupakan hal penting yang dipertimbangkan oleh perusahaan yang menekankan pada standarisasi global; Koufteros, X.A., Vonderembse, M.A. and Doll, W.J.: Kewirausahaan dan lingkungan internal (sumber daya dan keorganisasian/ system manajemen) mempengaruhi performa perusahaan; Ebers, M. and Jarillo, J.C.: Keikutsertaan usahawan dalam jaringan berbagai jenis usaha baik sosial maupun komersial mampu memberikan suatu konsekuensi yang baik terhadap perusahaan. Dari beberapa pendapat peneliti yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan secara jelas, bahwasanya faktor strategi yang telah tersusun secara rapi dan bagus serta analisa yang jitu dan terarah merupakan faktor dominan yang sangat berpengaruh terhadap performa sebuah usaha selain di dukung oleh tingkat pendidikan, serta pengalaman pemilik usaha, khususnya disini adalah usaha mikro. ■Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisis yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdapat bukti secara empiris tentang adanya hubungan baik secara simultan
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 72
maupun partial antara Tingkat Pendidikan, Pengalaman, Orientasi Strategi dan Pengembangan Strategi terhadap Performa Perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi latar belakang tingkat pendidikan, semakin lama pengalaman dari pemilik usaha mikro dan semakin tinggi orientasi strategi serta pengembangan strategi yang dilakukan oleh pemilik usaha mikro akan meningkatkan performa perusahaan. Peningkatan salah satu dari variabel tingkat pendidikan, pengalaman, orientasi strategi dan pengembangan strategi sudah dapat meningkatkan performa dari usaha. Keselarasan peningkatan variabelvariabel ini dapat meningkatkan performa perusahaan. Faktor Pengembangan Strategi adalah faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap Performa Usaha. Peningkatan dan penekanan Pengembangan Strategi memberikan kontribusi yang paling tinggi dalam peningkatan performa perusahaan. ■Saran Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, disarankan: Para pemilik usaha mikro untuk tetap memperhatikan pentingnya manajemen dalam perusahaan, walaupun pada perusahaan kecil sekalipun. Diharapkan dengan adanya manajemen yang baik makan perusahaan dapat berkembang dan memberikan keuntungan. Kemampuan manejerial yang dimiliki oleh manajer sekaligus pemilik yang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan pengalaman yang dimiliki, harus tetap ditingkatkan, baik itu dari segi pendidikan formal maupun informal. Oleh karena itu
diharapkan adanya perhatian yang berkesinambungan dari instansi terkait untuk dapat mengadakan pelatihan dalam meningkatkan kompetensi dari pemilik usaha mikro. Diharapkan penekanan terhadap pengembangan strategi dapat dilakukan secara tepat dan efektif untuk industri kecil dan menengah yang cenderung mempunyai keterbatasan modal, disamping itu dapat juga dijadikan acuan dalam memperluas dan mengembangkan usahanya. ■Referensi 1. Alhusin, Syahri. 2003. Aplikasi Stratistik Praktis dengan SPSS.10, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Jakarta. 2. Agustinus Sri Wahyudi. 1996. Manajemen Strategik Pengantar Proses Berpikir Strategik, Cetakan pertama, Binarupa Aksara, Jakarta. 3. Ansoff, H.I. 1957. Strategies for diversification, Harvard Business Review, Vol. 35, pp. 113-124. 4. Arikunto, Suharsimi.1999, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Cetakan Kesebelas, Rineka Cipta, Jakarta. 5. Azwar Saifuddin. 2000, Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yokyakarta. 6. Beal, Reginald M. 2000. Competing Effectively: Environmental Scanning, Competitive Strategy and Organizational Performance in Small Manufacturing Firms. Journal of Small Business Management, Vol 38 (1), pp. 2747.
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 73
7. David. F.R. 1997. Strategic Management, 6th edition. Prentice Hall, USA. 8. David T. Owyong, 2000, Productivity Growth:Theory and Measurement, APO Productivity Journal, pp. 19-29 9. Drucker, Peter. F. 1985. Inovasi dan Kewirausahaan, Terjemahan.Rusjdi Naif. Erlangga, Jakarta. 10. Ebers, M. and Jarillo, J.C. 1998. The construction, forms, and consequences of industry networks, International Studies of Management Organization, pp. 3-21. 11. Entrialgo, Montserrat. 2002. The impact of the alignment of strategy and managerial characteristics on Spanish SMEs, Journal of Small Business Management, Vol. 40, No. 3, pp. 260-271. 12. Glueck. F. William and Lawrence R. Jouch. 1991. Strategic Management and Business Policy, Edisi Kedua, Terjemahan, Murad dan Henny Sitanggang. Erlangga. Jakarta. 13. Gulati, R. 1998. .Alliances and networks, Strategic Management Journal, Vol. 19, pp. 293-317. 14. Harrison, A. 1998. Manufacturing strategy and the concept of world-class manufacturing, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 18, No. 4, pp. 397-408. 15. Hanna, V. and Walsh, K. 2002. Small firm networks: a successful approach to innovation?. R&D Management, Vol. 32, No. 3, pp. 201-207
16. Hendry, L.C. 1998. Applying world-class manufacturing to make-to-order companies: problems and solutions, International Journal of Operations & Production Management, Vol. 18, No. 11, pp. 1086-1100. 17. Husein Umar. 1999. Metode Penelitian Aplikasi dalam Pemasaran, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta. 18. H. Mintzberg. 1983. StrategyMaking in Three Modes, California Management Review, pp. 44-53. 19. Hindle Kevin, Cutting, Neil. 2002. Can Applied Entrepreneurship Education Enhance Job Satisfaction and Financial Performance? An Emperical Investigation in the Australian Pharmacy Profession. Journal of Small Business Management, Vol 40 (2), pp. 162-167 20. Kotey, B. and Meredith, G.G. 1997. Relationships among owner/manager personal values, business strategies, and enterprise performance, Journal of Small Business Management, Vol 35 (2), pp. 37-64. 21. Kickul, Jill. Gundry, Lisa K. 2002. Prospecting for Strategic Advantage: The Proactive Entrepreneurial Personality and Small Firms Innovation. Journal of Small Business Management, Vol 40 (2), pp. 85-97. 22. Koufteros, X.A., Vonderembse, M.A. and Doll, W.J. 2002. Integrated product development practices and competitive capabilities: the effects of uncertainty, equivocality, and
Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 74
platform strategy. Journal of Operations Management, Vol. 20, pp. 331-355. 23. Levratto, N. 2002. Diversité des mondes de production et des voies d’accession à larentabilité des petites enterprises: une analyse par les cartes autoorganisatrices, Congrès international francophone sur la PME, Octobre, HEC-Montréal. 24. Louis Raymond and Josée StPierre. 2004. Models and Pattern of Strategic Development for Manufacturing SMEs, Rencontres de-St-Gall. 25. Maholtra Naresh K. 1999. Marketing Research: An Applied Orientation, Prentice Hall, Inc. New Jersey. 26. Mintzberg, Henry and James Brian Quinn. 1991. The Strategy Process Concepts, Contexts, Cases, Second Edition, Prentice Hall International (UK), London.
31. Pearce, John A.II and Richard B. Robinson, Jr. 1997. Manajemen Strategik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian, terjemahan, Ir. Agus Maulana, MSM. Binarupa Aksara. Jakarta. 32. Pelham, Alfred M. 2000. Market Orientation and Other Potential Influence on Performance in Small and Medium-Sized Manufacturing Firms. Journal of Small Business Management, Vol 38 (1), pp. 48-67. 33. Raymond, L. and St-Pierre, J.
2002. Performance Effects of Commercial Dependency for Manufacturing SMEs, International Business Trends Contemporary Business Readings, D.L. Moore and S. Fullerton (Ed.), National Meeting of the Academy of Business Administration, Key West, Florida, pp. 29-38.
27. Miller. D. 1983. The Correlates of Entrepreneurship in Three Types of Firms, Management Science. Vol. 29, pp. 770-791. 28. Morgan, R.M. and Hunt, S.D. 1999. Relationship-based competitive advantage: the role of relationship marketing in marketing strategy, Journal of Business Research, Vol. 46, No.3, pp. 281-290. 29. Mulyadi. 2001. Balance Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pilipat Ganda Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat. Jakarta. 30. Nasir M. 1999. Metode Penelitian, Cetakan Ketiga, Penerbit Ghalia Indonesia. Andreas Andre D, Pengaruh Tingkat Pendidikan , April 2013 75