PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI HARI PERTAMA APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Keperawatan
Oleh : EPISCIA WAHYUNINGSIH NIM. 2011.1408
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
i
LEMBAR PERSETUJUAN Penelitian dengan Judul “Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Operasi Hari Pertama Apendiktomi ” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan dihadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Program D III Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Disusun Oleh :
EPISCIA WAHYUNINGSIH NIM. 2011.1408
Pada :
Hari
: Senin
Tanggal
: 07 Juli 2014
Mengetahui,
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI HARI PERTAMA APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI
Oleh : EPISCIA WAHYUNINGSIH NIM : 2011.1408
Penelitian ini telah diseminarkan dan diujikan pada tanggal : Jum’at, 11 Juli 2014 Susunan Tim Penguji
iii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Tulis Ilmiah dengan judul :
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI HARI PERTAMA APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa, tugas akhir ini karya saya sendiri (ASLI). Dan isi dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain atau kelompok lain untuk memperoleh gelar akademis disuatu Institusi Pendidikan, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain atau kelompok lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta,
Juli 2014
Episcia Wahyuningsih
iv
MOTTO
“ Sabar dalam menghadapi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasinya adalah sesuatu yang utama” “ Hidup tidak menghadiahkan barang sesuatuapapun kepada manusia tanpa bekerja keras” “ Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” ( Aristoteles) “ Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/ diperbuatnya” (Ali Bin Abu Thalib ) “ Jangan tunda sampai besuk apa yang bisa engkau kerjakan hari ini”
v
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT penulis persembahkan karya tulis ini pada: 1. Allah SWT, yang telah memberi jalan petunjuk serta kemudahan untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 2. Bapak dan Ibu terima kasih atas semua cinta dan kasih sayangnya yang dengan sabar mendidik, membesarkan dan merawatku dengan sepenuh hati dan keikhlasan. 3. Adikku Febrillia Wahyuningsih dan Keluarga besarku yang telah memberikan semangat, dukungan hingga aku bisa meraih apa yang aku inginkan. 4. Sahabat- sahabatku “ Dini, Atik, Ida, Nurul, Rofi, Silvy, Wulan dan Jabrik yang selalu menemani, memotivasi dan berjuang bersama I love U all.... 5. Teman-teman senasib, seperjuangan PRODI DIII
KEPERAWATAN
STIKES
PKU
MUHAMMADIYAH SURAKARTA angkatan 2011.
6. Almamaterku tercinta….
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah dan hidayah-Nya. Dialah yang sesungguhnya Maha Pemberi Petunjuk, yang memberi kekuatan, ketabahan, dan kemudahan dalam berfikir untuk menyelesaikan penelitian ini. Sholawat dan salam sentiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, seluruh keluarga, para sahabat, dan segenap pengikutnya. Sehingga penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah ini dengan lancar. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini mengambil judul “ Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Operasi Hari Pertama Apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi”. Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini mengalami banyak kesulitan dan hambatan, namun berkat bantuan, arahan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka kesulitan maupun hambatan tersebut dapat teratasi. Untuk itu dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih segala bantuan yang telah diberikan dan mohon maaf atas segala kekhilafan kepada : 1. Weny Hastuti, S.Kep,.M.kes selaku Ketua STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan pendidikan D III Keperawatan. 2. drg R. Basoeki Soetardjo, MM selaku direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan ijin melaksanakan penelitian. 3. Cemy Nur Fitria, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ka. Prodi DIII Keperawatan dan dosen pembimbing I, dengan sabar dan bijaksana membantu dan menyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 4. Ida Resminawati, S.Kep.,Ns, selaku Biro Karya Tulis Ilmiah (KTI) STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta beserta staf-stafnya yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis untuk melakukan penelitian.
vii
5. Yuli Widyastuti, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing II, dengan sabar dan bijaksana membantu dan meyumbangkan ide-idenya dalam mengoreksi, merevisi serta melengkapi dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 6. Seluruh Staf pengajar Program Pendidikan DIII Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang telah membimbing sehingga penulis mendapat bekal dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. 7. Kedua orang tua tercinta Wahyudi dan Mulatsih yang telah bekerja keras untuk mendukung masa depan buah hati yang dititipkan Allah untuk mereka, yang telah memberikan kasih sayang serta kesabaran mereka untuk mendukung segalanya dalam penyelesaian KTI ini, terima kasih untuk semangat dan segalanya yang telah ayahanda dan ibunda berikan selama ini. 8. Teman-teman seperjuangan, terima kasih untuk semuanya atas semangat dan kekompakannya selama ini, baik suka maupun duka. 9. Semua pihak yang telah membantu terselesainya karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan waktu yang saya miliki, masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yangterkait, kalangan akademis dan masyarakat yang berminat terhadap ilmu keperawatan.
Surakarta,
Juli 2014
Penulis
viii
ABSTRAK PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST HARI PERTAMA APENDIKTOMI DI RUMAH SAKIT DR. MOEWARDI Episcia Wahyuningsih¹, Yuli Widyastuti², Cemy Nur Fitria³
Latar Belakang : RSUD Dr. Moewardi antara tahun 2009-2013 total kasus appendiksitis sebanyak 782 kasus. Apendiktomi merupakan pembedahan mengangkat apendiks yang dilakukan untuk menurunkan resiko perforasi. Pembedahan memiliki efek nyeri post operasi. Nyeri yang disebabkan oleh operasi biasanya membuat para pasien merasa kesakitan sehingga memerlukan penanganan khusus. Manajemen nyeri non-farmakologi untuk mengurangi nyeri salah satunya adalah teknik guided imagery. Guided imagery adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi nyeri. Tujuan : Mengetahui pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RS Dr. Moewardi. Metode Penelitian : Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian one group pretest posttest. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien post operasi hari pertama apendiktomi di ruang Mawar II RS Dr. Moewardi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Jumlah sampel 15 responden. Instrumen yang digunakan dalam pemeriksaan nyeri menggunakan alat ukur skala nyeri Bourbanis. Uji normalitas yang digunakan ialah Homogenity of Variance dan teknik analisis menggunakan t- test paired , nilai pengaruh p=0,000<0,05 pada signifikan 95%. Hasil : Perbandingan nilai pretest mean= 4,87 dan posttest mean= 3,87, selisih nilai rata- rata sebelum dan sesudah diberikan guided imagery adalah 1 menunjukkan bahwa ada pengaruh antara teknik relaksasi guided imagery pada penurunan nyeri dengan nilai p=0,000<0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel ( 5,123 > 2,145) pada signifikan 95%. Kesimpulan : Ada pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RS Dr. Moewardi. Kata Kunci : Apendiktomi, nyeri, guided imagery 1. Mahasiswa program D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta 2. Dosen pembimbing D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta 3. Dosen pembimbing D III Keperawatan PKU Muhammadiyah Surakarta
ix
ABSTRACT EFFECT OF RELAXATION TECHNIQUES GUIDED IMAGERY OF PAIN IN PATIENT FIRST DAY POST OPERATION APENDIKTOMI IN HOSPITAL DR. MOEWARDI
Episcia Wahyuningsih¹, Yuli Widyastuti², Cemy Nur Fitria³ Background : Hospital Dr. Moewardi between the years 2009-2013 a total of as many as 782 cases Appendiksitis case. Apendiktomi an appendix lift surgery done to reduce the risk of perforation. Surgery has the effect of postoperative pain. Pain caused by surgery usually makes the patient feel pain that require special handling. Non-pharmacological pain management to reduce the pain one is guided imagery techniques. Guided imagery is an attempt to create an impression in the mind of the client, and then concentrate on the image so that it can gradually decrease the perception of pain. Objective : To determine the effect of guided imagery relaxation technique on postoperative pain in patients apendiktomi first day at the hospital Dr. Moewardi. Methods : The design used in this study is one group pretest posttest study. The population used in this study is the first day postoperative patient in the Rose II apendiktomi dr. Moewardi. The sampling technique used was accidental sampling. Total sample of 15 respondents. The instruments used in the examination of pain using a pain scale measuring Bourbanis. Normality test with homogenity of variance and analysis test with t-test paired, influences the value p = 0.000 <0.05 at 95% significant. Result : Comparison of the pretest and posttest mean = 4.87 mean = 3.87, the average difference in value before and after the guided imagery is 1 suggests that there is influence of guided imagery relaxation techniques to decrease pain with p = 0.000 <0 , 05 and t caunt > t table ( 5,123 > 2,145) in a significant 95%. Conclusion : There is the influence of guided imagery relaxation techniques to decrease postoperative pain in patients apendiktomi first day at the hospital Dr. Moewardi. Keyword : Apendiktomi, pain, guided imagery
1. Student Nursing Program D III PKU Muhammadiyah Surakarta 2. Nursing lecturer of D III PKU Muhammadiyah Surakarta 3. Nursing lecturer of D III PKU Muhammadiyah Surakarta
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ............................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
ABSTRAK ..................................................................................................
ix
ABSTRACT ................................................................................................
x
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................
xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................
xvi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang .......................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..................................................................
3
C. Tujuan Penelitian ...................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .................................................................
4
E. Keaslian Penelitian .................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ........................................................................
8
1. Appendiksitis ...................................................................
8
2. Nyeri ................................................................................
14
3. Guided imagery ................................................................
23
B. Kerangka Teori.......................................................................
27
xi
C. Kerangka Konsep ...................................................................
28
D. Hipotesis ................................................................................
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ....................................................................
29
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................
30
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling................................
30
D. Variabel Penelitian .................................................................
32
E. Definisi Operasional...............................................................
33
F. Instrumen Penelitian...............................................................
35
G. Metode Pengolahan dan Analisa Data ...................................
35
H. Jalannya Penelitian .................................................................
38
I. Etika Penelitian ......................................................................
39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Tempat Penelitian .........................................................
42
B. Hasil Penelitian .......................................................................
43
C. Pembahasan.............................................................................
49
D. Keterbatasan Penelitian ...........................................................
53
BAB V PENUTUP A. Simpulan .................................................................................
54
B. Saran .......................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Skala nyeri menurut bourbanis ...................................................
18
Gambar 2.2 Skala nyeri VAS .......................................................................
19
Gambar 2.3 Skala nyeri numerik ..................................................................
19
Gambar 2.4 Skala nyeri Wong-Baker FACES .............................................
19
Gambar 2.5 Kerangka Teori .........................................................................
28
Gambar 2.6 Kerangka Konsep ......................................................................
29
Gambar 4.1 Diagram Garis Skor Nyeri ........................................................
48
xiii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri ..............................................................................
17
Tabel 3.1 Definisi Operasional .........................................................................
34
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur .......................
43
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin..........
44
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nyeri Responden Sebelum Guided Imagery ...
44
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nyeri Responden Setelah Guided Imagery .....
45
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Nyeri Pretest Pada Responden Laki- laki ........
45
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nyeri Posttest Pada Responden Laki- laki ......
46
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nyeri Pretest Pada Responden Perempuan......
46
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nyeri Posttest Pada Responden Perempuan ....
47
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Data .................................................................
47
Tabel 4.10 Hasil Rata- rata Skor Nyeri ...............................................................
48
Tabel 4.11 Hasil Uji Paired Sampel Test ............................................................
49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Jadwal Penelitian
Lampiran 2.
SOP Guided Imagery
Lampiran 3.
Check list Guided Imagery
Lampiran 4.
Kuesioner skala pengukuran nyeri
Lampiran 5.
Permohonan Menjadi Respon
Lampiran 6.
Analisa Data Pasien
Lampiran 7.
Surat Permohonan Penelitian
Lampiran 8.
Surat Ijin Penelitian
Lampiran 9.
Surat Ethical Clearance
Lampiran 10. Surat Keterangan Penyelesaian Penelitian Lampiran 11. Lembar konsultasi
xv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Episcia Wahyuningsih
Tempat Tanggal Lahir: Klaten, 23 September 1993 Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
: Duwet RT 02/VII, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah
Riwayat Pendidikan 1. 1999-2005
: SDN BOLALI 1
2. 2005-2008
: SMPN GATAK 1
3. 2008-2011
: SMAN 1 KARTASURA
4. 2011- Sekarang : STIKES PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang WHO memperkirakan insidens appendiksitis di dunia tahun 2007 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia. Di Amerika, kejadian appendiksitis dikatakan 7% dari seluruh populasi dengan insiden 1,1 kasus per 1000 penduduk pertahun. Usia 20-30 tahun adalah usia yang paling sering mengalami appendiksitis. Sementara untuk Indonesia sendiri appendiksitis merupakan penyakit dengan urutan keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita appendiksitis di Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 sebesar 596.132 orang. RSUD Dr. Moewardi antara tahun 2009-2013 total kasus appendiksitis sebanyak 782 kasus. Berdasarkan wawancara dengan salah satu perawat apabila pasien mengalami nyeri khususnya post operasi apendiktomi biasanya diberi analgetik atau dengan teknik relaksasi nafas dalam. Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Dalam mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pembedahan (Jitowiyono, 2010). Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
1
2
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini pada umumnya menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan dilakukan tindakan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan (Sjamsuhidayat, 2005). Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana (Potter dan Perry, 2006). Apendiktomi merupakan pembedahan mengangkat apendiks yang dilakukan
untuk
menurunkan
resiko
perforasi
(Jitowiyono,
2010).
Pembedahan itu memberikan efek nyeri pada pasien sehingga memerlukan penanganan khusus. Kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan klien salah satunya adalah nyeri. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual. Klien merespons terhadap nyeri yang dialaminya dengan cara, misalnya berteriak, meringis dan lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subjektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami klien (Asmadi, 2008). Respon nyeri yang dirasakan oleh pasien merupakan efek samping yang timbul setelah menjalani suatu operasi. Nyeri yang disebabkan oleh operasi biasanya membuat para pasien merasa kesakitan. Ketidaknyamanan atau nyeri bagaimanapun keadaanya harus diatasi dengan managemen nyeri, karena kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia (Patasik, 2013). Management nyeri non-farmakologi untuk mengurangi nyeri salah satunya adalah teknik guided imagery. Guided imagery merupakan sebuah
3
proses menggunakan kekuatan pikiran dengan mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri memelihara kesehatan melalui komunikasi dalam tubuh melibatkan
semua
indra
(visual,
sentuhan,
penciuman,
penglihatan,
pendengaran) sehingga terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh dan jiwa (Prasetyo, 2010). Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri
(Prasetyo,
2010). Hasil penelitian yang dilakukan Sugeng (2011) dengan Efektifitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi di Ruang Pulih Sadar Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi menyebutkan bahwa teknik relaksasi guided imagery efektif untuk menangani nyeri post operasi. Latar belakang diatas peneliti tetarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Guided Imagery Pada Pasien Post Operasi Hari Pertama Apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka perumusan masalah yang dapat diambil yaitu: “Apakah ada pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi?”
4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden (jenis kelamin, umur) pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi. b. Mengetahui tingkat nyeri/karakteristik nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi sebelum diberikan teknik guided imagery di RSUD Dr. Moewardi. c. Mengetahui nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi setelah diberikan teknik guided imagery di RSUD Dr. Moewardi. d. Mengetahui perbedaan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi sebelum dan setelah diberikan teknik guided imagery di RSUD Dr. Moewardi.
D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Menambah pengetahuan dan bahan referensi bagi mahasiswa tentang teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi.
5
2. Aspek Praktis a. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi referensi bacaan ilmiah untuk penelitian berikutnya yang sejenis khususnya penggunaan teknik guided imagery terhadap penurunan rasa nyeri. b. Bagi Rumah Sakit Memberikan masukan bagi pihak rumah sakit untuk menambah pengetahuan khususnya tentang penanganan nyeri pada pasien dengan teknik guided imagery. c. Bagi Perawat RSUD Dr. Moewardi Untuk meningkatkan pengetahuan perawat dan penerapan teknik guided imagery terhadap pasien post operasi untuk mengatasi nyeri. d. Bagi Pasien Diharapkan pasien dapat mempraktekkan teknik guided imagery yang sudah diajarkan. Sehingga jika sewaktu-waktu nyeri muncul, pasien dapat melakukannya secara mandiri. e. Bagi Peneliti Selanjutnya Menambah ilmu pengetahuan yang dapat diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kelak.
6
E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan peneliti penelitian ini belum pernah dilakukan tetapi sudah ada penelitian tentang manajemen nyeri yang sudah dilakukan seperti : 1. Patasik (2013) dengan judul : Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesare di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Penelitian ini menggunakan responden sejumlah 20. Dengan metode penelitian quasi experimental design. Hasil penelitian menyebutkan bahwa teknik relaksasi guided imagery efektif untuk menangani nyeri post operasi sectio caesare di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Persamaan dalam penelitian ini adalah tentang manajemen nyeri yang dilakukan yaitu teknik relaksasi guided imagery dan metode penelitiannya sama yaitu one group pre and post design. Perbedaan dalam penelitian ini ada pada tempat melakukan penelitian dimana penelitian dilakukan di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado sedangkan penelitian ini di RSUD Dr. Moewardi. 2. Dewi (2011) yang meneliti tentang Pengaruh Teknik Hipnoterapi Terhadap Nyeri Klien Post Operasi Apendictomy di Ruang Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi dengan jumlah responden 10 orang. Penelitian ini adalah penelitian pre eksperimen dengan desain penelitian one group pre and post design. Dari hasil penelitiannya tersebut
7
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang bermakna terhadap pemberian teknik hipnoterapi terhadap penurunan nyeri post operasi Apendictomy di Ruang Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian yang digunakan yaitu one group pre and post design dan pada pasien post operasi Apendictomy. Perbedaan dalam penelitian ini ada pada teknik yang digunakan yaitu hipnoterapi sedangkan penelitian ini menggunakan teknik guided imagery. 3. Sugeng (2011) yang meneliti tentang Efektifitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi di Ruang Pulih Sadar Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperiment study desain. Hasil penelitian menyebutkan bahwa teknik relaksasi guided imagery efektif untuk menangani nyeri post operasi di ruang IBS RSUD Dr. Moewardi. Persamaan pada penelitian ini adalah tentang nanajemen nyeri yang digunakan yaitu teknik relaksasi guided imagery dan lokasi penelitiannya di RSUD Dr. Moewardi. Perbedaannya adalah Sugeng menggunakan metode eksperiment study desain, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan one group pre and post design.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Appendiksitis a. Pengertian Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Dalam mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pembedahan (Jitowiyono, 2010). b. Klasifikasi Klasifikasi appendiksitis menurut Jitowiyono (2010) terbagi menjadi dua yaitu : 1) Appendiksitis akut, dibagi atas : appendiksitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendiksitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. Penyebab appendiksitis akut ialah inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen. 2) Appendiksitis kronis Appendiksitis kronis, dibagi atas : appendiksitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendiksitis kronis obliteritiva yaitu appendiks yang biasanya ditemukan pada orang tua.
8
9
c. Etologi Appendiksitis Etiologi appendiksitis menurut Dermawan (2010) yaitu : 1) Inflamasi akut pada appendik dan edema 2) Ulserasi dari epitel apendiks 3) Obstruksi pada colon oleh fecalit (feses yang keras) 4) Terhambatnya aliran mukus 5) Nekrosis 6) Tumor atau benda asing 7) Invasi bakteri usus d. Manifestasi Klinis Menurut Dermawan (2010) tanda dan gejala appendiksitis yaitu : 1) Nyeri pada kuadran kanan bawah 2) Demam ringan 3) Mual muntah 4) Anoreksia 5) Spasme otot abdomen (tungkai sulit untuk digerakkan) 6) Konstipasi atau diare e. Penatalaksanaan Appendiksitis Apendiktomi adalah suatu intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit (Mutaqin dan Sari, 2009). Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks. Operasi apendiktomi yaitu pembedahan untuk mengangkat apendiks yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Jitowiyono, 2010).
10
1) Sebelum operasi a) Observasi Klien dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda gejala appendiksitis seringkali masih belum jelas. Observasi dilakukan dengan meminta klien melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Pemeriksaan
abdomen
dan
rektal
serta
pemeriksaan darah diulang secara periodik. Foto abdomen dan toraks dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Diagnosa biasanya ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b) Intubasi bila perlu c) antibiotik 2) Operasi apendiktomi 3) Pasca operasi Observasi perlu dilakukan seperti tanda tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler. Memberikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam keesokan harinya diberikan makanan saring, lalu hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selam 2x30 menit. Hari kedua pasien
11
dapat berdiri dan duduk dan hari ketujuh jahitan dapat diangkat (Dermawan, 2010). f. Teknik Apendiktomi Menurut Mansjoer (2007) ada tiga cara yang secara teknik operatif appendiksitis : 1) Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka superior anterior dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney). Otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. 2) Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa memperdulikan arah serabut sampai tampak peritonium. 3) Insisi pararektal. Teknik ini dipakai pada kasus-kasus appendik yang belum pasti dan kalau perlu sayatan dapat diperpanjang dengan mudah tetapi sayatan ini tidak secara langsung mengarah ke appendik atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan penunjang.
12
g. Teknik Apendiktomy Mc Burney : 1) Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum atau regional. Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah. 2) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, sampai akhirnya tampak peritoneum. 3) Peritoneum disayat cukup lebar untuk eksplorasi. 4) Sekum berserta apendiks diluksasi keluar. 5) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa. 6) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut. 7) Dilakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut. 8) Puntung apendiks diolesi betadin. 9) Jahitan tabac sac disimpulkan dan putung dikuburkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra. 10) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya. 11) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen. 12) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupnya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan dhromic cargut dan otot-otot dikembalikan. 13) Dinding perut ditutup/dijahit lapis demi lapis, fasia dengan sutera, subkutis dengan catgut dan akhirnya kulit dengan sutera.
13
14) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril. h. Komplikasi Post Apendiktomy Komplikasi post apendiktomy menurut Courtney (2010) adalah : 1) Infeksi Infeksi tetap merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pascabedah appendiksitis. Meskipun infeksi dapat terjadi di banyak tempat, lokasi pembedahan adalah tempat terjadinya infeksi yang paling menonjol. 2) Obstruksi Usus i. Perawatan Post Apendiktomy Menurut
Dermawan
(2010),
perawatan
pascaoperasi
apendiktomy adalah : 1) Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan,
syok,
hipertermia,
atau
gangguan
pernapasan. 2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. 3) Baringkan pasien dalam posisi fowler. 4) Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. 5) Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar.
14
6) Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. 2. Nyeri a. Pengertian Nyeri Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Alimul, 2006). Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik sensaca sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas seharihari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang pernah dirasakan dalam kejadiankejadian dimana terjadi kerusakan (Potter dan Perry, 2006). b. Penyebab Rasa Nyeri Penyebab nyeri menurut Asmadi (2008) : 1) Penyebab yang berhubungan dengan fisik a) Trauma b) Neoplasma c) Peradangan
15
d) Gangguan sirkulasi darah 2) Penyebab yang berhubungan dengan psikis a) Trauma psikologis c. Stimulus Nyeri Seseorang
dapat
menoleransinya,
menahan
nyeri
(pain
tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul (2006), di antaranya : 1) Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya kerusakan jarigan dan iritasi secara langsung pada reseptor. 2) Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri. 3) Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri. 4) Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat. 5) Spasme otot, dapat mestimulus mekanik. d. Klasifikasi Nyeri Nyeri dapat dikasifikasikan ke dalam beberapa golongan berdasarkan pada tempat, sifat, berat ringannya nyeri, dan waktu lamanya serangan (Asmadi, 2008) :
16
1) Nyeri berdasarkan tempatnya : a) Pheriperal pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada kulit, mukosa. b) Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam atau pada organ-organ tubuh visceral. c) Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri. d) Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain. 2) Nyeri berdasarkan sifatnya : a) Incidental pain, yaitu nyeri yang tibul sewaktu-sewaktu lalu menghilang. b) Steady pain, yaitu nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam waktu yang lama. c) Paroxymal pain, yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ± 10-15 menit, lalu menghilang, kemudian timbul lagi. 3) Nyeri berdasarkan berat ringannya : a) Nyeri ringan, yaitu nyeri dengan intensitas rendah. b) Nyeri sedang, yaitu nyeri yang menimbulkan reaksi. c) Nyeri berat, yaitu nyeri dengan intensitas yang tinggi.
17
4) Nyeri berdasarkan wakyu lamanya serangan : a) Nyeri akut b) Nyeri kronis Tabel 2.1 Klasifikasi Nyeri (Alimul, 2006) Karakteristik Nyeri Akut Pengalaman Satu kejadian
Nyeri Kronis Satu situasi, status eksistensi
Sumber
Sebab ekternal atau penyakit dari dalam
Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama
Serangan
Mendadak
Bisa mendadak, berkembang, dan terselubung
Waktu
Sampai 6 bulan
Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun
Pernyataan nyeri
Daerah nyeri tidak Daerah nyeri sulit dibedakan diketahui dengan intensitasnya, sehingga sulit pasti dievaluasi
Gejala klinis nyeri
Pola respon yang khas dengan gejala yang lebih jelas Terbatas
Pola respon yang bervariasi dengan sedikit gejala
Biasanya berkurang setelah beberapa saat
Penderita meningkat setelah beberapa saat
Pola nyeri perjalanan
Berlangsung terus
e. Skala nyeri Intensitas nyeri dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri menurut Potter dan Perry (2006) :
18
1) Skala nyeri Bourbanis
0
1
2
3
4
5
6
7 8 9
10
Gambar 2.1 Skala Nyeri menurut Bourbanis Keterangan : 0
= Tidak nyeri
1-3 = Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 = Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. 7-9 = Nyeri berat: secara obyektif kadang klien tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan
lokasi
nyeri,
tidak
dapat
mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. 10 = Nyeri tidak tertahankan: pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul. 2) Skala nyeri VAS VAS (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujung. Skala ini memberikan kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
19
analog visual tidak nyeri
nyeri yang tidak tertahankan Gambar 2.2 Skala nyeri VAS
3) Skala nyeri Numerik Skala numerik adalah suatu alat ukur yang meminta pasien untuk menilai rasa nyerinya sesuai dengan level intensitas nyerinya pada skala numeral dari 0 – 10 atau 0 – 100. Angka 0 berarti no pain dan 10 atau 100 berarti severe pain (nyeri hebat).
Gambar 2.3 Skala nyeri numerik 4) Skala nyeri atau Wong-Baker FACES Rating Scale Pengukuran intensitas nyeri dengan skala wajah dilakukan dengan cara memperhatikan mimik wajah pasien pada saat nyeri tersebut menyerang. Cara ini ditetapkan pada pasien yang tidak dapat menyatakan intensitas nyerinya dengan skala angka, misalnya anak-anak dan lansia.
Gambar 2.4 Skala nyeri Wong-Baker FACES
20
f. Faktor-fator yang Mempengaruhi Nyeri Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Potter dan Perry (2006) adalah : 1) Usia Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan, yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri. 2) Jenis Kelamin Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam merespon terhadap nyeri. 3) Kebudayaan Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. 4) Makna Nyeri Makna
seseorang
yang
dikaitkan
dengan
nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan.
21
5) Perhatian Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. 6) Ansietas Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri, teteapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu, yang sehat secara emosional, biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri sedang hingga berat daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil. 7) Keletihan Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. 8) Pengalaman Sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. 9) Gaya Koping Klien mengalami nyeri di keadaan perawatan kesehatan, seperti di rumah sakit, klien merasa tidak berdaya dengan rasa sepi itu. Hal yang sering terjadi adalah klien merasa kehilangan kontrol
22
terhadap lingkungan atau kehilangan kontrol terhadap hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi. 10)Dukungan Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau perlindungan. Walaupun nyeri tekan klien rasakan, kehadiran orang yang dicintai klien akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan. g. Penanganan Nyeri 1) Managemen Nyeri Non Farmakologi Tindakan non farmakologi mencakup intervensi perilaku kognitif dan penggunaan agen-agen fisik. Tujuan intervensi perilaku kognitif adalah mengubah persepsi klien tentang nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi klien rasa pengendalian yang lebih besar. Agen-agen fisik bertujuan memberikan rasa nyaman, memperbaiki disfungsi fisik, mengubah respon fisiologi, dan mengurangi rasa takut yang terkait dengan imobilisasi (Potter dan Perry, 2006). Jenis managemen nyeri non farmakologi antara lain (Prasetyo, 2010) : a) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien b) Bimbingan antisipasi c) Relaksasi d) Imajinasi terbimbing (guided imagery)
23
e) Distraksi f) Akupuntur g) Biofeedback h) Stimulasi kutaneus i) Akupresur j) Psikoterapi 2) Managemen Nyeri Farmakologi Analgesik
merupa
metode
yang
dilakukan
guna
mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikol terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika dan bukan narkotika. Jenis narkotika digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi fital seperti respirasi. Jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen dan bahan antiinflamasi nonsteroid (Alimul, 2006). 3. Guided Imagery a. Pengertian Guided Imagery Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri (Prasetyo, 2010). Guided imagery merupakan proses yang menggunakan kekuatan pikiran dengan mengarahkan tubuh untuk menyembuhkan diri memelihara kesehatan atau relaks melalui komunikasi dalam tubuh
24
melibatkan semua indra (visual, sentuhan, penciuman, penglihatan, pendengaran) sehingga terbentuklah keseimbangan antara pikiran, tubuh, dan jiwa. Mendorong
untuk
mengkhayal
(Guided
imagery)
yaitu
melakukan bimbingan yang baik kepada klien untuk mengkhayal (Asmadi, 2008). b. Tujuan Guided Imagery Tujuan dari guided imagery adalah mengerahkan secara lembut seseorang kedalam keadaan dimanan pikiran mereka tenang dan tetap. Teknik ini dapat mengurangi nyeri, mempercepat penyembuhan yang efektif dan membantu tubuh mengurangi berbagai macam penyakit seperti depresi, alergi dan asma (Sugeng, 2011). c. Macam-macam Teknik Guided Imagery Berdasarkan pada penggunaannya terdapat beberapa macam teknik Sugeng (2011) : 1) Guided Walking Imagery Teknik ini ditemukan oleh psikoleuner. Pada teknik ini pasien dianjurkan untuk mengimajinasikan pemandangan standar seperti padang rumput, pegunungan, pantai dll. 2) Autogenic Abstraction Dalam teknik ini pasien diminta untuk memilih sebuah perilaku negatif yang ada dalam pikirannya kemudian pasien mengungkapkan secara verbal tanpa batasan. Bila berhasil akan tampak perubahan dalam hal emosional dan raut muka pasien.
25
3) Covert Sensitization Teknik ini berdasar pada paradigma reinforcement yang menyimpulkan bahwa
proses imajinasi
dapat
dimodifikasi
berdasarkan pada prinsip yang sama dalam modifikasi perilaku. 4) Covert Behaviour Rehearsal Teknik ini mengajak seseorang untuk mengimajinasikan perilaku koping yang dia inginkan. Teknik ini lebih banyak digunakan. d. Pelaksanaan Guided Imagery Pengaturan posisi yang nyaman pada klien. Dengan suara yang lembut, klien dibawa menuju ke tempat spesial dalam imajinasi mereka (misal: sebuah pantai pasir putih, air terjun, taman bunga, dan pegunungan). Mereka dapat merasa aman dan bebas dari dari segala gangguan. Meminta klien untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan sambal merelaksasikan tubuhnya. Teknik Guided Imagery, dapat juga digunakan audio tape dengan musik yang lembut atau suara-suara alam sebagai background. Waktu yang digunakan 15 menit (Asmadi, 2008). Prosedur pelaksanaan guided imagery : 1) Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring). 2) Klien menutup mata. 3) Letakkan tubuh senyaman-nyamannya. 4) Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
26
5) Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (sesuai bimbingan). 6) Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya. 7) Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat. 8) Biarkan klien menikmati imaginasinya dengan iringan musik. 9) Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata.
Sumber : Dinkes (2006)
27
B. Kerangka Teori Etologi Apendiksitis 1. 1.Inflamasi akut pada apendik 2. 2.Ulserasi dari epitel apendiks 3. 3.Obstruksi pada colon 4. 4.Terhambatnya aliran mukus 5. 5.Nekrosis 6. 6.Tumor atau benda asing
Farmakologi
7. 7.Invasi bakteri usus
Pembedahan
Nyeri Non Farmakologi:
Nyeri berkurang
Guide imaginary Faktor yang mempengaruhi nyeri: 1.Usia
6.Ansietas
2.Jenis kelamin
7.Keletihan
3.Kebudayaan
8.Pengalaman Sebelumnya
4.Makna Nyeri
9.Gaya Koping
5.Perhatian
10.Dukungan Keluarga dan sosial
Keterangan: : Diteliti : Tidak diteliti
Gambar 2.5 Kerangka Teori Sumber: Sodikin (2011), Mansjoer (2007), Potter and Perry (2006), Prasetyo (2010)
28
C. Kerangka Konsep Variabel independen
Variabel dependen Nyeri
Guided Imagery
Gambar 2.6 Kerangka Konsep
D. Hipotesis Ha : Ada pengaruh teknik relaksasi guided imagery untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomy di RS Dr.Moewardi. Ho : Tidak ada pengaruh teknik relaksasi guided imagery untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomy di RS Dr.Moewardi.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain atau rancangan penelitian merupakan kerangka acuan bagi peneliti untuk mengkaji pengaruh antar variabel dalam suatu penelitian. Desain penelitian dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai tujuan penelitian dan juga sebagai penuntun bagi
peneliti dalam seluruh proses
penelitian (Riyanto, 2011). Desain penelitian adalah rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Setiadi, 2007). Desain yang digunaan dalam penelitian ini adalah penelitian one group pretest-postest, rancangan penelitian ini tidak ada kelompok perbandingan (control) teteapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (Setiadi, 2007). Rancangan pretest dan postest bertujuan untuk mengetahui teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi. Bentuk rancangan pretest dan postest dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
01
X
02
29
30
Keterangan: 01
= Pengukuran pertama (pretest)
X
= Perlakuan atau eksperimen
02
= Pengukuran kedua (postest)
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi tepatnya di ruang rawat inap Mawar II. Penelitian ini dimulai tanggal 23 Mei sampai 16 Juni 2014.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi Pelaksanaan penelitian kadang penelitian dilakukan untuk seluruh objek penelitian, tetapi dapat juga hanya sebagian saja dari seluruh objek penelitian. Keseluruhan objek penelitian disebut populasi penelitian (Suyanto, 2011). Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien post operasi apendiktomi di ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi. 2. Sampel a. Pengertian Sampel adalah merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat mewakili atau reprensentatif populasi (Riyanto, 2011).
31
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila populasi besar, dan penelitian tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2010). b. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi dalam penelitian (Riyanto, 2011). Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap di ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi dengan metode accidental sampling. Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Riyanto, 2011). c. Jumlah Sempel Sampel penelitian adalah pasien post operasi hari pertama apendiktomi di ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi sejumlah 15 responden dengan kriteria sebagai berikut : 1) Kriteria Inklusi (kriteria yang layak diteliti) Adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Setiadi, 2007). Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan
32
kriteria inklusi. Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : a) Pasien post operasi apendiktomi yang bersedia untuk diteliti dan mendapat ijin dari keluarga. b) Pasien post operasi apendiktomi hari pertama. c) Tidak dalam keadaan gangguan jiwa. d) Mampu mengungkapkan perasaan nyeri. e) Pasien
yang
belum
mendapatkan
terapi
farmakologi
analgetik. 2) Kriteria Eksklusi (kriteria yang tidak layak diteliti) Adalah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan studi karena berbagai sebab. Adapun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: a) Pasien post operasi apendiktomi hari kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. b) Tidak dapat berkomunikasi. c) Pasien berumur kurang dari 17 tahun.
D. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah ciri atau ukuran yang melekat pada objek penelitian baik bersifat fisik (nyata) atau psikis (tidak nyata). Pengertian lain menyebutkan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri-ciri,
33
sifat atau ukuran yang dimiliki oleh satuan penelitian dari sebuah teori (Suyanto, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel bebas (independent variabel) Adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain, artinya apabila variabel independen berubah maka akan mengakibatkan perubahan variabel lain (Riyanto, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah teknik guided imagery. 2. Variabel terikat (dependent variabel) Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain, artinya variabel dependen berubah akibat perubahan pada variabel bebas (Riyanto, 2011). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah nyeri post operasi hari pertama apendiktomi.
E. Definisi Operasional Definisi operasional adalah teori atau konsep yang telah dijabarkan dalam bentuk variabel penelitian tersebut agar variabel tersebut mudah dipahami, diukur atau diamati (Suyanto, 2011). Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel :
34
Skala No
Variabel
1.
Guided imagery
2.
Tingkat Nyeri
Definisi Operasional Guided Imagery (imajinasi terbimbing) adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri Nyeri adalah suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang pernah dirasakan dalam kejadiankejadian dimana terjadi kerusakan
Kategori -
Alat Ukur Pengukuran SOP
-
1. Skala 1-3 = Skala Ordinal nyeri nyeri ringan Bourbanis 2. Skala 4-6 = nyeri sedang 3. Skala 7-9 = nyeri berat 4. Skala 10 = tidak tertahankan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
35
F. Instrument Penelitin Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (cermat, lengkap dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner skala pengukuran nyeri menggunakan skala nyeri bourbanis terdiri dari skala 1-3 (nyeri ringan), skala 4-6 (nyeri sedang), skala 7-9 (nyeri berat), skala 10 (nyeri tak tertahankan) dengan data demografi terdiri dari umur dan jenis kelamin.
G. Metode Pengolahan dan Analisa Data Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus tententu sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan (Setiadi, 2007). 1. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data yang dibagi melalui tahap-tahap yaitu sebagai berikut : a. Editing Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut.
36
b. Coding Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan coding atau memberi tanda kode, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Sorting Adalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data). Misalnya : menurut daerah sampel, menurut tanggal dan sebagainya. d. Data Entry dan Processing Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode (angka atau huruf) kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data didalam program komputer. e. Cleaning Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan pembenaran atau koreksi. 2. Analisa Data Analisa data meliputi data statistik sebagai berikut : a. Analisa Univariat Analisa univariat adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik (Saryono, 2011). Analisa univariat
37
bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010). b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa untuk mengetahui interaksi dua variabel, baik berupa komparatif, asosiatif, maupun korelatif (Saryono, 2011). Menganalisa pengaruh guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RSUD Dr. Moewardi peneliti menggunakan uji statistik, yaitu dengan cara menentukan rumus uji statistik yang akan digunakan sesuai dengan data yang ada. Data tersebut lalu diproses dan dianalisa untuk mengetahui : 1) Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data atau nilai, sehingga data penelitian dapat diolah dengan teknik statistik parametik jika data tersebut berdistribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini adalah Homogenity of Variance. 2) Teknik analisis Langkah-langkah pengujian statistik berdasarkan normal atau tidak normalnya distribusi data. Untuk menguji efektifitas suatu perlakuan terhadap suatu besaran variabel yang ingin ditentukan peneliti menggunakan t-test paired karena setelah dilakukan uji normalitas, data dan nilai yang diperoleh berdistribusi normal.
38
Rumus t-test paired t = x-µº s Keterangan : t
= Nilai t yang dihitung
x
= Rata-rata x
µ
= Nilai yang dihipotesiskan
s
= Simpangan baku
H. Jalannya Penelitian Langkah-langkah penelitian yang ditempuh yaitu dengan cara : 1. Mengajukan permohonan izin kepada institusi pendidikan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta. 2. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh kepada Bagian Diklat RSUD Dr. Moewardi. 3. Mendapatkan balasan surat izin penelitian dari Bagian Diklat RSUD Dr. Moewardi. 4. Melakukan izin kepada kepala ruang untuk penelitian. 5. Menemui responden yang sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan. 6. Menjelaskan kepada calon responden dan keluarga calon responden tentang tujuan dan manfaat penelitian. 7. Keluarga responden yang bersedia, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan dilakukan penelitian.
39
8. Sebelum intervensi, responden diminta untuk menunjukkan nyeri yang dirasakan pada skala nyeri. 9. Peneliti mengajarkan teknik guided imagery selama 15 menit. 10. Setelah intervensi selesai dilakukan, peneliti meminta kembali kepada responden untuk menunjukkan nyeri yang dirasakan pada skala nyeri. 11. Data yang diperoleh merupakan hasil terapi yang dilakukan terhadap tiap responden sebelum dan sesudah dilakukan guided imagery. 12. Melakukan tabulasi data dan pengolahan data yang sudah diperoleh.
I. Etika Penelitian Pelaku penelitian atau peneliti dalam menjalankan tugas meneliti atau melakukan penelitian hendaknya memegang teguh sikap ilmial serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun mungkin penelitian yang dilakukan tidak akan merugikan atau membahayakan bagi subjek penelitian (Noroatmodjo, 2010). Secara garis besar, dalam melaksanakan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang teguh, yaitu : 1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity). Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi tentang tujuan peneliti melakukan penelitian tersebut. Disamping itu, peneliti juga memberikan kebebasan kepada subjek untuk memberikan informasi atau tidak memberikan informasi. Sebagai ungkapan, peneliti menghormati harkat dan martabat subjek
40
penelitian, peneliti sebaiknya mempersiapkan formulir persetujuan (inform concent) yang mencakup: a. Penjelasan manfaat penelitian. b. Penjelasan
kemungkinan
resiko
dan
ketidaknyamanan
yang
ditimbulkan. c. Penjelasan manfaat yang didapatkan. d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan subjek berkaitan dengan prosedur penelitian. e. Persetujuan subjek dapat mengundurkan diri sebagai objek penelitian kapan saja. f. Jaminan kerahasiaan terhadap identitas dan informasi yang diberikan oleh responden. 2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy an confidentiality). Setiap orang memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi tentang indentitas dan kerahasiaan identitas subjek. Peneliti sebaiknya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas responden.
41
3. Keadilan
dan
inklusivitas/keterbukaan
(respect
for
justice
an
inclusiveness). Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan peneliti perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan, yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan jender, agama, etnis dan sebagainya. 4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms and benefits). Semua penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumya, dan subjek penelitian pada khususnya. Peneliti
hendaknya
berusaha
meminimalisasi
dampak
yang
merugikan bagi subjek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus mencegah atau paling tidak mengurangi rasa sakit, cidera, stres, maupun kematian subjek penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Tempat Penelitian Rumah Sakit Dr. Moewardi merupakan salah satu rumah sakit milik Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan merupakan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi (RSDM) adalah rumah sakit milik Pemerintah Daerah Tingkat 1 Jawa Tengah yang terletak di Daerah Tingkat II Kotamadya Surakarta dan merupakan rumah sakit kelas A. RSDM juga menjadi rumah sakit pendidikan (teaching hospital) bagi calon dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I). RSDM sebagai rumah sakit rujukan wilayah Eks Karisedenan Surakarta dan sekitarnya, juga Jawa Timur bagian Barat dan Jawa Tengah bagian Timur. Nama Rumah Sakit: RSUD Dr. Moewardi, pemilik: Pemerintah Provinsi Jawa tengah, alamat: Jl. Kol. Soetarto 132 Surakarta 57126, telepon: 634634 (hunting 20 saluran) Fax. 637412, kelas : A, jumlah Tempat Tidur: 744. RS Dr. Moewardi mempunyai motto “cepat, tepat, nyaman dan mudah”, semua pegawai memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan, sesuai dengan visi yang akan dicapai yaitu rumah sakit terkemuka berkelas dunia. Penelitian ini mengambil data di Ruang Mawar II RS Dr. Moewardi. Ruang Mawar II merupakan ruang perawatan pasien kelas III dengan kasus
42
43
bedah, mata serta gigi dan mulut. Kepala ruang Mawar II yaitu Suparsih, S.Kep,.Ns dengan jumlah petugas 22 orang yang dibagi kedalam 3 sift jaga. Jumlah ruang di Ruang Mawar II ada 11 ruang, 8 ruang untuk kamar pasien, 1 ruang untuk kepala ruang, 1 ruang untuk perawat, 1 ruang untuk tindakan dan farmasi.
B. Hasil Penelitian 1. Analisa univariat Setelah dilakukan pengambilan data dari responden pada tanggal 28April – 24 Mei 2014 dengan judul pengaruh teknik relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di ruang Mawar II RS Dr. Moewardi Surakarta dengan menggunakan lembar observasi pada setiap responden dan jumlah responden sebanyak 15 responden, hasil dapat disajikan dalam bentuk sebagai berikut: a. Deskriptif Tentang Umur Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur < 21 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun Total
Frekuensi 4 3 5 3 15
Prosentase % 26,7 20 33,3 20 100
Tabel 4.1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan umur didapatkan bahwa klien post operasi apendiktomi yang berumur antara 31-40 tahun adalah tertinggi sebanyak 5 responden dengan
44
presentase 33,3 %. Umur antara 21-30 dan 41-50 tahun adalah terendah sebanyak 3 responden dengan presentase 20%. b. Deskriptif Frekuensi Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No 1 2
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
Frekuensi 10 5 15
Prosentase % 66,7 33,3 100
Tabel 4.2 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa klien dengan post operasi apendiktomi yang berjenis kelamin terbanyak adalah laki-laki yaitu 10 responden dengan presentase 66,7 %. c. Nyeri Sebelum Guided Imagery Karakteristik nyeri responden
sebelum
Guided Imagery
disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Nyeri Sebelum Guided Imagery Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 15 0 15
Prosentase % 0 0 100 0 100
Tabel 4.3 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan skala nyeri didapatkan bahwa jumlah responden yang frekuensi nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 15 responden dengan prosentase 100 %.
45
d. Nyeri Sesudah Guided Imagery Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nyeri Sesudah Guided Imagery Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 11 4 15
Prosentase % 0 0 73.3 26.7 100
Tabel 4.4 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan skala nyeri didapatkan bahwa jumlah responden yang frekuensi nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 11 responden dengan presentase 73,3 %. Sedangkan frekuensi skala nyeri terendah adalah nyeri ringan yaitu 4 responden dengan presentase 26,7 %. e. Nyeri Menurut Jenis Kelamin 1) Laki-laki Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Nyeri Pretest Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 10 0 10
Prosentase % 0 0 100 0 100
Tabel 4.5 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan nyeri pretest menurut jenis kelamin pada laki-laki didapatkan nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 10 responden dengan presentase 100%.
46
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Nyeri Posttest Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 7 3 10
Prosentase % 0 0 70 30 100
Tabel 4.6 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan nyeri posttest menurut jenis kelamin pada laki-laki didapatkan nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 7 responden dengan presentase 70%. Sedangkan frekuensi nyeri terendah adalah skala ringan yaitu 3 responden dengan presentase 30%. 2) Perempuan Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Nyeri Pretest Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 5 0 5
Prosentase % 0 0 100 0 100
Tabel 4.7 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan skala nyeri pretest menurut jenis kelamin pada perempuan didapatkan nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 5 responden dengan presentase 100%.
47
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Nyeri Posttest Skala nyeri Tak tertahankan Berat Sedang Ringan Total
Frekuensi 0 0 4 1 5
Prosentase % 0 0 80 20 100
Tabel 4.8 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan nyeri posttest menurut jenis kelamin pada perempuan didapatkan nyeri tertinggi adalah nyeri sedang yaitu 4 responden dengan presentase 80%. Sedangkan frekuensi skala nyeri terendah adalah nyeri ringan yaitu 1 responden dengan presentase 20%. 2. Analisa bivariat a. Uji normalitas data Uji normalitas data dilakukan terhadap skala nyeri pasien pada pre test dan post test pada satu kelompok. Pengujian normalitas data menggunakan
Homogenity of Variance dengan kriteria data
berdistribusi normal jika nilai signifikan > 0,05 dan sebaliknya. Hasil pengujian normalitas data penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Uji Normalitas Homogenity of Variance
Pengaruh teknik guided imagery
Metode
parametrik
digunakan
Df 1 1
apabila
Df 2 28
semua
Sig 0.471
variabel
berdistribusi normal. Dari tabel 4.9 diketahui bahwa uji normalitas nilai signifikan > 0,05 maka data variabel dinyatakan berdistribusi
48
normal. Analisis bivariat hubungan kedua variabel penelitian dilakukan dengan metode parametrik yaitu dengan menggunakan teknik uji Paired t Test. Rata- rata skor nyeri dapat disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.10 Rata- rata Skor Nyeri Kelompok Sebelum guided imagery Sesudah guided imagery
Rata- rata 4,87 3,87
Tabel 4.10 dapat digambarkan lebih lanjut untuk memudahkan pembaca perbandingan rata- rata skor nyeri pasien pada pre test dan post test dilakukan teknik guided imagery disajikan grafik berikut: Diagram garis skor nyeri 6 5 4 3 2 1 0
sebelum GI
Sesudah GI
Gambar 4.1 Diagram Garis Skor Nyeri Nampak bahwa pada responden terdapat pengaruh dan mengalami penurunan intensitas nyeri setelah dilakukan teknik guided imagery.
49
b. Uji Hipotesis Analisis ini menggunakan rumusan Paired t Test untuk mengetahui adanya perbedaan nyeri antara pasien post operasi sebelum diberi guided imagery dan sesudah diberi guided imagery. Hal ini untuk mengetahui adanya pengaruh guided imagery untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi di RS Dr.Moewardi. Tabel 4.11 Paired t Test
Skala nyeri pretest Skala nyeri posttest
Paired Differences Mean Std. Deviation t 1.000 0.576 5.123
Sig (2talled) .000
Analisa data dihasilkan nilai t hitung sebesar 5,123 dengan signifikan sebesar 0,000. Nilai sig < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel ( 5,123 > 2,145). Maka disimpulkan Ho ditolak berarti tidak ada pengaruh, sedangkan Ha diterima berarti ada pengaruh antara guided imagery terhadap nyeri, menunjukkan pengujian signifikan pada 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan ada pengaruh antara pemberian teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi.
C. Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan di RS Dr. Moewardi terdapat 15 responden yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan yaitu:
50
Umur terbanyak dari 15 responden didapatkan data pasien post operasi apendiktomi adalah 31- 40 tahun sebanyak 5 responden (33,3 %). Umur responden merupakan variabel penting yang akan mempengaruhi reaksi maupun ekspresi responden terhadap rasa nyeri. Semakin meningkatnya umur, semakin tinggi reaksi maupun respon terhadap nyeri yang dirasakan ( Potter dan Perry, 2006). Jenis kelamin reponden saat dilakukan penelitian terbanyak yaitu lakilaki sebanyak 10 responden (66,7 %). Skala nyeri yang dirasakan pada lakilaki sebelum guided imagery tetinggi yaitu nyeri sedang ada 10 responden (100 %). Pada perempuan nyeri tertinggi adalah nyeri sedang ada 5 responden (100 %). Responden sebelum dilakukan guided imagery yang mengalami nyeri sedang ada 15 responden (100 %). Skala nyeri tebanyak sebelum dilakukan guided imagery adalah 5. Nyeri adalah suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu kerusakan jaringan atau faktor lain, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain (Asmadi, 2008). Umumnya pasien merasakan nyeri yang sangat setelah operasi dan tidak bisa rileks karena merasakan kesakitan. Setelah dikakukan teknik Guided Imagery terhadap 15 responden didapatkan hasil nyeri sedang ada 11 responden (73,3 %) nyeri ringan ada 4 responden (26,7 %). Responden merasakan nyerinya berkurang dan rileks setelah dilakukan Guided Imagery dengan skala nyeri 4.
51
Skala nyeri yang dirasakan pada jenis kelamin laki- laki setelah guided imagery imagery tetinggi
yaitu nyeri sedang ada 7 responden (70 %),
sedangkan terendah nyeri ringan ada 3 responden (30 %). Pada perempuan skala nyeri tertinggi nyeri sedang ada 4 responden (80 %) dan terendah skala nyeri ringan ada 1 responden (20 %). Secara umum, laki-laki dan perempuan tidak berbeda dalam merespon nyeri. Toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor- faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu, tanpa memperhatikan jenis kelamin ( Potter dan Perry, 2006). Berdasarkan data tersebut maka Guided Imagey dapat mempengaruhi intensitas nyeri. Penelitian yang dilakukan Patasik (2013) dengan judul Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Post Operasi SC terbukti efektif dalam menurunkan intensitas nyeri dengan nilai p = 0,000. Berdasarkan penelitian menunjukkan nilai t hitung sebesar 5,123 dengan signifikan sebesar 0,000. Nilai sig < 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel ( 5,123 > 2,145). Maka disimpulkan Ho ditolak berarti tidak ada pengaruh, sedangkan Ha diterima berarti ada pengaruh antara guided imagery terhadap nyeri, menunjukkan pengujian signifikan pada 95%. Hasil rata-rata skor nyeri nyeri sebelum dilakukan guided imagery adalah 4,87 dan sesudah dilakukan guided imagery adalah 3,87, dan selisih rentang skor nyeri sebelum dan sesudah guided imagery adalah 1. Berdasarkan penurunan rata-rata intensitas nyeri tersebut responden dianjurkan untuk melakukan guided imagery untuk menurunkan atau mengurangi nyeri yang dirasakan. Hasil
52
penelitian menunjukkan guided imagery berpengaruh dalam menurunkan skala nyeri. Respon nyeri yang dirasakan oleh responden berbeda-beda. Imajinasi terbimbing atau guided imagery adalah teknik menciptakan kesan dalam pikiran responden, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara bertahap dapat menurunkan persepsi responden terhadap nyeri ( Prasetyo, 2010). Guided Imagery merupakan suatu teknik yanag menuntut seseorang untuk membentuk sebuah bayangan/ imajinasi tentang hal- hal yang disukai. Imajinasi yang terbentuk akan diterima sebagai rangsangan oleh berbagai indra, kemudian rangsangan tersebut akan dijalankan ke batang otak menuju sensor talamus. Sebagian besar rangsangan akan ditransmisikan ke korteks serebri, dikorteks serebri terjadi proses penghubugan pengindraan dimana rangsangan dianalisis, dipahami dan disusun menjadi sesuatu yang nyata sehingga otak mengenali objek dan arti kehadiran rangsangan tersebut. Halhal yang disukai dianggap sebagai sinyal penting dan disimpan dimemori, ketika terdapat rangsangan berupa bayangan tentang hal- hal yang menyenangkan/ disukai memori yang tersimpat akan muncul kembali dan menimbulkan suatu persepsi dari pengalaman sensori yang sebenarnya. Pengalaman sensasi tersebut dapat merilekskan fikiran dan meregangkan otototot sehingga nyeri yang dirasakan menjadi berkurang ( Prasetyo, 2010).
53
D. Keterbatasan Penelitian Peneliti menyadari bahwa peneliti banyak kelemahan dan keterbatasan yaitu: 1. Responden di saat melakukan latihan guided imagery dengan waktu singkat mengalami kesulitan dalam tahap membayangkan hal-hal yang menyenangkan. Jika menginginkan hasil yang maksimal maka harus dipraktekkan secara mandiri. 2. Adanya faktor pengganggu seperti umur yang merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan dapat mempengaruhi bagaimana anak-anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri ( Potter dan Perry, 2006). Rasa keletihan / kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan bahkan dapat terasa lebih berat lagi sehingga dapat mempengaruhi tindakan/ aplikasi guided imagery.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis kelamin terbanyak saat dilakukan perlakuan yaitu laki-laki dengan usia rata- rata 31-40 tahun. 2. Responden sebelum dilakukan guided imagery mengalami nyeri sedang dengan skala maksimal yaitu 5 dengan frekuensi 7 responden. Rata- rata nilai skala nyeri yaitu 4,87. 3.
Responden setelah dilakukan guided imagery mengalami nyeri sedang dengan skala maksimal yaitu 4 dengan frekuensi 9 responden. Rata-rata nilai skala nyeri yaitu 3,87.
4. Terdapat pengaruh tingkat relaksasi guided imagery terhadap nyeri pada pasien post operasi hari pertama apendiktomi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai p < 0,05 yaitu 0,000 t hitung lebih besar dari t tabel ( 5,123 > 2,145) dan penurunan skala nyeri sesudah dilakukan guided imagery dari 4,87 menjadi 3,87.
54
55
B. Saran 1. Bagi Reponden Diharapkan pasien dapat menerapkan atau mempraktekkan teknik relaksasi guided imagery untuk mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan. 2. Bagi Rumah Sakit Diharapkan Rumah sakit dapat menerapkan kebijakan-kebijakan pada pasien post operasi apendiktomi. Dalam penanganan nyeri diharapkan tidak hanya menggunakan anlagetik tetapi menggunakan teknik relaksasi guided imagery untuk memgurangi nyeri yang dirasakan. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang guided imagery dengan menggunakan variabel yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ade. 2008. SOP Terapi Kognitif. http://ade68.blogspot.com/2008/08/sop-terapikognitif.html. Diakses 15 Februari 2014 pukul 10.00
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Courtney, dkk. 2010. Buku Saku Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Dermawan, Deden. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta : Gosyeng Publishing. Dewi, Rita. 2011. Pengaruh Teknik Hipnoterapi Terhadap Nyeri Klien Post Operasi Apendictomy di Ruang Rawat Inap RSUD Raden Mattaher Jambi. Jitowiyono, S.dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Nuha Medika. Mansjoer, Arief. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Euculapcius UI. Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan Perioperatif Konsep, Proses dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Patasik, chandra Kristanto. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Nafas Dalam dan Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi Sectio Caesare di Irina D BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandau Manado. Universitas Sam Ratulangi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Manado. Potter and Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC. Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu. Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika. Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia.
Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta : Salemba Medika. Sugeng, Priyanto. 2011. Efektifitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Post Operasi di Ruang Pulih Sadar Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. Moewardi. Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suyanto. 2011. Metodologi Dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Lampiran 1 JADWAL PENELITIAN Bulan No
Kegiatan
Oktober
1 1 2 3 4
5
6
7
8
9
Pengumpulan judul KTI Studi pendahuluan Bimbingan proposal Ujian proposal KTI Revisi proposal penelitian dan pengambilan ijin penelitian Pengambilan data penelitian Pembimbingan penyusunan laporan hasil penelitian Ujian laporan hasil penelitian Revisi hasil penelitian dan pengumpulan KTI
2
3
November
4
1
2
3
Desember
4
1
2
3
Januari
4
1
2
3
Maret
Februari
4
1
2
3
4
1
2
3
4
April 5
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1
2
3
Juli 4
5
1
2
3
4
Lampiran 2
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK GUIDED IMAGERY
PENGERTIAN
:
Memberikan
rasa
nyaman
kepada
pasien
yang
mengalami nyeri dengan membimbing pasien untuk melakukan teknik guided imagery. TUJUAN
: 1. Menghilangkan atau mengurangi nyeri 2. Menurunkan ketegangan otot 3. Menimbulkan perasaan aman dan damai
KEBIJAKAN
: 1. Pasien dengan nyeri kronis 2. Pasien ansietas
PETUGAS
: Perawat
PERALATAN
: 1. Alat ukur skala nyeri Bourbanis 2. Musik
PROSEDUR PENELITIAN A. Tahap Pra Interaksi 1. Melihat data nyeri yang lalu (mengukur skala nyeri) 2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh perawat 3. Mengkaji program nyeri yang diberikan oleh dokter
Lampiran 2
B. Tahap Orientasi 1. Menyapa dan menyebutkan nama pasien 2. Menanyakan cara yang biasa digunakan agar rileks dan tempat yang disukai 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur 4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien C. Tahap Interaksi 1. Mengatur posisis yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring) 2. Menanyakan klien tentang hal-hal atau tempat yang klien sukai 3. Klien menutup mata 4. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya 5. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks 6. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (sesuai bimbingan) 7. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya. 8. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat. 9. Biarkan klien menikmati imaginasinya dengan iringan musik. 10. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata
Lampiran 2
D. Tahap Terminasi 1. Mengevaluasi hasil guided imagery 2. Menganjurkan pasien mengulangi teknik guided imagery bila pasien mengalami nyeri 3. Berpamitan dengan pasien 4. Mendokumentasikan
tindakan
dan
respon
pasien
dalam
catatan
keperawatan.
Sumber : Dinkes (2006) http://ade68.blogspot.com/2008/08/sop-terapi-kognitif.html. Diakses 15 Februari 2014
Lampiran 3
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY No.
Kegiatan yang dilakukan
I
PERSIAPAN ALAT : PERALATAN : 1. Alat ukur skala nyeri Bourbanis 2. Musik TAHAP PRE INTERAKSI 1. Melihat data nyeri yang lalu (mengukur skala nyeri) 2. Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh perawat 3. Mengkaji program nyeri yang diberikan oleh dokter TAHAP ORIENTASI 1. Menyapa dan menyebutkan nama pasien 2. Menanyakan cara yang biasa digunakan agar rileks dan tempat yang disukai 3. Menjelaskan tujuan dan prosedur 4. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien TAHAP KERJA 1. Mengatur posisis yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring) 2. Menanyakan kepada klien hal-hal atau tempat yang disukai klien 3. Klien menutup mata 4. Letakkan tubuh senyaman-nyamannya 5. Periksa otot-otot klien dalam keadaan relaks 6. Ambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (sesuai bimbingan) 7. Minta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya. 8. Kalau perlu tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat. 9. Biarkan klien menikmati imaginasinya dengan iringan musik. 10. Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan waktu dalam rentang 15 menit, minta klien untuk membuka mata TAHAP TERMINASI 1. Mengevaluasi hasil guided imagery 2. Menganjurkan pasien mengulangi teknik guided imagery bila pasien mengalami nyeri 3. Berpamitan dengan pasien 4. Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien dalam catatan keperawatan.
II
III
IV
V
Ya
Tidak
Lampiran 4
Kuesioner Skala Pengukuran Nyeri
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
Riwayat Operasi
:
0
3
1
2
4
5
6
7
8
9
10
Keterangan : 0
= Tidak nyeri
1-3
= Nyeri ringan
4-6
= Nyeri sedang
7-9
= Nyeri berat
10
= Nyeri tidak tertahankan
*) Pasien dianjurkan melingkari angka skala nyeri atau menunjuk angka skala nyeri kepada peneliti
Lampiran 5
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Ibu-Ibu Responden Di tempat
Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Episcia Wahyuningsih
NIM
: 2011.1408
Adalah Mahasiswa STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta yang sedang melakukan penelitian dengan judul: “ Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Nyeri Pada Pasien Post Hari Pertama Apendiktomi Di Rumah Sakit Dr. Moewardi ”. Dengan ini memohon pasien di RSUD Dr. Moewardi untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Kerahasiaan semua informasi akan dijaga dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Responden bersedia untuk menjadi responden maka saya mohon kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan yang saya sediakan dengan sejujurnya dan apa adanya tanpa ada pengaruh dari pihak manapun sesuai petunjuk yang saya buat. Atas perhatian, kerjasama dan kesediaannya menjadi responden saya ucapkan terima kasih. Hormat Saya,
Episcia Wahyuningsih (Peneliti)
Lampiran 6 Tabulasi Data Hasil Penelitian no resp. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
umur 18 th 23 th 44 th 50 th 20 th 39 th 35 th 40 th 41 th 32 th 30 th 32 th 19 th 20 th 25 th
karakteristik jenis kelamin perempuan laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki laki-laki perempuan laki-laki perempuan perempuan perempuan laki-laki
skala nyeri pretest posttest 5 4 5 4 4 3 4 3 5 3 6 4 6 5 5 4 5 4 5 5 4 4 4 4 5 3 6 4 4 4
kategori nyeri pretest posttest sedang sedang sedang sedang sedang ringan sedang ringan sedang ringan sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang sedang ringan sedang sedang sedang sedang
HASIL UJI DESKRIPTIF
Frequencies [DataSet0]
N
Statistics Jenis Kelamin Valid 15 Missing 0
Umur 15 0
Frequency Table
Jenis Kelamin
Valid Perempuan Laki-laki Total
Frequency 5 10 15
Percent Valid Percent 33.3 33.3 66.7 66.7 100.0 100.0
Cumulative Percent 33.3 100.0
Umur Frequency Valid <21 Tahun 4 21-30 Tahun 3 31-40 Tahun 5 41-50 Tahun 3 Total 15
Percent Valid Percent 26.7 26.7 20.0 20.0 33.3 33.3 20.0 20.0 100.0 100.0
Cumulative Percent 26.7 46.7 80.0 100.0
Kategori Nyeri Pretest Frequency Percent Valid sedang
15
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
Kategori Nyeri Posttest Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ringan
4
26.7
26.7
26.7
sedang
11
73.3
73.3
100.0
Total
15
100.0
100.0
Laki-laki Kategori Nyeri Pretest Frequency
Valid sedang
10
Percent
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
Kategori Nyeri Posttest Frequency Percent Valid
Valid Percent
Cumulative Percent
ringan
3
30.0
30.0
30.0
sedang
7
70.0
70.0
100.0
10
100.0
100.0
Total
Perempuan
Kategori Nyeri Pretest Frequency Percent Valid sedang
5
Valid Percent
100.0
100.0
Cumulative Percent 100.0
Kategori Nyeri Posttest Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ringan
1
20.0
20.0
20.0
sedang
4
80.0
80.0
100.0
Total
5
100.0
100.0
Descriptive Statistics N Pre Test Post Test Valid N (listwise)
Minimum Maximum 15 4 6 15 3 5 15
Mean 4.87 3.87
Std. Deviation .743 .640
HASIL UJI BIVARIATE
T-Test Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean 4.87 3.87
Pre Test Post Test
N
Std. Deviation 15 .743 15 .640
Std. Error Mean .192 .165
Paired Samples Correlations N Pair 1
Pre Test & Post Test
Correlation 15 .410
Sig. .129
Paired Samples Test Paired Differences
Std. Std. Error Mean Deviation Mean
Pair 1 Pre Test - Post Test
1.00 0
.756
.195
95% Confidence Interval of the Difference Lower
.581
Upper
t
1.419 5.123
df
14
Sig. (2tailed)
.000