SKRIPSI
EFEKTIVITAS TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI SEDANG DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2015
Oleh SAHRUL EFENDI SINAGA 13 02 06 166
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
SKRIPSI
EFEKTIVITAS TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI SEDANG DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2015
Skripsi ini Diajukan Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) Di program Studi Ners Fakultas Ilmu Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh SAHRUL EFENDI SINAGA 13 02 06 166
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA TAHUN 2015
i
ii
SURAT PERNYATAAN EFEKTIVITAS TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI SEDANG DI RSU SARI MUTIARA MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak terdapat pendapat atau karya yang pernah ditulis dan pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang ditulis, dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2015
(Sahrul Efendi Sinaga)
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1. Nama
: Sahrul Efendi Sinaga
2. Tempat/ Tanggal Lahir
: Sei Baruhur, 11 Juli 1991
3. Jenis Kelamin
: Laki - laki
4. Agama
: Islam
5. Anak Ke
: Satu (1) dari Empat (4) Bersaudara
6. Alamat
: AFD III Sei Baruhur
B. Nama Orang Tua 1. Ayah
: Amat Sinaga
2. Ibu
: Nurliana Saragih
C. Riwayat Pendidikan 1. Tahun 1998 – 2004
: SD Negri No.014724 Sei Baruhur
2. Tahun 2004 – 2007
: SMP Negeri 1 Sri Torgamba
3. Tahun 2007 – 2010
: SMA Negeri 1 Kota Pinang
4. Tahun 2010 – 2013
: Akademi Keperawatan Bina Husada Tebing Tinggi.
5. Tahun 2013 – 2015
: Menyelesaikan Pendidikan S1 Keperawatan di Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia
iv
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA Skripsi, April 2015 Sahrul Efendi Sinaga Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang Di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 xiv + 48 hal + 9 tabel + 2 skema + 8 Lampiran
ABSTRAK Operasi merupakan tindakan invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Akibat dari prosedur pembedahan pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman nyeri. Salah satu penanganan nyeri yaitu dengan menggunakan teknik relaksasi guided imagery. Jenis penelitian quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test only one group bertujuan untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikannya teknik relaksasi guided imagery. Populasi penelitian adalah seluruh pasien pasca operasi sedang di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan yang berjumlah yang 230 pasien. Sampel penelitian diambil menggunakan tehnik random sampling, sebanyak 21 responden. Mayoritas intensitas nyeri pasien pasca operasi sedang sebelum diberikan intervensi adalah skala nyeri 5 (sedang) sebanyak 12 responden (57,1%). Mayoritas intensitas nyeri pada pasein pasca operasi sedang setelah diberikan intervensi adalah skala nyeri 4 (sedang) sebanyak 12 orang (57,1%). Hasil uji wilxocon bahwa tehnik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 dengan nilai (p-value 0,000). Bagi Rumah Sakit Di harapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. Bagi Perawat sebagai masukan bagi tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan berupa teknik relaksasi imajinasi terbimbing untuk mengatasi nyeri dan gangguan tidur di ruang rawat inap karena teknik relaksasi imajinasi terbimbing mampu memberikan ketenangan dan kenyamanan yang akan membantu penderita gangguan tidur mendapatkan tidur yang baik dan berkualitas. Kata kunci Daftar Pustaka
: Teknik Relaksasi Guided Imagery, Penurunan Intensitas Nyeri : 40 (2002 – 2013)
v
STUDY PROGRAM NERS FACULTY OF NURSING AND MIDWIFERY UNIVERSITY SARI MUTIARA INDONESIA Thesis, April 2015 Sahrul Efendi Sinaga Effectiveness of Guided Imagery Relaxation Techniques To Decrease Pain Intensity in Patients Post-Operation Medium In RSU Sari Mutiara Medan 2015 xiv + 48 pages + 9 + table + 2 scheme + 8 Appendix
ABSTRACT An invasive surgery with open or display the body part to be addressed and is generally performed by making an incision and ends with closure and suturing wounds. As a result of the surgical procedure the patient will experience a sense of comfort pain disorders. One of pain management using the techniques of guided imagery relaxation. Type of quasi-experimental study with the approach of pre post test only one group aims to determine the intensity of pain before and after granting guided imagery relaxation techniques. The population is all postoperative patients were in the General Hospital Sari Mutiara Medan totaling the 230 patients. Samples were taken using random sampling techniques, as many as 21 respondents. The majority of patients with postoperative pain intensity were before given intervention is pain scale 5 (medium) by 12 respondents (57.1%). The majority of the intensity of postoperative pain in patients could're after a given intervention is a pain scale of 4 (moderate) as many as 12 people (57.1%). The test results wilxocon that guided imagery relaxation techniques are effective in reducing the intensity of postoperative pain in patients being in the RSU Sari Mutiara Medan in 2015 with a value of (p-value 0.000). For Hospital is hoped to provide optimum patient care and improve the quality of hospital services. For nurses as input for nursing staff in providing nursing care in the form of guided imagery relaxation techniques to cope with pain and sleep disorders in inpatient unit as guided imagery relaxation techniques capable of providing peace and comfort that will help people with sleep disorders get a good sleep quality. Keywords: Guided Imagery Relaxation Techniques, Decrease Pain Intensity Bibliography: 40 (2002 - 2013)
vi
KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan Rahmat dan Nikmat Karunia-Nya terutama nikmat kesehatan, keimanan serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitaas Teknik
Relaksasi
Guided
Imagery
Terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015”.
Skripsi ini disusun sebagai syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Studi Ilmu Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan. Dalam Penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapat bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada. 1. Bapak Parlindungan Purba, SH, M.M selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku RektorUniversitas Sari Mutiara Indonesia Medan. 3. Ns. Rinco Siregar, MNS, selaku Ketua Progam Studi Ilmu Keperawatan Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Medan 4. Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia dan selaku Ketua Penguji yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu dalam penyusunan skripsi ini. 5. Ns. Galvani Volta Simanjuntak, M.Kep, Penguji III yang telah banyak membimbing dan meluangkan waktu dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ns. Amila, M.Kep, Sp.KMB, selaku Penguji I yang telah banyak membimbing, memberikan masukan, kritikan dan saran meluangkan waktu dalam penyusunan skripsi ini. 7. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep, selaku Penguji II yang telah banyak membimbing, memberikan masukan, kritikan dan saran meluangkan waktu dalam penyusunan skripsi ini.
vii
8. Dr. Yan Ch Sitanggang, Sp.An, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. 9. Kedua orang tua tercinta dan seluruh keluarga yang telah banyak memberikan doa dan dukungan moril maupun materil kepada peneliti. 10. Kepada seluruh rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Ilmu Keperawatan Jalur B Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Peneliti berusaha untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun peneliti menyadari masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun tulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan. Akhirnya peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2015 Peneliti
(Sahrul Efendi Sinaga)
viii
DAFTAR ISI Hal COVER DALAM..................................................................................................... PERNYATAAN PERSETUJUAN ......................................................................... PERNYATAAN ....................................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................................ ABSTRAK................................................................................................................ KATA PENGANTAR ............................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................................ DAFTAR TABEL .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... DAFTAR SKEMA................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................
i ii iii iv v vi viii vi vii viii ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ A. Latar Belakang .......................................................................................... B. Rumusan Masalah ..................................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 1. Tujuan Umum ...................................................................................... 2. Tujuan Khusus...................................................................................... D. Manfaat Penelitian ....................................................................................
1 1 6 6 6 6 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. A. Operasi ...................................................................................................... 1.Defenisi .................................................................................................. 2. Klasifikasi ............................................................................................. 3. Operasi Sedang ..................................................................................... B. Apendiksitis................................................................................................ 1. Defenisi ................................................................................................. 2. Etiologi.................................................................................................. 3. Patofisiologi .......................................................................................... 4. Manifestasi Klinis ................................................................................. 5. Penatalaksanaan .................................................................................... C. Hernia........................................................................................................ 1. Defenisi ................................................................................................ 2. Etiologi ................................................................................................. 3. Patofisiologi ......................................................................................... 4. Manifestasi Klinis ................................................................................ 5. Penatalaksanaan ...................................................................................
8 8 8 8 8 8 8 9 9 10 11 12 12 12 13 13 14
ix
D. Nyeri ......................................................................................................... 1. Defenisi ................................................................................................ 2. Fisiologi................................................................................................ 3. Sifat-sifat Nyeri .................................................................................... 4. Klasifikasi Nyeri .................................................................................. 5. Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi dan Reaksi Terhadap Nyeri .... 6. Skala Rentang Respon Nyeri................................................................ 7. Strategi Penatalaksanaan Nyeri ............................................................ E. Relaksasi Guided Imagery ........................................................................ 1. Defenisi ................................................................................................ F. Kerangka Konsep...................................................................................... G. Hipotesa Penelitian ...................................................................................
15 15 17 19 22 22 24 27 31 31 33 33
BAB III METODI PENELITIAN.......................................................................... A. Jenis Penenlitian........................................................................................ B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................... 1. Lokasi ................................................................................................... 2. Waktu ................................................................................................... C. Populasi dan Sampel ................................................................................. 1. Populasi ................................................................................................ 2. Sampel.................................................................................................. D. Metode Pengumpulan Data....................................................................... E. Proses Penelitian ....................................................................................... F. Defenisi Operasional................................................................................. G. Aspek Pengukuran .................................................................................... H. Etika Penelitian ......................................................................................... I. Pengolahan dan Analisa Data ................................................................... J. Analisa Data..............................................................................................
34 34 34 34 34 34 34 35 36 36 37 37 37 38 39
BAB IV HASIL & PEMBAHASAN ...................................................................... A. Gambaran Tempat Penelitian..................................................................... B. Hasil Penelian............................................................................................. 1. Analisa Univariat.................................................................................... a. Karakteristik Responden .................................................................... b. Karakteristik Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi ............................ c. Karakteristik Intensitas Nyeri Setelah Intervensi............................... 2. Analisa Bivariat ...................................................................................... C. Pembahasan ................................................................................................ 1. Karakteristik Responden......................................................................... 2. Respon Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang Sebelum Dilakukan TindakanTeknik Relaksasi Guided Imagery..........................................
40 40 41 41 41 42 42 42 43 43
x
43
3. Respon Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang Sesudah Dilakukan Tindakan Teknik Relaksasi Guided Imagery ........................................ 4. Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri ...................................................................................... D. Keterbatasasn Penelitian ............................................................................ 1. Sampel Penelitian ................................................................................... 2. Pemberian Teknik Relaksasi .................................................................. 3. Terapi Farmakologi ................................................................................ BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. A. Kesimpulan ................................................................................................ B. Saran ........................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
44 45 47 47 47 47 48 48 48
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Jenis- jenis Stimulus Nyeri .......................................................................
17
Tabel 2.2 Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis ..................................................
20
Tabel 2.3 Perbedaan Anatara Nyeri Kutaneus Dengan Nyeri Somatik ....................
21
Tabel 2.4 Karakteristik Nyeri Visceral .....................................................................
21
Tabel 3.5 Defenisi Operasional.................................................................................
37
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan, Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan dan Jenis Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) .......................................................................
41
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pasien Pre Operasi Sedang Sebelum Intervensi di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) .....
42
Tabel 4.3 Distribusi Frekkuensi Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Sedang Sebelum Intervensi di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) .....
42
Tabel 4.4 Tabulasi Silang Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara (n=21) ..........................................................................................
42
xii
DAFTAR SKEMA Hal Skema 2.1 Kerangka Konsep.....................................................................................
33
Skema 3.1 Bentuk Rancangan Penelitian ..................................................................
34
xiii
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Secara Singkat Proses Terjadinya Nyeri................................................... 18 Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik (1-10)..................................................... 24 Gambar 2.3 Skala Nyeri Oucher................................................................................... 24 Gambar 2.4 Skala Nyeri Wajah Yang di Kembangkan Wong & Baker ...................... 24
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.
Lampiran 4. Lampiran 5.
Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Lembar Persetujuan Responden. Lembar Kuesioner Surat Mohon Izin Memperoleh Data Dasar dari Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Surat Balasan untuk Izin Memperoleh Data Dasar RSU Sari mutiara Medan. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Surat Balasan Telah selesai melakukan Penelitian dari Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. Distribusi Output Program SPSS Lembar Konsultasi Pembimbing
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Operasi merupakan tindakan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Tindakan operasi diklasifikasikan menjadi 3 jenis antara lain operasi kecil, sedang dan besar (Agus, 2009). Operasi kecil adalah prosedur bedah yang
tidak
membutuhkan pembiusan dan bantuan pernafasan selama operasi. Biasanya cukup dengan bius lokal saja, misalnya incisi abses (nanah), angkat tahi lalat, angkat kutil, sirkumsisi (sunat) dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk dalam operasi sedang adalah
pembedahan
apendikcitis
(apendiktomi)
dan
pembedahan
hernia
(herniotomi) (Iwan, 2010).
Apendiksitis merupakan peradangan dari apendik periformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Peradangan pada apendiks jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan pecah dengan pembentukan nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (Dermawan & Rahayuningsih , 2010). Berlanjutnya kondisi apendiksitis akan meningkatkan resiko terjadinya perforasi dan pembentukan masa periapendikular. Perforasi dengan cairan inflamasi dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respons inflamasi permukaan peritoneum atau terjadi peritonitis. Apabila perforasi apendiks disertai dengan material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri local akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons peritonitis. Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba datang pada abdomen kanan bawah (Tzanakis, 2005).
Salah satu penatalaksanaan pasien dengan apendiksitis akut adalah pembedahan (apendiktomi). Apendiktomi dapat dilakukan pada apendiksitis tanpa komplikasi. Apendiktomi dilakukan segera setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam
1
2
tubuh dan gangguan sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. (Mansjoer, 2000).
Insiden apendiksitis di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara berkembang. Sekitar 7% penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat (Wita, 2011).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia, apendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen. Insidens apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi di antara kasus kegawatan abdomen lainya (Depkes, 2008). Satu dari 15 orang pernah menderita apendiksitis dalam hidupnya. Insidens tertingginya terdapat pada laki-laki usia 10-14 tahun dan wanita yang berusia 15-19 tahun. Laki-laki lebih banyak menderita apendiksitis daripada wanita pada usia pubertas dan pada usia 25 tahun.
Data yang diperoleh dari RSUD
Prof. DR. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo,
diperoleh jumlah pasien yang melakukan tindakan operasi pada tahun 2011 dari sekitar 1606 pasien bedah umum, sebanyak 576 pasien diantaranya yang melakukan operasi apendiksitis atau sekitar 35,87% pada tahun 2011. Pada tahun 2012, dari 1431 pasien bedah umum, sebanyak 455 diantaranya yang melakukan operasi apendiksitis atau sekitar 31,79%. Sedangkan pada tahun 2013 untuk periode januari sampai maret, dari 318 pasien bedah umum, sebanyak 83 orang yang melakukan operasi apendiksitis dengan lama hari rawat rata-rata 3-5 hari. (Medical Record RSAS, 2013).
3
Indikasi lain dilakukannya operasi sedang adalah pada pasien hernia. Hernia adalah kondisi prostrusi (penonjolan) organ intestinal masuk ke rongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis (Erickson, 2009). Materi yang masuk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa juga merupakan suatu jaringan lemak (Arif & Sari, 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), penderita hernia tiap tahunnya meningkat. Didapatkan data pada dekade tahun 2005 sampai tahun 2010 penderita hernia segala jenis mencapai 19.173.279 penderita (12.7%) dengan penyebaran yang paling banyak adalah negara-negara berkembang seperti negara Afrika, Asia tenggara termasuk Indonesia, selain itu Negara Uni emirat arab adalah Negara dengan jumlah penderita hernia terbesar di dunia sekitar 3.950 penderita pada tahun 2011
(http://askep-kesehatan
jurnal
kesehatan
provinsi.com/2015/03/.Jambi
independent.html). Berdasarkan data dari Departermen Kesehatan Republik Indonesia di Indonesia periode Januari 2010 sampai dengan Februari 2011 berjumlah 1.243 yang mengalami gangguan hernia, termasuk berjumlah 230 orang (5,59%) terjadi pada anak-anak (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan provinsi. com/2015/03/. Jambi independent.html). Sedangkan di Rumah Sakit Raden Mataher Jambi sepanjang periode Januari 2010 sampai dengan Januari 2011 dari keseluruhan pasien rawat inap dengan penyakit bedah didapatkan data 430 pasien adalah pasien dengan herniotomy (http://askep-kesehatan.jurnal kesehatan provinsi.com/2015/03/. Jambi independent.html). Pengobatan pada penderita hernia ialah dengan cara pembedahan. Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah reposisi. Pembedahan secepat
mungkin setelah diagnosis ditegakkan.Pada herniotomi
dilakukan
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya jika ada perlekatan kemudian di reposisi lalu di potong (Arif & Sari, 2013).
4
Pada penderita dengan pasca operasi masalah yang sering muncul adalah nyeri. Nyeri muncul karena ketika bagian tubuh terluka akibat tekanan, potongan, sayatan, atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam subtansi intraseluler yang dilepaskan ke ruang ekstraseluler, sehingga mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan bergerak dan merangsang sepanjang serabut saraf (neurotransmisi) yang akan menghasilkan subtansi yang disebut neurotransmiter, seperti prostaglandin dan epineprin. Selanjutnya pesan nyeri dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Judha, 2012).
Manusia mempunyai kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi secara memuaskan melalui proses homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. Bebas dari nyeri termasuk salah satu faktor utama kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang mutlak dipenuhi oleh setiap individu sebelum pemenuhan kebutuhan dasar yang lain. Setiap individu membutuhkan rasa nyaman dan dipersepsikan berbeda pada setiap individu. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik dan universal dan bersifat individual. Dikatakan individual karena respon terhadap nyeri beragam atau tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya akan mengganggu aktivitas sehari-hari maupun secara psikid (Asmadi, 2008).
Penatalaksanaan nyeri pasca operasi adalah dengan farmakologi. Terapi farmakologi bias diberikan 1-2 hari pasca operasi dengan pemberian injeksi (IV). Pada hari ke 2 terapi injeksi diganti dengan obat oral. Selain penatalakasanaan farmakologi terdapat terapi Non farmakologi yang akan dapat digunakan untuk menurunkan respon nyeri diantaranya adalah teknik relaksasinya, relaksasi distraksi, guided imagery, tarik nafas dalam. Salah satu terapi yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pasien post operasi adalah teknik relaksasi dengan guided imagery (Sarah, 2010).
5
Guided imagery merupakan teknik yang menggunakan imajinasi seseorang untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Teknik ini dimulai dengan proses relaksasi pada umumnya yaitu meminta kepada klien untuk perlahan-lahan menutup matanya dan klien didorong untuk rileks dengan membayangkan untuk membuat damai dan tenang (Rahmayati, 2010).
Guided imagery efektif menurunkan nyeri dikarenakan sebuah keadaan dimana seseorang terbebas dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan (equilibrium). Setelah seseorang rileks akan mencapai keadaan relaksasi menyeluruh, mencakup keadaan relaksasi secara fisiologis, secara kognitif dan secara behavioral. Secara fisiologis, keadaan relaksasi ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan non epinefrin dalam darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi pernafasan penurunan ketegangan otot (Rahmayati, 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Syahriyani (2010), tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi di ruang perawatan bedah RSU TK II Pelamonia Makasar, menunjukkan bahwa intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah pemberian teknik relaksasi mengalami peningkatan penurunan nyeri dari nyeri ringan 20,00% ke 66,67%, nyeri sedang 53,33% ke 20,00% . Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi dengan nilai p value <0.005
Hasil Survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSU Sari Mutiara Medan diperoleh data bahwa jumlah pasien bedah di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014 sebanyak 120 orang dengan persentase pasien apendiktomi sebanyak 40% dari jumlah pasien bedah dan pasien bedah herniotomi sebanyak 110 orang sebanyak 30 %. Hasil wawancara dengan seorang pasien post appendiksitis diperoleh hasil pasien mengatakan nyeri post operasi, nyeri dirasakan seperti terbakar, dengan skala 6, pada dirasakan pada daerah perut kanan bawah (Kuadran 4) dan muncul saat bergerak. Hasil wawancara dengan perawat di RSU Sari Mutiara Medan,
6
penatalaksanaan yang digunakan untuk menurunkan nyeri pada pasien pasca operasi hanya menggunakan terapi farmakologis, dan jarang dilakukan pemberian terapi relaksasi. Pemeberian terapi relaksasi non farmakologis yang kadang-kadang diberikan perawat adalah tehnik relaksasi nafas dalam, sementara berdasarkan hasil penelitian terdapat terapi non farmakologis lain yang efektif dalam menurunkan intensitas nyeri yaitu tehnik relaksasi menggunakan guided imagery. Sehingga berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh tehnik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang Di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang Di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui Intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang sebelum dilakukan teknik relaksasi guided imagery di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015. b. Mengetahui intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang setelah dilakukan teknik relaksasi guided imagery di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan menjadi penyediaan data dasar yang dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut tentang efektivitas teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi.
2. Bagi Mahasiswa Mahasiswa mendapatkan metode pembelajaran yang paling efektif pada pembelajaran nyeri untuk meningkatkan pemahaman dan kualitas pendidikan
3. Bagi Peneliti selanjutnya Untuk memberi kontribusi dalam menambah wawasan dan sumber refrensi serta dapat dijadikan bahan atau dasar dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Operasi 1. Defenisi Operasi Operasi merupakan tindakan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Agus, 2009). 2. Klasifikasi Operasi Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi penderita dan ini bisa menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Akibat dari prosedur pembedahan pasien akan mengalami gangguan rasa nyaman nyeri. Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Perry & Potter, 2005). 3. Operasi Sedang Operasi sedang waktunya 1-2 jam dan alatnya standart +1 anastesinya local, regional & general. Resikonya sedang tidak terlalu sulit untuk melakukan tindakan operasi sedang dan tidak seperti tindakan operasi yang lainnya yang rumitdan sulit dan banyak yang harus diperhatikan dengan teliti dan pasca operasi sedang adalah operasi yang tidak terlalu sulit dan tidak di butuhkan waktu yang lama dalam pekerjaannya, Apendiktomi, Herniotomi (Anton, 2011). B. Apendiksitis 1. Pengertian Apendiksitis Apendiksitis merupakan peradangan dari apendiks periformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Peradangan pada apendiks jika tidak segera ditangani akan mengakibatkan pecah dengan pembentukan nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (Dermawan & Rahayuningsih , 2010).
8
9
Apendiksitis adalah peradangan dari apendiks vermiforms dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.Salah satu kelainan atau penyakit yang terjadi dalam sistem pencernaan yang membutuhkan pembedahan secara khusus adalah apendiksitis (Santacrore & Craigh, 2012).
Apendiksitis atau usus buntu adalah usus besar yang yang berbentuk lorong kecil menyerupai umbia cacing ugumenusus buntu pada saat ini tidak diketahui jelasdinding ikut menjadi pertahanan tubuh diawal kehidupan namun fungsi ini sesuai perkembangan usia diambil oleh sistem kekebalan tubuh yang lain (Anwar, 2007).
2.
Etiologi Penyebab dari apendiksitis adalah adanya obstruksi pada lumen appedikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium, debris fekal) atau parasit (Katz, 2009).
Apendiksitis merupakan infeksi bakteri berbagai hal peran sebagai faktor pencetusnya disamping hipertensi jaringan HMF bakteri berbagai hal peran sebagai cacing askoris dapat pula menyebabkan sumbatan penyakit yang lain diduga dapat menimbulkan sumbatan apensitas adalah ensi mukosa apendiks karena parasit seperti e Histolyca. Penelitian epidemologi menunjukan peran kebiasan makanan rendah serat dan pengaruh kostipasi akan menaikkan tekanan matrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsi amal apendik dan menigkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa semua ini akan mempermudah timbulnya apendiks akut (Syamsuhidayat, 2005).
3.
Patofisiologi Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
10
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu makaakan terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut apendiksitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis. Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Jainuri, 2010).
4.
Manifestasi Klinis a.
Nyeri mulai anigas trauma atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksia nyeri pindah kekanan bawah dan menunjukan tanda rangsangan pertonium lokal dititik membujur.
b.
Nyeri tekan
c.
Defans muskuler
d.
Nyeri kanan bawah pada tekanan bawah
e.
Nyeri kanan bawah bila tekanan disebabkan kiri (blubreng)
f.
Nyeri tekanan bawah bila peritonium bergerak seperti nafas dalam berjalan batuk mengedan (Syamsuhidayat, 2005).
11
1). Gejala yang mungkin ditentukan a) Sakit perut di ulu hati dan sekitar pusat b) Rasa sakit lebih terasa didaerah perut sebelah kanan c) Pasien merasakan mual nafsu makan berkurang d) Didapat perut yang tegang dan gembung yang membengkak karena komplikasi (Anwar, 2007).
2). Gambaran klinis a) Nyeri abdomen mual dan muntah b) Lokasi nyeri menuju fosa iliaka kanan c) Periksa ringan d) Pasien menjadi kemerahan takikardi lidah berselaput holitasi e) Nyeri tekan (biasanya saat lepas disepanjang MC Pour moey) f)
Perotemitis jika apendik mengalami pertorasi
g) Masa apendik jika pasien datang terlambat
5.
Penatalaksanaan a.
Sebelum Operasi 1.
Obserpasi Dalam 8 -12 jam setelah timbul keluhan tanda dan gejala apendiksitis seringkali masih saja belum jelas. Dalam keadan ini obsevasi ketat perlu diperlakukan pasien diminta melakukan tirah baring dan dipanaskan lakukan setiap tidak boleh diberikan dan dicurigai apendiksitis abdomen dan efektif serta pemeriksan darah, (dan hidung jenis) diulang secara priodik foto abdomen dan torak tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit lain pada kebanyakan kasus didiagnosa ditegakkan dengan lokasisasi nyeri didaerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya kelelahan.
12
2. Operasi apendikstomi a) Paska operasi Perlu dilakukan observasi tanda tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan didalam syok impertensi atau gangguan pernafasan angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan selama itu pasien dipasang kan bila tindakan observasi lebih besar misalnya ferforasi atau persosiatas
umum. Puasa diteeruskan sampai fungsi usus kembali
normal kemudian berikan minuman minimal 15 ml/jam keesokan harinya berikan makanan sering dan hari berikutnya berikan makanan lunak 1 hari paska operasi pasien dilanjutkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar, hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. C. Hernia 1.
Pengertian Hernia Hernia merupakan penonjolan daripada viskus atau bagian viskus pembukaan yang abnormal pada dinding kaviti. Hernia inguinalis merupakan salah satu kasus bedah terbanyak setelah apendiksitis. Hernia inguinalis lateralis adalah prostusi (penonjolan) organ intenstinal masuk ke rongga melalui efek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis (Erickson, 2009). Hernia adalah tonjolan keluarnya organ atau jaringan melalui dinding rongga dimana organ tersebut seharusnya berada didalam keadaan normal tertutup (Nada, 2007).
2.
Etiologi Penyebab dari hernia inguinalis dapat terjadi karena anomaly congenital atau karena disebabkan adanya pembentukkan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar, sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar (Syamsuhidayat, 2005).
13
Penyebab hernia inguinalis lemahnya dinding akibat defek kongenital yang tidak diketahui tetapi ada dari beberapa factor yang dikaitkan yaitu batuk yang kuat, mengedan akibat sembelit, atlet angkat besi dan buruh pekerja yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen yang tinggi (Brandt, 2008).
3.
Patofisiologi Hernia inguinalis tidak langsung (hernia inguinalis lateralis), dimana prostusi keluar dari rongga peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang akan menonjol keluar dari annulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum melalui jalur yang sama seperti pada saat testis bermigrasi dari rongga perut ke skrotum pada saat perkembangan janin. Jalur ini biasanya menutup sebelum kelahiran, tetapi mungkin tetep menjadi sisi hernia dikemudian hari (Manoharan, 2005).
4.
Manifestasi Klinis Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencan pembedahan, pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien hernia reponibel berada pada kondisi yang normal, sedangkan pada pasien hernia inkarserata dan strangulate pasien terlihat lemahdan kesakitan, TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gejala dehidrasi. Suhu badan pasien akan naik >38.50C dan terjadi takikardi. Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan hal-hal berikut. a) Inspeksi: secara umum terlihat penonjolan abnormal pada lipatan paha. Apabila tidak terlihat dan terdapat riwayat adanya penonjolan, maka dengan pemerikasaan sederhana pasien didorong untuk melakukan aktivitas peningkatan intra abdominal, seperti mengedan untuk menilai adanya penonjolan pada lipatan paha.
14
b) Palpasi: turgor kulit < 3 detik mendakan gejala dehidrasi. Palpasi pada kantong hernia yang kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera tetapi umumnya tanda ini sukar ditentukan. Kantong hernis mungkun berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum (seperti karet) atau ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Dalam hal ini hernia dapa direposisi, pada waktu jari masih berada dalam annulus eksternus, pasien diminta untuk mengedan. Apabila ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia. c) Perkusi: nyeri ketuk dan timpani terjadi akibat adanya flatulen, menandakan sekunder dari adanya obstruksi intestinal atau hernia strangulasi. d) Auskultasi: penurunan bising usus atau tidak ada bising usus menandakan gejala obstruksi intestinal (Arif & Sari, 2013).
5. Penatalaksanaan Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setela diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah: a) Herniotomi: membuang kantong hernia. Hal ini terutama pada anak-anak karena dasarnya adalah congenital tanpa adanya kelemahan dinding perut. b) Hernioplasti c) Herniorafi: membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah dibelakang kanalis inguinalis.
Indikasi pembedahan pada hernia inguinalis meliputi hal-hal berikut: a) Penonjolan besar yang mengindikasikan peningkatan resiko hernia inkarserata atau hernia strangulate.
15
b) Nyeri hebat yang merupakan respon masuknya penonjolan melalui memenuhi kanal. Hernia inkarserata dan hernia strangulate. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghilangkan bagian dari usus apabila kondisi hernia adalah inkarserata dan hernia strangulate dengan intervensi reseksi usus. Reseksi usus juga dapat dilakukan secara laparaskopi (Sherwinter, 2009). D. Nyeri 1.
Defenisi Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial ( Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri mungkin suatu hal yang tidak asing bagi kita. Nyeri menjadi alasan yang paling banyak dan paling umum dikeluhkan seorang pasien untuk mencari perawatan kesehatan dibandingkan keluhan-keluhan lainnya (Prasetyo, 2010). Melzack dan Wall (1998) dalam Judha dkk. (2012) mengatakan bahwa nyeri adalah pengalaman pribadi, subjektif, yang dipengaruhi oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variable-variabel psikologis lain, yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa tersebut. Menurut dari buku Prasetyo (2010), ada beberapa defenisi nyeri. a) Defenisi Secara Medis Mouncastle mendefenisikan nyeri sebagai pengalaman sensori yang dibawa oleh stimulus sebagai akibat adanya ancaman atau kerusakan jaringan, dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah ketika seseorang terluka (secara fisik). International Association for Study of Pain (1997), mendefenisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan. Defenisi diatas merupakan defenisi yang diterima sebagai defenisi medis, meskipun begitu defenisi diatas hanya membatasi nyeri sebagai bentuk kerusakan jaringan tubuh.
16
b) Defenisi Secara Psikologis Sternbach mengartikan nyeri sebagai sesuatu yang abstrak, dimana nyeri terdapat padanya: 1) Personality, dimana sensasi terhadapa nyeri yang dirasakan individu bersifat pribadi (subjektif), artinya antara individu satu dengan yang lainnya mengalami sensasi nyeri yang berbeda. 2) Adanya stimulus yang merugikan sebagai peringatan terhadap kerusakan yang berbeda. 3) Pola respon dari individu terhadap nyeri, sebagai alat proteksi untuk melindungi dirinya dari kerugian yang ditimbulkan oleh nyeri. McMahon (1994) menemukan empat (4) atribut pasti untuk pengalaman nyeri, yaitu: nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan. c) Defenisi Secara Keperawatan McCaffery (1990) menyatakan bahwa nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan merasakan nyeri.
Defenisi ini menempatkan
seorang pasien sebagai expert (ahli) dibidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri yang ia rasakan. Bahkan nyeri adalah sesutatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran yang objektif padanya, sehingga hanyalah orang yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam mendefenisikan nyeri. Defenisi di atas membantu perawat untuk lebih memahami nyeri yang dialami seorang pasien. 2.
Fisiologi Nyeri Menurut dari buku Prasetyo (2010) ada beberapa mengenai fisiologi nyeri. a.
Stimulus Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsangan nyeri) dan reseptor. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Dan terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, antaranya:
17
Tabel 2.1 Jenis-jenis Stimulus Nyeri Faktor Penyebab Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan lain-lain) Kimia Tumor Iskemi jaringan Listrik Spasme Obstruksi Panas Fraktur Salah urat Radiasi Psikologis
b.
Contoh Meningitis Tersiram air keras Ca mamae Jaringan miokard yang mengalami iskemi karena gangguan aliran darah pada arteri koronaria Terkena sengatan listrik Spasme otot Batu ginjal, batu ureter, obstruksi usus Luka bakar Fraktur femur Keseleo, terpelintir Radiasi untuk pengobatan kanker Berduka, konflik dan lain-lain
Eseptor Nyeri Reseptor merupakan sel-sel khusus yang mendeteksi perubahan-perubahan particular disekitarnya, reseptor ini dapat terbagi menjadi: 1.
Enteroreseptor Yaitu reseptor yang berpengaruh terhadap perubahan pada lingkungan eksternal, antara lain: a) Corpusculum miessineri, corpusculum merkel: untuk merasakan stimulus taktil (sentuh/rabaan). b) Corpusculum Krausse: untuk merasakan rangsangan dingin. c) Corpusculum Ruffini: untuk merasakan rangsangan panas, merupakan ujung saraf bebas yang terletak di dermis dan subkutis.
2.
Telereseptor Merupakan reseptor yang sensitif terhadap stimulus yang jauh
3.
Propioseptor Merupakan reseptor yang menerima impuls primer dari organ otot, spindel dan tendon golgi.
18
4.
Interoseptor Merupakan reseptor yang sensitif terhadap perubahan pada organorgan visceral dan pembuluh darah. Beberapa penggolongan lain dari reseptor sensori: a) Termoreseptor
: Reseptor yang menerima sensasi suhu (panas atau dingin).
b) Mekanoreseptor
: Reseptor yang menerima stimulus–stimulus mekanik.
c) Nosiseptor
: Reseptor yang menerima stimulus-stimulus nyeri.
d) Kemoreseptor c.
: Reseptor yang menerima stimulus kimiawi.
Pathways Nyeri Rangkaian proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi, di mana hal ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi dan lain-lain. Gambar 2.1 Secara singkat proses terjadinya nyeri Stimulus nyeri: biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Stimulus nyeri menstimulasi nosiseptor diperifer
Impuls nyeri diteruskan oleh serat afferen (A-delta & C) ke medulla spinalis melalui dorsal horn Impuls bersinapsis di substansia gelatinosa (lamina II dan III) Impuls melewati traktus spinothalamus.
Impuls masuk ke formation Sitemik limbik Slow painr -
Timbul respon nyeri Respon otonom: TD Meningkat, keringat dingin
Impuls langsung masuk ke thalamus Fast pain
19
d.
Teori-teori Nyeri 1.
Teori spesifik Teori spesifik dikemukakan oleh Descartes pada abad 17.Teori ini didasari oleh adanya jalur-jalur tertentu transmisi nyeri.adanya ujungujung syaraf bebas pada perifer bertindak sebagai reseptor nyeri.
2.
Teori pattern Teori
ini
dikemukakan
pada
awal
tahun
1990.
Teori
ini
mengemukakan bahwa terdapat dua serabut nyeri utama yaitu: serabut yang
menghantarkan
nyeri
secara
cepat
dan
serabut
yang
menghantarkan nyeri secara lambat (serabut A-delta dan serabut C). 3.
Teori pengontrolan nyeri (Gate control) Teori gate control menyatakan bahwa nyeri dan persepsi nyeri dipengaruhi oleh interaksi dari dua system (Melzack& Wall, 1965). Dua system tersebut adalah: a) Substansia gelatinosa pada dorsal horn di medulla spinalis. b) System yang berfungsi sebagai inhibitor (penghambat) yang terdapat pada batang otak.
3.
Sifat- sifat Nyeri Menurut buku dari Prasetyo, (2010) a.
Nyeri Akut Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat (Meinharth & McCaffery, 1983; NIH; 1986). Fungsi nyeri akut adalah untuk member peringatan akan cedera atau penyakit yang akan datang.
b.
Nyeri Kronik Nyeri kronik berlangsung lebih lama dari pada nyeri akut, intensitasnya bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan.
20
Tabel 2.2 Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis Karakteristik Tujuan
Nyeri Akut Memperingatkan klien terhadap adanya cedera/masalah
Awitan Durasi Intensitas
Mendadak Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan) Ringan samapi berat - Frekuensi jantung meningkat - Velome sekuncup meningkat - TD Meningkat - Dilatasi pupil meningkat - Tegangan otot meningkat - Motilitas gastrointestinal menurun - Aliran saliva menurun Anxietas
Respon Otonom
Respon Psikologis
Respon prilaku
Contoh
c.
fisik/
-
Menangis/ mengerang Waspada Mengerut dahi Menyeringai Mengeluh sakit
Nyeri bedah, trauma
Nyeri Kronis Memberikan alasan pada klien untuk mencari informasi berkaitan dengan perawatan dirinya Terus-menerus/intermittent Durasi lama (6 bulan/lebih) ringan samapai berat Tidak terdapat respon otonom Vital sign dalam batas mormal
-
Depresi Keputus asaan Mudah tersinggung/ marah Menarik diri Keterbatasan gerak Kelesuan Penurunan libido Kelelaahan/ kelemahan Mengeluh sakit hanya ketika dikaji/ ditanyakan - Nyeri kanker - Arthtritis - Euralgia terminal
Nyeri Kutaneus/ Superficial Ada dua macam bentuk nyeri superficial, bentuk yang pertama adalah nyeri dengan onset yang tiba-tiba dan mempunyai kualitas yang tajam, dan bentuk kedua adalah nyeri dengan onset yang lambat disertai rasa terbakar.
d.
Nyeri Somatis Dalam (Deep Somatic pain) Nyeri somatis merupakan fenomena nyeri yang kompleks. Struktur somatis merupakan bagian pada tubuh seperti otot-otot atau tulang.
21
Tabel 2.3 Perbedaan Antara Nyeri Kutaneus Dengan Nyeri Somatic Karakteristik Kualitas
Nyeri Kutaneus Tajam, sensasi terbakar
Durasi
Berdurasi pendek
Lokasi
Cenderung dapat dilokalisir, nyeri dapat dirasakan pada suatu titik area, pada permukaan Rasa terbakar, gatal, hyperalgesia
Tanda dan gejala
e.
Nyeri Somatis Dalam Biasanya bersifat tumpul, berdenyut Biasanya lebih lama dibandingkan nyeri kutaneus Cenderung difus dan sulit untuk dilokalisir
Berhubungan dengan respon otonom: mual, muntah, berkeringat, muka pucat, bradikardi, penurunan tekanan darah, sinkop.
Nyeri Visceral Isitilah nyeri visceral biasanya mengacau. Penyebab nyeri visceral adalah semua rangsangan yang dapat menstimulasi ujung saraf nyeri didaerah visceral dan nyeri visceral cenderung bersifat difus (dirasakan menyebar).
Tabel 2.4 Karakteristik Nyeri Visceral Karakteristik Kualitas Menjalar Stimulan Reaksi otonom Contoh
f.
Nyeri Viseral Tajam, tumpul, nyeri terus, kejang Ya Distensi viscera berongga, iskemia, spasmus, iritasi kimiawi Ya Angina pectoris, missal ulkus lambung, apendiksitis akut, cholecystitis
Reffred Pain Nyeri dalam dapat diakibatkan dari gangguan orgsn visceral atau lesi pada bagian somatic dalam (missal: otot. Ligament, vertebra). Keduanya dapat menyebar
atau dirasakan sampai kebagian permukaan kulit, hal ini
dikarenakan serabut visceral bersinapsis didalam medulla spinalis dengan beberapa neuron.
22
g.
Nyeri Psikogenik Nyeri psikogenik disebut juga psychalgia atau nyeri somatoform, adalah nyeri psikologis, mental, emosional atau factor prilaku.
4.
Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Buku menurut Prasetyo, (2010) a.
Lamanya/ Durasinya Perawat menayakan pada pasien untuk menentuan awitan, durasi dan rangkaian nyeri. perawat dapat menayakan: “kapan nyeri mulai dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?, “apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, seberapa sering nyeri kambuh?” atau dengan kata-kata lain yang semakna.
b. Nyeri berdasarkan berat ringannya Perawat perlu mengkaji factor-faktor yang dapat memperberat nyeri pasien, misalnya peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stress dan yang lainnya, sehingga dengan demikian perawat dapat memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari peningkatan respon nyeri pada klien.
5.
Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Dan Reaksi Terhadap Nyeri Buku menurut Prasetyo, (2010) a.
Usia Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri.
b.
Jenis Kelamin secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri.
c.
Kebudayaan perawat seringkali beramsumsi bahwa cara berespon pada setiap individu dalam masalah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira
23
beberapa pasien berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh, apabila seorang perawat yakin bahwa menangis dan merintih mengindikasikan suatu ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri.
d.
Makna Nyeri Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang berdaptasi terhadap nyeri.
e.
Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intesitas dan tingkat keparahan pada masing-masing individu.
f.
Perhatian Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri
g.
Ansietas (Kecemasan) Hubungan antara nyeri dan ansietas
bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
h.
Keletihan Keletihan/ kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensari nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
i.
Pengalaman Sebelumnya Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa yang mendatang.
24
j.
Dukungan Keluarga dan Sosial Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman dekat.
6.
Skala Rentang Respon Nyeri Menurut Prasetyo, (2010) a.
Penentuan Ada Tidaknya Nyeri Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cedera atau luka.
b.
Karakteristik Nyeri (Metode P, Q, R, S, T) 1) Faktor Pencetus (P: Provocate) Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat harus dapat mengeksplore perasaan klien dan menanyakan perasaanperasaaan apa yang dapat mencetuskan nyeri. 2) Kualitas (Q: Quality) Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimatkalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, tertusuk dan lain-lain, di mana tiap-tiap klien mungkin berbedabeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. 3) Lokasi (R: Region) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk menunjukkan semua bagian/ daerah yang dirasakan tidak nyaman oleh klien. 4) Keparahan (S: Severe) Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling
subjektif.
Pada
pengkajian
ini
klien
diminta
untuk
menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang dan berat.
25
Gambar 2.2 Skala Intensitas Nyeri Numerik (1-10)
Gambar 2.3 Skala Nyeri Oucher
Gambar 2.4 Skala Nyeri Wajah yang Dikembangkan Wong & Baker
5) Durasi (T: Time) Perawat menanyakan pada pasien menentukan durasi dan rangkaian nyeri. Perawat dapat menanyakan: “kapan nyeri mulai dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, apakah nyeri dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”
26
c.
Respon Fisiologis Pada saat impuls nyeri naik ke medulla spinalis menuju kebatang otak dan thalamus, system saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stress.
d.
Respon Perilaku Respon prilaku yang ditunjukkan klien yang mengalami nyeri bermacammacam. Perilaku yang biasa yang ditunjukkan oleh pasien antara lain: merubah posisi tubuh, mengusap bagian yang sakit, menopang bagian nyeri yang sakit, menggeretakkan gigi, menunjukkan ekspresi wajah yang meringis, mengerut alis,ekspresi verbal menangis, mengerang, mengaduh, menjerit, meraung.
e.
Respon Afektif Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas (kecemasan) perlu digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “apakah saat anda ini merasakan cemas?”.
f.
Pengaruh Nyeri Terhadap Kehidupan Klien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam kegiatan sehari-harinya. Perubahan perlu dikaji antara lain: perubahan pola tidur (apakah nyeri pola tidur klien), pengaruh nyeri pada aktivitas seharihari misal: makan, minum, BAK, BAB.
g.
Persepsi Klien Tentang Nyeri Dalam hal ini perawat perlu mengkaji persepsi klien terhadap nyeri, bagaiman klien menghubungkan antara nyeri yang ia alami dengan proses penyakit atau hal lain dalam diri atau lingkungan disekitarnya.
27
h.
Mekanisme Adaptasi Klien Terhadap Nyeri Terkadang individu memiliki cara masing-masing dalam beradaptasi terhadap nyeri. Perawat dalam hal ini perlu mengkaji cara-cara apa saja yang biasa klien gunakan untuk menurunkan nyeri yang ia alami, mengkaji keefektifan cara tersebut dan apakah bisa digunakan saat klien menjalani perawatan di rumah sakit. Apabila cara tersebut dapat digunakan, perawat dapat memasukkannya dalam rencana tindakan.
7.
Strategi Penatalaksanaan Nyeri Menurut Andarmoyo, (2013) a.
Pengertian Strategi Penatalaksanaan Nyeri Strategi penatalaksanaan nyeri atau lebih dikenal dengan manajemen nyeri adalah suatu tindakan untuk mengurangi nyeri. Manajemen nyeri dapat dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu diantaranya adalah dokter, perawat, bidan, fisioterapis, pekerja social dan masih banyak lagi disiplin ilmu yang dapat melakukan manajemen nyeri.
b.
Tujuan Strategi Penatalaksanaan Nyeri Dalam dunia keperawatan manajemen nyeri dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Mengurangi intensitas nyeri dan durasi keluhan nyeri 2) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten. 3) Mengurangi penderitaan dan/ ketidakmampuan/ ketidakberdayaan akibat nyeri.
c. Strategi Penatalaksanaan Nyeri Non-farmakologi Manajemen nyeri non-farmakologi merupakan tindakan menurunkan respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Dalam melakukan intervensi keperawatan,
manajemen
nyeri
non-farmakologi
merupakan
independen dari seorang perawat dalam mengatasi respon nyeri klien.
tindakan
28
1) Bimbingan Antisipasi Nyeri yang dirasakan oleh seorang individu biasanya akan menimbulkan kecemasan, sedangkan kecemasan sendiri bisa meningkatkan persepsi nyeri. Bimbingan antisipasi adalah memberikan pemahaman kepada klien mengenai nyeri yang dirasakan. Pemahaman yang diberikan oleh perawat bertujuan untuk memberikan informasi kepada klien dan mencegah salah interpretasi tentang peristiwa nyeri. Informasi yang diberikan kepada klien adalah: kejadian dan durasi nyeri yang akan dialami. Kualitas, keparahan dan lokasi nyeri. Penyebab nyeri. Metode mengatasi nyeri yang digunakan oleh perawat dan klien. Harapa klien selama menjalani prosedur (Potter & Perry, 2006).
2) Terapi Es dan Panas/ Kompres Panas dan Dingin Pilihan alternatife lain dalam meredakan nyeri adalah terapi es (dingin) dan panas. Terapi es (dingin) dan panas diduga bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama pada cedera. Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah akan melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut.
3) Stimulasi Saraf Elektris Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation (TENS) Transcutaneous Elektrikal Nerve Stimulation (TENS) adalah suatu alat yang menggunakan listrik, baik denga frekuensi rendah maupun tinggi, yang dihubungkan dengan beberapa elektroda pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.
4) Distraksi Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain nyeri atau dapat diartikan lain bahwa distraksi suatu tindakan pengalihan
29
perhatian pasien ke hal-hal di luar nyeri. distraksi visual/ penglihatan adalah perhatian selain nyeri yang diarahkan ke dalam tindakan-tindakan visual atau melalui pengamatan, sedangkan ada juga distraksi audio/ pendengaran adalah pengalih perhatian selain nyeri yang diarahkan kedalam tindakan-tindakan melalui organ pendengaran. Misalnya: mendengarkan musik yang disukai atau mendengarkan suara kicauan burung serta gemersik air.
5) Relaksasi Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
6) Imajinasi Terbimbing Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup matanya (Prasetyo, 2010).
7) Hipnosis Hipnosis/ hipnosa adalah sebuah teknik yang menghasilkan suatu keadaan yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang disampaikan oleh orang yang menghinoptisnya.
30
8) Akupuntur Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses memasukkan jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis pada tubuh untuk mencapai efek terpeutik. Teknik akupuntur ini adalah suatu teknik tusuk jarum yang 1,7 cm hingga 10 cm untuk menusuk bagian-bagian tertentu di badan (area yang paling digunakan adalah kaki, tungkai bawah, tangan, dan lengan bawah (Basford & Selvin, 2006).
9) Umpan Balik Biologis Blanchard & Epstein (1978) dalam Mander (2003) mendefenisikan, “Umpan balik biologis sebagai sebuah proses tempat seorang belajar untuk mempengaruhi respons fisiologis yang reliabel yang biasanya tidak berada dalam control volunteer”. Teknik ini terdiri dari sebuah program latihan yang bertujuan membantu seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek tertentu dari sistem saraf otonomnya.
10) Masase Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak, biasanya otot, tendon atau ligamentum, tanpa menyababkan gerakan atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan relaksasi dan/ memperbaiki sirkulasi (Mander, 2004 yang mengkombinasikan defenisi nyeri dari Haldeman, 1994 & Mobily, 1994).
11) Strategi Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. a) Analgesik non-narkotik dan obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri ringan dan nyeri sedang, seperti nyeri yang terkait dengan arthritis rheumatoid, prosedur pengobatan gigi, dan prosedur bedahan minor, episiotomy, dan masalah pada punggung bagian bawah.
31
b) Analgesik narkotik atau opiat Analgesik narkotik atau opiat umumnya diresepkan dan digunakan untuk nyeri sedang sampai berat, seperti pasca operasi dan nyeri maligna. Analgesik ini bekerja pada system saraf pusat untuk menghasilkan kombinasi efek mendepresi dan menstimulasi.
c) Obat tambahan Adjuvan seperti sedatife, anti cemas dan relaksasi otot meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala lain yang terkait dengan nyeri seperti mual dan muntah.
E. Relaksasi Guided Imagery 1. Pengertian Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu (Smeltzer & Bare, 2002). Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang cukup.Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan,
bau
menyengat,
atau
cahaya
yang
sangat
terang
perlu
dipertimbangkan agar tidak mengganggu klien untuk berkonsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara menutup matanya (Prasetyo, 2010).
Berikut ini merupakan contoh bagaimana melakukan latihan imajinasi terbimbing kepada klien yang mengalami nyeri dengan mengagabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi dan kenyamanan, “Bayangkan bahwa setiap desah napas yang anda hirup saat ini adalah energi penyembuhan yang sedang mengalir pelan melalui urat nadi kedaerah sakit yang sedang dialami Lalu bayangkan bahwa setiap hembusan napas yang anda keluarkan telah membawa pergi jauh yang anda rasakan”. Lakukan kegiatan ini secara berulang dan teratur dalam beberapa menit (10-15 menit) untuk mendapatkan hasil yang maksimal. (Andarmoyo, 2013).
32
Teknik relaksasi guided imagery termasuk teknik non-farmakologi dalam penanganan nyeri karena dengan imajinasi terbimbing maka akan membentuk bayangan yang akan diterima sebagai rangsang oleh berbagai indra maka dengan membayangkan sesuatu yang indah perasaan akan merasa tenang. Ketegangan otot dan ketidaknyamanan akan dikeluarkan maka akan menyebabkan tubuh menjadi rileks dan nyaman (Brunner & Suddart, 2002). Guided imagery cocok digunakan hanya pada nyeri ringan sampai sedang (Brunner & suddart, 2002). Relaksasi guided imagery dapat menurunkan keletihan fisik maupun mental pada ibu Post Partum. Guided imagery dapat juga mempelancar sistem pernafasan dan menurunkan tekanan darah menurut (Pradani, 2009).
Guided imagery adalah metode relaksasi untuk menghayalkan tempat dan kejadian berhubungan dengan rasa relaksasi yang menyenangkan khayalan tersebut memungkinkan klien memasuki keadaan atau pengalaman relaksasi (Novarenta, 2009). Guided imagery menggunakan imajinasi seseorang dalam satu dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu Smeltzer & Bare (2002). Guided imagery adalah sebuah teknik yang memanfaatkan cerita atau narasi untuk mempengaruhi pikiran, sering dikombinasikan dengan latar belakang music (Hart, 2008 dalam Widodo, 2012). Guided imagery dapat berfungsi sebagai pengalih perhatian dari stimulus yang menyakitkan dengan demikian dapat mengurangirespon nyeri (Jacobson, 2006 dalam Widodo, 2012).
33
F. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah lanjutan dari kerangka teori atau landasan teori yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai yakni sesuai dengan apa yang ditulis dalam rumusan masalah (Machfoedz, 2010).
Skema 2.1 : Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Teknik Relaksasi Guided Imagery
Variabel dependen
Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Sedang
G. Hipotesa Penelitian Ha: Teknik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan pendekatan pre post test only one group yang bertujuan untuk mengetahui intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikannya teknik relaksasi guided imagery. Adapun skema penelitian ini adalah: X1
Y
X2
Skema 3.1 : Bentuk rancangan penelitian pre post test only one group Ket: X1: Intensitas nyeri pre intervensi X2: Intensitas nyeri post intervensi Y : Tehnik relaksasi guided imagery
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan
2.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – April 2015
C. Populasi Dan Sampel 1.
Populasi Populasi merupakan seluruh objek atau subjek dengan karakterisik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristikatau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien pasca operasi di Rumah akit Umum Sari Mutiara Medan yang berjumlah yang 230 pasien.
34
35
2.
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yang dianggap
mewakili
populasi.
Sampel
dalam
penelitian
ini
diambil
menggunakan tehnik Porpusive sampling, dengan kriteria sampel: a.
Pasien bedah dengan indikasi bedah sedang (apendiktomi dan herniotomi)
b.
Pasien pasca operasi sedang hari ke 2
c.
Pasien bedah dengan kesadaran kompos mentis dan mampu berkomunikasi
Sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus: 2
Keterangan : N
= Jumlah Sampel
Zα
= Ditetapkan 1,96
Zβ
= Ditetapkan 0,842
S
= simpangan baku kedua kelompok dari pustaka /peneliti sebelumnya
X 1- X2 = Perbedaan yang diinginkan (clinical judgment) 2
2
2
=
2
= 18.6 = 19
Sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 19 responden. Untuk menghindari sampel yang hilang selama penelitian, maka jumlah sampel ditambah sebanyak 10% dari jumlah sampel, sehingga total sampel adalah 21 responden (Notoadmojo, 2012).
36
D. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara primer dan cara sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengukuran langsung intensitas nyeri pasien menggunakan lembar observasi. Data sekunder diperoleh dari rekam medik RSU Sari Mutiara Medan.
E. Proses Penelitian Proses penelitian ini dilakukan dengan tahapan: Pengaturan posisi yang nyaman pada klien. Dengan suara yang lembut, klien dibawa menuju ke tempat spesial dalam imajinasi mereka (misal: sebuah pantai pasir putih, air terjun, taman bunga, dan pegunungan). Mereka dapat merasa aman dan bebas dari dari segala gangguan. Meminta klien untuk tetap fokus pada bayangan yang menyenangkan sambal merelaksasikan tubuhnya. Teknik Guided Imagery, dapat juga digunakan audio tape dengan musik yang lembut atau suarasuara alam sebagai background. Waktu yang digunakan 10-15 menit dilakukan sebanyak 2x sehari selama 2-3 hari (Asmadi, 2008).
Prosedur pelaksanaan guided imagery : 1.
Menganjurkan pasien untuk memperhatikan perawat saat memperagakan tehnik relaksasi guided imagery.
2.
Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien (duduk/berbaring).
3.
Menganjurkan Klien menutup mata.
4.
Memeriksa otot-otot klien dalam keadaan relaks.
5.
Menganjurkan pasien mengambil nafas melalui hidung, tahan sebentar, dan keluarkan melalui mulut perlahan-lahan (sesuai bimbingan).
6.
Meminta klien untuk membayangkan hal-hal yang menyenangkan atau keindahan, dan pastikan klien mampu melakukannya.
7.
Jika diperlukan tanyakan kepada klien, bila belum bisa dan gagal, Secara terbimbing perawat meminta klien untuk melakukan imaginasi sesuai dengan ilustrasi yang dicontohkan perawat.
37
8.
Biarkan klien menikmati imaginasinya dengan iringan musik.
9.
Setelah terlihat adanya respon bahwa klien mampu, dan dalam rentang waktu 10-15 menit minta klien untuk membuka mata (Sumber : Dinkes (2006)
F. Defenisi Operasional Tabel 3.5 Defenisi Operasional Penelitian No. 1.
2.
Variabel Penelitian Variabel Independen: Teknik Relaksasi Guided Imagery
Variabel dependen: Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Sedang
Defenisi operasional Guided imagery adalah proses yang menggunakan kekuatan fikiran dengan menggerakkan tubuh untuk menyembuhkan diri dan memelihara kesehatan atau rileks melalui komunikasi dalam tubuh melibatkan semua indra meliputi sentuhan, penciuman, penglihatan, dan pendengaran. Relaksasi ini dapat dilakukan selama 10-15 menit dan dapat dilakukan sebanyak 2x sehari. Skala nyeripasien pasca operasi sedang hari ke 2, dalam hal ini skala nyeri yang diukur dalam skala nyeri sedang (6).
Cara Ukur Observasi
Diukur dengan menggunakan skala pengukuran nyeri
Hasil Ukur
Skala Ukur Nominal
0-10
Interval
G. Aspek Pengukuran Aspek pengukuran pada penelitian ini dengan menggunakan lembar skala nyeri dengan wajah Wong Bakers untuk mengetahui skala nyeri pasien pada saat dilakukan atau sebelum dilakukan teknik relaksasi guided imagery.
H. Etika Penelitian Sebelum peneliti mendapatkan izin dari RSU Sari Mutiara Medan peneliti harus menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada responden, serta kerahasian data yang akan diberikan. Responden berhak untuk menerima atau menolak untuk menjadi responden dalam penelitian. Bila calon menyetujui untuk menjadi responden maka peneliti meminta responden untuk mendatangani persetujuan yang telah disediakan. Setelah mendapat persetujuan peneliti melakukan penelitian dengan etika penelitian meliputi:
38
1.
Lembar persetujuan (informed cosent) Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan peneliti kepada responden yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian. Setelah mendapat persetujuan dari responden baru peneliti mulai melakukan penelitian
2.
Tanpa nama (Anonymity) Tidak mencantumkan nama responden dalam lembar observasi dalam penelitian, tetapi menukarnya dengan kode inisial nama responden, termasuk dalam penyajian hasil penelitian,
3.
Kerahasian (confidentiality) Kerahasian informasi tersebut dijamin oleh peneliti, hanya kelompok tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan hasil penelitian (Notoadmojo, 2012).
I.
Pengolahan Dan Analisa Data 1.
Editing Setelah selesai melakukan penelitian, maka kuisioner dikumpulkan dan peneliti melakukan pemeriksaan ulang dari kuisioner tersebut dengan benar dan tidak ada tertinggal satu kuisionerpun.
2.
Coding Mengubah data responden dan hasil kuisioner tersebut yakni jawaban dari masing-masing responden dalam bentuk kode (angka atau bilangan), seperti halnya jawaban Jenis Kelamin “Laki - laki” diberi angka 1, “Perempuan” diberi angka 2, Pendidikan “SD” diberi angka 1 dan “SMP” diberi angka 2, “SMA” diberi angka 3, “D III” diberi angka 4 dan “Perguruan Tinggi” diberi angka 5, skala nyeri, “tidak ada nyeri” di beri nilai 0, “nyeri ringan” di beri nilai 1 dan “nyeri ringan” di beri nilai 2.
3.
Entry Data Setelah peneliti mengubah data responden dan hasil kuisioner kedalam bentuk angka, selanjutnya peneliti memasukkan data tersebut kedalam pogram computer (Microsoft exel).
39
4.
Tabulating Setelah data dimasukkan dan dilakukan pengolahan melalui program, maka dapat hasil data pengolahan tersebut, selanjutnya peneliti memasukkan hasil data kedalam bentuk distribusi frekuensi tabel-tabel sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan peneliti yang tujuannya untuk mempermudah pengolahan data berikutnya.
J.
Analisa Data Analisa data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1.
Analisa Univariat Analisa univariat pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui skala nyeri yang dirasakan pasien sebelum dan sesudah diberikannya teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan responden pada penelitian ini yang meliputi, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan dan Pekerjaan.
2. Analisa Bivariat Analisa bivariat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas teknik relaksasi guided imagery sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan. Analisa data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Paired T-test yang mana bila berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji wilcoxon. Untuk hasil kemaknaan penghitungan statistik digunakan α 0,05 dan CI 95% sehingga bila p ≤ 0.05 maka hasil statistik bermakna/ada hubungan, jika nilai p ≥ 0.05 maka hasil statistik ada hubungan, untuk penghitungan statistik dengan menggunakan bantuan program komputer.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Tempat Penelitian Rumah Sakit Sari Mutiara Medan adalah Rumah Sakit yang terletak di jalan Kapten Muslim No. 79 Medan Kecamatan Helvetia Medan. Rumah Sakit ini memiliki 6 ruangan yaitu: UGD, Obgyn, Bedah (OK), Anak, Farmasi Radiologi, Laboratorium, dan ruangan Diet, terdapat juga empat poli yaitu terdiri dari Poli Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam. Rumah Sakit ini melayani pasien Umum dan Jamsostek. Rumah Sakit
adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Penelitian ini mengambil data di Ruang
Rajawali di gedung lama yang terletak lantai 2 merupakan ruang perawatan pasien bedah dengan jumlah petugas 15 orang yang dibagi kedalam 3 sift jaga. Jumlah ruang di Ruang Rajawali ada 13 ruang, 32 tempat tidur untuk pasien, ruang untuk kepala ruang, 1 ruang untuk perawat, 1 ruang untuk tindakan dan farmasi. Dalam gambaran Rumah Sakit Sari Mutiara yang ada di kamar Rajawali atau dikamar bedah yang terbanyak adalah kasus bedah fraktur yang terbanyak di Rumah Sakit dan yang selanjutnya dalam kamar bedah adalah Apendiktomi. Setelah apendiktomi kasus bedah yang kedua ada kasus bedah yang ketiga itu herniotomi yang ada dikamar bedah dan sehingga bisa dibawak untuk penelitian sehingga bisa menyelesaikan sampai selesai dalam penelitian.
40
41
B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a.
Karakteristik Responden
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan Pada Pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) Karakteristik Responden Umur 18 – 27 Tahun 28 – 37 Tahun > 38 Tahun Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan Pendidikkan SMP SMA D III Perguruan Tinggi Pekerjaan Pelajar PNS Wiraswasta IRT Jenis Operasi Sedang Apendikcitis Hernia
Frekuensi
Persentase (%)
11 7 3
52.4 33.3 14.3
15 6
71.4 28.6
2 10 6 3
9.5 47.6 28.6 14.3
4 4 7 6
19.0 19.0 33.3 28.6
16 5
76.0 24.0
Berdasarkan tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa mayoritas Usia Responden dalam penelitian ini adalah usia 18-27 tahun sebanyak 11 responden (52,4%), mayoritas Jenis Kelamin adalah laki-laki sebanyak 15 responden (71,4%), mayoritas Pendidikan adalah SMA sebanyak 10 responden (47,6%) dan mayoritas Pekerjaan Responden adalah wiraswasta 7
responden
(33.3%). Jenis operasi sedang mayoritasnya adalah
Apendiksitis sebanyak 16 responden (76,0%).
42
b. Karakteristik Intensitas Nyeri Sebelum Intervensi Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pasien Pre Operasi Sedang sebelum Intervensi di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) Intensitas Nyeri Pre 4 5 6
Frekuensi 5 12 4
Persentase 23.8 57.1 19.0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa mayoritas intensitas nyeri pasien pasca operasi sedang sebelum diberikan intervensi adalah skala nyeri 5 (sedang) sebanyak 12 responden (57,1%) c.
Karaktristik Intensitas Nyeri Setelah Intervensi Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Intensitas Nyeri Pasien Post Operasi Sedang sesudah Intervensi di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 (n=21) Intensitas Nyeri Post 3 4 5 6
Frekuensi 4 7 8 2
Persentase 19.0 33.3 38.0 9.7
Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa mayoritas intensitas nyeri pada pasein pasca operasi sedang setelah diberikan intervensi adalah skala nyeri 5 (sedang) sebanyak 8 orang (38,0%). 2.
Analisa Bivariat Tabel 4.4 Tabulasi Silang Efektivitas Tehnik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan (n=21) Pre Post
N 21 21
Mean 4.95 3.95
Standart Deviasi 0.669 0.669
p-value 0.025
43
Berdasarkan table 4.4 dapat disimpulkan bahwa tehnik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang dengan nilai p-value 0,025. Penurunan intensitas nyeri berdasarkan tabel diatas adalah 1.
C. Pembahasan 1.
Karakteristik Responden Berdasarkan
hasil distribusi frekuensi karakteristik responden (tabel 4.2)
diperoleh data mayoritas mayoritas responden dalam penelitian ini adalah berusia 18-27 tahun sebanyak 11 responden (52,4%) dengan jenis kelamin mayoritas adalah laki-laki sebanyak 15 responden (71,4%). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama proses penelitian bahwa jenis tindakan operasi pada penelitian adalah di dominasi dengan operasi apendiksitis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eilyn (2009) bahwa mayoritas kelompok usia yang umumnya mengalami appencitis adalah usia 1030 tahun dimana insiden laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
2. Respon Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Sedang Sebelum Dilakukan Tindakan Teknik Relaksasi Guided Imagery Berdasarkan hasil distribusi frekuensi intensitas nyeri pasien pasca operasi sebelum dilakukan tindakan relaksasi guided imagery adalah mayoritas nyeri sedang sebanyak 12 responden (57%). Intensitas nyeri dalam penelitian ini di ukur menggunakan skala nyeri Wong Bakers. Hal ini didukung dari hasil observasi
selama
penelitian
pasien
menunjukkan
respon
mendesis,
menyeringai, Dapat mampu menunjukkan lokasi nyeri.
Terjadinya nyeri pasca operasi disebabkan karena akibat tekanan, potongan, sayatan, atau kekurangan oksigen pada sel, maka bagian tubuh yang terluka akan mengeluarkan berbagai macam subtansi intraseluler yang dilepaskan ke ruang ekstraseluler, sehingga mengiritasi nosiseptor. Saraf ini akan bergerak dan merangsang sepanjang serabut saraf (neurotransmisi) yang akan
44
menghasilkan subtansi yang disebut neurotransmiter, seperti prostaglandin dan epineprin. Selanjutnya pesan nyeri dari medulla spinalis ditransmisikan ke otak dan dipersepsikan sebagai nyeri (Judha, 2012).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya nyeri pada pasien post operasi adalah dukungan keluarga/ social, lokasi dan tingkat keparahan penyakit dan kebudayaan. Individu yang mengalami nyeri membutuhkan dukungan, bantuan dan perlindungan dari anggota keluarga atau teman dekat (Prasetyo, 2010). Selain dukungan keluarga, faktor pengalaman nyeri sebelumnya juga mempengaruhi respon seseorang dalam menanggapi nyeri. Menurut Potter (2006) yang menyatakan bahwa seseorang pernah berhasil mengatakan nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman dimasa lalu dalam mengatasi nyeri. Dengan kata lain, jika seseorang belum pernah mengalami nyeri yang sama dimasa lampau, maka kemungkinan lebih susah untuk mengatasi nyeri.
3. Respon Nyeri pada Pasien Pasca Operasi Sedang Sesudah Dilakukan Tindakan Teknik Relaksasi Guided Imagery Berdasarkan hasil distribusi frekuensi Intensitas nyeri pasien pasca operasi sedang sesudah diberikan intervensi adalah mayoritas nyeri sedang sebanyak 8 responden (38.0%) dan nyeri ringan sebanyak 4 responden (19%). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi setelah diberikan tehnik relaksasi guided imagery. Menurut asumsi peneliti terjadinya penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi setelah diberikan intervensi disebabkan karena tehnik relaksasi guided imagery dapat menurunkan ketegangan otot dan ketidaknyamanan yang akan mengakibatkan tubuh menjadi rileks dan nyaman. (Smeltzer, 2010)
Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Imran (2007) yang menyatakan untuk menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang secara
45
non-farmakologi salah satunya adalah dengan teknik relaksasi guided imagery, dimana teknik guided imagery dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik. Teknik relaksasi guided imagery dipercaya mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opoiod endogen yaitu endodorpin dan enkefalin (Smeltzer, 2010 ).
4. Efektivitas Tehnik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Berdasarkan hasil analisa statistic nilai mean sebelum diberikan tehnik relaksasi adalah 4.95 sedangkan mean setelah diberikan intervensi adalah 3.95. Hasil analisa statistic menggunakan uji wilcoxon test diperoleh nilai p-
Value
0.025 (p<0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tehnik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pasien post operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan (Ha diterima).
Menurut asumsi peneliti hasil yang signifikan dalam penelitian ini disebabkan karena tehnik relaksasi guided imagery membuat responden menjadi rileks dan tenang. Responden menjadi rileks dan tenang saat mengambil oksigen di udara melalui hidung, oksigen masuk kedalam tubuh sehingga aliran darah menjadi lancer serta dikombinasikan dengan guided imagery menyebabkan pasien mengalihkan perhatiannya pada nyeri ke hal-hal yang membuatnya senang dan bahagia sehingga melupakan nyeri yang sedang dialaminya. Inilah yang menyebabkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien post operasi menjadi berkurang.
Hasil penelitian ini didukung oleh yang dilakukan Ningsih dan Galuh (2010) tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat
46
nyeri pada pasien post operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta, didapatkan hasil tingkat nyeri responden sebelum perlakuan pada kelompok eksperimen dan kelompok control sebagian besar mengalami nyeri hebat, tingkat nyeri responden sesudah perlakuan pada kelompok eksperimen sebagian besar mengalami nyeri sedang dan ringan sedangkan pada kelompok kontrol rata-rata mengalami nyeri hebat dan pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta, dan ada pengaruh yang signifikan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta dengan nilai p Value 0,006. Hasil penelitian lain yang mendukung penelitian diatas yang dilakukan oleh Nikita (2012) yang meneliti tentang pengaruh teknik relaksasi terhadap perubahan intensitas nyeri pada pasien post operasi apendiktomi, diperoleh hasil ada pengaruh yang signifikan pada intensitas nyeri pasien post operasi apendiktomi sesudah dilakukan teknik relaksasi, dari 4 orang yang mengalami nyeri hebat (40,0%) sesudah dilakukan teknik relaksasi menjadi 2 orang (20,0%), nyeri sedang 5 orang (50,0%) menjadi 2 orang (20,0%), dan tidak nyeri yang semula 1 orang (10,0%) menjadi 6 orang (60,0%).
Menurut jenis operasi yang dijalani pasien, kebanyakan pasien menjalani operasi apendiktomi. Pasien dalam penelitian ini selain telah diberikan tindakan
relaksasi
juga
tetap
diberikan
terapi
farmakologis
dengan
menggunakan analgesik. Jenis analgesik yang digunakan adalah asam mefenamat. Untuk menghindari kerancuan data hasil relaksasi dengan efek farmakologis pemberian analgesik, maka tindakan dilakukan 4-6 jam sesudah pemberian obat.
47
D. Keterbatasan Penelitian 1.
Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post operasi sedang, namun dalam proses penelitian peneliti mengalami kesulitan dalam menemukan sampel dengan kriteria operasi sedang. Mayoritas pasien operasi di RSU Sari Mutiara Medan adalah pasien fraktur dan post debridement. Sehingga peneliti membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan sampel.
2.
Pemberian Tehnik Relaksasi Pemberian tehnik relaksasi guided imagery dalam penelitian dilakukan langsung oleh peneliti. Namun responden kesulitan dalam memahami dan melakukan tehnik relaksasi guided imagery sehingga setiap latihan peneliti akan mengajarkan kembali kepada pasien.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1.
Mayoritas intensitas nyeri pasien pasca operasi sedang sebelum diberikan intervensi adalah skala nyeri 5 (sedang) sebanyak 12 responden (57,1%)
2.
Mayoritas intensitas nyeri pada pasein pasca operasi sedang setelah diberikan intervensi adalah skala nyeri 4 (sedang) sebanyak 12 orang (57,1%).
3.
Tehnik relaksasi guided imagery efektif dalam menurunkan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015 dengan nilai (p-value 0,025).
B. Saran 1.
Bagi Rumah Sakit Sebagai masukan diharapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakitdan diharapkan rumah sakit dapatmenerapkan kebijakan-kebijakan pada pasien post operasi apendiktomi dan herniotomi dalam penanganan nyeri diharapkan tidak hanya menggunakan teknik relaksasi guided imagery untuk mengurangi nyeri yang dirasakan.
2.
Bagi Perawat Sebagai masukan bagi tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan berupa teknik relaksasi guided imagery untuk mengatasi nyeri dan gangguan tidur di ruang rawat inap karena teknik relaksasi guided imagery mampu memberikan ketenangan dan kenyamanan yang akan membantu penderita nyeri mendapatkan tidur yang baik dan berkualitas.
3.
Peneliti Selanjutnya Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang guided imagery dengan menggunakan variabel yang berbeda.
48
DAFTAR PUSTAKA Agus.
2009. Tindakantindakan Operasi.com/diakses/12 Maret 2015.
Operasi.
http://www.
Pengertian
Andarmoyo. 2013. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Rzz Media Anwar. 2007. Masalah- masalah Terhadap Apendiks. http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia.Diakses 19 Febuari 2009. Anton. 2011. Operasi sedang. http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia.Diakses 19 Febuari 2009. Arif & Sari. 2013. Gangguan Gastrointestinal.Jakarta: Salemba Medika Askep- kesehatan. 2009. Prevalensi Heria & Apendiks. http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia.Diakses 1 Febuari 2009. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika: EGC Basford & Selvin. 2006. Teknik- teknik Relaksasi. Yogyakarta: Ar-Rzz Media Brandt. 2008. Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika Brunner & Sudarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Depkes. 2008. Mewujudkan Derajat Pelayanan Kesehatan. http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/10 Desember 2014. Dinkes. 2006. Prosedur pelaksanaanguided http://www.jurnalasia.com/diakses/ 06 Desember 2014.
imagery.http://www.
Dermawan & Rahayuningsih. 2010. Peradangan Pada Apendiks Jika Tidak Segera Ditangani Akan Mengakibatkan. http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/10 Maret 2015. Erikson. 2009. Hernia Inguinalis Merupakan Salah Satu Kasus Bedah Terbanyak. http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/10 Febuari 2015. Hart. 2008. Masalah-masalah Mengenai Kesehatan Masyarakat.Yogyakarta: Ar-Rzz Media. Hidayat. 2007. Fungsi Perawat dan Tugas- Tugasnya.Jakarta: Salemba Medika Iwan.
2010. Pembedahanpembedahan Terhadap Operasi http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/10 Maret 2015.
Sedang.
Jacobson. 2006. Teknik Relaksasi Untuk Menurunkan Nyeri. http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/14 Januari 2015. Jainuri. 2010. Peningkata Keadaan Apendiks. Jakarta: Salemba Medika: EGC Judha.
2013. Masalah-masalah Dari Tindakan Operasi Dan Penurunan Nyeri.http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/22 Desember 2014.
Katz. 2009. Penyebab Apendiks.Jakarta: EGC Machfoedz. 2010. Metodologi Penelitian. Jakarta: Salemba Medika Mander. 2003. Metode & Teknik Relaksasi Penurunan Nyeri. Yogyakarta: Ar-Rzz Media Manoharan. 2005. Konsep-konsep Hernia.Jakarta: Salemba Medika Medical record RSAS. 2013. Prevalensi Dari RSUD Di Kota Gorontalo. http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia.Diakses 19 Febuari 2012. Nada. 2007. Pengertian Hernia. http://www.Pelayanan Kesehatan.com/diakses/15 Febuari 2015. Notoadmojo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika Novarenta. 2009. Metode-metode Relaksasi. Yogyakarta: Nuha Media Perry & Potter. 2005. Proses Yang Menggunakan Fikiran.Yogyakarta: Nuha Media Pradani. 2009. Menurunkan Keletihan Fisik Dan Penurunan Nyeri. Yogyakarta: http://www.jurnalasia.com/diakses/ 06 Desember 2014. Prasetyo. 2010. Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu Rahmayati. 2010. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizoafektif Di RSJD SURAKARTA.http://etd.eprints.ums.ac.id/9482/1/J21 0060060.pdf didownload pada tanggal : 04 Mei 2013 pukul 17.00 WITA Santacrore & Craigh. 2012. Penyakit Yang Terjadi Dalam Sistem Pencernaan Yang Membutuhkan Pembedahan.Jakarta : EGC Sarah. 2010. Teknik Relaksasi Guided Imagery. http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia. Diakses 19 Febuari 2012 Sherwinter. 2009. Gangguan Sistem Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika: EGC
Syahriyani. 2010. Syahriyani ST. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Perubahan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi di Ruang Perawatan Bedah RSU TK II Pelamonia Makassar. https://www.box.com/s/d306231b8d03 f80cf358 didownload pada tanggal 10 Mei 2013 pukul 19.30 WITA Syamsyuhidayat. 2005. Cara Pencegahan Nyeri Dan Letak Nyeri. : Jakarta : EGC Tzanakis. 2005. Manifestasi Klinis Apendiks. Jakarta: Salemba Medika: EGC Widodo. 2012. Pengaruh Guided Imagery Terhadap Nyeri Anak Usia 7-13 Tahun Saat dilakukan Pemasangan Infus di RSUD Kota Semarang. http://Jurnal. Unimus.ac.id/Index. Diakses 10 April 2014. Wita. 2011. Prevalensi Apendiks.http://www. Jurnal Keperawatan Indonesia.Diakses 19 Febuari 2013.
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth: Bapak/ Ibu Calon Responden Di: RSU Sari Mutiara Medan
Saya mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia akan melakukan penelitian mengenai “efektivitas teknik relaksasi guided imagery terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi sedangdi RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015”. Penulis ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
Sehubungan dengan keperluan tersebut saya mohon partisipasi dan kesedian Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan mendatangani lembar persetujuan responden, saya sebagai peneliti menjamin kerahasian identitas Bapak/ Ibu untuk dipergunakan demi mengembangkan ilmu keperawatan.Demikian permohonan ini saya perbuat atas partisipasi dan informasi yang Bapak/ Ibu berikan saya ucapkan terima kasih.
Medan, Responden
(
Febuari 2015 Penulis
)
(Sahrul Efendi Sinaga)
Lampiran 2
KUESIONER
EFKTIVITAS TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI SEDANGDIRSU SARI MUTIARAMEDAN TAHUN 2015 A. Data Demografi No responden
:…………
Nama responden
:…………
Usia
:…………Tahun
Jenis Kelamin
: ( ) Laki-laki
Pendidikan
:
Pekerjaan
:
Hari Keberapa Setelah Operasi
:
( ) Perempuan
B. Pentujuk Pengisian Beri tanda checklist (√) pada nomor yang anda rasakan sesuai dengan nyeri yang sedang anda alami. 1. Penurunan nyeri pasca operasi sedang sebelum dilakukan teknik relaksasi guided imagery. Pada nomor berapakah nyeri yang anda alami jika digambarkan dengan gambar dibawah ini.
Skala Wajah Wong Bakers
2. Penurunan nyeri pasca operasi sedang sesudah dilakukan teknik relaksasi guided imagery. Pada nomor berapakah nyeri yang anda alami jika digambarkan dengan gambar dibawah ini.
Skala Wajah Wong Bakers
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
LEMBAR KONSULTASI Nama Nim Pembimbing I Judul
: : : :
Sahrul Efendi Sinaga 130206166 Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB. Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015
No 1.
Hari/Tanggal 9 April 2015
Materi BAB IV - V
Saran Pembimbing Perbaikanpenulisan Perbaikanbab IV Perbaikanbab V
2.
13 April 2015
BAB IV - V
Perbaikanbab IV Perbaikanbab V PerbaikanAbstrak
3.
15 April 2015
BAB IV - V
ACC BAB IV dan V
Paraf Pembimbing
LEMBAR KONSULTASI Nama : Nim : Pembimbing II : Judul :
Sahrul Efendi Sinaga 130206166 Ns. Galvani Avolta Simanjuntak, M.Kep,. Efektivitas Teknik Relaksasi Guided Imagery Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi Sedang di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015
No 1.
Hari/Tanggal 9 April 2015
Materi BAB IV - V
Saran Pembimbing Perbaikanpenulisan Perbaikanbab IV Perbaikanbab V
2.
13 April 2015
BAB IV - V
Perbaikanbab IV Perbaikanbab V PerbaikanAbstrak
3.
15 April 2015
BAB IV - V
ACC BAB IV dan V
Paraf Pembimbing
Lampiran 8
Frequencies Statistics usiak N
Valid Missing
Jk
Pddk
21
21
21
0
0
0
Frequency Table Usiak Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
18-27 Tahun
11
52.4
52.4
52.4
28-37 Tahun
7
33.3
33.3
85.7
>38 Tahun
3
14.3
14.3
100.0
21
100.0
100.0
Total
Jenis Kelamin Frequency Percent Valid
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
15
71.4
71.4
71.4
Perempuan
6
28.6
28.6
100.0
Total
21
100.0
100.0 Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid
SMP
2
9.5
9.5
9.5
SMA
10
47.6
47.6
57.1
DIII
6
28.6
28.6
85.7
Perguruan Tinggi
3
14.3
14.3
100.0
21 100.0 Pekerjaan
100.0
Total
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid
Pelajar
4
19,0
19,0
9.2
PNS
4
19,0
19,0
57.1
Wiraswasta
7
33,3
33,3
85.7
IRT
6
28,7
28,7
100.0
Total
21
100.0
100.0
Pre Frequency Valid 4 5 6 Total
Percent 23,8 57,1 19,0 100,0
5 12 4 21
Valid Percent 23,8 57,1 19,0 100,0
Cumulative Percent 23,8 81,0 100,0
Valid Percent 19,0 33,3 38,0 9,7 100,0
Cumulative Percent 23,8 81,0
Post Frequency Valid 3 4 5 6 Total
Percent 19,0 33,3 38,0 9,7 100,0
4 7 8 2 21
100,0
Descriptive Statistics N Pre Post
21 21
Mean 4,95 3,95
Std. Deviation ,669 ,669
Minimum
Maximum 4 6 3 5
Case Processing Summary Valid N Percent Pre Post
21 21
100.0% 100.0%
Cases Missing N Percent 0 0
.0% .0%
Total N Percent 21 21
100.0% 100.0%
Descriptives Statistic Pre
Mean
4.95
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
4.65
Upper Bound
5.26
5% Trimmed Mean
4.95
Median
5.00
Variance
.448
Std. Deviation
.669
Minimum
4
Maximum
6
Range
2
Interquartile Range
0
Skewness Post
Std. Error
Kurtosis Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
.146
.052
.501
-.498 3.95 3.65 4.26 3.95 4.00 .448 .669 3 5 2 0 .052 -.498
.972 .146
.501 .972
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Pre .290 Post .290 a. Lilliefors Significance Correction
21 21
.000 .000
Shapiro-Wilk Statistic df .800 .800
21 21
Sig. .001 .001
Ranks N Post - Pre Negative Ranks
Mean Rank 11.00
231.00
0b
.00
.00
21
Positive Ranks
Sum of Ranks
a
c
Ties
0
Total a. Post < Pre b. Post > Pre c. Post = Pre
21
Test Statisticsb Post - Pre -4.583a .000
Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test Ranks N kategori post - kategori Negative Ranks pre Positive Ranks Ties Total a. kategori post < kategori pre b. kategori post > kategori pre c. kategori post = kategori pre
Mean Rank
Sum of Ranks
5a
3.00
15.00
b
.00
.00
0
c
16
21
Test Statisticsb kategori post - kategori pre Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
-2.236a .025
Lampiran 9
DOKUMENTASI