MEKANIKA 17 Volume 15 Nomor 1, Maret 2016
PENGARUH TEKANAN KOMPAKSI PRESSURE SINTERING TERHADAP KETAHANAN IMPAK DAN KEKUATAN TARIK LIMBAH KEMASAN ALUMINIUM FOIL Erwan Setya Putra1, Heru Sukanto2, Purwadi Joko Widodo2 1 2
Mahasiswa – Program Sarjana Jurusan Teknik Mesin – Universitas Sebelas Maret Staf Pengajar – Jurusan Teknik Mesin – Universitas Sebelas Maret
Keywords : Aluminium foil sachet waste Pressure sintering Impact Tensile
.
1.
Abtract : Aluminium foil sachet waste has potential to becomes the eco friendly alternative materials. This research aims to investigate the effect of compaction pressure toward the characteristics of aluminium foil sachet waste. The used method was pressure sintering, where pressing o temperature maintained at 135 C and holding time of 10 minutes . The used of compaction pressure was divided into 2 bar, 4 bar, 6 bar, and 8 bar. The tested mechanical properties were impact test and tensile test. The result shows the addition of compaction pressure will increase the tensile strength, while the impact strenght decreased. Compaction pressure test at 8 bar showed the highest tensile strength value of 9,01 Mpa and compaction pressure test at 2 bar showed the highest impact strength value of 21,78 Mpa .
PENDAHULUAN
Potensi sampah kota di Indonesia pada tahun 2000 adalah sebesar 100.000 ton per hari. Untuk surakarta saja misalnya, sampah kota menyumbang sebesar 267 ton per hari. Dan sampah plastik adalah yang menjadi permasalahan utama yakni mempunyai sumbangan sebesar 2%, sehingga dalam satu hari dapat menghasilkan 2000 ton, sedangkan sumbangan sampah plastik di Surakarta sebesar 5,34 ton per hari (Sudrajat, 2004). Berdasarkan data statistik Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) tahun 2008 sampah di indonesia mencapai 38,5 juta ton per tahun. Jawa menghasilkan 21,2 juta ton per tahun, Sumatara 8,7 juta ton per tahun, Bali 1,3 juta ton per tahun, Kalimantan 2,3 juta ton per tahun, Sulawesi dan Papua 5,0 juta ton per tahun. Sampah plastik mempunyai sumbangan 14%, sehingga dalam satu tahun dapat menghasilkan 5,4 juta ton (Adnan, 2008). Data departemen perindustrian dan perdagangan tahun 2010 menyatakan bahwa volume impor barang-barang plastik diperkirakan akan terus bertambah mengingat semakin meningkatnya produk dari plastik. Karena sifat plastik yang tidak dapat terurai secara alami, tidak menyerap air, dan tidak bisa membusuk maka jumlah sampah plastik ini akan terus terakumulasi sehingga pada akhirnya akan menimbulkan masalah, baik tanah maupun lingkungan sekitar. Limbah kemasan merupakan jenis sampah plastik yang banyak ditemukan dimasyarakat. Hal itu mengingat peranan kemasan sangat diperlukan untuk setiap makanan atau
melebihi sampah jenis lain. Pengelola UKM “Mandiri” Kelurahan Kadipiro, Mojosongo, Surakarta, Ibu Aminah, yang sempat kita temui mengatakan bahwa limbah kemasan sangat banyak ditempatnya, bahkan sampai menumpuk. Hal itu tidak terlepas dari belum adanya solusi untuk pemanfaatannya. Belum lagi efek sampingnya limbah bekas kemasan tersebut sulit didegradasi sehingga akan mencemari tanah dan perairan dalam waktu lama. Sampah berbahan aluminium foil menurut penelitian baru akan terurai secara alami dalam 180 tahun (Tri Padmi. 2010). Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun sambung- menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga terkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisik kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki berat molekul rendah (Winarno, 1994). Aluminium adalah sejenis logam yang setelah melalui beberapa proses, disusun menjadi lembaran tipis dengan ketebalan kurang dari 0,2 mm. Lembaran aluminium dengan ketebalan kurang dari 150 micron dinamakan foil. Aluminium foil adalah lapisan dari “alloy” yang mengandung 99.4 % aluminium. Aluminium foil dibuat dalam berbagai bentuk tergantung penggunaan atau hasil akhirnya. Aluminium foil bersifat rapuh dan biasanya dijadikan laminasi plastik atau kertas untuk membuatnya lebih berguna (Syarief, dkk, 1989).
MEKANIKA 18 Volume 15 Nomor 1, Maret 2016 Beberapa sifat istimewa aluminium foil antara lain: lentur, fleksibel, mudah dibentuk sesuai fungsi kemasan, menarik perhatian pembeli, kedap udara, air dan lemak, bersih (hygiene), tidak beracun, tidak mempengaruhi rasa dan bau, dan bersifat membungkus objek atau produk. Aluminium foil juga merupakan penghantar panas yang baik untuk energi listrik dan penghangat ruangan. Adapun kekurangannya adalah dapat rusak karena pengaruh asam, garam dapur dan logam berat. Pemilihan waktu sintering sangat berpengaruh terhadap karakteristik suatu komposit. Suyanto (2007) melakukan kajian experimental, pengaruh waktu sintering terhadap sifat fisik dan mekanik komposit plastik (HDPE, PET). Hasil penelitian disimpulkan bahwa dengan variasi penambahan waktu sintering dari 5, 10, 15, dan 20 menit terjadi peningkatan sifat fisik (densitas, penyusutan) dan mekanik (kekuatan impak, kekuatan lentur) dimana peningkatan maksimun terjadi pada penambahan waktu 10 menit. Temperatur sintering yang digunakan tergantung pada jenis material yang digunakan, pemilihan temperatur sinter berkisar antara ½ dan ¾ titik leleh (melting point). Agung Rohmad (2012) melakukan penelitian karakterisasi produk ubin berbahan dasar plastik PP dan karet ban bekas dengan metode pressured sintering. Parameter yang digunakan adalah dengan tekanan aktual 0,2 Mpa, suhu pemanasan 135 °C dan holding time 10 menit.
2.
METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah kemasan aluminium foil dalam bentuk cacahan apa adanya dengan perbandingan yang tidak diketahui. Limbah kemasan ini kita dapatkan langsung dari IKM ”Mandiri” Kadipiro, Mojosongo, Surakarta.
Alat yang digunakan untuk membuat produk, limbah cacahan adalah pressure sintering berjenis single punch dengan pemanas atas dan bawah. Dalam penelitian ini parameter yang dibuat tetap adalah: a) Suhu pengepresan 135 °C b) Waktu penahanan pengepresan 10 menit (holding time) Parameter yang diubah adalah variasi tekanan kompaksi, yaitu: 2 bar, 4 bar, 6 bar, dan 8 bar. 2.2 Pembuatan Spesimen Bahan dasar berupa limbah kemasan aluminium foil. Dimana limbah terlebih dahulu dicuci, kemudian dikeringkan, hingga akhirnya dicacah. Limbah ini didapat dari pusat industry kecil menengah “MANDIRI” yang beralamatkan di Kelurahan Kadipiro, Mojosongo,Surakarta. Ukuran cacahan apa adanya, serta perbandingan cacahan tidak diketahui. Bahan lainnya adalah mika astralon. Astralon masih dalam bentuk lembaran- lembaran. Kemudian dipotong-potong sesuai ukuran dari cetakan yaitu 31mm x 31mm. Pembuatan spesimen diawali dengan menimbang cacahan sesuai kebutuhan, kemudian menuangkan ke dalam cetakan(dies) sampai merata disetiap sudutnya, cetakan bagian atas dan bawah dilapisi dahulu dengan mika astralon agar cacahan tidak lengket saat pengepresan. Kemudian diberi juga alas atas bawah dengan tembaga agar material benar- benar padat, tidak ada yang merambat keluar dies. Setelah itu tempatkan cetakan(dies) pada mesin pressured sintering dan atur parameternya, yaitu suhu 135°C, holding time 10 menit dengan variasi tekanan kompaksi, dimana suhu dan tekanan bekerja bersamaan. Waktu penahanan selesai, kemudian proses pressure sintering dihentikan dan dilakukan pendinginan di dalam mesin selama 30 menit. Pendinginan di dalam mesin ini dimaksudkan agar produk atau spesimen tidak mengalami perubahan bentuk saat dilepas dari dalam mesin karena pengaruh perubahan suhu yang besar. 2.3 Jenis Pengujian Pengujian tarik dilakukan dengan menggunakan alat uji Universal Testing Machine sesuai ASTM D638. Pengujian impak dilakukan menggunakan alat uji falling ball impact sesuai ASTM D1037. Pengamatan foto makro dilakukan dengan menggunakan mikroskop merk Olympus yang dilengkapi dengan kamera.
3 Gambar 2.1 Cacahan Limbahan Kemasan Aluminium Foil
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengaruh Tekanan Kompaksi Terhadap Kekuatan Tarik Spesimen Limbah Kemasan Aluminium Foil. Pengujian yang digunakan untuk menguji kekuatan tarik spesimen limbah kemasan aluminium
MEKANIKA 19 Volume 15 Nomor 1, Maret 2016 foil adalah standar ASTM D638. Data yang diperoleh dari pengujian tarik adalah perbandingan penambahan tekanan kompaksi dengan kekuatan tarik. Hasil pengujian tarik spesimen limbah kemasan aluminium foil ditampilkan Gambar 3.1.
(b) Gambar 3.2 Foto makro; (a) retak; (b) patah. Gambar 3.1 Hubungan Pengaruh tekanan kompaksi terhadap kekuatan tarik Peningkatan tekanan kompaksi berbanding lurus dengan nilai kekuatan tarik. Nilai kekuatan tarik terendah adalah pada tekanan kompaksi 2 bar sebesar 5,67 MPa. Tekanan pengepresan 8 bar adalah tekanan pengepresan yang memiliki nilai kekuatan tarik yang tertinggi. Jumlah ikatan partikel yang terjadi pada spesimen dengan tekanan 8 bar sudah merata di seluruh bagian spesimen. Ikatan yang kuat menyebabkan kekuatannya meningkat. Tekanan pengepresan pada spesimen limbah kemasan aluminium foil berpengaruh terhadap persentase void yang ada pada spesimen. Gambar 3.2 menunjukkan foto penampang patahan spesimen saat dilakukan pengujian tarik. Terjadinya retakan juga meninggalkan rongga pada patahan spesimen. Retakan yang terjadi menunjukkan kualitas ikatan yang lemah antara strukturnya.
Ikatan stuktur yang semakin kuat membuat spesimen limbah kemasan aluminium foil menjadi lebih getas. Spesimen limbahkemasan aluminium foil dengan variasi tekanan 8 bar jauh lebih getas dibanding dengan spesimen variasi tekanan 2 bar. Spesimen limbah kemasan variasi tekanan 8 bar mengalami patah saat dilakukan pengujian tarik. Spesimen limbah kemasan dengan variasi tekanan 2 bar tidak sampai mengalami patah saat dilakukan pengujian, ini dikarenakan ikatannya lemah. Ikatan yang lemah antar strukturnya membuat kekuatannya kurang maksimal saat diberi beban.
Gambar 3.3 Hubungan tekanan dan regangan spesimen limbah kemasan aluminium foil dari tekanan 2 bar sampai 8 bar
(a)
Getas atau tidaknya suatu bahan dapat dinyatakan dari besarnya regangan ketika spesimen menerima beban. Penurunan regangan yang terjadi menunjukkan sifat material yang sulit untuk meregang. Ikatan yang lebih kuat antara struktur pada variasi tekanan 8 bar menjadikan spesimen sulit untuk meregang ketika mengalami pembebanan, atau dengan kata lain spesimen menjadi getas. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila
MEKANIKA 20 Volume 15 Nomor 1, Maret 2016 kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle) (George E. Dieter, 1998). 3.2 Pengaruh Tekanan Kompaksi terhadap Kekuatan Impak Spesimen Limbah Kemasan Aluminium Foil Uji falling ball impak adalah mengukur besarnya energi impak untuk mengawali retakan dan kerusakan material. Semakin besar energi impak untuk membuat material rusak maka semakin besar ketangguhan dari material tersebut. Pengujian ini dilakukan menggunakan ASTM D1037.
Gambar 3.4 Hubungan pengaruh tekanan kompaksi terhadap kekuatan impak Pengaruh tekanan kompaksi terhadap energi impak ditunjukkan Gambar 2.5. Besarnya energi impak berbanding terbalik dengan peningkatan tekanan kompaksi. Kekuatan impak terendah berada pada variasi tekanan 8 bar, yaitu sebesar 17,92 Nm. Kekuatan impak 2 bar merupakan kekuatan impak yang tertinggi, yaitu dengan nilai sebesar 21,78 Nm. Penurunan besarnya energi impak pada spesimen limbah kemasan aluminium foil disebabkan oleh peningkatan jumlah ikatan struktur pada spesimen limbah kemasan, sehingga menyebabkan komposit menjadi kaku. Komposit yang kaku memiliki ketahanan impak yang semakin rendah. Proses pressured sintering yang diberikan pada spesimen akan meningkatkan jumlah ikatan antar strukturnya. Dengan tambahan tekanan, spesimen semakin padat, keras, sehingga spesimen limbah kemasan aluminium foil menjadi getas. Getasnya suatu spesimen akan membuat spesimen tersebut memiliki sifat yang rendah dalam menahan ketahanan benturan. Spesimen limbah kemasan yang semakin ulet, maka kemampuan untuk menyerap energi ketika menahan kekuatan impak maka semakin besar.
4
KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Peningkatan tekanan kompaksi 2 bar sampai dengan 8 bar meningkatkan kekuatan tarik
spesimen limbah kemasan aluminium foil. Hal ini dikarenakan penambahan tekanan menyebabkan partikel akan terdorong mengisi rongga-rongga yang terdapat pada spesimen, sehingga jarak antar partikel semakin rapat. Dengan demikian kontak antar partikel juga semakin meningkat dan menjadikan ikatan partikel menjadi lebih kuat. Ikatan yang kuat menyebabkan kekuatan spesimen meningkat, sehingga beban tarik yang dibutukan untuk membuat spesimen mengalami perpatahan juga semakin besar. Kekuatan tarik maksimal terjadi pada tekanan 8 bar yaitu sebesar 9,01 MPa. 2. Peningkatan tekanan kompaksi 2 bar sampai 8 bar akan menurunkan kekuatan impak spesimen limbah kemasan aluminium foil. Hal ini dikarenakan penambahan tekanan akan menyebabkan ikatan partikel meningkat dan menjadikan spesimen padat dan keras, sehingga berubah menjadi getas. Getasnya specimen membuat sifatnya semakin rendah dalam menahan benturan dan kemampuan untuk menyerap energi juga semakin kecil dibanding spesimen yang bersifat ulet. Kekuatan impak tertinggi terjadi pada tekanan 2 bar yaitu sebesar 21,78 Nm.
5
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M.G., 2008, Statistik Persampahan Indonesia, Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta. Anonim, 1998, ASTM D 638, standards, Standard Test Methode for Tensile Properties of Plastics, New York. Anonim, 1998, ASTM D 1037, standards, Standard Test Methods for Evaluating Properties of Wood-Base Fiber and Particle Panel Materials, Falling ball Impact, Philadelphia, PA : American Society for Testing and Materials. Callister, W.D., 2009, Materials Science and Engineering, An Introduction, 8 Edition, John Wiley & Sons, Inc., New York. George E. Dieter, (1988). Mechanical Metallurgy, Second Edition Mc.GrawHill Kogakusha Ltd, Tokyo. German, R.M., 1994, Powder Metallurgy Science, The Pensylvania State University, New Jersy. Groover,Mikell P., 2007, Fundamentals of Modern Manufacturing: Materials, Processes, and Systems, 4th Edition, John Wiley & Sons, Inc.USA. Julianti, 2007, Teknik Pengawetan Makanan dan Teknologi Pengawasan Makanan, Seminar Nasional .Bandung.
MEKANIKA 21 Volume 15 Nomor 1, Maret 2016 Mujiarto, I, 2005, Sifat dan Karakteristik Material Plastik dan Bahan Aditif, Traksi, Vol. 3-No. 2, pp. 65-73. Nasution, 2010, Sifat dan Penyusun komposit, Materi Pelatihan Tingkat Universitas. Padmi, Tri, 2010. Pengelolaan sampah alufo (aluminium foil). Bandung. ITB. Rohmad, Agung, 2012, Karakterisasi Produk Ubin Berbahan Dasar Plastik PP Dan Karet Ban Bekas Dengan Metode Pressured Sintering, Skripsi, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta Sacharow and Griffin, 2013. Principle of Package, 2nd edition. ISBN-13 978. Sastranegara, A. 2009. Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam. Retrieved January 1, 2015, from mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat- mekaniklogam. Schwartz, M.H., 1984, Composite Materials Handbook, Mc Graw Hill, New York. Sudrajat, 2004, Mengelola Sampah Kota, Niaga Swadaya, Jakarta. Surdia, T., dan Saito, S., 2000, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita, Jakarta. Sutedja, E, 1987. Bahan pengemas untuk makanan. seminar nasional. Makassar. Suyanto, 2007, Pengaruh Waktu Sintering Terhadap Sifat Fisik Dan Mekanik Komposit Plastik (HDPE,PET), Skripsi Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Syarief, 1989, Pengawasan Bahan Pangan “Aluminium Foil”, Kuliah Tamu Unimus. Winarno, 1983. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.