Mineral dan Batubara PENGARUH TEKANAN HIDROGEN TERHADAP KANDUNGAN KARBON TOTAL, ABU DAN NILAI MUAI BEBAS DALAM PEMBUATAN BAHAN PENGIKAT Nining Sudini Ningrum, Miftahul Huda dan Hermanu Prijono Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara “tekMIRA”
[email protected]
SARI Bahan pengikat dari senyawa karbon dapat dibuat melalui proses hidrogenasi dan atau ekstraksi batubara. Hidrogenasi batubara dapat mengubah steam-coal menjadi batubara coking coal yang dapat berfungsi sebagai bahan pengikat atau aditif pada industri pembuatan kokas sedangkan ekstraksi batubara dapat menghasilkan pitch dengan kualitas baik. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kelompok Pemanfaatan dan Pengolahan Batubara, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. Parameter yang diamati adalah pengaruh tekanan hidrogen terhadap kandungan karbon total, abu dan nilai muai bebas. Metodologi penelitian batubara, (katalis & sulfur/tanpa katalis & sulfur) dan pelarut dimasukkan dalam otoklaf, mengalirkan gas hidrogen dengan tekanan awal yang bervariasi mulai dari 5 bar sampai dengan 30 bar, panaskan sampai temperatur 400oC, ditahan pada temperatur tersebut selama waktu 30-60 menit, kemudian dinginkan otoklaf. Selanjutnya dilakukan proses distilasi terhadap produk hidrogenasi batubara dengan cara otoklaf dipanaskan dengan kecepatan kenaikan (temperatur/menit) tertentu, pengaduk dimastikan. Pada temperatur 150oC, uap distilasi yang mulai terjadi dikondensasikan dan ditampung (fraksi cair dari T kamar-150oC). Pemanasan dilanjutkan sampai 350oC dan dengan cara sama akan diperoleh fraksi-fraksi 150-250oC, 250-350oC. Pada saat temperatur 350oC dilakukan distilasi vakum sampai titik tetes terakhir sehingga diperoleh fraksi 350oC-EP dan residu yang tersisa merupakan batubara yang terhidrogenasi dan dapat dimanfaatkan sebagai binder yang diturunkan dari batubara. Fraksi 250-350oC dimanfaatkan sebagai pelarut terhidrogenasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa batubara Indonesia (Tanito Harum, Baramarta dan Air Laya) yang non coking dapat diubah menjadi batubara coking untuk digunakan sebagai bahan pengikat/binder pembuatan kokas. Kandungan abu batubara sangat mempengaruhi produk binder yang dihasilkan, binder yang mempunyai kandungan abu yang kecil lebih disukai. Kata kunci : bahan pengikat, coking coal, distilasi, hidrogenasi
1.
PENDAHULUAN
Menurut Benk et. al (2008) kebutuhan kokas di dunia akan meningkat seiring meningkatnya kebutuhan besi dan baja. Berdasarkan survei
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, kebutuhan kokas Indonesia pada tahun 2008 adalah sekitar 53.000 ton/tahun. Kebutuhan kokas di Indonesia juga akan menjadi berlipat ganda bila PT. Krakatau Steel menggunakan
Pengaruh Tekanan Hidrogen Terhadap Kandungan Karbon Total, .. .. ; Nining S.N., Miftahul H, Hermanu P.
59
Mineral dan Batubara kokas sebagai pengganti gas alam dalam produksi bajanya. Di Indonesia (Kalimantan Tengah) terdapat sumber daya coking coal yang diprediksi dapat dipakai sebagai bahan pembuatan kokas tetapi kepastian mengenai seberapa besar sumber daya tersebut masih belum diketahui. Hidrogenasi batubara dapat merubah steamcoal menjadi batubara coking coal yang dapat berfungsi sebagai bahan pengikat atau aditif pada industri pembuatan kokas sedangkan ekstraksi batubara dapat menghasilkan pitch dengan kualitas baik. Bahan pengikat dari senyawa karbon diperlukan untuk membuat anoda, katoda, formed coke dan komposit material karbon (C/C komposit). Bahan pengikat tersebut biasanya berupa pitch yang berasal dari ekstraksi tar hasil karbonisasi batubara pada suhu tinggi (Benk, 2010). Sayangnya sampai saat ini di Indonesia tidak ada pabrik karbonisasi batubara (coke oven) sehingga kebutuhan material karbon untuk anoda dan katoda pada industri pengolahan aluminium masih dipenuhi dari bahan impor. Dengan demikian perlu dikembangkan penelitian untuk menghasilkan material karbon dari batubara peringkat rendah untuk bahan pengikat melalui proses hidrogenasi dan ekstraksi batubara. Penelitian yang telah dilakukan berjudul "Pemanfaatan Batubara Indonesia untuk Bahan Pengikat". Tujuan penelitian adalah meningkatkan nilai tambah batubara dengan cara mengkonversikannya menjadi material yang lebih berharga. Lokasi kegiatan pengambilan contoh batubara di beberapa lokasi yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan, sedangkan kegiatan percobaan dilakukan di Puslitbang tekMIRA Bandung dan di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Palimanan, Cirebon.
60
2.
METODOLOGI
2.1. Bahan dan peralatan Batubara yang digunakan sebagai bahan baku berasal dari PT. Tanito Harum Kaltim (disebut batubara-A), PD. Baramarta Kalsel (disebut batubara-B), PT. Bukit Asam, Air Laya Sumsel (batubara-C). Batubara digerus sampai berukuran -170+200 mesh. Bahan-bahan lainnya adalah katalis bijih besi laterit dari Kalsel berukuran -325 mesh, sulfur teknis powder, pelarut fraksi cair 250-350oC (hasil distilasi tar sebagai produk samping gasifikasi batubara) terhidrogenasi, gas hidrogen HP. Peralatan utama yang digunakan adalah otoklaf kapasitas 5 liter merk: Andreas Hoffer-Hocdruck TeknikGermany, dilengkapi dengan pengaduk agitator, pengatur temperatur, tekanan dan putaran pengadukan. Pada percobaan ini digunakan juga alat bantu seperti neraca teknis, pompa vakum, corong pemisah, cawan krusibel, oven pengering, desikator, furnace dan alat bantu lainnya. 2.2. Prosedur hidrogenasi batubara dan distilasi produk hidrogenasi batubara Batubara, (katalis & sulfur/tanpa katalis & sulfur), pelarut dimasukkan dalam otoklaf, ditutup rapat sampai tidak ada kebocoran. Alirkan gas hidrogen ke dalam otoklaf sampai tekanan tertentu yang diprogramkan, variasi tekanan hydrogen 5-30 bar. Jalankan pengadukan sampai 500 rpm. Panaskan otoklaf sampai temperatur proses yang diprogramkan 400oC dan ditahan selama waktu yang diprogramkan 30-60 menit. Selanjutnya dinginkan otoklaf sampai temperatur kamar, kemudian dilakukan proses distilasi produk hidrogenasi batubara. Rangkaian alat distilasi dipasang/dihubungkan dengan otoklaf (Gambar 1). Pengaduk dimatikan, 0 rpm. Otoklaf dipanaskan dengan kecepatan kenaikan (temperatur/menit) tertentu.
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Mineral dan Batubara Uap distilasi yang terjadi pada saat mulai pemanasan sampai temperatur 150 o C dikondensasikan dan ditampung (fraksi cair dari T kamar-150oC). Pemanasan dilanjutkan sampai 350oC dengan cara sama akan diperoleh fraksifraksi 150-250oC, 250-350oC. Fraksi 250-350oC yang dimanfaatkan sebagai pelarut terhidrogenasi. Pada saat temperatur 350oC dilakukan distilasi vakum sampai titik tetes terakhir sehingga diperoleh fraksi 350oC-EP dan residu yang tersisa merupakan batubara yang terhidrogenasi dan dapat dimanfaatkan sebagai binder yang diturunkan dari batubara . 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Karakterisasi batubara Sebelum dilakukan penelitian pembuatan material karbon untuk bahan pengikat, batubara yang digunakan sebagai bahan baku dianalisis untuk mengetahui karakteristiknya. Analisis yang dilakukan adalah analisis proksimat, ultimat dan analisis petrografi batubara. Analisis proksimat, ultimat, nilai kalor dan nilai muai bebas (FSI) bertujuan untuk menentukan peringkat batubara dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan bahan pengikat. Hasil analisis memperlihatkan
bahwa ketiga batubara tersebut mempunyai kadar air yang relatif rendah antara 5 sampai 12% (air dried basis, adb), kadar zat terbang berkisar antara 39 dan 42% (adb), nilai kalor > 6000 kal/g (adb), mempunyai kandungan abu <10% (adb) dan total sulfur yang sangat rendah <1% (adb). Kandungan karbon total berkisar antara 65 dan 75% adb). Mengacu pada PP No. 45 tahun 2003 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, ketiga batubara tersebut masuk dalam kategori batubara kalori tinggi, karena mempunyai nilai kalori 6100-7100 kal/g. Semakin tinggi peringkat batubara, kandungan karbon akan semakin tinggi sehingga kandungan hidrogen semakin sedikit. Gugus fungsional dalam batubara umumnya mengandung oksigen yaitu: karboksil (-COOH), karbonil (=CO), fenol (C6H5OH), eter (C2H5)2O, serta gugus oksigen tidak beraturan. Umumnya batubara peringkat tinggi lebih sedikit mengandung oksigen dibandingkan batubara peringkat rendah. Selain analisis proksimat, ultimat, nilai kalor dan FSI dilakukan pula analisis petrografi. Hasilnya terlihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa bahwa maseral yang dominan dari ketiga batubara yang digunakan.
Gambar 1. Peralatan otoklaf dan unit destilasi
Pengaruh Tekanan Hidrogen Terhadap Kandungan Karbon Total, .. .. ; Nining S.N., Miftahul H, Hermanu P.
61
Mineral dan Batubara Tabel 1. Hasil analisis maseral
Parameter analisis
Tanito Harum
Air Laya
Vitrinit
65,8
74,6
69,0
Telovitrinit (% vol) Detrovitrinit (% vol) Gelovitrinit (% vol)
38,2 27,2 0,4
28,4 46,0 0,2
21,2 43,4 4,4
Exinit
18,2
13,2
8,4
0,4 6,4 9,2 0,6 1,6
1,6 11,0 0,2 0,4
0,4 1,0 5,6 0,2 1,2
15,6
8.8
11,8
Fusinit Semif usinit (% vol) Sklerotinit (% vol) Inertodetrinit (% vol)
4,2 8,4 3,0
1,0 5,6 2,2
1,0 3,6 5,2 2,0
Mineral Pengotor
0,4
Oksida Lempung Pirit
0,4 -
Sporinit (% vol) Kutinit (% vol) Resinit (% vol) Alginit (% vol) Suberinit (% vol) Inertinit
Rv rata-rata
0,50
adalah vitrinit berkisar antara 66 dan 75 %vol. Vitrinit ini terdiri atas 3 group maseral yakni telovitrinit, detrovitrinit dan gelovitrinit (Bustin e.al., 1983). Ada sedikit perbedaan dalam kandungan telovitrinit, dalam batubara Tanito Harum kandungan telovitrinit (38,2 %vol), lebih banyak dibandingkan dengan kandungan maseral tersebut pada batubara-B(24,8 %vol ) dan batubara-C (21,2 %vol). Telovitrinit adalah salah satu sub-maseral yang utama dalam batubara dalam batubara peringkat tinggi. Berasal dari jaringan kayu, mempunyai reflektan yang tinggi dan tidak nampak pada cahaya fluorescence, kandungan selulosanya tinggi (Falcon dan Snyman, 1986). Kandungan telovitrinit ini diprediksi akan berpengaruh terhadap kuat tekan kokas. Kandungan eksinit terutama kutinit pada batubara Tanito harum juga terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan maseral tersebut dalam batubara
62
Baramarta
3,4
10,8
3,0 0,4
1,0 2,4 7,4
0,48
0,49
-B dan batubara-C. Kutinit merupakan salah satu sub maseral dari grup eksinit adalah sub maseral yang paling tahan terhadap tekanan. Dengan bergabungnya kutinit dan telovitrinit cenderung akan membuat struktur maseral coking coal lebih kompak. 3.2. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap kandungan karbon Hasil penelitian pembuatan bahan pengikat dari batubara Indonesia tercantum pada Gambar 2, 3 dan 4. Pengamatan dilakukan terhadap pengaruh tekanan hidrogen terhadap kandungan karbon, abu dan nilai muai bebas (FSI). Tekanan reaksi biasanya merupakan tekanan awal hidrogen (initial hydrogen pressure). Tekanan awal hidrogen adalah tekanan parsial hidrogen yang digunakan, tekanan ini
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Mineral dan Batubara mempengaruhi tekanan operasi otoklaf atau reaktor jenis lain yang digunakan. Dalam penelitian ini diamati pengaruh tekanan awal hidrogen terhadap kandungan karbon produk hidrogenasi, hasil penelitian tercantum pada Gambar 2. Kandungan karbon dalam produk hidrogenasi yang dihasilkan cenderung rendah bila dilakukan dengan tekanan awal yang rendah. Dari Gambar 2 terlihat bahwa kandungan karbon dalam batubara-B yang telah dihirogenasi pada tekanan 10 bar terlihat menurun menjadi 69,34% dari kandungan karbon dalam batubara asal 74,39%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh tekanan hidrogen. Pada tekanan hidrogen 10 bar untuk batubara-B belum ada reaksi yang optimum karena adanya oksigen yang masuk sehingga menurunkan kandungan karbon. Tekanan awal hidrogen yang tinggi dapat mempercepat laju pemanasan pada temperatur operasi yang ditentukan dan akan menaikkan kandungan karbon serta konsumsi hidrogen. Kandungan karbon yang tertinggi dihasilkan dari batubara-A pada tekanan hidrogen 25 bar yakni 82,91%. Pada tekanan 25 bar, kandungan karbon batubara Baramarta sebesar 75,14%.
Batubara-C kandungan karbon tertinggi diperoleh pada hidrogenasi dengan tekanan 20 bar yakni 79,10%. Kandungan karbon batubara asal tidak menjamin terhadap meningkatnya kandungan karbon produk hidrogenasi. Hal ini terlihat dari hasil percobaan pada Gambar 2 batubara-B mempunyai kandungan karbon 74,39% sedangkan kandungan hidrogen batubara-A dan batubara-C berturut-turut 68,30 dan 65,45%. Produk hidrogenasi menunjukkan kandungan karbon batubara-A tertinggi yakni 82,91%. Diyakini bahwa ada senyawa lain dalam batubara yang mempengaruhi kualitas produk hidrogenasi misalnya kandungan air lembab batubara. 3.3. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap abu batubara Abu dalam batubara termasuk dalam material yang tidak diinginkan, karena dalam pemanfaatan batubara terutama sebagai bahan bakar pada PLTU akan mengeluarkan abu terbang dan abu padat yang menimbulkan polusi terhadap lingkungan sekitarnya. Saat ini abu batubara dapat dimanfaatkan untuk pembuatan campuran semen dan paving blok. Kandungan
85 K a r b o n %
80 75 Tanito Harum 68,3 70
Baramarta Coal 74,39 Air Laya Coal 65,45
65 60 10 bar 15 bar 20 bar 25 bar 30 bar Tekanan Hidrogen
Gambar 2. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap % karbon total
Pengaruh Tekanan Hidrogen Terhadap Kandungan Karbon Total, .. .. ; Nining S.N., Miftahul H, Hermanu P.
63
Mineral dan Batubara abu batubara dalam pembuatan bahan pengikat ini juga terlihat bertambah sejalan dengan meningkatnya tekanan hidrogen yang ditambahkan. Gambar 3 merefleksikan kenaikan kandungan abu dalam batubara-A, batubara-B dan batubara-C yang telah dihidrogenasi dengan tekanan hidrogen yang bervariasi. Kenaikan yang mencolok terlihat pada batubara Baramarta yang dihidrogenasi pada tekanan awal 10 bar. Kenaikannya lebih dari 3 kali yang semula 6,55% menjadi 19,73%. Naiknya kandungan abu ini disebabkan pada saat proses ditambahkan katalis dan sulfur. Katalis yang ditambahkan adalah limonite dari Soroako akan menjadi abu setelah proses, karena limonit ini merupakan mineral anorganik. Sulfur sebagian akan keluar menjadi H2S sebagian lagi menjadi pirit dan bercampur dengan abu batubara dan katalis. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sharma, dkk. (2002) karakteristik batubara yang digunakan, termasuk kandungan abu akan berpengaruh terhadap kekuatan kokas. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa tekanan hidrogen15 bar merupakan kondisi yang baik
A b u %
untuk batubara-A dan pada kondisi tersebut kenaikan kandungan abu dapat ditekan, kenaikannya sekitar 5,4% yang semula 2,61 % menjadi 8,40%. Untuk batubara-B tekanan hidrogen yang terbaik adalah pada tekanan 25 bar, sedangkan untuk batubara-C pada tekanan hidrogen 20 bar. Untuk mendapatkan produk bahan pengikat dengan kandungan abu rendah disarankan untuk menggunakan batubara mempunyai kandungan abu rendah >5%, sehingga dapat menghasilkan bahan pengikat yang mempunyai kandungan abu rendah dari proses hidrogenasi pada tekanan yang rendah pula sehingga dapat menekan biaya produksi. 3.4. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap nilai muai bebas Sifat coking menyatakan kemampuan batubara untuk menggumpal dan memuai selama proses karbonisasi. Pengujiannya berkaitan dengan laju pemanasan yang cepat. Pengujian untuk mengukur sifat coking adalah dengan nilai muai bebas. Nilai muai bebas ini petunjuk yang berguna untuk penilaian dari batasan minimum batubara kokas. Berdasarkan ASTM Standards D720-91 (1999), batasan nilai muai bebas yang
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Tanito Harum 2,61 Baramarta Coal 6,55 Air Laya Coal 5,62
10 bar
15 bar
20 bar
25 bar
30 bar
Tekanan Hidrogen
Gambar 3. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap % abu
64
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011
Mineral dan Batubara tepat untuk pembuatan kokas adalah batubara yang mempunyai nilai muai bebas antara 5 sampai 9 dan batasan minimum angka nilai muai bebas adalah 4. Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh tekanan awal hidrogen terhadap nilai muai bebas yang tertera pada Gambar 4, terlihat bahwa tekanan awal hidrogen mampu menaikkan nilai muai bebas sampai >5. Tekanan hidrogen 20 bar dapat menaikkan nilai muai bebas batubara-B dan batubara-C hasil hidrogensi dari 0 menjadi 4. Batubara-A dan batubara-C bahkan dapat mencapai > dari 4 pada tekanan hidrogen 25 bar.
4.
Dari hasil pengamatan yang tertera pada Gambar 4 menunjukkan bahwa batubara-A mempunyai sifat coking yang lebih baik dari batubara-B dan batubara-C. Nilai muai bebas batubara Tanito Harum masih terlihat meningkat terus dengan meningkatnya tekanan hidrogen, sedangkan batubara-B kenaikan pemuaian berhenti pada tekanan hidrogen 20 bar dan batubara -C pemuaian berhenti pada tekanan hidrogen 25 bar. Kandungan abu batubara terlihat berpengaruh terhadap nilai muai bebas.
3)
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut: 1)
2)
Tekanan awal hidrogen akan menaikkan kandungan karbon serta konsumsi hidrogen Kandungan abu batubara sangat mempengaruhi produk binder yang dihasilkan, binder yang mempunyai kandungan abu yang kecil lebih disukai Sifat coking dapat diperlihatkan dari hasil pengujian nilai muai bebas yang nilainya meningkat seiring dengan kenaikan tekanan awal hidrogen.
4.2. Saran 1)
2)
Penelitian masih harus diteruskan untuk mendapatkan bahan pengikat terbaik untuk pembuatan kokas. Bahan baku batubara yang digunakan sebaiknya yang mempunyai kandungan abu yang kecil.
6
Nilai Muai Bebas
5 4 3
Tanito Harum 0
2
Baramarta 1 Air Laya 0
1 0 10 bar
15 bar
20 bar
25 bar
30 bar
Tekanan Hidrogen
Gambar 4. Pengaruh tekanan hidrogen terhadap nilai muai bebas
Pengaruh Tekanan Hidrogen Terhadap Kandungan Karbon Total, .. .. ; Nining S.N., Miftahul H, Hermanu P.
65
Mineral dan Batubara Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara yang telah memberikan biaya dan fasilitas untuk melakukan penelitian ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada PT. Tanito Harum, PD. Baramarta dan PT. Bukit Asam, Air Laya yang telah memberikan batubara sebagai bahan baku dalam pembuatan bahan pengikat. DAFTAR PUSTAKA ASTM Standard D720-91, (1999). American Society for testing Materials, New York. Benk, A., Talu, M. and Coban, M., 2008. Phenolic resin binder for the production of metallurgical quality briquettes from coke breeze: Part I, Fuel Processing Technology, Vol 89, Issue 1, pp. 28-37.
66
Benk, A., 2010. Utilisation of the binders prepared from coal tar pitch and phenolic resins for the production metallurgical quality briquettes from coke breeze and the study of their high temperature carbonization behavior. Fuel Processing Technology, Vol 91, Issue 9 , pp. 1152-1161. Bustin, R.M., Cameron, A.R., Grieve, D.A and Kalkreuth, W.D., 1983. Coal petrologyi, its principles methods and application, Geological Association of Canada, Short Course Notes 3, 230 pp. Falcon, R.M.S. and Snyman, C.P., 1986. An Introduction to coal petrography: Atlas ofl petrographic constituents in bituminous coal of Southern Africa, The Geological Society of South Africa, Review paper Number 2, 27 pp, 39 plates. Sharma, A.K., Das, B.P. and Tripathi, P.S.M., 2002. Influence of properties of bituminous binders on the strength of formed coke, Fuel Processing Technology, Vol 75, Issue 3, pp. 201-241.
M&E, Vol. 9, No. 3, September 2011