PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU
DODO HANDOKO
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK DODO HANDOKO. Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan BAMBANG SRIJANTO. Pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang kesehatan sebenarnya telah diterapkan oleh manusia sejak lama, terutama tanaman teh (Camellia sinensis). Teh hijau merupakan salah satu jenis produk teh yang diperoleh tanpa mekanisme fermentasi. Teh hijau berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit terutama penyakit kanker, karena kandungan senyawa polifenol yang melimpah, terutama epigalokatekin, epigalokatekin-galat, epikatekin, dan epikatekin-galat. Berbagai macam perlakuan telah digunakan untuk mengoptimumkan ekstraksi polifenol yang terdapat dalam teh hijau, tetapi perlakuan kondisi evaporasi pelarut belum banyak dilaporkan. Dalam penelitian ini, 80 gram serbuk teh hijau berukuran 18 mesh dimaserasi dalam 800 ml air bebas ion, selama 20 menit pada suhu konstan, yaitu 80 °C. Setelah itu, larutan diuapkan dengan 3 variasi tekanan dalam labu (80, 90, dan 100 mBar) dan 3 variasi suhu penangas (50, 60, dan 70 °C), selanjutnya ditentukan kondisi optimumnya berdasarkan laju penguapan tertinggi. Kondisi optimum evaporasi diperoleh pada saat tekanan dalam labu dan suhu penangas berturut-turut adalah 90 mBar dan 70oC, dengan waktu dan laju penguapan sebesar 0,7425 jam dan 0,0707 (g/det). Kadar polifenol dari 80 gram serbuk teh hijau ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak pada panjang gelombang 725 nm, perolehannya sebesar 25,4136 ppm atau 3,63% (b/b).
ABSTRACT DODO HANDOKO. Effect of Pressure and Temperature on Evaporation Condition of Green Tea Extract. Supervised by DUDI TOHIR and BAMBANG SRIJANTO. Natural substances have been studied and applied as health supplements by human being for long ago, especially tea crop (Camellia sinensis). Green tea represents one of type of tea products that is obtained by nonfermentation mechanism. It is useful to heal various diseases especially cancer, caused by the excess of polyphenols substances, such as epigallocatechin, epigallocatechin-gallate, epicatechin, and epicatechin-gallate. Many treatments have been used to optimized green tea polyphenols extraction, but solvent evaporation condition treatments have not been reported. In this research, 80 grams of crushed green tea leaves in 18 mesh of size was macerated in 800 ml deionized water, for 20 minutes at 80oC constant temperature. Further, it was evaporated by the three different flask pressure (80, 90, and 100 mBar) and water bath temperatures (50, 60, and 70oC). Then the optimum condition was determined by the highest evaporation rate. This condition was 90 mBar of pressure at 70oC, in 0,7425 hours and 0,0707 g/s of evaporating rate. The polyphenols content from 80 grams of sample was determined by UV-Vis spectrophotometry at 725 nm, and obtained 3,63% (25,4136 ppm) of polyphenols content.
ii
PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU
DODO HANDOKO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul : Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau Nama : Dodo Handoko NIM : G01499074
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Dudi Tohir, MS. NIP 131 851 277
Ir. Bambang Srijanto NIP 680 003 303
Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP 131 473 999
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS dan Bapak Ir. Bambang Srijanto, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS selaku ketua Departemen Kimia, Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS selaku Dekan FMIPA IPB, Bapak Kusnata, mas Pipit, dan Agung serta adikku tercinta Wulandari yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang serta kepercayaan kepada penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf dan laboran di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika, sahabatku Wakhid Lukas S. Si, Budi Arifin S.Si, Mas Herry, Pak Sabur, Ibu Yenni, Ibu AA, Teh Nung, Marudut serta teman-teman Mexindo 18 atas bantuan, masukan dan kerja samanya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2007 Dodo Handoko
v
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1981 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, anak pasangan Soerodjo HS dan Tjitjih. Pendidikan formal penulis sampai tingkat SMU diselesaikan di Jakarta, yaitu SD Negeri 04 Petang Pondok Pinang, SMP Negeri 87 Pondok Pinang, dan SMU Negeri 29 Jakarta dari tahun 1987-1999. Penulis diterima di Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 1999. Bidang yang diminati ialah Kimia Organik. Selama masa studi, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I dan II, Kimia Organik, dan Aplikasi Komputer Program Studi D3 Analisis Kimia. Pada tahun 2002 penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Badan Tenaga Nuklir (BATAN) Pasar Jumat, Jakarta. Penulis juga pernah menjabat staf Maintenance di Laboratorium Komputer Kimia IPB di tahun 2004, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi kemahasiswaan selama kuliah, seperti Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM), Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA, Himpunan Mahasiswa Kimia. Selain aktif di Kampus, Penulis juga pernah mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar Bogor pada tahun 2000 dan hingga saat ini masih aktif mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Primagama Merdeka Bogor sejak tahun 2004 dengan bidang pelajaran kimia SMP dan SMA.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.......................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................
vii
PENDAHULUAN ......................................................................................................
1
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Teh..................................................................................................... Kandungan Polifenol Teh Hijau........................................................................ Optimalisasi Metode Ekstraksi Teh Hijau ........................................................ Penguapan Pelarut............................................................................................. Analisis Kuantitatif Polifenol............................................................................
1 2 3 3 4
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat.................................................................................................. Metode Penelitian.............................................................................................. Ekstraksi............................................................................................................ Analisis Kuantitatif Total Polifenol ..................................................................
4 4 4 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Serbuk Daun Teh Hijau..................................................................... Optimalisasi Kondisi Evaporasi Ekstrak Cair Teh Hijau..................................
5 6
Analisis Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau ...................................................................
7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ...........................................................................................................
8
Saran .................................................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
8
LAMPIRAN................................................................................................................
10
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kandungan flavonoid daun teh hijau dan teh hitam tiap 100 g bobot ..................
2
2
Peubah evaporasi ekstrak cair yang digunakan pada penelitian...........................
4
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Daun tanaman teh .................................................................................................
1
2
Struktur polifenol terbesar pada daun teh hijau....................................................
3
3
Pengaruh tekanan dan suhu terhadap waktu evaporasi ........................................
6
4
Pengaruh tekanan dan suhu evaporasi terhadap laju penguapan air.....................
7
5
Pengaruh suhu dan tekanan terhadap konsentrasi polifenol .................................
7
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Jenis-jenis kelompok teh ......................................................................................
11
2
Kandungan senyawa kimia teh hijau ....................................................................
11
3
Diagram alir penelitian .........................................................................................
12
4
Kadar air serbuk teh hijau (AOAC 1984).............................................................
13
5
Kadar abu serbuk teh hijau (AOAC 1984) ...........................................................
13
6
Hasil evaporasi ekstrak cair daun teh ...................................................................
14
7
Hasil pemetaan kehomogenan laju penguapan air ...............................................
15
8
Hasil analisis dengan metode GLM .....................................................................
16
9
Analisis ragam pengaruh tekanan labu dan suhu terhadap penguapan air ...........
18
10 Hasil analisis laju penguapan air ..........................................................................
18
11 Kurva larutan standar ...........................................................................................
18
12 Kadar polifenol ekstrak daun teh..........................................................................
19
13 Alat penguap putar Laborota 4003 control vario .................................................
20
PENDAHULUAN Beragam cara untuk mendapatkan kesehatan yang optimal seperti berolah raga, mengkonsumsi makanan yang bernutrisi tinggi, dan mengkonsumsi obat-obatan. Namun, penggunaan obat-obatan perlu diwaspadai terutama jika obat tersebut berasal dari bahan sintetik. Hal ini disebabkan karena obat sintetik memiliki efek samping terhadap organ tubuh seperti pada ginjal. Oleh karena itu, seiring dengan kemajuan di bidang kesehatan, saat ini mulai dikembangkan obatobatan yang berasal dari alam. Pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang kesehatan sebenarnya telah diterapkan oleh manusia sejak lama, terutama tanaman teh. Teh (Camellia sinensis) pertama kali diperkenalkan oleh kaisar Cina Shen Nung (2737 SM) karena mempunyai aroma yang khas dan sekaligus dapat menjaga kesehatan tubuh (Trevisanato 2000). Sejak saat itu, teh telah mulai merebak ke seluruh penjuru dunia karena dapat memberikan perasaan nyaman dan segar ketika meminumnya. Saat ini telah dikenal ada empat jenis teh dan salah satunya adalah teh hijau yang telah menunjukkan banyak manfaatnya dalam kesehatan. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa teh hijau bermanfaat sebagai antibakteri, antioksidan, antiradang, dan antikanker (Miller 2005). Zat aktif dalam teh hijau menurut Picard (1996) antara lain adalah katekin, epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin galat (EGCG), epikatekin galat (ECG). Senyawa tersebut dikelompokkan dalam senyawa polifenol. Ekstraksi teh hijau telah dilakukan sebelumnya di antaranya oleh Song (2001), menggunakan metode maserasi dengan ragam suhu, waktu, dan nisbah bahan baku-pelarut. Diperoleh bahwa ekstraksi menggunakan pelarut air pada suhu 90ºC selama 10 menit secara signifikan meningkatkan rendemen ekstrak polifenol dibandingkan dengan pada suhu yang lebih rendah. Namun, untuk mutu ekstrak yang lebih baik digunakan suhu 80ºC karena beberapa senyawa yang tidak diinginkan turut terekstrak pada suhu 90ºC atau lebih. Selama ini proses penguapan pelarut pada ekstraksi teh hijau belum mendapat perhatian
lebih lanjut sehingga perlu dilakukan optimalisasi pada kondisi evaporasi dengan mengatur suhu penangas dan tekanan dalam labu rotavapor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan tekanan dalam evaporasi pelarut dan konsentrasi polifenol. Selain itu, diharapkan dapat memperoleh kondisi optimum proses penguapan pada pengolahan ekstrak cair teh hijau. Dengan cara tersebut diharapkan proses pengambilan zat aktif menjadi lebih efektif dan efisien sehingga biaya produksi menjadi lebih rendah dengan kualitas yang lebih tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Teh Tanaman teh termasuk jenis tanaman semak yang umumnya dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan ketinggian antara 200 dan 2000 meter di atas permukaan laut dengan suhu kelembaban berkisar 14-25°C. Ketinggian tanaman teh jenis assamica dapat mencapai 6-20 meter. Perkebunan teh umumnya selalu menjaga pertumbuhan tanaman dengan cara melakukan pemotongan sehingga akan mempermudah pemetikan pucuk daun teh. Ketinggian tanaman teh selalu dipelihara agar kurang dari 2 meter. Bunga teh berwarna putih kekuningan dengan diameter 2,5-4 cm, daun teh berukuran panjang sekitar 4-15 cm dengan lebar 2-5 cm dapat dilihat pada Gambar 1 (Wikipedia 2007).
Gambar 1 Daun tanaman teh. Daun teh hasil produksi terbagi atas empat kelompok teh, yaitu teh hitam, teh hijau, teh oolong, dan teh putih. Pengelompokan berdasarkan pada proses produksi. Teh hitam dan teh oolong diperoleh melalui fermentasi, sedangkan teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa
2
fermentasi. Bentuk dan warna keempat kelompok teh dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Mukhtar (2000), tahap awal memproduksi teh hitam dan oolong adalah dengan melayukan daun teh segar sehingga bobotnya menjadi 55% dari bobot awalnya. Tahapan proses pembuatan teh hitam menurut Tuminah (2004) adalah dengan melalui proses fermentasi. Proses tersebut dilakukan pada suhu sekitar 22–28°C dengan kelembaban sekitar 90%. Waktu fermentasi biasanya dilakukan selama 2–4 jam. Selanjutnya dilakukan pengeringan sampai kadar air teh kering mencapai 4–6%. Fermentasi teh hitam tidak menggunakan mikrob sebagai sumber enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase yang terdapat dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, katekin teroksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin. Teh oolong diproses secara semi fermentasi. Daun teh segar dilayukan lebih dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160– 240°C selama 3–7 menit untuk inaktivasi enzim, sebelum digulung dan dikeringkan. Teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa fermentasi, daun teh hanya melalui tahap pemanasan, pengeringan dan penggilingan (Wikipedia 2007). Pemanasan daun teh dapat dilakukan dengan dua metode, dengan udara kering (pemanggangan) atau uap panas (steaming). Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan cita rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas. Sementara dengan cara pemberian uap panas, warna teh dan seduhannya lebih hijau terang. (Tuminah 2004) Perbedaan utama antara teh hijau dan teh putih adalah dari bagian tanaman yang diambil. Jika teh hijau umumnya berasal dari daun teh muda dan dewasa, maka teh putih hanya berasal dari pucuk dan daun teh muda. Oleh karena itu, teh putih memiliki kandungan katekin dan kafein yang lebih banyak daripada teh hijau (Wikipedia 2007). Kandungan Polifenol Teh Hijau Beberapa tahun terakhir, senyawa polifenol menarik banyak perhatian peneliti karena kemampuannya sebagai antioksidan, antikanker, antiperadangan, termogenik, probiotik, dan antimikrob pada manusia dan hewan. Selain itu juga karena polifenol
merupakan senyawa aktif yang banyak terkandung pada tanaman obat. Senyawa polifenol telah banyak diidentifikasi bentuk strukturnya bahkan telah dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti flavonoid, asam fenolat, dan lignin. Komponen flavonoid yang banyak terdapat di dalam daun teh adalah katekin, flavonol glikosida, dan flavon C-glikosida. Komposisi kandungan flavonoid rata-rata dalam 100 g teh hijau secara signifikan sebesar 16,00 g (Wang 2001). Menurut Tuminah (2004), masih terdapat beberapa komponen senyawa kimia lain yang ditemukan pada daun teh hijau, seperti kafein yang umumnya terdapat dalam kopi. Senyawa kimia yang lain dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 1 Kandungan flavonoid daun teh hijau dan teh hitam tiap 100 g bobot Teh Teh Flavonoid hijau (g) hitam (g) Katekin 14,20 4,00 Teaflavin 0,94 Flavonol glikosida 0,64 0,47 Flavon C-glikosida 0,086 0,051 Total polifenol 16,00 15,60 Sumber : Wang 2001
Menurut Youying (2005), kebanyakan polifenol merupakan turunan flavonol dan sekarang dikenal sebagai katekin, epikatekin, dan turunannya. Polifenol katekin memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi, seperti epigalokatekin galat (EGCG), epikatekin galat, epigalokatekin dan epikatekin. Daya antioksidannya lebih besar jika dibandingkan dengan vitamin C atau β– karoten. EGCG memiliki konsentrasi tertinggi, dalam 240 ml ekstrak cair daun teh dengan pelarut air terdapat 200 mg EGCG (Mukhtar 2000) dan terdapat lebih dari 61% turunan epikatekin yang ada di dalam daun teh hijau (Youying 2005). Polifenol lain dalam teh hijau, yaitu asam klorogenat, asam kumarilkuinat, dan suatu asam fenolik yang khas pada teh seperti teogalin. Akan tetapi, senyawa-senyawa selain polifenol yang terdapat di dalam teh seperti kafein, metilxantin teofilin, teobromin, dan suatu asam amino yang khas, yaitu teanin. Struktur polifenol terbesar di dalam teh hijau ditunjukkan pada Gambar 2.
3
Epikatekin
Epigalokatekin
Epikatekin galat
Epigalokatekin galat
Gambar 2 Struktur polifenol daun teh hijau.
terbesar pada
Optimalisasi Metode Ekstraksi Teh Hijau Song (2001) dalam penelitiannya melakukan optimalisasi ekstraksi teh hijau dengan metode maserasi menggunakan pelarut air dengan variasi suhu, waktu, dan nisbah bahan baku-pelarut. Maserasi dengan suhu 90ºC selama 10 menit secara signifikan meningkatkan rendemen ekstrak polifenol dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah. Namun, agar mendapatkan mutu ekstrak yang lebih baik, digunakan suhu 80ºC karena beberapa senyawa yang tidak diinginkan akan ikut terekstrak pada suhu 90ºC atau lebih. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pelarut yang efektif untuk ekstraksi polifenol dari bahan makanan ialah etanol dan air mendidih (Shi et al. 2003). Hal ini karena polifenol memiliki gugus hidroksil yang polar, sehingga terekstraksi sempurna dengan air. Akan tetapi, air sendiri dapat melarutkan protein dan polisakarida yang tidak diinginkan, terutama pada suhu tinggi. Lu et al. (2006) melakukan optimalisasi kondisi ekstraksi katekin dan polifenol dari teh hijau menggunakan pelarut etanol dengan variasi suhu, waktu, dan nisbah bahan bakupelarut. Indeks polifenol pada nisbah bahan baku-pelarut 1:15 dengan suhu 70oC diperoleh rendemen dan konsentrasi maksimum berturut-turut sebesar 8,5% (b/b) dan 24,9% (b/v).
Sharief (2006) melakukan optimalisasi ekstraksi teh dengan ukuran butir 32 mesh. Metode yang digunakan maserasi dengan ragam suhu (75, 85 dan 95°C), nisbah bahan bakupelarut (10:100, 15:100 dan 20:100 b/v), dan waktu (2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20) menit. Rendemen yang diperoleh pada suhu 85 dan 95°C mencapai optimal pada menit ke-8 dengan rendemen ratarata sebesar 20,33% (b/v), sedangkan pada suhu 75°C dan menit ke-10 rendemen ekstrak tertinggi dihasilkan pada nisbah bahan baku-pelarut 10:100 (b/v), yaitu sebesar 13,92% (b/b). Siringo-ringo (2006) telah melakukan optimalisasi ekstraksi polifenol teh hijau berdasarkan ukuran butir (18, 32, dan 60 mesh), nisbah bahan baku-pelarut (1:10; 1:1,25; dan 1:15 b/v), dan waktu (10, 20, dan 20 menit) dengan metode refluks dan pelarut air. Nilai optimum kadar polifenol teh hijau diperoleh pada ukuran 18 mesh, nisbah bahan baku-pelarut 1:10 dan waktu ekstraksi 23 menit 14 detik sebesar 857,70 ppm. Nisbah bahan baku dan pelarut yang optimum menurut Siringo-ringo (2006) dan Sharief (2006) adalah 1:10, walaupun metode yang digunakan oleh keduanya berbeda. Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk mencari atau menemukan nilai peubah-peubah yang digunakan dalam proses agar menghasilkan nilai terbaik (Edgar 1988). Optimasi proses ekstraksi teh hijau dengan beragam variasi metode saat ini telah banyak dilakukan, sedangkan optimalisasi pada saat evaporasi ekstrak cair teh hijau belum ditelaah lebih lanjut. Penguapan Pelarut Destilasi merupakan teknik pemisahan campuran yang berwujud cair dengan berdasarkan pada perbedaan titik didih. Destilasi dapat pula digunakan untuk mendapatkan zat padat yang terlarut dalam pelarutnya, sehingga dapat diperoleh suatu padatan dengan tingkat kemurnian yang lebih baik. Penguapan pelarut pada teknik destilasi dapat terjadi apabila tekanan uap pelarutnya sama dengan tekanan lingkungannya. Tekanan uap pelarut akan naik ketika sampel cair dipanaskan. Pelarut ekstrak cair dapat teruapkan sempurna apabila ekstrak tersebut dipanaskan dengan suhu sesuai titik didih pelarut, akan tetapi hal tersebut diperkirakan akan berpengaruh pada senyawa aktif dalam ekstrak tersebut karena
4
memungkinkan probabilitas kerusakan akan semakin besar dengan pertambahan suhu. Tekanan uap pelarut dapat pula dipengaruhi dengan melakukan pemampatan pada saat proses destilasi. Karena selain peningkatan temperatur yang mempengaruhi tekanan uap, pemberian tekanan juga dapat memberikan dampak pada tekanan uap pelarut. Jika tekanan diberikan pada suatu campuran berwujud cair, maka tekanan uap pelarutnya akan meningkat. Hal yang sebenarnya terjadi adalah molekul-molekul pelarut akan keluar dari campuran sebagai gas. Clausius-Clapeyron menunjukkan bahwa dengan menurunkan tekanan sebesar setengah dari tekanan awal akan menurunkan titik didih pelarut sekitar 15%. Hal ini sesuai dengan persamaan :
ln
Δ vap H (T 2 − T1 ) P2 = P1 R T1 T 2
Analisis Kuantitatif Polifenol Menurut Makkar (1989), penentuan total polifenol dapat dilakukan dengan berbagai metode. Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan metode kolorimetri, yaitu dengan penambahan reagen diantaranya menggunakan reagen Folin-Denis, Folin Ciocalteu, formaldehida-HCl, biru Prussia, Titanium dan fero amonium sitrat yang diukur dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang maksimum (λmaks). Metode lain yang dapat digunakan yaitu gravimetri, dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC). Kadar polifenol dapat ditentukan dengan reagen Folin-Ciocalteu. Reagen Folin umumnya digunakan pada metode Lowry, untuk menentukan konsentrasi protein. Walaupun reagen Folin tidak mengandung gugus fenol, tetapi bersifat sensitif untuk mengoksidasi senyawa-senyawa fenol. Reaksi antara reagen dan senyawa-senyawa fenol akan menghasilkan sebuah senyawa kompleks yang berwarna biru, sehingga dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm (Roura 2006).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah serbuk daun teh hijau dari pabrik teh di daerah Pasir Sarongge Cipanas-Cianjur, air bebas ion, asam galat (Sigma), Na2CO3 25% dan reagen FolinCiocalteu. Alat yang digunakan ialah Alat-alat kaca, pengaduk listrik, penguap putar Laborota 4003 control vario, dan spektrofotometer spectronic20D+. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT Serpong. Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Ekstraksi Serbuk daun teh hijau kering ditimbang sebanyak 80 g dan dimaserasi menggunakan 800 ml air bebas ion selama 20 menit pada suhu 80ºC. Hasil maserasi kemudian disaring dan volume ekstrak cair dicatat dan selanjutnya diuapkan dengan peubah evaporasi yang digunakan seperti pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2
Peubah evaporasi ekstrak cair yang digunakan pada penelitian Tekanan dalam labu (mBar) 80 90 100
Suhu penangas (oC) 50 60 70 50 60 70 50 60 70
Setelah evaporasi selesai, ekstrak kental ditentukan bobot akhirnya. Ekstrak kental teh hijau, selanjutnya dikeringkan dan ditentukan kadar polifenolnya dengan metode kolorimetri menggunakan reagen Folin-Ciocalteu.
5
Analisis Kuantitatif Total Polifenol Standar polifenol dibuat dengan cara melarutkan asam galat sebagai standar polifenol ke dalam air bebas ion dengan konsentrasi 1000 ppm, kemudian dilakukan pengenceran hingga didapatkan konsentrasi 25, 50, 100, 150, dan 200 ppm. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Ekstrak ditimbang sebanyak 0,01 g dan diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan air bebas ion sampai tanda tera. Sebanyak 0,5 ml ekstrak hasil pengenceran dipipet ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 4,3 ml air bebas ion, 0,2 ml reagen Folin-Ciocalteu, 0,5 ml Na2CO3 25% (b/v), dan divorteks. Kemudian ditambahkan lagi 4,5 ml air bebas ion dan diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada λ 725 nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Serbuk Daun Teh Hijau Ukuran serbuk daun yang digunakan sebesar 18 mesh karena menurut Siringo-ringo (2006) ukuran butir optimum untuk ekstraksi polifenol teh hijau adalah 18 mesh. Menurut Purseglove et al (1981) sebaiknya bahan yang digunakan memiliki ukuran yang seragam karena proses difusi zat pelarut ke dalam zat terlarut akan lebih mudah. Hal ini disebabkan oleh semakin kecilnya ukuran bahan maka akan membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan sehingga mempercepat pelarutan komponen bioaktif dan meningkatkan rendemen ekstraksi. Semakin kecil ukuran bahan akan menyebabkan permukaan bidang sentuh bahan dengan pelarut akan semakin besar. Serbuk daun yang dipakai memiliki kadar air dan kadar abu rata-rata beturut-turut sebesar 3,79% (b/b) (Lampiran 4) dan 5,11% (b/b) (Lampiran 5). Teh pada umumnya memiliki kadar air sebesar 7% (Anonim 2007). Hal ini berarti serbuk daun teh yang digunakan lebih kering dan jika disimpan akan lebih tahan lama. Pengukuran kadar air penting untuk dilakukan sebagai koreksi terhadap hasil,
karena contoh daun yang sama dengan kadar air yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula. Selain itu pengukuran kadar air dan kadar abu juga dapat digunakan sebagai acuan untuk kondisi penyimpanan terutama dalam hal kelembaban ruang penyimpanan. Apabila serbuk makin kering, pada umumnya akan makin awet pada saat penyimpanan. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan pelarut air dan disertai pemanasan. Maserasi menyebabkan serbuk daun akan terendam semua dan berinteraksi langsung dengan pelarut. Adanya pengaturan suhu pada saat maserasi bahan, diperkirakan akan meningkatkan jumlah rendemen, sebab mempengaruhi efektivitas dari pelarut untuk melarutkan bahan. Semakin tinggi suhu yang digunakan maka proses difusi pelarut ke dalam bahan akan lebih cepat. Maserasi serbuk daun teh dilakukan pada kondisi suhu 80oC, kecepatan putar pengaduk sebesar 90 rpm, dan waktu rendam 20 menit. Pemilihan kondisi ini didasarkan pada kondisi optimum yang diperoleh peneliti sebelumnya. Dari 80 gram serbuk daun yang diekstraksi dengan 800 ml air bebas ion diperoleh rendemen ekstrak sebesar 14,25% (b/b). Rendemen yang diperoleh lebih rendah dari rendemen yang diperoleh Siringo-ringo (2006) dengan metode refluks, yaitu 22,87% pada perlakuan nisbah bahan baku-pelarut 1:10, waktu ekstraksi 20 menit, ukuran partikel 18 mesh, dan suhu 80oC. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan metode ekstraksi yang digunakan. Berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh Sharief (2006) yang menggunakan metode sama memperoleh rendemen 20,33% dengan perlakuan nisbah bahan baku-pelarut 1:10, waktu ekstraksi 20 menit, ukuran partikel 32 mesh, dan suhu 85oC. Hal ini diperkirakan karena perbedaan ukuran butir partikel dan suhu ekstraksi. Pemilihan pelarut air bebas ion sebagai pengekstrak bertujuan untuk meminimalkan interaksi senyawa lain yang berpotensi untuk mempengaruhi jumlah polifenol. Menurut Shi et al (2003), pelarut yang efektif untuk ekstraksi polifenol adalah etanol dan air mendidih. Hal ini disebabkan polifenol memiliki gugus hidroksil yang polar, sehingga terekstraksi sempurna dengan air yang merupakan senyawa polar. Akan tetapi, air juga dapat melarutkan komponen senyawa kimia yang lain terutama pada suhu tinggi, seperti kelompok lipid (Song 2001).
6
Pengadukan diperkirakan dapat pula meningkatkan efektivitas ekstraksi, karena dapat menyeragamkan kondisi pada saat mengekstrak bahan. Maserasi dengan disertai dengan pemanasan dan pengadukan kemungkinan akan lebih sempurna dalam mengekstrak bahan aktif, karena panas akan terdistribusi dengan baik pada pelarut maupun bahan sehingga senyawa yang berdifusi keluar bahan akan semakin cepat dan melimpah.
Waktu (jam)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 50
80 mBar
60 90 mBar
70 100 mBar
Suhu (celsius)
Optimalisasi Kondisi Evaporasi Ekstrak Cair Teh Hijau Evaporasi ekstrak bertujuan untuk mendapatkan ekstrak yang lebih murni tanpa adanya pelarut. Penguapan pelarut dilakukan dengan memanaskan ekstrak pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Namun, tindakan pemanasan yang berlebihan akan dapat merusak bahan aktif senyawa yang diinginkan. Oleh karena itu, penguapan ekstrak cair dilakukan dengan suhu di bawah titik didih pelarutnya dengan cara menurunkan tekanan. Dari beberapa penelitian sebelumnya belum dilaporkan mengenai kondisi evaporasi yang optimal. Optimalisasi ini dilakukan untuk mencari atau menemukan nilai peubah-peubah yang digunakan dalam proses agar menghasilkan nilai terbaik (Edgar 1988). Evaporasi dihentikan saat bobot akhir yang diperoleh mempunyai rendemen yang seragam. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah waktu yang dibutuhkan agar memperoleh jumlah rendemen yang sama pada setiap perlakuan evaporasi. Rendemen ekstrak kental yang diperoleh setelah evaporasi berkisar antara 14,25-14,38% (b/b). Menurut Lu et al. (2006), Sharief (2006) dan Siringo-ringo (2006) rendemen ekstrak dipengaruhi oleh nisbah bahan baku dan pelarutnya serta suhu perlakuan eksraksi. Data hasil evaporasi dapat dilihat di Lampiran 6. Gambar 3 menjelaskan hubungan antara tekanan dalam labu dan suhu penangas yang digunakan pada evaporasi ekstrak cair terhadap lamanya waktu evaporasi. Grafik tersebut menjelaskan bahwa penurunan tekanan dalam labu akan menyebabkan kondisi dalam labu yang mendekati tekanan 0 atm, sehingga mempercepat waktu penguapan pelarut. Peningkatan suhu penangas turut membantu mempercepat penguapan air.
Gambar 3 Pengaruh tekanan dan suhu terhadap waktu evaporasi Apabila faktor tekanan diperkecil, maka waktu evaporasi akan lebih cepat, terutama terlihat secara signifikan pada kondisi suhu 50oC. Peningkatan suhu dari 50-60oC pada kondisi tekanan yang sama memperlihatkan penurunan waktu evaporasi secara signifikan, sedangkan pada peningkatan suhu dari 60-70oC dengan kondisi tekanan yanga sama, tidak memperlihatkan penurunan yang tidak terlalu besar. Dari data tersebut diperoleh waktu penguapan air tercepat diperoleh pada kondisi evaporasi dengan suhu 70oC dan tekanan dalam labu 80 mBar selama 0,6632 jam. Evaporasi pelarut sebaiknya tidak terlalu lama dan menggunakan suhu yang rendah karena diperkirakan komponen senyawa bioaktif yang tidak tahan panas akan rusak atau terdegradasi akibat pemanasan. Hal ini akan menyebabkan penurunan rendemen dan penurunan kadar polifenol. Kasus penurunan kadar polifenol telah dilaporkan Siringo-ringo (2006), akibat lamanya waktu pemanasan. Gambar 4 menjelaskan hubungan antara tekanan dalam labu dan suhu penangas terhadap laju penguapan air. Dapat dikatakan laju penguapan air berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan tekanan dalam labu. Pada tekanan yang sama, kenaikan suhu akan meningkatkan laju penguapan, sedangkan kenaikan tekanan dalam labu akan menurunkan laju penguapan. Pada perubahan tekanan 80-100 mBar dan perubahan suhu 50-70oC, perubahan suhu terlihat lebih berpengaruh dibandingkan perubahan tekanan. Hal ini disebabkan karena tekanan dapat mempengaruhi penurunan titik didih pelarut,
7
0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0 50 80 mBar
70 Suhu (celsius)
60 90 mBar
100 mBar
Gambar 4 Pengaruh tekanan dan suhu evaporasi terhadap laju penguapan air Dari hasil pemetaan kehomogenan laju Pengujian (Lampiran 7), dapat dikatakan bahwa pengujian optimalisasi dilakukan dengan melihat variabel suhu penangas dan tekanan dalam labu terhadap laju evaporasi air, karena laju evaporasi memiliki data yang menyebar normal Pengolahan data dilakukan dengan metode GLM dan menggunakan perangkat lunak SAS, sebelumnya data diubah ke dalam bentuk laju transformasi untuk mendapatkan data yang homogen dan menyebar normal. Data pengolahan disajikan pada Lampiran 8. Gambar 4 menunjukkan laju penguapan tertinggi pada kondisi tekanan dalam labu 80 mBar, suhu 70oC. Namun, menurut Uji Duncan kondisi tersebut tidak berbeda nyata dengan kondisi tekanan 90 mBar, suhu 70oC. Dari uji beda nyata, diperoleh bahwa pada kondisi tekanan dalam labu 90 mBar, suhu 70oC lebih efektif digunakan untuk proses evaporasi pelarut dari hasil ekstraksi. Data hasil analisis berdasarkan uji Duncan dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Dasar pemilihan ini adalah waktu proses dan suhu yang rendah, sehingga kemungkinan rusaknya komponen senyawa yang tidak tahan panas atau terdegradasi akibat pemanasan dapat diperkecil. Pemanasan yang terlalu tinggi, juga waktu kontak sampel dengan panas yang terlalu lama mampu menurunkan
rendemen kadar polifenol (Song 2001, Siringoringo 2006). Analisis Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau Asam galat digunakan sebagai larutan standar karena metode kuantitatif ini berdasarkan pada oksidasi ion fenolat. Dari larutan standar, diperoleh persamaan garis y = 0.0054x + 0.021 dengan nilai ketelitian R2 = 0.99. Data penentuan kurva larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 11. Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara suhu, tekanan, dan konsentrasi polifenol dalam ekstrak. Pada perubahan tekanan 80-100 mBar dan perubahan suhu 50-70oC, menunjukkan bahwa faktor suhu dan tekanan berpengaruh dalam penurunan konsentrasi polifenol, sebab faktor suhu mempengaruhi dari sisi penguapan pelarut, sedangkan tekanan mempengaruhi dari sisi penurunan titik didih pelarut. Data konsentrasi polifenol dapat dilihat pada Lampiran 12.
Konsentrasi (ppm)
L a ju p e n g u a p a n (g /d e t)
sedangkan faktor suhu mempengaruhi dari sisi penguapan pelarut. Pada evaporasi pelarut, yang berperan aktif dalam penguapan pelarut adalah faktor suhu.
26,0000 25,5000 25,0000 24,5000 24,0000 23,5000 23,0000 22,5000 22,0000 50 80 mBar
60 90 mBar
70 Suhu (celcius) 100 mBar
Gambar 5 Pengaruh suhu dan tekanan terhadap konsentrasi polifenol Penurunan konsentrasi polifenol terlihat secara jelas pada kenaikan tekanan 80-100 mBar dengan kondisi suhu tetap sebesar 50oC. Hal ini diperkirakan karena tekanan yang semakin meningkat menyebabkan evaporasi pelarut berjalan tidak sempurna, sehingga rendemen yang diperoleh kemungkinan masih terdapat sejumlah pelarut. Selain itu, peningkatan tekanan pada suhu tetap sebesar 50oC juga menyebabkan waktu evaporasi pelarut semakin lama. Makin lama waktu evaporasi mengakibatkan waktu kontak antara bahan dengan suhu akan semakin lama. Hal ini diperkirakan menjadi salah satu faktor lain yang mengakibatkan terjadinya penurunan
8
konsentrasi polifenol. Kontak sampel dengan panas yang terlalu lama diperkirakan menyebabkan rusaknya beberapa senyawa yang akan dianalisis. Penurunan konsentrasi polifenol tidak terlihat pada peningkatan tekanan 80-100 mBar dengan kondisi suhu tetap sebesar 70oC. Menurut Clasius-Clapeyron, penurunan tekanan sebesar setengahnya akan menurunkan titik didih pelarut sebesar 15%. Pada suhu tetap 70oC, peningkatan tekanan 80-100 mBar tidak mempengaruhi evaporasi pelarut. Hal ini menandakan bahwa suhu penangas sebesar 70oC kemungkinan lebih tinggi daripada titik didih pelarut pada kondisi tekanan 80-100 mBar. Pada kondisi tersebut, pengaruh suhu diperkirakan lebih dominan daripada pengaruh peningkatan tekanan. Hal ini kemungkinan menyebabkan rendemen yang dihasilkan pada kondisi tersebut seragam, sehingga penurunan konsentrasi polifenol tidak terlihat secara signifikan. Penentuan polifenol dengan reagen Folin, menurut Roura (2006) dipengaruhi oleh beberapa senyawa yang turut bereaksi dengan reagen tersebut, seperti gula, amina aromatik, sulfur dioksida, asam askorbat, asam organik, dan Fe(II). Hal ini berarti, bahwa kadar polifenol yang diperoleh kemungkinan bukan hanya berasal dari senyawa polifenol saja, tetapi juga berasal dari senyawa lain yang turut bereaksi dengan reagen tersebut. Menurut Tuminah (2004), daun teh hijau memiliki kandungan senyawa kimia selain polifenol, seperti gula, beberapa asam amino, dan teanin. Berdasarkan kondisi efektif evaporasi pelarut pada tekanan dalam labu 90 mBar dan suhu penangas 70oC, diperoleh konsentrasi polifenol sebesar 25,4136 ppm (3,63% b/b). Hasil ini lebih kecil bila dibandingkan dengan Wang (2001) dan Tuminah (2004) yang berturut-turut sebesar 16% (b/b) dan 35,89% (b/b). Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan bahan teh yang digunakan, metode ekstraksi, dan metode analisis senyawa polifenol.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Peningkatan suhu penangas akan mempercepat waktu evaporasi, sedangkan peningkatan tekanan mengakibatkan waktu evaporasi semakin lama. Perubahan suhu dan tekanan juga turut mempengaruhi konsentrasi polifenol. Kondisi optimum evaporasi yang diperoleh pada saat tekanan dalam labu 90 mBar dan suhu penangas 70oC. Kadar polifenol yang diperoleh dalam 80 gram serbuk daun teh pada kondisi tersebut sebesar 25,4136 ppm atau 3,63 % (b/b).
Saran Perlu pengkajian lebih dalam mengenai penurunan kadar polifenol selama proses ekstraksi. Selain itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai perbandingan teknik ekstraksi teh hijau. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk perbandingan kandungan teh hijau dan teh putih.
DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 2007. Tea/Caffeine Content, Water Content, Pesticides, Fumigants, Ingridients and Declaration. State Laboratory of The Canton Basel City. http://www. kantonslabor-bs.ch/content.cfm?nav=17& content=23&Command=details&year=2003 &kat=all&ID=63.[21 Maret 2007] AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Virginia: AOAC Edgar TF, Himmelblau DM. 1988. Optimization of chemical processes. Chemical engineering series. New York: McGrawHill. Halvorsen IJ, Sigurd S. 2000. Distillation Theory. Norway: Norwegian University of Science and Technology Department of Chemical Engineering.
9
Lu YP, He Q, Yao K, Zen FJ, Lin LH. 2006. Optimization Conditions for the Extraction of Catechin. http://www.ceps.com.tw/ ec/ecjnlarticle.[2 Januari 2007] Makkar HPS. 1989. Protein Precipitation Methods for Quantitation of Tannins: A Review. J Agric Food Chem 37:11971202. Miller AL. 2005. Antioxidant Flavonoid: Stucture, Function and Clinical Usage. Mukhtar H, Nihal Ahmad. 2000. Tea Polyphenols: Prevention of Cancer and Optimizing Health. Am J Clin Nutr 71:1698s-1702s. Picard D. 1996. The Biochemistry of Green Tea Polyphenols and Their Potential Application in Human Skin Cancer. Alternat Med Rev 1: 31-42. Purseglove JW, Brown EG, Green GL, Robbins SRG. 1981. Spices Vol. II. New York: Longman. Roura E, Cristina AL, Ramon E, Rosa MLR. 2006. Total Polyphenol Intake Estimated by a Modified Folin-Ciocalteu Assay of Urine. J Clin Chem 52: 749-751. Sharief DA. 2006. Optimasi Proses Ekstraksi dan Pengeringan Semprot pada Teh Hijau Instan [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Shi J et al. 2003. Optimization of the extraction of polyphenols from grape seed meal by aqueous ethanol solution. J Food Agric & Environ 1:42-47. Siringo-ringo MP. 2003. Optimalisasi Ekstraksi Polifenol Teh Hijau Berdasarkan Ukuran Butir, Nisbah Bahan Baku-Pelarut, Dan Waktu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Song HB. 2001. Study on green tea extraction technology. J Chin Institute of Food Sci and Technol 1: 19-23.
Trevisanato S, Kim Y. 2000. Tea and Health. Int. Life Science Institute 58: 1-10. Tuminah S. 2004. Teh [Camellia sinensis O.Kvar.Assamica (Mast)] sebagai salah satu sumber antioksidan. J Cermin Dunia Kedokteran 144:52-54. Wang H. 2001. Determination of flavonols in green and black tea leaves and green tea infusions by high performance liquid chromatography. Food Res Int 34:223-227 Wikipedia. 2007. Tea. http://en.wikipedia.org/ wiki/Tea.html. [10 Januari 2007]. Youying T. 2005. Functional Food Ingredients from Tea and Other Plant Sources. Hangzhou: Zhejiang University.
10
LAMPIRAN
11
Lampiran 1 Jenis-jenis kelompok teh
teh hitam
teh oolong
teh hijau
Sumber: Anonim (2007)
Lampiran 2 Kandungan senyawa kimia teh hijau No.
Komponen
% (b/b) Bobot kering
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kafein (-) Epikatekin (-) Epikatekin galat (-) Epigalokatekin (-) Epigalokatekin galat Flavonol Teanin Asam glutamate Asam aspartat Arginin Asam amino lain Gula Bahan yang dapat mengendapkan alkohol Kalium
7,43 1,98 5,20 8,42 20,29 2,23 4,70 0,50 0,50 0,74 0,74 6,68 12,13 3,96
Sumber: Tuminah (2004)
teh putih
12
Lampiran 3 Diagram alir penelitian Serbuk teh hijau 80 g
Maserasi
Parameter : • Suhu 80oC • Kecepatan pengaduk 90 rpm • Waktu 20 menit
Penyaringan
Filtrat
Evaporasi pelarut (Rotavapor)
Penentuan kadar polifenol berdasarkan kondisi evaporasi optimum
Kondisi Optimal
Variasi evaporasi disajikan dalam Tabel 2. • Evaporasi dilakukan sebanyak 3 ulangan
Spektrofotometer UV-Vis
λ = 725 nm
13
Lampiran 4 Kadar air serbuk teh hijau (AOAC 1984) Ulangan
a
B
Kadar air (%)
1
2,0022
1,9248
3,86
2
2,0016
1,9283
3,66
3
2,0034
1,9262
3,85
Rerata
3,79 + 0,11
Keterangan: a : bobot sampel sebelum dikeringkan (g) b : bobot sampel setelah dikeringkan (g) Contoh perhitungan:
Kadar air = a – b x 100% a = 2,0022 – 1,9248 x 100% 2,0022 = 3,86%
Lampiran 5 Kadar abu serbuk teh hijau (AOAC 1984) Ulangan
a
B
Kadar abu (%)
1
2,0040
0,1031
5,14
2
2,0051
0,1025
5,11
3
2,0036
0,1018
5,08
Rerata
5,11 + 0,03
Keterangan: a : bobot sampel sebelum ditanur (g) b : bobot abu (g) Contoh perhitungan:
Kadar abu = b x 100% a = 0,1031 x 100% 2,0040 = 5,14%
14
Lampiran 6 Hasil evaporasi ekstrak cair daun teh Tekanan dalam labu (mBar) 80
Suhu penangas (oC) 50
60 70 90
50 60 70
100
50 60 70
Bobot ekstrak (g)
Jenis ulangan
Bobot serbuk (g)
Awal
Akhir
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80 80
200,4 200,4 200,6 200,4 200,6 200,6 200,8 200,2 200,6 200,7 200,6 200,2 199,7 200,3 200,4 200,0 200,8 200,4 199,7 200,0 200,8 200,5 200,2 200,4 200,4 201,0 200,2
11,4 11,5 11,4 11,4 11,5 11,5 11,5 11,4 11,4 11,5 11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 11,4 11,5 11,4 21,9 22,2 21,8 11,5 11,4 11,5 11,4 11,5 11,4
% Rendemen
Bobot air teruapkan (g)
14,25 14,38 14,25 14,25 14,38 14,38 14,38 14,25 14,25 14,38 14,25 14,25 14,25 14,25 14,25 14,25 14,38 14,25 27,38 27,75 27,25 14,38 14,25 14,38 14,25 14,38 14,25
189,0 188,9 189,2 189,0 189,1 189,1 189,3 188,8 189,2 189,2 189,2 188,8 188,3 188,9 189,0 188,6 189,3 189,0 177,8 177,8 179,0 189,0 188,8 188,9 189,0 189,5 188,8
Waktu (jam) 3,6483 3,6756 3,7183 1,1808 1,1906 1,1942 0,6719 0,6453 0,6725 5,7231 5,7544 5,7214 1,4061 1,3961 1,4114 0,7381 0,7439 0,7456 8,2628 8,2081 8,3547 1,5931 1,6006 1,5808 0,8792 0,8989 0,8636
Laju evaporasi air (g/detik) 0,0144 0,0143 0,0141 0,0445 0,0441 0,0440 0,0783 0,0813 0,0781 0,0092 0,0091 0,0092 0,0372 0,0376 0,0372 0,0710 0,0707 0,0704 0,0060 0,0060 0,0060 0,0330 0,0328 0,0333 0,0597 0,0586 0,0607
15
Lampiran 7 Hasil pemetaan kehomogenan laju penguapan air Probability Plot of C6 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
0,1910 0,06730 27 0,149 0,127
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
0,30
0,35
C6
Test for Equal Variances for C6 t_pompa
s_penangas Bartlett's Test
50 80
Test Statistic P-Value
60
12,47 0,132
Lev ene's Test
70
Test Statistic P-Value
50
0,84 0,582
60
90
70 50 60
100
70 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Residual Plots for C6 Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99
0,002
Residual
Percent
90 50 10 1
0,000 -0,001 -0,002
-0,002
-0,001
0,000 Residual
0,001
0,002
0,10
Histogram of the Residuals
0,002
6
0,001
4
0,20 Fitted Value
0,25
0,30
0,000 -0,001
2 0
0,15
Residuals Versus the Order of the Data
8
Residual
Frequency
0,001
-0,002 -0,002
-0,001
0,000 Residual
0,001
0,002
2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
Observation Order
16
Lampiran 8 Hasil analisis dengan metode GLM The SAS System
22:33 Sunday, March 13, 2005
14
The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
t_s
9
Values 8050 8060 8070 9050 9060 9070 10050 10060 10070
Number of Observations Read Number of Observations Used
The SAS System
26 26
22:33 Sunday, March 13, 2005
15
The GLM Procedure Dependent Variable: trans Sum of Squares Mean Square
Source
DF
Model
8
Error
17
0.00377253
Corrected Total
25
0.11030133
0.10652880
0.01331610
F Value 60.01
<.0001
0.00022191
R-Square
Coeff Var
Root MSE
trans Mean
0.965798
7.667329
0.014897
0.194289
Type I SS
Pr > F
Source
DF
Mean Square
F Value
t_s
8
0.10652880
0.01331610
60.01
Source
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
t_s
8
0.10652880
0.01331610
60.01
Pr > F <.0001 Pr > F <.0001
17
Hasil analisis dengan metode GLM (lanjutan) The SAS System
22:33 Sunday, March 13, 2005
16
The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for trans NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 17 Error Mean Square 0.000222 Harmonic Mean of Cell Sizes 2.769231 NOTE: Cell sizes are not equal. Number of Means
2
Critical Range .02671
3 .02802
4
5
.02884
6
.02941
7
.02982
8
.03013
.03036
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
t_s
A A A
0.28285
2
8070
0.26920
3
9070
C C C
0.24702
3
10070
0.23231
4
8060
D D D
0.19421
3
9060
0.18235
3
10060
E E E
0.13052
3
8050
0.10605
2
9050
0.09152
3
10050
B B B
F F F
9 .03055
18
Lampiran 9 Analisis ragam pengaruh tekanan labu dan suhu terhadap laju penguapan air Sumber keragaman Model terkoreksi Tekanan * suhu Galat Total terkoreksi
Jumlah kuadrat 0,10653 0,10653 0,00377 0,11030
Derajat bebas (dF) 8 8 17 25
Kuadrat tengah 0,01332 0,01332 0,00022 -
Fhitung 60,01 60,01 -
Probabilitas (P) 0,0001 0,0001 -
Lampiran 10 Hasil analisis laju penguapan air Tekanan dalam labu (mBar) 80 90 100
Laju penguapan air (g/det) + SD 50 oC 60oC 70oC 0,0143 + 0,0001 e 0,0442 + 0,0002 c 0,0792 + 0,0018 a 0,00916 + 0,00003 ef 0,0373 + 0,0002 d 0,0707 + 0,0003 ab 0,00598 + 0,00003 f 0,0330 + 0,0002 d 0,0597 + 0,0011 bc
Keterangan: SD: simpangan baku. Rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata berdasarkan analisis GLM (uji Duncan, α = 0,05).
Lampiran 11 Kurva larutan standar 1.2
Absorban 0 0,1459 0,3298 0,5469 0,8397 1,0784
y = 0.0054x + 0.021 R2 = 0.99
1 Absorbans
Konsentrasi standar (ppm) 0 25 50 100 150 200
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
50
100
150
Konsentrasi (ppm)
200
250
19
Lampiran 12 Kadar polifenol ekstrak daun teh Absorbans/ ulangan
Tekanan dalam labu (mBar)
Suhu penangas (oC)
A1
A2
A3
Rerata
80
50 60 70 50 60 70 50 60 70
0,1478 0,1588 0,1580 0,1464 0,1567 0,1591 0,1426 0,1546 0,1569
0,1516 0,1556 0,1592 0,1456 0,1572 0,1574 0,1436 0,1503 0,1581
0,1494 0,1582 0,1576 0,1453 0,1557 0,1582 0,1437 0,1558 0,1584
0,1496 0,1576 0,1583 0,1458 0,1565 0,1582 0,1433 0,1536 0,1578
90 100
Konsentrasi dalam kurva standar (ppm) 23,8148 25,2840 25,4198 23,1049 25,0988 25,4136 22,6481 24,5494 25,3333
Kadar polifenol dalam 80 g serbuk daun (%) 3,40 3,63 3,63 3,30 3,58 3,63 6,22 3,52 3,62
Contoh perhitungan :
ppm (mg / ml ) × Vanalisis × Fkonversi × bobot ekstrak kental ( g ) × Kadar (%) =
= =
bobot ekstrak analisis ( g ) × bobot serbuk ( g ) 23,8148 mg 1g 100 × 0,5 ml × × 11,43 g × 0,5 1000 mg 1000 ml 0,01 g × 80 g 3,40%
1g 1000 mg
20
Lampiran 13 Alat penguap putar Laborota 4003 control vario Keterangan : a) pompa vakum b) pengatur suhu, tekanan, dan kecepatan pemutar
a
b
21
22