PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN EKSTRAK DAUN TEH TERHADAP PERUBAHAN KIMIA DAN MIKROBIOLOGIS KAPSUL TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) SELAMA PENYIMPANAN
SITI ZUHRIYAH
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Penambahan Kitosan dan Ekstrak Daun Teh terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologis Kapsul Teripang Pasir (Holothuria scabra) Selama Penyimpanan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Siti Zuhriyah NIM C34110011
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK SITI ZUHRIYAH. Pengaruh Penambahan Kitosan dan Ekstrak Daun Teh terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologis Kapsul Teripang Pasir (Holothuria scabra) Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan IRIANI SETYANINGSIH. Teripang pasir (Holothuria scabra) merupakan salah satu komoditas hasil perairan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Teripang juga mudah mengalami kerusakan seperti halnya produk perikanan yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan kitosan dan ekstrak daun teh terhadap perubahan kimia dan mikrobiologis kapsul teripang selama penyimpanan. Formulasi kapsul terdiri atas dua formula yaitu (1) tepung teripang dengan penambahan kitosan dan (2) tepung teripang dengan penambahan ekstrak teh. Konsentrasi kitosan dan ekstrak daun teh yang digunakan adalah 1%, 2% dan 3%. Parameter pengujian yang digunakan antara lain derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw), total mikroba (TPC) dan bau. Hasil analisis menunjukkan bahwa jenis dan konsentrasi kitosan dan ekstrak daun teh mempengaruhi pH, aw, total mikroba dan bau kapsul teripang. Konsentrasi terpilih adalah kitosan 1% dan ekstrak daun teh 3%. Nilai pH dan bau mengalami penurunan sedangkan log TPC dan a w mengalami kenaikan selama penyimpanan. Kata kunci: kapsul, kitosan, polifenol, teh, teripang
ABSTRACT SITI ZUHRIYAH. Effect of Chitosan and Tea Extract Addition on the Chemical and Microbiological Changes of Sandfish (Holothuria scabra) Capsule During Storage. Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and IRIANI SETYANINGSIH Sandfish (Holothuria scabra) is one of the marine commodities consumed by Indonesian people. Sea cucumbers are susceptible to damage. This study aimed to determine the influence of chitosan and tea extract on the chemical and microbiological changed of sandfish capsule during storage. Capsule formulation consists of two formulas: (1) the flour of sea cucumbers with the addition of chitosan and (2) flour of sea cucumbers with the addition of tea extract. The concentrations of chitosan and tea extract used were 1%, 2% and 3%. Parameters observed were the degree of acidity (pH), water activity (a w), total microbial (TPC) and odor. The study showed that the type and concentration of chitosan and tea extract affected the pH, aw, TPC and odor of the sea cucumber capsule. The selected concentration was 1% for chitosan and 3% for tea extract. The pH value and odor of the capsule decreased while the log TPC and aw increased during storage. Keywords: capsul, chitosan, polyphenols, sea cucumber, tea
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN EKSTRAK DAUN TEH TERHADAP PERUBAHAN KIMIA DAN MIKROBIOLOGIS KAPSUL TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) SELAMA PENYIMPANAN
SITI ZUHRIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi
Nama NIM Program Studi
: Pengaruh Penambahan Kitosan dan Ekstrak Daun Teh terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologis Kapsul Teripang Pasir (Holothuria scabra) Selama Penyimpanan : Siti Zuhriyah : C34110011 : Teknologi Hasil Perairan
Disetujui oleh
Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi Pembimbing I
Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan anugerah-NYA penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Pengaruh Penambahan Kitosan dan Ekstrak Daun Teh terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologis Kapsul Teripang Pasir (Holothuria scabra) Selama Penyimpanan. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan karya ilmiah ini, terutama kepada: 1 Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi dan Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 2 Dr Dra Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan untuk penyelesaian tugas akhir. 3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4 Bambang Riyanto, SPi MSi selaku dosen pembimbing akademik sekaligus perwakilan komisi pendidikan THP atas segala bimbingan dan arahan yang diberikan. 5 Seluruh dosen dan staf Departemen Teknologi Hasil Perairan atas bimbingan dan bantuannya. 6 Beasiswa Bidik Misi atas bantuan material selama kuliah dan penelitian di THP, 7 Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB atas penyediaan bahan baku teripang pasir. 8 Orang tua (Bpk Suyanto dan Ibu Puji Astuti), Kakak, Adik dan keluarga yang tak pernah berhenti memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materil kepada penulis. 9 Keluarga H & R (Mpit, Mely, Ulfa Tri, Mia R, Arini, Fitria) atas kebersamaannya dalam suka maupun duka selama kuliah di THP dan Paguyuban mikrob (Titin, Atika, Ayumi, Onit, Susi dan Dila) atas bantuan dan semangatnya selama penelitian. 10 Teman seperjuangan THP 48, 49 dan 50 atas kebersamaannya selama kuliah di THP Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2016
Siti Zuhriyah
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... PENDAHULUAN ........................................................................................... Latar Belakang .......................................................................................... Rumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... METODE PENELITIAN ................................................................................. Waktu dan Tempat .................................................................................... Bahan dan Alat .......................................................................................... Prosedur Penelitian ................................................................................... Preparasi sampel dan proses penepungan teripang pasir ........................ Ekstraksi daun teh (Srijanto dan Purwantiningsih 2008) ........................ Formulasi dan pembuatan sediaan kapsul ............................................. Penyimpanan ........................................................................................ Analisis ..................................................................................................... Uji keseragaman bobot kapsul (Depkes RI 1995) .................................. Derajat keasaman (pH) ......................................................................... Aktivitas air (aw) ................................................................................... Pengujian Total Plate Count (BSN 2006) ............................................. Organoleptik bau (SNI 1992) ................................................................ Rancangan Percobaan dan Analisis Data ................................................... HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ Rendemen Teh .......................................................................................... Keseragaman Bobot Kapsul Teripang ....................................................... Pengaruh Penambahan Ekstrak Teh terhadap Kapsul Teripang .................. Pengaruh Penambahan Kitosan terhadap Kapsul Teripang ......................... KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ Kesimpulan ............................................................................................... Saran ......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN .................................................................................................... DAFTAR RIWAYAT HIDUP .........................................................................
x x x 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 7 7 7 8 8 13 19 19 19 20 25 44
DAFTAR GAMBAR 1 Prosedur penelitian ................................................................................... 2 Perubahan nilai pH kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak teh ........................................................................... 3 Perubahan nilai TPC kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak teh ............................................................................ 4 Perubahan nilai aw kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak teh ............................................................................ 5 Perubahan bau kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak teh ............................................................................ 6 Perubahan nilai pH kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan .................................................................................. 7 Perubahan nilai TPC kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan .................................................................................. 8 Perubahan nilai aw kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan .................................................................................. 9 Perubahan nilai bau kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan ..................................................................................
4 9 10 11 13 14 16 17 18
DAFTAR TABEL 1 Formulasi kapsul tepung teripang Holothuria scabra ................................ 2 Batas penyimpangan bobot rata-rata kapsul ..............................................
5 6
DAFTAR LAMPIRAN 1 Dokumentasi selama penelitian ................................................................. 2 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut pH kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh ..................................................................................................... 3 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut TPC kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh ..................................................................................................... 4 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut aw kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh ..................................................................................................... 5 Hasil uji Kruskal Wallis bau kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh .............................................................................................................. 6 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut pH kapsul dengan penambahan kitosan . 7 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut TPC kapsul dengan penambahan kitosan ........................................................................................................ 8 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut aw kapsul dengan penambahan kitosan .. 9 Hasil uji Kruskal Wallis bau kapsul dengan penambahan kitosan ............ 10 Sertifikat analisis kitosan ..........................................................................
27 28 30 33 34 35 38 41 42 43
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi sumberdaya laut dengan keanekaragaman hayati yang sangat besar. Salah satu komoditas perikanan yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat adalah teripang. Teripang dikonsumsi baik dalam bentuk basah maupun kering. Data produksi teripang menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010 sebesar 4.599 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2011 menjadi sebesar 5.768 ton (SIDATIK 2014). Martoyo et al. (2000) menyatakan bahwa teripang pasir merupakan salah satu dari lima spesies teripang bernilai ekonomis penting yang sudah dimanfaatkan, yaitu teripang pasir, teripang hitam, teripang getah, teripang merah dan teripang cokelat. Teripang banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai anti-angiogenik (Tian et al. 2005), antikanker (Roginsky et al. 2004), antihipertensi (Hamaguchi et al. 2010), antimikroba (Beauregard et al. 2001), antithrombotic (Pacheco et al. 2000) dan antitumor (Tong et al. 2005). Hal ini menunjukkan bahwa teripang memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan. Penyediaan teripang dalam bentuk kapsul diharapkan dapat meningkatkan daya konsumsi masyarakat terhadap teripang. Sediaan kapsul juga memiliki keunggulan yaitu menyamarkan bau amis dari bahan (teripang). Priscillia (2014) menyatakan bahwa tepung teripang memiliki kadar air 7,06%; abu 38,63%; lemak 0,96% dan protein 33,2%. Kapsul teripang yang disimpan selama 10 hari sudah tidak memenuhi persyaratan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994). Tepung teripang mudah mengalami kerusakan seperti produk hasil perikanan lainnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas kapsul teripang adalah dengan penggunaan bahan pengawet. Penggunaan bahan pengawet sudah lazim dilakukan untuk produk olahan pangan termasuk produk perikanan. Abdulmumeen et al. (2012) menyatakan bahwa bahan pengawet ditambahkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Bahan pengawet dikelompokkan menjadi bahan pengawet kimia (nitrit, asam askorbat, sulfur dioksida) dan bahan pengawet alami (kunyit, kitosan, teh hijau dan garam). Saat ini bahan pengawet kimia lebih sering digunakan dibanding pengawet alami. Hal ini disebabkan bahan pengawet kimia lebih murah dan mudah didapat dibandingkan bahan pengawet alami. Permasalahan bahan pengawet makanan merupakan masalah yang serius karena makanan yang tidak aman akan menyebabkan penyakit bahkan kematian bagi konsumennya. Penggunaan pengawet kimia di Indonesia diatur dalam PerDepKesRI.722/Per/IX/88 tahun 1988. Penggunaan bahan pengawet sintetis saat ini tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinogen agent) (Cahyadi 2008). Bahan pengawet alami sebagai alternatif pengganti bahan pengawet sintetis perlu dikembangkan. Kitosan dan teh merupakan contoh pengawet alami yang dapat digunakan untuk mengawetkan bahan pangan. Teh telah dilaporkan memiliki lebih dari 4000 campuran bioaktif, dimana sepertiganya merupakan senyawa-senyawa polifenol. Senyawa polifenol berperan sebagai antimikroba (Gramza et al. 2005). Jambang (2004) menyatakan teh
2 memiliki aktivitas bakterisidal terhadap Staphyloccocus, Yersinia enterocolitica, Escherichia coli, Pseudomonas fluorescens, dan Salmonella sp. Katekin teh hijau bersifat antimikroba karena adanya gugus pyrogallol dan gugus galloil. Hasil penelitian Zulaekah (2005) menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau 3% dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada pembuatan telur asin. Penelitian tentang ekstrak teh hijau sebagai pengawet produk perikanan masih sedikit sehingga perlu dilakukan penelitian. Kitosan merupakan produk hasil deasetilasi kitin, memiliki sifat tidak beracun, dan terdiri atas unit β-(1,4)-2-actamido-2-deoxy-D-glucose dan β-(1,4)-2amino-2-deoxy-D-glucose (No et al. 2002). Kitosan dapat berasal dari limbah industri perikanan, misalnya cangkang udang (Hargono et al. 2008), cangkang kepiting (Trisnawati et al. 2013) dan tulang rawan cumi-cumi (Agusnar 2010). Kitosan memiliki sifat antimikroba sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan makanan (Shahidi et al. 1999). Kemampuan kitosan dalam menekan pertumbuhan mikroba disebabkan karena kitosan memiliki polikation pada gugus amina yang dapat merusak membran sel (Hui et al. 2004). Kitosan dengan kosentrasi rendah efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Penelitian ini menggunakan konsentrasi kitosan 1, 2 dan 3 %, sesuai Mohan et al. (2012) yang menyatakan bahwa konsentrasi kitosan 2% mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan baik dan Suptijah (2006) menyatakan bahwa kitosan konsentrasi 3% dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada fillet ikan patin. Akan tetapi, penelitian tentang kitosan sebagai pengawet tepung teripang belum ada sehingga diperlukan penelitian tentang kemampuan kitosan dalam mengawetkan tepung teripang.
Rumusan Masalah Teripang memiliki manfaat yang sangat baik bagi tubuh. Salah satu metode untuk meningkatkan daya konsumsi masyarakat adalah dengan menyediakan teripang dalam sediaan kapsul, namun teripang juga mudah mengalami kemunduran mutu sehingga diperlukan usaha pengawetan. Penggunaan bahan pengawet sintetis seperti formalin tidak direkomendasikan oleh BPOM karena dapat mengganggu kesehatan dan menimbulkan penyakit. Oleh sebab itu diperlukan pengawet alami yang dapat mengganti bahan pengawet sintetis misalnya kitosan dan teh.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh penambahan kitosan dan ekstrak teh terhadap perubahan pH, aw, total mikroba dan bau kapsul teripang selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat di bidang perikanan, khususnya untuk memberikan informasi tentang efektivitas kitosan dan ekstrak teh dalam mempertahankan mutu teripang dalam sediaan kapsul.
3 Ruang Lingkup Penelitian Pembuatan kapsul teripang pasir (Holothuria scabra) dengan penambahan bahan pengawet kitosan dan ekstrak teh. Tahapan penelitian dimulai dengan preparasi dan penepungan teripang, ekstraksi teh, formulasi dan pembuatan kapsul serta penyimpanan selama 10 minggu. Selama penyimpanan dilakukan analisis pH, aw, bau dan total plate count.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan bulan Februari hingga Agustus 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan, Laboratorium Mikrobiologi Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan–bahan pada penelitian ini adalah teripang pasir hidup (Holothuria scabra) (dari Lampung Selatan), kitosan serbuk (DD 87,5%; CV Bio Chitosan Indonesia), daun teh segar (dari Kebun Cikabayan), akuades, kertas saring, cangkang kapsul, Plate Count Agar (PCA) dan garam fisiologi. Alat-alat yang digunakan dalam ekstraksi daun teh adalah oven (Yamato DV 40), blender, timbangan digital, kompor listrik dan spray dryer, sedangkan alat yang digunakan dalam analisis meliputi tabung reaksi, cawan, labu Erlenmeyer, inkubator (Yamato), pH meter (Thermo) dan aw meter (SHIBAURA WA-360), serta alat pengisi kapsul.
Prosedur Penelitian Penelitian meliputi beberapa tahap, yaitu 1) Preparasi dan penepungan teripang, 2) Ekstraksi daun teh dan preparasi kitosan, 3) Formulasi dan pembuatan kapsul, dan 4) Penyimpanan selama 10 minggu. Analisis yang dilakukan selama penyimpanan meliputi pH, aw, bau dan total mikroba. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
4 Daun teh segar
Pengeringan menggunakan oven 50 ᵒC selama 24 jam
Penghalusan dan pengayakan Teripang pasir
Penambahan akuades dan ekstraksi
Penyiangan dan pemotongan Penyaringan
Pengeringan menggunakan freeze dryer
Filtrat
Perhitungan rendemen
Pengeringan menggunakan spray dryer
Penggilingan
Ekstrak teh
Tepung teripang
Kapsul dengan penambahan ekstrak teh
Kitosan serbuk
Kapsul dengan penambahan kitosan
Keseragaman bobot Penyimpanan Gambar 1 Prosedur penelitian
Analisis pH, aw, bau dan TPC
5 Preparasi sampel dan proses penepungan teripang (Karnila et al. 2011) Teripang dibersihkan dari kotoran. Bagian dalam teripang dipisahkan hingga bersih. Daging teripang dipotong-potong kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer. Teripang kering selanjutnya dihancurkan menggunakan mesin penggiling sehingga dihasilkan tepung teripang yang berukuran sekitar 60 mesh. Ekstraksi daun teh (Srijanto dan Purwantiningsih 2008) Daun teh diperoleh dalam kondisi segar dari kebun Cikabayan. Teh yang telah dipetik dimasukkan dalam kantong dan dibawa ke laboratorium. Daun teh yang digunakan merupakan daun ke-3 dan 4. Tahap selanjutnya adalah pemotongan dengan ukuran 1x2 cm, kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 50 ᵒC. Daun teh kering selanjutnya dihaluskan menggunakan blender dan diayak. Serbuk daun teh yang diperoleh kemudian ditambah akuades dengan perbandingan 1:12 dan dipanaskan selama 30 menit pada suhu 80 ᵒC menggunakan kompor listrik (Lampiran 1), selanjutnya disaring dengan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dikeringkan menggunakan spray dryer selama 1 jam. Formulasi dan pembuatan sediaan kapsul Formulasi sediaan kapsul dibuat dengan pencampuran tepung teripang dengan penambahan pengawet. Campuran serbuk teripang dan pengawet sesuai formula (Tabel 1) dimasukkan ke dalam cangkang kapsul. Konsentrasi kitosan dan ekstrak daun teh adalah 1%, 2% dan 3% dari tepung teripang. Kitosan 3% dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada fillet ikan patin (Suptijah 2006) dan ekstrak daun teh 3% dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada pembuatan telur asin (Zulaekah 2005). Formulasi kapsul teripang pasir dapat dilihat pada Tabel 1. Pencampuran dilakukan dengan memasukkan bahan ke dalam wadah yang tertutup kemudian dikocok selama ±5 menit. Pembuatan kapsul dilakukan dengan menggunakan alat pengisi kapsul. Tabel 1 Formulasi kapsul tepung teripang Holothuria scabra Formula Bahan K1 K2 K3 K4 K5 Tepung teripang (g) 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 Kitosan (%) 1 2 3 Ekstrak daun teh (%) 1 2
K6 0,65 3
Keterangan : K1 : tepung teripang + kitosan 1% K4 : tepung teripang + ekstrak daun teh 1% K2 : tepung teripang + kitosan 2% K5 : tepung teripang + ekstrak daun teh 2% K3 : tepung teripang + kitosan 3% K6 : tepung teripang + ekstrak daun teh 3%
Penyimpanan Kapsul yang dihasilkan selanjutnya dianalisis dengan parameter derajat keasaman (pH), aktivitas air (a w), bau dan TPC selama penyimpanan 10 minggu. Kapsul dimasukkan ke dalam botol jar berukuran kecil dan dilakukan penyimpanan pada suhu ruang.
6 Prosedur Analisis Analisis yang dilakukan meliputi uji keseragam bobot serta analisis selama penyimpanan yang meliputi pengujian derajat keasaman (pH), aktivitas air (aw), total plate count (TPC) dan bau. Analisis selama penyimpanan dilakukan pada minggu ke-0, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Uji keseragaman bobot kapsul (Depkes RI 1995) Sebanyak 20 kapsul ditimbang sekaligus dan ditimbang lagi satu persatu isi tiap kapsul. Seluruh cangkang kosong dari 20 kapsul tersebut kemudian ditimbang. Bobot isi kapsul dan bobot rata-rata tiap isi kapsul dihitung dan dicatat. Perbedaan bobot isi tiap kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh melebihi dari yang ditetapkan pada kolom A dan untuk setiap 2 kapsul tidak lebih dari yang ditetapkan pada kolom B (Tabel 2). Tabel 2 Batas penyimpangan bobot rata-rata kapsul Perbedaan bobot isi kapsul (%) Bobot rata-rata A B 120 mg 10 20 120 mg atau lebih 7,5 15 Derajat keasaman (pH) Setiap sediaan diukur derajat keasamannya menggunakan pH meter digital. Sebelum pengukuran pH meter dikalibrasi menggunakan bufer standar pH 4 dan pH 7. Kapsul ditambah akuades sebanyak 9 mL kemudian dihomogenkan. Alat pH meter kemudian dicelupkan pada larutan kapsul teripang. Besarnya nilai pH ditunjukkan oleh angka pada monitor pH meter. Uji aktivitas air (aw) Pengukuran aktivitas air dilakukan menggunakan aw meter (SHIBAURA WA-360). Sebelum digunakan dilakukan kalibrasi alat dengan larutan garam jenuh. Sampel dimasukkan ke dalam cawan sensor kemudian penutup cawan sensor dikatupkan dan tombol start ditekan untuk memulai pengukuran. Besarnya nilai aw ditunjukkan oleh angka pada monitor aw meter. Total Plate Count (TPC) (BSN 2006) Sebanyak satu gram sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 mL larutan pengencer. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Tahap selanjutnya adalah pengenceran, tiap pengenceran dipipet secara aseptis sebanyak 1 mL untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dan ditambahkan media Plate Count Agar (PCA) steril pada cawan uji jumlah total mikroba. Cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati agar sampel menyebar secara merata. Sampel diinkubasi pada suhu 37 ᵒC selama 2 hari (48 jam) setelah agarnya mengeras. Pengujian organoleptik (bau) (BSN 1992) Pengujian organoleptik merupakan cara pengujian yang bersifat subjektif menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk daya penerimaan terhadap
7 makanan. Tujuan uji organoleptik adalah untuk mengetahui perubahan bau kapsul teripang selama penyimpanan. Kriteria yang digunakan sesuai dengan SNI 012721-1992 yaitu harum, spesifik jenis tanpa bau tambahan (9), kurang harum, tanpa bau tambahan (8), hampir netral, sedikit bau tambahan (7), netral, sedikit bau tambahan (6), bau tambahan mengganggu, tidak busuk, agak tengik (5), tengik, agak apek, bau amoniak (4), tidak enak, agak busuk, amoniak keras (3), busuk (1).
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Desain penelitian dilaksanakan dengan Rancangan Acak Lengkap. Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan terhadap pH, aw dan kondisi mikrobiologi kapsul teripang, serta pengaruh penambahan ekstrak daun teh hijau terhadap pH, aw dan kondisi mikrobiologi kapsul teripang.
Yij = µ + τij + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j µ = nilai tengah atau rataan umum pengamatan τij = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i εij = galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel 2010, kemudian dilakukan uji ANOVA dengan menggunakan program komputer SPSS 15.0 for Windows. Analisis ragam ANOVA dengan uji F menggunakan selang kepercayaan 95% ( α = 0,05). Apabila hasil perhitungan menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilakukan uji lanjut Duncan. Pengujian organoleptik dianalisis dengan uji Kruskall Wallis menggunakan software SPSS 15.0 for Windows. Jika hasil analisis data menunjukkan ada pengaruh (p<0,05) maka dilakukan uji lanjut Dunn.
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Ekstrak Teh Daun teh segar yang digunakan merupakan daun yang ke-3 dan 4 karena semakin muda daun teh maka kandungan bahan kimianya akan semakin tinggi. Daun muda (pucuk daun dan tiga daun dibawahnya) mengandung katekin 9,75% dari total polifenol sedangkan daun tua (daun ke-5 sampai 8) mengandung katekin 5,25% dari total polifenol (Osman et al. 2004). Rendemen ekstrak daun teh yang diperoleh adalah 3,314% dari bobot kering. Bobot ekstrak daun teh yang diperoleh adalah 4,64 g dari 140 g daun teh kering. Hasil ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sharief (2006) yang melakukan ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut akuades dan menghasilkan rendemen 13,92% dengan suhu 75 ᵒC selama 10 menit. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi senyawa aktif, diantaranya ukuran bahan, waktu ekstraksi, suhu, jenis dan jumlah pelarut (Sultana et al. 2009).
8 Alamsyah (2006) menyatakan bahwa senyawa katekin larut dalam air, sehingga pelarut yang digunakan dalam ekstraksi adalah akuades. Menurut Song (2001) ekstraksi polifenol dari teh hijau dan kualitas ekstrak yang diperoleh dipengaruhi oleh suhu. Ekstraksi pada suhu 90 ᵒC selama 10 menit dapat menghasilkan rendemen ekstrak polifenol lebih banyak dibandingkan dengan suhu lebih rendah. Ekstraksi dengan suhu 80 ᵒC menghasilkan ekstrak yang baik karena beberapa senyawa yang tidak diinginkan ikut terekstrak pada suhu 90 ᵒC atau lebih. Polifenol memiliki gugus hidroksil yang polar sehingga akan terekstraksi sempurna dengan air, tetapi air dapat melarutkan protein dan polisakarida yang tidak diinginkan terutama pada suhu dan tekanan tinggi.
Keseragaman Bobot Kapsul Teripang Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri atas obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Depkes RI 1995). Keseragaman bobot kapsul diketahui dengan menguji 20 kapsul dan tidak lebih dari 2 kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 7,5% serta tidak satu kapsul pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rataratanya lebih besar dari 15%. Keseragaman isi pada kapsul telah memenuhi syarat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1994). Bobot rata-rata isi kapsul pada penelitian ini adalah 0,5774 g. Bobot kapsul yang digunakan lebih kecil dibandingkan volume kapsul (0,650 g). Hal ini disebabkan karena ukuran tepung teripang sedikit kasar sehingga membentuk rongga dalam kapsul.
Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Teh terhadap Kapsul Teripang Selama Penyimpanan Derajat keasaman (pH) Pengukuran pH bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar keasaman produk selama penyimpanan. Perubahan nilai pH kapsul teripang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 2a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-0, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 (Lampiran 2b, 2c, 2d, 2e, 2f, 2g, 2h dan 2i). Konsentrasi ekstrak daun teh terbaik adalah 3% karena menghasilkan nilai pH yang terkecil yaitu 6,33±0,02. Nurhayati (1996) menyatakan bahwa semakin rendah nilai pH maka produk akan semakin awet. Nilai pH kapsul cenderung mengalami peningkatan selama penyimpanan sampai minggu ke-6 kemudian mengalami penurunan dari minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Peningkatan pH selama penyimpanan diduga disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana. Arizona et al. (2011) menyatakan kenaikan pH disebabkan oleh aktivitas bakteri yang mendeaminasi asam amino sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang
9 bersifat basa. Chamidah (2000) menyatakan bahwa selama penyimpanan terjadi penguraian protein menjadi senyawa basa antara lain amoniak. Nilai pH bahan pangan selama penyimpanan dapat berubah karena adanya protein yang terurai oleh enzim proteolitik dan bantuan bakteri menjadi asam karboksilat, asam sulfida, amoniak dan jenis asam lainnya. Menurut Zakaria (1996) bila jumlah asam lebih banyak dari amonia maka nilai pH menjadi rendah dan sebaliknya. 6,80 6,70 b
Nilai pH
6,60 6,50 6,40
b
b
a
aaa
bb
bb
b
a
a
b a
b
a a
a
a
b
b aa
aa
9
10
6,30 6,20 6,10 6,00 0
Keterangan:
Gambar 2
2
4
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Perubahan nilai pH kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak daun teh 1% ( ), ekstrak daun teh 2% ( ), ekstrak daun teh 3% ( ).
Ekstrak daun teh dapat mempengaruhi nilai pH disebabkan karena kandungan senyawa aktifnya. Gramza et al. (2005) menyatakan bahwa teh mengandung banyak bahan-bahan aktif. Teh dapat mempengaruhi nilai pH diduga karena polifenol pada teh mampu menghambat aktivitas bakteri sehingga penguraian protein oleh bakteri menjadi terhambat, akibatnya peningkatan kandungan nitrogen non protein yang dapat menyebabkan akumulasi basa juga ikut terhambat. Total Plate Count Aktivitas mikroba menjadi penyebab utama dalam pembusukan bahan pangan. Hal ini menyebabkan perhitungan jumlah total mikroorganisme menjadi standar wajib (Li et al. 2013). Perubahan total mikroba kapsul teripang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai log TPC kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 3a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai log TPC kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-0, 4, 5, 7 dan 10 (Lampiran 3b, 3c, 3d, 3e dan 3f). Konsentrasi ekstrak daun teh yang terbaik adalah 3% karena menghasilkan nilai log TPC terendah. Jumlah total mikroba mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan. Nilai log TPC pada penyimpanan minggu ke-2 sampai minggu ke-6 mengalami
10 kenaikan yang lambat sedangkan pada minggu ke-7 sampai minggu ke-10 kenaikan log TPC terjadi dengan cepat. Teh mengandung banyak bahan-bahan aktif yang dapat berfungsi sebagai antimikroba (Gramza et al. 2005). Teh dapat merusak sel mikroorganisme melalui katekin. Katekin teh hijau bersifat antimikroba karena adanya gugus pyrogallol dan gugus galloil. Hasil penelitian Rustanti (2009) menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau memiliki sifat antibakteri terhadap Micrococcus luteus dan Pseudomonas fluorescens, sedangkan menurut Kristanti et al. (2014) teh dapat menghambat pertumbuhan S. aureus, Listeria monocytogenes, Salmonella typhimurium dan E. coli. Aktivitas antimikroba teh hijau dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya pH, mikroorganisme, komposisi dan suhu (Ahn et al. 2007). 8,00
cba
Nilai log TPC (cfu/g)
7,00
aaa bab
6,00 5,00 4,00
aaa
aaa
abb
2
4
b
ab
aaa
bab
3,00 2,00 1,00 0,00 0
Keterangan:
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
9
10
huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 3 Perubahan nilai TPC kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak daun teh 1% ( ), ekstrak daun teh 2% ( ), ekstrak daun teh 3% ( ). Senyawa katekin termasuk senyawa polifenol. Katekin dapat menghambat bakteri dengan cara merusak membran sel bakteri yang tersusun oleh 60 % protein dan 40 % lipid yang umumnya berupa fosfolipid. Senyawa katekin merusak membran sel yang menyebabkan bocornya metabolit penting sehingga dapat menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan pada membran sel dapat mencegah masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi, akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian (Volk and Wheller 1993). Senyawa katekin dalam teh juga bermanfaat sebagai anti kapang (Alamsyah 2006). Epigallocatechin Gallate (EGCG) sebagai agen antikapang dapat menghambat pertumbuhan hifa, mengganggu aktivitas proteasomal kapang dan metabolisme sel serta gangguan struktural (Evensen dan Braun 2009). Selain itu, EGCG juga merusak membran sel (Ning 2015). EGCG merupakan katekin utama yang terkandung dalam teh dan merupakan bentuk paling aktif diantara semua jenis katekin (Beecher et al. 1999).
11 Batas aman persyaratan obat tradisional dalam sediaan tablet dan kapsul adalah memiliki angka lempeng total bakteri tidak lebih dari 104 cfu/mL sedangkan kapang dan khamir tidak lebih dari 103 cfu/mL (Menkes RI 1994). Kapsul teripang pada awal penyimpanan memenuhi persyaratan batas aman cemaran mikroba, sedangkan pada penyimpanan minggu ke-2 sampai ke-10 belum memenuhi persyaratan batas aman cemaran mikroba. Hal tersebut diduga karena teh hanya bersifat menghambat petumbuhan mikroba sehingga ada kemungkinan mikroba akan tumbuh kembali. Jumlah mikroba yang tinggi pada penyimpanan minggu ke-2 juga disebabkan karena tingginya mikroba pada awal penyimpanan yaitu sebesar 3,36±0,14-3,46±0,10 cfu/g dan kemungkinan juga adanya kontaminasi dari lingkungan. Aktivitas air (aw) Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan daya awet produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air serta pertumbuhan bakteri dan kapang. Perubahan nilai aw kapsul teripang selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4. 0,660
aa
0,650
Nilai aw
aa
a
a
aa
aa
b
b
a a
a
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
9
a
b
0,640 0,630
b
b
b aa
b
a
a
a
a
0,620 0,610 0,600 0,590 0
2
4
10
Keterangan: huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 4 Perubahan nilai a w kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak daun teh 1% ( ), ekstrak daun teh 2% ( ), ekstrak daun teh 3% ( ). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a w kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 4a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak daun teh memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a w kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-2, 4, 8, 9 dan 10 (Lampiran 4b, 4c, 4d, 4e dan 4f). Nilai aw pada awal penyimpanan mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan sama sehingga memiliki nilai aw yang sama. Aw yang rendah baik untuk produk pangan, karena aw menunjukkan ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas mikroba (Dekker 1987). Nilai aw yang rendah akan menghambat aktivitas mikroba karena
12 semakin sedikit ketersediaan air dalam produk maka aktivitas mikroba dalam produk juga akan semakin sedikit. Konsentrasi ekstrak daun teh terbaik yang menghasilkan nilai aw yang terendah adalah 2%. Nilai aw kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh cenderung mengalami kenaikan selama proses penyimpanan. Hasil penelitian Priscillia (2014) juga menunjukkan terjadinya peningkatan a w kapsul setelah penyimpanan satu bulan. Aktivitas air yang meningkat selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas mikroba yang meningkatkan jumlah air bebas. Mikroba dapat meningkatkan nilai aw dengan melepaskan air hasil metabolismenya sehingga diperoleh air bebas (Frazier dan Westhoff 1978). Perubahan nilai aw yang semakin meningkat sebanding dengan jumlah total mikroba yang juga mengalami peningkatan selama proses penyimpanan. Nilai aw juga dapat dipengaruhi oleh sifat antimikroba bahan pengawet yang dapat menarik cairan bakteri (Leuba et al. 1986). Teh dapat mempengaruhi nilai aw berhubungan dengan kandungan katekin yang memiliki sifat antimikroba. Katekin dapat merusak membran sel mikroba yang menyebabkan bocornya membran sel dan menginaktifkan sistem enzim (Volk dan Wheller 1993). Bocornya membran sel dapat menyebabkan keluarnya cairan dari dalam sel sehingga akan meningkatkan nilai aw. Bau Bau merupakan salah satu indikator perubahan biokimia suatu bahan sekaligus indikator pembusukan yang dapat mempengaruhi penerimaan dan penolakan produk pangan (Mead 1984). Perubahan bau suatu bahan selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Kriteria yang digunakan dalam uji mutu kapsul teripang SNI 01–2721–1992 pada parameter aroma yaitu harum, spesifik jenis tanpa bau tambahan (9), kurang harum, tanpa bau tambahan (8), hampir netral, sedikit bau tambahan (7), netral, sedikit bau tambahan (6), bau tambahan menganggu, tidak busuk, agak tengik (5), tengik, agak apek, bau amoniak (4), tidak enak, agak busuk, amoniak keras (3), busuk (1). Perubahan bau kapsul selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5. Lama penyimpanan berpengaruh terhadap bau kapsul teripang, semakin lama penyimpanan maka bau kapsul semakin menurun. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun teh tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap bau kapsul teripang (p>0,05) (Lampiran 5). Konsentrasi ekstrak daun teh yang terbaik dalam mencegah penurunan bau adalah 1% karena ketiga konsentrasi tidak berbeda nyata. Perubahan bau selama penyimpanan disebabkan oleh tingginya jumlah mikroba pada produk yang menyebabkan terurainya protein menjadi senyawa-senyawa volatil yang menghasilkan bau busuk karena produksi sulfur, hidrogen sulfida (H2S), amoniak (NH3), metal merkaptan, dimetil sulfida, dan dimetil disulfida. Tingginya jumlah bakteri juga mengakibatkan degradasi lemak membentuk bau yang tengik atau busuk (Baèza 2004). Nilai bau berbanding terbalik dengan hasil perhitungan total mikroba. Perubahan bau yang semakin menurun sesuai dengan hasil perhitungan total mikroba karena perubahan bau disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam menghasilkan senyawa volatil yang berbau busuk.
13 8,00 aaa
aaa
aa
7,00 a
aaa
6,00
Nilai Bau
aaa
aaa
5,00 aaa
aa
4,00 a
aaa
3,00 2,00 1,00 0,00 0
2
4
5
6
7
8
9
10
Lama Penyimpanan (minggu) Keterangan:
huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 5 Perubahan nilai bau kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan ekstrak daun teh 1% ( ), ekstrak daun teh 2% ( ), ekstrak daun teh 3% ( ). Ekstrak daun teh dapat mempengaruhi bau kapsul berhubungan dengan sifat teh sebagai antimikroba yang dapat menghambat aktivitas mikroba. Katekin pada teh dapat menghambat mikroba dengan merusak membran sel. Kerusakan membran sitoplasma akan menghambat masuknya bahan makanan atau nutrisi yang diperlukan bakteri untuk menghasilkan energi akibatnya bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian (Volk dan Wheller 1993). Terhambatnya aktivitas mikroba akan berpengaruh terhadap penguraian protein menjadi senyawa yang sederhana yang dapat menyebabkan bau.
Pengaruh Penambahan Kitosan terhadap Kapsul Teripang Selama Penyimpanan Kitosan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari proses deasetilasi kitin cangkang udang. Indrastri et al. (2012) menyatakan bahwa bentuk partikel kitosan dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan. Kitosan yang digunakan berbentuk serbuk-serbuk kecil. Perbedaan bentuk kitosan akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan semakin besar. Salah satu parameter mutu kitosan yang cukup penting adalah derajat deasetilasi. Kitosan yang digunakan memiliki derajat deasetilasi sebesar 87,5% (Lampiran 10). Semakin tinggi derajat deasetilasinya, maka kitosan sudah murni dari pengotornya yaitu protein, mineral dan pigmen serta gugus asetil. Nilai DD menggambarkan penghilangan gugus asetil (COCH3) yang terdapat pada kitin (Suptijah 2006). Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Proses demineralisasi semakin efektif jika nilai kadar abu kitosan semakin kecil. Kadar abu pada kitosan merupakan parameter penting yang dapat memengaruhi kelarutan, mengakibatkan viskositas rendah dan dapat memengaruhi
14 karakteristik produk akhir (No dan Meyers 1995). Kadar abu kitosan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,4%. Standar kadar abu dalam kitosan adalah ≤5% (BSN 2013) maka kadar abu kitosan yang digunakan sudah memenuhi standar mutu. Derajat keasaman (pH) Pengujian derajat keasaman (pH) bertujuan untuk mengetahui perubahan kadar keasaman produk selama penyimpanan. Perubahan nilai pH kapsul teripang dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 6a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-0, 4, 6, 7, 8, 9 dan 10 (Lampiran 6b, 6c, 6d, 6e, 6f, 6g dan 6h). Konsentrasi kitosan terbaik adalah 1% karena menghasilkan nilai pH yang terkecil yaitu 6,31±0,01. Nurhayati (1996) menyatakan bahwa semakin rendah nilai pH maka produk akan semakin awet. 6,90 b
6,80 a
6,70 Nilai pH
6,60 6,50
a
aaa
a a
a aa
c
b b
a
bb
a b
b
b
a
a
6,40
b
aa
a
6,30 6,20 6,10 6,00 0
2
Keterangan:
Gambar 6
4
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
9
10
huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Perubahan nilai pH kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan 1% ( ), kitosan 2% ( ), kitosan 3% ( ).
Nilai pH kapsul mengalami peningkatan selama proses penyimpanan sampai minggu ke-6 kemudian mengalami penurunan dari minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Kapsul teripang pada awal penyimpanan memiliki pH yang berkisar pada nilai 6,36±0,02-6,51±0,02. Selama penyimpanan minggu ke-2 sampai minggu ke-6 nilai pH mengalami kenaikan menjadi 6,70±0,01-6,77±0,01 kemudian mengalami penurunan pada minggu ke-7 sampai ke-10 yang berkisar pada nilai 6,31±0,01-6,45±0,01. Hasil penelitian Priscillia (2014) menunjukkan bahwa pH kapsul teripang yang disimpan selama satu bulan pada suhu 30 ᵒC dan 50 ᵒC mengalami peningkatan yaitu pada kisaran pH 6,47-6,97. Peningkatan pH selama penyimpanan diduga disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menguraikan protein menjadi senyawa yang lebih sederhana. Arizona et al. (2011) menyatakan kenaikan pH disebabkan oleh aktivitas bakteri
15 yang mendeaminasi asam amino sehingga menghasilkan senyawa-senyawa yang bersifat basa. Nilai pH bahan pangan selama penyimpanan dapat berubah karena adanya protein yang terurai oleh enzim proteolitik dan bantuan bakteri menjadi asam karboksilat, asam sulfida, amoniak dan jenis asam lainnya. Perubahan pH juga disebabkan karena proses pembusukan dimana kandungan protein asam amino diubah menjadi senyawa amonia. Kitosan dapat mempengaruhi pH dikarenakan kitosan memiliki muatan positif yang sangat reaktif untuk mengikat ion hidroksil (OH -). Proses pengikatan ini akan menyebabkan jumlah OH - terdisosiasi menjadi lebih sedikit karena terikat oleh muatan positif kitosan sehingga menjadi tidak terdisosiasi (Fessenden dan Fessenden 1986). Beberapa peneliti menunjukkan bahwa kitosan memiliki sifat antimikroba dengan target mikroorganisme yang luas (Ojagh et al. 2010). Sifat antimikroba kitosan dapat mempengaruhi aktivitas mikroba dalam menguraikan protein sehingga peningkatan kandungan nitrogen non protein yang menyebabkan akumulasi basa juga ikut terhambat. Total Plate Count Jumlah total mikroorganisme merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan mutu produk pangan. Pengujian mikrobiologi dapat digunakan untuk menduga daya tahan makanan dan sebagai indikator sanitasi dan keamanan pangan. Perubahan nilai total mikroba kapsul teripang dengan penambahan kitosan dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai log TPC kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 7a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai log TPC kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-0, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 (Lampiran 7b, 7c, 7d, 7e, 7f, 7g dan 7h). Konsentrasi kitosan terbaik yang menghasilkan nilai log TPC terkecil adalah konsentrasi 3%. Jumlah total mikroba mengalami peningkatan selama penyimpanan. Jumlah total mikroba kapsul teripang pada awal penyimpanan berkisar antara 3,26±0,21-3,45±0,14 cfu/g dan mengalami peningkatan pada penyimpanan sampai minggu ke-10 menjadi 7,23±0,07-7,58±0,07 cfu/g. Kitosan dapat mempengaruhi jumlah mikroba karena kitosan memiliki sifat antimikroba (Leuba et al. 1986). Mekanisme antimikroba dari kitosan belum diketahui secara tepat (Dutta et al. 2009) tetapi melalui pengamatan TEM (Transmission Electron Microphotograph), diketahui bahwa adanya interaksi antara kitosan dengan membran sel, yaitu kitosan merupakan polikation yang dapat berikatan dengan muatan negatif dari membran sel bakteri melalui interaksi elektrostatik, sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-bahan intraseluler yakni enzim, protein, materi genetik, dan lain-lain (Goy et al. 2009). Aktivitas antibakteri kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi, konsentrasi kitosan dan pH medium (Liu et al. 2001). Tsai et al. (2002) menyatakan bahwa kitosan memiliki sifat antibakteri terhadap Bacillus cereus, Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Pseudomonas aeruginosa, Shygella dysenteriae, Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus. Kitosan juga memiliki aktivitas sebagai antikapang. Muatan negatif pada kitosan dapat mengganggu permukaan sel kapang dan mengubah permeabilitas
16 membran plasma sehingga dapat menghambat pertumbuhan beberapa kapang fitopatogenik. Selain itu, kitosan juga dapat menghambat perkecambahan spora kapang (Mohamed et al. 2013). Aktivitas antikapang kitosan tergantung pada jenis kapang, berat molekul, konsentrasi, nilai pH dan sebagainya (Qin et al. 2013). Jia et al. (2016) menyatakan bahwa kitosan 2 mg/mL dapat menghambat perkecambahan spora sebesar 71%. Hasil penelitian Pratama (2013) menunjukkan bahwa kitosan dapat menghambat pertumbuhan kapang pada tepung kentang. 9,00 cb a
Nilai log TPC (cfu/g)
8,00 aba
7,00 aab
6,00 5,00 4,00
aab
aaa
aaa
2
4
bab
bab
bba
3,00 2,00 1,00 0,00 0
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
9
10
Keterangan: huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 7
Perubahan nilai TPC kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan 1% ( ), kitosan 2% ( ), kitosan 3% ( ).
Batas aman persyaratan obat tradisional dalam sediaan tablet dan kapsul adalah memiliki angka lempeng total bakteri tidak lebih dari 104 cfu/mL sedangkan kapang dan khamir tidak lebih dari 103 cfu/mL (Menkes RI 1994). Kapsul teripang pada awal penyimpanan memenuhi persyaratan batas aman cemaran mikroba, sedangkan pada penyimpanan minggu ke-2 sampai ke-10 belum memenuhi persyaratan batas aman cemaran mikroba. Hal tersebut diduga karena kitosan hanya menghambat pertumbuhan mikroba, sehingga ada kemungkinan mikroba akan tumbuh kembali. Jumlah total mikroba yang tinggi pada penyimpanan minggu ke2 juga disebabkan karena tingginya mikroba pada awal penyimpanan dan adanya kontaminasi dari lingkungan. Bentuk kitosan yang berupa serbuk padatan juga mempengaruhi aktivitas antimikroba dari kitosan. Kim et al. (2000) menyatakan bahwa ketika kitosan dilarutkan dalam ke dalam asam makan gugus amina akan terprotonasi menjadi NH3+ dan bermuatan positif. Kitosan dalam bentuk terprotonasi menunjukkan kerapatan muatan yang tinggi dan bersifat sebagai polielektrolit kationik dan sangat efektif berinteraksi dengan biomolekul bermuatan negatif molekul permukaan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba kitosan lebih kuat dalam bentuk cair. Arpah (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba pada produk pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik pertumbuhan mikroba antara lain pH, aw, kandungan nutrisi, struktur biologis, dan
17 kandungan mikroba, sedangkan untuk faktor ekstrinsik antara lain temperatur penyimpanan, kelembaban relatif, serta jenis dan jumlah gas pada lingkungan Aktivitas air (aw) Kadar air dalam bahan pangan berkaitan erat dengan daya awet produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air serta pertumbuhan bakteri dan kapang. Dekker (1987) menyatakan bahwa aktivitas air menunjukkan ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas bakteri. Umumnya mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik pada a w minimum yaitu untuk bakteri 0,91, khamir 0,87-0,91, dan kapang 0,80-0,87 (Buckle et al. 1987). Perubahan nilai aw kapsul teripang selama penyimpanan dapat dilihat Gambar 8. 0,67 b
0,66
Nilai aw
0,65
a
a
a
aa
a
aa a
aaa a
bb
a
a
b
b
a
0,64 0,63
aaa
a
b
a
0,62 0,61
0,60 0,59 0
2
4
5 6 7 8 Lama Penyimpanan (minggu)
9
10
Keterangan: huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 8
Perubahan nilai a w kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan 1% ( ), kitosan 2% ( ), kitosan 3% ( ).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a w kapsul teripang (p<0,05) (Lampiran 8a). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a w kapsul teripang pada penyimpanan minggu ke-2, 8, 9 dan 10 (Lampiran 8b, 8c, 8d dan 8e). Nilai aw pada awal penyimpanan mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini disebabkan karena sampel yang digunakan sama sehingga memiliki nilai aktivitas yang sama. Nilai aw yang rendah merupakan aw baik untuk produk pangan, karena aw menunjukkan ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas mikroba (Dekker 1987). Nilai aw yang rendah akan menghambat aktivitas mikroba karena semakin sedikit ketersediaan air dalam produk maka aktivitas mikroba dalam produk juga akan semakin sedikit. Konsentrasi kitosan terbaik yang menghasilkan nilai aw yang terendah adalah 1%. Nilai aw kapsul dengan penambahan kitosan mengalami kenaikan selama proses penyimpanan. Nilai aw kapsul teripang pada awal penyimpanan berkisar antara 0,625±0,004-0,627±0,003 dan mengalami peningkatan selama penyimpanan menjadi 0,641±0,002-0,649±0,002 pada minggu ke-10. Hasil penelitian
18 Priscillia (2014) juga menunjukkan terjadinya peningkatan a w kapsul setelah penyimpanan satu bulan. Kitosan memiliki gugus polar (H+) yang mampu mengikat air sehingga menyebabkan kenaikan a w (Sitindaon 2007). No et al (1996) juga menyatakan bahwa kitosan memiliki kemampuan untuk mengikat air dan lemak. Aktivitas air yang semakin meningkat selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas mikroba yang meningkatkan jumlah air bebas. Mikroba dapat meningkatkan nilai aw dengan melepaskan air hasil metabolismenya sehingga diperoleh air bebas (Frazier dan Westhoff 1978). Nilai aw yang semakin meningkat sebanding dengan hasil perhitungan total mikroba yang semakin meningkat. Nilai aw juga dipengaruhi oleh sifat antimikroba bahan pengawet yang dapat menarik cairan bakteri (Leuba et al. 1986). Bau Bau merupakan salah satu indikator perubahan biokimia suatu bahan. Bau merupakan salah satu indikator pembusukan yang dapat mempengaruhi penerimaan dan penolakan produk pangan (Mead 1984). Perubahan bau suatu bahan selama penyimpanan disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Perubahan bau kapsul selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 9. 8,00 aaa
aaa
aa
7,00 a
aaa
6,00
Nilai Bau
aaa
aaa
5,00 aaa
aa
4,00 a
aaa
3,00 2,00 1,00 0,00 0
2
4
5
6
7
8
9
10
Lama Penyimpanan (minggu) Keterangan: huruf yang berbeda pada lama penyimpanan yang sama menunjukkan nilai yang berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 9 Perubahan bau kapsul teripang selama penyimpanan dengan penambahan kitosan 1% ( ), kitosan 2% ( ), kitosan 3% ( ). Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan kitosan tidak berpengaruh terhadap bau kapsul teripang (p>0,05) (Lampiran 9). Konsentrasi kitosan terbaik dalam mempertahankan bau kapsul teripang adalah 1% karena ketiga konsentrasi yang digunakan tidak berbeda nyata. Bau semakin menurun seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan. Nilai bau pada awal penyimpanan berada pada skor 7 dan mengalami penurunan selama penyimpanan hingga angka 3. Nilai bau berbanding terbalik dengan hasil perhitungan total mikroba. Perubahan bau yang semakin menurun sesuai dengan hasil perhitungan total mikroba karena perubahan bau disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme
19 dalam menghasilkan senyawa volatil yang berbau busuk, contohnya sulfur, hidrogen sulfida dan amoniak (Baeza 2004). Kitosan dapat mempengaruhi bau kapsul berhubungan dengan sifat kitosan sebagai antimikroba yang dapat menghambat aktivitas mikroba. Kitosan dapat menghambat aktivitas mikroba karena mempunyai polikation positif pada gugus amina yang dapat berikatan dengan muatan negatif pada dinding sel mikroba (Hui et al. 2004) sehingga mempengaruhi permeabilitas membran sel dan mengakibatkan terjadinya kebocoran bahan-bahan intraseluler yakni enzim, protein, materi genetik, dan lainlain (Goy et al. 2009). Hal ini menyebabkan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan dan bahkan kematian (Volk dan Wheller 1993). Aktivitas mikroba yang terhambatnya akan berpengaruh terhadap penguraian protein menjadi senyawa yang sederhana yang dapat menyebabkan bau. Perubahan bau selama penyimpanan disebabkan oleh tingginya jumlah mikroba pada produk yang menyebabkan terurainya protein menjadi senyawasenyawa volatil yang menghasilkan bau busuk karena produksi sulfur, hidrogen sulfida (H2S), amoniak (NH3), metal merkaptan, dimetil sulfida, dan dimetil disulfida. Tingginya jumlah bakteri juga mengakibatkan degradasi lemak yang dapat merusak mutu produk. Terjadinya degradasi lemak akibat pertumbuhan mikroba dapat membentuk bau yang tengik atau busuk (Baèza 2004). Winarno (1997) juga menyatakan molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Fardiaz (1992) mengemukakan bakteri yang tumbuh pada bahan pangan, dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar yaitu perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan endapan atau kekeruhan pada minuman, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Selama proses penyimpanan terjadi perubahan pH, aw, TPC dan bau. Penambahan kitosan dan ekstrak teh hijau mempengaruhi nilai pH, aw, TPC dan bau. Konsentrasi bahan pengawet yang terpilih yaitu kitosan 1% dan ekstrak teh hijau 3%. Nilai pH mengalami penurunan dari 6,39±0,01-6,50±0,02 menjadi 6,33±0,01-6,34±0,02 (kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh), sedangkan kapsul dengan penambahan kitosan mengalami penurunan dari 6,36±0,026,51±0,02 menjadi 6,31±0,01-6,45±0,01. Bau kapsul juga mengalami penurunan selama penyimpanan dari 7 menjadi 3. Nilai aw mengalami peningkatan dari 0,621±0,001-0,625±0,002 menjadi 0,646±0,001-0,653±0,001 untuk kapsul dengan dengan penambahan ekstrak daun teh), dan 0,623±0,003-0,625±0,001 menjadi 0,641±0,001-0,649±0,001 untuk kapsul dengan penambahan kitosan. Jumlah total mikroba juga mengalami peningkatan dari 3,36±0,14-3,46±0,10 cfu/g menjadi 7,26±0,03-7,44±0,10 cfu/g untuk kapsul dengan penambahan ekstrak daun teh dan
20 3,26±0,21-3,45±0,14 cfu/g menjadi 7,23±0,07-7,58±0,07 cfu/g untuk kapsul dengan penambahan kitosan. Saran Perbaikan metode ekstraksi teh, misalnya pencucian daun teh untuk menghilangkan hama yang menempel pada permukaan daun, ekstraksi tanpa dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Pengisian kapsul secara saniter yang meliputi tempat dan kondisi lingkungan. Pengawetan dengan perlakuan kombinasi kitosan dan ekstrak teh juga perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Abdulmumeen HA, Risikat AN, Sururah AR. 2012. Food: its preservatives, additives and applications. International Journal of Chemical and Biochemical Sciences 1: 36-47. Agusnar H. 2010. Penggunaan kitosan dari tulang rawan cumi-cumi (Loligo pealli) untuk menurunkan kadar ion logam. Jurnal Sains Kimia 11(1):15-20. Ahn J, Grun IU, Mustapha A. 2007. Effects of plant extracts on microbial growth, color change, and lipid oxidation in cooked beef. Food Microbiology 24:7–14. Alamsyah NA. 2006. Taklukkan Penyakit dengan Teh Hijau. Jakarta (ID): Agrimedia Pustaka Arizona R, Suryanto E, Erwanto Y. 2011. Pengaruh konsentrasi asap cair tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan fisik daging. Buletin Peternakan. 35:50-56. Arpah M. 2001. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Baèza E. 2004. Measuring quality parameters. Dalam Poultry Meat Processing and Quality. Mead GC (Ed). Cambridge, England (UK): Woodhead Publishing Limited. Beauregard KA, Truong NT, Zhang H, Lin W, Beck G. 2001. The detection and isolation of a novel antimicrobial peptide from the echinoderm, Cucumaria frondosa. Advances in Experimental Medicine and Biology 484: 55–62. Beecher GR, Warden AB, Merken HM. 1999. Analysis of tea polyphenols. Proceeding of the Society for Experimental Biology and Medicine 220: 267270. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. Cara Uji Mikrobiologi-Bagian 3: Penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan: SNI 012332.3-2006. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2013. Kitosan-Syarat Mutu dan Pengolahan: SNI 7949:2013. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
21 Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Cahyadi W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Chamidah A, Tjahyono A, Rosidi D. 2000. Penggunaan metode pengasapan cair dalam pengembangan ikan bandeng asap tradisional. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik 12(1): 32-39. Dekker M. 1987. Water Activity: Theory and Applications to Food. New York (US): CRC Press. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dutta PK, Shipra T, Mehrotra, Joydeep D. 2009. Perspectives for chitosan based antimicrobial films in food applications. Journal of Food Chemistry 114:1173-1182. Evensen NA, Braun PC. 2009. The effects of tea polyphenols on Candida albicans: inhibition of biofilm formation and proteasome inactivation. Canadian Journal of Microbiology 55(9): 1033–1039. Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Fessenden RJ dan Fessenden SJ. 1986. Kimia organik. Terjemahan. Jakarta (ID): Erlangga. Frazier WC, DC Westhoff. 1978. Food Microbiology. 4th edition. New York (US): McGraw Hill Book. Goy RC, Douglas B, Odilio BGA. 2009. A review of the antimicrobial activity of chitosan. Journal of Polymer 19:1-7. Gramza-Michalowska A, Hes M, Korczak J. 2005. Tea extracts antioxidative potential in emulsified lipid systems. Acta Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria 7 (3):29–34. Hamaguchi P, Geirsdottir M, Vrac A, Kristinsson HG, Sveinsdottir H, Fridjonsson OH, Hreggvidsson GO. 2010. In vitro antioxidant and antihypertensive properties of Icelandic sea cucumber (Cucumaria frondosa). Presented at IFT 10 Annual Meeting & Food Expo, Chicago, IL, USA, 17–20 July 2010; presentation no. 282-04. Hargono, Abdullah, Indro S. 2008. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang udang serta aplikasinya dalam mereduksi kolesterol lemak kambing. Reaktor 12(1):53-57. Hui L, Yumin D, Xiaohui W, Liping S. 2004. Chitosan kills bacteria through cell membrane damage. International Journal of Food Microbiology. 95:147– 155. Indrasti NS, Suprihatin, Wahyu KS. 2012. Kombinasi kitosan-ekstrak pala sebagai bahan antibakteri dan pengawet alami pada filet kakap merah (Lutjanus sp.). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22 (2):122-130
22 Jambang N. 2004. Studi aktivitas antibakteri dan antioksidan pada beberapa merk teh hitam yang beredar di pasaran Kota Malang [skripsi]. Malang (ID): Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Jia R, Duan Y, Fang Q, Wang X, Huang J. 2016. Pyridine-grafted chitosan derivative as an antifungal agent. Food Chemistry 196: 381-387. Karnila R, Astawan M, Sukarno, Wresdiyati T. 2011. Analisis kandungan nutrisi daging dan tepung teripang pasir (Holothuria scabra J.) segar. Berkala Perikanan Terubuk 39(2): 51-60. Kim SY, Cho SM, Lee YM, Kim SJ. 2000. Thermo and pH responsive behaviors of graft copolimer and blend based on chitosan and N-isopropylacrylamid. Journal of Applied Polymer Science. 78: 112-149. Kristanti RA, Hadibarata, Punbusayakul N. 2014. Beneficial effects of commercial Assam green tea infusion on the microbial growth and oxidative stability of cooked beef. International Food Research Journal 21(4): 1313-1320. Leuba JL, Stössel P. 1986. Chitosan and other polyamines: Antifungal activity and interaction with biological membranes. In: Muzzarelli R, Jeuniaux C, Gooday G (Ed). Chitin in nature and technology. New York (US): Plenum Press. 215-221. Li T, Li J, Hu W, Li X. 2013. Quality enhancement in refrigerated red drum (Sciaenops ocellatus) fillets using chitosan coatings containing natural preservatives. Food Chemistry. 138(2):821-826. Liu X, Yun L, Dong Z, Zhi L, Kang D. 2001. Antibacterial action of chitosan and carboxymethylated chitosan. Journal of Applied Polymer Science. 79(7): 1324-1335. Martoyo J, Aji N, Winanto Tj. 2000. Budidaya Teripang. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Mead GC. 1984. Processing of Poultry. London (UK): Elsevier Applied Science. [Menkes RI] Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/menkes/sk/vii/1994 tentang persyaratan obat tradisional. Jakarta (ID): Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Mohamed NA, Sabaa MW, El-Ghandour AH, Adel-Aziz MM, Abdel-Gawad OF. 2013. Quaternized N-substituted carboxymethyl chitosan derivates as antimicrobial agents. International Journal of Biological Macromolecules 60: 156-164. Mohan CO, Ravishankar CN, Lalitha KV. 2012. Effect of chitosan edible coating on the quality of double filleted Indian oil sardine (Sardinella longiceps) during chilled storage. Food Hydrocolloids 26: 167-174. Ning Y, Ling J, Wu CD. 2015. Synergistic effects of tea catechin epigallocatechin gallate and antimycotics against oral Candida species. Archives of Oral Biology 60: 1565-1570.
23 No HK, Meyers SP. 1995. Preparation and Characterization of Chitinand chitosana review. Journal Aqua Food Product Tecnology 42(2):27-52. No HK, Na YK, Shin HL, Samuel PM. 2002. Antibacterial activity of chitosans and chitosan oligomers with different molecular weights. International Journal of Food Microbiology. 74:65-72.
Nurhayati T. 1996. Studi pembuatan tepung ikan pangan (fish flour) dari ikan lemuru. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2 (1):44-49. Ojagh SM, Masoud R, Seyed HR, Seyed MHH. 2010. Effect of chitosan coatings enriched with cinnamon oil on the quality of refrigerated rainbow trout. Food Chemistry. 120: 193–198. Osman HR, Nasarudin, Lee SL. 2004. Extracts of cocoa (Theobroma cacao L) leaves and their antioxidant potential. Food Chemistry 86: 41-46. Pacheco RG, Vicente CP, Zancan P, Mourão PAS. 2000. Different antithrombotic mechanisms among glycosaminoglycans revealed with a new fucosylated chondroitin sulfate from an echinoderm. Blood Coagulation and Fibrinolysis.11: 563–573. Pratama T. 2013. Pengaruh penambahan edible coat kitosan sebagai anti jamur pada tepung kentang. [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Pendidikan Indonesia. Priscillia V. 2014. Karakteristik tablet dan kapsul teripang pasir (Holothuria scabra) [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Qin Y, Liu S, Xing R, Li K, Yu H, Li P. 2013. Synthesis and antifungal evaluation of (1,2,3-triazol-4-yl)methyl nicotinate chitosan. International Journal of Biological Macromolecules 61: 58-62. Roginsky A, Singh B, Ding XZ, Collin P, Woodward C, Talamonti MS, Bell RH, Adrian TE. 2004. Frondanol(R)-A5p from the sea cucumber, Cucumaria frondosa induces cell cycle arrest and apoptosis in pancreatic cancer cells. Pancreas. 29 :335-343. Rustanti E. 2009. Uji efektivitas antibakteri dan identifikasi senyawa katekin hasil isolasi dari daun teh (Camellia sinensis L. var. Assamica) [skripsi]. Malang (ID): Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. San Miguel-Ruiz JE, García-Arrarás JE. 2007. Common cellular events occur during wound healing and organ regeneration in the sea cucumber Holothuria glaberrima. BMC Evolutionary Biology. 7: 1–19. Shahidi, Arachchi JKV, Jeon YJ. 1999. Food application of chitin and chitosans. Trends in Food Science and Technology. 10(2): 37–51. Sharief DA. 2006. Optimasi proses ekstraksi dan pengeringan semprot pada teh hijau instan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [SIDATIK] Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan. 2014. Volume produksi perikanan tangkap di laut menurut jenis ikan, 20112014. [terhubung berkala]. www.statistik.kkp.go.id [03 April 2016].
24 Sitindaon J. 2007. Sifat fisik dan organoleptik sosis frankfurters daging kerbau (Bubalus bubalis) dengan penambahan khitosan sebagai pengganti sodium trypolyphospate [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Song HB. 2001. Study on green tea extraction technology. Journal of Chinnese of Food Science and Technology 1(1): 19-23. Srijanto B, Purwantiningsih S. 2008. Optimasi ekstraksi polifenol dari teh hijau secara batch. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia 1(1): 25-33. Sultana B, Anwar F, Ashraf M. 2009. Effect of extraction solvent/technique on the antioxidant activity of selected medicinal plant extracts. Molecules 14: 2167-2180. Suptijah P. 2006. Deskriptif karakteristik dan aplikasi kitin-kitosan. Didalam Prosiding Seminar Nasional Kitin Kitosan. Bogor (ID): Departemen Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tian F, Zhang X, Tong Y, Yi Y, Zhang S, Li L, Sun P, Lin L, Ding J. 2005. PE, a new sulfated saponin from sea cucumber, exhibits anti-angiogenic and antitumor activities in vitro and in vivo. Cancer Biology and Therapi. 4: 874–882. Tong Y, Zhang X, Tian F, Yi Y, Xu Q, Li L, Tong L, Lin L, Ding J. 2005. Philinopside A, a novel marine-derived compound possessing dual antiangiogenic and anti-tumor effects. International Journal Cancer. 114: 843–853. Trisnawati E, Dewid A, Abdullah S. 2013. Pembuatan kitosan dari limbah cangkang kepiting sebagai bahan pengawet buah duku dengan variasi lama pengawetan. Jurnal Teknik Kimia 19(2):17-27. Tsai, Guo -Jane, Wan-Huey Su, Hsing-Chen Chen and Choring-Lang Pan. 2002. Antimicrobial activity of shrimp chitin and chitosan from different treatments and applications of fish preservation. Fisheries Science 68:170177. Volk WA dan MF Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, penerjemah : Markham. Jakarta (ID): PT Gelora Aksara Pratama. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Zakaria IJ. 1996. Mempelajari mutu ikan bilah (Mystacoleucus padangensis) asap tradisional serta pengaruh bumbu dan lama pengasapan terhadap perbaikan mutu [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Zhang X, Geng XD, Jiang HJ, Li JR, Huang JY. 2012. Synthesis and characteristics of chitin and chitosan with the [(2-Hydroxy-3-trimethylammonium)propyl] functionality, and evaluation of their antioxidant activity in vitro. Carbohydrate Polymer 89:486-491. Zulaekah S. 2005. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun teh pada pembuatan telur asin rebus terhadap jumlah bakteri dan daya terimanya [skripsi]. Surakarta (ID): Program Studi Gizi, Fakultas Ilmu Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
25
LAMPIRAN
26
27
Lampiran 1 Dokumentasi selama pelaksanaan penelitian
Proses pengisian kapsul
Ekstraksi daun teh
Proses penutupan kapsul
28
Lampiran 2 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut pH kapsul dengan penambahan ekstrak teh a. Hasil uji ANOVA pH kapsul dengan penambahan ekstrak teh M0
Between Groups Within Groups Total M2 Between Groups Within Groups Total M4 Between Groups Within Groups Total M5 Between Groups Within Groups Total M6 Between Groups Within Groups Total M7 Between Groups Within Groups Total M8 Between Groups Within Groups Total M9 Between Groups Within Groups Total M10 Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares df Mean Square F Sig. ,013 2 ,006 14,370 ,029 ,001 3 ,000 ,014 5 ,000 2 ,000 ,409 ,696 ,001 3 ,000 ,001 5 ,009 2 ,005 5,019 ,110 ,003 3 ,001 ,012 5 ,005 2 ,003 9,588 ,050 ,001 3 ,000 ,006 5 ,002 2 ,001 10,500 ,044 ,000 3 ,000 ,002 5 ,009 2 ,005 8,455 ,058 ,002 3 ,001 ,011 5 ,021 2 ,010 14,273 ,029 ,002 3 ,001 ,023 5 ,028 2 ,014 281,333 ,000 ,000 3 ,000 ,028 5 ,021 2 ,010 33,053 ,009 ,001 3 ,000 ,022 5
b. Hasil uji Duncan kapsul M0 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 6,3850 Ekstrak Teh 3% 2 6,4650 Ekstrak Teh 1% 2 6,4950 Sig. 1,000 ,252 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
29
c. Hasil uji Duncan kapsul M5 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,5900 Ekstrak Teh 1% 2 6,6450 Ekstrak Teh 2% 2 6,6600 Sig. 1,000 ,439 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
d. Hasil uji Duncan kapsul M6 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,6550 Ekstrak Teh 2% 2 6,6850 6,6850 Ekstrak Teh 1% 2 6,7000 Sig. ,058 ,231 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
e. Hasil uji Duncan kapsul M7 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,5600 Ekstrak Teh 1% 2 6,5750 Ekstrak Teh 2% 2 6,6500 Sig. ,568 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
f. Hasil uji Duncan kapsul M8 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,4500 Ekstrak Teh 1% 2 6,4600 Ekstrak Teh 2% 2 6,5800 Sig. ,736 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
g. Hasil uji Duncan kapsul M9 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,3350 Ekstrak Teh 2% 2 6,3450 Ekstrak Teh 1% 2 6,4850 Sig. ,252 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
30
h. Hasil uji Duncan kapsul M10 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 6,3250 Ekstrak Teh 2% 2 6,3350 Ekstrak Teh 1% 2 6,4550 Sig. ,613 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 3 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut TPC kapsul dengan penambahan ekstrak teh a. Hasil uji ANOVA TPC kapsul dengan penambahan ekstrak teh M0
Between Groups Within Groups Total M2 Between Groups Within Groups Total M4 Between Groups Within Groups Total M5 Between Groups Within Groups Total M6 Between Groups Within Groups Total M7 Between Groups Within Groups Total M8 Between Groups Within Groups Total M9 Between Groups Within Groups Total M10 Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares df Mean Square ,014 2 ,007 ,002 3 ,001 ,017 5 ,001 2 ,000 ,000 3 ,000 ,001 5 ,007 2 ,004 ,001 3 ,000 ,008 5 ,063 2 ,032 ,008 3 ,003 ,071 5 ,010 2 ,005 ,001 3 ,000 ,011 5 ,045 2 ,022 ,001 3 ,000 ,046 5 ,001 2 ,001 ,002 3 ,001 ,003 5 ,004 2 ,002 ,002 3 ,001 ,006 5 ,031 2 ,015 ,001 3 ,000 ,032 5
F Sig. 9,283 ,052
9,333 ,052
15,643 ,026
12,083 ,037
18,412 ,021
60,864 ,004
,738 ,549
2,545 ,226
43,857 ,006
31
b. Hasil uji Duncan kapsul M0 N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 3,3450 Ekstrak Teh 3% 2 3,4400 Ekstrak Teh 1% 2 3,4550 Sig. 1,000 ,626 Kode
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
c. Hasil uji Duncan kapsul M2 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 4,2250 Ekstrak Teh 3% 2 4,2350 4,2350 Ekstrak Teh 1% 2 4,2550 Sig. ,252 ,066 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
d. Hasil uji Duncan kapsul M4 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 1% 2 4,3050 Ekstrak Teh 2% 2 4,3550 Ekstrak Teh 3% 2 4,3900 Sig. 1,000 ,106 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
e. Hasil uji Duncan kapsul M5 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 4,4800 Ekstrak Teh 3% 2 4,6650 Ekstrak Teh 1% 2 4,7200 Sig. 1,000 ,361 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
f. Hasil uji Duncan kapsul M6 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 1% 2 4,5450 Ekstrak Teh 2% 2 4,5600 Ekstrak Teh 3% 2 4,6400 Sig. ,439 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
32
g. Hasil uji Duncan kapsul M7 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 5,4650 Ekstrak Teh 1% 2 5,6400 Ekstrak Teh 3% 2 5,6550 Sig. 1,000 ,491 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
h. Hasil uji Duncan kapsul M10 Kode
N Subset for alpha = .05 1 2 3 1 Ekstrak Teh 3% 2 7,2600 Ekstrak Teh 2% 2 7,3400 Ekstrak Teh 1% 2 7,4350 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
33
Lampiran 4 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut aw kapsul dengan penambahan ekstrak teh a. Hasil uji ANOVA aw kapsul dengan penambahan ekstrak teh M0
Between Groups Within Groups Total M2 Between Groups Within Groups Total M4 Between Groups Within Groups Total M5 Between Groups Within Groups Total M6 Between Groups Within Groups Total M7 Between Groups Within Groups Total M8 Between Groups Within Groups Total M9 Between Groups Within Groups Total M10 Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares df Mean Square ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 ,000 3 ,000 ,000 5
b. Hasil uji Duncan kapsul M2 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 1% 2 ,6180 Ekstrak Teh 2% 2 ,6315 Ekstrak Teh 3% 2 ,6380 Sig. 1,000 ,107 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
F Sig. 1,000 ,465
25,490 ,013
10,773 ,043
,902 ,493
,912 ,490
3,444 ,167
6,281 ,085
46,333 ,006
14,778 ,028
34
c. Hasil uji Duncan kapsul M4 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 3% 2 ,6455 Ekstrak Teh 2% 2 ,6475 Ekstrak Teh 1% 2 ,6540 Sig. ,373 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
d. Hasil uji Duncan kapsul M8 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Ekstrak Teh 1% 2 ,6365 Ekstrak Teh 2% 2 ,6380 ,6380 Ekstrak Teh 3% 2 ,6490 Sig. ,723 ,065 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
e. Hasil uji Duncan kapsul M9 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 ,6420 Ekstrak Teh 3% 2 ,6520 Ekstrak Teh 1% 2 ,6550 Sig. 1,000 ,124 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
f.
Hasil uji Duncan kapsul M10 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Ekstrak Teh 2% 2 ,6460 Ekstrak Teh 3% 2 ,6480 Ekstrak Teh 1% 2 ,6525 Sig. ,201 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 5 Hasil uji Kruskal Wallis bau kapsul dengan penambahan ekstrak teh Chi-Square df Asymp. Sig.
M0 ,000 2 1,000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Kode
M2 ,000 2 1,000
M4 5,000 2 ,082
M5 ,000 2 1,000
M6 ,000 2 1,000
M7 ,000 2 1,000
M8 ,000 2 1,000
M9 5,000 2 ,082
M10 ,000 2 1,000
35
Lampiran 6 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut pH kapsul dengan penambahan kitosan a. Hasil uji ANOVA pH kapsul dengan penambahan kitosan M0
M2
M4
M5
M6
M7
M8
M9
M10
Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares ,005 ,001 ,006 ,004 ,001 ,005 ,011 ,001 ,012 ,000 ,000 ,001 ,005 ,001 ,006 ,004 ,000 ,004 ,034 ,000 ,034 ,024 ,001 ,026 ,034 ,000 ,035
df 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5 2 3 5
Mean Square ,003 ,000
F 6,864
Sig. ,076
,002 ,000
8,357
,059
,006 ,000
24,500
,014
,000 ,000
,778
,534
,002 ,000
8,647
,057
,002 ,000
12,333
,036
,017 ,000
113,444
,001
,012 ,000
25,069
,013
,017 ,000
171,500
,001
b. Uji lanjut Duncan kapsul M0 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 3% 2 6,4350 Kitosan 1% 2 6,4800 6,4800 Kitosan 2% 2 6,5050 Sig. ,100 ,283 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
c. Uji lanjut Duncan kapsul M2 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 3% 2 6,4650 Kitosan 2% 2 6,4800 6,4800 Kitosan 1% 2 6,5250 Sig. ,399 ,060 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
36
d. Uji lanjut Duncan kapsul M4 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 3% 2 6,6600 Kitosan 1% 2 6,6650 Kitosan 2% 2 6,7550 Sig. ,765 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
e. Uji lanjut Duncan kapsul M5 N Subset for alpha = .05 Kode 1 1 Kitosan 1% 2 6,7100 Kitosan 2% 2 6,7200 Kitosan 3% 2 6,7250 Sig. ,306 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
f. Uji lanjut Duncan kapsul M6 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 2% 2 6,7000 Kitosan 3% 2 6,7350 6,7350 Kitosan 1% 2 6,7700 Sig. ,129 ,129 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
g. Uji lanjut Duncan kapsul M7 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 1% 2 6,6550 Kitosan 2% 2 6,6600 Kitosan 3% 2 6,7100 Sig. ,710 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
h. Uji lanjut Duncan kapsul M8 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 3 1 Kitosan 1% 2 6,5400 Kitosan 2% 2 6,5950 Kitosan 3% 2 6,7200 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
37
i. Uji lanjut Duncan kapsul M9 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 1% 2 6,3700 Kitosan 2% 2 6,4600 Kitosan 3% 2 6,5250 Sig. 1,000 ,060 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. j. Uji lanjut Duncan kapsul M10 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 3 1 Kitosan 1% 2 6,3050 Kitosan 2% 2 6,4450 Kitosan 3% 2 6,4800 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
38
Lampiran 7 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut TPC kapsul dengan penambahan kitosan a. Hasil uji ANOVA TPC kapsul dengan penambahan kitosan M0
Between Groups Within Groups Total M2 Between Groups Within Groups Total M4 Between Groups Within Groups Total M5 Between Groups Within Groups Total M6 Between Groups Within Groups Total M7 Between Groups Within Groups Total M8 Between Groups Within Groups Total M9 Between Groups Within Groups Total M10 Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares df Mean Square F ,011 2 ,005 13,167 ,001 3 ,000 ,012 5 ,001 2 ,001 15,500 ,000 3 ,000 ,001 5 ,015 2 ,008 77,167 ,000 3 ,000 ,016 5 ,039 2 ,020 19,393 ,003 3 ,001 ,042 5 ,019 2 ,009 14,921 ,002 3 ,001 ,021 5 ,033 2 ,016 163,500 ,000 3 ,000 ,033 5 ,048 2 ,024 12,263 ,006 3 ,002 ,054 5 ,041 2 ,020 42,241 ,001 3 ,000 ,042 5 ,130 2 ,065 1300,000 ,000 3 ,000 ,130 5
b. Uji lanjut Duncan kapsul M0 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 3% 2 3,3500 Kitosan 2% 2 3,4200 Kitosan 1% 2 3,4500 Sig. 1,000 ,231 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Sig. ,033
,026
,003
,019
,028
,001
,036
,006
,000
39
c. Uji lanjut Duncan kapsul M2 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 3% 2 4,2350 Kitosan 1% 2 4,2600 Kitosan 2% 2 4,2650 Sig. 1,000 ,450 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
d. Uji lanjut Duncan kapsul M4 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 2% 2 4,2050 Kitosan 3% 2 4,3100 Kitosan 1% 2 4,3150 Sig. 1,000 ,651 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
e. Uji lanjut Duncan kapsul M5 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 2% 2 4,5900 Kitosan 3% 2 4,7350 Kitosan 1% 2 4,7800 Sig. 1,000 ,253 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
f. Uji lanjut Duncan kapsul M6 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 1 Kitosan 2% 2 4,6350 Kitosan 3% 2 4,7250 Kitosan 1% 2 4,7700 Sig. 1,000 ,172 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
g. Uji lanjut Duncan kapsul M7 Kode N Subset for alpha = .05 1 2 3 1 Kitosan 1% 2 5,5450 Kitosan 2% 2 5,6200 Kitosan 3% 2 5,7250 Sig. 1,000 1,000 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
40
h. Uji lanjut Duncan kapsul M8 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 3% 2 6,4150 Kitosan 1% 2 6,4250 Kitosan 2% 2 6,6100 Sig. ,836 1,000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
i.
Uji lanjut Duncan kapsul M9 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 2% 2 6,3900 Kitosan 1% 2 6,3900 Kitosan 3% 2 6,5650 Sig. 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
j.
Uji lanjut Duncan kapsul M10 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 3 1 Kitosan 3% 2 7,2250 Kitosan 2% 2 7,4750 Kitosan 1% 2 7,5750 Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
41
Lampiran 8 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut aw kapsul dengan penambahan kitosan a. Hasil uji ANOVA aw kapsul dengan penambahan kitosan M0
Between Groups Within Groups Total M2 Between Groups Within Groups Total M4 Between Groups Within Groups Total M5 Between Groups Within Groups Total M6 Between Groups Within Groups Total M7 Between Groups Within Groups Total M8 Between Groups Within Groups Total M9 Between Groups Within Groups Total M10 Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares df Mean Square F Sig. ,000 2 ,000 ,000 1,000 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 8,167 ,061 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 8,333 ,060 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 1,246 ,404 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 1,038 ,454 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 1,000 ,465 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 3,000 ,192 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 21,000 ,017 ,000 3 ,000 ,000 5 ,000 2 ,000 16,333 ,024 ,000 3 ,000 ,000 5
Uji lanjut Duncan kapsul M2 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 1% 2 ,6180 Kitosan 2% 2 ,6230 ,6230 Kitosan 3% 2 ,6260 Sig. ,088 ,231
b.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
42
Uji lanjut Duncan kapsul M4 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 1% 2 ,6430 Kitosan 2% 2 ,6455 ,6455 Kitosan 3% 2 ,6480 Sig. ,134 ,134
c.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Uji lanjut Duncan kapsul M9 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 1% 2 ,6470 Kitosan 3% 2 ,6500 Kitosan 2% 2 ,6560 Sig. ,124 1,000
d.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Uji lanjut Duncan kapsul M10 N Subset for alpha = .05 Kode 1 2 1 Kitosan 1% 2 ,6410 Kitosan 2% 2 ,6460 Kitosan 3% 2 ,6490 Sig. 1,000 ,124
e.
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
Lampiran 9 Hasil uji Kruskal Wallis bau kapsul dengan penambahan kitosan Chi-Square df Asymp. Sig.
M0 ,000 2 1,000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Kode
M2 ,000 2 1,000
M4 5,000 2 ,082
M5 ,000 2 1,000
M6 ,000 2 1,000
M7 ,000 2 1,000
M8 ,000 2 1,000
M9 5,000 2 ,082
M10 ,000 2 1,000
43
Lampiran 10 Sertifikat analisis kitosan
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 9 Januari 1993 dari pasangan Bapak Suyanto dan Ibu Puji Astuti sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari SDN 1 Tegalsari (1999-2005), SMPN 1 Parakan (2005-2008), SMAN 1 Parakan (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNPTN Undangan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai staff divisi Infokom dan FPC (Fisheries Processing Club). Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitian seperti divisi medis Masa Perkenalan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2013, divisi konsumsi Masa Perkenalan Departemen Teknologi Hasil Perairan tahun 2013. Penulis berkesempatan menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perairan I (2014/2015), asisten mata kuliah Mikrobiologi Hasil Perairan (2014/2015), asisten mata kuliah Dasar-Dasar Farmaseutika Hasil Perairan (2014/2015), asisten mata kuliah Pengujian Bahan Baku dan Produk Hasil Perairan (2014/2015). Penulis juga telah menyelesaikan praktik lapang di UKM Al-Fadh, Boyolali Jawa Tengah dengan judul “Persiapan Pengembangan Rancangan HACCP pada Pengolahan Kerupuk Ikan di UKM Al-Fadh, Boyolali, Jawa Tengah” dibawah bimbingan Bambang Riyanto SPi, MSi