Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
PENGARUH SUKU BUNGA, INFLASI, NILAI BUKU TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN INDEKS LQ45 YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) Oleh : Ima Andriyani1 Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Tridinanti Palembang, e-mail:
[email protected] Crystha Armereo2 Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Tridinanti Palembang, e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis apakah suku bunga, inflasi dan nilai buku berpengaruh pada harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam LQ45 indeks tercatat di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang termasuk dalam daftar LQ45 sebanyak 45 perusahaan yang terdiri dari sembilan sektor di mana sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda yang meliputi analisis statistik deskriptif dan asumsi klasik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah efek negatif yang signifikan dari inflasi terhadap harga saham, jika inflasi meningkat, harga saham akan menurun. Sementara suku bunga yang signifikan berpengaruh positif terhadap harga saham, jika suku bunga naik, harga saham akan naik. nilai buku berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham, jika nilai buku meningkat maka harga saham akan turun. Kata kunci: Bunga, Inflasi, nilai buku dan harga saham ABSTRACT The purpose of this study was to identify and analyze whether interest rates, inflation and the book value of an effect on the stock price on the companies included in the index LQ45 listed on the Indonesia Stock Exchange. The data used in this research is secondary data. The population used in this study are all companies included in the list LQ45 as many as 45 companies comprising of nine sectors in which a sample is taken by purposive sampling technique. Methods of data analysis in this research is multiple regression analysis which includes descriptive statistical analysis and classical assumption. The conclusion of this study is a significant negative effect of inflation on stock prices, if inflation increases, the share price will decline. While interest rates significant positive effect on the stock price, if interest rates rise, the stock price will rise. Book value significant negative effect on the stock price, if the book value is increased then the stock price will decline. Keywords: Interest, Inflation, book value and stock price
44
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
PENDAHULUAN Pasar modal merupakan salah satu penggerak perekonomian suatu negara serta representasi untuk menilai kondisi perusahaan-perusahaan disuatu negara. Karena hampir semua industri disuatu negara terwakili oleh pasar modal. Bagi investor dengan adanya pasar modal memungkinkan investor mempunyai berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan preferensi mereka. Informasi merupakan hal yang penting bagi investor dan pelaku bisnis karena informasi pada hakekatnya menyajikan keterangan, catatan atau gambaran baik untuk keadaan masa lalu, saat ini maupun keadaan masa yang akan datang bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan dan bagaimana pasaran efeknya. Informasi yang lengkap, akurat dan tepat waktu sangat diperlukan oleh investor di pasar modal sebagai alat analisis untuk mengambil keputusan investasi. Lingkungan ekonomi makro merupakan lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari‐hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di masa datang akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan. Untuk itu, seorang investor harus mempertimbangkan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu investor dalam membuat keputusan investasinya. Indikator ekonomi makro yang seringkali dihubungkan dengan pasar modal adalah fluktuasi tingkat bunga, inflasi, kurs rupiah, dan pertumbuhan PDB. Secara teori, tingkat bunga dan harga saham memiliki hubungan yang negatif. Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan mempengaruhi nilai sekarang (Present Value) aliran kas perusahaan, sehingga kesempatan–kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi. Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang akan ditanggung perusahaan dan juga akan menyebabkan return yang diisyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat. Selain dari lingkungan makro, Faktor fundamental yang sering digunakan untuk memprediksi harga saham atau tingkat pengembalian saham adalah rasio keuangan dan rasio pasar. Rasio keuangan yang berfungsi untuk memprediksi harga saham antara lain: Return On Assets (ROA), Debt Equity Ratio (DER), dan Book Value Per Share (BVS). Rasio pasar yang sering dikaitkan dengan harga atau tingkat pengembalian saham adalah Price Book Value (PBV). Secara teori Book Value memiliki hubungan yang positif dengan harga saham. Hal ini dikarenakan Book Value menggambarkan kekayaan bersih perusahaan yang merupakan cermin nilai perusaan. Jika Book Value tinggi, semakin baik nilai perusahaan di mata investor sehingga investor tertarik untuk membeli saham perusahaan. Permana dan Sularto (2008:104) menyatakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi ekspektasi harga saham yang biasanya dipertimbangkan oleh investor yaitu adalah kinerja fundamental keuangan perusahaan untuk menghasilkan laba, pergerakan suku bunga bank, tingkat inflasi, kurs nilai tukar mata uang, serta kondisi sosial politik suatu negara. Sedangkan menurut Toly (2009 : 78) menganalisis pengaruh Dividend Payout Ratio, Book Value per Share, Return On Asset dan Earning Per Share terhadap pergerakan harga saham. Hasil
45
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
penelitiannya menunjukkan bahwa Dividend Payout Ratio, Book Value per Share dan Earning Per Share berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan Return On Asset berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap harga saham. Raharjo (2010:13) menganalisis pengaruh Inflasi, Nilai Kurs Rupiah, Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa inflasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham, dan Suku bunga SBI tidak berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian ini diperkuat oleh Jawaid dan Ul Haq (2012:159) yang menguji pengaruh suku bunga dan nilai tukar terhadap harga saham. Hasil penelitian menunjukan bahwa nilai tukar dan suku bunga jangka pendek memiliki pengaruh yang negatif signifikan terhadap harga saham. Al-Shubiri (2010:142) menguji pengaruh Net Asset Value per Share (NAVPS), Dividend Percentage (DIV), Earnings per Share (EPS), Lending interest rate (INT), Inflation rate (INF), dan Gross domestic product (GDP) terhadap harga saham. Hasil penelitian menunjukan NAVPS, EPS, DIV, GDP mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap harga saham sedangkan INT dan INF berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap harga saham. Ozlen dan Ergun (2012:114) dalam penelitiannya menguji pengaruh Total Asset Turnover Ratio, Dept Ratio, Current Ratio, Price to Earnings Ratio, Net Profit Margin, and Book Value terhadap perusahaan–perusahaan yang termasuk dalam 2 sektor yaitu sektor industri dan sektor jasa. Subsektor dari sektor industri yaitu subsektor makanan, produk logam, logam dasar dan kimia. Sektor jasa terdiri dari subsektor komunukasi, transportasi, listrik dan penjualan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Book value berpengaruh negatif dan signifikan terhadap semua subsektor kecuali subsektor kimia. Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Toly (2009) yang menyatakan bahwa Book Value berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Indeks LQ45 sebagai pelengkap IHSG, khususnya menyediakan sarana yang obyektif dan terpercaya bagi analisis keuangan, manajer investasi, investor dan pemerhati pasar modal lainnya dalam memonitor pergerakan harga dari sahamsaham yang aktif diperdagangkan. Indeks LQ45 terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar yang tinggi. Indeks LQ45 menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Demikian pula halnya dengan inflasi, tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (Purchasing Power Of Money). Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Disamping faktor suku bunga, tingkat inflasi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses investasi. Inflasi merupakan indikator ekonomi
46
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan naiknya biaya produksi. Tingginya inflasi akan mendorong harga bahan dan barang menjadi semakin mahal, menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus di tanggung oleh perusahaan. Seperti diketahui bahwa inflasi dapat menaikkan lima biaya produksi dan dapat membuat daya beli masyarakat akan menjadi menurun. Selain terjadinya gap antara hasil penelitian terdahulu, ditemukan penyimpangan atau tidak adanya kesesuaian antara teori dan praktik yang ada. Inflasi mengalami kecenderungan naik turun pada tahun 2012-2015 tetapi harga saham pada perusahaan dalam Indeks LQ45 secara umum meningkat pada periode tersebut. Suku bunga mengalami penurunan pada tahun 2012-2015, akan tetapi harga saham pada perusahaan dalam Indeks LQ45 secara umum meningkat pada periode tersebut. Sedangkan variabel Book Value pada beberapa perusahaan menurun pada tahun 2012-2015, tetapi tidak diikuti dengan menurunnya harga saham pada perusahaan dalam Indeks LQ45 pada periode tersebut. Fenomena gap dapat dijelaskan sebagai berikut : (1) Peningkatan Inflasi tidak diikuti dengan penurunan Harga Saham, atau penurunan Inflasi tidak diikuti dengan peningkatan Harga Saham atau Inflasi berhubungan negatif terhadap Harga Saham. (2) Peningkatan Suku Bunga tidak diikuti dengan penurunan Harga Saham, atau penurunan Suku Bunga tidak diikuti dengan peningkatan Harga Saham atau Suku Bunga berhubungan negatif terhadap Harga Saham; (3) Peningkatan nilai BV tidak diikuti dengan peningkatan Harga Saham, atau penurunan BV tidak dikuti oleh penurunan Harga Saham atau BV berhubungan secara positif terhadap Harga Saham. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Apakah Suku Bunga berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45? Apakah Inflasi berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45? Apakah Nilai Buku (Book Value) berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45? Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui apakah Inflasi berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45. Untuk mengetahui apakah Suku Bunga berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45. Untuk mengetahui apakah Nilai Buku (Book Value) berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan yang termasuk dalam indeks LQ45.
47
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Saham Saham adalah tanda penyertaan atau tanda kepemilikan seseorang atau badan usaha pada sebuah perusahaan. Menurut Bodie (2006:59) saham biasa menunjukan bagian kepemilikan di sebuah perusahaan. Mishkin (2008:5) menyatakan bahwa saham biasa atau biasa disebut dengan saham saja, menunjukan bagian kepemilikan didalam suatu perusahaan. Saham adalah sekuritas yang menunjukan klaim atas laba dan aset perusahaan. Menurut Weston dan Copeland (1999 : 166) saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan, selembar saham adalah selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemiliknya (berapapun porsinya atau jumlahnya) dari suatu perusahaan yang menerbitkan kertas (saham) tersebut. Darmadji dan Fakhruddin (2006:6) menyatakan saham sebagai tanda penyertaan/pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Investasi pada saham memiliki adanya kemungkinan mengalami kerugian modal (capital loss), kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi instrumen lain, dan adanya kemungkinan emiten akan dilikuidasi. Kemungkinan investor mengalami kerugian karena adanya fluktuasi harga saham. Harga Saham Suhardi (2007:91) menyebutkan bahwa harga saham (market price) merupakan nilai pasar (market value) dari setiap lembar saham perusahaan. Pergerakan harga saham ditentukan oleh dinamika penawaran (supply) dan permintaan (demand). Semakin tinggi harga saham dari suatu perusahaan berarti perusahaan tersebut dapat memperoleh dana yang lebih besar, yang dapat digunakan untuk membeli fasilitas produksi dan peralatan (Mishkin, 2008:5). Hartono (2008:95) mengatakan bahwa harga saham adalah harga yang terjadi di pasar bursa pada waktu tertentu yang ditentukan oleh pelaku pasar yaitu permintaan dan penawaran pasar. Selembar saham mempunyai nilai atau harga. Menurut Hartono (2008 : 118) harga atau nilai saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: Nilai Buku, adalah nilai asset yang tersisa setelah dikurangi kewajiban perusahaan jika dibagikan. Nilai buku hanya mencerminkan berapa besar jaminan atau seberapa besar aktiva bersih untuk saham yang dimiliki investor. Beberapa nilai yang berkaitan dengan nilai buku : Nilai nominal (Par Value), ialah nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar saham. Agio saham, adalah selisih yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan dengan nilai nomonal sahamny. Nilai modal disetor, adalah total yang dibayar oleh pemegang saham kepada perusahaan emiten, yaitu jumlah nilai nominal ditambah agio saham.
48
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Laba ditahan, adalah laba yang tidak dibagikan kepada pemegang saham dan diinvestasikan kembali ke perusahaan dan merupakan sumber dana internal. Nilai Pasar, Nilai pasar merupakan harga yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran saham di pasar modal atau disebut juga dengan harga pasar sekunder. Nilai pasar tidak lagi dipengaruhi oleh emiten atau pihak pinjaman emisi, sehingga boleh jadi harga inilah yang sebenarnya mewakili nilai suatu perusahaan. Nilai Intrinsik, Nilai intrinsik adalah nilai seharusnya dari suatu saham atau biasa disebut nilai fundamental.Dua macam analisis yang banyak digunakan untuk menentukan nilai sebenarnya dari saham adalah analisis fundamental dan analisis teknis. Analisis fundamental merupakan analisis untuk menghitung nilai intrinsik saham dengan menggunakan data yang berasal dari keuangan perusahaan misalnya laba, dividen yang dibayar, penjualan dan lain sebagainya. Sedangkan analisis teknis menggunakan data dari pasar saham, seperti harga dan volume transaksi saham untuk menentukan nilai dari saham (Hartono,2008:126)
Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Suhardi (2007:91) menyatakan pendapat bahwa pergerakan harga saham ditentukan oleh dinamika penawaran (supply) dan permintaan (demand). Permintaan pasar merupakan permintaan agregat dari seluruh investor, sehingga kurvanya relatif horizontal. Keseimbangan harga terjadi saat kurva penawaran dan permintaan agregat berpotongan pada suatu titik. Karena kurva penawaran pada suatu periode tertentu bersifat tetap maka pergerakan harga saham diakibatkan oleh pergerakan (pergeseran) kurva permintaan (agregat). Apabila kurva permintaan naik, maka keseimbangan baru terjadi pada harga yang lebih tinggi (harga naik), dan apabila permintaan turun, maka harga turun. Jadi perilaku harga suatu saham merupakan cermin permintaan agregat dari para investor. Permintaan dan penawaran tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti kondisi ekonomi negara, kondisi sosial dan politik, maupun informasi-informasi yang berkembang. Selanjutnya Halim (2005:12) mengatakan fluktuasi harga saham ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Jika laba perusahaan tinggi, kemungkinan deviden yang dibayarkan juga akan tinggi. Apabila dividen yang dibayarkan relatif tinggi, akan berpengaruh positif terhadap harga saham di bursa sehingga investor tertarik untuk membelinya. Akibatnya permintaan akan saham tersebut meningkat. Yang akhirnya akan meningkatkan harga saham tersebut. Sedangkan Permana dan Sularto (2008:104) menyatakan faktor yang dapat mempengaruhi ekspektasi harga saham yang biasanya dipertimbangkan oleh investor yaitu adalah kinerja fundamental keuangan perusahaan untuk menghasilkan laba, pergerakan suku bunga bank, tingkat inflasi, kurs nilai tukar mata uang, serta kondisi sosial politik suatu negara. Mereka juga berpendapat bahwa harga saham dapat juga dipengaruhi suatu
49
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
kondisi diluar kinerja perusahaan yang dinamakan risiko pasar. Baik berupa tingkat suku bunga SBI yang berdampak pada naik turunnya bunga deposito yang menjadi efek pengalihan dana oleh investor keluar saham. Hal ini akan membawa dampak turunnya harga saham tersebut. Selain tingkat suku bunga faktor inflasi yang tinggi juga memungkinkan berpengaruh terhadap harga suatu saham. Inflasi akan menurunkan daya beli dan penurunan nilai asset perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: Faktor yang bersifat fundamental Merupakan faktor yang memberikan informasi tentang kinerja perusahaan dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhinya. Faktor-faktor ini meliputi : Kemampuan manajemen dalam mengelola kegiatan operasional perusahaan. Prospek bisnis perusahaan di masa datang. Prospek pemasaran dari bisnis yang dilakukan. Perkembangan teknologi yang digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan. Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Faktor yang bersifat teknis Faktor teknis menyajikan informasi yang menggambarkan pasaran suatu efek, baik secara individu maupun secara kelompok. Para analis teknis dalam menilai harga saham banyak memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Perkembangan kurs. Keadaan pasar modal. Volume dan frekuensi transaksi suku bunga. Kekuatan pasar modal dalam mempengaruhi harga saham perusahaan. Faktor sosial politik Tingkat inflasi yang terjadi. Kebijaksanaan moneter yang dilakukan oleh pemerintah. Kondisi perekonomian keadaan politik suatu negara. Indeks LQ45 (ILQ45) Indeks LQ45 (ILQ45) menggunakan saham terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap 6 bulan sekali (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang berada pada indeks tersebut akan selalu berubah (Halim, 2005:13). Hartono (2008:101) menjelaskan bahwa ILQ45 dibentuk dari 45 saham yang aktif diperdagangkan. Pertimbanganpertimbangan yang mendasari pemilihan saham yang masuk ILQ45 adalah likuiditas dan kapitalisasi pasar dengan kriteria sebagai berikut : Selama 12 bulan terakhir, rata–rata transaksi sahamnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. Selama 12 bulan terakhir, rata–rata nilai kapitalisasi pasarnya masuk dalam urutan 60 terbesar di pasar reguler. Telah tercatat di BEI paling tidak selama 3 bulan.
50
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Nilai Buku (Book Value) Keown (2000:850) mendeskripsikan nilai buku sebagai jumlah aktiva dan neraca dikurangi kewajiban yang ada atau modal dari pemilik. Nilai buku tidak menghitung nilai pasar dari suatu perusahaan secara keseluruhan karena ia berdasarkan data historis dari aktiva perusahaan. Nilai buku dapat digunakan sebagai titik permulaan untuk dibandingkan dengan analisa lain. Nilai buku adalah kekayaan bersih perusahaan yang dilaporkan di neraca (Bodie, Kane, Marcus, 2008:219). Sedangkan Hartono (2008:120) menyatakan nilai buku adalah nilai saham menurut pembukuan perusahaan emiten dan nilai buku per lembar saham aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham. Jadi Nilai buku sama dengan total ekuitas dibagi jumlah saham beredar. Horne (2008:108) mendeskripsikan nilai buku suatu aktiva adalah nilai akuntansi dari aktiva (biaya aktiva) dikurangi akumulasi depresiasinya. Nilai buku perusahaan merupakan perbedaan nilai uang antara aktiva (aset) total perusahaan dengan kewajibannya serta saham preferennya, tercantum dalam neracanya (total aktiva dikurangi kewajiban dan saham preferen). Oleh karena nilai buku didasarkan pada nilai historis, maka mungkin sedikit hubungan dengan aktiva atau nilai pasar perusahaan. Menurut Halim (2005:20) nilai buku perlembar saham menyatakan nilai kekayaan bersih ekonomis dibagi dengan jumlah lembar saham yang beredar. Kekayaan bersih ekonomis adalah selisih total aktiva dengan total kewajiban. Nilai buku saham sangat menentukan harga pasar saham yang bersangkutan. mencerminkan nilai perusahaan dan nilai perusahaan tercermin pada nilai kekayaan ekonomis yang dimilikinya. Suku Bunga Mishkin (2008:4) menyatakan suku bunga adalah biaya pinjaman atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tersebut. (Darmawi, 2005:181) dalam Efni (2007:3), menyatakan tingkat bunga merupakan harga yang harus di bayar oleh peminjam untuk memperoleh dana dari pemberi pinjaman untuk jangka waktu tertentu. Wiyani dan Andi Wijayanto (2005:890) juga dalam Efni (2007:3) menyatakan bunga merupakan imbalan yang diberikan kepada seseorang atas sejumlah pinjaman atau tabungan, dimana besarnya ditentukan dalam bentuk persentase. Tingkat suku bunga menentukan besarnya tabungan ataupun investasi. Jika terjadi kenaikan dalam suku bunga akan mengurangi keinginan masyarakat dan investor untuk melakukan investasi tetapi justru akan menambah penawaran terhadap tabungan. Suhardi (2007:92) menyatakan tingkat suku bunga adalah indikator ekonomi yang berperan menghubungkan sektor moneter dengan sektor riil, karenanya pengendalian suku bunga merupakan alat kebijakan moneter dan iklim investasi. Tingkat suku bunga merupakan ukuran keuntungan investasi yang dapat diperoleh oleh investor dari aset tanpa resiko (Risk-Free Rate), atau juga merupakan ukuran biaya modal yang harus dikeluarkan oleh perusahan untuk menggunakan dana dari investor. Bodie, Kane, & Marcus (2002) dalam Suhardi
51
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
(2007:92) menyatakan hubungan antara tingkat bunga dengan harga saham adalah negatif. Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga, maka pergerakan harga saham akan menurun, sebaliknya apabila terjadi penurunan tingkat suku bunga, maka harga saham akan naik. Semakin tinggi tingkat bunga perbankan, akan menyebabkan investor mengalihkan investasinya pada investasi di perbankan, obligasi atau aset-aset keuangan berpendapatan tetap. Karena investor mengurangi portofolio saham dengan melepas saham, maka suplai saham di bursa saham meningkat dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan harga saham tersebut. Inflasi Mishkin (2008:13) menyatakan inflasi sebagai kenaikan tingkat harga yang secara terus menerus, mempengaruhi individu, pengusaha, dan pemerintah. Menurut Kamus Bank Indonesia secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga- harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Darmadji dan Fakhruddin (2006:116) mendefinisikan inflasi sebagai suatu kondisi dimana harga barang-barang pada umumnya menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Inflasi yang berkaitan dengan pasar modal adalah investasi yang berasal dari sektor moneter. Hal ini karena inflasi berkaitan langsung dengan tingkat suku bunga dipasar. Jika inflasi meningkat maka tingkat suku bunga juga akan meningkat. Jika suku bunga tidak ditingkatkan maka tidak ada orang yang mau menabung uangnya di bank pada saat tingkat suku bunga sama dengan inflasi. Dampaknya adalah suku bunga akan meningkat sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat menabung di bank. Disisi lain, jumlah bank yang cukup banyak menyebabkan persaingan suku bunga antarbank menjadi ketat, sehingga bank akan berlomba-lomba memberikan suku bunga yang tinggi agar masyarakat menyimpan uang di bank tersebut. kondisi ini menyebabkan suku bunga tabungan akan menjadi lebih tinggi dari biasanya dan melebihi tingkat pengembalian hasil investasi dipasar modal. Akibatnya investasi dipasar modal menjadi tidak menarik lagi dan investor akan berduyun-duyun mengalihkan dananya dari pasar modal ke tabungan karena memberikan tingkat pengembalian hasil yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah. Menurut Madura (2000) dalam Efni (2007:5) laju inflasi dan suku bunga dapat menimbulkan dampak yang signifikan atas nilai tukar karena pada saat laju inflasi sebuah negara relatif naik terhadap laju inflasi negara lain valuta nya akan menurun karena ekspornya menurun. Hal ini mengakibatkan tingginya valuta asing yang akhirnya investor akan lebih memilih menanamkan modalnya kedalam mata uang asing dari pada menginvestasikan dalam bentuk saham yang berakibat turunnya harga saham secara signifikan. Tingkat inflasi dapat berpengaruh positif maupun negatif tergantung derajat inflasi itu sendiri. Inflasi yang berlebihan dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan yaitu dapat
52
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
membuat perusahan menghadapi resiko kebangkrutan. Yulia Efni (2009:2) sendiri menyatakan bahwa tingkat inflasi merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses investasi. Inflasi merupakan indikator ekonomi yang menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa dalam suatu periode. Adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan naiknya biaya produksi. Perusahaan real estate dan property merupakan unit bisnis yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah dan pemukiman dan juga tergabung dalam usaha konstruksi bangunan yang bahan utamanya adalah bahan bangunan. Tingginya inflasi akan mendorong harga bahan bangunan menjadi semakin mahal, menyebabkan tingginya biaya produksi yang harus di tanggung oleh perusahaan. Seperti diketahui bahwa inflasi dapat menaikkan biaya produksi dan dapat membuat daya beli masyarakat akan menjadi menurun. Penurunan daya beli dan biaya produksi yang tinggi secara tidak langsung akan mempengaruhi kondisi pasar modal. Investor tidak akan tertarik untuk menanamkan modalnya dan permintaan terhadap saham khususnya saham real estate dan property menjadi turun. Penurunan permintaan akan menyebabkan harga saham pun ikut turun.
Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiyono, 2007:84). Dengan kata lain, hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun oleh peneliti yang kemudian diuji kebenarannya melalui penelitian yang dilakukan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Book Value (BV) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Harga Saham baik secara parsial maupun simultan. H2 : Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham baik secara parsial maupun simultan H3 : Suku Bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Harga Saham baik secara parsial maupun simultan.
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk data yang siap diolah atau publikasi. Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang, dan bukan peneliti yang melakukan studi muktahir. Data tersebut bisa merupakan internal atau eksternal organisasi dan diakses melalui internet, penelusuran dokumen, atau publikasi informasi (Sekaran, 2006:65). Data-data tersebut termasuk data kuantitatif karena dalam perhitungannnya menggunakan angka-angka (nominal) serta merupakan jenis data panel (pooled data) berdasarkan ringkasan kinerja periode Agustus-Januari pada perusahaan yang termasuk dalam Daftar Indeks LQ45 periode 2012-2015.
53
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Populasi, Sampel dan Teknik Pengumpulan Data Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. (Sekaran, 2006:121). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang termasuk dalam Daftar Indeks LQ45, yaitu sebanyak 45 perusahaan yang terdiri dari 9 sektor, Sampel adalah sebagian dari populasi. Terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. (Sekaran, 2006:123). Sampel dalam penelitian ini diambil berdasarkan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan atau kriteria tertentu (Suharyadi, 2009:17). Adapun pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan sampel yaitu : Perusahaan yang selalu terdaftar dalam indeks LQ45 (ILQ45) periode 20122015. Perusahaan tersebut mempublikasikan Laporan keuangan perusahaannya. Data-data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap dalam laporan keuangan tahunan perusahaan yang diterbitkan pada tahun 2012-2015 Berdasarkan karakteristik penarikan sampel, maka diperoleh sampel penelitian sebanyak 41 perusahaan.
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan analisis regresi berganda yang mencakup analisis statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Analisis statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui dispersi dan distribusi data. Sedangkan uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi yang selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Analisis Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah metode statistika yang digunakan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan menjadi sebuah informasi. Statistik deskriptif mempunyai kegiatan mulai dari pengumpulan data, mengolah dan menyajikan data. Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi tentang keadaan suatu data yang dilihat melalui nilai ratarata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum range, kurtosis, dan skewness (Ghozali,2011:19). Skewness mengukur kemiringan dari data dan kurtosis mengukur keruncingan dari distribusi data. Uji Prasyarat Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari uji prasyarat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah data tersebut harus terdistribusikan secara normal, tidak mengandung multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Model regresi harus memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimation (BLUE), sehingga dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk itu sebelum melakukan pengujian regresi linier berganda perlu dilakukan lebih dahulu pengujian prasyarat yang terdiri dari:
54
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan cara analisis grafik dan analisis statistik (Ghozali, 2011 : 160). Uji normalitas pada penelitian ini didasarkan pada uji statistik sederhana dengan melihat nilai kurtosis dan skewness untuk semua variabel dependen dan independen. Uji lainnya yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik KolmogrovSmirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis: H0 : data residual berdistribusi normal Ha : data residual tidak berdistribusi normal Jika nilai Kolmogrov - Smirnov lebih besar dari α = 0,05 (5%) maka data normal. Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi sebagai berikut (Ghozali, 2011 : 105). Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain (Ghozali, 2011:139). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model regresi yang homoskedastisitas. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan cara: (1) melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat, (2) Uji Park, (3) Uji Glejser, dan (4) Uji White. Penelitian ini menggunakan metode grafik plot dan Uji Glejser untuk mendeteksi ada atau tidak adanya heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali, 2011:110). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Model 44 regresi yang baik adalah model regresi yang bebas autokorelasi. Penelitian ini menggunakan uji DurbinWatson untuk mendeteksi masalah autokorelasi. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi.
55
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Analisis Regresi Linear Berganda Model analisis yang digunakan adalah model analisis regresi linear berganda melalui program SPSS dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Model ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dengan persamaan sebagai berikut : Y = a + b Y = a + b1X1 + b2X2 + e Keterangan: Y = Harga Saham a = Konstanta X1 = Suku Bunga X2 = Inflasi b1,2 = Koefisien Regresi variabel X1,2 e = error Pengujian Hipotesis Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of Fit nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan jika nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima (Ghozali, 2011 : 97). Untuk menguji hipotesis, maka dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat uji yaitu: Uji F (uji simultan) Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel dependen/ terikat (Ghozali, 2011 : 98). Bentuk pengujian: H0: b1=b2=b3= 0, artinya Suku Bunga dan Inflasi secara bersama-sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Harga Saham. Ha: b1≠ b2≠b3≠ 0, artinya Suku Bunga dan Inflasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Harga saham. Dalam uji F kesimpulan yang diambil adalah dengan melihat signifikansi (α) dengan ketentuan α > 5% = H0 diterima dan α < 5% = H0 ditolak. Uji t (Uji Parsial) Ghozali (2011:98) menyatakan bahwa Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Bentuk pengujian: H0: b1 = b2 = b3= 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari Suku Bunga dan Inflasi secara individual terhadap Pergerakan Harga Saham (PHS). H1: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan dari Suku Bunga dan Inflasi secara individual terhadap Harga Saham. Keputusan yang diambil dalam uji t ini adalah dengan melihat signifikansi (α) dengan ketentuan α > 5% = H0 diterima dan α < 5% = H0 ditolak.
56
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independen (prediktor) terhadap perubahan variabel dependen. Dari sini akan diketahui seberapa besar variabel dependen akan mampu dijelaskan oleh variabel independennya, sedangkan sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di luar model. Nilai koefisien determinasi adalah anatara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabelvariabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan R2 adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat walaupun belum tentu variabel yang ditambahkan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, digunakan nilai adjusted R2 karena nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2011:97). HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi tentang keadaan suatu data yang dilihat melalui nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum range, kurtosis, dan skewness (Ghozali, 2011). Statistik deskriptif dalam penelitian ini menguraikan nilai rata-rata dan standar deviasi dari 41 data yang digunakan sebagai sampel. Hasil analisis deskriptif Inflasi, Suku Bunga, Book Value dan Harga Saham menunjukan hasil analisis deskriptif Inflasi, Suku Bunga, Book Value dan Harga Saham, dapat dilihat bahwa standar deviasi dari keempat variabel tersebut lebih kecil dari nila rata– rata nya, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada data pengganggu pada penelitian ini. Uji Prasyarat Untuk mengetahui data yang digunakan mengalami penyimpangan atau tidak, perlu dilakukan uji prasyarat sehingga untuk selanjutnya dapat dilakukan uji regresi berganda. Uji prasyarat terdiri dari Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik. Uji asumsi klasik sendiri terdiri dari Uji Heteroskesdastisitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi. Dari uji prasyarat diperoleh hasil sebagai berikut : Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pada penelitian ini uji yang digunakan adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika nilai Kolmogrov–Smirnov lebih besar dari α=0,05, maka data normal. Dari hasil pengolahan data bahwa nilai signifikansi dari 41 sampel yang digunakan adalah 0,561 lebih besar dari α=0,05. Hal ini menunjukan bahwa pada variabel Inflasi, Suku Bunga, Book Value dan Harga Saham dari sebanyak 41 data dan 4 57
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
variabel yang digunakan memenuhi uji normalitas model. Uji Asumsi Klasik Dari hasil uji asumsi klasik dapat dilihat bahwa model regresi telah berdistribusi normal, tidak terjadi multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil uji tersebut menunjukan bahwa model regresi telah memenuhi syarat Best Linear Unbiased Estimation (BLUE), sehingga dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Dari pengujian asumsi klasik yang dilakukan pada data 41 perusahaan pada penelitian ini, diperoleh hasil sebagai berikut : Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang ditemukan ada korelasi antar variabel bebas. Pengujian adanya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance Value dan Variance Inflation Value berada diatas 0,1 atau nilai VIF masing masing variabel independen dibawah 10. Dari hasil pengujian dapat dilihat bahwa antara variabel Inflasi, Suku Bunga, Book Value tidak terjadi multikolinearitas karena nilai tolerance berada diatas 0,1 dan niali VIF berada dibawah 10. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian dilakukan dengan metode grafik dan Uji Glejser dengan ketentuan apabila grafik tidak membentuk pola yang jelas serta titik titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu y maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Selain itu probabilitas signifikansi diatas tingkat kepercayaan (α) = 5%, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Grafik Scatter Plot memperlihatkan bahwa titik titik pada grafik tidak membentuk pola tertentu yang jelas, dimana titik titik tersebut menyebar keseluruh daerah sumbu X maupun sumbu Y, sehingga grafik tersebut tidak bisa dibaca dengan jelas. Hal ini menunjukan bahwa dari data variabel Inflasi, Suku Bunga, Book Value dan Harga Saham tidak terjadi heteroskedastisitas. Begitu pula dengan Uji Glejser. Hasil tampilan Output SPSS dengan jelas menunjukan bahwa tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut residual. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya lebih besar dari α=0,05. Jadi dapat disimpulkan bahwa model regresi penelitian ini lulus uji heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan periode t-1 (sebelumnya). Hasil uji multikolinearitas Pengujian dilakukan dengan cara melihat tabel Durbin Watson dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 kemudian dicari K (variabel bebas) = 3 dan kolom n (sampel) pada angka 41 (40) sehingga
58
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
diperoleh dl = 1,338 dan du = 1,659. Suatu data dikatakan tidak autokorelasi jika hasil Durbin Watson berkisar antara du-4-du atau 1,659 sampai dengan 4-1,659 yaitu 2,341 sehingga jika hasil DW 1,659 sampai 2,341 maka tidak terjadi autokorelasi. Pada penelitian ini didapat Durbin Watson sebesar 2,012, karena 2,012 terletak diantara 1,659 - 2,341 maka tidak terjadi autokorelasi. Analisis Regresi Berganda Model analisis yang digunakan adalah model analisi regresi linear berganda melalui program SPSS dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Model ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Hasil perhitungan regresi dengan menggunakan program SPSS 16. Hasil perhitungan regresi Y= -0,169–0,628 X1 + 4,265 X2–0,610X3. Dari persamaan regresi diatas, maka dapat dianalisa sebagai berikut : Konstanta (α) = – 0,169 menunjukan bahwa jika inflasi, suku bunga dan book value ditiadakan maka besarnya harga saham = - 0,169. Koefisien b1 = – 0,628, yang berarti bahwa setiap peningkatan inflasi sebesar 1 satuan akan diikuti oleh penurunan harga saham sebesar 0,628. Koefisien b2 = 4,265, yang berarti bahwa setiap peningkatan suku bunga sebesar 1 satuan akan diikuti oleh kenaikan harga saham sebesar 4,265 satuan. Koefisien b3 = – 0,610, yang berarti bahwa setiap peningkatan inflasi sebesar 1 satuan akan diikuti oleh penurunan harga saham sebesar 0,610 satuan. Uji t (Uji Parsial) Hasil uji t untuk membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara Inflasi, Suku Bunga, Book Value terhadap harga saham secara parsial, Hasil uji T yang didapat, dapat dijelaskan sebagai berikut : Hasil uji t test H1 diperoleh angka -2,125 dengan nilai signifikansi sebesar 0,035, karena tingkat signifikansi lebih kecil dari α=0,05, maka terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara inflasi terhadap harga saham. Hasil uji t test H2 diperoleh angka 4,309 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, karena tingkat signifikansi lebih kecil α = 0,05, maka terdapat pengaruh yang signifikan antara suku bunga terhadap harga saham. Hasil uji t test H3 diperoleh angka –6,166 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, karena tingkat signifikansi lebih kecil α=0,05, maka terdapat pengaruh yang negatif signifikan antara Book Value terhadap harga saham.
PEMBAHASAN Pembahasan dalam penelitian ini adalah menguraikan temuan secara keseluruhan yang diperoleh dari analisis deskriptif dan analisis kualitatif. Hasil pembahasan tersebut adalah dari hasil penelitian menunjukan bahwa inflasi berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap harga saham. Hal ini tampak dari hasil nilai t hitung lebih kecil dari t tabel yaitu - 2,125 < 2,0227 ( lampiran X gambar T tabel), dapat pula dilihat dari signifikansi hitung lebih kecil dari α=0,05, yaitu 0,035<0,05. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan inflasi 59
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
akan diikuti oleh penurunan harga saham. Terjadinya inflasi akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi. Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga jual barang -barang produksi naik. Hal ini akan menurunkan daya beli masyarakat. Menurunnya daya beli masyarakat mengakibatkan menurunnya penjualan perusahaan yang berimbas pada menurunnya keuntungan perusahaan. Seperti diketahui bahwa, keuntungan perusahaan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan investor untuk membeli saham. Jika keuntungan perusahaan kecil, investor cenderung enggan untuk menanamkan modalnya, sehingga harga saham mengalami penurunan akibat kurangnya permintaan terhadap saham tersebut. Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya dari Permana dan Sularto (2008:108) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham. Serta Efni (2009:11) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang negatif signifikan dari tingkat inflasi terhadap harga saham perusahaan real estate dan property di BEI. Hasil penelitian selanjutnya menunjukan bahwa suku bunga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap harga saham. Hal ini tampak dari hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu 4,309 < 2,0227 (lampiran X gambar T tabel), dapat pula dilihat dari signifikansi hitung lebih kecil dari α = 0,05 , yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan suku bunga akan diikuti oleh peningkatan harga saham. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian terdahulu yang sebagian besar menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap harga saham. Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh AlShubiri (2010:142) yang menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh yang negatif signifikan terhadap harga saham. Serta penelitian yang dilakukan oleh Jawaid dan Ul Haq (2012:159) yang menyatakan bahwa suku bunga berpengaruh yang negatif signifikan terhadap harga saham. Menurut Chandra (2012), ketika terjadi penurunan BI Rate, bank tidak serta merta ikut melakukan adjustment kepada bunga tabungan, deposito dan bunga kredit. Terbukti masih banyak suku bunga kredit yang diturunkan jauh lebih lama dibandingkan dengan waktu penurunan BI Rate dengan rentang waktu berbulan bulan. Suku bunga kredit, merupa kan bagian penting dari perbankan karena sebenarnya dari sinilah perbankan mendapatkan keuntungan. Jika perbankan tidak menyalurkan kredit kepada masyarakat, bank tidak bisa mendapatkan gain per kuartal yang selalu naik dengan eksponensial. Justru, jika suku bunga kredit diturunkan, memiliki dampak efek positif dan negatif. Efek positif adalah perusahaan akan mendapatkan pinjaman dengan bunga lebih rendah sehingga mereka tidak ragu-ragu untuk meminjam dalam skala besar. Sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan lebih baik untuk memperoleh keuntungan. Tetapi efek negatif yang mengintai sebenarnya adalah perbankan akan mengalami pengurangan laba dari bunga kredit. Walaupun tetap mendapatkan gain, gain yang dihasilkan tidak akan sebesar sebelumnya sehingga saham perbankan akan dilepas oleh investor yang memanfaatkan momentum tersebut. Selain itu, mungkin juga investor memiliki alasan lain yang kuat (di luar
60
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
faktor suku bunga) ketika tidak tertarik pada investasi saham meski pada saat itu keadaan suku bunga SBI yang menurun. Keputusan investasi melibatkan faktor teknis dan psikologis dari investor itu sendiri sehingga tidak selamanya teori yang ada selalu terbukti. Hasil penelitian menunjukan bahwa book value berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap harga saham. Hal ini tampak dari hasil nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu -6,166 < 2,0227. Dapat pula dilihat dari signifikansi hitung lebih kecil dari α=0,05, yaitu 0,000 < 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa adanya peningkatan book value akan diikuti oleh penurunan harga saham. Hasil penelitian ini menguatkan hasil penelitian sebelumnya dari Ozlen dan Ergun (2012:115) yang menyatakan bahwa Book Value berpengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham. Book Value (nilai/harga buku per lembar saham) pada dasarnya mewakili jumlah aset/ekuitas yang dimiliki perusahaan tersebut. Burstalher and Dichev (2002) dalam Chen dan Zhang (2003) menyatakan dalam penelitiannya bahwa nilai ekuitas secara umum tidak berhubungan dengan variabel–variabel bebas yang diteliti yaitu earning, book value dan probability (ROE). Hal ini karena tidak adanya hubungan yang saling menguntungkan antara faktor–faktor bebas sehingga terjadi pengaruh negatif dalam studi empiriknya. Hasil dari penelitian Stella (2009) dalam Meythi & Mathilda (2012:3), menunjukkan bahwa BV memiliki pengaruh negatif yang paling signifikan terhadap harga pasar saham yang berarti investor mempertimbangkan bahwa suatu saham dengan rasio PBV yang rendah merupakan investasi yang aman.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Book Value terhadap harga saham pada perusahaan–perusahaan yang terdaftar dalam Indeks LQ45 diperoleh kesimpulan bahwa dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa inflasi berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Jika inflasi meningkat maka harga saham akan menurun, begitu pula sebaliknya. Dari hasil penelitianyang dilakukan, diperoleh hasil bahwa suku bunga berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Jika suku bunga meningkat maka harga saham akan meningkat pula, begitupun sebaliknya. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa Book Value berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Jika Book Value meningkat maka harga saham akan menurun, begitu pula sebaliknya.
SARAN Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah apabila ingin melakukan investasi sebaiknya memperhatikan faktor mikro dan makro ekonomi, khususnya untuk Inflasi, Suku Bunga dan, Book Value karena berdasarkan hasil penelitian ini Inflasi dan Book Value tersebut berpengaruh negatif signifikan serta Suku Bunga berpengaruh secara positif signifikan terhadap harga saham. Investor diharapkan lebih cermat dalam 61
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
mempertimbangkan keputusan investasinya, tidak hanya kinerja dari perusahaan tetapi juga faktor makroekonomi yang cukup mempengaruhi keadaan pasar modal. Bagi perusahaan, sebelum melakukan kebijakan untuk menjual saham atau kebijakan operasional lainnya perusahaan dapat menggunakan informasi terkait tingkat Inflasi, Suku Bunga dan Book Value sebagai pertimbangan agar manajemen tidak salah menentukan kebijakan perusahaan dan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan sehingga dapat menarik minat investor. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi. Penelitian ini memiliki keterbatasan karena hanya menggunakan tiga variabel bebas dengan periode selama empat tahun, sehingga penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel bebas lain, baik variabel kinerja serta variabel makro ekonomi seperti kurs dan nilai tukar. Tidak hanya itu, peneliti juga dapat menambah jumlah sampel perusahaan dan periode penelitian sehingga penelitian baru tersebut lebih mampu menjelaskan variabel yang mempengaruhi harga saham.
DAFTAR PUSTAKA Al-Shubiri, Faris Nasif. 2010. “Analysis the Determinants of Market Stock Price Movements: An Empirical Study of Jordanian Commercial Banks”. Dalam International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 10. Amman : Amman Arab University Anoraga, Pandji dan Piji Pakarti. 2003. Pengantar Pasar Modal. Jakarta : Rineka Cipta. Bodie, Kane, Marcus. 2006. Investasi Buku 2. Terjemahan Zuliani Dalimunthe dan budi Wibowo. Jakarta : Salemba 4 Bank Sentral Republik Indonesia. 2012. Data BI Rate dan Inflasi. www.bi.go.id/web/id/Moneter/BI+Rate/Data+BI+Rate/. (28 April 2013) Chandra , Derwin. 2012. Investasi : Hubungan Harga Saham Dengan Suku Bunga BI Rate. http://ngobrolinvestasi.blogspot.com/2012/02/investasihubungan-hargasaham-dengan.html. (22 Mei 2013) Chen, Peter and Zhang. 2003. “Profitability Earnings, Book Value in Equity Valuation : A Geometric View and Empirical Evidence”. Hal 1 – 60. Hongkong : University of Science and Technology Clear Water Bay Kowloon. Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin. 2006. Pasar Modal Di Indonesia Pendekatan Tanya Jawab Edisi 2. Jakarta : Salemba Empat. Efni, Yulia. 2009. “Pengaruh Suku Bunga Deposito, SBI, Kurs Dan Inflasi Terhadap Harga Saham Perusahaan Real Estate Dan Property Di BEI”. Dalam Jurnal Ekonomi, Volume 17 no (01) Issn 0853 – 7593. Pekanbaru : Universitas Riau Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang : BP UNDIP. Halim, Abdul. 2005. Analisis Investasi . Jakarta : Salemba Empat Hartono, Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta :
62
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
BPFE. Horne, James Van C dan John M. Wachowicz JR. 2007. Prinsip – Prinsip Manajemen Keuangan Buku 1. Terjemahan Dewi Fitria dan Denny Arnos Kwary. Jakarta: Salemba Empat. Jawaid, Syed Tehseen dan Anwar Ul Haq. 2012. “Effects Of Interest Rate, Exchange Rate And Their Volatilities On Stock Prices: Evidence From Banking Industry Of Pakistan”. Dalam Theoretical and Applied Economics Volume XIX (2012), No. 8(573), pp. 153-166. Karachi : Iqra University. Keown, Arthur J., David F. Scott Jr, John D. Martin, J. William Petty. 2000. Dasar–dasar Manajemen Keuangan Buku 2 Terjemahan Chaerul D. Djakman dan Dwi Sulistyorini. Jakarta : Salemba empat. Meythi dan Mariana Mathilda. 2012. “Pengaruh Price Earnings Ratio dan Price To Book Value terhadap Return Saham Indeks LQ 45 (Perioda 20072009)”. Dalam Jurnal Akuntansi, Vol. 4, No. 1, Hal. 1-21, ISSN: 2085-8698. Bandung : Universitas Kristen Maranatha Mishkin, Frederic S. 2008. Ekonomi, Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan Buku 1 Terjemahan Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita G. Jakarta : Salemba Empat. Moazzami, Bakhtiar. 2010. “ Stock Prices And Inflation: Evidence From 12 Developed & Emerging Economies”.Dalam International Business & Economics Research Journal – November 2010 Volume 9, Number 11. Canada : Lakehead University. Ozlen, Serife dan Ugur Ergun. 2012. “Internal Determinants of the Stock Price Movements on Sector Basis”. Dalam International Research Journal of Finance and Economics ISSN 1450-2887 Issue 92 Page 111-117. Sarajevo: International Burch University. Permana, Yogi dan Lana Sularto. 2008. “Analisis Pengaruh Fundamental Keuangan, Tingkat Bunga SBI Dan Tingkat Inflasi Terhadap Pergerakan Harga Saham”. Dalam Jurnal Ekonomi Bisnis No. 2 Vol. 13 Hal 103 – 111. Jakarta : Universitas Gunadarma. Raharjo, Sugeng. 2010. “Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs Rupiah, Dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Harga Saham Di Bursa Efek Indonesia”. Dalam Jurnal Ekonomi Bisnis Dan Perbankan Vol 18, No 13. Surakarta : STIE “AUB” Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis Buku 2. Terjemahan Kwan Men Yon. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta Suhardi, Deddy A. 2007. “Pergerakan Harga Saham Sektor Properti Bursa Efek Jakarta Berdasarkan Kondisi Profitabilitas, Suku Bunga Dan Beta Saham”. Dalam Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol. 3 No. 2 Hal 89-103. Jakarta : Universitas Terbuka.
Suharyadi, dan Purwanto S.K. 2009. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Toly, Agus Ariyanto. 2009.” Analyzing Accounting Ratios as Determinants of the LQ45 Stock Prices Movements in Indonesia Stock Exchange During the
63
Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis – Volume 15 Bulan Mei 2016 1375
ISSN 2085-
Period of 2002-2006”. Dalam Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol. 11, No. 2, Hal. 76-87. Jakarta : Universitas Kristen Petra. Weston, Fred J., dan Thomas E. Copeland. 1996. Manajemen Keuangan Buku 2 Terjemahan Yohannes Lamarto. Jakarta: Erlangga.
64