PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN
RENNY UTAMI SOMANTRI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Suhu Input pada Proses Pembuatan Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Metil Ester Stearin” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Renny Utami Somantri F351080111
ABSTRACT RENNY U SOMANTRI. F351080111. The Effects of Input Temperature on Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) Production from Palm Stearin Methyl Ester. Under Supervision of ANI SURYANI and ERLIZA HAMBALI. Methyl ester sulfonic acid (MESA) is an intermediate product that synthesized during methyl ester sulfonates (MES) production by continuous sulfonation of fatty acid methyl ester (FAME) using SO3 as reactant in a fallingfilm reactor. MES is an anionic surfactant that has been widely used in detergent products. Surfactant or surface-active agent is a compound having both polar and non-polar groups in the same molecule and forming head-tail configuration, thus able to reduce surface and interfacial tensions also to increase the stability of dispersed particle. There is a growing interest in MES hence its feedstock availability and appreciation for excellent surfactant and environment. MES has several outstanding surfactant properties: excellent resistance to water hardness and excellent detergency for carbon chains C14 to C18. Palm stearin methyl ester is a potential material as MES feedstock in Indonesia as the country with the largest palm oil producer in the world. Palm stearin is renewable, biodegradable and rich of C16 and C18 fatty acids which have good detergency and tolerant to Ca ion. The study was aimed to obtain information on the effect of input temperature during sulfonation of palm stearin ME to the physicochemical properties of MESA produced and to determine steady state condition during continous sulfonation of palm stearin ME on the best input temperature. The result showed MESA that produced by input temperature of 100 oC by 6 hours of sulfonation time exhibited properties better than other treatments. MESA’s physicochemical properties obtained were pH 0,71, acid value 23,43 mg KOH/g, viscosity 88,44 cP, density 0,9957 g/cm3, iodine value 14,89 mg I/g, active matter 21,08% and average surface tension of 33,73 dyne/cm. The steady state condition was obtained after 4 hours of sulfonation time. It showed by its stability on active matter and the ability to reduce surface tension.
Keywords: palm stearin methyl ester, MESA, MES and sulfonation
RINGKASAN RENNY U SOMANTRI. F351080111. Pengaruh Suhu Input pada Proses Pembuatan Surfaktan Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Metil Ester Stearin. Dibimbing oleh ANI SURYANI dan ERLIZA HAMBALI. Methyl ester sulfonic acid (MESA) merupakan produk antara yang dihasilkan selama proses produksi methyl ester sulfonates (MES) melalui sulfonasi metil ester secara sinambung pada reaktor falling-film. MES merupakan surfaktan anionik yang sejak tahun 1990an mulai digunakan sebagai bahan baku dalam industri detergen bubuk (Mazzanti 2008). Surfaktan adalah senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang memiliki gugus polar dan non-polar pada molekul yang sama dan membentuk konfigurasi kepala-ekor sehingga memiliki kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka, serta meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Selain digunakan pada industri pencucian dan pembersihan, surfaktan juga digunakan pada industri pangan, farmasi, cat, kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan. Surfaktan MES berbasis minyak nabati menarik untuk dikembangkan karena adanya kebutuhan akan surfaktan yang ramah lingkungan. MES memiliki sifat-sifat yang sangat baik terutama dalam hal ketahanan pada air sadah dan tingkat detergensi yang baik karena mengandung asam lemak C14 sampai C18. ME stearin dari minyak sawit berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan MES karena bersifat terbarukan, dapat teruraikan secara alami dan ketersediaannya melimpah di Indonesia yang merupakan negara produsen minyak sawit utama di dunia. Proses produksi surfaktan MES dapat dilakukan dengan menggunakan agen pensulfonasi diantaranya H2SO4, NaHSO3, oleum, dan gas SO3. Penggunaan SO3 sebagai agen sulfonasi lebih banyak mendapat perhatian karena zero waste. Disamping itu, SO3 memiliki reaktivitas tinggi sehingga reaksi berlangsung cepat dan sulfonasi dengan gas SO3 ini dapat dilakukan secara sinambung pada reaktor singletube falling-film. Kelemahan proses sulfonasi menggunakan gas SO3 adalah diperlukan peralatan dan kontrol proses yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh suhu input selama proses sulfonasi ME stearin terhadap sifat fisikokimia methyl ester sulfonic acid (MESA) yang dihasilkan dan menghasilkan MESA dari kondisi tunak proses sulfonasi ME stearin dengan STFR pada suhu input terbaik. Pada penelitian ini diketahui, proses sulfonasi pada STFR yang dilakukan selama 6 jam dan peningkatan suhu input dari 80 ke 100 oC, berpengaruh terhadap sifat fisikokimia MESA yang dihasilkan. Dengan bertambahnya lama proses sulfonasi dan meningkatnya suhu input maka pH MESA yang dihasilkan semakin turun dan bilangan asam terukur meningkat, densitas dan viskositas MESA akan meningkat, juga meningkatkan kadar bahan aktif dan kemampuan MESA dalam menurunkan tegangan permukaan. Sedangkan sifat kimia yang tidak berubah dengan peningkatan suhu input adalah bilangan iod. Hasil penelitian ini menunjukkan MESA yang diproduksi melalui suhu input ME sebesar 100 oC memiliki sifat fisikokimia yang lebih baik dibandingkan
dengan suhu input 80 dan 90 oC. MESA yang dihasilkan memiliki rata-rata pH 0,75, bilangan asam 18,08 mgNaOH/g, viskositas 62,72 cP, densitas 0,9776 g/cm3, bilangan iod 17,68 mg I/g, kadar bahan aktif 16,15% dan tegangan permukaan 35,13 dyne/cm. MESA dengan sifat fisikokimia dan kinerja terbaik diperoleh dari suhu input 100 oC dengan lama sulfonasi 6 jam. MESA yang dihasilkan memilliki rata-rata pH 0,71, bilangan asam 23,43 mgNaOH/g, viskositas 88,44 cP, densitas 0,9957 g/cm3, bilangan iod 14,89 mg I/g, kadar bahan aktif 21,08% dan tegangan permukaan 33,73 dyne/cm. Proses sulfonasi dengan suhu input 100 oC selama 6 jam mencapai kondisi tunak pada jam ke-4. Setelah mencapai kondisi tunak, nilai rata-rata kandungan bahan aktif dan kemampuan dalam menurunkan tegangan permukaan tidak berubah. Kata kunci : metil ester stearin, MESA, MES, SO3 dan sulfonasi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGARUH SUHU INPUT PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN METHYL ESTER SULFONIC ACID (MESA) DARI METIL ESTER STEARIN
RENNY UTAMI SOMANTRI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Tesis Nama NIM
: Pengaruh Suhu Input pada Proses Pembuatan Surfaktan Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Metil Ester Stearin : Renny Utami Somantri : F351080111
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ani Suryani, DEA
Prof. Dr. Erliza Hambali
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Machfud, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 8 Maret 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Pengaruh Suhu Input pada Proses Pembuatan Surfaktan Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Metil Ester Stearin”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tesis ini, berbagai pihak telah banyak memberikan dorongan, bantuan serta masukan sehingga dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ani Suryani, DEA dan Prof. Dr. Erliza Hambali selaku pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat; staf di Laboratorium SBRC LPPM IPB, PT. Mahkota Indonesia dan di Laboratorium Teknologi Industri Pertanian IPB yang telah membantu selama penelitian; rekan-rekan di Program Studi Teknologi Industri Pertanian angkatan 2008.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada orang tua serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan saran sangat penulis harapkan guna menyempurnakan tulisan ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2011 Renny Utami Somantri
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 10 Pebruari 1980. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bogor. Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui PMDK di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian serta meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003. Pada tahun 2004, penulis mulai aktif bekerja di Badan Litbang Pertanian dan ditempatkan di UPT BPTP Sumatera Selatan, sebelumnya penulis sempat bekerja di kantor HKI-IPB. Pada tahun 2008, penulis melanjutkan pendidikan program S2 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Litbang Pertanian.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Tujuan .......................................................................................................... 4 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5 2.1 Stearin Sawit................................................................................................. 5 2.2 Metil Ester .................................................................................................... 6 2.3 Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES)........................................................... 8 2.4 Proses Sulfonasi .......................................................................................... 13 3 METODOLOGI ............................................................................................ 17 3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 17 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 18 3.3 Bahan dan Alat ........................................................................................... 18 3.4 Metode ....................................................................................................... 19 3.4.1 Persiapan Bahan Baku dan Karakterisasi ME Stearin ................... 19 3.4.2 Proses Sulfonasi ME Stearin Menggunakan Reaktor STFR........... 20 3.4.3 Penentuan Kondisi Terbaik ........................................................... 22 3.5 Rancangan Percobaan ................................................................................. 23 3.6 Hipotesis ..................................................................................................... 25 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 27 4.1 Sifat Fisikokimia ME Stearin ...................................................................... 27 4.2 Proses Sulfonasi ME Stearin menjadi MESA .............................................. 30 4.3 Sifat Fisikokimia MESA ............................................................................. 35 4.3.1 Viskositas ..................................................................................... 35 4.3.2 Densitas ........................................................................................ 37 4.3.3 Bilangan Iod ................................................................................. 38 4.3.4 Derajat Keasaman (pH) ................................................................ 40 4.3.5 Bilangan Asam ............................................................................. 42 4.3.6 Kadar Bahan Aktif ........................................................................ 44 4.3.7 Tegangan Permukaan.................................................................... 47 iii
Halaman 4.4 Penentuan kondisi terbaik ....................................................................... 51 Kadar bahan aktif dan tegangan permukaan MES ......................................... 52 5 KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 57 5.1 Kesimpulan............................................................................................. 57 5.2 Saran ...................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59
iv
DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi asam lemak beberapa produk sawit ............................................... 5 2 Perbandingan kualitas metil ester ................................................................... 8 3 Karakteristik metil ester yang baik untuk dijadikan bahan baku surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen................................................. 11 4 Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat (MES) dari ME stearin .............. 13 5 Hasil analisis sifat fisikokimia ME stearin .................................................... 28 6 Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) tegangan permukaan akibat dari perbedaan suhu input dan konsentrasi MESA ............................................... 49
v
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan katalis NaOH ................................................................................................ 7
2
Mekanisme reaksi sulfonasi ME asam lemak jenuh pada reaktor falling film ...................................................................................... 14
3
Proses transesterifikasi stearin .................................................................... 19
4
Skema proses sulfonasi ME menjadi MESA ............................................... 21
5
Diagram alir penelitian ............................................................................... 23
6
Skema aliran metil ester dan gas SO3 di dalam reaktor STFR...................... 31
7
Reaktor STFR yang digunakan dalam penelitian ......................................... 32
8
Mekanisme reaksi sulfonasi ME ................................................................. 33
9
Methyl ester sulfonic acid (MESA) stearin.................................................. 34
10 Mekanisme reaksi terbentuknya senyawa kromofor .................................... 34 11 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan viskositas MESA ............................................. 36 12 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan densitas MESA................................................ 38 13 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan bilangan iod MESA ......................................... 39 14 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan pH MESA ....................................................... 41 15 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan bilangan asam MESA ...................................... 43 16 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan kadar bahan aktif MESA ................................. 45 17 Interpretasi stokiometri proses sulfonasi ME .............................................. 47 18 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi dan konsentrasi MESA dalam larutan dengan tegangan permukaan air ................................ 50 19 Nilai indeks gabungan kriteria dari masing-masing suhu input .................... 51 20 Kadar bahan aktif MESA dan MES pada suhu input 100 oC ...................... 53
vii
Halaman
21 Reaksi reesterifikasi senyawa sulfonat anhidrida (1) dan netralisasi MESA menjadi MES (2) ........................................................... 54 22 Tegangan permukaan MESA dan MES pada konsentrasi surfaktan dalam larutan 0,5%................................................................................................ 54
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Prosedur analisis metil ester stearin ........................................................... 65
2.
Prosedur analisis surfaktan MESA dan MES ............................................. 70
3.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap viskositas MESA....................................................................................... 76
4.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap densitas MESA ........................................................................... 78
5.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan iod MESA .................................................................... 80
6.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap pH MESA ................................................................................................. 82
7.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan asam MESA ................................................................. 84
8.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap kadar bahan aktif MESA ............................................................. 86
9.
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap tegangan permukaan MESA....................................................... 88
10.
Penentuan perlakuan terbaik sulfonasi ME menjadi MESA melalui pembobotan parameter sifat fisikokimianya .................................. 92
11.
Data hasil penelitian kadar bahan aktif MES pada suhu input 100 oC ...................................................................................... 94
12.
Data hasil penelitian tegangan permukaan MES pada suhu input 100 oC ...................................................................................... 96
ix
x
1
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Surfaktan merupakan zat aktif permukaan (surface active agent) yang dapat mempengaruhi serta menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka
suatu
media.
Surfaktan
mempunyai
kemampuan
untuk
menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air.
Sifat unik ini
disebabkan oleh struktur ampifilik surfaktan, yaitu pada satu molekul surfaktan terdapat gugus hidrofilik (polar) dan gugu hidrofobik (nonpolar). Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri. Saat ini, pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications), contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen, serta bahan pembusaan dan pengemulsi pada industri sabun. Pemanfaatan surfaktan pada berbagai industri lainnya diantaranya adalah pada industri kosmetika, farmasi, cat dan pelapis, pangan, pertambangan, kertas, tekstil, kulit, produk kosmetika dan produk perawatan diri (personal care products), karet, plastik, logam, perminyakan dan bahan kontruksi. Dalam industri-industri tersebut surfaktan digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa atau bahan pengemulsi (Rosen dan Dahanayake 2000). Surfaktan dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya, yaitu anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Kelompok surfaktan yang paling banyak diproduksi dan diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Jenis surfaktan anionik yang banyak terdapat di pasaran antara lain Linear-alkyl Benzene Sulfonates (LAS), yang disintesis secara kimia dari minyak bumi (petroleum). Berdasarkan Statistik Industri Menengah Besar, Badan Pusat Statistik (2007), surfaktan anionik digunakan oleh sekitar 39 kelompok industri. Kelompok industri yang menggunakan surfaktan paling banyak adalah kelompok industri sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tangga termasuk pasta gigi. Tahun 2007 Indonesia mengekspor 162.119 ton surfaktan, dimana lebih dari 30
2
persennya atau sekitar 48.971 ton berupa surfaktan anionik. Pada tahun yang sama jumlah impor surfaktan di Indonesia sebesar 65.134 ton, dengan 44,4% berupa surfaktan anionik (29.476 ton) (BPS 2007, data diolah). Minyak bumi (petroleum) merupakan salah satu bahan baku yang umum digunakan dalam produksi surfaktan. Selain itu surfaktan juga dapat diproduksi menggunakan bahan baku berupa minyak nabati, karbohidrat, ekstrak alami, dan biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme. Isu gencar mengenai produk ramah lingkungan dan penggunaan sumberdaya terbarukan berperan dalam meningkatkan produksi surfaktan berbasis bahan alami.
Surfaktan anionik
berbasis petroleum seperti LAS dapat disubsitusi secara bertahap dengan surfaktan anionik berbasis minyak nabati. Surfaktan MES (methyl ester sulfonates) merupakan surfaktan anionik, yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Sejak tahun 1990an, MES mulai digunakan sebagai bahan baku dalam industri deterjen bubuk (Mazzanti 2008). Potensi bahan baku minyak sawit di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya dan pada tahun 2009, total produksi minyak sawit mencapai 20,2 juta ton (Departemen Perindustrian 2009). Fraksi stearin dari minyak sawit merupakan bahan baku potensial dalam produksi surfaktan MES. Selain bersifat terbarukan, surfaktan berbasis stearin minyak sawit juga lebih ramah lingkungan dalam proses produksi dan aplikasi dan kadang memiliki karakteristik lebih baik dibandingkan menggunakan berbasis petrokimia (Foster 1996). Disamping itu, pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku surfaktan dapat meningkatkan nilai tambah dari minyak sawit sebesar 795 persen, dibandingkan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku margarin (180 persen), alkohol lemak (295 persen) dan metil ester (500 persen) (MAKSI 2003). Sedangkan menurut Hui (1996), stearin minyak sawit mengandung alkil ester asam lemak C14, C16 dan C18 yang baik digunakan sebagai bahan baku surfaktan karena mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, mampu mempertahankan aktivitas enzim dan memiliki toleransi terhadap ion Ca lebih baik. Pemanfaatan MES pada beberapa produk adalah karena MES memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik
3
terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya detergensinya sama dengan petroleum sulfonat, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah (Matheson 1996). Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976) proses produksi surfaktan MES dapat dilakukan dengan menggunakan agen pensulfonasi diantaranya H2SO4, NaHSO3, oleum, dan gas SO3. Penggunaan SO3 sebagai agen sulfonasi lebih banyak mendapat perhatian karena menghasilkan reaksi sulfonasi yang zero waste. Menurut Watkins (2001), proses produksi MES dengan gas SO3 sebagai reaktan dapat dilakukan dalam falling film reactor pada suhu 80-90 oC. Kontak antara gas SO3 dan metil ester (ME) pada reaktor ini berlangsung cepat dan mengubah molekul ME menjadi asam metil ester sulfonat (MESA), sedangkan sisa gas SO3 yang tidak bergabung akan dikembalikan lagi ke dalam sistem reaksi. Untuk memperoleh kinerja surfaktan MES yang tinggi, maka sangat ditentukan kesempurnaan reaksi dalam tahapan proses sulfonasi SO3. Sulfonasi ME untuk menghasilkan MES merupakan proses yang cukup kompleks. Terdapat tiga tahap proses yang penting dalam sulfonasi ME secara sinambung, yaitu : (1) tahap kontak ME dengan SO3, pada tahap ini diperlukan rasio mol SO3 yang lebih
besar
dibandingkan
bahan
baku
ME;
(2)
tahap
aging
untuk
menyempurnakan konversi ME; dan (3) tahap netralisasi (Roberts et al. 2008). Menurut Watkins (2001), proses sulfonasi ME dengan reaktan gas SO3 dapat dilakukan pada falling film reactor dengan suhu 80-90 oC. Penelitian ini mengkaji pengaruh suhu input bahan baku ME stearin. Selama proses sulfonasi, peningkatan suhu input bahan baku akan menurunkan viskositas bahan baku ME stearin. Dengan demikian diharapkan pembentukan film pada tube reaktor akan semakin tipis dan kontak antara gas SO3 dengan ME menjadi lebih baik sehingga peluang terikatnya gugus SO3 pada produk tersulfonasi akan semakin besar.
4
1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Mendapatkan informasi pengaruh suhu input selama proses sulfonasi ME stearin terhadap sifat fisikokimia methyl ester sulfonic acid (MESA) yang dihasilkan 2. Menghasilkan MESA dari kondisi tunak proses sulfonasi ME stearin dengan STFR pada suhu input terbaik
5
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stearin Sawit Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut (mesokarp) dan minyak yang berasal dari biji (kernel). Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan crude palm oil (CPO) dan dari inti (biji) disebut minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Pemisahan asam lemak penyusun trigliserida pada CPO dapat dilakukan dengan menggunakan proses fraksinasi. Secara umum proses fraksinasi minyak sawit dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dan 0,5% limbah. Stearin sawit merupakan fraksi padat yang dihasilkan dari proses fraksinasi CPO setelah melalui pemurnian. Karakteristik fisik stearin sawit bersifat padat pada suhu ruang, berbeda dengan olein sawit yang bersifat cair pada suhu ruang. Komposisi asam lemak beberapa produk sawit disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi asam lemak beberapa produk sawit Asam Lemak Laurat (C12:0) Miristat (C14:0) Palmitat (C16:0) Palmitoleat(C16:1) Stearat (18:0) Oleat (18:1) Linoleat (C18:2) Linolenat (C18:3) Arachidat (C20:0)
CPO a) < 1,2 0,5 – 5,9 32 – 59 < 0,6 1,5 – 8 27 – 52 5,0 – 14 < 1,5
PKO b) 40 – 52 14 – 18 7–9 0,1 – 1 1–3 11 – 19 0,5 – 2
Jenis Bahan Olein c) 0,1 – 0,5 0,9 – 1,4 37,9 – 41,7 0,1 – 0,4 4,0 – 4,8 40,7 – 43,9 10,4 – 13,4 0,1 – 0,6 0,2 – 0,5
Stearin c) 0,1 – 0,6 1,1 – 1,9 47,2– 73,8 0,05 – 0,2 4,4 – 5,6 15,6 –37,0 3,2 – 9,8 0,1 – 0,6 0,1 – 0,6
PFAD d) 0,1 - 0,3 0,9 - 1,5 42,9 -51,0 4,1 - 4,9 32,8-39,8 8,6-11,3
Sumber : a) Godin dan Spensley (1971) dalam Salunkhe et al. (1992) b) Swern (1979) c) Basiron (1996) d) Hui (1996)
Tabel 1 menunjukkan bahwa stearin sawit
lebih didominasi oleh C16
sebesar 47,2-73,8 % dan C18:1 sebesar 15,6-37 %. Diketahui bahwa surfaktan dari C16 dan C18 dari minyak sawit mempunyai daya detergensi yang tinggi dan
6
aktivitas permukaan yang baik (Hui 1996). Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik.
Apabila
rantai
hidrofobik
terlalu
panjang,
akan
terjadi
ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air.
Hal ini akan ditunjukkan oleh
keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Menurut Hui (1996) karena karakteristik detergensi yang cukup baik dari metil ester C16-C18, maka fraksi stearin merupakan sumber bahan baku yang sesuai dan murah untuk memproduksi MES. Karakteristik deterjensi MES yang berbahan baku stearin diketahui mirip dengan (linier alkil benzene sulfonat) LAS. Metil ester stearin sawit memiliki rasio distribusi asam lemak dari C16 hingga C18 sebesar 2:1. Bahan ini menghasilkan produk MES dengan nilai Kraft point minimum 17 °C dan ini merupakan nilai maksimum kelarutan dibandingkan dengan kombinasi C16 dan C18 lainnya. MES dengan karakteristik ini sangat berguna untuk menghasilkan detergen pada suhu rendah (Sheats dan MacArthur 2002). 2.2 Metil Ester Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida (TG) minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi merupakan reaksi kimia antara trigliserida dan alkohol dengan adanya katalis untuk menghasilkan mono-ester atau biodisel (Sharma dan Singh 2009). Molekul TG pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan tiga asam lemak. Alkohol yang biasa digunakan pada proses transesterifikasi misalnya etanol dan metanol. Metanol lebih disukai karena berharga lebih murah. Selain itu viskositas etil ester yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan metil ester (Sharma dan Singh 2009).
7
Transesterifikasi
merupakan
suatu
reaksi
kesetimbangan.
Untuk
mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih. Rasio molar alkohol : minyak/lemak bervariasi antara 6:1 sampai dengan 13:1. Rasio molar yang terlalu tinggi akan mengurangi yield dan sulit dalam pemisahan gliserol (Sharma et al. 2008). Pada reaksi transesterifikasi, katalis berperan untuk mempercepat reaksi dan meningkatkan yield metil ester yang dihasilkan.
Menurut Vicente et al.
(2004) katalis KOH memberikan yield lebih tinggi yaitu sekitar 91,67% dibandingkan dengan katalis NaOH (85,9%). Jumlah katalis yang diperlukan dalam proses transesterifikasi adalah sebesar 0,7% sampai dengan 1,5% dan menurut Leung dan Guo (2006) jumlah katalis KOH yang diperlukan sebanyak 1,1% sedangkan katalis NaOH yang diperlukan sebanyak 1,5%. Pada Gambar 1 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan katalis basa untuk menghasilkan metil ester (biodiesel) (Meher et al. 2006)
Gambar 1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dan katalis NaOH Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya. Faktor tersebut diantaranya adalah kandungan asam lemak bebas (FFA) dan kadar air pada minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan
8
lamanya reaksi, pengadukan dan pemurnian produk akhir (Sharma dan Singh 2009). Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan (Gerpen 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu katalis (Gerpen 2004). Tabel 2 memperlihatkan kualitas metil ester yang dihasilkan dari bahan baku berbeda Tabel 2 Perbandingan kualitas metil ester
Bilangan Iod (mg I/ g ME) Asam karboksilat (wt%) Bilangan Asam (mg KOH/gr ME) Bilangan Penyabunan (mg KOH/gr ME) Titik beku (oC) Moisture (wt%) Panjang rantai karbon (wt%) C18
ME PKOa
ME Stearina
ME CPOb
ME Oleinc
1,4
0,3
50,72
47,77
0,2 0,5
n/a 0,4
0,16
0,21
240
n/a
204,8
-
18 0,03
26 0,02
0,08
0,13
5,2 4,4 51,0 15,1 7,2 17,2 0,0
0,0 0,0 0,2 1,5 65,4 32,2 0,7
0,08 1,39 42,63 54,2 -
0,21 1,01 40,99 5,66 -
(Sumber: aSheats dan MacArthur 2002; bSulastri 2010; cMujdalipah 2008)
2.3 Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang berbeda derajat polaritasnya (Perkins 1988). Istilah antarmuka menunjuk pada sisi antara dua fasa yang tidak saling melarutkan, sedangkan istilah permukaan menunjuk pada antarmuka dimana salah satu fasanya berupa udara (gas) (Rosen 2004).
9
Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas permukaan yang tinggi. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan terdiri dari bagian kepala yang bersifat hidrofilik dan sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik, merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa hidrokarbon rantai linier atau cabang. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui 1996; Hasenhuettl 1997). Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat, serta bahan emulsifier pada industri pangan (Hui 1996).
Flider (2001)
menyebutkan pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and cleaning applications), namun surfaktan banyak pula digunakan pada industri pertambangan, cat, kertas,
tekstil, serta produk
kosmetika dan produk perawatan diri (personal care products). Surfaktan berbasis bahan alami dapat dibagi ke dalam empat kelompok dasar, yaitu: (a) berbasis minyak-lemak, seperti monogliserida, digliserida, poligliserol ester, MES, dietanolamida, dan sukrosa ester, (b) berbasis karbohidrat, seperti alkil poliglikosida dan N-metil glukamida, (c) ekstrak bahan alami, seperti lesitin dan saponin, serta (d) biosurfaktan yang diproduksi oleh mikroorganisme,
seperti
rhamnolipida,
sophorolipida,
lipopeptida
dan
threhaloslipida (Flider 2001). Surfaktan berbasis minyak-lemak (oleokimia) merupakan kelompok surfaktan berbasis bahan alami yang paling banyak dihasilkan. Minyak dan lemak yang biasanya digunakan untuk memproduksi surfaktan diantaranya yaitu tallow, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak sawit. Umumnya bahan baku minyak dan lemak tersebut harus diproses terlebih dahulu menjadi senyawa oleokimia dasar sebelum digunakan untuk memproduksi surfaktan. Oleokimia dasar yang dihasilkan dari minyak dan lemak adalah asam lemak, gliserol, metil ester, dan alkohol lemak. Kebutuhan untuk memproses
10
minyak dan lemak terlebih dahulu sebelum memproduksi surfaktan tersebut berpengaruh nyata terhadap biaya produksi produk akhir (Flider 2001). Berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya setelah terdisosiasi dalam media cair, surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu: (1) anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif; (2) kationik: gugus hidrofiliknya bermuatan positif; (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan dan (4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif atau negatif tergantung kepada pH medium (Perkins 1989). Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian hidrofilik dan hidrofobik pada molekul surfaktan. Kehadiran gugus hidrofobik dan hidrofilik yang berada dalam satu molekul, menyebabkan pembagian surfaktan cenderung berada pada antarmuka antara fasa yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hidrogen seperti minyak/air atau udara/air. Pembentukan film pada antar muka ini mampu menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas pada molekul surfaktan (Georgiou et al. 1992). Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan kemampuan pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan penggabungan (coalescence) partikel yang terdispersi, sehingga kestabilan partikel yang terdispersi makin meningkat. Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air yang dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun dengan menambahkan surfaktan maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama (Bergenstahl 1997). Ditambahkan oleh Hui (1996) bahwa surfaktan merupakan komponen yang paling penting pada sistem pembersih, sehingga menjadi bahan utama pada deterjen. Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik.
Apabila rantai hidrofobik terlalu
panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian juga sebaliknya,
11
apabila rantai hidrofobiknya terlalu
pendek, komponen akan memiliki
keterbatasan kelarutan dalam minyak.
Pada umumnya panjang rantai terbaik
untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Pada Tabel 3 disajikan kualitas metil ester dari asam lemak C12-14, C16, dan C18 sebagai bahan baku pembuatan surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen. Tabel 3 Karakteristik metil ester yang baik untuk dijadikan bahan baku surfaktan untuk aplikasi sabun dan detergen Karakteristik Bilangan iod (cg I/g ME) Asam karboksilat (% b/b) Fraksi tidak tersabunkan (% b/b) Bilangan asam (mg KOH/g ME) Bilangan penyabunan (mg KOH/ g ME) Kadar air (% b/b) Komposisi asam lemak (% b/b) C18
C12-14 2,1 0,46 0,10 14,0 2,6 0,16 0,85 72,59 26,90 0,51 0,00 0,00
Metil Ester C16 5,5 0,18 0,04 0,7 3,2 0,29 0,00 0,28 2,56 48,36 46,24 0,74
C18 4,8 0,23 0,02 1,8 3,9 0,29 0,00 0,28 1,55 60,18 35,68 1,01
Sumber: Sheats dan MacArthur 2002
Surfaktan metil ester sulfonat (MES) termasuk golongan surfaktan anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan (surface-active).
Struktur kimia metil ester sulfonat
(MES) adalah sebagai berikut (Watkins 2001) :
MES yang merupakan golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan pembersih (washing and cleaning products) (Hui 1996; Matheson 1996). Pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif pada deterjen telah banyak
12
dikembangkan karena prosedur produksinya mudah, memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, mempunyai asam lemak C16 dan C18 yang mampu memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH. Bahkan MES C16-C18 memperlihatkan aktivitas permukaan yang baik, yaitu sekitar 90 persen dibandingkan linier alkil benzen sulfonat (LABS) (de Groot 1991; Hui 1996b; Matheson 1996).
Hal tersebut menyebabkan metil ester
sulfonat pada masa mendatang diindikasikan akan menjadi surfaktan anionik yang paling penting (Watkins 2001). Menurut Matheson (1996), metil ester sulfonat (MES) memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi (good biodegradability). Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam (disalt) lebih rendah. Menurut Hui (1996), MES dari minyak nabati dengan atom C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty diswashing detergent. Sementara itu MES dari minyak nabati dengan atom C16-C18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent).
Pada Tabel 4
disajikan karakteristik surfaktan MES dari ME stearin yang telah dihidrogenasi. Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NH2SO3H, dan ClSO3H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang
13
ditambahkan, lama netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH dan suhu netralisasi (Foster, 1996). Tabel 4 Karakteristik surfaktan metil ester sulfonat (MES) dari ME stearin Analisa Metil ester sulfonat (MES) (% b/b) Disodium karboksi sulfonat (di-salt) (% b/b) Metanol (% b/b) Hidrogen Peroksida (% b/b) Air (% b/b) pH Klett color 5 % aktif Sodium metil sulfat (%) Petroleum ether extractables (PEX) (% b/b) Sodium karboksilat (% b/b) Sodium sulfat (% b/b)
Nilai 83 3,5 0,07 0,13 2,3 5,3 310 7,2 2,4 0,3 7,2
Sumber: Sheats dan McArthur (2002)
2.4 Proses Sulfonasi Kajian sulfonasi minyak nabati untuk menghasilkan surfaktan MES antara lain telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), pereaksi yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat, sulfit, oleum, sulfur trioksida (SO3) dan NaHSO3. Pore (1993) melakukan reaksi sulfonasi alkil α-sulfopalmitat dengan menggunakan natrium bisulfit (NaHSO3) pada suhu antara 60- 100 oC dengan lama reaksi 3 sampai 6 jam, tanpa pemurnian menghasilkan tegangan permukaan 40,2 mN/m dan tegangan antarmuka 9,7mN/m. Smith dan Stirton (1967) diacu dalam Kapur et al. (1976) mensulfonasi metil, etil, dan isopropil ester asam palmitat dan stearat secara langsung melalui penambahan SO3 cair pada rasio molar 2,4 : 1 pada suhu 0 oC dan mereesterifikasi menggunakan metil, etil, atau isopropil alkohol sebelum netralisasi untuk meningkatkan rendemen alpha sulfo fatty acid hingga 70 – 80% dan menurunkan produk samping disodium sulfofatty acid (disalt). Sulfonasi ester dimulai dengan pembentukan komplek SO3 dengan ester. Pembentukan komplek ini mengaktifkan atom H pada posisi alpha. Kondisi sulfonasi terbaik untuk menghasilkan produk sulfonat menggunakan bahan baku metil stearat yaitu pelarut CCl4 1 gram, suhu
14
sulfonasi 60 oC, lama sulfonasi 1 jam, dan re-esterifikasi menggunakan 40 ml alkohol selama 4 jam. Produk yang dihasilkan terdiri dari 90 % sodium alpha sulfonat dan 1 % garam disodium. Mekanisme sintesis MES dari ME yang terdiri dari ester asam lemak jenuh melalui proses sulfonasi pada reaktor falling-film terjadi dalam beberapa tahap reaksi. Menurut MacArthur (2008) reaksi sulfonasi ME yang telah dihidrogenasi terjadi dalam beberapa tahap (Gambar 2).
Gambar 2 Mekanisme reaksi sulfonasi ME asam lemak jenuh pada reaktor falling film (MacArthur et al. 2008) Reaksi I menunjukkan bahwa pada awal proses sulfonasi, gas SO3 diserap oleh ME dan secara cepat membentuk senyawa sulfonat anhidrid sebagai produk intermediet (II). Senyawa sulfonat anhidrid dapat bereaksi kembali dengan molekul SO3 kedua. Molekul senyawa sulfonat anhidrid yang membawa dua unit SO3, dapat kehilangan satu unit SO3 yang dapat bereaksi dengan molekul ME lainnya. Untuk itu perlu digunakan SO3 berlebih. Intermediet (II) di dalam keseimbangan mengaktifkan C-α menuju reaksi sulfonasi seperti tergambar pada reaksi 2 untuk membentuk produk intermediet (III). Reaksi 3 menggambarkan produk Intermediet (III) akan mengalami rearrangement untuk melepaskan SO3 dan membentuk asam metil ester sulfonat (MESA) yang diinginkan (IV). Gas SO3 yang dilepaskan lalu akan mengkonversi sisa produk intermediet (II) membentuk produk intermediet (III). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan dengan cara melarutkan SO3 dengan udara yang sangat kering dan direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Menurut Gupta dan
15
Wiese (1992) dalam reaktor sulfonasi, nisbah molar SO3 dan metil ester dikontrol antara 1,03 : 1 hingga 1,06 : 1 agar dicapai tingkat konversi yang optimum tanpa menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi samping ataupun degradasi warna. Suhu reaktor dikontrol antara 110-150 °F (43-65 °C). Sebelum proses sulfonasi dilakukan, terlebih dahulu gas SO3 dicampur dengan udara kering hingga konsentrasinya menjadi 4-8%. Proses netralisasi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut KOH, HN4OH, NaOH atau alkanolamin. Stein dan Baumann (1974) mensulfonasi ester asam lemak jenuh C8-C22 secara sinambung pada reaktor thin film dengan tinggi reaktor 1 m dan diameter dalam 6 mm, dilengkapi dengan jaket pendingin. Laju alir bahan baku 600 g/jam, konsentrasi gas SO3 sebesar 5%, suhu reaksi 80-90 oC, dan rasio mol ester : SO3 adalah 1:1,2.
Waktu tinggal ester pada reaktor yaitu selama beberapa detik
menghasilkan produk tersulfonasi dengan konversi yang rendah, sehingga dilakukan reaksi tahap kedua pada suhu yang sama selama 10-20 menit. Produk tersulfonasi kemudian dipucatkan menggunakan H2O2 sebanyak 1,5-3,5%. Proses pemucatan berlangsung pada suhu 60 oC selama 10 menit sampai dengan 1 jam. Netralisasi dilakukan dengan penambahan NaOH dan prosesnya berlangsung pada suhu 45 oC. Produk yang dihasilkan berupa slurry dengan konversi ester menjadi α-MES mencapai 95%, disalt 2,9% dan bahan tidak tersulfonasi sebesar 1,4%. Menurut Watkins (2001), proses produksi metil ester sulfonat dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO3 dalam falling film reactor pada suhu 80-90 °C. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap, sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH). Setelah melewati tahapan netralisasi, produk yang terbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula (Watkins 2001). Baker (1995) telah memperoleh paten (US Patent No. 5.475.134) tentang proses pembuatan sulfonated fatty acid alkil ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang digunakan dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam
16
falling film reactor, dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu 1,1 : 1 hingga 1,4 : 1, pada suhu proses antara 75-95 °C dan lama reaksi antara 20-90 menit. Produk yang dihasilkan biasanya masih mengandung bahan pengotor, termasuk di-salt sehingga diperlukan proses pemurnian. Menurut Sheats dan MacArthur (2002), penelitian mengenai produksi MES skala pilot secara sinambung dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu proses sulfonasi dimulai dengan pemasukkan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging, tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Proses sulfonasi yang diteliti dilakukan pada beragam bahan baku metil ester yang berasal dari minyak kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan tallow. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada suhu 40-56 °C, dengan konsentrasi gas SO3 adalah 7% dan suhu gas SO3 sekitar 42 °C. Nisbah molar antara reaktan SO3 dan metil ester sekitar 1,2 – 1,3. MES segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85 °C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam (42 menit). Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31-41% (b/b, MES basis) dengan suhu 95 sampai 100 °C selama 1 sampai 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk mengurangi pembentukkan di-salt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatan transfer panas
dalam
proses
pemucatan.
Proses
netralisasi
dilakukan
dengan
mencampurkan MES yang telah dipucatkan dengan pelarut NaOH 50% pada suhu 55 °C. Selanjutnya produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145 °C dan tekanan 120-200 Torr agar diperoleh produk berupa powder atau flakes. Sherry et al. (1995) melakukan proses pemurnian palm C16-18 kalium metil ester sulfonat (KMES) yang diteliti tanpa melalui proses pemucatan. Pemurnian produk dilakukan dengan mencampurkan ester sulfonat dengan 10-15 persen metanol di dalam digester, dan dilanjutkan dengan proses netralisasi berupa penambahan KOH 50%.
17
3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Metil ester sulfonat (MES) termasuk dalam kelompok surfaktan anionik dan telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing and cleaning products) (Hui 1996; Matheson 1996). Pemanfaatan MES pada beberapa produk adalah karena MES memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik dan sifat detergensi yang baik pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water).
MES yang mempunyai asam lemak C16 dan C18 mampu
memberikan tingkat detergensi yang terbaik, memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik, memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah dan memiliki stabilitas yang baik terhadap pH. Pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya detergensinya sama dengan petroleum sulfonat (de Groot 1991, Hui 1996; Matheson 1996).
Adanya isu produk ramah lingkungan sangat mendorong
pengembangan surfaktan berbasis alam termasuk dari stearin minyak sawit. Pemanfaatan ME stearin sebagai bahan baku MES dapat meningkatkan nilai tambah dari stearin minyak sawit. Penggunaan gas SO3 sebagai agen pensulfonasi dikarenakan sifatnya yang reaktif, menghasilkan konversi yang sempurna dan menghasilkan reaksi sulfonasi yang zero waste (Sheats dan MacArthur 2008). Proses sulfonasi dengan reaktan gas SO3 dilakukan pada reaktor falling-film, yang sedang berkembang adalah multitube falling-film reactors. Berdasarkan hasil wawancara dengan produsen surfaktan anionik pengguna teknologi ini, proses sulfonasi untuk mendapatkan waktu start-up reaktor untuk menghasilkan produk yang konsisten dan homogen adalah selama 6 jam. Saat ini SBRC-LPPM-IPB telah mengembangkan proses sulfonasi dengan gas SO3 dengan menggunakan singletube falling-film reactor (STFR), dengan tinggi reaktor 6 m. Kelebihan reaktor singletube dibandingkan dengan reaktor multitube antara lain kapasitas produksi yang lebih rendah sehingga kebutuhan bahan baku ME lebih sedikit. Kajian penelitian ini dilakukan pada proses sulfonasi dari ME stearin menggunakan reaktan gas SO3 untuk menghasilkan MES. Hal ini didasarkan pada pertimbangan belum berkembangnya teknologi sulfonasi di Indonesia, maka
18
perlu dilakukan pengembangan penelitian untuk memperbaiki proses sulfonasi secara curah dan sinambung. Sutanto (2007) mensulfonasi ME PKO dengan pereaksi Na2 HSO3 secara curah.
Mujdalipah (2008) menggunakan gas SO3
sebagai reaktan untuk mensulfonasi ME olein menggunakan falling film reaktor dengan tinggi reaktor satu meter sebagai reaktor sulfonasi. Sifat fisikokimia dan kinerja surfaktan MES yang baik ditentukan pada kesempurnaan reaksi yang terjadi antara bahan baku ME dan agen pensulfonasi gas SO3 dalam tahapan proses sulfonasi. Produk yang dihasilkan pada proses sulfonasi ini berupa metil ester sulfonic acid (MESA) yang apabila dilanjutkan oleh proses netralisasi akan menghasilkan MES. Tingkat konversi ME stearin menjadi MESA diantaranya dipengaruhi oleh rasio mol SO3 dan bahan baku, suhu sulfonasi serta lama reaksi sulfonasi. Semakin tinggi konversi ME menjadi MESA, akan dihasilkan surfaktan MES dengan kinerja yang tinggi. Dengan diketahuinya lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak, diduga dapat mengoptimalkan reaksi antara ME dan reaktan gas SO3. Peningkatan suhu pada bahan baku ME akan menurunkan viskositas dari ME sehingga pembentukan lapisan film dalam reaktor akan semakin tipis. Hal ini diduga akan menyebabkan kontak antara ME dan gas SO3 dapat berlangsung lebih optimal. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Nopember 2010 di Laboratorium dan pilot plant SBRC-LPPM-IPB di Kampus Baranang Siang, Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA-IPB di Kampus IPB Dramaga dan PT. Mahkota Indonesia di Jakarta. 3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah RBD stearin sawit, KOH, Metanol, dan gas SO3. Bahan kimia untuk analisa yaitu etanol 95%, KOH, NaOH, H2SO4, HCl, Na2SO4, xylene, toluene, asam asetat glasial, sikloheksan, kalium dikromat, KI, reagen Wijs, buffer pH 4.0 dan 7.0, N-cetyl pyridinium chloride, indikator pati, indikator penolpthalein dan akuades.
19
Peralatan yang digunakan seperangkat reaktor esterifikasi/transesterifikasi kapasitas 100 L, seperangkat alat sulfonasi Singletube Falling-film Sulfonation Reactor (STFR) tinggi 6 m, diameter tube 25 mm dengan sistem sinambung menggunakan reaktan gas SO3, GC, tensiometer Du Nuoy, spektrofotometer, magnetic stirrer, mixer vortexer, buret, timbangan analitik dan glassware. 3.4 Metode 3.4.1 Persiapan Bahan Baku dan Karakterisasi ME Stearin Metil ester (ME) stearin yang digunakan sebagai bahan baku dalam sintesis metil ester sulfonat (MES) diperoleh melalui proses transesterifikasi stearin minyak sawit. Gambar 3 menyajikan proses transesterifikasi stearin untuk menghasilkan ME stearin.
Gambar 3 Proses transesterifikasi stearin Pada proses transesterifikasi, stearin yang berbentuk padat pada suhu ruangan dicairkan melalui pemanasan. Stearin cair kemudian dimasukkan ke
20
dalam tangki transesterifikasi dan dipanaskan hingga suhu 60 oC. Setelah suhu tersebut dicapai, dilakukan penambahan larutan metoksida (metanol 15% (v/v) dan KOH 1% (b/v) dengan pengadukan selama 1 jam. Setelah 1 jam, dipindahkan ke dalam tangki settling (pengendapan) dan diendapkan selama 24 jam untuk memisahkan gliserol.
Gliserol dipisahkan kemudian dilakukan pencucian
menggunakan air minimal 3-4 kali untuk menghilangkan gliserol dan sabun yang terbentuk.
Proses selanjutnya pengeringan ME dengan pemanasan dan
pengadukan hingga tidak terlihat lagi adanya gelembung air pada permukaan ME. ME
yang
dihasilkan
kemudian
dilakukan
analisa
bilangan
asam
(SNI 04-7182-2006), gliserol total, bebas dan terikat di dalam biodiesel ester alkil: metode iodometri-asam periodat (SNI 04-7182-2006), bilangan iod (SNI 04-7182-2006), bilangan penyabunan (SNI 04-7182-2006) dan ester asam lemak dominan (GCMS). Prosedur analisis terhadap bahan baku ME stearin disajikan pada Lampiran 1. 3.4.2 Proses Sulfonasi ME Stearin Menggunakan Reaktor STFR Pada proses ini ME dialirkan ke reaktor STFR diikuti dengan mengalirkan gas SO3 ke dalam reaktor. Tahap ini dilakukan untuk memperoleh surfaktan MESA berbahan baku ME stearin.
Sulfonasi gas SO3 pada ME stearin
menggunakan reaktor STFR dengan tinggi reaktor 6 m, diameter 25 mm, dan gas SO3 sebagai agen pensulfonasi. Kontak antara gas SO3 dan ME stearin dilakukan pada kondisi proses sebagai berikut: laju alir ME 100 ml/menit dan gas SO3 full valve. Gambar 4 menyajikan skema proses sulfonasi ME menjadi MESA pada penelitian ini. Suhu input ME stearin pada penelitian ini adalah 80, 90 dan 100 oC. Pemanasan dilakukan selam 2 jam kemudian valve by-pass dibuka sehingga ME stearin diumpankan menuju tube dengan laju alir sebesar 100 ml/menit. Ketika ME dialirkan di dalam tube, suhu ME akan turun, sehingga dilakukan sirkulasi di dalam tube sampai suhu yang diinginkan tercapai. Setelah suhu yang diinginkan dicapai, gas SO3 sebagai agen sulfonasi dialirkan melalui bagian atas tube. Produk tersulfonasi akan mengalir di sepanjang tube reaktor selama kurang dari 5 menit. Produk MESA yang dikeluarkan dari bagian bawah tube ditampung sebanyak
21
300 ml. MESA yang dihasilkan kemudian dibagi menjadi 2 bagian, satu bagian dilakukan proses netralisasi menggunakan NaOH 50% sehingga diperoleh MES (MESA netral) dengan kisaran pH 6-8 sedangkan bagian yang lain langsung dilakukan analisa sifat fisikokimia MESA.
Gambar 4 Skema proses sulfonasi ME menjadi MESA Proses sulfonasi dilakukan selama 6 jam kemudian ditentukan lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak melalui analisa contoh produk.
Lama
proses sulfonasi dihitung sejak dialirkannya gas SO3 ke dalam tube dan terjadi kontak dengan ME stearin sampai dilakukannya pengambilan contoh produk selama berlangsungnya proses sulfonasi.
MESA dan MES yang dihasilkan
dianalisa meliputi kadar bahan aktif (Ephton 1948), bilangan asam (Epthon 1948), bilangan iod (AOAC 1995), pH (Chemiton), densitas (AOAC 1995), viskositas (Brookfield viscosimeter) dan tegangan permukaan metode du Nouy (ASTM D1331 2001). Prosedur analisis MESA dan MES disajikan pada Lampiran 2. Kondisi tunak proses sulfonasi dilihat dari tidak berubahnya kadar bahan aktif dan kemampuan MESA yang dihasilkan selama proses sulfonasi dalam menurunkan tegangan permukaan.
22
3.4.3 Penentuan Kondisi Terbaik Perlakuan terbaik ditentukan melalui Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI) yang merupakan indeks gabungan (composite index) yang dapat digunakan untuk menentukan penilaian atau peringkat dari berbagai alternatif (i) berdasarkan beberapa kriteria (j) (Marimin 2005). Formula yang digunakan dalam teknik CPI adalah sebagai berikut: Aij
= Xij(min) x 100 / Xij(min)
A(i+1.j) = (X(I+1.j)) / (Xij(min) x 100 Iij
= Aij x Pj
Ii
=�
� ���
�I�� �
Keterangan: Aij
= Nilai alternatif ke-i pada kriteria ke-j
Xij(min) = Nilai alternatif ke-i pada kriteria awal minimum ke-j A(i+1.j)
= Nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria ke-j
X(I+1.j)
= Nilai alternatif ke-i+1 pada kriteria awal ke-j
Pj
= Bobot kepentingan kriteria ke-j
Iij
= Indeks alternatif ke-I
Ii
= Indeks gabungan kriteria pada alternatif ke-I
i
= 1, 2, …..21
j
= 1, 2, … 7 Bobot kepentingan sifat fisikokimia MESA yang dianggap paling penting
dalam penentuan kondisi tunak proses sulfonasi adalah kadar bahan aktif. Oleh karena itu, kadar bahan aktif mempunyai bobot paling tinggi (25%), parameter lain yaitu bilangan asam MESA dan tegangan permukaan air masing-masing diberikan bobot 20%, sedangkan pH dan viskositas mempunyai bobot 10%, dan densitas serta bilangan iod mempunyai bobot masing-masing 7,5%. Perlakuan dengan nilai indeks gabungan paling tinggi dianggap sebagai perlakuan terbaik. Analisis terhadap kadar bahan aktif dan tegangan permukaan dilakukan pada MES
23
yang dihasilkan dari perlakuan terbaik. Gambar 5 menyajikan diagram alir penelitian.
Gambar 5 Diagram alir penelitian 3.5 Rancangan Percobaan Penelitian ini melibatkan pengamatan berulang sehingga memerlukan penanganan model analisis yang lain dari model rancangan percobaan dasar agar informasi yang diperoleh lebih luas. Disamping perlakuan yang dicobakan, juga diharapkan mampu melihat perkembangan/pertumbuhan respon selama penelitian berlangsung. Sehingga selain pengaruh perlakuan, pengaruh waktu juga perlu dikaji. Rancangan dasar yang digunakan adalah rancangan acak lengkap, maka rancangan dengan pengamatan berulang disebut RAL dalam waktu (RAL in time) (Mattjik dan Sumertajaya 2002).
24
Model linier dari rancangan ini sama seperti model linier dari rancangan dasar yang digunakan ditambahkan pengaruh waktu dan interaksinya dengan perlakuan mengikuti model linier rancangan blok terbagi (split blok). Menggunakan disain eksperimen split blok, variabel yang dikaji adalah suhu input ME stearin dan lama proses sulfonasi. Suhu input ME stearin terdiri dari 3 taraf, yaitu: T1
: 80 oC
T2
: 90 oC
T3
: 100 oC
Lama proses sulfonasi terdiri dari 7 taraf, yaitu: W1
: 0 jam
W2
: 1 jam
W3
: 2 jam
W4
: 3 jam
W5
: 4 jam
W6
: 5 jam
W7
: 6 jam Analisis ragam dilakukan pada data yang diperoleh untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Model matematika dalam percobaan ini adalah sebagai berikut: Yijk = µ+ K + αi + δik + ωj + γjk + αωij + �ijk Keterangan: Yijk
= Variabel respon/hasil pengamatan karena pengaruh besarnya faktor α taraf ke-i dan faktor ω taraf ke-j pada ulangan/blok ke-k; dengan i= 1, 2, 3; j=1, 2, 3, 4, 5, 6, 7; dan k=1,2
µ
= Pengaruh rata-rata sebenarnya (rata-rata umum)
K
= Pengaruh dari blok/ulangan ke-k (k=1,2)
αi
= Pengaruh dari faktor α taraf ke-i, ulangan ke-k (i= 1, 2, 3; k= 1, 2)
25
δik
= Galat faktor α
ωj
= Pengaruh faktor ω taraf ke-j, ulangan ke-k (j= 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7; k = 1, 2)
γjk
= Galat faktor ω
αωij
= Pengaruh interaksi faktor α dengan faktor ω
�ijk
= Galat interaksi faktor α dengan faktor ω
Parameter yang diamati meliputi pH, bilangan asam, viskositas, densitas, kadar bahan aktif, bilangan iod dan tegangan permukaan. 3.6 Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sampai batas tertentu, suhu input ME pada proses sulfonasi berpengaruh positif terhadap kinerja surfaktan yang dihasilkan dimana semakin tinggi suhu input maka semakin tinggi suhu proses sulfonasi maka gugus alkil sulfonat yang terikat semakin banyak sehingga kadar bahan aktif dan kinerja surfaktan terutama dalam menurunkan tegangan antarmuka akan semakin tinggi 2. Lama proses sulfonasi pada suhu tertentu diduga akan mengoptimumkan kontak antara umpan metil ester dan reaktan gas SO3, dan kestabilan kualitas dan kinerja surfaktan yang dihasilkan
26
27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisikokimia ME Stearin Proses konversi stearin sawit menjadi metil ester dapat ditentukan dari kadar asam lemak bebas (FFA) bahan baku. FFA merupakan asam lemak jenuh atau tidak jenuh yang terdapat dalam minyak/lemak tetapi tidak terikat pada gliserol (Sharma dan Singh 2009). Menurut Ma dan Hanna (1999) dan Freedman et al. (1984), minyak dengan FFA kurang dari 1% dapat dikonversi menjadi metil ester menggunakan katalis basa. Sedangkan Ramadhas et al (2005) dan Sahoo et al. (2007) mensyaratkan FFA kurang dari 2%. Apabila FFA bahan baku lebih besar dari 2% maka proses konversi minyak/lemak menjadi metil ester dilakukan dengan dua tahap, yaitu proses esterifikasi dengan katalis asam dan proses transesterifikasi menggunakan katalis basa. FFA dikonversi menjadi ester pada proses esterifikasi, kemudian pada pada proses transesterifikasi, trigliserida dikonversi menjadi ester. Minyak/lemak dengan FFA tinggi dapat dikonversi menjadi ester melalui proses esterifikasi dengan katalis asam. Reaksi ini menghasilkan yield yang tinggi namun berlangsung lambat. Meher et al. (2006) menyebutkan proses esterifikasi minyak kedelai menggunakan katalis H2SO4 sebanyak 1% dan rasio molar metanol/minyak sebesar 30:1 berlangsung selama 20 jam pada suhu proses 65 oC. Minyak/lemak dengan FFA tinggi yang dikonversi menjadi ester menggunakan katalis
basa
(transesterifikasi)
tanpa
melalui
proses
esterifikasi,
menyebabkan reaksi penyabunan antara FFA dan katalis basa.
akan
Sabun yang
terbentuk kemudian akan mempersulit proses pemisahan produk dan berpotensi mengurangi yield. Pada penelitian ini bahan baku RBD stearin sawit mempunyai bilangan asam sebesar 1,078 mg KOH/g dan FFA 0,493%. Oleh karena itu proses konversi stearin menjadi metil ester dilakukan satu tahap melalui proses transesterifikasi menggunakan katalis basa. Analisis sifat fisikokimia metil ester (ME) stearin dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisikokimia ME stearin yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi stearin sawit serta menunjukkan keberhasilan dari proses yang
28
telah dilakukan.
Sifat-sifat ini juga mempengaruhi karakteristik methyl ester
sulfonic acid (MESA) yang dihasilkan. Sifat fisikokimia yang dianalisis meliputi bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar gliserol bebas, terikat dan total, serta ester asam lemak dominan penyusun ME stearin. Hasil analisis sifat fisikokimia ME stearin disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil analisis sifat fisikokimia ME stearin Sifat fisikokimia Bilangan asam (mg KOH/ g ME) Bilangan iod (mg I/g ME) Kadar gliserol total (%b) Kadar gliserol bebas (%b) Kadar gliserol terikat (%b) Bilangan penyabunan (mg KOH/g ME) Komposisi asam lemak (%): C12:0 laurat C14:0 miristat C16:0 palmitat C18:0 stearat C18:1 oleat C18:2 linoleat
Metil ester stearin 0,28 30,05 0,20 0,018 0,19 207,39 0,07 1,12 51,05 2,27 25,19 10,31
Referensi Maks. 0,8* Maks. 115* Maks. 0,24* -
Keterangan: *SNI 04-7182-2006
Menurut Hovda (1996), karakteristik bahan baku memberikan pengaruh terhadap kualitas produk MES yang dihasilkan. Karakteristik terpenting untuk diketahui adalah tingkat ketidakjenuhan yang menunjukkan distribusi rantai karbon didalamnya. Hasil analisis sifat fisikokimia ME seperti pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ME stearin mempunyai kualitas yang baik untuk digunakan sebagai bahan baku dalam proses sulfonasi.
Hal ini dapat dilihat dari nilai bilangan asam ME yang
memenuhi persyarataan SNI 04-7182-2006. Terjadi penurunan bilangan asam dari bahan baku stearin minyak sawit sebesar 1,078 mg KOH/g menjadi 0,28 mg KOH/g.
Rendahnya bilangan asam ME menunjukkan keberhasilan
proses transesterifikasi stearin minyak sawit menjadi ME stearin. Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asamasam lemak bebas dari satu gram minyak/lemak (Ketaren 1986).
29
Kadar gliserol ME stearin yang diperoleh dapat memenuhi persyaratan kadar gliserol ME untuk bahan bakar menurut SNI 04-7182-2006. Kadar gliserol terikat menunjukkan gliserol yang masih terikat pada molekul minyak/lemak. Angka
ini
juga
dapat
digunakan
untuk
melihat
keberhasilan
proses
transesterifikasi yang telah dilakukan. Rendahnya kadar gliserol terikat pada ME stearin, yaitu sebesar 0,19%, menunjukkan bahwa proses transesterifikasi telah berhasil mengkonversi molekul TG menjadi ME. Apabila proses transesterifikasi tidak optimal, akan ditemukan kadar gliserol terikat yang tinggi, menunjukkan masih ada monogliserida, digliserida atau trigliserida yang belum terkonversi menjadi ME. Proses transesterifikasi TG menghasilkan produk berupa metil ester dan gliserol.
Gliserol yang dihasilkan kemudian dipisahkan dari metil esternya
melalui proses pengendapan dan pencucian metil ester. Oleh karena itu, apabila terdapat gliserol bebas di dalam metil ester, maka gliserol tersebut berasal dari proses pemisahan yang tidak sempurna antara ester dan gliserol yang diperoleh dari proses transesterifikasi. Rendahnya kadar gliserol terikat pada ME, yaitu sebesar 0,018% menunjukkan bahwa proses pemisahan antara gliserol dan metil ester melalui proses pengendapan dan pencucian dengan air telah berlangsung efektif. Tingkat kejenuhan bahan baku MES akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan warna produk sulfonasi yang dihasilkan (Hovda, 1996). Analisis bilangan iod dapat memberikan gambaran tingkat kejenuhan ME stearin yang akan digunakan sebagai bahan baku dalam produksi MES. Hasil analisis menunjukkan ME stearin memiliki bilangan iod 30,05 mg I/g ME. Nilai ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan standar yang digunakan Chemiton yaitu sebesar 0,3 cg I/g ME atau setara dengan 3 mg I/g ME. Perbedaan nilai bilangan iod ini terjadi karena pada penelitian ini ME stearin tidak dilakukan proses hidrogenasi, sedangkan pada ME yang digunakan oleh Chemiton dilakukan proses hidrogenasi. Tingginya bilangan iod pada bahan baku akan menyebabkan warna lebih gelap pada MES yang dihasilkan (Sheats dan MacArthur 2002). Warna gelap pada MES selalu menjadi permasalahan dalam aplikasi MES sebagai detergen. MES yang dihasilkan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
30
aplikasi EOR (Enhanced Oild Recovery), sehingga tidak dilakukan proses hidrogenasi ME untuk mengurangi ikatan rangkap pada ME. Proses sulfonasi pada penelitian ini mengharapkan terjadinya pengikatan SO3 pada ikatan rangkap ME. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak SO3 yang terikat dalam struktur MESA dengan harapan meningkatkan kadar bahan aktif. Meningkatnya kadar bahan aktif pada produk diharapkan mampu meningkatkan kemampuan MESA yang dihasilkan dalam menurunkan tegangan permukaan. Komposisi rantai karbon ME stearin didominasi oleh C16:0 dan C18:1 yang jumlahnya berturut-turut sebesar 51,05% dan 25,19%. Distribusi asam lemak yang beragam dan tingginya komponen asam lemak tidak jenuh, yaitu oleat sekitar 25,19%, menyebabkan tingginya peluang SO3 melekat pada ikatan rangkap ME. Berger (2009) menyebutkan surfaktan yang paling sesuai untuk aplikasi EOR adalah surfaktan anionik yang diturunkan dari asam lemak tidak jenuh, karena efektif dalam menurunkan tegangan antarmuka dan tahan terhadap suhu dan salinitas tinggi serta mempunyai kemampuan adsorpsi yang tinggi pada batuan reservoir. 4.2 Proses Sulfonasi ME Stearin menjadi MESA Pada penelitian ini digunakan reaktor singletube falling film dengan tinggi reaktor 6 m dan diameter dalam 25 mm yang dikembangkan oleh Hambali et al. (2009). Gas SO3 sebagai agen pensulfonasi diperoleh dari PT. Mahkota Indonesia. Gas SO3 dihasilkan kemudian digunakan sebagai bahan baku asam sulfat. Gas SO3 diperoleh melalui pembakaran sulfur pada suhu 900 oC dan tekanan 3500 mmHg untuk menghasilkan sulfur dioksida (SO2).
Gas SO2 tersebut
dikonversikan menjadi gas SO3 melalui empat tahapan oksidasi. Proses konversi berlangsung pada suhu 400-600 oC menggunakan katalis V2O5 dan menghasilkan gas SO3 dengan konsentrasi 25-26%.
Oleh karena itu diperlukan instalasi
pensuplai udara kering untuk mengencerkan gas SO3 mejadi 4-7% agar dapat digunakan dalam proses sulfonasi ME. Pada proses sulfonasi, gas SO3 dialirkan dalam tube, dimana di dinding bagian dalam reaktor dialirkan ME stearin dalam bentuk film tipis. Kedua bahan tersebut mengalir. Skema aliran ME dan disajikan pada Gambar 6.
gas SO3 di dalam reaktor STFR
31
Gambar 6 Skema aliran metil ester dan gas SO3 di dalam reaktor STFR Reaktor yang digunakan dilengkapi dengan tangki penampung bahan organik kapasitas 8 L terbuat dari stainless steel yang dilengkapi dengan lubang pengeluaran bahan dan pemanas, sistem by-pass input bahan, saluran gas SO3 dan udara kering, saluran tempat pengambilan contoh, pompa input bahan dan sistem pengatur input gas SO3 dan udara kering. Bahan baku ME dipompakan ke head reactor atau puncak reaktor dengan laju alir bahan baku 100 ml/menit, masuk ke liquid chamber dan mengalir turun membentuk lapisan tipis dengan ketebalan tertentu yang dibentuk oleh corong head.
Laju alir ME di sepanjang reaktor dipertahankan konstan dengan
menggunakan sistem by-pass yang akan mengembalikan ME ke tangki penampungan bahan baku.
Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan kekuatan
pompa pensuplai bahan baku dan laju alir bahan baku yang diinginkan. Gas SO3 dialirkan melalui absorber terlebih dahulu untuk memisahkan oleum yang terdapat dalam gas SO3 sebelum masuk ke dalam tube. Terdapat tiga interaksi yang terjadi pada reaktor STFR, yaitu kontak antara fase gas SO3 dan cairan ME, penyerapan gas SO 3 dan reaksi yang terjadi dalam fase liquid ME yang menghasilkan MESA. Reaktor STFR yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7. Kontak antara ME stearin dan gas SO3 dimulai dari puncak reaktor dan mengalir membentuk film tipis ke seluruh permukaan menuruni reaktor. Karakteristik reaktor harus dapat menghasilkan ketebalan film ME yang tepat dan konstan, sehingga kontak dengan gas SO3 terjadi merata di sepanjang tube. Ketebalan lapisan film harus dijaga konstan sepanjang tube ketika dilakukan
32
sulfonasi.
Apabila film yang terbentuk menebal pada beberapa tempat dan
menipis di tempat lain, ME akan mengalir melalui lintasan tertentu di dalam dinding reaktor. Lapisan film yang menipis pada bagian reaktor mungkin akan mengering dan terbentuk kerak. Pembentukan kerak menyebabkan MESA yang tidak dapat dikeluarkan dan dapat pula menghambat aliran bahan baku. Hal ini menjadi penyebab kinerja reaktor kurang efisien.
Gambar 7 Reaktor STFR yang digunakan dalam penelitian Mekanisme sintesis MES dari ME yang terdiri dari ester asam lemak jenuh melalui proses sulfonasi pada reaktor falling-film terjadi dalam beberapa tahap reaksi. Menurut Lewandowski dan Schwuger (2003), pada tahap pertama atom O pada gugus karbonil bersifat sangat elektromagnetik, menarik semua elektron ke arahnya sehingga atom C pada gugus karbonil menjadi kekurangan elektron. Atom O pada molekul SO3 juga bersifat sangat elektronegatif sehingga mudah berikatan dengan C pada karbonil. Atom S yang kekurangan elektron dengan mudah berikatan dengan gugus -OCH3 pada ester sehingga membentuk senyawa alfa keto enol berupa asam sulfat anhidrid (I). Senyawa berupa alfa keto enol dapat mengalami toutomerisasi sehingga senyawa anhidrid ini berada dalam keadaan setimbang dengan bentuk enolnya (II), dimana ikatan rangkapnya diserang oleh molekul SO3 kedua. Molekul SO3 terikat pada ikatan π di ikatan rangkap dan terbentuk ikatan hidrogen antara atom H dan atom O pada gugus
33
SO3 sebelumnya (III). Senyawa yang terbentuk merupakan senyawa anhidrid dengan dua gugus sulfonat yang terikat pada Cα dan pada gugus karboksil (IV). Pada tahap kedua yang berlangsung lebih lambat, senyawa sulfonat anhidrid ini mengalami penyusunan kembali membentuk ester sulfonat dan melepaskan satu molekul SO3 yang pada awalnya terikat pada gugus karboksil. SO3 yang dilepaskan ini akan mensulfonasi molekul ME yang lain dan menghasilkan MESA. Agen pensulfonasi pada ME yang sebenarnya bukan molekul SO3 tapi senyawa anhidrid sulfonat yang terbentuk.
Mekanisme reaksi sulfonasi ini
disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Mekanisme reaksi sulfonasi ME menurut Lewandowski dan Schwuger (2003) Produk MESA yang diperoleh bersifat sangat asam, memiliki viskositas yang
lebih tinggi
dibandingkan dengan ME stearin dan berwarna gelap
(700 oKlett) (Gambar 9). Warna hitam merupakan sifat yang dihasilkan oleh
34
proses sulfonasi ME. Umpan ME yang mengandung asam lemak tidak jenuh menghasilkan produk berwarna hitam, karena terbentuknya senyawa polisulfonat yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi.
Gambar 9 Methyl ester sulfonic acid (MESA) stearin Reaksi utama yang terjadi adalah konversi senyawa sulfonat anhidrid menjadi MESA dan SO3 yang bereaksi dengan ME yang belum terkonversi. Mekanisme reaksi yang terjadi yaitu melalui reaksi bolak-balik pembentukan senyawa β-sulfonat anhidrid siklik dan metil sulfonat (CH3OSO3H).
Reaksi
minor yang terjadi yaitu senyawa β-sulfonat anhidrid siklik mengalami reaksi bolak-balik cincin unimolekular terbuka menjadi zwitterion dengan melepaskan karbon monoksida. Asam sulfonat alkena yang terbentuk ini berperan sebagai kromofor yang menyebabkan warna gelap.
Mekanisme reaksi terbentuknya
senyawa kromofor dalam proses sulfonasi ME menurut Roberts et al. (2008) disajikan pada Gambar 10. O-
O R
CH 2 O
CH
C
S
OH
O
SO2
R CH 2
OCH3
CH S O
O
C+
OSO2 OCH3
O H O
O R
CH2
CH
C
S
O
O
CH 3OSO2OH
O
H R
CH
CH
C
SO3-
O lepas
O R
CH CH
S
OH
O
Gambar 10 Mekanisme reaksi terbentuknya senyawa kromofor
35
Produk MESA yang diperoleh dari proses sulfonasi kemudian dianalisis sifat fisikokimianya untuk mengetahui pengaruh suhu input terhadap tingkat keberhasilan proses sulfonasi dan juga untuk mengetahui lama proses sulfonasi agar dihasilkan produk yang stabil. Parameter uji yang dilakukan meliputi derajat keasaman (pH), bilangan asam, bilangan iod, viskositas, densitas, kadar bahan aktif dan tegangan permukaan. 4.3 Sifat Fisikokimia MESA 4.3.1 Viskositas Proses sulfonasi ME stearin menghasilkan produk berupa MESA berwarna hitam gelap dengan kekentalan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekentalan ME stearin yang digunakan sebagai bahan bakunya.
Bertambahnya tingkat
kekentalan dapat digunakan sebagai salah satu indikator bahwa selama proses sulfonasi telah terjadi konversi ME menjadi MESA. Kekentalan suatu cairan atau viskositas merupakan sifat fluida yang dipengaruhi oleh ukuran molekul dan gaya antarmolekul.
Terikatnya gugus
sulfonat pada ME menjadikan MESA cenderung memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan bahan bakunya (ME). Analisis viskositas MESA yang diperoleh menunjukkan variasi rata-rata 12,35 cP sampai dengan 88,44 cP. Data hasil analisis viskositas MESA pada kondisi proses yang diujikan disajikan pada Lampiran 3A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input, lama proses sulfonasi dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap ratarata viskositas MESA.
Hasil analisis ragam viskositas MESA selengkapnya
disajikan pada Lampiran 3B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) pada Lampiran 3C menunjukkan rata-rata viskositas MESA suhu input 80, 90 dan 100 oC berbeda nyata satu sama lainnya. Rata-rata viskositas MESA lama sulfonasi 0 jam, 1 jam 2 jam dan 6 jam berbeda nyata dengan lama sulfonasi lainnya. Rata-rata viskositas lama sulfonasi 4 jam tidak berbeda nyata dengan 3 jam dan 5 jam, sedangkan lama sulfonasi 3 jam berbeda dengan viskositas lama sulfonasi 5 jam.
36
Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan rata-rata viskositas MESA suhu input 80 oC dengan lama proses sulfonasi 0 dan 1 jam tidak berbeda namun berbeda nyata dengan yang lainnya. Rata-rata viskositas MESA lama proses sulfonasi 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam tidak berbeda nyata. Pada suhu input 90 oC, rata-rata viskositas MESA yang diperoleh dari lama proses sulfonasi 2 jam, 1 jam dan 0 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Sedangkan viskositas pada lama proses sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan lama proses sulfonasi 4 dan 5 jam. Pada suhu input 100 oC, viskositas MESA yang diperoleh dari lama proses sulfonasi 2 jam, 1 jam dan 0 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Viskositas pada lama proses sulfonasi 3 jam, 4 jam dan 5 jam tidak berbeda nyata, sedangkan rata-rata viskositas MESA pada lama proses sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan lama proses sulfonasi 5 jam. Gambar 11 memperlihatkan perubahan ratarata viskositas MESA pada masing-masing suhu input akibat dari lama proses sulfonasi yang berbeda.
Viskositas MESA (cP)
100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 11 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan viskositas MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Gambar 11 menunjukkan pada masing-masing suhu input, rata-rata viskositas MESA meningkat dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Pada gambar tersebut juga terlihat dengan bertambahnya suhu input dari 80 ke 100 oC akan meningkatkan viskositas MESA. Viskositas MESA pada suhu input 100 oC lebih tinggi dibandingkan dengan viskositas MESA pada suhu input 80 dan 90 oC.
37
Hal ini diduga pada suhu input yang lebih tinggi, pembentukan lapisan film pada tube reaktor akan semakin tipis, yang menyebabkan kontak antara gas SO3 dengan bahan baku ME semakin optimal dan meningkatkan pembentukan MESA. Peningkatan viskositas MESA disebabkan oleh terikatnya gugus sulfonat pada rantai hidrokarbon ME. Dengan semakin banyaknya gugus SO3 terikat pada ME, mengakibatkan peningkatan bobot molekul.
Semakin besar bobot molekul,
viskositas cairan akan menjadi lebih tinggi. Menurut Takeuchi (2008) viskositas tinggi disebabkan adanya gaya tarik menarik antar molekul yang besar dalam cairan, rantai molekul yang tidak teratur, serta suhu sehingga molekul menjadi lebih sulit bergerak. 4.3.2 Densitas Densitas termasuk salah satu sifat dasar fluida, merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25 °C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Pengaruh suhu terhadap densitas suatu zat cair tidak dapat diabaikan karena dengan peningkatan suhu, cairan akan meregang mengikuti perubahan suhu. Densitas umumnya dikaitkan dengan viskositas dimana cairan yang lebih padat akan mempunyai viskositas yang lebih tinggi.
Hasil analisis
densitas MESA pada berbagai kondisi proses menunjukkan variasi rata-rata antara 0,8877 g/cm3 sampai dengan 0,9957 g/cm3.
Data hasil analisis densitas MESA
pada kondisi proses yang diujikan disajikan pada Lampiran 4A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input dan lama proses sulfonasi berpengaruh nyata terhadap rata-rata densitas MESA, sedangkan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap densitas MESA.
Hasil analisis ragam densitas MESA selengkapnya disajikan pada
Lampiran 4B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) pada Lampiran 4C menunjukkan rata-rata densitas MESA pada suhu input 90 oC tidak berbeda nyata dengan densitas suhu input 80 dan 100 oC. Namun rata-rata densitas suhu 80 oC berbeda nyata dengan suhu 100 oC. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) juga menunjukkan rata-rata densitas MESA pada lama proses sulfonasi 3 jam tidak berbeda dengan densitas lama proses sulfonasi 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Sedangkan rata-rata densitas lama proses
38
sulfonasi 2 jam, 0 jam dan 1 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Gambar 12 memperlihatkan perubahan rata-rata densitas MESA pada masing-masing suhu input akibat dari lama proses sulfonasi yang berbeda.
Densitas (gr/cm3)
1 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 12 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan densitas MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Rata-rata densitas MESA meningkat dengan bertambahnya suhu input dan lama proses sulfonasi. Peningkatan densitas terjadi karena semakin banyaknya gugus SO3 yang terikat pada ME, sehingga meningkatkan pembentukan MESA. Menurut MacArthur et al. (2008), mekanisme reaksi bertahap pembentukan MESA pada reaktor sulfonasi akan mempengaruhi penambahan gugus SO3Hyang terbentuk, sehingga menambah berat molekul senyawa dan meningkatkan densitas. Rata-rata densitas MESA berkorelasi positif dengan viskositas MESA. MESA dengan densitas tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula. 4.3.3 Bilangan Iod Bilangan iod menunjukkan tingkat ketidakjenuhan atau jumlah ikatan rangkap pada suatu bahan.
Adanya perubahan pada nilai bilangan iod
menunjukkan adanya perubahan pada ikatan rangkap. Bilangan iod menunjukkan banyaknya garam iodin yang diserap oleh 100 gram bahan. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau tidak jenuh (Ketaren 1986). Analisis bilangan iod MESA yang diperoleh bervariasi yaitu dengan nilai rata-rata 14,88 mg I/g MESA sampai dengan 27,47 mg I/g MESA. Data hasil
39
analisis bilangan iod MESA pada kondisi proses yang diuji disajikan pada Lampiran 5A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input dan interaksi antara suhu input dan lama proses sulfonasi tidak mempengaruhi bilangan iod MESA, sedangkan lama proses sulfonasi berpengaruh nyata terhadap bilangan iod MESA.
Hasil analisis ragam bilangan iod MESA selengkapnya
disajikan pada Lampiran 5B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) pada Lampiran 5C menunjukkan rata-rata bilangan iod MESA pada lama proses sulfonasi 0 jam tidak berbeda nyata dengan 1 jam, rata-rata bilangan iod pada lama proses sulfonasi 2 jam tidak berbeda dengan rata-rata bilangan iod MESA dengan lama proses sulfonasi 3 jam, 4 jam dan 5 jam dan bilangan iod MESA pada lama proses sulfonasi 6 jam tidak berbeda dengan 5 jam, 4 jam dan 3 jam. Gambar 13 memperlihatkan perubahan rata-rata bilangan iod MESA pada masing-masing suhu input akibat dari lama
Bil. Iod MESA (mg Iod/g MESA)
proses sulfonasi yang berbeda. 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 13 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan bilangan iod MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Nilai bilangan iod MESA cenderung menurun dengan bertambahnya lama proses sulfonasi dan bertambahnya suhu input. Penurunan bilangan iod diduga disebabkan oleh terikatnya SO3 pada ikatan rangkap yang terdapat pada struktur ME.
40
4.3.4 Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran tingkat keasaman suatu larutan. Nilai pH dapat menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa. Pada MESA, pH dapat menggambarkan keberadaan terikatnya gugus sulfonat yang bersifat asam kuat pada struktur ME selama berlangsungnya proses sulfonasi. Analisis pH MESA yang diperoleh bervariasi yaitu dengan nilai rata-rata pH 0,60 sampai dengan pH 1,38. Data nilai pH MESA pada kondisi proses yang diuji dapat dilihat pada Lampiran 6A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input, lama proses sulfonasi dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap pH MESA. Hasil analisis ragam pH MESA selengkapnya disajikan pada Lampiran 6B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan rata-rata pH MESA suhu input 90 oC sama dengan 100 oC, dan keduanya berbeda dengan pH MESA suhu input 80 oC. Rata-rata pH MESA lama sulfonasi 2 jam tidak berbeda dengan 3 jam, 5 jam dan 6 jam. Sedangkan rata-rata pH MESA lama sulfonasi 0 jam, 1 jam dan 4 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Pada suhu input 80 oC, hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan ratarata pH MESA lama proses sulfonasi 0 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. pH MESA lama proses sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan 5 jam, dan keduanya juga tidak berbeda nyata dengan 1 jam dan 2 jam. Sedangkan pH MESA lama proses sulfonasi 3 jam tidak berbeda nyata dengan lama proses sulfonasi 4 jam dan 5 jam. Pada suhu input 90 oC, hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan ratarata pH MESA pada lama proses sulfonasi 0 jam tidak berbeda nyata dengan lama proses sulfonasi 1 jam. Sedangkan rata-rata pH MESA pada lama proses sulfonasi 2 jam tidak berbeda dengan 3 jam. Pada suhu input 90 oC. Rata-rata pH MESA lama proses sulfonasi 4 sampai dengan 6 jam juga tidak berbeda nyata. Walaupun menunjukkan kecenderungan menurun, rata-rata pH MESA pada suhu input 100 oC lama proses sulfonasi 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam tidak berbeda nyata menurut uji lanjut BNT (α=0,05). Sedangkan rata-rata pH MESA pada lama proses sulfonasi 0 jam dan 1 jam berbeda nyata dengan
41
yang lainnya. Hasil uji BNT (α=0,05) pH MESA disajikan pada Lampiran 6C. Gambar 14 memperlihatkan perubahan pH MESA pada masing-masing suhu
pH MESA
input akibat dari lama proses sulfonasi yang berbeda. 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 14 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan pH MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Gambar 14 menunjukkan pada masing-masing suhu input, rata-rata pH MESA menurun dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Suhu input yang semakin tinggi cenderung menurunkan rata-rata pH pada MESA disebabkan oleh reaksi sulfonasi yang terjadi antara ME dan SO3 yang berikatan asam. Nilai pH MESA berkaitan dengan terikatnya SO3 sebagai reaktan pada proses sulfonasi yang bersifat asam kuat, sehingga produk MESA yang dihasilkan bersifat asam. Pada peningkatan suhu input dari 80 ke 90 oC, rata-rata pH MESA turun sebesar 25,6% dan pada peningkatan suhu input dari 80 ke 100 oC, rata-rata pH MESA turun sebesar 40,0%.
Hal ini diduga dengan semakin tipis dan meratanya
pembentukan film pada reaktor, kontak antara SO 3 dengan ME menjadi semakin lebih baik dan semakin banyak gugus SO3 yang terikat pada ME. Nilai pH juga berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen sebagai bagian komponen keasaman dan konsentrasi ion hidroksil sebagai bagian komponen kebasaan. Pada kondisi pH netral maka konsentrasi kedua ion menjadi seimbang, namun jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari ion hidroksil maka pH akan cenderung rendah (asam) (Rondinini et al. 2001). Pada proses sulfonasi, gugus sulfur pada SO3 akan berikatan langsung pada rantai karbon ME dan membentuk asam metil ester sulfonat (MESA) yang mengandung gugus SO3H dan di dalam
42
air akan terdisosiasi menjadi SO3- dan H+. Dengan semakin lamanya dilakukan proses sulfonasi, akan semakin banyak gugus SO3H yang terikat pada molekul ME dan akan menurunkan nilai pH. Terdapat korelasi negatif antara nilai pH MESA yang diperoleh dengan bilangan asam MESA. Ketika nilai pH menurun maka bilangan asam pada MESA akan semakin tinggi dan apabila nilai pH meningkat maka bilangan asam MESA akan terukur semakin rendah. 4.3.5 Bilangan Asam Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralisasi asam lemak bebas dalam satu gram bahan. Produk MESA bersifat asam karena selama proses sulfonasi, SO3 yang bersifat asam terikat pada rantai karbon ME.
Analisis bilangan asam MESA yang diperoleh bervariasi yaitu
dengan nilai rata-rata 3,12 mg KOH/g sampai dengan 23,43 mg KOH/g.
Data
nilai bilangan asam MESA pada kondisi proses yang diuji disajikan pada Lampiran 7A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input, lama proses sulfonasi dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap bilangan asam MESA. Hasil analisis ragam bilangan asam MESA selengkapnya disajikan pada Lampiran 7B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) bilangan asam MESA suhu input 80, 90 dan o
100 C berbeda nyata satu sama lainnya. Rata-rata bilangan asam MESA lama sulfonasi 0 jam, 1 jam, 2 jam, 3 jam dan 6 jam berbeda nyata satu sama lain, sedangkan bilangan asam lama sulfonasi 4 jam tidak berbeda dengan 5 jam. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) bilangan asam MESA suhu input 80 oC dengan lama proses sulfonasi 0 jam tidak berbeda dengan 1 jam.
Rata-rata
bilangan asam lama sulfonasi 6 jam tidak berbeda dengan 5 jam, 4 jam dan 3 jam. Pada suhu input 90 oC, rata-rata bilangan asam yang diperoleh dari lama proses sulfonasi 0 jam dan 1 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Rata-rata bilangan asam lama sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan bilangan asam lama sulfonasi 5 jam dan 4 jam. Pada suhu input 100 oC, bilangan asam lama proses sulfonasi 0 jam dan 3 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Bilangan asam lama proses sulfonasi
43
1 jam tidak berbeda dengan 2 jam. Rata-rata bilangan asam lama proses sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan 5 jam dan 4 jam. Hasil uji BNT (α=0,05) bilangan asam MESA disajikan pada Lampiran 7C. Gambar 15 memperlihatkan perubahan rata-rata bilangan asam MESA pada masing-masing suhu input akibat
Bilangan asam (mg NaOH/g)
dari lama proses sulfonasi yang berbeda. 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0.000 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 15 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan bilangan asam MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Suhu input yang semakin tinggi cenderung meningkatkan rata-rata bilangan asam MESA. Pada peningkatan suhu input dari 80 ke 90 oC, bilangan asam meningkat sebesar 43,4%, peningkatan suhu input dari 90 ke 100 oC menaikkan bilangan asam sebesar 18,0%, sehingga peningkatan suhu input dari 80 sampai dengan 100 oC dapat meningkatkan rata-rata bilangan asam sebesar 69,1%. Peningkatan suhu input dari 80 ke 100 oC akan menyebabkan peningkatan jumlah energi bagi molekul reaktan gas SO3 sehingga tumbukan antar molekul per waktu lebih produktif. Oleh karena itu proses sulfonasi dengan pemanasan bahan ME berada pada kisaran suhu ini akan meningkatkan jumlah molekul SO3 yang terikat di
Cα, ikatan rangkap dan gugus karboksil pada rantai karbon ME.
Jumlah SO3 terikat yang semakin banyak akan meningkatkan bilangan asam MESA. Hasil penelitian menunjukkan bilangan asam MESA berkorelasi negatif dengan nilai pH MESA. Kedua parameter ini berhubungan dengan terikatnya SO3
44
yang bersifat asam dalam struktur molekul produk yang tersulfonasi. Meningkatnya bilangan asam akan ditandai dengan meningkatnya jumlah SO3 yang terikat pada molekul ME dan ditunjukkan dengan nilai pH yang rendah. Demikian pula ketika jumlah SO3 yang terikat pada ME ini berkurang, maka nilai pH menjadi tinggi. 4.3.6 Kadar Bahan Aktif Bahan aktif dapat menunjukkan jumlah surfaktan anionik pada MESA yang dihasilkan. Terdapat sejumlah metode yang dikembangkan untuk pengukuran bahan aktif surfaktan, salah satunya adalah metode visual melalui teknik titrasi menggunakan surfaktan kationik sebagai penitran, yang dikenal dengan teknik titrasi dua fasa (Schmitt 2001). Menurut Battaglini et al. (1986), penentuan tiga jenis gugus sulfonat aktif pada surfaktan anionik berbahan baku metil tallow dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (1) titrasi kationik dua fasa menggunakan indikator phenol red. Titrasi ini menentukan gugus fungsi sulfonat dan karboksilat; (2) titrasi kationik dua fasa menggunakan indikator methylene blue, yang mentitrasi hanya gugus sulfonatnya; (3) penentuan bilangan asam; (4) Minyak bebas yang terekstrak pada petroleum eter. Metode
titrasi
dua
fasa
menggunakan
surfaktan
kationik
N-cetyl pyridinium chloride sebagai penitran. Semua titrasi surfaktan berdasarkan pada reaksi antagonis dimana surfaktan ionik bereaksi dengan surfaktan yang memiliki muatan yang berlawanan untuk membentuk garam yang tidak larut air (pasangan ion) (Matesic-Puac et al. 2005)
Garam yang terbentuk diekstrak
menuju lapisan kloroform sehingga membentuk warna biru pada lapisan kloroform.
Campuran
kemudian
dititrasi
menggunakan
N-cetyl pyridinium chloride. Pada permulaan, warna biru tua berada pada lapisan kloroform, kemudian selama titrasi warna biru akan bergerak menuju lapisan cairan (larutan surfaktan dalam akuades) secara perlahan. Perpindahan warna terjadi secara cepat pada akhir titrasi. Akhir titrasi dicapai ketika warna kedua lapisan memiliki intensitas yang hampir sama. Hasil analisis kadar bahan aktif MESA pada berbagai kondisi proses bervariasi antara 5,48% sampai dengan
45
21,08 %. Data hasil analisis kadar bahan aktif MESA pada kondisi proses yang diujikan disajikan pada Lampiran 8A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input dan lama proses sulfonasi berpengaruh nyata terhadap rata-rata kadar bahan aktif MESA, sedangkan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata.
Hasil
analisis ragam kadar bahan aktif MESA selengkapnya disajikan pada Lampiran 8B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan rata-rata kadar bahan aktif MESA suhu input 90 oC tidak berbeda nyata dengan kadar bahan aktif suhu input 100 oC. Sedangkan kadar bahan aktif MESA suhu input 80 oC berbeda nyata dengan kadar bahan aktif suhu input 90 dan 100 oC. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan rata-rata kadar bahan aktif MESA lama proses sulfonasi 0 jam, 1 jam, 2 jam dan 3 jam berbeda nyata dengan yang lainnya. Sedangkan rata-rata kadar bahan aktif MESA lama proses 4 jam sampai dengan 6 jam tidak berbeda nyata. Hasil uji BNT (α=0,05) kadar bahan aktif MESA disajikan pada Lampiran 8C. Gambar 16 memperlihatkan perubahan rata-rata kadar bahan aktif MESA pada masing-masing suhu input akibat dari lama proses sulfonasi yang berbeda.
Kadar bahan aktif (%)
25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 16 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi pada berbagai suhu input dengan kadar bahan aktif MESA (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�)) Kadar bahan aktif MESA rata-rata meningkat dengan bertambahnya suhu input dan lama proses sulfonasi.
Peningkatan suhu input dari 80 ke 90 oC
meningkatkan rata-rata kadar bahan aktif sebesar 16,7%. Hal ini diduga karena
46
pada suhu input bahan yang semakin tinggi maka akan semakin banyak gugus SO3 yang terikat pada struktur ME. Menurut Moretti et al. (2001) total bahan aktif pada MES pasta berkisar antara 30-60%, untuk mencapainya diperlukan perbaikan proses diantaranya kontrol yang akurat terhadap rasio mol metil ester terhadap gas SO3, konsentrasi gas SO3, kualitas bahan baku dan kondisi reaktor. Rendahnya kadar bahan aktif yang diperoleh pada penelitian ini apabila dibandingkan dengan Moretti et al. (2001), diduga disebabkan tidak dilakukannya proses aging yang dapat menyempurnakan konversi senyawa sulfonat anhidrid menjadi MESA. Pada awal proses sulfonasi, gas SO3 diserap oleh ME secara cepat membentuk
produk
RCH2COO(SO3)R.
intermediet
berupa
senyawa
sulfonat
anhidrid
Senyawa sulfonat anhidrid ini mengikat SO3 pada gugus
oksigen karbonilnya, bersifat tidak stabil dan berperan dalam pengaktifan gugus Cα. Senyawa sulfonat anhidrid bereaksi kembali mengikat SO3 pada gugus Cα, sehingga terdapat dua gugus SO3 pada satu senyawa. Senyawa sulfonat anhidrid RCH(SO3H)COOSO3R yang memiliki dua gugus SO3 ini, kemudian mengalami rearrangement, kehilangan satu gugus SO3 pada oksigen karbonilnya dan membentuk MESA RCH(SO3H)COOR. SO3 yang lepas pada saat rearrangement akan mengkonversi senyawa sulfonat anhidrid RCH2COOSO3R menjadi RCH(SO3H)COOSO3R yang kemudian akan dikonversi menjadi MESA. Sehingga selain MESA, produk lain yang diperoleh dari proses sulfonasi adalah senyawa intermediet berupa senyawa sulfonat anhidrid yang masih dapat dikonversi menjadi MESA. Proses konversi senyawa intermediet menjadi MESA ini terjadi pada tahap aging.
Pada tahap ini, senyawa sulfonat anhidrid
RCH(SO3H)COOSO3R akan bereaksi dengan ME yang tersisa dan menghasilkan MESA. Pada tahap netralisasi MESA akan menjadi MES, sedangkan senyawa sulfonat anhidrid yang juga terbentuk pada proses sulfonasi akan menjadi disalt dan sodium metil sulfat.
Roberts et al. (2008) menggambarkan stokiometri
proses sulfonasi ME seperti disajikan pada Gambar 17.
47
Gambar 17 Interpretasi stokiometri proses sulfonasi ME (Roberts et al. 2008) 4.3.7 Tegangan Permukaan Tegangan permukaan dirumuskan sebagai energi yang dibutuhkan untuk memperbesar permukaan suatu cairan sebesar 1 cm2. Tegangan permukaan disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik dari molekul cairan. Tegangan permukaan dapat diukur menggunakan Tensiometer du Nouy dan dinyatakan dalam dyne/cm atau mN/m. Tegangan
permukaan
merupakan
fenomena
akibat
adanya
ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang berada di permukaan antara molekul-molekul cairan dengan udara akibat gaya tarik menarik antara molekul-molekul cairan lebih besar dibanding pada gas. Resultan gaya yang terjadi pada molekul-molekul di permukaan cenderung menggerakkan
molekul-molekul
tersebut
menuju
pusat
cairan
sehingga
menyebabkan cairan berperilaku membentuk lapisan tipis yang menyelimuti seperti kulit (Rosen 2004). Besarnya kadar bahan aktif pada surfaktan MESA akan diiringi dengan peningkatan
kemampuan surfaktan MESA untuk menurunkan tegangan
permukaan. Pada penelitian ini pengujian tegangan permukaan dilakukan menggunakan pelarut air dengan beberapa konsentrasi surfaktan yang dilarutkan di dalamnya, kemudian ditentukan konsentrasi minimum dimana surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan optimum.
Konsentrasi surfaktan yang
diujikan terdiri atas 0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7% dan 1,0%. Tegangan permukaan air sebelum ditambahkan surfaktan MESA adalah sebesar 72,40 dyne/cm. Hasil analisis tegangan permukaan air dengan beberapa konsentrasi surfaktan MESA pada berbagai kondisi proses bervariasi antara 32,33-42,63 dyne/cm. Rata-rata tegangan permukaan air yang telah ditambahkan MESA mengalami penurunan sekitar 41,40-55,33% dibandingkan tanpa
48
penambahan surfaktan.
Data hasil analisis tegangan permukaan air dengan
beberapa konsentrasi surfaktan MESA pada masing-masing perlakuan disajikan pada Lampiran 9A. Hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan bahwa faktor suhu input, konsentrasi MESA dan lama proses sulfonasi berpengaruh nyata terhadap ratarata tegangan permukaan air. Interaksi antara faktor suhu dan konsentrasi MESA serta interaksi antara faktor suhu dan lama proses sulfonasi juga berbeda nyata. Sedangkan interaksi antara faktor konsentrasi MESA dan lama proses sulfonasi serta interaksi antara faktor suhu, konsentrasi dan lama proses tidak berbeda nyata. Hasil analisis ragam tegangan permukaan air selengkapnya disajikan pada Lampiran 9B. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) menunjukkan rata-rata tegangan permukaan air yang telah ditambahkan MESA suhu input 90 oC tidak berbeda nyata dengan suhu 100 oC. Namun keduanya berbeda nyata dengan suhu input 80 oC. Rata-rata tegangan permukaan lama sulfonasi 0 jam berbeda nyata dengan lama sulfonasi lainnya, sedangkan tegangan permukaan lama sulfonasi 6 jam tidak berbeda nyata dengan 5 jam, 4 jam, 3 jam dan 2 jam. Penambahan MESA ke dalam larutan sebesar 0,1% dan 0,3% menyebabkan rata-rata tegangan permukaan yang berbeda dengan konsentrasi lainnya.
Rata-rata tegangan permukaan dari konsentrasi
surfaktan 0,7% tidak berbeda nyata dengan 0,5% dan 1,0%, namun konsentrasi 0,5% berbeda nyata dengan 1,0%. Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) tegangan permukaan setiap suhu input akibat perbedaan konsentrasi MESA disajikan pada Tabel 6.
Gambar 18
memperlihatkan perbedaan tegangan permukaan yang telah ditambahkan MESA pada masing-masing suhu input dan lama sulfonasi akibat perbedaan konsentrasi MESA. Pada Tabel 6 terlihat pada masing-masing suhu input, rata-rata tegangan permukaan menurun dengan bertambahnya konsentrasi MESA dalam larutan. Pada tabel tersebut dapat diamati tegangan permukaan terbesar diperoleh dari kombinasi perlakuan suhu 90 oC dan konsentrasi MESA 0,1%. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 80 oC dan konsentrasi MESA 0,1% serta perlakuan suhu 100 oC dengan konsentrasi MESA yang sama.
49
Tabel 6 Hasil uji lanjut BNT (α=0,05) tegangan permukaan akibat dari perbedaan suhu input dan konsentrasi MESA Suhu (oC) 80 80 80 80 80 90 90 90 90 90 100 100 100 100 100
Konsentrasi MESA (%) 0.1 0.3 0.5 0.7 1 0.1 0.3 0.5 0.7 1 0.1 0.3 0.5 0.7 1
Tegangan permukaan (dyne/cm) 40.64 38.98 37.38 37.32 36.75 40.87 36.30 35.42 34.81 34.59 39.97 36.48 35.13 34.82 34.05
Kelompok BNT (α=0,05) a b c c cd a de ef fg fg a cd f fg g
Keterangan : Kelompok dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
Rata-rata tegangan permukaan paling rendah diperoleh dari kombinasi perlakuan 100 oC dan konsentrasi MESA 1,0%. Nilai ini tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan suhu 100 oC dan konsentrasi MESA 0,7%, serta kombinasi perlakuan suhu 90 oC dan konsentrasi MESA 0,7% dan 1,0%. Pada Tabel 6 dapat dilihat pada suhu input 80 dan 90 oC rata-rata tegangan permukaan pada konsentrasi MESA 0,5% tidak berbeda nyata dengan konsentrasi MESA 0,7% dan 1,0%. Pada suhu input 100 oC, tegangan permukaan pada konsentrasi MESA 1,0% berbeda dengan konsentrasi MESA 0,5%, namun demikian kedua perlakuan ini tidak berbeda dengan rata-rata tegangan permukaan pada konsentrasi MESA 0,7%. Gambar 18 memperlihatkan rata-rata tegangan permukaan menurun dengan bertambahnya konsentrasi MESA dalam larutan. Pada ketiga suhu input yaitu 80, 90 dan 100 oC, penurunan tegangan permukaan paling tajam terjadi dengan meningkatnya konsentrasi MESA dari 0,1% menjadi 0,5%. Penurunan tegangan permukaan tidak terlalu besar dengan meningkatnya konsentrasi MESA dari 0,7% menjadi 1,0%. Pada gambar tersebut juga dapat diamati kemampuan
50
MESA suhu input 80 oC dalam menurunkan tegangan permukaan air paling rendah dibandingkan dengan suhu 90 dan 100 oC.
Tegangan permukaan (dyne/cm2)
(a) Suhu input 80 oC 44.00 42.00 40.00 38.00 36.00 34.00 32.00 30.00
0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Tegangan permukaan (dyne/cm2)
(b) Suhu input 90 oC 44.00 42.00 40.00 38.00 36.00 34.00 32.00 30.00
0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Tegangan permukaan (dyne/cm2)
(b) Suhu input 100 oC 44.00 42.00 40.00 38.00 36.00 34.00 32.00 30.00
0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 18 Grafik hubungan antara lama proses sulfonasi dan konsentrasi MESA dalam larutan dengan tegangan permukaan air (Konsentrasi 0,1%(�);0,3%(�); 0,5%(�); 0,7% (�) dan 1,0% (�)) Gambar 18 memperlihatkan perubahan tegangan permukaan pada masingmasing suhu input akibat perbedaan lama proses sulfonasi.
Gambar tersebut
menunjukkan pada masing-masing suhu input, rata-rata tegangan permukaan yang menurun dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Hal tersebut diduga karena
51
dengan bertambah lamanya proses sulfonasi dilakukan, gas SO3 yang berada pada reaktor akan semakin banyak dan jenuh sehingga peluang SO3 untuk terikat pada struktur ME akan semakin besar. Dengan semakin banyak SO3 pada MESA yang dihasilkan, kemampuan MESA tersebut dalam menurunkan tegangan permukaan semakin besar. 4.4 Penentuan kondisi terbaik Penentuan suhu input terbaik dilakukan dengan Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI) dari sifat fisikokimia MESA.
Sifat fisikokimia terdiri atas viskositas, densitas, bilangan iod, pH,
bilangan asam, kadar bahan aktif dan tegangan permukaan.
Berdasarkan
wawancara dengan ahli, parameter kadar bahan aktif MESA memiliki bobot kepentingan kriteria tertinggi yaitu 25%, karena kinerja MESA yang dihasilkan ditentukan dari banyaknya gugus sulfonat pada produk dan terdeteksi melalui kadar bahan aktif. Berdasarkan tingkat kepentingannya dibandingan dengan sifat fisikokimia yang lain, tegangan permukaan dan bilangan asam memperoleh nilai bobot yang sama yaitu 20%, pH dan viskositas mempunyai nilai bobot 10% sedangkan bobot kepentingan untuk bilangan iod dan densitas yaitu 7,5%. Matriks awal dan hasil transformasi penilaian alternatif pemilihan suhu input terbaik dari sifat fisikokimia MESA dapat dilihat pada Lampiran 10. Nilai indeks gabungan kriteria dari masing-masing alternatif suhu input disajikan pada Gambar
Nilai indeks gabungan
19. 400.0 350.0 300.0 250.0 200.0 150.0 100.0 50.0 0.0 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 19
Nilai indeks gabungan kriteria dari masing-masing suhu input (Suhu input 80 °C(�); 90 °C(�) dan 100 ° C(�))
52
Pada Gambar 19 dapat dilihat bahwa suhu input 100 oC dengan lama proses sulfonasi 6 jam adalah perlakuan terbaik untuk proses sulfonasi ME menjadi MESA. Perlakuan ini memiliki nilai indeks gabungan tertinggi yaitu 372,5 dibandingan dengan perlakuan lainnya. Matriks hasil transformasi melalui Teknik Perbandingan Indeks Kinerja dari sifat fisikokimia MESA tiap sampel suhu input 100 oC menunjukkan kadar bahan aktif, tegangan permukaan, bilangan asam, pH, viskositas, densitas dan bilangan iod yang sama atau lebih baik dibandingkan suhu lainnya.
MESA yang diperoleh dari suhu input 100 oC
kemudian dinetralkan menggunakan NaOH 50% sampai pH MES yang diperoleh berkisar antara 6-8. MES ini kemudian dilakukan analisis kadar bahan aktif dan tegangan permukaan. Lama proses sulfonasi untuk mencapai kondisi tunak ditentukan dengan membandingkan waktu yang diperlukan pada parameter uji kadar bahan aktif dan tegangan permukaan sampai nilainya tidak berubah. Pada penelitian ini waktu yang diperlukan untuk mencapai nilai stabil tidak seragam pada setiap perlakuan suhu input dan pada sifat fisikokimia yang diiujikan. Pada perlakuan suhu input 100 oC, nilai pH cenderung tidak berubah pada lama proses sulfonasi 2 jam sampai dengan 6 jam. Rata-rata bilangan asam MESA tidak berubah pada lama proses sulfonasi 4 jam sampai dengan 6 jam. Rata-rata viskositas MESA tidak berubah pada lama proses sulfonasi 5 jam dan 6 jam, namun rata-rata viskositas MESA pada lama proses sulfonasi 5 jam tidak berbeda dengan viskositas MESA lama proses sulfonasi 3 jam dan 4 jam. Ratarata tegangan permukaan cenderung tidak berubah pada lama proses sulfonasi 2 jam sampai dengan 6 jam. Waktu paling lama untuk tidak berubah terdapat pada kadar bahan aktif, yang memerlukan lama proses sulfonasi selama 4 jam sampai nilainya tidak berubah sampai dengan 6 jam. Kadar bahan aktif dan tegangan permukaan MES Hasil analisis kadar bahan aktif MES dengan suhu input 100oC bervariasi antara 5,91% sampai dengan 22,15 %. Data hasil analisis kadar bahan aktif MES pada suhu input 100 oC disajikan pada Lampiran 11.
Hasil analisis ragam
(α=0,05) menunjukkan bahwa kadar bahan aktif MESA dan MES pada suhu input 100 oC adalah berbeda. Hasil uji BNT (α=0,05) menunjukkan perbedaan kadar
53
bahan aktif MESA dan MES dengan lama sulfonasi yang sama adalah tidak signifikan. Gambar 20 memperlihatkan perubahan kadar bahan aktif MESA dan
Kadar bahan aktif MES (%)
MES dengan suhu input 100 oC selama proses sulfonasi. 25 20 15 10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 20 Kadar bahan aktif MESA ( ) dan MES ( ) pada suhu input 100 oC Pada Gambar 20 terlihat terdapat kenaikan rata-rata kadar bahan aktif MES dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Proses sulfonasi menghasilkan produk berupa MESA dan senyawa sulfonat anhidrid yang berpeluang untuk dikonversikan menjadi MESA dan menjadi MES setelah dilakukan proses netralisasi. Pada proses netralisasi derajat keasaman dikontrol berada disekitar pH 6-8 untuk mencegah terjadinya hidrolisis menjadi disalt RCH(COONa)SO3Na dan sodium metil sulfat Me3OSO2Na. Senyawa disalt ini juga termasuk surfaktan namun keberadaanya tidak diharapkan karena akan mengurangi kinerja MES. Disalt lebih sensitif terhadap air sadah. Pada Gambar 20 juga dapat diamati kadar bahan aktif MES cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan MESA, hal ini diduga berhubungan dengan kondisi asam pada MESA (dengan pH kurang dari 1). MESA terhidrolisis dan menurunkan kadar bahan aktif dibandingkan MES dengan pH sekitar 6-8. Rendahnya kadar bahan aktif MES yang diperoleh pada penelitian ini dibandingkan dengan Moretti et al. (2001) diduga karena pada proses netralisasi tidak dilakukan proses reesterifikasi menggunakan metanol untuk mengkonversi senyawa sulfonat anhidrid RCH(SO3H)COOSO3R menjadi MESA sehingga jika dinetralkan dengan NaOH akan
diperoleh MES (Gambar 21).
Proses
54
reesterifikasi ini akan mengurangi kandungan disalt pada produk akhir (Roberts et al. 2008).
Gambar 21 Reaksi reesterifikasi senyawa sulfonat anhidrida (1) dan netralisasi MESA menjadi MES (2) (Roberts et al. 2008) Hasil analisis terhadap tegangan permukaan MES pada suhu input 100 oC bervariasi antara 28,75 dyne/cm sampai dengan 41,78 dyne/cm.
Data hasil
analisis tegangan permukaan MES pada suhu input 100 oC disajikan pada
Tegangan permukaan (dyne/cm)
Lampiran 12. 44 42 40 38 36 34 32 30 0
1
2
3
4
5
6
Lama proses sulfonasi (jam)
Gambar 22 Tegangan permukaan MESA ( ) dan MES ( ) pada konsentrasi surfaktan dalam larutan 0,5% Pada konsentrasi surfaktan 0,5%, hasil analisis ragam (α=0,05) menunjukkan tegangan permukaan MESA dan MES pada suhu input 100 oC berbeda nyata.
Terdapat penurunan rata-rata kadar bahan aktif pada MES
dibandingkan dengan MESA pada lama proses sulfonasi yang sama. Hasil uji BNT (α=0,05) menunjukkan tegangan permukaan MES pada lama proses sulfonasi 0 jam, 1 jam dan 2 jam tidak berbeda nyata dengan tegangan permukaan
55
MESA pada lama proses yang sama. Sedangkan pada lama proses sulfonasi 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam tegangan permukaan MES berbeda dengan tegangan permukaaan MESA. Menurunnya tegangan permukaan MES dengan bertambahnya lama proses sulfonasi berhubungan dengan meningkatnya kadar bahan aktif pada MES dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Gambar 22 menyajikan perubahan tegangan permukaan dengan penambahan MESA dan MES (suhu input 100 oC) sebesar 0,5%. Pada Gambar 22 terlihat tegangan permukaan MESA dan MES menurun dengan bertambahnya lama proses sulfonasi. Kemampuan MES dalam menurunkan tegangan permukaan lebih besar dibandingkan dengan MESA. Hal ini disebabkan kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan berkorelasi positif dengan kadar bahan aktif surfaktan tersebut.
56
57
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan: 1. MESA dengan sifat fisikokimia dan kinerja terbaik diperoleh dari suhu input 100 oC dengan lama sulfonasi 6 jam. MESA yang dihasilkan memilliki ratarata pH 0,71, bilangan asam 23,43 mg KOH/g, viskositas 88,44 cP, densitas 0,9957 gr/cm3, bilangan iod 14,89 mg I/g MESA, kadar bahan aktif 21,08% dan tegangan permukaan 33,73 dyne/cm. 2. Proses sulfonasi dengan suhu input 100 oC selama 6 jam mencapai kondisi tunak pada jam ke-4.
Setelah mencapai kondisi tunak, nilai rata-rata
kandungan bahan aktif dan tegangan permukaan pada MESA yang dihasilkan tidak berubah. 5.2 Saran 1. Perlu dilakukan kajian optimasi proses sulfonasi ME stearin menggunakan reaktor single tube falling film, dengan suhu input 90-100 oC. 2. Untuk meningkatkan kinerja proses sulfonasi terhadap peningkatan kualitas MESA perlu dilakukan pengendalian yang lebih baik terhadap laju alir bahan baku dan gas SO3. Agar reaksi sulfonasi berlangsung maksimal, laju alir bahan baku diperlambat.
58
59
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. 1995. Washington: AOAC. [ASTM] American Society for Testing and Material D 1331 2000. Annual Book of ASTM Standards: Soap and Other Detergents, Polishes, Leather, Resilient Floor Covering. Baltimore: ASTM. Baker J, penemu. The Procter & Gamble Company. 16 Desember 1993. Process for Making Sulfonated Fatty Acid Alkyl Ester Surfactant. US Patent 5 475 134. Battaglini GT, JL Larzen-Zabus, dan TG Baker. 1986. Analytical Methodes for Alpha Sulfo Methyl Tallowate. JAOCS. 63 (8) : 1073-1077. Bergenstahl B. 1997. Physcochemical Aspects of an Emulsifier Functionality. In: Food Emulsifier and Their Aplications. G.L. Hasenhuettl dan R.W. Hartel (Eds.). New York : Champman & Hall. Berger P. 2009. Surfactants Based on Monounsaturated Fatty Acids for Enhanced Oil Recovery. Inform 20:682-685 Bernardini E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Interstampa, Rome. Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Perdagangan Ekspor-Impor Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta. De Groot WH. 1991. Sulphonation Technology in the Detergent House, Netherland: Kluwer Academic Publisher. Flider FJ. 2001. Commercial Considerations and Markets for Naturally Derived Biodegradable Surfactants. Inform 12(12): 1161-1164. Foster NC. 1996. Sulfonation and Sulfation Processes. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois. Foster NC dan Rollock MW. 1997. Medium to Very High Active Single Step Neutralization.(terhubung berkala).www.chemithon.com. Freedman B, EH Pryde dan TL Mounts. 1984. Variable Affecting the Yield of Fatty Ester from Transesterified Vegetable Oil. In: Mittelbach M dan C Remschmidt. 2006. Biodiesel the Comprehensive Handbook. Martin Mittelbach Publisher. Am Blumenhang. Austria. Georgeiou G, C Lsung dan MM Shara. 1992. Surface Active Compounds from Microorganism. Biotech 10:60-65. Gerpen JHV, B Shanks, R Pruszko, D Clements and G Knothe. 2004. Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory. Colorado. 106 p.
60
Gupta S, D Wiese. 1992. Soap, Fatty Acids, and Synthetic Detergent. In: Riegel’s Handbook of Industrial Chemistry. 9 th Editon. Kent JA (Ed.). Van Nostrand Reinhold. New York. Hambali E, M Rivai, P Suarsana, Sugihardjo dan E Zulchaidir, peneliti. 2009. Peningkatan Nilai Tambah Minyak Sawit Melalui Pengembangan Teknologi Proses Produksi Surfaktan MES dan Aplikasinya untuk Meningkatkan Produksi Minyak Bumi Menggunakan Metode Huff dan Puff. Buku Catatan Harian Peneliti Periode Juni-Oktober 2009. SBRC LPPM-IPB: Bogor Hasenhuettl GL. 1997. Overview of Food Emulsifier. In: Food Emulsifier and Their Applications. GL Hasenhuettl dan RW Hartel (Eds). Chapman & Hall, New York. Hovda K. 1996. The Chalenge of Methyl Ester Sulfonation.[terhubung berkala]. www.chemithon.com Hui YH, editor. 1996. Bailey’s Industrial oil and Fat Products. 5th Ed., Vol 2, 3, 4, 5. John Wiley & Sons Inc., New York. Jungermann E. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Edisi ke-4, Volume ke-1. New York: John Willey and Son. Kapur BL, JM Solomon dan BR Bluestein. 1975. Summary of the Technology for the Manufacture of Higher Alpha-Sulfo Fatty Acid Esters. SD&C Technical. AOCS meeting, New Orleans. Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : UI Press Leung DYC dan Y Guo. 2006. Transesterification of Neat and Used Frying: Optimization for Biodiesel Production. Fuel Processing Technology 87: 883-90 Lewandowski H dan MJ Schwuger. 2003. α-Sulfomonocarboxylic Esters. Di dalam Novel Surfactants: Preparations, Applications, and Biodegradibility 2nd Edition Revised and Expanded. Holmberg K (ed). Marcel Dekker Inc, New York. Ma F dan MA Hanna. 2001. Biodiesel Production : A Review. Bioresource Technology 70: 77-82. MacArthur BW, B Brooks, WB Sheat dan NC Foster. 2008. Meeting The Challenge of Methyl Ester Sulphonate. The Chemithon Corporation, USA. Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo, Jakarta. Matesic-Puac R, Sak-Bosnarb M, Bilica M dan Grabaricc BS. 2004. Potensiometric Determination of Anionic Surfactants using a New IonPair-Based All-Solid-State Surfactants Sensitive Electrode. Elsevier B.V. Matheson KL. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis, and Uses. In : Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. Spitz L. (Ed). AOCS Press, Champaign, Illinois.
61
Mattjik AA dan M Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press, Bogor Mazzanti C. 2008. Introduction: Surfactants from Biorenewable Sources. Biorenewable Sources 5 Meher LC, D Vidya Sagar dan SN Naik. 2006. Technical Aspects of Biodiesel Production by Transesterification – a review. Renewable and Sustainable Review Energy Reviews 10:248-268 Moretti GF dan Adami I. 2001. Evolution of Processing Design as a Function of Update Feedstock and Surfactant Quality Specifications. Milano. Italy : Ballestra Spa. Moretti GF, Adami I, Nava F dan Molteni E. 2001. The Multitube Film Sulfonation Reactor for The 21st Century. Milano. Italy : Ballestra Spa Mujdalipah S. 2008. Proses Produksi Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Olein Sawit menggunakan Single Tube Falling-Film Reactor (STFR).[Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Perkins
WS. 1988. Surfactants-A www.p2pays.org/ref/03/02960.pdf
Primer.
[terhubung
berkala].
Pore J. 1976. Oil and Fats Manual. Intercept Ltd, Andover, New York. Ramadhas AS, S Jayaraj, C Muraleedharan. 2005. Biodiesel production from high FFA rubber seed oil. Fuel 84 : 335-40 Roberts DW. 2001. Manufacture of Anionic Surfactans. Di dalam : F D Gunstone, RJ Hamilton (eds). Oleochemical Manufacture and Applications. Sheffield Academia Press, Sheffield, UK p 55-73. Roberts DW, L Giusti dan A Forcella. 2008. Chemistry of Methyl Ester Sulfonates. Biorenewable Resources 5 : 2-19. Rondinini S, Buck RP, dan Covington AK. 2001. The Measurement of pHDefinition, Standards and Producers. IUPAC Provisional Recommendations. Rosen MJ dan Dahanayake. 2000. Industrial Utilization of Surfactants: Principles and Practice. AOCS Press, Champaign, Illinois. Rosen MJ. 2004. Surfactans and Interfacial Phenomena. 3 rd Edition. John Wiley & Sons, Inc.New jersey Sahoo PK, LM Das, MKG Babu, SN Naik. 2007. Biodiesel Development from High Acid Value Polanga Seed Oil and Performance Evaluation in a Cl engine. Fuel 86 : 448-54. Schmitt TM. 2001. Analysis of Surfactant. Edisi ke-2. Dekker, Inc.
New York: Marcel
Sharma YC dan B Singh. 2009. Development of biodiesel: Current scenario. Renewable and Sustainable Energy Reviews 13 : 1646-1651
62
Sharma YC, B Singh, SN Upadhyay. 2008. Advancements in Development and Characterization of Biodiesel: a review. Fuel 87 : 2355-73 Sheats WB dan BW MacArthur. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. The Chemithon Corporation. Sherry AE, BE Chapman, MT Creedon. 1995. Nonbleach Process for the Purification of Palm C16-18 Methyl Ester Sulfonates. AOCS Press. SNI. 2006. Biodiesel. SNI 04-7182-2006. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Sulastri Y. 2010. Sintesis Methyl Ester Sulfonic Acid (MESA) dari Crude Palm Oil (CPO) menggunakan Singletube Falling Film Reactor. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Sutanto AI. 2007. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor Stein W dan Bauman H. 1975. α-Sulfonated Fatty Acid and Esters: Manufacturing Process, Properties and Aplications. Journal of The American Oil Chemistry Society 50:322-329 Swern D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol. I 4th Edition. John Willey and Son, New York. Vicente G, M Martinez, J Aracil. 2004. Integrated biodiesel production : a comparison of different homogenous catalysts systems. Bioresource Technology 92 : 297-305 Watkins C. 2001. All Eyes are on Texas. Inform 12 : 1152-1159.
63
LAMPIRAN
64
65
Lampiran 1 Prosedur analisis metil ester stearin 1. Bilangan Asam (SNI 04-7182-2006) Sampel alkil ester ditimbang 19–21 + 0,05 g ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml pelarut alkohol 95% yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat, titrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikit 15 detik. Volume titran yang dibutuhkan kemudian dicatat. Perhitungan nilai bilangan asam sebagi berikut: Angka asam (Aa) = 56,1 x V x N mg KOH/g biodiesel m FFA (%) = BM as. Lemak dominan x V x N 10 m Keterangan: V = volume larutan KOH dalam alkhohol yang dibutuhkan pada titrasi (ml) N = normalitas larutan KOH dalam alkohol m = berat sampel alkil ester (g) BM asam lemak dominan stearin adalah 256 (asam palmitat) 2. Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat di Dalam Biodiesel Ester Alkil: Metode Iodometri – Asam Periodat (SNI 04-7182-2006) Analisis Kadar Gliserol Total Sampel alkil ester ditimbang 9,9–10,01 g ke dalam sebuah labu erlenmeyer. Ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik, labu disambungkan dengan kodensor berpendingin udara dan didihkan isi labu perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester. Ditambahkan 91+0,2 ml kloroform dari sebuah buret ke dalam labu takar 1 L. Kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat glasial dengan menggunakan gelas ukur. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat pemanas atau bak kukus, bilas dinding dalam kondensor dengan sedikit akuades. Kondensor dilepaskan dan dipindahkan isi labu saponifikasi secara kuantitatif ke dalam labu takar dengan menggunakan 500 ml akuades. Labu takar ditutup rapat dan isinya dikocok kuatkuat selama 30-60 detik. Akuades ditambahkan sampai ke batas takar, tutup lagi
66
labu rapat-rapat dan dicampurkan baik-baik isinya dengan membolak-balikkan dan sesudah dipandang tercampur dengan baik, biarkan tenang sampai lapisan kloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna. Kemudian masing-masing dipipet 6 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400-500 ml dan disiapkan dua blanko dengan mengisi masingmasing 50 ml akuades. Lalu dipipet 100 ml lapisan akuatik yang telah diperoleh ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian gelas piala ini dikocok perlahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, disaring terlebih dahulu sebelum pemipetan dilakukan. Ditambahkan 3 ml larutan KI, dicampurkan dengan pengocokan perlahan dan kemudian dibiarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi ini tidak boleh ditempatkan di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Isi gelas piala dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang sudah distandarkan (diketahui normalitasnya). Titrasi diteruskan sampai warna cokelat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan diteruskan titrasi sampai warna biru kompleks iodium-pati persis sirna. Buret titran dibaca sampai ke ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Dilakukan analisis blanko dengan menerapkan langkah yang sama pada dua gelas piala berisi larutan blanko. Analisis Kadar Gliserol Bebas Sampel alkil ester ditimbang 9,9–10,1 + 0,01 g dalam sebuah botol timbang. Sampel ini dibilas ke dalam labu takar 1 liter dengan menggunakan 91 + 0,2 ml kloroform yang diukur dengan buret. Ditambahkan kira-kira 500 ml akuades, ditutup rapat labu, dan kemudian dikocok kuat-kuat selama 30-60 detik. Ditambahkan akuades sampai ke garis batas takar, ditutup lagi labu rapat-rapat dan dicampurkan baik-baik isinya dengan membolakbalikkan, dan sesudah dipandang tercampur dengan baik, dibiarkan tenang sampai lapisan kloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.
67
Dipipet masing-masing 2 ml larutan asam periodat ke dalam 2 atau 3 gelas piala 400 – 500 ml dan disiapkan dua blanko dengan mengisi masing-masing 100 ml akuades. Selanjutnya dipipet 300 ml lapisan akuatik yang diperoleh tadi ke dalam gelas piala berisi larutan asam periodat dan kemudian dikocok gelas piala ini perlahan supaya isinya tercampur baik. Sesudahnya, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Jika lapisan akuatik termaksud mengandung bahan tersuspensi, saring dahulu sebelum pemipetan dilakukan. Larutan KI ditambahkan sebanyak 2 ml, dicampurkan dengan pengocokan perlahan dan kemudian dibiarkan selama sekitar 1 menit (tetapi tidak lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi ini tidak boleh ditempatkan di bawah cahaya terang atau terpaan langsung sinar matahari. Isi gelas piala dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat yang telah distandarkan (diketahu normalitasnya). Titrasi diteruskan sampai warna cokelat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan diteruskan titrasi sampai warna biru kompleks-pati persis sirna. Buret titran dibaca sampai ketelitian 0,01 ml dengan bantuan pembesar meniskus. Langkah-langkah tersebut diulangi untuk mendapatkan duplo dan jika mungkin triplo. Analisis blanko dilakukan dengan menerapkan langkah yang sama pada dua gelas piala berisi larutan blanko (yaitu akuades). Perhitungan Menghitung kadar gliserol total (Gttl, %-b) dengan rumus: Gttl (%-b) = 2,302 (B-C) x N W dengan: C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel, ml B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko, ml N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat W = berat sampela x ml sampelb 900 Kadar gliserol bebas (Gttl, %-b) dihitung dengan rumus yang serupa dengan di atas, tetapi menggunakan nilai-nilai yang diperoleh pada pelaksanaan prosedur
68
analisis kadar gliserol bebas. Kadar gliserol terikat (Gttl, %-b) adalah selisih antara kadar gliserol total dengan kadar gliserol bebas Gikt = Gttl - Gbbs 3. Bilangan Penyabunan (SNI 04-7182-2006) Sampel alkil ester ditimbang 4-5 + 0,005 g ke dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml berleher tebal. Kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan terkosongkan secara alami. Disiapkan dan dilakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis contoh alkil ester dengan langkah yang persis sama tetapi tidak mengikutsertakan sampel alkil ester. Labu erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan didihkan perlahan tetapi mantap, sampai contoh tersabunkan sempurna. Ini biasanya membutuhkan waktu 1 jam. Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen. Jika tidak, waktu penyabunan diperpanjang. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), dinding dalam kondensor dibilas dengan sejumlah kecil aquades. Kondensor dilepaskan dari labu, lalu ditambahkan 1 ml larutan indikator fenoplhtalein ke dalam labu. Isi labu kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N sampai warna merah jambu persis sirna. Volume asam klorida yang dihabiskan untuk ditrasi kemudian dicatat. Angka penyabunan, As (%-b) = 56,1 (B – C) x N mg KOH/g biodiesel m Keterangan: B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko (ml) C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel (ml) N = normalitas larutan HCl (0,5 N) W = berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis (g) 4. Bilangan Iod (SNI 04-7182-2006) Sampel alkil ester ditimbang 0,13-0,15 + 0,001 g ke dalam labu iodium. Kemudian ditambahkan 15 ml larutan karbon tetraklorida (atau 20 ml campuran 50%-v sikloheksan – 50%-v asam asetat) dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh sampel larut sempurna ke dalam pelarut. Lalu ditambahkan 25 ml reagen
69
Wijs dengan pipet seukuran dan tutup labu. Kocok-putar labu agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera simpan di tempat gelap bertemperatur 25 + 5 oC selama 1 jam. Sesudah periode penyimpanan usai, labu diambil kembali, dan ditambahkan 20 ml larutan KI serta kemudian 150 ml aquades. Sambil selalu teraduk baik, larutan uji dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas yang tepat) sampai warna cokelat iodium hampir hilang. Kemudian tambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru kompleks iodium-pati persis sirna. Lalu dicatat volume titran yang dihabiskan untuk titrasi. Dilakukan hal sama terhadap blanko, tanpa mengikutsertakan sampel. Angka iodium dihitung dengan rumus: Angka iodium, Ai (%-b) = 12,69 (B – C) x N W Keterangan: C = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi sampel (ml) B = Volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blanko (ml) N = Normalitas larutan natrium tiosulfat (N) W = Berat sampel alkil ester yang ditimbang untuk analisis (g) 5. Analisis Metil Ester Menggunakan Gas Kromatografi (AOAC 1995) Dua gram minyak ditambahkan ke dalam labu didih, kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH dalam metanol, dipanaskan sampai tersabunkan lebih kurang 15 menit dengan pendingin balik. Selanjutnya ditambahkan 10 ml BF3 dan dipanaskan kira-kira dua menit. Dalam keadaan panas ditambahkan 5 ml nheptana atau n-heksana, kemudian dikocok dan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Larutan akan terpisah menjadi dua bagian. Bagian atas akan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi 1 g Na2SO4. Larutan tersebut siap diinjeksikan pada suhu detektor 230 oC, suhu injektor 225 oC, suhu awal 70 oC, pada suhu awal selama 2 menit, menggunakan glass coloumn dengan panjang 2 meter dan diameter 2 mm, gas pembawa adalah helium dan fasa diam dietilen glikol suksinat. Jenis detektor yang digunakan adalah jenis FID (Flame Ionization Detector).
70
Lampiran 2 Prosedur analisis surfaktan MESA dan MES 1. pH (Chemithon) Sekitar 2,5 g sampel (± 0,0001) ditimbang dalam gelas piala 50 ml dan tambahkan aqudes hingga 25 g (b/b). Larutkan kemudian distirer hingga tercampur merata. Nilai pH larutan diukur menggunakan pH meter. Nilai pH dibaca pada saat pH meter menunjukkan nilai stabil. 2. Bilangan Asam (Epthon 1948) Surfaktan MES yang akan diuji ditimbang sebanyak 1 ± 0,0010 g dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 30 ml aquades, lalu panaskan selama 7–10 menit dalam penangas. Kemudian, larutan ditambahkan 3 tetes indikator penolptalein 1% larutan dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N dengan faktor 1,0603 sampai berwarna merah jambu atau pH 7. Selanjutnya dihitung bilangan asam surfaktan MES dengan menggunakan persamaan seperti dibawah ini : � �� ���� � ������ ����
Bilangan asam =
����� ������
3. Penentuan Kadar Surfaktan Anionik dengan Titrasi Kationik (Ephton, 1948) Surfaktan ditimbang 1 ± 0,003 g dengan neraca analitik dalam gelas piala 250 ml. Tambahkan 30 ml aquades ke dalam gelas piala. Larutan dipanaskan di atas water bath dengan suhu 100 oC sampai larut semua. Setelah larutan dingin lalu ditambahkan indikator phenoplthalein 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Volume penitaran dicatat. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Methylen blue dipipet sebanyak 3 ml dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur bertutup. Larutan sampel dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur bertutup. Larutan kloroform dipipet 10 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur sambil dibilas. Larutan dalam gelas ukur dititrasi dengan n-Cetylpyridium Chloride hingga warna biru antara dua fase sama. Titrasi diakhiri dan volume n-Cetylpyridium Chloride dicatat sebagai volume (B) kationik. Bahan Aktif (%) =
� �� �������� � �,� � ������ �������� � �� ��� ����� ������ � �,��
71
Penetapan faktor 0,002 M N-Centryltrimethylammonium Bromide (kationik) Ditimbang ± 0,8-1 g dodecyl sulfat dan kemudian ditambahkan 30 ml aquadest dan dipanaskan di atas waterbath. Sample didinginkan dan ditambahkan 1 – 2 tetes pp. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga terlihat warna pink (merah muda). Sampel kemudian diencerkan di dalam labu ukur 1.000 ml. Dipipet 3 ml methylene blue dengan pipet ukur ke dalam gelas ukur bertutup asah. Kemudian dipipet 5 ml larutan sampel dan larutan kloroform 10 ml dengan pipet gondok ke dalam gelas ukur tutup asah berisi methylene blue sambil dibilas. Dititar larutan dengan N-Centryltrimethylammonium Bromide hingga warna biru antara dua lapisan menjadi sama. Jika kondisi ini telah tercapai, berarti titrasi berakhir dan catat volume N-Centryltrimethylammonium Bromide yang digunakan. ������� ������ ����� ����������%�� �,��
Faktor kationik = ��� .�������� ����� �,� � �� ������� ������ BM dodecyl sulfat : 228,38 4,95 : jumlah ml larutan dodecyl sulfat terkoreksi Pembuatan Reagent a. N-Centryltrimethylammonium
Bromide.
Ditimbang
±
7,1602
g
n-Centryltrimethyl ammonium bromide dengan aquadest hingga 10 L dan kemudian kocok hingga homogen. b. Indikator metilen blue. Dilarutkan 12 g H2SO4 dengan aquadest 500 ml dalam erlenmeyer 1.000 ml secara hati-hati. Kemudian ditambahkan 0,03 g methylene blue dengan 50 g Na2SO4 anhidrat lalu aduk sampai larut. Jadikan volume larutan 1.000 ml dengan aquadest. Larutan disimpan pada wadah gelap. c. Indikator pp. Ditimbang 10 g pp lalu larutkan dengan alohol 95% (C2H5OH) hingga volume menjadi 1.000 ml d. Indikator bromthymol blue. Ditimbang 0,1 g bromthymol blue dan tambahkan 0,8 ml NaOH 0,1 N. Ditambahkan aquadest hingga volume 100 ml. e. Indikator campuran. Ditimbang 0,5 g phenol red dan 0,5 g bromthymol blue. Dilarutkan campuran dengan 250 ml methanol (CH3OH). Ditambahkan aquadest hingga volume 1.000 ml.
72
4. Bilangan Iod (AOAC 1995) Sampel MESA/MES ditimbang 0,13-0,15 + 0,001 g ke dalam erlemeyer 300 ml, lalu dilarutkan dengan 20 ml larutan campuran sikloheksan-asam asetat hingga larut. Larutan kemudian ditambahkan 25 ml pereaksi hanus hingga semua bahan larut. Sampel kemudian disimpan di dalam ruangan gelap selama 1 jam. Sesudah penyimpanan, kemudian kedalamnya ditambahkan 25 ml larutan
KI
15 % serta kemudian 150 ml aquades. Sambil selalu teraduk baik, larutan uji dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas yang tepat) sampai warna kuning hamper hilang. Selanjuntnya ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru kompleks iodium-pati hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan sampel. Bilangan Iod =
������ � � ��,�� �
Keterangan: S = volume larutan natrium tiosulfat sampel (ml) B = volume larutan natrium tiosulfat blanko (ml) N = normalitas larutan natrium tiosulfat (N) W = berat sampel (g) 5. Tegangan Permukaan Metoda du Nouy (ASTM D 1331, 2000) Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer du Nouy. Peralatan dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric acid, kemudian dibilas dengan air destilata.
Cincin platinum merupakan bagian dari alat
Tensiometer, memiliki diameter 4 atau 6 cm. Sebelum digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan dibilas dengan air destilata, lalu dikeringkan. Posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pas dan diletakkan pada tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan diatas dudukan
73
(platform) pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup 3-5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan dudukan (platform). Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posis berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan skrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk tetap berimpit dengan garis pada kaca.
Proses ini
diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan putus skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat dilakukan dengan menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen (dalam air). Nilai tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan. 6. Densitas (AOAC 1995) Densitas merupakan perbandingan berat dari suatu volume sampel pada suhu 25 oC dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Peralatan yang digunakan adalah piknometer 5 ml. Piknometer dibersihkan dengan cara dibilas dengan aseton kemudian dengan dietil eter. Piknometer kosong diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W0). Piknometer yang bersih dan kering diisi dengan air destilasi yang telah didihkan dan didinginkan pada suhu 20 oC dan piknometer disimpan dalam water bath (penangas air) pada suhu konstan 25oC selama 30 menit. Piknometer berisi air diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W1). Piknometer dibersihkan dan dikeringkan. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer hingga meluap dan pastikan tidak terbentuk gelembung udara lalu ditutup. Keringkan bagian luar piknometer, kemudian piknometer berisi sampel dimasukkan ke dalam penangas pada suhu konstan 25 oC selama 30 menit. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan, dan ditimbang (W2).
74
Perhitungan: Densitas = (W2-W0) (W1-W0) Keterangan : W0 = bobot piknometer kosong W1 = bobot piknometer beserta air W2 = bobot piknometer beserta sampel 7. Pengukuran Viskositas (Brookfield Viscometer) Pengukuran viskositas atau kekentalan sampel dilakukan dengan pengisian sampel ke dalam gelas piala 250 ml. Penentuan nilai viskositas menggunakan viskometer Brookfield dengan spindel nomor 1 pada putaran 50 rpm jika menggunakan Model RV atau 30 rpm jika menggunakan Model LV viskometer. Pastikan steker telah dipasang pada power supply. Tombol hitam pada viskometer digunakan sebagai pengontrol on (ke kanan) untuk menyalakan, off untuk mematikan (ke kiri), atau pause (tengah). Viskometer LV dapat diset untuk 4 macam spindel dengan kaki penahan yang lebih sempit; viskometer RV diset untuk 7 macam spindel dengan wadah dengan kaki penahan yang lebih lebar; HA dan HB viskometer diset untuk 7 macam spindel tanpa kaki. Kecepatan (dalam rpm) diatur dengan tombol di bagian atas viskometer pada kecepatan yang diinginkan. Viskometer yang digunakan adalah viskometer LV dengan kecepatan 30 rpm. Jarum merah untuk membaca skala dipastikan di titik nol. Gunakan tuas di belakang viskometer untuk mengatur kemiringan sehingga jarum merah berhimpit pada titik nol. Spindel dipasang sesuai kekentalan sampel. Makin kental sampel, makin kecil nomor spindel yang digunakan. Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml. Kaki penahan diturunkan tetapi tidak sampai menyentuh dasar gelas piala. Tombol kontrol ditekan on. Saat piringan skala berputar, skala yang ditunjuk jarum merah dibaca pada putaran pertama. Tombol kontrol off setelah pembacaan dan ditepatkan agar jarum merah dapat terhimpit kembali ke angka nol. Viskositas (cP atau mPa.S) = Skala terbaca x Faktor
75
Ukuran kekentalan diperoleh dengan perhitungan di atas dan tabel berikut.
76
Lampiran 3 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap viskositas MESA A. Data hasil uji viskositas MESA Perlakuan
Viskositas MESA (cP) Ulangan 2 Rata-rata ± SD 11,50 12,63 1,59
T1W1
Ulangan 1 13,75
T1W2
23,50
19,50
21,50
2,83
T1W3
31,25
36,88
34,06
3,98
T1W4
33,75
39,75
36,75
4,24
T1W5
38,88
35,50
37,19
2,39
T1W6
36,75
37,88
37,31
0,80
T1W7
42,75
45,00
43,88
1,59
T2W1
12,50
10,50
11,50
1,41
T2W2
35,25
30,875
33,06
2,83
T2W3
46,88
50,88
48,88
2,83
T2W4
60,88
55,50
58,19
3,80
T2W5
64,75
60,45
62,60
3,04
T2W6
68,88
66,44
67,66
1,72
T2W7
72,88
68,00
70,44
3,45
T3W1
17,50
15,00
16,25
1,77
T3W2
40,75
45,88
43,31
3,62
T3W3
60,25
56,25
58,25
2,83
T3W4
70,50
77,50
74,00
4,95
T3W5
72,75
80,88
76,82
5,75
T3W6
78,75
85,25
82,00
4,60
T3W7
82,88
94,00
88,44
7,86
Keterangan: T1 = Suhu input 80 o C T2 = Suhu input 90 o C T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
77
B. Tabel analisis ragam Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hitung
F-Tabel (0,05)
(0,01)
Kelp
1
17,544
17,544
1,614
4,75
9,33
Suhu (A)
2
6734,827
3367,413
109,58**
19,00
99,01
Galat (a)
2
61,463
30,731
Waktu (B)
6
13233,952
2205,659
198,12**
4,28
8,47
Galat (b)
6
66,798
11,133
AB
12
1463,755
121,980
11,224**
2,69
4,22
Galat (ab)
12
130,412
10,868
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT Perlakuan
Rataan
Kelompok BNT (α=0,05)
Suhu input (°C) 80 31,90 90 50,33 100 62,72 Lama proses sulfonasi (jam) 0 13,46 1 32,63 2 47,07 3 56,31 4 58,87 5 62,33 6 67,59 Interaksi (90,0) 11,50 (80,0) 12,63 (100,0) 16,25 (80,1) 21,50 (90,1) 33,06
a b c a b c d de e f a a a a b
Perlakuan Interaksi (80,2) (80,3) (80,4) (80,5) (100,1) (80,6) (90,2) (90,3) (100,2) (90,4) (90,5) (90,6) (100,3) (100,4) (100,5) (100,6)
Rataan
34,07 36,75 37,19 37,32 43,32 43,88 48,88 58,19 58,25 62,60 67,66 70,44 74,00 76,82 82,00 88,44
Kelompok BNT (α=0,05) b b b b bc bc cd de de ef efg fg gh ghi hi i
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
78
Lampiran 4 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap densitas MESA A. Data hasil uji densitas MESA Perlakuan
Densitas MESA (gr/cm3) Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata ± SD
T1W1
0,8893
0,8861
0,8877
0,0023
T1W2
0,9132
0,9275
0,9204
0,0101
T1W3
0,9681
0,9360
0,9521
0,0227
T1W4
0,9679
0,9460
0,9570
0,0155
T1W5
0,9746
0,9650
0,9698
0,0068
T1W6
0,9717
0,9690
0,9704
0,0019
T1W7
0,9655
0,9801
0,9728
0,0103
T2W1
0,9193
0,9161
0,9177
0,0023
T2W2
0,9299
0,9353
0,9326
0,0038
T2W3
0,9389
0,9699
0,9544
0,0219
T2W4
0,9777
0,9786
0,9781
0,0006
T2W5
0,9717
0,9798
0,9757
0,0058
T2W6
0,9816
0,9860
0,9838
0,0031
T2W7
0,9894
0,9795
0,9845
0,0070
T3W1
0,9236
0,9220
0,9228
0,0011
T3W2
0,9599
0,9598
0,9599
0,0001
T3W3
0,9968
0,9713
0,9840
0,0180
T3W4
0,9988
0,9896
0,9942
0,0065
T3W5
0,9891
0,9951
0,9921
0,0043
T3W6
0,9901
0,9982
0,9942
0,0057
T3W7
0,9949
0,9966
0,9957
0,0012
Keterangan: T1 = Suhu input 80 oC T2 = Suhu input 90 oC T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
79
B. Tabel analisis ragam Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Tabel
F-Hitung
(0,05)
(0,01)
Kelp
1
0,000014
0,000014
0,120
4,75
9,33
Suhu (A)
2
0,006493
0,003246
28,23*
19,00
99,01
Galat (a)
2
0,000230
0,000115
Waktu (B)
6
0,028794
0,004799
80,76**
4,28
8,47
Galat (b)
6
0,000357
0,000059
AB
12
0,000880
0,000073
0,61
2,69
4,22
Galat (ab)
12
0,001431
0,000119
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT Perlakuan
Rataan (gr/cm3)
Kelompok BNT (α=0,05)
0,9471 0,9610 0,9776
a ab b
0,9094 0,9376 0,9635 0,9764 0,9792 0,9828 0,9843
a b c d d d d
Suhu input (°C) 80 90 100 Lama proses sulfonasi (jam) 0 1 2 3 4 5 6
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
80
Lampiran 5 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan iod MESA
A. Data hasil uji bilangan iod MESA Perlakuan T1W1
Bilangan Iod MESA (mg I/g sampel) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata SD 28,63 25,79 27,21 2,01
T1W2
27,73
24,99
26,36
1,94
T1W3
24,13
20,20
22,17
2,78
T1W4
20,06
17,38
18,72
1,90
T1W5
20,60
17,26
18,93
2,36
T1W6
19,50
16,77
18,14
1,93
T1W7
18,56
16,03
17,30
1,79
T2W1
26,06
28,88
27,47
1,99
T2W2
23,73
26,92
25,33
2,26
T2W3
20,07
18,58
19,33
1,05
T2W4
18,95
16,90
17,93
1,45
T2W5
17,33
15,22
16,28
1,49
T2W6
17,68
14,03
15,86
2,58
T2W7
16,59
14,84
15,72
1,24
T3W1
25,50
28,55
27,03
2,16
T3W2
24,20
26,21
25,21
1,42
T3W3
17,39
13,94
15,67
2,44
T3W4
16,21
14,17
15,19
1,44
T3W5
16,96
14,86
15,91
1,48
T3W6
15,92
13,83
14,88
1,48
T3W7
15,93
13,85
14,89
1,47
Keterangan: T1 = Suhu input 80 o C T2 = Suhu input 90 o C T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
81
B. Tabel analisis ragam Sumber keragaman Kelp Suhu (A) Galat (a) Waktu (B) Galat (b) AB Galat (ab)
db
JK
1 2 2 6 6 12 12
47,212 57,611 10,699 785,029 26,294 28,425 13,367
KT 47,212 28,806 5,349 130,838 4,382 2,369 1,114
FHitung
F-Tabel (0,05) (0,01) 4,75 9,33 19,00 99,01
55,476** 5,385 29,856**
4,28
8,47
2,127
2,69
4,22
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT Perlakuan Lama proses sulfonasi (jam) 6 5 4 3 2 1 0
Rataan
Kelompok BNT (α=0,05)
15,97 16,29 17,04 17,28 19,05 25,63 27,24
a ab ab ab b c c
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
82
Lampiran 6
Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap pH MESA
A. Data hasil uji pH MESA Perlakuan
pH MESA Ulangan 2 1,40
T1W1
Ulangan 1 1,36
Rata-rata ± SD 1,38 0,03
T1W2
1,27
1,40
1,33
0,09
T1W3
1,25
1,35
1,30
0,07
T1W4
1,14
1,20
1,17
0,04
T1W5
1,08
1,18
1,13
0,07
T1W6
1,15
1,28
1,22
0,09
T1W7
1,21
1,29
1,25
0,06
T2W1
1,26
1,21
1,23
0,04
T2W2
1,16
1,04
1,10
0,08
T2W3
0,85
0,80
0,82
0,03
T2W4
0,90
0,85
0,88
0,04
T2W5
0,84
0,81
0,82
0,02
T2W6
0,92
0,81
0,86
0,08
T2W7
0,80
0,77
0,78
0,02
T3W1
1,19
1,23
1,21
0,03
T3W2
0,80
0,86
0,83
0,04
T3W3
0,70
0,64
0,67
0,04
T3W4
0,59
0,69
0,64
0,07
T3W5
0,54
0,67
0,60
0,09
T3W6
0,60
0,64
0,62
0,03
T3W7
0,75
0,67
0,71
0,06
Keterangan: T1 = Suhu input 80 o C T2 = Suhu input 90 o C T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
83
B. Tabel analisis ragam Sumber
db
JK
KT
F-Hitung
Kelp
1
0,004
0,004
Suhu (A)
2
1,803
0,901
Galat (a)
2
0,042
0,021
Waktu (B)
6
0,809
0,135
Galat (b)
6
0,006
0,001
AB
12
0,184
0,015
Galat (ab)
12
0,019
0,002
keragaman
F-Tabel (0,05)
(0,01)
2,675
4,75
9,33
42,726*
19,00
99,01
132,940**
4,28
8,47
9,580**
2,69
4,22
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT Kelompok Perlakuan Rataan BNT (α=0,05) Suhu input (°C) 100 0,75 a 90 0,93 a 80 1,25 b Lama proses sulfonasi (jam) 4 0,85 a 3 0,90 b 5 0,90 b 6 0,91 b 2 0,93 b 1 1,09 c 0 1,27 d Interaksi (100,4) 0,60 a (100,5) 0,62 ab (100,3) 0,64 ab (100,2) 0,67 abc (100,6) 0,71 abcd
Perlakuan Interaksi (90,6) (90,4) (90,2) (100,1) (90,5) (90,3) (90,1) (80,4) (80,3) (100,0) (80,5) (90,0) (80,6) (80,2) (80,1) (80,0)
Rataan
0,78 0,82 0,82 0,83 0,86 0,88 1,10 1,13 1,17 1,21 1,22 1,23 1,25 1,30 1,33 1,38
Kelompok BNT (α=0,05) bcde cde cde cde de e f f fg fgh fgh fgh gh gh h i
Keterangan : Kelompok dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda
84
Lampiran 7 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap bilangan asam MESA A. Data hasil uji bilangan asam MESA Perlakuan T1W1
Bilangan Asam MESA (mg KOH/g) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 5,465 5,585 5,53 0,08
T1W2
6,881
5,90
6,39
0,69
T1W3
9,94
11,76
10,85
1,29
T1W4
12,49
11,05
11,77
1,02
T1W5
12,33
13,51
12,92
0,83
T1W6
12,26
13,88
13,07
1,15
T1W7
13,47
15,20
14,34
1,22
T2W1
3,20
3,04
3,12
0,11
T2W2
9,43
10,81
10,12
0,97
T2W3
16,26
14,81
15,53
1,02
T2W4
16,50
15,12
15,81
0,98
T2W5
18,30
19,48
18,89
0,83
T2W6
19,99
19,09
19,54
0,64
T2W7
22,09
20,66
21,38
1,01
T3W1
7,47
7,99
7,73
0,37
T3W2
15,36
13,66
14,51
1,20
T3W3
15,050
16,483
15,77
1,01
T3W4
19,00
20,14
19,57
0,81
T3W5
21,61
23,50
22,56
1,34
T3W6
22,11
23,91
23,01
1,28
T3W7
22,39
24,48
23,43
1,48
Keterangan: T1 = Suhu input 80 o C T2 = Suhu input 90 o C T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
85
B. Tabel analisis ragam Sumber
db
keragaman
JK
KT
F-Tabel
F-Hitung
(0,05)
(0,01)
Kelp.
1
0,187
0,187
0,13
4,75
9,33
Suhu (A)
2
390,28
195,14
39,98*
19,00
99,01
Galat (a)
2
9,76
4,88
Waktu (B)
6
988,89
164,81
282,48**
4,28
8,47
Galat (b)
6
3,50
0,58
AB
12
95,78
7,98
5,77**
2,69
4,22
Galat (ab)
12
16,60
1,38
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT
Perlakuan
Rataan
Kelompok BNT (α=0,05)
Suhu input (°C)
80 90 100
10,69 15,32 18,08
a b c
(80,2) (80,3) (80,4) (80,5)
5,46 10,34 14,05 15,72 19,07 18,54 19,72
a b c d e e f
3,12 5,53 6,39 7,73 10,12
a ab b bc cd
Interaksi
(90,0) (80,0) (80,1) (100,0) (90,1)
Rataan
Kelompok BNT (α=0,05)
Interaksi
Lama proses sulfonasi (jam)
0 1 2 3 4 5 6
Perlakuan
(80,6) (100,1) (90,2) (100,2) (90,3) (90,5) (100,3) (90,6) (90,4) (100,4) (100,5) (100,6)
10,85 11,77 12,92 13,07 14,34 14,51 15,53 15,77 15,81 19,54 19,57 21,38 21,73 22,56 23,01 23,43
de def defg efg
fg fg g g g h h h hi i i i
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
86
Lampiran 8 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap kadar bahan aktif MESA
A. Data hasil uji bahan aktif MESA Perlakuan
Bahan Aktif MESA (%) Rata-rata Ulangan 2 5,85 6,19
SD 0,48
T1W1
Ulangan 1 6,53
T1W2
10,42
11,97
11,20
1,10
T1W3
10,60
12,06
11,33
1,03
T1W4
16,06
17,40
16,73
0,95
T1W5
17,14
16,04
16,59
0,78
T1W6
18,16
16,68
17,42
1,04
T1W7
16,61
17,80
17,21
0,84
T2W1
7,05
7,81
7,43
0,54
T2W2
13,34
11,78
12,56
1,10
T2W3
17,18
15,80
16,49
0,98
T2W4
19,68
18,22
18,95
1,03
T2W5
18,23
19,59
18,91
0,96
T2W6
18,56
20,00
19,28
1,02
T2W7
18,26
19,99
19,12
1,22
T3W1
5,91
5,06
5,48
0,60
T3W2
14,90
12,50
13,70
1,70
T3W3
14,70
16,70
15,70
1,41
T3W4
16,45
14,82
15,64
1,15
T3W5
19,31
21,59
20,45
1,61
T3W6
20,15
21,89
21,02
1,23
T3W7
20,08
22,07
21,08
1,41
Keterangan: T1 = Suhu input 80 oC T2 = Suhu input 90 oC T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
87
B. Tabel analisis ragam Sumber keragaman
db
JK
KT
Kelp
1
0,945
0,945
Suhu (A)
2
50,28130
25,141
Galat (a)
2
0,183
0,091
Waktu (B)
6
798,107
133,018
Galat (b)
6
6,928
1,155
AB
12
45,242
3,770
Galat (ab)
12
17,393
1,449
F-Tabel
F-Hitung
(0,05)
(0,01)
4,75
9,33
275,25**
19,00
99,01
115,20**
4,28
8,47
2,60
2,69
4,22
Keterangan: * Berpengaruh nyata (α=0,05) ** Berpengaruh sangat nyata (α=0,01)
C. Uji lanjut BNT Perlakuan
Rataan
Kelompok BNT (α=0,05)
13,81 16,11 16,15
a b b
6,37 12,49 14,51 17,10 18,65 19,14 19,24
a b c d e e e
Suhu input (°C) 80 90 100 Lama proses sulfonasi (jam) 0 1 2 3 4 6 5
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
88
Lampiran 9 Data hasil penelitian, analisis ragam dan uji lanjut BNT terhadap tegangan permukaan MESA
A. Data hasil uji tegangan permukaan air Konsentrasi surfaktan T1 ; jam ke-0 rataan STDEV T1 ; jam ke-1 rataan STDEV T1 ; jam ke-2 rataan STDEV T1 ; jam ke-3 rataan STDEV T1 ; jam ke-4 rataan STDEV T1 ; jam ke-5 rataan STDEV T1 ; jam ke-6 rataan STDEV T2 ; jam ke-0 rataan STDEV T2 ; jam ke-1 rataan STDEV
0,1%
0,3%
0,5%
0,7%
1,0%
43,00 42,25 42,63 0,53 41,85 40,80 41,33 0,74 41,15 40,45 40,80 0,49 41,00 40,95 40,98 0,04 40,95 40,55 40,75 0,28 39,55 39,00 39,28 0,39 38,45 39,00 38,73 0,39 43,55 42,85 43,20 0,49 42,00 40,90 41,45 0,78
41,95 41,25 41,60 0,49 39,00 40,50 39,75 1,06 39,50 38,60 39,05 0,64 38,00 40,50 39,25 1,77 38,45 38,90 38,68 0,32 36,90 35,35 36,13 1,10 38,25 38,50 38,38 0,18 41,15 40,85 41,00 0,21 40,00 38,00 39,00 1,41
41,25 40,65 40,95 0,42 37,25 38,00 37,63 0,53 37,00 37,45 37,23 0,32 36,00 38,15 37,08 1,52 36,10 37,50 36,80 0,99 36,25 35,05 35,65 0,85 35,85 36,85 36,35 0,71 42,05 40,45 41,25 1,13 37,00 36,00 36,50 0,71
40,00 39,50 39,75 0,35 36,20 38,00 37,10 1,27 36,60 39,10 37,85 1,77 35,00 39,50 37,25 3,18 36,00 38,25 37,13 1,59 36,45 35,15 35,80 0,92 36,00 36,70 36,35 0,49 40,90 39,80 40,35 0,78 37,30 34,00 35,65 2,33
40,05 35,35 37,70 3,32 36,00 37,00 36,50 0,71 35,85 38,50 37,18 1,87 34,55 39,00 36,78 3,15 37,00 37,35 37,18 0,25 36,00 34,90 35,45 0,78 36,30 36,65 36,48 0,25 40,15 39,20 39,68 0,67 35,80 33,65 34,73 1,52
89
Konsentrasi surfaktan T2 ; jam ke-2 rataan STDEV T2 ; jam ke-3 rataan STDEV T2 ; jam ke-4 rataan STDEV T2 ; jam ke-5 rataan STDEV T2 ; jam ke-6 rataan STDEV T3 ; jam ke-0 rataan STDEV T3 ; jam ke-1 rataan STDEV T3; jam ke-2 rataan STDEV T3 ;j am ke-3 rataan STDEV T3 ; jam ke-4 rataan STDEV
0,1% 40,70 41,35 41,03 0,46 41,50 40,55 41,03 0,67 41,00 39,85 40,43 0,81 40,50 39,05 39,78 1,03 39,65 38,75 39,20 0,64 42,55 42,00 42,28 0,39 41,55 40,55 41,05 0,71 39,95 40,45 40,20 0,35 39,70 40,00 39,85 0,21 38,95 39,25 39,10 0,21
0,3% 37,45 33,25 35,35 2,97 36,70 35,35 36,03 0,95 32,75 35,55 34,15 1,98 34,15 35,50 34,83 0,95 31,90 35,55 33,73 2,58 39,25 38,35 38,80 0,64 37,65 38,10 37,88 0,32 37,00 36,30 36,65 0,49 36,20 36,70 36,45 0,35 35,50 37,00 36,25 1,06
0,5% 35,25 32,80 34,03 1,73 33,80 34,85 34,33 0,74 31,75 34,45 33,10 1,91 34,15 35,10 34,63 0,67 32,45 35,75 34,10 2,33 39,46 38,75 39,11 0,50 36,05 35,80 35,93 0,18 35,80 34,75 35,28 0,74 34,80 33,80 34,30 0,71 33,60 34,30 33,95 0,49
0,7% 35,05 32,90 33,98 1,52 32,30 35,65 33,98 2,37 31,80 34,00 32,90 1,56 33,15 33,60 33,38 0,32 32,05 34,80 33,43 1,94 38,50 35,90 37,20 1,84 36,75 34,25 35,50 1,77 36,05 34,90 35,48 0,81 33,80 34,30 34,05 0,35 33,40 36,80 35,10 2,40
1,0% 38,00 31,60 34,80 4,53 31,05 34,75 32,90 2,62 31,75 34,35 33,05 1,84 34,85 31,65 33,25 2,26 33,65 33,70 33,68 0,04 37,50 35,90 36,70 1,13 34,45 34,85 34,65 0,28 33,50 34,95 34,23 1,03 33,00 33,70 33,35 0,49 32,15 37,15 34,65 3,54
90
Konsentrasi surfaktan T3 ; jam ke-5
0.1%
0.3%
39,25 37,90 38,58 0,95 38,30 39,15 38,73 0,60
rataan STDEV T3 ; jam ke-6 rataan STDEV
0.5%
35,00 34,75 34,88 0,18 34,80 34,00 34,40 0,57
0.7%
33,20 34,05 33,63 0,60 34,25 33,20 33,73 0,74
1.0%
33,00 32,90 32,95 0,07 33,00 33,95 33,48 0,67
31,30 33,55 32,43 1,59 31,75 32,90 32,33 0,81
Keterangan: T1 = Suhu input 80 oC T2 = Suhu input 90 oC T3 = Suhu input 100 oC
B. Tabel analisis ragam Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hitung
F-Tabel (0,05)
(0,01)
Kelp
1
0,785
0,785
0,56
3,96
6,96
Suhu (A)
2
184,738
92,369
59,15**
3,68
6,36
% MESA (B)
4
780,961
195,240
125.11**
3,06
4,89
A*B
8
42,264
5,283
3,39*
2,64
4
14
21.847
1.561
Waktu (C )
6
476,996
79,499
8,36**
3,87
7,19
Galat (b)
6
57.025
9.504
A*W
12
62,595
5,216
3.75**
1,68
2,41
B*W
24
39,556
1,648
1,18
1,65
2,03
A*B*W
48
29,867
0,622
0,45
1,51
1,78
Galat (c )
84
116,909
1,392
Galat (a)
91
C. Uji lanjut BNT Rataan Kelompok Perlakuan TP BNT (dyne/cm) (α=0,05) Suhu input (oC) 80 38,213 90 36,395 100 36,087 Konsentrasi MESA (%) 0,1 40,493 0,3 37,248 0,5 35,976 0,7 35,649 1,0 35,126 Lama proses sulfonasi (jam) 0 40,145 1 37,642 2 36,873 3 36,505 4 36,213 5 35,537 6 35,373 Interaksi (Suhu dan Kons) (90; 0,1) 40,870 (80; 0,1) 40,640 (100; 0,1) 39,970 (80; 0,3) 38,975 (80; 0,5) 37,380 (80; 0,7) 37,320 (80; 1,0) 36,750 (100; 0,3) 36,475 (90; 0,3) 36,295 (90; 0,5) 35,420 (100; 0,5) 35,130 (100; 0,7) 34,820 (90; 0,7) 34,805 (90; 1,0) 34,585 (100; 1,0) 34,045
a b b a b c cd d a b bc bc bc c c a a a b c c cd cd de ef f fg fg fg g
Perlakuan
Rataan Kelompok TP BNT (dyne/cm) (α=0,05)
Interaksi (Suhu dan Waktu) (90; 0) 41,095 (80; 0) 40,525 (100; 0) 38,815 (80; 1) 38,460 (80; 2) 38,420 (80; 3) 38,265 (80; 4) 38,105 (90; 1) 37,465 (80; 6) 37,255 (100; 1) 37,000 (80; 5) 36,460 (100; 2) 36,365 (90; 2) 35,835 (100; 4 35,810 (90; 3) 35,650 (100; 3) 35,600 (90; 5) 35,170 (90; 6) 34,825 (90; 4) 34,725 (100; 6) 34,530 (100; 5) 34,490
a ab bc cd cd cde cde cdef cdef cdefg defgh efgh fgh fgh fgh fgh gh h h h h
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
92
Lampiran 10 Penentuan perlakuan terbaik sulfonasi ME menjadi MESA melalui Teknik Perbandingan Indeks Kinerja (Comparative Performance Index, CPI) Matriks awal penilaian alternatif pemilihan suhu input terbaik K. Bhn Aktif 6.19
Penurunan TP 43.44
6.39
11.2
48.03
10.85
11.33
48.58
11.77
16.73
48.79
12.92
16.59
49.17
13.07
17.42
50.76
14.34
17.21
49.79
3.12
7.43
43.02
Perlakuan
Viskositas
Densitas
B.Iod
pH
B. Asam
T1W1
12.63
0.8877
27.21
1.38
5.53
T1W2
21.5
0.9204
26.36
1.33
T1W3
34.06
0.9521
22.17
1.3
T1W4
36.75
0.957
18.72
1.17
T1W5
37.19
0.9698
18.93
1.13
T1W6
37.31
0.9704
18.14
1.22
T1W7
43.88
0.9728
17.3
1.25
T2W1
11.5
0.9177
27.47
1.23
T2W2
33.06
0.9326
25.33
1.1
10.12
12.56
49.59
T2W3
48.88
0.9544
19.33
0.82
15.53
16.49
53.00
T2W4
58.19
0.9781
17.93
0.88
15.81
18.95
52.59
T2W5
62.6
0.9757
16.28
0.82
18.89
18.91
54.28
T2W6
67.66
0.9838
15.86
0.86
19.54
19.28
52.18
T2W7
70.44
0.9845
15.72
0.78
21.38
19.12
52.90
T3W1
16.25
0.9228
27.03
1.21
7.73
5.48
45.99
T3W2
43.31
0.9599
25.21
0.83
14.51
13.7
50.38
T3W3
58.25
0.984
15.67
0.67
15.77
15.7
51.28
T3W4
74
0.9942
15.19
0.64
19.57
15.64
52.62
T3W5
76.82
0.9921
15.91
0.6
22.56
20.45
53.11
T3W6
82
0.9942
14.88
0.62
23.01
21.02
53.56
T3W7 Bobot Kriteria
88.44
0.9957
14.89
0.71
23.43
21.08
53.42
0.1
0.075
0.075
0.1
0.2
0.25
0.2
Keterangan: T1 = Suhu input 80 o C T2 = Suhu input 90 o C T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
93
Matriks hasil transformasi melalui teknik perbandingan indeks kinerja K. Bhn Aktif 113.0
Penurunan TP 101.0
Nilai
Peringkat
43.5
B. Asam 177.2
110.8
20
56.4
45.1
204.8
204.4
111.6
149.6
18
107.3
67.1
46.2
347.8
206.8
112.9
191.1
17
107.8
79.5
51.3
377.2
305.3
113.4
225.6
15
323.4
109.2
78.6
53.1
414.1
302.7
114.3
233.1
14
T1W6
324.4
109.3
82.0
49.2
418.9
317.9
118.0
238.6
12
T1W7
381.6
109.6
86.0
48.0
459.6
314.1
115.7
251.2
11
T2W1
100.0
103.4
54.2
48.8
100.0
135.6
100.0
100.6
21
T2W2
287.5
105.1
58.7
54.5
324.4
229.2
115.2
191.7
16
T2W3
425.0
107.5
77.0
73.2
497.8
300.9
123.2
263.1
10
T2W4
506.0
110.2
83.0
68.2
506.7
345.8
122.2
284.1
8
T2W5
544.3
109.9
91.4
73.2
605.4
345.1
126.2
309.4
7
Perlakuan
Viskositas
Densitas
B.Iod
pH
T1W1
109.8
100.0
54.7
T1W2
187.0
103.7
T1W3
296.2
T1W4
319.6
T1W5
T2W6
588.3
110.8
93.8
69.8
626.3
351.8
121.3
318.6
5
T2W7
612.5
110.9
94.7
76.9
685.3
348.9
123.0
333.2
4
T3W1
141.3
104.0
55.0
49.6
247.8
100.0
106.9
126.9
19
T3W2
376.6
108.1
59.0
72.3
465.1
250.0
117.1
236.4
13
T3W3
506.5
110.8
95.0
89.6
505.4
286.5
119.2
271.6
9
T3W4
643.5
112.0
98.0
93.8
627.2
285.4
122.3
310.7
6
T3W5
668.0
111.8
93.5
100.0
723.1
373.2
123.4
354.8
3
T3W6
713.0
112.0
100
96.8
737.5
383.6
124.5
365.2
2
T3W7 Bobot Kriteria
769.0
112.2
99.9
84.5
751.0
384.7
124.2
372.5
1
0.1
0.075
0.075
0.1
0.2
0.25
0.2
Keterangan: T1 = Suhu input 80 oC T2 = Suhu input 90 oC T3 = Suhu input 100 oC
W1 = Lama proses sulfonasi 0 jam W2 = Lama proses sulfonasi 1 jam W3 = Lama proses sulfonasi 2 jam W4 = Lama proses sulfonasi 3 jam W5 = Lama proses sulfonasi 4 jam W6 = Lama proses sulfonasi 51 jam W7 = Lama proses sulfonasi 6 jam
94
Lampiran 11 Data hasil penelitian kadar bahan aktif MES pada suhu input 100 oC A. Data hasil uji bahan aktif MES (suhu input 100 oC) Bahan aktif MES (%)
Suhu
Jam
(oC)
ke-
Ulangan 1
Ulangan 2
Rata-rata
100
0
5,67
6,14
5,91
0,33
100
1
12,82
15,24
14,03
1,71
100
2
17,1
15,67
16,39
1,01
100
3
14,88
17,2
16,04
1,64
100
4
19,96
22,2
21,08
1,58
100
5
21,04
22,87
21,96
1,29
100
6
21,2
23,09
22,15
1,34
SD
B. Tabel analisis ragam bahan aktif MESA dan MES (suhu input 100 oC) Sumber keragaman
db
JK
KT
Model
13
777,380
59,798
Galat
14
25,384
1,813
F-Hitung 32,98**
F-Tabel (0,05) 2,48
(0,01) 3,75
95
C. Uji Lanjut BNT Kelompok BNT
Perlakuan
Rataan
MES_6
22,145
a
MES_5
21,955
a
MES_4
21,080
a
MESA_6
21,075
a
MESA_5
21,020
a
MESA_4
20,450
a
MES_2
16,385
b
MES_3
16,040
b
MESA_2
15,700
b
MESA_3
15,635
b
MES_1
14,030
b
MESA_1
13,700
b
MES_0
5,905
c
MESA_0
5,485
C
(α=0,05)
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
96
Lampiran 12 Data hasil penelitian tegangan permukaan MES pada suhu input 100 oC
A. Data hasil uji tegangan permukaan MES (suhu input 100 oC) Konsentrasi surfaktan T100 ; jam ke-0 rataan STDEV T100 ; jam ke-1 rataan STDEV T100; jam ke-2 rataan STDEV T100 ; jam ke-3 rataan STDEV T100 ; jam ke-4 rataan STDEV T100 ; jam ke-5 rataan STDEV T100 ; jam ke-6 rataan STDEV
0,1%
0,3%
0,5%
0,7%
1,0%
42,55 41,00 41,78 1,10
39,25 38,95 39,10 0,21
39,15 38,10 38,63 0,74
37,50 36,90 37,20 0,42
36,50 35,90 36,20 0,42
41,50 40,90 41,20 0,42
38,60 37,90 38,25 0,49
37,00 35,65 36,33 0,95
35,80 35,30 35,55 0,35
34,75 34,25 34,50 0,35
37,95 36,45 37,20 1,06
37,55 36,30 36,93 0,88
35,75 34,90 35,33 0,60
35,05 35,50 35,28 0,32
34,45 34,00 34,23 0,32
38,00 36,70 37,35 0,92
37,20 35,70 36,45 1,06
32,90 32,65 32,78 0,18
32,80 32,00 32,40 0,57
31,80 31,20 31,50 0,42
36,75 37,25 37,00 0,35
34,60 35,70 35,15 0,78
32,50 31,25 31,88 0,88
32,00 31,80 31,90 0,14
32,15 31,25 31,70 0,64
36,00 34,80 35,40 0,85
31,30 33,55 32,43 1,59
30,25 31,00 30,63 0,53
30,65 30,20 30,43 0,32
30,00 29,50 29,75 0,35
34,30 31,15 32,73 2,23
33,30 30,50 31,90 1,98
30,25 30,5 30,38 0,18
30 29,95 29,98 0,04
28,75 29,90 29,33 0,81
97
B. Tabel analisis ragam tegangan permukaan MESA dan MES (suhu input 100 oC) dengan konsentrasi surfaktan dalam larutan 0,5% Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hitung
Model
13
176,745
13,596
Galat
14
5,440
0,389
34,98*
F-Tabel (0,05) 2,48
(0,01) 3,75
C. Uji Lanjut BNT Kelompok BNT
Perlakuan
Rataan
MESA_0
39,105
a
MES_0
38,625
a
MES_1
36,325
b
MESA_1
35,925
b
MES_2
35,325
b
MESA_2
35,275
bc
MESA_3
34,300
cde
MESA_4
33,950
def
MESA_6
33,725
ef
MESA_5
33,625
ef
MES_3
32,775
fg
MES_4
31,875
gh
MES_5
30,625
hi
MES_6
30,375
i
(α=0,05)
Keterangan : Kelompok BNT dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok BNT dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
��������������������������������������������������������������������������� ��������������������������������������������������������������������������������� �����������������������������������������������������