1
SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
2
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebahagian atau seluruh dalam Bentuk apapun, baik cetak, fotokopy, microfilm, dan sebagainya
3
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Februari 2007 Yang menyatakan,
Ari Imam Sutanto NIM F 351020261
4
ABSTRAK ARI IMAM SUTANTO. Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant. Pembimbing : ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI dan PRAYOGA SURYADARMA. Salah satu industri oleokimia berbasis minyak sawit yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di Indonesia adalah industri surfaktan. Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimia. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas di berbagai industri sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi Salah satu jenis surfaktan berbasis bahan alami yang saat ini sedang banyak diteliti dan dikembangkan adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit melalui proses sulfonasi. Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi EOR di pertambangan minyak bumi. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan pada reaktor pemroses penting untuk diperhatikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) mendapatkan kondisi proses yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant, (2) memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan, (3) mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO. Proses sulfonasi metil ester minyak inti sawit dilakukan dengan sistem batch menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L. Proses sulfonasi dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah mol reaktan 1:1,2. Suhu proses yang digunakan adalah 100oC. Pada penelitian ini variable proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas produk MES adalah kecepatan pengadukan selama proses dan lama proses sulfonasi. Perlakukan kecepatan pengadukan terdiri dari 3 taraf, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm. Perlakuan lama proses sulfonasi adalah setiap interval 30 menit selama selang waktu 0-360 menit. Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol biru, pH, warna (kecerahan), kemampuan menurunkan tegangan permukaan, kemampuan menurunkan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method). Penentuan kondisi proses sulfonasi yang dapat digunakan untuk memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan dengan metode regresi berganda. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis
5
yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) dan analisis sensitivitas. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa reaktor sulfonasi yang ada dapat digunakan untuk memproduksi surfkatan MES secara batch dengan NaHSO3 sebagai agen pesulfonasinya. Krakteristik produk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses pemurnian : 3,53 - 5,94, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,77 - 6,21, (4) tingkat kecerahan: 61,90 - 66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 27,75 (55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 28,00 dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi : 72,25 -76,25%, (8) stabilitas busa : 4,63 - 8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,101 - 0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor sulfonasi yang ada adalah pada perlakuan kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan lama reaksi 258,9 menit. Pada kondisi tersebut karakterisk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru : positif, (2) pH MES sebelum proses pemurnian : 3,60, (3) pH MES setelah proses pemurnian : 5,94, (3) tingkat kecerahan: 62,80 L, (4) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm (63,68%), (5) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7) stabilitas emulsi : 74,95%, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A. Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp 28.123.707.895,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV : Rp 13.707.106.258,-, (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun, (5) BEP : Rp 1.680.659.331,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen. Kata kunci : metil ester sulfonat, sulfonasi, surfaktan, skala pilot plant
6
ABSTRACT ARI IMAM SUTANTO. Methyl Ester Sulfonates Synthesis from Methyl Ester Based on PKO in Pilot Plant Scale. Tutors: ANI SURYANI, ERLIZA HAMBALI and PRAYOGA SURYADARMA. One of the palm oil-based oleochemical industry which has a great prospect to be developed in Indonesia is the surfactant industry. Surfactant is a surface active agent which can be produced by chemical or biochemical synthesis. Surfactant has been widely applied in several kind of industries as adhesive, wetting, foaming, emulsifier, or penetrating material component. One kind of the natural-based surfactant which currently has been researched and developed is the methyl ester sulfonates (MES) surfactant. MES surfactant is one of the anionic surfactant which can be made using the methyl ester from palm oil through the sulfonation process. Research on the MES surfactant production process at the laboratory scale has been conducted many times and it gives product result that can be applied on many kinds of cosmetics, cleaner, and personal care products, and also for enhanced oil recovery (EOR) application on the oil mining. At the upgrading stage of MES surfactant production scale from the laboratory scale to the pilot plant scale, treatment of reaction time and stirring speed on the processing reactor is important to be noticed. The objectives of this research are: (1) to get the process condition which can be used to produce MES surfactant made from PKO-based methyl ester using sulfonation reactor at the pilot plant scale, (2) to obtain the characteristic of the produced MES surfactant product made from PKO-based methyl ester, (3) to get the financial feasibility of the industry of MES surfactant made from PKO-based methyl ester. Sulfonation process of palm kernel oil methyl ester is conducted using batch system in 100 L scale sulfonation reactor tank. Sulfonation process is conducted by mixing the methyl ester and NaHSO3 reactant at reactant mol ratio 1:1.2. Temperature of the process is 100oC. In this research, process variables which are supposed to influence the quality of MES product are the stirring speed at the process and the duration of sulfonation process. The treatment of stirring process consists of 3 grades, those are at the speed of 140, 160 and 180 rpm. The treatment of sulfonation process duration is in every 30 minutes interval in period of 0-360 minutes. Characterization of produced MES product includes test of blue thymol, pH, color (brightness), surface tension decreasing ability, interface tension decreasing ability, emulsion stability, foam stability, and detergency. Determination of relational equation model between product quality parameter and treatment, is using the curve fitting method. Determination of sulfonation process condition, which can be used to produce MES using the existing sulfonation reactor, is conducted using the multi-regression method. The analyzed investment feasibility criteria are Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back Period (PBP) and sensitivity analysis.
7
From the result of this research, it can be concluded that the existing sulfonation reactor can be used to produce MES surfactant using batch system with NaHSO3 as the sulfonating agent. The characteristics of the produced MES product are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification : 3.53 – 5.94, (3) pH after purification: 5.77-6.21, (4) brightness level: 61.9066.71 L, (5) surface tension decreasing: 27.75 (55.5%)-32.90 dyne/cm (65.80%), (6) interface tension decreasing: 28.00 dyne/cm (70%)-31.85 dyne/cm (79.63%), (7) emulsion stability: 72.25 -76.25%, (8) foam stability: 4.63 - 8.06 hours, (9) detergency which is indicated by the turbidity level: 0.101-0.296 A. Process condition of MES surfactant production which can be used to produce the MES surfactant using the existing sulfonation reactor is in the treatment where the stirring speed equal to 179.6 rpm and the reaction length equal to 258.9 minutes. In that condition, the characteristics of produced MES are: (1) blue thymol test gives a positive result, (2) pH before purification: 3.60, (3) pH after purification: 5.94, (4) brightness level: 62.80 L, (4) surface tension decreasing: 31.80 dyne/cm (63.68%), (5) interface tension decreasing: 30.55 dyne/cm (76.38%), (8) emulsion stability: 74.95%, (8) foam stability: 8.29 hours, (9) detergency level which is indicated by the turbidity level: 0.27 A. Financial analysis on the MES surfactant industry establishment feasibility indicates that required investment fund is Rp 28,123,707,895.-. Calculation on investment criteria gives the result as follows: (1) NPV: Rp 13,707,106,258.-, (2) IRR: 25.70%, (3) B/C: 1.49, (4) PBP: 3.94 years, (5) BEP: Rp 1,680,659,331.-, and (6) sensitivity analysis: this project is still feasible to implement if there is an increase of material price equal to 10% or if there is a decrease of selling price equal to 5%. Financial analysis calculation on the MES surfactant industry indicates this industry is feasible to be established. Keywords : methyl ester sulphonates, sulfonation, surfactant, pilot plant
8
SINTESA METIL ESTER SULFONAT DARI METIL ESTER BERBAHAN BAKU PKO PADA SKALA PILOT PLANT
ARI IMAM SUTANTO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
9
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa NIM
: :
Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant Ari Imam Sutanto F351020261
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Ani Suryani, DEA Ketua
Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi Anggota
Prayoga Suryadarma, STP, MT Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Irawadi Jamaran
Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 02 Februari 2007
Tanggal Lulus :
10
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “Sintesa Metil Ester Sulfonat dari Metil Ester Berbahan Baku PKO pada Skala Pilot Plant”. Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Selama melakukan studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr.Ir. Ani Suryani, DEA selaku ketua komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, masukan, arahan dan perhatiannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S2 di IPB. 2. Dr.Ir. Erliza Hambali, MSi, selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, bantuan, masukan dan arahan baik itu dalam kegiatan studi di IPB maupun di luar kegiatan studi. 3. Prayoga Suryadarma, STP, MT selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan, bantuan, arahan dan masukkan kepada penulis selama penelitian hingga penyelesaian penulisan tesis ini. 4. Dr.Ir. Dwi Setyaningsi, MSi sebagai penguji luar komisi atas kesediaan waktu, masukkan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. 5. Ayahanda Drs. Soebroto, Ibunda Sunarmi, serta adik-adik tercinta Susanto Budi Susilo dan Sri Utami Rahayuningsih atas kesabaran, semangat dan motivasi yang diberikan. 6. PT Adev Prima Mandiri dan segenap crew, khususnya Ir. Mira Rivai, MSi dan Ir. Hisworo R. atas kesempatan dan dukungan yang diberikan. 7. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – IPB atas fasilitas penelitian yang diberikan. 8. Rekan-rekan satu angkatan TIP 2002, khususnya Mb Kia, Dony Hidayat, Zumi Zaidah, dan Dony Sumarna atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. 9. Semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu selama penulis melakukan studi dan penelitian di IPB. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan, khususnya bagi perkembangan industri oleokimia berbasis sawit di Indonesia. Bogor, Februari 2007
Ari Imam S.
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Februari 1978 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. Soebroto dan Sunarmi. Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Bogor. Lulus dari SMAN 1 Bogor pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi masuk IPB (USMI). Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 2001. Penulis memulai pekerjaan sebagai staf proyek di Center for Development of Safe Agroindustrial Processes (CDSAP) - IPB pada tahun 2001. Pada tahun 2002 penulis melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja pada PT Adev Prima Mandiri di Bogor.
12
PENDAHULUAN Latar Belakang Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara kimiawi atau biokimia. Surfaktan mempunyai kemampuan untuk menggabungkan bagian antar fase yang berbeda seperti udara-air, atau fase yang memiliki derajat polaritas yang berbeda seperti minyak-air.
Sifat khas surfaktan ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang
dimilikinya, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik yang bersifat nonpolar. Surfaktan telah diaplikasikan secara luas pada berbagai industri seperti industri farmasi, industri deterjen, industri kosmetika, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan.
Dalam industri-industri tersebut surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi.
Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat
kelompok besar, yaitu kelompok anionik, nonionik, kationik dan amfoterik. Pembagian jenis surfaktan ini berdasarkan muatan ion pada gugus hidrofiliknya. Kelompok surfaktan yang saat ini paling banyak diproduksi dan diaplikasikan secara luas pada berbagai industri adalah surfaktan anionik. Salah satu jenis surfaktan anionik yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES). Surfaktan jenis ini dapat diproduksi dengan menggunakan bahan baku minyak sawit. Menurut Matheson (1996a), metil ester sulfonat memperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water) dan tidak adanya fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat deterjensi yang baik. Jenis surfaktan anionik yang lain yang juga banyak terdapat di pasaran adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS). Surfaktan jenis ini merupakan surfaktan yang disintesis secara kimia dari minyak bumi (petroleum). Berkaitan dengan isu lingkungan, surfaktan berbasis bahan alami saat ini menjadi lebih difokuskan untuk dikembangkan. Surfaktan MES merupakan salah satu surfaktan anionik
13
yang dapat dibuat dengan menggunakan metil ester dari minyak sawit. Kelebihan minyak sawit jika digunakan sebagai bahan baku surfaktan adalah sifatnya yang terbarukan (renewable resources), lebih bersih (cleaner), dan lebih ramah lingkungan (environment friendly) jika dibandingkan dengan surfaktan berbasis petrokimia. Pada tahun-tahun mendatang kebutuhan surfaktan untuk berbagai industri diperkirakan akan meningkat dan surfaktan MES diperkirakan akan menjadi surfaktan yang paling banyak diproduksi. Menurut data BPS (2006), jumlah impor surfaktan (anionik, kationik, dan nonionik) dalam negeri pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 26,76 ribu ton dengan nilai sekitar US $ 53,57 juta. Kebutuhan akan surfaktan saat ini sebagian besar didominasi oleh industri yang memproduksi beragam produk deterjen, pembersih, perawatan diri, dan kosmetika. Pada Tabel 1 disajikan jumlah dan nilai impor beberapa kelompok surfaktan selama 5 tahun terakhir. Tabel 1. Jumlah dan nilai impor surfaktan Indonesia Tahun
Surfaktan Anionik Jumlah Nilai (kg) (US $)
2001 4.853.438 2002 5.144.644 2003 5.894.258 2004 6.408.349 2005 7.165.043 Sumber : BPS (2006)
9.280.562 10.329.265 10.700.582 13.048.411 14.181.868
Surfaktan Kationik Jumlah Nilai (kg) (US $) 1.990.255 2.205.202 2.252.899 2.875.302 2.871.073
4.461.984 4.729.703 4.571.643 4.597.025 5.102.598
Surfaktan Nonionik Jumlah Nilai (kg) (US $) 9.751.570 12.735.550 13.788.242 13.742.975 16.720.457
16.252.737 27.629.653 27.515.606 28.088.360 34.282.597
Kegiatan pengembangan industri hilir kelapa sawit yang saat ini sedang gencar dilakukan di Indonesia akan mempunyai nilai yang sangat strategis di masa yang akan datang. Berbagai produk turunan minyak sawit seperti produk-produk oleokimia termasuk surfaktan mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Pengembangan industri hilir kelapa sawit ini didukung oleh ketersediaan bahan baku kelapa sawit yang cukup banyak tersedia di Indonesia. Badan Pusat Statistik (2006) mencatat produksi sawit Indonesia tahun 2005 mencapai 15 juta ton dengan tingkat produksi CPO (crude palm oil) sekitar 12,5 juta ton dan PKO (palm kernel oil) sekitar 2,5 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan dari total areal perkebunan sawit yang mencapai 5,6 juta hektar dengan tingkat produktifitas ratarata 3,5 ton/hektar/tahun.
14
Saat ini minyak sawit Indonesia lebih didominasi oleh produksi CPO. CPO lebih banyak dimanfaatkan untuk produk pangan seperti untuk minyak goreng, mentega dan shortening.
Dengan demikian pemanfaatan PKO untuk produk
nonpangan lebih menarik untuk dilakukan. PKO dapat digunakan sebagai sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan MES. Sebelum digunakan sebagai bahan baku surfaktan, PKO direaksikan terlebih dahulu dengan metanol melalui proses transesterifikasi menjadi metil ester. Metil ester ini yang kemudian digunakan sebagai bahan baku pembuatan surfaktan metil ester sulfonat (MES) melalui proses sulfonasi. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh suatu industri merupakan salah satu usaha industri tersebut untuk meningkatkan keunggulan bersaing produknya dalam suatu pasar. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan penelitian dan pengembangan untuk produk surfaktan MES. Pekerjaan penelitian mulai dari skala laboratorium hingga skala industri menjadi hal yang sangat penting dilakukan untuk menghasilkan produk yang berkualitas.
Salah satu
tahapan penelitian dari pengembangan suatu produk yang perlu dilalui setelah tahapan penelitian skala laboratorium namun sebelum diaplikasikan ke skala industri adalah kegiatan uji coba pada skala pilot plant. Pada uji coba skala pilot plant dilakukan peningkatan skala dari penelitian yang dilakukan pada skala laboratorium ke skala yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan skala dilakukan untuk menunjukkan bagaimana sebuah sistem dalam skala besar dirancang dan dibangun berdasarkan hasil percobaan model pada skala kecil. Peningkatan skala menurut Kataisto (2001) merupakan suatu studi yang mengolah dan memindahkan data hasil percobaan ke dalam skala pilot plant atau dari percobaan skala pilot plant ke dalam skala yang lebih besar. Peningkatan skala dilakukan untuk menguji dan mengidentifikasi variabel-variabel kritis dalam suatu proses. Selain itu juga untuk melihat apakah variabel-variabel pada skala yang lebih kecil memberikan pengaruh yang sama atau berbeda pada saat peningkatan skala.
Peningkatan proses dari skala laboratorium ke skala pilot
plant dilakukan untuk memperoleh model skala kecil yang nantinya digunakan sebagai disain untuk skala proses atau peralatan yang lebih besar lagi. Keberhasilan peningkatan proses produksi di skala pilot plant dapat dijadikan
15
model untuk pengembangan proses ke skala industri. Penelitian mengenai proses produksi surfaktan MES pada skala laboratorium telah banyak dilakukan dan memberikan hasil produk yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk kosmetika, pembersih, personal care product dan untuk aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) di pertambangan minyak bumi. Melihat potensi pengembangan dan pemanfaatan surfaktan MES yang sedemikian besar, maka penelitian untuk memproduksi surfaktan MES pada skala yang lebih besar perlu dilakukan. Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES pada skala pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, kondisi pencampuran pada reaktor pemroses yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan penting untuk diperhatikan. Pencampuran berkaitan erat dengan terjadinya reaksi kimia dari dua atau lebih zat dalam membentuk hasil reaksi. Reaksi kimia terjadi karena adanya tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Pembentukan produk akibat pencampuran dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan.
Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang
berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan. Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi dan lain sebagainya. Pengadukan dilakukan di dalam tangki berpengaduk. Pengadukan dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang rendah. Menurut Tatterson (1991), faktor yang harus diperhatikan pada proses pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik,
16
kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk, ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pencampuran. Berdasarkan uraian di atas, kondisi pencampuran yaitu lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan dalam reaktor sulfonasi diduga akan memberikan pengaruh terhadap karakteristik surfaktan yang dihasilkan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian guna mendapatkan kondisi proses sulfonasi terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. Selain itu juga untuk mengetahui kelayakan pendirian industri surfaktan MES secara finansial dari penelitian yang dilakukan jika diterapkan pada skala industri, maka perlu dilakukan kajian kelayakan berupa analisis finansial.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan
kondisi
proses
terbaik
yang
dapat
digunakan
untuk
memproduksi surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO menggunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. 2. Memperoleh karakteristik produk surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO yang dihasilkan. 3. Mengetahui kelayakan finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Semakin
lama
proses
sulfonasi
berlangsung
diduga
akan
semakin
memaksimalkan jumlah MES yang terbentuk, karena dengan semakin lamanya waktu proses sulfonasi maka akan semakin banyak metil ester dan natrium bisulfit yang bereaksi membentuk MES 2. Kecepatan pengadukan yang tinggi pada proses sulfonasi diduga akan menyebabkan jumlah MES yang terbentuk semakin banyak, karena dengan
17
putaran pengadukan yang semakin tinggi maka akan memaksimalkan pencampuran metil ester dan natrium bisulfit guna bereaksi membentuk MES.
Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Penentuan kondisi proses sulfonasi metil ester sawit berbasis PKO dengan pereaksi NaHSO3 mengunakan reaktor sulfonasi pada skala pilot plant. Faktor perlakuan yang diteliti adalah lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang digunakan pada proses sulfonasi. 2. Karakterisasi surfaktan MES yang dihasilkan. 3. Analisis finansial industri surfaktan MES berbahan baku metil ester berbasis PKO.
18
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Inti Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Arecaceae dan subkelas Monocotyledoneae. Dari buah sawit yang dihasilkan oleh tanaman ini dihasilkan dua jenis minyak sawit yaitu minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO) dan minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO). Minyak sawit kasar atau CPO berupa minyak yang agak kental berwarna kuning jingga kemerah-merahan. CPO mengandung asam lemak bebas (FFA) 5% dan mengandung banyak β-carotene atau pro vitamin A (800-900 ppm). Titik leleh berkisar antara 33-34 °C. Minyak inti kelapa sawit berupa minyak putih kekuning-kuningan yang diperoleh dari proses ekstraksi inti buah kelapa sawit. Kandungan asam lemak bebasnya sekitar 5 % (http://www.agroindonesia.com/ sample_report/small.html). Sifat fisik dan karakteristik minyak inti sawit dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik minyak inti sawit Sifat Fisik dan Kimia Berat jenis (99o/15,5 o C) Indeks bias (40o C) Bilangan iod (g Iod/100 g) Bilangan penyabunan (mg KOH/g contoh) Bahan tak tersabunkan (% b/b) Titik leleh (o C)
Minyak Inti Sawit 0,860 – 0,873 1,449 – 1,452 14 – 22 245 – 255 ≤ 0,8 24 – 26
Sumber : Swern (1979)
Baik minyak sawit kasar maupun minyak inti sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Minyak sawit kasar mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan persentase yang hampir sama. Asam palmitat (46,6%) dan asam oleat (39,3%) merupakan asam lemak yang dominan yang terkandung dalam minyak sawit kasar, sedangkan kandungan asam lemak stearatnya sedikit (4,1%). Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar 21% dan asam lemak jenuh sekitar 79%. Minyak inti sawit dominan mengandung asam laurat (50%) dan asam miristat (15%), sedangkan
19
kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing hanya sekitar 7% dan 2% (Matheson, 1996a).
Sebagai perbandingan, komposisi asam lemak yang
terdapat di dalam minyak sawit kasar (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam lemak minyak inti sawit (PKO) dan minyak sawit kasar (CPO) Asam Lemak Asam Lemak Jenuh : Kaproat (C6) [CH3(CH2)4COOH] Kaprilat (C8) [CH3(CH2)6COOH] Kaprat (C10) [CH3(CH2)8COOH] Laurat (C12) [CH3(CH2)10COOH] Miristat (C14) [CH3(CH2)12COOH] Palmitat (C16) [CH3(CH2)14COOH] Stearat (C18) [CH3(CH2)16COOH] Arakhidat (C20) [CH3(CH2)18COOH] Asam Lemak Tak Jenuh : Oleat (C18:1) [CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH] Palmitoleat (C16:1) [CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH] Linoleat (C18:2) [CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7 COOH] Linolenat (C18:3) CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2 CH=CH (CH2)7COOH
PKO (%)
CPO (%)
0,1 – 1,5 3–5 3–7 40 – 52 14 – 18 7–9 1–3 0,1 – 1
< 1,2 0,5 – 5,9 32 – 59 1,5 – 8 < 1,0
11 – 19 0,1 – 1 0,5 – 2
27 – 52 < 0,6 5,0 – 14 < 1,5
Sumber : Salunkhe et al. (1992)
Metil Ester Berdasarkan proses pembuatannya, oleokimia dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak, gliserin, metil ester, alkohol lemak (fatty alcohol) dan oleokimia turunan yang merupakan pengolahan lebih lanjut dari oleokimia dasar, seperti metallic soap (stabilizer), alkohol sulfat, alkanolamida dan metil ester sulfonat (MES) (Libanan, 2002). Selanjutnya menurut Matheson (1996a), metil ester merupakan produk antara yang dapat digunakan sebagai bahan baku surfaktan yang berasal dari minyak dan lemak selain asam lemak (fatty acid) dan alkohol lemak (fatty alcohol). Metil ester dapat dihasilkan dengan dua cara yaitu : (1) esterifikasi asam lemak dan (2) transesterifikasi trigliserida.
Menurut Hui (1996), esterifikasi
adalah reaksi antara asam lemak dengan alkohol dengan bantuan katalis untuk
20
membentuk ester. Reaksi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1. RCOOH Asam lemak
+
R’OH Alkohol
RCOOR’ + H2O Ester
Air
Gambar 1. Reaksi esterifikasi asam lemak (Hui, 1996) Selanjutnya menurut Hui (1996), transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis, dalam hal ini alkohol menggantikan air.
Reaksi
transesterifikasi memisahkan ester dari alkohol. Reaksi ini biasa disebut juga alkoholisis dan ditunjukkan dalam Gambar 2. RCOOR’ + R’’OH Ester
Alkohol
RCOOR’’ + R’OH Ester
Alkohol
Gambar 2. Reaksi transesterifikasi (Hui, 1996) Proses transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses yang efektif untuk mentransformasi molekul trigliserida menjadi molekul asam lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida dengan adanya katalis basa atau asam (Matheson, 1996a).
Pada Gambar 3
disajikan reaksi alkoholisis antara minyak atau lemak dengan metanol yang menghasilkan metil ester. O ║ R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
O ║ R1 ⎯ C ⎯ OCH + 3 CH3OH
O ║ HOCH + 3 R ⎯ C ⎯ OCH3
O ║ R1 ⎯ C ⎯ OCH2
HOCH2
Trigliserida
Metanol
Gliserin
Metil ester
Gambar 3. Reaksi pembentukan metil ester (Matheson, 1996a)
21
Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat melalui proses esterifikasi asam lemak dengan metil alkohol dan produknya berbentuk cairan. Syarat mutu metil ester berdasarkan kualitas metil ester yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Syarat mutu metil ester (SNI, 1999) No
Jenis Uji
1.
Komposisi asam lemak, % b/b C6 C8 C10 C12 C14 C16 C18 C20 Bilangan asam
2. 3. 4. 5. 6.
7.
Bilangan penyabunan Bilangan iod Kadar air, % b/b Warna (lovibond) • Merah • Kuning Bahan yang tak tersabunkan, % b/b
Satuan
Persyaratan berdasarkan kualitas ME 1 ME 2 ME 3 maks. 6 45 – 65 30 – 55 maks. 0,5 maks. 0,5 maks. 0,5
maks. 1,0 maks. 1,0 47 - 57 15 - 19 8 - 11 18 - 25 maks. 0,5 maks. 0,5
maks. 1,0 maks. 1,0 52 - 58 19 - 23 9 - 13 10 - 15 maks. 0,5 maks. 0,5
325 - 345
225 – 245
235 – 245
maks. 0,5 maks. 0,1
16 – 20 maks. 0,1
8 – 13 maks. 0,1
-
maks. 0,5 maks. 5
maks. 0,5 maks. 5
maks. 0,5 maks. 5
-
maks. 0,5
maks. 0,5
maks. 0,5
mg KOH/g contoh mg KOH/g contoh g Iod/100 g -
Surfaktan Surfaktan banyak dimanfaatkan dan digunakan secara luas dalam berbagai produk yang diaplikasikan pada berbagai industri dan rumah tangga karena kemampuannya dalam mempengaruhi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka suatu medium. Definisi surfaktan menurut IUPAC (1997) adalah suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu medium dan menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension) antar dua fasa yang sama tetapi berbeda derajat polaritasnya dalam suatu medium yaitu dengan cara melarutkan surfaktan ke dalam medium tersebut. Menurut Perkins (1988), pengertian antarmuka (interface) adalah bidang kontak
22
antara dua senyawa dalam fasa yang sama, sedangkan permukaan (surface) adalah jika antarmuka antara dua senyawa tidak dalam fasa yang sama. Selanjutnya Perkins (1988) menambahkan tegangan permukaan dari suatu cairan adalah tekanan internal di bawah permukaan cairan yang disebabkan oleh gaya tarik-menarik antar molekul cairan itu sendiri. Gaya tarik menarik tersebut menimbulkan tekanan dari dalam cairan melawan tekanan dari atas permukaan cairan, sehingga cairan tersebut cenderung untuk membentuk lapisan antarmuka dengan zat yang lain. Surfaktan dapat mempengaruhi kemampuan dari molekul cairan tersebut agar dapat berinteraksi dengan zat yang lain dengan cara menurunkan tegangan permukaannya. Surfaktan merupakan molekul amphifilik yang memiliki dua gugus yaitu polar dan nonpolar. Gugus nonpolar bersifat hidrophobik (tidak suka air) dan mengandung rantai hidrokarbon dengan gugus alkil atau alkilbenzena. Gugus polar bersifat hidrofilik (suka air) dan mengandung heteroatom seperti O, S, P atau N yang terikat dalam gugus fungsional seperti alkohol, tiol, eter, ester, asam, sulfat, sulfonat, fosfat, amina, amida, dan lain sebagainya (Salager, 2002). Surfaktan diklasifikasikan menjadi empat kelompok besar berdasarkan muatan ion gugus hidrofiliknya (setelah terdiosiasi dalam media cair), yaitu : (1) anionik: gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, (2) kationik: gugus hidrofiliknya bermuatan positif, (3) nonionik: gugus hidrofiliknya hampir tidak bermuatan, dan (4) amfoterik: molekul pada gugus hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif, tergantung pH medium (Perkins, 1988).
Pada Gambar 4 disajikan struktur
molekul surfaktan, sedangkan pada Gambar 5 disajikan molekul surfaktan dalam suatu sistem emulsi. Gugus hidrofobik
Gugus hidrofilik
Gambar 4. Struktur molekul surfaktan (http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html)
23
Air
Air
Minyak
Minyak
(a)
(b)
Gambar 5. Molekul surfaktan dalam sistem emulsi (a) oil in water (o/w) (b) water in oil (w/o) (http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html) Surfaktan anionik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus anion yang bermuatan negatif dan gugus kation yang bermuatan postif. Gugus kationnya secara umum adalah logam alkali (Na+, K+). Contoh surfaktan anionik adalah natrium lauril eter sulfat, natrium lauril sulfat, dan senyawa amonium. Surfaktan kationik terdisosiasi di dalam air menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif.
Umumnya gugus anion adalah
golongan halogen. Contoh surfaktan jenis ini adalah olealkonium klorida, distearildimonium klorida, dan isostearil etildimonium etosulfat.
Surfaktan
nonionik tidak terdisosiasi dalam cairan encer, karena gugus hidrofiliknya dari jenis yang tidak dapat terdisosiasi seperti gugus alkohol, phenol, eter, ester atau amina. Contoh surfaktan nonionik adalah poliglikol ester. Surfaktan amfoterik dalam media cair terdisosiasi menjadi gugus anionik dan kationik pada molekul surfaktan yang sama. Contoh surfaktan amfoterik dari jenis sintetis adalah betain dan sulfobetain, sedangkan dari jenis alami adalah asam-asam amino dan fosfolipid (Salager, 2002). Kelompok dan model surfaktan dapat dilihat pada Gambar 6. Diantara kelompok surfaktan, surfaktan anionik diproduksi dalam jumlah yang lebih besar. Karakteristiknya yang hidrofilik disebabkan karena adanya gugus ionik yang cukup besar, yang biasanya berupa grup sulfat atau sulfonat. Beberapa contoh surfaktan anionik yaitu alkilbenzen sulfonat linear (LAS), alkohol sulfat (AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), parafin (secondary alkane sulfonate, SAS), dan metil ester sulfonat (MES) (Matheson, 1996b).
24
Kelompok Surfaktan ionik
Model
Anionik Kationik Amfoterik
Surfaktan nonionik : Gugus hidrofobik
: Gugus hidrofilik
Sumber : (http://www.sdk.co.jp/shodex/english/dc080301.htm)
Gambar 6. Kelompok dan model surfaktan Surfaktan secara umum digunakan untuk menurukan tegangan antarmuka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengontrol jenis formasi emulsi. Selain itu surfaktan akan terserap ke dalam permukaan partikel minyak atau air sebagai penghalang yang akan mengurangi atau menghambat penggabungan partikel yang terdispersi.
Pada beberapa industri, surfaktan
digunakan sebagai komponen bahan adhesif, pembasah, pembusa, pengemulsi, atau bahan penetrasi (Georgiou et al., 1992; Rieger, 1985).
Metil Ester Sulfonat Metil ester sulfonat (MES) merupakan golongan surfaktan anionik. Bagian aktif permukaan (surface-active) surfaktan MES mengandung gugus sulfonat. Formula umum surfaktan MES adalah RSO3Na, dimana gugus R merupakan grup hidrokarbon yang dapat didegradasi pada struktur molekul surfaktan. Grup hidrokarbon R berupa alkil dan produk tersebut dapat dicampur secara acak dengan isomer lainnya selama isomer tersebut tidak mengandung rantai bercabang yang dapat mengganggu sifat biodegradable gugus sulfonat (Watkins, 2001). Struktur kimia metil ester sulfonat (MES) dapat dilihat pada Gambar 7. O ║ R—CH—C—OCH3 │ SO3Na Gambar 7. Struktur kimia metil ester sulfonat (Watkins, 2001)
25
Menurut Watkins (2001), jenis minyak yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan metil ester sulfonat (MES) adalah kelompok minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, atau tallow.
Selanjutnya menurut Matheson (1996b), MES berbahan
minyak nabati memiliki kinerja yang sangat menarik,
diantaranya adalah
karakteristik dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi (hard water), tidak mengandung ion fosfat, ester asam lemak C14, C16 dan C18 memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi (good biodegradability). Metil ester sulfonat (MES) yang berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih (washing and cleaning products). MES dari minyak nabati yang mengandung atom karbon C10, C12 dan C14 biasa digunakan untuk light duty dishwashing detergent, sedangkan MES dari minyak nabati dengan atom karbon C16-18 dan tallow biasa digunakan untuk deterjen bubuk dan deterjen cair (liquid laundry detergent) (Matheson, 1996b).
Karakteristik dari MES komersial
disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik MES komersial Analisa Metil ester sulfonat (MES) (%)a Disodium karboksi sulfonat (%)a Metanol (%)a Air (%)a pHa Tegangan permukaan (mN/m)b Tegangan antar muka (mN/m)b Klett color, 5 % aktifa Di-metil sulfat (%)a
Nilai 83,0 3,5 0,07 2,3 5,3 39 – 40,2 8,4 – 9,7 310 7,2
Sumber : aSheats dan MacArthur, (2002), b Pore (1993)
Proses Produksi Surfaktan MES Minyak sawit yang sebagian besar terdiri dari gugus asam oleat dan palmitat merupakan sumber bahan baku potensial untuk memproduksi surfaktan anionik jenis ester sulfonat. Pembuatan ester sulfonat ini dapat dilakukan melalui proses
26
sulfonasi metil ester asam lemak minyak sawit atau inti sawit menghasilkan metil ester sulfonat tanpa melalui reaksi sementara (Hermawan dan Sadi, 1997). Umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak nabati melalui senyawa antara metil ester dan alkohol lemak (fatty alcohol). Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan, diantaranya yaitu proses sukrolisis untuk menghasilkan surfaktan sukrosa ester, proses amidasi untuk menghasilkan surfaktan alkanolamida, dan proses sulfonasi untuk menghasilkan surfaktan metil ester sulfonat (Sadi, 1994; Libanan, 2002). Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak. Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan grup sulfat pada senyawa organik.
Jenis minyak yang biasa disulfonasi adalah minyak yang
mengandung ikatan rangkap ataupun grup hidroksil pada molekulnya.
Pada
industri surfaktan, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983). Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam sulfat, sulfit, NaHSO3, atau gas SO3 dengan ester asam lemak (Bernardini, 1983; Watkins, 2001). Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan dengan melarutkan SO3 secara langsung dengan udara yang sangat kering dan direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber gas SO3 yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik cukup cepat dan bersifat stokiometrik. Proses ini cukup rumit pada berbagai kemungkinan reaksi sehingga diperlukan kontrol proses yang ketat.
Proses sulfonasi
menggunakan gas SO3 memiliki biaya proses yang paling rendah dibandingkan dengan menggunakan bahan lainnya pada proses sulfonasi dan menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Namun hanya sesuai untuk proses yang bersifat kontinyu dengan volume produksi yang besar, selain itu dibutuhkan peralatan produksi yang mahal dengan tingkat ketepatan yang tinggi, dan disyaratkan personel pengoperasian yang terlatih. Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah : karakteristik dan kualitas produk akhir yang diinginkan, kapasitas
27
produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio molar reaktan, suhu reaksi, lama reaksi, jenis dan konsentrasi katalis, laju alir bahan, kecepatan pengadukan, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan (SO3, NaHSO3, asam sulfit), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster, 1996). Reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi, yaitu (1) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap), (2) bagian α-atom karbon, (3) gugus karboksil. Kemungkinan terikatnya grup sulfat disajikan pada Gambar 8.
H
H
H
C
C
H
H m
H CH
CH
C
O CH2
C
H n 1
OH 2
3
Gambar 8. Kemungkinan terikatnya grup sulfat yang digunakan dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979) Proses sulfonasi dapat juga dikatakan sebagai proses oksidasi. Proses sulfonasi dengan menggunakan senyawa bisulfit sangat menguntungkan karena senyawa bisulfit merupakan sulfometil agen. Natrium bisulfit (NaHSO3) merupakan sulfur padat yang mengandung gugus natrium. Natrium bisulfit tidak bersifat racun meskipun serbuknya dapat menyebabkan iritasi mata dan juga menyesakkan bila terhirup. Natrium bisulfit harus disimpan dalam kondisi sejuk, bersih, di tempat kering dan harus dijauhkan dari bahan-bahan yang bersifat korosif. Dengan penggunaan natrium bisulfit, maka produk MES yang dihasilkan telah berikatan dengan gugus natrium tanpa perlu dilakukan proses netralisasi terlebih dahulu, sehingga penggunaan natrium bisulfit dapat mempersingkat waktu proses pembentukan MES walaupun masih menghasilkan di-salt sebagai produk samping dari reaksi. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi dengan menggunakan natrium bisulfit dapat dilihat pada Gambar 9.
28
O
O NaHSO3
+
CH3...CH=CH – C – OCH3
CH3...CH2 – CH – C – OCH3 SO3Na
Natrium bisulfit
Metil ester
MES
Gambar 9. Reaksi kimia antara metil ester dan natrium bisulfit untuk menghasilkan metil ester sulfonat (Pore, 1993). Terbentuknya di-salt atau disodium karboksi sulfat sebagai produk samping pada proses sulfonasi dapat menghasilkan krakteristik MES yang kurang baik seperti sensitif terhadap air sadah, menurun daya kelarutannya dalam air dingin, daya deterjensi menjadi 50 persen lebih rendah, dan umur simpan produk menjadi lebih singkat. Selain itu keberadaan di-salt ini dapat menyebabkan sifat aktif permukaan surfaktan menjadi lebih rendah (Swern, 1979). Proses terbentuknya dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) pada saat proses netralisasi disajikan pada Gambar 10. O
O CH3..CH–CH2–C–OCH3
+ NaOH
SO3H
SO3Na Basa
+ NaOH
Air
CH3..CH–CH2–C–ONa + CH3OH SO3Na
SO3Na Metil ester sulfonat
Metil ester sulfonat
(I)
O
O CH3..CH–CH2–C–OCH3
CH3..CH–CH2–C–OCH3 + H2O
Basa
Dinatrium karboksi sulfonat (di-salt)
(II) Metanol
Gambar 10. Reaksi kimia pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al., 2002)
29
Lama Reaksi Pembentukan produk dari pereaksi berhubungan dengan lama reaksi. Setiap reaksi kimia membutuhkan waktu yang berbeda dalam menyelesaikan reaksi sampai menghasilkan produk. Lama reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain karakteristik pereaksi dan produk serta kondisi reaksi yang dijalankan. Secara umum semakin lama waktu interaksi antar pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Interaksi antar pereaksi pada suatu reaksi kimia dapat dilakukan dengan cara perataan pereaksi melalui pengadukan (Ebbing dan Wrighton, 1990). Maharlika (2003) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh kondisi rasio mol reaktan dan lama reaksi terhadap produksi surfaktan metil ester sulfonat (MES). Proses sulfonasi dilakukan pada skala laboratorium (100 ml), dengan menggunakan reaktor untuk mereaksikan metil ester minyak sawit sebagai bahan baku utama dengan natrium bisulfit. Proses produksi surfaktan dalam penelitian tersebut dilakukan secara batch, dengan mencampurkan bahan baku, pereaksi dan katalis secara langsung dalam reaktor. Setelah suhu metil ester mencapai 40 oC, natrium bisulfit dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Al2O3 dimasukan sesaat setelah natrium bisulfit selesai dimasukan ke dalam reaktor. ditambahkan sebanyak 1 persen (b/b).
Katalis yang
Selama proses sulfonasi berlangsung,
kecepatan pengadukan dan suhu reaksi dipertahankan stabil pada 400 rpm dengan suhu 80 oC. Kondisi proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik dari rasio mol reaktan dan lama reaksi adalah rasio mol 1 : 1,5 dengan lama reaksi 4,5 jam. Hambali et al.(2003) telah melakukan kajian pengaruh suhu dan kecepatan pada proses produksi surfaktan MES dari metil ester berbasis minyak inti sawit. Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dan katalis Al2O3 sebanyak 1% ke dalam metil ester. Perbandingan metil ester dengan NaHSO3 yang ditambahkan adalah 1 : 1,2 mol. Proses berlangsung selama 3 jam. Kondisi yang memberikan pengaruh terbaik pada proses sulfonasi untuk memproduksi surfaktan metil ester sulfonat (MES) ditinjau dari suhu dan kecepatan pengadukan adalah pada suhu 100oC dengan kecepatan pengadukan 500 rpm.
30
Penelitian untuk melihat pengaruh konsentrasi katalis Al2O3 pada proses produksi metil ester sulfonat dari metil ester dominan oleat minyak inti sawit telah dilakukan oleh Safitri (2003). Proses sulfonasi dilakukan dengan menambahkan NaHSO3 dengan perbandingan metil ester dan NaHSO3 adalah 1 : 1,2. Kondisi proses ditetapkan pada suhu 80 0C, kecepatan pengadukan 400 rpm, dan lama proses selama tiga jam. Proses sulfonasi yang memberikan pengaruh terbaik didapatkan pada penggunaan katalis Al2O3 dengan konsentrasi 1,5 %. Suryani et al. (2003) telah melakukan optimasi proses produksi MES dari metil ester minyak inti sawit baik sebelum maupun sesudah proses pemurnian MES. Kondisi terbaik untuk proses sulfonasi sebelum pemurnian diperoleh pada perlakuan dengan kecepatan agitasi 300 rpm dan lama reaksi 5 jam. Titik optimasi terbaik untuk proses sulfonasi dan pemurnian MES dengan menggunakan metanol terjadi pada perlakuan kecepatan agitasi 300 rpm, lama reaksi 4,6 jam, dan penambahan metanol sebanyak 50%. Data hasil pengujian produk surfaktan MES yang dilakukan oleh beberapa peneliti disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Data hasil pengujian surfaktan MES yang diproduksi pada berbagai kondisi proses Kondisi Proses a)
Parameter
- pH - Tingkat kecerahan warna (L) - Penuruan tegangan permukaan (mN/m) - Penurunan tegangan antar muka (mN/m) - Stabilitas emulsi (menit) - Lama pembusaan (jam)
Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1% Pereaksi : NaHSO3 Rasio mol : 1 : 1,2 Suhu : 100oC Kec. pengadukan : 500 rpm Lama proses : 3 jam
b)
Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1,5% Pereaksi : NaHSO3 Rasio mol : 1 : 1,5 Suhu : 80oC Kec. pengadukan : 400 rpm Lama proses : 3 jam
c)
Bahan baku : Metil ester berbasis PKO Katalis : Al2O3 1,5% Pereaksi : NaHSO3 Rasio mol : 1 : 1,5 Suhu : 80oC Kec. pengadukan : 400 rpm Lama proses : 4,5 jam
4,7 57,72
4,1 56,91
4,67 50,86
34,9
40,30
36,16
34,4
2,1
34,75
9
5,3
4,25
14,3
-
-
Sumber : a)Hambali et al.(2003); b)Safitri (2003); c)Maharlika (2003)
31
Pengadukan Pengadukan merupakan salah satu operasi proses yang banyak digunakan secara luas dalam kegiatan produksi pada industri kimia, pangan, farmasi, dan lain sebagainya.
Pengadukan dapat dilakukan di dalam tangki berpengaduk.
Pengadukan dalam proses produksi bertujuan untuk mendapatkan homogenitas pencampuran yang tinggi, dengan waktu pencampuran yang singkat dan konsumsi energi yang rendah. Faktor yang harus diperhatikan pada proses pengadukan adalah : (1) sifat bahan yang akan dicampur, meliputi sifat fisik, kimia, biologis, maupun sifat reologi fluida; (2) faktor peralatan, seperti bentuk, ukuran tangki dan pengaduk; dan (3) kondisi pengadukan (Tatterson, 1991). Menurut Perry dan Green (1985), faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan pengadukan adalah : 1) kebutuhan proses; 2) sifat aliran fluida; 3) konstruksi bahan yang dibutuhkan; dan 4) harga peralatan. Idealnya peralatan pengadukan yang dipilih mampu memenuhi semua kebutuhan proses yang diinginkan dan dengan total biaya peralatan yang paling rendah. Total biaya peralatan ini termasuk biaya investasi, biaya operasi dan biaya perawatan. Pencampuran dan pengadukan merupakan masalah yang sangat kompleks, yang tidak hanya tergantung dari jenis pengaduk yang digunakan, tetapi juga menyangkut beberapa faktor seperti fluida, mekanika fluida dan geometri dari reaktor (Tatterson, 1991).
Selanjutnya menurut Edwards dan Beker (1992),
terdapat tiga komponen utama peralatan yang umum digunakan pada pencampuran dengan menggunakan reaktor tangki berpengaduk.
Ketiga
komponen tersebut, yaitu tangki (vessel), pengaduk (impeller), dan sekat (baffle). Disamping itu sparger (penyemprot udara atau gas) juga biasa digunakan jika operasi proses melibatkan kontak gas-cairan. Tangki (vassel) dapat berbentuk silinder yang memanjang secara vertikal. Tangki ini akan diisi dengan fluida sampai kedalamannya sama dengan diameter tangki. Namun dalam beberapa sistem pencampuran, dimana tinggi cairan dapat mencapai tiga kali diameter tangki, dapat digunakan beberapa pengaduk pada batang pengaduk (shaft) (Edwards dan Baker, 1992). Konstruksi dari reaktor tangki berpengaduk dapat dilihat pada Gambar 11.
32
motor Pengatur kecepatan
Permukaan cairan Kaki pencelup (dip leg) Jaket Sekat (baffle)
Thermometer Batang pengaduk Bilah pengaduk
Katup pengeluaran
Gambar 11. Konstruksi tangki berpengaduk (McCabe, et al., 1993) Pada fluida yang memiliki kekentalan rendah (fluida encer), akibat pengadukan pada kecepatan yang tinggi akan menimbulkan vortex. Vortex yaitu terbentuknya cekungan permukaan media pada bagian tengah tangki (sekeliling shaft) yang disebabkan oleh adanya gaya tangensial. Vortex ini menyebabkan aliran pada tangki tersebut bersifat horizontal, sehingga pencampuran tidak dapat berlangsung dengan baik. Untuk mencegah terjadinya vortex tersebut maka pada dinding-dinding tangki dipasang bilah-bilah yang disebut baffle (Edward dan Baker, 1992). Bentuk geometri tangki standar dapat dilihat pada Gambar 12. Fungsi utama dari pengaduk adalah untuk mengaduk beberapa macam bahan sehingga dicapai homogenitas pencampuran yang baik dan menjaga kondisi lingkungan yang seragam pada seluruh isi tangki. Pada tangki berpengaduk, terdapat bermacam-macam tipe pengaduk, diantaranya adalah pengaduk tipe baling-baling (propeller), turbin, dayung atau pedal (paddle), jangkar (anchor), pita heliks (helical ribbon), dan heliks berulir (helical screw). Masing-masing jenis pengaduk tersebut memiliki penggunaan yang berbeda-beda dan menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda pula (Edwards dan Baker, 1992). Model beberapa tipe pengaduk disajikan pada Gambar 13.
33
Da/Dt = H/Dt = J/Dt = E/Dt = W/Da = L/Da =
1/3 1 1/12 1/3 1/5 1/4
Keterangan : Dt = Diameter tangki H = Tinggi cairan dalam tangki Da = Diameter pengaduk (impeller) E = Jarak bagian dasar tangki dengan sumbu bilah pengaduk J = Lebar sekat (baffle) W = Tinggi bilah pengaduk L = Lebar bilah pengaduk Gambar 12. Geometeri tangki standar (McCabe, et al., 1993)
Gambar 13. Beberapa bentuk pengaduk : (a) Baling-baling kapal (marine propeller); (b) turbin flat-blade, W = Dt/5; (c) turbin disk flat-blade, W = Dt/5, Da=2Di/3, J=Dt/4; (d) turbin curved-blade, W = Dt/8; (e) turbin pitched-blade, W = Dt/8; (f) shrouded turbine, W = Dt/8. (Keterangan : Dt = diameter tangki; Da= diameter pengaduk; J = lebar sekat; W= lebar bilah pengaduk) (Treybal, 1985)
34
Pengaduk tipe propeller, turbin dan paddle umumnya digunakan untuk sistem yang relatif encer dengan kecepatan pengadukan yang tinggi. Pengadukan tipe propeller yang biasa digunakan adalah model baling-baling kapal berbilah tiga. Pengaduk tipe ini, banyak digunakan pada pencampuran dua atau lebih bahan dimana bahan-bahan tersebut tidak mengalami perubahan sifat. Pengaduk tipe turbin merupakan pengaduk yang banyak digunakan di industri-industri, terutama pada industri kimia. Pengaduk tipe turbin ini dapat dimodifikasi menjadi empat sampai dua belas blade.
Untuk mengaduk cairan yang kental
(kekentalannya tinggi), biasanya digunakan pengaduk tipe jangkar (Edwards dan Baker, 1992). Menurut Sailah (1993), bentuk pengaduk berpengaruh terhadap pola aliran yang dihasilkannya. Berdasarkan pola aliran yang dihasilkan, pengaduk dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pengaduk yang menghasilkan pola radial (aliran mendatar dari bilah pengaduk ke dinding tangki dan membentuk dua daerah, daerah atas dan bawah) dan pengaduk yang menghasilkan pola aliran axial (aliran vertikal ke atas dan bawah impeller). Pola aliran cairan pada tangki berpengaduk tipe propeller dan turbin disajikan pada Gambar 14. Gambar 14 (a) menunjukkan pola aliran vortex yang timbul tanpa adanya baffle dan pola aliran aksial yang memotong ke bagian bawah tangki vertikal dengan adanya baffle yang dihasilkan oleh pengaduk tipe propeller. Gambar 14 (b) menunjukkan pola aliran vortex yang timbul tanpa adanya baffle dan pola aliran radial yang mengarah mendatar ke dinding tangki dengan adanya baffle yang dihasilkan oleh pengaduk tipe turbin. Menurut Geankoplis (2003) kekentalan cairan yang akan diaduk merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan tipe pengaduk yang digunakan.
Pengaduk tipe propeller pada umumnya digunakan untuk cairan
dengan viskositas dibawah 3 Pa.s (3000 cp); tipe turbin digunakan untuk mengaduk cairan dengan viskositas dibawah 100 Pa.s (100000 cp); tipe paddle yang dimodifikasi seperti model jangkar dapat digunakan untuk cairan dengan viskositas 50 – 500 Pa.s (50000 – 500000 cp); tipe helical dan ribbon digunakan untuk cairan dengan viskositas di atas 25000 Pa.s (25000000 cp).
35
Gambar 14. Pola aliran pengadukan cairan pada tangki berpengaduk, dengan dan tanpa baffle: (a) baling-baling kapal (propeller) dan (b) turbin disk flat-blade (Treybal, 1985) Hakim (2005) melakukan proses produksi surfaktan dietanolamida pada skala laboratorium menggunakan asam lemak C12 minyak inti sawit pada kondisi proses lama reaksi 4 jam dan kecepatan pengadukan 150 rpm. Jenis pengaduk yang digunakan adalah marine propeller 4 blade, diameter 8 cm. Penggunaan jenis pengaduk ini memberikan pola aliran laminar (kecepatan pengadukan <150 rpm) dan merupakan pengadukan yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap dietanolamida yang dihasilkan dalam hal kemampuannya menurunkan tegangan permukaan, menstabilkan emulsi, serta melarutkan pengotor lemak.
Peningkatan Skala Pengertian peningkatan skala (scale-up) umumnya digunakan dalam dua pengertian yang berbeda. Pertama, peningkatan skala yang menunjukkan kecenderungan umum dalam mengembangkan sistem baru yang lebih besar dari yang sudah ada. Sistem itu dapat berupa kapal, pesawat terbang, pabrik atau administrasi. Selain itu, peningkatan skala juga digunakan untuk perancangan dan penyusunan sistem yang lebih besar (prototipe) berdasarkan hasil percobaan dengan menggunakan model yang berukuran lebih kecil (Mangunwidjaja dan
36
Suryani, 2000). Selanjutnya menurut Machfud et al. (1989) pengembangan suatu proses umumnya dapat dilaksanakan dalam tiga skala, yaitu (1) skala laboratorium, merupakan tahapan penyeleksian proses; (2) skala pilot plant, dimana kondisi-kondisi operasi optimal mulai diterapkan; dan (3) skala industri, dimana proses-prosesnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan perhitungan ekonomi (Machfud et al., 1989) Percobaan pada skala pilot plant sesungguhnya merupakan laboratorium ukuran besar yang dirancang untuk bersifat fleksibel bagi penggunaan peralatan dan penyesuaian operasi. Selama perubahan skala operasi dari skala operasi yang satu ke skala operasi yang lain, beberapa aspek tidak mengalami perubahan. Beberapa aspek berubah dengan meningkatnya skala operasi dan sebagin aspek lainnya mungkin berada dalam kondisi operasi (Smith, 1990). Penentuan kondisi proses produksi surfaktan MES yang optimal pada skala pilot plant selain dilakukan untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan hasil percobaan pada skala laboratorium juga dilakukan untuk melihat kinerja alat yang digunakan. Pada tahap peningkatan skala produksi surfaktan MES dari skala laboratorium ke skala pilot plant, reaktor pemroses yang digunakan penting untuk diperhatikan.
Menurut Mangunwidjaja dan Suryani (2000), dalam rancang
bangun reaktor ada tiga fenomena penting yang harus diperhatikan yaitu fenomena
termodinamik,
mikrokinetik
dan
perpindahan.
Fenomena
termodinamik dan mikrokinetik tidak tergantung pada skala, sedangkan fenomena perpindahan tergantung pada skala atau ukuran.
Proses perpindahan dalam
reaktor terjadi menurut dua mekanisme perpindahan, yaitu pengaliran (konveksi) dan difusi (konduksi).
Secara prinsip perilaku reaktor tidak berubah selama
peningkatan skala, jika tetapan waktu untuk perpindahan dan konversi tetap. Untuk bejana berpengaduk, kecepatan agitasi dapat dipertahankan agar tetap selama peningkatan skala. Pengadukan yang baik ditandai oleh homogenitas fluida yang tinggi, waktu pengadukan yang singkat, dan konsumsi energi yang rendah. Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk menghasilkan kinerja pengadukan yang baik adalah sifat fisik, kimia, biologis dan sifat reologi bahan yang akan diaduk.
Hal ini
disebabkan tidak satupun peralatan yang tepat dan optimum yang dapat digunakan
37
untuk mengaduk semua jenis bahan, karena tiap-tiap bahan memiliki sifat yang berbeda, yang memerlukan desain peralatan yang berbeda pula, diantaranya pada penentuan pengaduk yang tepat serta geometri peralatannya (Tatterson, 1991). Lebih lanjut Tatterson (1991) menambahkan pada proses pengadukan salah satu sifat bahan yang sangat penting untuk diperhatikan adalah sifat reologinya. Sifat bahan yang diaduk berpengaruh dalam perancangan peralatan dan teknik pemrosesan yang digunakan, termasuk karakteristik proses, seperti pola aliran, waktu pengadukan dan konsumsi energinya. Menurut Geankoplis (2003), dalam suatu peningkatan skala pada tangki berpengaduk, jika kesamaan geometrik peralatan skala kecil ke skala besar dipertahankan pada kondisi proses yang sama, maka bagian-bagian yang relevan dengan perilaku cairan dalam tangki berpengaduk adalah tenaga yang digunakan untuk agitasi (P), dan kecepatan putar pengaduk (N). Konsumsi energi oleh tangki berpengaduk digambarkan dengan Bilangan Power (Power Number). Bilangan Power merupakan bilangan yang tidak berdimensi yang diperoleh dengan persamaan: Np = P / ρ N3 D5 dimana : Np = Bilangan Power (Power Number) P = Tenaga eksternal dari agitator (J/detik) ρ = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) N = Kecepatan agitasi (rpm) D = Diameter impeller (m) Pergerakan cairan di dalam tangki berpengaduk dapat digambarkan dengan bilangan tak berdimensi lain, yaitu bilangan Reynolds (N Re). Bilangan Reynolds merupakan rasio antara inersia dengan kekentalan. Bilangan Reynolds (N Re) didefinisikan sebagai berikut : N Re = ρ N D2 / η dimana : N Re = Bilangan Reynolds ρ = Densitas cairan dalam tangki (kg/m3) N = Kecepatan agitasi (rpm) D = Diameter impeller (m) η = Kekentalan (kg/m.detik)
38
Menurut Edwards et al. (1992), hubungan antara Bilangan Power (Np) dengan Bilangan Reynolds (N Re) biasanya digunakan untuk menggambarkan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan pengadukan. Hubungan ini digambarkan dalam bentuk kurva tenaga (power-curve).
Kurva ini diperoleh
dengan cara memplotkan nilai-nilai Np dan N Re berdasarkan data hasil percobaan yang meragamkan nilai kecepatan impeller (N), diameter impeller (D), densitas (ρ) dan viskositas (η) cairan pada tiap-tiap impeller yang mempunyai kesamaan geometrik tertentu. Berdasarkan nilai Bilangan Reynolds diperoleh tiga pola aliran, yaitu : (1) Aliran laminar (viscous flow), pada N Re < 10 (aliran didominasi oleh tingginya kekentalan cairan). (2) Aliran transisi (transient), pada N Re 10 – 104 (3) Aliran turbulen (turbulent flow), pada N Re >104 (pencampuran terjadi lebih cepat) Kurva hubungan antara Bilangan Power (Np) dan Bilangan Reynolds (NRe) untuk berbagai jenis pengaduk dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Kurva hubungan Bilangan Power (Np) dan Bilangan Reynolds (NRe) untuk beberapa jenis pengaduk pada tangki ber-baffles; (a) propeller; (b) flat-blade turbines, (c) disk flat-blade, (d) curvedblade turbines, (e) pitched-blade turbines, (g) flat-blade turbines, tidak ber-baffles (Treybal, 1985)
39
Analisis Finansial Perancangan suatu industri memerlukan suatu rangkaian kegiatan yang ditunjang dengan sejumlah studi dan dokumen-dokumen yang mendukung untuk pengambilan keputusan (decision), apakah suatu rencana investasi dapat dilaksanakan atau tidak, analisa mengenai aspek keadaan produk (product description), keadaan pasar (market description), jenis teknologi (technology variety), ketersediaan faktor produksi, perkiraan kebutuhan biaya (cost estimate), perkiraan keuntungan (profit estimate), lokasi, dan aspek sosial (Djamin, 1984). Salah satu aspek penting dari kegiatan perencanaan proyek adalah aspek keuangan yang umumnya dijabarkan dalam analisis finansial. Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya-biaya dengan manfaat (keuntungan) untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek. Analisis finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan, baik untuk dana tetap maupun modal kerja awal (Sutojo, 1993). Analisis finansial mempelajari berbagai faktor penting, yang meliputi dana investasi (aktiva dan modal kerja), sumber-sumber pembelanjaan (modal sendiri, pinjaman jangka pendek dan panjang), taksiran penghasilan, biaya dan rugi/laba pada berbagai tingkat operasi, manfaat dan biaya dalam artian finansial (rate of return on invesment, net present value, internal rate of return, Net B/C, profitability index, pay back period, resiko proyek, analisis sensitivitas) dan proyeksi keuangan (Husnan dan Suwarsono, 2000) Menurut Umar (2000), tujuan analisis terhadap aspek finansial adalah untuk membandingkan pengeluaran dengan pendapatan, seperti ketersediaan dana, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Untuk melihat apakah proyek yang akan dijalankan layak atau tidak dapat diketahui dari kriteria-kriteria investasi berikut : 1) Net Present Value (NPV), yaitu selisih antara nilai sekarang dari penerimaan (benefit) dengan nilai sekarang dari pengeluaran (cost) pada tingkat suku bunga tertentu.
40
2) Internal Rate of Return (IRR), yaitu suatu tingkat bunga modal yang mengakibatkan nilai sekarang dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol. 3) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), yaitu perbandingan antara NPV postif terhadap NPV negatif. 4) Break Even Point (BEP), yaitu suatu keadaan dimana biaya yang dikeluarkan sama dengan penerimaan yang diperoleh. 5) Pay Back Period (PBP), yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan investasi awal dimana keputusan yang diambil berdasarkan kriteria waktu. 6) Analisis sensitivitas, meliputi sensitivitas terhadap perubahan kenaikan biaya operasional dan perubahan harga jual produk.
41
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi, LPPM-IPB dan Laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fateta-IPB. Penelitian berlangsung mulai bulan Februari sampai dengan bulan November 2006. Bahan dan Peralatan Bahan Penelitian Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi metil ester sulfonat (MES) adalah metil ester minyak inti sawit dengan asam lemak dominan C12 –C20, yang diperoleh dari PT. Ecogreen Oleochemicals, Batam. Bahan kimia lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah Na-bisulfit (NaHSO3) dan bahanbahan kimia untuk analisis.
Alat Penelitian Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah reaktor tangki berpengaduk sulfonasi skala 100 L, pendingin balik, hot plate, termometer, sentrifuse, tachometer, timbangan analitik, gelas piala, gelas ukur, pipet dan alat gelas lainnya. Peralatan untuk analisa yaitu pH-meter, tensiometer du Nuoy, mixer vortexer, stopwatch dan kromameter CR-310. Skema reaktor sulfonasi skala pilot plant (skala 100 L) yang digunakan untuk memproduksi surfaktan MES disajikan pada Lampiran 1. Reaktor sulfonasi yang digunakan dibuat dari bahan logam stainless steel tipe SUS 316 dengan ketebalan 2 mm. Tangki ini terdiri dari dua susun tangki yang terdiri dari tangki bagian luar dan tangki bagian dalam (tangki ganda atau tangki bermantel). Tangki bagian luar mempunyai diameter 608 mm dan tinggi 594 mm, sedangkan tangki bagian dalam mempunyai diameter 540 mm dan tinggi 560 mm.
Diantara kedua tangki ini disisipkan glasswool sebagai insulator.
42
Sebagai sumber panas reaktor digunakan heater listrik dengan daya 5000 watt. Pada Gambar 3.1. ditampilkan tangki reaktor sulfonasi yang digunakan.
Gambar 16. Tangki reaktor sulfonasi Reaktor sulfonasi ini juga dilengkapi dengan motor pengaduk dengan daya ½ HP.
Jenis pengaduk yang digunakan dan dipasangkan dalam tangki adalah
pengaduk tipe turbin. Pemilihan pengaduk tipe turbin dikarenakan pengaduk jenis ini umum digunakan untuk sistem yang relatif encer dengan kecepatan pengadukan yang tinggi (Edwards dan Baker, 1992). Bentuk pengaduk tipe turbin yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Jenis pengaduk tipe turbin yang digunakan
43
Kelengkapan lain yang ada pada reaktor sulfonasi ini adalah tangki bahan baku metil ester kapasitas 100 L, pompa dan panel pengontrol.
Pada panel
pengontrol terdapat tombol pengatur kecepatan pengaduk, pengatur suhu dan pompa. Kecepatan pengadukan dan suhu proses yang diinginkan dapat diatur melalui panel ini.
Metil ester yang disimpan pada tangki bahan baku dapat
langsung dialirkan ke dalam tangki reaktor sulfonasi menggunakan pompa penyedot yang dapat dioperasikan dengan menyalakan tombol pompa yang terdapat pada panel pengontrol. Gambar panel pengontrol dapat dilihat pada Gambar 18.
Pengatur kecepatan digital
Pengatur suhu
Tombol pompa
Gambar 18. Panel pengontrol
Metode Penelitian Salah satu tujuan dari kegiatan penelitian adalah untuk mendapatkan kondisi proses yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan menggunakan tangki reaktor sulfonasi skala 100 L.
Untuk mendapatkan hasil
yang dimaksud maka penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu (1) uji kinerja reaktor sulfonasi skala 100 L yang digunakan dan (2) produksi surfaktan MES pada berbagai kondisi perlakuan untuk mendapatkan kondisi proses yang optimum.
44
Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi Uji kinerja reaktor sulfonasi dikhususkan untuk melihat kemampuan reaktor mencapai kecepatan pengadukan dan suhu proses yang diinginkan. Jenis pengaduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe turbin. Kecepatan motor pengaduk dan suhu proses dapat diatur dari panel kontrol. Untuk melihat perubahan kecepatan putar motor pengaduk akibat beban yang diisikan pada tangki pemroses dilakukan percobaan dengan perlakuan sebagai berikut : 1. Sebanyak 60 L metil ester dimasukan ke dalam tangki pemroses. 2. Pada kontrol panel, kecepatan putar (dalam rpm) diatur sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. 3. Dengan menggunakan alat tachometer dilakukan pengukuran kecepatan putar pengaduk aktual yang terjadi pada tangki pemroses. 4. Kecepatan yang terbaca pada alat pengukur kecepatan di kontrol panel dengan kecepatan aktual yang terjadi pada tangki proses dibandingkan dan dibuat kurva hubungannya. Selanjutnya untuk melihat kemampuan alat mencapai suhu proses yang diinginkan dilakukan perlakuan sebagai berikut : 1. Sebanyak 60 L metil ester dimasukkan ke dalam tangki proses. 2. Pada panel kontrol, kecepatan putar pengaduk diatur pada kecepatan 500 rpm dan pengatur suhu diatur pada suhu 100oC. 3. Waktu yang dibutuhkan agar bahan yang diisikan ke dalam tangki mencapai suhu 100oC ditandai dengan matinya lampu indikator pada pengatur panel kontrol, kemudian waktu tersebut dicatat. 4. Dengan menggunakan termometer suhu aktual bahan pada tangki proses diukur untuk kemudian dibandingkan dengan suhu yang terbaca pada alat pengatur suhu di panel kontrol.
Produksi MES Proses sulfonasi metil ester dari minyak inti sawit dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktor tangki berpengaduk skala 100 L. Proses sulfonasi ini dilakukan dengan mencampurkan metil ester dan reaktan NaHSO3 pada nisbah mol reaktan 1:1,2. Percobaan dimulai dengan memasukkan metil ester sebanyak
45
60 L ke dalam reaktor sulfonasi. Reaktor sulfonasi yang berisi metil ester ini kemudian dipanaskan hingga mencapai suhu 100oC.
Setelah suhu tercapai,
reaktan NaHSO3 dimasukkan ke dalam tangki. Pada penelitian ini variabel proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas surfaktan MES yang dihasilkan adalah kecepatan pengadukan dan lama reaksi yang digunakan pada proses sulfonasi.
Faktor kecepatan pengadukan
terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu kecepatan 140, 160 dan 180 rpm. Lama proses sulfonasi terdiri dari 12 taraf perlakuan pada rentang lama reaksi 0 – 360 menit (6 jam), yaitu 30, 60, 90, 120, 150, 180, 210, 240, 270, 300, 330, dan 360 menit. Ulangan proses dilakukan sebanyak dua kali (modifikasi Hambali et al., 2002). Rancangan percobaan yang digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan kecepatan pengadukan dan lama reaksi dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial. Model rancangan percobaannya adalah : Yijk = µ + Ki + Lj + (KL)ij + εk(ij) dimana : Yijk µ Ki Lj (KL)ij εk(ij)
= hasil pengamatan pada ulangan ke-k (k=1,2), kecepatan pengadukan ke-i (i=1,2,3) dan lama reaksi ke-j (j=1,2....,12) = rata-rata sebenarnya = pengaruh kecepatan pengadukan ke-i = pengaruh lama reaksi ke-j = pengaruh interaksi kecepatan pengadukan ke-i dan lama reaksi ke-j = galat eksperimen
Hasil sulfonasi dari setiap perlakuan selanjutnya disentrifugasi dengan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Dari hasil sentrifugasi diperoleh MES berbentuk cairan dan NaHSO3 yang berupa padatan yang mengendap, selanjutnya MES dapat langsung dipisahkan. diperoleh ini kemudian dimurnikan.
MES yang
Proses pemurnian dilakukan dengan
menggunakan larutan metanol 30 persen (v/v). Proses ini dilakukan pada suhu 55 oC yang disertai dengan pengadukan selama 1,5 jam. Untuk recovery metanol, reaksi dilanjutkan selama 10 menit pada suhu 70 – 80 oC. MES yang telah dimurnikan kemudian dinetralkan pH-nya dengan menambahkan NaOH 20%. Setelah MES mencapai pH netral selanjutnya MES dipanaskan pada suhu 55 oC
46
selama 30 menit. Sebelum dilakukan analisis terhadap MES, dilakukan uji timol biru untuk mengetahui terbentuknya surfaktan anionik. Setelah pengujian ini, analisis MES lebih lanjut dapat dilakukan. Diagram alir proses produksi surfaktan MES dapat dilihat pada Gambar 19. Metil ester berbasis PKO
NaHSO3
Proses Sulfonasi Perbandingan mol metil ester : NaHSO3 = 1 : 1,2 Suhu reaksi = 100 oC Tipe Pengaduk : turbin Kecepatan pengadukan = 140 rpm; 160 rpm; 180 rpm Lama reaksi = 0 – 360 menit dengan interval 30 menit
Sentrifugasi (1500 rpm, 15 menit)
Metanol 30% (v/v)
NaHSO3 sisa
Pemurnian 50 oC; 1,5 jam
Penguapan Metanol 70 – 80 oC; 10 menit
NaOH 20%
Netralisasi 55 oC; 30 menit
Metil Ester Sulfonat (MES)
Gambar 19. Diagram alir proses produksi surfaktan MES
Metanol
47
Karakterisasi Produk MES Karakterisasi produk MES yang dihasilkan meliputi uji timol biru, pH, warna, penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Prosedur analisis karakterisasi produk surfaktan MES yang dihasilkan disajikan pada Lampiran 2.
Penentuan Hubungan antara Perlakuan yang Dikenakan dengan Parameter Kualitas Produk Parameter kualitas produk sebagai variabel respon meliputi pH, warna, penurunan tegangan permukaan, penurunan tegangan antarmuka, stabilitas emulsi, stabilitas busa, dan daya deterjensi. Perlakuan sebagai variabel bebas yang dikenakan terdiri dari kecepatan pengadukan dan lama reaksi sulfonasi. Penentuan model persamaan hubungan antara paramater kualitas produk dengan perlakukan yang dikenakan digunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method). Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan dalam suatu rangkaian data yang dipresentasikan dalam sistem koordinat x-y. Tahap kedua, penentuan hubungan antara parameter-parameter kualitas produk yang diuji (sumbu y) dengan lama proses sulfonasi (sumbu x) akibat pengaruh kecepatan pengadukan dilakukan dengan analisa regresi. Dengan menggunakan analisa regresi akan dibuat kurva atau fungsi berdasarkan sebaran titik data yang diperoleh dari hasil percobaan. Analisa regresi yang digunakan untuk menentukan kurva atau fungsi yang paling mendekati dari sebaran data yang ada adalah dengan menggunakan metode penyesuaian kurva (curve fitting method), dengan mempertimbangkan koefisien determinasi (r2) terbesar (Triatmodjo, 2002). Persamaan yang memiliki koefisien determinasi (r2) terbesar dipilih menjadi persamaan yang paling sesuai (fit) dan dianggap mewakili gambaran data yang ada. Nilai koefisien determinasi (r2) berkisar dari ) sampai 1. Pendugaan bentuk persamaan dari data percobaan dapat berupa model persamaan linear maupun non-linear. Model persamaan linear yang digunakan adalah regresi linear sedangkan model persamaan non-linear yang dipakai adalah persamaan eksponensial, power, growth, dan kuadrat. Persamaan eksponensial,
48
power, dan growth merupakan model persamaan matematika yang umum digunakan dalam bidang teknik (engineering), industri dan bioteknologi. Persamaan eksponensial biasa digunakan untuk menggambarkan peluruhan atom dalam reaksi nuklir.
Persamaan power banyak digunakan dalam penelitian
dibidang teknik, sedangkan growth lebih banyak digunakan dalam bidang bioteknologi untuk menggambarkan pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas enzim (Chapra dan Canale, 1990) Untuk melakukan perhitungan model regresi dan mencari persamaan fungsi dari data yang diperoleh maka digunakan program Curve Expert Ver.1.3.. Selanjutnya untuk mencari nilai x atau y dari model atau persamaan fungsi yang diperoleh jika salah satu variabel diketahui adalah dengan menggunakan program Mathcad, version 11.0b.
Penentuan Kondisi Proses Produksi MES Penentuan kondisi proses sulfonasi terbaik yang dapat digunakan untuk memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan dengan pendekatan mencari nilai optimum dari masing-masing parameter produk yang ada. Metode regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh linier dan kuadratik dari dua variabel bebas yaitu perlakuan kecepatan pengadukan (x1) dan lama reaksi (x2) terhadap variabel respon yang diamati (y) yang akan memberikan nilai optimum.
Model persamaan regresi dari respon yang diamati dapat
dinyatakan sebagai berikut : 2
2
Y = a o + ∑ ai xi + ∑ aij xi x j + ∑ aii xi2 i =1
dimana : Y ao, ai, aij, aii xi xixj xi2
i< j
i =1
: respon perlakukan : koefisien parameter : pengaruh linier faktor utama : pengaruh linier dua faktor : pengaruh kuadratik faktor utama
49
Kelayakan Finansial Analisis aspek finansial meliputi penentuan asumsi, analisis sumber dana dan struktur pembiayaan, biaya investasi, harga dan perkiraan penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, dan kriteria kelayakan investasi. Kriteria kelayakan investasi yang dianalisis yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Retrun (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), Pay Back
Period (PBP) dan analisis sensitivitas. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai sekarang dari penerimaan (benefit) dengan nilai sekarang dari pengeluaran (cost) pada tingkat bunga tertentu. Bila NPV>0 maka proyek dapat dijalankan, jika NPV=0 maka proyek mengembalikan sebesar social opportunity cost of capital, jika NPV<0 maka proyek ditolak (Gray et al. 1992). Rumus menghitung NPV adalah : n
NPV = ∑ t =0
Bt − C t (1 + i ) t
dimana : Bt Ct n i t
= benefit bruto pada tahun ke-t (Rp) = biaya bruto pada tahun ke-t (Rp) = umur ekonomis proyek (tahun) = tingkat suku bunga (%) = tingkat investasi (t=1,2,3,...,n)
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga modal yang mengakibatkan nilai sekarang dari aliran uang suatu proyek sama dengan nol atau tingkat bunga dimana nilai NPV sama dengan nol. Jika nilai IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku (IRR>i) maka suatu proyek dapat dijalankan, dan jika sebaliknya (IRR
NPV1 × (i1 − i2 ) NPV1 + NPV2
50
dimana : i1 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif (%) i2 = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif (%) NPV1 = NPV yang bernilai positif (Rp) NPV2 = NPV yang bernilai negatif (Rp) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah perbandingan antara NPV positif terhadap NPV negatif. Jika nilai Net B/C>1 maka proyek dinyatakan layak, jika nilai Net B/C=1 maka proyek mencapai titik impas, jika Net B/C<1 maka proyek dinyatakan tidak layak (Gray et al. 1992). Rumus menghitung Net B/C adalah : n
Bt − C t
∑ (1 + i) t =1
t
, untuk Bt – Ct > 0
Net B/C = -----------------n Bt − C t , untuk Bt – Ct < 0 ∑ t t =1 (1 + i ) dimana : Bt Ct n i t
= pendapatan proyek pada tahun ke-t (Rp) = biaya proyek pada tahun ke-t (Rp) = umur ekonomis proyek (tahun) = tingkat suku bunga (%) = tingkat investasi (t=1,2,3,...,n)
Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana biaya yang dikeluarkan sama dengan penerimaan yang diperoleh. Dalam pengkajian BEP, jika tingkat produksi atau penjualan tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat menghasilkan laba (Gray et al. 1992). Rumus menghitung nilai BEP adalah :
BEP =
BT BV 1− R
dimana : BT = total biaya tetap (Rp) BV = total biaya variabel (Rp) R = total penerimaan (Rp)
51
Pay Back Periode (PBP)
Pay
Back
Periode
(PBP)
adalah
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
mengembalikan seluruh pengeluaran investasi (Gray et al. 1992). Rumus untuk menghitung PBP adalah sebagai berikut : PBP = n +
m ( Bn +1 − C n +1 )
dimana : n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = benefit bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengantisipasi perubahan nilai asumsiasumsi proyek yang telah ditetapkan. Analisis sensitivitas diperlukan jika terjadi penyimpangan
dalam
memperkirakan
mengantisipasi
kemungkinan
terjadinya
biaya
atau
perubahan
manfaat unsur
serta
untuk
harga
dalam
perhitungan. Analisis sensitivitas yang dilihat adalah jika terjadi kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual.
52
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi
Pada penelitian ini produksi MES dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktor sulfonasi berupa tangki berpengaduk. Sebelum dilakukan penelitian produksi MES, maka terlebih dahulu dilakukan uji kinerja terhadap reaktor sulfonasi yang digunakan. Uji kinerja terhadap reaktor sulfonasi yang dilakukan terdiri dari (1) kemampuan mencapai kecepatan pengadukan yang diinginkan, dan (2) kemampuan mencapai suhu reaksi yang diinginkan.
Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi Terhadap Kecepatan Pengadukan
Dari hasil pengamatan, kecepatan putar pengaduk akan memberikan hasil yang berbeda antara tangki yang dibiarkan kosong dengan tangki yang diisi metil ester. Kecepatan putar pengaduk pada tangki yang tidak diisi cairan (tangki kosong) relatif memiliki kecepatan putar yang sama dengan kecepatan putar yang terbaca pada alat pengatur kecepatan di panel pengontrol. Kecepatan putar pengaduk relatif menjadi lebih lambat jika tangki diisikan metil ester. Hasil pengamatan terhadap perubahan kecepatan pengaduk antara kecepatan yang terbaca pada alat pengatur kecepatan di panel pengontrol dengan kecepatan pengadukan aktual pada tangki yang berisi metil ester disajikan pada Lampiran 3. Hasil uji menunjukkan kecepatan pengadukan aktual maksimal yang dapat dicapai pada tangki yang berisi metil ester adalah 195 rpm dan kecepatan yang terbaca pada alat pengatur kecepatan adalah 1250 rpm. Saat kecepatan pengaduk yang terbaca pada alat pengatur kecepatan mencapai 1300 rpm, motor pengaduk akan mengalami kelebihan beban (overloaded) karena daya motor pengaduk kurang untuk mengaduk beban yang ada dan otomatis motor pengaduk berhenti. Pada penelitian produksi MES kecepatan pengadukan yang digunakan adalah 140, 160 dan 180 rpm maka berdasarkan data pada Lampiran 3, kecepatan yang harus diatur pada panel kontrol adalah 500, 750 dan 1000 rpm. Grafik hubungan perubahan kecepatan pengaduk antara yang terbaca pada alat pengatur kecepatan dengan kecepatan aktual pada tangki dengan beban disajikan pada Gambar 20.
250 200 150 100 50
85 0 95 0 10 50 11 50 12 50
75 0
65 0
35 0 45 0 55 0
25 0
15 0
0 50
Kecepatan aktual pada tangki berisi beban (rpm)
53
Kecepatan pengadukan pada kontrol panel (rpm)
Gambar 20. Grafik hubungan perubahan kecepatan pengaduk antara yang terbaca pada panel pengontrol dengan kecepatan aktual pada tangki dengan beban Dari Gambar 20 terlihat bahwa perubahan kecepatan yang terbaca pada alat pengatur kecepatan berbanding lurus dengan kecepatan pengadukan aktual pada tangki dengan beban. Namun terlihat bahwa kecepatan pengadukan pada tangki dengan beban lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan yang sebenarnya yang terbaca pada alat pengatur kecepatan yang ada pada panel kontrol. Penurunan kecepatan ini disebabkan oleh bentuk bilah pengaduk yang membentuk sudut dengan kemiringan 45o. Bilah pengaduk dengan kemiringan tersebut ternyata memberikan tahanan yang cukup besar terhadap putaran pengaduk ketika bilah pengaduk mengaduk cairan dalam tangki, akibatnya putaran pengaduk menjadi relatif lebih lambat.
Uji Kinerja Reaktor Sulfonasi Terhadap Suhu
Hasil pengamatan kinerja alat terhadap suhu menunjukkan bahwa antara suhu yang diatur pada panel pengontrol dengan suhu aktual metil ester yang diisikan ke dalam tangki ternyata terdapat perbedaan suhu yang signifikan. Suhu yang terbaca pada alat 100oC namun suhu yang aktual yang dicapai bahan dalam tangki adalah sekitar 122oC. Suhu tersebut dicapai setelah dilakukan pemanasan selama kurang lebih 1 jam. Perbedaan suhu tersebut disebabkan oleh penempatan sensor suhu yang tidak langsung dicelupkan ke dalam bahan tetapi diletakan
54
menempel pada dinding luar tangki. Dari desain reaktor yang ada sensor suhu diletakan menempel pada dinding luar tangki bagian dalam. Sifat bahan yang digunakan untuk membuat dinding tangki memberikan pengaruh terhadap hilangnya sebagian panas yang dihantarkan dari metil ester ke sensor suhu yang dipasang. Kondisi suhu aktual yang dibutuhkan untuk melakukan proses produksi MES adalah 100oC.
Dari hasil penelitian, kondisi tersebut dapat dicapai dengan
mengatur alat pengatur suhu di kantrol panel di angka 78oC dan metil ester akan mencapai suhu 100oC setelah heater dinyalakan selama 45 menit.
Dengan
menggunakan tangki ini proses sulfonasi akan berlangsung pada tekanan atmosfir.
Proses Produksi MES
Produksi MES merupakan kegiatan penelitian selanjutnya yang dilakukan setelah mengetahui kinerja reaktor sulfonasi yang digunakan. MES dihasilkan setelah melalui beberapa tahapan proses yaitu sulfonasi, pengendapan, pemurnian, penguapan metanol dan penetralan. Bahan baku utama yang digunakan untuk memproduksi MES adalah metil ester berbasis minyak inti sawit (PKO). Kandungan asam lemak dominan dari metil ester ini adalah C12 sebanyak 55,8 persen. Spesfikasi metil ester yang digunakan sebagai bahan baku MES dapat dilihat pada Lampiran 4. Proses sulfonasi merupakan tahapan yang penting dalam produksi MES. Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan natrium bisulfit (NaHSO3) dengan metil ester. Menurut Speight (2002) yang terjadi pada proses sulfonasi adalah pengikatan gugus sulfonat (SO3H) pada molekul organik melalui reaksi substitusi atom C yang memiliki ikatan ganda pada ujung rantainya. Kondisi proses yang digunakan untuk membuat MES dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Hambali et al. (2003). Perbandingan mol reaktan metil ester dengan natrium bisulfit adalah 1 : 1,2. Hasil perhitungan kebutuhan metil ester dan natrium bisulfit yang disajikan pada Lampiran 5 memperlihatkan bahwa untuk setiap 1 L metil ester yang digunakan maka akan dibutuhkan natrium bisulfit sebanyak 486,72 g.
Metil ester yang diisikan ke dalam tangki adalah
55
sebanyak 60 L sehingga natrium bisulfit yang ditambahkan adalah 29,2 kg. Penambahan natium bisulfit berlebih bertujuan untuk memaksimalkan jumlah metil ester yang bereaksi sehingga diharapkan terbentuk lebih banyak MES. Proses sulfonasi berlangsung pada suhu 100oC. Pada akhir proses sulfonasi akan dihasilkan natrium bisulfit yang tidak bereaksi dengan metil ester. Menurut MacArthur et al. (2002) dari hasil reaksi sulfonasi metil ester akan dihasilkan produk berupa MES, garam dinatrium karboksi sulfonat (di-salt), Natrium karboksilat (RCOONa), Natrium sulfat (Na2SO4), dan Natrium metil sulfat (CH3OSO3Na). Pemisahan MES dengan sisa natrium bisulfit dilakukan dengan cara pengendapan. Untuk mempercepat proses pemisahan, sebagian cairan yang sudah terbentuk disentrifugasi dengan menggunakan sentrifuse. MES yang dihasilkan setelah proses ini berakhir disebut sebagai MES kasar dan diperlukan pemurnian lebih lanjut. Proses pemurnian yang dilakukan adalah metilasi menggunakan metanol. Proses metilasi dilakukan selama 1,5 jam pada suhu 50 oC, selanjutnya sisa metanol yang tidak bereaksi diuapkan pada suhu 70 – 80 oC selama 10 menit. Proses metilasi dengan metanol bertujuan untuk mengurangi pembentukan di-salt.
Proses penambahan metanol ini dilakukan sebelum proses peneteralan
dengan basa guna menggeser kesetimbangan reaksi pembentukan di-salt ke arah MES. Pada proses metilasi terjadi penambahan gugus metil pada salah satu gugus C, sehingga menghalangi pengikatan sodium (Na) oleh surfaktan. Menurut MacArthur et al. (2002) dan Hovda (2002) keberadaan garam pada produk MES cenderung menurunkan kinerja MES secara keseluruhan.
Pemurnian untuk
mengurangi terbentuknya garam dapat dilakukan dengan cara menambahkan alkohol. Selain dapat mengurangi terbentuknya garam, alkohol dapat mengikat air yang terdapat pada MES.
Selain itu juga penambahan alkohol dapat
mengurangi viskositas larutan sehingga menjadi lebih encer. Proses terbentuknya dinatrium karboksi sulfonat (di-salt) disajikan pada Gambar 21.
56
O
O CH3..CH–CH2–C–OCH3
CH3..CH–CH2–C–ONa
+ NaOH
+ CH3OH
SO3Na
SO3Na Metil ester sulfonat
Dinatrium karboksi sulfonat (di-salt)
Basa
Metanol
Gambar 21. Reaksi pembentukan di-salt dan metanol (MacArthur et al., 2002) MES yang dihasilkan dari proses metilasi ini bersifat asam, sehingga perlu dilakukan proses netralisasi dengan menambahkan NaOH 20% sambil dipanaskan pada suhu 55oC selama 30 menit. MES kasar yang dihasilkan berwujud cair dengan warna kuning kecoklatan sedangkan MES yang sudah dimurnikan berwarna putih sedikit merah kekuningan.
Produk MES yang dihasilkan
ditampilkan pada Gambar 22.
(a)
(b)
Gambar 22. Produk MES sebelum (a) dan sesudah (b) proses pemurnian
Karakteristik Produk MES Uji Timol Biru
MES merupakan kelompok surfaktan anionik yang ditandai dengan muatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaannya. Untuk menguji bahwa surfaktan yang dihasilkan merupakan jenis surfaktan anionik dilakukan uji timol biru. Pada pengujian ini digunakan HCl dan timol biru sebagai indikator. Hasil pengujian yang positif ditunjukan dengan munculnya warna ungu
57
kemerahan pada sampel (Rosen et al., 1981). Berdasarkan uji timol biru terhadap produk MES yang dihasilkan, semua produk MES memberikan hasil yang positif. Hal ini mengindikasikan keberadaan surfaktan anionik dalam larutan uji. Data hasil uji timol biru disajikan pada Lampiran 6.
Nilai pH
Pengukuran nilai pH dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman produk MES yang dihasilkan. Pengukuran nilai pH dilakukan terhadap produk MES sebelum proses pemurnian dan setelah proses pemurnian. Data hasil pengukuran nilai pH MES sebelum proses pemurnian disajikan pada Lampiran 7a. Hasil pengukuran nilai pH MES sebelum pemurnian pada berbagai kondisi proses yang diuji menunjukkan kisaran nilai antara 3,32 sampai 5,94. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES sebelum proses pemurnian disajikan pada Gambar 23. 7,00 6,00
Kecepatan pengadukan (rpm)
Nilai pH
5,00
140 160 180
4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 30
60
90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 23. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES sebelum proses pemurnian Dari Gambar 23 terlihat bahwa pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan, dengan semakin lamanya waktu proses reaksi maka nilai pH MES cenderung menurun. Penurunan nilai pH ini disebabkan oleh reaksi sulfonasi yang terjadi antara metil ester dengan NaHSO3 yang merupakan kelompok garam asam yang bersifat asam lemah. Rantai karbon pada metil ester akan berikatan langsung dengan
gugus
sulfur
dari
NaHSO3
sehingga
membentuk
gugus
58
RCHSO3NaCOOCH3 atau metil ester sulfonat. Dengan semakin lamanya waktu reaksi maka metil ester yang bereaksi dengan NaHSO3 juga akan semakin banyak, sehingga nilai pH MES yang dihasilkan juga semakin menurun. Model persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi untuk menggambarkan hubungan antara lama reaksi pada berbagai kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES sebelum pemurnian disajikan Lampiran 7b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan hubungan antara lama reaksi pada ketiga taraf kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES sebelum pemurnian yang memiliki koefisien determinasi terbesar adalah bentuk kuadrat. Kurva perubahan nilai pH MES sebelum pemurnian akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 24. Tabel 7. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai kecepatan pengadukan dengan pH MES sebelum pemurnian Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm) 140
160
180
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,8836364 b = -0,0048498168 c = -5,017205e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,7538636 b = -0,011530386 c = 1,518759e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,8290909 b = -0,0077001332 c = 2,6140526e-006
Keterangan : Y = nilai pH MES sebelum pemurnian X = lama reaksi (menit)
Koefisien determinasi (r2) 0,901
0,909
0,907
59
6,50 6,00
Nilai pH
5,50 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Lama reaksi (menit)
Gambar 24. Kurva perubahan nilai pH MES sebelum proses pemurnian akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Berdasarkan bentuk kurva dari masing-masing perlakuan pada Gambar 24, terlihat bahwa nilai pH MES sebelum proses pemurnian cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu reaksi. Dari ketiga model persamaan kuadrat yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan nilai pH sebelum pemurnian dengan lama reaksi pada kecepatan pengadukan 160 rpm dianggap paling mendekati dan mewakili gambaran data. Model ini memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,909. Model berikutnya adalah model persamaan kuadrat untuk perlakuan kecepatan pengadukan 180 rpm lalu 140 rpm dengan koefisien determinasi masing-masing adalah 0,907 dan 0,901. Dari ketiga bentuk kurva yang ada, penurunan nilai pH MES yang cukup jelas terjadi setelah reaksi berlangsung selama 180 menit. Nilai rata-rata pH sebelum pemurnian dari produk MES yang dihasilkan dalam rentang reaksi selama 6 jam pada perlakuan kecepatan pengadukan 140 rpm, 160 rpm dan 180 rpm berturut-turut adalah 4,69; 4,25 dan 4,45. Hasil analisa keragaman (Lampiran 7c) menunjukkan perlakuan kecepatan pengadukan dan lama reaksi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perubahan pH MES sebelum proses pemurnian namun interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap nilai pH MES sebelum
60
proses pemurnian.
Uji lanjut terhadap kecepatan pengadukan (Lampiran 7d)
memperlihatkan bahwa kecepatan pengadukan 160 dan 180 rpm memberikan pengaruh yang sama dalam hal penurunan pH MES sebelum proses pemurnian. Secara umum kecepatan pengadukan 160 dan 180 rpm menghasilkan pH MES sebelum pemurnian yang cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kecepatan pengadukan 140 rpm. Uji lanjut terhadap lama reaksi (Lampiran 7e) memperlihatkan penurunan pH terjadi dalam tiga selang lama reaksi yaitu pada selang lama reaksi 30 – 150 menit, 180 – 240 menit dan 270 – 360 menit. Dari data yang ada terlihat bahwa nilai pH MES sebelum proses pemurnian cenderung semakin menurun dengan semakin lamanya waktu reaksi. MES hasil proses sulfonasi ini selanjutnya dimurnikan dengan melalui tahapan pencucian dengan metanol dan netralisasi. Setelah proses pemurnian, nilai pH MES menunjukkan kisaran nilai antara 5,77 sampai 6,21. Data hasil pengukuran nilai pH MES setelah proses pemurnian disajikan pada Lampiran 8a. Grafik hubungan antara lama reaksi dengan nilai pH MES setelah proses pemurnian pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Gambar 25. 6,40 6,20 Kecepatan pengadukan (rpm)
Nilai pH
6,00 5,80
140 160 180
5,60 5,40 5,20 5,00 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 25. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES setelah proses pemurnian
61
Dari Gambar 25 terlihat bahwa pada ketiga tingkat kecepatan pengadukan, nilai pH MES setelah proses pemurnian cenderung stabil pada kisaran nilai pH rata-rata yaitu 5,96.
Pada proses pemurnian dilakukan netralisasi dengan
menambahkan basa (NaOH 20%). Penambahan basa menyebabkan nilai pH MES meningkat dari nilai sebelumnya. Menurut Keenan et al. (1984) pada proses netralisasi terjadi reaksi antara asam dan basa dalam jumlah yang sama secara kimia. Apabila konsentrasi ion H+ telah sama dengan konsentrasi ion OH- maka larutan dikatakan telah menjadi netral. Model persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi untuk menggambarkan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES setelah pemurnian disajikan pada Lampiran 8b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan untuk ketiga taraf kecepatan pengadukan yang memiliki koefisien determinasi terbesar adalah bentuk kuadrat. Kurva perubahan nilai pH MES setelah pemurnian akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 26. Tabel 8. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES setelah pemurnian Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm) 140
160
180
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 6,1852273 b = -0,0010252248 c = -2,969253e-007 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 6,0177273 b = 0,00043656344 c = -2,9304029e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 6,1827273 b = -0,0021833167 c = 4,3012543e-006
Keterangan : Y = nilai pH MES setelah pemurnian X = lama reaksi (menit)
Koefisien determinasi (r2) 0,849
0,850
0,617
62
6,30 6,20
Nilai pH
6,10 6,00 5,90 5,80 5,70 5,60 30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Lama reaksi (menit)
Gambar 26. Kurva perubahan nilai pH MES setelah proses pemurnian akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Koefisien determinasi untuk model persamaan kuadrat hubungan antara lama reaksi dengan nilai pH MES setelah pemurnian pada tingkat kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm berturut-turut adalah 0,849; 0,850 dan 0,617. Dari ketiga model persamaan yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan nilai pH MES setelah pemurnian pada kecepatan pengadukan 160 rpm memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,850. Berdasarkan bentuk kurva dari Gambar 26 terlihat bahwa nilai pH MES setelah proses pemurnian pada ketiga tingkat kecepatan pengadukan yang ada cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu reaksi. Namun demikian jika dibandingkan antara nilai pH sebelum dan setelah pemurnian pada kondisi lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang sama, nilai pH setelah pemurnian cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pH sebelum pemurnian. Nilai rata-rata pH setelah pemurnian dari produk MES yang dihasilkan dalam rentang reaksi selama 6 jam pada perlakuan kecepatan pengadukan 140 rpm, 160 rpm dan 180 rpm berturut-turut adalah 5,97; 5,96 dan 5,97. Hasil analisa keragaman (Lampiran 8c) menunjukkan perlakuan kecepatan pengadukan dan lama reaksi tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan pH MES setelah proses pemurnian begitu juga dengan interaksi antara keduanya tidak
63
memberikan pengaruh terhadap nilai pH MES setelah proses pemurnian. Hal ini berarti proses pemurnian telah menghilangkan pengaruh dari efek perlakuan yang diberikan selama proses sulfonasi sehingga nilai pH MES cenderung seragam.
Warna
Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan oleh panjang gelombang cahaya tersebut (http://id.wikipedia.org/wiki/Warna). Salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan pengukuran warna suatu benda adalah kromameter CR-310. Pengukuran warna bahan dengan alat ini dinyatakan dengan sistem notasi warna hunter (L,a,b). Notasi L menunjukan kecerahan, nilai a dan b menunjukkan jenis dan intensitas atau biasa disebut kromatisitas. Warna bahan dapat ditunjukkan oleh oHue yang diperoleh dari nilai a dan b. Nilai L, a dan b hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 9a. Produk MES yang dihasilkan berada pada kisaran nilai oHue sebesar 0,68o – 0,83o. Kisaran warna tersebut menunjukkan warna ungu kemerahan. Secara visual produk MES yang dihasilkan rata-rata mempunyai warna putih jernih sedikit merah kekuning-kuningan. Tampilan warna produk MES yang dihasilkan disajikan pada Gambar 27.
30’ 60’ 90’ 120’ 150’ 180’ 210’ 240’ 270’ 300’ 330’ 360’
Gambar 27. Tampilan warna produk MES pada berbagai lama reaksi Pada Gambar 28 disajikan grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan dengan kecerahan (L) produk MES. Tingkat kecerahan MES pada berbagai taraf perlakukan yang diteliti berkisar antara 61,90 hingga 66,71 L. Semakin tinggi nilai L maka penampakan produk semakin cerah. Dari Gambar 28, terlihat bahwa tingkat kecerahan produk MES cenderung menurun dengan
64
semakin lamanya waktu reaksi. Kecepatan pengadukan 180 rpm memberikan rata-rata tingkat kecerahan produk MES terkecil yaitu 63,65 L, kemudian kecepatan pengadukan 160 rpm dan berikutnya 140 rpm dengan nilai masingmasing 64,63 L dan 65,32 L. 69,00
Kecerahan (L)
67,00 Kecepatan pengadukan (rpm)
65,00 63,00
140 160 180
61,00 59,00 57,00 55,00 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 28. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan dengan kecerahan produk MES Model persamaan yang diperoleh dari hasil analisis regresi untuk menggambarkan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan kecerahan produk MES disajikan pada Lampiran 9b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan untuk hubungan antara lama reaksi dengan kecerahan produk MES yang memiliki koefisien determinasi terbesar pada ketiga taraf kecepatan pengadukan adalah bentuk kuadrat. Kurva hubungan perubahan kecerahan produk MES akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 29.
65
Tabel 9. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan kecerahan produk MES Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm)
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 66,130682 b = -1,4402264e-005 c = -1,6486291e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 64,909773 b = 0,0012138695 c = -1,0508936e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 65,61 b = -0,012062271 c = 8,1807082e-006
140
160
180
Koefisien determinasi (r2) 0,731
0,858
0,923
Keterangan : Y = kecerahan produk MES (L) X = lama reaksi (menit) 67,0
Kecerahan (L)
66,0 65,0 64,0 63,0 62,0 61,0 30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 29. Kurva perubahan kecerahan MES akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Koefisien determinasi untuk model persamaan kuadrat hubungan antara lama reaksi dengan tingkat kecerahan produk MES pada tingkat kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm berturut-turut adalah 0,731; 0,858 dan 0,923. Model persamaan kuadrat yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan
66
tingkat kecerahan produk MES pada kecepatan pengadukan 180 rpm memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,923.
Berdasarkan bentuk kurva dari
Gambar 25 terlihat bahwa tingkat kecerahan produk pada ketiga tingkat kecepatan pengadukan yang ada cenderung menurun dengan semakin lamanya waktu reaksi. Menurut Saguy dan Pinthus (1995), proses pemanasan dengan suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama pada minyak nabati dapat menyebabkan kerusakan minyak terutama akibat oksidasi termal yang secara fisik ditandai dengan perubahan warna dan bau.
Kondisi proses produksi MES berlangsung pada
kisaran suhu 100oC dalam rentang waktu 6 jam diduga yang menjadi penyebab tingkat kecerahan warna produk MES yang semakin berkurang dengan semakin lamanya waktu reaksi. Namun demikian secara statistik, berdasarkan analisa keragaman (Lampiran 9c) didapatkan bahwa faktor kecepatan pengadukan, lama reaksi dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai kecerahan produk MES.
Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan merupakan suatu fenomena yang terjadi dari adanya ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang berada di permukaan.
Akibat dari ketidakseimbangan gaya tersebut maka
molekul pada permukaan cenderung meninggalkan permukaan (masuk ke dalam cairan) sehingga permukaan cenderung menyusut. Apabila molekul dalam cairan akan pindah ke permukaan untuk memperluas permukaan, maka dibutuhkan usaha untuk mengatasi gaya tarik menarik antar molekul tersebut (Bird, 1993) Tegangan permukaan biasanya dianggap sebagai sifat dari suatu cairan. Salah satu sifat khas yang dimiliki surfaktan adalah kemampuannya untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan. Pengukuran tegangan permukaan antara fase air dan gas atau antara fase air dan senyawa organik merupakan metode yang umum digunakan untuk mendeteksi molekul aktif permukaan. Tegangan permukaan didefinisikan sebagai energi yang diperlukan untuk memperluas permukaan seluas 1 cm2 atau 1 m2, yang umumnya dinyatakan dalam dyne per cm atau mili Newton per m (mN/m).
67
Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan permukaan MES disajikan pada Gambar 30. Dari Gambar 30 terlihat bahwa pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan, penurunan tegangan permukaan MES cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu reaksi. Surfaktan dinilai semakin baik apabila memiliki penurunan tegangan permukaan yang semakin tinggi.
Hal ini menunjukkan
kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan air semakin besar. Pengukuran tegangan permukaan dengan metode Tensiometer du Nuoy menunjukkan tegangan permukaan sebelum ditambahkan MES adalah sebesar 50 dyne/cm. Penambahan MES menghasilkan nilai tegangan permukaan air yang berkisar antara 22,25 dyne/cm hingga 17,10 dyne/cm. Dengan demikian terjadi penurunan tegangan permukaan yang berkisar antara 27,75 dyne/cm (55,50 %) hingga 32,90 dyne/cm (65,80 %). Rata-rata penurunan tegangan permukaan pada perlakuan pengadukan dengan kecepatan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah 180 rpm (31,16 dyne/cm atau 62,32%), 160 rpm (30,84 dyne/cm atau 61,68%) kemudian 140 rpm (30,07 dyne/cm atau 60,14%). Data hasil pengukuran
Penurunan tegangan permukaan (dyne/cm)
penurunan tegangan permukaan MES disajikan pada Lampiran 10a. 34,0 33,0 32,0
Kecepatan pengadukan (rpm)
31,0 30,0
140 160 180
29,0 28,0 27,0 26,0 25,0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 30. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan permukaan
68
Model persamaan hasil analisis regresi untuk hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan kemampuan menurunan tegangan permukaan disajikan pada Lampiran 10b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 10.
Hasil analisa regresi
menunjukan bahwa model persamaan untuk ketiga tingkat kecepatan pengadukan yang memberikan koefisien determinasi terbesar adalah adalah bentuk kuadrat. Kurva perubahan penurunan tegangan permukaan akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 31. Tabel 10. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan permukaan Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm) 140
160
180
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 26,180455 b = 0,033834332 c = -5,5483405e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,794318 b = 0,030955295 c = -6,1396936e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,748409 b = 0,033190393 c = -6,2728938e-005
Koefisien determinasi (r2) 0,870
0,801
0,913
Keterangan : Y = penurunan tegangan permukaan MES (dyne/cm) X = lama reaksi (menit)
Berdasarkan bentuk kurva dari masing-masing perlakuan dari Gambar 31, terlihat bahwa penurunan tegangan permukaan cenderung mengalami peningkatan pada kisaran waktu 30 sampai 270 menit dan kemudian cenderung mengalami penurunan setelah periode waktu tersebut. Dari ketiga model persamaan yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan lama reaksi dengan penurunan tegangan permukaan pada kecepatan pengadukan 180 rpm dianggap paling mendekati dan mewakili gambaran data yang ada. Model ini memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,913.
Model berikutnya adalah model
persamaan untuk perlakuan kecepatan pengadukan 140 rpm lalu 160 rpm dengan
69
koefisien determinasi masing-masing adalah 0,870 dan 0,801.
Penurunan tegangan permukaan (dyne/cm)
34,0 33,0 32,0 31,0 30,0 29,0 28,0 27,0 30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 31. Kurva perubahan penurunan tegangan permukaan akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Produk MES yang dihasilkan berkaitan erat dengan reaksi kimia yang terjadi antara metil ester dan NaHSO3. Reaksi kimia terjadi akibat adanya tumbukan antara molekul-molekul dari zat yang bereaksi. Namun demikian tidak semua tumbukan-tumbukan molekul-molekul tersebut yang efektif menghasilkan reaksi. Hanya molekul-molekul atau fraksi molekul yang memiliki energi kinetik melebihi energi aktivasi yang dapat menghasilkan tumbukan yang efektif sehingga mampu bereaksi. Menurut Petrucci (1992) energi aktivasi merupakan energi yang harus dimiliki oleh molekul sehingga mampu bereaksi. Dengan demikian molekulmolekul yang akan bereaksi tersebut harus memiliki energi kinetik yang besar yang melebihi energi aktivasinya sehingga dapat membentuk kompleks teraktifkan dan kemudian terurai menjadi molekul-molekul hasil reaksi. Steinfeld (1989) menambahkan peningkatan suhu dapat mempercepat laju reaksi dengan meningkatkan jumlah fraksi molekul yang mencapai energi aktivasi. Pengadukan dapat mempercepat laju reaksi karena pengadukan dapat menambah luas permukaan bidang sentuh antara perekasi yang berbeda fase
70
(reaksi heterogen), sedangkan lama reaksi mempengaruhi jumlah produk yang terbentuk. Secara umum semakin lama waktu interaksi antara pereaksi maka akan menghasilkan produk yang semakin banyak, namun akan konstan pada suatu waktu tertentu. Kecepatan pengadukan dan lama reaksi memberikan pengaruh terhadap jumlah porduk MES yang dihasilkan.
Kecepatan pengadukan yang semakin
tinggi dan lama reaksi yang semakin panjang akan menyebabkan produk MES yang dihasilkan semakin banyak. Produk MES yang semakin banyak ditunjukan dengan semakin tingginya nilai penurunan tegangan permukaan. Kemampuan penurunan tegangan permukaan yang lebih besar terjadi pada MES dengan perlakuan kecepatan pengadukan 180 rpm dan lama reaksi di atas 150 menit. Analisa sidik ragam (Lampiran 10c) menunjukkan bahwa faktor kecepatan pengadukan memberikan pengaruh nyata dan lama reaksi memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai penurunan tegangan permukaan. Interaksi perlakuan antara kecepatan pengadukan dan lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap penurunan tegangan permukaan. Uji lanjut terhadap kecepatan pengadukan (Lampiran 10d) memperlihatkan bahwa kecepatan pengadukan 160 dan 180 rpm memiliki pengaruh yang sama dalam menghasilkan MES dalam hal kemampuannya menurunkan tegangan permukaan. Kecepatan pengadukan 160 dan 180 rpm menghasilkan MES dengan kemampuan menurunkan tegangan permukaan lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada kecepatan pengadukan 140 rpm. Uji lanjut terhadap lama reaksi (Lampiran 10e) menunjukkan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 120 menit memberikan kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang sama, demikin juga MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 150 – 360 menit. Namun demikian MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 150 – 360 menit memberikan kemampuan menurunkan tegangan permukaan yang lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 120 menit.
71
Tegangan Antarmuka
Tegangan antarmuka merupakan gaya yang timbul akibat adanya kontak permukaan antara dua cairan yang memiliki derajat polaritas yang berbeda. Penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan antarmuka diantara dua cairan yang berbeda derajat polaritasnya tersebut. Nilai tegangan antarmuka dilihat dari kemampuan surfaktan menurunkan tegangan antarmuka antara air (polar) dan xylene (nonpolar). Hasil pengukuran tegangan antarmuka air-xylene memberikan nilai sebesar 40 dyne/cm. Penambahan MES mampu menurunkan tegangan antarmuka airxylene dari 12,00 dyne/cm hingga 8,15 dyne/cm.
Dengan demikian terjadi
penurunan tegangan antarmuka dengan kisaran 28,00 dyne/cm hingga 31,85 dyne/cm. Bila dipersentasekan maka penurunan tegangan antarmuka air-xylene setelah penambahan MES adalah 70,00 hingga 79,63 %. Perlakuan pengadukan pada kecepatan 160 rpm memberikan rata-rata penurunan tegangan antarmuka terbesar yaitu 30,23 dyne/cm (75,58%). Berikutnya pada perlakuan kecepatan pengadukan 180 rpm kemudian 140 rpm dengan masing-masing nilai rata-rata penurunan tegangan antarmuka adalah 30,04 dyne/cm (75,09%) dan 29,59 dyne/cm (73,98%). Data hasil pengukuran penurunan tegangan antarmuka MES yang dihasilkan disajikan pada Lampiran 11a.
Grafik hubungan antara lama
reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan antarmuka dapat dilihat pada Gambar 32. Dari Gambar 32 terlihat bahwa pada berbagai taraf kecepatan pengadukan, dengan semakin lamanya waktu reaksi maka penurunan tegangan antarmuka cenderung semakin meningkat.
Kemampuan surfaktan dalam menurunkan
tegangan antarmuka air-xylene secara umum disebabkan karena struktur khas surfaktan yang memiliki dua gugus fungsi yang berbeda dalam satu molekul yang sama, yaitu gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik.
Surfaktan tersebut akan
membentuk suatu lapisan diantara kedua cairan (air dan xylene). Gugus hidrofilik pada surfaktan mempunyai kelarutan yang baik dengan air (polar), sedangkan gugus hidofobiknya mempunyai kelarutan yang baik pada xylene (nonpolar) sehingga dapat menurunkan tegangan antarmuka pada kedua cairan tersebut. Tegangan antarmuka yang semakin kecil memungkinkan terbentuknya emulsi dan
72
33,00 32,00 Kecepatan pengadukan (rpm)
31,00 30,00
140 160 180
29,00 28,00 27,00
12 0 15 0 18 0 21 0 24 0 27 0 30 0 33 0 36 0
90
60
26,00
30
Penurunan tegangan antarmuka (dyne/cm)
meningkatkan kestabilan emulsi (Hasenhuetti, 2000)
Lama reaksi (menit)
Gambar 32. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan antarmuka Model persamaan hasil analisis regresi untuk hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan antarmuka disajikan pada Lampiran 11b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 11.
Hasil analisa regresi
menunjukan bahwa model persamaan untuk hubungan antara lama reaksi dengan penurunan tegangan antarmuka yang memiliki koefisien determinasi terbesar pada taraf kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm adalah bentuk kuadrat. Kurva perubahan penurunan tegangan antarmuka akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 33. Koefisien determinasi untuk model persamaan kuadrat hubungan antara lama reaksi dengan penurunan tegangan antarmuka pada tingkat kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm berturut-turut adalah 0,836; 0,844 dan 0,823. Dari ketiga model persamaan yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan penurunan tegangan permukaan pada kecepatan pengadukan 160 rpm memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,844.
73
Tabel 11. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan antarmuka Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm)
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,333864 b = 0,018769314 c = -2,8746254e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,597727 b = 0,023061938 c = -3,8184038e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,607955 b = 0,021585498 c = -3,6505162e-005
140
160
180
Koefisien determinasi (r2) 0,836
0,844
0,823
Keterangan : Y = penurunan tegangan antarmuka MES (dyne/cm) X = lama reaksi (menit)
Penurunan tegangan antarmuka (dyne/cm)
33,0 32,0 31,0 30,0 29,0 28,0 27,0 30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 33. Kurva perubahan penurunan tegangan antarmuka akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Berdasarkan bentuk kurva dari Gambar 33 terlihat bahwa penurunan tegangan permukaan pada ketiga perlakuan pengadukan mengalami peningkatan pada selang waktu 30 sampai 330 menit kemudian cenderung mengalami penurunan setelah selang waktu tersebut. Nilai peningkatan penurunan tegangan
74
antarmuka menunjukkan pola yang hampir sama dengan penurunan tegangan permukaan. Semakin tinggi penurunan tegangan permukaan, maka penurunan tegangan antarmuka juga akan semakin tinggi. Penurunan tegangan antarmuka dapat menunjukan jumlah produk MES yang terbentuk. Penurunan tegangan antarmuka yang semakin besar menunjukkan MES terbentuk semakin banyak. Secara statistika, hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa perlakuan kecepatan pengadukan, lama reaksi dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kemampuan MES dalam menurunkan tegangan antarmuka (Lampiran 11c).
Stabilitas Emulsi
Pada penelitian ini kemampuan surfaktan dalam mempertahankan stabilitas emulsi pada suatu fasa yang terdiri dari dua cairan yang memiliki polaritas yang berbeda dilakukan dengan mencampurkan surfaktan sebanyak 10% pada air dan xylene dengan perbandingan 3:2. Sistem emulsi secara umum merupakan suatu sistem yang tidak stabil, masing-masing partikel cenderung untuk kembali bergabung dengan partikel lainnya yang sejenis. Penambahan surfaktan diharapkan mampu mempertahankan sistem emulsi yang terbentuk antara air dan xylene.
Fungsi surfaktan dalam sistem emulsi ini adalah untuk menurunkan
tegangan permukaan antara air yang bersifat polar dan xylene yang bersifat non polar sehingga keduanya mudah membentuk emulsi. Pengukuran stabilitas emulsi dilakukan dengan mengukur stabilitas campuran air-xylene sebelum dan setelah ditambahkan surfaktan.
Stabilitas
emulsi dihitung sebagai persen pemisahan emulsi selama 24 jam dari sistem emulsi yang terbentuk. Kemampuan surfaktan dalam mempertahankan emulsi diperlihatkan dengan semakin besarnya persen emulsi air-xyelne yang terbentuk. Penambahan MES kedalam campuran air-xylene ternyata mampu memberikan kestabilan emulsi yang bekisar antara 72,25 hingga 76,25%. Rata-rata stabilitas emulsi MES pada perlakuan kecepatan pengadukan 180 rpm memberikan nilai terbesar yaitu 74,65%. Selanjutnya perlakuan dengan kecepatan pengadukan 140 rpm dengan nilai stabilitas emulsi 74,58% dan kemudian perlakuan dengan kecepatan pengadukan 160 rpm dengan nilai stabilitas emulsi 73,78%. Data hasil
75
pengukuran stabilitas emulsi MES yang dihasilkan disajikan pada Lampiran 12a. Pada Gambar 34 disajikan grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi. 77,00 Stabilitas emulsi (%)
76,00 75,00
Kecepatan pengadukan (rpm)
74,00
140 160 180
73,00 72,00 71,00 70,00 69,00 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 34. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi Model persamaan hasil analisis regresi untuk hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi disajikan pada Lampiran 12b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan untuk hubungan antara lama reaksi dengan stabilitas emulsi yang memiliki koefisien determinasi terbesar pada taraf kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm adalah bentuk kuadrat. Kurva perubahan stabilitas emulsi akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 35. Koefisien determinasi untuk model persamaan kuadrat hubungan antara lama reaksi dengan stablitas emulsi pada tingkat kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm berturut-turut adalah 0,899; 0,924 dan 0,899.
Dari ketiga model
persamaan yang ada, model persamaan kuadrat yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan stabilitas emulsi pada kecepatan pengadukan 160 rpm memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,924.
76
Tabel 12. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm)
Koefisien determinasi (r2)
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 71,136364 b = 0,039778555 c = -8,8578089e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 72,228409 b = 0,00049825175 c = 2,9817405e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 71,770455 b = 0,031354479 c = -6,6350316e-005
140
160
180
0,899
0,924
0,899
Keterangan : Y = stabilitas emulsi MES (%) X = lama reaksi (menit) 77,0
Stabilitas emulsi (%)
76,0 75,0 74,0 73,0 72,0 71,0 30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Lama reaksi (menit)
Gambar 35. Kurva perubahan stabilitas emulsi akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Peningkatan kecepatan pengadukan dan lama reaksi yang semakin panjang dapat meningkatkan reaksi sulfonasi yang terjadi sehingga MES yang terbentuk menjadi lebih banyak. Berdasarkan bentuk kurva dari Gambar 35, stabilitas emulsi pada ketiga perlakukan pengadukan cenderung meningkat dengan semakin
77
lamanya waktu reaksi.
Stabilitas emulsi pada ketiga perlakuan pengadukan
mengalami peningkatan pada selang waktu 30 sampai 210 menit kemudian cenderung mengalami penurunan setelah selang waktu tersebut, kecuali untuk taraf kecepatan pengadukan 160 rpm terus mengalami peningkatan. Menurut Bird, (1993) stabilitas emulsi ini berhubungan dengan kinerja dari bahan pengemulsi yaitu dalam pembentuk suatu lapisan antarmuka dengan elastisitas yang tinggi pada batas antara kedua cairan.
Lapisan ini akan mengurangi
terjadinya penggabungan butiran-butiran sebagai akibat tumbukan antar droplet emulsi yang berbeda jenisnya dan oleh karenanya akan memberikan kestabilan terhadap sistem emulsi tersebut Hasil analisa keragaman (Lampiran 12c) menunjukkan bahwa faktor kecepatan pengadukan dan lama reaksi selama proses sulfonasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kemampuan MES dalam menstabilkan emulsi.
Interaksi antara kedua perlakukan juga memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap kemampuan MES dalam menstabilkan emulsi. Uji lanjut terhadap kecepatan pengadukan (Lampiran 12d) memperlihatkan bahwa kecepatan pengadukan 140 dan 180 rpm memiliki pengaruh yang sama dalam menghasilkan MES dalam hal kemampuannya menstabilkan emulsi. Kecepatan pengadukan 140 dan 180 rpm menghasilkan MES dengan kemampuan menstabilkan emulsi lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada kecepatan pengadukan 160 rpm. Uji lanjut terhadap lama reaksi (Lampiran 12e) menunjukkan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 150 menit memberikan kemampuan menstabilkan emulsi yang sama, demikin juga MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 150 – 360 menit. MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 150 – 360 menit memberikan kemampuan menstabilkan emulsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 120 menit.
78
Stabilitas Busa
Kemampuan membentuk busa dalam air merupakan salah satu sifat khas yang dimiliki surfaktan. Stabilitas busa merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan busa. Stabilitas busa yang dimiliki surfaktan dapat diukur dengan melihat lamanya campuran surfaktan dengan air berada dalam bentuk busa. Dalam penelitian ini proses pembusaan dilakukan dengan cara menambahkan surfaktan ke dalam air sambil dilakukan pengocokan pada selang waktu tertentu. Busa merupakan dispersi gas dalam cairan atau padatan.
Menurut
Hasenhuetti (2000) surfaktan yang berada pada antarmuka air-udara, dengan gugus hidrofiliknya terikat pada fase air dan gugus hidrofobiknya memanjang pada bagian fase gas, ketika mengalami suatu perlakukan tertentu seperti pengadukan atau pengocokan maka pada saat fase gas terpecah akan terbentuk busa. Pada keadaan ini air merupakan media polar dan udara media nonpolar. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas busa dapat dilihat pada Gambar 36.
Stabilitas busa (jam)
9,00 8,00 Kecepatan pengadukan (rpm)
7,00 6,00
140 160 180
5,00 4,00 3,00 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 36. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas busa Hasil pengukuran stabilitas busa produk MES memberikan kisaran nilai 4,63 sampai 8,06 jam. Nilai rata-rata stabilitas busa terbesar dihasilkan pada perlakuan kecepatan pengadukan 180 rpm yaitu 7,42 jam.
Diikuti dengan perlakuan
kecepatan pengadukan 160 rpm yang menghasilkan nilai rata-rata stabilitas busa 6,37 jam, kemudian perlakuan pengadukan 140 rpm dengan nilai rata-rata
79
stabilitas busa 5,53 jam. Data hasil pengukuran stabilitas emulsi disajikan pada Lampiran 13a, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 13. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan untuk ketiga tingkat kecepatan pengadukan yang memberikan koefisien determinasi terbesar adalah adalah bentuk kuadrat.
Model persamaan hasil
analisis regresi untuk hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas busa disajikan pada Lampiran 13b. Kurva perubahan stabilitas busa akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 37. Tabel 13. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas busa Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm) 140
160
180
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 4,5234091 b = 0,0053344156 c = -7,4092574e-007 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,5147727 b = -0,0010283883 c = 2,1742147e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,7888636 b = 0,014754329 c = -2,543845e-005
Koefisien determinasi (r2) 0,853
0,887
0,919
Keterangan : Y = stabilitas busa MES (jam) X = lama reaksi (menit)
Berdasarkan bentuk kurva dari Gambar 37,
kecenderungan yang terjadi
adalah stabilitas busa pada ketiga perlakukan pengadukan akan meningkat dengan semakin lamanya waktu reaksi. Koefisien determinasi untuk model persamaan kuadrat hubungan antara lama reaksi dengan stablitas busa dengan lama reaksi pada tingkat kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm berturut-turut adalah 0,853; 0,887 dan 0,919. Dari ketiga model persamaan yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan stabilitas busa pada
80
kecepatan pengadukan 180 rpm memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,919.
Stabilitas busa yang dihasilkan pada taraf perlakuan kecepatan
pengadukan 140 dan 160 rpm terus meningkat dengan semkin lamanya waktu reaksi, namun untuk taraf perlakuan kecepatan pengadukan 180 stabilitas busa cenderung meningkat pada selang waktu reaksi 30 – 270 menit kemudian sedikit menurun setelah selang waktu tersebut. 8,50
Stabilitas busa (jam)
8,00 7,50 7,00 6,50 6,00 5,50 5,00 4,50 4,00 30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 37. Kurva perubahan stabilitas busa akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Kecepatan pengadukan yang semakin tinggi dan lama reaksi yang semakin panjang cenderung meningkatkan nilai stabilitas busa. Nilai stabilitas busa diduga dipengaruhi oleh jumlah surfaktan yang terbentuk pada saat proses sulfonasi. Semakin banyak surfaktan yang dihasilkan, maka semakin besar kemampuan surfaktan dalam meningkatkan nilai stabilitas busa. Berdasarkan hasil analisa keragaman terhadap stabilitas busa diperoleh bahwa perlakukan kecepatan pengadukan dan lama reaksi memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap
kemampuan MES membentuk dan mempertahankan busa (stabilitas busa). Namun interaksi antara kedua perlakuan (kecepatan pengadukan dan lama reaksi) tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap stabilitas busa (Lampiran 13c). Uji lanjut terhadap kecepatan pengadukan (Lampiran 13d) memperlihatkan bahwa kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm memberikan pengaruh yang
81
berbeda dalam menghasilkan MES dalam hal kemampuannya membentuk dan mempertahankan busa. Kecepatan pengadukan yang menghasilkan MES dengan kemampuan stabilitas busa dari yang terbesar ke yang terkecil adalah 180, 160 lalu 140 rpm. Uji lanjut terhadap lama reaksi (Lampiran 13e) menunjukkan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 180 menit memberikan kemampuan stabilitas busa yang sama, demikin juga MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 210 – 360 menit. Namun demikian MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 210 – 360 menit memiliki kemampuan stabilitas busa yang lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 180 menit.
Daya Deterjensi
Pengukuran daya deterjensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam membersihkan kotoran yang berupa lemak atau minyak yang menempel pada kain.
Pengujian dilakukan dengan cara meneteskan bahan
pengotor pada kain putih. Kain tersebut selanjutnya dicuci dengan menambahkan sejumlah surfaktan ke dalam air cucian. Kemampuan suatu surfaktan dalam membersihkan pengotor ini menurut Kirk dan Othmer (1969) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) jenis dan komposisi pengotor secara kimia dan fisik, (2) suhu pada saat proses pencucian, (3) lama setiap tahapan proses pencucian, (4) jenis dan metode pencucian yang digunakan, (5) jumlah pengotor yang terdapat dalam sistem, (6) jenis dan jumlah surfaktan yang digunakan. Pada proses pencucian, tetesan kotoran yang berupa minyak yang menempel pada kain akan diikat oleh molekul-molekul surfaktan. Surfaktan akan mengelilingi kotoran pada kain yang mengandung minyak pada bagian hidrofobiknya.
Bagian surfaktan yang bermuatan (gugus hidrofilik) akan
mengikat lemak atau minyak pada kain sehingga menyebabkan kotoran menjadi bermuatan dan menghalanginya kembali menempel pada kain. Pada saat pembilasan, kotoran yang dikelilingi oleh surfaktan ini akan terikat dan terbuang bersamaan dengan air bilasan, sehingga kain akan menjadi bersih kembali.
82
Daya deterjensi MES dilakukan dengan mengukur jumlah lemak yang mampu dilepaskan dari kain yang terkotori lemak atau minyak. Setelah melalui proses perendaman dan pencucian, kekeruhan larutan sebagai indikasi larutnya pengotor lemak pada larutan surfaktan diukur dengan menggunakan metode spektroskopi pada panjang gelombang 450 nm. Hasil pengujian daya deterjensi MES yang ditunjukkan dengan tingkat kekeruhan berkisar antara 0,101 hingga 0,296 A (absorbansi). Semakin besar tingkat kekeruhan yang dihasilkan, maka semakin besar kemampuan produk surfaktan tersebut dalam melarutkan minyak/lemak. Data hasil pengukuran daya deterjensi disajikan pada Lampiran 14a.
Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan
pengadukan dengan daya deterjensi disajikan pada Gambar 38. 0,35
Kekeruhan (A)
0,30 Kecepatan pengadukan (rpm) 140
0,25 0,20 0,15
160
0,10
180
0,05 0,00 30
60
90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 38. Grafik hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan tingkat kekeruhan Dari Gambar 38, terlihat bahwa daya deterjensi produk MES
yang
ditunjukkan dengan tingkat kekeruhan cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu reaksi.
Perlakuan pada kecepatan pengadukan 180 rpm
memberikan rata-rata tingkat kekeruhan terbesar yaitu 0,252 A, kemudian diikuti oleh perlakuan pada kecepatan pengadukan 140 rpm dan berikutnya 160 rpm dengan nilai masing-masing 0,198 A dan 0,199 A. Model persamaan hasil analisis regresi untuk hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan tingkat kekeruhan disajikan pada Lampiran 14b, sedangkan model persamaan yang memberikan nilai
83
koefisien determinasi terbesar dari setiap taraf perlakuan kecepatan pengadukan dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil analisa regresi menunjukan bahwa model persamaan untuk hubungan antara lama reaksi dengan daya deterjensi yang memiliki koefisien determinasi terbesar pada taraf kecepatan pengadukan 140, 160 dan 180 rpm adalah bentuk kuadrat. Tabel 14. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan tingkat kekeruhan Perlakuan Kec. Pengadukan (rpm)
Model Persamaan Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 0,063636364 b = 0,0012461205 c = -2,2077922e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 0,18036364 b = -0,0001951049 c = 1,1421911e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 0,14556818 b = 0,0010916833 c = -2,1886447e-006
140
160
180
Koefisien determinasi (r2) 0,901
0,837
0,903
Keterangan : Y = tingkat kekeruhan MES (A) X = lama reaksi (menit)
Dari ketiga model persamaan kuadrat yang ada, model persamaan yang menggambarkan hubungan antara lama reaksi dengan daya deterjensi pada kecepatan pengadukan 180 rpm dianggap paling mendekati dan mewakili gambaran data yang ada. Model ini memberikan koefisien determinasi terbesar yaitu 0,903.
Model berikutnya adalah model persamaan untuk perlakuan
kecepatan pengadukan 140 rpm lalu 160 rpm dengan koefisien determinasi masing-masing adalah 0,901 dan 0,837.
Kurva perubahan tingkat kekeruhan
akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ditampilkan pada Gambar 39.
84
0,35
Kekeruhan (A)
0,30 0,25 0,20 0,15 0,10 0,05 0,00 30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Lama reaksi (menit)
Gambar 39. Kurva perubahan tingkat kekeruhan akibat lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan ( : v = 140 rpm; : v = 160 rpm; : v = 180 rpm) Berdasarkan bentuk kurva dari masing-masing perlakuan pada Gambar 39, terlihat bahwa setiap perlakuan memiliki nilai daya deterjensi yang berbeda. Daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan cenderung semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu reaksi.
Semakin tinggi tingkat
kekeruhan yang dihasilkan berarti semakin banyak surfaktan MES yang terbentuk. Daya deterjensi yang dihasilkan pada taraf perlakuan kecepatan pengadukan 140 dan 180 rpm cenderung meningkat pada selang waktu reaksi 30 – 270 menit kemudian sedikit menurun setelah selang waktu tersebut. Daya deterjensi yang dihasilkan pada taraf perlakuan kecepatan pengadukan 160 cenderung stabil pada selang waktu reaksi 30 – 150 menit kemudian meningkat setelah selang waktu tersebut. Hasil analisa keragaman (Lampiran 14c) memperlihatkan bahwa perlakuan kecepatan pengadukan dan lama reaksi memberikan pengaruh nyata terhadap daya deterjensi MES. Interaksi antara kedua perlakuan (kecepatan pengadukan dan lama reaksi) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap daya deterjensi MES. Uji lanjut terhadap pengaruh kecepatan pengadukan menunjukkan MES yang dihasilkan pada kecepatan pengadukan 140 dan 160 rpm memberikan pengaruh yang sama terhadap daya deterjensi yang dihasilkan.
Perlakuan kecepatan
85
pengadukan 180 rpm memberikan pengaruh yang paling besar terhadap daya deterjensi MES yang dihasilkan (Lampiran 14d). Uji lanjut terhadap pengaruh lama reaksi menunjukkan lama reaksi pada selang 180 - 360 menit menghasilkan daya deterjensi MES yang lebih besar jika dibandingkan dengan MES yang dihasilkan pada selang lama reaksi 30 – 150 menit (Lampiran 14e).
Penentuan Kondisi Proses Produksi MES
Penentuan
kondisi
proses
sulfonasi
yang
dapat
digunakan
untuk
memproduksi MES dengan menggunakan reaktor sulfonasi yang ada dilakukan dengan pendekatan mencari nilai optimum dari masing-masing parameter produk yang ada. Metode regresi berganda digunakan untuk melihat pengaruh linier dan kuadratik dari dua variabel bebas yaitu perlakuan lama reaksi (x1) dan kecepatan pengadukan (x2) terhadap variabel respon yang diamati (y) yang akan memberikan nilai optimum. Hasil analisa terhadap variabel respon yang ada, hanya parameter penurunan tegangan permukaan yang mempunyai nilai optimum (Lampiran 10f). Parameter yang lain tidak memberikan nilai optimum atau nilai optimumnya berada di luar kisaran perlakuan lama reaksi dan kecepatan pengadukan yang diteliti (Lampiran 7f, 8d, 9d, 11d, 12f, 13f, 14f). Dari hasil perhitungan diperoleh model grafik seperti pada Gambar 40 dan Gambar 44, sedangkan analisis statistik model disajikan pada Lampiran 15. Hasil perhitungan diperoleh model persamaan untuk grafik tersebut adalah sebagai berikut : Y = 6,13 + 2,21E-01X1 + 4,65E-02X2 - 5,55E-04(X1)2 - 5,98E-05(X2)2 – 8,66E-05X1X2
Gambar 40. Respon permukaan dari peubah kecepatan pengadukan (X1) dan lama pengadukan (X2) terhadap nilai penurunan tegangan permukaan (Y)
86
Gambar 41. Analisa kontur respon permukaan dari peubah kecepatan pengadukan (X1) dan lama reaksi (X2) terhadap penurunan tegangan permukaan (Y) Hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai penurunan tegangan permukaan yang optimum dicapai pada nilai 32,04 dyne/cm yaitu pada saat kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan lama reaksi 258,6 menit (4,3 jam). Contoh produk akhir MES yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 42. Produk akhir MES Selanjutnya untuk mencari prediksi nilai parameter produk MES yang lain pada kondisi proses yang ada, digunakan model dari persamaan regresi yang sudah diketahui.
Dengan melakukan pendekatan bahwa pada kondisi proses
produksi MES adalah pada kecepatan pengadukan 179,6 rpm ≈180 rpm dan lama reaksi 258,9 menit ≈ 260 menit maka model persamaan regresi pada kecepatan pengadukan 180 rpm dari setiap parameter produk MES yang ada dapat digunakan. Kondisi proses produksi MES yang sudah didapat ini juga kemudian divalidasi dengan melakukan kembali proses produksi MES menggunakan reaktor sulfonasi yang ada pada kondisi proses kecepatan pengadukan 179,6 rpm ≈180
87
rpm dan lama reaksi 258,9 menit ≈ 260 menit.
Hasil perhitungan prediksi nilai
untuk parameter produk MES berdasarkan model persamaan yang ada dan hasil validasi yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Prediksi dan hasil validasi nilai parameter produk MES No 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Produk MES pH sebelum pemurnian pH sesudah pemurnian Kecerahan
Penurunan tegangan permukaan Penurunan tegangan antarmuka Stabilitas emulsi Stabilitas busa Daya deterjensi
Model Persamaan hubungan lama reaksi pada kecepatan pengadukan 180 rpm Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,8290909 b = -0,0077001332 c = 2,6140526e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 6,1827273 b = -0,0021833167 c = 4,3012543e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 65,61 b = -0,012062271 c = 8,1807082e-006 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,748409 b = 0,033190393 c = -6,2728938e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 27,607955 b = 0,021585498 c = -3,6505162e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 71,770455 b = 0,031354479 c = -6,6350316e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 5,7888636 b = 0,014754329 c = -2,543845e-005 Kuadrat: y=a+bx+cx^2 a = 0,14556818 b = 0,0010916833 c = -2,1886447e-006
Lama Reaksi (x)
Nilai Parameter (y)
Hasil validasi
260 menit
4,00
3,60
260 menit
5,90
5,94
260 menit
63,02 L
62,80 L
260 menit
32,14 dyne/cm
31,80 dyne/cm
260 menit
30,75 dyne/cm
30,55 dyne/cm
260 menit
75,44 %
74,95 %
260 menit
7,90 jam
8,29 jam
260 menit
0,28 A
0,27 A
88
Analisis Finansial
Analisis finansial dalam suatu kelayakan usaha dapat memberikan informasi mengenai kriteria kelayakan industri secara finansial, proyeksi kebutuhan dana ketika suatu industri akan didirikan, proyeksi keadaan keuangan suatu industri ketika industri itu sudah berproduksi, dan hal-hal lain ditinjau dari segi finansial. Analisis finansial yang disajikan dalam mengukur kelayakan industri MES ini meliputi kebutuhan biaya investasi, modal kerja, biaya produksi, biaya operasional, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas serta kajian terhadap parameter kelayakan investasi. Dalam perhitungan aspek finansial ini asumsi-asumsi yang digunakan adalah : 1. Kapasitas produksi yang direncanakan 150.000 liter MES per bulan. 2. Harga jual produk ditetapkan Rp 24.500,-/liter. 3. Seluruh barang yang diproduksi habis terjual dan pembayaran hasil penjualan dilakukan pada tahun itu juga. 4. Berbagai kombinasi harga untuk seluruh item dianggap konstan selama dilakukan pengkajian. 5. Umur proyek ditetapkan selama 10 tahun. 6. Tingkat suku bunga pinjaman yang digunakan adalah 16 persen/tahun dengan grace periode pokok pinjaman adalah satu tahun dan grace periode bunga pinjaman adalah satu tahun. 7. Lama pembangunan pabrik dan uji coba produksi adalah 1 tahun dan dihitung sebagai tahun ke-0. Kapasitas produksi tahun pertama adalah 60%. Kapasitas produksi pada tahun kedua adalah 80%, tahun-tahun selanjutnya kapasitas produksi adalah 100%. Perhitungan kebutuhan biaya berdasarkan: ¾ Rendemen produk
: 95%
¾ Lama operasi pabrik : 24 jam per hari, 25 hari per bulan ¾ Hari beroperasi
: 300 hari pertahun
8. Perbandingan antara modal sendiri dengan modal pinjaman (debt equity ratio) adalah 30% modal sendiri dan 70% modal pinjaman. 9. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dengan nilai sisa (salvage velue) untuk semua peralatan adalah 10 persen.
89
10. Besar pajak ditentukan berdasarkan Undang-undang Pajak no. 17 tahun 2000, yaitu sebagai berikut : ¾ Jika pendapatan < Rp 50.000.000,- maka 10% x pendapatan ¾ Jika Rp 50.000.000,- < pendapatan < Rp 100.000.000,- maka (10% x Rp
50.000.000,-) + (15% x (pendapatan- Rp 50.000.000,-)) ¾ Jika pendapatan > Rp 100.000.000,- maka (10% x Rp 50.000.000,-) +
(15% x (pendapatan- Rp 50.000.000,-)) + (30% x (pendapatan- Rp 100.000.000,-)) Kebutuhan Dana Investasi
Dana investasi yang dibutuhkan untuk membangun industri MES ini meliputi investasi tetap dan modal kerja. Investasi tetap terdiri dari biaya pra oprasional, pekerjaan sipil dan struktur, pengadaan mesin dan peralatan, dan kendaraan operasional. Pabrik surfaktan MES yang akan didirikan menggunakan asumsi disain rancangan dasar proses produksi MES yang disajikan pada Lampiran 16. Total kebutuhan dana investasi sebesar Rp 28.123.707.895,- (Tabel 17). Perincian kebutuhan dana investasi disajikan pada Lampiran 17, sedangkan nilai depresiasi bangunan, mesin peralatan dan kendaraan disajikan pada Lampiran 18. Kebutuhan dana investasi ini akan disediakan melalui pinjaman dari bank dan modal sendiri. Perbandingan antara pinjaman bank dengan modal sendiri (debt equity ratio) adalah 70% : 30%. Dari total kebutuhan biaya investasi yang merupakan pinjaman bank adalah Rp 19.686.595.526,- dan yang merupakan modal sendiri adalah sebesar Rp 8.437.112.368,- dengan tingkat suku bunga pinjaman sebesar 16% per tahun. Skema pengembalian modal pinjaman dapat dilihat pada Lampiran 19.
90
Tabel 16. Kebutuhan dana investasi pendirian industri MES No. A. 1 2 3 4
B
Jenis Investasi Tetap Pra Operasional Pekerjaan Sipil dan Struktur Mesin dan Peralatan Kendaraan Operasional Total A
Biaya (Rp)
325.000.000 5.765.000.000 7.950.000.000 438.000.000 14.478.000.000
Modal Kerja Total B
13.645.707.895 13.645.707.895
Total Investasi (A+B)
28.123.707.895
Volume Produksi dan Biaya Produksi
Proyek dimulai pada tahun ke-0 dan mulai berproduksi pada tahun ke-1 dengan kapasitas 60 persen dari total kapasitas, tahun ke-2 berproduksi 80 persen dari total kapasitas dan tahun ke-3 dan seterusnya pabrik berproduksi penuh. Volume produksi industri MES pada kapasitas penuh adalah 1.800 KLiter/tahun atau 150Kliter/bulan dengan nilai penerimaan dari penjualan MES sebesar Rp 44.100.000.000,-. Secara rinci, volume produksi dan nilai penjualan dari industri MES ini disajikan pada Lampiran 20. Biaya bahan baku yang dibutuhkan terdiri dari biaya bahan baku utama, bahan pembantu dan bahan kemasan. Kebutuhan biaya bahan baku industri MES pada kapasitas penuh adalah sebesar Rp 22.489.815.789,- per tahun. Biaya bahan baku industri MES ini disajikan pada Lampiran 21. Biaya Operasional
Biaya operasional terdiri dari biaya operasional tetap dan biaya operasional tidak tetap.
Biaya operasional tetap terdiri dari biaya operasional kantor,
sedangkan biaya operasional tidak tetap terdiri dari biaya operasional pabrik dan biaya pemasaran. Biaya oprasional termasuk pula biaya tenaga kerja (Lampiran 22). Total kebutuhan biaya operasional industri MES ini pada kapasitas penuh adalah sebesar Rp 5.027.700.000,- per tahun.
Secara rinci, kebutuhan biaya
operasional industri MES ini dapat dilihat pada Lampiran 23.
91
Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi rugi laba digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha yang akan dijalankan. Profitabilitas usaha ini dilihat dari rugi laba yang timbul akibat kegiatan operasional pabrik. Nilai proyeksi rugi laba yang positif menunjukkan nilai penjualan produk lebih besar daripada nilai pengeluaran yang ditimbulkan oleh kegiatan operasional pabrik untuk memproduksi produk tersebut atau dengan kata lain terdapat laba operasi. Untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba setelah dilakukan perhitungan pajak. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang tentang perpajakan no.17 tahun 2000. Proyeksi laba rugi industri MES dapat dilihat pada Lampiran 24. Proyeksi Arus Kas
Arus kas terdiri dari uraian pemasukan dan pengeluaran yang terjadi selama berlangsungnya proses produksi dan penjualan selama umur proyek berlangsung. Arus kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal sendiri dan pinjaman serta laba/rugi bersih. Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap dan angsuran pinjaman pokok serta bunga. Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Secara lengkap arus kas industri MES ini disajikan pada Lampiran 25. Kriteria Investasi
Salah satu kriteria penentuan keputusan untuk merealisasikan suatu proyek adalah dengan berdasarkan perhitungan kriteria investasi. Perhitungan kriteria investasi ini diharapkan dapat menunjukkan tingkat kelayakan suatu proyek. Adapun kriteria investasi yang digunakan dalam aspek finansial ini meliputi NPV, IRR, B/C Ratio, PBP, BEP, dan analisis sensitivitas. Perhitungan kriteria investasi secara lengkap disajikan pada Lampiran 26. 1. Net Present Value (NPV) NPV merupakan selisih dari nilai investasi sekarang dengan nilai penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang.
Untuk
92
menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Apabila nilai penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi maka proyek tersebut menguntungkan sehingga dinyatakan layak. Dari hasil perhitungan kelayakan investasi diperoleh NPV dari proyek industri MES ini adalah sebesar Rp 13.707.106.258,-. Hal ini menunjukkan proyek yang akan dilaksanakan dikatagorikan layak karena di masa akhir proyek nilai bersih yang dihasilkan bernilai positif . 2. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan ukuran keberhasilan suatu kegiatan investasi dilihat dari kemampuannya untuk menghasilkan keuntungan bersih, dimana setiap keuntungan bersih yang diperoleh diinvestasikan kembali pada tahun berikutnya. IRR dinyatakan dalam persen dan merupakan pembanding yang baik dengan tingkat discount rate modal yang berlaku.
Jika nilai IRR
lebih besar dari suku bunga yang ditetapkan, maka menunjukkan proyek mampu mengembalikan pinjaman modal serta memiliki peluang yang cukup baik untuk menghasilkan keuntungan. Hasil perhitungan kelayakan investasi diperoleh nilai suku bunga dari proyek industri MES ini adalah sebesar 25,70 persen.
Dimana hal ini
menunjukkan proyek yang akan dilaksanakan dikatagorikan layak menurut parameter IRR, karena berada di atas suku bunga yang berlaku pada saat proyek dilaksanakan, yaitu sebesar 16 persen. 3. Benefit – Cost Ratio (B/C) Rasio B/C (Benefit/Cost) menunjukkan manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari suatu investasi. Ratio ini dinyatakan sebagai perbandingan antara NPV positif (yang menyatakan keuntungan) dan NPV negatif (yang menyatakan aliran kas keluar) atau lebih singkatnya yaitu membagi nilai sekarang dari arus manfaat terhadap nilai sekarang dari arus biaya sehingga dapat diketahui kemampuan keuntungan (benefit) yang dihasilkan untuk menutupi biaya (cost) yang dikeluarkan.
93
Nilai rasio B/C lebih besar dari 1 mengindikasikan bahwa suatu proyek layak untuk dijalankan dan sebaliknya rasio B/C lebih kecil dari 1 menandakan proyek tersebut tidak layak.
Perhitungan rasio B/C yang
diperoleh untuk industri MES ini adalah 1,49. Dengan demikian proyek dikatakan layak karena rasio B/C lebih dari 1. 4. Pay Back Periode (PBP) Masa pengembalian modal atau biasa disebut Pay Back Period (PBP) merupakan suatu simulasi yang digunakan untuk mengetahui lamanya periode yang dibutuhkan proyek untuk dapat mengembalikan seluruh modal yang telah dikeluarkan pada awal investasi. Perhitungan PBP menunjukan bahwa modal yang ditanamkan akan kembali setelah proyek industri MES berjalan selama 3,94 tahun. 5. Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) atau titik impas secara teoritis menunjukkan suatu titik dimana unit yang diproduksi menghasilkan pemasukan yang tepat sama dengan biaya yang telah dikeluarkannya. Titik impas merupakan keadaan usaha di mana dengan volume produksi tertentu atau dengan volume penjualan tertentu tidak mengalami kerugian atau keuntungan. Dengan kata lain titik impas menunjukkan jumlah minimum produk yang harus diproduksi atau dijual agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Hasil perhitungan nilai BEP untuk industri MES ini pada kapasitas penuh adalah sebesar Rp 1.680.659.331,- dengan volume BEP sebesar 68.598 liter. 6. Analisis Sensitivitas Untuk menghindari kerugian akibat perubahan-perubahan kondisi lingkungan yang tidak terduga pada saat pelaksanaan proyek, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Faktor-faktor penting dijadikan acuan untuk mengantisipasi perubahan tersebut adalah kemungkinan penurunan harga jual atau kenaikan harga bahan baku. Kedua hal ini secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi aliran kas (cash flow).
94
Hasil perhitungan analisis sensitivitas kelayakan finansial, ternyata proyek industri MES ini masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen. Hasil analisis sensitivitas kelayakan finansial industri MES dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil analisis sensitivitas kelayakan finansial industri MES Kondisi Harga normal Harga bahan baku naik 10% Harga bahan baku naik 13% Harga jual turun 5% Harga jual turun 9%
Kriteria Investasi NPV (Rp) IRR Net (%) B/C 13.707.106.258 25,70 1,49 2.875.884.664 18,05 1,10
Keterangan PBP (tahun) 3,94 4,95
(373.481.815)
15,73
0,99
5,36
5.646.451.008
20,14
1,20
4,63
(802.073.193)
15,39
0,97
5,43
Layak Layak Tidak layak Layak Tidak layak
95
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Krakteristik produk MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru memberikan hasil positif, (2) nilai pH MES sebelum proses pemurnian berada pada kisaran nilai 3,53 - 5,94, (3) nilai pH MES setelah proses pemurnian menunjukkan kisaran nilai 5,77 - 6,21, (4) tingkat kecerahan MES berkisar antara 61,90 - 66,71 L, (5) penurunan tegangan permukaan yang berkisar antara 27,75 (55,5%) - 32,90 dyne/cm (65,80%), (6) penurunan tegangan antarmuka dengan kisaran 28,00 dyne/cm (70%) - 31,85 dyne/cm (79,63%), (7) stabilitas emulsi yang bekisar antara 72,25 -76,25%, (8) stabilitas busa memberikan kisaran nilai 4,63 - 8,06 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan berkisar antara 0,101 - 0,296 A. Kondisi proses produksi surfaktan MES yang dapat digunakan untuk memproduksi surfaktan MES dengan reaktor sulfonasi yang ada adalah pada kecepatan pengadukan 179,6 rpm dan lama reaksi 258,6 menit. Pada kondisi tersebut karakteristik MES yang dihasilkan adalah sebagai berikut : (1) uji timol biru memberikan hasil positif, (2) nilai pH sebelum proses pemurnian : 3,60, (3) nilai pH setelah proses pemurnian : 5,94, (4) tingkat kecerahan : 62,80 L, (5) penurunan tegangan permukaan : 31,80 dyne/cm (63,68%), (6) penurunan tegangan antarmuka : 30,55 dyne/cm (76,38%), (7) stabilitas emulsi : 74,95 %, (8) stabilitas busa : 8,29 jam, (9) daya deterjensi yang ditunjukan dengan tingkat kekeruhan : 0,27 A. Analisis finansial terhadap kelayakan pendirian industri surfaktan MES menunjukkan kebutuhahan dana investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp 28.123.707.895,-. Perhitungan kriteria investasi memberikan hasil (1) NPV : Rp 13.707.106.258,-. (2) IRR : 25,70 persen, (3) B/C : 1,49, (4) PBP : 3,94 tahun, (5) BEP : Rp 1.680.659.331,-, dan (6) analisis sensitivitas : proyek masih layak dilaksanakan jika terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 10 persen atau jika terjadi penurunan harga jual sebesar 5 persen.
96
Saran
Saran yang dapat diberikan untuk melengkapi kegiatan penelitian selanjutnya adalah : 1. Jenis pengaduk, rasio molar reaktan, dan penggunaan katalis diduga akan mempengaruhi karakteristik MES yang dihasilkan sehingga perlu diteliti lebih lanjut. 2. Tangki reaktor sulfonasi perlu disempurnakan terutama agar lebih mudah dalam hal penanganan bahan baku NaHSO3 yang berbentuk tepung dan dalam hal pembersihan tangki. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menghitung neraca massa dan neraca energi selama proses produksi MES.
97
DAFTAR PUSTAKA
[BPEN] Badan Pengembangan Ekspor Nasional. 2004. Indonesia Targetkan Ekspor Sawit ke China 1 Juta Ton. Artikel. Jakarta : BPEN, Departemen Perdagangan RI. [terhubung berkala]. http://www.nafed.go.id/indo/berita/index.php/artc= 2515 [27 Mei 2005] Bernardini E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Vol. II. Rome: Interstampa. Bird T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas [terjemahan]. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia. Jilid I. Impor. Jakarta: BPS. Chapra SC dan RP Canale. 1990. Numerical Methods for Engineers. New York: McGraw-Hill Inc. Charley H. 1982. Food Science. 2nd Edition. New York: John Willey and Sons. [DSN] Dewan Standardisasi Nasional. 1999. Metil Ester. SNI No. 06-60481999. Jakarta: DSN. Djamin Z. 1984. Perencanaan dan Analisa Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi UI. Edwards MF dan MR Baker. 1992. A Review of Liquid Mixing Equipment. Di dalam: Mixing in the Process Industry. Oxford: Butterworth Heinemann Ltd. Ebbing, DD dan MS Wrighton. 1990. General Chemistry. 3rd Edition. Wilmington- USA: Houghton Mifflin Company. Foster NC. 1996. Sulfonation and Sulfation Proccesses. Di dalam: Spitz L, editor. Soap and Detegents : A Theoretical and Practical Review. Illinois: AOCS Press, Champaign. Geankoplis CJ. 2003. Transport Processes and Separatiom Process Principles. Ed ke-4. Indiana: Prentice Hall PTR. Georgiou G, Lin SC, dan Sharma MM. 1992. Surface Active Compounds from Microorganisms (Review). Bio/Technol 10:60–65. Gray C, Simanjuntak P, Sabur LK, Maspaitella PFL dan Varley ROG. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
98
Hakim, L. 2005. Kajian Proses Produksi Surfaktan Dietanolamida dari Asam Lemak C12 Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil). Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hambali E, Syamsu K, Suryani A, dan Hapsari M. 2003. Kajian Pengaruh Suhu dan Kecepatan Pengadukan pada proses Produksi Surfaktan dari Metil Ester Minyak Inti Sawit (PKO) dengan Metode Sulfonasi. J Tek Ind Pert Vol.12(1),35-43. Hasenhuetti GH. 2000. Design and Application of Fat-Based Surfactans. Di dalam: O’Brien Rd, editor. Introduction to Fats and Oils Technology. Illinois: AOCS Press, Champaign. Hermawan T dan Sadi S. 1997. Sifat Fisiko-Kimia Beberapa Jenis Alkil Ester Asam Lemak Sawit dan Kemungkinan Aplikasinya. Warta PPKS, 5(3):131–136. Hovda, K. 2002. The Challenge of Methyll Ester Sulfonation. The Chemithon Corporation. [terhubung berkala]. http://www.chemiton.com/papers_ brochures/The_Challengof_MES.doc.pdf [5 September 2005] Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fats Products. Vol. 5, Ed ke-6. New York: John Willey and Son. Husnan S dan Suwarsono. 1993. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta: AMP YKPN. [IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistery. 1997. IUPAC Compendium of Chemical Terminology. [terhubung berkala]. http://www.iupac.org/goldbook/S06194.pdf [26 Mei 2005]. Kataisto E. 2001. Pilot Plant and Scale-Up Methods for Industrial Mixing. [terhubung berkala]. http://www.albmolecular.com/features/tekreps/vol06/no01/v06n01. pdf [26 Mei 2005] Keenan CW, DC Kleinfelter dan JH Wood. Ilmu Kimia untuk Universitas [terjemahan]. Jilid I. Ed ke-6. Jakarta: Erlangga. Kirk, RE dan DF Othmer. 1969. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 19, Ed ke-2. New York: Interscience Publishers a Division of John Wiley & Sons, Inc. Libanan A. 2002. Coconut Product Diversification and Processing Cocochemicals. Proceeding of the XXXXVII Cocotech Meeting/ICC2000. India : 24-28 July 2000.
99
MacArthur BW, B Brooks, WB Sheats dan NC Foster. 2002. Meeting The Challenge of Methylester Sulfonation. [terhubung berkala]. http://www.chemiton.com/papers_brochures/The_Challengof_MES.doc. pdf [10 September 2006] Machfud, Sa’id EG, dan Krisnani. 1989. Fermentor. Bogor: PAU-IPB. Maharlika A 2003. Kajian Pengaruh Rasio Mol Reaktan dan Lama Reaksi pada Proses Produksi Surfaktan Metil Ester Sulfonat. Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian - IPB. Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 2000. Dasar Rekayasa Proses. Jurusan Teknologi Industri Pertanian-IPB, Bogor. Matheson KL. 1996a. Formulation of Household and Industrial Detergents. Di dalam: Spitz L, editor. Soap and Detegents : A Theoretical and Practical Review. Illinois: AOCS Press, Champaign. Matheson KL. 1996b. Surfactant Raw Materials : Clasification, Synthesis, and Uses. Di dalam: Spitz L, editor. Soap and Detegents : A Theoretical and Practical Review. Illinois: AOCS Press, Champaign. McCabe WL, Smith JC dan Harriott P. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering. Ed ke-5. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Perkins WS. 1988. Surfactans - A Primer. [terhubung berkala]. http://www.p2pays.org/ref/03/02960.pdf [26 mei 2005] Perry RH dan Green D. 1985. Chemical Engineers’ Handbook. Ed ke-6. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Petrucci, RH. 1992. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern [terjemahan]. Jakarta: Erlangga. Pore J. 1993. Oil and Fats Manual. New York : Intercept Ltd. Rieger M, editor. 1985. Surfactant Science Series: Surfactant in Cosmetics. New York: Marcel Dekker. Inc. Rosen MJ dan Goldsmith HA. 1981. Systematic Analysis of Surface-Active Agents. Ed ke-2. Di dalam: Elving PJ dan Kolthoff IM, editor. Chemical Analysis. New York: John Wiley & Sons. Rozendaal A dan Macrae AR. 1997. Interesterification of Oil and Fats. Di dalam: Gunstone FD dan Padley FB, editor. Lipid Technologies and Applications. New York: Marcel Dekker.
100
Sadi S. 1994. Gliserolisis Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Piridin. Buletin PPKS. 2(3):155-164., 1994 Safitri M. 2003. Kajian Pengaruh Penambahan Al2O3 Sebagai Katalis pada Proses Produksi Metil Ester Sulfonat Dari Metil Ester Minyak Inti Sawit [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Saguy, I.S dan Pinthus E.J. 1995. Oil Uptake During Deep Fat Frying : Factors and Mechanism. J. Food Tech (4) : 142 -152. Salager JL. 2002. Surfactant Types and Uses. [terhubung berkala]. www.firp.ula.ve/cuadernos/E300A.pdf [26 Mei 2005]. Salunkhe, D.K., J.K. Chavan, R.N. Adsule, dan S.S. Kadam. 1992. World Oilseeds: Chemistry, Technology and Utilization. Van Nostrand Reinhold, New York. Sarney, D.B. dan E.N. Vulfson. 1995. Application of Enzymes to the synthesis of surfactant. Trends in Biotechnology. Vol.13(5):164-172. Sheats, W.B. dan B.W. MacArthur. 2002. [http://www.chemiton.com].
Methyl Ester Sulfonate Products.
Smith JE. 1990. Prinsip Bioteknologi [terjemahan]. Jakarta: Gramedia. Speight, JG. 2002. Chemical and Process Design Handbook. McGraw-Hill, New York. Suryani A, Hambali E dan Syamsu K. 2003. Optimalisasi Proses Produksi Metil Ester Sulfonat Berbasis Minyak Sawit Pada Skala Pilot Plant [laporan penelitian]. Bogor: Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia, Pusat Penelitian Bioteknologi – Institut Pertanian Bogor. Sutojo S. 1993. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. Jakarta: Gramedia. Swern D, editor. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Vol 1, Ed ke-4. New York: Willey and Son. Tatterson GB. 1991. Fluid Mixing and Gas Dispersion in Agitated Tanks. New York: McGraw Hill Inc. Treybal. 1985. Mass Transfer Operations. Ed ke-3. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Triatmodjo B. 2002. Metode Numerik. Yogyakarta: Beta Offset. Umar H. 2000. Studi Kelayakan Bisnis, Manajemen, Metode dan Kasus. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
101
Wahjudi D dan Amelia. 1999. Optimasi Parameter Operasi Mesin Air Slip Forming untuk Meminimalkan Cacat Produk. J Tek Mesin Vol.1, No.2, Oktober 1999: 170-175. Wahjudi D, Alimin R, dan Yulinato GE. 1999. Aplikasi Rekayasa Mutu untuk Mengurangi Cacat pada Mesin Injection Molding. J Tek Mesin Vol.1, No.2, Oktober 1999: 134-142. Watkins C. 2001. All eyes are on Texas. Inform 12 : 1152-1159. http://simscience.org/membranes/advanced/essay/surfactants.html. [6 April 2005] http://www.agroindonesia.com/sample_report /small.html. [6 April 2005] http://www.sdk.co.jp/shodex/english/dc080301.htm. [6 April 2005] http://id.wikipedia.org/wiki/Warna. [12 Agustus 2006]
102
LAMPIRAN
103
Lampiran 1. Skema Tangki Reaktor Sulfonasi Skala Pilot Plant
104
Lampiran 2. Prosedur Analisis Karakterisasi MES 1.
Uji Timol Biru (Rosen dan Goldsmith, 1991)
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah suatu bahan atau larutan merupakan surfakan anionik atau bukan. Cara pengujian sederhana, yaitu dengan menambahkan reagen yang terdiri dari 5 ml HCl 0,005 N yang ditambahkan 3 tetes timol biru 0,1% ke dalam 5 ml (0,01-0,1%) larutan yang akan diuji (surfaktan). Terbentuknya warna ungu kemerahan mengindikasikan keberadaan surfaktan anionik dalam larutan. 2.
pH (BSI, 1996)
Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan pH-meter komersial. Alat pH-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer pH 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO2 yang memiliki pH antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai pH dibaca pada pH-meter, pembacaan dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO2. Pengukuran minimal dilakukan dua kali. 3.
Warna, metode Hunter (Hutchings, 1999)
Pengukuran warna dilakukan menggunakan alat chromameter CR-310. Pengukuran dilakukan untuk memperoleh nilai L, a dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan (light) yang mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai 70 untuk warna biru dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna kuning. Selanjutnya dihitung oHue dari nilai a dan b untuk penentuan warna (oHue = tan-1 (b/a)). Kisaran warna berdasarkan o Hue adalah berdasarkan diagram berikut.
105
Keterangan : MU M KM K KH
4.
= = = = =
Merah keunguan Merah Kuning kemerahan Kuning Kuning kehijauan
H BH B BU U
= = = = =
Hijau Biru kehijauan Biru Biru keunguan Ungu
Tegangan permukaan (metode DuNouy)
Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer du Nouy. Peralatan dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu. Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric acid, kemudian dibilas dengan air destilata. Cincin platinum merupakan bagian dari alat Tensiometer, memiliki diameter 4 atau 6 cm. Sebelum digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan dibilas dengan air destilata, lalu dikeringkan. Posisi alat diatur supaya horizontal dengan water pas dan diletakkan pada tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan diatas dudukan (platform) pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat. Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran logam tercelup 3 - 5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan dudukan (platform). Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan jarum penunjuk harus berada pada posis berimpit dengan garis pada kaca. Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan skrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk tetap berimpit dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus. Pada saat cairan putus skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat
106
dilakukan dengan menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen (dalam air). Nilai tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan. 5.
Tegangan Antarmuka (metode DuNuoy)
Metode penentuan tegangan antarmuka sama dengan pengukuran tegangan permukaan. Untuk pengukuran cairan yang mengandung dua fase yang berbeda, yaitu fase larut dalam air (aqueous) dan fase tidak larut dalam air (nonaqueous), dilakukan beberapa tahapan. Fase aqueous (air) dimasukkan terlebih dahulu ke dalam wadah gelas, kemudian dicelupkan cincin platinum kedalamnya (lingkaran logam tercelup 3 - 5 mm di bawah permukaan cairan), setelah itu secara hati-hati fase nonaqueous (xilen) ditambahkan diatas fase aqueous sehingga sistem terdiri dari dua lapisan. Kontak antara cincin dan fase nonaqueous sebelum pengukuran harus dihindari. Setelah tegangan antarmuka mencapai ekuilibrium, yaitu benar-benar terbentuk dua lapisan terpisah yang sangat jelas, pengukuran dapat dilakukan dengan cara yang sama dengan pengukuran tegangan permukaan. Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka dilakukan pada campuran air dengan xylene (1:1), konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Nilai tegangan antar muka antara air dengan xylene setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali. Kemudian dibandingkan nilai tegangan antar muka antara sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan. 6.
Stabilitas Emulsi (modifikasi ASTM D 1436, 2000)
Stabilitas emulsi diukur antara air dan xylene. Xylene dan air dicampur dengan perbandingan 6 : 4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antar xylene dan air diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Lamanya pemisahan antar fasa sebelum ditambahkan surfaktan dibandingkan dengan sesudah ditambahkan surfaktan. Penetapan stabilitas emulsi dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan persen pemisahan, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. Stabilitas emulsi dihitung sebagai persen pemisahan emulsi selama 24 jam dari emulsi yang terbentuk. (volume keseluruhan – volume pemisahan) % stabilitas =
x 100 Volume keseluruhan
107
7.
Stabilitas Busa
Penentuan kemampuan surfaktan dalam membentuk busa diukur melalui lamanya campuran surfaktan dengan air berada pada bentuk busa setelah pengocokan. Campuran surfaktan dalam air pada konsentrasi 10% dikocok dengan pengaduk vortex selama 1 menit. Setelah busa terbentuk, campuran dibiarkan sampai busa dipermukaan campuran habis. Lamanya waktu yang dibutuhkan sampai busa dipermukaan hilang dicatat sebagai stabilitas busa. 8.
Daya Deterjensi
Uji daya deterjensi dilakukan untuk mengetahui kemampuan surfaktan dalam membersihkan kotoran berlemak. Potongan kain putih yang digunakan berukuran seragam dan larutan pengotor dibuat dari larutan kecap 1%. Kain dimasukkan ke dalam larutan pengotor, kemudian dibiarkan selama 30 menit. Setelah diangkat, potongan kain yang telah dikotori tersebut kemudian ditiriskan selama 1 jam. Kemudian potongan kain tersebut direndam dalam larutan surfaktan 10% selama 30 menit. Kekeruhan larutan surfaktan sebagai indikasi larutnya pengotor lemak pada larutan surfaktan diukur dengan menggunakan metode spektroskopi pada panjang gelombang 450 nm. Nilai yang terbaca merupakan nilai kekeruhan dengan satuan abs.
108
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Perubahan Kecepatan Pengadukan
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Tipe Pengaduk : Turbin Alat (rpm) Aktual pada tangki (rpm) Terbaca pada alat Ulangan I Ulangan II Rata2 50 43 46 45 100 71 79 75 150 89 100 95 200 99 112 106 250 107 119 113 300 115 124 120 350 122 129 126 400 124 134 129 450 128 140 134 500 135 145 140 550 138 148 143 600 144 152 148 650 148 155 152 700 151 160 156 750 156 165 161 800 162 169 166 850 166 171 169 900 170 175 173 950 172 177 175 1000 174 181 178 1050 177 184 181 1100 180 186 183 1150 184 188 186 1200 188 191 190 1250 194 195 195 1300 Over loaded Over loaded Over loaded
109
Lampiran 4. Spesifikasi Metil Ester Berbasis Minyak Inti Sawit yang Digunakan
0,4 55,8 16,8 8 18,9 0,1 0,36 245 17,2 0,06 0,1 -7
110
Lampiran 5. Perhitungan Mol Reaktan Metil Ester dan NaHSO3
Spesifikasi Metil Ester 28 (Lauric Stearic Acid Methyl Ester) PO.No. SC-ME28-B-2005-0001(SO 20050232) Spec. No. 5280-01 Analisa Bilangan asam (mg KOH/g) Bilangan penyabunan (mg KOH/g) Bilangan iod (g/100g) Densitas (g/ml) Kadar air (%) Lovibond colour (5 ¼“ cell) red Distribusi asam lemak (%) C10 & lower C12 C14 C16 C18 C20 & higher
Nilai 0,36 245 17,2 0,86 0,06 0,1
0,4 55,8 16,8 8 18,9 0,1
Sumber : PT Ecogreen Oleochemicals (2005)
Jika diketahui komposisi asam lemak dalam metil ester berbasis PKO adalah (% b/b) : C10 = 0,4 % C12 = 55,8 % C14 = 16,8 % C16 = 8,0 % C18 = 18,9 % C20 = 0,1 % -----------------100,0 % Massa Mol = ---------BM Basis : 100 g metil ester Massa C10 Massa C12 Massa C14 Massa C16 Massa C18 Massa C20
= 0,4 % x 100 g = 0,4 g = 55,8 % x 100 g = 55,8 g = 16,8 % x 100 g = 16,8 g = 8,0 % x 100 g = 8,0 g = 18,9 % x 100 g = 18,9 g = 0,1 % x 100 g = 0,1 g
111
BM C10 BM C12 BM C14 BM C16 BM C18 BM C20
= 172 g/mol = 200 g/mol = 228 g/mol = 256 g/mol = 284 g/mol = 312 g/mol
Mol C10 Mol C12 Mol C14 Mol C16 Mol C18 Mol C20
= (0,4 g) / (172 g/mol) = 0,0023 = (55,8 g) / (200 g/mol) = 0,2790 = (16,8 g) / (228 g/mol) = 0,0737 = (8,0 g) / (256 g/mol) = 0,0313 = (18,9 g) / (284 g/mol) = 0,0665 = (0,1 g) / (312 g/mol) = 0,0003 ---------Total mol = 0,4531
Berat molekul Metil Ester rata-rata = massa : total mol = 100 g / 0,4531 mol = 220,7 g/mol Diketahui perbandingan mol Metil Ester dengan reaktan (NaHSO3) yang digunakan dalam proses sulfonasi adalah Metil Ester : NaHSO3 = 1 : 1,2 Jika metil ester yang digunakan sebagai bahan baku adalah sebanyak 1 liter, maka mol-nya adalah : Mol ME = Massa / BM = (ρ x volume) / BM = (0,86 g/ml x 1000 ml) / (220,7 g/mol) = 3,90 mol Perbandingan mol Metil Ester : NaHSO3 = 1 : 1,2 Mol NaHSO3 = 1,2 x 3,9 = 4,68 mol BM NaHSO3 = 104 g/mol Massa NaHSO3 = 4,68 mol x 104 g/mol = 486,72 g Jadi setiap 1 L Metil Ester yang digunakan dibutuhkan reaktan NaHSO3 sebanyak 486,72 g
112
Lampiran 6. Hasil Analisa Data Uji Timol Biru Uji Timol Biru Warna Ungu Kemerahan
Perlakuan Lama reaksi (menit)
140 rpm
160 rpm
180 rpm
Ulangan Percobaan
Ulangan Percobaan
Ulangan Percobaan
I
II
I
II
I
II
30
+
-
-
+
-
+
60
+
-
+
+
+
+
90
+
+
-
+
+
+
120
+
+
+
+
+
+
150
+
+
+
+
+
+
180
+
+
+
+
+
+
210
+
+
+
+
+
+
240
+
+
+
+
+
+
270
+
+
+
+
+
+
300
+
+
+
+
+
+
330
+
+
+
+
+
+
360
+
+
+
+
+
+
113
Lampiran 7. Hasil Analisa Data Nilai pH MES Sebelum Proses Pemurnian
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran nilai pH MES sebelum proses pemurnian Nilai pH MES sebelum proses pemurnian Kecepatan Pengadukan
Perlakuan
140 rpm Ulangan Percobaan
160 rpm Ulangan Percobaan
180 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
II
I
II
I
II
30
6,10
4,13
5,11
5,62
4,30
4,96
5,36
5,38
5,37
60
6,06
5,83
5,94
5,54
4,95
5,24
5,56
5,49
5,52
90
5,35
5,84
5,59
5,22
5,08
5,15
5,42
5,33
5,37
120
5,82
5,64
5,73
4,87
5,48
5,17
4,62
4,67
4,64
150
5,40
5,32
5,36
3,98
4,81
4,39
4,90
4,96
4,93
180
4,54
4,38
4,46
3,63
3,95
3,79
4,72
4,30
4,51
210
4,09
4,80
4,44
3,65
4,04
3,84
4,96
5,04
5,00
240
4,03
4,72
4,37
3,55
3,93
3,74
3,83
3,91
3,87
270
4,30
3,47
3,88
3,50
4,05
3,77
3,38
3,26
3,32
300
3,75
3,79
3,77
3,37
3,70
3,53
3,67
3,58
3,62
330
3,79
4,33
4,06
3,64
3,59
3,61
3,83
3,62
3,72
360
3,55
3,67
3,61
3,45
4,07
3,76
3,57
3,62
3,59
Rataan Perlakuan
Ratarata
4,69
Rataan Perlakuan
Ratarata
4,25
Rataan Perlakuan
4,45
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai kecepatan pengadukan dengan pH MES sebelum pemurnian Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Persamaan a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
6,0206061 -0,0068065268 6,1334277 -0,0014270446 10,349012 -0,15725736 4,388702 -7,0867939 5,8836364 -0,0048498168 -5,017205e-006 5,3392424 -0,0056072261 5,473086 -0,0013533019 9,7039898 -0,16450707 3,9205205 -8,2462923 5,7538636 -0,011530386 1,518759e-005
Ratarata
r2 0,899 0,893 0,752 0,487 0,901
0,882 0,893 0,834 0,623 0,909
114
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model
Persamaan
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
r2
5,7577273 -0,0066806527 5,8950893 -0,0014974744 10,87757 -0,17776417 4,0839031 -8,8959194 5,8290909 -0,0077001332 2,6140526e-006
0,9068 0,906 0,823 0,621 0,907
Keterangan : Y = nilai pH MES sebelum pemurnian X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai pH MES sebelum proses pemurnian Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 2,39991733 Lama reaksi (Lj) 11 35,43836782 Interaksi (KLij) 22 3,67445742 Galat 36 5,42869963 Jumlah 71 46,94144220 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 1,19995867 3,22166980 0,16702079 0,15079721
Nilai F 7,96 21,36 1,11
Pr > F 0,0014** 0,0001*** 0,3834*
d. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor kecepatan pengadukan terhadap nilai pH MES sebelum proses pemurnian Rataan Kelompok Kec. Pengadukan N (pH) Duncan (rpm) 140 24 4,6931 A 180 24 4,4548 B 160 24 4,2462 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
e. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor lama rekasi terhadap nilai pH MES sebelum proses pemurnian Lama reaksi (menit) 60 90 120 30 150 210 180
N 6 6 6 6 6 6 6
Rataan (pH) 5,5683 5,5683 5,1808 5,1450 4,8933 4,4275 4,2517
Kelompok Duncan A AB AB AB B C CD
115
e. (lanjutan) Lama reaksi N Rataan Kelompok (menit) (pH) Duncan 240 6 3,9933 CDE 330 6 3,7967 DE 270 6 3,6575 E 360 6 3,6508 E 300 6 3,6408 E Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
f. Analisa nilai maksimum/minimum pH MES sebelum proses pemurnian akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa Regresi untuk Variabel pH Sebelum Pemurnian Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 31,988825 1,833259 0,002455 33,824538
R-Kuadrat 0,6815 0,0391 0,0001 0,7206
Rasio-F
Prob > F
80,479 4,612 0,0124 34,039
0,0000 0,0133 0,9118 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean 0,102233
162,044660
4,577885
950,351004
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
minimum
1,790221
116
Lampiran 8. Hasil Analisa Data Nilai pH MES Setelah Proses Pemurnian
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran nilai pH MES setelah proses pemurnian Nilai pH MES setelah proses pemurnian Kecepatan Pengadukan
Perlakuan Lama reaksi (menit)
140 rpm Ulangan Percobaan
160 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan
180 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan
Ratarata
I
II
I
II
I
II
30
6,48
5,90
6,19
6,18
5,83
6,00
6,55
5,59
6,07
60
6,15
5,77
5,96
6,23
5,97
6,10
6,34
5,85
6,09
90
6,16
6,27
6,21
5,88
6,10
5,99
6,34
5,75
6,04
120
5,91
6,20
6,05
5,92
6,05
5,98
6,26
5,91
6,08
150
5,69
6,45
6,07
5,99
6,11
6,05
6,21
5,77
5,99
180
6,04
6,10
6,07
5,98
6,06
6,02
5,95
5,80
5,87
210
5,82
6,04
5,93
6,16
5,90
6,03
6,06
5,53
5,79
240
5,86
5,84
5,85
6,06
5,94
6,00
6,08
5,47
5,77
270
5,85
5,79
5,82
5,91
5,78
5,85
6,35
5,75
6,05
300
5,98
5,81
5,89
5,90
5,72
5,81
6,18
5,85
6,01
330
5,92
5,66
5,79
5,99
5,70
5,85
6,05
5,85
5,95
5,96 5,69 Rataan Perlakuan
5,82
5,90 5,78 Rataan Perlakuan
5,84
6,20 5,58 Rataan Perlakuan
5,89
360
5,97
5,96
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan nilai pH MES setelah pemurnian Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Persamaan a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
6,1933333 -0,0011410256 6,1961992 -0,00019100039 6,7774174 -0,025040176 5,8819991 -1,7013817 6,1852273 -0,0010252248 -2,969253e-007 6,0977273 -0,00070629371 6,0982967 -0,00011801742 6,3878169 -0,013691269 5,9203549 -0,76680862 6,0177273 0,00043656344 -2,9304029e-006
r2 0,8493 0,8490 0,787 0,647 0,8495
0,794 0,792 0,647 0,429 0,8496
5,97
117
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model
Persamaan
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
r2
6,065303 -0,00050582751 6,066487 -8,5284627e-005 6,3925937 -0,013618143 5,9133125 -1,028507 6,1827273 -0,0021833167 4,3012543e-006
0,468 0,488 0,549 0,495 0,617
Keterangan : Y = nilai pH MES setelah pemurnian X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai pH MES setelah proses pemurnian Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 0,00195903 Lama reaksi (Lj) 11 0,53128716 Interaksi (KLij) 22 0,41852435 Galat 36 2,64106248 Jumlah 71 3,59283301 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 0,00097952 0,04829883 0,01902383 0,07336285
Nilai F 0,01 0,66 0,26
Pr > F 0,9867* 0,7668* 0,9993*
d. Analisa nilai maksimum/minimum pH MES setelah proses pemurnian akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa Regresi untuk Variabel pH Setelah Pemurnian Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 0,481711 0,002592 0,050367 0,534670
R-Kuadrat 0,1341 0,0007 0,0140 0,1488
Rasio-F
Prob > F
5,198 0,0280 1,087 2,308
0,0080 0,9724 0,3009 0,0540
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean 2,954796
219,095919
-1,198254
-2,711868
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
saddle point
6,03
118
Lampiran 9. Hasil Analisa Data Nilai Warna MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran warna MES Warna MES Kecepatan Pengadukan 140 rpm
Perlakuan
Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
L
a
b
30
65,38
-0,38
60
65,31
-0,27
90
63,18
120
I
Rata-rata
II o
Hue
L
A
b
-2,60
0,70
66,70
-0,48
-2,37
0,69
67,73
-0,47
-0,05
-1,91
0,65
68,28
63,25
-0,04
-1,88
0,65
150
65,31
-0,37
-2,23
180
64,23
-0,41
-2,26
210
62,99
-0,69
240
63,46
270 300
o
o
Hue
L
-1,98
0,75
66,04
0,73
-2,12
0,74
66,52
0,71
-0,45
-2,18
0,73
65,73
0,69
66,23
-0,34
-2,04
0,71
64,74
0,68
0,71
68,11
-0,57
-2,12
0,76
66,71
0,74
0,72
68,98
-0,31
-2,06
0,70
66,61
0,71
-1,45
0,89
66,67
-0,42
-1,73
0,75
64,83
0,82
-0,48
-1,52
0,79
65,23
-0,36
-1,53
0,75
64,35
0,77
63,33
-0,57
-1,73
0,80
66,98
-0,40
-1,52
0,76
65,16
0,78
62,94
-0,42
-1,64
0,76
67,26
-0,48
-1,72
0,77
65,10
0,76
330
62,80
-0,64
-1,46
0,86
65,29
-0,56
-1,69
0,80
64,05
0,83
360
62,78
-0,64
-1,48
0,86
65,31
-0,45
-1,94
0,74
64,05
0,80
65,32
0,75
Rataan Perlakuan
Hue
Warna MES Kecepatan Pengadukan 160 rpm
Perlakuan
Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
L
a
b
30
63,47
-0,46
60
63,42
90
63,54
120
I
Rata-rata
II o
Hue
L
A
b
-1,90
0,75
66,57
-0,24
-0,46
-1,92
0,75
66,22
-0,46
-1,92
0,75
66,34
63,84
-0,46
-1,91
0,75
150
63,95
-0,40
-1,89
180
64,21
-0,38
-1,92
210
64,60
-0,36
240
63,07
270
o
o
Hue
L
-2,52
0,68
65,02
0,71
-0,24
-2,51
0,68
64,82
0,71
-0,32
-2,48
0,69
64,94
0,72
66,07
-0,20
-2,48
0,67
64,96
0,71
0,73
65,21
-0,26
-2,56
0,68
64,58
0,71
0,73
65,64
-0,28
-2,58
0,68
64,93
0,71
-2,08
0,71
65,71
-0,36
-2,48
0,70
65,16
0,71
-0,36
-2,04
0,72
65,67
-0,42
-2,33
0,72
64,37
0,72
63,64
-0,43
-1,98
0,74
65,20
-0,32
-2,30
0,70
64,42
0,72
300
63,52
-0,45
-2,11
0,73
64,78
-0,28
-2,42
0,69
64,15
0,71
330
63,04
-0,49
-2,18
0,74
65,34
-0,35
-2,46
0,70
64,19
0,72
360
63,01
-0,52
-2,23
0,75
65,12
-0,27
-2,50
0,68
64,07
0,71
64,63
0,71
Rataan Perlakuan
Hue
119
Warna MES Kecepatan Pengadukan 180 rpm
Perlakuan Lama reaksi (menit)
Ulangan Percobaan L
a
b
30
65,18
-0,34
60
65,12
90
64,83
120
I
Rata-rata
II o
Hue
L
A
b
-2,37
0,70
64,85
-0,32
-0,34
-2,38
0,70
65,12
-0,29
-2,28
0,69
64,46
63,84
-0,24
-2,40
0,68
150
64,47
-0,20
-2,36
180
63,55
-0,19
-2,41
210
63,10
-0,21
240
62,79
-0,19
270
62,80
300
o
o
Hue
L
-2,37
0,70
65,02
0,70
-0,31
-2,37
0,69
65,12
0,70
-0,27
-2,37
0,69
64,65
0,69
64,27
-0,25
-2,30
0,68
64,06
0,68
0,67
64,74
-0,23
-2,29
0,68
64,61
0,68
0,67
63,54
-0,27
-2,30
0,69
63,55
0,68
-2,28
0,68
63,12
-0,23
-2,37
0,68
63,11
0,68
-2,32
0,67
63,54
-0,25
-2,37
0,68
63,17
0,68
-0,20
-2,35
0,67
63,87
-0,29
-2,36
0,69
63,34
0,68
62,82
-0,21
-2,48
0,67
60,98
-0,34
-2,37
0,70
61,90
0,69
330
63,27
-0,28
-2,48
0,69
62,78
-0,32
-2,37
0,70
63,03
0,69
360
63,40
-0,39
-2,48
0,71
61,23
-0,31
-2,36
0,69
62,32
0,70
63,65
0,69
Rataan Perlakuan
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan kecerahan produk MES Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Koefisien
66,580758 -0,0064440559 66,58676 -9,843877e-005 69,513255 -0,012274962 64,882079 -0,78004812 66,130682 -1,4402264e-005 -1,6486291e-005 65,196667 -0,0028846154 65,197668 -4,4570133e-005 66,439833 -0,0054395963 64,438614 -0,34997883 64,909773 0,0012138695 -1,0508936e-005
r2 0,712 0,711 0,623 0,469 0,731
0,814 0,813 0,695 0,524 0,858
Hue
120
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
r2
Koefisien
65,386667 -0,0088717949 65,405378 -0,0001395123 70,036381 -0,018868709 62,946241 -1,2809085 65,61 -0,012062271 8,1807082e-006
0,919 0,920 0,878 0,716 0,923
Keterangan : Y = kecerahan produk MES (L) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai warna MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 33,76980505 Lama reaksi (Lj) 11 33,30611735 Interaksi (KLij) 22 14,96632103 Galat 36 100,17489614 Jumlah 71 182,21713957 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 16,88490252 3,02782885 0,68028732 2,78263600
Nilai F 6,07 1,09 0,24
Pr > F 0,0054* 0,3976* 0,9995*
d. Analisa nilai maksimum/minimum warna MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa Regresi untuk Variabel Warna MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 61,917168 0,590622 0,749108 63,256899
R-Kuadrat 0,3398 0,0032 0,0041 0,3472
Rasio-F
Prob > F
17,176 0,164 0,416 7,019
0,0000 0,8492 0,5214 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean -1,435424
131,291517
-2,101657
-151,773355
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
maksimum
66,351685
121
Lampiran 10. Hasil Analisa Data Nilai Penurunan Tegangan Permukaan MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran penurunan tegangan permukaan MES Penurunan Tegangan Permukaan (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 140 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
50,00
22,55
27,45
54,90%
50,00
21,65
28,35
56,70%
27,90
55,80%
60
50,00
22,65
27,35
54,70%
50,00
20,25
29,75
59,50%
28,55
57,10%
90
50,00
21,75
28,25
56,50%
50,00
22,75
27,25
54,50%
27,75
55,50%
120
50,00
21,45
28,55
57,10%
50,00
23,00
27,00
54,00%
27,78
55,55%
150
50,00
19,80
30,20
60,40%
50,00
20,40
29,60
59,20%
29,90
59,80%
180
50,00
20,05
29,95
59,90%
50,00
18,40
31,60
63,20%
30,78
61,55%
210
50,00
18,45
31,55
63,10%
50,00
17,80
32,20
64,40%
31,88
63,75%
240
50,00
18,10
31,90
63,80%
50,00
17,60
32,40
64,80%
32,15
64,30%
270
50,00
18,85
31,15
62,30%
50,00
19,40
30,60
61,20%
30,88
61,75%
300
50,00
17,70
32,30
64,60%
50,00
19,95
30,05
60,10%
31,18
62,35%
330
50,00
19,65
30,35
60,70%
50,00
18,05
31,95
63,90%
31,15
62,30%
360
50,00
18,95
31,05
62,10%
50,00
19,10
30,90
61,80%
30,98
61,95%
30,07
60,14%
Rataan Perlakuan
Penurunan Tegangan Permukaan (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 160 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
50,00
21,00
29,00
58,00%
50,00
21,10
28,90
57,80%
28,95
57,90%
60
50,00
19,50
30,50
61,00%
50,00
21,00
29,00
58,00%
29,75
59,50%
90
50,00
20,50
29,50
59,00%
50,00
21,00
29,00
58,00%
29,25
58,50%
120
50,00
20,00
30,00
60,00%
50,00
20,50
29,50
59,00%
29,75
59,50%
150
50,00
19,00
31,00
62,00%
50,00
18,00
32,00
64,00%
31,50
63,00%
180
50,00
17,10
32,90
65,80%
50,00
17,10
32,90
65,80%
32,90
65,80%
210
50,00
18,50
31,50
63,00%
50,00
19,50
30,50
61,00%
31,00
62,00%
240
50,00
18,50
31,50
63,00%
50,00
18,80
31,20
62,40%
31,35
62,70%
270
50,00
19,00
31,00
62,00%
50,00
17,90
32,10
64,20%
31,55
63,10%
300
50,00
17,50
32,50
65,00%
50,00
18,00
32,00
64,00%
32,25
64,50%
330
50,00
19,60
30,40
60,80%
50,00
19,30
30,70
61,40%
30,55
61,10%
360
50,00
19,00
31,00
62,00%
50,00
18,50
31,50
63,00%
31,25
62,50%
30,84
61,68%
Rataan Perlakuan
122
Penurunan Tegangan Permukaan (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 180 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
50,00
22,15
27,85
55,70%
50,00
19,65
30,35
60,70%
29,10
58,20%
60
50,00
21,25
28,75
57,50%
50,00
19,65
30,35
60,70%
29,55
59,10%
90
50,00
22,75
27,25
54,50%
50,00
18,45
31,55
63,10%
29,40
58,80%
120
50,00
19,75
30,25
60,50%
50,00
18,70
31,30
62,60%
30,78
61,55%
150
50,00
19,00
31,00
62,00%
50,00
19,05
30,95
61,90%
30,98
61,95%
180
50,00
17,25
32,75
65,50%
50,00
17,55
32,45
64,90%
32,60
65,20%
210
50,00
18,50
31,50
63,00%
50,00
16,75
33,25
66,50%
32,38
64,75%
240
50,00
17,25
32,75
65,50%
50,00
19,75
30,25
60,50%
31,50
63,00%
270
50,00
19,25
30,75
61,50%
50,00
16,75
33,25
66,50%
32,00
64,00%
300
50,00
19,30
30,70
61,40%
50,00
16,65
33,35
66,70%
32,03
64,05%
330
50,00
18,50
31,50
63,00%
50,00
16,65
33,35
66,70%
32,43
64,85%
360
50,00
19,75
30,25
60,50%
50,00
17,85
32,15
64,30%
31,20
62,40%
31,16
62,32%
Rataan Perlakuan
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan permukaan Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Persamaan a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
27,695152 0,012195804 27,71394 0,0004118656 22,065098 0,060921408 31,366654 5,1885432 26,180455 0,033834332 -5,5483405e-005 29,470455 0,0070104895 29,514308 0,00022355351 25,435778 0,037933824 31,734534 3,4657961 27,794318 0,030955295 -6,1396936e-005
r2 0,803 0,448 0,822 0,715 0,870
0,625 0,619 0,721 0,702 0,801
123
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
r2
Koefisien
29,460909 0,0087261072 29,521958 0,00027529139 24,771277 0,045196743 32,224019 4,0766199 27,748409 0,033190393 -6,2728938e-005
0,762 0,756 0,847 0,803 0,913
Keterangan : Y = penurunan tegangan permukaan MES (dyne/cm) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai penurunan tegangan permukaan MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 15,03395764 Lama reaksi (Lj) 11 107,41761161 Interaksi (KLij) 22 17,89437460 Galat 36 43,21875345 Jumlah 71 183,56469729 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 7,51697882 9,76523742 0,81338066 1,20052093
Nilai F 6,26 8,13 0,68
Pr > F 0,0046** 0,0001*** 0,8312*
d. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor kecepatan pengadukan terhadap nilai penurunan tegangan permukaan MES Rataan Kelompok Kec. Pengadukan N (dyne/cm) Duncan (rpm) 180 24 31,1604 A 160 24 30,8375 A 140 24 30,0708 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
e. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor lama rekasi terhadap nilai penurunan tegangan permukaan MES Lama reaksi (menit) 180 300 210 240 270 330
N 6 6 6 6 6 6
Rataan (dyne/cm) 32,0917 31,8167 31,7500 31,6667 31,4750 31,3750
Kelompok Duncan A A A A A A
124
e. (lanjutan) Lama reaksi N Rataan Kelompok (menit) (dyne/cm) Duncan 360 6 31,1417 A 150 6 30,7917 A 120 6 29,4333 B 60 6 29,2833 B 90 6 28,8000 B 30 6 28,6500 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
f. Analisa nilai maksimum/minimum penurunan tegangan permukaan MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa Regresi untuk Variabel Tegangan Permukaan MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 81,113703 24,000733 1,544713 106,659149
R-Kuadrat 0,4419 0,1307 0,0084 0,5810
Rasio-F
Prob > F
34,806 10,299 1,326 18,307
0,0000 0,0001 0,2537 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean 0,979445
179,588901
0,385432
258,596335
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
maksimum
32,041789
125
Lampiran 11. Hasil Analisa Data Nilai Penurunan Tegangan Antarmuka MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran penurunan tegangan antarmuka MES Penurunan Tegangan Antarmuka (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 140 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
40,00
13,90
26,10
65,25%
40,00
10,10
29,90
74,75%
28,00
70,00%
60
40,00
13,50
26,50
66,25%
40,00
9,50
30,50
76,25%
28,50
71,25%
90
40,00
14,50
25,50
63,75%
40,00
8,50
31,50
78,75%
28,50
71,25%
120
40,00
14,50
25,50
63,75%
40,00
8,90
31,10
77,75%
28,30
70,75%
150
40,00
10,50
29,50
73,75%
40,00
9,70
30,30
75,75%
29,90
74,75%
180
40,00
10,00
30,00
75,00%
40,00
7,80
32,20
80,50%
31,10
77,75%
210
40,00
10,90
29,10
72,75%
40,00
9,50
30,50
76,25%
29,80
74,50%
240
40,00
12,00
28,00
70,00%
40,00
9,15
30,85
77,13%
29,43
73,56%
270
40,00
11,50
28,50
71,25%
40,00
8,00
32,00
80,00%
30,25
75,63%
300
40,00
9,85
30,15
75,38%
40,00
9,50
30,50
76,25%
30,33
75,81%
330
40,00
9,50
30,50
76,25%
40,00
9,00
31,00
77,50%
30,75
76,88%
360
40,00
12,00
28,00
70,00%
40,00
7,50
32,50
81,25%
30,25
75,63%
29,59
73,98%
Rataan Perlakuan
Penurunan Tegangan Antarmuka (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 160 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
40,00
12,00
28,00
70,00%
40,00
11,40
28,60
71,50%
28,30
70,75%
60
40,00
10,90
29,10
72,75%
40,00
10,00
30,00
75,00%
29,55
73,88%
90
40,00
12,00
28,00
70,00%
40,00
11,00
29,00
72,50%
28,50
71,25%
120
40,00
12,00
28,00
70,00%
40,00
10,00
30,00
75,00%
29,00
72,50%
150
40,00
9,00
31,00
77,50%
40,00
10,00
30,00
75,00%
30,50
76,25%
180
40,00
9,00
31,00
77,50%
40,00
9,00
31,00
77,50%
31,00
77,50%
210
40,00
8,00
32,00
80,00%
40,00
8,30
31,70
79,25%
31,85
79,63%
240
40,00
9,40
30,60
76,50%
40,00
10,00
30,00
75,00%
30,30
75,75%
270
40,00
9,00
31,00
77,50%
40,00
9,40
30,60
76,50%
30,80
77,00%
300
40,00
9,60
30,40
76,00%
40,00
9,00
31,00
77,50%
30,70
76,75%
330
40,00
8,20
31,80
79,50%
40,00
9,20
30,80
77,00%
31,30
78,25%
360
40,00
9,00
31,00
77,50%
40,00
9,00
31,00
77,50%
31,00
77,50%
30,23
75,58%
Rataan Perlakuan
126
Penurunan Tegangan Antarmuka (dyne/cm) Perlakuan
Kecepatan Pengadukan 180 rpm Ulangan Percobaan
Lama reaksi (menit)
I
Rata-rata
II
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Sebelum + MES
Setelah + MES
Penurunan
% Penurunan
Penurunan
% Penurunan
30
40,00
10,60
29,40
73,50%
40,00
13,00
27,00
67,50%
28,20
70,50%
60
40,00
9,10
30,90
77,25%
40,00
12,50
27,50
68,75%
29,20
73,00%
90
40,00
9,50
30,50
76,25%
40,00
12,50
27,50
68,75%
29,00
72,50%
120
40,00
10,70
29,30
73,25%
40,00
11,00
29,00
72,50%
29,15
72,88%
150
40,00
8,20
31,80
79,50%
40,00
11,80
28,20
70,50%
30,00
75,00%
180
40,00
10,30
29,70
74,25%
40,00
9,60
30,40
76,00%
30,05
75,13%
210
40,00
9,50
30,50
76,25%
40,00
7,70
32,30
80,75%
31,40
78,50%
240
40,00
8,70
31,30
78,25%
40,00
8,10
31,90
79,75%
31,60
79,00%
270
40,00
10,10
29,90
74,75%
40,00
10,80
29,20
73,00%
29,55
73,88%
300
40,00
9,00
31,00
77,50%
40,00
10,00
30,00
75,00%
30,50
76,25%
330
40,00
9,10
30,90
77,25%
40,00
8,50
31,50
78,75%
31,20
78,00%
360
40,00
7,60
32,40
81,00%
40,00
11,20
28,80
72,00%
30,60
76,50%
30,04
75,09%
Rataan Perlakuan
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan penurunan tegangan antarmuka Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Persamaan
r2
28,118636 0,0075582751 28,156714 0,00025330248 24,328359 0,038582755 30,402332 3,2558398 27,333864 0,018769314 -2,8746254e-005 28,640152 0,0081701632 28,686695 0,00026734667 24,478659 0,041583379 31,147206 3,6051991 27,597727 0,023061938 -3,8184038e-005
0,790 0,787 0,822 0,743 0,836
0,776 0,771 0,822 0,758 0,844
127
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model
Persamaan
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
r2
28,604545 0,0073484848 28,643321 0,00024212952 24,762509 0,038039883 30,878541 3,3327895 27,607955 0,021585498 -3,6505162e-005
0,750 0,746 0,804 0,755 0,823
Keterangan : Y = penurunan tegangan antarmuka MES (dyne/cm) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai penurunan tegangan antarmuka MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 5,19083080 Lama reaksi (Lj) 11 65,79958507 Interaksi (KLij) 22 11,01083326 Galat 36 106,82250584 Jumlah 71 188,82375496 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 2,59541540 5,98178046 0,50049242 2,96729183
Nilai F 0,87 2,02 0,17
Pr > F 0,4257* 0,0560* 1,0000*
d. Analisa nilai maksimum/minimum penurunan tegangan antarmuka MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa regresi untuk Variabel Tegangan Antarmuka MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 48,054442 10,510737 0,005354 58,570533
R-Kuadrat 0,2545 0,0557 0,0000 0,3102
Rasio-F
Prob > F
12,175 2,663 0,00271 5,936
0,0000 0,0772 0,9586 0,0001
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean 0,252630
165,052592
0,673893
306,192266
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
maksimum
31,058689
128
Lampiran 12. Hasil Analisa Data Nilai Stabilitas Emulsi MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran stabilitas emulsi MES Stabilitas Emulsi (%) Kecepatan Pengadukan
Perlakuan Lama reaksi (menit)
140 rpm Ulangan Percobaan I II
160 rpm Ulangan Percobaan
Ratarata
I
II
180 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan I
II
Ratarata
30
73,10
73,00
73,05
71,00
72,00
71,50
72,50
72,00
72,25
60
72,40
72,30
72,35
71,50
74,00
72,75
73,00
74,30
73,65
90
73,20
73,40
73,30
72,50
75,00
73,75
74,00
74,90
74,45
120
74,30
75,20
74,75
71,80
73,00
72,40
74,30
74,00
74,15
150
75,60
76,30
75,95
73,20
72,60
72,90
75,90
74,00
74,95
180
76,50
74,40
75,45
73,40
72,00
72,70
76,30
76,00
76,15
210
75,80
75,30
75,55
74,30
73,10
73,70
75,80
75,30
75,55
240
75,10
75,40
75,25
73,80
74,50
74,15
74,80
75,20
75,00
270
75,60
75,60
75,60
74,00
74,20
74,10
74,90
74,80
74,85
300
75,20
75,30
75,25
76,00
74,30
75,15
75,00
75,00
75,00
330
74,30
74,40
74,35
76,20
76,30
76,25
75,00
75,10
75,05
74,10 74,00 Rataan Perlakuan
74,05
75,80 76,20 Rataan Perlakuan
76,00
75,10 74,40 Rataan Perlakuan
74,75
360
74,58
73,78
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas emulsi Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Koefisien
73,554545 0,0052331002 73,56971 6,9468371e-005 69,628123 0,013536983 75,364527 1,2404515 71,136364 0,039778555 -8,8578089e-005 71,414394 0,01212704 71,433684 0,00016492577 66,09558 0,021680612 74,800098 1,6262121 72,228409 0,00049825175 2,9817405e-005
r2 0,487 0,485 0,655 0,674 0,899
0,902 0,904 0,823 0,690 0,924
74,65
129
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model Persamaan
Nilai
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
Koefisien
r2
73,581818 0,0054778555 3,59521 ,2831834e-005 69,592628 0,013835601 75,520715 1,3679187 71,770455 0,031354479 -6,6350316e-005
0,602 0,599 0,791 0,879 0,899
Keterangan : Y = stabilitas emulsi MES (%) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai stabilitas emulsi MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 11,17861383 Lama reaksi (Lj) 11 58,39821257 Interaksi (KLij) 22 39,08139405 Galat 36 17,94499950 Jumlah 71 126,60321995 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 5,58930692 5,30892842 1,77642700 0,49847221
Nilai F 11,21 10,65 3,56
Pr > F 0,0002*** 0,0001*** 0,0004***
d. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor kecepatan pengadukan terhadap nilai stabilitas emulsi MES Kec. Pengadukan Rataan Kelompok N (rpm) (%) Duncan 180 24 74,6500 A 140 24 74,5750 A 160 24 73,7792 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
e. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor lama rekasi terhadap nilai stabilitas emulsi MES Lama reaksi (menit) 330 300 210 360 270 240
N 6 6 6 6 6 6
Rataan (%) 75,2167 75,1333 74,9333 74,9333 74,8500 74,8000
Kelompok Duncan A A A A A A
130
e. (lanjutan) Lama reaksi N Rataan Kelompok (menit) (%) Duncan 180 6 74,7667 A 150 6 74,6000 AB 90 6 73,8333 B 120 6 73,7667 B 60 6 72,9167 B 30 6 72,2667 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
f. Analisa nilai maksimum/minimum stabilitas emulsi MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa regresi untuk Variabel Stabilitas Emulsi MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 44,818564 22,392379 0,007710 67,218652
R-Kuadrat 0,3540 0,1769 0,0001 0,5309
Rasio-F
Prob > F
24,906 12,443 0,00857 14,941
0,0000 0,0000 0,9265 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean -0,029198
159,416030
0,552897
286,228081
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
saddle point
74,57
131
Lampiran 13. Hasil Analisa Data Nilai Stabilitas Busa MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran stabilitas busa MES Stabilitas Busa (jam) Kecepatan Pengadukan
Perlakuan Lama reaksi (menit)
140 rpm Ulangan Percobaan I II
160 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan I II
180 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan I II
Ratarata
30
5,13
5,30
5,22
5,97
5,63
5,80
6,22
6,93
6,58
60
4,52
4,93
4,73
5,50
5,83
5,67
5,87
6,85
6,36
90
5,13
4,13
4,63
6,52
4,63
5,58
6,28
6,87
6,58
120
4,77
4,87
4,82
4,70
5,52
5,11
6,55
7,15
6,85
150
5,33
4,53
4,93
6,20
5,22
5,71
7,73
7,90
7,82
180
5,70
5,02
5,36
6,47
4,72
5,59
7,38
7,93
7,66
210
5,90
6,07
5,98
7,17
5,87
6,52
7,65
8,20
7,93
240
6,20
6,25
6,23
7,55
5,33
6,44
7,78
8,33
8,06
270
6,77
5,63
6,20
8,03
6,50
7,27
7,45
8,12
7,78
300
5,87
6,30
6,08
8,85
7,20
8,03
7,52
8,15
7,83
330
5,80
6,13
5,97
8,53
6,25
7,39
7,50
8,05
7,78
6,00 6,37 Rataan Perlakuan
6,18
8,38 6,37 Rataan Perlakuan
7,38
7,58 8,18 Rataan Perlakuan
7,88
360
5,53
6,37
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan stabilitas busa Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Koefisien
4,5436364 0,0050454545 4,6096437 0,00090867509 2,8878222 0,12727868 5,9934914 10,559967 4,5234091 0,0053344156 -7,4092574e-007 4,9212121 0,007451049 5,0077537 0,0011971426 2,8156822 0,15988204 7,0539395 13,603166 5,5147727 -0,0010283883 2,1742147e-005
r2 0,853 0,851 0,773 0,568 0,8534
0,857 0,867 0,741 0,534 0,887
7,42
132
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model Persamaan
Nilai
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
Koefisien
r2
6,4833333 0,0048333333 6,489727 0,0006732328 4,4172587 0,10199245 8,0316295 10,163256 5,7888636 0,014754329 -2,543845e-005
0,828 0,529 0,874 0,795 0,919
Keterangan : Y = stabilitas busa MES (jam) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai stabilitas busa MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 43,36473091 Lama reaksi (Lj) 11 30,22350412 Interaksi (KLij) 22 7,00869636 Galat 36 19,05694459 Jumlah 71 99,65387598 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 21,68236546 2,74759128 0,31857711 0,52935957
Nilai F 40,96 5,19 0,60
Pr > F 0,0001*** 0,0001*** 0,8947*
d. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor kecepatan pengadukan terhadap nilai stabilitas busa MES Kec. Pengadukan Rataan Kelompok N (rpm) (jam) Duncan 180 24 7,4243 A 160 24 6,3722 B 140 24 5,5271 C Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
e. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor lama rekasi terhadap nilai stabilitas busa MES Lama reaksi (menit) 300 360 270 330 240 210 180
N 6 6 6 6 6 6 6
Rataan (jam) 7,3139 7,1472 7,0833 7,0444 6,9083 6,8083 6,2028
Kelompok Duncan A AB ABC ABC ABC ABC BCD
133
e. (lanjutan) Lama reaksi N Rataan Kelompok (menit) (jam) Duncan 150 6 6,1528 CD 30 6 5,8639 D 90 6 5,8639 D 120 6 5,5917 D 60 6 5,5833 D Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
f. Analisa nilai maksimum/minimum stabilitas busa MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa regresi untuk Variabel Stabilitas Busa MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 69,033999 0,185990 0,005456 69,225445
R-Kuadrat
Rasio-F
Prob > F
0,6927 0,0019 0,0001 0,6947
74,868 0,202 0,0118 30,030
0,0000 0,8178 0,9137 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean -3,566876 88,662487 12,389698
2239,300121
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
saddle point
10,61
134
Lampiran 14. Hasil Analisa Data Nilai Daya Deterjensi MES
a. Rekapitulasi data hasil pengukuran daya deterjensi MES (kekeruhan) Daya Deterjensi (abs) Kecepatan Pengadukan
Perlakuan Lama reaksi (menit)
140 rpm Ulangan Percobaan I II
160 rpm Ulangan Percobaan I II
Ratarata
180 rpm Ratarata
Ulangan Percobaan I II
Ratarata
30
0,104
0,141
0,123
0,152
0,163
0,158
0,167
0,176
0,172
60
0,105
0,096
0,101
0,173
0,164
0,169
0,208
0,196
0,202
90
0,212
0,105
0,159
0,170
0,198
0,184
0,263
0,214
0,239
120
0,247
0,123
0,185
0,212
0,221
0,217
0,212
0,232
0,222
150
0,134
0,206
0,170
0,162
0,155
0,159
0,265
0,278
0,272
180
0,264
0,244
0,254
0,192
0,178
0,185
0,286
0,306
0,296
210
0,212
0,246
0,229
0,175
0,197
0,186
0,273
0,267
0,270
240
0,230
0,195
0,213
0,177
0,184
0,181
0,265
0,264
0,265
270
0,315
0,202
0,259
0,182
0,226
0,204
0,297
0,295
0,296
300
0,267
0,242
0,255
0,233
0,185
0,209
0,264
0,261
0,263
330
0,201
0,218
0,210
0,261
0,272
0,267
0,252
0,250
0,251
0,221 0,238 Rataan Perlakuan
0,230
0,262 0,251 Rataan Perlakuan
0,257
0,272 0,273 Rataan Perlakuan
0,273
360
0,199
0,198
b. Model persamaan hubungan antara lama reaksi pada berbagai tingkat kecepatan pengadukan dengan tingkat kekeruhan Kecepatan pengadukan (Rpm) 140
160
Model Persamaan Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2 Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
Nilai a b a b a b a b a b c a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Koefisien
0,12390909 0,00038508159 0,13931287 0,0017535609 0,037664331 0,32367017 0,28915034 67,346554 0,063636364 0,0012461205 -2,2077922e-006 0,14918182 0,00025034965 0,151342 0,0013275696 0,079376539 0,17873036 0,22584306 18,294076 0,18036364 -0,0001951049 1,1421911e-006
r2 0,798 0,760 0,852 0,862 0,901
0,772 0,791 0,695 0,582 0,837
0,252
135
b. (lanjutan) Kecepatan pengadukan (Rpm) 180
Model Persamaan
Nilai
Linear: y=a+bx Eksponensial: y=ae^(bx) Power: y=ax^b Growth: y=ax/(b+x) Kuadrat: y=a+bx+cx^2
a b a b a b a b a b c
= = = = = = = = = = =
Koefisien
r2
0,20531818 0,00023811189 0,21122867 0,00088029615 0,108336 0,16512762 0,29548032 22,889946 0,14556818 0,0010916833 -2,1886447e-006
0,690 0,666 0,818 0,873 0,903
Keterangan : Y = tingkat kekeruhan MES (A) X = lama reaksi (menit)
c. Analisis keragaman variabel respon nilai daya deterjensi MES Derajat Jumlah bebas Kuadrat Kec. Pengadukan (Ki) 2 0,04548659 Lama reaksi (Lj) 11 0,08207205 Interaksi (KLij) 22 0,03556975 Galat 36 0,03009450 Jumlah 71 0,19322289 * Keterangan : tidak memberikan pengaruh ** memberikan pengaruh nyata *** memberikan pengaruh sangat nyata Sumber variasi
Kuadrat Tengah 0,02274329 0,00746110 0,00161681 0,00083596
Nilai F 27,21 8,93 1,93
Pr > F 0,0001*** 0,0001*** 0,0384**
d. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor kecepatan pengadukan terhadap nilai daya deterjensi MES Kec. Pengadukan Rataan Kelompok N (rpm) (abs) Duncan 180 24 0,251500 A 140 24 0,198667 B 160 24 0,197708 B Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
e. Hasil uji Duncan taraf dalam faktor lama rekasi terhadap nilai daya deterjensi MES Lama reaksi (menit) 360 270 180 330 300
N 6 6 6 6 6
Rataan (abs) 0,25283 0,25283 0,24500 0,24233 0,24200
Kelompok Duncan A A AB AB AB
136
e. (lanjutan) Lama reaksi Rataan Kelompok N (menit) (abs) Duncan 210 6 0,22833 ABC 240 6 0,21917 ABC 120 6 0,20783 BC 150 6 0,20000 C 90 6 0,19367 C 60 6 0,15700 C 30 6 0,15050 C Keterangan : kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar taraf perlakuan, sedangkan kelompok duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar taraf perlakuan.
f. Analisa nilai maksimum/minimum daya deterjensi MES akibat pengaruh kecepatan pengadukan dan lama reaksi Analisa regresi untuk Variabel Deterjensi MES Regresi Linier Quadratic Crossproduct Total Regress
Derajat bebas 2 2 1 5
Jumlah Kuadrat Tipe I 0,098942 0,019790 0,002762 0,121494
R-Kuadrat 0,5121 0,1024 0,0143 0,6288
Rasio-F
Prob > F
45,520 9,105 2,542 22,358
0,0000 0,0003 0,1157 0,0000
Analisis Canonical untuk Permukaan Respon
Faktor Kec.pengadukan (rpm) Lama reaksi (menit)
Nilai kritis Pengkodean Tanpa Pengkodean -0,291849
154,163018
0,863600
337,493930
Titik Stasioner
Nilai estimasi pada titik stasioner
saddle point
0,22
137
Lampiran 15. Perhitungan Penentuan Kondisi Proses Produksi MES
Model persamaan regresi dari respon yang diamati 2
2
Y = a o + ∑ ai xi + ∑ aij xi x j + ∑ aii xi2 i =1
dimana : Y ao, ai, aij, aii xi xixj xi2
i< j
i =1
: respon perlakukan : koefisien parameter : pengaruh linier faktor utama : pengaruh linier dua faktor : pengaruh kuadratik faktor utama
Model persamaan dengan dua faktor perlakuan utama : X1 = Kecepatan pengadukan (rpm) (K) X2 = Lama reaksi (menit) (L) Y = Paremeter yang diamati (Penurunan Tegangan Permukaan) Y = ao + a1X1 + a2X2 + a3 (X1)2 + a4(X2)2 + a5X1X2 Kode
Y
X1
X2
X3 =(X1)2
X4 = (X2)2
K1L1
27,90
140
30
19600
900
4200
K1L2
28,55
140
60
19600
3600
8400
K1L3
27,75
140
90
19600
8100
12600
K1L4
27,78
140
120
19600
14400
16800
K1L5
29,90
140
150
19600
22500
21000
K1L6
30,78
140
180
19600
32400
25200
K1L7
31,88
140
210
19600
44100
29400
K1L8
32,15
140
240
19600
57600
33600
K1L9
30,88
140
270
19600
72900
37800
K1L10
31,18
140
300
19600
90000
42000
K1L11
31,15
140
330
19600
108900
46200
K1L12
30,98
140
360
19600
129600
50400
K2L1
28,95
160
30
25600
900
4800
K2L2
29,75
160
60
25600
3600
9600
K2L3
29,25
160
90
25600
8100
14400
K2L4
29,75
160
120
25600
14400
19200
K2L5
31,50
160
150
25600
22500
24000
K2L6
32,90
160
180
25600
32400
28800
K2L7
31,00
160
210
25600
44100
33600
K2L8
31,35
160
240
25600
57600
38400
K2L9
31,55
160
270
25600
72900
43200
K2L10
32,25
160
300
25600
90000
48000
K2L11
30,55
160
330
25600
108900
52800
K2L12
31,25
160
360
25600
129600
57600
K3L1
29,10
180
30
32400
900
5400
K3L2
29,55
180
60
32400
3600
10800
K3L3
29,40
180
90
32400
8100
16200
K3L4
30,78
180
120
32400
14400
21600
K3L5
30,98
180
150
32400
22500
27000
X5 = X1X2
138
K3L6
32,38
180
180
32400
32400
32400
K3L7
32,60
180
210
32400
44100
37800
K3L8
31,50
180
240
32400
57600
43200
K3L9
32,00
180
270
32400
72900
48600
K3L10
32,03
180
300
32400
90000
54000
K3L11
32,43
180
330
32400
108900
59400
K3L12
31,20
180
360
32400
129600
64800
SS
MS
SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R
0,872602042
R Square
0,761434323
Adjusted R Square
0,721673377
Standard Error
0,747013203
Observations
36
ANOVA
Df Regression
5
53,43211
10,68642
Residual
30
16,74086
0,558029
Total
35
70,17297
Coefficients
Standard Error
t Stat
F 19,15031
Sig. F 1,56E-08
P-value
Intercept
6,129176
16,93376
0,364164
0,71829
X Variable 1
0,221629
0,211912
1,044648
0,30453
X Variable 2
0,046494
0,012898
3,589775
0,001163
X Variable 3
-0,000555
0,00066
-0,84009
0,407504
X Variable 4
-5,9822E-05
1,31E-05
-4,56061
8,03E-05
X Variable 5
-8,6611E-05
7,36E-05
-1,15866
0,255736
Model : Y = 6,13 + 2,21E-01X1 + 4,65E-02X2 - 5,55E-04(X1)2 - 5,98E-05(X2)2 – 8,66E-05X1X2 Grafik :
Yoptm = 32,04 dyne/cm X1 = 179,6 rpm X2 = 258,6 menit
139
Lampiran 16. Rancangan Dasar Mesin/Peralatan Produksi MES
140
Lampiran 17. Kebutuhan Dana Investasi Pendirian Industri Surfaktan MES No. Komponen Satuan A. Investasi Tetap 1 Pra Operasional a. Studi Kelayakan paket b. Pembuatan Detail Engineering Design paket c. Perizinan dan Amdal paket Subtotal 1 2 Pekerjaan Sipil dan Struktur a. Tanah ha b. Bangunan kantor dan pabrik ha c. Jalan paket d. Instalasi air paket e. Instalasi listrik paket f. Instalasi telepon paket g. Instalasi limbah paket Subtotal 2 3 Mesin dan Peralatan a. Peralatan produksi surfaktan MES - Tangki umpan paket - Tangki proses paket - Tangki penyaring dan pembersih paket - Tangki pemurnian paket - Tangki produk paket - Tangki penyimpanan paket - Pompa dan pemipaan paket - Kontrol panel paket b. Peralatan pengemas paket c. Alat-alat laboratorium paket d. Alat-alat bengkel paket e. Boiler paket f. Genset paket g. Kelengkapan kantor paket Subtotal 3 4 Kendaraan Operasional a. Truk bak terbuka unit b. Mobil box unit c. Motor unit Subtotal 4
Jumlah Harga/Satuan (Rp)
1 1 1
25.000.000 150.000.000 150.000.000
25.000.000 150.000.000 150.000.000 325.000.000
1 1 1 1 1 1 1
1.500.000.000 3.500.000.000 300.000.000 50.000.000 50.000.000 15.000.000 350.000.000
1.500.000.000 3.500.000.000 300.000.000 50.000.000 50.000.000 15.000.000 350.000.000 5.765.000.000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
550.000.000 1.150.000.000 750.000.000 1.250.000.000 350.000.000 450.000.000 650.000.000 350.000.000 650.000.000 500.000.000 450.000.000 250.000.000 350.000.000 250.000.000
550.000.000 1.150.000.000 750.000.000 1.250.000.000 350.000.000 450.000.000 650.000.000 350.000.000 650.000.000 500.000.000 450.000.000 250.000.000 350.000.000 250.000.000 7.950.000.000
1 1 2
250.000.000 160.000.000 14.000.000
250.000.000 160.000.000 28.000.000 438.000.000
Total A (1+2+3+4) B. Modal Kerja a. Star up b. Bahan Baku c. Biaya Operasional Total B Total Investasi (A+B)
Total (Rp)
14.478.000.000
paket bulan bulan
1 6 6
350.000.000 1.874.151.316 329.893.000
350.000.000 11.244.907.895 1.979.358.000 13.574.265.895 28.052.265.895
Lampiran 18. Nilai Depresiasi Bangunan, Alat Mesin dan Kendaraan
No. 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jenis Item Bangunan kantor dan pabrik Jalan Instalasi air Instalasi listrik Instalasi telepon Instalasi limbah Peralatan produksi surfaktan MES - Tangki umpan - Tangki proses - Tangki pemurnian - Tangki produk - Tangki penyimpanan - Pompa dan pemipaan - Kontrol panel Peralatan pengemas Alat-alat laboratorium Alat-alat bengkel Boiler Genset Kelengkapan kantor Truk bak terbuka Mobil box Motor Total Biaya Depresiasi
Harga/Satuan (Rp)
Satuan
Jumlah
ha paket paket paket paket paket
1 1 1 1 1 1
3.500.000.000 300.000.000 50.000.000 50.000.000 15.000.000 350.000.000
paket paket paket paket paket paket paket paket paket paket paket paket paket unit unit unit
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2
550.000.000 1.150.000.000 1.250.000.000 350.000.000 450.000.000 650.000.000 350.000.000 650.000.000 500.000.000 450.000.000 250.000.000 350.000.000 250.000.000 250.000.000 160.000.000 14.000.000
Umur Pakai (tahun)
Nila sisa/unit (Rp)
Depresiasi/ unit per tahun (Rp)
Total depresiasi per tahun (Rp)
10 10 10 10 10 10
350.000.000 30.000.000 5.000.000 5.000.000 1.500.000 35.000.000
315.000.000 27.000.000 4.500.000 4.500.000 1.350.000 31.500.000
315.000.000 27.000.000 4.500.000 4.500.000 1.350.000 31.500.000
10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
55.000.000 115.000.000 125.000.000 35.000.000 45.000.000 65.000.000 35.000.000 65.000.000 50.000.000 45.000.000 25.000.000 35.000.000 25.000.000 25.000.000 16.000.000 1.400.000 1.263.900.000
49.500.000 103.500.000 112.500.000 31.500.000 40.500.000 58.500.000 31.500.000 58.500.000 45.000.000 40.500.000 22.500.000 31.500.000 22.500.000 22.500.000 14.400.000 1.260.000
49.500.000 103.500.000 112.500.000 31.500.000 40.500.000 58.500.000 31.500.000 58.500.000 45.000.000 40.500.000 22.500.000 31.500.000 22.500.000 22.500.000 14.400.000 2.520.000 1.138.770.000
Lampiran 19. Penyediaan Dana Investasi
141
Total Investasi Modal Sendiri (30%) Pinjaman Bank (70%) Bunga Pinjaman
: : : :
Rp 28.123.707.895,Rp 8.437.112.368,Rp 19.686.595.526,16%
Perincinan Pengembalian Modal Pinjaman Bank selama 10 tahun, i = 16%/th Tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jumlah Kredit (Rp) 19.686.595.526 17.717.935.974 15.749.276.421 13.780.616.868 11.811.957.316 9.843.297.763 7.874.638.211 5.905.978.658 3.937.319.105 1.968.659.553
Bayar pokok (Rp) 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 1.968.659.553 TOTAL
Bunga/tahun 16% 3.149.855.284 2.834.869.756 2.519.884.227 2.204.898.699 1.889.913.171 1.574.927.642 1.259.942.114 944.956.585 629.971.057 314.985.528
Sisa Kredit (Rp) 17.717.935.974 15.749.276.421 13.780.616.868 11.811.957.316 9.843.297.763 7.874.638.211 5.905.978.658 3.937.319.105 1.968.659.553 0
Pembayaran (Rp) 5.118.514.837 4.803.529.308 4.488.543.780 4.173.558.252 3.858.572.723 3.543.587.195 3.228.601.666 2.913.616.138 2.598.630.609 2.283.645.081 37.010.799.589
142
Lampiran 20. Volume Produksi, Penjualan dan Nilai Penjualan Surfaktan MES Uraian
Satuan
Kapasitas Produksi
Liter
Persentase Produksi
%
Penjualan
Liter
Harga Jual
Rp/liter
Nilai Penjualan
Rp
Tahun I
Tahun II
Tahun III - X
1.800.000
1.800.000
1.800.000
60
80
100
1.080.000
1.440.000
1.800.000
24.500
24.500
24.500
26.460.000.000
35.280.000.000
44.100.000.000
143
Lampiran 21. Kebutuhan Bahan Baku Industri Surfaktan MES
No.
Uraian
Satuan
Kebutuhan per bulan
Harga (Rp)
1. Kapasitas produksi
Tahun I (Rp)
Tahun II (Rp) Tahun III–X (Rp)
60%
80%
100%
2. Kebutuhan bahan baku & pembantu a. Metil Ester
Liter
157.895
7.500
8.526.315.789
11.368.421.053
14.210.526.316
b. Na-Bisulfit
kg
47.368
10.000
3.410.526.316
4.547.368.421
5.684.210.526
Liter
15.789
9.500
1.080.000.000
1.584.000.000
1.800.000.000
789
6.500
36.947.368
54.189.474
61.578.947
paket
1
10.000.000
72.000.000
72.000.000
72.000.000
a. Drum 25 L
buah
600
7.500
32.400.000
43.200.000
54.000.000
b. Drum 200 L
buah
675
75.000
364.500.000
486.000.000
607.500.000
13.522.689.474
18.155.178.947
22.489.815.789
c. Metanol d. NaOH e. Bahan kimia untuk analisis
kg
3. Bahan Kemasan
Total Biaya
144
Lampiran 22. Kebutuhan Tenaga Kerja Industri Surfaktan MES Jumlah
Gaji pokok (Rp/bulan)
Total gaji (Rp/bulan)
1. Kantor a. Direktur b. Wakil Direktur c. Sekretaris d. Administrasi e. Manager f. Office boy g. Satpam SubTotal A
1 2 1 2 3 1 5
6.000.000 5.000.000 2.000.000 2.500.000 3.500.000 750.000 1.500.000
6.000.000 10.000.000 2.000.000 5.000.000 10.500.000 750.000 7.500.000
72.000.000 120.000.000 24.000.000 60.000.000 126.000.000 9.000.000 90.000.000 501.000.000
2. Pabrik a. Kepala produksi b. Teknisi alat c. Staf laboratorium d. Operator e. Staf produksi SubTotal B
1 9 4 6 25
3.500.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.500.000
3.500.000 18.000.000 8.000.000 12.000.000 37.500.000
42.000.000 216.000.000 96.000.000 144.000.000 450.000.000 948.000.000
No.
Jabatan
Total (A+B)
Total gaji (Rp/tahun)
1.449.000.000
145
Lampiran 23. Kebutuhan Biaya Operasional Industri Surfaktan MES No. Jenis Pengeluaran A Biaya Tetap 1. Biaya Operasional Kantor a. Gaji pegawai kantor b. Biaya telepon & fax c. Biaya administrasi dan umum d. Biaya transportasi e. Biaya lain-lain SubTotal 1 B Biaya Tidak Tetap 1. Biaya Operasional Pabrik a. Gaji pegawai pabrik b. Biaya BBM/Solar c. Biaya listrik/PAM d. Biaya pemeliharaan SubTotal 2 2. Biaya Pemasaran a. Promosi/iklan b. Distribusi c. Perjalanan d. Biaya Bonus/komisi SubTotal 3 Total (1+2+3)
Tahun I (Rp)
Tahun II (Rp)
Tahun III-X (Rp)
501.000.000 30.000.000 36.000.000 42.000.000 48.000.000 657.000.000
501.000.000 30.000.000 36.000.000 42.000.000 48.000.000 657.000.000
501.000.000 30.000.000 36.000.000 42.000.000 48.000.000 657.000.000
1.449.000.000 108.000.000 180.000.000 120.000.000 1.857.000.000
1.449.000.000 108.000.000 180.000.000 120.000.000 1.857.000.000
1.449.000.000 108.000.000 180.000.000 120.000.000 1.857.000.000
396.900.000 529.200.000 264.600.000 396.900.000 1.587.600.000
396.900.000 529.200.000 264.600.000 396.900.000 1.587.600.000
1.323.000.000 529.200.000 264.600.000 396.900.000 2.513.700.000
4.101.600.000
4.101.600.000
5.027.700.000
146
Lampiran 24. Proyeksi Laba Rugi Industri Surfaktan MES Tahun ke-(Rp)
Uraian 1 A
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penerimaan 1. Penjualan produk
26.460.000.000
35.280.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
Total A
26.460.000.000
35.280.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
44.100.000.000
B
Pengeluaran 1. Biaya bahan baku & pembantu
13.522.689.474
18.155.178.947
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
22.489.815.789
2. Biaya operasional
4.101.600.000
4.101.600.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
5.027.700.000
3. Biaya depresiasi
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
18.763.059.474
23.395.548.947
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
28.656.285.789
7.696.940.526
11.884.451.053
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211
15.443.714.211 314.985.528
Total B Laba operasi (A - B) C
Pembayaran bunga 1. Bunga modal investasi
3.149.855.284
2.834.869.756
2.519.884.227
2.204.898.699
1.889.913.171
1.574.927.642
1.259.942.114
944.956.585
629.971.057
Total C
3.149.855.284
2.834.869.756
2.519.884.227
2.204.898.699
1.889.913.171
1.574.927.642
1.259.942.114
944.956.585
629.971.057
314.985.528
D
Laba sebelum pajak ((A -B) -C)
4.547.085.242
9.049.581.297
12.923.829.983
13.238.815.512
13.553.801.040
13.868.786.568
14.183.772.097
14.498.757.625
14.813.743.154
15.128.728.682
E
Pajak penghasilan Laba Bersih
454.708.524
904.958.130
1.292.382.998
1.323.881.551
1.355.380.104
1.386.878.657
1.418.377.210
1.449.875.763
1.481.374.315
1.512.872.868
4.092.376.718
8.144.623.167
11.631.446.985
11.914.933.960
12.198.420.936
12.481.907.912
12.765.394.887
13.048.881.863
13.332.368.838
13.615.855.814
147
Lampiran 25. Proyeksi Arus Kas Industri Surfaktan MES Tahun (Rp)
Uraian 0 A
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kas Masuk 1. Laba Bersih
0
4.092.376.718
8.144.623.167
11.631.446.985
11.914.933.960
12.198.420.936
12.481.907.912
12.765.394.887
13.048.881.863
13.332.368.838
13.615.855.814
2. Depresiasi
0
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
1.138.770.000
3. Nilai Sisa
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.263.900.000
5. Modal Investasi Tetap
14.478.000.000
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
6. Modal kerja
13.645.707.895 5.231.146.718
9.283.393.167
12.770.216.985
13.053.703.960
13.337.190.936
13.620.677.912
13.904.164.887
14.187.651.863
14.471.138.838
16.018.525.814
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.968.659.553
Total A B
1
28.123.707.895
Kas Keluar 1. Investasi Tetap - Pra oprasional
325.000.000
- Pekerjaan Sipil dan Struktur
5.765.000.000
- Mesin dan Peralatan
7.950.000.000
- kendaraan Operasioanl 2. Modal kerja
438.000.000 13.645.707.895
3. Angsuran Pinjaman Bank
0
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
1.968.659.553
4. Angsuran Pinjaman Sendiri
0
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
843.711.237
28.123.707.895
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789
2.812.370.789 13.206.155.024
Total B Kas Bersih
0
2.418.775.928
6.471.022.378
9.957.846.195
10.241.333.171
10.524.820.147
10.808.307.122
11.091.794.098
11.375.281.073
11.658.768.049
Kas Awal Tahun
0
0
2.418.775.928
8.889.798.306
18.847.644.501
29.088.977.672
39.613.797.819
50.422.104.941
61.513.899.039
72.889.180.112
84.547.948.161
Kas Akhir Tahun
0
2.418.775.928
8.889.798.306
18.847.644.501
29.088.977.672
39.613.797.819
50.422.104.941
61.513.899.039
72.889.180.112
84.547.948.161
97.754.103.185
148
Lampiran 26. Kriteria Kelayakan Industri Surfaktan MES Tahun
Bt-Ct (Rp)
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(28.123.707.895) 2.418.775.928 6.471.022.378 9.957.846.195 10.241.333.171 10.524.820.147 10.808.307.122 11.091.794.098 11.375.281.073 11.658.768.049 13.206.155.024
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR (%) Net B/C PBP (Tahun) BEP (volume) (Liter) BEP (nilai) (Rp)
Akumulasi (Rp) (28.123.707.895) (25.704.931.966) (19.233.909.589) (9.276.063.393) 965.269.778 11.490.089.924 22.298.397.046 33.390.191.144 44.765.472.217 56.424.240.266 69.630.395.291
16% DF 1,0000 0,8621 0,7432 0,6407 0,5523 0,4761 0,4104 0,3538 0,3050 0,2630 0,2267 Total NPV (Rp)
PV (Rp) (28.123.707.895) 2.085.151.662 4.809.023.765 6.379.570.577 5.656.197.141 5.011.003.857 4.436.185.944 3.924.604.291 3.469.750.306 3.065.707.802 2.993.618.809 13.707.106.258
Nilai 13.707.106.258 25,70% 1,49 3,94 68.598 1.680.659.331
149