PEMBUATAN DAN PENCIRIAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DARI MINYAK OLEIN
OTTO FRESLY SILABAN
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK OTTO FRESLY SILABAN. Pembuatan dan Pencirian Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Olein. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan OBIE FAROBIE. Peningkatan nilai tambah minyak sawit selain menjadi metil ester oleat juga dapat melalui pembentukan metil ester sulfonat (surfaktan). Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua bahan baik berupa cairan-cairan, cairan-padatan, atau cairan-gas. Metil ester sulfonat (MES) adalah salah satu jenis surfaktan anionik, muatan negatif pada gugus hidrofiliknya bersifat aktif permukaan. MES dibuat melalui proses sulfonasi menggunakan gas SO 3 dalam reaktor film turun tabung tunggal (STFR), yang dilakukan pada suhu 80 °C dengan selang waktu 60 sampai 360 menit. Hasil penelitian menunjukkan lama proses 360 menit dengan netralisasi merupakan perlakuan terbaik dengan nilai tegangan antarmuka sebesar 7.7 × 10-3 dyne/cm, rerata kandungan bahan aktif dan bilangan asam sebesar 10.8770% dan 0.1889 mg KOH/g MES, bilangan iodin 27.4687 mg I 2 /g MES, densitas 0.98619 g/mL.
ABSTRACT OTTO FRESLY SILABAN. Preparation and Characterization Methyl Ester Sulfonate (MES) from Olein Methyl Ester. Supervised by ETI ROHAETI and OBIE FAROBIE. Added value of oil palm beside by changing methyl ester oleate can also be carried out by methyl ester sulfonate (surfactant) production. Surfactant is surface active agent that can reduce interfacial tension (IFT) between two materials, liquid-liquid, liquid-solid, or liquid-gas. Methyl ester sulfonate (MES) is an anionic surfactant, negative charge out its hydrophilic group has surface active characteristic. Methyl Ester Sulfonate (MES) was prepared by sulfonation with SO 3 gas in a falling single tube film reactor, carried out at 80 °C with an interval of 60 to 360 minutes. The results showed 360 minutes process with neutralization was the best treatment with IFT value of 7.7 × 10-3 dyne/cm, average active matter content and acid value of 10.8770% and 0.1889 mg KOH/g, iodine number of 27.4687 mg I 2 /g MES, and density of 0.98619 g/ml.
vi
PEMBUATAN DAN PENCIRIAN METIL ESTER SULFONAT (MES) DARI MINYAK OLEIN
OTTO FRESLY SILABAN
Skripsi sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
vi
Judul Nama NIM
: Pembuatan dan Pencirian Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Olein : Otto Fresly Silaban : G44086024
Disetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Obie Farobie, M.Si
Dr. Eti Rohaeti, M.Si NIP 196008071987032001
Diketahui Ketua Departemen,
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S. NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
vi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2009 sampai Februari 2010 di Laboratorium Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM IPB. Karya ilmiah yang berjudul Pembuatan dan Pencirian Metil Ester Sulfonat (MES) dari Minyak Olein ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia FMIPA IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Eti Rohaeti, M.Si. selaku pembimbing pertama dan Bapak Obie Farobie M.Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Mamak, Abang, Kakak dan Adikku yang tercinta yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang sampai saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman SBRC, teman-teman Kimia angkatan 42, serta teman-teman Ekstensi Kimia angkatan 2007 dan 2008 yang turut membantu, memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya ilmiah. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2011 Otto Fresly Silaban
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 28 Agustus 1987 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Wilsasar Silaban dan Osmaria Sinaga. Tahun 2005, penulis lulus dari SMU Negeri 2 Pematangsiantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Keahlian Analisis Kimia, Direktorat Program Diploma IPB. Tahun 2008, penulis mengikuti kegiatan Praktik Lapangan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong dan menyelesaikan laporan akhir dengan judul Uji Aktivitas Enzim Mannanase. Lulus tahun 2008, penulis bekerja di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) dan melanjutkan pendidikan pada Program S1 Penyelenggaraan Khusus Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Tahun 2010, penulis melakukan penelitian di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi – LPPM IPB.
vi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... viii PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 TINJAUAN PUSTAKA Minyak Sawit ......................................................................................... Metil Ester .............................................................................................. Metil Ester Sulfonat ............................................................................... Tegangan Antarmuka (IFT) ...................................................................
1 2 2 4
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan........................................................................................ 4 Metode .................................................................................................... 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Transesterifikasi Olein................................................................. Sulfonasi dalam Reaktor Film Turun Tabung Tunggal (STFR) ............ Analisis Bilangan iodin ........................................................................... Analisis Bahan Aktif dan Bilangan Asam MES .................................... Analisis Warna (Metode Klett) ............................................................... Analisis Densitas .................................................................................... Analisis Tegangan antarmuka (IFT) ......................................................
6 7 8 8 9 9 9
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 11 Saran........................................................................................................ 11 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11 LAMPIRAN........................................................................................................ 13
vii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Persyaratan kualitas ME menurut SNI 04-7182-2006 ..................................
2
2 Sifat fisikokimia metil ester oleat hasil penelitian dibandingkan standar .....
6
3 Rerata bahan aktif dan bilangan asam MES ..................................................
9
4 Rerata warna (Klett) pada beragam waktu sulfonasi .....................................
9
5 Hasil analisis densitas dan IFT pada MES .................................................... 10
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses pengolahan kelapa sawit ....................................................................
1
2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol .....................................
2
3 Struktur MES .................................................................................................
4
4 Reaksi sulfonasi ME ......................................................................................
4
5 Tampilan minyak sebelum ditransesterifikasi dan ME setelah dimurnikan ........................................................................................
6
6 Reaktor film turun tabung tunggal (STFR) ...................................................
7
7 Mekanisme reaksi sulfonasi metil ester oleat ................................................
8
8 Kurva bilangan iod MES netralisasi dan tanpa netralisasi ............................
8
9 Penampakan tegangan antarmuka minyak bumi pada pengukuran IFT dengan perbesaran 1 : 6,5 pixel ..................................................................... 10 10 Kurva tegangan antarmuka MES tanpa netralisasi dan MES yang dinetralisasi............................................................................................ 10
viii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian................................................................................... 14 2 Analisis bilangan asam dan asam lemak bebas olein ..................................... 15 3 Analisis bilangan asam, bilangan iodin dan bilangan penyabunan ME ......... 16 4 Bilangan iodin MES tanpa netralisasi dan dengan netralisasi........................ 17 5 Uji pH MES ................................................................................................... 19 6 Bahan aktif dan bilangan asam MES tanpa netralisasi dan dengan netralisasi .......................................................................................... 20 7 Uji warna (Klett) MES tanpa netralisasi dan dengan netralisasi pada panjang gelombang 420 nm .................................................................. 22
1
PENDAHULUAN Saat ini Indonesia menduduki posisi sebagai produsen sawit terbesar dunia. Areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 6.6 juta ha, dengan total produksi crude palm oil (CPO) mencapai sekitar 17 juta ton. Dari total produksi CPO nasional tersebut, sekitar 38.2% dikonsumsi untuk kebutuhan domestik dan sisanya sebesar 61.8% diekspor. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan di Indonesia masih terbatas untuk industri pangan (minyak goreng, margarin) dan industri non pangan seperti oleokimia (asam lemak, gliserol), sabun, dan biodiesel. Hingga saat ini industri oleokimia turunan belum dikembangkan dengan baik, padahal produk ini memiliki nilai tambah jauh lebih tinggi. Salah satu produk oleokimia turunan bernilai tambah tinggi adalah surfaktan. Metil ester (ME) dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi trigliserida minyak. Transesterifikasi adalah penggantian gugus gliseril dengan gugus alkil lain dari alkohol. Umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH. ME telah digunakan sebagai bahan bakar biodiesel sebagai pengganti solar. Selain sebagai bahan bakar, ME dapat diubah menjadi surfaktan metil ester sulfonat (MES). Pengembangan surfaktan berbasis minyak sawit dapat dilakukan di Indonesia mengingat potensi bahan baku minyak sawit Indonesia yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas. Pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan, bahan pembusaan dan pengemulsi. Pemanfaatan surfaktan pada berbagai industri lain di antaranya adalah pada industri kosmetika, farmasi, cat dan pelapis, pangan, pertambangan, kertas, tekstil, kulit, produk kosmetika dan produk perawatan diri, karet, plastik, logam, dan perminyakan (Rosen & Dahanayake 2000). MES dapat diproduksi dari ME melalui proses sulfonasi dengan beberapa agen pensulfonasi antara lain asam sulfat, asam sulfit, NaHSO 3 , dan gas SO 3 . Pada penelitian yang dilakukan Hambali et al. (2006), produksi surfaktan MES dilakukan dengan sistem batch menggunakan reaktan NaHSO 3 dan H 2 SO 4 , namun limbah yang dihasilkan cukup besar. Sheats dan MacArthur (2002) menggunakan gas SO 3 sebagai bahan pensulfonasi ME pada reaktor film turun. sebagai agen Keunggulan gas SO 3
pensulfonasi antara lain lebih reaktif, tidak dihasilkan limbah pada prosesnya, serta proses dapat dilakukan secara kontinu. Penelitian ini menggunakan reaktor film turun tabung tunggal (STFR) yang telah dikembangkan oleh Hambali et al. (2006). Proses sulfonasi dilakukan secara kontinu dalam skala pilot, dengan panjang 6 m dan diameter 25 mm. Sebagai bahan baku, terlebih dulu dibuat ME dari minyak olein secara transesterifikasi dengan KOH sebagai katalis. Sintesis MES dari ME dilakukan menggunakan gas SO 3 pada suhu 80 0C selama 6 jam. Pencirian dilakukan terhadap produk ME dan MES yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Sawit Kelapa sawit menghasilkan 2 macam minyak yang sangat berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut dan minyak yang berasal dari biji. Minyak sawit dari sabut dikenal dengan minyak sawit mentah dan yang dari biji disebut minyak inti sawit (PKO). Minyak sawit kasar (CPO) merupakan hasil olahan daging buah sawit melalui proses perebusan tandan buah segar (TBS), perontokan, dan pengepresan. CPO diperoleh dari bagian mesokarp buah sawit yang telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan penjernihan. Minyak ini merupakan produk tingkat pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30% dari nilai TBS. Minyak inti sawit diperoleh dari bagian biji sawit dengan cara pengepresan. Pengolahan kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1. Tandan Buah Segar
(TBS)
Tandan Kosong + Air
Brondolan
Nut
Biji (PKO)
Mesokarp
Cangkang
CPO
Air
Serat
Gambar 1 Proses pengolahan kelapa sawit.
2
Metil Ester (ME) Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, dan minyak kedelai. Transesterifikasi berfungsi menggantikan gugus hidroksil dari gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. Umumnya katalis yang digunakan adalah natrium metilat, NaOH, atau KOH. Molekul trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan 3 asam lemak. Transformasi kimia menjadi ME melibatkan transesterifikasi trigliserida dengan alkohol membentuk alkil ester. Alkohol yang paling banyak digunakan adalah metanol karena lebih murah (Lotero et al. 2004). Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi bergerak ke kanan agar dihasilkan metil ester, perlu digunakan alkohol dalam jumLah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Pada Gambar 2 disajikan reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metil ester. O
R1
R2
C O
C
OCH2 CH2OH OCH
+ CH3OH
Katalis
CHOH
O
+ 3R
C
OCH3
O CH2OH R3
C
OCH2
Trigliserida
Metanol
Gliserol
Metil ester
Gambar 2 Reaksi transeterifikasi trigliserida dengan metanol. Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor bergantung pada kondisi reaksinya (Meher et al. 2004). Faktor tersebut di antaranya adalah kadar asam lemak bebas (FFA) dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, nisbah molar antara alkohol dan minyak dan jenis alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, serta intensitas pencampuran dan penggunaan pelarut organik. Kualitas ME dipengaruhi oleh kualitas minyak (bahan baku), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses, serta parameter pasca-produksi seperti kontaminan. Kontaminan tersebut di antaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, dan residu katalis (Gerpen et al. 1996). Teknik pembuatan ME hanya akan berguna apabila produk yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi (syarat mutu) yang telah
ditetapkan. Persyaratan mutu ME di Indonesia sudah dibakukan dalam SNI-04-7182-2006, yang telah disahkan dan diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) tanggal 22 Februari 2006. Tabel 1 menyajikan persyaratan kualitas ME yang diinginkan tersebut. Tabel 1
Persyaratan kualitas ME menurut SNI-04-7182-2006
Parameter dan satuan
Batas nilai
Metode uji
Metode setara
Bilangan asam, mg KOH/g
Maks 0.8
AOCS Cd 363
FBIA01-03
Gliserol bebas %-bobot
Maks 0.02
AOCS Ca 14-56
FBIA02-03
Gliserol total %-bobot
Maks 0.24
AOCS Ca 14-56
FBIA02-03
Bilangan iodin, g I 2 /100 g
Maks 115
AOCS Cd 125
FBIA04-03
Kadar ester alkil %bobot
Min 96.5
Dihitung
FBIA03-03
Bilangan penyabunan mg KOH/g
Maks 245
Dihitung
FBIA01-03
Reaksi transesterifikasi secara batch lebih sederhana dibandingkan dengan secara kontinu, dan dapat mengubah minyak menjadi ME hingga 80–94% dalam waktu 20–30 menit. Hasil yang diperoleh dipengaruhi oleh nisbah minyak dengan alkohol, waktu reaksi, suhu, jenis katalis, konsentrasi katalis, sifat trigliserida, dan intensitas pencampuran. Reaktor transesterifikasi secara kontinu telah dikembangkan untuk memperkecil ukuran reaktor dan waktu reaksi. Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas yang tinggi pada permukaan. Peranan surfaktan yang begitu beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang seimbang. Molekul surfaktan dapat divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri dari bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik (suka air), merupakan bagian yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik (benci air/suka minyak), merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau nonion, sedangkan ekor dapat berupa hidrokarbon rantai linear atau bercabang. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui 1996). Aplikasi surfaktan pada industri sangat luas, contohnya sebagai bahan utama pada
3
industri detergen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan pengemulsi pada industri kosmetik dan farmasi, bahan pengemulsi pada industri cat, serta bahan pengemulsi dan sanitasi pada industri pangan (Hui 1996). Flider (2001) menyebutkan bahwa jutaan ton surfaktan digunakan setiap tahunnya pada beragam aplikasi yang berbeda. Walaupun pemakaian terbesar surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan, surfaktan banyak pula digunakan untuk produk pangan, pertambangan, cat dan pelapis, kertas, tekstil, serta produk kosmetika. Kecuali untuk sabun, kebutuhan pasar dunia terhadap surfaktan diperkirakan mencapai 10 000 000 ton per tahun. Menurut Hui (1996) dan Matheson (1996), surfaktan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok besar, yaitu anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik. Masing-masing kelompok surfaktan tersebut memiliki struktur kimia dan perilaku yang berbeda. Surfaktan anionik adalah bahan aktif permukaan yang bagian hidrofobiknya berhubungan dengan gugus anion (ion negatif). Dalam medium cair, molekul surfaktan anionik terpecah menjadi gugus kation yang bermuatan positif dan gugus anion yang bermuatan negatif. Gugus anion merupakan pembawa sifat aktif permukaan pada surfaktan anionik. Contoh khas surfaktan anionik adalah ester sulfonat. Surfaktan berbasis minyak-lemak (oleokimia) merupakan kelompok surfaktan berbasis bahan alami yang paling banyak dihasilkan. Minyak dan lemak yang biasanya digunakan untuk memproduksi surfaktan di antaranya lemak hewan, minyak biji bunga matahari, minyak kedelai, minyak kelapa, minyak jarak, dan minyak sawit. Umumnya bahan baku minyak dan lemak tersebut harus diproses terlebih dahulu menjadi senyawa oleokimia dasar sebelum digunakan untuk memproduksi surfaktan. Oleokimia dasar yang dihasilkan dari minyak dan lemak adalah asam lemak, gliserol, metil ester, dan lemak alkohol. Menurut Ahmad et al. (2007), metil ester merupakan alternatif bahan baku untuk produksi surfaktan, yang dapat diperoleh dari hasil produksi biodiesel. Sulfonasi menggunakan gas SO 3 merupakan reaksi eksoterm dan berlangsung spontan. Oleh karena itu, gas SO 3 harus kering untuk menghindari degradasi produk, sehingga produk yang diinginkan dapat dihasilkan. Sulfonasi gas SO 3 pada bahan organik untuk menghasilkan surfaktan anionik merupakan kombinasi dari kontak antara 2
fase, yaitu gas dan cairan. SO 3 diabsorpsi dari fase gas dalam udara kering kemudian reaksi berlangsung dalam fase cair. Sifat-sifat surfaktan dipengaruhi oleh adanya bagian hidrofilik dan hidrofobik pada molekul surfaktan. Keberadaan gugus hidrofobik dan hidrofilik dalam satu molekul menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antarmuka dari fase-fase yang berbeda tingkat kepolaran dan ikatan hidrogen seperti minyak/air atau udara/air. Pembentukan film pada antarmuka ini mampu menurunkan energi antarmuka dan menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Georgiou et al. 1992). Ciri khas utama surfaktan adalah aktivitas permukaannya. Surfaktan mampu menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka suatu cairan, meningkatkan pembentukan emulsi minyak dalam air, serta mengubah laju agregasi partikel terdispersi, yaitu dengan menghambat dan mengurangi flokulasi dan penggabungan partikel terdispersi, sehingga kestabilannya makin meningkat. Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama. Sebagai perbandingan, gelembung atau busa yang terbentuk pada air yang dikocok hanya bertahan beberapa detik, namun dengan menambahkan surfaktan, gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama (Bergenstahl 1997). Menurut Swern (1979), jika rantai hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, afinitas terlalu besar untuk gugus minyak atau afinitas terlalu kecil untuk gugus air. Hal ini ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat aktif permukaan (surface active) karena ketidakcukupan gugus hidrofobik akan menyebabkan keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10–18 atom karbon (Swern 1979). MES yang merupakan golongan baru dalam kelompok surfaktan anionik telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pencuci dan pembersih (Matheson 1996). Keuntungan pemanfaatan surfaktan MES sebagai bahan aktif detergen antara lain prosedur produksinya mudah, memperlihatkan sifat dispersi yang baik, sifat detergensinya tinggi walaupun pada air, karena mempunyai asam lemak C 16 dan C 18 , memiliki tingkat pembusaan yang lebih rendah, dan memiliki stabilitas yang baik
4
terhadap pH. Struktur kimia MES ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur MES (Watkins 2001). Surfaktan MES diproduksi dengan mereaksikan metil ester dengan bahan sulfonasi (Gambar 4). Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah yang suhu reaksi, konsentrasi SO 3 ditambahkan, waktu netralisasi, jenis dan konsentrasi katalis, pH, dan suhu netralisasi (Foster dan Rollock 1997).
O
R
C
OCH3
Metil ester
O
O
COCH3
C
ONa
SO3 NaOH
R
CH
+ R
SO3Na Metil ester sulfonat
CH
SO3Na Di garam
+ CH3SO3Na
SMS
Gambar 4 Reaksi sulfonasi ME (Foster dan Rollock 1997). Tegangan Antarmuka (IFT) Nilai IFT adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk menarik sebuah cincin kecil ke atas sejauh 1 cm melalui antarmuka air dan minyak (ASTM D-971). Minyak yang bagus (baru) mempunyai nilai IFT 40–50 dyne/cm. Nilai IFT dipengaruhi oleh banyaknya partikel kecil hasil oksidasi minyak (Borchardt 2010). Pengukuran nilai IFT menggunakan alat tensiometer TX-500C pada suhu sekitar 70 °C. Indikasi kinerja surfaktan adalah menurunnya IFT, semakin rendah semakin baik. Nilai IFT yang sekarang diyakini baik agar surfaktan layak untuk digunakan adalah sekitar 10-3 dyne/cm.
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan–bahan yang digunakan adalah olein (berasal dari minyak sawit), KOH 0.1 N, KOH dalam alkohol, metanol, kloroform, sikloheksana, asam asetat glasial, etanol 95%, natrium tiosulfat 0.1 N, larutan kanji, larutan Wijs, indikator fenolftalein, metilena biru, N-
setilpiridinium klorida 0.02 N, NaOH 0.1 N, akuades, dan gas SO 3 yang diperoleh dari PT Mahkota. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat kaca yang lazim digunakan di laboratorium, pengaduk magnet, pemanas listrik, buret semiautomatis, oven, neraca analitik, spektrofotometer tampak (Vis), densitometer, tensiometer TX-500C. Metode Penelitian Pembuatan MES meliputi beberapa tahap, diawali dengan pengujian bahan baku (minyak olein) sebelum dilanjutkan ke tahap pembuatan ME dan MES (Lampiran 1). Uji yang dilakukan adalah penetapan FFA. Hasil perhitungan FFA digunakan untuk menetapkan metode pembuatan ME, diawali dengan esterifikasi, dilanjutkan dengan transesterifikasi (2 tahap) atau hanya 1 tahap (transesterifikasi). Syarat pembuatan biodiesel (ME) dengan 1 tahap adalah hasil analisis FFA <2% (sesuai dengan SNI-04-7182-2006). Biodiesel yang dihasilkan dianalisis kembali sesuai dengan SNI-04-7182-2006. Analisis yang dilakukan hanya meliputi 3 parameter utama, yaitu analisis bilangan iodin, bilangan penyabunan, dan bilangan asam. Setelah itu, dilanjutkan ke tahap sulfonasi. Sulfonasi ME menggunakan gas SO 3 dalam STFR selama 6 jam (dilakukan pencuplikan MES setiap jam). MES kemudian dinetralkan dan dicirikan. Uji yang dilakukan adalah analisis bilangan iodin, bilangan asam, bahan aktif, warna, densitas, dan IFT. Pengujian tersebut juga dilakukan terhadap MES yang telah dinetralisasi. Analisis Asam Lemak Bebas (SNI 01 – 2891 - 1992) Sebanyak 2 g minyak ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan 50 mL pelarut etanol 95% yang sudah dinetralkan dengan KOH 0.1N. Campuran dipanaskan di atas penangas air pada suhu 40°C sampai contoh minyak larut semuanya, lalu ditambahkan 1–2 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda yang stabil sekurang-kurangnya selama 30 detik. Volume titran yang digunakan dicatat, dan dilakukan duplo. Asam lemak bebas dihitung sebagai berikut: FFA (%) =
M V N 10m
5
Keterangan: V = volume titran yang digunakan (mL); N = normalitas KOH (N); m = bobot contoh (g); M = bobot molekul asam lemak Pembuatan ME Sebanyak 100 L minyak olein dimasukkan ke dalam tangki pemanasan, dipanaskan sampai mencapai suhu 80 ◦C. Kemudian dipindahkan ke dalam tangki transesterifikasi dan dimasukkan 15% metanol dan 1% KOH. Campuran dihomogenisasi dengan pengaduk selama 1 jam. Setelah pengadukan selesai, minyak dipindahkan ke dalam tangki penampungan dan didiamkan selama ±2 jam agar gliserol dan biodiesel dapat dipisahkan. Biodiesel lalu dipindahkan ke tangki pencucian dan dicuci dengan air panas sampai emulsi sabun tidak terbentuk lagi. Setelah itu, biodiesel dipanaskan untuk menghilangkan sisa air pencucian. Analisis Bilangan Asam ME Sebanyak 19–21 ± 0.05 g contoh ME ditimbang ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan 100 mL pelarut etanol 95% yang telah dinetralkan. Dalam keadaan teraduk kuat, campuran dititrasi dengan larutan KOH 0.1 N dalam etanol dan indikator fenolftalein sampai kembali berwarna merah muda. Warna merah muda ini harus bertahan sedikitnya 15 detik. Volume titran yang dibutuhkan dicatat dan bilangan asam dihitung sebagai berikut: 56.1 V N Bilangan asam = m Keterangan: = volume titran yang terpakai (mL) v = normalitas KOH (N) N 56.1 = bobot molekul KOH m = bobot sampel (g) Analisis Bilangan Iodin Sebanyak 0.13–0.15 g ME ditimbang ke dalam Erlenmeyer 250 mL bertutup asah. Kemudian, berturut-turut ditambahkan 20 mL campuran sikloheksana-asam asetat 1:1 (v/v) untuk melarutkan ME tersebut dan 25 mL larutan Wijs dengan menggunakan pipet volumetrik. Erlenmeyer ditutup lalu dikocok dan disimpan dalam ruang gelap selama 60 menit. Setelah itu, ditambahkan 10 mL larutan KI 10% dengan pipet volumetrik dan 150 mL air suling. Erlenmeyer ditutup dan dikocok kembali sebelum dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N sampai terjadi perubahan warna dari cokelat tua menjadi
kuning muda. Sebanyak 1–2 mL indikator kanji (berwarna biru) ditambahkan lalu titrasi dilanjutkan sampai warna biru hilang setelah dikocok kuat. Dilakukan juga penetapan blangko dengan cara yang sama, dan bilangan iodin dihitung sebagai berikut: Bilangan iodin =
(Vblangko - VNa 2S2 O 3 ) N Na 2S2 O 3 12,69 m
Keterangan: V blangko = volume blangko yang terpakai (mL) = volume titran Na 2 S 2 O 3 yang VNa S O terpakai (mL) N Na S O = normalitas Na 2 S 2 O 3 0.1N 12,69 = 0.1× bobot ekivalen iodin m = bobot sampel (g) 2
2
2
3
2
3
Analisis Bilangan Penyabunan Sebanyak 4–5 ± 0.005 g ME ditimbang ke dalam labu Erlenmeyer asah 250 mL. Kemudian ditambahkan 50 mL larutan KOH 0.1 N dalam etanol dengan pipet volumetrik dan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer lalu dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas pemanas listrik selama 1 jam. Sebanyak 0.5–1 mL fenolftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan HCl 0.5 N sampai tidak berwarna lagi. Blangko ditetapkan dengan cara yang sama. Bilangan penyabunan dihitung sebagai berikut: Bilangan penyabunan =
56.1 N (Vblangko - VHCl ) m
Keterangan: V blanko = volume blangko yang terpakai (mL) V HCl = volume titran HCl yang terpakai (mL) N = normalitas HCl (0.5 N) 56.1 = bobot molekul KOH m = bobot sampel (g) Sulfonasi dalam Reaktor Gas SO 3 Metil ester dipanaskan pada suhu 80 °C, kemudian disulfonasi dengan gas SO 3 di dalam reaktor sulfonasi selama 6 jam. Pengambilan sampel dilakukan tiap jam. Analisis Bahan Aktif, Bilangan Asam (Epthon) Sampel ditimbang ±1 g dalam Erlenmeyer 250 mL, ditambah 30 mL air suling, dan dipanaskan dalam penangas air 100 °C. Setelah didinginkan, ditambahkan indikator fenolftalein 3 tetes, kemudian campuran dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Volume penitaran dicatat, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 1 L dan
6
ditera. Ke dalam gelas ukur bertutup asah ditambahkan 3 mL indikator biru metilena, 10 mL pelarut kloroform, dan 5 mL larutan sampel dari labu takar. Campuran dititrasi dengan N-setilpiridinium klorida sampai warna biru antara 2 fase larutan menjadi sama (titrasi berakhir). Kadar bahan aktif dihitung sebagai berikut: M (%) =
V 0.1 F MES m 4.95
(pemisahan metanol, pencucian, dan pengeringan). Pada Gambar 5 ditunjukkan perbedaan antara minyak sebelum ditransesterifikasi dan ME oleat hasil transesterifikasi yang telah dimurnikan. Perbedaan fisik yang paling terlihat adalah warna metil ester oleat lebih bening, serta viskositasnya lebih encer dibandingkan dengan minyak olein.
Keterangan : AM (%) = bahan aktif (%) V = volume titran (mL) 4,95 = jumlah mL larutan dodesil sulfat terkoreksi 0,1 = normalitas NaOH BM MES = 365 m = bobot MES (g) F = faktor kationik NaOH Analisis Warna (Klett) Sampel ditimbang ±5 g dalam Erlenmeyer 100 mL kemudian ditambahkan 50% etanol. Sebanyak ±1 mL larutan campuran dimasukkan ke dalam kuvet, dan diukur absorbansnya pada panjang gelombang 420 nm. Blangko yang digunakan adalah etanol 50%. Analisis Densitas Densitas dianalisis menggunakan densitometer. Sampel MES 0.3% dilarutkan dalam air formasi (air yang diambil dari sumur minyak bumi) sebanyak 10 mL, diaduk sampai homogen, lalu diinjeksikan pada densitometer pada suhu 70 °C. Analisis Tegangan Antarmuka (IFT) Analisis IFT dilakukan dengan menggunakan alat tensiometer model TX500C. Setelah densitas sampel MES diketahui, IFT sampel tersebut diukur pada suhu 70 °C. Sampel dimasukkan ke dalam tabung yang kemudian dimasukkan ke dalam tensiometer.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 5 Tampilan minyak olein sebelum ditransesterifikasi (kiri) dan ME setelah dimurnikan (kanan). Proses transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan trigliserida dengan metanol dan katalis. Dapat digunakan katalis asam, basa, atau enzim. Katalis basa KOH digunakan untuk proses transesterifikasi dalam penelitian ini, karena gliserol kasar yang dihasilkan berbentuk cair sehingga lebih mudah dipisahkan dari ME. Analisis sifat fisikokimia ME hasil transesterifikasi minyak olein diperlukan untuk mengetahui kesempurnaan konversi minyak olein menjadi ME. Sifat-sifat fisikokimia ME juga akan menentukan kualitas MES yang dihasilkan. Sifat fisikokimia ME yang diuji meliputi bilangan asam, bilangan iodin, bilangan penyabunan sesuai dengan SNI-04-7182-2006. Hasil analisis sifat fisikokimia metil ester oleat disajikan dalam Tabel 2. Tabel
2
Sifat fisikokimia ME hasil penelitian dibandingkan dengan baku mutu
Sifat fisikokimia
Metil ester oleat
Bilangan asam (mg KOH/g ME) Bilangan iodin (mg I 2 /g ME) Bilangan penyabunan (mg KOH/g ME)
0.21
Baku mutu SNI-04-71822006 Maks 0.8
637.48
Maks 115
207.63
Maks 245
Proses Transesterifikasi Olein Hasil analisis FFA terhadap minyak olein diperoleh sebesar 0.66%. Karena FFA <2% proses pembuatan ME dari olein dipilih 1 tahap, yaitu proses transesterifikasi saja dan tidak diperlukan esterifikasi terlebih dahulu (SNI-04-7182-2006). Setelah proses transesterifikasi, barulah dilakukan pemisahan gliserol dari ME dan pemurnian ME
7
Nilai bilangan asam merupakan salah satu indikator mutu ME. Peningkatan bilangan asam, seperti halnya peningkatan viskositas, adalah hasil aktivitas oksidasi pada ME (Canacki et al. 1999). Nilai bilangan asam ME yang tinggi menunjukkan terjadinya kerusakan atau penurunan mutu ME akibat terjadinya oksidasi. Analisis fisikokimia yang diperoleh telah sesuai dengan baku mutu SNI-04-7182-2006, semua parameter tidak melebihi nilai maksimum yang telah ditentukan. Meskipun bilangan iodin ME masih lebih rendah daripada batas nilai yang digunakan SNI-047182-2006, hasil tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan standar Chemithon (Sheats dan MacArthur 2002), yaitu 3 mg iod/g ME. Tingginya bilangan iodin akan menyebabkan intensitas warna MES yang dihasilkan lebih gelap. Analisis bilangan asam ME dilakukan untuk mengukur tingkat konversi ME. Bilangan asam olein sebesar 1.31 mg KOH/g minyak olein turun menjadi 0.21 mg KOH/g ME, yang menunjukkan penurunan FFA (Lampiran 2 dan 3). Bilangan asam ini masih lebih rendah daripada standar maksimum metil ester oleat SNI-04-7182-2006 sebesar 0.80 mg KOH/g. Bilangan asam ME (setelah proses transesterifikasi), lebih rendah karena katalis basa akan memisahkan FFA melalui mekanisme pembentukan sabun. Sulfonasi dalam Reaktor Film Turun Tabung Tunggal (STFR) Pada penelitian ini proses sulfonasi gas SO 3 terhadap ME oleat berlangsung secara cepat pada STFR. Reaktor ini berukuran tinggi 6 m dengan diameter tabung 25 mm (Gambar 6). ME dipanaskan pada suhu 80 °C, kemudian dipompakan naik ke puncak reaktor dengan laju alir 50 mL/menit, dan masuk ke bejana cair (tabung) membentuk lapisan film dengan ketebalan tertentu. Pengambilan sampel dilakukan setiap 60 menit sebagai faktor pengamatan. Produk MES yang diperoleh dinetralisasi untuk menurunkan keasamannya. Kontak ME dengan gas SO 3 terjadi pada puncak reaktor dan berlanjut sepanjang tabung. Aliran laminar dalam tabung dan ketebalan film ME harus terjaga konstan agar reaksi terjadi merata sepanjang tabung. Laju alir gas SO 3 maupun udara kering belum terukur, dan kondisi gas SO 3 juga sangat fluktuatif bergantung pada produksi asam sulfat pada PT Mahkota Indonesia. Jika
produksi asam sulfat tinggi, maka produksi dan tekanan gas SO 3 tinggi sehingga gas SO 3 yang masuk ke instalasi tinggi pula, demikian pula sebaliknya. Kedua hal ini membuat kualitas produk MES tidak stabil. Kondisi penelitian dilakukan pada saat produksi asam sulfat menurun sehingga konsentrasi SO 3 untuk sulfonasi menurun pula. Hal ini menyebabkan MES tidak tersulfonasi sempurna. Selain kondisi reaksi, kemurnian bahan sulfonasi dan kualitas ME juga menentukan proses sulfonasi (Moretti et al. 2001). Aliran sampel
Tabung Diameter tabung 25 mm
Aliran gas SO 3
Wadah sampel awal
Pemanas
Panjang tabung 6 meter
Pipa keluar
Pompa
Gambar 6 Reaktor film turun tabung tunggal (STFR). Dalam penelitian ini harus diperhatikan pula ketebalan film MES, turbulensi sepanjang tabung dan waktu sulfonasi. Jika terjadi turbulensi, maka dapat timbul proses sulfonasi yang tidak sempurna atau bahkan terjadi pengerakan pada tabung karena film MES yang terbentuk terlalu tipis. Pergerakan akan memampatkan produk (MES) sehingga tidak dapat dikeluarkan dari reaktor. Secara mekanik diperlukan peralatan seperti pompa dan pengatur aliran yang menjamin aliran SO 3 maupun ME konstan sehingga pengerakan tabung dapat diminimumkan. Absorpsi SO 3 oleh ME dalam reaktor ditunjukkan oleh mekanisme reaksi-cepat membentuk senyawa antara (Gambar 7). Zat antara (II) dalam kondisi kesetimbangan mengaktivasi karbon α untuk tersulfonasi membentuk zat antara (III). Pada zat antara
8
(III) yang terkonversi menjadi MES setelah netralisasi dengan NaOH. Analisis Bilangan Iodin Bilangan iodin menunjukkan jumlah ikatan rangkap di dalam MES. Berdasarkan data analisis bilangan iod (Lampiran 4) diperoleh kurva hubungan waktu reaksi dengan bilangan iodin untuk MES tanpa netralisasi dan MES yang dinetralisasi (Gambar 8). Terlihat bahwa nilai bilangan iodin MES tanpa netralisasi lebih tinggi daripada yang dinetralisasi. Bilangan iodin juga semakin meningkat dengan bertambahnya waktu sulfonasi. Bilangan iodin MES lebih kecil daripada ME (63.74 mg I 2 /g ME). Hal ini menunjukkan berkurangnya jumLah ikatan rangkap karena terjadinya reaksi adisi pada ikatan rangkap ester (Foster et al. 1997).
Gambar 8
Kurva bilangan iodin MES netralisasi ( ) dengan tanpa netralisasi ( ).
Bilangan iodin berkorelasi linear dengan nilai pH dan berbanding terbalik dengan
bilangan asam. Dengan semakin meningkatnya pengikatan gugus SO 3 pada ME, pH semakin rendah (Lampiran 5) dan bilangan iodin menurun, karena terjadinya adisi SO 3 pada ikatan rangkap ester. Sebaliknya bilangan asam semakin meningkat. Analisis Bahan Aktif, Bilangan Asam MES Pada penentuan bahan aktif dengan metode titrasi kationik-anionik, kelarutan garam yang terbentuk antara surfaktan anionik dan biru metilena sama besarnya dengan ketidaklarutan biru metilena dengan garam. Garam yang terbentuk dari biru metilena dan surfaktan anionik diekstraksi menuju lapisan kloroform membentuk warna biru. Campuran kemudian dititrasi menggunakan Nsetilpiridinium klorida. Pada permulaan, warna biru tua berada pada lapisan kloroform. Selama titrasi, warna biru akan bergerak menuju lapisan air (larutan surfaktan dalam akuades) secara perlahan. Perpindahan warna terjadi secara cepat pada akhir titrasi. Akhir titrasi dicapai ketika warna kedua fase larutan memiliki intensitas yang hampir sama (Matesic-Puac et al. 2005). Bahan aktif dapat ditunjukkan dari jumLah gugus SO 3 yang terikat dalam struktur MES. Pengukuran bahan aktif surfaktan salah satunya dilakukan dengan metode visual melalui teknik titrasi 2 fase menggunakan surfaktan kationik sebagai titran. Semua titrasi surfaktan berdasarkan pada reaksi antagonis surfaktan ionik dengan surfaktan yang memiliki muatan berlawanan untuk
O H2 C
R
O
C
O C H 3 ( I) + S O 3
H2 C
R
C O
O H2 C
R
C
O C H 3 : S O3 + S O3
H C
R
C
H C
S O 3H
R
H C
S O3H
(C
O
O C H 3 ) : S O 3 (I II )
H C
R
C
S O 3H
O
C
O C H 3 : S O 3 ( II I ) R X 1 d an 2 r e a ksi ad isi
S O 3H O
R
O C H 3 : S O 3 ( II )
OC H 3 + N a OH
R
O CH 3
SO 3
O H C
C
S O 3N a M etil e ste r sulf on at
Gambar 7 Mekanisme reaksi sulfonasi ME (Foster et al. 1997).
+
O C H3 + H2 O
9
membentuk garam yang tidak larut air (pasangan ion) (Matesic-Puac et al. 2005). Berdasarkan analisis bahan aktif dan bilangan asam MES (Lampiran 6), diperoleh data rerata pada Tabel 3. Semakin lama waktu sulfonasi, semakin besar nilai bahan aktif, sedangkan nilai bilangan asam semakin menurun. Hal ini nampak pada MES yang telah mengalami proses netralisasi. Sebaliknya, nilai bahan aktif pada MES tanpa netralisasi relatif tidak dipengaruhi oleh lamanya waktu, walaupun nilai bilangan asam semakin lama semakin tinggi. Tabel 3 Rerata bahan aktif dan bilangan asam MES Waktu (menit)
Netralisasi AM AV (mL (%) NaOH/g)
Tanpa netralisasi AM AV (mL (%) NaOH/g)
0
3.3604
1.5396
7.0381
22.6589
60
5.1442
0.6535
8.4867
8.4479
120
6.3656
0.5228
8.7025
12.5999
180
6.7207
0.3029
8.3433
13.7092
240
7.0426
0.2257
9.0024
19.2117
300
9.2963
0.2237
9.0855
17.4597
360
10.8770
0.1899
8.9576
14.0972
Keterangan : AM = kadar bahan aktif (%) AV = bilangan asam (mL NaOH/g)
Analisis Warna (Klett) Analisis kualitatif ini mengukur intensitas warna MES menggunakan spektrofotometer Vis pada panjang gelombang 420 nm (Lampiran 7). Tingkat keberhasilan proses sulfonasi terhadap ME dapat diketahui dengan melihat nilai absorbans. Semakin lama waktu sulfonasi, semakin rendah nilai Klett yang diperoleh. Penetapan nilai Klett dapat diperoleh dari data absorbans dikalikan dengan 1000 (Sheats dan MacArthur 2002). Produk sulfonasi berwarna hitam gelap. Warna gelap dikarenakan reaksi gas SO 3 dengan ME membentuk senyawa polisulfonat yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (Roberts et al. 2008). Pembentukan warna makin intensif karena terjadi pengikatan SO 3 pada ikatan rangkap alkena internal pada struktur ME. Untuk mengurangi pembentukan polisulfonat, bilangan iodin bahan baku ME harus diturunkan hingga 3 mg I 2 /g metil ester oleat dengan proses hidrogenasi. Bilangan iodin ME yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 63.74 mg I 2 /g metil ester oleat (Tabel 2). Pada menit ke-0, warna (Klett) terlihat
lebih besar karena ME belum tersulfonasi, sedangkan pada menit ke-360, ME telah berubah menjadi MES yang larut pada etanol sehingga nilai warna (Klett) yang diperoleh semakin kecil (Tabel 4). Tabel 4 Rerata warna (Klett) pada beragam waktu sulfonasi Waktu (menit)
Warna (Klett) MES tanpa netralisasi MES netralisasi
0
744
394.5
60
600
369
120
538
359
180
477
267.5
240
428
209.5
300
377.5
196.5
360
332
141
Analisis Densitas Densitas merupakan salah satu sifat dasar fluida yang didefinisikan sebagai massa per satuan volume. Efek suhu pada densitas cairan tidak dapat diabaikan karena cairan memuai mengikuti perubahan suhu. Densitas umumnya berkaitan dengan viskositas: cairan yang lebih rapat memiliki viskositas lebih tinggi. Hal ini tentunya berkorelasi dengan kandungan total padatan pada bahan. Hasil analisis menunjukkan bahan densitas MES yang diperoleh tidak bergantung pada lamanya proses sulfonasi. Analisis densitas diperlukan karena nilai densitas yang diperoleh baik pada minyak bumi dan larutan formulasi MES (surfaktan) akan digunakan pada analisis IFT pada alat tensiometer. Analisis Tegangan Antarmuka (IFT) Produk MES diuji kinerjanya dalam menurunkan IFT air dan minyak bumi. Kemampuan MES untuk menurunkan IFT antara air formasi (air yang diambil dari sumur minyak bumi) dan minyak bumi diukur dengan melarutkan surfaktan 0.3% pada air formasi yang diambil dari sumur minyak bum, kemudian diukur pada alat tensiometer pada suhu 70 °C dengan kecepatan putar 6000– 9000 rpm. Hasil uji kinerja surfaktan dalam menurunkan IFT disajikan pada Tabel 5. Penurunan IFT minyak dan air formasi terjadi karena struktur ampifilik surfaktan yang terdiri dari 2 gugus dengan polaritas berbeda, yaitu gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Gambar 9 memperlihatkan bahwa turunnya IFT akan menurunkan gaya
10
Tabel 5 Hasil analisis densitas dan IFT pada MES
Waktu (menit)
Tanpa netralisasi
Netralisasi
Densitas minyak bumi (g/mL)
0
0.98
0.98
0.81
0.16
0.16
0.11
0.08
60
0.98
0.98
0.81
0.16
0.16
0.28
0.04
120
0.98
0.98
0.81
0.16
0.16
0.19
0.02
180
0.98
0.98
0.81
0.16
0.16
0.14
0.02
240
0.98
0.98
0.81
0.16
0.16
0.18
0.02
300
0.98
0.98
0.81
0.16
0.17
0.10
0.02
360
0.98
0.98
0.81
0.16
0.17
0.08
0.00
Densitas MES (g/mL)
Dif.densitas Tanpa netralisasi
IFT
Netralisasi
Tanpa netralisasi (dyne/cm)
Netralisasi (dyne/cm)
turunnya IFT akan menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi. Pengaruh gaya adhesi ini akan mengurangi nilai resultan gaya kohesi minyak yang mengakibatkan gaya antarmuka minyak bumi dan air formasi menurun.
Minyak bumi
Surfaktan dalam air formasi
Surfaktan dalam air formasi
Gambar 9
Penampakan IFT minyak bumi pada pengukuran dengan perbesaran 1 : 6.5 piksel.
Semakin sedikit lapisan minyak yang terbentuk dalam formulasi surfaktan, semakin rendah nilai IFT yang diperoleh dan semakin baik kinerja surfaktan tersebut. Pada penelitian ini, diperoleh bahwa semakin lama waktu sulfonasi, MES semakin baik dalam menurunkan tegangan antarmuka atau nilai IFT akan semakin rendah. Hal ini menunjukkan komposisi MES yang semakin tinggi berpengaruh pada penurunan IFT. Berdasarkan Gambar 10, kedua perlakuan terhadap MES memiliki persamaan, yaitu nilai IFT MES terbaik diperoleh pada menit ke360. Akan tetapi, MES yang telah dinetralisasi lebih baik dibandingkan dengan MES tanpa netralisasi, dengan nilai IFT berturut-turut 7.7 × 10-3 dan 8,9 × 10-2 dyne/cm pada menit ke360. Hal ini disebabkan MES yang telah dinetralisasi mengalami proses aktivasi sehingga dapat menurunkan IFT antara minyak dengan air formasi dengan lebih baik.
Gambar 10 Kurva tegangan antarmuka MES tanpa netralisasi ( ) dan MES yang dinetralisasi ( ). IFT mengukur energi kohesif antarmuka yang disebabkan oleh energi yang tidak seimbang pada antarmuka molekul-molekul (gas/cair, cair/cair, gas/padat atau cair/padat) sehingga terjadi akumulasi energi bebas pada antarmuka. Kelebihan energi ini dikatakan sebagai energi bebas permukaan, yaitu energi yang diperlukan untuk meningkatkan area antarmuka atau bidang kontak permukaan. Peningkatan area antarmuka akan menyebabkan dispersi fase cair yang satu dalam fase cair yang lain dalam bentuk droplet kecil. IFT yang lebih rendah mampu mengemulsi satu fase cairan pada fase cairan yang lain, sehingga akan meningkatkan efisiensi pemindahan (Borchardt 2010).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pembuatan metil ester (ME) dari minyak olein dilakukan dengan satu tahap yaitu transesterifikasi. Sifat fisikokimia ME yang diperoleh telah sesuai dengan baku mutu SNI-
11
04-7182-2006. Bilangan iodin, bahan aktif, bilangan asam, warna, dan tegangan antarmuka (IFT) pada metil ester sulfonat (MES) yang dinetralisasi lebih baik dibandingkan dengan yang tidak di netralisasi. Berdasarkan analisis IFT pada MES, diketahui bahwa MES memiliki efektivitas menurunkan IFT minyak bumi-air. Nilai IFT yang diperoleh 7.7 × 10-3 untuk lama waktu 360 menit dan tahan pada suhu panas, yaitu pada suhu 80 °C.
Georgiou GS, Lin C, Sharma MM. 1992. Surface active compounds from microorganisms (review). Bio-Technology 10:60-65. Gerpen JHV, Hammond LA, Johnson SJ, Marley L, Yu, Li I, Monyem A. 1996. Determining the Influence of Contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean Promotion Board. Iowa: State University.
Saran Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah melakukan pencirian lebih lanjut pada MES (surfaktan) dengan melakukan uji FTIR untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses sulfonasi yang dilakukan dengan mengidentifikasi gugus fungsi dan jenis ikatan yang ada dalam molekul. Uji emulsi juga diperlukan untuk mengetahui kelarutan MES, dan uji HLB untuk mengetahui keseimbangan surfaktan.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad SP. Siwayanan Z, Abd Murad H. Abd Aziz, Seng Soi H. 2007. Beyond biodiesel: Methyl ester as the route for the production of surfactants feedstock. 18:216–220. Bergenstahl B. 1997. Physicochemical Aspects of an Emulsifier Functionality. Di dalam: Hasenhuettl GL, Hartel RW (editor.) Food Emulsifier and Their Applications. New York: Chapman & Hall. Borchardt JK. 2010. Using Dynamic Interfacial Tension to Screen Surfactant Canditates. Tomah Products. Canacki MA. Monyem, Gerpen JHV 1999. Accelerated oxidation processes in biodiesel. Transaction of the American Society of Agricultural Engineers 42(6) : 1565–1572. Flider FJ. 2001. Commercial considerations and markets for naturally derived biodegradable surfactants. Inform 12:1161164. Foster NC, Rollock MW. 1997. Medium to very high active single step neutralization [terhubung berkala]. www.chemithon.com. [2 Jul 2011]
Gerpen JHV, Shanks R, Pruszko D, Clements, Knothe G. 2004. Colorado: Biodiesel Production Technology. National Renewable Energy Laboratory. Hambali E, Mudjalipah S, Armansyah HT, Abdul WP. 2006. Teknologi Bioenergi. Jakarta: Agromedia Pustaka. Hui YH. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke 5. Vol 5. New York: J Wiley. Lotero E, Liu Y, Lopez DE, Suwannakarn DA, Bruce JG. Goodwin Jr. 2004. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. http://scienzechimiche.unipr.it/didattica/att /5dd4.5996.file.pdf [2 Jul 2011]. Matesic-Puac R, Sak-Bosnarb M, Bilica M, Grabaricc BS. 2004. Potensiometric determination of anionic surfactants using a new ion-pair-based all-solid-state surfactant sensitive electrode. Biorenewable Res 5:2–19. Matheson KL. 1996. Surfactant Raw Materials: Classification, Synthesis, and Uses. Di dalam: Splitz (editor). Soap and Detergents: A Theoretical and Practical Review. Illinois: AOCS Pr. Meher LC, Dharmagadda VSS, Naik SN. 2005. Optimization of alkali-catalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Article in press. Mittelbach M dan Remschmidt C. 2006. Biodiesel The Comprehensive Handbook. Austria: Martin Mittelbach Publisher. Moretti GF, Adami I, Nava F, Molteni E. 2001. The Multitabung Film Sulfonation
12
Reactor for The 21st Century. Milano: Ballestra Spa. Roberts DW, Giusti L, Forcella A. 2008. Chemistry of methyl ester sulfonates. Biorenewable Res 5:2–19. Rosen MJ, Dahanayake M. 2000. Industrial Utilization of Surfactants: Principles and Practice. Illinois: AOCS Pre. Sheats WB, MacArthur BW. 2002. Methyl Ester Sulfonate Products. [terhubung berkala]. www.chemithon.com [2 Jul 2011] Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI-047182-2006; Persyaratan Kualitas Biodiesel. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional. Stein W, Baumann. α-sulfonated fatty acids and esters: manufacturing process, properties and applications. J AOCS 52:323‐329. Swern D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Ed ke-4. Vol ke-1. New York: J Wiley. Watkins C. 2001. All Eyes are on Texas. Inform 12:1152–1159.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Bagan alir penelitian Proses Pembuatan Biodiesel
Minyak
Analisis FFA dan Bilangan Asam
Metanol 15%
KOH 1%
Transesterifikasi
ME
Gliserol
Analisis Bilangan I di
Analisis Bilangan Asam
Analisis Bilangan Penyabunan
Proses Sulfonasi ME
Sulfonasi (STFR SO 3 selama 6 jam)
MES (Pencuplikan setiap 1 jam)
Tanpa Netralisasi
Analisa AV, AM
Uji Warna
NaOH 50%
Netralisasi
Uji Densitas
Uji IFT
Bilangan Iodin
15
Lampiran 2 Analisis bilangan asam dan asam lemak bebas olein Ulangan
Bobot (g)
1 2
2.0332 2.1801
Volume KOH (mL) 0.1112 N Awal
Akhir
Terpakai
Bilangan Asam (mg KOH/g)
0.00 0.43
0.43 0.88
0.43 0.46
1.3193 1.3163
FFA (%) 0.6632 0.6617
1.3178
0.6624
Rerata Contoh perhitungan: 2 1 1 1 . g 0
L m 3 4 . 0
g 2 8 2
M V N 10m = 10 2 . 0332
FFA (%) =
N
0.6632% Bilangan asam =
=
56.1 V N m
56.1 0.43ml 0.1112 N 2 . 0332 g
1 . 3193 mgKOH/g
16
Lampiran 3 Analisis bilangan asam, bilangan iodin, dan bilangan penyabunan ME Volume KOH (mL) 0.1032 N
Ulangan
Bobot (g)
Awal
Akhir
Terpakai
1
19.0203
0.00
0.70
0.70
0.2131
2
19.0069
0.70
1.41
0.71
0.2163
Rerata
Ulangan
Bobot (g)
1
0.1501
2
0.1498
0.2147
Volume Na 2 S 2 O 3 (mL) 0.1039 N Akhir Awal (mL) Terpakai (mL) (mL) 0.00 39.29 39.29
Blangko
Bilangan Asam
0.00
39.31
39.31
0.00
46.55
46.55
Rerata
Bilangan Iodin mgI 2 /g 63.7724 63.7241 63.7483
Contoh perhitungan: Bilangan iodin = =
(Vblangko - VNa 2S2O3 ) N Na 2S2O3 12.69 m
(46.5 - 39.29)mL 0.1039 N 12.69 0.1501g
63 . 7724 mg I 2 /g
Ulangan
Bobot (g)
1
4.0012
2
4.0018 Blangko
Volume HCl 0.5335 N Akhir Awal (mL) Terpakai (mL) (mL) 0.00 33.25 33.25 10.00
43.23
33.23
0.00
61.00
61.00
Rerata Contoh perhitungan: Bilangan Penyabunan = =
56.1 (Vblangko - VHCl ) m 56.1 x 0.5335N
mg I 2 /g
x (61.00 - 33.25)mL 4 . 0012 g
207.5726mg KOH/g
Bilangan Penyabunan (mgKOH/g) 207.5726 207.6911 207.6318
17
Lampiran 4 Bilangan iodin MES Tanpa netralisasi No
Waktu (menit)
1
0
2
60
3
120
4
180
5
240
6
300
7
360 Blanko
Ulangan
Bobot (g)
V Na 2 S 2 O 3 0.0966 N Awal
0.1447
0.00
45.10
45.10
9.9845
2
0.1359
0.00
45.20
45.20
9.9706
1
0.1612
0.00
45.40
45.40
21.6730
2
0.1454
0.00
45.80
45.80
20.6557
1
0.1631
0.00
43.00
43.00
25.0338
2
0.1543
0.00
43.10
43.10
25.6473
1
0.1554
0.00
44.80
44.80
27.2149
2
0.1687
0.00
44.80
44.80
25.0693
1
0.1394
0.00
45.00
45.00
28.5798
2
0.1333
0.00
45.00
45.00
29.8877
1
0.1452
0.00
42.90
42.90
28.9851
2
0.1443
0.00
42.60
42.60
31.7779
1
0.1389
0.00
43.90
43.90
39.3445
2
0.1492
0.00
43.60
43.60
39.1544
0.00
48.40
48.40
0.00
48.10
48.10
1 2
-
(Vblangko - VNa 2S2O3 ) N Na 2S2O3 12.69 m
(48.25 - 45.40)mL 0.0966N 12.69 = 0.1612g 21.6730mg I 2 /g
Terpakai
1
Contoh perhitungan: Bilangan iodin =
Akhir
Bilangan Iodin (mg I/g)
Rerata 9.8455
48.25
21.1644
25.3405 26.1421 29.2337
30.3841 39.2495
18
Dengan netralisasi No
waktu (menit)
1
0
2
60
3
120
4
180
5 6 7
240 300 360 Blanko
Ulangan
Awal
Akhir
Terpakai
Bilangan Iod (mg I/g)
Bobot (g)
V Na 2 S 2 O 3 0.0966 N
1
0.1491
0.00
44.20
44.20
16.8545
2
0.1321
0.00
44.65
44.65
14.8476
1
0.1569
0.00
44.00
44.00
17.5792
2
0.1466
0.00
44.30
44.30
16.3057
1
0.1507
0.00
43.20
43.20
24.8099
2
0.1303
0.00
43.80
43.80
23.0494
1
0.1439
0.00
43.50
43.50
23.4267
2
0.156
0.00
43.00
43.00
25.5386
1
0.1441
0.00
43.30
43.30
25.0956
2
0.1369
0.00
43.40
43.40
25.5200
1
0.1594
0.00
42.95
42.95
25.3784
2
0.1343
0.00
43.35
43.35
26.4704
1
0.1682
0.00
42.30
42.30
28.7879
2
0.1547
0.00
42.95
42.95
1
-
0.00
46.20
46.20
26.1494 46.25
2
-
0.00
46.30
46.30
Contoh perhitungan : Bilangan iodin =
(Vblangko - VNa 2S2O3 ) N Na 2S2O3 12.69
m (46.25 - 44.20)mL 0.0966N 12.69 0.1491g 16.8545mg I 2 /g
=
Rerata 15.8510
16.9424 23.9297 24.4826 25.3078 25.9244 27.4687
19
Lampiran 5 Uji pH MES Waktu (menit) 0 60 120 180 240 300 360
Ulangan
Nilai pH
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1.08 1.06 1.00 0.99 0.99 0.97 0.95 0.94 0.89 0.88 0.85 0.82 0.62 0.63
Rerata 1.07 1.00 0.98 0.95 0.89 0.84 0.63
20
Lampiran 6 Bahan aktif dan bilangan asam MES Tanpa netralisasi Volume NaOH (mL) (faktor NaOH 1,0450) Waktu (mnt)
Bobot (g)
1.01
1.50
23.80
22.30
0
1.01
1.00
22.50
21.50
1.01
3.00
11.25
8.25
60
Awal
Akhir
Ulangan
Volume N-cetyl pirydin (faktor kationik 1,7456 %mol)
Rerata
Awal
Akhir
Terpakai
AM (%)
1
0.10
0.60
0.50
6.3983
2
0.60
1.20
0.60
7.6779
1
1.20
1.88
0.68
8.7016
Terpakai
1.00
12.00
20.00
8.00
2
1.88
2.52
0.64
8.2717
1.00
0.50
12.85
12.35
1
2.52
3.20
0.68
8.7887
1.02
13.00
25.00
12.00
2
3.20
3.88
0.68
8.6163
1.01
0.25
13.50
13.25
1
0.10
0.74
0.64
8.2410
1.01
2.50
15.75
13.25
2
0.74
1.40
0.66
8.4457
1.00
1.10
19.75
18.65
1
1.40
2.10
0.70
9.0471
1.01
1.10
19.40
18.30
2
2.10
2.80
0.70
8.9576
1.01
0.75
18.25
17.50
1
2.80
3.54
0.74
9.4694
300
1.01
1.00
17.25
16.25
2
3.54
4.22
0.68
8.7016
360
1.01 1.01
1.15 4.50
14.65 18.25
13.50 13.75
1 2
4.22 4.90
4.90 5.62
0.68 0.72
8.7016 9.2135
120 180 240
Keterangan : AM = bahan aktif MES AV = bilangan asam MES Contoh perhitungan :
VNaOH FNaOH m 22.30mL 1.0450 = 1.01g = 23,0728 mL NaOH/g mes
AV =
AM (%)
=
B mL kationik 0.1 x faktor kationik BM MES m 4.95
0.50 mL 0.1 1.7456 %mol 366.5 g/mol 1.01g 4.95mL 6 . 3983 %
=
AM (%)
AV mLNaOH /g
Rerata AV mL NaOH/g
23.0728 7.0381
22.2450
22.6589
8.5359 8.4867
8.3600
8.4479
12.9058 8.7025
12.2941
12.5999
13.7092 8.3433
13.7092
13.7092
19.4893 9.0024
18.9342
19.2117
18.1064 9.0855
16.8131
17.4597
8.9576
13.9678 14.2265
14.0972
21
Dengan netralisasi Volume N-cetyl pirydin (mL)(faktor kationik 1,7456 %mol)
Volume NaOH (mL) (faktor NaOH 1,0096)
Rerata
Waktu (mnt)
Bobot (g)
1.00
0.20
2.05
1.85
1
1.30
1.60
0.30
3.8773
0
1.00
2.10
3.30
1.20
2
1.60
1.82
0.22
2.8434
1.00
4.50
5.25
0.75
1
1.82
2.22
0.40
5.1698
60
1.01
6.00
6.55
0.55
2
2.22
2.62
0.40
5.1186
1.02
5.50
5.90
0.40
1
3.00
3.52
0.52
6.5890
120 180 240 300 360
Awal
Akhir
Terpakai
Ulangan
Awal
Akhir
Terpakai
1.01
6.85
7.50
0.65
2
3.52
4.00
0.48
6.1423
1.00
13.50
13.80
0.30
1
3.70
4.18
0.48
6.2038
1.00
13.80
14.10
0.30
2
4.18
4.74
0.56
7.2377
1.02
8.25
8.40
0.15
1
4.42
4.94
0.52
6.5890
1.00
7.95
8.25
0.30
2
4.94
5.52
0.58
7.4962
1.02
8.40
8.65
0.25
1
5.52
6.24
0.72
9.1232
1.01
8.70
8.90
0.20
2
6.24
6.98
0.74
9.4694
1.01
11.00
11.20
0.20
1
4.74
5.60
0.86
11.0050
1.01
11.20
11.38
0.18
2
5.60
6.44
0.84
10.7491
Keterangan : AM = bahan aktif MES AV = bilangan asam MES Contoh perhitungan :
VNaOH FNaOH m 22.30mL 1.0096 = 1.00g = 1.8678 mL NaOH/g mes
AV =
AM (%)
= B mL kationik 0.1 faktor kationik BM MES Bobot 4.95mL
= 0.30 mL 0.1 x 1.7456 %mol 366.5 g/mol 1.00g 4.95mL
3.8773%
Lampiran 7 Uji warna (Klett) MES pada panjang gelombang 420 nm
AM (%)
AM (%)
AV mL NaOH/g
3.3604
1.2115
Rerata AV mL NaOH/g
1.8678 1.5396
0.7572 5.1442
0.5498
0.6535
0.3959 6.3656
0.6497
0.5228
0.3029 6.7207
0.3029
0.3029
0.1485 7.0426
0.3029
0.2257
0.2475 9.2963
0.1999
0.2237
0.1999 10.877
0.1799
0.1899
22
Tanpa netralisasi Waktu (menit)
Bobot (g)
Ulangan
A
Warna Klett
1 2 1 2 1
0.744 0.744 0.601 0.599 0.541
744 744 601 599 541
Rata-rata
0
0.05
744
60
0.05
120
0.06
2 1
0.535 0.478
535 478
538
180
0.05 0.05
0.476 0.427 0.429 0.378
476 427 429 378
477
240
2 1 2 1
300
0.06
2 1
0.377 0.33
377 330
377.5
360
0.06
2
0.334
334
332
600
428
Contoh perhitungan: Klett = absorbans × 1000 = 0.744 × 1000 = 744 Dengan Netralisasi
Waktu (menit)
Bobot (g)
0
0.05
60
0.06
120
0.06
180
0.06
240
0.06
300
0.07
360
0.06
Contoh perhitungan : Klett = absorbans × 1000 = 0.394 × 1000 = 394
Ulangan
A
Warna Klett
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
0.394 0.395 0.366 0.372 0.359 0.36 0.269 0.266 0.208 0.211 0.197 0.196 0.141 0.141
394 395 366 372 359 360 269 266 208 211 197 196 141 141
Rata-rata 394.5 369 359.5 267.5 209.5 196.5 141