963
Unmas Denpasar
PENGARUH SUBLETAL PESTISIDA ORGANOFOSFAT TERHADAP DROSOPHILA MELANOGASTER Alfonds Andrew Maramis Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Manado Email :
[email protected] ABSTRAK Uji toksikologi suatu xenobiotic pada tingkat organisme umumnya hanya dikaji yang berkaitan dengan dampak letalnya, sementara itu banyak informasi pengaruh subletal yang perlu untuk diketahui. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh subletal insektisida Curacron 8E (CGA-15324) yang mengandung bahan aktif profenofos terhadap Drosophila melanogaster. Organisme target D. melanogaster dibiakkan dalam media kontrol (tanpa penambahan pestisida) dan media perlakuan (lima tingkat konsentrasi pestisida), selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap jumlah anakan (F1). Perlakuan yang sama dilanjutkan terhadap anakan sampai pada turunan ke 5 (F5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) jumlah anakan D. melanogaster menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi bahan aktif profenofos; 2) Pengembalian D. melanogaster kekeadaan semula menunjukkan peningkatan jumlah anakan menuju jumlah yang normal; dan 3) Organisme target yang terpapar terus menerus menunjukkan perlawanan terhadap tekanan toksikan, yangditunjukkan dengan adanya adaptasi terhadap tekanan toksikan, sehingga lama-kelamaan, organisme target menjadi toleran terhadap toksikan tersebut. Kata kunci: Pengaruh subletal, pestisida, D. melanogaster. ABSTRACT Toxicology test of a xenobiotic at the organism level generally only be assessed with regard to its lethal impact while there is a lot of information about sublethal effect that needs to be known. This study aims to determine the sublethal effect of insecticide Curacron 8E (CGA-15324) containing the active ingredient profenofos against Drosophila melanogaster. D. melanogasteras target organisms were cultured in control media (without addition of pesticides) and treatment media (five concentration levels of pesticides), then performed the observations of the number of offsprings (F1). The same treatment was continued to the offsprings until 5th descent (F5). The results showed that: 1) the number of offspring decreased with increasing concentration of active ingredient profenofos; 2) return of D. melanogasterto its original state showed an increased number of offspring to the normal amount; and 3) the target organisms which were exposed constantly showing resistance against toxicant pressure as indicated by the adaptation to the toxicant pressure, so that gradually the target animal becomes tolerant to the toxicant. Keywords: Sublethal effect, pesticide, D. melanogaster. PENDAHULUAN Toksisitas pestisida yang pada umumnya mengandung bahan aktif organofosfat berkaitan erat dengan gugus donor elektronnya, seperti unsur O atau S, dan ligan fosfor (gugus yang mengelilingi fosfat pada senyawa). Toksisitas yang ekstrim dari senyawa ini terletak pada kemampuannya untuk mengikat asam amino serine, yang mengubah Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
964
Unmas Denpasar
kemampuan meng-katalisasi dan menghalangi active site dari enzim tersebut. Toksisitas akut dari senyawa ini sering ditandai kemampuannya mengikat enzim kritis sistem saraf acetylcholinesterase. Dalam transmisi normal impuls saraf dari sel saraf satu ke sel saraf lainnya, acetylcholine dikeluarkan ke dalam sinapsis untuk menghasilkan eksitasi pada neuron penerima impuls. Bila acetylcholine rusak akibat ikatan enzim dengan organofosfat, sel saraf penerima akan ‘dibakar’, menyebabkan tidak terkoordinasinya pergerakan otot, kepala pening, dan berbagai gangguan lainnya (Landis dan Yu 1999). Bahan aktif seperti profenofos terkandung dalam insektisida/mitisida dengan merek dagang Curacron 8E, CGA-15324 yang diproduksi oleh Novartis Crop Protection, Inc. Bahan aktif ini pertama kali tercatat oleh USEPA pada tahun 1982. Rumus molekul profenofos dapat dilihat pada gambar 1.Nama kimia dari bahan aktif ini yaitu O-(4-bromo-2chlorophenyl)-O-ethyl-S-propyl phosphorothioate, dan termasuk dalam keluarga organofosfat. Rumus empirik dari bahan aktif ini yaitu C11H15O3PSBrCl dengan berat molekul 373.65 g/mol (USEPA 2000).
Gambar 1.Rumus Molekul Bahan Aktif Profenofos Toksikologi suatu polutan terjadi melalui tiga interaksi. Pertama, adanya interaksi antara polutan dengan lingkungan. Interaksi ini menggambarkan nasib dan distribusi polutan dalam biosfer dan organisme, setelah polutan ini terlepas ke lingkungan. Kedua, polutan berinteraksi dengan site of action-nya. Site of action pada umumnya merupakan bagian dari protein atau molekul biologi yang lain yang dapat berinteraksi dengan toksikan. Ketiga, interaksi yang terjadi antara polutan dengan site of action pada tingkat molekuler menghasilkan dampak pada tingkatan yang lebih tinggi dari organisasi biologi. Dalam biosfer atau organisme, pertama-tama polutan mengalami biotransformasi sebelum masuk pada site of action. Setelah bertemu dengan site of action-nya, polutan dapat mengakibatkan perubahan pada tingkat yang rendah pada organisme yang dapat diketahui dari beberapa parameter biokimiawi seperti penghambatan acetylcholinesterase dan pembentukan metallothionein. Perubahan biokimiawi menyebabkan terjadinya perubahan pada fisiologi dan tindak-tanduk organisme seperti kerusakan kromosom, perubahan tingkahlaku dan kematian. Pada tingkat populasi, perubahannya dapat diketahui dari parameter kepadatan, produktifitas dan perubahan struktur genetik. Perubahan yang bermula dari tingkat rendah semakin menuju pada tingkatan yang lebih tinggi akibat sosialisasi organisme (yang terpapar polutan) dengan komunitas dan ekosistemnya. Perubahan pada tingkat ekosistem dapat diketahui dari efisiensi transfer energi antara organisme hidup dalam sistem ekologi tersebut. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
965
Unmas Denpasar
Dampak subletal sering digunakan dalam uji toksikologi terhadap suatu organisme. Pada umumnya, uji toksisitas subletal sering didasarkan pada uji reproduktif yang memeriksa kemampuan reproduksi dari suatu organisme. Selain reproduksi, sering juga digunakan dalam uji toksikologi, dampak yang sering terjadi akibat pemaparan suatu toksikan pada organisme. Kontrol ini seperti kemampuan untuk menetas (hatchability), persentasi kehilangan berat badan, kelangsungan hdup, perubahan bentuk, dan lainnya. Transmisi informasi biologi dari induk ke keturunannya merupakan faktor yang penting dalam perkembangan organisme hidup dan mencakup evolusi mekanisme genetika. Untuk tinjauan luas mengenai prinsip genetika dari transmisi gen, pertalian, jenis kelamin, dampak dari radiasi, interaksi gen, phenocopies (variasi fenotip yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak semestinya dan menyerupai ekspresi normal dari genotip yang lain), penyimpangan kromosom, dan perubahan evolusioner dalam populasi, hampir tidak ada organisme yang sebaik lalat buah, Drosophila melanogaster. D. melanogastertelah digunakan dalam ilmu keturunan sejak 1909 oleh T. H. Morgan. Selain mempunyai banyak strain genetik yang telah dikembangkan, Drosophila juga mempunyai kelebihan seperti waktu siklus hidup yang relatif pendek (10 hari pada 25 0C), ukuran yang kecil sehingga mudah pemeliharaannya, dan hanya membutuhkan tempat yang relatif kecil, juga organisme ini cukup besar sehingga karakter mutan dapat diamati (Strickberger 1967).Selain untuk ilmu keturunan, lalat buah juga sering digunakan dalam ilmu ekotoksikologi khususnya menyangkut uji toksisitas suatu toksikan. Uji SLRL (sexlinked recessive lethal) sering digunakan pada organisme ini untuk mendeteksi terjadinya mutasi dan kematian. Mutasi letal merupakan perubahan dalam genom, ketika diekspresikan, menyebabkan kematian pada carrier-nya, sedangkan mutasi resesif merupakan perubahan dalam genom yang diekspresikan dalam kondisi homozigot atau hemizigot (USEPA 1996). Uji toksikologi suatu xenobiotic pada tingkat organisme umumnya hanya dikaji dampak letalnya, sementara itu banyak informasi pengaruh subletal yang belum diketahui. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh subletal insektisida Curacron 8E, CGA15324 yang mengandung bahan aktif profenofos terhadap D. melanogaster. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Piranti yang digunakan yaitu botol selai, kertas merang, kain, karet gelang, pinset, mortar, spatula, gelas beaker, pipet volume, kaca pembesar dan mikroskop stereo binokuler.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pestisida Curacron, pisang, tape dan kloroform.Organisme target D. melanogaster diambil dari biakan Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, UKSW. Strain organisme target yang digunakan yaitu vertiagial. Persiapan Media Kultur Media kultur D. melanogaster dibuat dari campuran antara pisang dan tape, dengan perbandingan masing-masing 5 : 1 bagian. Untuk membuat enam media kultur diperlukan sekitar 300 g pisang dan 60 g tape. Pisang dan tape tersebut dihaluskan dengan mortar kemudian dimasukkan kedalam botol selai masing-masing 60 g. Kedalam botol selai yang telah berisi media kultur diberi kertas merang yang telah dilipat. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
966
Unmas Denpasar
Persiapan Larutan Induk Bahan Aktif Profenofos Dalam 1 L Curacron, terkandung didalamnya 500 g bahan aktif profenofos, yang setara dengan 500 mg dalam 1 ml Curacron. Dari konsentrasi ini, dilakukan pengenceran bertingkat sampai konsentrasi akhir menunjukkan 0,5 ppm (μg bahan aktif/mL). Pengembang-biakan Induk Organisme Target Organisme target dari biakan laboratorium diambil 2 pasang untuk masing-masing 3 buah media kultur. Organisme target pertama-tama dibius dengan kloroform dan dipilah berdasarkan jenis kelamin. Dari pilahan tersebut diambil masing-masing 2 ekor jantan dan betina, dan dimasukkan kedalam botol kosong kemudian ditutup dengan kain. Organisme target tersebut dibiarkan dalam botol kosong sampai organisme tersebut siuman. Setelah siuman, organisme tersebut dipindahkan kedalam botol yang berisi media kultur dan ditutup dengan kain dan karet gelang. Setelah organisme target tersebut bertelur, induknya dikeluarkan dari media kultur tersebut. Telur organisme dalam mediakultur tersebut dibiarkan pada kondisi laboratorium selama 10 hari atau sampai D. melanogaster berada pada fase dewasa. D. melanogaster dewasa yang berasal dari biakan ini digunakan sebagai induk pada perlakuan bahan aktif profenofos (F1). Perlakuan Bahan Aktif pada Organisme Target Pertama-tama disiapkan sebanyak 18 media kultur untuk 6 seri konsentrasi bahan aktif dengan 3 ulangan. Seri konsentrasi dibuat dengan mengambil sekitar 0 (kontrol); 0,25; 0,5; 1; 1,5; dan 2 mL, dan masing-masing dicampurkan kedalam 6 media kultur. Konsentrasi akhir bahan aktif yang dicampurkan pada 60 g media kultur yaitu 0; 2,083; 4,167; 8,333; 12,500; dan 16,667 μg bahan aktif/ kg media kultur. Induk organisme target (F1) yang terdiri dari 2 pasang kemudian dimasukkan kedalam tiap botol yang telah diberi bahan aktif dan diperlakukan sama seperti pada tahap pengembang-biakan induk organisme target. Offspring/ anakan (F2) yang dihasilkan pada tahap perlakuan ini kemudian dihitung, dan dilihat pada konsentrasi mana, terjadinya perbedaan jumlah anakan yang sangat ekstrim. Perlakuan Lanjutan Untuk perlakuan lanjutan, anakan (F2) dari media kultur kontrol dan perlakuan (mengandung bahan aktif dengan konsentrasi yang menunjukkan perbedaan jumlah yang ekstrim) dilanjutkan lagi perkembang-biakannya dengan masing-masing perlakuan yang sama. Selain itu, anakan (F2) dari media kultur perlakuan dikembang-biakan juga kedalam kedalam media kultur yang tanpa bahan aktif. Anakan (F3) dari masing-masing perlakuan pada tahap ini diperlakukan lagi dengan perlakuan yang sama sehingga didapat anakan F5. Masing-masing perlakuan dan tahapan dibuat rangkap tiga. Jumlah anakan pada berbagai perlakuan dan masing-masing tahapan dihitung. HASIL DAN PEMBAHASAN Data jumlah anakan F1 organisme target D. melanogaster dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1, diketahui bahwa purata jumlah anakan F1 yaitu 211 ekor. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
967
Unmas Denpasar
Tabel 1. Jumlah Anakan F1 Organisme Target Ulangan
Jumlah 211 195 227 211,00
I II III Purata
Data jumlah anakan F2 organisme target berdasarkan perlakuan seri konsentrasi bahan aktif dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. Dari data tersebut menunjukkan bahwa media kultur yang mengandung bahan aktif yang jumlah anakannya paling ekstrim yaitu pada perlakuan konsentrasi 16,667 μg bahan aktif / kg media kultur. Tabel 2. Jumlah Anakan F2 Berdasarkan Perlakuan Bahan Aktif Konsentrasi (μg bahan aktif / kg media kultur)
Ulangan
I II III Purata
I (0)
II (2,083)
III (4,167)
IV (8,333)
V (12,500)
VI (16,667)
187 203 207 199,00
210 189 193 197,33
156 182 187 175,00
198 196 205 199,67
183 189 162 178,00
95 84 71 83,33
220.00
Jumlah Anakan
170.00
120.00
70.00
20.00
-30.00
0
2.5
5
7.5
10
12.5
15
17.5
Konsentrasi Perlakuan
Gambar 2.Kurva Purata Jumlah F2 Berdasarkan Konsentrasi Perlakuan
Data jumlah anakan D. melanogaster berdasarkan perlakuan lanjutan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 3. Dari Tabel 3 dan Gambar 3 menunjukkan bahwa purata jumlah anakan pada kontrol relatif tetap, sedangkan pada perlakuan lanjutan tanpa bahan aktif dan dengan bahan aktif menunjukkan fluktuasi yang searah. Untuk perlakuan lanjutan tanpa bahan aktif, purata jumlah anakan (F3) menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan jumlah induk mereka yaitu anakan F2. Hal seperti ini terjadi pula pada anakan F4 dan F5. Peningkatan ini menunjukkan perubahan menuju jumlah anakan yang normal. Ini menunjukkan bahwa pengaruh bahan aktif yang dipaparkan pada induk perlahan akan hilang pada anakannya, seiring dengan tidak dipaparkan lagi bahan aktif tersebut. Berbeda dengan perlakuan lanjutan yang tanpa bahan aktif, jumlah anakan organisme target pada perlakuan lanjutan dengan bahan aktif menunjukkan penurunan pada jumlah anakan ke-3 dan ke-4 namun meningkat pada jumlah anakan ke-5 (F5). Fenomena ini Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
968
Unmas Denpasar
menunjukkan adanya perlawanan dari organisme target terhadap tekanan bahan aktif pestisida tersebut. Menurut Scott (1995), Organisme mempunyai kecenderungan untuk membentuk perlawanan secara genetika molekuler sebagai respons dari suatu tekanan. Perlawanan ini diawali dengan adaptasi terhadap tekanan toksikan, dan terjadinya mutasi, sehingga lama-kelamaan, organisme tersebut menjadi toleran terhadap toksikan tersebut. Tabel 3.Jumlah Anakan F3, F4 dan F5 dari Organisme Target Anakan
Perlakuan Tanpa Bahan Aktif
Kontrol Anakan F3 I II III Purata Anakan F4 I II III Purata Anakan F5 I II III Purata
16,667 μg bahan aktif
213 221 217 217,00
152 134 171 152,33
78 71 90 79,67
197 213 211 207
165 159 167 163,67
12 20 9 13,67
203 225 216 214,67
162 186 181 176,33
36 52 51 46,33
Gambar 3.Kurva Purata Jumlah Anakan F2, F3, F4, dan F5 Terhadap Perlakuan
SIMPULAN Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. 2.
Jumlah Anakan D. melanogaster menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi bahan aktif profenofos. Pengembalian organisme target kekeadaan semula menunjukkan peningkatan jumlah anakan menuju jumlah yang normal, jika dibandingkan dengan pada waktu berada dalam tekanan toksikan. Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016
969
Unmas Denpasar
3.
Organisme Target yang terpapar terus menerus menunjukkan perlawanan terhadap tekanan toksikan. Hal iniditunjukkan dengan adanya adaptasi terhadap tekanan toksikan, sehingga lama-kelamaan, organisme target menjadi toleran terhadap toksikan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Landis, W. G., and M. H. Yu. 1999. Introduction to Environmental Toxicology, Impacts of Chemicals Upon Ecological Systems, 2nd Edition. Lewis Publishers, USA. Scott, J. A. 1995. The Molecular Genetics of Resistance: Resistance as A Response to Stress. Florida Entomologist 78(3). Strickberger, M. W. 1967. Experiments in Genetics with Drosophila. John Wiley and Sons, Inc. USA. USEPA. 2000. Interim Reregistration Eligibility Decision (IRED), Profenofos. United States Environmental Protection Agency. USEPA. 1996. Health Effects Test Guidelines, Sex-Linked Recessive Lethal Test in Drosophila melanogaster. United States Environmental Protection Agency.
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016