perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN AKTIVITAS DEWAN TERHADAP VOLUNTARY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh : AYU NUR FITRIA F0308034
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN AKTIVITAS DEWAN TERHADAP VOLUNTARY DISCLOSURE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) AYU NUR FITRIA NIM.F0308034 ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure. Struktur kepemilikan diwakili oleh proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, sementara aktivitas dewan diwakili oleh frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit. Voluntary disclosure diukur dengan menggunakan indeks pengungkapan sukarela. Penelitian ini juga menggunakan firm size sebagai variabel kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 109 perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan dan laporan keuangan pada tahun 2009 dan 2010. Metode yang digunakan dalam pemilihan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis regresi linier berganda yang dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS versi 17.0 for Windows. Hasil pengujian regresi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan firm size berpengaruh terhadap voluntary disclosure; (2) kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, serta frekuensi rapat komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure; dan (3) struktur kepemilikan dan aktivitas dewan secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure. Kata Kunci : Struktur kepemilikan, aktivitas dewan, dan voluntary disclosure.
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
INFLUENCE OF OWNERSHIP STRUCTURE AND BOARD ACTIVITY TO VOLUNTARY DISCLOSURE FOR MANUFACTURING COMPANIES IN INDONESIAN STOCK EXCHANGE (IDX) AYU NUR FITRIA NIM.F0308034 ABSTRACT
This research has a purpose to examine the influence of ownership structure and board activity to voluntary disclosure. Ownership structure is representated by the proportion of public ownership outside managerial and institutional, while board activities are representated by director meeting frequency, board meeting frequency, and audit committee meeting frequency. Voluntary disclosure is measured by the used of voluntary disclosure index. This research also use firm size as control variabel. The population in this study are the manufacturing companies listed at the Indonesian Stock Exchange (IDX). Sample used in this study was of 109 companies which published their annual report and financial statement in 2009 and 2010. The method used in the selection of sample was purposive sampling. The model of analysis used in this study is a multiple linear regression analysis model performed with the aid of a computer program SPSS version 17.0 for Windows. The result of this research indicates that: (1) director meeting frequency, board meeting frequency, and firm size have significant influence to voluntary disclosure; (2) public ownershipl, and audit committee meeting frequency have no influence to voluntary disclosure; and (3) ownership structure and board activity have significant influence to voluntary disclosure at the same time. Key Words : ownership structure, board activity, and voluntary disclosure.
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyiroh:5)
”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS.Al-baqarah:186)
“Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya.” (Johann Wolfgang von Goethe)
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada : Allah Subhana WaTa’ala atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan jalan, kemudahan, dan kekuatan bagi penulis Ayah dan Ibu tercinta, terima kasih atas doa serta nasehat yang terus di berikan tanpa mengenal waktu demi kesuksesan dan kebahagiaan penulis, dan untuk kasih sayang yang tak tergantikan sampai kapanpun. Almamater Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta Terima kasih
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
“PENGARUH
STRUKTUR
KEPEMILIKAN DAN AKTIVITAS DEWAN TERHADAP VOLUNTARY DISCLOSURE
PADA
PERUSAHAAN
MANUFAKTUR
YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)” sebagai tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, atas segala Rahmat dan Hidayah yang penulis terima. 2. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.S. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 3. Bapak Drs. Santosa Tri Hananto, M.Si., Ak. selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. 4. Bapak Sri Hartoko DRS., MBA., Ak. selaku Pembimbing Akademik. 5. Ibu Dra. Evi Gantyowati M.Si., Ak. selaku pembimbing skripsi, atas kesediaannya meluangkan waktu, memberikan kritik, perhatian dan sarannya yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi. commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta karyawan FE UNS yang telah memberikan ilmu dan bantuannya selama penulis duduk di bangku kuliah 7. Ayah, Ibu, dan adik-adik tercinta , “Rozi dan Riza” yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang, semangat serta doa yang tiada hentihentinya untuk keberhasilan penulis. 8. Seluruh keluarga tercinta (eyang kakung, bude min, pakde, om-om dan tante- tante) yang selalu mendoakan dan memberi semangat. 9. Anggakara Ade yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, perhatian, hiburan serta dukungannya tiada henti. 10. Genk Naga “Ting-ting”, Asfi, Erna, Sunia, Megan, Mitha, & Didit, Ditha, sahabat-sahabat terbaik di segala suasana baik suka maupun duka. Love and Miss you, Guys. 11. Sahabat-sahabat tersayang , Diesta, Anikha, Hervina,& Anes, Eva, Ocha, Mamong, Nita yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk terus maju. 12. Teman seperjuangan, Yohana atau momo, terima kasih atas semuanya. 13. Anak-anak akuntansi B yang selalu kompak dan rame, sukses untuk semua. 14. Teman-teman Akuntansi angkatan 2008 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 15. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang berkelanjutan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih. Wassalammu’alaikum Wr. Wb
Surakarta, 20 Februari 2012
Penulis Ayu Nur Fitria
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….
i
ABSTRAKSI………………………………………………………………….
ii
ABSTRACT……………………………………………………………………
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………….
iv
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………..
v
HALAMAN PERNYATAAN SKRIPSI…………………………………….
vi
HALAMAN MOTTO………………………………………………………..
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………. viii KATA PENGANTAR…………………………………………………..........
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. xii DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………. xvi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1 B. Perumusan Masalah ……………………………………………… 8 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………. 9 D. Manfaat Penelitian………………………………………………… 9 E. Sistematika Penulisan ……………………………………………. 10
BAB II LANDASAN TEORI A. Teori Agensi…………………………………………………….. 11 commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengungkapan (disclosure)……………………………………… 13 C. Corporate Governance………………………………………….. 17 D. Karakteristik Perusahaan………………………………………… 24 E. Kaitan Antara Struktur Kepemilikan dan Aktivitas Dewan dengan VoluntaryDisclosure…………………………….. 25 F. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis……………… 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel…………….. 33 B. Data dan Metode Pengumpulan Data…………………………….. 34 C. Definisi operasional dan pengukuran variabel………………….... 34 D. Metode Analisis Data…………………………………………….. 37 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengumpulan Data…………………………………………. 41 B. Statistik Deskriptif………………………………………………... 42 C. Pengujian Asumsi Klasik…………………………………………. 45 D. Pengujian Hipotesis………………………………………………. 49 BAB V PENUTUP A. Simpulan………………………………………………………….. 58 B. Keterbatasan……………………………………………………….60 C. Saran ………………………………………………………………60 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1: Hasil Pengambilan Sampel…………………………................…… 42 Tabel IV.2 : Statistik Deskriptif Variabel Independen…………………………. 43 Tabel IV.3: Statistik Deskriptif Variabel Dependen……………………………. 45 Tabel IV.4: Hasil Uji Normalitas Data…………………………………………. 46 Tabel IV.5: Hasil Uji Multikolinoeritas………………………………………… 47 Tabel IV.6 : Hasil Uji Autokorelasi……………………………………………. 47 Tabel IV.7 : Hasil Uji Heteroskedastisitas……………………………………… 48 Tabel IV.8 : Model Summary Koefisien Determinasi………………………….. 51 Tabel IV.9 : Anova Uji F………………………………………………………. 51 Tabel IV.10 : Hasil Regresi Berganda………………………………………….. 52
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1
Skema Konsep Penelitian………………………………………. 32
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I
Daftar Item Voluntary Disclosure
Lampiran II Daftar Nama Sampel Perusahaan Tahun 2009 Lampiran III Daftar Nama Sampel Perusahaan Tahun 2010 Lampiran IV Data Variabel-varibel yang Digunakan Tahun 2009 Lampiran V Data Variabel-varibel yang Digunakan Tahun 2010 Lampiran VI Hasil Pengolahan Data
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam perekonomian modern, banyak perusahaan yang melakukan pemisahan antara manajemen sebagai pengelola perusahaan dengan para pemilik modal perusahaan (Arifin, 2004). Terpisahnya kepemilikan dan manajemen akan memunculkan masalah yang dikenal dengan masalah agensi (agency problem) karena kepentingan pemilik modal (prinsipal) dan manajer (agen) tidak selalu sejalan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa masalah keagenan yang timbul bermula dari keinginan pihak agen untuk lebih memaksimalkan kesejahteraan dirinya daripada kesejahteraan prinsipal. Pemilik modal (prinsipal) sebagai pihak yang memberikan wewenang kepada manajemen untuk mengelola kekayaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui return dari modal yang diberikan. Sedangkan pihak manajemen yang diberi tanggung jawab mengelola kekayaan perusahaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui insentif (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Kondisi ini menyebabkan pihak manajemen cenderung tidak memberikan informasi yang berpengaruh negatif terhadap kepentingan tersebut. Hal tersebut menimbulkan asimetri informasi. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi (Tanor, 2009). Untuk mengurangi asimetri informasi diperlukan pengungkapan (disclosure) informasi yang memadai. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian Benardi, Sutrisno, dan Assih (2009) menunjukkan bahwa asimetri informasi yang terjadi antara perusahaan dan pemegang saham akan semakin kecil ketika pengungkapan informasi, termasuk pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) yang dilakukan perusahaan semakin luas. Pengungkapan informasi membantu investor dekat dengan keadaan perusahaan karena itu mengurangi kesenjangan informasi antara manajemen dan investor (Akhtaruddin et al, 2009). Barako (2007) juga membuktikan bahwa asimetri informasi dapat diminimalkan dengan transparansi informasi perusahaan. Dengan adanya tuntutan penyajian informasi secara transparan ini, diharapkan dapat mencegah tindakan oportunis manajemen untuk kepentingan pribadinya. Wujud transparasi tersebut adalah pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Laporan tahunan merupakan sarana penting untuk mengkomunikasikan informasi finansial dan non-finansial perusahaan. Laporan tahunan juga menjadi alat utama para manajer untuk menunjukkan efektivitas
pencapaian tujuan
untuk
melaksanakan
fungsi
pertanggung jawaban dalam organisasi (Suripto, 1998). Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu Mandatory Disclosure (pengungkapan wajib) dan Voluntary Disclosure
(pengungkapan
sukarela).
Mandatory
disclosure
merupakan
pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan voluntary disclosure adalah pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan melebihi apa yang disyaratkan dalam mandatory disclosure (Barako, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kredibilitas pelaporan keuangan perusahaan dan untuk membantu investor dalam memahami strategi bisnis perusahaan (Yularto dan Chariri, 2003). Voluntary disclosure meliputi gambaran strategi perusahaan dalam jangka panjang, indikator-indikator keuangan dan nonkeuangan yang penting dan bermanfaat untuk keefektifan implementasi strategi perusahaan dan berguna dalam membahas hubungan antara indikator-indikator penting tersebut dengan laba yang akan datang (Yularto dan Chariri, 2003). Dengan adanya voluntary disclosure diharapkan para pemakai laporan keuangan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional perusahaan dan semakin menunjukkan transparansi perusahaan. Pengungkapan (disclosure) merupakan atribut yang penting dari corporate governance, terutama yang berhubungan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas (Benardi, Sutrisno, dan Assih, 2009). Syakhroza (2002) dalam studi penerapan OECD (Organization of Economic Cooperation and Development) mendefinisikan corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling, and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Arifin dan Rachmawati (2006) dengan adanya prinsip-prinsip corporate
governance
menunjukkan
indikasi
bahwa
pemegang
saham
mendapatkan informasi yang benar dan tepat waktu serta perusahaan wajib mengungkapkan informasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Konsep corporate governance juga menekankan pada dua hal, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (Kaihatu, 2006). Dengan adanya penerapan corporate governance yang baik akan memberikan keterbukaan informasi baik informasi yang bersifat wajib maupun sukarela secara akurat dan tepat waktu. Beberapa penelitian mengenai pengaruh antara corporate governance dengan voluntary disclosure telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti baik dari luar negeri, di antaranya adalah Ho dan Wong (2001) di Hongkong, Eng dan Mak (2003) di Singapura, Yuen et al (2009) di China, dan Akhtaruddin et al (2009) di Malaysia, maupun peneliti dari Indonesia seperti Khomsiyah (2003) dan Hapsoro (2007). Beberapa penelitian yang dilakukan di luar negeri dengan berbagai variabel yang berbeda, memberikan hasil yang berbeda-beda seperti di antaranya Ho dan Wong (2001) meneliti pengaruh struktur corporate governance terhadap luas voluntary disclosure di Hongkong. Struktur corporate governance diukur dari berbagai aspek yaitu proporsi komisaris independen, keberadaan komite audit, the existence of dominant personalities (CEO/Chairman duality), dan persentase anggota keluarga dalam dewan. Hasilnya menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara corporate governance dengan luas voluntary disclosure. Penelitian Eng dan Mak (2003) menguji pengaruh faktor corporate governance terhadap voluntary disclosure perusahaan yang terdaftar di Stock commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Exchange Singapore. Corporate governance diproksikan dengan struktur kepemilikan dan komposisi dewan. Struktur kepemilikan meliputi kepemilikan manajerial, kepemilikan blockholder, dan kepemilikan oleh pemerintah, sementara Komposisi dewan diukur dengan persentase komisaris independen. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara struktur kepemilikan dan komposisi dewan terhadap voluntary disclosure. Yuen et al (2009) menguji pengaruh struktur kepemilikan, mekanisme corporate governance,
dan karakteristik
perusahaan terhadap
voluntary
disclosure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya kepemilikan individu, keberadaan komite audit, ukuran perusahaan, dan leverage yang berpengaruh terhadap
voluntary
kepemilikan
disclosure.
institusional,
Sementara
kepemilikan
kepemilikan
manajerial,
terkonsentrasi,
proporsi
komisaris
independen, keberadaan CEO sebagai direktur dan komisaris, profitabilitas, dan tipe industri tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Penelitian Akhtaruddin et al (2009) menguji pengaruh faktor corporate governance terhadap voluntary disclosure perusahaan yang go publik di Malaysia. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara faktor corporate governance yang diproksikan oleh jumlah direksi, proporsi non eksekutif independen, family control, pemegang saham asing, dan persentase komite audit terhadap voluntary disclosure. Sementara beberapa hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia di antaranya adalah penelitian Khomsiyah (2003) meneliti hubungan corporate governance terhadap level pengungkapan. Hasil penelitian Khomsiyah (2003) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara indeks corporate commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
governance terhadap level pengungkapan. Perusahaan dengan indeks corporate governance yang tinggi, cenderung mengungkapan informasi yang lebih banyak dalam laporan tahunan. Penelitian Hapsoro (2007) menguji mekanisme corporate governance terhadap transparansi. Mekanisme corporate governance difokuskan pada proporsi kepemilikan manajemen, proporsi kepemilikan institusi domestik, proporsi kepemilikan institusi asing, dan proporsi kepemilikan publik, sementara transparansi diproksikan oleh level ketidakpatuhan pengungkapan wajib dan level pengungkapan
sukarela.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
struktur
kepemilikan tidak berpengaruh terhadap transparansi. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai voluntary disclosure karena voluntary disclosure memiliki kandungan informasi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan penggunanya dan dapat meminimalkan agensi problem dengan mengurangi asimetri informasi sehingga dapat mencegah konflik kepentingan (Barako, 2007). Penelitian mengenai voluntary disclosure telah banyak dilakukan di berbagai Negara termasuk di Indonesia. Hasil dari berbagai penelitian tersebut bervariasi antara satu peneliti dengan peneliti yang lain. Penelitian ini dilakukan untuk menambah referensi yang telah ada atau menambah validitas penelitian dan bukan untuk memberikan solusi untuk perbedaan hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi penelitian. Pertimbangan memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari investor dan stakeholders lainnya. Hal ini disebabkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
karena menurut Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE02/PM/2002 perusahaan manufaktur memiliki berbagai macam risiko yang melekat pada karakteristik kegiatan industri manufaktur dan rentan terhadap pengaruh politik dan kritikan dari aktivis-aktivis sosial, maka diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur akan memberikan pengungkapan sukarela yang lebih luas daripada perusahaan non manufaktur. Penelitian ini mengembangkan penelitian Akhtaruddin et al (2009) dengan mendasarkan penelitian Kanagaretnam et al (2007) untuk variabel corporate governance. Penelitian ini berbeda dari penelitian Akhtaruddin et al (2009) dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 2. Penelitian ini tidak sepenuhnya menggunakan item voluntary disclosure dari Akhtaruddin et al (2009) melainkan telah disesuaikan dengan peraturan di Indonesia yaitu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) per 31 Juli 2009 dan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) nomor KEP-134/BL/2006 sehingga sesuai untuk diterapkan di Indonesia serta mengalami
perluasan
dengan
ditambah
item-item
Corporate
Social
Responsibility yang bersumber dari Global Reporting Initiative (GRI). 3. Periode penelitian ini adalah dua tahun yakni 2009-2010, sedangkan dalam penelitian Akhtaruddin et al (2009) hanya satu tahun pada 2002. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh corporate governance terhadap voluntary disclosure. Corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan struktur kepemilikan dan aktivitas dewan. Penggunaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
struktur kepemilikan, sesuai dengan penelitian Akhtaruddin et al (2009 ) dan aktivitas dewan sesuai dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007). Penggunaan variabel-variabel corporate governance tersebut juga didasarkan pada Investor Responsibility Research Center (IRRC) yang sering digunakan dalam penelitian pada corporate governance (Kanagaretnam et al , 2007). Struktur kepemilikan diwakili oleh proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, sementara aktivitas dewan diukur melalui frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit. Perhatian mengenai voluntary disclosure di Indonesia terus meningkat sehingga penelitian ini menjadi relevan untuk memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya terkait voluntary disclosure di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut, maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Aktivitas Dewan terhadap Voluntary Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional berpengaruh terhadap voluntary disclosure? 2. Apakah frekuensi rapat dewan direksi berpengaruh terhadap voluntary disclosure? 3. Apakah frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap voluntary disclosure?
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Apakah frekuensi rapat komite audit berpengaruh terhadap voluntary disclosure? 5. Apakah struktur kepemilikan dan aktivitas dewan secara bersama-sama berpengaruh terhadap voluntary disclosure?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Bagi perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek agar meningkatkan voluntary disclosure yang penting bagi pihak eksternal. 2. Bagi investor Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi investor agar dapat mempertimbangkan keputusan investasinya dalam memilih perusahaan yang tepat. 3. Bagi pihak lain Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan bahan referensi bagi pihak yang berkepentingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
E. Sistematika Penulisan BAB I
:
Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Landasan Teori Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur penelitian untuk mendukung penelitian, dilanjutkan kaitan variabel independen dengan variabel dependen, pengembangan hipotesis dan kerangka konseptual.
BAB III
:
Metode Penelitian Bab ini berisi desain penelitian; populasi, sampel, dan teknik sampling; data dan metode pengumpulan data; definisi operasional dan pengukuran variabel; serta metode analisis data.
BAB IV
:
Analisis Data dan Pembahasan Bab ini membahas mengenai data yang digunakan, pengolahan data tersebut dengan alat analisis yang diperlukan dan hasil dari analisis data.
BAB V
:
Kesimpulan dan Saran Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data yang telah dilakukan, saran-saran yang diajukan dari hasil
penelitian,
dan
selanjutnya. commit to user
rekomendasi
bagi
penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Agensi Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual antara dua pihak yaitu prinsipal dan agen, dimana pemilik modal perusahaan atau investor (prinsipal) menunjuk manajemen (agen) untuk mengelola perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Manajemen diberikan wewenang dalam kebijakan pengambilan keputusan sehingga manajemen diharapkan dapat mengoptimalkan sumber daya yang ada secara maksimal untuk menyejahterakan pemilik. Teori agensi menyatakan bahwa masing-masing pihak (prinsipal dan agen) hanya termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen. Pemilik modal (prinsipal) sebagai pihak yang memberikan wewenang kepada manajemen untuk mengelola kekayaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui return dari modal yang diberikan. Sedangkan pihak manajemen yang diberi tanggung jawab mengelola kekayaan perusahaan mempunyai kepentingan meningkatkan kesejahteraan dirinya melalui insentif (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Kondisi ini menyebabkan pihak manajemen cenderung tidak memberikan informasi yang berpengaruh negatif terhadap kepentingan tersebut. Kondisi yang dikenal dengan sebutan agency conflict tersebut memicu timbulnya biaya keagenan. Menurut Sutedi (2011), biaya agen meliputi biaya yang timbul karena dilakukannya kegiatan monitoring kinerja dan perilaku agent oleh principal (monitoring cost) dan biaya yang timbul karena dilakukannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembatasan-pembatasan bagi kegiatan agent oleh principal (bonding cost). Selain itu, agency conflict juga menimbulkan asimetri informasi antara pemilik modal dan manajemen, yang kemudian memungkinkan manajemen untuk mengambil kebijakan yang kurang efektif bagi perusahaan selain itu tidak adanya keterbukaan manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya pada pemilik perusahaan. Berdasarkan keadaaan tersebut, dibutuhkan sistem tata kelola perusahaaan yang baik pada perusahaan yang bertujuan untuk mendorong pengelolaan perusahaan yang terbuka dan accountable sehingga pemilik modal mempunyai kesempatan untuk mengkaji berbagai keputusan dan dasar pengambilan keputusan tersebut, serta menilai keefektifan keputusan yang telah diambil oleh manajemen (Arifin dan Rachmawati, 2006). Mekanisme corporate governance menekankan pada dua hal, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder (Kaihatu, 2006). Melalui good corporate governance yang mendorong transparansi informasi diharapkan dapat memberikan kepercayaan terhadap manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik modal, sehingga dapat meminimalkan agency conflict (Gantyowati dan Nurlinda, 2011). Asimetri informasi yang ditimbulkan dari agency conflict terjadi karena manajer dari suatu perusahaan memiliki lebih banyak informasi tentang operasi perusahaan dan prospek masa depan perusahaan dibandingkan dengan pemilik (Sundjaja dan Barlian, 2003). Teori signaling muncul karena adanya asimetri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
inforrmasi ini. Manajer sebagai pengelola perusahaan yang lebih banyak mengetahui informasi internal, berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi, salah satunya dengan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Voluntary disclosure bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemilik modal. Manajer memiliki motivasi untuk mengungkapkan private information secara sukarela karena mereka berharap informasi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai sinyal positif mengenai kinerja perusahaan dan mampu mengurangi asimetri informasi (Oliveira et al, 2008).
B. Pengungkapan (disclosure) Pengungkapan merupakan suatu alat yang penting untuk mengurangi asimetri informasi antara manajer dengan pemilik perusahaan. Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement keuangan. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang mempunyai wawasan bisnis dan ekonomi. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan agar dapat dipahami maka penyajian laporan keuangan harus disertai dengan pengungkapan (disclosure) yang cukup (adequate disclosure) artinya informasi yang disajikan tidak berlebihan namun juga tidak kurang sehingga tidak menyesatkan. Suwardjono (2005) menjelaskan bahwa tujuan pengungkapan adalah menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
keuangan dan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, yakni: 1. Tujuan melindungi Tujuan melindungi dilandasi oleh gagasan bahwa tidak semua pemakai cukup canggih sehingga pemakai yang naif perlu dilindungi dengan mengungkapkan informasi yang mereka tidak mungkin memperolehnya atau tidak mungkin mengolah informasi untuk menangkap substansi ekonomik yang melandasi suatu pos laporan keuangan. 2. Tujuan informatif Tujuan informatif dilandasi oleh gagasan bahwa pemakai yang dituju sudah jelas dengan tingkat kecanggihan tertentu dengan demikian, pengungkapan diarahkan untuk menyediakan informasi yang dapat membantu keefektifan pengambilan keputusan pemakai tersebut. 3. Tujuan kebutuhan khusus Tujuan ini merupakan gabungan dari tujuan perlindungan publik dan tujuan informatif. Apa yang harus diungkapkan ke publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan ke badan pengawas berdasarkan peraturan melalui formulir yang menuntut pengungkapan rinci. Tiga konsep dalam pengungkapan pada umumnya adalah adequate, fair dan full disclosure (Hendriksen dan Brenda, 2001). Konsep yang paling sering dipraktekkan adalah pengungkapan yang cukup (adequate disclosure), yaitu pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku, di mana pada tingkat pengungkapan ini investor dapat menginterpretasikan angka-angka commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalam laporan keuangan dengan benar. Pengungkapan yang fair (fair disclosure) mengandung sasaran etis dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca (investor) potensial. Pengungkapan penuh (full disclosure) merupakan pengungkapan atas semua informasi yang relevan. Pengungkapan penuh (full disclosure) ini merupakan salah satu prinsip dalam conceptual framework of financial reporting (Kieso, et al. 2007). Pengungkapan
dapat
dikelompokan
menjadi
dua
jenis,
yaitu
pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib (mandatory disclosure), adalah pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar akuntansi yang berlaku dan
Badan
Pengawas
(Hananto,
2009)
dalam
hal
ini
Bapepam-LK.
Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan yang dilakukan secara sukarela melalui laporan tahunan melebihi kebutuhan mandatory (Barako, 2007). Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure) adalah pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen suatu perusahaan di luar butir-butir informasi wajib yang harus diungkapkan menurut peraturan yang berlaku. Meek et al (1995) dalam Fitriany (2001) menunjukan bahwa voluntary disclosure merupakan pengungkapan bebas, dimana manajemen dapat memilih jenis informasi yang dipandang relevan untuk pengambilan keputusan bagi pihak-pihak pemakainya. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebuah organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi, antara lain: (a) aturanaturan informal yang diadopsi oleh organisasi; (b) norma-norma akuntansi; dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(c) peraturan pasar. Aturan-aturan informal sering diproduksi oleh budaya dan kebiasaan perusahaan (Zeghal dan Maingot, 2008). Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) diukur dengan jumlah dan detail informasi tidak wajib (Eng dan Mak, 2003).
Beberapa penelitian
menggunakan indeks pengungkapan sukarela (voluntary disclosures index) sebagai indikator empiris luas pengungkapan. Indeks pengungkapan sukarela merupakan rasio (ratio) antara jumlah elemen (item) informasi sukarela yang dipenuhi dengan jumlah elemen informasi yang mungkin dipenuhi. Makin tinggi angka indeks pengungkapan, makin luas pengungkapan sukarela (Widiastuti, 2002). Dalam melakukan pengungkapan sukarela perusahaan
akan
selalu
mempertimbangkaan
(voluntary disclosure),
biaya
dan
manfaat
yang
diperolehnya. Perusahaan akan memperoleh manfaat dari pengungkapan sukarela antara lain meningkatkan kredibilitas perusahaan dan membantu investor dalam memahami strategi bisnis manajemen (Healy dan Palepu, 1993 dalam Simanjuntak dan Widiastuti, 2004). Sementara biaya pengungkapan yang harus dipertimbangkan (Suripto, 1998) adalah sebagai berikut: 1. Biaya langsung meliputi biaya pengumpulan data, biaya pemrosesan inforasi, biaya pengauditan, dan biaya penyebaran informasi. 2. Biaya tidak langsung meliputi biaya litigasi atau biaya hukum, biaya kerugian persaingan, dan biaya politik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Corporate Governance Pengertian dan konsep corporate governance didasari atas teori keagenan (agency theory) di mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan pengelolaan perusahaan dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Gantyowati dan Dewi, 2011). Corporate governance merupakan suatu bentuk kontrol terhadap masalah agen dan memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai dengan harapan pemegang saham dan merupakan sistem yang mampu memberikan perlindungan dan jaminan hak kepada stakeholder (Ho dan Wong, 2001). Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance (Tjager et al, 2003) sebagai : “Corporate Governance adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders.”
Organization
for
Economic
Cooperation
and
Development
(OCED)
mendefinisikan Corporate Governance (Surya dan Yustiavandana, 2006) sebagai: “Sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan denganperusahaan. CorporateGovernance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan, dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya yang lebih efisien.” Manfaat dari penerapan corporate governance bagi perusahaan (FCGI, 2002), yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta to user lebih meningkatkan pelayanancommit kepada stakeholders;
(2) mempermudah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value; (3) mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya; dan (4) pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen. Untuk mencapai suatu corporate governance yang baik, perusahaan harus memenuhi prinsip-prinsip dari corporate governance. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjabarkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagai berikut : 1. Fairness (Kewajaran) Kewajaran (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor dari berbagai bentuk kecurangan. 2. Disclosure and Transparency (Transparansi) Transparansi diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Dalam mewujudkan transparansi ini, perusahaan harus menyediakan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Accountability (Akuntabilitas) Akuntabilitas
adalah
kejelasan
fungsi,
struktur,
sistem
dan
pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. 4. Responsibilities (Responsibilitas) Responsibilitas diartikan bahwa perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan
serta
melaksanakan
tanggung
jawab
terhadap
masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang. 5. Independency (Independensi) Independensi adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat (Tjager et al, 2003).
Struktur Corporate Governance Struktur corporate governance menunjukkan hubungan antar berbagai pemangku kepentingan, baik internal maupun eksternal perusahaan, yang berguna dalam menentukan arahan strategis serta mengawasi kinerja perusahaan. Menurut Arifin (2005), secara spesifik, struktur governance harus didesain untuk mendukung jalannya aktivitas organisasi secara bertanggung jawab dan terkendali. Umumnya terdapat 2 (dua) model struktur internal corporate governance di dunia, yaitu The Anglo-American system dan The Continental Europe system. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Model Anglo-American merupakan model yang digunakan di US dan UK serta Kanada, dimana struktur governance terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of Directors (executive directors and non-executive directors), serta executive managers yang dipimpin oleh CEO (Kamal, 2010). Model ini disebut juga single atau one-board system, karena dalam Board of Directors tidak memisahkan keanggotaan Dewan Komisaris (Board of Commissioners) dan Dewan Direksi. Sementara model Continental Europe merupakan model yang digunakan di Jepang dan Jerman serta Prancis, dimana struktur governance terdiri dari RUPS, Board of Commissioners (Dewan Komisaris) sebagai dewan pengawas, dan Board of Directors (Dewan Direksi) sebagai eksekutif perusahaan atau manajemen. Pemisahaan keanggotan Dewan Komisaris dan Dewan Direksi inilah yang dikenal dengan model dual board system atau two-board system (Kamal, 2010). KNKG (2006) menyatakan bahwa kepengurusan perseroan terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board system) yaitu Dewan Komisaris dan Dewan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun demikian penerapan model two-board system dalam struktur governance di Indonesia berbeda dengan model Continental Europe, di mana wewenang pengangkatan dan pemberhentian Dewan Direksi berada di tangan RUPS. Sehingga dalam model two-board system di Indonesia kedudukan Dewan Direksi sejajar dengan kedudukan Dewan Komisaris. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Dewan Komisaris Dewan komisaris bertugas untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2005). Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen. Dalam hal ini dewan komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Dewan Komisaris harus melakukan pertemuan secara berkala dan rapat tambahan bila dianggap perlu agar tugas dan tanggung jawab sebagai pengawas dapat berjalan efektif (Corporate Governance Guidelines, 2007). b. Komite Audit Dalam menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komitekomite untuk membantu meringankan. Salah satunya adalah komite audit. Komite audit menurut KNKG (2006) memiliki tugas membantu dewan komisaris dalam memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum; (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik; (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku; dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu; 1. Laporan Keuangan (Financial Reporting) 2. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) 3. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya (FCGI, 2005). c.
Dewan Direksi Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolegial dalam mengelola perusahaan. Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup empat tugas utama yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, dan tanggung jawab sosial. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan, dan laporan pelaksanaan corporate governance. Agar tugas dan tanggung jawab dewan direksi berjalan efektif, Dewan Direksi harus melakukan pertemuan secara berkala dan rapat tambahan bila dianggap perlu (Corporate Governance Guidelines, 2007).
Struktur Kepemilikan Salah satu unsur corporate governance yang digunakan dalam penelitian adalah struktur kepemilikan. Pemilihan variabel tersebut berdasarkan penelitian Akhtaruddin et al (2009). Struktur kepemilikan merupakan suatu badan atau individu yang memegang saham dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Struktur kepemilikan terbagi dalam beberapa kategori. Secara spesifik kategori struktur kepemilikan meliputi kepemilikan oleh institusi domestik, institusi asing, pemerintah, karyawan dan individual. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Struktur kepemilikan akan memiliki motivasi yang berbeda dalam memonitor perusahaan serta manajemen dan dewan direksinya. Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham (Faisal, 2005). Dalam penelitian ini struktur kepemilikan diproksikan dengan kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional. Kepemilikan publik adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh masyarakat (publik) di luar kepemilikan manajerial dan institusional.
Aktivitas Dewan Sementara itu, aktivitas dewan adalah jumlah dewan perusahaan dan komite audit melakukan pertemuan selama satu tahun (Gantyowati dan Dewi, 2011). Aktivitas dewan dapat dilihat dari frekuensi rapat dewan komisaris, frekuensi rapat dewan direksi, dan frekuensi rapat komite audit. Secara singkat dapat dikatakan bahwa rapat yang dimaksud adalah pertemuan para anggota/pemimpin perusahaan untuk membahas hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan. Sementara menurut frekuensinya, rapat dapat dibedakan menjadi : (1) rapat rutin, rapat yang sudah ditentukan waktunya (mingguan, bulanan, tahunan); dan (2) rapat insidental, yaitu rapat yang tidak berdasarkan jadwal, tergantung pada masalah yang dihadapi. Pemilihan variabel frekuensi rapat dewan komisaris, frekuensi rapat dewan direksi, dan frekuensi rapat komite audit didasarkan pada penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kanagaretnam et al (2007). Dewan Komisaris dan Direksi harus melakukan pertemuan (rapat) secara berkala dan rapat tambahan bila dianggap perlu, agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan keberlangsungan perusahaan dapat terjaga (Corporate Governance Guidelines, 2007). Komite audit juga harus mengadakan rapat secara peiodik dan dapat mengadakan rapat-rapat tambahan khusus bila diperlukan (Corporate Governance Guidelines, 2007). Dalam hal ini, komite audit mengadakan rapat sekurangkurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan (Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.1.5), serta mengadakan rapat bersama dengan komisaris, direksi, dan auditor internal (FCGI, 2005).
D. Karakteristik Perusahaan Karakteristik menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah ciri-ciri khusus, mempunyai sifat khas (kekhususan) sesuai dengan perwatakan tertentu, yang membedakan sesuatu (orang) dengan sesuatu yang lain (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Karakteristik perusahaan merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada perusahaan, menandai sebuah perusahaan dan membedakannya dengan perusahaan lain. Karakteristik perusahaan dapat berupa ukuran perusahaan (size), jumlah pemegang saham, leverage, rasio likuiditas, basis perusahaan, profile, dan karakteristik lainnya (Marwata, 2006). Perbedaan karakteristik antar perusahaan menyebabkan relevansi dan urgensi pengungkapan yang tidak sama pada setiap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
perusahaan (Ahmad dan Sulaiman, 2004). Karakteristik perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran (size) perusahaan. Ukuran (size) perusahaan merupakan variabel penting yang menjelaskan luas pengungkapan dalam laporan tahunan (Cooke, 1992). Ukuran perusahaan mengindikasikan bahwa perusahaan besar memiliki sumber daya dan sumber dana yang lebih besar sehingga memiliki banyak stakeholder. Stakeholder dengan jumlah besar dibanding dengan perusahaan kecil tersebut memungkinkan perusahaan untuk mengurangi asimetri informasi dengan melaporkan dan mengungkapkan infomasi selengkap-lengkapnya, termasuk voluntary disclosure. Ukuran (size) perusahaan yang berpengaruh terhadap disclosure sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kanagaretnam et al (2007).
E. Kaitan Antara Struktur Kepemilikan dan Aktivitas Dewan dengan Voluntary Disclosure Syakhroza (2002) dalam studi penerapan OECD (Organization of Economic Cooperation and Development) mendefinisikan corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai board untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling, and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif dengan prinsipprinsip transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Arifin dan Rachmawati (2006) dengan adanya prinsip-prinsip corporate governance menunjukkan indikasi bahwa pemegang saham mendapatkan informasi yang benar dan tepat waktu. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Corporate governance merupakan suatu cara untuk menjamin bahwa manajemen bertindak yang terbaik untuk kepentingan stakeholder. Corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholder. Ada lima komponen utama yang diperlukan dalam corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability, responsibility dan independency. Pelaksanaan corporate governance membantu mengurangi asimetri informasi antara agen dan prinsipal melalui kewajiban pengungkapan (transparansi) yang termasuk dalam lima
prinsip
dasar
corporate
governance
sehingga
dapat
memberikan
perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pemegang saham (pemilik modal) terutama pemegang saham minoritas. Sebagai mekanisme yang berperan untuk memonitor perilaku manajemen, corporate governance mewajibkan anggota dewan dan manajer untuk mengungkapakan semua informasi yang berkaitan dengan kejadian yang berdampak pada perusahaan. Tujuan pengungkapan tersebut adalah untuk menciptakan perlindungan yang efektif kepada para pemegang saham agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak pemegang saham (OECD,1999). Praktik disclosure (pengungkapan) yang baik didukung adanya praktik corporate governance yang baik pula. Hal ini didukung oleh penelitian Ho dan Wong (2001) yang membuktikan bahwa penerapan corporate governance memiliki pengaruh terhadap luas pengungkapan informasi perusahaan. Selain itu, Khomsiyah (2003) juga membuktikan bahwa semakin baik implementasi corporate governance, maka semakin banyak informasi yang diungkapkan perusahaan dalam laporan tahunan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dalam penelitian ini, dua unsur corporate governance yang digunakan adalah struktur kepemilikan dan aktivitas dewan. Struktur kepemilikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional. Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh publik cenderung akan memberikan pengungkapan yang lebih rinci dibanding dengan perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki publik. Argumen ini sesuai dengan penelitian Susanto (1992) yang bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh masyarakat menyebabkan semakin tinggi tekanan untuk memberikan pengungkapan yang lebih baik. Perusahaan dengan kepemilikan saham masyarakat yang lebih besar akan memberikan pengungkapan yang lebih banyak karena untuk tujuan memasarkan saham dan untuk meminimalkan tekanan dari pembuat peraturan. Hal ini juga terkait dengan teori keagenan yang menyebutkan pihak manajemen sebagai pihak agen akan memenuhi keinginan publik. Sebagai pihak yang tidak mengikuti aktivitas perusahaan sehari-hari sebagai pemilik (pemegang saham), masyarakat memerlukan disclosure informasi yang lebih luas untuk memonitor kinerja manajemen (Sudarmaji dan Sularto, 2007). Sementara itu aktivitas dewan diwakili oleh frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit. Aktivitas dewan perusahaan merupakan jumlah dewan perusahaan dan komite audit melakukan pertemuan selama satu tahun. Frekuensi aktivitas dewan komisaris dan komite audit secara efektif memonitor manajemen sehingga dapat mendorong manajemen melakukan kinerja yang baik, terutama dalam hal pengungkapan informasi (Gantyowati dan Dewi, 2011). Sementara itu, frekuensi rapat dewan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
direksi yang semakin tinggi mencerminkan bahwa dewan direksi melaksanakan tugasnya untuk mengelola perusahaan dengan baik dan melindungi hak para stakeholder perusahaan dengan memberikan pengungkapan yang memadai.
F. Pengembangan Hipotesis dan Kerangka Pemikiran Pengembangan hipotesis dilakukan untuk menguji kepemilikan publik dan implementasi dari aktivitas dewan perusahaan (frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, frekuensi rapat komite audit) terhadap voluntary disclosure, dengan size sebagai variabel kontrol. Berikut ini pengembangan hipotesis yang dilakukan:
1. Pengaruh struktur kepemilikan publik di luar manajerial
dan
institusional terhadap voluntary disclosure. Mengacu pada hipotesis pengawasan yang efisien, peningkatan kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional berfungsi untuk mengawasi kinerja manajer dan mengurangi kemungkinan manajer menyimpan informasi untuk kepentingan pribadi (Akhtaruddin et al, 2009) . Pengungkapan informasi akan semakin besar di perusahaan dengan kepemilikan yang tersebar luas (Hossain, 1994). Perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh publik cenderung akan memberikan pengungkapan yang lebih luas di banding perusahaan yang sahamnya tidak dimiliki oleh publik. Susanto (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan saham oleh masyarakat menyebabkan semakin tinggi tekanan untuk memberikan pengungkapan yang lebih baik, perusahaan dengan kepemilikan saham masyarakat yang lebih besar akan memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengungkapan yang lebih banyak karena untuk tujuan memasarkan sahamnya dan untuk meminimalkan tekanan dari pembuat peraturan (pemerintah). Hal ini juga terkait dengan teori keagenan yang menyebutkan pihak manajemen sebagai pihak agen akan memenuhi keinginan pihak prinsipal dalam hal ini keinginan publik. Sebagai pihak yang tidak mengikuti aktivitas perusahaan sehari-hari sebagai pemilik (pemegang saham) masyarakat memerlukan disclosure informasi yang lebih luas untuk memonitor kinerja manajemen (Sudarmadji dan Sularto, 2007). Hasil penelitian Akhtaruddin et al (2009) menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan saham publik berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Simanjuntak dan Widiastuti (2006) yang menguji faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan laporan keuangan, juga menunjukkan bukti bahwa porsi kepemilikan saham oleh publik berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan dalam laporan tahunan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis: H1: Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial berpengaruh terhadap voluntary disclosure.
2. Pengaruh frekuensi rapat dewan direksi terhadap voluntary disclosure. Dewan direksi harus melakukan pertemuan secara berkala dan rapat tambahan jika dianggap perlu agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Frekuensi rapat dewan direksi yang semakin tinggi mencerminkan bahwa dewan direksi melaksanakan tugasnya untuk mengelola perusahaan dengan baik dan melindungi hak para stakeholder perusahaan. Dewan direksi selaku manajemen perusahaan berusaha memenuhi tuntutan para stakeholder akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
informasi perusahaan dengan meningkatkan frekuensi pertemuan mereka yang akan
membahas
masalah-masalah
yang
akan
berpengaruh
terhadap
stakeholder (Gantyowati dan Dewi, 2011). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis: H2 : frekuensi rapat dewan direksi berpengaruh terhadap voluntary disclosure.
3. Pengaruh frekuensi rapat dewan komisaris terhadap voluntary disclosure Menurut FCGI (2002) menyatakan bahwa Dewan Komisaris merupakan inti dari Corporate Governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Dalam rangka menjalankan tugasnya, Dewan Komisaris mengadakan rapat-rapat rutin untuk membahas masalah arah dan strategi perusahaan, mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Dewan Direksi dan implementasinya, dan mengatasi masalah benturan kepentingan. Oleh karena itu, dengan semakin sering Dewan Komisaris mengadakan pertemuan, diharapkan mekanisme pengawasan dapat dilakukan dengan baik. Menurut penelitian Xie et al (2003), semakin sering Dewan Komisaris mengadakan rapat, maka fungsi pengawasan menjadi semakin efektif. Frekuensi rapat dewan komisaris secara efektif dapat memonitor manajemen sehingga mendorong manajer untuk memberikan pengungkapan yang lebih luas kepada para stakeholder-nya (Conger, 1998; Brick dan Chidambaran 2007). Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
H3 : frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap voluntary disclosure.
4. Pengaruh frekuensi rapat komite audit terhadap voluntary disclosure Keputusan ketua Bapepam Nomor Kep-24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.I.5 menyatakan bahwa Komite audit mengadakan rapat sekurangkurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat Dewan Komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Dalam menjalankan tugasnya, Komite Audit melakukan rapat untuk melakukan koordinasi agar dapat menjalankan tugas secara efektif dalam hal pengawasan laporan keuangan, pengendalian internal, dan pelaksanaan corporate governance perusahaan. Collier dan Gregory (1999) mengungkapkan bahwa komite audit yang menyelenggarakan frekuensi pertemuan yang lebih sering memberikan mekanisme pengawasan dan pemantauan kegiatan manajemen yang lebih efektif, salah satunya meliputi persiapan dan pelaporan informasi perusahaan. Dengan demikian, frekuensi rapat Komite Audit yang lebih sering terjadi dapat
menambah
keefektifan
pengawasan
manajemen
dan
dapat
meningkatkan pengungkapan sukarela perusahaan. Hasil penelitian Li et al (2008) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara frekuensi rapat komite audit dengan pengungkapan informasi. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikembangkan hipotesis: H4 : frekuensi rapat komite audit berpengaruh terhadap voluntary disclosure.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure Dari penjelasan pengembangan hipotesis 1 sampai 4, dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur kepemilikan dan aktivitas dewan dapat secara bersama-sama mempengaruhi voluntary disclosure. H5 : Struktur kepemilikan dan aktivitas dewan berpengaruh secara bersamasama terhadap voluntary disclosure
Berdasarkan tinjauan pustaka, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis, kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan pada gambar berikut: Gambar II. 1 Skema Konsep Penelitian
Variabel Independen: Proporsi Kepemilikan Publik (X1) Frek. Rapat Direksi (X2) Frek. Rapat Komisaris (X3) Frek. Rapat Komite Audit (X4)
Variabel Dependen:
Voluntary Disclosure (Y)
Variabel Kontrol: Ukuran Perusahaan (X5)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pengujian hipotesis untuk menjelaskan pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure.
A. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2009 dan 2010. Pertimbangan memilih perusahaan manufaktur karena perusahaan manufaktur dipercaya membutuhkan image yang lebih baik dari investor dan stakeholders lainnya. Hal ini disebabkan karena menurut Surat Edaran Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor SE-02/PM/2002 perusahaan manufaktur memiliki berbagai macam risiko yang melekat pada karakteristik kegiatan industri manufaktur dan rentan terhadap pengaruh politik dan kritikan dari aktivis-aktivis sosial, maka diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur akan memberikan pengungkapan sukarela yang lebih luas daripada perusahaan non-manufaktur. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Hartono, 2005). Teknik purposive sampling digunakan karena sampel yang dipilih dengan teknik ini lebih bersifat representatif dan sesuai dengan tujuan penelitian (Hartono, 2005). Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji variabel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengungkapan (disclosure), sehingga dibutuhkan perusahaan manufaktur yang melakukan pengungkapan (disclosure) melalui laporan keuangan maupun laporan tahunan dan dapat diakses melalui website. Secara khusus, kriteria sampel dalam penelitian ini yaitu: 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009-2010. 2. Perusahaan manufaktur yang melaporkan laporan keuangan dan laporan tahunan untuk periode tahun 2009 dan 2010. 3. Perusahaan manufaktur yang menyediakan informasi terkait penelitian.
B. Data dan Metode Pengumpulan Data Data- data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data sekunder. Data sekunder adalah data diperoleh dari referensi yang sudah ada. Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-2010. Data sekunder yang dikumpulkan diperoleh dari situs www.idx.co.id , ICMD, dan dari website masing-masing perusahaan sampel.
C. Definisi operasional dan pengukuran variabel Variabel Independen 1. Proporsi Kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional menunjukkan persentase kepemilikan masyarakat di luar dari kepemilikan manajerial maupun institusional. Variabel ini sesuai dengan penelitian Akhtaruddin et al (2009). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Frekuensi rapat dewan direksi Frekuensi rapat dewan direksi merupakan jumlah rapat yang dilakukan dewan direksi selama satu tahun. Dewan direksi harus melakukan pertemuan secara berkala dan rapat tambahan jika dianggap perlu agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif (Corporate Governance Guideliness, 2007). Variabel ini sesuai dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007). 3. Frekuensi rapat dewan komisaris Frekuensi rapat dewan komisaris merupakan jumlah rapat yang dilakukan dewan komisaris selama satu tahun. Dewan komisaris harus melakukan pertemuan secara berkala dan rapat tambahan jika dianggap perlu (Corporate Governance Guideliness, 2007). Variabel ini sesuai dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007). 4. Frekuensi rapat komite audit Frekuensi rapat komite audit merupakan jumlah rapat yang dilakukan komite audit selama satu tahun. Komite audit harus melakukan rapat secara periodik dan rapat tambahan jika dianggap perlu dan komite audit sebaiknya menjalankan rapat minimal empat kali dalam setahun agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif (Corporate Governance Guideliness, 2007). Variabel ini sesuai dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007).
Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Voluntary disclosure. Variabel voluntary disclosure diproksikan dengan indeks pengungkapan yang bersumber dari penelitian Akhatruddin et al (2009) setelah disesuaikan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan PSAK per 31 Juli 2009 dan Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No: KEP-134/BL/2006, serta ditambah dengan item-item Corporate Social Responsibility, yaitu sejumlah 93 item pengungkapan. Indeks ini dihitung dengan memberikan skor 1 jika terdapat pengungkapan dan skor 0 jika tidak ada. Dari total skor akan dibagi dengan skor tertinggi jika semua pengungkapan dilakukan.
Variabel kontrol Bias yang mungkin terjadi akibat adanya faktor-faktor lain dapat dihindari dengan menggunakan variabel kontrol sebagai validitas pengukuran (Bryman dan Bell, 2007). Variabel kontrol digunakan untuk melengkapi atau mengontrol hubungan kausal supaya didapatkan model empiris yang lebih lengkap dan lebih baik (Hartono, 2005). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan (firm size). Penggunaan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol sejalan dengan penelitian sebelumnya Kanagaretnam et al (2007), Gantyowati dan Dewi (2011). Ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol dengan alasan bahwa perusahaan besar memiliki sumber daya dan sumber dana yang lebih besar sehingga memiliki banyak stakeholder. Stakeholder dengan jumlah besar dibanding dengan perusahaan kecil tersebut memungkinkan perusahaan untuk mengurangi asimetri informasi dengan melaporkan dan mengungkapkan infomasi selengkaplengkapnya, termasuk voluntary disclosure. Ukuran perusahaan diukur dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Total aktiva digunakan sebagai ukuran perusahaan karena dapat mencerminkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ukuran yang sebenarnya, yakni terdiri atas aktiva lancar dan aktiva tidak lancar. Total aktiva akan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma dengan tujuan untuk menyamakan dengan variabel lain, karena total aktiva memiliki nilai yang lebih besar dibanding variabel-variabel lain dalam penelitian ini (Kanagaretnam et al, 2007).
D. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif dan pengujian hipotesis di mana analisis statistiknya menggunakan SPSS released 17.
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai distribusi dan perilaku data. Analisis ini terdiri dari penghitungan mean, median, standar deviasi, maksimum, dan minimum.
Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi sederhana. Persamaan regresi untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah: Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4 + fX5+ ε Keterangan: Y = skor item voluntary disclosure / skor tertinggi apabila semua item ada X1 = Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
X2 = frekuensi rapat dewan direksi X3 = frekuensi rapat dewan komisaris X4 = frekuensi rapat komite audit X5 = log aktiva a= konstanta b, c, d, e, f = koefisien regresi ε = error Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dengan: a. Koefisien Determinasi (R2) Digunakan untuk mengukur kemampuan variabel independen dalam menjelaskan perubahan variabel dependen. Nilai koefisien yang semakin mendekati 1 menjelaskan bahwa variabel independen memberikan hampir semua informasi dalam menjelaskan variabel dependen. b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) Pengujian ini untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Untuk mengetahui signifikansi analisis jalur perlu membandingkan nilai probabilitas dengan nilai probabilitas signifikansi. Jika p value ≥ 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima dan begitu pula sebaliknya. c. Uji Signifikan Parameter Individual (Uji statistik t) Pengujian ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Untuk mengujinya, diperlukan perbandingan nilai probabilitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan nilai probabilitas signifikansi. Jika p value ≥ 0.05, maka H0 ditolak dan Ha diterima (model regresi signifikan), begitu juga sebaliknya. Sebelum melakukan pengujian hipotesis, sebagai persyaratan pengujian regresi dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan bahwa hasil penelitian adalah valid (Ghozali, 2005). Uji asumsi klasik meliputi: a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel penggganggu atau variabel residual dalam model regresi memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005). Uji normalitas dalam penelitian menggunakan analisis statistik yaitu dengan melihat hasil uji statistik non-parametrik KolmogorovSmirnov (K-S). Tingkat signifikansi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebesar 5%. Apabila p value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal. b. Uji Multikolinearitas Uji multikoliniearitas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik, tidak terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2005). Multikolinearitas dilihat dari nilai tolerance dan variances inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0.1 dan nilai VIF lebih kecil dari 10, maka tidak terjadi multikoliniearitas (Ghozali, 2005). c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji suatu model regresi linear, untuk melihat keberadaan korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan periode t-1 (Ghozali, 2005). Untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam model regresi terdapat autokorelasi atau tidak, dapat diketahui melalui uji Run Test. Jika nilai asymp. sig > 5%, maka dapat dinyatakan tidak terdapat autokorelasi. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2005). Di dalam penelitian ini, untuk menentukan ada tidaknya heteroskedastisitas pada model regresi digunakan Uji Glejser. Jika nilai p value > 0,05 maka model regresi tidak mengandung heteroskedastisitas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan (kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional) dan aktivitas dewan (frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit) terhadap voluntary disclosure. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, artinya sampel harus sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi data, pengujian hipotesis, pembahasan, serta perbandingan dengan penelitian sebelumnya. Pengujian data dengan model analisis multiple regression menggunakan software SPSS release 17.0.
A. Hasil Pengumpulan Data Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2009 dan 2010. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2009 dan 2010. Laporan tahunan perusahaan diperoleh dari situs www.idx.co.id dan situs masing-masing perusahaan sampel. Berikut ini adalah ringkasan jumlah sampel yang diperoleh berdasarkan kriteria yang telah ditentukan pada BAB III :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel IV.1 Hasil Pengambilan sampel Kriteria sampel 1 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI 2 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan tahunan tetapi tidak tersedia baik pada www.idx.co.id maupun website perusahaan 3 Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan menerbitkan laporan tahunan namun data yang dibutuhkan untuk penelitian tidak lengkap Jumlah sampel penelitian Sumber : Indonesia Capital Market Directory
Jumlah 292
(163)
(20) 109
Tabel hasil pengambilan sampel menunjukkan bahwa terdapat 292 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI untuk periode 1 Januari 2009 sampai 31 Deember 2010. Dari 292 perusahaan tersebut terdapat 163 perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan tetapi tidak tersedia baik pada situs www.idx.co.id,
maupun
website
perusahaan
sehingga
perusahaan
yang
menerbitkan laporan tahunan dan dapat diakses hanya sebesar 129 perusahaan selama tahun 2009 dan 2010. Dari 129 perusahaan tersebut ditemukan 109 perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan pada tahun 2009 dan 2010 serta laporan tahunan tersebut dapat diakses dan menyediakan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Adapun daftar perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.
B. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran data yang digunakan sebagai sampel. Gambaran atau deskriptif tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum, nilai minimum atas data variabel yang digunakan dalam penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit merupakan variabel-variabel independen dalam penelitian ini. Sementara log aktiva yang mewakili ukuran perusahaan merupakan variabel kontrol. Berikut ini adalah hasil statistik deskriptif dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian untuk tahun 2009 dan 2010 : Tabel IV.2 Statistik Deskriptif Variabel Independen N Prop.KpmilikanPublik 109 Frek.RapatDireksi 109 Frek.RapatKomisaris 109 Frek.RapatKomiteAudit 109 LogAktiva 109 Sumber: Hasil Pengolahan Data
Minimum 0.26 2 1 1 10.00
Maximum 68.00 52 65 41 14.43
Mean 22.3306 18.34 7.38 6.43 12.2470
Std. Deviation 15.52034 13.315 8.411 5.496 0.82685
Berdasarkan nilai statistik deskriptif di atas, diketahui bahwa nilai minimum untuk variabel proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional adalah sebesar 0,26%. Perusahaan dengan proporsi kepemilikan publik terendah sebesar 0,26% yaitu PT Bentoel International Investama Tbk pada tahun 2009. Sementara nilai maksimum proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional adalah sebesar 68%. Perusahaan yang memiliki proporsi kepemilikan publik tertinggi sebesar 68% adalah PT Multipolar Tbk. Frekuensi rapat dewan direksi terendah adalah 2 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat dewan direksi terendah adalah PT Citra Tubindo Tbk dan PT Titan Kimia Nusantara Tbk, yakni sebesar 2 kali pada tahun 2010. Sementara frekuensi rapat dewan direksi tertinggi adalah 52 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat dewan direksi tertinggi adalah PT commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Indomobil Sukses Internasional Tbk yakni sebesar 52 kali pada tahun 2009. Rerata frekuensi rapat dewan direksi adalah 18,34 atau 18 kali dalam satu tahun. Dari 109 sampel perusahaan manufaktur, rerata frekuensi rapat dewan komisaris adalah sebesar 7,38 atau 7 kali dalam satu tahun. Rapat dewan komisaris dengan frekuensi terendah adalah 1 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat dewan komisaris terendah adalah PT Duta Pertiwi Nusantara Tbk di tahun 2009 dan PT Titan Kimia Nusantara Tbk pada tahun 2010 yakni sebanyak 1 kali dalam satu tahun tersebut. Sementara frekuensi rapat dewan direksi komisaris tertinggi adalah 65 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat dewan komisaris tertinggi adalah PT Semen Gresik Tbk pada tahun 2010. Frekuensi rapat komite audit terendah adalah 1 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat komite audit terendah adalah PT Myoh Technology Tbk yakni sebesar 1 kali pada tahun 2010. Sementara frekuensi rapat komite audit tertinggi adalah 41 kali dalam satu tahun. Perusahaan dengan frekuensi rapat komite audit tertinggi adalah PT Jembo Cable Company Tbk pada tahun 2010. Sementara rerata frekuensi rapat komite audit adalah sebesar 6,43 atau 6 kali dalam satu tahun. Ukuran (size) perusahaan merupakan variabel kontrol dalam penelitian ini. Ukuran perusahaan diwakilkan dengan logaritma aktiva perusahaan. Ukuran perusahaan terkecil adalah sebesar 10 yang dimiliki oleh PT Myoh Technology Tbk. Ukuran perusahaan terbesar adalah sebesar 14,43 yang dimiliki oleh PT Lion Metal Works Tbk adalah sebesar 12,25.
pada tahun 2009. Sementara rata-rata ukuran perusahaan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Voluntary disclosure dalam penelitian ini bertindak sebagai variabel dependen yang diproksikan dengan persentasi indeks pengungkapan. Berikut ini adalah hasil statistik deskriptif dari variabel dependen yang digunakan dalam penelitian untuk tahun 2009 dan 2010 : Tabel IV.3 Statistik Deskriptif Variabel Dependen
Volunt.Disclosure
N 109
Minimum 0.16
Maximum 0.75
Mean 0.4395
Std. Deviation 0.10132
Sumber: Hasil Pengolahan Data Dari hasil statistik deskriptif di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata perusahaan manufaktur mengungkap item-item yang bersifat sukarela (voluntary) adalah sebesar 0.4395 atau 43,95%. Perusahaan yang paling sedikit mengungkap informasi yang bersifat sukarela adalah PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk, yaitu sebesar 0,16 atau 16% dari 93 item pengungkapan. Sementara perusahaan yang paling banyak mengungkap informasi yang bersifat sukarela adalah PT. Semen Gresik Tbk, yaitu sebesar 0.75 atau 75% dari 93 item pengungkapan. PT Semen Gresik Tbk memiliki tingkat pengungkapan informasi yang tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa PT Semen Gresik Tbk sangat memperhatikan kepentingan para stakeholder-nya.
C. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik digunakan sebagai prasyarat pengujian regresi berganda untuk memastikan bahwa data peneletian valid, tidak bias, konsisten (Gujarati dalam Ghozali, 2005). Model regresi yang baik dan dapat digunakan untuk estimasi yang representatif adalah model regresi yang tidak menyimpang commit to user dari asumsi dasar klasik regresi. Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
macam pengujian, di antaranya: Uji Normalitas, Autokorelasi, Multikolinieritas, dan Heteroskedastisitas.
Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji KolmogorovSmirnov untuk mengetahui apakah nilai residual dari persamaan regresi berdistribusi normal atau tidak. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengujian ini adalah jika signifikasi hitung (p-value) lebih besar dari nilai alpha 0,05 atau 5% maka variabel residual dinyatakan berdistribusi secara normal. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran. Secara ringkas, hasil pengujian ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel IV.4 Hasil Uji Normalitas Data Parameter yang Diuji Z P Unstandardized Residual 0.536 0.936
Keterangan Normal
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Dari tabel di atas terlihat bahwa data pada tahun 2009 dan 2010 dinyatakan berdistribusi secara normal. Hal ini disebabkan karena nilai p-value di atas 0,05 yaitu sebesar 0,936.
Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2005). Keberadaan multikolinieritas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diketahui dengan Varians Inflating Factor (VIF) dan Tolerance. Berikut ini adalah hasil pengujian nilai tolerance dan VIF : Tabel IV.5 Hasil Uji Multikolinieritas Varibel Tolerance VIF Keterangan Prop.KpmilikanPublik 0.962 1.039 Tidak terdapat multikolinieritas Frek.RapatDireksi 0.889 1.125 Tidak terdapat multikolinieritas Frek.RapatKomisaris 0.779 1.284 Tidak terdapat multikolinieritas Frek.RapatKomiteAudit 0.698 1.432 Tidak terdapat multikolinieritas LogAktiva 0.934 1.070 Tidak terdapat multikolinieritas Sumber: Hasil Pengolahan Data Hasil pengujian multikolinieritas menunjukkan bahwa semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF tidak ada yang lebih dari 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas dalam model regresi yang digunakan.
Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan yang terjadi di antara variabel-variabel yang diteliti. Pada penelitian ini digunakan alat Uji Run Test untuk melihat apakah terjadi autokorelasi atau tidak. Pengujian didasarkan pada nilai asymp.sig dalam Uji Run Test. Kriteria yang digunakan adalah apabila asymp. sig lebih besar dari 0,05 atau 5% maka tidak terjadi autokorelasi. Berikut ini disajikan hasil Uji Run Test : Tabel IV.6 Hasil Uji Autokorelasi Parameter yang Diuji P Keterangan Unstandardized Residual Tidak Terjadi Autokorelasi 0.211 Sumber: Hasil Pengolahan Data
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai asymp. sig sebesar 0,211 atau lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini tidak terdapat gejala autokorelasi.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model yang homoskedastisitas, artinya
variance
dari
residual
satu
pengamatan
ke
pengamatan yang lain tetap. Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas menggunakan Uji Glejser dengan meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen. Kriteria yang umum digunakan adalah jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 atau 5%, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model penelitian. Hasil uji glejser adalah sebagai berikut: Tabel IV.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Varibel Sig Keterangan Prop.KpmilikanPublik 0.591 Tidak terjadi Heteroskedastisitas Frek.RapatDireksi 0.145 Tidak terjadi Heteroskedastisitas Frek.RapatKomisaris 0.627 Tidak terjadi Heteroskedastisitas Frek.RapatKomiteAudit 0.871 Tidak terjadi Heteroskedastisitas LogAktiva 0.265 Tidak terjadi Heteroskedastisitas Dependen var: Abs_Res Sumber: Hasil Pengolahan Data Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai seluruh sig untuk seluruh variabel independen dalam penelitian adalah lebih besar 0,05. Hasil uji tersebut mengindikasikan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas dalam model regresi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Pengujian Hipotesis Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (variabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan/atau memprediksi ratarata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Ghozali, 2005). Hasil analisis regresi adalah berupa koefisien untuk masing-masing variabel independen. Koefisien ini diperoleh dengan cara memprediksi nilai variabel dependen dengan suatu persamaan. Koefisien regresi dihitung dengan tujuan meminimumkan penyimpangan antara nilai aktual dan nilai estimasi variabel dependen berdasarkan data yang ada (Ghozali, 2005). Penelitian ini menguji pengaruh lebih dari satu variabel bebas (metrik) terhadap satu variabel terikat (metrik), maka metode statistik yang digunakan adalah analisis regresi berganda (multiple regression), dengan model regresi yang digunakan adalah: Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4 + fX5 + ε Keterangan: Y = skor item voluntary disclosure / skor tertinggi apabila semua item ada X1 = Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional X2 = frekuensi rapat dewan direksi X3 = frekuensi rapat dewan komisaris X4 = frekuensi rapat komite audit X5 = log aktiva a = konstanta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b,c, d, e,f = koefisien regresi ε = error Dalam model regresi tersebut terdapat empat variabel independen yakni Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional (X1), frekuensi rapat dewan direksi (X2), frekuensi rapat dewan komisaris (X3), dan frekuensi rapat komite audit (X4). Variabel kontrol dalam penelitian adalah ukuran (size) perusahaan yang diwakilkan oleh log aktiva (X5). Regresi berganda dalam penelitian ini digunakan untuk menjawab rumusah masalah yaitu menguji apakah terdapat pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure. Pengujian regresi berganda ini menggunakan metode enter.
Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai R2 menunjukkan kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen terbatas. Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model (regressor). Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted R2 untuk menilai model regresi terbaik (Ghozali, 2005). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel IV.8 Model Summary Koefisien Determinasi Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 0.491 0.241 0.204 0.09038 Dependent Var: Volunt. Disc Sumber: Hasil Pengolahan Data Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai R Square (R2) adalah sebesar 0,241 dan nilai Adjusted R Square (Adjusted R2) adalah sebesar 0,204. Hal ini berarti bahwa variabel independen kepemilikan publik dan aktivitas dewan serta variabel kontrol ukuran (size) perusahaan dapat menjelaskan variasi variabel dependen voluntary disclosure sebesar 0,204 atau 20,4%. Untuk sisanya sebesar 79,6 % dijelaskan oleh variabel lain di luar model regresi.
Uji Signifikansi F Hasil dari pengujian sigifikansi F dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Pada tabel terlihat bahwa nilai F hitung sebesar 6,544 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p-value < 0,05). Karena nilai F hitung lebih besar dari 4 dan probabilitasnya lebih kecil dari 5% maka model regresi ini menunjukkan tingkatan yang baik (Ghozali, 2005). Tabel IV.9 Anova Uji F Model Sum of Squares df Mean Square 1 Regression 0.267 5 0.053 Residual 0.841 103 0.008 Total 1.109 108 Dependent Var: Volunt. Disc Sumber: Hasil Pengolahan Data
commit to user
F 6.544
Sig. 0.000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji statistik t) Pengaruh signifikan secara parsial dari tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen dapat diketahui dari besarnya nilai signifikan t. Apabila nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi (0,05), maka variabel independen tersebut secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila nilai t lebih besar dari tingkat signifikansi, maka variabel independen tersebut secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005). Tabel IV.10 Hasil Regresi Berganda Variabel Koefisien Prop.KpmilikanPublik 0.000 Frek.RapatDireksi 0.002 Frek.RapatKomisaris 0.003 Frek.RapatKomiteAudit -0.002 LogAktiva 0.043 R Square 0.241 Adjusted R Square 0.204 F 6.544 Sig 0.000 Dependent Var: Volunt. Disc Sumber: Hasil Pengolahan Data
t 0.610 2.905 2.200 -0.806 3.963
Sig 0.543 0.004 0.030 0.422 0.000
Pembahasan Berdasarkan
pengujian
hipotesis
yang
telah
dilakukan,
hasilnya
menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan ukuran (size) perusahaan berpengaruh terhadap voluntary disclosure atau dengan kata lain H2 dan H3 diterima. Sedangkan proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional dan frekuensi rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure atau dengan kata lain H1 dan H4 ditolak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berdasarkan uji signifikansi parameter individual (uji t), terlihat bahwa nilai probabilitas untuk frekuensi rapat dewan direksi sebesar 0,004 sehingga jika dibandingkan dengan probabilitas signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 0,05 atau 5%, maka mengindikasikan adanya pengaruh frekuensi rapat dewan direksi yang signifikan terhadap voluntary disclosure perusahaan manufaktur pada tahun 2009 dan 2010. Dengan demikian berarti H2 diterima. Frekuensi rapat dewan direksi memiliki pengaruh signifikan terhadap voluntary disclosure berarti bahwa dewan direksi telah memaksimalkan peranannya dalam melindungi hak pemegang saham yaitu dengan memberikan informasi yang lengkap bagi para pemegang saham. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan dewan direksi telah membahas masalah-masalah yang akan berpengaruh terhadap pemegang saham sehingga dapat diharapkan manajemen terhindar dari tuntutan para pemegang saham yang salah satunya terkait transparansi informasi (Gantyowati dan Dewi, 2011). Hasil pengujian ini konsisten dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007), Gantyowati dan Dewi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara frekuensi pertemuan rapat dewan dengan disclosure informasi. Sebagai contoh adalah PT Astra Graphia Tbk yang memiliki tingkat voluntary disclosure sebesar 0,62 dari total item pengungkapan, memiliki frekuensi rapat dewan direksi sebanyak 45 kali selama tahun 2009. Frekuensi rapat dewan komisaris memiliki nilai probabilitas 0,030 yang lebih besar jika dibandingkan dengan probabilitas signifikansi 0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap voluntary disclosure perusahaan. Dengan demikian H3 diterima. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Frekuensi rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap voluntary disclosure karena dewan komisaris telah secara efektif melaksanakan tugasnya dalam
mengawasi
kinerja
manajemen
perusahaan
terutama
dalam
hal
pengungkapan informasi. Pertemuan yang dilakukan dewan komisaris sudah berfokus pada transparansi informasi yang diungkapkan perusahaan. Hal ini dapat mencegah munculnya informasi private yang merugikan pihak pemegang saham. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007), Gantyowati dan Dewi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara frekuensi pertemuan rapat dewan komisaris dengan disclosure informasi. Sebagai contoh adalah PT Semen Gresik Tbk yang memiliki tingkat pengungkapan sebesar 0,75 dari total item pengungkapan, dewan komisaris PT Semen Gresik Tbk melaksanakan rapat sebanyak 53 kali selama tahun 2009. Ukuran (size) perusahaan sebagai variabel kontrol secara signifikan berpengaruh terhadap voluntary disclosure perusahaan. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil uji t yang memperlihatkan bahwa nilai probabilitas untuk size adalah 0,000 lebih kecil dari probabilitas signifikansi 0,05. Penelitian mengenai ukuran (size) perusahaan yang berpengaruh terhadap voluntary disclosure ini sejalan dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007), King et al (1992), yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran (size) perusahaan dengan disclosure informasi. Menurut Chowen et al (1987) dalam Sembiring (2005), perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan dari para stakeholder-nya sehingga permintaan akan informasi juga meningkat. Perusahaan besar memiliki disclosure yang lebih besar pula. Hasil ini dapat dilihat pada PT Astra International Tbk yang memiliki size commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sebesar 13,95 pada tahun 2009 memiliki tingkat pengungkapan sukarela sebesar 0,54 dari total item pengungkapan. Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hal ini dilihat dari hasil uji t yang menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional adalah 0,543 lebih besar dari probabilitas signifikansi 0,05 atau dengan kata lain H1 ditolak. Hasil ini konsisten dengan penelitian Hapsoro (2007) yang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan publik (masyarakat) tidak berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan sukarela. Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional tidak mempengaruhi voluntary disclosure disebabkan karena tingkat keterbukaan perusahaan publik di Indonesia untuk mengungkapkan informasi kepada publik lebih disebabkan oleh kekhawatiran terhadap sanksi berat yang akan diterima perusahaan apabila mereka melanggar ketentuan yang diwajibkan oleh lembaga otoritas (Hapsoro, 2007). Proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional belum mampu mendorong perusahaan untuk secara sukarela lebih terbuka di dalam mengungkapkan informasi yang perlu disampaikan kepada publik. Selain itu, besarnya kepemilikan publik tidak mempengaruhi luas pengungkapan
sukarela
dimungkinkan
karena
relatif
kecilnya
proporsi
kepemilikan publik, yakni rata-rata proporsi kepemilikan publik sebesar 22,33% dan jumlah kepemilikan publik tersebut tersebar kepada banyak investor, sehingga kepemilikan masing-masing investor menjadi sangat kecil untuk dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan termasuk dalam pengungkapan informasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(Marwata, 2006). Hasil penelitian ini mendukung penelitian Hapsoro (2007) dan Marwata (2006). Namun penelitian ini tidak sejalan dengan Kanagaretnam et al (2007) dan Aktaruddin et al (2009) yang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan publik memiliki pengaruh terhadap voluntary information. Dari hasil uji t, terlihat bahwa nilai probabilitas untuk frekuensi rapat komite audit sebesar 0,422 jika dibandingkan dengan probabilitas signifikansi yang digunakan yaitu sebesar 0,05 maka menunjukkan tidak adanya pengaruh frekuensi rapat komite audit terhadap voluntary disclosure perusahaan. Dengan demikian maka berarti H4 ditolak. Frekuensi rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure berarti bahwa frekuensi rapat komite audit belum menjamin fungsi pengawasan komite audit dengan baik dan efektif sehingga belum mempengaruhi kinerja perusahaan dalam hal ini disclosure (Gantyowati dan Dewi, 2011). Selain itu, dapat dikarenakan terdapat bukti empiris yang menunjukkan rata-rata frekuensi rapat komite audit yang dilakukan dalam kurun waktu
satu tahun
tergolong rendah yakni hanya 6 kali dalam satu tahun. Rendahnya frekuensi rapat komite audit yang dilakukan oleh perusahaan di Indonesia kemungkinan hanya bersifat formalitas saja untuk memenuhi ketentuan regulasi sesuai dengan Keputusan Ketua Bapepam No:KEP29/PM/2004. Padahal Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) merekomendasikan bahwa frekuensi pertemuan komite audit dilakukan minimal dua kali dalam satu bulan. Oleh karena itu, frekuensi pertemuan komite audit yang dilakukan kurang optimal dalam mempengaruhi pengungkapan informasi. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Gantyowati dan Dewi (2011), namun penelitian ini tidak sejalan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan penelitian Kanagaretnam et al
(2007) dan Xie et al (2003) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara frekuensi pertemuan rapat komite audit dengan disclosure informasi. Dari hasil regresi terlihat bahwa probablitas F hitung sebesar 0,000 lebih kecil dari p-value (0,05). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa struktur kepemilikan yang diwakili oleh proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, dan aktivitas dewan yang diwakili oleh frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, frekuensi rapat komite audit serta ukuran (size) perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Dengan demikian H5 diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh struktur kepemilikan dan aktivitas dewan terhadap voluntary disclosure perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2009-2010. Voluntary disclosure diukur berdasar indeks pengungkapan item voluntary yang bersumber dari penelitian Akhtaruddin et al (2009) dan telah disesuaikan dengan PSAK per 31 Juli 2009 dan Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan No: KEP134/BL/2006, serta ditambah dengan item-item Corporate Social Responsibility. Variabel independen struktur kepemilikan diwakili oleh proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, sementara aktivitas dewan diwakili oleh frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit. Variabel kontrol menggunakan ukuran (size) perusahaan yang diwakilkan dengan logaritma aktiva. Berdasarkan hasil pengujian dalam penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan di antaranya: 1. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan publik di
luar manajerial dan institusional (X1) tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil ini membuktikan bahwa H1 ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Hapsoro (2007) yang menyatakan bahwa proporsi kepemilikan publik tidak memiliki pengaruh terhadap voluntary disclosure. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan direksi (X2) berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil ini membuktikan bahwa H2 diterima. Hasil pengujian ini konsisten dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007), Gantyowati dan Dewi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi rapat dewan direksi dengan disclosure informasi. 3. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa frekuensi rapat dewan komisaris (X3) berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil ini membuktikan bahwa H3 diterima. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Kanagaretnam et al (2007), Gantyowati dan Dewi (2011) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi pertemuan rapat dewan komisaris dengan disclosure informasi. 4. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa frekuensi rapat komite audit (X4) tidak berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil ini membuktikan bahwa H4 ditolak. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Gantyowati dan Dewi (2011) yang menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit tidak berpengaruh terhadap disclosure informasi. 5. Hasil uji regresi berganda menunjukkan bahwa variabel struktur kepemilikan yang diwakili oleh proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, variabel aktivitas dewan yang diwakili oleh frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit, serta ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol, secara bersama-sama berpengaruh terhadap voluntary disclosure. Hasil ini membuktikan bahwa H5 diterima.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Keterbatasan Penelitian dilakukan dengan beberapa keterbatasan yang dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Score indeks pengungkapan dinilai oleh peneliti berdasarkan interpretasi terhadap
informasi
laporan
tahunan
perusahaan
sampel,
sehingga
memungkinkan terjadinya perbedaan penilaian antar perusahaan karena penafsiran peneliti yang subyektif. 2. Penelitian ini hanya menggunakan empat variabel independen seperti proporsi kepemilikan publik di luar manajerial dan institusional, frekuensi rapat dewan direksi, frekuensi rapat dewan komisaris, dan frekuensi rapat komite audit, dan satu variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan. 3. Penelitian ini hanya menggunakan periode penelitian dua tahun yakni pada tahun 2009 dan 2010. 4. Cakupan penelitian hanya terbatas pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
C. Saran Atas dasar keterbatasan dalam penelitian ini, penulis dapat mengajukan rekomendasi yang dinyatakan sebagai berikut: 1. Peneliti selanjutnya dapat mengurangi masalah subyektifitas dalam pernilaian score indeks pengungkapan dengan melibatkan beberapa peneliti dalam menilai laporan tahunan suatu perusahaan sampel. 2. Penelitian
berikutnya
disarankan
untuk
menambah
jumlah
variabel
independen lain, seperti ukuran dewan direksi, proporsi komisaris independen, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
maupun jumlah variabel kontrol, seperti leverage dalam penelitian sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih rinci. 3. Penelitian berikutnya disarankan dapat memperpanjang periode penelitian sehingga didapatkan banyak jumlah sampel dan hasil peneilitian dapat lebih akurat. 4. Penelitian berikutnya disarankan untuk memperluas cakupan penelitian seperti seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI, tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja.
commit to user