JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN DAN MOTIF BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN KEWIRAUSAHAAN R. Mursid Dosen Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik & Teknologi Pendidikan PPs Unimed
[email protected] Abstract This study aimed to: (1) determine learning outcomes Entrepreneurship students taught by instructional strategy elaboration compared with expository learning strategies; (2) determine learning outcomes entrepreneurial students who had high and low achievement motive; (3) determine whether there was an interaction between learning strategies and student achievement motive on learning outcomes Entrepreneurship. This study was conducted in SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Sampling was done by cluster random sampling. The method used was quasi experiment with a 2x2 factorial design. The statistical test used descriptive statistics to present data and continued with inferential statistics using ANOVA two lanes with a significant level = 0.05, followed by Scheffe test. The results showed: (1) Entrepreneurship learning outcomes of students taught by learning strategy elaboration higher than expository learning strategies, with Fc = 11.40 > Ft = 3.98; (2) Entrepreneurship learning outcomes of students who had high achievement motivation was higher than the low achievement motive, with Fc = 14.71 > Ft = 3.98; (3) there was interaction between learning strategy and achievement motivation in influencing student learning outcomes, with Fc = 11.09> Ft = 3.98. Keywords: learning strategies, achievement motivation, entrepreneurship
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui hasil belajar Kewirausahaan siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran elaborasi dibandingkan dengan strategi pembelajaran ekspositori; (2) mengetahui hasil belajar kewirausahaan siswa yang memiliki motif berprestasi tinggi dan rendah; (3) mengetahui ada tidaknya interaksi antara strategi pembelajaran dan motif berprestasi siswa terhadap hasil belajar Kewirausahaan. Penelitian ini dilaksanakan di SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cluster random sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain faktorial 2x2. Uji statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif untuk menyajikan data dan dilanjutkan dengan statistik inferensial dengan menggunakan ANAVA dua jalur dengan taraf signifikan = 0,05 yang dilanjutkan dengan uji Scheffe. Hasil penelitian menunjukkan: (1) hasil belajar Kewirausahaan siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih tinggi dari pada strategi pembelajaran ekspositori, dengan Fhitung = 11,40 > Ftabel = 3,98; (2) hasil belajar Kewirausahaan siswa yang memiliki motif berprestasi tinggi lebih tinggi dari pada motif berprestasi rendah, dengan Fhitung = 14,71 > Ftabel = 3,98; (3) terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan motif berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar siswa, dengan Fhitung = 11,09 > Ftabel = 3,98. Kata Kunci: strategi pembelajaran, motif berprestasi, kewirausahaan Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
60
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
A. Pendahuluan Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara akan maju dan berkembang apabila diikuti dengan peningkatan pendidikan yang baik. Kemajuan pendidikan akan memberikan dampak positif dalam upaya peningkatan sumber daya manusia. Dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, pemakaian dan pemanfaatan teknologi di dunia kerja semakin berkembang sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Miarso (2005: 485) mengatakan bahwa “sumber daya manusia merupakan modal dasar pembangunan terpenting”. Lebih lanjut dijelaskan pendidikan untuk pembangunan kualitas manusia meliputi segala aspek perkembangan manusia dalam harkatnya sebagai makhluk yang berakal budi, sebagai pribadi, sebagai masyarakat dan sebagai warga Negara. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Selanjutnya Budiningsih (2005: 30) mengemukakan bahwa sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki seperti kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil kepususan dan mengembangkan segala aspek potensinya. Nolker & Schoenfeldt (1983: 132) berpendapat bahwa: “tujuan pendidikan kejuruan adalah untuk melindungi kalangan pekerja dari resiko kekurangan pekerjaan atau pengangguran”. Hal ini berarti bahwa dalam pendidikan kejuruan peserta didik akan dibekali dengan berbagai ilmu dan keterampilan untuk diaplikasikan dalam membuka lapangan pekerjaan atau berwirausaha. Selanjutnya Ihsan (2003: 51) mengemukakan bahwa sekolah kejuruan merupakan salah satu jalur pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk bekerja pada bidang tertentu. Lebih lanjut dikatakan fungsi pendidikan menengah kejuruan adalah mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja sesuai dengan pendidikan kejuruan yang diikutinya atau untuk mengikuti pendidikan keprofesian pada tingkat pendidikan tinggi. Pendapat ini mengandung pengertian bahwa siswa SMK selain dipersiapkan untuk menjadi tenaga kerja sesuai dengan bidangnya juga dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar hasil belajar nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya. Uno (2008: 99) berpendapat bahwa “salah satu masalah kehidupan yang akan dihadapi para peserta didik adalah perubahan masa yang akan datang yang belum pasti bentuk dan arahnya. Namun yang pasti adalah adanya tantangan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia yang salah satunya berwujud teknologi“ . SMK diharapkan mampu menjawab permasalahan ini dengan membekali peserta didik dalam berbagai kompetensi yang dibutuhkan oleh DU/DI serta memberikan pengetahuan kewirausahaan sejak awal sebagai dasar berwirausaha. McClelland seperti yang dikutip Suherman (2008:64) menyebutkan bahwa suatu Negara akan mencapai tingkat kemakmuran apabila jumlah entrepreneurshipnya paling Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
61
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
sedikit 2 % dari total jumlah penduduknya. Dalam hal ini setiap wirausaha tentunya merupakan seseorang yang kreatif dan inovatif. Permasalahan ini dapat diminimalkan apabila guru sewaktu mengajar menggunakan strategi pengorganisasian pembelajaran yang tepat dan dapat membantu siswa dalam meningkatkan mutu dan keterampilannya. Menurut Purwanto (2007: 94) dalam belajar di sekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupkan faktor yang sangat penting. Selanjutnya Sanjaya (2008: 98) juga berpendapat bahwa guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Artinya faktor guru juga berpengaruh dalam hal peningkatan hasil belajar siswa. Peranan guru kewirausahaan SMK diharapkan mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri siswa. Sebab dari materi kewirausahaan diharapkan siswa SMK setelah lulus tidak hanya mencari pekerjaan tetapi menjadi wirausaha. Proses pembelajaran dengan strategi elaborasi berupa penyampaian materi pembelajaran dari hal-hal yang umum dimulai dari struktur isi bidang studi yang dipelajari (epitome) kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada di dalam epitome secara lebih rinci (Hamid,2007: 89). Dalam penggunaan strategi pembelajaran elaborasi, guru akan selalu mengaitkan tiap-tiap sub bagian ke bagian dan tiap-tiap bagian ke konteks yang lebih luas. Dengan demikian siswa akan mudah memahami materi pelajaran dan mengetahui antar bagian-bagian dalam materi. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan strategi ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Strategi pembelajaran elaborasi merupakan pengembangan dari teori elaborasi yang mengorganisasikan pengajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci. Dasar teori elaborasi berpijak pada psikologi kognitif. Alasan strategi pembelajaran elaborasi di bahas dalam proposal ini karena strategi pembelajaran elaborasi ini lebih banyak memusatkan perhatian pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang sudah dimiliki sibelajar. Penggunaan strategi pengorganisasian pembelajaran elaborasi pada mata pelajaran kewirausahaan sangat tepat karena dalam proses pembelajaran dilakukan dimulai dari hal-hal yang umum ke rinci kemudian diteruskan dengan menguraikan lebih mendalam tergantung kedalaman materi selanjutnya diteruskan dengan sintesis dan rangkuman. Sementara materi kewirausahaan yang disajikan terdiri dari beberapa kerangka isi atau epitome dan sangat cocok jika urutan penyajiannya diorganisasikan sedemikian rupa dengan menyajikan hal-hal yang umum kemudian dilanjutkan dengan menguraikan lebih mendalam lagi pada hal-hal yang khusus. Panjaitan (2006: 32) menyatakan salah satu implikasi penting dalam mengkaji keberhasilan siswa dalam belajar adalah perlunya diketahui faktor-faktor apa yang dapat memberikan kontribusi terhadap hasil belajar, yaitu salah satu kondisi belajar yang paling bermakna untuk mempengaruhi keefektifan pengajaran adalah karakteristik pebelajar. Pengajaran akan semakin efektif bila strategi pengajaran atau proses belajar (PBM) yang digunakan semakin sesuai dengan karakteristik Menurut McClelland (1949: 53) bahwa motif berprestasi adalah salah satu factor pokok dalam perilaku wirausaha. Lebih lanjut dikemukakan bahwa motif berprestasi adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan suatu kegiatan yang dilaksanakan sebelumnya. Untuk itu dalam mempelajari mata pelajaran kewirausahaan, motif berprestasi sangat berperan sekali terutama dalam mempelajari dan mengaplikasikan setiap kompetensi dasar yang ada. Peserta didik yang mempunyai motif berprestasi akan cenderung belajar dengan lebih baik, lebih cepat dari sebelumnya karena adanya dorongan dari dalam untuk berbuat lebih baik. Purwanto (2007: 96) menambahkan bahwa belajar merupakan suatu Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
62
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
proses yang timbul dari dalam peserta didik, maka faktor motivasi memegang peranan pula. Model adalah konkritisasi suatu teori yang dijadikan sebagai analog atau yang mewakili proses dan variabel yang ada dalam teori (Snelbecker, 1974: 61 ). Selanjutnya ditambahkan bahwa model pembelajaran merupakan pola yang menerangkan suatu proses penyebutan dan menghasilkan suatu situasi lingkungan yang menyebabkan siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan khusus pada diri mereka. Selanjutnya menurut AECT (1994: 83) strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pembelajaran. Kemudian Sanjaya (2008: 64) menjelaskan definisi metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal, dan Miarso (2004 : 86) mendefinisikan teknik pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem pembelajaran yang dipilih dan dilaksanakan oleh guru dengan jalan mengkombinasikan lima komponen sistem pembelajaran yang terdiri atas orang, pesan bahan, alat dan lingkungan agar tercapai tujuan belajar. Sementara Sanjaya (2008: 62) juga mendefinisikan taktik pembelajaran adalah gaya guru dalam melaksanakan teknik atau metode pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien (Kemp, 1995: 54). Sedangkan menurut Uno (2007: 2) berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih dan digunakan oleh seseorang guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi pembelajaran yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir kegiatan belajar. Strategi pembelajaran berkenaan dengan pendekatan pengajaran dalam mengelola kegiatan pembelajaran untuk menyampaikan materi secara sistematis sehingga kemampuan yang diharapkan dapat dikuasai oleh pebelajar secara efektif dan efisien. Menurut Miarso (2005: 530) “strategi pembelajaran adalah pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran”. Lebih lanjut Suparman (2001: 20) berpendapat bahwa setidaknya dalam strategi pembelajaran mengandung tiga komponen yaitu pendahuluan, pelajaran inti dan penutup. Sedangkan menurut Dick & Carey (2005: 30) berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan satu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersamasama untuk mencapai hasil belajar siswa. Dick & Carey (2005: 73) menambahkan bahwa strategi pembelajaran memuat lima komponen utama yaitu: (1) aktivitas pembelajaran pendahuluan, (2) penyampaian informasi, (3) partisipasi peserta didik, (4) tes, (5) kegiatan lanjutan. Selanjutnya Suparman (2001: 31) mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai perpaduan dari: (1) urutan kegiatan instruksional, (2) cara pengorganisasian materi pengajaran dan peserta didik, (3) peralatan dan bahan, dan (4) waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran . Beberapa definisi yang dikemukakan para ahli tersebut pada prinsipnya lebih menekankan pada aspek komponen dan prosedur pengajaran. Romizowski (1981: 78) juga berpendapat bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu pendekatan menyeluruh yang dapat dibedakan menjadi dua strategi dasar yaitu penjelasan dan penemuan. Kedua strategi ini dapat dipandang sebagai dua ujung yang sejalan dalam suatu kontinum strategi. Hal ini erat sekali kaitannya dengan pendekatan deduktif dimana strategi ini dimulai dengan penyajian informasi mengenai prinsip atau Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
63
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
kaidah kemudian diikuti dengan tes penguasaan dan penerapan dalam bentuk contoh, sedangkan inquiri (penemuan) didasarkan pada teori belajar pengalaman yang disebut juga teori belajar pengalaman. Dimyati & Mudjiono (2006: 84) menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen sistem pembelajaran lainnya, tenaga pengajar harus mengkonsistensikan tiap-tiap aspek dari komponen-komponen yang membentuk sistem tersebut dan dapat melakukan hal tersebut dengan berbagai siasat. Kegiatan tenaga pengajar mengupayakan konsistensi antara aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem pembelajaran dengan siasat tertentu inilah yang disebut dengan strategi istilah strategi pembelajaran. Menurut Davies (1981: 79 ) terdapat lima aspek strategi pembelajaran antara lain : (1) peran efisiensi dan efektivitas, (2) pemilihan metode-metode pembelajaran, (3) struktur pelajaran, (4) persiapan pelajaran, (5) pengaturan-pengaturan pembelajaran. Kelima aspek ini dipandang sebagai komponen-komponen yang diperlukan dalam strategi pembelajaran. Pada setiap tahap dibuat keputusan-keputusan dan perlu dikompromikan. Strategi pembelajaran tidak berasal dari kawasan yang sempit tetapi merupakan produk dari pikiran yang inovatif, hasil dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Melibatkan suatu proses kreatif, membutuhkan perpaduan baik seni maupun ilmu pembelajaran. Romizowski (1981: 97) menekankan bahwa setiap strategi pembelajaran yang dikembangkan selalu mencerminkan posisi teoritis yang dianut tentang bagaimana seharusnya pembelajaran itu dilaksanakan. Oleh karena itu tenaga pengajar sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut mampu mengupayakan terjadinya interaksi peserta didik dengan komponen system pembelajaran yang lain secara optimal. Berkaitan dengan hal tersebut Dimyati & Mudjiono (2006: 48) menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan interaksi antara peserta didik dengan komponen sistem pembelajaran lainnya, tenaga pengajar harus mengkonsistensikan tiap-tiap aspek dari komponen-komponen yang membentuk sistem tersebut dan dapat melakukan hal tersebut dengan berbagai siasat. Kegiatan tenaga pengajar mengupayakan konsistensi antara aspek-aspek dari komponen pembentuk sistem pembelajaran dengan siasat tertentu inilah yang disebut dengan istilah strategi pembelajaran. Selanjutnya Reigeluth (1983: 57) membagi strategi pembelajaran menjadi tiga bagian yaitu: (1) strategi pengorganisasian pembelajaran yang merupakan metode untuk mengorganisasikan isi dari mata pelajaran yang akan diajarkan, (2) strategi penyampaian pembelajaran yaitu berupa metode untuk menyampaikan mata pelajaran dan (3) strategi pengelolaan pembelajaran yaitu berupa metode untuk mengambil keputusan berkaitan dengan komponen-komponen strategi pengorganisasian dan strategi penyampaian. Sedangkan dalam penelitian ini strategi pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pengorganisasian pembelajaran dalam mengorganisasi isi mata pelajaran kewirausahaan, terbagi dalam dua strategi pembelajaran yaitu strategi pembelajaran elaborasi dan strategi pembelajaran ekspositori. Strategi pembelajaran elaborasi berhubungan dengan cara penyusunan pengajaran pada tingkat struktur isi pelajaran yakni berkenaan dengan cara memilih, menata dan menunjukkan interrelasi antara isi pelajaran. Reigeluth (1983: 75) sebagai pengembang teori elaborasi menyatakan bahwa apabila pengajaran diorganisasikan melalui strategi pembelajaran elaborasi maka akan menghasilkan belajar, sintesis dan retensi yang lebih baik sebagai hasil belajar. Sebagai dukungan empirik mengenai strategi pembelajaran elaborasi masih sedikit kalangan yang mengenalnya. Namun demikian dukungan Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
64
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
beberapa teori belajar yang bersumber pada psikologi kognitif yang pada akhirnya juga melahirkan model pembelajaran kognitif. Dua kajian psikologi kognitif yang secara langsung mendukung kesahihan elaborasi yaitu struktur kognitif dan proses ingatan. Degeng (1989: 128) menyatakan bahwa “ struktur kognitif didefinisikan sebagai struktur organisasi yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah kedalam suatu unit yang konseptual. Sedangkan proses ingatan menunjukkan bahwa pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage) dan akhirnya mengungkapkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval)”. Hamid (2007: 95) berpendapat bahwa urutan pembelajaran dengan menggunakan elaborasi berpijak pada analogi “zoom lens” yaitu dimulai dengan pandangan yang menyeluruh yang menunjukkan bagian-bagian utama dan hubungannya, kemudian perhatian diarahkan kepada salah satu bagian utama untuk melihat sub bagian dan hubungannya antar sub bagian. Dengan demikian Degeng (1989:71) menyarankan langkah-langkah pengorganisasian pengajaran dengan menggunakan elaborasi sebagai berikut: (1) penyajian kerangka isi, dimana pengajaran dimulai dengan menyajikan kerangka isi yakni struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi, (2) elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi tiaptiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis internal), (3) pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap pertama, diberikan rangkuman dan diikuti pensintesis eksternal. Rangkuman berisi pengertian-pengertian singkat mengenai konstruk-konstruk yang diajarkan dalam elaborasi dan pensintesis eksternal menunjukkan (a) hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang telah dielaborasi dan, (b) hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi. Pengorganisasian seterusnya adalah langkah ke (4) elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan diintegrasikan dengan kerangka isi, pengajaran diteruskan ke elaborasi tahap kedua, (5) pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap kedua diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi tahap pertama, (6) setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan dan diintegrasikan ke dalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang kembali untuk elaborasi tahap ketiga dan seterusnya sesuai dengan ke dalam yang ditetapkan oleh tujuan pengajaran, (7) pada tahap akhir pengajaran disajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan. Strategi ini dilakukan agar memudahkan proses pembuatan dan sekaligus pemahaman pensisntesis. Reigeluth (1983: 81) menyarankan dalam pengorganisasian elaborasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: (1) penyajian epitome, (2) elaborasi tahap pertama, (3) pemberian dan sintesis antar bagian, (4) elaborasi tahap kedua, (5) rangkuman dan sintesa akhir. Pada teori struktur kognitif Ausubel seperti yang dikutip Degeng (1989: 78) menyarankan skemata yang dimiliki seseorang sangat berhubungan dengan perolehan dan retensi pengetahuan baru yang dipelajarinya. Selanjutnya pernyataan ini dikuatkan oleh Mayer yang dikutip Degeng (1989: 86) bahwa skemata yang dimiliki siswa mempengaruhi kebermaknaan dan perolehan pengetahuan baru. Demikian pula Anderson yang dikutip Dahar (1989: 98) menyatakan struktur kognitif sebagai factor utama keberhasilan perolehan pengetahuan. Kesesuaian Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
65
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
urutan elaborasi dengan proses urutan pembentukan ingatan, tidak saja akan meningkatkan ingatan tetapi juga menjadikan belajar lebih efisien. Menurut Ausubel dalam Driscoll (1993: 82) bahwa pada dasarnya pembelajaran ekspositori (expository learning) sama dengan pembelajaran yang terjadi dengan belajar menerima. Hal senada dikemukakan Romiszowski (1981: 97) bahwa pendekatan ekspositori adalah pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada proses belajar bermakna menerima (meaningfull reception learning). Menurut Sudjana (1991: 22) ciri-ciri pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran berpusat pada guru, siswa mendengar dan mencatat seperlunya, komunikasi terjadi satu arah, menyamaratakan kemampuan siswa dan siswa kurang keberanian dalam bertanya. Pada startegi pembelajaran ekspositori, siswa belajar dengan mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada siswa tersebut. Semua anak dinilai tanpa membedakan siswa yang berinteligensi tinggi dengan siswa yang berintelegensi rendah, jadi terkesan bahwa yang kurang pandai dipaksakan untuk berjalan cepat seiring dengan temannya yang pandai. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru. Peranan guru dalam proses pembelajaran sangat dominan. Guru menyampaikan materi secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai siswa dengan baik. Lebih lanjut Davies (1991: 233) mengatakan “biasanya pelajar tidak mengungkapkan pertanyaan dan member tanggapan “. Peserta didik lebih dominan pasif dan tidak berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya Sanjaya (2008: 60) menjelaskan beberapa prosedur pelaksanaan strategi pembelajaran ekspositori antara lain: (1) merumuskan tujuan, sebaiknya dalam bentuk perubahan tingkah laku yang spesifik berorientasi kepada hasil belajar. Melalui tujuan yang jelas selain dapat membimbing siswa dalam menyimak materi juga diketahui efektivitas dan efesiensi strategi ini, (2) menguasai materi dengan baik akan dapat membuat kepercayaan diri guru meningkat sehingga guru akan mudah mengelola kelas, bebas bergerak, berani menatap siswa, tidak takut dengan perilaku siswa yang menganggu jalannya proses pembelajaran. Sebaliknya guru yang kurang menguasai materi pelajaran yang akan disampaikan akan kurang percaya diri, sulit bergerak, takut melakukan kontak mata dengan siswa, menjelaskan materi pelajaran serba tanggung dengan suara yang pelan dan miskin ilustrasi. Akibat sulit mengatur irama dan iklim pembelajaran dan sulit mengontrol serta mengendalikan perilaku-perilaku siswa, (3) mengenali media dalam berbagai hal sangat penting diketahui oleh guru seperti : (a) latar belakang siswa yang menerima materi, kemampuan dasar atau pengalaman belajar siswa, minat dan gaya belajar dan sebagainya, (b) kondisi ruangan, menyangkut luas dan besarnya ruangan, pencahayaan, posisi tempat duduk maupun kelengkapan ruangan itu sendiri. Karakteristik siswa adalah aspek yang meliputi berupa bakat, motif berprestasi, gaya kognitif, persepsi, sikap, fokus kendali, kemampuan berpikir logis, kreativitas, kemampuan berpikir kreatif, ketekunan belajar, kecerdasan dan kualitas perseorangan lainnya, menurut Thomas yang dikutip Panjaitan (1999: 80) Kata motif dan motivasi pada dasarnya hampir sama. Rusyan (1994: 53) mengatakan bahwa motif adalah keadaan di dalam pribadi orang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas sedangkan motivasi adalah penggerak tingkah laku kea rah suatu tujuan dengan didasari oleh suatu kebutuhan. Selanjutnya Purwanto (2007 : 95) menambahkan bahwa pengertian motif dan motivasi sukar dibedakan. Motif Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
66
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak melakukan sesuatu karena ada tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan motivasi adalah pendorong yang merupakan suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Rusyan (1994: 83) menjelaskan bahwa kata motif berasal dari bahasa latin yaitu movere dan dalam bahasa inggris motive yang berarti bergerak atau sesuatu yang bergerak, karena itu motif dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang mendorong untuk berbuat. Menurut Sertain seperti dikutip Purwanto (2007: 95) motif adalah suatu pernyataan yang kompleks di dalam suatu organism yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang. Selanjutnya menurut purwanto (2007: 59) motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Hal ini senada menurut Ahmadi (2003: 56) motif diartikan sebagai suatu kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat. Sedangkan Suryabrata (2004: 82) berpendapat motif adalah keadaan dari dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Lebih lanjut Natawidjaja (1979: 68) mendefinisikan bahwa “motif adalah setiap kondisi atau keadaan seseorang atau suatu organism yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai atau melanjutkan suatu atau serangkaian tingkah laku atau perbuatan”. Motif bukanlah hal yang dapat diamati, tetapi hanya dapat disimpulkan karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Tiap-tiap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh suatu kekuatan dari dalam dirinya yang disebut dengan motif. Dengan demikian motif merupakan suatu kekuatan yang ada dalam diri seseorang dan motif ini menjadi faktor penggerak dan penyebab timbulnya tingkah laku atau perilaku. Untuk menumbuhkan dorongan yang ada dalam diri terwujud dalam tingkah laku ada dua hal yang perlu dipahami yaitu kegiatan apa yang dilakukan dan mengapa perlu melakukannya. Caplin (1999: 86) mendefinisikan motif berprestasi adalah kecenderungan memperjuangkan kesuksesan atau memperoleh hasil yang didambakan. Motif berprestasi menunjukkan kecenderungan yang lebih besar pada proses dibandingkan dengan hasil. Prinsipnya berbuat yang lebih baik dan lebih cepat terlebih dahulu kemudian barulah hasilnya didapatkan. Individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi akan bekerja dan berusaha dengan kemampuan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain serta merasa bangga dengan hasil usaha sendiri. Tentu saja berbeda halnya bagi individu yang mempunyai motif berprestasi rendah akan cenderung memilih cara-cara singkat dan tidak penuh resiko untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya tanpa peduli bagaimana cara mengerjakan yang lebih baik atau siapa yang mengerjakannya. Driscoll (1993: 62) menyebutkan bahwa para peneliti-peneliti paling terkemuka di dalam motif prestasi seperti McClelland & Atkinson meneliti mengapa sebagian orang ingin meraih suatu kesuksesan sedangkan yang lainnya tidak. McClelland & Atkinson berpendapat bahwa motif berprestasi akan semakin berkembang kepada anak-anak dimana orang tua mereka lebih menekankan prestasi dan daya saing di dalam rumah. Ditambahkan juga motif prestasi dapat dipengaruhi oleh situasi dimana individu akan bekerja lebih keras di bawah kondisi-kondisi tertentu seperti pada saat pelaksanaan test pembelajaran, lingkungan yang kompetitif dan kegagalan. Selanjutnya Driscoll menambahkan bahwa bagaimana pun interaksi antara motif berprestasi dan belajar adalah hal yang sangat penting. Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
67
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
Heckhausen sebagaimana dikutip Sibuea (2001: 47) mengemukakan sifat-sifat individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi, yaitu : (1) lebih memiliki kepercayaan dalam menghadapi tugas yang berhubungan dengan prestasi, (2) memiliki sikap yang lebih berorientasi ke depan dan lebih dapat menangguhkan pemuasan saat sekarang untuk dapat mencapai penghargaan atau imbalan (reward) yang lebih di waktu kemudian, dan (3) memiliki tugas yang kesukarannya sedang, tidak suka membuang-buang waktu, dalam memilih teman kerja lebih menyukai orang yang mempunyai kemampuan daripada orang yang simpatik dan lebih tangguh dalam mengerjakan suatu tugas. Sedangkan menurut McClelland yang dikutip Tyagi (1997: 57) bahwa gambaran tentang individu yang bermotif berprestasi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) lebih suka menempatkan sendiri tujuan prestasinya, dan (2) menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuannya dan menyukai balikan (feedback) yang cepat serta efesien mengenai prestasinya dan bertanggung jawab terhadap solusi yang diberikan. Lebih lanjut McClelland dalam Suherman (2008: 29) juga mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motif berprestasi yang tinggi adalah : (1) berprestasi yang dihubungkan dengan perangkat standar, (2) memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, (3) adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukan, (4) menghindari tugas-tugas yang sulit atau terlalu mudah tetapi akan memilih tugas-tugas yang tingkat kesukarannya sedang, (5) inovatif yaitu dapat melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang berbeda, efesien dan lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan agar individu mendapatkan cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan, (6) tidak menyukai keberhasilan yang sifatnya kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin merasakan sukses atau kegagalan disebabkan tindakan individu itu sendiri. Rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Apakah hasil belajar kewirausahaan siswa pada program keahlian budidaya air payau di SMK SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara Medan yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori?; (2) Apakah hasil belajar kewirausahaan siswa pada program keahlian budidaya air payau di SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara Medan yang memiliki motif berprestasi tinggi lebih tinggi daripada siswa yang memiliki motif berprestasi rendah?; dan (3) Apakah terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dengan motif berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar kewirausahaan siswa pada program keahlian budidaya air payau di SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara Medan? B. Metodologi Penelitian Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan di SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah treatment yang dilakukan oleh dua orang guru mata pelajaran kewirausahaan dan seluruh siswa kelas XI (sebelas) program keahlian budidaya air payau SMK Binaan Provinsi Sumatera Utara Medan. Terdiri dari 3 (tiga) kelas yaitu kelas XI-1 = 40 siswa, XI-2 = 38 siswa dan XI-3 = 40 siswa, dengan jumlah keseluruhan 120 siswa. Dari keseluruhan populasi 2 (dua) kelas yang menjadi sampel yaitu kelas XI-2 = 38 siswa dan XI-3= 40 siswa dengan jumlah keseluruhan 78 siswa . Untuk menentukan sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan cara cluster random sampling atau teknik pengambilan sampel secara acak sebanyak dua kelas. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian faktorial 2 x 2. Variabel-variabel tersebut selanjutnya akan dimasukkan di dalam desain penelitian yang digambarkan pada tabel 1 berikut ini: Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
68
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
Tabel 1. Rancangan Eksperimen Desain Faktorial 2 x 2 Strategi Pembelajaran (A)
Strategi Elaborasi Pembelajaran (A1)
Motif Berprestasi (B) Tinggi (B1) Rendah (B2)
A1B1 A1B2
Ekspositori (A2) A2B1 A2B2
Keterangan : A1B1 = Hasil belajar kewirausahaan yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi dan memiliki motif berprestasi tinggi A1B2 = Hasil belajar kewirausahaan yang diajar dengan strategi pembelajaran elaborasi dan memiliki motif berprestasi rendah A2B1 = Hasil belajar kewirausahaan yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan memiliki motif berprestasi tinggi A2B2 = Hasil belajar kewirausahaan yang diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori dan memiliki motif berprestasi rendah Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif dan inferensial. Teknik statistik deskriptif digunakan untk mendeskripsikan data antara lain : mean, median, standar deviasi dan kecenderungan data. Teknik statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis penelitian, dimana teknik inferensial yang digunakan adalah teknik analisis varians (ANAVA) dua jalur dengan taraf signifikan 0,05. Sebelum teknik analisis ini digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji persyaratan analisis dilakukan dengan uji Barlett (Sudjana, 2005: 261). Jika ada interaksi antar variabel, maka analisis dilanjutkan uji beda dengan menggunakan uji Scheffe jika jumlah subjek penelitian tiap sel tidak berbeda, namun bila tiap sel sama maka dilanjutkan dengan uji Tuckey. Untuk hipotesis pertama dan kedua digunakan uji F sedangkan untuk hipotesis ketiga digunakan uji Barlett karena melibatkan semua sel. Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah dirumuskan, maka berikut ini dapat disusun hipotesis statistik yang akan diuji sebagai berikut : Hipotesis Pertama H0 : μA1 = μA2 Hα : μA1 > μA2 Hipotesis Kedua H0 : μB1 = μB2 Hα : μB1 > μB2 Hipotesis Ketiga H0 : A x B = 0 Hα : A x B ≠ 0
Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
69
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
C. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian Berdasarkan data skor tes hasil belajar kewirausahaan siswa, langkah berikutnya adalah menghitung total skor dan rata-rata skor tiap kelompok perlakuan menurut tabel ANAVA, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar keputusan statistik untuk pengujian hipotesis, seperti pada Tabel 2. sebagai beriku: Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif ASPEK MB Tinggi
Strategi Pembelajaran Elaborasi Ekspositori n = 20 n = 21
x = 79,5 Sd = 8,87 n = 18
Motif Berprestasi Rendah
n
= 41
x = 61,27 Sd = 10,88 n = 19
x = 70,16 Sd = 13,47 n = 37
x = 59,25 Sd = 14,07 n = 38 Total
Total
x = 59,65 Sd = 14,86 n = 40
x = 69,91 Sd = 15,37
x = 60,50 Sd = 12,78
x = 59,46 Sd = 14,28 n = 78
x = 64,81 Sd = 14,07
Secara keseluruhan hasil ANAVA untuk pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3. Rangkuman Hasil ANAVA Secara Keseluruhan Terhadap Hasil Belajar Kewirausahaan Sumber Variasi Strategi Pembelajaran Motif Berprestasi Interaksi Galat Total
dk 1 1 1 74 77
JK 1726,38
RJK 1726,38
Fhitung 11,40
2227,99 1679,46 11204,47
2227,99 1679,46 151,41
14,71 11,09
Ftabel
3,98
Karena ada interaksi antara strategi pembelajaran dan motif berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar kewirausahaan, maka perlu dilakukan uji lanjutan (post hoc test), untuk mengetahui rata-rata hasil belajar sampel mana yang berbeda. Untuk melihat bentuk interaksi antara strategi pembelajaran dan motif berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar kewirausahaan, dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheffe. Ringkasan hasil uji Scheffe dapat dilihat pada Tabel 4. berikut :
Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
70
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
Tabel 4. Ringkasan Hasil Perhitungan Uji Scheffe Hipotesis Statistik Ho : Ho : Ho : Ho : Ho : Ho :
A1B1 = A1B2 = A1B1 = A2B1 = A1B1 = A2B1 =
A2B1 A2B2 A1B2 A2B2 A2B2 A1B2
Ho : Ho : Ho : Ho : Ho : Ho :
A1B1 > A1B2 > A1B1 > A2B1 > A1B1 > A2B1 >
Fhitung
A2B1 A2B2 A1B2 A2B2 A2B2 A1B2
5,06 4,74 5,03 0,415 0,096 0,508
Ftabel = 5% 2,72 2,72 2,72 2,72 2,72 2,72
Selanjutnya adanya interaksi antara variabel strategi pembelajaran dan motif berprestasi terhadap hasil belajar kewirausahaan siswa, maka perlu diberikan gambaran grafik estimasi yang menunjukkan adanya interaksi tersebut.
Gambar 1. Model Interaksi Antara Strategi Pembelajaran dan Motif Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Kewirausahaan Siswa 2. Pembahasan Hasil penelitian ini telah menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran ekspositori dengan memperhatikan hakikat, tujuan mata pelajaran yang akan diajarkan, serta mempertimbangkan karakteristik siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwanto (2007: 95) bahwa dalam belajar disekolah, faktor guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang sangat penting, Artinya, penguasaan guru terhadap strategi pembelajaran sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam mengajar, oleh sebab itu guru dapat menentukan strategi yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan serta materi yang akan disampaikan. Strategi pembelajaran elaborasi adalah suatu cara teknik untuk membuat suatu pola atau urutan pembelajaran dengan cara mengorganisasikan pengajaran tersebut dengan mengikuti urutan umum-ke-rinci, artinya menyusun pembelajaran tersebut dengan memulai dari urutan yang lebih umum menuju keurutan yang lebih rinci, dengan Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
71
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
cara menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci. Proses penyusunan urutan pembalajaran ini dilakukan dan ditunjukkan dengan menanpilkan sintesis secara bertahap. Hal tersebut senada dengan pendapat Reigeluth (1983: 115) yang mengemukakan bahwa teori elaborasi berhubungan dengan cara pengorganisasian pengajaran pada tingkat struktur isi pelajaran, yaitu berkenaan dengan cara memilih, menata dan menunjukkan inter-relasi antara isi ajaran, sehingga menghasilkan belajar, sintesis dan retensi yang lebih baik. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru, artinya guru merupakan satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan siswa (teacher center). Strategi pembelajaran ini berorientasi pada guru dan biasanya ceramah menjadi pilihan utama metode pembelajarannya. Lebih lanjut Davies (1991: 233) mengatakan ”biasanya pelajar tidak mempunyai banyak kesempatan untuk memberi tanggapan”. Peserta didik lebih dominan pasif dan tidak berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan siswa kurang diberdayakan dalam menemukan ilmu pengetahuan yang dibutuhkannya, sehingga siswa memperoleh ilmu dan pengetahuan tersebut berdasarkan apa yang disampaikan oleh gurunya. Selanjutnya Dick and Carey (2005: 73) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran ekspositori cenderung menggunakan hapalan-hapalan dan lebih mengarah ke aspek memorizarion, yang menitik beratkan unsur ingatan, sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dengan cara menghubungkan kata-kata dengan subjek secara berulang-ulang, yang pada akhirnya bila siswa belum hapal dengan sempurna, maka materi tersebut tidak dapat diteruskan atau ditambah. Dalam strategi pengorganisasian ini, guru yang lebih banyak berperan, artinya siswa tidak terlibat secara langsung dalam mencari dan menemukan materi-materi penting dari suatu proses pembelajaran, sehingga pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh tidak mampu meningkatkan retensi dan daya ingat siswa atau hanya berada dalam memori ingatan jangka pendek saja. Akhirnya, keberhasilan siswa dalam belajar amat tergantung pada penyampaian guru, kemampuan dan pengalaman guru saja. Pembelajaran seperti itu akan berpotensi untuk memberikan perolehan hasil belajar yang kurang maksimal. Strategi pembelajaran berdasarkan ekspositori tidak mendorong tumbuhnya rasa kengintahuan dan rasa tanggung jawab siswa dalam merencanakan dan mengorganisasikan cara belajarnya. Akibatnya, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa hanya berada pada ingatan jangka pendek saja, dan akan cenderung tidak mampu dalam meningkatkan daya retensi siswa terhadap materi pelajarannya. Dalam pembelajaran tersebut komunikasi yang berlangsung dalam proses pembelajaran satu arah, maka cenderung menimbulkan kesalah pahaman siswa terhadap konsep-konsep dan istilah tertentu. Menurut McClelland bahwa produktivitas seseorang dipengaruhi oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. Virus mental yang dimaksud adalah kebutuhan untuk berprestasi. Lebih lanjut McClelland dalam Suherman (2008: 106) juga mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki motif berprestasi yang tinggi adalah (1) berprestasi yang dihubungkan dengan perangkat standard, (2) memiliki tangung jawab pribadi terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukannya, (3) adanya kebutuhan untuk mendapatkan umpan balik atas pekerjaan yang dilakukan, (4) menghindari tugas-tugas yang terlalu sulit atau terlalu mudah, tetapi akan memilih tugastugas yang tingkat kesukarannya sedang, (5) inovatif yaitu dapat melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang berbeda, efisien dan lebih baik dari pada sebelumnya. Hal ini Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
72
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
dilakukan agar individu mendapat cara-cara yang lebih menguntungkan dalam pencapaian tujuan, (6) tidak menyukai keberhasilan yang sifatnya kebetulan atau karena tindakan orang lain dan ingin Pembelajaran kewirausahaan akan memberikan perolehan hasil belajar yang lebih baik melalui belajar bermakna, yakni pembelajaran yang mengaitkan antara kesiapan struktur kognitif atau pengalaman belajar dengan pengetahuan baru yang akan diterima siswa dengan cara menciptakan lingkungan belajar yang merangsang untuk pembelajaran kreatif. Apalagi jika diajarkan kepada siswa yang SMK memiliki keahlian tertentu dan berhubungan pada kegiatan-kegiatan yang menuntut dorongan dalam diri untuk berbuat lebih baik. Menurut Degeng (1989: 107) dalam pengembangan strategi pembelajaran elaborasi ada tujuh prinsip, yaitu: (1) penyajian kerangka isi, ialah menunjukkan bagianbagian utama bidang studi dan hubungan utama diantara bagian-bagian yang lebih rinci, (2) elaborasi secara bertahap, prinsip kedua ini berkaitan dengan tahapan dalam melakukan elaborasi isi pengajaran. Elaborasi tahap pertama, akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam kerangka isi. Elaborasi tahap kedua akan mengelaborasi bagian-bagian yang tercakup dalam elaborasi tahap pertama, dan begitu seterusnya, sehingga urutan pengajaran bergerak dari umum-ke-rinci atau dari sederhana ke kompleks, (3) bagian terpenting disajikan pertama kali, prinsip yang ketiga berkaitan dengan pertanyaan, bagian mana dari semua bagian yang tercakup dalam kerangka isi atau dalam elaborasi tahap pertama, kedua dan seterusnya yang disajikan pertama kali. Reigeluth (1983: 171) meyarankan dalam pengorganisasian elaborasi sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut: (1) penyajian epitome, (2) elaborasi tahap pertama, (3) pemberian dan sintesis antar bagian (4) elaborasi tahap kedua, (5) rangkuman dan sintesa akhir. Pada teori struktur kognitif Ausubel seperti yang dikutip Degeng (1989: 187) menyatakan skemata yang dimiliki seseorang sangat berhubungan dengan perolehan dan retensi pengetahuan baru yang dipelajarinya. Selanjutnya pernyataan ini dikuatkan oleh Mayer yang dikutip Degeng (1989: 169 ) bahwa skemata yang dimiliki siswa mempengaruhi kebermaknaan dan perolehan pengetahuan baru. Demikian pula Anderson yang dikutip Dahar (1989: 125) menyatakan struktur kognitif sebagai faktor utama keberhasilan perolehan pengetahuan. Kesesuaian urutan elaborasi dengan proses urutan pembentukan ingatan, tidak saja akan meningkatkan ingatan, tetapi juga menjadikan belajar lebih efesien. Untuk siswa yang memiliki kemampuan motif berprestasi tinggi, akan memberikan hasil belajar yang lebih baik jika diajarkan dengan strategi pembelajaran elaborasi, sebab kemampuan motif berprestasi yang tinggi akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari dan merangkai, mengaitkan dan menghubungkan materi-materi pelajaran yang telah dipelajari dengan materi-materi pelajaran yang akan dipelajari. Melalui kemampuan motif berprestasi yang tinggi, siswa berlomba dengan siswa lainnya dalam memecahkan masalah pembelajarannya, sehingga siswa akan terbiasa dalam mengembangkan daya nalarnya dalam mengembangkan materi pelajaran yang telah disajikan guru, dan pada akhirnya materi pelajaran yang telah disajikan guru, dan pada akhirnya materi pelajaran itu dapat dengan mudah dikuasainya untuk memperoleh hasil belajar yang lebih maksimal. Bagi siswa dengan motif berprestasi tinggi, jika diajar dengan strategi pembelajaran ekspositori akan memperoleh hasil belajar yang kurang maksimal, sebab pembelajaran berbasis ekspositori berpusat pada guru (teacher centered), dimana guru berfungsi sebagai sumber utama pembelajaran. Dick and Carey (2005: 79) Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
73
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
mengemukakan bahwa pada pembelajaran ekspositori tekanan utama pembelajara untuk seluruh anggota kelas. Guru mengajar kepada seluruh siswa tanpa memandang aspek individual, biologis, inelektual dan psikologis siswa. Guru bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar dan sekaligus sebagai penyaji isi pelajaran. Pembelajaran seperti ini kurang memberdayakan siswa dalam mengamati dan mengenali wajah-wajah, bendabenda, bentuk-bentuk, warna-warna, detail-detail, dan pemandangan-pemandangan, serta kurang mampu untuk mengarahkan siswa kepada benda-benda secara efektif dalam ruangan, sehingga siswa tidak merasakan dan tidak menghasilkan bayang-bayang mental dan visualisasi detail dalam benaknya. Dengan demikian, tujuan pembelajaran Kewirausahaan yang sudah ditetapkan oleh guru tidak dapat berjalan dengan efektif, dan tidak sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
D. Penutup Simpulan Simpulan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil belajar kewirausahaan siswa dengan strategi pembelajaran elaborasi lebih baik dibandingkan dengan strategi pembelajaran ekspositori. Dalam hal ini siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran elaborasi lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan strategi pembelajaran ekspositori. 2. Hasil belajar siswa yang memiliki motif berprestasi tinggi lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang memiliki motif berprestasi rendah. Dengan demikian siswa yang memiliki motif berprestasi tinggi memperoleh hasil belajar kewirausahaan yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki motif berprestasi rendah. 3. Terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan motif berprestasi dalam mempengaruhi hasil belajar kewirausahaan. Untuk siswa yang memiliki motif berprestasi tinggi akan lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar kewirausahaan jika menggunakan strategi pembelajaran elaborasi, sedangkan untuk siswa yang memiliki motif berprestasi rendah lebih efektif dalam meningkatkan hasil belajar kewirausahaan dengan menggunakan strategi pembelajaran ekspositori. Saran Berdasarkan hasil penelitian, simpulan dan keterbatasan penelitian, maka dikemukakan saran-saran sebagai berikut : 1. Disarankan bagi guru khususnya guru mata pelajaran kewirausahaan untuk menggunakan strategi pembelajaran elaborasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa dan memperhatikan faktor internal dalam pencapaian keberhasilan belajar siswa, salah satunya yakni motif berprestasi yang memberi kontribusi besar terhadap hasil belajar siswa dalam mata pelajaran kewirausahaan. 2. Hendaknya guru memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk mengelaborasi materi pembelajaran dalam bentuk penerapan nyata dalam kehidupan sehari-hari. 3. Dikarenakan tes hasil belajar yang disusun hanya mengukur ranah kognitif, sebaiknya penelitian lanjutan juga mengukur ranah psikomotor. 4. Karakteristik siswa yang dijadikan variabel moderator dalam penelitian ini adalah motif berprestasi. Disarankan untuk penelitian lanjut, melibatkan karakteristik siswa Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
74
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
yang lain guru melengkapi kajian penelitian ini, seperti minat, bakat, tingkat kreativitas dan lain sebagainya. 5. Diadakan pelatihan-pelatihan kepada guru untuk memperkenalkan dan memberikan keterampilan dalam menggunakan strategi pembelajaran yang inovatif dan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran seperti strategi elaborasi sebagai alternatif untuk meningkatkan hasil belajar siswa
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. 2003. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta Bloom, Benyamin S. 1974. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman Brigge, M.L. 1982. Learning Theories For Teachers. New York: Harper & Row Budiningsih,C.A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Caplin. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga Davies, I.K. 1991. Pengelolaan Belajar. Jakarta: CV. Rajawali Degeng, I.N.S. 1989. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variabel. Jakarta: Depdikbud Dick, W & Carey, L. 2005. The Systematic Design of Instruksional. New York: Longman Dimyati & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Driscoll, M.P. 1993. Psychology of Learning for Instruction. Boston: Florida State University Gagne, R.M & Driscoll, Marcy P. 1989. Essentials of Learnings for Instruction .New Jersey: Prentice Hall Hamalik, O. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara Hamid, A.K. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Medan: Pasca Sarjana Unimed Ihsan, H.F. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta Kemp, J.E. 1995. Planing, Producing and Using Instructional Technologies. New York: Harper Collins McCleland, D.C. 1949. The Projective Expresion of Needs. American Psychological Association. Inc Miarso, Y. 2005. Menyemaih Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Nasution,S. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
75
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
Natawidjaja, R. 1979. Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Mutiara Nolker, H & Schoenfeldt, E. 1983. Pendidikan Kejuruan. Jakarta: Gramedia Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdiknas Panjaitan, B. 2006. Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya Terhadap Hasil Belajar. Medan: Poda Purwanto, N.M. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Ratumanan, T.G. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa Reigeluth, C.M. 1983. Instructional Design Theories and Models: an Overview of Their Current Status, Instructional Design : What is it ?. New Jersey: Publishers Hildshale Rohani, A. 1995. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta Romizwoski, A.J. 1981. Designing Instructional Systems (Decision Making in Course Planning and Curriculum Design). London: Kogan Page Rusyan, A.T. 1994. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Schippers,U & Djadjang M.P. 1993. Pendidikan Kejuruan di Indonesia. Bandung: Angkasa Seels, B. Richey, R. 1994. Teknologi Pembelajaran (Definisi dan Kawasannya). Washington: AECT Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Snelbecker, G.E. 1974. Learning Theory Instructional Theory and Psychoeducational Design. New York: Mc Graw Hill Book Co Soeharto, P. 1997. Makalah Seminar : (Peranan Perguruan Tinggi Dalam Menciptakan Wirausaha-wirausaha Tangguh). Jatinangor: PIBI-IKOPIN dan FNSt Sudjana. 1991. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suherman, E. 2008. Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung: Alfabeta Suparman, M.A. 2001. Desain Instruksional. Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka Suryabrata,S. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Tyagi, A. 1997. Organizational Behavior. New Delhi: Excel Books
Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
76
JURNAL TABULARASA PPS UNIMED Vol.12 No.1, April 2015
Uno. H.B. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara Uno, H.B. 2008. Profesi Kependidikan (Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia). Jakarta: Bumi Aksara Zimmerer, W. Thomas. 1996. Entrepreneurship and The New Venture Formation. New Jersey: Prentice Hall International Inc.
Pengaruh Strategi … (R. Mursid, 60-77)
77