PENGARUH SIRUKTUR SINTAKTIS TERHADAP PROSES MORFOLOGIS DALAM STRUKTUR MORFOLOSINTAKTIS BAIIASA INDONESIA Oleh: ratuttas
*.*l,JtH?ilou
p.naidikan
Universitas Tidar Magelang
ABSTRACT The study of morphosyntactic on the use of Indonesia language is the
study of signifcance unit of morphological process that is influenced by the predicative phrase of syntmtic' The study on syntagmatic
refers to (t) fixation inc'luding analogt, thematic, topication of
constituent, verbal attraction, and (2) conCensation. The integrity of affir morpheme with a lexical item in the beginning of predicative phrase i s paradi gmatic grammatication.
Keyswords
:
morphosyntactic, syntagmdic, paradigmatic'
predicalive phrase
PENDAHULUAN Kridalaksana (1984 : 89) memformulasikan bahwa kata ialah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Hal itu berarti kata ialah unsur satuan lingual terkecil pembentuk satuan lingual kalimat sebagai abstraksi dari satuan terkecil bentuk tutur atau ujar. Kata yang terdiri atas gabungan morfem mengalami proses tertentu karena dipengaruhi pemakaian. bahasa yang berbentuk l
Vol.9, No. 19,Nopnber 2009 : 74-88
Darri proses membentuk dari dua atau lebih gabungan morfem menjadi sebuah kata yarg dipakai dalam sebuah kalimat itu, keduanya tak terpisahkan, terintegrasi dalam sebuah frasa predikatif kalimat. Dalam frasa predikatif itu perlu ditentukan lebih dahulu, mana yang mempmgaruhi frasa predikatif terhadap proses morfologis, atau sebaliknya dalam struktur kalimatnya.
Dalam
integrasi sintaktis
dan morfologis dalam
morfosintalctis'itu, kebenaran kejadian berbahasa itu berawal dari makna yang timbul dari konsep-konsep dalam batin mengenai pengetahuan dan pengalaman penutur. Makna yang berupa konsepkonsep itu membentuk gagasan/proposisi/makna klausa dalam batin berdasarkan kaidah frasa sebagai skematanya. Proposisi itu berwujud konfigurasi makna skemata yang menjelaskan isi komunikasi dari tutur, Kridalaksarrra (1984:162). Unsur proposisi itu berupa unsur predikata yang didampingi satu, dua, atau tiga argumen. Unsur predikatr sebagai frasa predikatif itu penentu unsur-unsur yang lain sebagai pendamping dan penielasnya. Secara berurutan unsur-unsur itu diucapkan bergantung pada mana yang lebih dipentingkan unsur-unsurnya, unsur itu didahulukan.
Berdasarkan morfosintaksis sebagai satu kesatuan terintegrasi morfofogi dan sintaksis dalam pemakaian bahasa dengan penentu utama proposisinya adalah frasa predikatil jelaslah
titik tolak analisis
morfosintaksis bukan morfologi, melainkan penentu frasa predikatif yang mempengaruhi proses morfologis itu adalah bentuk kata yang terdapat pada frasa predikatif sebuah kalimat, dan bukan sebaliknya. Hal yang dernikian berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Denes, cs (2001: 4-5) bahwa teori morfosintaksis itu mengacu dua teori, teori morfologi dan teori sintaksis. Jika yang dimaksud itu adalah dua teori, mestinya judul buku itu menjadi Morfologi dan Sintaksis Dialek Bali Aga, dan bukan Morfosintaksis Dialek Bali Aga. Dinyatakan dalam telaahnya, Bab II Morfologi Dialek Bali Aga (9-
bahwa
75
Pengaruh Strukntr Sintaktis Terhadap Proses Morfologis Dalam
Struktur
.. (D. Tubiran)
76), dan Bab III Frasa, Klausa, dan Kalimat (79-137) yang sedikit pun tidak menyinggung telaah berdasarkan teori morfosintaksis sebagai sebuah teori yang terintegrasi. Dengan demikian, kesan yang diperoleh adallah telaah rnorfologi dan telaaln sintaksis yang terpisah itu hanya disatukaq tidak diintegrasikan, biarpun konsepnya dikutipkan pandangan Kridalaksana (1982:11). Berbagai teori yang digunakan adalah acuan teori morfologi dan teori sintaksis. Karena itu, dalam artikel ini digunakan acuan teori morfosintaksis Croft (1990 : 233-234) Dua permasalahan pokok dribahas dalam tulisan ini adalah (1) bagaimanakah frasa predikatif dalam struktur kalimat dapat menimbulkan perubahan morfologisnya? (2) proses morfologis apakah yang dapat dihasilkan dengan keberadaan pengaruh lingkungan,sintaktisnya ? Data kebahasaan yang digunakan dalam telaah ini berupa pernakaian bahasa yang beragam bahasa lisan dan bahasa tulis. Bahasa lisan dapat diambil dari bahasa percakapan sehari-hari yang praktis dan ekonomis, bahasa konsultatif, dan bahasa percakapan dalam situasi resmi. Bahasa tulis dapat bersumber dari bahasa tulis papan petunjuk, surat kabar, atau dari sumber teks. Data yang dianalisis dikelompokkan berdasarkan lema atau entri leksem yang sama dalam ambilan bagian sebuah tutur yang lazirn dan relevan.
Kerangka teori yang dijadikan acuan dalam tulisan ini adalah terutama kerangka pikir Croff (1990 : 233-234). Pilihan ini dipertegas dengan konsep-konsep morfosintaksis yang lain untuk mendukung pernyataan bahwa morfosintaksis itu adalah satu buah teori. Biarpun konsepnya belurn operasional, seperti konsepkonsep morfosintaksis Djawanai (1985:4), Kridalaksana (1993 :143), Samsuri (1981:167, 190, 22C-221), Verhaar (1978:16) Kerangka pikir Croff menunjukkan secara jelas mengacu tipe sintagmatik dan paradigmatik. Secara sintagmatik terdapat dua proses yang oleh Lehmann disebut (1) fiksasi atau ketegaran urutan 76
Vol. 9, No. 19, Nopember 2009 : 74-88
kata, dan (2) kondensasi. Pola-pola penegaran urutan kata ditentukan dengan faktor (a) analogi, (b) tematik, (c) pengutamaan konstituen, (4) atraksi verbal.
1.
ISTRUKTUR MORFOSINTAKTIS SECARA SINTAGMATIK
'
Ambilan bagian sebuah tutur yang merngandung frasa predikatif dal'am kalimat bahasa Indonesia itu berkaitan dengan pemakaian kata dalam kalimat yang diatasi dengan konsep morfosintaksis. Konsep Can pernahaman proses morfologinya mernang terbatas pada yang paliag besar adalah kata dan yang paling kecil adalah morfem. Konsep dan pemahaman proses morfosintaksis menjangkau tidak terbatas hanya pada kata, tetapi menjangkau di atas kata, satuan lingual yang berwujud frasa, klausa, kalimat, sampai dengan tingkat satuan lingual wacana. Secara sintagmatik bahasa Indonesia yang bertipe bahasa aglutinasi itu memiliki ketegaran urutan kata karena pembalikan urutan atau letak kata menimbulkan perbedaan arti.
a. Pola Fiksasi
Analogi Faktor esensial dari harmoni pola fiksasi analogi sebagai faktor pertama itu berwujud mendeskripsikan suatu upaya menempatkan konstituen yang memiliki spesifikasi fungsional yang sama di dalarn posisi struktural yang sama. Dalam kaitan ini ditentukan bahwa yang diutamakan adalah frasa predikatif sebagai penegasan proposisi ataumakna klausa, sebagai berikut. a. JOGJA / JALAN TERUS b. Kita/tidak bolehialan di atas rel kereta api. c. Sekaliialan duatiga maksud tercapai. d. Jarum jam tembok itu / masihialan. (2) a. Sudah lama bus ini berhenti, /belum ivgaialan-ialan. b. Malam Minggu keluarga kami / jalan-ialan / dikota.
(1)
€
/
/
77
Pengaruh Strulaur Sintalois Terhadap Proses Morfblogis Dalam Strukar '.. .. (D. Tukiran)
(3) a. Adik kecilku / barumulai berjalan I tadipagl b. Ban verpaku yang kempis / tidak bisaberialan. c. Tata tertib semacam itu / masih herialan / di sekolah (4) (5)
kami. Agar peredaran darah / berialan lancar dan stabil, saya biasa berjalan- jalan/ padapagi hari. tugas mengajar selama 24 ,/ sudah menialani a.
/
/
/
la
tahun.'
(6)
b. Tugas mengajar / sudah diialaninyal selama 24 tahun. a. Setiap karyawam / harus menjalankan / tugas masingmasing. b. Tugas masing-masing / huus diialankan / oleh setiap karyawan. Masinis itu menjalankan mesin pabrik tekstil Texmaco. d. Mesin pabrik tekstil Texmaco / dijalankan / masinis itu. a. Karena licin, hujan deras, dan berbahaya, tebing terjal itu / tak terjalani / oleh Rombongan pendaki gunung
/
/
(7)
b.
itu. Sepeda
motor yang berkali-kali dihidupkan
itu
I
terjalankan juga t. dasar leksikal ialan yang terdapat pada kamus, Ali (1994,395) yang termasuk n/nomina adalah tempat untuk lalu lintas orang, kendaraan, dan sebagainya. Demikian juga, arti jalan-jalan
Arti
di
Magelang mendapat penerangan cukup, termasuk nomina yang menyatakan arti iumlah banyak jalan yang tidak tertentu. Pemakaian bahasa tulis pada papan petunjuk seperti data (1) a. JALAN terus, dan (1) c. sekali jalan, bahasa lisan seperti data (1) b dan (1) d. itu mengalami perubahan kategori, peran, dan fungsi sintaktis, dalam konstituen
dalam satuan lingual ialan-jalan
78
Vol. 9,
No.
19,
Nopember 20O9
: 71-ffi
ngsional struktur kalimtnya. KE JAGJAJAIIIN TERUS memiliki Struktur data (l) a. jalon terus. Hal itu dapat dipahami dan dibuktikan frasa predikatif dengan pertanyaan, Siapa jalan terus? Pengendara kendaraan apa pun. Tentu saja pengendara menuju arah ke rnana pun yang mereka hanus berlanjut, dan tidak melalui tikungan sebelah berhenti. Jika pengendara berhenti dil situ, dikenai bukti pelanggaran.' Jalan dalam struktur tersebut dipahami sebagai perbuatan harus berlanjut, terus dipahami tidak berhenti dan bukan antonim buntu atav putus, seperti jalan buntu, atavialan putus. Proses morficlogis verbanya dari bentuk berialan yang menyatakan gerak maju. Karena posisi verba berialan dalam pemakaian bahasa lndonesia secara praktis-ekonomis dalam papan petunjuk, terjadi pelesapan delesi afiks ber- yang menyatakan perbuatan, dan pernakaiannya sudah wajar, lazim, serta secara alamiah konvensional beterima. Proses morfologis bentuk zero jalan dipengaruhi frasa predikatifyalan yang yang sebenarnya berjalan, sama halnya dengan bentukialan pada data (1) b, c, dan d. Perbedaannya terletak pada semantik sintaktisnya. Pada (1) a. mengacu insan yang mengacu insan yang sesungguhnya atau berkendaraan, metaforis, (1) c. siapa pun yang dikiaskan, dan (1) d. benda yang dimetaforiskan. Serupa dengan data (l) proses kejadian morfologis (2)iclanjalan berdasarkan posisi dalam struktur dan fungsi konstituennya menunjukkan kesamaan. Dua hentuk satuim lingual (2) a.dan b. jalan-jalan berdasarkan peran semantiknya menunjukkan frasa verba predikatif berjalan-jalan, tetapi dalam percakapan bahasa tutur sehari-hari biasanya yang wajar dan lazim adalahjalan-jalan. Per,bedaannya terletak pada peran semantik morfologisnya. Jika jalan-jalan pada (2) a. menyatakan juga segera berjalan, dan kembali pada verba bentuk ber-. Diubah ujud bentuknya menjadi fu
€
kiri
(l) b
79
Penganth Struknr Sintaktis Terhadap Proses Morfologis Dalam Struktur . .. (D. Tukirat,
Sudah lama bus irli berhenti, belum juga segera 'berialan dengan asumsi bus atau kendaraan umum yang lain juga terjadi demikian. Data (2\ b. jalan-jalan menyatakan bersetnng-senang untuk melepas ketegangan otot, pihiran, perasaon, dengan,berjalan
(2\
a.
kaki, sehingga menjaCi ubah ujudnya (2) b. Malam Minggu keluarga kami bersenang-senarrg untuk melepas ketegangan otot, pikiran perasaan dengan berjalan laki di kota. Demilcian juga halnya data (3) b, b, c, berialan dan data (4) berialan, berialan' jalan memiliki kesamaan, perbedaannya terjadi dalam nuansa senrrantikny'a.
Selanjutnya analog dengan ketegaran urutan kata yang serupa dengan data (l), (2), (3), dan (a) masing-masing data (5) bentuk (5) a. me(N)- -i, menjalani bentuk yang kanonik berupa frasa verba predikatif aktif transitif memiliki bentuk (5)b. di- -i, diialani yang sekunder yang berupa frasa verba predikatif pasif transitif. Ke duanya memiliki konstituen spesifik dalam struktur dan fungsi sintaktis yang sama. Serupa dengan data (s), data (6) a. bentuk me(N)- -kan, menjalankon memiliki imbangan (6) b bentuk dl- kan, dijalankan, Konstituen morfemik (7) a. ter- -i, terialani, dan (7) b ter- -kan, terjalonkan serupa dengan data (S) a, dan (6) a, yang diubah ujud dengan (5) b. dan 6) b. , data (7) a.terialani menjadi dnpat dijalani, dan (7) b. terialankan menjadi dapat dijalankan Secara keseluruhan konstituen-konstituen morfemis bentukmenjalankan, bentuk (7) a. terjalani, b. terjalankan, (6) a, dan
c
(6) b. dan d dijalankan, (5) a, menjalani, (5) b diialani, (4\ berjalan, berjalan-jalan, (3) a, b, c, berjalan, (2'1 a dan b ialanjalan memiliki spesifikasi fungsional predikatif yang sama di dalam posisi struktural yang sama dengan konstituen zero bentuk ber- (l) 4 b, c, dan d jalan.
80
VoI.9, No. l9,Nopember 2009: 74-88
b. Pola Fiksasi Tematik
Faktor tematik dilakukan dengan penempatan posisi konstituen strulktural yang berfungsi objek/0 pada klausa berdiatesis aktif transitif frasa predikatif menjadi subjeVS pada ldausa berdiatesis pasifnya. Kedudukan pelaku yang tidak diutamalkan itu sering dipakai secara opsional, dapat dieksplisitkan atau dilesapkan. Karena terjadi pemfokusan pada struhur lionstituen 0, atau tujuan/sasaran perbuatan yang diutamakan, maka diperoleh informasi baru. Sebagaimana data [
/
/
I
/
/
/
Pola Fiksasi Pe,ngutamaan Konstituen
Faktor pengutamaan konstituen dilakukan
dengan
nnengubah posisi unsur sintaktiknya.
Pola fiksasi tematik dengan pola fiksasi pengutamaan konstituen memiliki kemiripan. Akan tetapi, telah dijelaskan bahwa pola fiksasi tematik lebih difokuskan pada posisi kalimat dalam wacana pragmatik, sedangkan pola fiksasi pengutamaan konstituen [ebih ditekankan pada kedudukan unsur langsung dalam tataran struhur kalimat. Pemakaian bahasa dalam pandangan wacana pragmatik, wacana diinterpretasikan secara semantik yang rnasih bergantung pada pemakaian bahasa dalam teks, dan 81
Pengaruh Struknr Sintaktis Terhadap Proses Morfologis Dalam Strukur ' . ..
pragmatik interpretasi
Q. Tukiran)
di luar teks, secara intralingual dan
ekstralingual. Dalam pengutamaan konstituerL konstituen pusat pada klausa (5) a. sudah menjalani, (6) a. harus menialankan luga (6) c. menjalankan yang berdiatesis aktif transitif itu
rnendahuluilprecede (5) b. sudah dijalani, (6) b. harus dijalanlan, (6) d. dijalankan yang berdiatesis pasif transitif l<arena yang primer atau yang kanonik adalah yang berdiatesis aktif transitifnya" Verhaar (1996'.214). Berbeda dengan data (7) a. tak terialani, dan (7) b. terjalankan Secara tidak langsung bentuk pasif ter- seperti data (7) a. tidak memiliki precede seperti bentuk di'pada data
(5)
dan (6). Namun demikian, bentuk kanoniknya dapat dirunut rnelalui mengubah ujud bentuk pasif ter- dengan bentuk pasif
dapat di- menjadi (7) a. dapat diialnni, dan (7) b. dapat dijalankan, dan selanjutnya bentuk kanonik atctif transitifnya rnenjadi (7) a. dapat menialani, dan (7\ b. dapat menialankan. Secara lengkap bentuk pasif di- menjadi (7) a.Karena licin, trujan deras, dan berbahaya, tebing terjal itu I tak dapat diialani / oleh rombongan pendaki gunung itu. Bentuk aktif transitif kanoniknya adalah (7, a. Karena licin, hujar, deras, dan berbahaya rombongan pendaki gunung itu I tak dapat menjalani / tebing terjal itu, menialani dalam hal ini berarti melewqti atau melalui jalan. Demikian juga yang terjadi pada data (7) b. Sepeda motor yang berkali-kali dihidupkan itu, terjalankan juga. Bentuk ubah ujud dengan di- adalah b. Sepeda motor yang berkali-kali dihidupkan itu, dapat dijalankan juga. Bentuk kanonik (7) b adalah Sepeda motor yang berkali-kali diiiihidupkan itu, (siapa pun) dapat rnenjalankan juga.
82
Vol. 9, No.
1
9, Nopember 2009
: 74-88
d. Pola Fiksasi Atraksi Verba Faktor atraksi verba terjadi pada frasa predikatif yang herdiatesis aktif bentuk me(li)- dan berdiatesis pasii bentuk diyang berimbangan. Diatesis berarti pembedaan bentuk verba untuk menandai pertalian antara ,uU;.t dan predikat yang dinyatakan oleh.verba predikatnya, Ali (199 l:.ZZZy, Atiaksi verba yang ditunjukkan dengan verba berdiatesis aktif ditandai dengan afits aktif ,me(N)-, seperti pada verba merusak pada fl
2. KONDENSASI Kondensasi morfosintaktis berarti proses penggabungan dua
morfem atau lebih menjadi sebuah kita atau ,i5uan Lorfem kompleks, rnorfem gabungan suatu konstituen yang lebih kecil dalam sebuah kalimat. Dengan demikian, tondeisasi sebuah morfem dalam morfosintaksiJ merupakan proses *o.f.. yung mengalami gramatikalisasi menjadi anggota sintaktik suatu konstituen yang lebih kecil.
83
Penganth Straktur Sintaktis Terhadap Proses Modologis Dalam
Strulctur .. (D. Tubiran)
Sebagaimana data (6) d. Mesin pabrik tekstil Texmaco I diialankan / (oleh) masinis itu, dapat diubah ujud menjadi Mesin pabrik tekstil Texmaco dia jalankan Demikian juga, bentuk verba pasif frasa predikatif fer- i pada terjalani dapat diubah ujud menjadi dapat dia atau merelra jalani. Dua kelompok morfem dia jalankan, atau tiga kelompok morfem dapat dia jalani atau dapat merelm jalanl dibuat menjadi satu kata tunggal, dijalankan, ataw terialani. Hal tersebut lebih dipertegad pada persona pertama tunggal aku dan kedua
tunggal engkau dalam atraksi verba berdiatesis aktif aku menialani, dan englmu menjalani menjadi verba berdiatesis pasif seperti kujalani, dan kaujalani. dan terIntegrasi seperti morfem afrks ber-, me(N)-, dengan suatu butir leksikal awal yang berwujud mor m dasar atau kata monomorfemik ke dalam suatu kelas tertutup dari unsur-unsur gramatikal itu merupakan salah satu gramatikalisasi paradigmatik. Dalam paradigmatisasi itu, leksern menjadi masukan dan bahan baku dalam proses morfologis karena leksem merupakan bentuk dasar yang bebas dari proses morfologis setelah disegmentasikan dari bentuk kompleks sebuah kata polimorfemik, Kridalaksana (1989:9) dalam sebuah kalimat. Sedangkan, morfem afiks yang selalu merupakan bentuk morfem terikat. Karena afrks ber-, morfem seperti afiksnya, benrntun dan tetap adalah meN)- , di- , dan ter- . Morfern dasar yang berupa leksem dasar itu selalu bergantian dan beru,ntun yang hadir serta berpotensi yang mungkin hadir kemudian. Dalam proses gramatikalisasi morfem afiks belum memiliki makna yang pasti, jelas, dan tegas seperti leksem. Morfem afiks baru berwujud morfem momen belaka dalam sebuah kata. Morlem afiks baru rnempunyai makna melalui kata, Uhlenbeck (1982:51). Di samping itu, keragaman semantik afiks menjadi lebih jelas dan tegas setelah berada dalam satuan lingual yang disebut kalimat dalam pemakaian bahasa Indonesia. Karena itu, pemahaman
di-
itu,
84
VoI.9, No. l9,Nopember 2009
:
74-88
semantik afiks dalam sebuah kata akan menjadi lebih akurat dan jika dalam keberadaannya di dalam w&cana pragmatik.
tepat
Dalarn
morfosintaksis
yang berkaitan dengan
ketransiiiiiiiiitifan verba pasif di- dan ter- dapat dialami proses perubahan zero pelaku fl<arena perubahan zero itu bersifat morfosintaksis, Djawanai (1985:7). Pemocahan masalah penentu
ketransitifannya, diperhitungkan dengan kecenderungan pelaku itu lebiFr berat ke mana sifatnya, seperti contoh (7) b. Sepeda motor yang berkali-kali dihidupkan iu terjalanlanjuga. Bagian tutur (7) b. itu sebenarnya berasal dari dua klausa, (a) sepeda motor / terjalankan juga, dan (b) sepeda motor berkali-kali I dihidupkan. Berdasarkan pasif kanonikny4 Purwo (1989:5 dan 9), Chung, (1976) dan perurutan tuturan, klausa yang lebih awal adalah klausa
(b)
sepeda motor berkali-kali dihidupknn Pelaku yang menghidupkan sepeda motor itu dapat Amin, ayatr, saya, dia, atau dapat siapa saja yang mengalaminya. Kemudian, diikuti klausa sepeda motor terjalankan, dengan pelaku yang sama. Dengan dernikian, pelaku itu lebih berfokus pada klausa yang verba dasarnya berangkai dengan prefiks di- daripada prefiks ter-karena verba pasif di- adalah verba pasif yang primer dan yang berimbangan dengan verba aktif ber prefiks
ne\)-.
SIMPULAN Berdasarkan parameter pemakaian bahasa Indonesia yang mengacu sintagmatik terujar dan didukung pengalaman batin yang
mengacu paradigmatik, temyata proses morfologis secara fungsional kebermaknaannya terdapat dalam morfosintaktis. Dengan demikian, morfosintaksis itu adalah sebuah teori, dan bukan dua buah teori yang terdiri atas teori morfologi dan teori sintaksis, sebagaimana telaah morfosintaksis Dialek Bali Aga, Denes (2001). Hal yang demikian itu tentu saja akan menyesatkan 85
Pengaruh Struktur Sintaktis Terhadap Proses Morfologis Dalam
Struknr ' " (D' Tuhran)
petnahaman tentang konsep morfosintaksis. Telaah morfosintaksis bahasa Indonesia baru dilakukan pada
proses morfologis dalam struktur morfosintaksis data yang berupa bentuk dasar jalan serta pembentukannya dalam frasa predikatif kondensasi sintagraatik dan berdasarkan frksasi paradigmatiknya. Akan tetapi, hal tersebut telah membuktikan bahwa morfosintaksis itu bukan gabungan dua buah teori, teori morfologi dengah teori sintaksis, melainkan sebuah teori yang terintegrasi atau menyatu dalam satu teori. Agar diperoleh hasil yang lebih lengkap, akurat, dan berkualitas, perlu dilakukan penelitian yang lebih menyeluruh dan komprehensif. Penelitian menyeluruh berarti penelitian yang mengacu semua verba predikatif yang dibentuk dari leksem dasar yang berupa verba dasar yang bermakna aksi-proses, bermakna aksi, bermakna proses, bermakna statiq dan verba yang dibentuk dari nomina. Penelitian komprehensif berarti penelitian ya,ng mendalam, berkualitas, dan akurat. Telaah morfosintaksis pemakaian bahasa Indonesia ini baru meninjau telaah tentang frasa predikatif berdasarkan verba bentukan dari morfem leksikal dan morfem afiks. Kata bentukan yang memiliki posisi struktural konstituen dan fungsional itu juga berlaku pada yang bukan frasa predikatif berdasarkan analog konstituen dan fungsinya. Telaah morfosintaksis tersebut mengacu telaah tipe fiksasi yang terdiri atas fiksasi analogi,mfiksasi tematik, fiksasi perngutamaan konstituen, fiksasi atraksi verbal, dan kondensasi. Sebenarnya secara lengkap termasuk frasa predikatif nomina, seperti penanda, petanda, dan pertanda dalam sebuah kalimat. Dengan demikian, frasa predikatif itu menentukan perubahan morficlogis berdasarkan kotekstual pendamping atau argumen frasa predikatifnya. Proses morfologisnya menghasilkan delesi dan ekspresi afiks kata bentukan frasa predikatif dalam I ingkungan rsintaklisnya.
dan
86
Vol.9, No. I9,Nopember 2009:74-88
DAJ'TAR PUSTAKA
Ali, Lukman (Penanggung Jawab).
1994. kamus BeMr Bahasa Indonesia. Edisi Kedua. Jakarta: Perum Balai fustaka.
Cartier, Alice. 1989. "Kalimat Berverba Transitif yangMengalarni Pemudaran Diatesis di dalam Bahasa' Indonesia Ragam Formal''. Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed.). SerpihSerpih Telaah Pasif Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Kanisius, halaman 85-145.
Croft, William. 799A. Typologt and [Iniversals. New York Port Chester, Melbourne Sydney: Cambridge University Press. Chung, Sandra, 1989.*Hal Dua Konstruksi Pasif di dalam Bahasa Indonesia" dsn Purwo, Bambang Kaswanti. "Diatesis di dalam Bahasa Indonesia: Telaah wacana. Dalam Bambang Kaswanti Purwo (ed.) Pusparagam Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Arcan, hal. 3-73, I09-I27 . Denes, I Made, Ida Bagus Ketut fUaha Indra, Anak Agung Putu Putra, Ni Wayan Sudiarti. 2OOl Morfosintaksis Dialek Bali Aga. Jakarta: Pusat Bahasa.
Djawanai, Stepharu.rs. 1985. "Morfosintaksis". Dalam Majalah Wdyaparwa. No. 25 Maret 1985. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa Yogyakart4 halaman l7-38.
Givon, T. 1982. *Transitivity, Topicality, and the Use Impersonal Passive". Dalam Paul J. Hopper dan Sandra A. Thompson. (ed). Syntm and Semantlcs. Vol. 15 Studies in Trarrrsitivity. New York London: Academic. 87
Pengartth Strukrur Sintaktis Terhadap Proses Morfologis Dalam Strukur .. .. (D. Tubiran)
Samsuri. 1979. "Fokus dan Alat-alat Pembentukan dalam Bahasa Indonesia". Dalam Majalah Dewan Bahasa. [ilid 23 februari 1979,halaman l7-51. Uhlenbeck, E.M. 1982. Kujian Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta: Djambatan.
Verhaar, John'
W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
88
Umum.