Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Induksi Remanen Magnetik dan Kekerasan Pada Nickel-Iron Soft Magnetic Alloys
Moch.Syaiful Anwar, Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS Ir. Sadino, MT, Dosen Pembimbing Tugas Akhir Surabaya, Februari 2007
ABSTRAK Magnetik adalah suatu fenomena misterius yang menakjubkan. Dimana material (ferromagnetik) dapat ditarik atau ditolak maupun dipengaruhi tanpa bersentuhan secara langsung. Pembuatan magnet umumnya mamakai proses pengecoran, tetapi untuk pembuatan magnet dari beberapa paduan dan memerlukan keakuratan dimensi tinggi digunakan proses powder metallurgy. Proses powder metallurgy dalam pembuatan soft magnetik, besi metalik, agar didapatkan magnet terbaik. Unsur lain yang ditampilkan sifat magnet adalah nickel dan cobalt. Didalam penelitian ini bahan soft magnetic adalah nickel-iron soft magnetic alloys yang dikenal sebagai permalloys. Jumlah serbuk nikel ke dalam serbuk besi dan waktu sintering dalam pembutan permalloys ini berpengaruh terhadap induksi remanen dan kekerasannya. Serbuk besi dan serbuk nikel ukuran 100 mesh dicampur selama 20 menit. Jumlah serbuk nikel ditambahkan adalah 44%, 49%, dan 76% berat. Serbuk yang telah diayak dan dicampur kemudian dimasukkan kedalam cetakan (dies) yang telah
dilapisi oleh pelumas zinc stearate pada dinding cetakannya kemudian dikompaksi secara single action pressing dengan tekanan sebesar 2000 psi sehingga diperoleh sampel berbentuk tablet. Temperatur sinter 1000 0C (1832 0F) selama 30, 60, dan 90 menit kemudian dilakukan pendinginan dapur. Magnetisasi pada arus 3A, 4 volt selama 10 menit. Pengamatan struktur mikro digunakan mikroskop optik dan dilakukan uji kekerasan Vickers. Hasil dari penelitian ini adalah nilai induksi remanen optimal di 44 % berat Ni disinter 90 menit sebesar 9,3 Gauss dan nilai kekerasan vickers optimal di 76 % berat Ni disinter 90 menit sebesar 484,3 HV. Kata kunci: Metalurgi Serbuk, paduan magnetik, waktu sintering, gaussmeter, kekerasan Vickers.
PENDAHULUAN Magnetik adalah suatu fenomena misterius yang menakjubkan. Dimana material (ferromagnetik) dapat ditarik atau ditolak maupun dipengaruhi tanpa bersentuhan secara langsung. Hal tersebut
telah diketahui sejak ratusan tahun yang lalu. Pembuatan magnet umumnya mamakai proses pengecoran, dimana logam cair dituang ke dalam cetakan kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Tetapi untuk pembuatan magnet dari beberapa paduan dan memerlukan keakuratan dimensi tinggi digunakan proses powder metallurgy, Proses powder metallurgy dalam pembuatan soft magnetik, besi metalik, agar didapatkan magnet terbaik. Unsur lain yang ditampilkan sifat magnet adalah nickel dan cobalt. Didalam penelitian ini bahan soft magnetik adalah nickel-iron soft magnetic alloys yang dikenal sebagai permalloys. Jumlah serbuk nikel ke dalam serbuk besi dan waktu sintering dalam pembutan permalloys ini mempengaruhi induksi remanen dan kekerasannya. Oleh karena itu besar kecilnya induksi remanen dan kekerasan yang disebabkan oleh perbedaan jumlah serbuk nikel ke dalam serbuk besi dan waktu sintering dalam pembuatan permalloys akan dianalisa dan dibahas dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa dan mendapatkan hasil pengaruh variasi penambahan serbuk nikel ke dalam serbuk besi dan waktu penahanan atau holding time selama proses sintering terhadap induksi remanen dan kekerasan.
DASAR TEORI Metalurgi serbuk merupakan proses pembentukan benda kerja komersial dari logam dimana logam dihancurkan dahulu berupa tepung, kemudian tepung tersebut ditekan di dalam cetakan (mold) dan dipanaskan di bawah temperatur leleh serbuk sehingga terbentuk benda kerja. Sehingga
partikel-partikel logam memadu karena mekanisme transportasi massa akibat difusi atom antar permukaan partikel. Metode metalurgi serbuk memberikan kontrol yang teliti terhadap komposisi dan penggunaan campuran yang tidak dapat difabrikasi dengan proses lain. Sebagai ukuran ditentukan oleh cetakan dan penyelesaian akhir (finishing touch). Material magnetik merupakan suatu material yang dapat menimbulkan gaya menarik material lain. Magnet terbaik umumnya mengandung besi metalik. Namun ternyata bahwa unsur lain pun menampilkan sifat magnetik. Dalam teknologi modern kini digunakan magnet logam maupun magnet keramik. Selain itu dimanfaatkan pula unsur lain untuk meningkatkan kemampuan magnetik sehingga memenuhi persyaratan. Seri besi-nikel, Permalloys, adalah paduan yang sangat menarik dan terutama digunakan dalam rekayasa komunikasi di mana disyaratkan kondisi permeabilitas tinggi. Paduan dengan rentang kandungan nikel 40-55% mempunyai karakteristik permeabilitas tinggi pada kekuatan medan rendah dan mencapai nilai 15000 dibanding dengan 500 untuk besi anil. Paduan 50%, Hypernik, mempunyai permeabilitas mencapai nilai 70.000, tetapi nilai awal tertinggi dan permeabilitas maksimum dijumpai pada rentang komposisi superkisi FeNi3, asalkan gejala penataan ditiadakan. Perkembangan menarik di bidang ini adalah perlakuan panas paduan dalam medan magnet kuat. Dengan perlakuan ini permeabilitas Permalloy 65 meningkat hingga sekitar 260.000. Efek ini diperkirakan terjadi karena pada saat pengarahan domain, terjadi deformasi plastis dan pelepasan regangan magnetostriktif. (Smallman, 1999)
PROSEDUR EKSPERIMEN
HASIL PERCOBAAN
Serbuk besi diuji XRD untuk mengetahui unsur besi didalam serbuk besi, sedangkan komposisi kimia besi diukur dengan Optical Emission Spectrometer (OES). Serbuk besi dan nikel diayak untuk mendapatkan ukuran partikel serbuk 100 mesh. Serbuk nikel dan besi dicampur selama 20 menit. Serbuk nikel yang ditambahkan didalam serbuk besi menurut ASTM A 753 – 85. Serbuk yang telah diayak dan dicampur kemudian dimasukkan kedalam cetakan (dies) yang telah dilapisi oleh lubricant zinc stearate pada dinding cetakannya. Serbuk yang ada didalam cetakan kemudian dikompaksi secara single action pressing dengan tekanan sebesar 2000 psi sehingga diperoleh sampel berbentuk tablet dengan diameter 10 mm, tinggi 3 mm. Masing-masing sampel yang telah dikompaksi kemudian dilakukan proses sintering pada temperatur 1000 0C (1832 0F) selama 30, 60, dan 90 menit di dalam furnace dan kemudian didinginkan secara perlahan di dalam furnace sampai temperatur kamar. Masing-masing sampel yang telah disinter kemudian dilakukan proses magnetisasi pada arus 3 A pada tegangan 14 volt selama 10 menit sehingga diperoleh nilai induksi remanen. Data dari induksi remanen (Gaussmeter) pada setiap sample dicatat. Masing-masing sample yang telah dimagnetisasi kemudian dilakukan pengamatan struktur mikro menggunakan mikroskop optik. Larutan etsa yang dipakai menurut ASTM E 407 – 70. Masing-masing sampel yang telah dilihat struktur mikronya kemudian dilakukan uji kekerasan Vickers sesuai dengan ASTM E-340. Data dari uji kekerasan pada setiap sampel dicatat.
Setelah seluruh spesimen dimagnetisasi kemudian diukur induksi remanennya dengan alat gaussmeter dan diuji kekerasannya dengan menggunakan kekerasan vickers, HV maka diperoleh rata-rata dari tiga replikasi pada tiga variasi. Hasil percobaan ditunjukan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Percobaan Penambah Waktu Induksi an Serbuk sintering remanen Nikel (menit) , Br (wt%) (Gauss) 30 8 44 60 6,73 90 9,3 30 5,3 49 60 5,3 90 5,67 30 4,67 76 60 7,5 90 5,5
Kekerasa n Vickers (HV) 437 452,3 464,3 444,67 460 467,3 473 477,67 484,3
INDUKSI REMANEN, Br (GAUSS)
Pengaruh serbuk nikel dan waktu sintering terhadap induksi remanen magnetik ditunjukan pada Gambar 4.1. 10 8 6 4 2 0 30
60
90
WAKTU SINTERING (MENIT) FN 44
FN 49
FN 76
Gambar 4.1 Induksi Remanen, Br (Gauss)
Pengaruh serbuk nikel dan waktu sintering terhadap kekerasan vickers ditunjukan pada Gambar 4.2
KEKERASAN VICKERS, HV
490 480 470 460 450 440 430 420 410 30
60
90
WAKTU SINTERING (MENIT) FN 44
FN 49
(a)
FN 76
Gambar 4.2 Kekerasan Vickers (HV) Foto mikro dari magnet besi-nikel dengan masing-masing % berat nikel dan waktu sintering ditunjukan pada Gambar 4.3 sampai 4.5
Gambar
(b)
4.5
(c)
Fotomicrograph FN 76 pembesaran 10x (a) waktu sinter 30 menit, (b) waktu sinter 60 menit, (c) waktu sinter 90 menit. Warna putih adalah besi, warna abu-abu adalah nikel.
Karakterisasi Difraksi Sinar X
(a)
Gambar 4.3
(a)
Gambar
(b)
Fotomicrograph FN 44 pembesaran 10x (a) waktu sinter 30 menit, (b) waktu sinter 60 menit, (c) waktu sinter 90 menit. Warna putih adalah besi, warna abu-abu adalah nikel.
(b)
4.4
(c)
(c)
Fotomicrograph FN 49 pembesaran 10x (a) waktu sinter 30 menit, (b) waktu sinter 60 menit, (c) waktu sinter 90 menit. Warna putih adalah besi, warna abu-abu adalah nikel.
Gambar 4.6 Difraktogram Sinar-X Serbuk Besi
Tabel 4.2 Hasil XRD unsur besi 2Φ intensitas 44.01 20 44.03 17 44.05 14 44.07 21 44.09 16 44.11 15 44.13 19 44.15 21 44.17 11
Serbuk besi yang telah dikarakterisasi dengan Difraksi Sinar X menghasilkan difraktrogram yang ditunjukkan pada Gambar 4.6. Unsur besi ditemukan pada sudut 2Φ dan intensitas yang ditunjukan pada Tabel 4.2 dan hal ini sesuai dengan kartu PDF no. 01-1262.
Untuk mengetahui komposisi kimia besi dilakukan analisa quantitative dengan menggunakan OES (Optical Emission Spectrometer), dimana sampel serbuk besi seberat 0,25 gram dilebur dengan Nat-peroxida, kemudian dilarutkan dengan asam nitrat pekat, diimpitkan dengan labu 500 ml, kemudian dibaca dengan OES. Sehingga besi yang terkandung didalam serbuk besi sebesar 10,47 % Fe. Proses Magnetisasi Besi dan nikel merupakan bahan ferromagnetik tetapi belum menunjukan kemagnetannya apabila belum dimagnetisasi. Menurut Murthy (2003) jika bahan ferromagnetik dikenakan kuat medan magnet H dari luar maka magnetisasi bahan M akan meningkat (sesuai dengan kurva 1 pada Gambar 4.7) sampai magnetisasi jenuh yang dinamakan dengan saturation magnetisation Ms. Dengan menurunnya medan magnet, magnetisasi bahan juga menurun (sesuai dengan kurva 2 pada Gambar 4.7). Pada saat H = 0, magnetisasi yang tersisa di dalam bahan tersebut dinamakan remanent magnetisation Mr. Medan magnet berlawanan, yang disebut medan koersif intrinsic, -iHc, diperlukan sebelum induksi turun menjadi nol. Ketika saat bahan didemagnetisasi maka mengikuti kurva 3 sampai demagnetisasi jenuh pada arah +H.
Gambar 4.7 Kurva hysterisis magnetisasi vs. kuat medan magnet Pada bahan yang belum dimagnetisasi, domain magnetiknya tidak searah. Ketika bahan tersebut dimagnetisasi dengan diberikan kuat medan magnet dari luar maka kuat medan magnet tersebut menyearahkan menjadi satu arah domain. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.8
Gambar
4.8 Proses magnetisasi(1)struktur domain demagnetisasi dan penyearahan domain magnetic oleh H (2, 3, 4, & 5).
Pada Gambar 4.8 berlaku untuk bahan ferromagnetik, sedangkan pada penelitian ini bahan yang dipakai bersifat paramagnetik, dimana pada saat bahan dimagnetisasi masih terdapat domain yang belum searah dengan kuat medan magnet yang diberikan dari luar. Kurva Hysterisis Magnet Fe-Ni
Gambar 4.9 Kurva Hysterisis Magnet Fe-Ni
Pada saat material Fe-Ni dengan
76%wt Ni yang telah mengalami proses sintering selama 60 menit dimagnetisasi maka muncul kurva hysterisis pada Gambar 4.9. Kurva tersebut menunjukan bahwa material yang dimagnetisasi bersifat soft magnetic yang ditunjukan oleh nilai H kurang dari 1000 kA/m dan hal ini sesuai dengan Vlack (1999) bahwa baja anil-lunak merupakan baja soft magnetic pula. Kurva merah menunjukkan kurva hysterisis momen magnetik, M, terhadap kuat medan magnet, H. Sedangkan kurva biru menunjukakan kurva hysterisis induksi magnetik, B, terhadap kuat medan magnet, H. Pada saat Fe-Ni dengan 76%wt Ni dimagnetisasi maka kurva merah yang muncul terlebih dahulu. Kurva merah tersebut menunjukan bahwa material Fe-Ni ini bersifat paramagnetik. Menurut Wulff (1976) hal ini disebabkan karena sudut kemiringan kurva merah adalah kecil dan banyaknya unsur nonmagnetik yang terkandung didalam material Fe-Ni tersebut, sehingga pada saat magnetisasi, yang diberikan oleh kuat medan magnet H dari luar, terdapat beberapa pergerakan domain di dalam butiran tersebut terhalang oleh adanya unsur nonmagnetik didalam bahan tersebut. Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Induksi Remanen Spesimen besi-nikel yang berupa tablet dengan diameter 10 mm dan tinggi 4 mm dimagnetisasi dengan cara melewatkan arus DC (Direct Current) sebesar 3 Ampere ke dalam kumparan tembaga, diantara kumparan tersebut terdapat spesimen besi-nikel. Tegangan yang dipakai dalam magnetisasi ini sebesar 14 volt. Setelah arus ditiadakan maka akan muncul
induksi remanen, Br yang diukur dengan menggunakan Gaussmeter yang tertera di dalam Tabel 4.1. Pada Gambar 4.1 menunjukan pengaruh serbuk nikel dan waktu sintering terhadap induksi remanen. Pada masingmasing waktu sintering selama 30 sampai 90 menit, besarnya induksi remanen, Br menurun dengan bertambahnya %berat serbuk nikel. Menurut Gupta (2003), hal ini disebabkan karena adanya interaksi bahan ferromagnetik, yang cenderung membuat net momen per atom parallel sebaik momen atom antiparallel, dapat mengurangi momen atomik sistem paduan. Pada Tabel 2.2 menunjukan bahwa net momen per atom yang dimiliki oleh nikel 0,6 lebih kecil daripada yang dimiliki oleh besi 2,2. Nilai net momen per atom digunakan untuk mengetahui bahwa bahan tersebut dapat dimagnetisasi dengan mudah, semakin besar nilai net momen per atomnya maka semakin mudah bahan tersebut dimagnetisasi. Apabila kadar nikel didalam paduan magnetik lebih banyak maka nilai induksi jenuhnya turun sehingga induksi remanennya juga turun. Kecuali pada FN 76 disinter selama 60 menit, nilai induksi remanennya lebih tinggi daripada paduan yang disinter pada waktu yang sama, hal ini dapat dijelaskan di Gambar 4.5b bahwa waktu sinter 60 menit partikel nikel lebih banyak berdifusi ke besi yang berakibat mudah dimagnetisasi sehingga nilai induksi remanenya tertinggi. Dengan bertambahnya waktu sinter, nilai induksi remanenya semakin naik pada masingmasing penambahan %berat Ni, kecuali pada FN 44 disinter 60 menit, nilai induksi remanennya menurun, hal ini dapat dijelaskan di Gambar 4.3b bahwa porositasnya lebih banyak dan ikatan logam yang disebabkan difusi nikel ke besi rendah sehingga menurunkan nilai induksi remanennya dan pada FN 49
disinter selama 30 menit, nilai induksi remanenya sama dengan FN 49 disinter selama 60 menit, hal ini disebabkan adanya perbandingan %berat Ni dengan Fe hampir sama sehingga nilai induksi remanennya hampir sama seiring dengan penambahan waktu sinter. Pengaruh Serbuk Nikel dan Waktu Sintering Terhadap Kekerasan Vickers, HV Setelah spesimen besi-nikel dilakukan uji Gaussmeter maka dilakukan pengujian kekerasan vickers, HV. Hasil dari pengujian HV dapat dilihat pada Tabel 4.1. Pada Gambar 4.2 menunjukan pengaruh serbuk nikel dan waktu sintering terhadap kekerasan vickers. Dengan bertambahnya %berat serbuk nikel dan waktu sintering, kekerasan HV yang dimiliki oleh magnet besi-nikel semakin naik. Menurut Suherman (1987), hal ini disebabkan karena dengan kadar wt% yang cukup tinggi dapat menjadikan baja berstruktur austenitik pada temperatur kamar sehingga kekerasannya meningkat. Penambahan %berat Ni disinter selama 30, 60, dan 90 menit yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 sampai 4.5 bermaksud untuk menjelaskan bahwa semakin banyak %berat Ni maka semakin kuat ikatan antar logam Ni dengan Fe. Hal ini dapat dijelaskan adanya hubungan antara unsur pelarut dengan terlarut yang membentuk larutan padat dan kemampuan suatu unsur untuk berdifusi. Nikel lebih mudah berdifusi dengan besi daripada besi berdifusi dengan nikel karena nikel memiliki elektron valensi lebih sedikit daripada besi sehingga terbentuk larutan padat subtitusional. Pada paduan besi nikel dengan kadar nikel 44 %berat, unsur pelurutnya adalah besi dan unsur terlarutnya adalah nikel, karena nikel
sebagai unsur terlarut maka difusi nikel ke besi juga sedikit sehingga ikatan logam besi-nikel sedikit sekali daripada ikatan besi-besi dan kekerasannya paling rendah. Pada paduan besi-nikel dengan kadar nikel 76 %berat, unsur pelarutnya adalah nikel dan unsur terlarutnya adalah besi, karena nikel sebagai unsur pelarut maka difusi nikel ke besi lebih banyak sehingga ikatan logam besi-nikel lebih banyak daripada ikatan logam besi-besi dan kekerasannya paling tinggi. Penambahan waktu sintering pada masing-masing penambahan %berat nikel yang ditunjukan pada Gambar 4.3 sampai 4.5 bermaksud untuk menjelaskan bahwa semakin lama waktu penahan sinter maka memberi kesempatan nikel untuk berdifusi ke besi lebih baik, hal ini ditunjukan adanya batas butir yang semakin jelas seiring dengan bertambahnya waktu penahan sintering. Dan porositasnya semakin meningkat sampai waktu sinter 60 menit, dan porositasnya turun pada waktu sinter 90 menit. Kecuali pada paduan besi-nikel dengan kadar nikel 49% berat yang disinter 30 menit memiliki porositas lebih tinggi daripada paduan nikel yang disinter 30 menit, hal ini disebabkan karena adanya unsur-unsur yang gagal untuk difusi. Kesimpulan Setelah melakukan analisa data dan pembahasan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Nilai induksi remanen menurun dengan bertambahnya kadar serbuk nikel pada masing-masing waktu penahan sintering. 2. Kekerasan akan semakin naik dengan bertambahnya kadar serbuk nikel dan waktu sintering. 3. Nilai induksi remanen optimal di 44 % berat Ni disinter 90 menit sebesar 9,3 Gauss dan nilai kekerasan vickers optimal di 76 %
berat Ni disinter 90 menit sebesar 484,3 HV. 4. Besar kecilnya induksi remanen dan kekerasan ditentukan oleh banyaknya difusi nikel kedalam besi, adanya porositas, dan banyaknya ikatan logam besinikel yang terbentuk. Saran Saran pada penelitian ini adalah: 1. Kemurnian paduan magnet besinikel perlu ditingkatkan sampai 99% untuk memperoleh nilai induksi remanen dan kekerasan yang optimal. 2. Adanya unsur nonmagnetik pada paduan magnet besi-nikel sehingga paduan ini bersifat paramagnetik. Untuk menghilangkan unsur nonmagnetik perlu dilakukan anil hidrogen.
REFERENSI Key To Steel., Okt. 2006. Soft Magnetic Alloys, (URL:http://www.key-tosteel.com/articles/art78.htm) Smallman, R.E.; Bishop, R.J., Metallurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material, Edisi keenam, Erlangga, Jakarta, 2000 Suherman, W.Ir., Perlakuan Panas, Surabaya, 1987 Reskianto, H.ST., Analisa Pengaruh Temperatur dan Waktu Penahan Sintering terhadap Sifat Magnet dan Mekanik pada Magnet Lunak, Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS, Surabaya, 2005
Hirschhorn, J.S., Introduction To Powder Metallurgy, American Powder Metallurgy Institute, New Jersey, 1969 PT. INCO,Tbk, Okt 2006. Pengolahan Serbuk Nickel, (URL:http://www.ptinco.com) Japrie,
S., Ilmu Teknologi Erlangga, Jakarta, 1999
Bahan,
Lenel, Fritz V, Powder Metallurgy Principles and Application 1st Edition, Princeton, New Jersey, 1953 Murthy, V.S.R.; Jena, A.K; Gupta, K.P; Murthy, G.S., Structure and Properties of Engineering Materials, Tata Mc Graw Hill, New Delhi, 2003 Ralls, K.M.; Wulff, J.; Gurtney, T.H.; Introduction to Materials Science and Engeneering, John Wiley & Sons, New York, 1976