JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
1
PENGARUH VARIASI SUHU SINTERING PADA KOMPOSIT Al-Mg-Si TERHADAP KEKUATAN DENGAN TEKNIK METALURGI SERBUK
Dinda P. Hafizah, dan Heny Faisal Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: izzah_puti@physics.its.ac.id
Abstrak— Al-Mg-Si dengan komposisi masing-masing 60%, 25%, 15% disíntesis dengan menggunakan teknik metalurgi serbuk. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik komposit Al-Mg-Si pada variasi suhu sintering 400 0C, 430 0C, 450 0C, 500 0C, dan 550 0C, menggunakan uji densitas, uji metalografi, uji kekerasan, dan uji XRD sehingga diketahui pada suhu sinter berapa akan diperoleh sifat mekanik sampel yang optimal. Hasil pengukuran terhadap perubahan densitas menunjukkan bahwa kenaikan suhu sinter berpengaruh pada menurunnya nilai kerapatan sampel, dengan nilai kerapatan tertinggi 2,20 gr/cm3 pada suhu sinter 400 oC. Keadaan ini sebanding dengan hasil pengukuran pengaruh kenaikan suhu sinter terhadap kekerasan, dimana nilai kekerasan terus menurun dengan nilai kekerasan tertinggi 64,2 Kgf/mm2 pada sampel hasil sinter 400 oC. Kemudian, analisis XRD memberikan hasil munculnya fasa MgO dan Al2O3 yang terbentuk dari penyusupan oksigen akibat lingkungan innert furnace yang tidak terjaga. Kata Kunci— Al-Mg-Si, komposit, metalurgi serbuk.
P
penambahan unsur Si akan mengurangi tejadinya keretakan dan risiko besar pada kegetasan panas. Di dalam mendesain komposit ini salah satu metode yang banyak digunakan adalah metode metalurgi serbuk. Pada metode ini, bahan-bahan penyusun paduan dicampur, dikompaksi, lalu dipanaskan di bawah titik leburnya (R.M. German, 1984). Keuntungan dari metode metalurgi serbuk ini adalah pengontrolan material penyusun menjadi lebih mudah untuk mendapatkan sifat mekanik dan sifat fisis sesuai dengan variasi yang diinginkan (Metals Handbook, Vol.7, 1984). Peneliti hendak membuat komposit Al-Mg-Si dengan menggunakan variasi sinter antara 400 0C - 550 0C untuk memperoleh suhu sinter optimal sehingga menghasilkan sifat mekanik maksimum dari hasil pengukuran nilai kekerasan dan perubahan densitas yang diharapkan dapat menambah kompaktibilitas komposit yang akan mendukung sifat-sifat mekanis sebagai material alternatif khususnya otomotif.
I. PENDAHULUAN
enelitian terhadap sarana kehidupan berbasis teknologi material alternatif khususnya di bidang otomotif dan industri masih terus dikembangkan untuk memperoleh material pengganti material konvensional, yang ringan, kuat, tidak mudah aus dan tahan korosi dengan tetap memperhatikan isu pemanasan global. Sifat-sifat mekanis tersebut banyak ditemukan pada logam bukan besi (nonferrous). Logam aluminium memiliki bobot yang ringan, tahan terhadap korosi, dan mudah dibentuk (Zhongliang Shi. 2001). Aluminium murni kurang optimal dipergunakan untuk keperluan teknis. Untuk mengatasinya dapat ditambahkan penguat dari bahan Mg dan Si. Magnesium merupakan logam yang ringan di antara logam-logam industri dan mampu mesinnya baik. Logam ini dengan kemurniannya yang tinggi sukar terkorosi sehingga dengan penambahan magnesium pada aluminium akan meningkatkan sifat pemesinan dan meningkatkan ketahanan terhadap beban impact. Bahan komposit dari serbuk alloy AI-Mg merupakan bahan komposit dari serbuk alloy AI-Mg yang tidak bisa diberikan perlakuan panas (non heat treable). Pada tahun 1989, Benyamin W. Niebel menemukan penambahan unsure lain yaitu Si pada komposit Al-Mg, sehingga menjadi suatu bahan komposit yang bisa diberikan perlakuan panas (heat treable). Karena sifat di atas, bahan komposit ini cukup menarik perhatian untuk ditelaah lebih lanjut. Selain itu
II. METODOLOGI Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika FMIPA ITS dan Laboratorium Material dan Metalurgi FTI ITS Surabaya Jawa Timur. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa tiga jenis powder yang terdiri dari bahan aluminium 90% dan magnesium 98,5% produksi Merck (Jerman) dan silikon metal 99,99% produksi Cerac. Bahan lain yang digunakan adalah n-butanol, berupa pelarut polar yang digunakan sebagai media pencampur, pelumas (zinc stearat) berbentuk gel putih yang digunakan untuk pelumas dinding cetakan pada saat kompaksi, dan larutan etsa HCl 37%. Pada tahap ini dilakukan penimbangan serbuk Al-Mg-Si sesuai dengan fraksi massa masing masing. Perbandingan massa Al-Mg-Si dibuat dengan komposisi 60%, 25%, 15%. Sampel dibuat dalam bentuk silinder dengan diameter 1,5 cm, dan tinggi 0,7 cm dan dilakukan penimbangan massa serbuk matrik Al, Mg dan Si masing-masing. Penentuan massa masing-masing Al-Mg-Si dihitung dengan persamaan, (3.1) dengan vr fraksi volume matriks atau penguat, ρr kerapatan matriks atau penguat, dan Vt adalah volume tabung.
JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Proses pencampuran antara matrik aluminium dan partikel penguat Mg maupun Si yang digunakan adalah pencampuran basah (wet mixing), yaitu pencampuran dengan menambahkan pelarut polar berupa n-butanol dan pengadukan dilakukan dengan magnetik stirrer selama 2 jam dengan kecepatan 500 rpm. Setelah sampel dikeringkan, selanjutnya dilakukan penekanan metode penekanan dingin (cold compression). Tujuan menggunakan metode ini adalah untuk menghindari terbentuknya oksidasi pada aluminium. Sampel yang telah dikeringkan kemudian diberi penekanan dengan menggunakan metode penekanan dingin (cold compression). Tujuan menggunakan metode ini adalah untuk menghindari terbentuknya oksidasi pada aluminium. Penekanan dapat diberikan setelah serbuk Al-Mg-Si dimasukkan ke dalam cetakkan dengan diameter 1,5 cm dan tinggi 0,7 cm menggunakan cold pressing dengan gaya sebesar 3 ton. Gaya yang diberikan ditahan selama 15 menit. Hal ini dilakukan supaya distribusi gaya tekan merata. Setelah sampel terbentuk, dilanjutkan dengan tahap perlakuan panas (sintering) pada lingkungan vacuum, untuk meningkatkan kekuatan ikatan antar butir. Sebelumnya dilakukan pre-sinter (pemanasan awal) dengan temperatur 200oC selama 1 jam. Pre-sinter perlu dilakukan untuk menghilangkan internal stress dan menghilangkan gas-gas yang tersisa pada saat pencampuran dan pemadatan. Temperatur sintering yang digunakan adalah 400 oC, 430 o C, 450 oC, 500 oC, dan 550 oC dengan holding time 3 jam. Sampel hasil kompaksi diidentifikasi dengan XRD lalu diukur dimensinya dan ditimbang untuk mengetahui green density sampel. Karakterisasi setelah pemanaasan meliputi identifikasi perubahan fasanya dengan XRD serta diukur lagi dimensi dan massanya untuk mengetahui densitas sesudah dan sebelum sintering, dilanjutkan dengan XRF untuk mengetahui komponen penyusun sampel, serta OM untuk mengetahui distribusi penguat dalam matrik dan mengetahui struktur mikronya setelah proses sintering. Kemudian dilakukan dengan uji kekerasan untuk mengetahui ketahanan sampel tersebut terhadap deformasi. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Material Komposit Al-Mg-Si Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan proses sintering dalam hal penyusutan massa, porositas, densitas, dan kekerasan. Berikut hasil analisa sampel setelah mengalami proses sintering yang dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini: Suhu mc Vc ρc Kekerasan P Sinter (gr) (cm3) (gr/cm3) (Kgf/mm2) Tanpa 2.96 1.24 2.39 0.06 27.90 sinter 400 2.92 1.32 2.20 0.08 64.20 430 2.90 1.41 2.05 0.14 45.10 450 2.88 1.51 1.91 0.20 31.20 500 2.89 2.01 1.44 0.40 24.90 550 2.72 3.01 0.91 0.62 21.80 Tabel 1. Data pengukuran sifat mekanis komposit Al-Mg-Si B. Pengukuran Porositas dan Kerapatan Porositas sangat berhubungan erat dengan kompaktibilitas. Semakin kecil ukuran serbuk, luas kontak
2 permukaan antara butir semakin luas, sehingga porositasnya semakin kecil dan sifat kompaktibilitas bahan semakin tinggi. Porositas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.3. Sedangkan kerapatan diperoleh dari pengukuran dimensi dan massa sampel setelah sintering dengan menggunakan persamaan, ρ = m/V
(4.1)
Pada komposit Al-Mg-Si, porositas terjadi pada daerah antar muka matrik dan penguat. Pengukuran porositas sampel hasil sintering ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat bahwa kenaikan sintering semakin meningkatkan porositas komposit Al-Mg-Si. Komposit Al-Mg-Si yang semakin porus dapat disebabkan oleh distribusi serbuk Mg-Si yang kurang merata terhadap matriksnya, sehingga belum terjadi kontak permukaan yang baik antar serbuk.
Gambar 4.1. Hasil pengukuran porositas sampel Kondisi porositas ini juga dapat berpengaruh pada kerapatan dan kompaktibilitas sampel. Gambar 4.2. menunjukkan penurunan kerapatan yang linier terhadap kenaikan porositas. Proses kompaksi akan mengakibatkan serbuk-serbuk Al-Mg-Si mulai bersentuhan dengan luas permukaan yang tidak begitu luas. Kontak permukaan ini dapat memungkinkan terjadinya difusi dalam proses sintering. Terjadinya ikatan antar sebuk diakibatkan oleh adanya pergerakan energi yang menyebabkan terjadinya transformasi massa pada permukaan rongga porositas, sehingga dimensi semakin kecil dan menjadikan komposit semakin mampat. Akan tetapi meskipun pada kenyataannya terjadi pengurangan massa sampel hasil sintering, volum sampel justru meningkat pada setiap kenaikan variabel temperatur yang dapat disebabkan oleh adanya pengotor dan oksigen yang terjebak dalam sampel selama proses sintering berlangsung walaupun berada pada lingkungan vacuum.
JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
3 tercapainya ikatan antar permukaan dengan baik antar penyusun komposit yang juga disebabkan oleh kesalahan pada preparasi sampel. Tidak meratanya distribusi antar partikel Mg-Si terhadap matrik Al menyebabkan adanya kekosongan antar partikel. Selain itu penurunan kekersan juga dapat diakibatkan oleh banyaknya oksigen yang terjebak akibat kesalahan sejak preparasi sampel, sehingga menghambat difusi interaksi antar permukaan partikel. Kenyataan adanya pengaruh porositas terhadap kekerasan dibuktikan pada Gambar 4.3, dimana meningkatnya porositas sebanding dengan penurunan kekerasan.
Gambar 4.2. Grafik pengaruh porositas terhadap kerapatan Jika ditinjau dari sisi ke-Vakuman furnace, telah diupayakan kondisi ini tetap terjaga dengan terlebih dahulu mengeluarkan oksigen dari furnace yang didorong oleh gas argon hingga benar-benar bebas dari pengaruh oksigen. Furnace yang telah diyakini bebas oksigen kemudian di mampatkan, sehingga tidak ada lagi atmosfir keluar masuk baik argon maupun oksigen. Pemberian pra-sinter sebelum dilakukan sintering awalnya adalah untuk menghilangkan pelumas yang sebelumnya telah digunakan dalam proses kompaksi. Dengan menguapnya pelumas dari sampel akan menambah kompaktibilitas karena dengan pemanasan yang merata saat proses sintering akan semakin tinggi kerapatannya. Peningkatan porositas baik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.1 maupun 4.2 bisa jadi disebabkan karena dalam kondisi furnace yang telah dimampatkan, tidak lagi ada akses udara keluar dan masuk. Pelumas dan oksgen yang sebelumnya masih terjebak yang seharusnya menghilang dengan penguapan selama pra-sinter akhirnya menjadi terjebak di dalam furnace yang kemudian berakibat pada berikatannya unsur-unsur penyusun komposit dengan oksigen disertai pengotor sehingga sampel menjadi lebih brittle akibat ketidaksempurnaan ikatan antar permukaan. Hal ini ditunjukkan dengan harga porositas yang semakin meningkat dengan penambahan variasi suhu sinter. Uji kekerasan (Vickers Hardness Test) Uji kekerasan dilakukan dengan metode vickers dengan tujuan pengambilan data secara mikro dapat dikaitkan dengan suhu sinter. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada masing-masing sampel. Hasil selengkapnya disajikan pada lampiran D. Secara umum perlakuan sintering bertujuan untuk meningkatkan kerapatan antar permukaan unsur yang berefek pada peningkatan kekerasan sampel seiring dengan berkurangnya porositas. Pada penelitian terhadap komposit Al-Mg-Si tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Kenaikan suhu sinter justru semakin menurunkan nilai kekerasan pada sampel. Menurunnya nilai kekerasan dapat terjadi karena pada proses pembuatan dengan teknik metalurgi serbuk, memungkinkan distribusi Al-Mg-Si yang tidak merata, yang berakibat pada tidak C.
Gambar 4.3. Grafik pengaruh kenaikan porositas terhadap kekerasan. Disamping itu perlu ditinjau kembali bahwa bahan penyusun komposit Al-Mg-Si adalah berukuran mikro. Diberikannya uji kekerasan oleh Vickers microhardness yang juga hanya mampu memberikan informasi dari hasil tekanan piramid yang juga berukuran mikro, sangat mudah untuk mengalami kegagalan dalam pengukuran karena bisa jadi dengan pendistribusian partikel yang tidak merata. Hasil pengukuran bisa saja merupakan harga atas salah satu komponen penyusun komposit. Akan tetapi sampel yang telah mengalami proses sintering masih dapat mewakili, karena telah terjadi ikatan antar pertikel selama proses. D. Pengukuran Difraksi Sinar-X Pengukuran difraksi sinar-X bertujuan untuk memperoleh informasi fasa yang terdapat pada sampel komposit secara kualitatif dan kuantitatif. Unsur atau senyawa yang teridentifikasi dapat dikatakan sebagai fasa. Adanya fasa kristal ditunjukkan oleh puncak-puncak kristal, sedangkan pola yang berbentuk punuk menukjukkan fasa amorf dari bahan. Pola-pola difraksi hasil pengujian difraksi sinar-x dianalisis dengan menggunakan software X’Pert Graphics & Identify.
JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
(a)
(b)
(c)
(d)
4
(e)
(f) Gambar 4.4. Pola difraksi Kristal pada masing-masing suhu sinter, (a) Sebelum sinter, (b) 400 0C, (c) 430 0C , (d) 450 0 C, (e) 500 0C, dan (f) 550 0C Gambar 4.5(a). menunjukkan grafik hasil uji XRD pada sampel hasil kompaksi sebelum dilakukan proses sintering. Berdasarkan hasil S/M, menunjukkan bahwa fasa-fasa penyusun material hanya Al, Mg, dan Si. Kemudian pada suhu sinter 400 oC oksida logam muncul pada pola XRD berupa fasa MgO yang kemudian tetap muncul di seluruh pola XRD hasil variasi sinter. Pada suhu sinter 500 oC, kembali muncul fasa oksida logam Al2O3 sampai dengan suhu sinter 550 oC. Meskipun di dalam proses sintering telah dihindari terjadinya oksida logam dengan menggunakan furnace yang telah di-vacuum-kan. Akan tetapi dengan munculnya terdapat fasa MgO dan Al2O3 menunjukan telah hadir oksigen dalam furnace. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidaksempurnaan pem-vacuum-an furnace dari oksigen, atau bisa juga karena terdapat pengotor dalam furnace. Kemunculan fasa MgO pada tiap pola XRD terdapat pada posisi 2θ yang sama untuk masing-masing hasil sinter. Perbedaaan yang tampak adalah tinggi puncak difraksi dimana puncak-puncak fasa MgO mengalami peningkatan jumlah counts serta penyempitan lebar fasa pada setiap peningkatan variasi suhu sinter yang menunjukkan semakin banyaknya Mg yang berikatan dengan oksigen. Kondisi ini juga terjadi pada fasa Al2O3 sejak suhu sinter 500 oC. Jika dihubungkan dengan kondisi mekaniknya, keberadaan oksida logam yang semakin besar berakibat pada berkurangnya kekuatan sampel, dimana secara fisis ditunjukkan dengan kondisi sampel yang semakin mengembang setelah proses sinter yang sebanding dengan peningkatan porositas sampel dan penurunan nilai uji kekerasan.
JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6
5
Gambar 4.5. Kesesuaian pola difraksi untuk semua suhu sinter. Gambar 4.5 menunjukkan adanya perbedaan counts terhadap sampel komposit Al-Mg-Si (60%, 25%, 15%) dengan suhu sinter berbeda yang menunjukkan perbedaan kuantitas bidang kristal yang terdifraksi.Untuk mengetahui kesesuaian dari fasa-fasa yang ada, dapat dilakukan perbandingan jumlah counts yang ada dengan menggunakan persamaan berikut:
Suhu sinter (oC) 400 430 450 500 550
Σcounts Al
Σcounts Mg
Σcounts Si
Σcounts Al2O3
Σcounts MgO
Σcounts Mg2Si
1192.30 1780.82 955.37 340.58 1040.06 833.14
261.47 -
217.33 203.63 121.45 63.04 221.42 106.08
60.08 20.095
48.39 52.59 40.9 73.61 69.32
174.75 94.08 45.45 374.57 107.05
Tabel 4.2. Perolehan jumlah counts Al-Mg-Si, pada variasi suhu sinter Berdasarkan Tabel 4.1 tampak bahwa jumlah counts logam oksida MgO sudah mulai muncul sejak suhu sinter 400 oC dengan jumlah counts tertinggi ditemukan pada suhu sinter 550 oC dan terendah di suhu sinter 450 oC. Jumlah counts logam oksida Al2O3 baru muncul di suhu sinter 500 o C dan terus mengalami penurunan. Kemudian pada komposisi utama Al-Mg-Si, fasa Al memperoleh puncak tertinggi pada suhu sinter 400 oC, dan suhu sinter 500 oC untuk Si, sedangkan untuk fasa Mg tidak pernah muncul sekalipun di setiap variasi suhu sinter. Tinjauan pada Tabel 4.1 menunjukkan hilangnya fasa Mg bersamaan dengan terbentuknya fasa MgO dan Mg2Si. Kenaikan counts pada masing-masing fasa menunjukkan terdapat difusi yang terjadi pada batasan suhu sinter yang berbeda-beda. E. Pengujian Metalografi (Optic Microscope) Pengujian metalografi dengan menggunakan mikroskop optik bertujuan untuk memperoleh informasi struktur mikro sampel berdasarkan batas butir, distribusi partikel, dan tipe struktur yang dibentuk antara matriks dan filler.
Gambar 4.6. Hasil uji mikroskop optic: (a) tanpa sinter, (b) sinter 400 0C, (c) sinter 430 0C, (d) sinter 450 0C, (e) sinter 500 0C, (f) sinter 550 0C. Pada dasarnya kehomogenan distribusi Al-Mg-Si akan sangat berpengaruh pada kualitas sifat mekaniknya. Dalam tahap awal proses sintering, atom-atom akan bergerak untuk memperbanyak jumlah kontak antar partikel. Kondisi ini kemudian terus mengalami perbaikan di tahap-tahap berikutnya dengan terbentuknya kaitan antar butir yang terus-menerus mengeliminasi porositas antar butir selama holding time. Semakin homogen distribusi partikel, semakin besar kemungkinan jumlah interaksi antar permukaan yang terjadi, maka semakin besar pula porositas yang tereliminasi, yang berimbas pada besarnya nilai kekerasan yang diperoleh sampel. Gambar 4.6 menunjukkan struktur mikro komposit AlMg-Si yang telah dietsa dengan larutan kimia. Berdasarkan Gambar 4.6 (c)-4.6 (f), terlihat partikel terdistribusi dengan jarak yang berjauhan antar pertikel setelah proses sintering yang menunjukkan ketidakhomogenan. Kondisi ini dapat terjadi karena terbentuknya oksidasi logam yang berpengaruh pada ikatan yang terbentuk antar matrik dan filler, sehingga menghalangi jumlah kemungkinan interaksi antar permukaan partikel Al-Mg-Si yang berakibat pada meningkatnya porositas bahan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pengamatan, pengujian dan analisa yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa meningkatnya suhu sinter pada komposit Al-Mg-Si menyebabkan kekerasan semakin menurun, dengan nilai kekerasan tertinggi 64.20 Kgf/mm2 yang diperoleh pada suhu sinter 400 oC. Munculnya fasa oksida logam MgO dan Al2O3 pada hasil uji XRD dapat disebabkan oleh terjadinya oksidasi dan impuritas selama proses sintering. Keberadaan oksida logam dan pengotor pada komposit Al-Mg-Si berakibat pada kualitas mekanik yang menurun. Untuk mendukung kondisi mekanik yang baik pada komposit, perlu diperhatikan proses pencampurannya karena akan bepengaruh pada homogenitas bahan komposit.
JURNAL SAINS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Peristiwa oksidasi terjadi karena adanya pengaruh udara luar. Untuk itu diperlukan kontrol yang ketat pada alat furnice sehingga lebih baik kondisi innert-nya dan lebih akurat dalam proses pemanasan. Pemberian suhu sinter di atas 400 oC dengan komposisi 60% Al, 25% Mg, dan 15% Si, pada furnace vacuum yang tidak terkontrol sebaiknya dihindari.Pengujian terhadap sifat kekerasan sampel sebaiknya menyesuaikan orde ukuran sampel dengan orde alat uji, sehingga diperoleh hasil yang signifikan V. DAFTAR PUSTAKA ASM Speciality Hand Book. 1990. Aluminium and Aluminium Alloy. Danis. Jr B.M.Amstead.1997. Teknologi Mekanik.Jilid I. Edisi Ketujuh. Erlangga. Jakarta German, R.M. 1984. Powder Metallurgy Science. Metal Powder Industries Federation. New Jersey Goztel, Claus G. 1949. Treatise on Powder Metallurgy. Vol. I. Interscience Publishers, Inc. New York Guy, A. G. 1976. Essentiasl of Materials Science. McGraw-Hill, Ins. New York, USA H. Henry Dr.1982. Hand Book of Powder Metallurgy. Second Edition. Hayden, H. W., Moffatt W. G., Wulff, J. 1965. The Structure and Properties of Materials. Vol. III. Wiley Kalpakjian, S. 2003. Manufacturing ProCesses for Engineering Materials. 4th Edition. Illinois Institute of Technology. Chicago Scwartz, Mel, M. 1984. Composite Material Handbook. McGraw Hill, Inc. New York, USA. P 1.23-1.32 Smith, William F. 2006. Foundation of Materials Science and Engineering. 4th Edition. McGraw-Hill, Inc. New York Suasmoro. 2000. Fisika Keramik. ITS-Press. Surabaya Sudira T., Saito S.1992. Pengetahuan Bahan Teknik. Erlangga. Jakarta Van Vlack, Lawrenche H. 1994. Element of Material Science and Engineering. 5th Edition. Addison-Wesley Publishing Company, Reading, Mass. USA Vliet, G.L.J. van. 1984. Teknologi untuk Bangunan Mesin Bahan-bahan 1. terj. Haroen. Erlangga. Jakarta Zhongliang Shi. 2001. The Oxidation of SiC Particle and Its Interfal Characteristics in Al-Matrix Composites. Journal of Material Science 36. Pp. 2441 – 2449. Kluwer Academic Publisher
6