PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK IRITAN DI PERUSAHAAN BATIK PUTRA LAWEYAN SURAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Oleh : FITRIA INDRIANI J 500060036
Kepada: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
ii
Motto
“Sesungguhnya disamping kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila engkau sudah selesai, kerjakanlah pekerjaan lain. Dan hanya kepada Tuhanmu (sajalah) kamu berharap” (Q.S. Alam Nasyrah : 6-8)
“Our talents are the gift that God gives to us… What we make of our talents is our gift back to God” ~ Leo Buscaglia
Ibu adalah sebuah kata yang penuh harapan dan cinta, kata yang manis dan sayang yang keluar dari relung hati. Ibu adalah segalanya, pelipur lara, harapan dikala duka dan kekuatan disaat tak berdaya. Dialah sumber cinta, belai kasih dan ampunan. Barang siapa kehilangan ibu, ia akan kehilangan semangat yang senantiasa melimpah restu pada lingkungan”
ii
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini ku persembahkan untuk yang tercinta dan tersayang: ALLAH SWT Ya Allah… Ya Rahman…Ya Rahim…Ya Qowwiyu Ya Allah… Disaat hamba kurang iman Engkau masih melimpahkan rahmat Mu. Disaat hamba masih berbuat dosa, Engkau bukakan hatiku. Ya Allah terima kasih atas rahmat, hidayah, karunia, kekuatan dan petunjukMu. Semoga hamba bisa menjadi hamba yang benar-benar beriman kepada Mu dan menjadi golongan-golongan yang Engkau cintai dan Engkau muliakan dunia wal akhirat. Amin My Best Father (Alm) Bapak Wage Suprapto, BcHk, meski bapak tidak dapat menemani dan membesarkan ku sampai saat ini tapi doa dan kasih sayang yang dulu telah tercurahkan untuk ku akan selalu ku ingat. Dan segala cinta yang telah bapak persembahkan untuk ku akan selalu ku kenang. Untuk Ibuku tersayang Hendri Lukiarti, terima kasih atas segala doa restu, nasehat dan dukungannya untukku. Semoga aku bisa menjadi seseorang yang bisa engkau banggakan. Untuk Bapak Drs. Supriyadi, terima kasih untuk semuanya Kakakku tersayang: Ratih Kartikawati, SE Terima kasih atas doa dan kesabarannya membimbing dan menjagaku tanpa lelah dan menjadi kakak yang hebat untukku. Eyang Putriku…… Terima kasih telah mendoakan aku selama ini. My Best Friend : Arlis Wicak Kusumo Makasih atas segala bantuan, dukungan dan doanya selama ini, sehingga aku dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semoga persembahan kecilku ini bisa sedikit membalas apa yang telah kalian semua berikan dan lakukan untukku.
iii
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGGIARISME
“ Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila kemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, saya sanggup menerima hukuman/ sanksi apapun sesuai peraturan yang berlaku. “
Surakarta, Mei 2010 Penulis
Fitria Indriani
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH
RIWAYAT
ATOPI
TERHADAP
TIMBULNYA
DERMATITIS KONTAK IRITAN DI PERUSAHAAN BATIK PUTRA LAWEYAN SURAKARTA”. Skripsi ini disusun guna melengkapi persyaratan untuk mendapat gelar kesarjanaan pada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada kesempatan yang bahagia ini, penulis hendak mengucapkan banyak terimakasih khususnya kepada : 1. Prof. Dr. dr. H. Bambang Subagyo, Sp.A(K). Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2. Prof. DR. dr. H. Harijono Kariosentono, Sp.KK(K). Selaku Dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi. 3.
dr. Sulistyani, selaku dosen pembimbing II yang telah memberi pengarahan, saran serta dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi.
4. dr. Nurrachmat Mulianto, M.Sc., Sp.KK selaku penguji dan terima kasih atas bimbingan dan arahannya. 5. dr. M. Shoim Dasuki, M. Kes. Selaku ketua biro skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah banyak membantu dalam perizinan dan bimbingan skripsi. 6. Seluruh dosen pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. Ilmu ini sangat bermanfaat bagi penulis.
v
vi
7. dr. Sri Wahyu Basuki, dr. Sulis, dr. Enjang, dan seluruh asisten Fisiologi FK UMS, terima kasih atas bimbingan dan dukungannya. 8. Terima kasih Bapak dan ibu tercinta, terimakasih untuk semuanya. Terima kasih untuk semua pengorbanan dan perjuangan selama ini, semoga aku dapat membahagiakan dan menjadi kebanggaan kalian. Dan menjadi anak yang selalu berbakti untuk kalian. Penulis sangat bersyukur mempunyai keluarga yang penuh dengan kasih sayang dan perhatian. 9. Terima kasih untuk Kakakku, Arlis dan eyang putri yang selalu mendoakan aku selama ini. 10. Teman-temanku ULIL ILMI (Dhyna, Ika, Arini, Icha, Silvy, Diah, Azie Slamet W, Hanang, dan Sendy). Terimakasih atas bantuan dan dukungannya selama ini. 11. Semua temen-temenku angkatan 2006, terimakasih atas bantuannya selama ini. 12. Keluargaku di Kost Dewi ( Mami, Papi, m.Dewi, A Jafar, mas Aan, Ika, Butet dan juga adek kecilku Edgar ) 13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Harapan penulis, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Penulis
Fitria Indriani
vi
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
ii
MOTTO.. .........................................................................................................
iii
PERSEMBAHAN ............................................................................................
iv
PERNYATAAN ...............................................................................................
v
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................
x
DAFTAR GRAFIK ..........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii INTISARI......................................................................................................... xiv ABSTRACT ..................................................................................................... xv BAB I.
BAB II.
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Rumusan Masalah ....................................................................
2
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
3
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
3
LANDASAN TEORI ....................................................................
4
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
4
1. Dermatitis Kontak Alergi ....................................................
4
vii
viii
2. Dermatitis Kontak Iritan ......................................................
5
3. Zat Kimia Batik (Natrium Hidroksida)................................
9
4. Riwayat Atopik .................................................................... 10 4.a. Dermatitis Atopik .......................................................... 10 4.b. Asma Bronkiale............................................................. 14 4.c. Rhinitis Alergi ............................................................... 17 B. Kerangka Pemikiran ................................................................. 19 C. Hipotesis ................................................................................... 19 BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 20 A. Jenis Penelitian ...................................................................... 20 B. Lokasi Penelitian ................................................................... 20 C. Subyek Penelitian ................................................................... 20 D. Tehnik Sampling .................................................................... 21 E. Besar Sampel Penelitian ......................................................... 21 F. Identifikasi Variabel Penelitian .............................................. 21 G. Definisi Operasional Variabel ................................................ 21 H. Skema Penelitian .................................................................... 23 I.
Sumber Data ........................................................................... 23
J.
Analisis Data ......................................................................... 23
K. Pelaksanaan Penelitian ........................................................... 25 BAB IV.
HASIL PENELITIAN ................................................................... 26 A. Hasil Penelitian ...................................................................... 26 1. Deskripsi Data ................................................................... 26
viii
ix
2. Analisis Data ..................................................................... 28 B. Pembahasan ............................................................................ 29 BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 32 A.
Kesimpulan ........................................................................... 32
B.
B. Saran .................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 34 LAMPIRAN
ix
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Angka kejadian DKI dan non DKI .................................................... 26 Tabel 2. Angka Kejadian DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat atopik.................................................................................................. 27 Tabel 3. Angka kejadian non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat atopik.................................................................................................. 27 Tabel 4. Angka kejadian DKI dan non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat Atopik .................................................................................. 28 Tabel 5. Hubungan antara DKI dengan nilai P................................................ 29
x
xi
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1. Angka kejadian DKI dan non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa Riwayat atopik ................................................................................ 28
xi
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian .......................................................... 19 Gambar 2. Rancangan penelitian cross-sectional untuk meneliti hubungan antara riwayat atopik dengan dermatitis kontak iritan .................. 23
xii
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Lampiran 3. Tabel Data Rekap Hasil Penelitian Lampiran 4. Tabel Analisis Uji Chi Square Lampiran 5. Wujud Kelainan Kulit (UKK) Dermatitis Kontak Iritan
xiii
xiv
INTI SARI
Fitria Indriani, J500060036, 2010, PENGARUH RIWAYAT ATOPIK TERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK IRITAN DI PERUSAHAAN BATIK PUTRA LAWEYAN SURAKARTA
PT. Batik Putra Laweyan merupakan perusahaan batik di Surakarta yang menggunakan bahan kimia iritan yang dapat berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja. Selain bahan kimia yang digunakan, berbagai penyebab lain seperti adanya riwayat atopik yang terdapat dalam diri pekerja juga memiliki potensi untuk memperparah penyakit dermatitis kontak iritan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan potong lintang yang dilaksanakan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Data yang dipakai adalah data primer yang diperoleh secara kuesioner dan observasi langsung dengan responden. Cara pengambilan sampel dilakukan dengan pencuplikan random sederhana. Subjek penelitian ini adalah semua pekerja di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Data yang diperoleh dengan program computer SPSS 16.0. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji kai kuadrat diperoleh hasil nilai signifikan sebesar 0,001,maka secara statistik ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan. Data hasil analisis tersebut diperoleh pula nilai rasio odd sebesar 5,37 artinya orang yang memiliki riwayat atopik memiliki peluang yang lebih besar yaitu sebesar 5,37 kali dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta.
Kata kunci : Riwayat atopik, Dermatitis kontak iritan
xiv
xv
ABSTRACT
Fitria Indriani, J500060036, 2010, THE INFLUENCE OF ATOPIC HISTORY IN THE DEVELOPING OF IRRITANT CONTACT DERMATITIS IN BATIK PUTRA LAWEYAN COMPANY SURAKARTA
Batik Putra Laweyan Company is a batik company in Surakarta which use the chemicals irritant that it can be potent to develop of skin disease among the workers , such as skin irritant contact dermatitis (ICD). There are endogen factor playing role in developing ICD, such as skin barrier and atopic history. The purpose of this research is to know the influence of atopic history in developing ICD in Batik Putra Laweyan Company Surakarta. This study is analytic observational with cross-sectional design conducted in Batik Putra Laweyan Company Surakarta. Data were collected from the primary, data obtained from questionaries and direct observation to the respondent. The Sample of the study was taken by Simple Random Sampling (SRS) Method and the subjects were all of the workers in Batik Putra Laweyan Company Surakarta. Statistic analysis was SPSS 16.0. Result of statistical test using Chi Square concluded that there is influence of atopic history in developing ICD (p= 0,001). The Odd Ratio is 5,37, meaning that people who own the atopic history rash an opportunity of 5,37 times compared to people who do not own the atopic history. This research concludes that atopic history influences the developing of ICD in Batik Putra Laweyan Company Surakarta.
Keywords: Atopic history, Irritant contact dermatitis
xv
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penyakit kulit akibat kerja ( occupational dermatoses ) merupakan suatu peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Penyakit ini biasanya terdapat di daerah industri, pertanian, dan perkebunan. Dimana lingkungan industri akan mempengaruhi insidensi suatu penyakit kulit dan yang sering muncul adalah dermatitis kontak iritan (DKI) (Siregar, 2004). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, kemerahan, skuama, vesikel, dan krusta papulovesikel (Budiartho, 2005). Prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Sekitar 50 – 60 % penyakit akibat kerja berupa dermatitis (Andrews, 1992), penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan (DKI) dan 33,7% adalah Dermatitis kontak alergi (DKA) (Hudyono, 2002) “Eczema“atau dermatitis merupakan istilah medik yang sudah lebih dari 2000 tahun dikenal orang dan berasal dari kedokteran Yunani. Dermatitis kontak, sekarang ini merupakan penyakit kulit yang tersering dan terpenting. Didalam kelompok besar penyakit peradangan kulit (dermatitis) khusus, yang tidak infeksius (Rassner, 1995). Penyebab timbulnya DKI adalah
bahan- bahan yang bersifat iritan,
misalnya bahan- bahan pelarut, minyak pelumas, asam, alkali. Namun patofisiologi dermatitis kontak baru diketahui pada tahun 1896 ketika Jadassohn melakukan patch test (Sularsito, 2007). Lajunya pembangunan suatu negara, termasuk segala bidang kehidupan, membawa dampak positif dan dampak negatif. Perkembangan dibidang Industri yang tidak diimbangi dengan perlindungan yang baik bagi manusia maupun
1
2
lingkungan menimbulkan pengaruh pada kesehatan manusia dan kelestarian alam. (Soedirman, 1998). Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai dermatitis kontak serta meningkatnya penggunaan bahan- bahan kimia dalam barang kebutuhan sehari-hari menyebabkan meningkatnya insidensi dermatitis kontak ( Syabab, 2005). Penyakit kulit yang paling banyak terjadi adalah DKI. Salah satu penyebab DKI adalah karena bahan kimia yang sering digunakan dalam industri tekstil, seperti industri batik yang banyak berdiri di Surakarta ini tidak bisa lepas dari penggunaan bahan kimia. Bahan-bahan tersebut dapat mengakibatkan berbagai kelainan kulit (Hudyono, 2002). Riwayat atopik merupakan salah satu faktor predisposisi dari DKI. Atopik merupakan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat didalam lingkungan kehidupan manusia (Harijono, 2006). Menurut Djuanda, 2002 atopik merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang cenderung diturunkan atau familial. Sindrom atopik disini meliputi dermatitis atopik (DA), rhinitis alergi, asma bronkiale (Djuanda, 2002). Kurang terdapatnya data mengenai pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya DKI dan mengingat sering terjadinya penyakit kulit pada pekerja pabrik di Perusahaan Batik Putra Laweyan, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya Dermatitis Kontak Iritan pada Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, rumusan masalah penelitian adalah
“Adakah pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya
dermatitis kontak iritan pada pekerja pabrik di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta ?”
3
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya DKI di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya : 1. Pendidikan / Ilmu Pengetahuan a. Menambah wawasan dan data tentang pengaruh riwayat atopik dengan timbulnya DKI. b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 2. Masyarakat Dapat menjadi masukan bagi masyarakat untuk dapat melakukan pencegahan dini terhadap terjadinya DKI. 3. Peneliti a. Sebagai pengalaman dalam melaksanakan penelitian. b. Sebagai salah satu syarat kelulusan Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka Dermatitis Kontak Dermatitis kontak adalah dermatitis atau inflamasi kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Sularsito, 2007). Dermatitis kontak dibedakan menjadi 2 macam yaitu: 1. Dermatitis Kontak Alergi (DKA). 2. Dermatitis Kontak Iritan (DKI).
1. Dermatitis kontak alergi 1.a. Definisi Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis kontak yang terjadi karena adanya proses alergi, yang hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (Hipersensitivitas) (Sularsito, 2007). Dermatitis ini merupakan manifestasi dari reaksi hipersensitifitas tipe IV yang disebabkan oleh sensitisasi alergen. Biasanya terdapat fase laten atau fase sensitisasi. Perkembangan kontak alergi ditunjang melalui kelainan kulit yang telah ada, yang mana mempermudah penetrasi alergen, misalnya iritan toksik degeneratif ( Rassner, 1995). Dermatitis kontak alergik dibagi menjadi : 1.a.1. Dermatitis kontak alergi akut Kira-kira 24 sampai 48 jam sesudah kontak dengan alergen, timbul peradangan eksudatif akut, dengan stadium eritema, stadium eksudativa (edema, vesikel, bula, erosi, dan krusta) dan stadium remisi (squama, sisa-sisa kemerahan) (Rassner, 1995).
4
5
1.a.2. Dermatitis kontak alergi subakut Menunjukan gejala-gejala eksudatif akut (eritem, edema, kadang-kadang vesikel) dan juga sudah terdapat tanda-tanda gejala kronik (papula, vesikel, proliferasi seluler dan pembentukan infiltrat) (Rassner, 1995). 1.a.3. Dermatitis kontak alergi kronik Setelah dermatitis berlangsung lama, lambat laun terjadi remisi dari peradangan kulit akut eksudativa dan cenderung ke peradangan kronik. Terjadi eritema, likenifikasi, kronisitas (Rassner, 1995).
2. Dermatitis Kontak Iritan 2.a. Definisi Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis kontak yang disebabkan oleh bahan-bahan yang bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Sularsito, 2007). Dermatitis kontak iritan dibedakan menjadi : 2.a.1. Dermatitis kontak iritan akut Dermatitis kontak iritan akut adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi segera setelah kontak dengan bahan – bahan iritan yang bersifat toksik kuat, misalnya asam sulfat pekat (Rassner, 1995) 2.a.2. Dermatitis kontak iritan kronis (Kumulatif) Dermatitis kontak iritan kronis adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi karena sering kontak dengan bahan- bahan iritan yang tidak begitu kuat, misalnya sabun deterjen, larutan antiseptik (Sularsito, 1992). Dalam hal ini, dengan beberapa kali kontak bahan tadi ditimbun dalam kulit cukup tinggi dapat menimbulkan iritasi dan terjadilah peradangan kulit yang secara klinis umumnya berupa radang kronik (Djuanda, 2007).
6
2.b. Etiologi Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali,serbuk kayu, bahan abrasif, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. (Djuanda, 2007). 2.c. Patogenesis Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membrane sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau komponen inti. Kerusakan membran mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG), platelet activating factor = PAF), dan inositida (IP3). Selanjutnya AA akan diubah menjadi prostaglandin (PG) dan leukotrien (LT). Kemudian PG dan LT akan menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. Selain itu, PG dan LT juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel mas melepaskan histamine, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan vaskular. Diasilgliserida
(DAG)
dan
second
messengers
lain
menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1)
dan
granulocyte-macrophage colony
stimulatunf
factor
(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1 (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNFa, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi
7
sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin. Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit berupa eritema, edema, panas, nyeri, bila iritan kuat. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan (Sularsito, 2007). 2.d. Manifestasi Klinis Tipe reaksi tergantung pada bahan apa yang berkontak, konsentrasi bahan kontak, dan lamanya berkontak. Reaksinya dapat berupa kulit menjadi merah atau coklat. Kadang-kadang terjadi edema dan rasa panas, atau ada papula, vesikula, pustula, kadang-kadang terbentuk bula yang purulen dengan kulit disekitarnya normal (Harahap, 2000). 2.e. Histopatologi Gambaran
histopatologik
dermatitis
kontak
iritan
tidak
karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuclear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel, dan akhirnya terjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit dan neutrofil (Sularsito, 2007). 2.f. Penatalaksanaan Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Dan mungkin cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2007).
8
Obat topikal dan sistmik yang dapat digunakan antara lain : 2.f.1. Topikal Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsipprinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering diberi terapi kering (Harijono, 2008) Jenis-jenis obat topikal antara lain : -
Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan dalam sistem imun. Golongan kortikosteroid misalnya hidrokortison. Hidrokortison dapat mempengaruhi kecepatan sintesis protein dan karena efek vasokontriksinya. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada
kulit
sebagai
gambaran
dasar
dan
sepanjang
penyembuhan luka. Adapun efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan kortikostroid dalam jangka waktu yang lama adalah dapat menyebabkan atrofi epidermal, dan dapat menimbulkan efek vaskuler yang berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler seperti telangiektasis dan purpura, selain itu juga
dapat
menyebabkan
kerusakan
angiogenesis
(pembentukan jaringan granulasi yang lambat) (Katzung, 2001) -
Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal mnghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia
hanya
memberikan
efek
minimal,
mungkin
disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis dan dermis (Nafrialdi, 2008). 2.f.2. Sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik
9
Jenis-jenis obat sistemik antara lain : -
Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen–antibodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS–A, bradikinin dan asetilkolin (Hedi, 2008).
-
Kortikosteroid Diberikan pada kasus yang sedang dan berat, secara peroral, intramuscular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednisone dan prednisolon. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD 1dan HLA-DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari Limfosit T dan menghambat sekresi IL-1,dan TNF-α (Suharti, 2008).
-
Siklosporin Mekanisme kerja sikloporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, IL1 dan IL-8, mengurangi aktivitas sel T , monosit, makrofaq, dan keratinosit (Nafrialdi, 2008).
3. Zat kimia batik (Natrium Hidroksida) Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adala sejenis basa logam kausatik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa. Natrium hidroksida dilarutkan dalam air dan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. NaOH banyak digunakan di berbagai macam bidang industri,
10
kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi tekstil, air minum, sabun dan deterjen (Heaton, 1996) Dalam industri batik NaOH di gunakan sebagai bahan pembantu pelarutan zat warna yang sifatnya dapat merusak serat kain. Penentuan konsentrasi penggunaan NaOH dalam pewarnaan batik dapat di bagi menjadi 3 level yaitu 1%, 2%, dan 3%. Dimana pada konsentrasi lebih dari 2% dapat menyebabkan gangguan kesehatan. NaOH memiliki sifat iritan dan korosif yang dapat bereaksi dengan jaringan tubuh. Dimana dapat merusak jaringan tubuh yang hidup. Berbahaya bila kontak dengan kulit dan mata. Salah satu efek yang ditimbulkan dari NaOH adalah dapat menyebabkan
iritasi pada kulit dan saluran pernafasan jika terjadi
penghirupan uap NaOH dalam jangka waktu yang lama (Hudyono, 2002).
4. Riwayat Atopik Atopik berasal dari bahasa Yunani ” Atopia ”yang berarti sesuatu yang tidak lazim / berlebihan. Istilah ini untuk menggambarkan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat di dalam lingkungan kehidupan manusia (Harijono, 2006). Kata ”atopi ”pertama dikenal oleh Coca (1923) yaitu istilah yang dipakai oleh sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat keadaan kepekaan dalam keluarganya, misal dermatitis atopik, rhinitis alergi, asma bronkiale (Djuanda, 2007). 4.a. Dermatitis Atopik 4.a.1. Definisi Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi yang khas, bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan (eksaserbasi) terutama mengenai bayi dan anak, dapat pula pada dewasa. Penyakit ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar IgE dalam serum serta adanya riwayat alergik dan atau asma dalam keluarga maupun penderita.
11
4.a.2. Etiologi dan Patogenesis Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya
sangat komplek serta multifakorial. Salah satu
teori yang banyak dipakai adalah teori imunologik. Berdasarkan pada pengamatan 75% penderita dermatitis atopik mempunyai riwayat penyakit atopik lain pada keluarga atau pada dirinya. Pada penderita dermatitis atopik terjadi peningkatan kadar IgE dalam serum, adanya IgE spesifik terdapat bermacam aerolergen dan eosinofilia darah, serta ditemukannya molekul IgE pada permukaan sel Langerhans epidermal. Pada dermatitis atopik didapatkan kelainan imunologik berupa meningkatkan infeksi kulit karena virus herpes simplek, vaccinia, veruka, moluskum kontangiosum dan meningkatnya kerentanan terhadap infeksi jamur superfisial (Harijono, 2006). Imunopatogenesis
dermatitis
atopik
dimulai
dengan
paparan imunogen atau alergen dari luar yang mencapai kulit, dapat melalui sirkulasi atau secara langsung melalui kontak dengan kulit. Pada pemaparan pertama terjadi sensitisasi, dimana alergen akan ditangkap oleh sel penyaji antigen ( antigen presenting cell = APC ) untuk kemudian diproses dan disajikan kepada limfosit T dengan bantuan MHC klas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenali alergen tersebut melalui reseptor (T Cell Reseptor = TCR). Setelah paparan, sel T akan berdiferensiasi menjadi subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang aktifitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE (yang spesifik terhadap alergen). Begitu ada dalam sirkulasi IgE segera berkaitan dengan sel mast dan basofil. Pada paparan alergen berikutnya, IgE telah tersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen dengan IgE. Ikatan ini akan menyebabkan reaksi segera (mediator) seperti leukotrien C4, prostaglandin D2 dan yang lain sebagainya.
12
Sindroma atopik ditandai dengan respon imun Th2 lebih dominan, oleh karena itu disebut Th2 disease dan disertai produksi sitokin Th2 yang berlebihan (Th2 excess) (Harijono, 2007). 4.a.3. Manifestasi klinis Manifestasi klinis dermatitis atopik terdiri dari 3 bentuk: (Harahap, 2000). -
Tipe Infant (< 2 tahun) Lesi berupa eritema, papulo vesikel miliar yang sangat gatal, karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Predileksi tipe ini pada kulit kepala, muka, daerah popok dan daerah ekstensor ekstremitas.
-
Tipe anak (3 – 11 tahun) Dapat berupa kelainan bentuk infantil atau timbul sendiri (de novo). Lesi kering, likenifikasi, batas tidak tegas, karena garukan terlihat pula ekskroriasi memenjang dan krusta. Predileksi tope ini pada lipat siku, lipat lutut, leher, pergelangan tangan, kaki, jarang mengenai muka.
-
Tipe dewasa ( 12 – 24 tahun ) predileksi tipe ini pada muka (dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada bagian atas, lipat siku dan biasanya simetris. Gejala utama adalah pruritus, kelainan kulit berupa likenifikasi,
papul,
ekskoriasi
dan
krusta.
Umumnya
berlangsung lama, tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil dapat terus berlangsung sampai tua, dada bagian atas, lipat siku dan biasanya simetris. 4.a.4. Diagnosis Diagnosis dermatitis atopik menurut Hanifin dan Rajka’s ditegakkan bila dijumpai lebih dari 3 kriteria mayor dan lebih dari 3 kriteria minor.
13
Kriteria mayor dermatitis atopik adalah : 1. Pruritus 2. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi/anak dan di fleksura pada dewasa 3. Dermatitis kronis atau residif 4. Riwayat atopik pada penderita atau keluarganya. Kriteria minor dermatitis atopik adalah : 1. Xerosis 2. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simplek) 3. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki 4. Iktiosis / hiperlinear palmaris / keratosis pilaris 5. Ptiriasis alba 6. Dermatitis di papila mamae 7. Keilitis 8. Lipatan infra orbital Dennie - Morgan 9. Konjungtivitis berulang 10. Keratokonus 11. Katarak subkapsular anterior 12. Orbita menjadi gelap 13. Muka pucat atau eritem 14. Gatal bila berkeringat 15. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak 16. Aksentuasi perifolikuler 17. Hipersensitif terhadap makanan 18. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi 19. Test kulit alergi tipe dadakan dan atau emosi 20. Kadar IgE didalam serum meningkat 21. Awitan pada usia dini
14
4.a.5. Penatalaksanaan ( Siregar, 2004 ) 4.a.5.1. Menghindari kekambuhan ( cegah faktor pencetus ) 4.a.5.2. Pengobatan terhadap gejala : 4.a.5.2a. Pengobatan sistemik : - Antihistamin diberikan untuk mengatasi gatal misalnya Chlorpheniramine, prometazine, hidroxyzine. - Antibiotik digunakan bila mengalami infeksi sekunder, misalnya eritromisin. - Kortikosteroid sistemik tidak dianjurkan, kecuali bila kelainannya luas, atau eksaserbasi akut, dapat diberikan dalam jangka waktu pendek (7–10 hari) misalnya Prednison,
Deksametason,
Triamsinolone,
Methil
prednisolon. 4.a.5.2b. Pengobatan topikal - Pada tipe infant diberi kortikosteroid ringan dengan efek samping sedikit, misalnya hidrokortison 1–1,5 %. - Pada tipe anak dan dewasa dengan likenifikasi dapat diberi kortikosteroid kuat seperti betametason dipropionat 0,05%. 4.b. Asma bronkiale 4.b.1. Definisi Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan / sesak nafas (Mansur, 2001). 4.b.2. Manifestasi klinis Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya hiperaktifitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun dengan pengobatan.
15
Gejala asma bronkiale antara lain : (PDPI, 2004). -
Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
-
Gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada dan berdahak.
-
Gejala timbul / memburuk terutama pada malam hari / dini hari.
-
Respon terhadap pemberian bronkodilator.
4.b.3. Patogenesis Manifestasi penyumbatan jalan nafas pada asma disebabkan oleh bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema mukus infiltrasi seluler dan deskuamasi sel epitel dan sel radang. Berbagai rangsangan non spesifik, jalan nafas yang hiperaktif, mencetuskan respon bronkokonstriksi dan radang (Mansur, 2001). 4.b.4. Diagnosis Menurut
Sukamto
(2006),
diagnosis
asma
ditegakkan
berdasarkan: 4.b.4.1. Anamnesis : riwayat perjalanan penyakit ditemukan keluhan batuk, sesak, mengi atau rasa berat di dada. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma adalah riwayat keluarga dan riwayat alergi lain seperti dermatitis atopik, rhinitis alergi, serta gejala klinis asma. Dari anamnesis juga dapat diketahui adanya faktor pencetus asma, yaitu : - Infeksi virus saluran nafas, influenza. - Pemajanan terhadap alergen tungau, debu rumah atau bulu binatang. - Pemajanan terhadap iritan asap rokok atau minyak. - Kegiatan jasmani : lari - Ekspresi emosional : takut, marah, frustasi.
16
- Obat- obatan golongan aspirin, penyekat beta, AINS - Lingkungan kerja : uap zat kimia - Polusi udara : asap rokok - Pengasiet makanan. - Lain – lain (menstruasi, kehamilan, sinusitis) 4.b.4.2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik tergantung derajat asma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflamasi dada dan pernafasan cepat hingga sianosis.
4.b.4.3. Pemeriksaan penunjang - Spirometri Dilihat
dari
respon
pengobatan
dengan
bronkodilator. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkdilator hirupgolongan adrenergik beta. Peningkatan VEP atau KVP sebanyak 20% menunjukan diagnosis sma. - Uji Provokasi Bronkus Jika pemeriksaan spirometri normal, dilakukan uji provokasi bronkus dengan uji provokasi dengan histamin, kegiatan jasmani, udara dingin, laritan garam hipertonik. Penurunan VEP 20% dianggap bermakna. - Pemeriksaan Eosinofil total Pada asma terjadi peningkatan jumlah eosinofil. - Pemeriksaan sputum Asma karakteristik dengan eosinofil. - Foto thorak Digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain seperti obstruksi bronkus. - Analisa gas darah
17
Dilakukan pada asma berat. Pada fase awal, terjadi hipokapnea dan hipoksemia (PaCO2 < 35 mmHg). Pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnea (PaCO2 > 45 mmHg).
4.c. Rhinitis Alergi 4.c.1. Definisi Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE (Irawati, 2007). 4.c.2. Manifestasi klinis Rhinitis alergi secara khas dimulai pada usia yang sangat muda dengan gejala kongestif atau sumbatan hidung, bersin, mata berair, gatal, dan post nasal drip (Blumenthal, 1997). 4.c.3. Patofisiologi Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi / reaksi alergi (Irawati, 2007). Rhinitis alergi diduga melibatkan antibodi reagenik, sel basofil, sel
mast,
dan
pelepasan
zat
mediator
seperti
histamin,
prostaglandin, dan leukotrien, yang pada gilirannya bekerja pada saluran hidung dan menimbulkan manifestasi klinis (Blumenthal, 1997). 4.c.4. Diagnosis Diagnosis rhinitis alergi ditegakkan berdasarkan : 4.c.4.1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis ditegakkan dari anamnesis saja.
18
4.c.4.2. Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi. 4.c.4.3. Pemeriksaan penunjang - In vitro Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total seringkali menunjukkan jumlah normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya asma bronkial. - In vivo Alergen
penyebab
dapat
dicari
dengan
cara
pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET) (Irawati, 2007). 4.c.5. Terapi Inti dari terapi adalah menghindari pemaparan terhadap alergen
dan
iritan
yang
dicurigai.
Terapi
obat
dengan
menggunakan antihistamin yang mengendalikan hidung gatal, bersin dan rhinorea. (Blumenthal, 1997). Bila penyumbatan hidung sangat mengganggu bisa diberika dekongestan seperti pseudoefedril atau fenilpropanolamin. Tetes atau semprot hidung yang mengandung obat – obat simptomimetik harus dihindari kecuali untuk penggunaan jangka pendek. Pengobatan
paling
(Blumenthal, 1997).
efektif
dengan
kortikosteroid
topikal.
19
B. Kerangka Pemikiran Bahan – bahan iritan / kontaktan Natrium hidroksida (NaOH)
Riwayat Atopik DA (Dermatitis Atopik) Rhinitis alergi Asma bronkiale
Faktor penggangu yang tidak bisa dikendalikan
DERMATITIS KONTAK IRITAN
Immunitas tubuh Higiene / kebersihan pribadi Lingkungan
( DKI )
Faktor pengganggu yang dapat dikendalikan Usia
Angka penderita DKI dengan riwayat atopik
Angka penderita DKI tanpa riwayat atopik
Jenis kelamin
Gambar 1. Kerangka konsep penelitian
C. Hipotesis Dari kerangka berfikir dan tinjauan pustaka diatas dikemukakan hipotesis yaitu ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan dimana orang dengan riwayat atopik lebih mudah terkena dermatitis kontak iritan.
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi Penelitian PT. Batik Putra Laweyan – Surakarta
C. Subjek Penelitian Sebagai populasi penelitian adalah semua pekerja di perusahaan Batik Putra Laweyan. Kriteria inklusi : 1. Pekerja di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta yang terpapar NaOH 2. Laki-laki dan perempuan yang bekerja di Perusahaan Batik Putra Laweyan. 3. Usia antara 20-40 tahun. 4. Pekerja yang bersedia untuk ikut serta dalam penelitian dan mengisi kuesioner penelitian.
Kriteria eksklusi : 1. Pekerja di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta yang tidak terpapar NaOH. 2. Dibawah usia 20 tahun dan lebih dari 40 tahun. 3. Pekerja yang tidak bersedia untuk ikut serta dalam penelitian dan mengisi kuesioner penelitian.
20
21
D. Teknik Sampling Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pencuplikan random sederhana atau simple random sampling, disingkat SRS. SRS adalah metode mencuplik sampel secara acak dimana masing-masing subjek atau unit dari populasi memiliki peluang yang sama dan independen (=tidak bergantung) untuk terpilih kedalam sampel (Murti, 2006).
E. Besar Sampel Besar sampel yang diambil untuk penelitian ini sejumlah 70 orang. Menurut Murti (2006), ukuran sampel sebesar 30 subjek merupakan patokan umum pada penelitian yang melibatkan sebuah variabel dependen dan independen.
F. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas
: Riwayat atopik
2. Variabel tergantung
: Kejadian Dermatitis Kontak Iritan
3. Variabel perancu
: Usia, sistem imun, tingkat higienitas, dan faktor lingkungan.
G. Definisi Operasional Variabel 1. Riwayat atopik Riwayat atopik dalam penelitian ini didefinisikan sebagai reaksi yang tidak biasanya berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat didalam lingkungan kehidupan manusia serta cenderung diturunkan atau familial (Harijono, 2006) Riwayat atopik dalam penelitian ini meliputi dermatitis atopik, rhinitis alergi, asma bronkiale dan yang ditemukan pada penderita dermatitis kontak iritan. Riwayat tersebut dapat diketahui dari anamnesis menggunakan kuesioner. Diagnosis riwayat atopik ditegakkan bila kuesioner didapat pasien pernah atau sedang menderita salah satu penyakit yang termasuk atopik (dermatitis atopik, rhinitis alergi, asma bronkiale)
22
Subjek dikelompokkan sebagai kelompok yang mempunyai riwayat atopik. Variable ini termasuk variable kategorikal dengan skala nominal. 2. Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak iritan adalah suatu dermatitis iritan yang terjadi karena sering kontak dengan bahan-bahan iritan yang bersifat toksik kuat misalnya asam sulfat pekat (Rassner, 1995). Dermatitis kontak iritan dalam penelitian ini meliputi edema, eritema, papula, skuama, vesikel dan likenifikasi yang ditemukan pekerja batik. Dermatitis kontak iritan tersebut diketahui dari observasi dan anamnesis menggunakan kueisioner. Diagnosis dermatitis kontak iritan ditegakkan bila dalam kuesioner didapat pasien pernah atau sedang menderita dermatitis kontak iritan Subjek dikelompokkan sebagai dermatitis kontak iritan dan non dermatitis kontak iritan. Variable ini termasuk variabel kategorikal dengan skala nominal. 3. Variabel luar dapat dikendalikan Berusaha dikendalikan melalui anamnesis menggunakan kuesioner 4. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan a. Lingkungan Keadaan lingkungan yang kurang bersih dapat meningkatkan risiko terjadinya dermatitis kontak iritan. b. Higiene personal / Kebersihan Higiene personal/kebersihan diri meningkatkan kejadian dermatitis kontak iritan. Variable ini berusaha dikendalikan melalui anamnesis menggunakan kuesioner.
23
H. Skema Penelitian
Dermatitis Kontak Iritan (+) Riwayat atopik (+) Dermatitis Kontak Iritan (-) Pekerja Batik
Bahan kimia(NaOH)
Dermatitis Kontak Iritan (+)
Analisis Statistik
Riwayat atopik (-) Dermatitis Kontak Iritan (-)
Gambar 2. Rancangan penelitian cross-sectional untuk meneliti hubungan antara riwayat atopik dengan dermatitis kontak iritan
I. Sumber Data Sumber data pada penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh langsung dari responden.
J. Analisis Data Analisis data ditampilkan dalam tabel 2x2 sebagai berikut : Tabel 1. Tabel analisis data untuk mengetahui hubungan antara riwayat atopik dengan dermatitis kontak iritan
24
Riwayat atopik Dermatitis kontak iritan
Total
(DKI)
Ya
Tidak
DKI (+)
a
b
a+b
DKI (-)
c
d
c+d
Total
a+c
b+d
a+b+c+d
Rumus :
Ket: Harga Chi square adalah 3,841 (dicari dari tabel harga distribusi Chi square). Ditentukan α = 0.05 Ketentuan keputusan diambil berdasarkan perbandingan X2 hitung dengan X2 tabel dengan ketentuan : Ho: tidak ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan pada pekerja batik. Hi : ada pengarh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan pada pekerja batik. Data yang diperoleh dianalisis dan perbedaan antara variable penelitian akan ditentukan dengan uji analisis statistik Chi square dengan program SPSS versi 16.0.
25
K. Pelaksanaan Penelitian Tabel 1. Jadwal pelaksanaan penelitian KEGIATAN
Penyusunan proposal Ujian proposal Perbaikan proposal Pengumpulan data Pengolahan
dan
analisis data Penyusunan skripsi Ujian skripsi Perbaikan skripsi
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
BULAN
I
II
III
IV
V
1 2 3 4
1 2 3 4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
26
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian Pengambilan data dilakukan di PT Batik Putra Laweyan Surakarta pada bulan Maret 2010. Penelitian dilakukan terhadap 70 pekerja batik. Data penelitian ini di ambil dari kuesioner dan observasi secara langsung dengan responden. 1. Deskripsi data Hasil yang diperoleh selama penelitian adalah : Tabel 1. Angka kejadian DKI dan Non DKI DKI
Total
%
DKI (+)
41
58,6
DKI (-)
29
41,4
Total
70
100
Dari data tabel 1 diatas diketahui bahwa dari 70 pekerja batik yang diteliti didapatkan 41 orang (58,6%) terkena DKI (+), dan sebanyak 29 orang (41,4%) tidak terkena DKI (-).
26
27
Tabel 2. Angka kejadian DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat atopik Riwayat atopik
DKI (+)
(RA)
Total
%
RA (+)
29
70,7
RA (-)
12
29,3
Total
41
100
Dari tabel 2 diatas diketahui bahwa dari 41 orang yang menderita DKI (+), diketahui 29 orang (70,7%) yang menderita DKI mempunyai latar belakang RA (+), sedangkan yang menderita DKI tetapi tidak mempunyai latar belakang RA (-) sebanyak 12 orang (29,3%). Tabel 3. Angka kejadian Non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat atopik Riwayat atopik
DKI (-)
(RA)
Total
%
RA (+)
9
31
RA (-)
20
69
Total
29
100
Dari tabel 3 diatas diketahui bahwa dari 29 orang yang tidak terkena DKI (-), sebanyak 9 orang (31%) mempunyai riwayat atopik, sedangkan 20 orang (69%) tidak mempunyai riwayat atopik.
28
2. Analisis data Data yang diperoleh dari hasil penelitian dan observasi di PT. Batik Putra Laweyan Surakarta, kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.0 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Angka kejadian DKI dan Non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat atopik RA
+
%
-
%
Total
%
DKI (+)
29
41,4
12
17,1
41
58,6
DKI (-)
9
12,8
20
28.6
29
41,4
Total
38
54.3
32
45,7
70
100
DKI
Grafik 1. Kejadian DKI dan Non DKI dengan riwayat atopik dan tanpa riwayat Atopik
Dari tabel 4 diatas dapat dikatakan bahwa hasil analisis pengaruhi riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan di PT. Batik Putra Laweyan Surakarta ada sebanyak 29 dari 70 pegawai (41,4%). Dari
29
tabel 4 juga didapatkan hasil bahwa 9 dari 70 pegawai (12,8%) yang memiliki riwayat atopik tetapi tidak terkena DKI.
Tabel 5. Hubungan antara DKI dengan nilai P Riwayat Atopik Dermatitis Kontak
Ya
Tidak
DKI(+)
29
12
DKI (-)
9
20
P Value
Iritan (DKI)
0,001
Dari hasil uji statisti diperoleh nilai p= 0,001 (< 0,05), maka secara statistik ada pengaruh antara riwayat atopik dengan timbulnya DKI. Dengan menggunakan uji Chi square juga didapatkan harga (X2) hitung 10,786, sedangkan harga (X2) tabel 3,841 hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara riwayat atopik dengan timbulnya dermatitis kontak iritan. Data yang diperoleh dari hasil analisis selanjutnya dicari Rasio Odds, dengan rumus sebagai berikut : OR = Hasil analisis dengan menggunakan rasio Odds diatas diperoleh nilai OR = 5,37 artinya orang yang memiliki riwayat atopik memiliki peluang yang lebih besar yaitu sebesar 5,37 kali dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik.
30
B.Pembahasan Penelitian ini dilakukan di perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Dengan sampel berjumlah 70 orang. Dari penelitian tersebut didapatkan 41 orang (58,6%) menderita DKI dan 29 orang ( 41,4%) tidak menderita DKI. Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan didapatkan hasil yaitu dari 41 orang yang menderita DKI (+), sebanyak 29 orang (41,4%) mempunyai latar belakang RA (+) dan sebanyak 12 orang (17,1%) tidak mempunyai latar belakang RA (-) juga dapat menderita DKI (+), sehingga dapat dikatakan bahwa orang dengan riwayat atopik lebih mudah terkena dermatitis kontak iritan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Iliev dan Elsner, 1997 yang menyatakan bahwa orang dengan riwayat atopik akan lebih mudah terkena dermatitis kontak iritan. Pada tabel hasil analisis dengan menggunakan uji Odds rasio didapatkan nilai OR= 5,37 artinya orang yang memiliki riwayat atopik memiliki peluang yang lebih besar yaitu sebesar 5,37 kali dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. Dengan analisis dengan menggunakan uji Chi square juga didapatkan harga (X2) hitung 10,786, sedangkan harga (X2) tabel 3,841 hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara riwayat atopik dengan timbulnya dermatitis kontak iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Dalam analisis data diatas juga didapatkan nilai p= 0,001 yang berarti P < 0,05, yang artinya adanya pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hari Suryo Utomo tahun 2007 yang dimuat dalam Jurnal berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin menyebutkan 51,3% penderita dermatitis kontak iritan memiliki riwayat atopik. Riwayat atopik merupakan salah satu faktor predisposisi dari dermatitis kontak iritan. Dermatitis kontak iritan merupakan kelainan kulit yang timbul
31
akibat adanya kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan tersebut dapat merusak lapisan tanduk, denaturasi keratini, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. (Sularsito, 2007). Dan riwayat atopik itu sendiri adalah sesuatu yang tidak lazim/berlebihan untuk mengambarkan suatu reaksi yang tidak biasanya, berlebihan (hipersensitivitas) dan disebabkan oleh paparan benda asing yang terdapat didalam lingkungan kehidupan manusia (Harijono, 2006). Dan dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa orang dengan riwayat atopik akan lebih mudah terkena dermatistis kontak iritan dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Sularsito, 2007 yang menyatakan bahwa seseorang yang telah memiliki riwayat atopik akan lebih mudah terkena dermatitis kontak iritan dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. Untuk mengurangi angka kejadian dermatitis kontak iritan pada perusahanan Batik Putra Laweyan yang terpenting adalah menhindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan faktor yang dapat memperberat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meningkatkan kebersihan diri untuk menghindari terjadinya dermatitis kontak iritan, penggunaan alat pelindung juga sangat diperlukan untuk melindungi pekerja dari bahaya bahan iritan yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak iritan.
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan uji Chi square di atas adalah ada pengaruh riwayat atopik terhadap timbulnya dermatitis kontak iritan di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Dengan nilai Signifikan (p) 0,001 yang berarti p < 0,05, maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang bermakna antara adanya riwayat atopik dan non atopik dengan timbulnya DKI di Perusahaan Batik Putra Laweyan Surakarta. Hasil analisis dengan menggunakan Odds rasio diperoleh nilai OR = 5,37 artinya orang yang memiliki riwayat atopik memiliki peluang yang lebih besar 5,37 kali dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat atopik. B. Saran Saran pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya perbaikan kebersihan diri untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak iritan. 2. Perlu adanya upaya peningkatan pengetahuan tentang dermatitis kontak iritan serta perlunya tindakan pencegahan maupun terapi untuk menghindari terjadinya dermatitis kontak iritan. 3. Perlu adanya peningkatan pengetahuan tentang riwayat atopik. 4. Perlu penambahan jumlah sampel dan bervariasi untuk mengetahui lebih dalam tentang dermatitis kontak iritan. 5. Perlu adanya penelitian mengenai faktor-faktor lain yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak iritan.
32
33
6. Perusahaan perlu menyediakan alat perlindungan diri untuk pekerja agar pekerja dapat bekerja dengan lebih aman dan untuk menghindari bahaya dan kecelakaan akibat kerja.
34
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, G.C., Domonkos, A. N. 1992. Diseases of The Skin. Saunders Company Philadelphia and London. Blumental, Malcon. 1997 . Kelainan alergi pada pasien THT dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp : 196 –197. Bouguniewicz, Mark. 2000. Atopic Dermatitis . in : Leung Donald Allergic Skin Disease. New York : Marcell Dekker. Bratiartha M. 1994 . Dermatitis Kontak pada Pekerja. In: Soebono H, Rikyanto, eds. Kumpulan makalah seminar dermatitis kontak. Yogyakarta : FK UGM Burns, Toni. 2002. Lecture Notes Dermatologi. Edisi ke 8. Jakarta : Penerbit Erlangga. pp : 32 – 42. Champion, R.H. 1972. Atopic Dermatitis. In Textbook of Dermatologi. Londen : Black well scientific Publication. pp : 295. Dewoto, R.H. 2008. Histamin dan Antialergi dalam Farmakologi dan terapi. Edisi: V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI Djuanda, Suria. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Domonkos N, Anthony. 1999. Disease of the Skin. London: W.B Saunders company. pp : 305 – 316.
34
35
Harahap, Marwali. 2000 . Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates. pp 6–30 Heaton, A. 1996. An Introduction to Industrial Chemistry, 3rd edition, New York:Blackie. Hudyono, J. Dermatitis Akibat Kerja. Majalah kedokteran Indonesia. November 2002 Iliev, Elsner. 1997. Handbook of Occupational Skin Dermatology. Berlin: Springer-Berlin Heidelberg: p. 99-100 Irawati, Nina. 2007. Rhinitis Alergi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT. Jakarta : Balai penerbit FK UI. Kalbe
Farma.
2005.
Dermatitis
Akibat
Kerja.
http://www.kalbe.co.id/
files/cdk/files/14.pdf/14. ( 20 Agustus 2009 ) Kariosentono, Harijono. 2006. Dermatitis atopik ( eksema ). Solo : UNS Press. Kariosentono, Harijono. 2007. Dermatitis dalam bahan kuliah Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Surakarta . Kariosentono, Harijono. 2008. Dermatitis dalam bahan kuliah Ilmu Penyakit Kulit Kelamin. Surakarta. Katzung, Bertram, G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Salemba Medika. Kimianet. 2005. Natrium hidroksida. http://www. Kimianet.lipi.go.id/database. Michael, Sly. 2001. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol I. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC. pp : 773 – 194
36
Murti, Bhisma. 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu Kesehatan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Murti, Bhisma. 1997 . Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Nafrialdi. 2008. Imunomodulator, Imunosupresan dan Imunostimulan dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi :V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Nasution, A, Mansur. 2001. Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Bronkiale. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/35.pdf/35. (20 Agustus 2009) Utomo, S. Hari. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Iritan pada Pekerja di PT. Inti Pantja Press Industri dalam Jurnal Berkala Ilmu Kulit dan Kelamin. Vol.11. No.2. Rassner, Steinert, U. 1995. Buku Ajar dan Atlas. Dermatologi Rassner. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC Siregar, R.S. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi: II. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC Soedirman. 1998. Etiologi dan Patofisiologi Dermatitis Akibat Kerja. Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (19 September 2009) Suherman, K.S. 2008. Adrenokortikosteroid dan Analog sintesisnya dalam Farmakologi dan terapi. Edisi :V. Jakarta : Balai Penerbit FK UI Syabab. 2005. Gambaran Klinis Dermatitis Akibat Kerja .Berkala Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamian (08 September 2009) Sularsito, S. A. 1992. Dermatitis. Vol 1. Yayasan Penerbit IDI Yogyakarta Sularsito, S. A. 2007. Dermatitis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
37 Tabel data rekap hasil penelitian No
Nama
Umur
Predileksi
Terkena
Kambuh
Riwayat atopik
seblm Setlh Bkrja Libur Lain bkrja Bkrja
Asma
Diri Rwt
rhinitis
D.Atopi
Diri
Rwt
Diri
Rwt
1.
Tn. JK
35
Telapak tangan
-
+
+
-
-
+
-
-
+
-
-
2.
Tn.TKM
38
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
3.
Tn. WD
35
Tangan & kaki
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
4.
Tn.JM
37
Tangan kanan
-
+
+
-
-
+
+
-
-
-
-
5.
Tn.RDI
40
Jari tangan
-
+
+
-
-
+
+
-
+
-
-
6.
Tn. PH
40
Jari tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
7.
Tn. SR
40
Telapak tangan & jari
-
+
+
-
-
-
+
+
-
-
-
8.
Tn.HR
39
Tangan
-
+
+
-
-
+
+
-
-
-
-
9.
Tn.SW
35
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
10. Tn.DP
34
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
+
+
-
11. Tn.AD
33
Tangan & kaki
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
12. Tn.TRD
33
Tangan & punggung
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
13. Tn.WR
33
Telapak tangan
-
+
+
-
-
+
-
+
-
-
-
14. Tn.MDI
32
Tangan
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
15. Tn.TM
32
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
16. Tn.AG
38
Tangan &
-
+
+
-
-
-
-
+
-
+
-
38 leher 17. Tn.ED
40
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
18. Ny.RY
28
Telapak tangan & kaki
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
19. Ny.MY
35
Telapak tangan & jari
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
20. Ny.SM
38
Tangan & leher
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
21. Ny.LST
39
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
22. Ny.SRN
40
Tangn & punggung
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
+
23. Ny.SP
29
Tangan &jari
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
24. Ny.RM
27
Tangan & jari
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
25. Ny.PM
40
Tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
26. Ny.WY
30
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
27. Ny.JL
30
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
28. Nn.LST
26
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
29. Ny.HN
29
Tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
+
-
-
30. Nn.FP
25
Jari – jari
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
31. Ny.YN
29
Telapak tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
32. Ny.SJH
33
Tangan
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
33. Ny.NJ
28
Jari-jari
-
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
34. Ny.ED
27
Tangan & kaki
-
+
+
-
-
+
+
-
-
-
-
35. Ny.WHY
30
Tangan & leher
-
+
+
-
-
-
-
-
+
-
-
39 36. Ny.HT
30
Tangan,kaki, punggung
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
37. Ny.RST
34
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
38. Nn.SR
24
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
-
-
+
-
39. Ny.WJ
27
Tangan
-
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
40. Ny.TTK
37
Tangan
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
41. Ny.IRW
40
Tangan dan jari
-
+
+
-
-
+
-
-
-
-
-
42. Tn. RD
31
Leher
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
43. Tn.WY
34
Kaki
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
44. Tn.SL
37
Kaki
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
45. Tn.T
40
Paha
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
46. Tn.TD
39
Kaki
-
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
47. Tn.SRN
39
Tangan
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
48. Tn.HTR
35
Leher
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
-
49. Tn.AG
39
Punggung
+
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50. Tn.EW
30
Tangan & kaki
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
51. Tn.RRJ
28
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
52. Tn.WG
30
Jari – jari
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
53. Tn.STR
32
Telapak tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
54. Tn.TKN
33
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
55. Tn.WHO
33
Jari-jari
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
56. Ny.HS
39
Tangan & kaki
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
57. Ny.RS
40
Tangan & leher
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
58. Ny.DW
40
Tangan,kaki, punggung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
40 59. Ny.RTN
40
Leher
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
60. Ny.SDR
40
Punggung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
61. Nn.AT
25
Tangan & kaki
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
62. Nn.AN
24
Tangan & leher
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
63. Ny.SPT
37
Tangan,kaki, punggung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
64. Ny.TTK
38
Tangan,kaki, punggung
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
65. Ny.TN
35
Jari-jari
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
66. Ny.NYT
45
Jari-jari
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
67. Ny.NJ
33
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
68. Ny.LLS
37
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
69. Ny.RT
34
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
70
25
Tangan
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Nn.LSA