PENGARUH RESIRKULASI LINDI BERSALINITAS TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH TPA BENOWO, SURABAYA Sudibyo, Warmadewanthi* *
Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111
[email protected],
[email protected]
Abstract Leachate recirculation system gives advantage to increase solid waste degradation process. Although, this system can not be applied in TPA Benowo because its leachate contains high salinity. High salinity inhibits solid waste degradation process. The purposes of this research were to determine the effect of saline leachate recirculation on degradation rate of municipal solid waste, methane production (CH4) and effluent leachate quality in term of salinity, COD and pH in bioreactor landfill. Variable of the research were salinity and leachate recirculation rates. Variety of salinity were 0.30, 3.00, 10.0 dan 20.0 ppt. Salinity variation was water classification which consist of oligohaline, mesohaline and polyhaline, that represented by variable of salinity. Recirculation rates were applied in 15 dan 20 mL/minute. Degradation rates at 15 mL/minute and 20 mL/minute were decreasing along with increasing of salinity concentration. The highest of degradation rates was 0.042 day-1 with salinity 0.3 ppt in 15mL/minute leachate recirculation. In same salinity condition and recirculation rate 20 mL/minute, degradation rates were 0.043 day-1. Regression analysis shows that leachate recirculation has effect on degradation rate of municipal solid waste in TPA Benowo, Surabaya. Keywords: degradation rate, leachate recirculation, salinity, solid waste
1. PENDAHULUAN Permasalahan sampah merupakan suatu topik yang menarik seiring dengan perkembangan penelitian dan pertumbuhan penduduk. Upaya pengurangan, penanganan dan pembuangan sampah juga merupakan masalah yang banyak mendapat perhatian (Warith, 2003). TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) merupakan area atau lokasi pemrosesan terakhir sampah yang dihasilkan oleh suatu daerah, terutama perkotaan yang mempunyai ketersediaan lahan yang terbatas. Dalam hal ini, desain TPA juga menjadi kunci utama dalam pengelolaan TPA, mengingat sebagian besar TPA di Indonesia masih bersifat Open Dumping atau Control Landfill seperti halnya di TPA Benowo, Surabaya. TPA Benowo merupakan satu-
satunya tempat pemrosesan akhir sampah Kota Surabaya dengan luas area +26,7 ha. Pembuangan sampah perkotaan yang mencapai 8.000 m3/hari (Sudarma, 2010) dapat menyebabkan perkiraan umur operasional TPA tidak akan lebih lama dari umur perencanaannya sehingga diperlukan upaya peningkatan pengolahan sampah, yaitu resirkulasi lindi. Resirkulasi lindi merupakan salah satu upaya untuk mempercepat proses degradasi sampah lebih cepat daripada tanpa resirkulasi lindi (Loncnar, et al., 2010; Francois, et al., 2007 dan Wang, et al., 2006) dan memperbesar settlement sampah sehingga menurunkan volume timbunan sampah di TPA (Vaidya, 2002; El-Fadel, 1999). Tujuan dari upaya 1
tersebut adalah meningkatkan kapasitas operasional dan pengelolaan TPA. Selain itu, resirkulasi lindi dapat mempercepat kondisi stabilisasi proses sehingga cepat pula mencapai fase metanogenesis pada timbunan sampah di TPA (Reinhart, 2006), menurunkan konsentrasi bahan organik (Warith, 2003) dan meningkatkan produksi biogas (Sanphoti, et al., 2006). Salinitas lindi dapat berasal dari jenis sampah yang terdegradasi atau kadar air tanah yang payau, mengingat lokasi TPA Benowo yang berada di daerah pesisir. Kondisi lindi TPA Benowo mengandung salinitas tinggi yang dinyatakan dengan konsentrasi klorida [Cl-] yaitu sekitar 22.500 mg/L pada musim kemarau (Azizah, 2010). Dalam penelitian terakhir, didapatkan bahwa kosentrasi klorida [Cl-] sebesar 2000 mg/L memberikan efek negatif pada proses degradasi sampah dilihat dari penurunan volume sampah dalam bioreaktor anaerobik (Azizah, 2010). Sedangkan, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa resirkulasi lindi mampu menurunkan konsentrasi bahan organik maupun anorganik dalam lindi effluent yang dihasilkan (Francois, et al., 2007; Bilgili, et al., 2006; Sponza dan Osman, 2004). Tujuan penelitan ini adalah untuk mengkaji pengaruh resirkulasi lindi bersalinitas terhadap produksi gas metan yang dihasilkan, memperoleh nilai laju degradasi sampah akibat pengaruh resirkulasi lindi bersalinitas, menentukan pengaruh resirkulasi lindi bersalinitas terhadap laju degradasi sampah dan memperoleh pengaruh resirkulasi lindi bersalinitas terhadap kualitas effluent lindi yang dihasilkan. Persamaan laju degradasi sampah yang digunakan adalah persamaan kinetik orde kesatu. Sedangkan, kualitas effluent yang dianalisa meliputi konsentrasi salinitas, bahan organik yang dinyatakan dengan COD dan pH yang berpengaruh terhadap proses anaerobik yang terjadi.
2. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Reaktor Penelitian Reaktor sampah yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari reaktor tipe 1 (reaktor A) dan reaktor tipe 2 (reaktor B). Reaktor A (Gambar 1) berupa wadah yang terbuat dari plastik yang dengan kapasitas 10 L dengan sistem tertutup (anaerobik) skala laboratorium. Reaktor ini digunakan untuk menghitung nilai laju degradasi sampah yaitu kandungan SS, VSS dan COD sampah. Reaktor B berupa kolom yang didesain dengan sistem tertutup (anaerobik) sebagai bioreactor landfill dengan kapasitas 200 L (50x40x100 cm). Reaktor tersebut berbahan dasar fiber berwarna putih dengan acrylic. Kedua reaktor sampah tersebut mempunyai sistem yang sama dengan masing-masing berjumlah 4 yang digunakan sebagai 1 reaktor kontrol dan 3 reaktor variasi penelitian. Di bagian bawah reaktor dipasang valve dan pipa yang digunakan untuk aliran effluent lindi. Selain itu juga dilengkapi dengan pipa penangkap gas, yang dibuat dengan panjang mencapai hampir dasar reaktor dan dilubangi di tepian pipa. Bak penampungan lindi terbuat dari fiber yang diberi penyangga berbahan kayu dengan tinggi 150 cm, tinggi dan volume wadah penampung lindi adalah 30 cm dan 10 L. Pengaturan pengaliran lindi dilakukan dari wadah penampung lindi, dilengkapi dengan valve. Pengaturan ini dilakukan ketika akan mengalirkan lindi selama 8 jam secara kontinyu dan pemompaan resirkulasi lindi secara intermittent. Rangkaian penangkap gas, terdiri dari wadah yang diisi larutan NaOH 20%, untuk menangkap gas CO2 yang masuk ke gelas ukur 100 mL, sehingga diharapkan gas yang tertangkap merupakan gas methan (CH4) dan Brom Tymol Blue sebagai indikator basa larutan penangkap CO2 yang berwarna biru.
2
Gambar 1. Reaktor Sampah (a) Reaktor Sampah A (lab scale) (b) B (bioreactor landfill)
2.2 Pelaksanaan Penelitian Sampel sampah yang akan dimasukkan dalam reaktor akan dicampur terlebih dahulu dan dilakukan uji densitas sampah dan komposisi sampah. Dengan demikian, akan diketahui berapa besar massa sampah persatuan volume reaktor. Selain itu, terdapat juga kerikil dan pasir dengan ketebalan ± 10 cm sebagai resapan lindi atau lapisan drainase aliran lindi (Wang, et al., 2006). Komposisi pada sampah A sama dengan sampah reaktor B. Pada reaktor A, sampah telah mengalami pencacahan dan dalam kondisi slurry dengan perbandingan sampah dan air adalah 1:3. Pada reaktor B, sampah dimasukkan dalam reaktor tersebut secara acak dan tanpa pemilahan setelah diketahui densitasnya yaitu 0,5 kg/L = 500 kg/m3. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 4 reaktor anaerobik. Resirkulasi lindi dilakukan dengan pemompaan secara intermitten dari bak penampung lindi (outlet) dan didistribusikan secara kontinyu melalui bak penampung lindi (inlet) selama 8 jam/hari. Tahapan penelitian ini dilakukan dengan 2 tahapan. Tahap I selama 40 hari,
reaktor variasi dijalankan dengan debit resirkulasi 15 mL/menit dengan konsentrasi salinitas R1= 0,30 ppt, R2=3,00 ppt, R3=10,0 ppt dan R4=20,0 ppt. Tahap II selama 40 hari selanjutnya, dijalankan dengan debit resirkulasi 20 mL/menit dengan kondisi salinitas yang sama dengan kondisi awal pada tahap pertama. Parameter penelitian ini akan dilakukan sampling dan analisa sesuai dengan prosedur analisa yang ada. Terdapat beberapa sampling atau pengamatan yang dilakukan setiap hari yaitu salinitas, produksi CH4 dan derajat keasaman (pH) lindi. Parameter yang dilakukan pengamatan dan analisa 3 hari sekali adalah COD dan VSS sampah reaktor A dan COD lindi reaktor B. Parameter yang dilakukan pengujian di akhir adalah analisa terhadap mikroorganisme yang berada dalam sampah. Setelah didapatkan nilai COD sampah dan terbentuknya gas (CH4) dengan didasarkan pada VSS sampah maka dilakukan analisa perhitungan laju degradasi sampah dari pengaruh resirkulasi 3
lindi bersalinitas dengan persamaan kinetik orde kesatu. Analisa parameter penelitian seperti COD lindi dan parameter biokinetik dilakukan sesuai prosedur standart yang terdapat pada Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater (APHA, 1995). Analisa COD dilakukan dengan metode closed reflux dengan Kalium dikromat (K2Cr2O7) sebagai sumber oksigennya. Analisa salinitas lindi dilakukan dengan menggunakan alat conductivitymeter pHIonLab EC10. Metode pengukuran laju degradasi sampah dilakukan dengan analisa kimia sampah tersebut. Analisa kimia sampah dilakukan pada reaktor A dengan mengukur penurunan nilai organik sampah yang dinyatakan dengan nilai COD dan peningkatan nilai VSS dalam sampah. Disamping itu, dilakukan pengamatan terhadap gas metan (CH4) yang dihasilkan setiap hari. Pengukuran nilai COD sampah dan gas CH4 yang dihasilkan digunakan untuk menghitung yield sampah dalam kondisi anaerobik dengan persamaan (Rolle, et al., 1999): (%) =
×( × 100
)
Nilai yield yang didapatkan, menjadi acuan dalam perhitungan laju degradasi sampah. Laju degradasi sampah dinyatakan dengan nilai k persamaan kinetik laju degradasi orde kesatu. Tahapan dalam perhitungan nilai laju degradasi. Dengan mengetahui nilai k persamaan kinetik orde kesatu, maka dapat diketahui pula laju degradasi sampah dengan kondisi anaerobik masing-masing kondisi reaktor. Setelah itu, dilakukan pengujian korelasi dan pengaruh dengan menggunakan software MINITAB 14.1. Dengan demikian, didapatkan pengaruh resirkulasi lindi salinitas terhadap laju degradasi samaph TPA Benowo, Surabaya. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan menganalisa kondisi awal sampah dan lindi yang digunakan dalam penelitian. Analisis tentang karakteristik kimia yang dilakukan meliputi Proxymate Analysis dan Ultimate Analysis. Proxymate Analysis dilakukan untuk mengetahui Moisture Content dan Volatile Solid pada sampel sampah. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kandungan air dalam sampah dan bahan organik yang terkandung dalam sampah yang dapat mempengaruhi kualitas lindi yang dihasilkan. Ultimate Analysis dilakukan untuk mengetahui karakteristik kimia yang meliputi komposisi unsur organik yang terkandung dalam sampah yang dapat memberikan gambaran komposisi senyawa organik yang meliputi unsur C (karbon), H (Hidrogen), O (Oksigen) dan N (Nitrogen). Hasil analisis pendahuluan sampah TPA Benowo dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Karakteristik Sampah TPA Benowo Analisis
Parameter Moisture Proximate Content Analysis Volatile Solid Karbon Ultimate Hidrogen Analysis Oksigen Nitrogen
Satuan %
Nilai 45.32
%
25.75
% % % %
46.47 10.25 18.38 2.43
Analisis terhadap sampel lindi dengan beberapa parameter organik yang berpengaruh terhadap laju degradasi sampah dilakukan pada penelitian pendahuluan (Tabel 4.2). Analisis pendahuluan dilakukan untuk mengetahui parameter utama dalam lindi yang berhubungan dengan variabel penelitian, yaitu kandu ngan organik (BOD dan COD), salinitas, ammonium (NH4+-N) dan fosfat (PO42--P). Salinitas menjadi parameter utama dalam penelitian yang berhubungan dengan pengaruh resirkulasi 4
Hal tersebut dikarenakan lindi merupakan hasil dari proses degradasi zat organik pada sampah. Rasio BOD/COD lindi TPA Benowo mencapai nilai 0,53. Dengan demikian, pengolahan pengolahan lindi dapat dilakukan dengan menggunakan pengolahan biologi.
lindi bersalinitas terhadap laju degradasi sampah. Tabel 4.3 Karakteristik Lindi TPA Benowo Parameter
Satuan
Nilai 692,00 1300,00 5,80 1017,61 12,92
mg/L mg/L ppt mg/L mg/L
BOD COD Salinitas NH4+-N PO42--P
3.2 Produksi Gas Metan (CH4) Pembentukan gas metan pada reaktor A merupakan pembentukan gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah yang telah berbentuk slurry. Resirkulasi lindi dengan variasi debit 15 mL/menit merupakan salah satu parameter pada penelitian ini. Produksi metan pada reaktor A dengan resirkulasi lindi dengan debit 15 mL/menit dan 20 mL/menit (Gambar 2).
TPA mempunyai Lindi suatu kandungan yang sangat kompleks akibat kompleksnya komposisi sampah yang masuk ke dalam TPA. Konsentrasi bahan organik menunjukkan nilai yang tinggi. 400
III
V
IV
400
350 300
V
IV
300
250
Gas Metan (mL)
Gas Metan (m L)
III
350
200 150 100
250 200 150 100
50
50
0
0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
5
10
Waktu (hari) R1=0,30 ppt
R2=3,00 ppt
15
20
25
30
35
40
Waktu (hari)
R3=10,0 ppt
R4=20,0 ppt
R1=0,30 ppt
R2=3,00 ppt
R3=10,0 ppt
R4=20,0 ppt
(a) (b) Gambar 2. Grafik Pembentukan Gas Metan (CH4) Reaktor A (a) Debit 15 mL/menit (b) Debit 20 mL/menit Gas metan belum terbentuk dalam fase transisi dan fase asidogenesis (III). Pada fase ini, bahan organik masih terdegradasi menjadi molekul yang lebih sederhana (Salminen dan Rintala, 2002). Akumulasi produksi gas metan yang paling besar terjadi antara hari ke-4 sampai hari ke-17. Reaktor A1 dan A2 mengalami akumulasi lebih besar dari pada reaktor A3 da A4 pada kurun waktu tersebut. Dengan demikian, waktu degradasi ideal pada proses dekomposisi sampah telah mencapai fase metanogenesis (IV) pada rentang waktu antara hari ke-3 sampai hari ke-17 (gambar 4.1). Selisih akumulasi (∆y) pada masing-masing reaktor berturut-turut
267 mL, 218 mL, 89 mL dan 77 mL dalam selang waktu 14 hari. Fase maturasi (V) terjadi pada reaktor A3 dan A4 yang mengalami produksi gas yang menurun dan relatif konstan, sedangkan reaktor A1 dan A2 masih mengalami proses pembentukan gas meskipun terdapat sedikit penurunan dalam percepatannya. Nilai yield yang dihasilkan sampah dapat mencapai 31,1% pada kondisi salinitas 0,30 ppt, 26,1% pada salinitas 3,00 ppt, 9,8% pada kondisi salinitas 10,0 ppt dan 4,9% pada kondisi salinitas 20,0 ppt dengan debit resirkulasi 15 mL/menit selama 40 hari. Pada debit resirkulasi lindi 20 mL/menit didapatkan nilai yield sebesar 5
–ln (Se/So) yang data series tersebut kemudian diplot pada grafik dan diketahui persamaan regresinya (Cecchi, 1990). Laju degradasi sampah yang digunakan dalam pembahasan penelitian ini adalah persamaan kinetik orde kesatu. Persamaan kinetik laju degradasi sampah, digunakan untuk mengetahui besar nilai konstanta laju degradasi sampah dengan persamaan kinetik orde kesatu (k). Parameter kinetik laju degradasi sampah, hanya didasarkan pada laju degradasi bahan organik sampah yang dinyatakan sebagai COD. Persamaan kinetik laju degradasi orde kesatu dapat diketahui dengan verifikasi laju degradasi tersebut dengan grafik –ln Se/So dan waktu degradasi. Nilai negatif pada laju degradasi COD tersebut menunjukkan laju degradasi konsentrasi COD persatuan waktu (hari-1) dengan debit resirkulasi lindi 15 mL/menit dan 20 mL/menit (Gambar 3).
7,4; 5,4; 2,9 dan 2,4% selama 40 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dengan konsentrasi salinitas yang kecil (0,30-3,00 ppt) mempunyai yield degradasi bahan organik yang lebih besar dari pada konsentrasi salinitas yang lebih besar (10,0-20,0 ppt). Analisis regresi tersebut membandingkan beban salinitas lindi sebagai faktor dan yield degradasi sebagai respon yang dihasilkan. Dengan demikian, beban resirkulasi lindi bersalinitas berpengaruh signifikan terhadap yield degradasi sampah. 3.3 Laju Degradasi Sampah Degradasi sampah dapat diketahui dengan penurunan nilai organik (COD) sampah yang seiring dengan pertumbuhan mikroorganisme. Bahan organik sampah didekomposisi menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai sumber makanan utama bagi mikroorganisme. Degradasi nilai COD tersebut dinyatakan dengan nilai
2.0
2.0
1.6
R2 : y = 0.039x + 0.254, R² = 0.941
1.4
R3 : y = 0.018x + 0.214, R² = 0.903
-ln Se/So , Q = 15 mL/menit
-ln Se/So , Q = 20 mL/menit
1.8
R4 : y = 0.010x + 0.143, R² = 0.910
1.2
R1: y = 0.042x + 0.111, R² = 0.949
1.8
R1 : y = 0.043x + 0.297, R² = 0.942
1.0 0.8 0.6 0.4
R2: y = 0.038x + 0.236, R² = 0.924
1.6 1.4
R3: y = 0.020x + 0.146, R² = 0.908
1.2
R4: y = 0.011x + 0.120, R² = 0.902
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2
0.2
0.0
0.0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
5
R2:Salinitas=3,00 ppt
R3:Salinitas=10,0 ppt
15
20
25
30
35
40
Waktu (hari)
Waktu (hari) R1:Salinitas=0,30 ppt
10
R4:Salinitas=20,0 ppt
R1:Salinitas=0,30 ppt
R2:Salinitas=3,00 ppt
R3:Salinitas=10,0 ppt
R4:Salinitas=20,0 ppt
(a) (b) Gambar 3.Grafik Verifikasi Laju Degradasi Reaksi Orde Kesatu (a) Debit 15 mL/menit (b) Debit 20 mL/menit Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa laju degradasi sampah pada reaktor A dengan debit resirkulasi lindi 15 mL/menit sesuai dengan persamaan kinetik orde kesatu dengan nilai R2>0,9. Nilai R2 yang tinggi (R2>0,9) dapat digunakan untuk mengetahui nilai k dan intersept (b) persamaan kinetik laju degradasi orde kesatu. Setelah dilakukan run dengan MINITAB 14.1, didapatkan hasil nilai P dalam analisis tersebut adalah 0,036.
Dengan demikian, resirkulasi lindi bersalinitas berpengaruh signifikan terhadap laju degradasi sampah. Hal ini dikarenakan nilai P (0,036) ≤ α (0,05). Sama hanya dengan debit 15 mL/menit, analisis laju degradasi dengan debit 20 mL/menit juga menggunakan persamaan kinetik laju degradasi orde kesatu. Persamaan tesebut dapat diketahui dengan verifikasi laju degradasi dengan plotting grafik –ln Se/So dan waktu 6
dari beban salinitas yang masuk dalam reaktor anaerobik. Dengan demikian, diperlukan pengujian pengaruh beban salinitas terhadap laju degradasi sampah secara anaerobik. Beban salinitas lindi yang berbanding lurus dengan konsentrasi salinitas lindi dan debit resirkulasi.
degradasi. Nilai negatif pada degradasi COD tersebut menunjukkan laju penurunan atau degradasi konsentrasi COD persatuan waktu (hari-1) dengan debit resirkulasi lindi 20 mL/menit. Laju degradasi sampah dengan debit resirkulasi 20 mL/menit lebih rendah dari debit 15 mL/menit. Namun, persamaan laju degradasi dengan debit 20 mL/menit memberikan nilai intersept (b) yang lebih besar, sehingga dalam waktu yang relatif singkat maka laju degradasinya memberikan nilai yang lebih besar dari debit resirkulasi lindi 15 mL/menit. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah lindi bersalinitas yang diresirkulasikan dengan debit 20 mL/menit dalam reaktor lebih besar 33,3%. Hasil ini sesuai dengan kelembaban optimum dalam reaktor anaerobik sampah sebesar 50 sampai 60% dalam fase metanogenesis (Gurijala dan Sulfita, 1993). Resirkulasi lindi bersalinitas dengan variasi debit resirkulasi, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju degradasi sampah. Hal ini tidak terlepas
3.4 Kualitas Effluent Lindi a. Salinitas Konsentrasi salinitas merupakan parameter dalam kualitas lindi yang dianalisis. Konsentrasi salinitas yang mengandung klorida yang tinggi berpengaruh pada proses biologis yang terjadi pada bioreaktor (Alkaabi, et al., 2009; Rolle, et al. 1997). Debit lindi yang diresirkulasikan pada tahap pertama adalah sebesar 15 mL/menit selama kurang lebih 8 jam/hari di tiap reaktornya dengan volume lindi 7,2 L. Pengamatan terhadap konsentrasi salinitas dilakukan setiap hari (setiap resirkulasi) dengan menggunakan electroconductivity pHIonLab EC10 yang telah dikalibrasi dengan larutan KCl (Gambar 4).
20.00 20.00
Potensi Salinitas Sampah
17.50
15.00
12.50
Ssalinitas (ppt)
Salinitas (ppt)
Potensi Salinitas Sampah
17.50
15.00
10.00 7.50 5.00
12.50 10.00 7.50 5.00
2.50
2.50 0.00
0.00 0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu (hari)
Waktu (hari) R1: Salinitas=0,30 ppt
R2: Salinitas=3,00 ppt
R3: Salinitas=10,0 ppt
R4: Salinitas=20,0 ppt
R1: Salinitas=0,30 ppt R3: Salinitas=10,0 ppt
R2: Salinitas=3,00 ppt R4: Salinitas=20,0 ppt
(a) (b) Gambar 4. Grafik Konsentrasi Salinitas Effluent Lindi (a) Debit 15 mL/menit, (b) Debit 20 mL/menit Berdasarkan gambar 7, dapat dilihat bahwa pada minggu pertama konsentrasi salinitas lindi yang keluar dari outlet reaktor semakin hari semakin meningkat (R1 dan R2), stabil (R3) dan mengalami penurunan (R4). Hal ini dipengaruhi oleh potensi salinitas dalam sampah yang berkisar antara 9,88 ppt pada analisis awal
sebelum reaktor dijalankan. Perubahan konsentrasi salinitas atau klorida dalam sistem resirkulasi lindi mengalami fluktuasi dan relatif konstan pada konsentrasi sesuai dengan potensi salinitas atau klorida sampah yang berada dalam bioreaktor (Warith, 2002).
7
dengan waktu kenaikan dan penurunan kualitasnya.
Peningkatan salinitas, kestabilan dan penurunan konsentrasi salinitas, dipengaruhi oleh kapasitas penyerapan salinitas oleh sampah (field capacity), yaitu kemampuan sampah untuk menyerap bahan organik maupun anorganik (Tchoubanouglous et al., 1993). Salinitas atau klorida merupakan senyawa anorganik non-biodegradable,sehingga perubahannya hanya didasarkan pada kemampuan sampah untuk menyerap dan menghasilkan salinitas atau klorida. Dengan demikian, konsentrasi salinitas lindi akan berbanding lurus dengan potensi salinitas dalam sampah. Semakin besar potensi salinitas dalam sampah maka akan semakin besar pula salinitas lindi yang dihasilkan, seiring
b. Bahan Organik (COD) Konsentrasi COD merupakan parameter kualitas lindi yang dihasilkan oleh sampah. Konsentrasi COD awal lindi yang diresirkulasikan adalah sebesar 1.200 mg/L dengan debit resirkulasi pada tahap pertama adalah sebesar 15 mL/menit. Konsentrasi COD awal lindi yang diresirkulasikan adalah sebesar 1.240 mg/L dengan debit resirkulasi sebesar 20 mL/menit. Konsentrasi COD effluent lindi mengalami fluktuasi dari segi kualitasnya (Gambar 5).
3500
2500 COD Effluent Lindi (mg/L)
COD Effluent Lindi (mg/L)
3000 2500 2000 1500 1000 500 0
2000 1500 1000 500 0
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu (hari)
Waktu (hari) R1: Salinitas=0,30 ppt
R2: Salinitas=3,00 ppt
R1: Salinitas=0,30 ppt
R2: Salinitas=3,00 ppt
R3: Salinitas=10,0 ppt
R4: Salinitas=20,0 ppt
R3: Salinitas=10,0 ppt
R4: Salinitas=20,0 ppt
(a) (b) Gambar 5. Grafik Konsentrasi COD Effluent Lindi (a) Debit 15 mL/menit, (b) Debit 20 mL/menit Pada debit 15 mL/menit, menunjukkan reaktor 1 (R1) dan reaktor 2 (R2), memiliki penurunan terbesar yaitu sebesar 74,52% dan 76,83%. Penurunan konsentrasi COD pada reaktor 3 (R3) dan reaktor 4 (R4) berturut-turut adalah 68,46% dan 60,98%. Berbeda dengan debit pada tahap pertama (15 mL/menit), kualitas effluent lindi pada tahap kedua (20 mL/menit) lebih stabil dalam menurunkan konsentrasi COD lindi. Pada debit 20 mL/menit, menunjukkan reaktor 1 dan 2, memiliki penurunan terbesar yaitu sebesar 53,42% dan 48,40%. Penurunan konsentrasi COD pada reaktor 3 dan reaktor 4 berturut-turut adalah 44,71% dan 40,69%. Penurunan yang tidak terlalu signifikan merupakan dampak dari kondisi reaktor yang jenuh. Dengan
demikian, sistem resirkulasi lindi bersalinitas dengan debit 20 mL/menit, dapat menurunkan konsentrasi effluent COD lindi suatu TPA. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa kemampuan penurunan COD mengalami penurunan seiring peningkatan konsentrasi salinitas yang diberikan (Alkaabi, et al., 2009). c. pH Parameter pH berpengaruh terhadap proses degradasi sampah secara anaerobik sebagai kondisi lingkungan optimum mikroorganisme. pH optimum dalam suatu reaktor anaerobik mempunyai nilai Up Optimum Level (OUL) sebesar 6,5 dan Low Optimum Level (LOL) sebesar 8,4 8
(Hao, et al., 2008). Debit lindi yang ditambahkan pada tahap pertama sebesar 15 mL/menit dan 20 mL/menit. Nilai pH awal lindi yang diresirkulasikan disesuaikan dengan kondisi pH lindi TPA Benowo (Gambar 6). Nilai pH yang diberikan, disesuaikan dengan nilai pH lindi TPA Benowo setelah mengalami peningkatan pH akibat
9
penambahan NH4OH pada reaktor 1 dan 2. Reaktor 1 dan 2 memiliki nilai pH awal yang berbeda dengan reaktor 3 dan Setelah resirkulasi lindi dilakukan selama 3 minggu dengan debit 15 mL/menit, kondisi nilai pH relatif stabil. Hal ini menunjukkan bahwa resirkulasi lindi dapat menjaga stabilitas pH optimum dalam reaktor anaerobik.
9
UOL
UOL
8.5
8
8
7.5
7.5
pH Effluent Lindi
pH Effluent Lindi
8.5
7 6.5 LOL
6 5.5
7 6.5 LOL
6 5.5
5
5
4.5
4.5 4
4 0
5
10
15
20
25
30
35
40
0
5
10
15
R1: Salinitas=0,03 ppt R3: Salinitas=10,0 ppt
20
25
30
35
40
Waktu (hari)
Waktu (hari) R2: Salinitas=3,00 ppt R4: Salinitas=20,0 ppt
R1: Salinitas=0,30 ppt R3: Salinitas=10,0 ppt
R2: Salinitas=3,00 ppt R4: Salinitas=20,0 ppt
(a) (b) Gambar 6. Grafik pH Effluent Lindi (a) Debit 15 mL/menit (b) Debit 20 mL/menit Pada minggu pertama, terjadi penurunan nilai pH yang sangat signifikan sampai minggu kedua. Penurunan nilai pH effluent lindi dikarenakan terjadi proses hidrolisis dan degradasi sampah memasuki fase asidogenesis. Penurunan nilai pH juga berkorelasi dengan peningkatan bahan organik dalam effluent lindi. Ketika bahan organik dalam lindi naik, maka nilai pH akan turun sesuai dengan proses anaerobik (Alkaabi, et al., 2009). Pada awal kondisi anaerobik dalam reaktor, proses hidrolisis akan memecah senyawa organik sampah yang kompleks menjadi organik yang terlarut dan asam organik. Mikroorganisme asidogenesis merubah senyawa tersebut menjadi hidrogen dan karbondioksida (CO2) dan Volatile Fatty Acid (VFA). Kondisi yang sama ditunjukkan pada tahap kedua resirkulasi lindi bersalinitas. Reaktor 1 dan 2 memiliki nilai pH awal yang berbeda dengan reaktor 3 dan 4. Setelah resirkulasi lindi dilakukan selama 3 minggu dengan debit 20 mL/menit, kondisi nilai pH relatif stabil. Kondisi tersebut hampir sama dengan debit
resirkulasi 15 ml/menit, dengan nilai pH relatif stabil pada 7,68-7,89 selama 30 hari. Hal ini menunjukkan bahwa resirkulasi lindi dapat menjaga stabilitas pH optimum dalam reaktor anaerobik, meskipun nilai perlakuan variasi salinitas berbeda antara R1, R2, R3 dan R4. 4. KESIMPULAN 1. Resirkulasi lindi bersalinitas berpengaruh terhadap produksi gas metan (yield). Yield gas metan ditunjukkan dengan 22,2% dengan debit 15 mL/menit pada kondisi salinitas 0,03 ppt dan 31,1% dengan debit 20 mL/menit pada kondisi salinitas yang sama. Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap beban salinitas yang diresirkulasikan pada reaktor secara anaerobik. Semakin besar beban salinitas yang diresirkulasikan, maka semakin kecil yield yang dihasilkan oleh proses degradasi sampah secara anaerobik. 2. Laju degradasi sampah dihitung dengan persamaan kinetik orde kesatu. 9
Laju degradasi sampah dengan konsentrasi salinitas 0,30 ppt mempunyai nilai sebesar 0,042 hari-1, dan konsentrasi salinitas 3,00; 10,0 dan 20,0 ppt memberikan nilai sebesar 0,38; 0,20 dan 0,11 hari-1 dengan debit 15 mL/menit. Pada debit 20 mL/menit, laju degradasi sampah mempunyai nilai sebesar 0,043; 0,039; 0,018 dan 0,010 hari-1 yang dilakukan pada skala laboratorium. 3. Resirkulasi lindi bersalinitas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap laju degradasi sampah. Hal ini, ditunjukkan dengan laju degradasi sampah yang menunjukkan nilai yang semakin menurun seiring dengan peningkatan nilai salinitas. 4. Resirkulasi lindi bersalinitas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kualitas effluent lindi yang dihasilkan. Parameter kualitas lindi tersebut meliputi salinitas, bahan organik (COD) dan pH lindi. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan perubahan kualitas salinitas dan penurunan konsentrasi COD yang dihasilkan. Namun, pH effluent lindi tidak dipengaruhi oleh beban salinitas untuk mencapai proses stabilisasi pH. DAFTAR PUSTAKA APHA, AWWA, AWPCF. 1995. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater, 21th Edition. Washington. Agdag, O.N. dan Sponza, D.T. 2005. “Effect of alkalinity on the performance of a simulated landfill bioreactor digesting organic solid wastes”. Chemosphere, 59:871–879. Alkaabi, S., van Geel, P.J. dan Warith, M.A. 2009. “Effect of saline water and sludge addition on biodegradation of municipal solid waste in bioreactor landfills”. Waste Management & Research 27: 59–69 Azizah, L. 2010. Studi Hubungan Salinitas Terhadap Proses Degradasi Sampah TPA Benowo. Teknik Lingkungan.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Cecchi, F., Joan M.A, Pietro G.T, Franco M., dan Guido F. 1990. “New Approach to the Kinetic Study of Anaerobic Degradation of the Organic Fraction of Municipal Solid Waste”. Biomass Journal 23:79-102. Francois,V.G. Feuillade, M.G., Lagier, T. dan Skhiri, N.. 2007. “Leachate Recirculation Effects on Waste Degradation: Study on Columns”. Waste Management Journal 27:1259–1272. Hao, Y.J., Wei, X.W, Song W.W., dan Hua S., Chen, Y.X. 2008. “Municipal solidwaste decomposition under oversaturated condition in comparison with leachate recirculation”. Process Biochemistry 43:108–112. Loncnar, M., Zupanc, M. Bukovec, P. dan Maja Z., Justin. 2010. “Fate Of Saline Ions in a Planted Landfill Site with Leachate Recirculation”. Waste Management 30:110–118. Reinhart D.R. 1996. “Full-scale Experiences with Leachate Recirculating Landfills: case studies”. Waste Management & Research 14:347-365. Rolle, E., Boni, M.R. dan Carucci, G. 1997.”Effects of Leachate Salinity on the Aerobic and Anaerobic Mineralization of the Municipal Solid Wastes Organic Fraction”. Environmental Technology, 18: 2, 203-209. Sanphoti, N. S., Towprayoona, P. Chaiprasert dan Nopharatana, A. 2006. “The Effects of Leachate Recirculation with Supplemental Water Addition on Methane Production and Waste Decomposition a Simulated Tropical Landfill”. Journal of Environmental Management 81:27–35. Sudarma, W. 2010. Pengolahan Ammonium Nitrogen (NH4+-N) pada Lindi TPA Benowo dengan Presipitasi Struvite (Magnesium Ammonium Phosphat) Menggunakan Continuous 10
Flow Stirred Tank Reactor. Thesis Teknik Lingkungan ITS. Surabaya. Tchobanoglous, G., Theissen, H., Vigil, S. 1993. Integrated Solid Waste Management.McGraw-Hill International Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc. Vidya, R.D. 2002. Solid Waste Degradation, Compaction and Water Holding Capacity. Thesis - Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.Virginia.
(http://scholar.lib.vt.edu/theses/available/e td-10192002-50) Warith, M.A. 2003. Solid Waste Management: New Trends in Landfill Design. Emirates Journal for Engineering Research 8 (1): 61-70. Wang, Q., Yasushi M., Dong, L., Huang, Q., Hirano, F. dan Tanaka, A. 2006. “Research on leachate recirculation from different types of landfills”. Waste Management 26:815–824.
11