Dinamika Konflik Pengelolaan Sampah (Studi Deskriptif Konflik Realistis Pengelolaan Sampah TPA Benowo Surabaya)
YOYUS EHAN HARIANTO SOSIOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian skripsi ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik di TPA Benowo yang melibatkan pihakpihak seperti pemulung, pengepul sampah, warga desa Benowo dan Pemerintah Kota Surabaya. TPA Benowo adalah tempat pembuangan akhir terbesar di Surabaya. TPA Benowo ialah tempat pembuangan akhir sampah pindahan dari TPA Keputih dikarenakan TPA yang terletak di kecamatan Keputih tersebut ditutup dengan alasan sampah yang menumpuk melebihi kapasitas dan warga sekitar berunjuk rasa meminta TPA Keputih direlokasi. Pemerintah Kota Surabaya mengabulkan permintaan warga sekitar lalu memindahkannya ke TPA Benowo. Dalam mengkaji permasalahan konflik di TPA Benowo, peneliti menggunakan teori konflik realistis dan non realistis dari Lewis Coser. Konflik menurut Lewis Coser tidak selamanya berbentuk negatif, konflik juga merangsang terjadinya perubahan sosial. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan mencari informan yang mempunyai pemahaman konflik yang terjadi. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadi dinamika konflik yang berawal dari konflik pemulung dengan tim pengamanan TPA Benowo, lalu dilanjutkan konflik pemulung dengan pengepul sampah, kemudian konflik warga desa Benowo dengan pengelola TPA Benowo, dan terakhir konflik warga desa Benowo dengan pengepul sampah. Konflik yang terjadi di TPA Benowo menimbulkan kekerasan namun dapat diselesaikan dengan baik. Dengan adanya katup penyelamat sebagai alat penyelesaian konflik di TPA Benowo diharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dapat menilai kekurangan satu sama lain.
1
Kata kunci: Konflik, Pemulung, Pengepul Sampah, Katup Penyelamat.
A. PENDAHULUAN Dewasa ini sulit untuk menjumpai tempat yang bersih dari sampah. Di Surabaya yang merupakan kota terbesar kedua di Indonesia, jarang ditemukan tempat yang bersih dan jauh dari sampah. Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses1. Sampah yang berasal dari masyarakat harus memiliki suatu tempat pembuangan akhir yang dapat memproses sampah-sampah tersebut agar tidak memberi dampak negatif bagi masyarakat, di desa Benowo adalah salah satunya. Di desa bagian barat kota Surabaya tersebut telah dibangun sebuah tempat pembuangan akhir sampah yang mulai beroperasi pada tahun 2001 dan jumlah timbulan sampah yang ditimbun volumenya mencapai 8000 m3 /hari. Salah satu elemen dalam sistem pengelolaan sampah adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang berfungsi sebagai lokasi penampungan sampah dan pemilahan sampah yang dapat di daur ulang. Sampah berasal dari masyarakat sebelum dibawa ke TPA harus dikumpulkan terlebih dahulu. Kemudian dipisahkan dan dibawa ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara sebelum akhirnya dibawa ke TPA. TPS merupakan lahan kosong yang digunakan sebagai tempat sementara penimbunan sampah dari rumah tangga jadi TPA atau landfill 1
Wikipedia:2008
2
adalah suatu tempat untuk menyingkirkan atau mengkarantina sampah kota sehingga aman. Tempat Pembuangan Akhir yang ada di suatu wilayah terutama kota harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik mengingat sampah yang dihasilkan terus bertambah seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. Di TPA terdapat aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh para pemulung. Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang, baik yang ada di TPA atau diluar TPA2 Pemulung mempunyai pekerjaan yang sangat panjang, bahkan tidak menentu, tidak mengenal waktu dan waktunya dihabiskan di TPA untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Biasanya pukul 06.00 WIB sudah berangkat ke TPA, mengais sampah sampai jam 12.00, kembali ke gubuk untuk istirahat dan makan siang, selanjutnya kembali ke TPA pukul 13.00-17.00 WIB. Bila pemulung merasa sehat dan punya tenaga, ada pula yang kembali lagi pada pukul 19.00 dan bekerja sampai malam bahkan sampai pagi. Lokasi TPA yang berdekatan dengan daerah pemukiman sering menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga sekitarnya. Warga Benowo misalanya, mereka masih mengeluhkan bau yang ditimbulkan dari sampah di TPA Benowo. Persoalan tersebut menuntut pemerintah untuk profesional dalam mengolah sampah. Sehingga untuk mengurai sampah Pemerintah Kota Surabaya mempunyai cara yaitu dengan mengadakan lelang investasi lelang investor dengan sistem kontrak kerja sama „Built
2
Wikipedia:2008
3
Operate Transfer‟ dengan anggaran yang harus dikeluarkan Pemkot selama 20 tahun mencapai 362 miliar. Lelang investasi tersebut diadakan pada tahun 2011 dan diikuti oleh 4 calon yaitu PT Phoeniex (Singapura), PT Medco (Malaysia), PT imantata (Prancis) dan PT Sumber Organik (Indonesia). Lelang tersebut akhirnya dimenangkan oleh PT Sumber Organik dari Indonesia dengan pengajuan investasi senilai Rp 314 miliar dengan tipping fee Rp 119 per kg. Sehingga pada bulan November tahun 2012 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya telah resmi bekerjasama dengan PT Sumber Organik untuk menegelola TPA Benowo. Tidak lama dari kejadian tersebut, pada bulan Desember tahun 2012 terjadi konflik yang di latarbelakangi oleh kelompok massa yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat (FORKOM) kecamatan Pakal dan Benowo menutup akses keluar masuk TPA Benowo. Massa yang berdemo itu sekitar 700 warga mulai dari orang dewasa, ibu hingga anak-anak. Penolakan warga didasari oleh dampak polusi sampah dan rembesan sampah mencemari tambak warga akibatnya tambak warga sekitar ikannya banyak yang mati sehingga dampak buruknya penjualan ikan terus menurun hingga 80 persen. Dengan membawa puluhan spanduk diantaranya bertuliskan Walikota Surabaya pembohong', 'Harga mati tutup TPA', 'Bu Wali selamatkan dari polusi sampah', 'Mau gak mau TPA Benowo tutup', 'Bau busukmu mengandung racun'. Awalnya aksi demo ini berlangsung damai. Suasana memanas saat ratusan warga yang mengaku sebagai pekerja (pemulung maupun pengepul) di TPA Benowo menghadang pendemo yang menolak keberadaan TPA. Kericuhan pun tak 4
dapat terhindarkan, apalagi Ketua Forkom AM mendapatkan serangan pukulan dari beberapa orang yang diduga kelompok pro keberadaan TPA. Jadi, pada saat sesi wawancara dengan wartawan itulah beberapa orang mendekat dan langsung melakukan pemukulan terhadap dirinya. Massa Forkom menilai Pemkot Surabaya belum bisa membuktikan untuk mengolah sampah secara profesional, modern dan tidak berdampak pada lingkungan. Kasus yang menjadi objek penelitian ini adalah konflik yang terjadi pada era sebelum perpindahan pengelola lama yaitu Dinas Kebersihan Pertamanan Kota Surabaya ke pengelola baru yaitu PT. Sumber Organik hingga konflik yang terjadi pada saat setelah dikelola oleh pengelola baru, dengan demikian yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi konflik dimana dalam kejadian ini terjadi pertengkaran antara massa melawan pemerintah pada saat TPA Benowo sebelum dan sesudah mengalami perubahan dalam sistem kerja pengelolaan sampah. Selain itu yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk menelusuri dinamika konflik pengelolaan sampah yang terjadi di TPA Benowo dimana pada sebelumnya dikelola oleh pemerintah lewat Dinas kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya namun pada tahun berikutnya yaitu di tahun 2012 dikelola oleh PT. Sumber Organik. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti perlu untuk menulis jurnal dengan judul “Dinamika Konflik Pengelolaan Sampah (Studi Deskriptif Konflik Realistis Pengelolaan Sampah TPA Benowo Surabaya)”.
5
B. KERANGKA TEORI Teori Konflik Realistis dan Non Realistis Penelitian ini menggunakan teori konflik realistis dan non realistis oleh Lewis Coser. Melalui perspektif Coser, ia menegaskan bahwa konflik realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan runtutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan, yang di tujukan pada obyek yang dianggap mengecewakan. Sedangkan non realistis adalah konflik yang “bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonistis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak”.
C. METODOLOGI PENELITIAN Tipe Penelitian Berdasarkan permasalahan penelitian yang diangkat penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah yakni obyek yang berkembang apa adanya, tidak di manipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut di mana peneliti adalah instrumen kunci. Dalam penelitian kualitatif rumusan masalah merupakan fokus penelitian yang masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk lapangan atau situasi sosial tertentu dengan maksud untuk memahami gejala sosial yang kompleks.
6
Informan Penelitian Dalam penelitian kualitatif ini penulis menggunakan teknik snowball. Snowball adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya
kecil,
kemudian
membesar.
Ibarat
bola
salju
yang
menggelinding lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan informan pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dua dari orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mewawancarai orang yang dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak3. Jadi peneliti mula-mula menjadikan satu informan yang terlibat konflik di TPA Benowo Surabaya yaitu Mukayati yang berprofesi sebagai pemulung. Setelah mendapatkan satu informan, peneliti mewawancarai informan-informan lain yang terlibat dalam konflik antara lain Sugiyanto dan Asmanianingsih sebagai pemulung, Masduki sebagai pemilik tambak lalu peneliti mewawancarai Ipung, Amin dan Andini yang berprofesi sebagai PNS Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya namun peneliti merasa kurang mendapatkan data yang valid dan terakhir peneliti mewawancarai warga benowo yang bekerja sebagai karyawan PT Sumber Organik yaitu Ardy dan Mataji untuk melengkapi data penelitian. Teknik Pengumpulan Data
3
Sugiyono (2008:218)
7
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawacara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu4. Dalam hal ini, peneliti melakukan tanya jawab atau wawancara secara langsung kepada masyarakat desa Benowo dan Pemerintah Kota Surabaya. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara semiterstruktur
yakni metode wawancara yang dalam pelaksanaannya
lebih bebas. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara peneliti akan mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang akan dikemukakan oleh informan. Dalam pelaksanannya penulis akan mewawancarai pihak-pihak yang berhubungan dengan TPA di Benowo Surabaya. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis menurut Milles dan Huberman (1992)5 dalam melakukan analisis data kualitatif, data yang muncul
berupa
kata-kata
dan
rangkaian
angka.
Data
yang
dikumpulkan bebagai macam cara yaitu pengamatan terlibat, wawancara mendalam, dan selanjutnya diproses mealui rekaman sampai pencatatan. Analisa kualitatif tetap menggunakan kata-kata dan kalimat yang digunakan dapat diperluas. Alur yang dipakai oleh Milles dan Huberman antara lain : 4 5
Moleong (2002:186) http://lib.uinmalang.ac.id/files/thesis/chapter_iii/06610102.pdf Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta (hal 98)
8
1. Penyajian Data. Sekumpulan informasi yang tersusun memberikan suatu kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. 2. Penarikan Kesimpulan Dari permulaan pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, pola-pola, penjelasan, bahkan alur sebabakibat. Kesimpulan terakhir tergantung pada besarnya catatan lapangan. Penarikan kesimpulan merupakan pembuktian kembali yang dilakukan untuk mencari pembenaran dalam fokus peneliti sehingga validitas dapat tercapai.
D. FAKTOR-FAKTOR
YANG
MELATARBELAKANGI
TERJADINYA KONFLIK 1. Faktor-faktor konflik September 2012 Konflik yang terjadi pada bulan September 2012 melibatkan pemulung dengan tim pengamanan TPA Benowo. Konflik tersebut disebabkan oleh kebakaran besar yang menimpa TPA sehingga memaksa para pemulung untuk pulang ke daerah asal. Selang beberapa minggu para pemulung tersebut kembali dari kampungnya masing-masing dan ke TPA untuk mengambil barang bekas atau sampah yang menjadi pemiliknya untuk dijual ke pengepul sampah, Namun karena TPA belum steril sehingga tim pengamanan seperti satpam, security dan preman tidak memperbolehkan mereka untuk masuk ke TPA karena dikhawatirkan akan
9
terjadi kebakaran lagi sehingga munculah konflik antara kedua belah pihak. Konflik di TPA Benowo pada bulan September sangat dinamis karena tidak hanya terjadi konflik pemulung dengan tim pengamanan TPA Benowo, namun konflik selanjutnya juga telah terjadi antara pemulung dengan pengepul sampah yang disebabkan oleh ketidakcocokan harga jual beli sampah yang disebabkan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu diperlukan
pemaparan
untuk
faktor-faktor
yang
melatarbelakangi
terjadinya konflik di TPA Benowo yang menjadi lokasi penelitian. Hal ini ditujukan agar dapat memahami setting sosial yang membingkai faktorfaktor konflik di TPA Benowo.
Hilangnya Sumber Nafkah Bagi Pemulung Pada bulan September tahun 2012 terjadi insiden kebakaran besar yang memusnahkan hampir semua sampah, alat-alat berat, hewan dan semua bagian yang ada di TPA Benowo. Kebakaran tersebut dipaparkan oleh sejumlah kalangan yang mengatakan bahwa kebakaran disebabkan oleh panas matahari yang terik yang kemudian membakar sampah-sampah yang berserakan di TPA Benowo. percikan api berasal dan bermula-mula dari gas yang ada di timbunan sampah lalu terjadilah letupan besar yang kemudian membakar semua sampah yang kering. Belum lagi pada saat itu juga waktu musim kemarau, cuaca panas yang terik bisa membakar dengan mudah sampah-sampah yang kering namun tidak lama kemudian dapat ditangani oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden tersebut seperti Pemerintah Kota Surabaya, Dinas Kebersihan dan
10
Pertamanan Kota Surabaya, pihak Kecamatan yang kemudian memanggil PMK untuk memadamkan api tersebut. Masalah kebakaran tersebut juga disebabkan oleh faktor lain yaitu korek bensol yang digunakan untuk menyalakan rokok karena pemulung yang datang jauh-jauh dari Banyuwangi, Situbondo dan Lamongan mempunyai kebiasaan mengais sampah sambil merokok, namun karena pada saat itu juga terjadi terik matahari yang panas menyengat area TPA kemudian terjadilah letusan sehingga terjadi kebakaran yang diakibatkan oleh korek bensol dan bukan puntung rokok dari pemulung yang kemudian menyebabkan kebakaran. Korek bensol tersebut meledak lalu api menjalar ke sampah-sampah sehingga terjadilah kebakaran yang diakibatkan oleh kelalaian pemulung. Bahkan dalam beberapa hari selanjutnya api belum bisa dipadamkan.
Kembalinya Pemulung ke Daerah Asal Ratusan pemulung yang mengais sampah di TPA terbesar di Surabaya yaitu TPA Benowo, hampir semua dari luar kota Surabaya. Ada yang dari Lamongan, Situbondo dan Banyuwangi. Memang diakui bahwa kondisi tersebut telah membuat pemulung putus asa dan tidak bersemangat lagi hingga akhirnya memaksa mereka untuk pulang walaupun dengan uanguang sisa namun yang terpenting sampai daerah asal.
Kembalinya Pemulung dari Daerah Asal ke TPA Benowo Selang beberapa hari setelah para pemulung pulang ke kampung daerah masing-masing, mereka berniat untuk kembali ke ladang pekerjaan utamanya yaitu TPA Benowo namun mereka menemui banyak rintangan dan halangan untuk bisa mengambil haknya yaitu mencari barang-barang 11
bekas untuk bisa dijual kembali setelah sudah lama meninggalkan area TPA karena terjadi kebakaran
Permasalahan Transaksi Jual Beli Sampah Permasalahan lain yang timbul di TPA bukan hanya terjadi antara pemulung dengan orang-orang yang berjaga-jaga di area TPA Benowo namun terjadi konflik lain antara pengepul sampah dengan pemulung yang telah lama menjalin transaksi jual beli barang bekas namun karena terjadi kesalahpahaman dari kedua pihak, timbulah konflik antara pemulung dan pengepul sampah terkait masalah transaksi harga barang bekas atau sampah.
1.
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Desember 2012 Konflik pada Desember 2012 berawal dari aksi demo atau unjuk rasa yang diprakarsai oleh massa Forkom di area TPA Benowo, aksi tersebut ditujukan kepada Pemerintah Kota Surabaya yang pada waktu itu masih belum bisa mengolah secara modern dan professional. Konflik di TPA Benowo pada bulan Desember 2012 sangat dinamis karena tidak hanya terjadi konflik antara massa Forkom dengan pengelola TPA, namun terjadi konflik selanjutnya antara massa Forkom yang notabene adalah massa yang menentang keberadaan TPA Benowo dengan kelompok pengepul sampah yang sangat pro terhadap keberadaan TPA Benowo. Uraian di bawah ini akan menjelaskan faktor-faktor latar belakang terjadinya konflik.
Pergantian Kepengelolaan TPA Benowo
12
TPA Benowo yang dibangun tahun 2000 namun baru beroperasi tahun 2001 yang juga sebelumnya dikelola Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya mulai mempunyai wacana untuk mencari pihak yang bekerja sama untuk mengelola TPA. Proses untuk melelang TPA Benowo sesuai dengan rekomendasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Pemerintah Kota Surabaya mempunyai rencana untuk melelang investasi pengelolaan sampah di TPA Benowo dengan sistem BOT (Built Operate Transfer) dengan anggaran dana yang harus dikeluarkan Pemerintah Kota Surabaya selama 20 tahun mencapai 362 miliar. Pada tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2009 Pemerintah Kota Surabaya telah mencari pihak yang bisa diajak bekerja sama dalam proses mengurai sampah yang juga bisa diajak kerja sama untuk mengelola TPA benowo dalam waktu yang lama. Pada tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2011 ada 4 calon yang mendaftar untuk bisa menjadi mitra dalam pengelolaan sampah TPA Benowo. 4 calon yang akan diajak kerja sama bukan hanya dari Indonesia namun dari mancanegara dan 4 calon tersebut ialah PT Phoniex dari Singapura, PT Sumber Organik dari Indonesia, PT Imantata dari Prancis dan terakhir yaitu PT Medco dari Malaysia. Pemerintah Kota Surabaya Akhirnya memenangkan PT Sumber Organik dari Indonesia karena mempunyai rencana kerja untuk mengolah sampah menjadi gas dan listrik dan itu sesuai dengan kehendak pihak Pemerintah Kota Surabaya sendiri karena rencana itu bisa membawa TPA Benowo menjadi TPA yang bermanfaat selain itu mereka juga dari negara sendiri yaitu Indonesia. 13
Setelah terjadi pergantian pengelola TPA Benowo lalu memutuskan bahwa yang resmi menjadi pengelola TPA Benowo yang baru adalah PT Sumber Organik sehingga pada bulan November 2012 adalah waktu yang bersejarah bagi TPA Benowo.
Tidak Adanya Sosialisasi Kerja TPA Benowo Setelah TPA Benowo memasuki era baru per bulan November 2012, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya mempunyai mitra baru untuk bersama-sama dalam pengelolahan TPA Benowo yakni PT Sumber Organik dari Indonesia yang notabene adalah perusahaan swasta yang mempunyai sistem kerja mengubah gas menjadi listrik, namun karena tidak adanya sosialisasi kerja dari pengelola TPA Benowo untuk warga sekitar tentang pergantian kepengelolaan TPA lalu munculah massa Forkom yang berdemo.
Pencemaran Tambak Ikan dan Garam oleh Limbah Sampah Keberadaan TPA Benowo sangat berdekatan dengan tambak ikan dan garam yang berada di sekitarnya dan itu sudah terjadi bertahun-tahun namun karena belum ada kompensasi untuk pemilik tambak ikan dan garam hingga akhirnya para petani tambak dan pemilik tambak bergabung dengan massa Forkom untuk bersama-sama melakukan aksi demo di area TPA.
Pembubaran Demo Warga oleh Pengepul Sampah Keberadaan TPA Benowo yang berumur lebih dari 10 tahun telah menjadi ladang pekerjaan bagi para pengepul sampah yang tinggal di desa Benowo dan sekitarnya. Para pengepul sampah menjalin transaksi dengan pemulung yaitu membeli barang bekas sampah yang akan dijual 14
di pasar loak, namun ketika ada demo warga yang meminta TPA Benowo dipindahkan, para pengepul sampah menolak aksi tersebut. Pengepul sampah yang berjumlah puluhan orang sangat tidak setuju dengan
aksi
warga
yang
meminta
Pemerintah
Kota
Surabaya
memindahkan TPA Benowo, mereka datang ke area TPA Benowo untuk membubarkan
demo
warga
karena
dinilai
telah
menganggu
kepentingannya dan apabila Pemerintah Kota Surabaya merelokasi TPA Benowo tersebut akan menyulitkan para pengepul sampah untuk mencari nafkah karena sudah bertahun-tahun mereka menggantungkan hidupnya dengan keberadaan TPA Benowo. Demo warga yang berlangsung siang hari telah menyulut amarah para pengepul sampah yang telah bertahun-tahun mencari nafkah dengan keberadaan
TPA
Benowo
sehingga
pemukulan
terjadi
untuk
melampiaskan emosi pengepul sampah yang tidak setuju bahwa TPA Benowo akan direlokasi. Selang beberapa menit setelah kejadian pemukulan oleh pengepul sampah terhadap warga yang berunjuk rasa, para Pegawai Negeri Sipil dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya datang ke area TPA Benowo untuk membubarkan aksi demo karena tidak ingin ada kekerasan lagi dari unjuk rasa tersebut dan meminta massa demo, pengepul sampah dan semua orang yang ada di TPA Benowo untuk kembali ke rumah masing-masing.
D. PENUTUP Kesimpulan 15
Pada bab ini menjelaskan tentang kejadian atau realitas sosial yang ditemukan selama penelitian. Kemudian dijelaskan pula cara-cara atau langkah-langkah yang ditempuh di dalam analisis serta hasil yang didapat setelah melakukan analisis. Hasil penelitian skripsi ini menyimpulkan bahwa konflik di TPA Benowo pertama kali terjadi antara pemulung dengan tim pengamanan TPA yang disebabkan oleh hilangnya sumber nafkah bagi pemulung setelah insiden kebakaran pada September 2012. Konflik berawal dari pengusiran pemulung oleh tim pengamanan TPA untuk mengambil barang bekas sampah. Dengan pengusiran tersebut, para pemulung kembali ke daerah asal masing-masing. Selang beberapa hari, pemulung kembali ke TPA Benowo untuk mengambil haknya yaitu barang bekas sampah namun tidak diperbolehkan oleh tim pengamanan TPA Benowo. Konflik di TPA Benowo selanjutnya terjadi pada September 2012 antara pemulung dengan anggota DPRD dan pengepul sampah yang disebabkan oleh kesalahpahaman dalam bertransaksi barang bekas sampah terkait harga yang ditawarkan. Konflik berawal dari datangnya pengepul sampah bersama anggota DPRD ke TPA Benowo untuk menghampiri pemulung yang bertujuan meminta harga barang bekas sampah yang dijual kepada mereka turun. Konflik di TPA Benowo selanjutnya terjadi pada Desember 2012 yang melibatkan warga sekitar dan pemilik tambak ikan dan garam dengan pengelola TPA Benowo. Konflik berawal dari unjuk rasa warga sekitar dan pemilik tambak yang menuntut adanya sosialisasi kerja TPA Benowo dan menuntut tanggung jawab dari pengelola TPA
16
Benowo untuk memberikan uang ganti rugi kepada pemilik tambak ikan dan garam. Konflik yang terakhir di TPA Benowo terjadi pada Desember 2012 antara warga sekitar dan pemilik tambak dengan pengepul sampah yang disebabkan pembubaran demo oleh kelompok orang yang pro dengan keberadaan TPA Benowo yaitu pengepul sampah karena kekhawatiran atas ide relokasi TPA Benowo dari massa yang berdemo. Dalam permasalahan di TPA Benowo, Pemerintah Kota Surabaya juga hadir sebagai katup penyelamat (Safety Valve) dengan mengajak berdiskusi dan melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak yang terkait dengan konflik untuk menyelesaikan perseteruan yang terjadi di TPA Benowo. Pemerintah Kota Surabaya dan PT Sumber Organik juga memberikan kompensasi ganti rugi kepada pemilik tambak yang tambaknya tercemar oleh limbah sampah dan memberikan sosialisasi kerja kepada warga sekitar bahwa TPA Benowo bekerja secara modern dengan mengolah sampah menjadi energi listrik dan TPA Benowo beroperasi selama 25 tahun Saran
TPA Benowo adalah satu-satunya tempat pembuangan akhir di Surabaya dan mempekerjakan ratusan pemulung dari Situbondo, Banyuwangi dan Bojonegoro. Dengan demikian seharusnya pengelola TPA Benowo memiliki peraturan yang dapat menyejahterakan pemulung agar kerasan dan lebih giat dalam bekerja sehingga tidak ada lagi gesekan atau perseteruan yang menyebabkan suasana tidak nyaman di TPA Benowo.
17
TPA Benowo adalah Tempat Pembuangan Akhir terbesar yang ada di Surabaya dengan luas lahan kurang lebih 37 Ha. Pada tahun 2001 TPA Benowo mulai beroperasi dan dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya lewat Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya. Ketika TPA pertama kali beroperasi pengelola TPA Benowo memberikan sosialisasi kerja termasuk dampak kesehatan, AMDAL dan juga memberikan kompensasi berupa air PDAM masuk desa dan hewan ternak sapi kepada masyarakat Desa Benowo. Pada November 2012 hingga sekarang, ketika TPA Benowo berganti kepengelolaan ke PT Sumber Organik, pengelola yang baru wajib memberikan sosialisasi atau pemberitahuan terkait kerja TPA Benowo agar warga sekitar Desa Benowo memahami kondisi TPA Benowo. Dengan demikian, supaya tidak terjadi lagi konflik antara pengelola TPA Benowo dan masyarakat Desa Benowo.
TPA Benowo menampung ribuan sampah setiap harinya, dengan demikian air limbah sampah yang dihasilkan juga beribu-ribu volume. Dengan kondisi tersebut pengelola TPA Benowo wajib rutin melihat kondisi pipapipa yang digunakan untuk membuang limbah sampah agar mengetahui pipa-pipa yang bocor dapat menyebabkan tambak ikan dan garam yang terletak di sebelah TPA Benowo tercemar. Apabila hal tersebut dilakukan, diharapkan tidak ada lagi protes dari pemilik tambak yang meminta kompensasi atas kerugian tambaknya.
Warga
Desa
Benowo
menghargai
pengepul
sampah
yang
menggantungkan hidupnya dengan keberadaan TPA Benowo. Ketika masyarakat sekitar hendak melakukan aksi demo terkait kerja TPA Benowo, sebelum itu melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan 18
pengepul sampah agar dapat diketahui tujuan unjuk rasa tersebut. Dengan demikian agar tidak terjadi lagi perseteruan antara pengepul sampah dan warga Desa Benowo.
Pengepul sampah tidak mengganggu lagi aktivitas pemulung di TPA Benowo karena pemulung hanya bekerja mengais sampah, mengenai harga barang bekas sampah, penjual di pasar loak yang memahami kenaikan harga sampah tersebut. Dengan demikian agar tidak terjadi lagi konflik antara pemulung dan pengepul sampah.
Pemulung yang bekerja di TPA Benowo wajib mematuhi peraturan yang ada agar tercipta suasana damai dan tentram dengan tim pengamanan, pengelola TPA dan semua pihak yang ada di TPA Benowo.
19
DAFTAR PUSTAKA
Buku : Sunarto,Kamanto.2000.Pengantar Sosiologi.Jakarta.FE UI. Bungin,Burhan.2008.Metodologi Penelitian Kualitatif.Jakarta: PT.Raja Grafindo. Miles,M.B dan Huberman,A.M.1992.Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode Metode Baru.UIPres.Jakarta. Faisal,Sanapiah.1990.Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar Aplikasi.Malang: Yayasan Asah Asih Asuh (YA3 Malang).
dan
Susan,Novri.2010.Pengantar Sosiologi Konflik dan isu-isu Konflik Kontemporer.Jakarta: Kencana. Poloma,Margaret.2013.Sosiologi Kontemporer.Jakarta: Rajawali Pers. Ritzer,George dan Goodman,Douglas J.2008.Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik sampai perkembangan mutakhir Teori Sosiologi Modern.Bantul: Kreasi Wacana.
Internet : http://www.plengdut.com/2014/11/urbanisasi-atau-migrasi-pendudukdesa.html Diakses pada 5 September 2015 pukul 11.30 WIB. www.ilmusipil.com/analisa-dampak-lingkungan Diakses pada tanggal 5 Januari 2015 pukul 16:41 WIB. http://www.kompasiana.com/alifianahr/manajemen-sampah-di-perkotaanstudi-kasus-masalah-sampah-di-surabaya. Diakses pada 5 September 2015 pukul 11.00 WIB.
20