Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 PENGARUH PVA TERHADAP MORFOLOGI DAN KINERJA MEMBRAN KITOSAN DALAM PEMISAHAN PEWARNA RHODAMIN-B Indah F. Farha, Nita Kusumawati Jurusan Kimia Fmipa Universitas Negeri Surabaya Abstrak Pada penelitian ini, telah dibuat membran Kitosan dan Kitosan-PVA secara inversi fasa dengan teknik penguapan pelarut. Membran kitosan dipreparasi dengan komposisi 1-5% (%b/v) kitosan dalam asam asetat 1%, sedangkan membran kitosan-PVA dipreparasi dengan perbandingan Kitosan/PVA 3%:1%-3%:5% (%b/v) dalam pelarut asam asetat. Morfologi dari kedua membran yang dihasilkan, diamati dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pada penelitian ini juga diamati kemampuan membran dalam mempertahankan ukuran pori yang terwakili dari nilai modulus Young dengan menggunakan Autograph. Masing-masing membran yang dihasilkan, diuji kinerjanya pada pemisahan Rhodamin B dengan menggunakan reaktor membran “Dead end” dengan variasi tekanan 1-5 kg/cm2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran kitosan yang dipreparasi dari larutan cetak dengan komposisi 1-5%, nilai fluks rhodamin B terbaik dihasilkan oleh membran kitosan 1% yaitu 11,318-27,575 L/m2.jam, dan nilai rejeksi terbaik yaitu pada perbandingan 3% pada tekanan 1 kg/cm2 yaitu 88,27%. Sementara pada membran kitosan/PVA dengan komposisi 3%:1%-3%:5% (%b/v), nilai fluks terbaik dihasilkan dari komposisi 3%:1% yaitu 16,052–38,372 L/m2.jam, dan rejeksi yang dihasilkan terbaik pada komposisi ke-4 pada tekanan 1 kg/cm2 yaitu 85,26%. Membran kitosan yang dihasilkan memiliki ukuran pori 0,45-0,6 µm; sedangkan membran kitosan-PVA memiliki ukuran pori 0,1-0,3µm. Membran kitosan-PVA memiliki daya regang dan fleksibilitas yang optimum pada tegangan 5,646 dengan nilai sebesar 9,25%. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kedua jenis membran masuk dalam golongan mikrofiltrasi. Membran kitosan memiliki nilai modulus young yang lebih tinggi dibangdingkan dengan membrane kitosan-PVA yaitu mencapai 61,04 Kgf. Hal inilah yang kemudian menyebabkan rejeksi dari membrane kitosan terhadap Rhodamin B juga lebih tinggi dibandingkan membran kitosan-PVA. Kata Kunci: Membran kitosan, PVA, Rhodamin B, fluks, rejeksi 1. Pendahuluan Industri tekstil merupakan salah satu bidang yang sangat berkembang di Indonesia. Perkembangan industri ini dapat dilihat dari nilai ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan semakin meningkatnya nilai ekspor TPT dari tahun ke tahun menjadikan industri ini sebagai sumber devisa negara yang penting. Dengan perkembangan industri tersebut manusia juga dihadapkan dengan permasalahan baru untuk mengolah limbah yang dihasilkannya. Saat ini, sebagian besar industri tekstil menggunakan zat warna sintetis dengan alasan murah, warnanya yang tahan lama, mudah diperoleh dan digunakan tetapi limbah yang dihasilkan masih berwarna dan sulit terdegradasi. Sekitar 15-20% zat warna yang digunakan akan tersisa pada air buangan yang pada akhirnya akan masuk ke dalam lingkungan sekitarnya (Chatterjee, 2007). Rhodamin B C - 169
merupakan salah satu jenis pewarna non azo yang banyak digunakan dalam industri tekstil. Senyawa Rhodamin B memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul 479,02 gram/mol. Metode pengolahan zat warna yang sedang dikembangkan saat ini, meliputi: (1) pengolahan menggunakan oksidator, seperti klorin, H2O2, K2FeO4 ; (2) pengolahan menggunakan adsorben, seperti zeolit; (3) pengolahan menggunakan ozon; dan (4) proses pemisahan menggunakan membran (Noel et al., 2000; Cho et al., 1999; Xu et al., 1999). Dalam aplikasinya untuk proses pemisahan, pemurnian dan pemekatan, teknologi membran mempunyai berbagai keunggulan dibandingkan metoda pemisahan yang konvensional, di antaranya proses dapat dilakukan secara kontinyu, tidak memerlukan zat kimia tambahan, konsumsi energi rendah, dapat dilangsungkan pada temperatur rendah sehingga dapat digunakan untuk pemisahan senyawa yang tidak tahan temperatur tinggi,
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 mudah dalam pengaturannya, tidak membutuhkan kondisi yang ekstrim (pH dan temperatur), material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya dan mudah dikombinasikan dengan proses pemisahan lainnya. Pada penelitian ini akan dibuat membran dari kitosan dan kitosan PVA. Dengan variasi kitosan pada membran jenis pertama yaitu 1%-5% (b/v), sedangkan pada membran jenis kedua yaitu membran kitosan-PVA, akan dibuat dengan variasi PVA yaitu kitosan:PVA 3%:1%-3%5%. Pada akhir penelitian akan dilakukan uji tarikan dan regangan membran menggunakan Autograph untuk mengetahui sifat mekanik membran. Sementara untuk mengetahui kinerja membran, akan dilakukan uji fluks dan koefisien rejeksi menggunakan alat uji membran dead-end dengan tekanan operasional yang divariasi pada 1-5 kg/cm2. Dasar penentuan variasi tekanan tersebut dikarenakan membran mempunyai rentangan tekanan operasional pada 1-5 atm (Mulder, 1996). Larutan rhodamin-B yang digunakan sebagai larutan umpan (feed) pada penelitian ini memiliki konsentrasi 50 ppm. 2. Metode Penelitian 2.1. Pembuatan membran komposit kitosan dan kitosan-PVA Untuk membuat membran kitosan 1% mula-mula 1 gram kitosan dari kulit udang dilarutkan dalam 100 ml CH3 COOH 1% pada suhu ruang. Bahan yang telah dicampur diaduk dengan stirer selama 2 jam hingga homogen sehingga diperoleh larutan kitosan 1%. Larutan kitosan kemudian dituangkan ke dalam cetakan cawan petri. Membran yang telah dicetak dikeringkan pada suhu kamar. Prosedur yang sama juga diterapkan untuk pembuatan membran kitosan dengan konsentrasi kitosan 2, 3, 4 dan 5%. Sedangkan untuk preparasi membran kitosan-PVA, Mula-mula 3 gram kitosan dilarutkan dalam 100 ml asam asetat 1% (v/v), diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer hingga homogen. Selanjutnya ke dalam larutan kitosan 3% ditambahkan PVA 1% (b/v), diaduk dengan magnetic stirrer dan dipanaskan dengan suhu ±80oC. Larutan kitosan-PVA yang telah homogen selanjutnya ditambahkan PEG 2,5% (b/v). Campuran larutan yang telah homogen dituangkan ke dalam cetakan cawan petri dan C - 170
dikeringkan pada suhu kamar hingga diperoleh film kitosan-PVA kering. Perlakuan yang sama juga diterapkan untuk pembuatan membran komposit kitosan-PVA dengan konsentrasi PVA 2%, 3%, 4%, dan 5%. Selanjutnya, untuk kedua jenis membran ditambahkan larutan NaOH 1% ke dalam film kitosan dan kitosan-PVA yang sudah kering dan didiamkan hingga membran terangkat ke permukaan. Untuk menghilangkan NaOH dilakukan pencucian pada membran secara berulang-ulang menggunakan aquades. dilakukan analisis menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), dan uji kuat tarik menggunakan Autograph. 2.2. Aplikasi membran pada alat dead-end dan penentuan nilai fluks pemisahan Membran yang akan diuji dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter ±7 cm. Membran diletakkan di bagian bawah alat penguji yang sebelumnya telah dilapisi dengan kertas saring. Selanjutnya dilakukan pengaplikasian aquades pada membran selama ±30 menit untuk proses kompaksi. Larutan umpan rhodamin B sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam alat uji “dead-end”, ditutup rapat dan kemudian ke dalamnya diberikan tekanan 1-5 kg/cm2 . Volume permeat yang dihasilkan dicatat setiap 5 menit selama 30 menit. 2.3. Penentuan koefisien Rejeksi Untuk mengetahui konsentrasi rhodamin-B setelah dilewatkan membran, dilakukan pengukuran nilai absorbansi dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi dari kurva kalibrasi, untuk selanjutnya dapat dihitung koefisien rejeksinya. Dengan diketahuinya konsentrasi permeat maka koefisien rejeksi permeat dapat diketahui dengan menggunakan persamaan, sebagai berikut: R=1- Cp/Cf x 100% Dimana: R = koefisien rejeksi Cp = konsentrasi zat terlarut dalam permeate Cf = konsentrasi zat terlarut dalam umpan
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pembuatan Mmbran Komposit Kitosan Pembuatan membran dalam penelitian ini menggunakan metode inversi fasa. Inversi fasa adalah metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan membran polimer untuk proses pemisahan (Kim and Lee, 1998). Pembentukan membran pada teknik ini melalui beberapa tahap. Pertama, pembuatan larutan cetak hingga homogen, penguapan pelarut dan perendaman dalam larutan non-pelarut. Preparasi membran kitosan 1%, mula-mla serbuk kitosan yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan membran kitosan dilarutkan terlebih dahulu ke dalam asam asetat 1% karena keterlarutan kitosan yang paling baik ialah dalam larutan asam asetat 1%. Kemudian diaduk selama 2 jam dengan pengaduk magnetik hingga terbentuk larutan kental dengan warna kuning jernih. Agar dapat diperoleh membran yang halus dan homogen, kitosan harus larut sempurna dalam pelarut yang digunakan. Larutan kitosan sebelum dicetak harus dibiarkan dahulu kurang lebih selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara karena gelembung udara yang terperangkap pada saat pencetakan membran dapat mengakibatkan membran menjadi sobek. Kemudian cetakan yang telah terisi larutan membran diangin-anginkan hingga diperoleh film padat kering. Melepas membran harus dilakukan secara hati-hati karena lapisannya sangat tipis sehingga mudah robek atau bocor. Untuk melepas membran dari cetakan, diperlukan perendaman dengan larutan NaOH 1%. Membran yang sudah kering direndam dengan larutan NaOH 1%. Larutan NaOH dalam hal ini berfungsi sebagai larutan non-pelarut yang dapat berdifusi ke bagian bawah membran yang berhimpitan dengan permukaan cetakan sehingga membran tersebut akan terdorong ke atas dan terkelupas. Membran yang telah dilepaskan dari cawan petri dicuci berulang-ulang dengan akuades untuk menghilangkan NaOH. Membran dipotong berbentuk lingkaran dengan diameter 7 cm. Membran kitosan yang dihasilkan dalam penelitian ini C - 171
berupa lembaran kekuningan. 3.2.
tipis
berwarna
Pembuatan Membran Komposit Kitosan-PVA Penelitian ini dimulai dengan pembuatan larutan kitosan 3% b/v (gr/ml) terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan penelitian Meriatna (2008) yang menyatakan bahwa kondisi terbaik adalah pada konsentrasi membran kitosan 3%. Untuk membuat larutan kitosan 3% sebanyak 300 ml, serbuk kitosan sebanyak 9 gram dilarutkan ke dalam asam asetat 1% v/v (ml/ml), kemudian diaduk selama 1 jam dengan pengaduk magnetik hingga terbentuk larutan kental dengan warna kuning jernih. Agar dapat diperoleh membran yang halus dan homogen, kitosan harus larut sempurna dalam pelarut yang digunakan. Penambahan PVA dilakukan setelah diperoleh larutan kitosan yang homogen. Polivinil akohol berwujud padatan kering dan berbentuk butiran serbuk putih. Penambahan PVA dalam jumlah tertentu dapat memperbaiki struktur dari membran itu sendiri, meningkatkan kekuatan membran kitosan, serta mampu menstabilkan membran yang dibentuknya (Hassan & Peppas 2000). Menurut Nisa (2005), semakin tinggi konsentrasi PVA yang ditambahkan maka membran yang dihasilkan akan semakin tebal. PVA ditambahkan ke dalam larutan kitosan 3% (dengan variasi konsentrasi 1-5% b/v (gr/ml)) dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada temperatur 80oC selama 1 jam. PVA yang merupakan senyawa turunan dari Poly Vinyl Acetat akan meleleh pada suhu diatas 72o C, sebab Poly Vinyl Acetat meleleh pada suhu 72oC (Cowd, M.A, 1991). PVA dapat larut homogen dengan larutan kitosan dikarenakan adanya ikatan hidrogen antara PVA dengan kitosan. Larutan kitosan-PVA yang telah homogen selanjutnya ditambahkan poli etilen glikol (PEG) 2,5% gr/ml (b/v). Penggunaan PEG pada penelitian ini dilakukan untuk pembentukkan pori-pori membran atau dikenal sebagai porogen (Yang et al. 2001). Yang et al (2001) menyebutkan bahwa peningkatan jumlah PEG dapat meningkatkan porositas
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 membran komposit kitosan-selulosa, yang diperlihatkan melalui peningkatan nilai fluks membran tersebut. Setelah tercampur semua, larutan tersebut didiamkan semalaman. Proses pendiaman larutan sebelum dicetak turut berperan menghasilkan membran yang baik. Hal tersebut dikarenakan proses pengadukan dapat menimbulkan gelembung udara. Gelembung udara yang terperangkap pada saat pencetakan membran dapat mengakibatkan lubang pada membran, selain itu juga dapat menutupi pori membran. 3.2. Uji Mekanik Membran Uji kekuatan tarik membran kitosan dilakukan pada suhu kamar. Kekuatan tarik membran kitosan dapat dilihat dari nilai Load yaitu nilai kuat tegang membran pada saat putus dan Stroke yaitu kekuatan regangan pada saat putus yang dimiliki oleh membran kitosan. Tabel 1. Data hasil uji kekuatan tarik membran komposit kitosan Membra n Kitosan (%) 1 2 3 4 5
Teganga n (Load) (kgf)
ΔL (mm)
0,1531 1,5816 1,8367 2,3980 2,8571
1,72 1,85 2,41 2,68 3,29
Reganga n (stroke) (%) 2,86 3,08 4,02 4,47 5,48
Modulu s Young 5,35 51,35 45,69 53,64 52,14
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa membran kitosan 1% memiliki kekuatan tarik dan regangan yang rendah karena pada membran kitosan 1% ukuran porinya lebih besar dari membran yang lain, sehingga menyebabkan struktur membran menjadi rapuh. Kekuatan tarik pada saat putus (tegangan) meningkat dengan bertambah tingginya konsentrasi membran kitosan. Membran kitosan 4% dan 5% memiliki kekuatan tarik yang besar. Hal tersebut dikarenakan strukturnya yang rapat menyebabkan jarak antara molekul dalam membran semakin rapat sehingga mempunyai kekuatan tarik yang besar. Hal tersebut juga didukung dengan nilai modulus young yang tinggi terutama pada membran dengan konsentrasi 4%.
C - 172
Tabel 2. Data hasil uji kekuatan tarik membran komposit kitosan Membran Kitosan (%) R1 R2 R3 R4 R5
Tegangan (Load) (kgf) 0,816 1,786 2,806 3,214 5,867
ΔL (mm)
Regangan (stroke) (%)
Modulus Young
0,68 2,27 3,67 4,52 5,99
1,13 3,78 6,12 7,53 9,98
72,21 47,25 45,85 42,68 58,79
Dari tabel dapat dilihat bahwa dengan bertambah tingginya konsentrasi PVA, membran memiliki daya regang dan fleksibilitas yang tinggi. Hal ini disebabkan polivinil alkohol memiliki struktur yang kristalin dimana molekulmolekulnya tersusun rapat, teratur, dan saling berdekatan, sehingga interaksi tarik menarik antar ikatan molekulnya menjadi kuat dan dibutuhkan energi yang cukup besar untuk memutuskan ikatan antar molekulnya. Berdasarkan nilai modulus young kekuatan terbesar dimiliki oleh membran dengan variasi kitosan:PVA 3%:1% yaitu sebesar 72,21 kgf. Sedangkan pada konsentrasi berikutnya nilai modulus young cendering menurun, hal tersebut disebabkan pada titik itulah sifat keplastikan dari PVA mendominasi membran sehingga memberikan kekuatan yang cenderung menurun. Melalui modulus young dapat dibandingkan kekuatan dari membran kitosan dan kitosan-PVA. Kekuatan terbaik dimiliki oleh membran kitosanPVA dengan perbandingan 3%:1% yaitu sebesar 72,21 kgf. Hal tersebut disebbkan pada membran ini mengadung PVA yang berfungsi sebagai penguat. Sedangkan membran kitosan hanya mencapai 53,64 kgf, terdapat pada konsentrasi kitosan 4%. 3.3. Morfologi Mebran Untuk mengetahui morfologi membran, digunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dapat memberikan informasi mengenai struktur morfologi membran. Dengan SEM, juga dapat diperoleh data mengenai ukuran pori membran, sehingga dari hasil ini dapat ditentukan standar keseragaman struktur membran yang dapat digunakan (Mulder, 1991). Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap morfologi dan struktur pori
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 membran kitosan tampak pada gambar 4.3. Berdasarkan gambar tersebut, tampak bahwa struktur pori-pori membran kitosan 1% lebih rapat dari pada membran kitosan 2% dan 3%. Pada membran dengan konsentrasi kitosan 2% dan 3% terlihat ada sedikit molekul kitosan yang belum larut sempurna sehingga menyebabkan adanya gumpalan kering yang menutupi pori membran. Berdasarkan foto yang diperoleh dari Scanning Elektron Miscroscopy (SEM ), dapat diketahui ukuran pori membran, yaitu sebagai berikut: (a) membran kitosan 1% mempunyai ukuran pori yang dapat teridentifikasi adalah antara 0,6 µm sampai 1,3 µm, (b) untuk membran kitosan 2% mempunyai ukuran pori yang dapat teridentifikasi adalah antara 0,4 µm sampai 0,6 µm dan (c) membran kitosan 3% mempunyai ukuran pori yang dapat teridentifikasi adalah antara 0,1 µm sampai 0,3 µm. Pori-pori yang terbentuk dipengaruhi oleh konsentrasi polimer dalam larutan membran. Pada membran kitosan 1% ukuran pori membran lebih besar dibanding dengan membran 2% dan 3%. Semakin tinggi konsentrasi kitosan dalam membran, maka pori yang terbentuk akan semakin kecil ukurannya. Tingginya konsentrasi kitosan menyebabkan jarak antar molekul dalam membran semakin rapat, sehingga pori yang terbentuk semakin kecil. Dilihat dari ukuran pori, membran yang dihasilkan termasuk membran ultrafiltrasi. Karakteristik struktur membran ultrafiltrasi adalah memiliki ukuran pori antara 0,001 µm – 2 µm (Mulder,1996).
(a)
C - 173
(b)
(c) Gambar 1. Morfologi membran kitosan Keterangan : (a) Membran Kitosan 1% (b) Membran Kitosan 2% (c) Membran Kitosan 3% Berdasarkan imaging yang diperoleh dari SEM (Scanning Elektron Miscroscopy), dapat diketahui ukuran pori membran kitosan-PVA. Pada gambar tersebut tampak bahwa membran R-1 (Gambar a) mempunyai ukuran pori antara 0,8-1,6 µm, membran R-2 (Gambar b) mempunyai ukuran pori yang dapat teridentifikasi adalah 1,2 µm, sedangkan untuk membran R-3 (Gambar c) mempunyai ukuran pori antara 0,7-1,0 µm. Dilihat dari ukuran pori yang terbentuk pada membran, membran yang dihasilkan masuk dalam rentang membran mikrofiltrasi. Karakteristik struktur membran mikrofiltrasi adalah memiliki ukuran pori antara 0,1 µm – 10 µm (Mulder,1996). Pada penelitian ini tidak menghasilkan membran yang masuk dalam rentang membran ultrafiltrasi. Hal ini dikarenakan penggunaan PEG sebagai porogen jumlahnya di kontrol. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi konsentrasi PEG.
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 umpan. Hal tersebut dikarenakan fluks merupakan standar dalam mengevaluasi kinerja membran sebelum dan sesudah digunakan. Tahap pertama yang dilakukan untuk mengukur fluks membran adalah melakukan proses kompaksi. Kompaksi merupakan suatu proses deformasi mekanik pada matriks polimer penyusun membran yang mengakibatkan struktur pori membran menjadi lebih rapat dan stabil. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh harga fluks yang konstan pada variasi tekanan operasional yang diberikan yaitu 15 kg/cm2. Menurut Mulder (1996) jika gaya dorong yang dikenakan konstan terhadap membran maka nilai fluks membran akan konstan setelah tercapai keadaan tunak. Pengukuran nilai fluks dilakukan dengan menampung volume permeat tiap 30 menit dalam gelas ukur. Dalam pelaksanaan operasi membran digunakan rhodamin B sebagai larutan umpan (feed). Hubungan antara konsentrasi kitosan dan fluks membran pada tekanan yang berbeda ditunjukkan pada tabel berikut ini :
(a)
(b)
Tabel 3. Data hasil uji kekuatan tarik membran komposit kitosan Membran
M-1
(c) Gambar 2. Morfologi membran kitosan Keterangan : (a) Membran Kitosan 1% (b) Membran Kitosan 2% (c) Membran Kitosan 3%
M-2
4.4. Karakteristik Kinerja Membran Modul membran yang digunakan pada penelitian ini berbentuk lingkaran dengan luas efektif 38,465 cm2. Pada bagian filter penyangga diletakkan kertas saring sebagai support, untuk menjaga ketahanan dari lembaran membran. Pengukuran nilai fluks dilakukan untuk mengetahui kemampuan membran dalam melewatkan sejumlah volume C - 174
M-3
M-4
Tekanan (kg/cm2) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Fluks (l/m2.jam) 16,0519 23,2727 29,0390 33,6104 38,3723 10,8745 13,9567 18,5974 23,5671 27,4459 5,0736 7,1688 10,4242 13,2468 17,8009 0,7273 1,0736 0,3636 -
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Pada tabel terlihat bahwa pada tiap membran yang sama, semakin besar tekanan yang diberikan, akan semakin besar pula nilai fluks yang dihasilkan. Pada pemberian tekanan 5 kg/cm2, dihasilkan fluks yang lebih besar untuk tiap waktu operasi dibandingkan dengan tekanan 1-4 kg/cm2 . Hal ini sesuai dengan gaya dorong utama (driving force) dari operasi membran. Peningkatan tekanan yang diaplikasikan pada aliran umpan yang melewati membran akan menyebabkan ukuran pori-pori membran melebar dan fluks yang dihasilkan pun semakin besar seiring dengan pertambahan tekanan. Konsentrasi polimer pembentuk membran juga sangat mempengaruhi karakter membran yang terbentuk, semakin tinggi konsentrasi polimer pembentuknya maka membran yang dihasilkan akan semakin padat sehingga fluks membran akan semakin kecil (Mulder 1996). Pada pembuatan membran dalam penelitian ini konsentrasi kitosan akan mempengaruhi nilai fluks dari membran. Hubungan antara konsentrasi PVA dan fluks membran pada tekanan yang berbeda ditunjukkan pada tabel. Tabel 4. Data hasil uji kekuatan tarik membran komposit kitosan-PVA Membran
R1
R2
R3
R4
Tekanan (kg/cm2 ) 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2
Fluks rata-rata (L/m2.jam) 11,318 13,952 19,342 23,363 27,575 6,447 9,619 12,462 15,581 18,805 4,090 6,933 10,382 12,600 15,633 3,362 5,823
R5
3 4 5 1 2 3 4 5
8,545 10,191 11,612 1,057 2,738 4,298 5,078 6,759
Dari tabel 4 terlihat bahwa pada tiap komposisi PVA yang sama, semakin besar tekanan yang diberikan menghasilkan fluks yang besar. Pada tekanan 5 kg/cm2 dihasilkan fluks yang lebih besar untuk tiap waktu operasi dibandingkan dengan pada tekanan 1-4 kg/cm2. Hal ini sesuai dengan gaya dorong utama (driving force) dari operasi membran. Peningkatan tekanan yang diberikan pada membran akan menyebabkan terjadinya deformasi pada membran sehingga mengakibatkan ukuran pori-pori. membran menjadi melebar dan fluks yang dihasilkan pun akan semakin besar. Konsentrasi polimer pembentuk membran juga sangat mempengaruhi karakter membran yang terbentuk. Pada penelitian ini, konsentrasi kitosan dan PEG yang digunakan dalam pembuatan membran dibuat konstan sehingga PVA menjadi material yang berpengaruh terhadap kinerja membran. Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pada tiap tekanan yang sama, semakin besar konsentrasi PVA yang digunakan, akan semakin kecil fluks yang dihasilkan. Membran R-5 dengan konsentrasi PVA yang paling besar yakni 5% menghasilkan nilai fluks yang paling rendah diantara membran R-1, R-2, R-3, maupun R-4. Hal ini disebabkan karena pada PVA konsentrasi tinggi, membran yang dihasilkan memiliki struktur yang semakin padat dan pori yang terbentuk semakin berkurang. 4.5. Pengukuran Koefisien Rejeksi Untuk pengukuran persen koefisen rejeksi, hal-hal yang harus dilakukan antara lain adalah penentuan panjang gelombang maksimum, pembuatan kurva kalibrasi, serta pengukuran absorbansi permeat dan penentuan konsentrasi permeat.
C - 175
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Sebelum dilakukan analisa persen koefisien rejeksi membran, dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum dari rhodamin-B. Adapun tujuan penentuan panjang gelombang maksimum zat pewarna rhodamin-B ini adalah untuk mengetahui daerah panjang gelombang dimana terjadi serapan maksimum dari rhodamin-B.
Absorbansi
0.4
membran diukur nilai absorbansinya dengan menggunakan instrumen spektrofotometer UV-Visible Genesys 10. Nilai absorbansi permeat yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan regresi dari kurva kalibrasi untuk mendapatkan konsentrasi permeat, selanjutnya dapat ditentukan koefisien rejeksi membran dengan menggunakan persamaan di bawah ini: =1−
555
100%
0.3 0.2 0.1 0 490 500 510 520 530 540 550 560 570 580 590 600 610
Panjang Gelombang (nm)
Dimana Cp adalah konsentrasi permeat dan Cf adalah konsentrasi larutan umpan (rhodamin B 50 ppm). Data koefisien rejeksi pada masingmasing membran dengan tekanan operasional 1-5 kg/cm2 ditunjukan pada tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 5. Data hasil uji membran komposit kitosan
Berdasarkan data spektra absorpsi UV-Vis pada gambar 4.7 di atas, tampak bahwa absorbansi maksimum rhodamin-B terletak pada panjang gelombang 555 nm dengan nilai absorbansi sebesar 0,330.
Membran
Absorbansi
Grafik 1. Spektra absorbansi rhodamin-b pada daerah visible
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0
M-1
M-2 y = 0.067x + 0.236 R² = 0.989 0 5 10
15
Konsentrasi (ppm)
M-3
Grafik 2. Kurva hubungan antara konsentrasi larutan standar dengan Absorbansi Dari grafik 2 diperoleh persamaan garis lurus dengan y = 0,0676x + 0,2365, yang merupakan hubungan antara konsentrasi dengan absorban. Nilai absorban (Y) merupakan fungsi dari konsentrasi (X). Pada penelitian ini, untuk menentukan permselektivitas membran kitosan yang dihasilkan, digunakan rhodamin B dengan konsentrasi awal 50 ppm. Cairan permeat yang telah melewati C - 176
Tekanan (kg/cm2)
Rejeksi (%)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
45,40 40,82 39,86 29,69 26,83 70,33 55,20 41,04 36,63 28,95 88,27 85,23 82,14 78,51 74,57
Nilai koefisen rejeksi membran semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi kitosan dalam membran. Koefisien rejeksi membran kitosan 3% lebih tinggi daripada membran kitosan 1% dan 2%. Hal ini disebabkan oleh ukuran dan jumlah pori-pori membran. Membran 3% memiliki jumlah pori-pori yang lebih sedikit serta ukuran pori-porinya lebih kecil dari membran 1% dan 2%, sehingga makin banyak molekul rhodamin B yang
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 tertahan, akibatnya koefisien rejeksinya juga makin tinggi. Pada membran kitosan 4%, volume permeat yang dihasilkan jumlahnya sangat sedikit sehingga tidak dapat diukur koefisien rejeksinya. Begitu juga untuk membran kitosan 5%, pada membran ini tidak dihasilkan permeat sehingga tidak dapat pula diukur koefisien rejeksinya. Tabel 5. Data hasil uji kitosan-PVA Membran
R1
R2
R3
R4
R5
Hal ini disebabkan karenanya adanya gaya dorong yang besar menimbulkan deformasi pada membran, sehingga ukuran pori-pori membran melebar dan partikel-partikel rhodamin-B yang seharusnya tertahan dapat lolos melewati membran. Pada tabel 4.5 nilai koefisien rejeksi membran semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi PVA dalam membran. Koefisien rejeksi membran R-5 dengan konsentrasi PVA terbesar yakni 5% lebih tinggi daripada membran R-1, R-2, R-3, dan R-4. Hal ini disebabkan pada membran R-5 memiliki jumlah pori-pori yang lebih sedikit serta ukuran pori-porinya lebih kecil, sehingga makin banyak partikelpartikel rhodamin-B yang tertahan, akibatnya koefisien rejeksinya juga makin tinggi.
membran komposit
Tekanan (kg/cm2 )
Koefisien Rejeksi rata-rata (%)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
50,305 46,542 39,194 31,517 27,332 74,209 68,584 52,998 39,865 34,479 82,878 79,775 59,334 49,905 43,278 85,260 82,227 64,640 58,273 54,690 91,136 89,665 86,762 83,408 79,585
Daftar Pustaka Aryanto, A.Y. 2002. Pemanfaatan Khitosan dari Limbah Kulit Udang (Crustacea) Sebagai Bahan untuk Pembuatan Membran. Skripsi. Fateta IPB Bogor. Aziz, M.S. 2008. Role of Electrokinetic Parameters on Asymetric Ultrafiltration Flux and Rejection During Separation of Bovine Serum Albumin.Tesis yang dipublikasikan. Malaysia: Universitas Malaysia Pahang. Chatterjee, D, Vidya, R, Anindita, S. 2007. Kinetics of the decoloration of reactive dyes over visible light-irradiated TiO2 semiconductor photocatalyst. Journal of Hazardous Materials 156 (2008) 435-441. Elsevier. Gustiani, Srie., Sugiana, D. 2009. Teknologi Bioreaktor Membran pada Pengolahan Limbah Cair Tekstil Berwarna. Arena Tekstil. Vol. 24. Hal 41-50. Heru Pratomo Al. 2003. Pembuatan dan Karakterisasi Membran Komposit Polisulfon Selulosa Asetat Untuk Proses Ultrafiltrasi. Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains. Edisi 3. Tahun VIII. I Dewa K. Sastrawidana., Bibiana W. Lay., Anas Miftah Fauzi., Dwi Andreas Santosa. 2008. Pengolahan Limbah Tekstil Sistem Kombinasi Anaerobik-Aerobik Menggunakan Biofilm Bakteri Konsorsium dari Lumpur Limbah Tekstil. Econtropic. Vol. 3, no 2. Hal. 74-80.
Dari tabel 4.5 terlihat bahwa bertambahnya tekanan operasi pada jenis membran yang sama menghasilkan nilai rejeksi yang semakin menurun. Pada tekanan 5 kg/cm2 dihasilkan koefisien rejeksi yang lebih kecil dibandingkan pada tekanan 1-4 kg/cm2 untuk tiap jenis membran yang sama. C - 177
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Meriatna. 2008. Penggunaan Membran Kitosan Mulder, M. 1991. Basic Principles of Membran Untuk Menurunkan Kadar Logam Krom(Cr) Technology. Netherlands: Khewer Academic dan Nikel(Ni) Dalam Limbah Cair Industri Publisher. Pelapisan Logam. Tesis. Fakultas Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.
C - 178