PENGARUH PROTEKTIF DAN KURATIF PEMBERIAN SUPLEMEN JUS BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI SIPROTERON ASETAT
(Skripsi)
Oleh DWI WASKITA HUTAMA 1218011040
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRACT PROTECTIVE AND CURATIVE EFFECT OF SUPLEMMENTATION WHITE DRAGON FRUIT JUICE SUPPLEMENT (Hylocereus undatus) TO HISTOLOGY SEMINIFEROUS TUBULES OF WHITE RAT (Rattus norvegicus) Sprague dawley STRAIN INDUCED BY CYPROTERONE ACETATE By
DWI WASKITA HUTAMA
Background: No children in marriage will be a problem, this is called infertility. This situation would threaten integrity of household. Infertility is the failure to conceive birth after 12 months or more, unprotected regular sexual intercourse. Infertility not just a woman's problem, because 25% to 50% infertility caused to male, so it takes prevention and treatment who safe. One option use white dragon fruit. This study aims to determine effect of supplementation white dragon fruit juice against histology seminiferous tubules white rats induced by cyproterone acetate. Methods: The study used 25 mice separated into 5 groups. K1:regular feed, P1:white dragon fruit juice 1ml for 24days, P2:induction cyproterone acetate 2mg for 7days, P3:white dragon fruit juice 1ml for 24days then induction of cyproterone acetate 2mg for 7days. P4:induction cyproterone acetate 2mg for 7days and then white dragon fruit juice 1ml for 24days. Results: Mean number of primary spermatocytes K, P1, P2, P3 and P4 was 375.20±8.408, 381.40±11.082, 320.00±6.519, 8.276±346.00 and 331.60±4.930. Mean number of spermatid cells 345.60±11.216, 362.80±16.843, 306.00±6.205, 6.042±333.00 and 323.60±4.506. Mean diameter of seminiferous tubules 311.32±7.86, 314.84±23.01, 286.91±5.89, 310.45±3.86 and 309.30±2.01. Conclusion: White dragon fruit juice improve primary spermatocytes and the spermatids. Keywords: Cyproterone acetate, infertility, white dragon fruit.
ABSTRAK PENGARUH PROTEKTIF DAN KURATIF PEMBERIAN SUPLEMEN JUS BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) DEWASA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI SIPROTERON ASETAT Oleh
DWI WASKITA HUTAMA
Latar Belakang: Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi masalah, hal ini disebut infertilitas. Keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah tangga. Infertilitas merupakan kegagalan hamil atau melahirkan setelah 12 bulan atau lebih, berhubungan seks teratur tanpa pelindung. Infertilitas bukan masalah perempuan saja karena 25% sampai 50% infertilitas disebabkan pria, sehingga dibutuhkan pencegahan dan pengobatan yang aman. Salah satu pilihan menggunakan suplemen jus buah naga putih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplemen jus buah naga putih terhadap histologi tubulus seminiferus tikus putih yang diinduksi siproteron asetat. Metode: menggunakan 25 tikus dipisah menjadi 5 kelompok. K1:pakan biasa, P1:jus buah naga putih 1ml selama 24hari, P2:induksi siproteron asetat 2mg selama 7hari, P3:jus buah naga putih 1ml selama 24hari kemudian induksi siproteron asetat 2mg selama 7hari. P4:induksi siproteron asetat 2mg selama 7hari kemudian jus buah naga putih 1ml selama 24hari. Hasil penelitian: Rerata jumlah sel spermatosit primer pada K, P1, P2, P3 dan P4 adalah 375,20±8,408, 381,40±11,082, 320,00±6,519, 346,00±8,276 dan 331,60±4,930. Rerata jumlah sel spermatid 345,60±11,216, 362,80±16,843, 306,00±6,205, 333,00±6,042 dan 323,60±4,506. Rerata diameter tubulus seminiferus 311,32±7,86, 314,84±23,01, 286,91±5,89, 310,45±3,86 dan 309,30±2,01. Simpulan: Jus buah naga putih mampu meningkatkan spermatosit primer dan spermatid. Kata kunci: Buah naga putih, infertilitas, siproteron asetat.
PENGARUH PROTEKTIF DAN KURATIF PEMBERIAN SUPLEMEN JUS BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERHADAP HISTOLOGI TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) DEWASA GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI SIPROTERON ASETAT
Oleh DWI WASKITA HUTAMA
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN Pada Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
Judul Skripsi
:
PENGARUH PROTEKTIF DAI\ KURATIF PEMBERIAII SUPLEMEN JUS BUAH NAGA PUTIH (Hylocereus undatus) TERIIADAP HISTOLOGI TUBULUS SEMIMFERUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicas) DEWASA GALUR Sprague dawtey YAIYG DIINDUKSI SIPROTERON
Assrar
Nama Mahasiswa
:
Dwi Waskita Hutama
Nornor Pokok Mahasiswa : 1218011040 Program Studi Fakultas
Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 1957042419870E I A0l
ri Busman, M. Biomed P. 19590101198703r00r
Fakultas Kedokteran
S.Ked., M.Kes., Sp.PA., . 19701208200112 1001
:. :. rr;.'. ] .i i .r..
r, ; , . I
_',it.r.
t: i,.. : 1..;;r
i:...:.-.!:.r..,.-..1 ::".
: ii:aii..i
il;
'rr':.
t::::
'.i,
I
LEMBARPERNYATAAN
Dengan
1.
ini saya'menyatakan
dengan sebenarny4 bahwa:
Skiipsi dengan judul "PENGARUII PROTEKTIF DAN KURATIF PEMBERIAN SUPLEMEN ruS
*
'BUAH
NAGA PIITIH (Hylocereus
undans) TERI{ADAP GAMBARAN I{ISTOLOGI TIIBULUS SEMINIFERUS TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) DEWASA GALUR SPRAC{JE DAWLEY YANG DIINDUKSI SIPROTERON ASETAT' adafah hasil karya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atdu pengutipan
atas karya penulis lain dengan chra tidak sesuai tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang biasa disebut plagiatisme, J
Hak intelektudl atas karya ilmiah ini 'diserahkan sepenuhnya
kepada
Universitas Lampung.
Atas pemyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan
adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan.
Maret 2016 Penulis
Dwi lVaskitaHutama NPM 12180il040
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Jambi pada tanggal 16 Mei 1994, sebagai anak bungsu dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Kusnun S.P.Kp dan Ibu Kordiawati, S.Pd. Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) dan diselesaikan di TK Sri Budhi Jambi pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) selesai ditempuh di SDN 160/IV Kota Jambi pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 2 Jambi diselesaikan pada tahun 2009, Sekolah Menenah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 3 Jambi pada tahun 2012.
Di tahun 2012, setelah lulus dari SMA, penulis terdaftar menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan mengikuti jalur SNMPTN Undangan. Pada tahun 2015, Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gedong Meneng Kabupaten Tulang Bawang. Penulis juga aktif sebagai anggota dana dan usaha pada organisasi Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina periode tahun 2012-2014.
PERSEMBAHAN
Teruntuk Mama dan Papa tersayang.. (Kusnun S.P.Kp dan Kordiawati S.Pd) Pelita hatimu yang telah mengasihiku dan menyayangiku dari lahir hingga mengerti luasnya ilmu di dunia ini.. Sebaris ucapan terima kasih dihalaman persembahan ini tidak mampu membalas semua kasih sayang dan lantunan doa yang telah Mama dan Papa panjatkan maupun seluruh pengorbanan yang telah Mama dan Papa berikan, tiada kata yang dapat menandingi segala kesabaran dan ketulusan cinta dari Mama dan Papa, Terima kasih atas semua yang telah Mama dan Papa berikan kepadaku..
We don't look backwards for very long. We keep moving forward, opening new doors, and doing new things” “
-Walt Disney- [taken from a Disney & Pixar movie: Meet The Robinson]
“Jangan
kejar kesuksesan, jadilah orang yang rajin maka kesuksesan akan mengejar anda– Dwi Waskita Hutama
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Al-Baqarah: 286)
SANWACANA
Alhamdulillahi robbil’alamin, puji dan syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas hidayah, rahmat dan karunia-Nya yang tidak terhitung sehingga skripsi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Dan shalawat serta salam kepada sang pembawa cahaya terbaik, Rasullullah SAW, semoga kita senantiasa mendapat hidayah sampai hari akhir nanti.
Skripsi dengan judul “Pengaruh Protektif Dan Kuratif Pemberian Suplemen Jus Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Terhadap Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Tikus Putih (Rattus novergicus) Dewasa Galur Sprague dawley Yang Diinduksi Siproteron Asetat” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung.
Dalam kesempatan kali ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku Pembimbing Utama yang selalu meluangkan waktu, memberikan bimbingan, dukungan semangat dan moril, serta kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Hendri Busman, M. Biomed., selaku Pembimbing Kedua yang selalu meluangkan waktu, memberikan bimbingan, dukungan semangat dan moril, serta kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si., M.Sc., selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak saran, masukan, kritik dan nasihat selama proses penyelesaian skripsi ini. 5. Ibu dr. Hanna Mutiara, M.Kes., selaku pembimbing akademik yang memberikan bimbingan dan arahan selama 3,5 tahun perkuliahan. 6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 7. Seluruh staf Akademik dan Tata Usaha Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 8. Keluargaku tercinta, Mama (Kordiawati) yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang tulus serta doa yang tak terhingga kepada Penulis, Papa (Kusnun) yang senantiasa memberikan perlindungan dan motivasi, mengajarkan tentang tanggung jawab serta perjuangan hidup kepada Penulis. Terima kasih kepada abang dan kakak tercinta, abang Bambang Toha Adi Harianto Suseno dan kak Meylia Sabtyah Dewi yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan kepada
Penulis.
Terima
kasih
juga
kepada
adik-adikku
tersayang,
Khairatunnisa, Agustyas Haera Annisa dan Ahmad Qolbun Salim yang memberikan keceriaan bagi Penulis. 9. Ibu Partini, Bapak M. Panut, Mukibul Khoiri, Siti Muawanah, Masromi, Nurul Hidayah, Nur Wakhid, serta belahan jiwa Iis Hazizah atas semua dukungan semangat kepada Penulis.
10. Guru-guru selama menempuh pendidikan di TK, SD, MI, SMP, dan SMA yang tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada Penulis. 11. Seluruh staf Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 12. Teman sejawat penelitian Restiko maleo Fibullah dan Guntur Sulistyo atas kerjasama dan dukungan kepada Penulis. 13. Sahabat-sahabat Penulis: Christoper PPP, Enjel Santos Simanjuntak, Andrian Reza, Agung Prasetyo, Luqmanul Hakim, Agam Anggoro, Hendra Effendi, Anggriawan Rafinko, Redopatra Asa Gama, Aldillah Herlambang, Firly, Anju Yosua Sirait, Eldwin Christian, Jimmy Widata, Taufiq Marjon, Tandrianto Abeng untuk semua dukungan dan keceriaan dalam hidup penulis. 14. Dunsanak-dunsanak di Bandar lampung: Abang Nirwan Nugraha L, Kak Kurnia Putra Wardhana, Kak Gulbuddin Hikmatyar, Kak Wanggi, Kak Rizki; 15. Teman-teman Pondok Abbas Alkindy 3: Kak Hapsoro, Kak Meyrian, Kak Aris, Kak Hasan, Kak Sofyan, Kak Dewantara, Kak Mail, Kak Iman, Kak Budhi, Kak Andre, Kak Dwi, Kak Tommy, Kak Andro, Kak Arif. 16. Teman-teman Penulis semasa TK, SD, MI, SMP, SMA yang telah berjuang bersama Penulis dan tak bisa disebutkan satu persatu. 17. Teman-teman KKN: Ulfa, Susi, Siti, Adji Styawan atas semua pengalaman berharga yang diberikan bagi Penulis. 18. Teman-teman sejawat angkatan 2012. Terima kasih atas kebersamaan selama ini. 19. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang memberikan semangat dan kebersamaan dalam satu kedokteran.
Penulis menyadari bahwa skripsi berharap karyasederhana
ini
ini masih jauh dari
dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Terima kasih.
Bandar Lampung, Maret 201 6 Penulis
a
Dwi WaskitaHtrtama
sempurna. Penulis sangat
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL .................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siptoperon Asetat ......................................................................................... 6 2.2 Buah Naga ..................................................................................................... 7 2.3 Sistem Reproduksi Jantan ............................................................................. 11 2.4 Tikus Jantan Dewasa ..................................................................................... 16 2.5 Kerangka Konsep ......................................................................................... 18 2.6 Kerangka Teori............................................................................................... 19 2.7 Hipotesis........................................................................................................ 20
ii
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 21 3.2 Waktu danTempat Penelitian ........................................................................ 22 3.3 Variabel Penelitian ........................................................................................ 22 3.4 Definisi Operasional Variabel ....................................................................... 23 3.5 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................. 24 3.6 Rancangan Penelitian .................................................................................... 25 3.7 Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................... 26 3.8 Prosedur Penelitian........................................................................................ 28 3.9 Diagram Alur Penelitian ............................................................................... 36 3.10 Analisis Data dan Uji Hipotesis .................................................................. 37 3.11 Etika Penelitian .......................................................................................... 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ............................................................................................. 39 4.1.1 Jumlah Sel Spermatosit Primer ........................................................... 39 4.1.2 Jumlah Sel Spermatid.......................................................................... 43 4.1.3 Diameter Dan Histologi Tubulus Seminiferus .................................... 46 4.2 Pembahasan ................................................................................................... 54 4.2.1 Jumlah Sel Spermatosit Primer ........................................................... 54 4.2.2 Jumlah Sel Spermatid.......................................................................... 58 4.2.3 Diameter Tubulus Seminiferus ............................................................ 62 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 65
iii
5.2 Saran .............................................................................................................. 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Kandungan Nilai Gizi per 100 gr Buah Naga Putih ........................................... 9 2. Kerapatan jenis, kandungan zat makanan Buah Naga ....................................... 10 3. Definisi Operasional ........................................................................................... 23 4. Hasil perhitungan rerata jumlah sel spermatosit primer (sel).............................. 38 5. Hasil uji Saphiro-Wilk spermatosit primer...........................................................41 6. Hasil Uji LSD spermatosit Primer....................................................................... 42 7. Hasil perhitungan rerata jumlah sel spermatid (sel)............................................. 43 8. Hasil Uji Saphiro-Wilk Spermatid....................................................................... 44 9. Hasil Uji Tamhane spermatid ...............................................................................45 10. Hasil perhitungan rerata diameter tubulus seminiferus (µm)................................... 46 11. Hasil uji Saphiro-Wilk diameter seminiferus........................................................47 12. Hasil Uji LSD diameter tubulus sseminiferus.......................................................49
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Buah Naga .......................................................................................................... 8 2. Gambaran Normal Tubulus Seminiferus ........................................................... 14 3. Kerangka Konsep ............................................................................................... 18 4. Kerangka Teori ................................................................................................... 19 5. Desain Penelitian ................................................................................................ 21 6. Alur Penelitian ................................................................................................... 36 7. Grafik Rerata Jumlah Sel Spermatosit Primer Tikus Putih Jantan Dewasa......... 40 8. Grafik Rerata Jumlah Sel Spermatid Tikus Putih Jantan Dewasa........................ 43 9. Grafik rerata diameter tubulus seminiferus tikus putih jantan dewasa................. 47 10. Histologi tubulus seminiferus testis tikus kelompok K........................................ 50 11. Histologi tubulus seminiferus testis tikus kelompok P1....................................... 51 12. Histologi tubulus seminiferus testis tikus kelompok P2........................................51 13. Histologi tubulus seminiferus testis tikus kelompok P3…....................................52 14. Histologi tubulus seminiferus testis tikus kelompok P4........................................53
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan budaya di Indonesia nilai anak memang masih memiliki arti yang begitu penting. Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan menjadi masalah, karena ada keyakinan keadaan ini akan mengancam keutuhan rumah tangga. Masalah seperti ini atau sering disebut infertilitas tidak hanya menyangkut kesehatan fisik semata-mata, tetapi juga berdampak psikologis dan sosial bagi pasangan yang mengalaminya (Demartoto, 2008).
Masyarakat masih berpandangan bahwa ketidaksuburan hanya diderita wanita saja, sehingga menghambat pria mencari pengobatan yang berujung pada lambatnya penegakan diagnosis. Penelitian National Survey on Family Growth di Amerika Serikat (1995) mendapatkan kurang lebih 7,1% pasangan suami istri memiliki masalah infertilitas. Dari jumlah tersebut, 40% diidap oleh pria, 40% yang lain menyerang wanita, sekitar 10% mengenai kedua pasangan, sisanya tidak diketahui penyebabnya. Infertilitas menjangkiti satu dari 25 pria di Amerika Serikat. Lebih dari 90% kasus karena rendahnya jumlah sperma, rendahnya kualitas sperma atau keduanya (Firman, 2012).
2
Angka infertilitas di Indonesia berkisar (12-15%). Banyaknya pasangan infertilitas di Indonesia dapat diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak mempunyai anak yang masih hidup. Menurut Sensus Penduduk terdapat 12% baik di desa maupun di kota, atau sekitar 3 juta pasangan infertil tersebar di seluruh Indonesia (Yusnita, 2012).
Infertilitas bukan merupakan masalah perempuan saja karena antara 25% sampai 50% dari infertilitas disebabkan oleh pasangan prianya. Periksalah organ-organ reproduksi atau genitalia klien laki-laki dan perempuan untuk melihat adanya abnormalitas struktural. Bila memungkinkan, analisis air mani merupakan tes laboratorium yang sangat penting untuk setiap pasangan yang mengalami infertilitas (IAWG,2010).
Kemandulan atau infertilitas merupakan kegagalan untuk hamil atau melahirkan setelah 12 bulan atau lebih berhubungan seks tanpa pelindung secara teratur. Jika seorang perempuan belum pernah hamil sebelumnya, penyakit ini dinamakan infertilitas primer. Jika pasangan sebelumnya bisa memiliki anak tetapi saat ini memenuhi definisi infertilitas, kondisi ini dinamakan infertilitas sekunder. Infertilitas memiliki banyak penyebab yang bisa bersifat medis seperti infeksi nifas, infeksi pasca aborsi, infertilitas iatrogenik (yang didapat akibat tindakan tertentu), endometriosis, IMS dan penyakit menular lain yang menyebabkan kerusakan tuba falopi, vas deferens atau epididimal atau penyebab non medis. Dalam situasi darurat bencana
3
infertilitas sekunder dan bahkan primer dapat merupakan akibat dari stress dan perubahan besar dalam gaya hidup (IAWG, 2010).
Ada banyak faktor yang mempengaruhi infertilitas sel sperma di antara nya adalah faktor perilaku seperti nutrisi, merokok, olahraga. selain itu, asupan obat juga berkontribusi terhadap infertilitas sperma (Ping, 2011). Salah satu obat yang
dapat
menginduksi
terjadinya
infertilitas
pada
pria
adalah
siproteronasetat. Obat ini termasuk golongan agen antiandrogen yang biasa dipakai untuk terapi hirsutisme pada wanita (IAI, 2012).
Kasus infertilitas pada pria dapat dicegah dengan mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung antioksidan. Salah satu buah yang mengandung antioksidan yang tinggi adalah buah naga putih (Hylocereus undatus) (Visioli, 2010). Menurut sebuah studi oleh farid abdul aziz dan mahanem mat noor (2010) buah naga membantu untuk mempertahankan kelangsungan hidup spermatozoa dan meningkatkan histologi testis pada tikus. Buah naga memainkan peran penting sebagai fertility agent karena antioksidan dan sifat anti-proliferasi (Ping, 2011).
4
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pentingnya kehadiran dari seorang keturunan dalam rumah tangga dan besarnya kemungkinan angka infertilitas seorang pria, maka peneliti menyusun rumusan masalah yaitu: 1. Apakah ada pengaruh protektif dan kuratif pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylocereus undatus) terhadap peningkatan jumlah sel spermatosit primer tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat? 2. Apakah ada pengaruh protektif dan kuratif pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylocereus undatus) terhadap peningkatan jumlah sel spermatid tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat?
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui pengaruh protektif dan kuratif pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylocereus undatus) terhadap peningkatan jumlah sel spermatosit primer tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat. b. Mengetahui pengaruh protektif dan kuratif pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylocereus undatus) terhadap peningkatan jumlah
5
sel spermatid tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat.
1.4 Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti, sebagai sarana pengembangan wawasan dan penerapan disiplin ilmu yang telah didapatkan selama masa perkuliahan. 2. Bagi institusi terkait, penelitian ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan bahan informasi/data bagi institusi terkait untuk mencegah kasus infertilitas pada pria dewasa. 3. Bagi masyarakat untuk dapat mengetahui manfaat dari jus buah naga putih (Hylocereus undatus) yang penting untuk kesehatan reproduksi. 4. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan referensi untuk pencegahan dan penatalaksanaan pada kasus infertilitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siproteron Asetat Merupakan salah satu jenis obat yang mempengaruhi fertilitas. Siproteron asetat menjadi salah satu pengobatan anti androgen pada kanker prostat yang tidak dapat dioperasi. Obat ini dikontraindikasikan pada wanita yang sedang dalam masa kehamilan, sindrom dubbin johnson, sindrom rotor, pernah atau ada tumor hati (pada kanker prostat, hanya bila tidak disebabkan oleh metastase), penyakit yang membahayakan, depresi sangat parah, pernah atau adanya proses tromboemboli, diabetes parah dengan perubahan vaskular, anemia sickle cell, dan hipersensitif. Salah satu obat yang dapat menginduksi terjadinya infertilitas pada pria adalah siproteronasetat. Obat ini termasuk golongan agen antiandrogen yang biasa dipakai untuk terapi hirsutisme pada wanita. (IAI, 2012).
Genotoksisitas dari cyproterone asetate telah dipelajari pada limfosit manusia melalui kesalahan aberasi kromosom (Shiddique, 2005). dosis tinggi dari CPA telah dilaporkan dapat menekan spermatogenesis dan libido pada pria. Analog GnRH dan progestin sendiri nyata akan menekan LH dan FSH. Rendahnya
7
tingkat testosteron disebabkan oleh penekanan LH yang akan menurunkan libido dan parameter androgen-dependent lainnya (Roy, 2002). Siproteron asetat adalah steroid dengan aktivitas antti-androgen yang kuat, dan disamping itu siproteron asetat memberikan sejumlah umpan balik negatif pada reseptor di hipotalamus. Studi
yang
membandingkan
siproteron
asetat
/EE
2mg/0,035mg
dan
drospirenone/EE dan desigestrel/EE menunjukan bahwa setelah 6 bulan memiliki khasiat yang sama namun setelah 12 bulan siproteron asetat/EE menunjukan efek anti-androgen terkuat (European Medicine Agency, 2013).
2.2 Buah Naga Salah satu kelompok tanaman kaktus atau famili Cacteceae dan subfamili Hylocereanea, genus Hylocereus. Genus ini pun terdiri atas sekitar 16 spesies.Dua diantaranya memiliki buah yang komersial, yaitu H. undatus (berdaging putih) dan H. costaricensis (daging merah). Kedudukan buah naga dalam taksonomi adalah sebagai berikut (Mello et al., 2015): Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas
: Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo
: Cactales
Famili
: Cactaceae
Subfamili
: Hylocereanea
Genus
: Hylocereus
Spesies
: - Hylocereus undatus ( buah naga daging putih) - Hylocereus costaricensis ( buah naga daging merah)
8
- Hylocereus costaricensis (buah naga daging super merah) - Selenicereus megalanthus (buah naga kulit kuning daging putih).
Gambar 1. Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) (Jatnika, 2010). Jenis buah naga yang telah dibudidayakan ada empat, yaitu buah naga berdaging putih (Hylocereus undatus), buah naga berdaging merah (H.polyrhizus), buah naga berdaging super merah (H. costaricensis) , dan buah naga berkulit kuning dengan daging putih (Selenicereus megalanthus) (Winarsih, 2007). Morfologi buah naga mempunyai sulur batang yang tumbuh menjalar. Batangnya hijau dengan bentuk segi tiga. Bunganya besar, berwarna putih, harum, dan mekar di malam hari. Setelah bunga layu akan terbentuk bakal buah yang menggelantung di setiap batangnya. Kultivar asli tanaman ini berasal dari hutan teduh. Tanaman diperbanyak dengan cara stek atau menyemai biji. Tanaman akan mulai berbuah pada umur 11-17 bulan. Dibalik rasanya yang manis menyegarkan, buah naga
9
kaya akan manfaat seperti menurunkan kolesterol dan penyeimbang gula darah, pengikat zat karsinogen penyebab kanker dan memperlancar proses pencernaan. Belum ada penelitian pasti tentang manfaat buah ini. Buah naga mengandung vitamin C, beta karoten, kalsium, karbohidrat, dan tinggi serat (Winarsih, 2007). Secara keseluruhan, buah ini baik untuk kesehatan dan dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi sehari-hari. Hasil analisis laboratorium Taiwan Food Industry Develop and Research Authoritis.
Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi per 100 gr Buah Naga Putih menurut Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis Zat Kandungan Gizi Air 89,4 g Protein 0,5 g Lemak 0,1 g Serat kasar 0,3 g Kalsium 6,0 mg Fosfor 19,0 mg Iron 0,4 mg Vitamin B3 0,2 g Vitamin C 25 mg Niacin 0,2 mg Abu 0,5 g Lain-lain 0,54 – 0,68 Sumber: Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis dalam (Oktaviani, 2014).
Kasus infertilitas pada pria dapat dicegah dengan mengonsumsi buah-buahan yang mengandung antioksidan. Salah satu buah yang mengandung antioksidan yang tinggi adalah buah naga putih (Hylocereus undatus) (Visioli, 2010).
10
Tabel 2. Kerapatan jenis, kandungan zat makanan (%BK), kandungan mineral kalsium dan fosfor serta antosianin tepung kulit buah naga putih (TKBNP), buah naga merah (TKBNM) dan super merah (TKBNSM) Sumber : (Daniel, 2014).
Buah naga putih dan merah karena kandungan protein, kalsium, fosfor dan antosianinnya paling tinggi serta kandungan serat kasarnya yang paling rendah (Daniel, 2014). Zat aktif berkhasiat dalam daging buah naga yang memiliki potensi antioksidan paling tinggi yaitu golongan polifenol terutama asam galat (Choo and Yong, 2011; Rebecca et al., 2010).
Kandungan asam galat sebesar 28.65 ± 1.79 mg terdapat dalam 100 g ekstrak buah naga putih (Hylocereus undatus) (Choo and Yong, 2011). Bagian utama nutrisi dari antioksidan adalah senyawa polifenol, yang merupakan komponen dari buahbuahan dan sayuran memiliki kapasitas antioksidan yang kuat dan diyakini memiliki substansial yang bermanfaat dalam kesehatan. Di antara yang paling terkenal dari polifenol adalah flavonoid yang mengelompokkan beberapa ribu senyawa individu. Senyawa ini ditemukan bersama-sama dalam banyak makanan
11
yang berbeda, semua berkontribusi dengan cara yang unik untuk kesehatan individu (Chet, 2009).
2.3 Sistem Reproduksi Jantan Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar tambahan dan penis. Testis berfungsi pada produksi hormon dan spermatozoa. Testis berkembang secara retroperitoneal pada dinding dorsal rongga abdomen embrional. Testis bergerak selama perkembangan fetus dan akhirnya tertahan dikedua sisi skrotum pada ujung funiculus spermaticus (Junqueira, 2007). Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval, agak gepeng, dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm, bersama epididimis, testis berada di dalam skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstra abdomen tepat di bawah penis (Sheerwood, 2009). Testis merupakan organ kelamin jantan yang berfungsi sebagai tempat sintesis hormon androgen (terutama testosteron) dan tempat berlangsungnya proses spermatogenesis. Kedua fungsi testis ini menempati lokasi terpisah di dalam testis. Biosintesis androgen berlangsung dalam sel Leydig di dalam jaringan interlobular, sedangkan proses spermatogenesis berlangsung dalam epitel tubulus seminiferus (Junqueira, 2007).
Dinding pada rongga yang memisahkan testis dengan epididimis disebut tunika vaginalis. Tunika vaginalis dibentuk dari peritoneum intra abdomen yang bermigrasi ke dalam skrotum primitif selama perkembangan genitalia interna pria. Setelah migrasi ke dalam skrotum, saluran tempat turunnya testis (prosesus
12
vaginalis) akan menutup (Fior, 2007). Testis melaksanakan dua fungsinya yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri
dari
tubulus
seminiferosa
yang
didalamnya
berlangsung
proses
spermatogenensis. Sel Leydig atau sel interstitium yang terletak di jaringan ikat antara tubulus-tubulus seminiferus inilah yang mengeluarkan testosterone. Setelah disekresikan oleh testis, kurang lebih 97% dari testosteron berikatan lemah dengan plasma albumin atau berikatan kuat dengan beta globulin yang disebut hormon sex binding globulin dan akan bersirkulasi di dalam darah selama 30 menit sampai satu jam. Pada saat itu testosteron ditransfer ke jaringan atau didegredasikan menjadi produk yang tidak aktif yang kemudian diekskresikan (Sheerwood, 2009).
Epididimis memiliki dua fungsi. Pertama, menskresikan plasma epididimis yang bersifat kompleks tempat sperma tersuspensi dan mengalami pematangan. Kedua, mengabsorbsi kembali cairan testikuler yang mengangkut sperma dari tubulus seminiferus dan sperma yang sudah rusak (Sheerwood, 2009). Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk koma yang menahan batas posterolateral testis.Epididimis dibentuk oleh saluran yang berlekuk-lekuk secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis memiliki panjang sekitar 600 cm. Duktus ini berawal pada puncak testis
yang merupakan kepala
epididimis.Setelah melewati jalan yang berliku-liku, duktus ini berakhir pada ekor epididimis yang kemudian menjadi vas deferens. Epididimis terletak pada bagian dorsal testis, merupakan suatu struktur memanjang dari bagian atas sampai bagian bawah testis. Organ ini terdiri dari kaput, korpus, dan kauda epididmis (Junqueira,
13
2007). Gambaran histologi sistem reproduksi jantan epitel tubulus seminiferus berada tepat di bawah membrane basalis yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut jaringan peritubuler yang mengandung serat-serat jaringan ikat, selsel fibroblast dan sel otot polos yang disebut dengan sel mioid. Diduga kontraksi sel mioid ini dapat mengubah diameter tubulus seminiferus dan membantu pergerakan spermatozoa (Junqueira, 2007).
Tubulus seminiferus terdiri dari sel-sel spermatogenik dan sel-sel Sertoli yang mengatur dan menyokong nutrisi spermatozoa yang berkembang, hal ini tidak dijumpai pada sel tubuh lain. Sel-sel spermatogenik membentuk sebagian terbasar dari lapisan epitel dan melalui proliferasi yang kompleks akan menghasilkan spermatozoa (Junqueira, 2007). Setiap tubulus ini dilapisi oleh epitel berlapis majemuk. Garis tengahnya lebih kurang 150-250 µm dan panjangnya 30-70 cm. Panjang seluruh tubulus satu testis mencapai 250m. Tubulus kontortus ini membentuk jalinan yang tepat masing-masing tubulus berakhir buntu atau dapat bercabang. Pada ujung setiap lobulus, lumennya menyempit dan berlanjut ke dalam ruas pendek yang dikenal sebagai tubulus rektus, atau tubulus lurus, yang menghubungkan tubulus seminiferus dengan labirin saluran-saluran berlapis epitel yang berkesinambungan yaitu rete testis. Rete ini terdapat dalam jaringan ikat mediastinum yang dihubungkan dengan bagian kepala epididimis oleh 10-20 duktulus eferens (Junqueira, 2007).
14
Gambar 2. Gambaran Struktur Tubulus Seminiferus Testis Tikus Normal (Pembesaran 200x) (Sukandar, 2014).
Spermatosit primer adalah sel-sel terbesar dalam garis keturunan spermatogenik ini dan ditandai adanya kromosom dalam tahap proses penggelungan yang berbeda di dalam intinya. Spermatosit primer memiliki 46 (44+XY) kromosom dan 4N DNA (Junqueira, 2007). Spermatosit sekunder sulit diamati dalam sediaan testis karena merupakan sel berumur pendek yang berada dalam fase interfase yang sangat singkat dan dengan cepat memasuki pembelahan kedua. Spermatosit sekunder memiliki 23 kromosom (22+X atau 22+Y) dengan pengurangan DNA per sel (dari 4N menjadi 2N). Pembelahan spermatosit sekunder menghasilkan spermatid. Spermatid memiliki ukuran yang kecil, garis tengahnya 7-8 µm, inti dengan daerah-daerah kromatin padat dan lokasi jukstaluminal di dalam tubulus seminiferus.Spermatid mengandung 23 kromosom. Karena tidak ada fase S
15
(sintesis DNA) yang terjadi antara pembelahan meiosis pertama dan kedua dari spermatosit, maka jumlah DNA per sel dikurangi setengahnya selama pembelahan kedua ini menghasilkan sel-sel haploid (1N) (Junqueira, 2007). Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif dari rangsangan oleh hormon gonadotropin hipofisis anterior, dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup (Ganong, 2008). Adapun tahap-tahap spermatogenesis yaitu: 1. Spermatogonia primitif berkumpul tepat di tepi membran basal dari epitel germinativum, disebut spermatogonia tipe A, membelah empat kali untuk membentuk 16 sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B.
Spermatogonia bersandar pada bagian dalam lamina basalis tubulus
seminiferus, berukuran diameter sekitar 12 µm. 2. Spermatosit primer merupakan benih yang terbesar di dalam tubulus seminiferus dengan diameter 17-19 µm, menempati daerah bagian tengah dari epithelium (Fior, 2007). 3. Spermatosit sekunder terletak lebih ke arah lumen, besarnya lebih kurang setengah dari spermatosit primer (Junqueira, 2007). 4. Spermatid merupakan sel-sel yang ukurannya jauh lebih kecil, dengan nucleus yang mengandung granula kromatin halus dan besar, umumnya terletak dalam kelompok-kelompok dekat lumen dan sel Sertoli (Fior, 2007). 5. Spermatozoa mempunyai bentuk ramping, ukuran panjang sekitar 55-56 µm, kepala spermatozoa yang kecil tertanam dalam sitoplasma sel-sel Sertoli, ekornya menjalur ke dalam lumen tubulus seminiferus (Fior, 2007).
16
Hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis adalah sebagai berikut: a. Testosteron, diekskresi oleh sel leydig yang terletak di interstisium testis. Hormon ini penting untuk pertumbuhan dan pembagian sel-sel germinativum dalam membentuk sperma (Sheerwood, 2009). b. Hormon lutein (LH), diekskresi oleh kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel leydig untuk mensekresikan testosteron (Ganong, 2008). c. Hormon perangsang folikel (FSH), juga diekskresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel Sertoli, tanpa rangsangan ini perubahan spermatid menjadi sperma (proses spermatogenesis) tidak akan terjadi (Ganong, 2008). d. Sel-sel Sertoli menyekresikan suatu protein pengikat androgen yang mengikat testosteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan dalam lumen tubulus seminiferus, membuat kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma (Ganong, 2008).
2.4 Tikus Jantan Dewasa Tikus putih merupakan salah satu hewan percobaan yang paling banyak digunakan dalma penelitian. Berikut ini adalah klasifikasi taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Suckow et al., 2006: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
17
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus norvegicus.
Menurut Malole dan Pramono (1989) terdapat tiga galur atau varietas tikus yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan yaitu: 1. Galur Sparague dawley yang memiliki kepala kecil, berwarna albino putih dan ekornya lebih panjang dari badannya. 2. Galur Wistar memiliki telinga yang panjang, kepala yang lebar, dan ekor yang tidak sama panjang seperti tubuhnya. 3. Galur Long evans yang lebih kecil dari tikus putih dan memiliki warna hitam pada kepala dan tubuh bagian depan.
Tikus memasuki masa pubertas pada 50-60 hari setelah kelahiran. Pada tikus putih jantan ditandai dengan adanya penurunan testis dari abdominal ke skrotum (Smith & Mangkoewidjojo, 1988). Tikus dipilih menjadi objek penelitian karena memiliki homogenitas metabolik yang mirip manusia. Tikus putih memiliki organ dan fisiologi sistemik yang sama, serta memiliki gen yang mirip dengan manusia. Tikus putih juga memiliki kemiripan yang baik bagi patogenitas suatu penyakit. Kemiripan inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa tikus putih digunakan dalam meneliti patogenitas penyakit maupun proses penuaan pada manusia (Olayaki et al., 2008).
18
2.5 Kerangka Konsep Siproteron Asetat
Mempengaruhi hipotalamus dan hipofisis anterior
Supresi GnRH, FSH, LH
Testis
Penurunan jumlah sel spermatosit primer, jumlah sel spermatid, mempengaruhi abnormalitas histologi testis Suplemen jus buah naga Efek: Mencegah serta Memperbaiki abnormalitas dan kerusakan histologi testis. Peningkatan jumlah sel spermatosit primer dan spermatid
Gambar 3. Kerangka Konsep.
19
2.6 Kerangka Teori Siproteron asetat
Efek genotoksik
Supresi GnRH, LH, FSH
Kerusakan sel dan apoptosis
Pembentukan radikal bebas spesies oksigen reaktif (ROS)
Perlindungan dan perbaikan sel.
Buah naga putih
Antioksidan dengan zat aktif polifenol terutama asam galat
Mineral (kalsium, fosfor, iron), air dan serat
Peningkatan sekresi GnRH
Peningkatan sekresi LH, FSH dan testosteron
Peningkatan sel-sel spermatosit primer dan perlindungan tubulus seminiferus
Gambar 4.Kerangka Teori (Dona, 2013; Choo and Yong, 2011; Ahmad et al., 2002).
20
2.7 Hipotesis Hipotesis atau dugaan sementara dari penilitian ini adalah: a. Pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylecereus undatus) dapat berpengaruh protektif dan kuratif terhadap peningkatan jumlah sel spermatosit primer tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat. b. Pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylecereus undatus) dapat berpengaruh protektif dan kuratif terhadap peningkatan jumlah sel spermatid tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap dari lima kelompok perlakuan pada hewan percobaan tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley.
Tikus putih diadaptasikan dan pembagian kelompok
K
P1
Hanya diberi 1ml akuades dan pakan standar per hari
Diberi suplemen jus buah naga 1cc/hari selama 24 hari (Lingga et al, 2014)
P2
Diinduksi siproteron asetat dosis 2mg/hari selama 7 hari (IAI, 2012)
P3
Diberi suplemen jus buah naga 1cc/hari selama 24 hari kemudian diinduksi siproteron asetat dosis 2 mg/hari selama 7 hari
Gambar 5. Desain Penelitian
P4
Diinduksi siproteron asetat dosis 2 mg/hari selama 7 hari kemudian Diberi suplemen jus buah naga 1cc/hari selama 24 hari
22
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian,
pengamatan,
pembedahan,
dan
pembuatan
preparat
dilaksanakan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015-Oktober 2015.
3.3 Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas (independent variable) yaitu siproteron asetat dan suplemen jus buah naga daging putih (Hylocereus undatus). 2. Variabel Terikat (dependent variable) yaitu gambaran histologi testis tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa berupa diameter tubulus seminiferus dan jumlah spermatosit primer.
23
3.4 Definisi Operasional Tabel 3. Definisi Operasional NO
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Skala
Alat Ukur Spuit (1CC)
Hasil Ukur Didapat kan 1cc jus buah naga dengan kadar 100% tanpa air (CC)
1 Suplemen jus buah naga berdaging putih (Hylocereus undatus)
Daging dari buah naga putih (Hylocereus undatus) diblender tanpa ditambahkan air
Kontrol: tikus tidak diberi suplemen jus buah naga putih selama 24 hari Perlakuan 1: tikus diberi suplemen jus buah naga putih selama 24 hari Perlakuan 2: tikus tidak diberi suplemen jus buah naga putih selama 24 hari Perlakuan 3: tikus diberi suplemen jus buah naga putih selama 24 hari
Nominal
2 Analisis histologi testis/ tubulus seminiferus
Analisis histolog, Panjang diameter tubulus seminiferus yang merupakan tempat sperma dihasilkan
Dihitung rata2 diameter dari lima tubulus seminiferus dalam setiap preparat. Diameter tubulus seminiferus merupakan panjang ujung membran basal luar sampai ujung membran basal luar. Rata-rata diameter satu tubulus adalah diameter horizontal dan vertikal yang tegak lurus dibagi dua.
Numerik
Mikroskop dan preparat histologi testis tikus (µm)
Didapat kan panjang diameter tubulus seminife rus (µm)
Jumlah sel dalam tahap spermatogen esis
Dihitung jumlah spermatosit primer satu persatu berdasarkan ciri khasnya
Numerik
Mikroskop dan preparat histologi testis tikus
Diketah ui jumlah sel spermat osit
3
Jumlah sel spermatosit Primer
24
primer (sel) 4 Jumlah sel spermatid
Jumlah sel dalam tahap spermatogen esis
Dihitung jumlah spermatid satu persatu berdasarkan ciri khasnya
Nume rik
Mikroskop dan preparat histologi testis tikus
Diketah ui jumlah sel spermat osit primer (sel)
3.5 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. botol yang tutupnya diberi pipa aluminium sebagai tempat minum tikus 2. mikroskop 3. pipet tetes 4. Rak tabung reaksi 5. cawan petri 6. kandang tikus yang terdiri dari bak plastic sebanyak 5 kandang 7. spuit oral 8. Cover glass 9. Object glass 10. toples plastik yang mempunyai tutup 11. kapas 12. seperangkat alat bedah (dissecting set) 13. blender 14. kaca arloji
25
Bahan atau komponen yang digunakan: 1. tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley umur 24 bulan dengan berat 150-200 gram dan sehat. 2. suplemen jus buah naga putih (Hylocereus undatus) selama 24 hari, siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari (IAI, 2012). 3. pelet ayam sebagai bahan makan tikus 4. alcohol murni 70-100% 5. NaCl 0,9% 6. Parrafin 7. Xylol 8. Zat warna Haematoksilin 9. aquades
3.6 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley dibagi secara random dalam 5 kelompok sampel masingmasing 5 ekor di tiap kelompok dengan nama kontrol, P1, P2, P3 dan P4 1. Kontrol: diberikan pakan standar dan 1 ml akuades 2. P1
: diberi suplemen jus buah naga putih secara oral 24 hari
3. P2
: diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari
4. P3
: diberi suplemen jus buah naga putih secara oral selama 24 hari kemudian diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari.
26
5. P4
: diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari kemudian diberi suplemen jus buah naga putih secara oral selama 24 hari
3.7 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah kelompok tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley dewasa dengan usia 2-4 bulan dengan rata-rata berat 150200 gram dan tidak sakit yang ditandai dengan gerakan aktif. Populasi penelitian ini berasal dari Palembang Tikus Center dengan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut: a. Kriteria Inklusi 1. Sehat 2. Memiliki berat badan 150-200 gram 3. Jenis kelamin jantan dewasa 4. Usia sekitar 2-4 bulan.
b. Kriteria Ekslusi 1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah 1 minggu masa adaptasi di dalam laboratorium 2. Sakit (penampakan rambut kusam, rontok atau botak, dan aktivitas kurang atau tidak aktif)
27
Jumlah pengulangan pada penelitian dapat ditentukan berdasarkan buku panduan penelitian ini menggunakan rumus Frederer yang menerangkan penentuan besar sampel pada uji eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) sebagai berikut: 𝑡(𝑛 − 1) ≥ 15 5(𝑛 − 1) ≥ 15 (𝑛 − 1) ≥ 3 𝑛≥4 Keterangan: t : kelompok perlakuan (5 kelompok) n : jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok Jadi jumlah sampel yang digunakan pada tiap kelompok adalah 4 ekor tikus jantan dewasa serta dikalikan dengan lima perlakuan sehingga jumlah sampel yang diperlukan yaitu 20 ekor tikus. Untuk menghindari drop out atau tikus mati maka dari dua puluh ekor tikus yang dibagi menjadi lima kelompok secara acak ditambahkan rumus sebagai berikut: 𝑁=
𝑁=
𝑛 1−𝑓
4 1 − 10%
𝑁=
4 0,9
𝑁 = 4,44 𝑁 ≈5 (hasil pembulatan keatas)
28
Keterangan: N = Besar sampel koreksi N = Besar sampel awal f = perkiraan proporsi drop out sebanyak 10%
Jadi jumlah sampel yang digunakan pada tiap kelompok adalah lima ekor tikus jantan dewasa serta dikalikan dengan lima perlakuan sehingga jumlah sampel yang sebaiknya disediakan yaitu 25 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok secara acak. Pembagian lima kelompok tikus putih, yaitu: Kelompok 1 : 5 ekor (kontrol) Kelompok 2 : 5 ekor (perlakuan) Kelompok 3 : 5 ekor (perlakuan) Kelompok 4 : 5 ekor (perlakuan) Kelompok 5 : 5 ekor (perlakuan)
3.8 Prosedur Penelitian Pemeliharaan hewan uji Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus putih (Ratus norvegicus) jantan dewasa galur Sprague dawley usia 2-4 bulan dengan berat +150-200 gram dan sehat. Hewan uji diletakkan pada kandang yang terbuat wadah plastik dengan ventilasi udara, alasnya dilapisi oleh sekam padi dengan ketebalan 2-3 cm yang diganti setiap hari agar kebersihan kandang terjaga dan hewan uji terhindar dari infeksi akibat perkembangan mikroorganisme yang
29
berasal dari kotoran hewan uji. Dalam satu kelompok terdapat 5 ekor tikus ditempatkan dalam satu kandang. Kondisi kandang berada pada suhu kamar dan kelembaban alamiah dengan cahaya yang dikondisikan dengan 12 jam terang (pukul 06.00-18.00 WIB), dan 12 jam gelap (18.00-06.00 WIB). Cahaya yang digunakan berupa sinar matahari tidak langsung. Hewan uji mendapat nutrisi dari makanan yang berupa pelet ayam. Makanan dan minuman ditempatkan dalam wadah terpisah dan diberikan secukupnya serta diganti setiap hari. Setiap tikus mendapat perlakuan sekali sehari pada waktu pagi hari selama 31 hari.
Persiapan hewan uji Sebelum diberi perlakuan, hewan uji dikenalkan dengan kondisi lingkungan yang baru untuk adaptasi selama satu minggu di tempat pemeliharaan hewan Animal House Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Setiap hewan uji ditimbang berat badannya dan diperhatikan kesehatannya yang terlihat dari warna dan kondisi bulu yang bersih dan tidak rontok, gerak tikus yang aktif, warna telinga, dan ekstremitas yang merah dan tidak pucat, serta tidak ada tanda penurunan berat badan merupakan tanda tikus yang sehat, kecukupan nutrisi berupa makanan dan minuman yang terpenuhi serta kebersihan kandang yang selalu dijaga.
Penyediaan Buah Naga Putih Buah naga putih dibeli dari pasar tradisional bernama pasar Tugu Bandar Lampung. Awalnya buah naga dicuci dengan air mengalir, kemudian buah naga
30
dipisahkan daging dan kulitnya dengan cara dikupas. Setelah itu daging buah naga putih diblender tanpa ditambahkan air (konsentrasi buah naga 100%) untuk mendapat jus buah naga putih sebanyak 1CC, hal ini dilakukan karena maksimal daya tampung lambung tikus 200 gram adalah 5 ml untuk mencegah terjadinya gangguan keseimbangan elektrolit tubuh tikus dan juga mencegah terjadinya radang pada lambung tikus dikarenakan melebihi daya tampung maksimal pada lambung tikus melebihi daya tampung maksimal pada lambung tikus (Lingga et al, 2010).
Penyediaan siproteron asetat Siproteron asetat dibeli di apotik sekitar wilayah Bandar Lampung. Penggunaan siproteron asetat pada tikus dengan berat +200 mg yaitu 2 mg/hari selama 7 hari.
Pemberian perlakuan Dalam 5 kelompok sampel, terdapat 5 ekor hewan uji di tiap kelompok dengan nama kontrol, P1, P2, P3 dan P4 yaitu: 1. Kontrol: diberikan pakan standar dan 1 ml akuades 2. P1 : diberi suplemen jus buah naga putih secara oral 24 hari 3. P2 : diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari 4. P3 : diberi suplemen jus buah naga putih secara oral selama 24 hari kemudian diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari. 5. P4 : diinduksi siproteron asetat dengan dosis 2 mg/hari selama 7 hari
31
kemudian diberi suplemen jus buah naga putih secara oral selama 24 hari
Proses pembedahan Setelah hewan uji diberi perlakuan selama 31 hari, masing-masing hewan uji dianestesi dengan dimasukan ke dalam toples berisi kapas yang telah dibasahi klorofom. Lalu dilakukan dislokasi servikal. Alat bedah seperti gunting, jarum,
pinset, dan bak parafin, pisau bedah dipersiapkan.
Pengambilan dan penimbangan organ testis hewan uji Setelah rangkaian proses pembedahan usai dilakukan, testis diambil dengan pinset yang telah dipersiapkan. Kemudian organ testis hewan uji ditempatkan pada aluminium foil dan lemak dipisahkan dari organ testis.
Pembuatan Preparat Histologi Preparat histologi jaringan testis dibuat di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Proses pembuatan dilakukan dalam beberapa tahapan sesuai buku panduan laboratorium histopatologi UGM oleh Yunadir; 2008 yaitu fiksasi, trimming, dehidrasi, clearing, infiltrasi parafin, embedding, cutting, inkubasi, dan staining.
32
Fiksasi Fiksasi bertujuan untuk mempertahankan struktur sel sel sehingga menjadi stabil secara fisik dan kimiawi dan mencegah terjadinya dialysis atau pembengkakan pada ruptur dan kerusakan jaringan, dengan membuat kestabilan dari unsur-unsur yang dimiliki jaringan testis. Fiksasi yang umum dipakai adalah formalin 10%. Jaringan dari testis yang telah dibedah dan difiksasi menggunakan larutan formalin 10% dengan perbandingan volume spesimen dan larutan 1:10 agar hasil optimal. Fiksasi yang sempurna akan mempercepat kerja alkohol dalam dehidrasi. Keuntungan lain dari fiksasi adalah mengurangi resiko terkena infeksi bagi yang mengerjakannya.
Trimming Organ yang telah difiksasi kemudian dicuci di bawah air mengalir setelah itu dipangkas sedikit ke tengah dengan ketebalan 2-4 mm. Secara histologi, tubulus seminiferus paling banyak dan jelas berada ditengah testis. Lalu potongan dimasukkan dalam embedding cassette dan dicuci kembali dibawah air mengalir.
Dehidrasi Dehidrasi merupakan serangkaian proses yang dikerjakan berurutan, diawali dengan pemberian alkohol 70% selama 1,5 jam, diikuti alkohol 80%, kemudian diberi alkohol 90% dan 96% masing-masing dalam waktu 1,5 jam. Dehidrasi berfungsi untuk menghilangkan / menarik kadar air dalam jaringan dengan cara mulai konsentrasi rendah sampai tinggi.
33
Clearing Setelah itu dilakukan proses penjernihan atau clearing dengan memakai xylol. Clearing berfungsi untuk menarik keluar kadar alkohol yang berada dalam jaringan, memberikan warna yang bening pada jaringan dan juga sebagai zat perantara masuknya kedalam paraffin / zat padat.
Infiltrasi paraffin Paraffin cair suhu 57 – 590C berfungsi mengisi rongga-rongga atau pori-pori yang ada pada jaringan setelah ditinggalkan oleh cairan sebelumnya (xylol). Sebaiknya pada paraffin cair ini jangan lebih dari 4 jam dan suhu melebihi 600C karena jaringan menjadi kering dan keras jika dipotong dengan mikrotom akan mendapatkan hasil potongan pecah-pecah atau bergelombang dan saat pengecatan dimungkinkan lepas dari objek glass. Proses ini menggunakan oven bersuhu 56oC. Selama 60 menit organ testis dimasukkan dalam campuran taluolparafin dengan perbandingan 1:1. Setelah itu bertahap dimasukkan dalam paraffin murni I selama 60 menit dan paraffin murni II selama 60 menit.
Embedding Embedding atau pengeblokan dilakukan dengan cara jaringan dimasukkan ke dalam cetakan blok yang sebelumnya sudah diisi dengan paraffin cair (paraffin blok) kemudian etiket / nomor registernya ditempelkan dipinggirnya. Kemudian setelah keras + 20 menit, cetakan dilepas dan diganti dengan etiket / nomor yang permanent.
34
Cutting Sebelum dipotong dengan mikrotom sebaiknya blok didinginkan dahulu dengan cara diberi batu es atau dimasukkan dalam plastik yang sudah berisi air terus masukkan dalam frezer + 15 menit. Blok dijepitkan pada mikrotom kemudian dipotong dengan pisau mikrotom dengan kemiringan + 300 terhadap blok parafin setebal + 2-5 mikron. Hasil pemotongan yang berupa pita dimasukkan kedalam waterbath yang mana sebelumnya sudah diisi dengan air yang dihangatkan + 500C, kemudian diambil dengan objek glass dan diberi nomor dengan penil kaca sesuai dengan nomor registrasi blok, dibiarkan + 5 menit kemudian diinkubasi.
Inkubasi Inkubasi ini berfungsi untuk menguapkan kadar air yang terbawa oleh hasil potongan sehingga jaringan menempel kuat pada objek glass. Preparat diinkubasi diatas hot plate dengan suhu 500C selama 15 menit.
Staining Proses selanjutnya setelah jaringan melekat sempurna yaitu pewarnaan dengan diberikan zat warna Haemotoxilin-Eosin dengan beberapa tahapan seperti memasukkan slide ke dalam xylol, alkohol, aquades, haematoxilin, serta eosin.
35
Pembacaan preparat Spesimen jaringan testis berupa preparat yang telah ditutup cover glass dilihat menggunakan mikroskop di gedung B Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Pemeriksaan Dan Perhitungan Jaringan Histologi Testis Tikus Pemeriksaan histologi testis dalam bentuk slide atau preparat yang telah diwarnai oleh zat warna Haemotoxilin-Eosin dilakukan di gedung B Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Ada beberapa parameter yang akan dinilai dan dihitung dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40 yaitu:
Diameter tubulus seminiferus
Jumlah spermatid
Jumlah sel spermatosit primer
36
3.9 Diagram Alur Penelitian Persiapan penelitian: Alat dan bahan penelitian Bahan kimia Hewan uji
Tikus diadaptasi selama 1 minggu
Kontrol (K): diberi 1 ml aquades secara oral
Perlakuan 1 (P1): diberi 1CC suplemen jus buah naga putih yang telah diblender dan dikupas dari kulitnya secara oral selama 24 hari
Perlakuan 2 (P2): diinduksi siprotero n asetat dosis 2 mg/hari selama 7 hari.
Perlakuan 3 (P3): diberi 1CC suplemen jus buah naga oral 24 hari, kemudian diinduksi siproteron asetat 2 mg/hari selama 7 hari
Perlakuan 4 (P4): diinduksi siproteron asetat 2mg/hari selama 7hari kemudian diberi 1 CC jus buah naga oral 24 hari
Tikus dibius
Pembedahan cervical dislocation
Pembuatan preparat histologi
Pengamatan diameter tubulus seminiferus, spermatid dan jumlah spermatosit primer dengan mikroskop
Gambar 6. Diagram Alur Penelitian Pemberian Jus Buah Naga Pada Tikus Putih
37
3.10
Analisis Data dan Uji Hipotesis
Kelompok penelitian terdiri dari 5 kelompok yaitu 4 kelompok perlakuan dan 1 kontrol dalam 5 kali pengulangan. Data yang terkumpul pada tiap kelompok dianalisis menggunakan program SPSS Version 21.0.0.0 for windows 64 bit serta menggunakan uji Annova untuk menguji perbedaan rerata pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Hasil penelitian dianalisis secara statistik
dengan uji normalitas (Shapiro-Wilk) dan homogenitas (Levene). Jika varian data distribusi normal serta homogen, maka dilanjutkan dengan metode one way Annova.
Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0,05, maka dilanjutkan
dengan melakukan analisis Post Hoc LSD.
3.11
Etika Penelitian
Untuk memenuhi aspek etika maka penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dalam bentuk Surat Persetujuan Etik Nomor 2734/UN26/8/DT/2015 pada tanggal 18 Desember 2015 (lampiran 1) dengan penerapan prinsip 3R protocol penelitian, yaitu sebagai berikut. 1. Replacement Keperluan memanfaatkan hewan percobaan telah diperhitungkan secara seksama, baik pengalaman terdahulu maupun literature untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan.
38
2. Reduction Pemanfaatan hewan dalam penelitian sesedikit mungkin, tetapi tetap dapat mendapatkan hasil yang optimal.
Dalam penelitian ini sampel dihitung
berdasarkan rumus Rancangan Acak Lengkap Frederer yaitu t(n-1) ≥ 15, dimana t merupakan jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah pengulangan atau jumlah sampel tiap kelompok. 3. Refinement Memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi dengan prinsip dasar membebaskan hewan percobaan dalam beberapa kondisi, yaitu sebagai berikut. a. Bebas dari rasa lapar dan haus, dalam penelitian ini hewan percobaan diberikan pakan dan minum standar secara ad libitum. b. Bebas dari ketidaknyamanan, dalam penelitian ini hewan coba ditempatkan di animal house dengan suhu terjaga 20-25oC, kemudian hewan coba terbagi menjadi 5 ekor tiap kandang. Animal house berada jauh dari gangguan bising dan aktivitas manusia serta kandang dijaga kebersihannya, sehingga dapat mengurangi stress pada hewan coba. c. Bebas dari nyeri dan penyakit. Dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan terhadap hewan coba jika diperlukan, pada penelitian hewan coba diberikan perlakuan dengan mengguankan nasogastric tube dilakukan dengan mengurangi rasa nyeri sesedikit mungkin, dosis perlakuan diberikan berdasarkan pengalaman terdahulu maupun literatur yang telah ada (Ridwan, 2013).
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: a. Pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylecereus undatus) berpengaruh protektif dan kuratif terhadap peningkatan jumlah sel spermatosit primer tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat. b. Pemberian suplemen jus buah naga putih (Hylecereus undatus) berpengaruh protektif dan kuratif terhadap peningkatan jumlah sel spermatid tikus putih jantan (Rattus norvegicus) dewasa galur Sprague dawley yang diinduksi siproteron asetat.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat direkomendasikan adalah: 1. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan durasi waktu perlakuan yang sesuai dengan lamanya proses satu siklus spermatogenesis tikus (48 hari). 2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis optimal zat aktif buah naga terhadap perbaikan.
66
3. Sebaiknya dilakukan uji klinik pada manusia agar bisa diterapkan di masyarakat, walaupun sebenarnya jus buah naga sudah sering dikonsumsi oleh masyarakat. 4. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar hormon Testosteron, LH dan FSH pada pemberian suplemen jus buah naga dan siproteron asetat. 5. Bagi masyarakat dapat mengkonsumsi buah-buahan yaitu buah naga putih (Hylocereus
undatus)
untuk
meningkatkan
kualitas
reproduksi
spermatogenesis dan menangkal radikal bebas. 6. Bagi institusi, dapat mendukung visi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam mencapai 10 Universitas terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan Agromedicine.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S., Hoda, A., & Afzal, M. . 2002. Additive Action Of Vitamin C And E Against Hydrocortisone Induced Genotoxicity In Human Lymphocytes Chromosomes. Int J vit Nutr Res. 72: 204-209. Aitken, R.J. & Krausz, C. 2001. Oxidative Stress, DNA Damage and Y Chromosome. Reproduction. 122:497-506. Barakat, H. 2010. Green Tea Extract Ameliorate Liver Toxicity and Immune System Dysfunction Induced by Cyproterone Acetate in Female Rats. Journal of American Science. 6(5);179-185. Baziad, A. 2012. Sindrom Ovarium Polikistik dan Penggunaan Analog GnRH. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Chet, N.W. 2009. Total Phenolic And Total Flavonoids Content Of Pitaya Peels By Water Extraction [Thesis]. Malaysia: Universitas Malaysia Pahang. Choo, W.S. & Yong, W.K. 2011. Antioxidant Properties Of Two Species Of Hylocereus Fruits. Advances In Applied Science Research Journal, 2 (3): 418425. Daniel, R.S., Osfar, S., & Irfan, H.D. 2014. Kajian Dan Kandungan Zat Makanan Dan Pigmen Antosianin Tiga Jenis Kulit Buah Naga (Hylocereus sp.) Sebagai Bahan Pakan Ternak. Universitas Brawijaya : Malang. Demartoto, A. 2008. Dampak Infertilitas Terhadap Perkawinan. Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Dhianawaty, D. & Ruslin. 2015. Kandungan Total Polifenol Dan Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Metanol Akar Imperata cylindrica (L) Beauv. (Alangalang). Departemen Biokimia Biologimolekuler Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran: Bandung.
Dona, R.R. 2013. Pengaruh Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) dan Zinc (Zn) terhadap Sel-Sel Spermatosit Primer dan Spermatid Tikus Putih (Rattus novergicus) Jantan Dewasa Galur Sprague dawley [Skripsi]. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Elpiana. 2011. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Kadar Hormon Testosteron dan Berat Testis pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). European Medicine Agency. 2013. Assessment report ciproterone acetate/ethinylestradiol (2mg/0,035mg) containing medical product. United Kingdom. Fibullah, R.M., Sutyarso, Rahmanisa, S., & Busman, H. 2015. Efek Kuratif Pemberian Suplemen Jus Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Terhadap Motilitas, Jumlah, Dan Morfologi Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus ) Jantan Galur sprague Dawley. Jurnal kedokteran Majority, 4(9). Universitas Lampung: Bandar Lampung. Fior. 2007. Atlas of Human Histology. Jakarta: EGC. Firman, Sugih. 2012. Infertilitas Pria Akibat Kerja. Kalbe CDK-195, 39 (7): 508-511. Ganes, D.P. 2010. Pengaruh Pemberian granatum L.) Terhadap Jumlah Seminiferus ikus Putih (Rattus ElektromagnetikPonsel. Fakultass Surakarta.
Ekstrak Kulit Buah Delima Merah (Punica Sel Spermatid Dan Diameter Tubulus norvegicus) Yang Dipapar Gelombang Kedokteran Universitas Sebelas Maret:
Ganong. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hal: 408-417. Guyton, A.C. & Hall. 2000. Textbook of medical Physiology, Edisi ke-9. Philadelphia Pennsylvania: WB Saunders Company. Hal 1048-1062. Ikatan Apoteker Indonesia. 2010. Informasi Spesialite Obat. Jakarta: IAI. Inter-agency Working Group on Reproductive Health in Crises. 2010. Buku Pedoman Lapangan Antar-lembaga Kesehatan Reproduksi Dalam Situasi Darurat Bencana. Australia: Estudio 3 for RAISE. Jatnika, A. 2010. Menguak Manfaat Buah Naga. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang.
Jimenez, R.M., Sanchez, J.C., Analla, M., Serrans, A.M., & Moraga, A.A. 2005. Genotoxicity And Antigenotoxicity Of Some Traditional Medicinal Herbs. Mutation Res, 285: 147-155. Johnsons, M. & Everitt, B. 1990. Essential Reproduction. 3rd edition. Blackwell Sci.Pub. Oxford, London, Edinburg. Junqueira, L. C. & Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar, Teks dan Atlas. Jakarta: EGC. Hal 362-374. Kalsum, U., Ilyas, S., & Hutahaean, S. 2013. Pengaruh Pemberian Vitamin C Dan E Terhadap Gambaran Histologis Testis Mencit (Mus musculus L.) Yang Dipajankan Monosodium Glutamat. Saintia Biologi. Medan: Univesitas Sumatera Utara. Kampa, M., Alexaki, V.I., Notas, G., Nifli, A.P., Nistikaki, A., & Hatzoglou, A. 2003. Antiproliferative And Apoptotic effects of selective phenolic acids on T47D human breast cancer cells: potential mechanisms of action. Breast Cancer Res, 6, R63-R74. Lingga, I.S., Citraningtyas, G., & Lolo, W.A. 2014. Uji Efek Ekstrak Etanol Patikan Kebo (Euphorbia hirta Linn.) sebagai Diuretik pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus novergicus sp.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(3): 287-293. Mahattanawee, K., Manthey, J.A., Luzio, G., Talcott, S.T., Goodner, K., & Baldwin, E.A. 2006. Total Antioxidant Activity and Fiber Content of Select FloridaGrown Tropical Fruits. J. Agric. Food Chem 54: 7355-7363. Mathews, C.K., Holde, K.E., & Ahern, K.G. 2000. Medical Biochemistry.Third Edition, San Francisco: Addison Wesley Longman. McLeod, D.G. 1993. Antiandrogenic drugs. Cancer, 71: 1046-1049. Mello, F.R., Bernardo, C., Dias, C.O., Gonzaga, L., Amante, E.R., & Fett, R.. 2015. Antioxidant properties, quantification and stability of betalains from pitaya (Hylocereus undatus) peel. Ciencia Rural, 45(2): 323-328. Nugroho, C. A. 2007. Pengaruh Minuman Beralkohol Terhadap Jumlah Lapisan Sel Spermatogenik dan Berat Vesikula Seminalis Mencit. Widya Warta Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Vol. 33 No. 1. Nurliyana, R., Syed Zahir, I., Mustapha Suleiman, K., Aisyah, M.R., & Kamarul Rahim, K. 2010. Antioxidant Study Of Pulps And Peels Of Dragon Fruits: A Comparative Study. International Food Research Journal, 17(1): 367-375.
Oktaviani, E.P. 2014. Kualitas Dan Aktivitas Antioksidan Minuman Probiotik Dengan Variasi Ekstrak Buah Naga Merah (Hyloreceus polyrhizus). Jurnal Teknobiologi, 1-15. Olayaki, I.A., Soladoye, A.O., Salman, T.M., & Joraiah, B. 2008. Effect of Photoperiod on Testicular Functions in Male Sprague-dawley Rats. Nigerian Journal of Physiological Sciences, 23(1-2): 27-30 Pandey., Kanti, B., & Syed, I.R. 2009. Plant Polyphenols as Dietary Antioxidants in Human Health and Disease. Department of Biochemistry; University of Allahabad; India. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 2:5, 270-278. Landes Bioscience. Ping, O.B. 2012. Benefit Of Dragon Fruit [Thesis]. Campbell University: USA. 1-44. Rebecca, O.P.S., Boyce, A.N., & Chandran, S. 2010. Pigment Identification And Antioxidant Properties Of Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus). African Journal of Biotechnology Vol. 9(10), pp. 1450-1454 Ridwan, E. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan Dalam Penelitian Kesehatan. Journal of Indonesian Medical Association, 63 (3). Roy, S., Kapilashrami, M.C., Shrivastav, T.G., Roy, S., & Basu Anupam. 2002. Recent Advances In Hormonal Male Contraception. Health And Population Perspective and Issues, 25(4):159-176. Savidou, I., Deutsch, M., Soultati, A.S., Koudouras, D., Kafiri, G., & Dourakis, SP. 2006. Hepatotoxicity induced by cyproterone acetate: a report of three cases. World J Gastroenterol. 12: 7551-5. Shantiningsih, R.R., Suwaldi., Astuti, I., & Mudjosemedi, M. 2013. Peningkatan Jumlah Mikronukleus Pada Mukosa Gingiva Kelinci Setelah Paparan Radiografi Panoramik. Maj Ked Gi, 20(2):119-125. Sheerwood. 2009. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Siddique, Y.H. & Afzal, M. 2008. A Review On The Genotoxic Effects Of Some Synthetic Progestins. Int. J. Pharmacol, 4(6): 410-430. Sikka, S. 2004. Role of Oxidative Stress and Antioxidant in Andrology. Journal of Andrology. 25 (1) 2699-2722. Siswandono, & Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi 2, Airlangga University, Surabaya
Smith, B.J., & Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. Sukandar, P.B., Susbiantonny, A., & Supadmi, S. 2014. Pengaruh Iodium Dan Selenium Terhadap Jumlah Sel Spermatogonium Dan Struktur Histologis Tubulus Seminiferus Testis Tikus Wistar Hipotiroid. Jurnal Balai Litbang GAKI, 6(1) :1-10. Sulistyo, G. 2016. Efek Protektif Pemberian Suplemen Jus Buah Naga Putih (Hylocereus undatus) Terhadap Motilitas Dan Jumlah Spermatozoa Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Dewasa Galur Sprague Dawley Yang Diinduksi Siproteron Asetat. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung: Bandar Lampung. Suparni. 2009. Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sperma dan Morfologi Sperma Mencit Jantan Dewasa Yang dipaparkan Monosodium Glutamat (MSG). [Tesis Pascasarjana]. Medan: Universitas Sumatra Utara. Tajudin, M. 1986. Cara Keluarga Berencana Untuk Pria. Dalam: Symposium Proses Reproduksi, Kesuburan dan Seks Pria dalam Perkawinan. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Tolbert, P.E., Shy, C.M., & Allen, J.W. 1992. Micronuclei And Other Nuclear Anomalies In Buccal Smears : Metode Development. Mutat Res Elsevier, 271(1):69-77. Tremellen, K. 2008. Oxidatif Stress And Male Infertility-A Clinical Perspective. Oxford Journal, 14(3):243-58. Vaillant, F., Perez, A., Davila, I., Dornier, M., & Reynes, M. 2005. Colourant and antioxidant properties of redpurple pitahaya (Hylocereus sp.) Fruits. EDP Sciences, 60(1);1–10. Visioli, F. 2010. Antioxidant to enhance infertility. Corvallis: Oregon State University. Walter, M. & Marchesan, E. 2011. Phenolic Compounds and Antioxidant Activity of Rice. Biol. Technol, 54(2);371-377. Wiji, I. 2006. Pengaruh Filtrat Buah Pepaya (Carica pepaya L) Muda Terhadap Jumlah Spermatozoa. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Muhammadiyah Malang. Winarsih, S. 2007. Mengenal dan Membudidayakan Buah Naga. Semarang: CV Aneka Ilmu.
Wresdati, T., Astawan, M., & Hastanti, L. Y., 2006, Profil Imunohistokimia Superksida Dismutase (SOD) pada Jaringan Hati Tikus dengan Kondisi Hiperkolesterolemia. Journal Hayati, 85-89. Wu, L., Hsu, H.W., Chen, Y., Chiu, C.C., Lin, Y., & Ho, J.A. 2006. Antioxidant And Antiproliferative Activities Of Red Pitaya. Food Chemistry, 95;219-327. Yunadir. 2008. Buku Panduan Laboratorium Histopatologi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Yusnita, E. 2012. Hubungan Pengetahuan Tentang Masa Subur Dengan Kejadian Infertilitas Pada Pasangan Infertil Di Kelurahan Bantar Gebang Bekasi Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Medistra. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Medistra Indonesia: Bekasi.