Pengaruh Pra Fermentasi dan Suhu Maserasi Terhadap Beberapa Sifat Fisikokimia Minyak Kasar Kluwak Dewi Cakrawati
Universitas Padjadjaran, Fakultas Teknologi Industri Pertanian , Jurusan Teknologi Industri Pangan
ABSTRAK
Kluwak adalah hasil fermentasi biji kepayang yang mengandung 24% minyak dengan komposisi asam lemak terdiri dari 42,3% asam oleat dan 39,8% asam linoleat yang dapat dijadikan sumber minyak esensial. Minyak yang diperoleh dari kluwak dipengaruhi oleh fermentasi biji kepayang dan cara ekstraksi minyak. Ekstraksi minyak kluwak dilakukan menggunakan pelarut organik secara maserasi karena suhu ekstraksi yang digunakan di bawah titik didih pelarut sehingga terdegradasinya komponen minyak akibat panas dapat dihindari. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pra fermentasi dan suhu maserasi yang menghasilkan minyak kasar kluwak dengan rendemen tinggi dan sifat fisikokimia yang baik. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terpisah terdiri dari 4 ulangan dengan Main plot Pra Fermentasi yaitu perebusan pada suhu 98oC selama 1 jam dan perendaman selama 24 jam, sedangkan Sub plot yaitu suhu maserasi 30oC±3oC, 45oC±3oC, 60oC ± 3oC. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan pra fermentasi dengan cara perebusan pada suhu 98oC selama 1 jam dengan suhu maserasi 45oC±3oC menghasilkan minyak kasar kluwak berwarna kuning dengan rendemen sebesar 22,235%, dengan karakteristik bilangan asam sebesar 15,123; bilangan peroksida sebesar 9,29; bilangan iod sebesar 104,725; bilangan penyabunan sebesar 126,44, berat jenis 0,89023; indeks bias sebesar 1,456939 dengan komposisi asam lemak terdiri dari 0,11% asam miristat, 10,3% asam palmitat, 3,84% asam stearat, 38,4% asam oleat, 42,2% asam linoleat dan 3,97% asam linolenat.
ABSTRACT
Kluwak is fermented kepayang seed that contain 24% oil with fatty acid composition consist of 42.3% oleic acid and 39.8% linoleic acid of, so that can be use as source of essential oil. The oil content extracted from kluwak is influenced by several factors such as kepayang seed fermentation and extraction process. Kluwak oil is extracted using organic solvent and carry out by maceration which advantage is extraction’s temperature can be done below the boiling point of solvent so that the deteriorated of oil component as the effect of heat can be avoid. The research’s aim is to determine pre fermentation and maceration temperature that result in high yield of crude kluwak oil with good physicochemical characteristics. The research using Split Plot Design with four replication which main plot are boiling at 98oC for an hour and soaking for 24 hours and sub plot are maceration temperature at 30oC±3oC, 45oC±3oC, 60oC± 3oC. The result showed that pre fermentation by boiling at 98oC for an hour and maceration temperature at 45oC±3oC resulting in 22.235% crude kluwak oil with yellow in colour and give characteristics acid value 15.123; peroxide value 9.29; iodine value 104.725; saponification value 126.44; specific gravity 0.89023; refractive index 1,456939 with fatty acid composition consist of 0,.11% miristic acid, 10.3% palmitic acid, 3.84% stearic acid, 38.4% oleic acid, 42.2% linoleic acid and 3.97% linolenic acid.
1
PENDAHULUAN Kluwak merupakan produk olahan hasil fermentasi biji kepayang yang mengandung minyak sebesar 24% dengan komposisi asam lemak yang terdiri dari 42,3% asam oleat dan 39,8% asam linoleat, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber minyak esensial. (Belitz dan Grosch (1984) dikutip Puspitasari 1994). Biji kepayang mengandung HCN sebesar 485,82 ppm yang dapat dikurangi dengan cara perebusan, perendaman dan fermentasi. Menurut Winarno (1997), perebusan akan menginaktivasi enzim ginokardase, sedangkan perendaman menyebabkan HCN hasil hidrolisis larut. Fermentasi menyebabkan senyawa ginokardin rusak oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Menurut Ketaren (1986), ekstraksi minyak meliputi rendering, pengepresan mekanik dan menggunakan pelarut organik. Ekstraksi dengan pelarut organik lebih efektif karena minyak yang tersisa pada bahan hanya sebesar 1-2%. Menurut Houghton dan Raman (1998), ekstraksi dengan pelarut organik dapat dilakukan secara perkolasi, maserasi dan soxhletasi. Maserasi memiliki beberapa kelebihan yaitu jumlah pelarut organik yang digunakan tidak terlalu banyak dan suhu ekstraksi yang digunakan di bawah titik didih pelarut sehingga terdegradasinya komponen minyak akibat panas dapat dihindari. Faktor-faktor yang mempengaruhi maserasi adalah suhu dan lama ekstraksi serta jenis dan jumlah pelarut yang digunakan. Menurut Riyani (2005), maserasi menggunakan pelarut heksan dengan perbandingan bahan dan pelarut 1:4 pada suhu 60oC selama 4 jam menghasilkan rendemen minyak kopi yang paling tinggi. Menurut Indrasari dkk (2001), maserasi dengan pelarut heksan pada suhu 28-30oC dan 40oC menghasilkan minyak bekatul dengan sifat fisikokimia yang baik. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pra fermentasi dan suhu maserasi yang digunakan untuk menghasilkan minyak kluwak dengan rendemen tinggi dan sifat fisikokimia yang baik. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biji kepayang, pelarut heksan dan bahan-bahan untuk analisis sifat fisikokimia. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah oven vakum, hot plate magnetic strirer, rotary evaporator vacuum, penyaring vakum, labu erlenmeyer, kertas saring, corong. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Petak Terpisah (Split Plot Design) dengan 4 ulangan. Main Plot : Pra Fermentasi (F) mempunyai 2 taraf, yaitu : perebusan T = 98oC, t = 1 jam dan perendaman t = 24 jam. Sedangkan Sub Plot yaitu suhu maserasi (T) mempunyai 3 taraf, yaitu : 30oC±3oC ; 45oC±3oC; 60oC±3oC. Kriteria pengamatan terbagi menjadi pengamatan utama yang diuji statistik dan terdiri dari rendemen (Min dan Steenson dalam Nielsen, 1998), berat jenis metode piknometer (Sudarmadji, 1997), indeks bias menggunakan abbe refraktometer (Sudarmadji, 1997), bilangan asam (SNI 01-3555-1998), bilangan peroksida metode titrasi (SNI 01-3555-1998), bilangan penyabunan metode titrimetri (SNI 01-3555-1998), bilangan iod metode wijs (SNI 01-3555-1998) dan pengamatan penunjang yang tidak diuji statistik dan terdiri dari deskripsi inderawi warna dan aroma serta profil asam lemak dengan metode gas kromatografi pada perlakuan dengan sifat fisikokimia paling baik.
2
HASIL DAN PEMBAHASAN Rendemen Minyak Kluwak Berdasarkan hasil analisis ragam, tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap rendemen minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap rendemen minyak kluwak disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Rendemen Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Suhu maserasi 30±3oC (t1) Suhu maserasi 45±3oC (t2) Suhu maserasi 60±3oC (t3) Keterangan :
Rata-Rata(%) 19,5 17,3 23,12
Hasil Uji a a b
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 2. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Rendemen Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Perebusan t=1 jam, T= 98±3oC (f1) Perendaman selama 24 jam (f2) Keterangan :
Rata-Rata (%) 24.78 15,16
Hasil Uji a a
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 1 menunjukkan perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) tidak berbeda pengaruhnya dengan suhu 45±3oC (t2) tetapi berbeda nyata dengan suhu 60oC (t3). Menurut William dan Hron (1966), hal ini dikarenakan protein dinding sel terdenaturasi pada suhu 60oC sehingga minyak yang terperangkap di dalam sel biji-bijian lebih mudah terekstrak oleh pelarut. Houghton dan Raman (1999) menambahkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka penetrasi pelarut ke dalam bahan semakin mudah sehingga minyak yang terekstrak semakin banyak. Bilangan Asam Berdasarkan hasil analisis ragam tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan asam minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan asam dari minyak kluwak dan disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Bilangan Asam Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Rata-Rata (mg NaOH/g sampel ) Suhu maserasi 30±3oC (t1) 24,93 Suhu maserasi 45±3oC (t2) 22,42 Suhu maserasi 60±3oC (t3) 25,23 Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 4. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Bilangan Asam Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Rata-Rata (mg NaOH/g sampel ) o Perebusan t= 1 jam, T= 98±3 C (f1) 11,45 Perendaman selama 24 jam (f2) 36,93 Keterangan :
Hasil Uji a a a
Hasil Uji a b
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
3
Tabel 4 menunjukkan perlakuan perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC (f1) berbeda nyata dengan perendaman selama 24 jam (f2). Perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC (f1) dapat menginaktivasi enzim lipase sehingga proses hidrolisis berlangsung lebih lambat karena tidak dikatalisis oleh enzim lipase dan jumlah asam lemak bebas yang terbentuk lebih rendah dibanding perlakuan perendaman. Biji kepayang dengan perlakuan perendaman selama 24 jam (f2) tidak mengalami pemanasan untuk menginaktivasi enzim lipase akibatnya hidrolisis berlangsung lebih cepat karena dikatalisis oleh enzim lipase. Bilangan Peroksida Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan peroksida dari minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan peroksida minyak kluwak disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Rata-Rata (mg ekivalen/kg) Hasil Uji o Suhu maserasi 30±3 C (t1) 7,04 a 9,88 b Suhu maserasi 45±3oC (t2) 5,04 a Suhu maserasi 60±3oC (t3) Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 6. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Bilangan Peroksida Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Rata-Rata (mg ekivalen/kg) Hasil Uji Perebusan t= 1 jam, T= 98±3oC (f1) 7,91 a Perendaman selama 24 jam (f2) 6,74 a Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 5 menunjukkan perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) tidak berbeda nyata dengan suhu 60±3oC (t3) tetapi berbeda nyata dengan suhu 45±3oC (t2). Peningkatan bilangan peroksida pada suhu 45±3oC dikarenakan asam oleat dan linoleat dapat terkonversi membentuk senyawa hidroperoksida dimana kenaikan suhu mempercepat terjadinya reaksi. Penurunan bilangan peroksida pada suhu 60±3oC dikarenakan senyawa peroksida terurai menjadi asam lemak bebas, hal ini disertai dengan kenaikan nilai bilangan asam pada suhu maserasi 60±3oC. Menurut Nawar (1996) dalam Fennema (1996), minyak yang mengandung asam lemak bebas dan asam lemak tidak jenuh dalam jumlah tinggi mudah mengalami oksidasi Bilangan Iod Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan iod minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan iod minyak kluwak disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Tabel 7. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Bilangan Iod Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Rata-Rata (g Iod/100 g) Suhu maserasi 30±3oC (t1) 105,11 Suhu maserasi 45±3oC (t2) 105,17 Suhu maserasi 60±3oC (t3) 102,18 Keterangan :
Hasil Uji a a a
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
4
Tabel 8. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Bilangan Iod Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Perebusan t= 1 jam, T= 98±3oC (f1) Perendaman selama 24 jam (f2) Keterangan :
Rata-Rata (g Iod/100 g) 102,77 105,53
Hasil Uji a a
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata dengan suhu maserasi 60±3oC (t3) dan suhu maserasi 45±3oC (t2). Nilai bilangan iod dipengaruhi oleh suhu maserasi dimana semakin tinggi suhu maserasi menyebabkan terjadinya oksidasi yang mengakibatkan berkurangnya jumlah ikatan rangkap. Rata – rata nilai bilangan iod mengalami penurunan pada suhu 60±3oC, hal ini sejalan dengan penurunan nilai berat jenis dan indeks bias pada suhu yang sama.
Bilangan Penyabunan
Hasil analisis ragam menunjukkan tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan penyabunan dari minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap bilangan penyabunan dari minyak kluwak disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Tabel 9.
Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Bilangan Penyabunan Minyak Kluwak Rata-Rata (mg KOH/ g sampel) 127,39 123,75 122,35
Perlakuan Suhu Maserasi Suhu maserasi 30±3oC (t1) Suhu maserasi 45±3oC (t2) Suhu maserasi 60±3oC (t3) Keterangan :
Hasil Uji a a a
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 10. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Bilangan Penyabunan Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Rata-Rata(mg KOH/ g sampel) Hasil Uji Perebusan t= 1 jam, T= 98±3oC (f1) 128,57 a Perendaman selama 24 jam (f2) 120,43 a Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata dengan suhu maserasi 60±3oC (t3) dan suhu maserasi 45±3oC (t2). Hal ini berarti trigliserida yang terekstrak pada tiap perlakuan suhu maserasi mempunyai bobot molekul yang sama menurut uji statistik. Tabel 10 menunjukkan perlakuan perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC (f1) tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata dengan perendaman selama 24 jam (f2). Hal ini berarti perlakuan pra fermentasi tidak mempengaruhi bobot molekul trigliserida yang terekstrak sehingga rata-rata nilai bilangan penyabunan pada berbagai perlakuan pra fermentasi sama menurut uji statistik.
Berat Jenis
Berdasarkan hasil analisis ragam tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap berat minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap berat jenis minyak kluwak disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12.
5
Tabel 11. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Berat Jenis Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Rata-Rata Suhu maserasi 30±3oC (t1) 0,889 Suhu maserasi 45±3oC (t2) 0,899 Suhu maserasi 60±3oC (t3) 0,873
Hasil Uji a a a
Tabel 12. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Berat Jenis Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Rata-Rata o Perebusan t= 1 jam, T= 98±3 C (f1) 0,881 Perendaman selama 24 jam (f2) 0,893
Hasil Uji a a
Keterangan :
Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) tidak memberikan perbedaan pengaruh yang nyata dengan suhu 60±3oC (t3) dan 45±3oC (t2). Hal ini berarti perbedaan suhu maserasi tidak mempengaruhi jumlah komponen selain trigliserida yang ikut terekstrak sehingga perbedaan berat jenis pada minyak kluwak relatif kecil. Tabel 12 menunjukkan pra fermentasi dengan cara perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC (f1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman selama 24 jam (f2). Hal ini berarti pra fermentasi tidak menyebabkan terbentuknya komponen yang berbeda dari kluwak yang dihasilkan.
Indeks Bias Berdasarkan hasil analisis ragam tidak terjadi interaksi antara pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap indeks bias minyak kluwak. Hasil analisis statistik pengaruh pra fermentasi dan suhu maserasi terhadap indeks bias minyak kluwak disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Pengaruh Suhu Maserasi Terhadap Indeks Bias Minyak Kluwak Perlakuan Suhu Maserasi Rata-Rata Suhu maserasi 30±3oC (t1) 1,457047 Suhu maserasi 45±3oC (t2) 1,457752 1.454347 Suhu maserasi 60±3oC (t3)
Hasil Uji b b a
Tabel 14. Pengaruh Pra Fermentasi Terhadap Indeks Bias Minyak Kluwak Perlakuan Pra Fermentasi Rata-Rata Perebusan t= 1 jam, T= 98±3oC (f1) 1.454898 Perendaman selama 24 jam (f2) 1.457866
Hasil Uji a a
Keterangan :
Keterangan :
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Rata- perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Tabel 13 menunjukkan bahwa perlakuan suhu maserasi 60±3oC (t3) memberikan perbedaan pengaruh yang nyata dengan perlakuan suhu maserasi 30±3oC (t1) dan suhu maserasi 45±3oC (t2). Nilai indeks bias mengalami penurunan pada suhu 60±3oC, hal ini sejalan dengan penurunan nilai berat jenis dan bilangan iod pada suhu yang sama. Hal ini berarti pada suhu tersebut asam lemak tidak jenuh yang terekstrak pada suhu 60±3oC, berkurang karena adanya panas sehingga menyebabkan penurunan nilai indeks bias.
6
Warna Minyak Kluwak Hasil penilaian organoleptik menunjukkan minyak kluwak yang dihasilkan dari perlakuan perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC (f1) berwarna kuning sedangkan minyak kluwak yang dihasilkan dari perlakuan perendaman selama 24 jam (f2) berwarna kuning kecoklatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Taufik (2000) yang menyebutkan minyak yang dihasilkan dari kluwak yang mengalami perebusan berwarna kuning sedangkan minyak yang dihasilkan dari kluwak yang tidak direbus berwarna kuning kecoklatan. Hasil pengamatan organoleptik juga menunjukkan warna minyak kluwak semakin cerah dengan semakin tingginya suhu maserasi. Hal ini dikarenakan xanthofil yang terkandung menjadi tidak berwarna karena panas.
Aroma
Aroma kluwak dihasilkan oleh senyawa volatil yang sebagian besar berasal dari golongan alkohol dan produk hasil reaksi Maillard (Karmila, 1998). Minyak kluwak memiliki aroma menyerupai aroma karamel, hal ini disebabkan adanya produk hasil Reaksi Maillard ketika fermentasi. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan minyak kluwak mempunyai aroma yang menyengat, hal ini mungkin karena minyak kluwak mempunyai kadar asam lemak bebas yang tinggi. Untuk menghilangkan asam lemak bebas dapat dilakukan netralisasi yang diikuti proses deodorisasi untuk menghilangkan aroma dari minyak kluwak.
Komposisi Asam Lemak Minyak Kluwak Pengujian komposisi asam lemak minyak kluwak dilakukan menggunakan alat kromatografi gas. Komposisi asam lemak pada minyak kluwak terdiri dari 0,11% asam miristat, 10,3% asam palmitat, 3,84% asam stearat sebesar, 38,4% asam oleat, 42,2% asam linoleat dan 3,97% asam linolenat. Asam oleat dan asam linoleat diperlukan untuk kesehatan kulit serta dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Sediaoetama, 1991).
KESIMPULAN Minyak kluwak berdasarkan uji mandiri dengan perlakuan pra fermentasi perebusan selama 1 jam pada suhu 98±3oC dan suhu maserasi 45±3oC (f1t2) menghasilkan rata-rata rendemen sebesar 22,235%, dan sifat fisikokimia sebagai berikut : bilangan asam sebesar 15,123; bilangan peroksida sebesar 9,29; bilangan iod sebesar 104,725; bilangan penyabunan sebesar 126,44 berat jenis 0,8902; indeks bias sebesar 1,456939, dengan komposisi asam lemak terdiri dari 0,11% asam miristat, 10,3% asam palmitat, 3,84% asam stearat sebesar, 38,4% asam oleat, 42,2% asam linoleat dan 3,97% asam linolenat.
DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-3555-1998. Cara Uji Minyak dan Lemak Hougton, P.J., A. Raman. 1998. Laboratory Handbook For The Fractination Of Natural Extract. Chapman &Hall, London. Indrasari, S.D., S. Koswara, D. Muchtadi, L.M. Nagara. 2001. The Effect Of Heating On The Physochemical Characteristic Of Rice Brand Oil. Indonesian Journal of Agriculture Science 2(1) 2001:1-5. Karmila. 1998. Perubahan Komponen Volatil Selama Pembuatan Kluwak. Skripsi, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7
Ketaren, S. 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta Min, D.B. dan D. F. Steenson. 1998. Crude Fat Analysis. Dalam S.S. Nielsen (eds). Food Analysis Second Edition. Kluwer Academic/Plenum Publusher, New York, London, Dordrecht. Nawar, W.W. 1996. Lipids. Dalam O.R. Fennema (eds). Food Chemistry Third Edition. Marcel Dekker, Inc., New York, Basel Puspitasari, N.L. 1994. Lemak dan Komponen Larut Lemak Dalam Minyak Kluwak (Biji Picung (Pangium edule Reinw.) Yang Diperam). Buletin Teknologi dan Industri Pangan Volume V Nomor 2. 67-75. Riyani, E. 2005. Ekstraksi Minyak Kopi Kasar (Crude Coffee Oil) Menggunakan Pelarut Organik. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sediaoetama, A.D., 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I. Dian Rakyat, Jakarta. Sudarmadji, S., B. Haryono.,Suhardi 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta Taufik, M. 2000. Penentuan Kadar Asam lemak dan Sianida Serta Kualitas Minyak Dari Daging Buah Picung (Pangium edule Reinw.). Thesis S2-Kimia, Institut Teknologi Bandung. Williams, M.A. dan R. H. Hron. 1996. Obtaining Oils and Fats from Source Materials. Dalam Y.H. Hui (eds) Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Fifth Edition Volume 4 Edible Oil and Fat Products : Processing Technology. John Wiley & Sons,INC. New York .
8