perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh: WIDO ADITYA C0505049
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920
Disusun oleh WIDO ADITYA C0505049
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP 195402231986012001
Mengetahui Ketua Jurusan Ilmu Sejarah
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP 195402231986012001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH POLEMIK DJAWI HISWORO TERHADAP KONDISI SAREKAT ISLAM TAHUN 1918-1920 Disusun oleh WIDO ADITYA C0505049
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Pada tanggal……………….
Jabatan
Nama
TandaTangan
Ketua Penguji
Dra. Sawitri Pri Prabawati, M. Pd NIP 195806011986012001
(………………)
Sekretaris Penguji
Tiwuk Kusuma Hastuti, SS. M.Hum NIP 197306132000032002
(………………)
Penguji I
Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum NIP 195402231986012001
(………………)
Penguji II
Drs. Soedarmono, SU NIP 194908131980031001
(………………)
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A. NIP 19530314198506100 commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama : WIDO ADITYA NIM : C0505049 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Polemik Djawi Hisworo Terhadap Kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Halhal yang bukan karya saya dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta,
Januari 2011
Yang membuat pernyataan
Wido Aditya C0505049
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Dan orang-orang yang berjuang untuk mencari keridhaan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang suka berbuat baik. (QS. Al-Ankabut, 29:69)
Hidup ibarat orang berjalan, jika yang dilihat panjangnya jalan maka akan terasa melelahkan, tapi jika kita membayangkan tempat tujuan maka akan membuat kita semangat agar cepat sampai ke tujuan. (Penulis)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk: Ayah dan Ibuku tercinta Adikku tersayang
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada pelaksanaannya, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan fasilitas, bimbingan maupun kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sudarno, MA, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam perijinan untuk penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Ibu Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum. selaku Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dan selaku pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis. 3. Bapak M. Bagus Sekar Alam, SS., M.Si selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani masa perkuliahan. 4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Sejarah, yang telah memberikan bimbingan dan bekal ilmu yang sangat berguna bagi penulis. 5. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Perpustakaan Jurusan Sejarah, Sonopustoko Kasunanan Surakarta dan Perpustakan Nasional RI yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam penyediaan dan peminjaman buku-buku yang diperlukan. 6. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak dan Ibu Widodo serta dik Frida yang selalu memberikan kasih sayang dan semangat dengan tulus ikhlas serta doa yang tak pernah putus kepada penulis. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Memik Zunainingsih yang selalu memberikan saran, bantuan, dukungan, dan semangatnya. 8. Teman-teman sejarah angkatan 2005, Achmad, Bayu, Darmawan, Rika, Yusuf, Doni, Wanto, Cahyo, Budi D, Yusuf Arie, Khanifan dkk, terima kasih atas persahabatan dan dukungannya. 9. Kakak-kakak tingkat terima kasih atas saran dan nasehatnya. 10. Teman-teman UKM MENWA dan INKAI, terima kasih atas persahabatannya. 11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun akan penulis perhatikan dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................
ix
DARTAR ISTILAH............................................................................................ xii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
xv
ABSTRAK.......................................................................................................
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................
1
B. Peumusan Masalah...................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
7
E. Kajian Pustaka .........................................................................
8
F. Metode Penelitian ....................................................................
12
G. Sistematika Penulisan ..............................................................
15
PERKEMBANGAN SAREKAT ISLAM SURAKARTA 19181919 ...............................................................................................
17
A. Perkembangan Sarekat Islam Surakarta 1918-1919 ...............
17
1. Kemunculan dan Perkembangan SI di Surakarta ...............
17
2. Perpindahan Kekuatan SI Pusat dari Surakarta ke Surabaya.. 22 3. Eksistensi SI Surakarta Pasca Pindahnya SI Pusat dari Surakarta ke Surabaya ........................................................
27
B. Perubahan Aktivitas Pergerakan di Surakarta Setelah Lemahnya SI commit to user Surakarta tahun 1918-1919........................................................ 36
ix
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
POLEMIK SURAT KABAR DJAWI HISWORO TAHUN 19181919................................................................................................
39
A. Sejarah Perkembangan Surat Kabar Djawi Hisworo ...............
39
1. Latar Belakang Munculnya Surat Kabar Djawi Hisworo ....
39
2. Perjalanan Martodarsono sebagai Seorang Jurnalis.............
41
3. Pergerakan Martodarsono di Sarekat Islam Surakarta.........
44
B. Munculnya Polemik di Surat Kabar Djawi Hisworo .............
46
1. Fenomena Polemik Surat Kabar di Surakarta sebelum Djawi Hisworo .....................................................................
46
2. Konflik Wacana Antara Kaum Nasionalisme Jawa dan Nasionalisme Islam .............................................................
48
3. Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo seiring Menurunnya Kekuatan SI Surakarta...................................................... ...
52
C. Gejolak Awal di Tubuh Sarekat Islam Sebagai Akibat dari Kemunculan Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo .................
54
1. Isu Volksraad sebelum Munculnya Respon Terhadap
BAB IV
Polemik Djawi Hisworo ......................................................
54
2. Respon terhadap polemik di artikel Djawi Hisworo ...........
56
PERANG KEPENTINGAN DI SAREKAT ISLAM SETELAH POLEMIK SURAT KABAR DJAWI HISWORO TAHUN 19191920 ...............................................................................................
70
A. Perang Kepentingan Dalam Elit SI Pasca Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo ..............................................................
70
1. Perselisihan Antara Kubu Cokroaminoto-Abdoel Moeis dengan Kubu Goenawan-Samanhudi dalam Tubuh SI Pusat....................................................................................
70
2. Tampilnya Tjokroaminoto sebagai Anggota Volksraad (Dewan Rakyat).................................. ...............................
73
B. Kritik Balik Sarekat Islam Surakarta terhadap TKNM Terkait Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo ......................................
75
1. Gerakan dari Haji Misbach................................................... commit to user 2.Gesekan Kepentingan Kepemimpinan SI Surakarta..............
75
x
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Dampak Umum sebagai Akibat Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo..................................................................................... D. Akhir
BAB V
Polemik
Surat
Kabar
Djawi
Hisworo
83
Tahun
1920..........................................................................................
86
KESIMPULAN ...............................................................................
88
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
91
LAMPIRAN......................................................................................................
95
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISTILAH
Amar maruf
: Mendekati yang baik.
Bumiputra
: penduduk asli.
Centrale Commissie
: Badan kordinasi pusat.
Clash
: Perpecahan.
Inlander
: Warga asli atau pribumi.
Jawaisme
: Paham yang menganut pemikiran orang jawa kuno.
Jihad
: Perjuangan dalam Islam
Kamuflase
: Siasat tipu muslihat untuk mengecoh perhatian lawan.
Kaum abangan
: Kelompok yang menganut Islam kejawen.
Kaum putihan
: Kelompok yang penganut Islam murni.
Kontroversi
: Perdebatan.
Metode Beating
: Metode protes yang lebih menekankan pada kekerasan atau perkelahian.
Metode Rally
: Metode protes yang menggunakan rapat akabr atau rapat umum sebagai media perantara.
Militansi
: jiwa pantang menyerah.
Misionaris
: Pengemban misi penyebaran agama kristen.
Musyrik
: Menyekutukan Tuhan.
Nahi munkar
: Menjauhi yang kurang baik.
Nasionalisme jawa
: kebanggaan menjadi orang jawa.
Pagebluk
: Kesialan yang diakibatkan oleh wabah penyakit.
Polemik pers
: Kegiatan pers yang menyimpang dari pers pada umumnya.
Presdelict
: Pembredelan surat kabar
Ratu Adil
: Pembawa kejayaan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Reaksioner
: Sangat tanggap dengan sesuatu.
Rekest
: Surat permohonan. commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Selfgofernment
: Pemerintahan sendiri.
Vergadering
: Rapat terbuka.
Volksraad
: Dewan rakyat.
Vorstenlanden
: Wilayah kerajaan yang memiliki status istimewa di Jawa
pada
masa
kolonial
Yogyakarta). Zending
: Misi penyebaran agama kristen.
commit to user
xiii
(Surakarta
dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
BO
: Boedi Oetomo.
CSI
: Centrale Sarekat Islam.
Dr.
: Doktor.
H
: Hadji.
IJB
: Inlandsche Joernalist Bond.
IP
: Indische Partij.
ISDV
: Indische Sociaal Democratische Vereeniging.
JN
: javaansche Nationlisme.
KH
: Kyai Hadji.
M
: Mas.
M.H
: Mas Haryo.
M.Ng.
: Mas Ngabehi.
MULO
: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs.
OSVIA
: Opleiding School Voor Indlandsche Ambtenaren.
PBT
: Pemogokan Buruh Percetakan.
PD
: Perang Dunia.
PKBT
: Perkoempoelan Kaoem Boeroeh Tani.
R
: Raden.
R.M.A
: Raden Mas Arya.
R.M.T
: Raden Mas Tumenggung.
R.Ng
: Raden Ngabehi.
RM
: Raden Mas.
SATV
: Sidiq Amanah Tabligh Vatonah.
SAW
: Sallallahu Allaihi Wassalam.
SDI
: Sarekat Dagang Islam.
SI
: Sarekat Islam.
TKNM
: Tentara Kandjeng Nabi Muhammad.
VOC
: Vereenigde Oost Indische Compagnie. commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Sinar Djawa, edisi 8 April 1918 ...................................................................
89
Islam Bergerak, edisi 26 Februari 1918 ........................................................
90
Djawi Hisworo, edisi 11 Januari 1918 ..........................................................
91
Pantjaran Warta, edisi 12 Agustus 1913 ......................................................
92
Neratja, edisi 3-4 April 1918 ........................................................................
93
Sinar Djawa, edisi 13 Februari 1919 ............................................................
94
Sinar Hindia, edisi 22 Januari 1919 ..............................................................
95
Darmo Kondo, edisi 20 Januari 1919 ...........................................................
96
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wido Aditya. C0505049. 2010. “Pengaruh Polemik Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920”. Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra Dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini membahas tentang perkembangan dari kasus Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920. Sebagai organisasi massa terbesar pada dasawarsa kedua tahun 1900, kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo memiliki pengaruh besar dalam mengubah kondisi internal Sarekat Islam. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919, untuk mengetahui perkembangan awal kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919, serta untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan persdelict surat kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahap yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu heuristik atau pengumpulan sumber-sumber sejarah melalui penelusuran dokumen tentang Sarekat Islam dan Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo serta studi pustaka. Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu memeriksa keaslian dan validitas sumber yang diperoleh. Tahap ketiga adalah interpretasi berupa penafsiran terhadap data yang diperoleh sehingga didapat fakta-fakta sejarah. Tahap keempat penulisan atau historiografi, yaitu menyajikan fakta-fakta yang telah diperoleh dalam bentuk tulisan sejarah. Untuk menganalisa data digunakan pendekatan ilmu sosial yang lain sebagai ilmu bantu ilmu sejarah. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosial dan politik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas dan perkembangan Sarekat Islam Surakarta mengalami penurunan kemampuan pergerakan menjelang awal tahun 1916. Permasalahan ini dipicu oleh pergeseran kepemimpinan SI dari Samanhudi ke Cokroaminoto. Perubahan ini juga menggeser poros kekuatan SI dari Surakarta ke Surabaya, menyusul munculnya cabang lain yang juga pantas untuk diperhitungkan yaitu Sarekat Islam Semarang. Kondisi nasionalisme yang dijunjung oleh para aktivis pergerakan Islam ternyata berbenturan dengan pemikiran kaum nasionalis sekuler dan kaum nasionalisme Jawa. Keadaan kemudian semakin meruncing dengan munculnya kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo, dimana kaum Islam merasa dilecehkan dengan artikel yang menghina Nabi Muhammad. Kasus ini semakin naik ke permukaan sebagai akibat konflik politik di tubuh Sarekat Islam. Dukungan dari umat Islam tidak seluruhnya murni dipergunakan untuk menyerang balik Djawi Hisworo dan Martodharsono, tetapi juga dipakai untuk memperkuat kedudukan beberapa tokoh SI seperti Abdul Muis dan Cokroaminoto di Volksraad. Semakin lama, ketidakjelasan penyelesaian dari SI pusat justru memancing reaksi balik dari sebagian tokoh SI yang kritis. Pertentangan di wilayah internal SI pun semakin meruncing yang menyebabkan kasus Djawi Hisworo akhirnya hilang seiring dengan berjalannya waktu. commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kondisi pergerakan di Hindia Belanda pada awal abad ke-19 mulai menunjukkan keberadaannya. Kaum-kaum pribumi yang mengenyam pendidikan serta mereka yang mulai memiliki kesadaran akan kemerdekaan dan kebebasan menjadi pelopor dalam pembentukan ruang berkumpul berbentuk organisasi. Lahirlah Budi Utomo, Sarekat Islam dan perkumpulan-perkumpulan baru bagi masyarakat Hindia Belanda dengan lebih terorganisir secara baik. Kemunculan organisasi-organisasi di Hindia Belanda juga bersamaan dengan munculnya surat kabar-surat kabar yang menggeser pola masyarakat Hindia Belanda dari mendengar menjadi membaca. Pada satu segi kelahiran surat kabar pribumi dapat dipandang sebagai lambang kelahiran modernitas dan kebebasan bersuara bagi kaum Bumiputera pada masa kolonial. Periodisasi pers yang terbit pada abad-19 hingga dengan awal abad ke-20 sebagai periode “prasejarah” pers nasional. Periode tersebut turut mengubah budaya kebiasaan masyarakat yang awalnya sebagai pendengar kabar menjadi membaca kabar/berita.1 Surat kabar pada masa itu menjadi media komunikasi organisasi politik yang strategis dalam membawakan visi misi pada pemimpin gerakan, pendidikan kreatifitas, pembinaan sikap kritis, intelektual dan kemandirian. Akibatnya, commit to user Septiawan K Santana, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yogyakarta: Yayasan Obor, hlm. 158-159 1
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pergeseran pola ini menumbuhkan daya kritis masyarakat Hindia ke tingkat yang lebih baik. Organisasi dan surat kabar pada abad ke-19 menjadi sepasang alat untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kondisi tersebut menyebar merata di seluruh kawasan Hindia Belanda. Di Solo, kondisi yang demikian terbukti dengan munculnya Sarekat Islam (SI) di bawah kepemimpinan Samanhudi pada tahun 1911. Sarekat Islam yang awalnya diklaim sebagai cabang dari Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor milik Tirto Adi Soerjo, berkembang menjadi organisasi raksasa pertama kali di Hindia Belanda, menyaingi Boedi Oetomo (BO)2. Dengan mengusung asas keIslaman dan mencoba mengakomodir kepentingan para pengusaha pribumi di Hindia, jumlah massa Sarekat Islam semakin banyak. Berdirinya SI adalah tanda tanda solidaritas dari bumiputera terutama terhadap perlakuan orang Eropa yang di luar batas3. Cabang-cabangnya pun bermunculan di daerah-daerah lain seperti Surabaya, Batavia, Semarang, dan diluar Jawa. Kondisi yang demikian juga dibarengi dengan munculnya surat kabar di bawah naungan SI. Di SI Solo misalnya memiliki surat kabar Sarotomo, SI Surabaya memiliki surat kabar Oetoesan Hindia dan begitu juga cabang-cabang SI yang lain. Pengurus SI pun cukup banyak yang berkecimpung di dunia jurnalistik pada waktu itu. Kondisi tersebut terus mengalir bersamaan dengan pasang surutnya kekuatan SI Surakarta. Bangkrutnya surat kabar yang satu diikuti dengan munculnya surat kabar baru. Kehidupan dunia tulis menulis sendiri mengalami perkembangan yang sangat signifikan. Berbagai tema menjadi bahan 2
Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, Lkis: Yogyakarta, hlm: 14 3
userNusantara”. Jakarta: Kompas. Hlm. 636 Daniel Dhakidae. 2000. Dalamcommit “Seribu to Tahun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
bacaan dan diskusi bagi masyarakat Hindia. Di antara berbagai tema yang muncul dalam surat kabar tersebut kerap kali mengundang kemarahan pemerintah kolonial atau terkadang menuai kontroversi tersendiri di kalangan kaum pribumi. Salah satu kontroversi yang menyulut panasnya suhu pergerakan di Hindia Belanda dan di Solo pada khususnya adalah kasus artikel di surat kabar Djawi Hisworo pada tahun 1918. Surat kabar yang berbahasa campuran (bahasa Jawa dan bahasa Indonesia) ini, pada 11 Januari 1918 pernah memuat artikel dengan judul “Pertjakapan Marto dan Djojo”. Dalam artikel tersebut, termuat beberapa kalimat yang mengegerkan Hindia. Disebutkan bahwa “Goesti Kandjeng Nabi Rasul itoe minoem tjioe A.V. H dan minoem opeioem…”.4 Tulisan ini kemudian memancing kaum pribumi khususnya yang beragama Islam untuk bertindak karena artikel tersebut dianggap menghina Islam. Djawi Hisworo merupakan surat kabar terbitan tahun 1909 yang dipimpin oleh Martodharsono, salah seorang tokoh jurnalis dan pengurus SI Solo. Martodharsono juga pernah menjadi anak didik Tirto Adi Soerjo di Bandung serta menjadi redaktur surat kabar Sarotomo. Sedangkan Djojosoediro adalah salah satu anggota redaksi surat kabar Djawi Hisworo. Setelah meninggalnya Tirto Adi Soerjo, Martodharsono kembali ke Solo, dan menerbitkan surat kabar berbahasa Jawa, Djawi Hisworo. Surat kabar ini muncul sebagai bentuk media baca dan pembelajaran bagi masyarakat surakarta. Sama halnya seperti Sin Po dan Djawi Kondo, Djawi Hisworo merupakan surat kabar yang tidak diterbitkan di bawah organisasi pergerakan, melainkan milik perseorangan atau instansi non pergerakan. Ideologi yang diusung Djawi Hisworo commit to user 4
Djawi Hisworo Januari 1918
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
adalah Nasionalisme Jawa, sesuai dengan karakter Martodharsono yang menganut kejawen. Sebelum bergabung dengan Sarekat Islam, Martodharsono adalah sosok guru yang menganut paham Jawa secara mendalam. Aktivitas Martodharsono sebagai guru spiritual juga dilakukan di Keraton Surakarta dan tetap dijalankan meskipun ia telah bergabung dengan Sarekat Islam. Djawi Hisworo selain surat kabar Sarotomo dan majalah Doenia Bergerak menjadi salah satu pilar komunikasi yang turut serta mendukung panji-panji kebesaran SI hingga akhir 1917, saat dimana perselisihan antara Martodharsono dan Tjokroaminoto terjadi.5 Pada tahun 1918, perbedaan pemahaman antara aktivis pergerakan yang mengusung nasionalisme Islam dan nasionalisme Jawa dalam melakukan perlawanan terhadap kolonial semakin terbuka. Perbedaan pemahaman tersebut juga muncul dalam bentuk serangan dalam bentuk artikel di surat kabar. Djojodikoro menulis sebuah artikel di Djawi Hisworo mengenai kontroversi penghinaan terhadap nabi Muhammad. Dalam hal ini yang merasa menjadi pihak yang disudutkan adalah umat Islam. Meskipun ada permohonan ralat tentang kemunculan artikel tersebut, sebagian umat Islam di Hindia Belanda terlanjur geram. SI juga dibuat geram dengan aksi tulisan dari Djawi Hisworo. Berbagai sikap muncul dari cabang-cabang SI yang berujung pada tuntutan cekal terhadap Djawi Hisworo sekaligus Martodharsono. Para aktivis pergerakan sendiri pun menanggapi hal tersebut dengan versi yang beragam. Muncul reaksi diantara mereka yang berpandangan keseluruhan dari kacamata
5
Iswara N Raditya. Aktor Obrolan “kafir”.
. (diakses pada tanggal diunduh pada tanggal 28 Januari commit to user 2010 pukul 22.17).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
Islam dan pandangan dari mereka yang memakai pegangan kebebasan pers serta pola gerakan melawan kolonial. Kampanye anti Martodharsono dan Djawi Hisworo misalnya muncul dari Haji Misbach, Hadji Hisamzaijnie, serta Raden Ng. Poerwodihadjo yang tergabung dalam SI Solo6. Di lain pihak, pandangan berbeda ditunjukkan oleh SI Semarang yang lebih terfokus pada aksi buruh dan pemogokan.7 Gelombang boikot dan penolakan menyebar di berbagai tempat. Setiap cabang SI menunjukkan sikap yang berbeda satu sama lain. Aksi mobilisasi massa Islam di Hindia Belanda lewat tubuh SI menjadi aksi kepedulian dan solidaritas. Kontroversi dari artikel Djawi Hisworo tersebut memunculkan reaksi-reaksi politik lain. Reaksi yang muncul diantaranya ditandai dengan adanya Kemunculan gerakan Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKNM), tekanan massa Islam terhadap pemerintah kolonial, masuknya beberapa tokoh SI ke Volksraad seperti Cokroaminoto dan Abdoel Moeis, Gerakan Sidiq, Amanah, Tabligh, Vatonah (SATV) dan beberapa bentuk-bentuk perlawanan lainnya. TKNM sendiri pada rapat akbarnya di bulan Februari 1918 berhasil memobilisasi ribuan massa dan mampu mengumpulkan uang yang berjumlah ribuan gulden.8 Sebagian dari reaksi-reaksi ini memang menimbulkan kekuatan yang besar, namun dalam
6
Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti. Hlm. 177 7
Eka Kurniawan, 2002, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, Yogyakarta: Jendela, Hlm.72-73 8
Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaoen, commit to user Lkis; Yogyakarta, hlm. 48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
perkembangannya, tidak sedikit protes dan kritik yang digulirkan oleh kalangan pergerakan sendiri.9 Kontroversi polemik surat kabar Djawi Hisworo akhirnya diboncengi kepentingan-kepentingan lain oleh sebagian aktivis pergerakan di Hindia Belanda. Akibatnya, kasus artikel Djawi Hisworo ini bergeser dari tuduhan kasus penodaan terhadap agama menjadi kasus yang dimanfaatkan demi keuntungan politik tertentu. Pemerintah kolonial sendiri tidak memberikan perhatian khusus terhadap kontroversi tersebut. Di satu sisi kasus ini membawa semangat persatuan umat Islam Hindia Belanda kembali menguat, namun di sisi lain penyingkapan terhadap polemik surat kabar Djawi Hisworo juga memecah belah garis perlawanan kaum pribumi terhadap pemerintah kolonial Belanda. Gejolak yang mewarnai SI pun semakin beragam di tengah masuknya paham (isme) baru di Hindia Belanda. Polemik surat kabar Djawi Hisworo ikut serta memicu konflik-konflik internal yang mulai muncul dalam tubuh Sarekat Islam.
B. Perumusan Masalah Berangkat dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 19181919? 2. Bagaimana polemik yang ditimbulkan surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919?
9
Islam Bergerak 10 Juni 1918
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
3. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya polemik Surat Kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Polemik Djawi Hisworo Terhadap Kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1919” adalah : 1. Untuk mengetahui perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919 2. Untuk mengetahui polemik yang terjadi dalam surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918-1919. 3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari polemik surat kabar Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam dan kehidupan perpolitikan Surakarta 1918-1920.
D. Manfaat Penelitian Dari kajian tentang pengaruh polemik Djawi Hisworo terhadap kondisi Sarekat Islam Tahun 1918-1920, maka penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai perkembangan surat kabar Djawi Hisworo dan kehidupan politik saat itu serta sebagai bahan kajian bagi peneliti lain commit to user terhadap segala bentuk-bentuk aktivitas pergerakan, jurnalistik dan agama.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
2. Manfaat Praktis Hasil kajian dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi historiografi sejarah sosial politik dan pergerakan.
E. Kajian Pustaka Penelitian ini menggunakan beberapa literatur yang relevan dengan tema penelitian. Takashi Shiraishi dalam karyanya Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926 (1997), menjadi salah satu referensi dalam penelitian. Buku ini mengkaji asal dan evolusi pergerakan di panggung nasional dan lokal. Selain membahas Sarekat Islam secara kritis, Takashi juga menggambarkan tentang pergerakan di wilayah Surakarta dengan menyoroti kemunculan dan kehancuran sejumlah partai dan perhimpunan politik, termasuk Sarekat Islam Surakarta. Menurutnya, Sarekat Islam tumbuh dari Rekso Roemekso. Permusuhan terjadi dengan organisasi serupa yaitu Kong Sing, antara orang-orang Jawa dari Roemekso dan orang-orang Tionghoa dari Kong Sing. Perkelahian itu mengundang penyelidikan dari pemerintah kolonial terhadap status hukum. Kemudian penyelidikan itu mengubah organisasi ronda yang sederhana menjadi organisasi raksasa, Sarekat Islam. Organisasi-organisasi pergerakan pun lambat laun mulai menyesuaikan diri menjadi organisasi pergerakan modern dengan tujuan politik yang jelas. Organisasi pergerakan tersebut dinamakan partai. Implikasi perubahan ini sangat besar bagi organisasi pergerakan karena selain harus merubah struktur dan sifat organisasi juga harus menghadapi kebijakan kolonial yang semakin represif. Terkadang perubahan-perubahan ini menimbulkan perdebatan dan bahkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
memuncak menjadi perpecahan organisasi. Karya Takashi ini mampu menjadi bahan rujukan dalam melihat gambaran Surakarta sebagai wilayah vorstenlanden pada era-era pendudukan kolonial Belanda. Selain itu, berbagai gejolak di SI Surakarta juga dijelaskan dalam buku ini. Termasuk beberapa informasi terkait kasus “Pertjakapan Marto dan Djojo” di Surat kabar Djawi Hisworo. Buku karangan Dewi Yuliati yang berjudul Semaoen Pers Bumiputera Dan
Radikalisasi
Sarekat
Islam
(2000),
menjelaskan
latar
belakang
perkembangan dunia pergerakan dan pers di Semarang pada masa kolonial. Pergerakan nasional dan pers seakan menjadi kembar siam dan saling melengkapi. Semarang merupakan salah satu tempat berkembangnya aktivitas politik Marco. Selain sebagai kota pelabuhan, juga merupakan satu dari empat kota pusat persurat kabaran nasional pertama (tiga diantaranya: Betawi/Jakarta, Surabaya dan Padang. Dewi Yuliati memberikan deskripsi panjang lebar mengenai proses SI Semarang dari murni sampai menjadi reaktif dibawah pimpinan Semaoen. Penjelasan ini amatlah penting mengingat perkembangan organisasi kiri (sosialiskomunis) tercuat di Semarang, dan SI Merah adalah benih awalnya. Alur perkembangan SI Semarang ini dapat menjadi bahan kajian untuk melihat berbagai sikap SI, baik SI Semarang dan SI cabang lainnya. Sehingga dengan buku ini mampu memberi gambaran mengenai radikalisme Sarekat Islam Semarang dibawah pengaruh sosialisme, yang tentunya membuat sudut pandang SI menjadi beragam. Buku yang dikembangkan dari tesis Mark W. Woodward yang berjudul Islam Jawa, Kesalehan Normatif vs Kebatinan (2003) dapat dijadikan referensi mengenai perkembangan agama masyarakat Jawa. Buku ini menjelaskan bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Islam Jawa (kejawen) juga merupakan Islam yang mengambil bentuknya yang khas Jawa. Tesis dari Howard ini dibuktikan dengan penelusuran pada doktrin dan ritual agama Islam (yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits) serta kajian historis kenapa Islam Jawa mengambil bentuknya seperti yang saat ini. Dari penelusuran teks-teks Jawa, seperti Babad Tanah Jawa, Serat Centhini, Serat Cebolek, Serat Wirid Hidayat Jati, dan babad-babad lainnya membawa Woodward pada sebuah kesimpulan bahwa ajaran-ajaran kejawen sangat dipengaruhi oleh doktrin Sufi dan pandangan kosmis tentang hubungan antara kemanusiaan dan keilahian. Dengan kata lain, buku ini menggambarkan perkembangan Agama Kejawen dan Islam Jawa di Pulau Jawa. Islam Jawa muncul dengan misi bagaimana harus menyelesaikan permasalahan syirik dalam warisan-warisan kebudayaan pra-Islam. Kajian ini menggunakan pendekatan dan sudut pandang yang benar-benar berbeda dari kajian tentang Jawa sebelumnya, sehingga akan memberikan gambaran lain tentang keagamaan orang Jawa. Wacana dan informasi dari buku ini dapat menambah pengetahuan mengenai perkembangan Islam Jawa dan proses tarik ulurnya dalam kehidupan kepercayaan masyarakat Jawa. Buku karya Ahmad Mansyur Suryanegara yang berjudul Api Sejarah I (2008) menyajikan fakta bahwa Islam dan ulama memiliki peran besar dalam sejarah kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Namun, banyak perjuangan mereka dilupakan atau sengaja dilupakan. Sejarah Islam di Indonesia,termasuk sejarah Sarekat Islam didalamnya banyak mengalami konflik dan pertempuran dengan golongan di luar Islam. Konflik tersebut diantaranya yang terjadi dengan kelompok nasionalisme Jawa dan kelompok pro kolonial. Di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
dalam buku ini, gerakan-gerakan kebatinan yang berlawanan dengan Islam di masa pergerakan dibahas dengan jelas. Salah satunya adalah kasus yang terjadi pada surat kabar Djawi Hisworo. Meskipun lebih menggunakan perspektif agama Islam, namun informasi dari buku ini dapat dijadikan acuan data tambahan terkait kasus pelecehan terhadap Islam di Indonesia. Buku yang berjudul Berbareng Bergerak karangan Soewarsono (2000), menjadi satu referensi yang juga mendukung informasi mengenai perkembangan Sarekat Islam, khususnya Sarekat Islam Semarang. Periodisasi bahasan pada buku ini terfokus tahun 1920-an. Meminjam istilah Soe Hok Gie, periode tahun-tahun ini di Semarang dan beberapa tempat lahirnya Sarekat Islam, muncul “orangorang dipersimpangan kiri jalan”. Penjamuran SI pada tahun 1911-1913 di berbagai tempat di Hindia Belanda, terutama di Pulau Jawa, merupakan pertanda kelahiran pergerakan. Sedangkan periode 1920-an adalah masa dimana para aktivis SI mulai “memerah” karena kecocokan orang-orang tersebut dengan sosialisme yang dibawa masuk oleh Sneevliet. Buku ini membahas Sarekat Islam Semarang dengan lebih mendalam. Tetapi gesekan kepentingan antara Sarekat Islam satu dengan yang lain sekaligus perbedaan arah gerak memunculkan reaksi yang berbeda dalam memahami berbagai kasus. Beberapa diantaranya dijelaskan dalam buku karya Soewarsono ini. Sarekat Islam Semarang adalah salah satu cabang SI yang tidak terlalu tenggelam dan fokus terhadap kasus Djawi Hisworo. Buku Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007 (2007) karangan Muhidin M. Dahlan, memaparkan teori tentang pers. Pers merupakan wadah bagi kaum terpelajar untuk menyampaikan aspirasi dan inspirasi dari rakyat kepada pemerintah. Selain itu, pers juga sebuah bentuk media untuk menyampaikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
perkembangan keadaan sosial politik ekonomi dan budaya suatu negara tempat pers tersebut berada. Pers tersebut dibuat guna mencukupi kebutuhan rakyat akan berita. Pers dapat berbentuk media seperti koran dan majalah. Pers juga dapat diartikan kegiatan sekelompok orang dalam melakukan penyusunan berita di surat kabar atau majalah. Dalam pers suatu fenomena yang bisa memancing kontroversi atau perdebatan. Hal ini dapat berujung pada persdelict atau pembredelan bagi pers yang bersangkutan jika kontroversi dalam pers tersebut ditentang oleh orang banyak. Persdelict diartikan sebagai pembredelan atau pelarangan peredaran media masa tertentu dan pencekalan/penghukuman bagi redaktur yang terlibat di dalamnya.
F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang mencakup empat tahap yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah yang sesuai dengan permasalahan (heuristik), kritik sumber, interpretasi yang merupakan analisa dan sintesa serta penyusunan atas penulisan sejarah (historiografi).10 Tahap pertama adalah heuristik. Tahap heuristik yaitu menghimpun sumber-sumber sejarah berkaitan dengan aktivitas dan perkembangan surat kabar dan Sarekat Islam serta dokumen-dokumen lainnya yang sesuai dengan permasalahan yang sedang dikaji.
10
Kuntowijoyo, 2001, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, hlm. 91-92. Lihat juga Sartono Kartodirdjo,1993, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi commit Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm 2 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut : a. Studi Dokumen Studi dokumen mempunyai arti metodologis yang penting karena dokumen menyimpan sejumlah besar fakta dan data sejarah serta diharapkan mampu menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Pada penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen-dokumen yang tersimpan di Sonopustoko Kasunanan Surakarta dan
perpustakaan
Nasional Indonesia Jakarta. Sumber Dokumen disini merupakan sumber dokumen dalam arti sempit, yang berhasil penulis kumpulkan untuk penelitian ini antara lain : Laporan pemerintah kolonial, arsip-arsip terkait SI, surat kabar Djawi Hisworo, Sinar Djawa, Sinar Hindia, Medan Bergerak, Islam Bergerak, Medan Moeslimin dan lain-lain. b. Studi Pustaka Studi pustaka dalam suatu penelitian dijadikan sumber penulisan yang tentunya berhubungan dengan tema yang dikaji. Sumber pustaka dapat berupa buku, artikel dan media lainnya. Dengan studi pustaka ini diharapkan mampu menambahkan pemahaman teori dan konsep yang diperlukan dalam penelitian. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan Pusat
UNS,
Perpustakaan
FSSR,
Perpustakaan
Jurusan
Sejarah,
Perpustakaan Monumen Pers Indonesia dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Tahap kedua adalah Verifikasi atau kritik sumber yang merupakan metode sejarah untuk mencapai obyektivitas. Kritik sumber terbagi menjadi dua, yaitu : kritik ekstern dan kritik intern. Kritik ekstern bertujuan untuk mencari autentisitas atau keaslian sumber. Kritik intern dilakukan untuk mencari kredibilitas suatu sember dengan cara menyelidiki objek dan dokumen sejarah untuk membuktikan keaslian fakta sejarah. Tahap ketiga Interpretasi adalah proses penguraian sumber setelah terseleksi sumber-sumber tersebut disatukan dalam satu kelompok atau penggabungan sumber atau fakta-fakta sehingga tercapailah interpretasi yang menyeluruh. Analisis yang di gunakan dalam penelitia ini adalah analisis kualitatif dalam bentuk deskriptif analisis. Maksudnya adalah dari sumber– sumber bahan dokumen dan studi kepustakaan selanjutnya diadakan analisis dan diinterpretasikan dalam jalinan kausalitas sebab akibat dari peristiwa penelitian ini secara kronologis kedalam isinya. Data–data yang telah dikumpulkan dan dikaji kebenarannya itu adalah fakta–fakta yang akan digunakan dan dihubungkan menjadi sebuah kisah sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Tahap yang terakhir adalah Historiografi yang merupakan bentuk penyajian hasil penelitian. Dalam penulisan sejarah perlu diperhatikan sifat diakronik dan sinkroniknya. Jadi selain memanjang dalam waktu juga melebar dalam ruang. Dalam studi ini historiografi dilakukan dalam bentuk penulisan skripsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15 G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini akan menyajikan permasalahan dalam tiap bab nya. Penulisan ini terdiri dari lima bab. Bab pertama berisi latar belakang penelitian yang menjelaskan informasi singkat perubahan Sarekat Islam Surakarta dan keberadaan surat kabar Djawi Hisworo 1918-1919 beserta kasus polemik yang menimpanya sampai tahun 1920. Selain latar belakang, bab pertama juga berisi rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, studi pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian. Bab kedua menjelaskan perkembangan Sarekat Islam Surakarta pada tahun 1918-1919. Kondisi Sarekat Islam Surakarta pada masa ini mengalami kelesuan organisasi yang dikarenakan oleh beberapa sebab dan permasalahan. Baik yang bersifat internal yaitu tidak adanya pengurus yang memadai dan factor eksternal berupa konflik kepentingan antara cabang Sarekat Islam di Hindia Belanda. Kondisi Sarekat Islam Surakarta yang mengalami kelesuan organisasi ini kemudian akan memanas kembali setelah munculnya polemik surat kabar Djawi Hisworo tahun 1918. Bab ketiga berisi penjelasan mengenai surat kabar Djawi Hisworo yang merupakan surat kabar berbahasa campuran, Indonesia lama dan Jawa. Surat kabar yang berdiri sebelum Sarekat Islam Surakarta berdiri ini juga dikelola oleh tokoh Sarekat Islam Surakarta yaitu Martodharsono. Dalam perkembangannya, Djawi Hisworo dalam sebuah edisi terbitannya memuat artikel kontroversi yang dianggap melecehkan agama Islam. Kontroversi ini kemudian memancing aksi massa besar-besaran atas nama Islam dan Sarekat Islam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Bab Keempat menjelaskan kelanjutan dari kasus Djawi Hisworo. Dalam penanganannya, banyak dijumpai penyelewengan dari gerakan yang pada awalnya ditujukan untuk menyelesaikan kasus Djawi Hisworo ini. Dampak yang muncul kemudian adalah konflik antara cabang Sarekat Islam di Hindia Belanda. Permasalahan kemudian bergeser menjadi pemanfaatan kasus Djawi Hisworo sebagai kendaraan politik atas nama Islam dan Sarekat Islam. Kasus Djawi Hisworo sendiri berakhir tanpa ada penyelesaian yang jelas. Bab Kelima berisi kesimpulan dari berbagai bab yang ada dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II PERKEMBANGAN SAREKAT ISLAM SURAKARTA TAHUN 1918-1919
A. Perkembangan Sarekat Islam Surakarta 1918-1919 Sarekat Islam yang lahir pada tahun 1912, merupakan organisasi pertama yang bersifat lintas kelas dan etnis, bahkan ideologi. Keempat tokoh pendiri Sarekat Islam di Surakarta, yakni Haji Samanhudi,
Tirto Adi Suryo,
Martodarsono, dan Joyomargoso, pada awalnya tidak merencanakan sebuah kelompok yang kemudian dikenal dengan nama Sarekat Islam, sebagaimana Wahidin Sudirohusodo dan para siswa Sekolah Dokter Pribumi dengan Budi Utomo. Benih Sarekat Islam terbentuk dari sebuah insiden perpecahan dan konflik. Peristiwa itu adalah perkelahian antara dua perkumpulan sosial, yaitu Kong Sing dan Rekso Rumekso. Kong Sing merupakan perkumpulan tolongmenolong untuk penguburan milik orang Tionghoa, sedang Rekso Rumekso perkumpulan jaga malam (ronda) milik para pengusaha batik Pribumi di bawah pimpinan Haji Samanhudi di Laweyan, Surakarta.1 1. Kemunculan dan Perkembangan SI di Surakarta Sarekat Islam dipandang sebagai sebuah agensi yang memiliki karakteristik pemersatu yang berjiwakan semangat nasional. Jika Boedi Oetomo (BO) dilihat oleh sebagian kalangan sebagai organisasi pergerakan yang cenderung bersifat elitis dan bahkan punya kecenderungan menjadi pendukung
1
to user Safrizal Rambe, 2008, Sarekatcommit Islam, Jakarta : Yayasan Kebangkitan Insan Cendikia,
hlm. 30
17
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terbentuknya “nasionalisme-jawa”, maka Sarekat Islam merupakan organisasi yang berkontribusi dalam menegakan akar kebangsaan dan persatuan Indonesia. Orang Eropa di nusantara merasakan kepanikan yang luar biasa pada saat lahirnya Sarekat Islam. Sebelumnya, kemunculan Boedi Oetomo (BO) yang menuntut perluasan hak ajar bagi priyayi rendahan pada tahun 1908, tidak memancing perhatian pemerintah kolonial secara penuh. Hak untuk memperoleh pendidikan bagi pemerintah Belanda, masih dapat ditunggangi sebagai kepentingan Belanda di tanah Hindia. Barulah ketika mulai banyak pribumi – yang dianggap sebagai inlander, yang warga negara kelas terendah melakukan perlawanan lewat Sarekat Islam, perubahan dengan lambat tapi pasti mulai dirasakan. Kepanikan pemerintah kolonial terjadi karena kemunculan SI menunjukan awal dari datang sebuah masa menuju pembebasan nasional, sekaligus menjadi bukti bagaimana sebuah organisasi yang mengatasnamakan Islam mampu berperan sebagai motor emansipasi dalam perjuangan mengukuhkan jati diri dan merebut keadilan. Sambutan yang demikian antusias dan cepat sampai keluar Jawa, mulai dari Aceh, Palembang, Banten, Jakarta, Surabaya, Balikpapan, Makassar, hingga Donggala, menjadi bukti tingginya pengharapan anak bangsa terhadap SI. Fenomena ini telah memaksa Gubernur Jenderal Idenburg dan pemerintah kolonial meningkatkan kewaspadaan. Apabila Boedi Oetomo mendapatkan pengakuan dengan mudah, maka SI dipaksa dipecah sejak kelahirannya di Surakarta. Meskipun kemudian muncul cabang dimana-mana, serta disusul dengan Central Sarekat Islam, kepentingan SI di berbagai daerah seringkali bergesekan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
Pada awalnya, Samanhudi merupakan anggota Budi Utomo, hal ini rupanya membuat para pengusaha batik Tionghoa cemas apabila Budi Utomo mendirikan organisasi pengusaha batik di bawah pimpinan Samanhudi. Segera mereka mengajak Samanhudi bergabung ke dalam Kong Sing. Samanhudi setuju, dan dengan dia ikut-serta banyak pengusaha batik Pribumi, konon jumlahnya melebihi pengusaha batik Tionghoa. Pergeseran paradigma masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda setelah Revolusi Tiongkok terhadap penguasa Dinasti Qing pada 10 Oktober 1911, menimbulkan rasa kebangsaan Tionghoa yang memuncak dan bagi orang Pribumi mungkin terkesan berlebihan. Samanhudi dan pengikutnya keluar dari Kong Sing, dan Rekso Rumekso segera dibentuk. Pada saat perdagangan kain dan batik pada masa tersebut, muncul kain halus impor yang menggeser kain batik lokal. Menyusul kemudian bahan celupan nila digeser dengan bahan sintetis buatan Eropa. Dua jenis barang ini merupakan bahan pokok industri batik, yang mulai dikuasai pedagang-pedagang Cina. Faktor lain yang juga mendorong semangat kemunculan SI adalah gerakan penginjil yang mendapatkan izin dari Gubernur Jenderal Idenberg untuk membuka cabang di Surakarta. Reaksi keras datang dari para pedagang batik Laweyan yang mayoritas beragama Islam. Para pedagang Laweyan khawatir dengan meluasnya agama Kristen di Surakarta dapat mempengaruhi orang-orang Jawa, sehingga akan menimbulkan terganggunya stabilitas keamanan. Reaksi juga muncul dari pihak keraton mengenai masalah penginjilan tersebut. Pakubuwono X memiliki persamaan pandangan dengan para pedagang Laweyan. Ketika para penginjil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
mengajukan permohonan izin untuk mendirikan rumah sakit kepada Kraton Surakarta, permohonan pendirian ditolak. Akhirnya izin pendirian rumah sakit mendapat restu dan tanah dari Mangkunegaran dan berdirilah rumah sakit zending di Jebres. Kraton mempunyai andil yang cukup dalam mendorong munculnya SI. Bahkan hubungan diantara keduanya tidak hanya persoalan keterkaitan karena memiliki misi yang sama dalam melahirkan gerakan kebebasan dan kemerdekaan, melainkan juga keterlibatan dalam berorganisasi dan izin. Munculnya organisasi kebangsaan di wilayah Vorstenlanden (Surakarta dan Yogyakarta) bukan hal yang mengherankan. Meskipun dalam tingkat pemanfaatan teknologi kurang maju dibanding dengan wilayah gubernemen, namun secara kultural daerah kerajaan ini sangat besar potensinya. Terkait dengan hal tersebut, bahkan ada yang beranggapan berdirinya Sarekat Islam di Surakarta salah satunya karena restu dari Pakubuwono X. Konflik antara pribumi dan Tionghoa di Surakarta pada tahun 1911 secara tidak sengaja memicu tumbuhnya cikal bakal SI. Perkelahian diantara keduanya dijalanan berakhir di kantor polisi. Samanhudi merasa terpojok karena dimintai bukti status badan hukum Rekso Rumekso. Pada tahapan ini, Samanhudi dan semua pengikutnya samasekali tidak paham mengenai seluk-beluk status badan hukum tersebut. Ia pun minta tolong kepada temannya, Joyomargoso, pegawai di Kepatihan. Bantuan berpindah dari Joyomargoso kepada Martodarsono, bekas anggota redaksi suratkabar Medan Prijaji, dan akhirnya Martodarsono minta tolong kapada Tirto Adi Suryo, pemilik suratkabar itu dan pendiri beberapa organisasi berstatus badan hukum di Batavia dan Bogor, seperti Sarekat Prijaji, Sarekat Dagang Islamijah, dan Sarekat Dagang Islam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
21 digilib.uns.ac.id
Berkat bantuan Tirto Adi Suryo, pada akhir Januari 1912 Rekso Rumekso mendapatkan status badan hukum sebagai organisasi Sarekat Islam (disebut SI), tapi dengan tanggal yang lebih dini pada akte notaris, 9 November 1911. Dalam dokumen itu, SI disebutkan bertujuan untuk mengejar kemajuan bagi seluruh rakyat Hindia-Belanda, tujuan yang dianggap merupakan kewajiban kaum Muslim untuk menyumbang ke arah kemajuan, karena Islam merupakan pengikat rakyat Hindia-Belanda, sebagaimana Konfusianisme bagi Tiongkok, serta Kristen bagi Belanda. Sarekat Islam ada beberapa, yakni di Batavia, Bogor, dan Surakarta. Tirto Adi Suryo sekalian saja menjadikan SI Surakarta sebagai Badan Kordinasi Pusat (Centrale Commissie). Ketuanya H. Samanhudi, sekretaris Djojomargoso, sedang Tirto Adi Suryo hanya sebagai penasehat. Namun kerjasama Samanhudi dan Tirto Adi Suryo tidak berhenti sampai di sini. Mereka membentuk usaha baru, yaitu menerbitkan suratkabar SI, Sarotomo (panah Arjuna), yang penyelenggaraannya praktis tergantung penuh pada Tirto Adi Suryo. Segera timbul pertengkaran di antara keduanya tentang sejumlah perkara, termasuk ricuhnya pengeluaran uang oleh Tirto Adi Suryo, dan juga sikapnya yang membuat Samanhudi merasa seolah-olah bawahannya. Samanhudi memutus kerjasama itu dan memindahkan kantor redaksi Sarotomo ke Surakarta. Pada awal berdirinya Sarekat Islam, dari pimpinan yang terdiri dari 11 orang, empat orang diantaranya adalah pegawai Kasunanan. Pada kongres tanggal 23 Maret 1913 di Surakarta, SI menawarkan kepada RM Woerjaningrat, kemenakan sekaligus calon menantu Pakubuwono X untuk duduk dalam pimpinan Sarekat Islam. Pangeran Hangabehi juga diangkat sebagai pelindung SI. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada kongres tersebut, Samanhudi terpilih sebagai ketua dan Cokroaminoto sebagai wakil ketua. Sebagai pengurus pusat untuk seluruh Jawa Tengah dipilih R.M.A Poespodiningrat, putera dari salah satu penasehat kepercayaan Pakubuwono X, R.M.T Wiriodiningrat. Kedekatan SI dengan Kraton Surakarta ternyata
memunculkan
kegelisahan
dari
pihak
Mangkunegaran.
Sri
Mangkunegoro yang takut melihat bertambah besarnya keanggotaan SI yang pro dengan Kasunanan, mencoba mendirikan Sarekat Islam tandingan dengan nama Darmo Hatmoko. Tetapi Darmo Hatmoko ini tidak dapat berkembang karena terkenal atas sifat kekerasannya. Tidak itu saja, di dalam organisasi yang muncul di jantung Pulau Jawa ini, berkumpulah tokoh-tokoh besar pergerakan (yang belakangan kemudian menjadi ideologi dari berbagai macam keyakinan politik) seperti Samanhudi, R HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Abdoel Moeis, KH Ahmad Dahlan, sampai dr Sukiman, Kartosoewiryo, Ki Hajar Dewantara, Semaoen, Darsono. Semuanya mengusung sebuah keyakinan akan pembebasan, persatuan, perlawanan, dan kemandirian atas dasar identitas dan keyakinan bersama dalam SI, meski kemudian beberapa di antara tokoh itu keluar atau dikeluarkan. Dengan luasnya cakupan dukungan itu tidak mengherankan jika pada tahun keempat keberadaannya organisasi ini telah mendapatkan anggota sekitar 700.000 orang yang tersebar di 180 cabang. 2. Perpindahan Kekuatan SI Pusat dari Surakarta ke Surabaya Pertemuan antara Samanhudi dengan Cokroaminoto sebagai wakilnya di SI bermula pada 10 September 1912. Cokroaminoto adalah anggota SI Surabaya, Jebolan OSVIA dan pangreh praja, lalu anggota pertunjukan wayang keliling dan teknisi pabrik gula. Cokroaminoto diundang oleh Samanhudi untuk mencari jalan commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluar dari larangan residen Surakarta atas kegiatan SI. Cokroaminoto cepat melihat celah hukum bahwa SI di daerah lain tidak dilarang. Lalu ia membenahi SI Surabaya dan daerah lain dengan anggaran dasar baru yang jauh lebih rapi, sehingga ia ditunjuk oleh Samanhudi sebagai komisaris di Centrale Commissie khusus untuk menyusun anggaran dasar yang baru juga. Dalam kongres SI pertama di Surakarta, 25 Maret 1913, Cokroaminoto terpilih jadi Wakil Ketua Centrale Commissie. Kebetulan pemerintah tidak mengakui SI sebagai satu kesatuan di bawah Centrale Commissie, tapi masing-masing cabangnya sebagai SI lokal. Untuk menghubungkan SI lokal itu, dibentuklah semacam badan kordinasi bernama Centrale Sarekat Islam (CSI) dalam kongres kedua di Yogyakarta, April 1914. Ternyata dalam kongres kedua itu, Cokroaminoto sendiri berhasil jadi ketua CSI, Raden Gunawan sebagai wakil ketua, sedang Samanhudi “jatuh ke atas” sebagai ketua kehormatan. Setelah Kongres kedua SI di Yogyakarta April 1914, SI semakin pesat berkembang. Pemerintah Belanda menyebut fenomena SI tersebut sebagai kebakaran prairi yang melambangkan besarnya kekuatan SI sebagai organisasi massa. Setelah Cokroaminoto menggantikan Samanhudi, karir Cokroaminoto dalam SI semakin melesat. Cokroaminoto hanya dalam kurun watu satu tahun tidak hanya berhasil konsolidasi, tapi juga membawa SI jadi organisasi besar sehingga sempat membuat pemerintah jajahan cemas, serta membuat dirinya sangat masyhur sehingga digelari Ratu Adil. Namun keberhasilan itu bukan tanpa korban. Pusat kegiatan SI bergeser dari Surakarta ke Surabaya, sehingga Samanhudi praktis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
tersisih. Di Surabaya ia mengambil-alih suratkabar Oetoesan Hindia dari tangan Hasan Ali Surati, seorang pedagang Arab. Samanhudi sebenarnya termasuk pandai, kerjanya efektif, tetapi sebagai pimpinan organisasi besar, Samanhudi tidak memiliki kemampuan berorganisasi dan kurang handal dalam berpidato, jadi untuk memimpin suatu organisasi massa, bukan kemampuannya. Lain dari Cokroaminoto yang mahir berpidato sekaligus memiliki karisma dalam memimpin. Pidato-pidatonya luas akan pengetahuan dan wacana. Seringkali Cokroaminoto menggugah kembali kepercayaan psiko religius tradisional yang dimiliki orang Jawa dengan cara membangkitkan kembali nasionalisme dari masa dinasti Majapahit yang silam. Kata-kata serta pandangan Cokroaminoto mampu meninggalkan kesan mendalam pada rakyat, sehingga membangkitkan semangat meluap-luap. Sampai-sampai banyak pula yang beranggapan bahwa Cokroaminoto merupakan messiah atau ratu adil di Jawa. SI dan Cokroaminoto mampu menggugah dan menumbuhkan kembali asa kaum pribumi. Cokroaminoto bahkan dianggap sebagai “Ratu Adil” pembawa kejayaan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana Ramalan Joyoboyo. Sehubungan dengan itu diberitakan di Situbondo misalnya massa yang menyemut bahkan rela mencium kaki Cokroaminoto untuk mendapatkan berkahnya, suatu hal yang amat tidak disukai oleh si pemilik kaki. Di lain pihak, Raden Gunawan dari SI Batavia di Sumatera Selatan juga dianggap sebagai sosok yang mesianistik. Fenomena kecil itu sekadar memperlihatkan bagaimana kepercayaan dan pengharapan yang diberikan rakyat kepada SI cukup besar, jauh lebih besar dari yang didapatkan oleh organisasi semacam BO. Hal ini terbukti kemudian dengan cepatnya pertumbuhan cabangcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
cabang dan keanggotaan SI di hampir seluruh pelosok Hindia Belanda. Namun gelar sebagai ratu adil tidak melekat pada diri Samanhudi. Ia hanya dikenal sebagai pendiri Sarekat Islam yang juga seorang pedagang besar ternama. Kemampuannya lebih terfokus pada dukungan moral dan dana. Praktis setelah ketua SI dipegang oleh Cokroaminoto. Kekuatan SI bergeser ke Surabaya. Sementara itu pimpinan SI untuk Jawa Tengah juga beralih ke RM Soerjopranoto, seorang anggota Pakualam Yogyakarta. Sehingga pada awal 1915, SI Surakarta mengalami kemunduran bersamaan dengan renggangnya hubungan SI Surakarta dengan Kraton Kasunanan. Di tengah gejolak politik di dalam tubuh SI Surakarta, wabah pes menyebar di Surakarta. Orang Jawa menamakkannya sebagai pageblug, pagi sakit sore mati, atau sore sakit paginya mati. Semula yang diserang adalah daerah stasiun Jebres kemudian menjalar sampai ke seluruh kota dan bahkan hingga ke pedesaan. SI mulai kekurangan anggotanya dan merubah fokus organisasi kepada soal agama dan sosial ekonomi. Hal ini terlihat pada tarekat yang dicetuskan oleh Haji Misbach. Haji Misbach membentuk gerakan Sidiq Amanah Tabligh Vatonah (SATV). Untuk salah satunya meraih dukungan para kaum petani agar masuk Islam dan bergabung dengan SI Surakarta. Kaum petani yang menjadi sasaran dari Haji Misbach adalah kaum petani di sekitar Solo, yaitu yang tempatnya mengelilingi kota Solo. Haji Misbach memasukan ajaran agama Islam kepada kaum petani tersebut dengan cara sederhana.2 Dengan hanya membaca bacaan taawud dan basmalah, petani sudah masuk Islam dan kemudian ajaran Islam diperkenalkan dengan cara yang begitu mudah. Haji Misbach adalah seorang yang to Revolusi, user Keraton dan Kehidupan Politik di George D Larson, 1990, Masacommit Menjelang Surakarta 1912-1942, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm. 67 2
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
sangat memperhatikan kesejahteraan kaum petani, melalui gerakan SATV beliau berusaha menjadikan para petani masuk Islam dan masuk Sarekat Islam serta mensejahterakan mereka. Meskipun ada beberapa cabang SI yang justru semakin radikal (SI Semarang), kebanyakan mengikuti SI Cokroaminoto. Dalam tubuh SI sendiri terjadi perpecahan internal dengan munculnya dua kubu. Yang pertama kubu Samanhudi dan R Gunawan, dan kubu yang kedua adalah kubu Cokroaminoto dan Abdul Muis. Meski pada awalnya SI menolak disebut sebagai gerakan politik, Hal itu sesungguhnya hanya merupakan pandangan sesaat yang segera saja bermetamorfosis. Langkah awal SI itu hanya sekedar kamuflase atau strategi jangka pendek untuk menghindari tekanan pemerintahan kolonial pada masa-masa awal pembentukannya.3 Di bawah Cokroaminoto, SI tumbuh menjadi organisasi yang memiliki posisi tawar. Selama karirnya yang melesat itu, Cokroaminoto bekerja dekat dengan wakil Penasehat Urusan Pribumi, D.A. Rinkes. Di satu pihak SI menggalang semangat rakyat, tapi di pihak lain bersikap lunak terhadap pemerintah jajahan. Sikap mendua ini jelas tampak pada garis Cokroaminoto ketika ia menolak tegas desakan dr Cipto Mangunkusumo agar syarat agama dihilangkan dalam penerimaan anggota, sehingga SI (Sarekat Islam) dapat menjadi SI atau Sarekat (H)India saja. Cokroaminoto kemudian menegaskan bahwa SI bukan partai politik, tidak menghendaki revolusi, dan memilih setia kepada pemerintah. Sikap-sikap yang demikianlah menjadikan Cokroaminoto seringkali mendapat kritikan dari tokoh-tokoh yang berseberangan dengan kepemimpinannya. commitdito user Edi Cahyono, 2003, Jaman Bergerak Hindia-Belanda: Mozaik Bacaan Kaoem Pergerakan Tempo Doeloe, Jakarta : Yayasan Pancur Siwah, hlm. 108 3
perpustakaan.uns.ac.id
27 digilib.uns.ac.id
SI Surabaya pimpinan Cokroaminoto kemudian mendasarkan ideologi organisasinya pada ajaran Islam yang lurus dan murni.4 Ajaran ini merupakan ajaran para kaum nasionalisme Islam dimana mereka berjuang demi bangsa dan negaranya yang didasarkan pada pengamalan ajaran Islam yang benar dan sungguh-sungguh. Ini berarti unsur-unsur kemusrikan dan adat-adat dalam keraton yang tidak sesuai dengan ajaran Islam harus dihindari. Dalam Islam sendiri perjuangan dapat diartikan dengan jihad. Jihad merupakan salah satu bentuk ibadah. Di samping berpindahnya kekuatan SI ke Surabaya, iklim organisasi Surakarta diramaikan kembali oleh Boedi Oetomo. Pada tahun 1914 seakan-akan terjadi pertukaran dua organisasi nasional di Surakarta. Pada kongres Boedi Oetomo di Surabaya tanggal 8-9 Juli 1916, Soerjosoeparto sebagai ketua umum mengundurkan diri. Sebagai gantinya terpilihlah RMA Woerjaningrat (pengurus SI Surakarta) dari Keraton Surakarta. Boedi Oetomo yang dipimpin oleh Woerjaningrat semakin memperluas pengaruhnya. Hal ini juga melambangkan dukungan Keraton Surakarta bergeser kepada Boedi Oetomo. 3. Eksistensi SI Surakarta Pasca Pindahnya SI Pusat dari Surakarta ke Surabaya 1918-1919 Pada masa dominasi Cokroaminoto dalam Sarekat Islam (SI) terus menguat, Surakarta tetap menjadi ingatan dalam masyarakat sebagai tempat lahir dan besarnya SI. Ingatan tersebut juga lekat pada posisi H. Samanhudi sebagai pendiri SI. Tetapi kejayaan SI Surakarta hanya sebatas pada memori kolektif masyarakat Hindia Belanda. Karena terserang berbagai macam masalah, SI 4
Hlm. 51
commitIslam to user Delian Noer, 1996, Gerakan Modern di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES.
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Surakarta mengalami kemunduran, tidak bisa bergerak dan hampir kehilangan massa pengikutnya.5 Kejayaan masa lalu SI Surakarta yang didukung oleh para pedagang batik dan aristokrat Kasunanan telah berlalu. Kondisi yang demikian bergeser ketika terjadi perubahan inti pada orang nomor satu di SI. Perpindahan kekuasaan dari Samanhudi ke Cokroaminoto membawa dampak besar bagi kejayaan SI Surakarta. Pergeseran kekuatan dari Surakarta ke Surabaya yang dimulai sejak tahun 1915, juga berarti pergeseran pemasukan dana serta pendapatan SI. Uanguang dari SI lokal berhenti mengalir ke tangan pimpinan SI Surakarta. Para saudagar batik yang pernah memberi dukungan tidak dapat membiayai lagi aktivitas SI Surakarta karena lonjakan harga bahan mentah untuk produksi batik akibat Perang Dunia I. SI mencoba mempertahankan eksistensinya yang ditunjukkan dengan adanya pergeseran metode dari boikot dan beating (fisik/berkelahi), menjadi Rally (pengumpulan massa/rapat) dan propaganda. Metode Rally bukanlah metode asli dari SI. Metode Rally diterapkan pertama oleh Indische Partij (IP) yang didirikan oleh EFE Douwes Dekker. IP yang menyebut diri mereka sebagai “Children Of The Country” (anak-anak negeri), menggunakan rapat umum terbuka sebagai metode pembelajaran untuk massa. Rapat Umum terbuka menjadi andalan organisasi pada waktu itu. Kelebihan cara ini adalah mampu mengumpulkan massa dalam jumlah banyak dari berbagai golongan. Konsep kedua yang telah digagas dan dijalankan oleh IP adalah dimaklumkannya pembicaraan politik secara terus terang dan terbuka mengenai sistem kemasyarakatan kolonial, serta commit to user 5
Sinar Hindia, 22 Januari 1919
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
bisa diikuti oleh siapapun.6 SI lebih cenderung menggunakan metode Rally dengan rapat umum terbuka dan penggunaan media massa (meskipun kemudian cara ini condong berbelok pada saat kemunculan SI Merah). Keadaan SI Surakarta bertambah lesu ketika SI Semarang pada 1917 mulai tumbuh dengan kekuatan serikat buruh di bawah kendali Semaoen. SI Batavia dibawah pimpinan Goenawan juga menurun akibat kasus keuangan yang menimpa SI Batavia. Kubu Cokroaminoto memperkuat SI Jawa Barat sebagai pesaing SI Batavia. Ditengah tumbuhnya kekuatan SI, kubu SI Surabaya di bawah Cokroaminoto dan SI Semarang di bawah Semaoen saling berebut pengaruh.7 SI Semarang di bawah Semaoen menjadi SI dengan kekuatan sosialis.8 Hal ini dikarenakan pada tahun 1916 mulai terjadi gerakan buruh secara besar-besaran di perusahaan kereta api yang ada di Semarang. Gerakan ini kemudian menjalar kepada gerakan buruh-buruh yang lain di pabrik-pabrik besar di Semarang. Gerakan-gerakan tersebut umumnya meminta kenaikan gaji dan melarang pemecatan buruh. Gerakan buruh inilah kemudian didukung oleh SI Semarang dan diperjuangkannya. Pada tanggal 27 Januari 1918, SI Surakarta mengadakan algeemene vergadering (pertemuan umum) untuk membahas kondisi internal SI di Surakarta.
6
Soewarsono, 2000, Berbareng Bergerak: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Semaon, Lkis: Yogyakarta, Hlm. 16-18 7
Suradi, 1997, Haji Agus Salim dan Konflik Politik dalam Sarekat Islam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 27 8
Dewi Yuliati, 2000, Semaoen; Pers Bumi Putra dan Radikalisasi Sarekat Islam Semarang, Semarang: Bendera, hlm. 22 commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tujuan rapat tersebut untuk membahas berbagai permasalahan internal SI, juga mengenai kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan segenap anggotanya.9 Kurang aktifnya SI Surakarta tidak berarti vakumnya kegiatan SI Surakarta secata total. Secara organisasi SI Surakarta masih ada, meskipun pengurusnya hanya sedikit orang. Fokus kegiatan SI Surakarta lebih kepada soal pendidikan dan syiar keislaman. Hal ini untuk mengimbangi kegiatan zending yang ada di Surakarta. SI Surakarta pernah membentuk komite Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM) dalam menyelesaikan kasus yang dipicu oleh surat kabar Djawi Hisworo, tetapi komite tersebut tidak berjalan dengan baik. Kas komite habis untuk mengadakan rapat dan tidak ada kemajuan yang berarti dari pembentukan komite tersebut. Pengurus komite dianggap diam saja terhadap permasalahan yang ada. Baik soal kasus Djawi Hisworo, misi penyebaran agama Nasrani, dan janji pendirian sekolah yang berpedoman pada agama Islam. Pengurus komite bahkan diistilahkan sebagai pers berkepala hitam.10 Sejak kongres CSI Central Sarekat Islam (CSI) pada 1918, kekuatan SI mulai disokong oleh serikat buruh dan gerakannya. Perjuangan ekonomi yang disepakati pada kongres CSI 1918 menjamin posisi unggul Cokroaminoto dalam SI. Walaupun pada saat itu banyak serikat buruh yang dipelopori oleh SI Semarang dan Yogyakarta, kekuatan dari keduanya tidak mengubah kontrol Cokroaminoto dalam SI. Baik itu SI Semarang yang diketuai oleh Semaoen dan serikat buruh Yogyakarta yang dipelopori oleh Soerjopranoto.
9
Djawi Hisworo, 28 Januari 1918
10
Islam Bergerak, 10 Juni 1918commit to
user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada kongres SI September 1918, para pengurus CSI hampir tidak ada tokoh yang berasal dari SI Surakarta.11 Susunan inti dari pengurus CSI sebagai berikut : Ketua
: Cokroaminoto
Wakil Ketua
: Abdoel Moeis
Sekretaris
: Sosrokardono
Wakil Sekretaris
: Brotosoehardjo
Wakil Bendahara
: Cokroaminoto
Komisaris
: Moehammad Joesoef : Dojosoediro : Hasan Djajadiningrat : Soerjopranoto : Cokrosoedarmo : Semaoen : Wignjadisastra : Mohammad Samin : Soekirno : H Moh. Arip : Prawoto Soedibyo
Penasihat
: KH Ahmad Dahlan : H. Ahmad Sjadzili
Berdasarkan sususan pengurus CSI tersebut, SI Surakarta tidak mendapatkan tempat meskipun secara status masih sebagai pemimpin dari SI. commit to Radikalisme user Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, hlm. 147-148 11
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kekuatan di dominasi oleh kubu Cokroaminoto dari SI Surabaya. Beberapa tokoh yang masuk dalam kepengurusan CSI berasal dari SI Surabaya, SI Semarang, SI Jawa Barat dan SI Yogyakarta. Meskipun ada aktivitas dari orang SI Surakarta, kebanyakan terfokus pada kegiatan syiar Islam dan penerbitan. Kondisi yang demikian tentunya tidak muncul begitu saja. Selain hilangnya pamor SI Surakarta dan Samanhudi, beberapa tokoh SI Surakarta ditangkap pemerintah kolonial Belanda atas kegiatan pergerakan mereka. Beberapa diantaranya menjabat sebagai pengurus Inlandsche Joernalist Bond (IJB). Suwardi Suryaningrat tertangkap karena aktivitas radikalnya di Indische Partij. Dr. Tjipto Mangkunkusumo yang juga pernah tinggal di Surakarta, ditangkap terkait kegiatannya dengan tiga serangkai 12. Marco Kartodikromo ditangkap dan dipenjara dari 1915-1917 di penjara Weltreveden karena aktivitas jurnalistiknya di Sarotomo (organ SI) dan Doenia Bergerak, yang juga mendukung SI Surakarta. Penangkapan Marco Kartodrikromo ternyata cukup memberi dampak pada aktivitas politik SI Surakarta. Penangkapan Martodharsono dan penangkapan Marco menjadikan SI Surakarta semakin kehilangan suara nyaring, sedangkan tokoh seperti H Misbach masih berjuang dengan menggunakan media penerbitan media massa sebagai corong untuk menyuarakan kepentingan masyarakat Hindia Belanda. Perbedaan aktivitas SI Surakarta dengan SI yang lain juga terlihat pada tindakan yang menuntut kebijakan pemerintah kolonial. Pada bulan April 1918, SI Semarang dan SI Surabaya menuntut pemerintah kolonial Belanda untuk mengurangi jumlah perkebunan tebu di Pulau Jawa, dan digantikan oleh tanaman commit to user 12
Doenia Bergerak, no. 43, 1914
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
padi. Tuntutan tersebut sebagai bentuk keprihatinan terhadap bahaya kelaparan yang menyerang Hindia Belanda. SI Surakarta tidak ikut serta dalam mengkritik kebijakan pemerintah kolonial.13 Bahaya kelaparan yang menyerang Hindia Belanda terjadi juga di Trenggalek Jawa Timur. Bahkan Cokroaminoto menulis sebuah surat permohonan (rekest) yang cukup panjang kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia. Isi rekest tersebut memohon supaya pemerintah membahas lagi dengan serius bencana kelaparan yang terjadi di Trenggalek, karena pemerintah belum bertindak apapun atas bencana tersebut.14 Hal yang sama juga dituliskan oleh Marco Kartodikromo, sebagai pengurus SI Yogyakarta, mengkritik kebijakan kolonial lewat tulisan sama rasa sama rata. Dalam tulisannya, Marco mengungkapkan bahwa pentingnya derajat yang sama bagi manusia.15 Semangat untuk membangun SI Surakarta untuk bangkit dari kelesuan sebenarnya masih ada dan hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya tokoh-tokoh yang loyal terhadap Samanhudi. Pada awal tahun 1919, tokoh-tokoh lokal Surakarta yang pernah aktif di Sarekat Islam membentuk kepengurusan baru sebagai bukti keberadaan SI Surakarta. Dalam beberapa bulan terakhir kondisi SI Surakarta memang lesu, tetapi pembentukan pengurus tersebut mencoba menjawab pertanyaan mengenai permasalahan SI Surakarta. Samanhudi memperoleh jabatan tertinggi diluar kepengurusan yaitu sebagai dewan kehormatan, sedangkan ketua SI Surakarta dipegang oleh Marco Kartodikromo.
13
Neratja, 3 – 4 April 1918
14
Sin Po, 1 Mei 1918
15
Sinar Hindia, 16 April 1918
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini adalah susunan kepengurusan yang dibentuk pada Januari 1919 tersebut: Penasihat
: H Samanhudi
Ketua
: Marco Kartodikromo
Wakil Ketua : R. Ng. Wirokoesoemo Bendahara
: M. H. Abdoelsalam
Sekretaris
: R. Hadiasmoro
Sekretaris 2
: R. Wirowongso M Ng Darmosasmito R. Ng. Djiwopardoto H. Misbach M. Soekarno
Kandidat kandidat tersebut dipilih secara fleksibel, karena sebagian memang tidak hadir dalam rapat di Surakarta pada 19 Januari 1919. Meskipun demikian, para kandidat tersebut diharapkan mampu mengemban amanah sebagai pengurus SI Surakarta yang baru dan mampu menghidupkan kembali kegiatan SI Surakarta.16 Beberapa pengurus baru ini sempat mengeluarkan beberapa tulisan di surat kabar yang mengkritik aktivis pergerakan yang hanya memikirkan gaji saja. Namun sayangnya, kebanyakan dari pengurus baru tersebut memegang dua jabatan pada waktu yang sama di organisasi lain sehingga tidak mampu beraktivitas secara maksimal di SI Surakarta. H Misbach dan Marco Kartodikromo misalnya begitu sibuk mengurus surat kabar mereka masing16
commit to Darmo Kondo, 20 Januari 1919
user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masing. Secara organisasi, kemampuan Marco Kartodikromo sebagai pemimpin organisasi tidak begitu maksimal. Apalagi domisilinya berada di Semarang, dan aktif di SI Semarang sebagai pengurus Sinar Hindia.17 Keberadaan SI Surakarta belum menunjukkan posisi yang berarti pada kongres CSI 1919. Kepengurusan CSI masih didominasi oleh orang-orang dari kubu Cokroaminoto, dan tidak ada perwakilan dalam CSI tersebut. 18 Sebagaimana kepengurusan CSI yang terbentuk pada kongres 1919 sebagai berikut ini: Ketua
: Cokroaminoto
Wakil ketua I
: Abdoel Moeis
Wakil ketua II
: Soerjopranoto
Sekretaris
: Sosrokardono
Wakil Sekretaris I
: Brotosoehardjo
Wakil Sekretaris II
: Rachmat
Bendahara
: Cokroaminoto
Wakil Bendahara
: Brotosoehardjo
Komisaris
: Hasan Djajadiningrat : H Agus Salim : Brotonoto : Alimin Prawirodirjo : Abikoesno T : Soekirno : Semaoen : Marco Kartodikromo : Haji Fachroedin
17
18
Sinar Hindia, 22 Januari 1919
commit to user
Ibid, hlm. 155-156
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
: H. Ahmad Sjadzili : Amir Hamza Penasihat
: Djojosoediro : KH Dahlan
B. Perubahan Aktivitas Pergerakan di Surakarta Setelah Lemahnya SI Surakarta tahun 1918-1919 Pada masa awal berdirinya, SI Surakarta adalah perkumpulan orang Jawa yang kuat pengaruhnya di bawah pimpinan pedagang batik dan aristokrat Kasunanan. Anggotanya mencapai puluhan ribu orang. Namun ketika jaman berganti, masa gemilang itu pun berlalu. Ketika orang-orang sudah terbiasa dengan vergadering dan membaca surat kabar, eksistensi SI berkurang. Para priyayi beramai-ramai lari meninggalkan SI Surakarta di tengah keterpurukannya. yang tersisa hanyalah para jurnalis yang kemudian beralih, memegang kendali menjadi pemimpin pergerakan. Banyak aktivis SI Surakarta yang beralih ke dunia jurnalistik setelah lesunya iklim keorganisasian di SI. Hal ini menunjukkan ruang gerak aktivis pergerakan di Surakarta berubah arah. Perlawanan terhadap pemerintah kolonial menggunakan media pers untuk menyuarakan kepentingan masyarakat Hindia. Pada bagian ini, tokoh-tokoh seperti H Misbach, Marco Kartodikromo dan Martodharsono, merupakan pemicu perlawanan tersebut. Setelah bangkrutnya Sarotomo, Marco Kartodikromo mendirikan Doenia Bergerak, sedangkan Martodharsono kembali mengurus surat kabar Darmo Kondo dan Djawi Hisworo. H Misbach menerbitkan surat kabar Medan Moeslimin dan mempelopori Islam Bergerak, sebagai media perlawanan dan syiar keislaman. Disamping itu muncul commit to user pula surat kabar Mardi Raharjo yang dipergunakan sebagai media misionaris.
perpustakaan.uns.ac.id
37 digilib.uns.ac.id
Menurunnya pengaruh SI Surakarta, berpengaruh pula terhadap nasib Sarotomo, surat kabar ini pun kekurangan dana, padahal organisasi adalah alat untuk mencapai perubahan dan tatanan dunia baru. Kemunculan jurnalis-jurnalis pribumi menjadi jembatan bagi para pembaca pribumi sekaligus sebagai bentuk ekspresi solidaritas masyarakat terjajah. Hal ini merupakan gambaran gelombang perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia, yang lazim disebut sebagai golongan inlander atau kaum “bumiputera”. Gejolak ini menjadi tanda lahirnya kebangkitan nasional yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah perkembangan masa berikutnya. Zaman pergerakan ditandai dengan hadirnya organisasi pergerakan serta kemunculan beberapa koran (sekaligus jurnalis muda) pergerakan dengan arah gerak yang lebih reaksioner.19 Pada satu segi kelahiran surat kabar pribumi dapat dipandang sebagai lambang kelahiran modernitas dan kebebasan bersuara bagi kaum Bumiputera pada masa kolonial. Periodisasi pers yang terbit pada abad 19 hingga dengan awal abad ke 20 dideskripsikan sebagai periode “prasejarah” pers nasional. Periode tersebut turut mengubah budaya kebiasaan masyarakat yang awalnya sebagai pendengar kabar menjadi membaca kabar/berita.20 Surat kabar pada masa itu benar-benar menjadi media komunikasi organisasi politik yang strategis dalam membawakan visi misi pada pemimpin gerakan, pendidikan kreatifitas, pembinaan sikap kritis, intelektual dan kemandirian.
19
Indomarxist. Mas Marco Kartodikromo: Dengan Sastra, ia mengasah pena. . (diakses tanggal 13 Januari 2010 Pukul 12.35) 20
Santana K, Septiawan, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yogyakarta: Yayasan Obor, commit to user hlm 158-159
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemunculan surat kabar-surat kabar yang meramaikan dunia pergerakan di Surakarta satu sisi memang tetap menghidupkan aktivitas penyadaran terhadap masyarakat. Namun di sisi lain, tidak bisa lepas juga dari konflik antar kepentingan baik di dalam tubuh SI maupun kepentingan atar organisasi. Pada awal 1918, kasus Djawi Hisworo naik ke permukaan yang segera disambut oleh Cokroaminoto sebagai mesin pendulang suara. SI di bawah Cokroaminoto perlu diperkuat lagi, sehingga suara-suara yang tidak sepakat dengan Djawi Hisworo dan Martodharsono harus dipersatukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PERANG KEPENTINGAN DI SAREKAT ISLAM SETELAH POLEMIK SURAT KABAR DJAWI HISWORO TAHUN 1919-1920
A. Perang Kepentingan Dalam Elit SI Pasca Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo Sebagai organisasi massa terbesar pada zamannya, SI pun mengalami perebutan di pucuk pimpinan oleh beberapa kubu. Kubu Cokroaminoto-Abdoel Moeis dengan kubu Goenawan-Samanhudi. Di lain pihak Semaoen juga menggagas dibukanya SI untuk semua golongan, sebagai tindakan penyelamatan SI dari organisasi yang sektarian. Di beberapa wilayah di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Cokroaminoto dianggap sebagai ratu adil. Hal yang sama juga terjadi pada Goenawan yang dielukan sebagai ratu adil di kawasan Sumatra dan Jawa Barat. Tarik ulur kekuatan antara keduanya juga sangat berpengaruh di kepengurusan SI. Tidak heran bahwa beberapa cabang SI menuntut perwakilan yang sepadan. Sebagai contoh, pada kongres SI di Surabaya 1915, hanya wakil SI Medan yang diberi jabatan komisaris (Moh. Samin). SI lokal di Sumatera, yang memberikan sumbangan dana lebih besar justru tidak mendapatkan jabatan apapun. 1. Perselisihan Antara Kubu Cokroaminoto-Abdoel Moeis dengan Kubu Goenawan-Samanhudi dalam Tubuh SI Pusat Ketertarikan rakyat terhadap SI mulai menurun setelah sering mengalami teknik rally atau rapat akbar. Tidak lama kemudian commit to user pesona Tjokroaminoto sebagai
70
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ratu Adil juga mengalami penurunan. Hal tersebut menyebabkan tulisannya mulai tidak menarik. Dalam Sinar Djawa 16 April 1914 sudah muncul komentar bahwa SI sudah menjadi masa lalu, mulai ditinggalkan orang ibarat "habis menonton wayang”. Ketika Cokroaminoto baru memegang kepemimpinan pada April 1914, pada akhir Juni tahun itu masih ada 60 SI lokal diresmikan, tetapi ini lebih banyak nama saja. Selama Juli 1914-Juni 1915 hanya 18, sedangkan Juli 1915-akhir 1916 hanya berjumlah ll. Perkembangan ini mengakibatkan menyusutnya sumber keuangan SI. Iuran yang diwajibkan pada anggota tidak berjalan dengan maksimal. Tjokroaminoto masih melakukan rutinitas dengan terus mengunjungi daerahdaerah di Jawa dan mengadakan rally. Dari kunjungan kedaerahannya Cokroaminoto, SI lokal yang baru memang masih saja terbentuk, namun demikian, SI lokal yang lama praktis mengalami kelesuan.1 Pada kongres SI di Surabaya bulan Juli 1915, Goenawan bersekutu dengan Samanhoedi dan mengundang semua wakil SI lokal di Sumatera yang tidak mendapat kedudukan komisaris. Pada Desember 1915, Goenawan mengumumkan rencana anggaran dasar CSI untuk Jawa Barat dan Sumatera dalam Pantjaran Warta. Sebulan kemudian, SI se-Jawa Barat dan Sumatera mengadakan rally, sekaligus meresmikan terbentuknya CSI untuk wilayah tersebut. Samanhoedi terpilih menjadi ketua, sedang Goenawan terpilih menjadi sekretaris merangkap sebagai bendahara.
1
Takashi Shiraishi,1997, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, hlm. 109-110.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertikaian kedua pemimpin ini merupakan pertanda betapa dangkalnya kemampuan organisasi SI, yang besar dalam jumlah anggota itu, di bawah kepemimpinan Cokroaminoto. Hal tersebut tercermin dalam perselisihannya dengan Goenawan. Bermaksud mendirikan CSI sendiri untuk Jawa Barat dan Sumatera, Goenawan mendasarkan tantangannya semata-mata pada perubahan perimbangan kekuasaan geografik karena seakan terpusat di Jawa. Persoalan pokoknya adalah uang dan hubungan kekuasaan antara mereka berdua, samasekali bukan mengenai tujuan organisasi, bagaimana pemimpinnya harus bertindak, dan ke arah mana organisasi dipimpin. Goenawan dan Cokroaminoto, dua-duanya berkutat dengan soal sepele. Hal tersebut menyebabkan SI di bawah Cokroaminoto memang besar, tetapi hampa (colossal but empty). Baik gagasan maupun gaya yang baru tak ada lagi muncul dari tangan Cokroaminoto. Teknik rally sendiri mengadopsi dari strategi Indische Partij yang diterapkan oleh tiga serangkai. Cokroaminoto tetap saja seorang satria di bawah perlindungan kekuasaan negara. Sementara itu, dunia sedang berada dalam zaman yang berubah cepat menjelang akhir PD I.2 Menanggapi manuver dari kubu Goenawan, Kubu Cokroaminoto tidak tinggal diam, ia menunjuk Ardiwinata dan SI Batavia menjadi bendahara CSI dengan harapan bisa lebih mudah memindahkan iuran. Hal ini tidak berjalan dengan baik karena Ardiwinata berada di bawah Goenawan dalam segala hal. Lalu pada Desember 1915 Cokroaminoto mengungkapkan penyelewengan Goenawan sebesar 60.000 gulden dari kas SI.
commit to user 2
Ibid.
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Tampilnya Cokroaminoto sebagai Anggota Volksraad (Dewan Rakyat) Pada 20 Maret 1918 Oetoesan Hindia, mengumumkan hasil pemufakatan internal SI mcngcnai pengangkatan Cokroaminoto, Pemimpin besar CSI, sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Dari cabang SI yang diakui CSI, 28 cabang di antaranya menyetujui masuknya Cokroaminoto sebagai wakil SI di dalam Volksraad, sedangkan 26 cabang lainnya menyatakan tidak setuju, dan 1 blangko kosong serta 3 suara tidak sab. Dengan hasil ini, Cokroaminoto kemudian dapat dengan tenang melenggang di dalam forum Volksraad.3 Adanya dukungan dari segenap cabang-cabang SI, Cokroaminoto, Ketua Umum CSI akhirnya menyatakan bersedia menjadi anggota Volksraad. Sesaat setelah diperoleh permufakatan dari segenap cabang-cabang SI (Sarekat Islam) seJawa dan Madura mengenai hal tersebut, Cokroaminoto segera menulis surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johan Paul Graaf van Limburg Stirum, untuk mcnyatakan kescdiaannya duduk di dalam keanggotaan Volksraad.4 Strategi Cokroaminoto dalam menanggapi kasus Djawi Hisworo sangat halus dan tepat sasaran. Dari kasus yang menggerakkan ribuan orang untuk kembali mendukung Islam (Sarekat Islam) sekaligus mengumpulkan dana, Cokro berhasil menjadikannya senjata ampuh untuk dapat masuk ke dalam Volksraad. Fokus utama dari pergerakan Cokroaminoto ini bukan tanpa alasan. Pada pokoknya, visi perjuangan Tjokroaminoto adalah perwakilan rakyat dalam Hindia Belanda
untuk
pada
akhirnya
otonomi
serta
pemerintahan
3
sendiri
Slamet Muljana, 2008, Kesadaran nasional: dari kolonialisme sampai kemerdekaan, Yogyakarta :LKis, hlm. 124.
to user Suradi, 1997, Haji Agus Salimcommit dan Konflik Politik dalam Sarekat Islam, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hlm. 27. 4
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(selfgovernment), bukan kemerdekaan. Pendapat Cokroaminoto ini dijelaskan ketika menjawab Darnakoesoema, wakil Insulinde pada sebuah perdebatan di surat kabar: Apakah artinya suatu negeri Hindia yang memerintah diri sendiri tetapi tak mampu mempertahankan diri dan menggempur musuh? Lebih banyak hak-hak haruslah diberi seiring dengan banyaknya kewajiban. Kewajiban dan hak haruslah sama banyaknya. Ini merupakan tuntutan yang masuk akal. Kita memang harus punya kemerdekaan, tetapi kita juga harus menaati hukum yang sehat. Ketertiban dan kemerdekaan itu sama dan sebangun.5 Organisasi yang tidak ambil pusing dengan langkah Cokroaminoto dan Abdoel Moeis adalah Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV). Ketika Cokroaminoto mengu-mumkan keabsahannya menjadi anggota Volksraad, ISDV justru mengadakan rapat di Dagen, Jogjakarta. Agendanya, apalagi kalau bukan masalah hak-hak buruh dan perlawanan tehadap kaum kapitalis. Tamu yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Adolf Baars, tokoh sosialis asal Belanda. Pada 21 Maret 1918, Neratja memaparkan hasil referendum Centraal Sarekat Islam (CSI) beberapa waktu sebelumnya. Referendum tersebut memutuskan bahwa CSI akan mengirimkan wakilnya dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Mekanisme referendum terpaksa ditempuh karena terjadi perselisihan internal di dalam tubuh CSI. Ketidaksepakatan tersebut gara-gara pcngurus Sarekat Islam (SI) cabang Semarang, Semaoen dan Darsono, yang menentang kcikutsertaan CSI dalam Volksraad. Bagi Darsono dan Semaoen keikutsertaan CSI dalam Volksraad menjadikan SI kooperatif dan tunduk kepada kaum kolonial.
commit to user 5
Oetoesan Hindia, 16 Maret 1918.
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Di tengah konflik antar cabang SI dan kasus Djawi Hisworo yang masih mengambang, Cokroaminoto menyusun sebuah surat permohonan (rekest) yang cukup panjang kepada Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Batavia. Melalui rekest tersebut Cokroaminoto memohon supaya pemerintah Kolonial membahas lagi mengenai bencana kelaparan yang melanda warga Bumiputera di Trenggalek, Jawa Timur. Sebab pihak kolonial, belum berbuat apapun untuk mengatasi masalah tersebut.
B. Kritik Balik Sarekat Islam Surakarta Terhadap TKNM Terkait Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo 1. Gerakan dari Kelompok Haji Misbach Semakin tidak jelasnya kepastian terhadap kasus Djawi Hisworo membuat sebagian
aktivis
SI mulai
berbalik arah.
Misbach ketika
itu,
mulai
mempersalahkan TKNM. Misbach berharap TKNM menjadi wadah bagi umat muslim di Hindia untuk melawan dominasi kolonial. Tapi harapan terscbut agaknya belum sepenuhnya terpenuhi. Harapan yang diberikan kepada Tjokroaminoto justru tidak digunakan untuk menyelesaikan masalah persoalan penghinaan nabi tersebut.6 Padahal salah satu pihak yang awalnya bersemangat untuk memunculkan kasus tersebut ke permukaan adalah Cokroaminoto, tetapi ia semakin sibuk dengan urusan Dewan Rakyat. Alhasil, TKNM seolah macan ompong. Kelihatan mengerikan tetapi tidak mampu bcrbuat apapun. Misbach akhirnya memilih untuk tidak berharap banyak pada TKNM. Justru sebaliknya melalui suratkabarnya, Islam Bergerak mengritik TKNM. Bahkan pada 10 Juni 1918, Misbach meloloskan artikel dari Mr Zahid yang isinya 6
A Suryana Sudrajat. 2006, Kearifan Guru Bangsa: Pilar Kemerdekaan, Erlangga: commit to user Jakarta, hlm. 33.
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurang lebih mengritik kepemimpinan Tjokroaminoto. Berikut sedikit cuplikan tulisan Zaid tersebut: "...Dana eomite sekarang soedah djadi sate jang dimakan oleh sepertjik noda pes dan sekarang tinggal toesoeknja sadja. Ingat pemimpin comitc, bangsa soedah siap membangoen kekoeatan loear biasa jang teroes meningkat dari hari ke hari. Dan apa jang telah kamoe lakoekan, pemimpin comite? Bersoeka ria dan berdiam diri. Djanganlah membisoe, pemimpin comite!.7 Zaid berpendapat dana tersebut telah lenyap entah kemana. Namun penulis artikel terscbut tidak memerinci sebab hilangnya dana tersebut. Sama seperti Misbach, ia berharap Cokroaminoto segcra bcrgerak karena kekuatan yang terhimpun sudah sedemikian besar. Hingga sampai pertengahan Agustus 1918, kasus Martodharsono tersebut menguap karena tidak ada gerakan nyata dari TKNM. Ternyata kegiatan TKNM tidak lebih daripada mengumpulkan uang sumbangan dan menyampaikan petisi kepada gubemur jenderal agar Djojodikoro dan Martodharsono dihukum. Namun. tidak lama kemudian, kampanye menghukum keduanya diam-diam diakhiri oleh Cokroaminoto. Dalam hal ini, Hasan bin Semit tidak sependapat, lalu perselisihannya dengan Cokro merembet ke soal uang sumbangan kepada TKNM yang tidak jelas penggunaannya. Hasan bin Semit kemudian keluar dari TKNM dan CSI. Sebagai salah satu reaksi terhadap kekisruhan itu, Misbach bersama generasi muda santri mendirikan Sidiq Amanat Tableg Vatonah (SATV), untuk menunjukkan satunya kata dan perbuatan sebagai "Islam sedjati", bukan "Islam lamisan". Hal itu berlangsung pada minggu-minggu terakhir Mei 1918, ketika commit to user 7
Islam Bergerak, 10 Juni 1918
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Volksraad memulai sidangnya yang pertama di Batavia. Termasuk dalam generasi muda santri itu adalah Koesen, Harsoloemekso, Darsosasmito.8 Misbach menganggap TKNM telah mengkhianati tujuan membela Islam dan memanipulasikannya. Baginya, pegawai keagamaan, kiai, guru ngaji dan orang-orang Arab yang memimpin TKNM itu tidak ada bedanya dengan Martodharsono dan Djojodikoro yang sudah menodai Nabi dan Islam. Kaum muda Islam pun pccah. Misbach kemudian mengambil alih kepemimpinan Medan Moeslimin dari Hisamzaijnie. Dalam artikel pertamanya "Seroean Kita", ia antara lain menulis: "Njatalah soedah bahwa agama kita Islam di Hindia ini tidak dapat bantoean dari siapa poen. Orang moeslimin jang kaja kaja merika banjak jang tak soeka menetapi prentah agamanja, ia itoe tidak soeka membantoeken ”. 9 Kasus terkait Martodharsono kemudian memudar seiring dengan berjalannya
waktu.
TKNM
tidak
banyak
mengambil
tindakan
atas
mengambangnya kasus hukum terhadap Djawi Hisworo. Tokoh-tokoh yang dulunya sepaham dengan Cokro dan TKNM kini mulai memposisikan diri sebagai pengkritik kebijakan Cokro. Islam Bergerak pada 10 Juni 1918 memuat artikel terkait dengan tidak berjalannya TKNM sekaligus menyindir soal dana umat yang tidak transparan. Penggalan tulisan dengan judul “Perasaan tentang adanja Tentara K N Moehammad” tersebut sebagai berikut :
8
. 9
Hidoep. “Korban Pergerakan Rakyat”, 1 September 1924
commit A Suryana Sudrajat. Op.Cit, hlm. 34. to
user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
... ... sampai saat ini waktoe beloem kelihatan boentoetnja si Comite tadi, saja mendengar djoega soearanja, tetapi tinggal soeara sadja beloem ada njatanja, tjoema sadja saja dengar dari sahabat saja jang boleh dipertjaja, bahwa Comite akan mendirikan sekolah jang ditjampoeri agama Islam, tetapi ja tinggal kabar sadja, alias tida njata. Sjahadan saja mendengar chabar poela, bahwa kas Comite di Soerabaia ada banjak sekali, ada koeatir sampai sakarang masih nihil, djangan-djangan nanti oeang jang sebanjak itoe dimakan “pest kepala itam" ada-ada sadja. en di Solo ada apa? ja, baroe remboeg sadja. Djangan-djangan nanti wang kas abis dimakan “remboeg sadja” O ja Allah ja Comite, bergeraklah kamoe, kerdjakanlah maksoedmoe pada ini waktoe, en maoe toenggoe apa lagi?? apa toenggoe angin jang akan membawa kaboer wang kasmoe?? Sasoenggoehnja tioeri itoe djika tiada dipraktikan tida ada goenanja, alias kosong sadja, apakah tida maloe kamoe Comite! kamoe telah bertrijak-trijak setinggi langit sap toedjoe, abis bertrijak tinggal angop sadja, bangsa lain tinggal tertawa, tjis tjis tjis kata bangsa lain. “Comite wang kasnja djadi sate, dimakan pest kepala itam sampai kasnja tinggal meleng”. 10 Ternyata comite TKNM Solo tidak sekedar mengurusi soal kasus pelecehan Islam lewat surat kabar. Beberapa wacana lain yang juga digulirkan adalah pembangunan sekolah dengan pelajaran agama Islam. Disamping itu direncanakan pula pembangunan rumah sekolah dengan subsidi pemerintah. Tapi seperti yang dikatakan penulis artikelnya “sesoenggoehnja tiori itoe djika tiada dipraktikkan tidak ada goenanja alias kosong sadja” : Djikalau comite tida maoe lantas menoetoeti bekerdja, soedah tentoe semangkin lama semangkin djaoeh katjeknja, tjarilah dan koempoelkanlah bangsa kita jang kaja-kaja, dan diberi taoe-Sah, djakatnja saben tahoen soepaja diberikan kepada comite, dan comite moelai sekarang moesti melahirkan maksoednja, jaitoe membikin roemah sekolah jang baik sekali dan dimintakan subsidie kepada Kangdjeng Gouvernement, seberapa begrootingnja diangkat orang banjak jang kaja-kaja itoe perkara tjari goeroe dan bajarannja diremboeg, diblakang asal soedah kelihatan roemah jang baik, nanti gampang sadja, asal ada boektinja lebih doeloe, sasoenggoehnja bangsa kita jang kaja ini masih banjak jang beloem mengarti, djadi kalau beioem ada boektinja masih beloem pertjaja, takoet kalau-kalau wangnja tjoema dimakan pest sadja, memang doeloe-doeloenja soedah banjak pest jang soeka makan wang kas perkoempoelan itoe. commit to user 10
Islam Bergerak, 10 Juni 1918.
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
... ....
Tjobalah perhatikan voorstel saja ini, dan djangan ajal lagi atas voorstel saja ini djikalau t. t pengandjoer comite masih menggoenakan kemalesannja, soedah tentoe tiada akan bisa kedjadian maksoednja comite.11 2. Gesekan Kepentingan Kepemimpinan SI Surakarta Adanya gejolak terkait TKNM yang belum mereda itu, terjadi gesekan kepentingan dalam tataran elit pusat dan Surakarta. Upaya sayap radikal SI Surakarta untuk mengambil-alih kepemimpinan SI Surakarta berlangsung kirakira sebagai berikut: Tampuk kepemimpinan SI Surakarta berada di tangan dua kelompok.
Yang
satu
merupakan
pendukung
Samanhoedi
dan
anti-
Tjokroaminoto, kebanyakan saudagar batik dari Laweyan. Yang kedua pendukung Tjokroaminoto, terdiri dari pemimpin TKNM Surakarta yang sebagian besar adalah ulama dan Arab. Kedua kelompok itu sama-sama tidak aktif melibatkan SI Surakarta dalam pergerakan sehingga itulah yang sesungguhnya menyatukan mereka. Dengan kata lain, karena sikap mereka tersebut, SI Surakarta hanya tinggal nama saja. Pihak yang bergerak mengambilalih kepemimpinan SI Surakarta juga ada beberapa kelompok. Pertama adalah kelompok Sidiq Amanah Tabligh Vatonah (SATV) yang dipimpin oleh Misbach, dengan corongnya Medan Moeslimin dan Islam Bergerak. Yang kedua, Toenggal Boedi dan Djawa Dipa. Toenggal Boedi didirikan pada Mei 1918, dipimpin oleh Djojopanatas, Tirtodanoedjo, dan Soedarman yang juga ketua PPPB. Djawa Dipa Surakarta dipimpin oleh Sosrokardono dan Tirtodanoedjo (bekas pemimpin Darma Kanda). Kebetulan Djojopanatas ialah mertua Sosrokardono dan Moedi Wignjosoetomo. Dalam commit to user 11
Islam Bergerak, 10 Juni 1918.
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok ini bergabung juga Perkoempoelan Kaoem Boeroeh dan Tani (PKBT) cabang Surakarta yang dipimpin oleh R. Santoso, pejabat kantor candu dan pemimpin rcdaksi mingguan berbahasa Jawa, Koemandang Djawi. Mereka semua dipersatukan oleh Sosrokoernio, yang bersama Marco Kartodikromo pernah menerbitkan majalah dua bulanan berbahasa Jawa dan Melayu, Paso Pati. Sebelumnya Sosrokoemio adalah sekretaris SI Surakarta, yang digantikan oleh Poerwodihardjo yang juga sekretaris TKNM Surakarta.12 Sejak Agustus 1918, kelompok ini mulai aktif bergerak. Pemogokan buruh percetakan (PBT) yang dipimpin oleh Santoso adalah gerakan yang pertama. Gerakan ini kemudian disusul dengan terbentuknya Fonds Sarnarasa atas prakarsa Sosrokoernio. Pemogokan itu disokong oleh SI Semarang dan oleh Insulinde. Dalam rapat pimpinan CSI di Surabaya pada 15 Februari 1919, atas desakan Marco dan Semaoen, disetujui untuk mengaktifkan SI Surakarta dengan Marco sebagai ketua, Misbach wakil ketua, dan Hadiasmara sekretaris. Kondisi SI di bawah Marco tidak berjalan dengan begitu baik karena kapasitas Marco lebih pada aktivis jurnalis bukan sebagai front terdepan organisasi. Kondisi demikian sebenarnya sudah terjadi sebulan sebelumnya. Dorongan kepada SI Solo untuk bangkit oleh kubu Samahudi muncul kembali. Samanhudi/papahnja SI diangkat sebagai pelindung SI (bukan pengurus).13 Darmo Kondo pada 20 Januari 1919 memuat kabar usulan pembentukan pengurus SI Solo lagi. Mereka adalah : 1. T. H. Samanhoedi (beschremheeren) 2. T. M Marco (president) 12
Parakitri T Simbolon, 2006, Menjadi Indonesia, Yogyakarta: Kompas Media Nusantara, hlm. 592-594 13
commit Doenia Bergerak, No 11, 1914, hlm. 1 to
user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. R. Ng Wiroekoesoemo (vice president) 4. M. H Abdoelsalam (thesaurer) 5. R. Hadiasmoro (Sekretaris 1) 6. R. Wirowongso (Sekretaris 2) 7. M. Ng. Darsosasmito 8. R. Ng. Djiwopradoto 9. M H Misbach 10. M Soekarno14 Begitulah usulan tersebut dibuat agar menjadi perhatian. Terdapat juga tambahan kalimat-kalimat yang menyindir di antara tulisannya tersebut. Bahwasanya menjadi penuntun pergerakan rakyat hanyalah untuk kemanusiaan jadi jangan dipergunakan sebagai alat pencari kekayaan. Penoentoen pergerakan rakjat jang tertindas djangan mentjari KEKAJAAN, tetapi mentjari KEMANOESIAAN! Doea patah perkataan itoe manalah jang mesti dipilih oleh penoentoennja SI Solo jang akan datang? Pikirlah sampai masak!! Djangan seperti anak ketjil!!15 Konsentrasi kaum pergerakan memang terbiasa terbang dalam beberapa aktivitas yang sama. Tapi kelesuan dari SI Solo memang mulai menjamur. Biarpun demikian, ada usaha-usaha yang dilakukan demi tercapainya kesuksesan seperti yang pernah terjadi dulu. Rapat besar bersama antara PKBT, SI Surakarta, dan Insulinde pada 18 Februari 1919, keputusan CSI ini diumumkan. Segera Marco menerbitkan corong SI yang baru berupa mingguan, Medan Bergerak. Pada awal Maret 1919, 14
Darmo Kondo, 20 Januari 1919
15
Sinar Hindia, 22 Januari 1919
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hadiasmara dan kawan-kawannya mendesak agar diadakan rapat umum SI Surakarta untuk menghidupkannya kembali. Diusulkan pula agar SI Surakarta bergabung dengan CSI. dan Samanhoedi hanya dijadikan sebagai ketua kehormatan tanpa wewenang memberi nasihat. Rapat umum itu jadi diadakan di Sriwedari pada 6 April 1919 ketika gerakan tani yang dipimpin oleh Misbach dan Insulinde sedang memuncak. Khawatir SI Surakarta akan betul-betul dikuasai oleh Misbach, Marco, dan sekutunya, Samanhoedi dan seluruh pendukungnya ramai-ramai datang dalam rapat umum. Mereka berhasil menguasai jalannya rapat dan menggagalkan upaya Marco dan Misbach untuk mengambil alih kepemimpinan. SATV
mengadopsi
sistem
tabligh
yang
dilaksanakan
oleh
Muhammadiyah. Tradisi tabligh K.H. Ahmad Dahlan itu dilembagakan dalam pendidikan guru agama, mula-mula dalam Kweekschoool Muhammadiyah (1918) kemudian menjadi Madrasah Mu'ailimin Muhammadiyah dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah (1930). Lulusan sekolah-sekolah itu dikirim ke daerah-daerah untuk bertabligh. Para muballigh tentu saja termasuk ahli syariah, sckalipun tidak pcrnah discbut sebagai virtuosi, tctapi qua ilmu mercka sebenarnya pantas disebut demikian.16 Berbeda dengan Misbach, Ahmad Dahlan memiliki sikap tersendiri dalam melawan gejolak Jawaisme yang masih kental. Dalam menghadapi Jawaisme, K.H.
Ahmad
Dahlan
menggunakan
metode
positive
action
(dengan
mengedepankan amar maruf dan tidak secara frontal mcnycrangnya (nahi munkar). Rupanya metode ini diambil Dahlan karena ia sadar betul bahwa cita16
hlm. 17
to Muhammadiyah, user Abdul Munir Mulkhan, 2010,commit Marhaenis Yogyakarta: Galangpress,
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cita kemajuan yang waktu itu sedang populer akan mendapat tempat, sehingga tahayul diberantas selanjutnya dengan sendirinya hilang.17 Kasus yang dapat menjadi petunjuk tentang sikap tout comprendre est toutpardonner (mengerti berarti memaafkan) dari Ahmad Dahlan terhadap Jawaisme ialah kasus Djawi Hisworo. Martodarsono dikabarkan dapat menunjukkan surat dukungan dari K.H. Ahmad Dahlan.18 Lingkup kasus Djawi Hisworo yang terjadi pada awal tahun 1918 itu berskala kecil dan dapat diselesaikan dengan militansi Islam yang kecil pula.19
C. Dampak Umum yang terjadi sebagai Akibat Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo Kasus polemik surat kabar Djawi Hisworo sebenarnya adalah akibat dari pertentangan antara dua ideologi di Indonesia pada zaman pergerakan nasional. Yaitu : ideologi nasionalisme Jawa dan ideologi nasionalisme Islam. Pertama, ideologi nasionalisme Jawa yang merupakan ideologi yang berkembang di Pulau Jawa(daerah Keraton). Ideologi ini muncul dan berkembang sejak zaman masuknya paham Hindu-Budha di Indonesia dan dikembangkan oleh penduduk di Pulau Jawa khususnya daerah Keraton.20 Kaum nasionalisme Jawa sebagian besar beragama Islam akan tetapi mereka lebih senang melestarikan kebudayaan nenek moyang daripada melaksanakan ajaran Islam dengan benar.
17
Ibid, hlm. 20.
18
Ibid, hlm. 28-31
19
Deliar Noer, 1996, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,
hlm. 192. 20
commit to user Neils Mulder, 2009, Mistisme Jawa: Ideologi di Indonesia, Yogyakarta: LkiS, hlm 44
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Orang-orang nasionalisme Jawa seperti Martodarsono sebenarnya tidak terlalu suka dengan model ajaran agama Islam yang asli datang dari negri Arab. Orangorang nasionalisme Jawa menganggap Islam datang sama hal nya seperti penjajah dari Belanda. Bedanya, ini dilakukan oleh bangsa Arab. Mereka (bangsa Arab) berusaha mempengaruhi perilaku masyarakat Jawa untuk melakukan aktifitas sesuai dengan ajaran agama Islam yang dinilai hanya menguntungkan bangsa Arab. Sebagai contoh orang Islam harus pergi ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, ini berarti akan menguntungkan dan menambah penghasilan dari negara Arab sendiri. Golongan nasionalisme Jawa yang beragama Islam, memang penganut agama Islam tapi mereka hanya menjalankan ibadah yang sesuai dengan ajaran nenek moyang. Padahal, ajaran-ajaran tersebut menurut pandangan Islam banyak yang mengandung unsur syirik (menyekutukan Tuhan). Kedua, ideologi nasionalisme Islam. Ideologi ini merupakan ideologi perjuangan yang hadir karena ingin benar-benar mengamalkan ajaran Islam yang murni.21 Menurut kaum nasionalisme Islam seperti Cokroaminoto, Islam merupakan agama perdamaian dan menginginkan kebaikan-kebaikan bagi para pemeluknya. Jadi, mengamalkan ajaran Islam secara benarakan menguntungkan yang menjalankannya dan berdampak baik pula bagi orang lain. Ajaran Islam bagi kaum nasionalisme Islam bukan hanya sekedr agama yang datang dari negri Arab, tapi agama yang sempurna dan paling cocock diamalkan pada zaman sekarang ini. Menurut pandangan kaum nasionalisme Islam, kaum nasionalisme Jawa harus segera diluruskan. Maksudnya cara berfikir mereka mengenai Islam sebagai agama yang diibaratkan sebagai penjajah harus diluruskan. Ajaran Islam bukan commit to user 21
Delian Noer, Op. Cit. Hlm. 24
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
untuk menguntungkan bangsa Arab tapi menguntungkan bagi diri sendiri untuk kehidupan dunia dan akhirat. Pandangan kaum nasionalisme Jawa yang menjalankan agama Islam sekehendak hati yang dicampur dengan budaya Jawa juga harus diluruskan yang mana mengandung kemusrikan. Pertentangan inilah yang pada akhirnya memancing Martodarsono untuk menulis artikel dalam surat kabar Djawi Hisworo yaitu mengenai kontroversi penghinaan Nabi Muhammad yang berjudul “Percakapan Marto dan Djojo”. Martodarsono sebagai pimpinan redaksi dan penganut nasionalisme Jawa yang beragama Islam menganggap bahwa minum ciu dan opiat yang saat itu menjadi kebiasaan rakyat Jawa khususnya kalangan Keraton dapat mendekatkan diri kita pada Tuhan. Nabi Muhammad digambarkan dalam artikel tersebut memang suka minum ciu dan opiat seperti rakyat Jawa waktu itu. Ini berarti Martodarsono telah menciptakan nabinya sendiri sesuai dengan falsafah kaum nasionalisme Jawa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Martodarsono bahwa yang dimaksud nabi di sini adalah nabinya masing-masing orang. Kemunculan artikel ini kemudian berdampak pada semakin rendahnya hubungan antara kaum nasionalisme Jawa dan kaum nasionalisme Islam. Kaum nasionalisme Jawa dengan munculnya polemik Djawi Hisworo tersebut justru semakin dipersalahkan, disudutkan dan dikucilkan oleh kaum nasionalisme Islam. Mereka dianggap bersalah dan bertanggungjawab atas polemik ini. Martodarsono sebagai wakil dari kaum nasionalisme Jawa dianggap telah melakukan pelecehan terhadap agama Islam dan kaum nasionalisme Islam. Bagi kaum nasionalisme Islam polemik tersebut justru menguntungkan, wakil dari nasionalisme Islam yaitu Cokroaminoto mendapatkancommit dukungan dari kaum nasionalisme Islam yang to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian bersatu melawan kaum nasionalisme Jawa dengan cara berusaha melakukan pencekalan terhadap surat kabar Djawi Hisworo dan redakturnya. Hal ini membuat kaum nasionalisme Islam dapat dipersatukan kembali setelah sebelumnya mengalami perpecahan, khususnya di tubuh Sarekat Islam. Melalui Tjokroaminoto lah gerakan mereka terakomodir dalam Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKNM). Namun Cokroaminoto bukanlah orang yang lugu, keadaan ini
kemudian
dia
manfaatkan
untuk
kepentingannya
sendiri
dalam
keanggotaannya di Volksraad. Persatuan kaum nasionalisme Islam melalui TKNM dimanfaatkanya guna memperkuat posisinya dalam volksraad (Dewan Rakyat). Cokroaminoto berambisi menjadikan Negara Indonesia sebagai negara persemakmuran Belanda dengan ideologi Islam bukan negara yang merdeka.22
D. Akhir Kasus Polemik Surat Kabar Djawi Hisworo Tahun 1920 Pada tahun kasus yang menimpa Djawi Hisworo berakhir dengan sendirinya. Redaktur dan penulisnya tidak bisa diadili, sebab tulisan itu bukanlah penghinaan kepada agama lain karena keduanya beragama Islam. Alasan lain yang membuat kasus artikel Djawi Hisworo ini berhenti ditengah jalan adalah status hukum keduanya sepenuhnya ada di bawah yurisdiksi Sunan Solo, dan bukan di bawah Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dikarenakan Martodarsono juga menjabat sebagai abdi dalem Kraton Kasunanan. Sebagai bagian dari perang Kristen dan Islam, Pemerintah kolonial Belanda tidak memberikan kepastian karena menganggap diuntungkan dengan adanya kasus tersebut. Gerakan Islam
22
Edi Cahyono, 2003, Jaman Bergerak di Hindia Belanda: Mozaik Bacaan kaoem commit to Siwah. user Hlm. 195 pergerakan tempo doeloe, Jakarta: Yayasan Pancur
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mulai berhaluan ke arah politik berhasil dibelokkan pemerintah kolonial ke arah agama kembali.23 Di lain pihak, Cokroaminoto yang tadinya memunculkan kasus ini ke masyarakat luas lebih fokus kepada Volksraad, sehingga TKNM terbelangkai dan memunculkan konflik internal di dalam Sarekat Islam. Kondisi kembali mengalami perubahan ketika Cipto Mangunkusumo di tahun yang sama melaksanakan gerakan Anti Sunan di Surakarta. Martodharsono menjadi salah satu tokoh yang paling aktif membalas serangan dari Cipto terhadap eksistensi Kraton Kasunanan tersebut. Bahkan dukungan juga muncul dari Samanhudi dan TKNM Surakarta. Gerakan Anti Sunan dari Cipto ini menyatukan kembali tokohtokoh Surakarta yang pernah saling perang sebagai akibat kasus pelecehan terhadap Islam.24 Dalam perkembangannya Martodharsono mengalami kekalahan adu argumen oleh Cipto, dan mundur dari dunia pergerakan. Djawi Hisworo sendiri sebagai media yang kontroversial itu diterpa krisis ekonomi dan mengalami kebangkrutan juga pada tahun 1920 sebagaimana krisis yang juga menimpa beberapa surat kabar di Hindia Belanda pada waktu itu.25
23
Ahmad Mansur Suryanegara, 2009, Api Sejarah 1, Bandung: Salamadani. Hlm. 392
24
Muhidin M Dahlan, 2007, Seabad Pers Kebangsaan 1907-2007, Jakarta: IBoekoe, hlm.
25
Kaoem Moeda, 5 Januari 1920
20-23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN
Dunia pers yang mulai tumbuh di Indonesia merupakan bagian dan agenda kolonial bangsa Eropa. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para jurnalis asal Belanda sejak, masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia. Dalam perkembangannya, kaum pribumi juga memanfaatkan surat kabar dan media cetak lainnya sebagai alat pencapai tujuan kebebasan atau sebagai alat peraup keuntungan. Media massa merupakan senjata organisasi yang berkembang di Hindia Belanda untuk mengkritisi posisi pemerintah kolonial sekaligus untuk menanamkan kesadaran kaum terjajah. Sarekat Islam (SI) merupakan organisasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan paham dan tujuannya. Radikalisme dari SI bukan hanya merupakan respons terhadap eksploitasi kolonial melainkan juga dipengaruhi oleh meningkatnya ketegangan sebagai akibat dari pertarungan persaingan internal maupun eksternal. Konflik antar organisasi pribumi seringkali dipicu oleh perang wacana dari dunia persuratkabaran. Salah satunya adalah apa yang muncul pada awal tahun 1918 di Surakarta. Artikel “Pertjakapan Marto dan Djojo” di surat kabar Djawi Hisworo menuai kontroversi dikalangan umat Islam khususnya Jawa dan Madura. Tulisan yang dianggap menghina Islam dan Nabi Muhammad itu kemudian menjadi alat propaganda untuk menggerakkan massa Islam yang telah lama mengalami kevakuman. Era ini menjadi erauser awal semakin tegasnya posisi umat commit to
88
perpustakaan.uns.ac.id
89 digilib.uns.ac.id
Islam dalam memberi batas toleransi terhadap dunia kebatinan Jawa atau kaum yang kontra dengan Islam. Berbagai tindakan balasan dibentuk untuk menunjukkan eksistensi Sarekat Islam dan kekuatan Islam kepada pemerintah kolonial. Kasus Artikel Djawi Hisworo dianggap sebagai serangan terhadap agama Islam dan sebagai reaksi balik dari serangan tersebut maka didirikanlah Komite Tentara Kanjeng Nabi Mohammad (TKNM) untuk membela agama Islam yang berpusat di Surabaya. Dalam bulan Februari dan Maret protes keras terhadap artikel itu meluas di seluruh Pulau Jawa. TKNM dipergunakan sebagai alat pengumpul dana dan alat tawar di mata kolonial. Kondisi ini yang dipakai Cokroaminoto untuk dapat menembus Volksraad. Konflik yang kemudian muncul dari kontroversi tersebut adalah konflik antara kaum Nasionalisme Jawa dan kaum Nasionalisme Islam. Sebagai reaksi terhadap kegiatan pihak TKNM. Komite Nasionalisme Jawa menyebarkan pamflet yang mengecam fanatisme agama pada TKNM dan dcngan dcmikian mengundang amarah TKNM, serta SI. Secara otomatis, SI semakin tajam mengadakan serangannya kepada kaum Nasionalis Jawa. Pada awalnya, perhatian umat Islam terhadap kasus Djawi Hisworo dan TKNM cukup besar, tetapi seiring dengan waktu, kepastian hukum yang semakin tidak jelas membuat sebagian aktivis SI berbalik arah. Kemunduran sikap tersebut semakin didorong dengan konflik internal di elit SI. TKNM yang tadinya dielukan, kemudian dianggap sebagai macan ompong. Kritik terhadap TKNM justru datang dari aktivis SI yang tadinya sangat aktif mendukung TKNM seperti H Misbach. Akhir dari kasus Djawi Hisworo commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri tidak jelas dan hilang termakan waktu. Baik dari kepastian hukum pemerintah, maupun dari SI sendiri. Djawi Hisworo sendiri mengalami kebangkrutan pada 1920 dikarenakan turunnya upah dan banyaknya pembayaran yang menunggak. Penyikapan yang berlebihan terhadap penghinaan Islam tersebut terkesan lebih bermuatan politis ketimbang sebagai pembelaan terhadap Islam. Kasus yang dapat diselesaikan dengan skala lebih kecil itu justru semakin memperuncing perebutan kekuasaan di tubuh SI.
commit to user