SAREKAT ISLAM DI BEKASI: PERJUANGAN DALAM BIDANG EKONOMI DAN KEAGAMAAN TAHUN 1913-1914 (SEBUAH KAJIAN LOKAL)
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh : KHOIRUNNISA NIM: 1111022000009
KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
KEMENTERIANAGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI(UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA Jl. lr. H. Juanda No. 95, Ciputat 15412, Jakarta, lndonesia
relp. (027) 7443329,
Fax. lo27) 7493364
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah
Nama
Mahasiswa
:
ini
:
Khoirunnisa
NIM
:1111022000009
Program Studi
: Sejarah dan Kebudayaan Islam
ini menyatakan bahwa Skripsi ini
adalah hasil karylr saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakalreplikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang Dengan
lain.
Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelamya dibatalkan.
Demikian pemyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menj adi tanggungj awab saya.
I
3 .Ianuari 20 16
SAREKAT ISLAM DI BEKASI: PERJUANGAN DALAM BIDANG EKONOMI DAN KEAGAMAAN TAHUN I9I3-I9I4 (SEBUAH KAJIAN LOKAL)
SKRIPSl
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh:
KIIOIRUIINISA NIM: 1r11022000009
P:,,bimbih
f,"'
Imart'rnalia. M. Hunr NIP : 19730208 199803 2 001
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 W20[6IN{
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skipsi yang berjudul SAREKAT ISLAM DI BEKASI: PERJUANGAN DALAM BIDANG EKONOMI DAN KEAGAMAAN TAHI.]N 1913-1914 (SEBUAH KAJIAN LOKAL), telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
tanggal2l Januari 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) pada Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakartao
2l
Januari 201 6
Sidang Munaqasyah
NIP. 19690724 199703
1 001
50417 200s01 2 007
Anggota, Penguj i
I,
Penguji II,
/0 ( /vY^
Prof. Dr.M, Dien Mqdiid NIP. 19490706 197109 1 001
Dr. Parlindunsan Siresar. M. As. NIP. 19590115. 199403 t OO2
Pembimbing,
,^^"d-n^
NIP. 19730208 199803 2 001 t
ABSTRAK Khoirunnis Sarekat Islam di Bekasi: Perjuangan dalam Bidang Ekonomi dan Keagamaan Tahun 1913-1914 (Sebuah Kajian Lokal) Sarekat Dagang Islam oleh H. Samanhoedi didirikan tahun 1912, maksud awal didirikan gerakan nasional ini adalah atas dasar agama dan persaingan dagang. H.O.S Tjokroaminoto mengusulkan kepada H. Samanhoedi agar organisasi ini tidak hanya pada golongan pedagang muslim saja akan tetapi untuk umat Islam secara umum, maka digantilah nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam (SI). SI mengalami perkembangan dan penyebaran yang sangat pesat dan demikian hebat yang tidak terimbangi oleh organisasi pergerakan yang muncul pada masa itu. Distrik Bekasi merupakan daerah agraris yang termasuk dalam Regentschap Meester Cornelis (Kabupaten Jatinegara), Bekasi masa itu, dikenal sebagai wilayah pertanian yang sangat subur jadi tidak mengherankan bila anggota SI di Bekasi didominasi oleh buruh petani. Akan tetapi adanya sistem tanah partikelir menyebabkan kemiskinan dan kemelaratan bagi penduduk pribumi Bekasi. Kemunculan SI ditandai dengan komitmennya yang kuat pada rakyat kecil dan golongan pedagang pribumi. SI muncul di Bekasi pada Mei 1913, seperti hanlnya Anggaran Dasar SI pada umumnya, kedatangan SI di Bekasi membawa tujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan dan memperjuangkan hakhak pribumi dengan cara perbaikan ekonomi, pendidikan, dan meningkatkan kehidupan beragama di kalangan anggota SI di Bekasi. Sejak awal kemunculannya, SI telah menjadi wadah penggerak masyarakat pribumi Distrik Bekasi dalam upaya penentangan berbagai penindasan serta upaya perbaikan kualitas hidup masyarakat Bekasi dalam bidang ekonomi, dan keagamaan. Mereka berharap dengan adanya SI, harapan mereka agar mereka tidak lagi menjadi kaum nomer tiga di negerinya sendiri dapat tercapai. Akan tetapi masamasa kejayaan organisasi ini di Bekasi tidak berlangsung lama, pada awalnya SI berhasil memperbaiki perekonomian masyarakat khususnya petani Bekasi dengan melakukan tuntutan kenaikan upah dan pembentukan warung koperasi. Akan tetapi hingga pada tahun 1914, masalah-masalah mulai muncul dalam organisasi ini, koperasi yang didirikan mengalami kebangkrutan akibat korupsi yang dilakukan oleh ketua perkumpulan tersebut yang bernama Haji Abdurrachman. Penelitian ini ingin menjelaskan lebih dalam bagaimana SI memperjuangkan hakhak serta meningkatkan kualitas kehidupan pribumi Bekasi khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan. Penelitian ini menggunakan metode historis yang bersifat deskriftif analitis. Tahapan yang di tempuh dalam penelitian ini terdapat 4 tahapan, di antaranya: heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi. Kata Kunci : Sarekat Islam, Distrik Bekasi, Perjuangan, 1913-1914
iv
KATA PENGANTAR Pada abad ke-20 dibuatnya kebijakan politik etis untuk membayar hutang budi kepada penduduk pribumi atas diterapkannya politik tanam paksa. Kebangkitan nasional dimulai pada masa itu di Indonesia, di mana pada tahun 1912 muncullah nama
Sarekat Islam yang dalam waktu singkat, berhasil
memperluas pengaruhnya dan merekrut banyak sekali anggota karena kegiatan yang jauh lebih banyak daripada kegiatan organisasi pergerakan lainnya pada masa itu. Selain itu SI berjuang untuk melepaskan masyarakat pribumi dari tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda dengan melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan keagamaan.
Khususnya di Distrik
Bekasi, dari beberapa daerah Residen Batavia, Bekasi adalah daerah yang paling bayak memiliki anggota SI. Di Bekasi, SI muncul pada bulan Maret tahun 1913, pada masa itu Bekasi daerah yang terdiri atas tanah-tanah partikelir yang dikuasai oleh tuan tanah beretnis China. Dengan hadirnya SI di Bekasi, SI telah menjadi wadah penggerak masyarakat pribumi Distrik Bekasi dalam upaya penentangan berbagai penindasan. Masyarakat Distrik Bekasi yang mengharapkan perbaikan nasib, berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi anggota SI. Eksistensi SI di Bekasi pun menimbulkan pertentangan dari para pihak yang merasa dirugikan oleh keberadaan organisasi ini. Untuk melemahkan pengaruh organisasi ini, pemerintaha Bekasi mengganti nama “Sarekat Islam” di Bekasi menjadi “Djoemiatoel Islamijah” (DI). Bisa dikatakan masa awal kedatangan SI di Bekasi adalah masa kejayaan organisasi tersebut di daerah ini, akan tetapi popularitas SI di Distrik Bekasi tidak berumur panjang, karena banyaknya masalah-masalah yang terjadi dalam organisasi ini. v
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Yang Maha pengasih, atas rahmat dan seizinNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Perjuangan Sarekat Islam dalam Membela Rakyat Kecil di Bekasi Tahun 1913-1914. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada bagianda nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan umatnya. Dalam menyelesaikan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami dan hadapi. Baik menyangkut pengumpulan data dan sumber, masalah pengaturan waktu, biaya dan sebaginya. Akan tetapi dengan semangat dan keteguhan hati untuk berusaha keras serta dorongan dan bantuan yang datang dari berbagai pihak. Dapat meringankan kesulitan tersebut sehingga dapat memperlancar menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenanya penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada: 1.
Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak H. Nurhasan, M.A, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam dan Shalikatus Sa’diyah, M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah membantu kelancaran studi penulis.
3.
Ibu Imas Emalia, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktu untuk membantu, membimbing, dan memberikan ilmu
vi
yang bermanfaat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. 4.
Bapak Prof. Dr. M. Dien Madjid dan Bapak Dr. Parlindungan Siregar, M.Ag. yang telah berkenan untuk menguji penulis pada sidang munaqasyah.
5.
Ibu Hj. Tati Hartimah, M.A, selaku dosen Penasehat Akademik.
6.
Bapak Dr.H. Abd Choir, yang telah berbaik hati meluangkan waktunya untuk membantu penulis menerjemahkan Arsip berbahasa Belanda yang penulis pakai sebagai sumber primer.
7.
Bapak/Ibu Seluruh dosen Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam yang memberikan sumbangsih ilmu dan pengalamannya, untuk pengembangan keilmuan penulis.
8.
Seluruh staff dan pegawai Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Perpustakaan Universitas Indonesia, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, dan Perpustakaan Daerah Kota Bekasi, serta seluruh staff dan pegawai Arsip Nasional Republik Indonesia, atas bantuannya dalam mencarikan sumber-sumber primer dan sekunder terkait Sarekat Islam Bekasi.
9.
Untuk kedua orang tua penulis, ayah Hamim Maulana dan umi Kholipah yang selalu memberikan perhatian, kasihsayang, dan selalu mendoakan serta mendukung penulis baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik, sehingga penulis dapat termotivasi dan dapat menyelesaikan Skripsi dengan baik.
vii
10. Adik-adik penulis, Fathan, Miftah, Nabila, dan Natisa yang selalu memberikan semangat kepada penulis. 11. Sahabat-sahabatku tersayang Eva Khofifah, Hammatun Ahlazzikriyah, Siti Nur Azizah, Wira Kurnia, terimakasih atas segalanya, terimakasih karena selalu menemani dan selalu ada untukku. 12. Teman-teman seperjuanganku SKI 2011 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Semoga jasa-jasa mereka mendapatkan balasan dan keberkahan dari Allah SWT, AmiinYaaRobbal’alamiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan-perbaikan kepadanya.
Jakarta, 16 Desember 2014
Khoirunnisa
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..........................................................
iii
ABSTRAK .................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................
vi
DAFTAR ISI ..............................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................
10
C. Tujuan Penelitian .................................................................
11
D. Metode Penulisan ................................................................
12
E. Tinjauan Pustaka .................................................................
14
F. Landasan Teori .....................................................................
16
G. Sistematika Penulisan ...........................................................
17
GAMBARAN UMUM WILAYAH BEKASI PADA TAHUN 1913-1914 A. Letak Geografis dan Keadaan Alam ......................................
19
B. Kondisi Budaya dan Keagamaan Masyarakat di Distrik Bekasi ........................................................................
25
1. Kondisi Budaya Masyarakat Bekasi .................................
25
2. Kondisi Keagamaan Masyarakat Bekasi ...........................
28
C. Kondisi Ekonomi ...................................................................
32
D. Kondisi Politik .......................................................................
34
ix
BAB III KEDATANGAN
DAN
BERKEMBANGNYA
SAREKAT
ISLAM DI BEKASI A. Sejarah Singkat Berdiri dan Berkembangnya Sarekat
BAB IV
Islam di Hindia Belanda .........................................................
39
B. Berdiri dan Berkembangnya Sarekat Islam di Bekasi ...........
46
C. Respon Pemerintah Bekasi Terhadap Sarekat Islam Bekasi .
53
1. Residen Meester Cornelis .................................................
54
2. Wedana Bekasi ..................................................................
58
PERJUANGAN SAREKAT ISLAM DI BEKASI TAHUN 1913-1914 A. Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Perekonomian Masyarakat Bekasi ...............................................................
66
B. Sarekat Islam Membawa Pembaharuan Islam di Bekasi .....
77
C. Sarekat Islam Menghadapi Persaingan Etnis ......................
83
KESIMPULAN ........................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
96
BAB V
LAMPIRAN
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada awal abad ke-20, muncul kesadaran pemikiran bangsa kolonial Belanda bahwa pemerintah kolonial Belanda memegang tanggung jawab terhadap kesejahteraan penduduk pribumi untuk membayar hutang budi kepada penduduk pribumi atas diterapkannya politik tanam paksa yang telah sangat menyiksa dan menyengsarakan kehidupan penduduk pribumi, atas pemikiran itu, pemerintah kolonial membuat suatu kebijakan yang dinamai kebijakan politik etis. Van de Vender (1899) adalah orang yang berjasa dalam mengemukakan kebijakan politik etis ini secara resmi. Kebijakan-kebijakan yang terdapat dalam politik etis seperti diadakannya sistem irigasi, emigrasi dan edukasi telah memberikan perubahan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia.1 Edukasi atau pendidikan adalah salah satu kebijakan dari politik etis yang membawa perubahan yang cukup besar bagi bangsa Indonesia.Walaupun tujuan di buatnya politik etis adalah untuk mencerdaskan dan menyejahteraan masyarakat akan tetapi disamping itu juga bertujuan untuk mengisi kekurangan tenaga administrasi lokal dalam pemerintahan Hindia Belanda, namun tidak bisa dipungkiri dengan diterapkannya pendidikan sistem Barat ini, mulai menghasilkan para tokoh terpelajar dari kalangan pribumi. Kaum terpelajar yang peduli dengan nasib bangsanya ini telah berhasil membuat suatu perubahan baru bagi perjuangan 1
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: BP Balai Pustaka, 1984. Hlm 21-22
1
2
bangsa pribumi, salah satunya dengan cara mendirikan organisasi pergerakan. Pada tahun-tahun itu bisa dikatakan sebagai era di mana dimulainya kebangkitan nasional di Indonesia. Diawali dengan berdirinya Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908, disusul oleh Indische Partij (IP) pada tahun 1911, setelah itu Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 dan Indische Social Democratische Vereninging (ISDV) pada tahun1914. Dari keempat organisasi pergerakan nasional tersebut, hanya Sarekat Islam-lah satu-satunya pergerakan yang memakai ideologi Islam. Perbedaan yang mencolok antara SI dengan organisasi-organisasi tersebut selain ideologinya, adalah kegiatan yang dimiliki SI yang jauh lebih banyak daripada kegiatan organisasi pergerakan yang lain. Selain memfokuskan kagiatan dalam bidang perdagangan, SI juga mencita-citakan perbaikan pendidikan. Di samping itu perkumpulan ini juga masih melakukan usaha di sejumlah bidang lain yang hampir tidak ditempuh oleh organisasi lain pada masa itu.2 Berawal dari organisasi China-Jawa yang bernama Kong Sing, H. Samanhoedi bersama H. Bakri serta diikuti oleh yang lainnya, memutuskan untuk menjadi anggota perkumpulan ini. Perkumpulan ini memiliki tujuan untuk saling memberikan bantuan dalam peristiwa kematian dan kelahiran. Akan tetapi dalam organisasi ini, etnis China menjadi lebih dominan dan memberikan perlakuan buruk terhadap anggota etnis Jawa. Oleh sebab itu H.Samanhodi beserta anggota Kong Sing beretnis Jawa memutuskan untuk meninggalkan organisasi ini dan mendirikan organisasi yang mereka namakan Rekso Rumekso yang dari perkumpulan ini munculah SI. Dengan keluarnya anggota Jawa, hal itu 2
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985).
Hlm 7
3
menyebabkan Kong Sing mengalami kemunduran sehingga para anggota etnis China melakukan penyerangan terhadap Rekso Rumekso.3 Dalam peristiwa tersebut, orang-orang mengaitkan perkumpulan ini adalah bagian dari perkumpulan Dagang Sarekat Islamiyah yang didirikan oleh Tirtoadisorjo di Bogor.4 Keterangan lain menjelaskan bahwa awal terbentuknya gerakan ini disebabkan adanya konflik dan persaingan dagang antara pedagang pribumi Hindia Belanda dengan pedagang etnis Tionghoa. Dalam tulisannya J.S Furnivall mengatakan bahwa pada tahun 1892 di Surakarta telah terjadi pergantian perdagangan kain lokal dengan kain import. Oleh sebab itu para pengusaha batik pribumi harus membeli kain import dari pedagang Tionghoa, hal tersebut mengakibatkan seluruh perdagangan batik beralih ke tangan para pengusaha China. Oleh karena itu rakyat pribumi Surakarta membutuhkan organisasi yang dapat menopang kepentingan ekonomi mereka. Walaupun bersifat ekonomis dan sosial, namun unsur politik juga tidak dapat dipungkiri dalam perkembangan organisasi ini. Munculnya organisasi ini juga merupakan isyarat bahwa telah tiba waktunya bagi kaum muslim pribumi untuk menunjukkan kekuatan mereka.5 H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan seorang pedagang sekaligus anggota SDI asal Surabaya, adalah orang yang mengusulkan kepada
3
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 18 Tirtoadisoerjo memiliki peranan penting dalam pembentukan SI, Beliau adalah pengusaha sekaligus pemimpin redaksi harian Medan Prijaji. Pada tahun 1910 ia mendirikan perusahaan Dagang Sarekat Islamiyah di Bogor Tirtoadisoerjo pun Berkenalan dengan H. Samanhoedi. Nama Sarekat Dagang Islam bisa jadi diambil dari nama usaha dagang yang didirikannya ( A.P.E Konver dalam Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil). Hlm 12-13 5 Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, (Jakarta: Department Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1999). Hlm 172 4
4
H.Samanhoedi agar organisasi pergerakan ini tidak hanya pada golongan pedagang muslim saja akan tetapi dikhususkan untuk umat Islam secara umum, usulan tersebut pun diterima dan digantilah nama “Sarekat Dagang Islam” menjadi “Sarekat Islam”. Maka dikukuhkanlah nama “Sarekat Islam” melalui akta notaris pada tanggal 10 September 1912.6 SI muncul di tengah-tengah masyarakat pribumi dengan komitmennya yang kuat terhadap rakyat kecil dan golongan pedagang, organisasi ini berjuang keras untuk meningkatkan taraf perekonomian anggotanya. Selain itu mereka juga berjuang untuk terlepas dari tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda.7 Rakyat pribumi pada masa itu menempati tingkatan terendah dalam sistem kemasyarakatan Hindia-Belanda. Oleh karena itu dalam anggaran dasarnya, SI berusaha untuk mengembangkan jiwa berdagang dan semua yang dapat mempercepat naiknya derajat kaum peribumi muslim serta menentang pendapatpendapat yang keliru tentang agama Islam. Agama Islam telah menjadi dasar yang kuat bagi pergerakan organisasi ini, agama Islam oleh SI dijadikan sebagai alat pengikat sosial politik yang membedakan bangsa Indonesia dengan bukan bangsa Indonesia.
8
Menyatukan puluhan juta rakyat pribumi ke dalam satu tujuan
sehingga meningkatkan nasionalisme dan cinta tanah air. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa agama mampu mempersatukan masyarakat pribumi dari berbagai etnis dan golongan,9 sehingga dengan sendirinya mereka saling bekerjasama dalam memperkuat gerakan ekonomi serta tindakan-tidakannya 6
M.A Ghani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984). Hlm 6 7 Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Hlm 173 8 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65 9 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66
5
dalam menghadapi serangan perekonomian bangsa pendatang khususnya etnis China yang memiliki modal besar.10 SI berjuang untuk mencapai kemajuan rakyat yang nyata dengan jalan persaudaraan, persatuan dan tolong menolong diantara semua kaum muslimin sehingga masyarakat pribumi dapat melepaskan diri dari tekanan yang dilakukan pemerintah Hindia-Belanda maupun etnis China, perjuangan tersebut dilakukan berdasarkan anggaran dasar organisasi tersebut yaitu dengan melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan keagamaan, serta meniadakan keluhan. Dari beberapa organisasi pergerakan yang timbul pada awal masa modern di Indonesia bisa dikatakan, hanya SI organisasi yang bersifat fleksibel, kegiatan SI untuk memperbaiki dan memajukan kedudukan pribumi Hindia Belanda, dapat dibagi ke dalam beberapa katagori berikut. Pertama, kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan para anggota khususnya dalam bidang ekonomi dan pendidikan seperti peningkatan pendapatan ekonomi anggota dengan cara kegiatan pembukaan toko-toko koperasi serta membangun sekolah-sekolah SI. Kedua, meniadakan keluhan dengan cara menampung keluhan-keluhan rakyat kecil yang selanjutnya mereka teruskan kepada pemerintah Hindia Belanda dengan harapan bahwa dengan cara ini masalah-masalah yang dialami rakyat ditemukan penyelesaiannya. Ketiga, melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi dan keuangan anggotanya. Selain itu, dalam bidang sosial, mereka memberikan
10
Dwi Ratna Nurhajarini, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta. Hlm 174
6
bantuan kepada para anggotanya dalam menghadapi berbagai macam kriminalitas pada peristiwa seperti kematian.11 Dalam waktu singkat organisasi pergerakan ini berhasil memperluas cabang-cabang dan merekrut anggota dari berbagai kalangan di Pulau Jawa, Kalimantan Tengah, Sumatera, Sulawesi, hingga pelosok daerah pedalaman di negri ini. Salah satu daerah otonom di Residen Batavia dan Regentschap Meester Cornelis yaitu Bekasi, merupakan cabang yang paling banyak memiliki anggota. Di Distrik Bekasi sendiri, SI muncul pada bulan Mei tahun 1913, pada masa itu Distrik Bekasi dikenal sebagai wilayah agraris yang sangat subur yang terdiri dari tanah-tanah partikelir, di mana sistem kepemilikan tanahnya dikuasai oleh tuan tanah yang dikenal sebagai kaum partikelir. Para tuan tanah ini kebanyakan terdiri dari kaum saudagar Eropa dan para pengusaha China.12 Wilayahnya yang subur dengan berlimpahnya hasil panen, tidak membuat masyarakatnya hidup dengan layak dan berkecukupan karena adanya sistem tanah partikelir dan kewajiban pajak hasil panen yang dibebankan kepada mereka membuat mereka mengalami kemiskinan dan kemelaratan. Oleh karena itu mereka membutuhkan sebuah wadah yang dapat menampung segala keluh kesah yang mereka rasakan. Melihat hal tersebut, SI pun berupaya membantu mereka untuk terlepas dari jeratan kemiskinan dan kemelaratan dengan melakuka perbaikan kehidupan masyarakat pribumi Bekasi sesuai dengan Anggaran Dasar organisasi
tersebut,
yaitu
untuk
meningkatkan
taraf
kehidupan
dan
memperjuangkan hak-hak pribumi Bekasi dengan cara perbaikan ekonomi, 11
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 8 Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006) hlm 17 12
7
pendidikan dan meningkatkan kehidupan beragama di kalangan anggota di Bekasi. akan tetapi dalam hal pendidikan, kehidupan pendidikan di Bekasi pada saat itu memang sangat terbelakang, SI pun tidak terlalu memfokuskan pada bidang ini, hal itu sangat disayangkan mengingat sebab munculnya organisasi pergerakan rakyat muncul karena adanya kebijakan edukasi pada politik etis. Melakukan kerusuhan, protes dan pemogokan kerja adalah cara yang paling sering dilakukan oleh para propagandis dan anggota SI Bekasi. SI Bekasi tidak segan-segan melakukannya dengan kekerasa, boikot dan paksaan untuk melakukan tekanan terhadap orang sekampung yang belum menjadi anggota SI sebagai upaya memperluas pengaruh dan memperbanyak anggota SI di Bekasi. Sebagai contoh para anggota SI menolak menghadiri keduri pada orang yang bukan anggota SI dan menolak untuk memandikan jenazah di rumah mereka.13 SI pun melakukan pemaksaan kedapa penduduk yang bukan anggota SI dikarenakan mereka berpendapat jika semakin banyak penduduk Bekasi yang menjadi anggota SI maka keinginan mereka agar masyarakat pribumi dapat hidup lebih sejahtera dan tidak lagi di bawah penindasan serta tekanan pemerintah kolonial dan para tuan tanah China akan lebih cepat terlaksana. Walapun terkesan perjuangan SI lebih banyak dengan melakukan protes, boikot dan kerusuhan, akan tetapi sepertihalnya perjuangan SI di daerah-daerah lalin, SI di Bekasi juga melakukan perjuangan sesuai anggaran dasar organisasi ini seperti mendirikan sebuah koperasi dan melakukan penuntutan kenaikan upah buruh tani sebagai usaha peningkatan perekonomian rakyat Bekasi. Bagi sebagian
13
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? . Hlm 132
8
besar masyarakat Bekasi khususnya para petani, kehadiran SI bagaikan oasis di padang pasir. Dengan hadirnya SI mereka seperti mendapat teman baik yang bisa membantu mereka menampung segala keluh-kesah yang meraka hadapi. Sejak awal kedatangan SI di Bekasi, SI telah menjadi wadah penggerak berbagai protes yang dilakukan masyarakat pribumi Distrik Bekasi sebagai upaya penentangan berbagai penindasan yang mereka alami. Melalui SI, mereka menuntut adanya keadilan dalam sistem pengupahan dan perlakuan yang lebih baik bagi para petani dimana pada saat itu upah yang didapatkan para buru tani sangat rendah dan tidak sesuai dengan tenaga yang telah banyak mereka keluarkan, dengan rendahnya upah tersebut para tani sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok yang harganya semakin naik. Masyarakat Distrik Bekasi yang mengharapkan perbaikan nasib, berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi anggota SI, di antara mereka yang mendaftar sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, pedagang, guru gaji, para tokoh agama, dan pejabat yang dipecat oleh pemerintah Hindia Belanda.14 Kepopuleran SI di Bekasi tidak luput dari jasa Raden Danoemihardjo, yang merupakan wakil presiden SI Cabang Meester Cornelis yang sehari-harinya berpofesi sebagai kepala sekolah, satu lagi nama yang berjasa yaitu Djapan, seorang mantan mandor Kampung Setu, mereka selalu menyiarkan kehebatan SI hingga ke pelosok kampung di Bekasi. Eksistensi SI di Bekasi pun menimbulkan pertentangan dari para pihak yang merasa dirugikan oleh keberadaan organisasi ini. Untuk melemahkan 14
Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, (Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002). Hlm 31.
9
pengaruh organisasi ini, para pejabat kewedanaan Bekasi dan tuan tanah meminta kepada pemerintaha daerah untuk mengganti nama “Sarekat Islam” di Bekasi menjadi “Djoemiatoel Islamijah” (DI). Dan untuk mengimbagi organisasi ini, pihak-pihak yang merasa dirugikan kepentingannya oleh SI Bekasi terutama paratuan tanah China, mendirikan organisasi tandingan bernama “Kong Djie Hin” (KDH).15 KDH sendiri merupakan perkumpulan yang didirikan pada bulan Agustus 1913, anggota dari perkumpulan ini terdiri dari para pengusaha, tuan tanah China, Wedana Bekasi, hingga para petani yang merasa dirugikan oleh tindakan para anggota SI Bekasi. Pada dasarnya KDH merupakan perkumpulan kematian yang anggotanya terdiri dari etnis China dan pribumi, organisasi ini bertujuan untuk memberikan pertolongan berupa bantuan keuangan kepada keluarga atau ahli waris yang ditinggalkan oleh almarhum. Akan tetapi dengan munculnya SI sebagai saingan mereka, memunculkan tujuan lain dalam organisasi ini yaitu untuk menjatuhkan SI di Bekasi. Setelah pembentukan KDH, permusuhan antar penduduk semankin meruncing, banyaknya perlawanan yang dilakukan SI membuat para pengikut KDH merahasiakan keikutsertaan mereka dalam organisasi itu, para anggota KDH lebih banyak bergerak secara sembunyisembunyi sedangkan sebaliknya kegiatan SI dilakukan secara terang-terangan.16 Bisa dikatakan masa awal kedatangan SI di Distrik Bekasi adalah masa kejayaan organisasi tersebut di daerah ini, akan tetapi populeritas SI di Distrik Bekasi tidak berumur panjang, ada beberapa faktor internal maupun eksternal
15
Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan.
Hlm 22.
16
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (terjemahan Arsip Sarekat Islam Lokal), Yogyakarta: Gadjah mada University press, 1979. Hlm 50-52
10
yang menjadi penyebab organisasi ini mulai meredup yaitu ketidak mampuan para pemimpinnya untuk mempertahankan dan mengarahkan pergerakan organisasi ini yang cepat, ikut campurnya pemerintah Hindia Belanda dan para tuan tanah Tionghoa dalam kepemimpinan SI dan merubah sebagian besar pengurusnya dengan orang-orang pilihan pemerintah, juga memiliki pengaruh yang besar penyebab mulai terpuruknya organisasi ini. Selain itu terdapat pula kebobrokan akhlak dari pemimpinnya yang melakukan korupsi pun menjadi faktor internal organisasi ini. Pada tahun 1942, peranan SI di Bekasi pun mulai meredup seiring dengan meredupnya sentral SI dikarenakan mulai munculnya organisasi kemasyarakatan di Bekasi seperti Partai Nasional Indonesia (PNI), Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), Pasundan, Partai Indonesia Raya (Parindra). Terjadinya pergantian dari SI menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1942 pun menjadi penyebab berakhirnya pengaruh organisasi pergerakan SI di Bekasi. 17
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk menghindari meluasnya pembahasan yang akan dikaji dalam penulisan ini, maka penulis memberikan batasan masalah dengan menyesuaikan judul yang penulis ambil yaitu “Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Bidang Perekonomian, dan Keagamaan pada Tahun 1913-1914”. Dari uraian pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
17
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, hlm 21-23.
11
1. Bagaimana keadaan sosial, kebudayaan, keagamaan, politik dan perekonomian masyarakat Bekasi pada tahun 1913-1914? 2. Bagaimana datang dan berkembangnya SI di Bekasi? 3. Bagaimana perjuangan SI Bekasi dalam bidang perekonomian maupun keagamaan di Bekasi?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dalam menulis karya ini, penulis memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui bagaimana sejarah masuk dan perkembangan SI di Bekasi, mengetahui perjuangan para tokoh dan anggota SI Bekasi untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Bekasi. Mengetahui eksistensi SI dalam bidang perekonomian, dan pendidikan sekalipun menghadapi persaingan etnis khususnya dengan etnis China. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah dengan adanya penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dalam bidang Sejarah Kebudayaan Islam khususnya tema pergerakan nasional di Indonesia yang berideologi Islam. Diharapkan tulisan ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang gambaran perkembangan SI di Bekasi dan kontribusinya terhadap perkembangan perekonomian, pendidikian serta keagamaan masyarakat Bekasi pada awal kedatangannya hingga tahun 1942.
12
D. Metode Penulisan Penulisan ini merupakan penelitian sejarah tentang SI di Bekasi pada tahun 1913-1914. Oleh karena itu dalam melakukan penulisan ini, penulis akan menggunakan dan mengikuti aturan-aturan dalam metodelogi penulisan. Metode penulisan sejarah menggunakan empat tahapan yaitu, heuristik, verifikasi, interpretasi dan yang terakhir adalah historiografi. Dalam melakukan penulisan ini, yang pertamakali penulis lakukan adalah melakukan teknik heuristik yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pencarian dan pengumpulan sumber-sumber tentang SI. Penulis melakukan pencarian-pencarian sumber di beberapa tempat, di antaranya pencarian sumber di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Di sini penulis mendapatkan beberapa arsip berbahasa Belanda yang telah dibukukan yang dapat dijadika sumber primer untuk penulisan ini di antaranya Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam Lokal, penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 8, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Barat), serta Memori Serah Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), yang diterbitkan oleh ANRI di Jakarta pada tahun 1976. Selanjutnya penulis juga melakukan penelitian pustaka di beberapa perpustakaan, antara lain Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), di sini penulis menemukan beberapa buku langka dan terbitan lama yang di dalamnya membahas sedikit tentang SI di Bekasi dan keadaan Bekasi pada awal abad ke-20, seperti Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia, Nana Suparman, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, J. Tideman, “Penduduk kabupaten-kabupaten
Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di
13
Indonesia, serta beberapa surat kabar dan majalah seperti Bataviasch Nieuwsblad, Lembaran Sedjarah, Pandjaran Warta, dan Perniagaan. Penulis juga mendapatkan beberapa sumber sekunder berupa buku-buku di beberapa perpustakaan seperti Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN), buku-buku yang penulis dapat di perpustakaan ini adalah Muhammad Abdul Ghani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi Untuk, A.N Firdaus, Syarikat Islam Bukan Budi utomo: Menelusuri Sejarah Pergerakan Bangsa, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1900-1945, dan lain-lain. Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) diantaranya A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?,dan Ali Anwar, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir, di Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora penulis menemukan buku Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Perpustakaan Daerah Kota Bekasi, di sini penulis mendapatkan beberapa buku terkait tentang sejarah dan kebudayaan kota Bekasi yang diterbitkan oleh pemda kota Bekasi seperti Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, Harun Alrasyid, dkk, Bekasi Dari Masa ke Masa dan Sejarah Bekasi Dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, selain itu ada beberapa buku yang penulis dapatkan dari koleksi buku millik pribadi penulis dan beberapa buku milik teman. Dikarenakan dalam penulisan ini menggunakan sumber primer berupa arsip yang dikeluarkan pada masa Hindia Belanda yang sebagian besar
14
menggunakan bahasa Belanda lama, maka sebelum menganalisis atau melakukan kritik sumber, penulis melakukan penerjemahan arsip bahasa Belanda tersebut ke dalam bahasa Indonesia, setelah mendapatkan terjemahan dari arsip-arsip tersebut maka penulis lanjutkan dengan melakukan analisis sumber. Dari beberapa sumber yang telah penulis temukan, selanjutnya penulis memilah dan memilih serta mengkritisi sumber-sumber yang behasil penulis dapatkan tersebut sehingga penulis dapat menggolongkan sumber-sumber tersebut antara sumber primer dan sekunder. Selanjutnya penulis melakukan penganalisaan sejarah karena sumber primer dari penulisan ini sebagian besar menggunakan arsip yang ditulis oleh orang berkebangsaan Eropa, oleh karena itu penulis melakukan penganalisaan sejarah agar tidak terkesan memihak salah satu sudut pandang. Tahap terakhir penulis melakukan penulisan sejarah (historiografi) dalam bentuk skripsi sejarah.
E. Tinjauan Pustaka Tidak dapat dipungkiri bahwa SI memberikan sumbangsih sejarah yang besar bagi Indonesia, penilitian sejarah tentang SI pun telah banyak dilakukan akan tetapi hanya sedikit yang membahas tentang sejarah SI lokal. Oleh karena itu, penelitian ini memfokuskan pada pengaruh SI dalam memperjuangkan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat Bekasi. Dalam penulisan ini, penulis menemukan beberapa sumber dengan melakukan penelitian pustaka (searching library) di beberapa perpustakaan, dari situ penulis mendapatkan dua karya penulisan yang penulis pakai untuk tinjauan pustaka dalam penulisan ini, yaitu:
15
Pertama adalah buku karya oleh A.P.E Korver, dengan judul “Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?”, buku ini adalah disertasi di jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Van Amsterdam tahun 1982, buku ini terbagi dalam sembilan Bab pembahasan yang menguraikan berbagai gerakan perlawanan dari SI lokal sebagai reaksi atas ketidakadilan dan kemiskinan yang menimpa penduduk pribumi, usaha untuk meniadakan keluhan para anggota yang dilakukan para pemimpin SI untuk menciptakan kesejahtraan penduduk pribumi. Uraian mengenai SI Bekasi dapat ditemukan dalam beberapa bagian sejauh berkaitan dalam permasalahannya. Pada bab VI di bagian ini banyak menceritakan tentang protes-protes yang dilaukan oleh anggota SI khususnya protes untuk menaikan upah kerja buruh tani. Buku ini sangat membantu penulis dalam memahami proses dan perkembangan SI secara umum serta munculnya konflik dan perpecahan dalam SI. Kedua adalah Skripsi yang ditulis oleh Ali Anwar yang berjudul “Gerakan protes petani Bekasi: Partikelir”.
Dalam
Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah skripsi
ini,
penulis
memusatkan
masalah
tentang
pemberontakan petani di Bekasi pada tahun 1913 yang dipropagandai oleh Anggota SI, khususnya pada bab III, menjelaskan tentang kedatangan Awal SI di Bekasi selain itu membahas pula tokoh pemimpin SI di Bekasi serta anggotaanggota SI di Bekasi. Untuk membedakan penulisan ini dengan skripsi yang dibuat oleh Ali Anwar tentang SI di Bekasi, pada skripsi Ali Anwar lebih kepada membahas tentang
gerakan protes yang dilakukan oleh para petani Bekasi
anggota SI, sedangkan pada skripsi ini lebih memfokuskan kepada perjuangan SI
16
Bekasi dalam bidang ekonomi dan agama dikalangan masyarakat Bekasi dalam kurun waktu 1913-1914. Artinya penulisan ini berupaya mengungkap perjuangan SI yang dilalui oleh segenap anggota SI tidak hanya unsur petani seperti yang telah ditulis oleh Ali Anwar dalam skripsinya.
F. Landasan Teori Rafael Raga Maran dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi Politik mengatakan bahwa Gerakan sosial adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang kurang lebih bersifat keras dan terorganisir atau orangorang yang relatif besar jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan atau untuk menentangnya. Berbicara tentang gerakan-gerakan sosial berarti berbicara tentang aktivitas kelompok-kelompok sosial dalam menyampaikan aspirasi mereka kepada para pemimpin masyarakat atau negara, melalui gerakan-gerakan sosial, kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat dapat melibatkan diri dalam politik.18 Sebagai organisasi pergerakan SI memiliki tujuan untuk mengubah pandangan yang merendahkan terhadap masyarakat pribumi dengan melakukan perbaikan kehidupan pribumi dan menghapus adanya stratifikasi sosial yang menempatkan masyarakat pribumi di tingkatan yang paling rendah dalam kemasyarakatan dengan cara memajukan perekonomian dan semangat dagang di kalangan pribumi, memberikan bantuan kepada para anggota perkumpulan, memajuan pendidikan, menghilangkan salah pengertian mengenai agama Islam dan juga memajukan kehidupan keagamaan. Sejak tahun 1911 SI pun menempuh 18
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007, Hlm 65
17
garis perjuangan di berbagai lapisan, dengan ikut aktif dalam pemerintahan parlementer serta evolusioner, artinya organisasi pergerakan ini mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. SI yang merupakan organisasi pergerakan tersebut pun timbul karena adanya tekanan yang di rasakan oleh pedagang pribumi terhadap persaingan dagang dengan orang-orang China yang memiliki modal besar. Dalam hal ini SI muncul di Bekasi sebagai organisasi yang menuntun adanya perubahan dalam status maupun kehidupan masyarakat pribumi Bekasi, melalui perjuangan-perjuangannya yang dikukuhkan dalam anggaran dasar organisasi ini yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan pribumi sehingga mereka tidak tertindas dan tidak lagi mengikuti aturan yang telah berkembang di masyarakat pribumi yaitu selalu menuruti aturan pemerintah dengan menghinakan diri sendiri. Oleh karena itu berdasarka uraian fakta di atas studi ini ingin menguji teori gerakan sosial dengan pendekatan konflik yang dikemukakan oleh Rafael Raga Maran. Rafael mengatakan bahwa masalah sosial dan masalah ekonomi adalah yang menyebabkan timbulnya gerakan sosial menentang pemerintah. 19 Masalah sosial yang terjadi adalah penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kekuasaan.
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini terbagi dalam lima sub bab pembahasan, adapun dari masing-masing bab tersebut membahas permasalahan sebagai berikut:
19
Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007, Hlm 78
18
BAB I Berisikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dari fokus kajian penulisan, pembatasan dan perumusan masalah, metode penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan. BAB II Menjelaskan tentang letak geografis dan keadaan alam, kondisi budaya dan keagamaan masyarakat Bekasi, serta kondisi ekonomi, dan terakhir membahas tentang kondisi politik di Bekasi dalam kurun waktu 1913-1914. BAB III Menjelaskan tentang sejarah singkat berdiri dan perkembangan SI di Hindia Belanda, kedatangan dan perkembangan SI di Bekasi, dan respon pemerintah Bekasi terhadap SI Bekasi. BAB IV Membahas tentang perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam bidang perekonomian masyarakat Bekasi, Sarekat Islam sebagai organisasi pembaharuan Islam di Bekasi, dan Sarekat Islam menghadapi persaingan etnis.
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH BEKASI TAHUN 1913-1914
Dalam sejarahnya nama “Bekasi” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Candrabhaga1, Chandra sendiri memiliki arti bulan lalu diserap kedalam bahasa Jawa kuno menjadi Sasi yang memiliki artian yang sama yaitu bulan, sedangkan Bhaga berarti bagian, jadi secara istilah Candrabhaga bisa diartikan menjadi bagian dari bulan. seiring dengan berjalannya waktu, penduduk pribumi daerah Bekasi pada masa itu mulai merubah pelafalan kata Candrabhaga menjadi Sasibhaga atau Bhagasasi yang kemudian sering disingkat oleh penduduk daerah tersebut menjadi Bhagasi. Pemerintahan kolonialisme Belanda sering menulis kata Bhagasi menjadi Baccasie, kata itulah yang dipakai hingga sekarang yaitu “Bekasi”.2
1
Pada masa kerajaan Hindu-Budha, Distrik Bekasi, berdasarkan beberapa bukti sejarah sudah tertulis dalam beberapa prasasti, antaralain prasasti Cirenteu, Tugu, Kebon Kopi, Jambu, dan Talagajaya, dari beberapa prasasti tersebut, prasasti Tugu adalah prasasti yang paling panjang menulis tentang keterangan mengenai Kerajaan Tarumanegara dan Sungai Chandrabhaga, dalam prasasti Tugu menceritakan tentang penggalian sungai sepanjang 24.448 meter yang dilakukan oleh Raja Punawarman dan para panji-panjinya, sungai ini di berinama Chandrabhaga. Menurut Soehadi letak Chandrabaga ini berada di jalur sungai Cakung, bahkan menurutnya Sungai Chandrabhaga adalah Sungai Cakung, hal ini dapat dilihat dari nama Cakung yang berasal dari dua kata “ca” dan “kung” yang berarti rindu dendam atau mempunyai nafsu cinta. Jadi Sungai Cakung memiliki artian sungai yang mengandug cinta dan berhubungan dengan Sungai Chandrabhaga yang dibagun oleh Raja Punawarman untuk menyuburkan hasil pertanian rakyat dalam rangka menciptakan kesejah teraan dan kemakmuran dalam kehidupan rakyatnya. (Harun Alrasyid,dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, 2006, hlm 1) 2 Harun Alrasyid, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002. Hlm 26
19
20
A. Letak Geografis dan Keadaan Alam Pada masa Hindia-Belanda, Bekasi merupakan salah satu distrik3 Regentschap Meester Cornelis (Kabupaten Jatinegara) yang terbagi dalam empat distrik yaitu Meester Cornelis, Kebayoran, Cikarang dan Bekasi. Hal ini berdasarkan Staatsblad (Lembaran negara) tahun1926 nomer 383 yang disahkan pada tanggal 14 Agustus 1925 yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1926.4 Distrik Bekasi sendiri dibagi lagi ke dalam tiga Ordendistrik (kecamatan) yang meliputi Bekasi, Tambun, dan Cililitan. Secara geografis Bekasi terletak di antara pantai utara pulau Jawa yang memebujur antara 1060 48 79-1700 77’29 BT dan 60 10-60 30 LS, dengan luas wilayah sekitar 39.000 hektar.5 Kondisi geologi wilayah Bekasi didominasi oleh Pleistocene Volcanic Facies. Keadaan topografi Bekasi pada umumnya relatif datar, dengan kemiringan lahan berkisar antara 0-25% daerah ini rata-rata memiliki ketinggian kurang dari 25 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah di Bekasi terbagi dalam tiga kalasifikasi yaitu halus, sedang, dan kasar6 selain itu Bekasi dikelilingi oleh jalur pegunungan, pengunungan yang mengelilingi Bekasi diantaranya adalah Gunung Gede, Gunung Pangarong, dan Gunung Salak jadi tidak heran jika jenis tanah di Bekasi umumnya dipengaruhi oleh unsur vulkanisme dan tektonik yang berasal dari aktifitas letusan gunung-gunung 3
Pada masa Hindia Belanda, distrik adalah daerah setingkat kewedanaan di bawah Regentschap atau kabupaten. 4 Regeeringsalmanak van nederlandsch-indie 1913 dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 9 5 Abdurracham Surjomiharjo, pemekaran kota Jakarta, Jakarta :djambatan 1977, hlm 2-3, dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 10 6 Suparman Nana, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, Bekasi: Rahman Prees,1989, Hlm 240-241
21
tersebut hal ini pula yang menyebabkan tanah di Bekasi sangat subur untuk ditanam tumbuh-tumbuhan seperti padi, palawija, buah-buahan, dan lain-lain. Wilayah Bekasi berbatasan dengan Distrik Meester Cornelis dan Regentschap Batavia di sebelah Barat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Regentschap Buitenzorg dan Residen Cianjur, sedangkan di sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Cikarang, Residen Karawang, Laut Jawa dan Kepulauan Seribu.7 Di bagian Utara dan Selatan Bekasi, terdapat jalan Residen yang menghubungkan Batavia dengan wilayah lain di timur Bekasi, selain itu terdapat jalur kereta api yang menghubungkan antara Batavia-Bandung melalui jalur Cikampek, jalur kereta api ini sudah dibangun sejak tahun 1887. Pusat pemerintahan Bekasi terletak di Orderdistrik Bekasi yang ditandai dengan keberadaan alun-alun yang menjadi pusat kegiatan penduduk. Di sebelah selatan alun-alun terdapat kantor kewedanan, kejaksaan dan penjara, sedangka di sebelah timur terdapat rumah kediaman wedana, sebelah barat alun-alun terdapat masjid yang bernama Masjid Agung Al-Barkah.8 Kesuburan tanah di Distrik Bekasi dimanfaatkan dengan baik oleh para penduduknya, sehingga tanah-tanah tersebut dijadikan lahan pertanian padi, palawija dan buah-buahan yang sangat produktif, di daerah Bekasi hampir seluruhnya adalah tanah-tanah untuk pesawahan dan perkebunan yang luasnya kurang lebih 65.000 Ha jadi tidak mengherankan jika sebagian besar penduduk
8
Abdurracham Surjomiharjo, pemekaran kota Jakarta, Jakarta :djambatan 1977, hlm 2-3, dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 18
22
Bekasi bekerja sebagai petani.9 Selain itu Bekasi juga terkenal dengan daerah perkebunan karet, terutama di daerah Bojongrangkong (saat ini Cakung), Pondokgede, dan Tambun. Sedangkan bagian Utara Distrik Bekasi merupaka daerah rawa-rawa yang tidak bisa dipakai untuk lahan persawahan. Biasanya oleh penduduk pribumi tanah rawa-rawa tersebut ditanami tumbuhan palawija, terutama ketela dan bawang merah.10 Untuk tanaman buah-buhahan sendiri mempunyai daerah penghasilnya yaitu daerah Setu dan Lemah. Karena terkenal dengan tanahnya yang subur, tidak heran pada masa itu banyak orang dari daerah melakukan migrasi ke daerah Bekasi dan bermukim di Bekasi. Sayangnya pemerintah tidak memberikan tanah tersebut dengan cuma-cuma kepada para penduduk pribumi untuk digarap. Mereka dikenakan kewajiban membayar cukai sebanyak 20% dari hasil panen mereka kepada tuan tanah, selain itu pada masa itu pula di daerah ini terdapat sistem tanah partikelir11. Pada dasarnya sebuah daerah yang memiliki kualitas kesuburan tanah yang baik, iklim dan curah hujan yang baik, dapat melakukan panen hasil tani
9
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006) hlm 18 10 Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 19 11 Sistem tanah partikelir ini timbul sebagai akibat dari praktik-praktik penjualan dan penyewaan tanah milik penduduk pribumi yang dilakukan oleh Belanda. Hal ini berlangsung sejak jaman VOC hingga kedatangan Jepang di Indonesia pada tahun 1942. bermula pada masa Hendrik Jwaar De Croon, daerah-daerah muara seperti kampung Bugis, Kabang Bungi dan Balubuk di Bekasi diserahkan kepada seorang bernama Johanes untuk kepentingan ekonomi, dan dibuatlah lalulintas dari Cikarang hingga Tanjung Pura. Untuk kepentingan tersebut Belanda juga menyewakan tanah-tanah di sebelah selatan Sungai Cikarang, disebelah Timur Sungai Apamingkis sampai Sungai Cibeet dan Muara Gembong kepada orang Belanda dan saudagar China dari sana lah asal timbulnya praktek tanah partikelir (Nana Suparman, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, hlm 216). Tanah partikelir ini sangat merugikan penduduk pribumi pada saat itu dikarenakan pengalihan kepemilikan tanah lebih banyak dilaksanakan dengan cara pemaksaan dan perampasan agar penduduk pribumi mau menjual tanah mereka dengan harga yang sangat murah. Para pedangan yang memiliki dana besar khususnya etnis China dapat membeli atau menyewa tanah-tanah tersebut, Hal itu lah yang menyebabkan munculnya para tuan tanah. (Harun Alrasyid,dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, 2006, hlm 17)
23
sebanyak dua kali12 akan tetapi pesawahan di Bekasi yang memiliki kriteria tersebut hanya melakukan penanaman padi satu kali dalam setahun yaitu hanya pada saat musim rending, hal ini dikarenakan dalam hal pengelolaan tanah, para petani masih melakukannya secara tradisional,
dalam sistem pengairan
persawahan di Bekasi masih mengandalkan curah hujan yang berlangsung antara bulan September hingga Maret setiap tahunnya, oleh karena itu, pada musim panas yang berlangsung pada bulan April hingga September areal pertanian di Bekasi umumnya mengalami kekeringan, para petani di Bekasi tidak bisa mengandalkan perairan lain seperti sungai dan rawa-rawa karena perairan rawa tidak banyak menyumbangkan airnya lewat dari satu bulan di musim kemarau, sedangkan letaknya yang lebih rendah dari dataran membuat petani kesulitan mengalirkan air sungai ke area pesawahan mereka. Pada abad ke-20 dalam kedudukan hukum dan ekonomi di Hindia Belanda, terjadi penggolongan tingkatan masyarakat, golongan teratas tentu saja diduduki oleh orang-orang Eropa, golongan kedua yaitu Timur Asing yang terdiri dari etnis China, Arab, dan India, sedangkan golongan paling bawah diduduki oleh kaum pribumi. Perbedaan antara masyarakat strata teratas dan strata terbawah tersebut ditandai dengan pakaian dan bahas yang mereka gunakan,13 masyarakat pribumi hanya diperbolehkan menggunakan sarung, mereka tidak boleh mengenakan celana panjang Eropa. Selain dibedakanya pakain dan bahasa, diberlakukan juga perbedaan dalam hal penetapan gaji antara orang Eropa dengan kaum pribumi padahal ijazah yang mereka miliki sama, pemerintah beralsan 12
Egbert de Vries, Pertanian dan Kemiskinan di Jawa, Jakarta: Yayasan Obor, 1985.
Hlm 21 13
Hussein Wijaya, Seni Budaya Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976, hlm 30
24
karena orang bumiputera lebih sedikit kebutuhan hidupnya, padahal orang pribumi sama banyak kebutuhannya dengan orang-orang Eropa.14 Untuk etnis China dan Arab sendiri biasanya bermukim di pusat kota dan daerah aktifitas perdagangan karena kebanyakan dari mereka adalah bekerja sebagai pedagang. Stratifikasi penduduk tersebut pun berlaku pula di Bekasi, penduduk pribumi berada di posisi strata terbawah dalam sistem kemasyarakatan. Di Bekasi sendiri terdapat dua etnis pribumi yang menonjol yaitu etnis Sunda dan MelayuBetawi. Selain itu terdapat pula etnis-etnis lain seperti Ambon, Padang, dan Batak. Keberadaan etnis lain selain Sunda dan Melayu-Betawi di Bekasi, menunjukan adanya perkembangan mobilitas penduduk yang tinggi di daerah itu. Dapat dikatakan kesuburan tanah dan melimpahnya hasil bumi di Bekasi, menjadi pemicu berdatangannya penduduk etnis-etnis lain tersebut untuk bermukim di Bekasi. Adaanya pembanguna sarana transportasi antar Batavia-Karawang, serta jalur kereta api besar yang menghubungkan Batavia-Bandung juga memudahkan mereka untuk mendatangi Bekasi.15 Di Bekasi lebih tepatnya di kampung Jatinegara terdapat juga beberapa kelompok penduduk yang mengangap dirinya adalah keturunan dari keluarga ningrat dari bupati-bupati Sunda, bupati-bupati Cianjur serta keturunan sultansultan Batam yang hidup terpencil di tengah-tengah penduduk, mereka selalu membanggakan asal-usul keturunan mereka tersebut yang sesungguhnya tidak terbukti benar, akantetapi air muka dan bahasa Sunda mereka yang halus dan
14
A.P.E Korver, Sarekat Islam, Gerakan Ratu Adil (terjemahan), Jakarta: PT Grafitipers, 1986, hlm 46 15 Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa, (Bekasi: Badan Pemberdaya Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006). Hlm 20
25
tingkah laku mereka berbeda dengan penduduk pribumi biasanya. 16 Selain itu terdapat pula suatu pemukiman kecil yang letaknya terpencil di daerah Kecamatan Cililitan yang terdiri dari penduduk pendatang beragama Kristen. Daerah ini dinamai kampung Tugu, mereka merupakan keturunan Portugis yang datang dan menetap sejak abad ke-17.17
B. Kondisi Budaya dan Agama Masyarakat di Distrik Bekasi. 1. Kondisi Budaya Masyarakat Bekasi Banyak orang berpendapat kebudayaan Bekasi adalah kebudayaan Betawi, hal itu dapat dikatakan benar karena mayoritas masyarakat Bekasi pada saat itu adalah etnis Betawi-Sunda. Tidak bisa dipungkiri bahwa Batavia telah memberikan sumbangan kebudayaan kepada masyarakat Bekasi terutama kebudayaan Betawi, bagi masyarakat Batavia, kebijakan J.P. Ceon yang membentuk sebuah wilayah yang khusus berupa weltervreden setingkat daerah kota praja, dampak dari pembentukan weltervreden dengan membentuk sebuah zone untuk menjaga terutama di sebelah timur dan barat Batavia yaitu daerah Bekasi dan Tenggerang, justu memperkaya khazanah kebudayaan di daerah Bekasi yang dapat dikatakan daerah Ommelanden yang memiliki kebudayaan yang berbeda dari Batavia. Perbedaan antara Betawisme Bekasi dengan Betawisme Batavia, salah satunya dapat dilihat dari dieleknya, jika Betawi Batavia banyak menggunakan vocal e di akhir
16
J. Tideman“Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Jakarta: Bhratara, 1974. Hlm 61 17 J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia. Hlm 61-62
26
kata contohnya kemane, iye, aye. Sebaliknya jika betawi Bekasi tidak menggunakan huruf voal e, melainkan a di akhir kata contohnya kemana, iya, aya18 Masyarakat Distrik Bekasi dikenal sebagai masyarakat Sub-Urban, kesuburan tanah dan melimpahnya hasil bumi di Bekasi, menjadi pemicu penduduk luar Bekasi diantaranya seperti Bali, Melayu, Bugis, Jawa, China, Arab, dan lain-lain, untuk bermigrasi dan bermukim di Bekasi, kebudayaan Bekasi pun mulai mendapat pengaruh dari unsur budaya-budaya lain. Kebudayaan asli Bekasi diperkirakan mengalami proses marginalisasi budaya bukan hanya akibat dari masuknya unsur budaya dari para pendatang tetapi juga karena sikap terbuka dan keinginan masyarakat pribumi Bekasi untuk mengembangkan dan melestarikan budayanya sendiri. Penduduk pribumi Bekasi khususnya etnis Betawi-Sunda memang dikenal sebagai masyarakat yang memiliki toleransi, keterbukaan serta keramah tamahan yang tinggi. Jadi tidak mengherankan ketika banyak orang-orang dari suku lainnya di daerah Hindia Belanda bermigrasi ke Bekasi pada masa itu dapat dengan mudah berbaur dengan mereka.19 Selain itu profesi mereka yang sebagian besar adalah petani khususnya petani perkebunan, biasanya langsung menjual hasil perkebunannya sendiri di daerah perdagangan di pusat pemerintahan Bekasi yang terletak di orderdistrik Bekasi, hal inilah yang dapat mempermudah proses pengembangan kebudayaan Bekasi karena adanya 18
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, Bekasi: Dinas Olahraga, Kebudayaan, dan Kepariwisataan Pemerintah Bekasi, 2009. Hlm 195 19 Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, Hlm 182 dan 185
27
interaksi yang mereka lakukan ketika melakukan kegiatan jual-beli, dan setelah selesai berdagang, petani tersebut pun kembali ke tempat tinggal mereka di kampung-kampung asalnya, inilah yang dapat mengindikasikan bahwa daerah Bekasi sudah sedikit mengalami perubahan menjadi ke arah perkotaan. Faktor-faktor
yang
disebutkan
sebelumnya
membuat
Bekasi
mengalami asimilasi20 serta akulturasi21 kebudayaan dari masyarakat Bekasi yang melakukan perdagangan serta masyarakat luar yang melakukkan migrasi tersebut khusunya dari suku Bali, Melayu, Bugis, Jawa, China, Arab, dan lain-lain. Akulturasi kebudayaan Bekasi dengan budaya-budaya lain tersebut, bisa dilihat dari kesenian topeng Bekasi, dalam alunan musik pengiring topeng Bekasi dapat menunjukkan ciri khas dari Bali, Jawa, dan Sunda. Selain dipengaruhi oleh bahasa Sunda, Jawa, dan Bali, bahasa betawi di Bekasi juga dipengaruhi oleh unsur-uncur bahasa China, orang Bekasi biasa menghitung dengan menggunakan bahasa China seperti goceng, cepe, gocap.22 Agama Islam juga memiliki kontribusi yang besar terhadap kebudayaan di Bekasi yang memang menjadi agama mayoritas di sana. Dengan segala sistem peribadatannya, nilai-nilai dan kaidahnya, agama Islam menjadi pengikat dan cirikhas bagi masyarakat pribumi Bekasi, sebagai contoh dalam istilah “kualat” dan “ketullah”, sebelum kedatangan Islam di
20
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, asimilasi adalah penyesuaian (peleburan) sifat asli yang dimiliki dengan sifat lingkungan sekitar. 21 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. 22 Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi, hlm 185
28
Distrik Bekasi, istilah tersebut berarti bencana atau nasib buruk yang menimpah seseorang yang merendahkan kekuatan magis akan tetapi ketika masuknya Islam, istilah kualat dan ketullah berubah pengertian menjadi nasib buruk yang menimpah seseorang akibat durhaka kepada orang tua atau orang yang lebih tua. Ketika masyarakat Bekasi khususnya etnis betawi bertemu orang-orang yang mereka kenal, meraka selalu menyapa dan mengucapkan salam dengan ucapan “Assalamualaikum” dan sebagainya.23 2. Kondisi Keagamaan Masyarakat Bekasi Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa agama Islam dalam masyarakat Bekasi sangat berkontribusi terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat di sana, mayoritas penduduk Bekasi pada masa itu adalah penganut Islam yang taat. Dalam sejarahnya, Islam telah masuk dan menyebar ke wilayah ini pada abad ke-16 yang dilakukan oleh para pengikut Fatahillah di antaranya adalah dua orang keturunan dari Sultan Sultan Abdul Fatah Banten bernama K.H Kandong di kampung Jati Keramat, desa Jatibening dan RH Shoheh di desa Jakasampurna, Bekasi Selatan.24 Nuansa keislaman sangat kental dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bekasi. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana mereka bertegur sapa dengan mengucapkan “assalamualaikum” ketika bertemu dengan sesama mereka. Masyarakat pribumi Bekasi yang pada umumnya beretnis BetawiSunda sangat memegang teguh agama Islam. hal itu dapat dibuktikan dengan adanya fakta bahwa selama tiga abad lebih kedatangan Belanda dengan iman 23
Andi Sopandi, ibid, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 182 dan 185 24 Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 5
29
Kristen Protestannya untuk menjajah Indonesia, jarang sekali terdengar anak betawi yang menjadi murtad menjadi beragama Kristen, karena menurut mereka jika masuk agama Kristen dan menjadi murtad merupakan aib bagi mereka.25 Akan tetapi pada kenyataannya sebagian dari mereka hanya memandang Islam sebagai agama yang mereka anut saja, bagi mereka agama Islam hanya menjadi identitas, bukan sebagai pandangan dan tuntunan hidup mereka, walaupun demikian, mereka sangat tidak suka jika disebut bukan orang Islam. Hingga pada tahun 1913, awal kedatangan SI di Bekasi, masyarakat kalangan bawah Bekasi seperti para petani penggarap, masih belum memahami ajaran agama Islam dengan baik, karena mereka lebih disibukkan dengan pekerjaan menggarap sawah daripada mempelajari agama mereka sendiri yaitu Islam, dalam hal beribadah bahkan mayoritas dari mereka mengabaikan kewajiban sholat lima waktu, banyak dari mereka yang enggan menjadi anggota suatu organisasi pergerakan rakyat bernama Sarekat Islam hanya karena organisasi ini mewajiabkan setiap anggotanya untuk melaksanakan sholat lima waktu26, untuk pergi ke masjid atau langgar pun sangat jarang mereka lakukan,27 sedangkan bangunan sarana ibadah seperti masjid sangat sedikit jumlahnya, bahkan pada tahun itu hanya terdapat satu masjid, itupun terletak di daerah pusat pemerintahan. Akan tetapi tidak semua masyarakat kalangan kecil tidak mempelajari agama Islam, sebagian dari 25
Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994. hal 211 26 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm 142 27 Afschrift No. 27, mailrapport No. 22/7-13-46/1
30
mereka cukup tekun mempelajari agama Islam sayangnya tingkat pendidikan dan pengajaran yang mereka terima dari para guru ngaji mereka pada masa itu sangat terbatas. Guru ngaji yang memiliki peranan dalam memberikan pengetahuan keagamaan kepada mereka, dan orang yang mereka jadika panutan terhapat kehidupan keagamaan mereka, hanya memberikan pengajaran agama Islam sesuai dengan pengetahuan yang dia miliki, pengajaran yang guru ngaji di Bekasi berikan kepada para muridnya masih bersifat tradisional yaitu seputar pengenalan huruf Arab, membaca dan menghapal Al-Quran, dan pengajaran tentang hukum Islam yang disebut ilmu Fiqih.28 Masyarakat Bekasi yang memperdalam pemahaman keagamaannya dengan baik hanya dari kalangan rakyat menengah, orang kaya serta para haji. Mereka yang benar-benar memperdalam pemahaman dan pengetahuan agama Islam pun tidak jarang menuntut ilmu hingga ke negara-negara Islam seperti Mekkah, biasanya mereka melakukannya sambil menunaikan ibadah haji. Setelah memperdalam dan menyelesaikan pembelajarannya di Mekkah, para pelajar-pelajar itu kemudian pulang ke tanah air sebagai ahli kitab dan bertindak sebagi guru, para guru biasanya mengajarkan tentang hukum Islam, belajar membaca dan Al-Quran, para murid diajarkan pula bagaimana tata cara menjalankan ibadah dalam Islam seperti sholat dan berwudlu, mereka hanya mengikuti pengajaran hingga tamat mengaji (khatam).29
28
skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hlm 24 29 Snouck Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983, hlm 28-29
31
Adanya beberapa organisasi pergerakan yang berideologikan Islam seperti Djamiat Khair, Muhammadiyah dan khususnya SI yang berhasil berkembang dikarenakakan banyak dari masyarakat Distrik Bekasi yang menjadi anggota SI, pun tidak dapat memberikan perubahan bagi pemahaman keagamaan masyaraka Bekasi khususnya kalangan masyarakat miskin dan buruh tani di daerah terpencil seperti kampung-kampung di Distrik Bekasi. Mereka lebih memanfaatkan organisagi tersebut sebagai wadah untuk menampung kemarahan mereka untuk memperdalam keagamaan mereka. Selain penduduk pribumi yang beragama Islam, terdapat pula penduduk yang beragama non Islam di Bekasi, mereka yang beragama non Islam tersebut umumnya adalah para pendatang seperti orang-orang Eropa, Merdijker, Afrika, dan etnis Tionghoa. Di salah satu daerah di Distrik Bekasi lebih tepatnya di suatu pemukiman kecil yang letaknya terpencil di daerah Kecamatan Cililitan yang dinamai kampung Tugu, terdapat pemukiman kecil yang penduduknya mayoritas beragama Kristen, penyebaran agama Kristen di kampung ini dilakukan oleh Leydekker, seorang pendeta Kristen berkebangsaan Eropa, yang dahulunya adalah pemilik tanah di kampung Tugu.30 Terdapat kurang lebih 156 jiwa penduduk beragama Kristen di kampung ini, mereka merupakan keturunan Portugis yang dahulu datang dari Malaka pada abad ke-17 dan telah menjadi suatu jama’at Kristen di Batavia pada saat itu.31
30
Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah, Memori Serah Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Republik Indonesia, 1976, Hlm CXI 31 J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia , Hlm 61-62
32
C. Kondisi Ekonomi Bekasi adalah daerah agraris dengan keadaan tanahnya yang subur, hampir seluruhnya tanah-tanah di Bekasi difungsikan sebagai daerah persawahan, sekitar kurang lebih 65.000 Ha lahan yang dijadikan area pesawahan tersebut bukan hanya ditanami tumbuhan padi, dan ditanami tumbuhan palawija, serta sebagiannya dijadikan daerah perkebunan. Dibandingkan dengan hasil pertanian di daerah Batavia, Bekasi masih lebih unggul dalam hasil panen padinya, jika rata-rata dalam sekali panen Batavia hanya mendapat 15-30 pikul setiap bau, Bekasi bisa menghasilkan 30-40 pikul setiap baunya sehingga terkadang Batavia pun mengandalkan kiriman beras dari Bekasi.32 Sayangnya penduduk Bekasi hanya berprofesi sebagai buruh tani, walaupun Bekasi memiliki tanah yang sangat subur, sistem tanah partikelir di daerah ini menyebabkan kemiskinan yang melanda kaum petani pribumi di daerah itu, mereka tidak dapat menikmati hasil pertanian mereka sepenuhnya karena adanya kewajiban membayar pajak dan pembagian hasil pertanian kepada para tuan tanah. Melimpahnya hasil bumi di Bekasi tidak dapat mensejahterakan kehidupan petani Bekasi dengan adanya sistem tanah partikelir.33 Para buruh tani biasa diberi upah atas kerja tiap tengah hari oleh para tuan tanah sebanyak f 0,11 (11 sen), dari jumlah upah tersebut, sebesar f 0,10 (10 sen) untuk para penanam dan yang f 0,01 (1 sen) untuk kepala mandor yaitu kepala kelompok penanam.34
32
J.Tideman, “Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Hlm 68. 33 Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 175 34 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (terjemahan Arsip Sarekat Islam Lokal), Yogyakarta: Gadjah mada University press, 1979. Hlm 34
33
Melihat kemiskinan dan kesengsaraan kaum buruh tani Bekasi di bawah kekuasaan para tuan tanah China, pemerintahan Hindia Belanda pun berupaya mensejahterakan kehidupan penduduk pribumi Bekasi, berdasarkan staatsblad 1913 no 207 yang dibuat agar tanah-tanah partikelir di Bekasi tersebut diusahakan untuk dikembalikan kepada pemerintah, menjadi tanah negri sehingga tanah partikelir yang sudah dibeli tersebut bisa dikembalikan kepada pemilik sebenarnya yaitu kaum pribumi.35 Akan tetapi sangat disayangkan karena pada kenyataannya kebijakan ini tidak dijalankan dengan baik, sehingga tidak memberikan perubahan sedikitpun terhadap keberadaan tanah partikelir di Bekasi. Bahkan hingga tahun 1934, dalam laporannya L.G.C.A Van der Hoek menyatakan bahwa tanah Distrik Bekasi dan Cikarang masih seluruhnya tanah partikelir.36 Selain menjadi petani, masyarakat Bekasi pada masa itu juga berprofesi sebagai pemotong rumput, guru ngaji dan pedagang dengan sekala kecil. Mereka mendagangkan dagangannya dengan cara membuka warung-warung atau memasarkan dengan berkeliling menjajakan ke kampung-kampung, dagangan yang mereka jual lebih banyak berupa makanan khas mereka seperti: tape uli, krak telor, dodol, gado-gado, asinan, dan lainnya. Mayoritas masyarakat pribumi Bekasi berpenghasilan menengah kebawah hanya sebagian dari mereka dapat dikatakan golongan menengah ke atas di antaranya adalah para haji, pejabat
35
Memori Van ovarge, residen Batavia (P.H. Willemse), 26 Oktober 1931, dalam memori sejarah jabatan 1921-1930 36 Williams, Lea E, Overseas Chinese Natinalism : the genesis of Chinese movements in Indonesian 1900-1916, New York: Cornell University. Hlm 266 dalam Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia hlm 35
34
pemerintahan, serta mandor dan lain-lain.37 Sedangkan masyarakat yang bermukim di daerah sebelah Utara serta di daerah pesisir pantai, mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan tardisional. Selain itu golongan elit dan orang kaya disandang oleh orang-orang Eropa dan etnis China hal ini bisa dilihat dari kepemilikan tanah partikelir yang kebanyakan dimiliki oleh tuan tanah beretnis China, selain menjadi tuan tanah mereka juga berprofesi sebagai pedagang
bersamaan
dengan
para
pedagang
Arab,
biasanya
mereka
memperdagangkan batik, keramik, kurma, kain dan lain-lain.38 Mereka juga membuka warung koperasi untuk memperdagangkan kebutuhan sehari-hari. Untuk memperbanyak harta, para etnis China banyak yang berprofesi sebagai rentenir yang tidak segan-segan memberikan bunga yang besar kepada orangorang yg meminjam uang kepada mereka.
D. Kondisi politik Pada awal abad ke-20 pemerintah kolonial membuat suatu kebijakan yang dinamai kebijakan politik etis atau hutang kehormatan, pada saat itu diterapkanlah politok etis untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi rakyat Indonesia serta mempersiapkan mereka ikut andil dalam pemerintahan Hindia Belanda. Dengan disahkannya kebijakan politik etis, secara tidak langsung berakibat pada keterlibantan langsung pemerintah kolonial dalam urusan-urusan Indonesia.39
37
Andi Sopandi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarah dan Budaya Masyarakat Bekasi. Hlm 176 dan 180 38 J.Tideman, Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia , Hlm 84-85 39 Ruth McVey “Kemunculan Komunisme di Indonesia”. Depok: Komunitas Bambu, 2010. Hlm 12
35
Meski terdapat satu keutuhan dalam menjalankan kebijakan pemerintah Hindia Belanda, akan tetapi sejak dibentuknya gemente (kotapraja) Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg, menjadi awal diterapkannya pembagian pejabat pemerintah ke dalam dua jenis yakni pejabat Eropa dan pejabat dari kalangan pribumi yang biasa disebut dengan pangrehpraja yang biasanya diduduki oleh kalangan elit dan bangsawan setempat, adanya kalangan pribumi di dalam pemerintahan Hindia Belanda diawali sejak terjadinya perang Jawa. Pada waktu itu pemerintah kolonial menyadari betapa dibutuhkannya peranan para pemimpin pangrehpraja dalam pemerintahan.40 Dalam struktur pemerintahan, pangrehpraja terdiri atas patih, wedana, camat, kepala kampung dan kepala desa. Dalam struktur pemerintahan Hindia Belanda penguasa tertinggi di wilayah penjajahan adalah gubernur jendral, dalam melakukan pekerjaannya, gubernur jendral dibantu oleh sekertaris jendral. Sedangkan dalam pejabat pribumi, jabatan tertinggi adalah bupati yang wilayah kekuasaannya meliputi kabupaten, dan bersama-sama dengan asisten residen menjalankan administrasi pemerintahan dalam satu wilayah yang sama. Sedangkan di bawah bupati terdapat jabatan wedana yang luas kekuasaanya meliputi kewedanan yang dibantu oleh beberapa orang wedana. Di daerah yang memberlakukan sistem penguasaan tanah, biasanya jabatan pengrehpraja setelah asisten wedana adalah camat, juragan dan kepala kampung. Akan tetapi jika di tanah partikelir seperti di Bekasi, hanya sampai di asisten wedana, karena kepala desa, camat, juragan, dan kepala kampung dipilih oleh tuan tanah langsung atas persetujuan residen. Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa dibantu oleh 40
Ali Anwar, Gerakan Protes Petani Bekasi: Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir. Hlm 37-38
36
seorang juru tulis, kepala kampung, amil, seorang pencala (pegawai politik desa), seorang pesuruh desa, dan seorang uli-ulu (penguasa pengairan), yang menggaji mereka tentu saja pemilik tanah tersebut. 41 Tugas penguasa bukan saja sebagai pengendali urusan administrasi dan penarikan pajak, tetapi juga bertindak sebagai penegak hukum yang adil serta menjadi pelindung masyarakat. Akan tetapi pada prakteknya pemerintah Hindia Belanda lebih berpihak kepada para elit dan orang-orang kaya, pemerintah lebih banyak memberikan kemudahan-kemudahan dan membela kepentingan tuan tanah ketimbang masyarakat pribumi. Hal ini dapat kita lihat dari dilaksanakannya kebijakan Staatsblad No 207 tahun 1913 yang berlaku di Bekasi, menjadi bukti lebih berpihaknya pemerintah Hindia Belanda kepada kalangan elit seperti tuan tanah. Pada awalnya kebijakan ini terkesan berpihak kepada penduduk pribumi dikarenakan kebijakan ini berisi pernyataan agar tanah-tanah partikelir di Bekasi tersebut diusahakan untuk di kembalikan kepada pemerintah. Akan tetapi hingga tahun 1934, dalam laporannya L.G.C.A Van der Hoek menyatakan bahwa tanah Distrik Bekasi dan Cikarang masih seluruhnya tanah partikelir. Hal itu dapat dikarenakan bahwa pemerintah Hindia Belanda tidak serius menyelesaikan masalah tanah partikelir tersebut, pemerintahan Hindia Belanda terkesan berpihak kepada para tuan tanah di Bekasi. Dengan terjadinya perubahan politik yang bersifat liberal di Belanda, pemerintah Hindia Belanda pun memberikan kebebasan untuk berorganisasi kepada masyarakat Hindia Belanda, peluang ini dimanfaatkan oleh beberapa 41
J.Tideman, “Penduduk Kabupaten-Kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Jakarta: Bhratara, 1974. Hlm 54.
37
kalangan terpelajar yang memiliki rasa nasionalisme tinggi, untuk membentuk beberapa organisasi kemasyarakatan seperti Boedi Oetomo (BO), Indische Partij (IP), Sarekat Islam (SI), Indische Social Democratische Vereninging (ISDV) dan lain-lain, kecuali SI, berbagai organisasi masa tersebut kurang mendapat perhatian di kalangan sebagaian besar penduduk Bekasi, SI sendiri muncul di Bekasi pada Mei 1913 dengan membawa tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat pribumi khususnya yang beragama Islam, keberadaan SI di Bekasi disambut dengan harapan besar penduduk Bekasi berbeda dengan organisasi pergerakan lainnya yang tidak mendapatkan tempat di kalangan penduduk Bekasi pada masa itu. Pada awal keberadaannya, SI menjadi wadah penampung keluhan petani Bekasi yang dibayar murah oleh tuan tanah, melalui organisasi ini, mereka menuntut adanya keadilan dalam sistem pengupahan karena pada saat itu upah yang didapatkan para buru tani sangat rendah dan tidak sesuai dengan tenaga yang telah banyak mereka keluarkan, dengan rendahnya upah tersebut para tani sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan pokok yang harganya semakin naik. Hal pertama yang dilakukan SI Bekasi untuk meringankan beban para tani tersebut adalah dengan menuntut penaikkan upah kepada para tuan tanah yang awalnya hanya f 0,11 (11 sen) menjadi f 0,25 (25 sen) per setengah hari.42 Dalam perkembangannya SI Bekasi kemudian menjadi kekuatan yang dominan ketika berhadapan dengan para tuan tanah. Sejak awal kedatangannya pada tahun 1913 SI telah menjadi organisasi pergerakan berbagai protes dan boikot yang dilakukan 42
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), Yogyakarta: Gadjahmada University press, 1979. hlm 34
38
penduduk Bekasi sebagai upaya penentang berbagai penindasan yang mereka terima dari tuan tanah, para pangrehpraja, serta pejabat Eropa. Mereka melakuan protes dengan cara pemogokan kerja wajib. Selain melakukan protes terdapat pula usaha meningkatkan perekonomian yang dilakukan SI dengan cara membangun koperasi yang diberi nama Warung Aandeel.43 Rintangan yang dialami SI Bekasi bukan hanya berasal dari para tuan tanah melainkan juga berasal dari residen Meester Cornelis dan Wedana Bekasi baik pejabat pribumi ataupun Eropa. Selain ketidak seimbangan pemihakan pemerintah Hindia Belanda juga dapat dilihat dari lebih diistimewakannya organisasi pesaing SI yaitu Kong Djie Hin yang beranggotakan para tuan tanah Tionghoa oleh pemerintah Hindia Belanda ketimbang organisasi SI yang lebih banyak berangotakan rakyat pribumi. Anggota-anggota perkumpulan ini lebih diutamakan daripada anggota-anggota SI, persaingan antar dua organisasi yang berbeda etnis ini pun tidak bisa dielakkan.44 Cohen pun mengambil tindakan untuk lebih melemahkan organisasi ini dengan mengubah namanya menjadi Djoemiatul Islamijah (DI), Hal ini dilakukan untuk melemahkan pengaruh SI di Distrik Bekasi karena dengan diubahnya SI Distrik Bekasi menjadi DI maka mereka tidak dapat melakukan tuntasan hak mereka.
43
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan),. Hlm 48 Arsip Nasional Republik Indonesia, Sarekat Islam Lokal, hlm 45-46
44
BAB III KEDATANGAN DAN BERKEMBANGNYA SAREKAT ISLAM DI BEKASI
A. Sekilas Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Sarekat Islam di Hindia Belanda Sarekat Islam didirikan pada tanggal 11 November 1912 di daerah Solo, Surakarta pada awal didirikannya, organisasi ini memfokuskan perhatian terhadap masalah-masalah internal organisasi ini, termasuk di dalamnya usaha untuk mencari pimpinan, penyusunan anggaran dasar dan hubungan antara organisasi pusat dengan organisasi di daerah-daerah. Anggaran dasar yang pertama dirumuskan oleh Tirtoadisoerjo1. Menurut pemikirannya organisasi ini didirikan dengan alasan sebagai berikut: “Tiap-tipa orang mengetahui bahwa masa yang sekarang ini dianggap zaman kemajuan. Haruslah sekarang kita berhaluan: jangan hendaknya mencari kemajuanitu cuma dengan suara saja. Bagi kita kaum muslimin adalah dipikulnya wajib juga akan turut mencapai tujuan itu, dan oleh karenanya, maka telah kita tetapkanlah mendirikan perhimpunan Sarekat Islam”. Mengenai tujuan dari organisasi itu, anggaran dasarnya mengemukakan bahwa Sarekat Islam “akan berikhtiar supaya anggota-anggotanya satu sama lain bergaul seperti saudara, dan supaya timbullah kerukunan dan tolong menolong satu sama lain antara sekalian kaum muslimin, dan lagi dengan segala daya upaya yang halal dan tidak menyalahi wet-wet negeri (Surakarta) dan wet-wet Gouvernement, berikhtiar mengangkat derajat rakyat agar
1
Raden Mas Tirtoadisurjo adalah seorang pendiri organisasi dagang bernama Sarekat Dagang Islamiyah di Bogor pada tahun 1911, dia adalah seorang lulusan dari sekolah administrasi pemerintahan Belanda bernamma OSVIA. Selain itu juga ia aktif dalam dunia pers yaitu menerbitkan majalah Medan Prijaji.
39
40
menimbulkan kemakmuran, kesejahteraan, dan kebesarannya negeri”.2
Pada awalnya, organisasi ini bernama Sarekat Dagang Islam yang telah berdiri pada tanggal 16 Oktober 1904 oleh H. Samanhoedi yang merupakan seorang pengusaha batik yang cukup sukses pada masa itu. Dikatakan ada dua macam penyebab organisasi ini didirikan, pertama, kompetisi yang meningkat dalam bidang perdagangan batik khususnya dengan golongan etnis China, dengan modal yang lebih besar, mereka berhasil memonopoli penjualan bahan baku sehingga sangat merugikan para pedagang pribumi, dan sikap superioritas orangorang China terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan terjadinya revolusi China pada Oktober 1911,3 sesudah meletusnya revolusi China yang terjadi di negri tersebut, bangsa China yang tinggal di Hindia Belanda mulai menunjukan
keangkuhannya
kepada
penduduk
pribumi
karena
rasa
nasionalismenya yang memuncak.4 Kedua, adalah adanya tekanan yang dilakukan oleh masyarakat pribumi Surakarta pada saat itu khususnya dari kalangan bangsawan Surakarta sendiri5 kepada para pedagang pribumi, kehidupan para bangsawan ini telah merosot secara sosial dan ekonomi dikarenakan jumlah mereka yang makin bertambah sedangkan fungsi dan jabatan kebangsawanan di istana dalam kota yang merupakan pusat kebudayaan keraton Jawa tradisional
2
Tjokroaminoto dalam Fajar Asia 28 Januari 1929; Amelz, H.O.S Tjokroaminoto, Hidup dan Perjuangannya, hlm 95,96; Sarekat Islam, Encyclopaedie van Nederlandsch Indie III, Hlm 695, dalam Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES Indonesia, hlm 116-117. 3 Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES Indonesia), hlm 115 4 Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, (Bandung: Mizan, 1999), hlm 88 5 Delian Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Hlm 115
41
tidak sebanding dengan pertumbuhan kaum ini yang pesat. Pada masa itu kerajinan batik berhasil menjadi komoditas terlaris, hal itu menjadi penyebab timbulnya para pengusaha-pengusaha batik yang menuai kesuksesan dan menjadi kaya melebihi kekayaan para bangsawan tersebut, hal ini menyebabkan lapisan sosial di Solo mulai menghilang. Walaupun demikian, mereka masih keras kepala untuk tetap mempertahankan diberlakukannya berbagai macam aturan yang membedakan status antara bangsawan dan rakyat biasa sepertihalnya rakyat biasa tidak diperbolehkan naik kendar melewati alun-alun keraton.6 Keinginan H. Samanhoedi untuk mendirikan suatu organisasi yang nantinya dinamai Sarekat dagang Islam (SDI) berawal dari bergabungnya beliau dan temannya yang bernama H. Bakri kedalam organisasi China-Jawa yang bernama Kong Sing dengan tujuan untuk saling memberikan bantuan dalam peristiwa kematian dan kelahiran terhadap sesama anggota. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dalam organisasi ini, para anggota beretnis China menjadi lebih dominan dan memberikan perlakuan buruk terhadap anggota etnis Jawa. Oleh sebab itu H. Samanhoedi beserta anggota Kong Sing beretnis Jawa memutuskan untuk meninggalkan organisasi ini dan mendirikan organisasi yang mereka namakan Rekso Rumekso yang dari perkumpulan ini selanjutnya munculah SDI. H. Samanhoedi pernah melakukan kerjasama dengan Tirtoadisoerjo dalam hal usaha penerbitan harian Sarotomo di Semarang,
oleh karena itu orang-orang
mengaitkan perkumpulan ini adalah bagian dari perkumpulan Dagang Sarekat
6
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm
11-12
42
Islamyah yang didirikan oleh Tirtoadisorjo di Bogor.7 Dalam peraturan SDI yang dibuat pada awal berdirinya di Surakarta tahun 1912, untuk menentukan bahwa yang dapat masuk menjadi anggota perkumpulan hanya mereka yang beragama Islam, serta berprofesi sebagai pedagang atau pekerjaan lainnya. Lambat laun kriteria penerimaan anggota dalam anggaran dasar 1912 lebih luas. Menurut ketentuan baru, yang dapat menjadi anggota adalah semua orang yang beragama Islam dan telah mencapai usia minimal delapan belas tahun. Untuk menjadi anggota mereka harus membayar uang pangkal sesuai kesanggupan mereka.8 H.O.S Tjokroaminoto yang anggota SDI asal Surabaya, mengusulkan kepada H. Samanhoedi untuk mengubah nama organisasi ini dari Sarekat Dagang Islam, lalu dihilangkan kata “Dagang”nya menjadi Sarekat Islam, hal itu dimaksud agar organisasi ini tidak hanya menjadi pengikat para pedagang pribumi muslim akan tetapi dikhususkan untuk masyarakat pribumi yang beragama Islam secara Umum. Usulan tersebut pun diterima dan digantilah nama “Sarekat Dagang Islam” menjadi “Sarekat Islam”. Maka dikukuhkan nama tersebut melalui akta notaries pada tanggal 10 september 1912.9 Pada awalnya Tirtoadisoerjo dan H. Samanhoedi terlibat pertengkaran, menurut desas-desus yang berkembang pertengkaran dan berakhirnya
kerjasama yang terjalin diantara keduanya
dikerenakan Tirtoadisoerjo telah menipu pengurus SDI serta uang yang diperuntukkan bagi harian Sarotomo telah dipakai oleh Tirtoadisoerjo untuk menyelamatkan penerbitan harian miliknya sendiri yaitu Medan Prijaji.
7
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 18 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 167 9 M.A Ghani, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984). Hlm 6 8
43
Kemudian H. Samanhoedi yang sebagian besar waktunya tersita untuk berdagang meminta Tjokroaminoto untuk memimpin organisasi tersebut pada bulan Desember 1913.10 Di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto perkumpulan ini mengalami perkembangan yang pesat serta menjadi gerakan kebangsaan. Pada awalnya SI membawa sukses yang luar biasa dalam mendirikan toko-toko koperasi di banyak kota. Pendirian toko-toko koperasi ini adalah cerminan dari keberhasilan organisasi tersebut untuk menggalang permodalan dengan menjual saham. SI di bawah kepempimpinan Tjokroaminoto juga mendapatkan kesuksesan dalam bidang ekonomi karena keberhasilannya bersaing dengan perusahaan China.11 Tjokroaminoto kadang dianggap menjadi “Ratu Adil”, “Raja yang adil” yang diramalkan oleh tradisi mesianik Jawa. Pada awalnya SI menyatakan setia kepada pemerinthan Hindia Belanda. Akan tetapi ketika organisasi tersebut berkembang di desa-desa dan kampung-kampung maka mulai terjadilah tindakan kekerasan. Rakyat pedesaan dan kampung tampaknya lebih menganggap SI sebagai alat untuk bela diri mereka dari jeratan kekuasaan lokal dan kesewenangan yang tidak sanggup mereka hadapi, di sini SI pun menjadi lambang solidaritas bagi para anggotanya yang dipersatukan oleh rasa keditak sukaan terhadap etnis China, pejabat-pejabat Eropa dan serta orang-orang yang bukan anggota SI. Di daerah terpencil tersebut SI melupakan jati diri organisasi ini sebagai organisasi yang bersifat modern.12
10
M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2005,) hlm 347-348. 11 Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, hlm 87 12 M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 347-348.
44
Apa yang menjadi daya tarik organisasi tersebut bagi rakyat kecil ialah kebersamaan sosial yang ditekankan dalam SI. SI sedikit banyak telah berhasil meringankan beban kaum pribumi kecil dan mengurangi rasa tidak berdaya mereka.13 SI berhasil mengolah keresahan rakyat dengan advokasi dan aksi-aksi. Sehingga organisasi ini berhasil menjadi organisasi yang besar. SI pun berkembang dari organisasi kaum pedagang di perkotaan menjadi organisasi kaum miskin, yang menjangkau buruh-buruh pabrik dan petani miskin di pedesaan. Di arsip Idenburg dalam A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil, anggaran dasarnya SI yang disahkan pada 10 September 1912 memiliki tujuan sebagai berikut: “memajukan semangat dagang dikalangan bumiputra, memberikan bantuan kepada para anggota perkumpulan; yang bukan kesalahannya dan tiada dengan kesengajaan berada dalam bermacam-macam kesulitan, memajuan pendidikan rohani dan kepentingan material bumiputra dengan demikian juga membantu meningkatkan kedudukan bumiputra; menghilangkan salah pengertian mengenai agama Islam dan juga memajukan kehidupan keagamaan di kalangan bumiputra sesuai dengan hukum tatacara dan agama tersebut; menempuh segala cara dan menggunakan semua jalan yang diperkenankan dan tidak bertentangan dengan ketentua umum dan adat istiada yang baik” Perjuangan SI dalam memperbaiki dan memajukan kedudukan penduduk pribumi Hindia Belanda, dibagi ke dalam beberapa katagori berikut. Pertama, kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan para anggota khususnya dalam bidang ekonomi dan pendidikan seperti peningkatan pendapatan ekonomi anggota dengan cara kegiatan pembukaan toko-toko koprasi serta
13
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Hlm 88
45
membangun sekolah-sekolah SI. SI mendapatkan kesuksesan dalam mendirikan toko-toko koperasi di beberapa daerah. Untuk mengumpulkan modal, SI menjual saham kepada para anggotanya dari kalangan menegah-atas.14 Kedua, adalah menampung keluhan-keluhan serta meniadakannya dengan cara menampung keluhan-keluhan rakyat kecil yang selanjutnya mereka teruskan kepada pemerintah Hindia Belanda dengan harapan bahwa dengan cara ini masalahmasalah yang dialami rakyat ditemukan penyelesaiannya. Ketiga, meniadakan keluh-kesah dalam bidang ekonomi dan keuangan anggotanya. Selain itu, dalam bidang sosial, mereka memberikan bantuan kepada para anggotanya dalam menghadapi berbagai macam kriminalitas pada peristiwa seperti kematian, dan lain-lain.15 Pendirian organisasi ini tidak semata-mata disebabkan oleh persaingan dengan etnis China akan tetapi juga untuk melawan semua penghinaan dan penindasan terhadap rakyat pribumi, SI berhasil sampai lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad lalu hampir tidak mengalami perubahan dan yang paling banyak mengalami penderitaan. Pada tahun 1913, gubernur jendral Idenburgh memberikan pengakuan badan hukum secara resmi kepada SI, akan tetapi dia tidak mengakui SI sebagai suatu organisasi yang dikendalikan oleh central organisasinya, melainkan hanya cabang-cabang yang bersifat otonom, akibat keputusannya CSI semakin sulit melakukan pengawasanya terhadap perkembangan dan permasalahan yang terjadi di organisasi cabang-cabang SI yang berada di berbagai daerah.16
14
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, hlm 87 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 89 16 M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 349 15
46
Para pemimpin SI memiliki andil yang besar dalam kesuksesan SI untuk menyebarkan SI dan membentuk cabang-cabang di berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya adalah seorang yang bernama Goenawan, yang merupakan pemimpin SI di daerah Jawab Barat, memiliki peranan penting dalam meluasnya daerah persebaran SI. Pada awal tahun 1913 Goenawan mendirikan SI di beberapa daerah di Jawa Barat antara lain Cirebon, Banten, Batavia, Ciamis hingga daerah luar Jawa seperti Palembang, Medan dan Jambi.17 SI berkembang di pulau Jawa dan luar pulau Jawa, akan tetapi Jawa masih tetap menjadi basis kegiatannya.18
B. Berdiri dan Berkembangnya SI di Bekasi Pada tahun 1913, ketua pengurusan SI di Jawa Barat yang bernama Goenawan telah berhasil membentuk sebuah cabang SI di Batavia, di bulan Maret pada tahun tersebut, Goenawan mengirimkan utusan untuk melakukan propaganda dan menyebarluaskan pengaruh SI hingga ke daerah Meester Cornelis (Jatinegara) dan Bultenzorg (Kebayoran), organisasi ini pun berhasil membuat ribuan orang bergabung menjadi anggota. Propagandis yang memiliki peran besar masuknya ribuan orang menjadi anggota di daerah tersebut adalah seorang kepala sekolah bumi putera yang sehari-harinya bertugas di sekolah Openbare Lagere Inlandsche School bernama Raden Danoemihardjo.19 Pada bulan Mei 1913 berdirilah perkumpulan yang merupakan cabang ini di bawah presidium Haji Hidayat, sedang Raden Danumiharja menjabat sebagai wakil presiden yang pada
17
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 180 M.C Rickleft, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, hlm 347-348. 19 Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1975, hlm XIII 18
47
kenyataannya dia-lah pemegang jalannya kepemimpinan. Pada mulanya gerakan ini hanya terbatas pada daerah Mester Cornelis dan Kebayoran. Kemudian propagandanya mulai meluas sampai Distrik Bekasi. Tetapi sejak awal keberadaan organisasi ini di Bekasi segera terlihat perbedaan yang mencolok dengan pergerakan organisasi ini di daerah lainnya di Afdiling ini, hanya saja perbedaan tersebut tidak bersifat positif melainkan dalam artian yang kurang sehat. Pada awalnya berdirinya SI di Meester Cornelis dan Bultenzorg, umumnya organisani ini digerakkan oleh kaum terpelajar, pangrehpraja, dan para pedagang. Tetapi berbeda dengan Distrik Bekasi, di daerah ini para anggotanya didominasi oleh rakyat kecil yang kurang terpelajar seperti para petani, pedagang kecil, para guru ngaji, para haji, jago yang berstatus rampok atau bekas rampok yang membela kepentingan rakyat kecil, serta bekas tuan tanah yang telah dipecat dari jabatannya.20 Kepopuleran SI di Bekasi tidak luput dari jasa Raden Danoemihardjo, dan Djapan seorang mantan mandor Kampung Setu, mereka selalu menyiarkan kehebatan SI hingga ke pelosok kampung di Bekasi. Selain mereka terdapat pula propagandis lain seperti Samioen, Doelkarim, Salam, Sapat, Ngeja, H. Mardjoek, serta H. Ibrahim. Para propagandis SI Bekasi biasanya melakukan propaganda dengan mengumpulkan orang-orang di satu tempat dan menerangkan tentang kehebatan SI, SI datang kepada mereka sebagai penolong bagi rakyat pribumi, dengan cita-cita mereka yang mulia yaitu meningkatkan kualitas kehidupan rakyat pribumi melalui perbaikan bidang ekonomi, pendidikan dan keagamaan, mereka 20
Afschrift No 38. Skripsi Anwar Ali, Gerakan Protes Petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir, hlm 110
48
memberikan janji-janji kepada masyarakat bahwa SI datang sebagai penolong yang menyelamatkan dan melepaskan mereka dari jeratan kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka alami selama ini, bersama-sama dengan SI berjuang untuk melawan tuan tanah China dan Wedana Bekasi yang memperlakukan mereka dengan tidak adil dan semenah-menah, dan secara tidak langsung mereka adalah orang yang menyebabkan penduduk pribumi Bekasi mengalami keterpurukan baik dalam bidang ekonomi maupun edukasi. Jika mereka menjadi anggota SI, maka SI dengan sukarela akan menampung semua keluhan yang dirasakan mereka dan akan disampaikan kepada pemerintah Hindia Belanda. Dikarenakan penduduk Bekasi sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, untuk mengajak para petani tersebut bergabung menjadi anggota, para propagandis juga mengumpulkan mereka dan mengatakan kepada mereka jika SI berkuasa di Jawa, maka semua tanah partikelir di Bekasi yang kepemilikannya masih berada di tangan orang-orang Timur Asing khususnya tuan tanah China, tanah tersebut akan dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya yaitu rakyat pribumi Indonesia.21 Sehingga mereka dapat mengarap tanah milik mereka sendiri dan menikmati sepenuhnya hasil panen mereka tanpa berbagi hasil dengan tuan tanah China. Mereka pun dapat bekerja tanpa tekanan dari siapapun. Karena keinginan untuk merubah nasib, mereka yang ingin hidupnya lebih baik, memilih untuk menjadi bagian dari SI, berkat propaganda yang dilakukan propagandis Bekasi tersebut, sebagian besar masyarakat Distrik Bekasi yang mengharapkan perbaikan nasib, berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi
21
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 81.
49
anggota SI, di antara mereka yang mendaftar sebagian besar berprofesi sebagai buruh tani, pedagang modal kecil, guru gaji, para tokoh agama, para haji, para mantan rampok, serta pejabat yang dipecat oleh pemerintah Hindia Belanda.22 SI diharapkan dapat memberikan perubahan dan mewujudkan keinginan mereka untuk terlepas dari jeratan kemiskinan yang diakibatkan oleh sikap kapitalisme tuan-tuan tanah China. Berkat kegigihan para propagandis SI maka tidak mengherankan jika pada kurun waktu 1913-1914 SI di daerah Batavia, Meester Cornelis berhasil mendapatkan anggota sebanyak + 77.000 jiwa, meski tidak diketahiu berapa banyak jumlahnya, namun di antara daerah-daerah sekitar Batavia, Meester Cornelis, dikatakan daerah Distrik Bekasi lah yang berhasil paling banyak memiliki anggota. Pada hakikatnya, organisasi tingkat yang lebih rendah seperti cabang dan lingkungan, dalam banyak hal kurang efisien dan modern. Voet menyatakan bahwa banyak perkumpulan lokal pergerakan organisasinya lemah karena pengurusnya terlalu sedikit yang berpendidikan, serta tidak cukup memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang keorganisasian. Goenawan pun pernah mengeluhkan banyaknya pemimpin SI setempat tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.23 Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa terdapat perbedaan yang bersifat negatif di Distrik Bekasi dalam hal perjuangan SI Bekasi dikarenakan diantara anggota SI Bekasi terdapat pula oknum-oknum yang kurang baik seperti mantan rampok, yang lebih banyak melakukan perjuangan berupa protes, kerusuhan, boikot, dan pemogokan kerja, hal itu juga disebabkan para 22
Harun Alrasyid, dkk, Sejarah Bekasi dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, (Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002). Hlm 31. 23 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 87
50
propagandis SI Bekasi hanya sedikit yang berpendidikan dan sebagian besar memiliki pendidikan rendah, tidak mengerti atau mereka yang mengetahui tujuan sebenarnya SI lebih memilih tidak memperdulikan dan mengesampingkan perjuangan SI yang sebenarnya yaitu berdasarkan anggaran dasar SI. Selain itu telah disebarkan pula bahwa penduduk pribumi perlu lagi menghormati pemerintah, sebab jika terjadi sesuatu maka tuan Solo pasti akan membantu. Sehingga mereka tidak takut lagi untuk melakukan perlawanan.24 Bagi penduduk pribumi Distrik Bekasi, kehadiran SI bagaikan oasis yang menyegarkan dahaga mereka di tengah padang pasir. Dengan hadirnya SI mereka seperti mendapat sahabat seperjuangan yang membantu mereka untuk menampung segala keluhkesah dan kesengsaraan yang meraka hadapi tersebut. Akan tetapi hal yang sangat disayangkan adalah dalam memperluas pengaruh dan memperbanyak anggota, mulai menonjol sikap permusuhan yang ditunjukan anggota SI terhadap orang-orang yang tidak bersedia menjadi anggota SI dikarenakan mereka tidak merasa dirugikan oleh tuan tanah China dan pemerintah serta malas menunaikan sholat lima waktu yang menjadi syarat untuk memasuki organisasi ini, terhadap mereka anggota SI Bekasi tidak segan-segan melakukan boikot dan paksaan untuk melakukan tekanan terhadap orang sekampung yang belum menjadi anggota atau yang tidak mau menjadi anggota SI agar bersedia menjadi anggota. Wedana Bekasi pernah melaporkan bahwa di distriknya telah berkali-kali terjadi tindakan kasar yang dilakukan oleh beberapa anggota SI kepada orang-orang yang bukan anggota, dan memaksa mereka untuk
24
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan). Hlm 47
51
bergabung menjadi anggota SI.25 Anggota SI juga menolak menghadiri keduri pada orang yang bukan anggota SI dan menolak untuk memandikan jenazah di rumah mereka. Mereka juga tidak lagi membantu yang bukan anggota SI dalam hal pindah rumah atau mendirikan rumah.26 SI melibatkan diri dalam sejumlah isu lokal seperti pertikaian dalam kampung maupun antar kampung, protes ekonomi yang dilakukan secara terang-terangan terhadap para tuan tanah China, kebencian terhadap pangrehpraja dan pejabat Eropa.27 Bahkan telah tersiar pula di Bekasi desas desus, bahwa semua tanah persawahan yang masih di tangan China, boleh diambil kembali oleh penduduk pribumi. Lebih lanjut desas desus itu juga menyatakan bahwa orang-orang China akan dibunuh dan orang-orang Eropa akan diusir dari Bekasi. Gerakan ini pun lambat laun memperkenalkan diri sebagai gerakan yang berbahaya bagi tuan tanah China dan aparatnya, pemerintah Eropa dan pangrehpraja serta penduduk yang bukan anggota.28 Hal ini dapat dilihat dari kejadian yang dilakukan oleh para Modin yang menolak melakukan keduri kepada warga yang bukan anggota SI dan tidak mau memandikan jenazah mereka.29 Selain itu di kampung Tanah Baru di Distrik Bekasi, mereka juga mengganggu suatu pertunjukan wayang topeng yang diselenggaraka oleh sorang warga yang tentu saja bukan anggota SI. SI melakukan pemaksaan kedapa penduduk yang bukan anggota SI dikarenakan mereka berpendapat jika semakin banyak penduduk Bekasi yang menjadi anggota 25
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 130 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 132 27 Afschrift No 38. dalam skripsi Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, hlm 110 28 Taufik Abdullah, ed, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 47 29 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 132 26
52
SI maka keinginan mereka agar masyarakat pribumi dapat hidup lebih sejahtera dan tidak lagi di bawah penindasan serta tekanan pemerintah kolonial dan para tuan tanah China akan lebih cepat terlaksana, sehingga mereka tidak lagi menjadi kaum nomer tiga di negrinya sendiri. Akan tetapi karena pihak yang tidak merasa dirugikan dan pihak pro Hindia Belanda yang di untungkan karena mendapatkan posisi dari Hindia Belanda, merasa dikacaukan oleh perjuangan SI yang berbenturan dengan mereka. Terkadang agar SI terkesan menjadi organisasi yang selalu membuat onar dan kerusuahan, mereka dengan sengaja menyulut kemarahan SI dengan menunjukan sikap sombong, angkuh dan menentang kepada SI Bekasi. Sebagai contoh keributan dan kerusuhan yang dilakukan oleh anggotaanggota SI di Bekasi yang disebabkan oleh sikap sombong dan menantang yang ditunjukan oleh para penentang SI yang memiliki jabatan adalah sebuah peristiwa penentangan dan makian yang dilakukan oleh seorang mandor yang terjadi di kampung Rawabangke, peristiwa ini pun telah diberitakan oleh surat kabar Pantjaran Warta pada tanggal 15 Desember 1913, yang berbunyi sebagai berikut: “Di dalam minggoe jang laloe 13-14 December 1913, kira djam 10 lewat k.t. Assisten Residen di Meester Cornelis, soedah pergi di kg. Rawabangke districk Bekasi bersama2 orang2 militerir kira 5 ataoe 8 ataoe, khabarnja ada kedjadian roesoeh di kg terseboet. Ini keroesoehan khabarnja terjadi lantaran seorang kg.minta ingin potong2 pohon kajoe jang ada dalam kebon pekarangannja, sesoedahnja dapat idzin laloe dipotong, apa maoe antara pohon2 jang dipotong ada menimpa satoe pohon laloe hingga roeboeh; kemoedian mandor di kg. itoe priksa ada lebih dari soerat idzinnya, mandor laloe marah maki2 pada jang poenja pohon, sekalipoen soedah beberapa kali jang poenja pohon kasih katrangan boekan sengadja dipotong hanya roeboh sendiri lantaran ketimpah, tetapi mandor itoe tiada bertanja terus
53
memaki pandjang-pendek, oengkad2 katanja: memang orang2 kampoeng sekarang selama ada perkoempoelan SI semoea mandjadi semakain koerang adjar, dan menantang soeroeh keloear semoea orang SI dia tiada nanti moendoer; begitoelah orang2 kampoeng sama keloear melihat kelakoean mandor jang begitu sombong menantang semoea orang jang tiada salah, akhirnja baroe sadja orang2 itoe keloear mandor itoe lantas lari minta pertolongan laen2 polisi hingga menjoesahkan polisi besar.” Begitulah gambaran keributan yang terjadi di Distrik Bekasi antara anggota SI dan rakyat Bekasi yang tidak menyukai organisasi ini, kebanyakan mereka tidak menyukai organisasi ini dikarenakan merasa dirugikan. Dalam kasus-kasus tertentu seperti kasus yang telah diberitakan di atas menunjukan bahwa tidak semua keributan yang telah terjadi di Bekasi disebabkan oleh anggota SI. Akan tetapi pemerintah sudah terlanjung memandang bahwa SI sebagai organisasi yang selalu membuat kerusuhan dan telah menimbulkan keresahan bagi pemerintah, penduduk yang bukan anggota, serta tuan tanah dan para aparatnya.
C. Respon Pemerintah Bekasi Terhadap SI Bekasi Perkembangan SI yang begitu pesat di daerah Bekasi adalah karena sifat gerakan organisasi itu yang mengandung unsur-unsur revolusioner serta banyaknya aktifitas perjuangan yang dilakukan SI untuk membela masyarakat pribumi, membuat pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap SI, organisasi inipun dianggap membahayakan kedudukan pemerintah HindiaBelanda, karena mampu memobilisasi massa. Eksistensi SI di Bekasi pun menimbulkan pertentangan dari berbagai pihak yang merasa dirugikan oleh keberadaan organisasi ini. Karena hal itu pemerintah mulai melakukan tindakan-
54
tindakan untuk menekan gerakan SI tersebut, rintangan yang dialami SI Bekasi dari pemerintah pun terbagi menjadi dua pihak yaitu: pemerintah khususnya Residen Meester Cornelis dan Wedana Bekasi. 1. Residen Meester Cornelis Hingga bulan September 1913 Asisten Residen Meester Cornelis yang disebut Cohen mulai menganggap keberadaan SI sebagai organisasi yang membahayakan bagi penduduk, tuan tanah dan aparatnya serta pemerintah Afdeling Meester Cornelis maupun kewedana. Cohen pun mengambil tindakan untuk lebih melemahkan organisasi ini dengan mengubah namanya menjadi Djoemiatul Islamijah (DI), DI sebelumnya merupakan perkumpulan kematian, perkumpulan kematian ini dulunya mempunyai badan hukum, tetapi tidak sempat beroprasi lama karena dibubarkan oleh pemerintah Bekasi. Untuk menguatkan alasan tindakannya tersebut, Cohen mengemukakan bahwa SI memiliki kepengurusan yang lemah dan gerakan organisasi ini telah menyimpang dari tujuan SI yang sebenarnya.30 Dalam usahanya itu ia mendapat bantuan dari pedagang kaya yang sudah dikenalnya dengan baik yaitu Haji Abdurrahman. Atas desakan tuan Cohen, pada bulan Oktober 1913 H. Abdurrahman menjadi ketua perkumpulan tersebut. Diangkatnya H. Abdurrahman menjadi ketua SI adalah untuk menggantikan posisi H. Hidayat yang mengundurkan diri dari kepemimpinan SI. Kepemimpinan H. Hidayat dalam SI dianggap kurang bagus oleh Cohen dan dalam menjalankan aktifitas SI lebih banyak dilakukan oleh walinya yaitu Raden Danoemihardja karena pada awalnya H. Hidayat menjadi
30
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan). Hlm 47-48
55
pemimpin pun atas desakan
Raden Danoemiharjo, sehingga ketika Raden
Danoemiharjo tidak lagi menetap di Meester Cornelis karena alasan tertentu, kedudukannya sebagai ketua pun melemah. Hal ini dijadikan peluang bagi pemerintah, ketika H. Hidayat merasa tidak lagi sanggup menjabat sebagai ketua, H. Hidayat pun memutuskan untuk mengundurkan diri maka pemerintah mulai menguasai pergerakan organisasi ini di Bekasi secara tidak langsung yaitu dengan mengangkat ketua baru dan mengganti kepengurusan organisasi tersebut dengan orang-orang pilihan Cohen dan pemerintah, terutama dari kalangan Wedana Bekasi. Hal ini dilakukan untuk melemahkan pengaruh SI di Distrik Bekasi. Akibat adanya campur tangan pemerintah Hindia Belanda dalam tubuh SI, maka semua aktifitas SI ada di bawah kontrol pemerintah. Dengan demikian banyak hal yang tidak sesuai dengan arus tujuan SI yang cenderung membela masyarakat kecil. Cohen telah menyatakan dalam rapat pemimpin-pemimpin kring (lingkungan) perkumpulan bahwa ia mengajukan pencalonan H. Abdurrahman sebagai ketua SI Bekasi, sehingga terpilihlah H. Abdurrahman menjadi ketua, hal ini sama sekali tidak diadakan kesempatan untuk memilih bagi anggota SI. Anggota SI di Bekasi pun tidak dapat menyetujui penggantian “Sarekat Islam” menjadi “Djamiatul Islamijah” dan tidak bisa menyetujui bagaimana cara H. Abdurrahman terpilih menjadi ketua SI,31 karena hal itu sangat bertentangan dengan pasal 9 dalam anggaran dasar SI 10 September 1912, yang menyatakan para anggota pengurus besar diangkat dalam suatu rapat umum untuk masa tiga
31
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49
56
tahun takwim. Anggota pengurus besar dipilih dari calon yang diajukan oleh pengurus cabang. Pemilihan dilakukan dengan suara terbanyak, apabila suara yang menyetujui dan menolak jumlahnya sama, maka dilakukan undian.32 Akan tetapi sayangnya karena SI tidak diakui sebagai suatu organisasi yang dikendalikan oleh central organisasinya, melainkan hanya cabang-cabang yang bersifat otonom, maka pemimpin pusat SI tidak dapat menerapkan kontrol apapun terhadap cabang-cabangnya karena perserikatan hanya dilakukan secara legal sebagai kelompok lokal yang terpisah dari Sarekat Islam pusat.33 Mereka yang merasa kecewa dengan keputusan tersebut memilih untuk menggabungkan diri dengan orang-orang yang senasib dengan mereka, dan mereka juga menggabungkan diri pada SI di Batavia itu. Kemudia di bawah Raden Kartasasmita, seorang kakitangan Goenawan, mereka ini memutuskan untuk mendirikan perkumpulan tersendiri, yang memang dapat dipandang sebagai SI karena DI tidak dapat melakukan tuntasan hak itu.34 Mereka pun lebih rajin lagi malakukan propaganda dan rapat-rapat dengan anggota SI yang tidak suka dengan DI untuk membentuk SI yang baru. Untuk itu dia mempengaruhi pengikut SI di Bekasi agar tidak memasuki DI dan menentang H. Abdurrahman, kemudian ia menyebarkan kartu anggota dari Comite Centraal kepada anggota.35 Jika ada penduduk yang mau menjadi anggota SI, mereka selalu mengatakan bahwa perkumpulan DI sama saja dengan SI agar pertambahan anggota tidak berhenti.36 Pasalnya selain mengubah nama SI Bekasi, pemerintah juga berusaha menekan 32
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. hlm 210 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 145 34 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49 35 Afschrift No. 27, Mailrapport No. 22/7-13-46/1. 36 Pandjaran Warta 13 Meret 1914. 33
57
pertambahan organisasi ini dengan memberi perintah dan larangan keras kepada H. Abdurrahman agar tidak menerima lagi orang-orang yang ingin menjadi anggota.37 Sesuai perintah Cohen, H. Abdurrahman juga tidak mengeluarkan surat-surat tanda keanggotaan, supaya hal itu ditangguhkan sampai perkumpulan tersebut mendapatkan bentuk badan hukum dengan nama hasil pergantian yaitu “Sarekat akan memadjoekan kesantosaannja orang priboemi Meester Cornelis”. Inti dari percakapan-percakapan yang dilakukan anggota-anggota adalah keinginan umum SI akan dapat dipenuhi hanya jika perkumpulan ini tetap dengan namanya yang semula yaitu “Sarekat Islam”, untuk itu diadakanlah rapat dengan pemimipin-pemimpin kring dan beberapa orang yang berpengaruh dalam organisasi itu, yang kira-kira berjumlah 300 orang, selain itu rapat ini dihadiri pula oleh wedana Meester Cornelis, pada rapat ini diputuskan untuk memulihkan kembali nama “Sarekat Islam”, dan juga mencetak kembali kartu-kartu tanda keanggotaan.38 Pemerintah terpaksa mengakui SI yang semula dan DI dengan sendirinya dibubarkan.39 Walaupun SI Bekasi sudah kembali pemerintah tidak mengubah kepengurusan yang telah ia ubah dengan orang-orang pilihan pemerintah. Oleh karena itu sejak periode antara tahun 1911-1923 SI menempuh garis perjuangan di berbagai lapisan, dengan ikut aktif dalam pemerintahan parlementer serta evolusioner, artinya organisasi pergerakan ini mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda. Itu sebabnya pemerintah dapat dengan
37
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 52 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 49- 50 39 Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal, hlm XIVN 38
58
mudah ikut campur dalam kepengurusan SI salah satunya pemilihan ketua SI di Bekasi.40 SI pun sejak awal telah menyatakan loyal dan setia kepada pemerintah, hal ini
disampaikan oleh Tjokroaminoto pada kongres SI di Bandung, Juni
1916,.41 jadi tidak mengherankan jika pemerintah mempunyai wewenang untuk campur tangan dalam kepemimpinan SI seperti halnya menurunkan dan mengangkat ketua yang terjadi dalam SI cabang Bekasi dengan orang-orang pilihannya.
2. Wedana Bekasi Wedana Bekasi memang mengambil sikap menentang keras terhadap keberadaan gerakan SI. Para anggota-anggota SI di Distrik Bekasi berkali-kalih menyampaikan keluhannya kepada pemimpin SI cabang Jawa Barat yaitu Goenawan, tentang rintangan-rintangan dari kepala-kepala daerah pribumi Bekasi. Rintangan-rintangan dari kepala daerah tersebut dikemukakan kedalam 4 alinea. “Dalam surat permohonan pada tanggal 11 Maret 1914 yang ditunjukan kepada Gubernur Jendral, mas Goenawan, pemimpin redaksi harian “Pandjaran Warta”, berpendapat perlu kiranya diperhatikan hal-hal berikut: I. Bahwa ia dalam kedudukannya sebagai ketua dari Pengurus Besar Sarekat Islam di Jawa Barat berkali-kali menerimakeluhan dari anggota-anggota yang telah masuk perkumpulan itu, yang bertempat tinggal di distrik Bekasi, mengenai rintangan dari kepala-kepala pribumi, yang kiranya masih harus terbukti kenyataannya dari lampiranlampiran bertandakan A dan B, yang disertakan pada surat permohonan itu. II. Bahwa Wedana Bekasi yang saat ini memperlihatkan kecenderungan istimewa terhadap perkumpulan “Kong 40
Artikel di akses pada 5 Agustus 2015 dari http://kendakaku.blogspot.com/2014/05/latarbelakangperkembangankemunduran.html 41 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 63
59
Djie Hin” yang terdapat di sana dan bahwa anggotaanggota perkumpula ini lebih diutaman daripada anggotaanggota Sarekat Islam. III. Bahwa agaknya wedana telah mengumpulkan uang untuk mendirikan tempat pemakaman bagi pegawai-pegawai pribumi di Bekasi (lihat lampiran C pada surat permohonan), sedang rencana tersebut sampai sekarang tidak ada pelaksanaan. IV. Bahwa mantra cacar Mohamad Musanip kiranya telah dipindahkan ke Balaraja, karena ia telah menjadi anggota Sarekat Islam.”42 Pada alinea I membahas keluhan tentang rintangan yang dialami oleh anggota-anggota SI di Distrik Bekasi dari pihak kepala daerah yang merupakan orang pribumi, keluhan pertama menyatakan bahwa anggota-anggota SI di Bekasi tidak dapat menyetujui penggantian SI menjadi DI dan juga tidak dapat menyetujui cara bagaimana H. Abdurracham diangkat menjadi ketua. Hal kedua menyangkut pemecatan yang dilakukan Wedana Bekasi terhadap pemimpin Warung Aandel yang bernama H. Ibrahim. Pada alinea II menyatakan bahwa wedana telah memperlihatkan kecenderungan istimewa terhadap perkumpulan Kong Djie Hin (KDH), anggota perkumpulan ini lebih diutamakan daripada anggota SI. Secara diam-diam Wedana Bekasi membantu perkumpulan pesaing SI di Distrik Bekasi tersebut, selain itu KDH juga dianak emaskan oleh Wedana Bekasi dengan selalu membela dan memberikan hukuman yang lebih ringan jika terjadi kerusuhan antara SI dan KDH, selain itu wedana Bekasi juga mewajibkan semua pesuruhnya untuk memasuki perkumpulan KDH jika tidak maka pesuruh tersebut akan dipecat, sebagai bukti hal tersebut memang terjadi ialah dengan dipecatnya pesuruh yang
42
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 45
60
bernama Salam, karena ia telah ikut campur dalam kepentingan SI, Salam adalah satu-satunya pesuruh yang tidak mau menjadi anggota KDH. Nasib tersebut pun juga menimpah mandor polisi yang bernama Jidan karena alasan yang sama. Pada alinea III menyatakan bahwa Wedana Bekasi telah mengumpulkan uang untuk merealisasikan rencananya mendirikan tempat pemakaman bagi pegawai-pegawai pribumi di Bekasi, sedangkan pada kenyataannya rencana tersebut tidak dilaksanakan. Pada kenyataannya uang tersebut ditahan oleh Wedana Bekasi sebesar f 87,15, dengan alasan bahwa belum ditemukannya tanah yang cocok untuk tempat pemakaman tersebut. Pada alinea IV menyatakan keluhan tentang dipindah tugaskannya mantri cacar yang bernama Mohammad Musanip di Bekasi ke daerah ke Balaraja dikarenakan ia adalah anggota SI Bekasi.
43
Hal itu menjadi bukti bagaimana
ketidak sukaan Wedana Bekasi terhadap SI, akan tetapi dengan kedudukan yang mereka miliki mereka lebih memilih untuk membela kepentingan pribadi mereka. Walaupun begitu, Wedana Bekasi tetap dianggap bagus oleh Asisiten Residen Cohen, dia pun mendapat kepercayaan sepenuhnya, seperti yang terbukti dari pertimbangan prestasi yang baik di mata Cohen yang dituangkan olehnya ke dalam konduite (penilaian kecakapan) mengenai pegawai tersebut. Dalam penilaiannya tersebut, ia juga disebut sebagai kepala distrik yang terbaik di seluruh Afdeling Meester Cornelis, Cohen pun pernah mengusulkan agar Wedana Bekasi diberika bintangjasa kerajaan. Akan tetapi karena Wedana Bekasi telah terbukti melakukan kesalahan-kesalahan seperti yang telah dikeluhkan oleh
43
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 53-57
61
anggota SI Bekasi maka Wedana Bekasi yaitu Raden Barkham tidak akan mendapatkan bintang melainkan dimutasi dari jabatannya oleh patih Meester Cornelis.44
44
Taufik Abdullah , Sejarah Islam Lokal di Indonesia (kumpulan tulisan), hlm 59
BAB IV PERJUANGAN SAREKAT ISLAM DI BEKASI 1913-1914
Sejak awal SI didirikan oleh H.Samanhoedi dan Tirtoadisorjo, dan diresmikan pada tanggal 10 September 1912, SI telah meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip, yaitu: asas agama Islam sebagai dasar perjuangan organisasi, asas kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi, dan asas sosial ekonomi sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam taraf kemiskinan dan kemelaratan.1 Salah satu usaha SI untuk mewujudkan cita-cita menangkat derajat kaum pribumi dan melepaskan kaum pribumi dari jeratan kemiskinan, kemelaratan yang disebabkan oleh tindakan kesewenangan Wedana Bekasi dan tuan tanah Tionghoa, adalah dengan memajukan bidang ekonomi, agama, juga pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat pribumi. Dalam bidang edukasi, SI mulai bergerak untuk memajukan pendidikan sebagaimana perhatian yang besar terhadap kebutuhan pendidikan masyarakat, karena dari sejarah awalnya, bidang pendidikan masih terbelakang. Pada tahun 1914 rencana perbaikan pendidikan mulai berkembang dan kian mendapatkan perhatian yang besar, untuk menjalankannya pertama-tama SI mengadakan kerjasama dengan perkumpulan yang telah lebih dahulu memusatkan kegiatan dalam bidang pendidikan yaitu Djamiatul Chair yang merupakan perkumpulan keturunan Arab, dari sana mulai SI mendirikan sekolah yang bersifat modern yang berdasarkan agama yang
1
Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, hlm 14
62
63
berlandakan Al-Qur’an dan Hadits 2 dengan menfokuskan pelajaran bahasa Arab bagi para siswa yang bersekolah di sekolah SI, akan tetapi tetap menggunakan bahasa Belanda dan Melayu.3 Cabang SI di Batavia pernah mengadakan suatu pertemuan untuk membicarakan masalah pendidikan dengan perkumpulan Djamiatul Chair. Dalam kesempatan ini, ketua perkumpulan Djamiatul Chair dengan penuh semangat menyampaikan
pidatonya
tentang
pendidikan
dan
keinginan
untuk
memajukannya. Dikemukakannya sekolah-sekolah yang berhasil didirikan oleh perkumpulannya sebagai contoh dan motivasi agar SI bisa melakukan hal yang sama. Tidak dikatehui apakah SI berhasil mendirikan sekolah di Batavia seperti sekolah yang didirikan oleh Djamiatul Chair. Namun asisten residen Batavia pada paruh pertama tahun 1913 menyatakan bahwa gerakan SI berpengaruh positif terhadap pendidikan di sana karena kini makin banyak anak-anak pribumi yang bersekolah, sedang sebelumnya sangat kurang. Memang cabang SI di berbagai daerah telah berhasil medirikan sekolah-sekolah modern, daerah-daerah tersebut antaralain adalah Pekalongan, Pati, Demak, Kudus, Sukanada, dan sekolah Djamiat di Majalengka (Cirebon).4 Dari beberapa daerah tersebut SI Cirebon lah yang paling berhasil memajukan pengajaran dengan membangun sekolah. Melalui jalur pendidikan yang berdasar kepada ajaran Islam, SI Cirebon bertekad mewujudkan keinginan dan cita-cita mereka untuk membangkitkan generasi muda penerus mereka. 2
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?, (Jakatra: PT. Grafitipers, 1985), hlm
99 3
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2011, hlm 91-92 4 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?. Hlm 99
64
Dengan didirikannya sekolah Islam maka perjuangan SI untuk mencerdaskan umat Islam menjadi lebih sempurna.5 Pada rapat umum SI di Cirebon yang dipimpin oleh Muhammad Djaid serta dihadiri oleh SI, organisasi-organisasi selain SI serta perwakilan dari pihak Eropa dan China, dalam rapat umum tersebut Muhammad Djaid menyampaikan bahwa sesuai dengan tujuan SI, sekolah SI harus berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits dalam segala akifitasnya. Dalam perjuangannya di bidang pendidikan tersebut, SI cabang Cirebon telah berhasil mendirikan sekolah dasar Hollandsh Inlandsch School (HIS) yang diperuntukkan bagi kaum priyai Jawa yang memakai pengantar bahasa Belanda. Sementara untuk kalangan SI sendiri sekolah ini ditambah dengan pelajaran-pelajaran yang didasarkan pada sendi-sendi agama Islam.6 Lalu pada tanggal 16 Juli 1922 diadakan konferensi oleh SI cabang Cirebon untuk membicarakan pendirian sekolah khusus, maka didirikanlah sekolah SI diberi nama Igama dengan sistem pendidikan yang disebut Sarekat Islam School met de Qur’an di daerah Cirebon.7 Berbeda dengan SI Bekasi, kesuksesan bidang pendidikan yang diraih SI Cirebon. SI Bekasi tidak dapat meraih kesuksesan yang gemilang di bidang pendidikan. Hal ini sesuai dengan data yang menjelaskan adanya perjuangan SI Batavia dan Meester Cornelis dalam memajukan kehidupan pendidikan masyarakat pribumi di daerah otonomnya seperti di Distrik Bekasi terutama dalam membangu sekolah-sekolah SI. Tidak seperti yang dilakukan SI Cirebon. Di
5
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
Hlm 93 6
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
Hlm 92 7
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942. Hlm 93-95
65
Batavia sendiri yang merupakan pusat daerah penyebaran SI di Regentschap Meester Cornelis dan Bultenzorg sendiri, pada kurun waktu 1913-1914, tidak diketahui apakah di sana telah didirikan sekolah SI seperti sekolah Djamiatul Chair, walaupun pernah diadakan suatu pertemuan antara SI cabang Batavia dan perkumpulan Djamiatul Chair untuk membicarakan tentang pendidikan.8 Selain itu sumber tentang eksistensi SI di Bekasi sangat terbatas dan sumber-sumber yang membahas tentang usaha SI dalalm memajukan pendidikan di sanapun tidak ditemukan. Bisa jadi SI di Bekasi memang tidak memfokuskan perjuangannya dalam bidang pendidikan di daerah tersebut. Perkembangan pendidikan umum di Distrik Bekasi pun dikatakan tertinggal dari daerah-daerah lain di Regentschap Meester Cornelis lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya sistem tanah partikelir yang ada di daerah itu, pada masa itu memang kondisi dunia pendidikan di tanah-tanah partikelir terbilang sangat buruk, tuan tanah China juga dengan sengaja membiarkan penduduknya berpendidikan rendah, karena khawatir menjadi terancam jika mereka berpendidikan tinggi. Sebagian besar masyarakat Distrik Bekasi pun sibuk dan lebih mementingkan pekerjaan menggarap sawah di tanah partikelir, sehingga minat untuk menuntut ilmu khususnya dalam pendidikan umum sangat rendah. Hal ini juga dipicu oleh kurangnya ketersediaan sarana pendidikan atau sekolah di daerah ini. Selain itu rakyat sering dihadapkan dengan beberapa hambatan berupa diskriminasi politik. Perbedaan
perlakuan dalam pendidikan dan pengajaran
didasari oleh perbedaan ras dan warna kulit khususnya antara etnis Eropa, China
8
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 99
66
dan pribumi Indonesia. Perbedaan perlakuan tersebut dapat dilihat dengan adanya tiga jenis sekolah dasar yaitu Hollands Inlandse School (HIS) yang diperuntukan bagi anak-anak pribumi golongan bangsawan dan pejabat pemerintahan, Hollands Chinese School (HCS) yang diperuntukkan bagi anak-anak Etnis China, dan Europese Lagere School (ELS) untuk anak-anak berkebangsaan Eropa dan Belanda.9 Oleh karena itu maka kesempatan belajar bagi penduduk desa sangat sedikit. Bagi mereka yang menjunjung pentingnya pendidikan, mereka menyekolahkan anak-anak mereka di madrasah yang ada atau hanya mengenyam pendidikan agama kepada guru ngaji setempat. Maka tidak mengherankan jika sampai pada tahun 1930-an pun, di Bekasi, sangat minim keberadaan lembaga pendidikan formal, hal itu dikarenakan pemberian subsidi kepada sekolah-sekolah umum di tanah partikelir telah disederhanakan dan tidak ada lagi penambahan yang sebelumnya selalu bertambah setiap tahunnya.10 A. Perjuangan Sarekat Islam Bekasi dalam Perekenomian Masyarakat Bekasi Untuk menampung keluhan masyarakat Bekasi dan mengusahakan terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat pribumi Bekasi dalam bidang perekonomian, pada awal kedatangannya di daerah ini, SI yang saat itu dipimpin oleh H. Ibrahim, mengawalinya dengan melakukan penuntutan kepada tuan tanah untuk menaikan harga upah buruh tani dari f 0,25 (25 sen menjadi f 0,50 (50 sen) perhari, peristiwa ini pun telah diberitakan pula dalam Surat Kabar Perniagaan 9
Harun Alrasyid, dkk, Bekasi dari Masa ke Masa. Hlm 20 Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-sumber Sejarah, Memori Serah Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1976, hlm CXXXVIII 10
67
yang diterbitkan pada selasa, 16 Desember 1913. Berita tersebut berbunyi sebagai berikut: “Pendoedoek boemipoetra di Bekasi sebagian besar ada djadi lid dari Sarekat Islam, tetapi tiada koerang organisasi boemipoetra jang tiada soeka sama perkoempulan itoe. Baroe ini bestuur dari Sarekat Islam di Bekasi telah keloearkan atoeran antara lid-lidnja. Dari sekarang ia orang tidak boleh bekerdja pada toean tanah dan pada orang-orang Tionghoa jang mempoenjai sawah-sawah djikalaoe boeat ia orang poenja pekerdjaan ia orang tidak dapet pepah f. 050 stoe hari,sedang sekian lama telah berdjalan oepah tanam padi tjoema f. 0.25 sehari. Itoe bestuur Sarekat Islam bilang, itoe harga oepahan f. 0.50 satoe hari ada pantas, sedang f. 0.25 sehari ada terlaloe moerah, dan siapa jang berani bekerdja akan diboykot dan dilabrak. Meski begitoe ada banjak orang kampoeng tiada maoe perdoeli pada ini larangan dan terima djoega oepahan dari orang-orang Tionghoa boeat bekerdja di sawah dengan oepahan seperti doeloe, sebab kalaoe tidak bekerdja, bagaimana ia orang meoesti hidoep?”11 Seperti di tempat-tempat manapun di Jawa Barat, di Bekasi kebanyakan yang menanami sawah dengan padi adalah para perempuan, sejak dahulu upah ini hanya berjumlah f 0,11 (11 sen) setiap tengah hari. Dari jumlah tersebut pun masih dipotong sebesar f 0,01 sen untuk kepala mandor yaitu kepala kelompok penanam sehingga si buruh perempuan tersebut pun hanya mendapatkan uang bersih sebesar f 0,10 (10 sen). Sebagai perbandingan, dua tahun sebelum SI datang ke Bekasi tepatnya pada tahun 1911, di daerah tersebut, makanan pokok seperti beras dihargai sekitar f 8 (8 gulden) per pikul, dan mengalami kenaikan pada tahun 1913 menjadi f 9.95 per pikul. Sedangkan sejak awal abad ke-20an upah kerja buruh tani tetap sejumlah f. 0.22 per hari di kurangi sebesar f 0,02 sen untuk kepala mandor sehingga buruh tani hanya mendapatkan upah bersih sebesar 11
Surat Kabar Perniagaan yang diterbitkan pada hari selasa, tanggal 16 Desember 1913, surat kabar ini di pimpin oleh seorang tionghoa yang bernama Lauw Giok Lan
68
f. 0.20 per hari atau f 6 per bulan. Saat bahan kebutuhan pokok terus mengalami kenaikan, tuan tanah tidak menaikkan upah kerja para buruh tani. Sedangkan kebutuhan hidup per bulan sekitar dua kali lipat dari upah, yakni sekitar f 11.68, 40 terhitung didalamnya untuk memenuhi kebutuhan seperti beras seharga f 5.69.40, minyak kelapa f 0.70, garam f 0.60, gula f 0.50, kopi f 0.64, teh f 1.50, minyak tanah f 2.05.12 Dengan melihat ketidak seimbangan antara tenaga dan jumlah upah yang mereka terima, maka SI di Distrik Bekasi telah merencanakan gerakan untuk tidak lagi menanami sawah-sawah orang Tionghoa jika tuan tanah masih memberikan upah kepada buruh tani hanya sejumlah f 0, 22 dalam sehari. Melalui SI, mereka menuntut adanya kenaikan upah, mereka hanya mau menanami sawah para tuan tanah Tionghoa jika para tuan tanah tersebut memberikan upah kepada mereka sebesar f 0,25 dalam setengah hari ditambah f 0,02 ½ untuk kepala mandor jadi tuan tanah harus membayar sebesar 27 ½ sen tiap tengah hari. Tuntutan itu dilakukan karena dalam waktu beberapa tahun ini kebutuhan pokok terutama beras telah mengalami kenaikan harga, selain itu diketahui bahwa pada saat itu di beberapa tempat di Messter Cornelis, sudah melakukan penaikan upah pekerja dan jika dibandingkan dengan upah mereka yang sebelumnya, maka upah tersebut terlampau rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, oleh karena itu sudah sewajarnya jika meraka juga mendapatkan kenaikan upah pula, menurut SI para buruh wanita tersebut pantas mendapatkan upah sebesar f 0,50 (50 sen)
12
https://alianwar.wordpress.com/2010/04/05/ngalor-ngidul-bekasi-buruh-bekasi-protes-
tuan-tanah-zalim-radar-bekasi-senin-5-april-2010/ akses tanggal 30-01-2016, 17:03 WIB
69
dalam sehari. Selain itu dalam membela kepentingan masyarakat pribumi, SI Bekasi mengajak masyarakat untuk mengadakan gerakan pemogokan kerja agar masyarakat tidak lagi menanami sawah-sawah para tuan tanah Tionghoa jika tuntutan yang meraka ajukan tidak dipenuhi. Hal ini dilakukan karena upah kerja buruh yang hanya sebesar f 0,11 (11 sen) tiap tengah hari, tidak dapat memenuhi harga kebutuhan kehidupan seharihari mereka. Akan tetapi dipihak lain jika meraka tidak melakukan pekerjaan penanaman yang biasa mereka lakukan tersebut, maka mereka tidak akan mendapatkan upah dalam wujud upah potong sebesar 1/5 dari hasil pungut, jadi kalau mereka tidak mau menanami sawah orang-orang Tionghoa lagi, maka meraka akan kehilangan pendapatan rangkap dan jika mereka berhenti bekerja, bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Walau pun begitu SI tetap memperjuangkan tuntutan tersebut dengan tetap melakukan penolakan secara mentah-mentah untuk bekerja menanami sawah orang Tionghoa jika mereka masih membayar dengan upah yang lebih rendah dari tuntutan mereka tersebut. Pemogokan tersebut mereka mulai pada hari minggu tanggal 14 Desember di daerah Ujungmenteng pada tanggal tersebut biasanya para buruh tani mulai menanani sawah para tuan tanah, para anggota SI secara serentak berencana untuk menentang dan menghentikan penanaman tersebut pada hari itu. Disisi lain banyak orang yang bukan anggota SI bersedia untuk menanami sawah para tuan tanah Tionghoa dengan upah sebesar f 0,15 (15 sen) setiap setengah hari. Orangorang Saikung dari Bojongrangkung bersedia melakukannya dengan upah f 0, 12 ½ setengah hari dan Sebagian besar penduduk bukan anggota SI yang
70
menyanggupi menanam sawah tuan tanah Tionghoa tersebut sebagian besar tinggal di kampung-kampung Bekasi dan Teluk-Pucung.13 Hal itupun memicu terjadinya
kemarahan
dari
SI,
perjuangannya
meningkatkan
kehidupan
perekonomian masyarakat pribumi malah dikacaukan oleh orang-orang pribumi sendiri yaitu saikung dan orang-orangnya. SI pun melakukan pemberontakan dan kerusuhan yang dilakukan oleh para propagandis SI dan para petani penggarap anggota SI tersebut pada tanggal 13 Desember 1913 malam hari.14 Pemimpin-pemimpin SI yang sangat berkontribusi dalam peristiwa ini adalah Ngeya seorang yang ditokohkan oleh masyarakat pribumi yang memilih untuk berperan aktif dalam perjuangan SI, ia berasal dari kampung Cibening di tanah partikelir Pondokgede, selanjutnya ada Sapat, seorang bekas juragan di Bulaktemu dari kampung Setu di tanah Cakung, kemudian juga Haji Ibrahim di Keranji dan Japan yang merupakan Bekasi mandor di kampung Setu. Tokohtokoh SI ini pun melakukan sebuah gerakan protes di kampung Setu dan PondokKlapa, sebanyak 2000 hingga 3000 massa dari SI ikut serta dalam gerakan protes yang dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak buruh tani tersebut. Untuk menenangkan protes yang berujung kerusuhan tersebut, akhirnya wedana Bekasi memenuhi tuntutan untuk menaikan upah kerja sesuai yang diajukan oleh SI. Akan tetapi setelah perisriwa tersebut, pada panen yang berikutnya para tuan tanah Tionghoa di Distrik Bekasi tidak mau lagi mengikutsertakan anggotaanggota perkumpulan SI pada pekerjaan potong padi dengan upah potong yang sudah ditentukan, hal ini sebagai hukuman kepada anggota-anggota perkumpulan 13
Sarekat Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, ibid, Hlm 30-31 Sarekat Islam Lokal, ibid, Hlm XIV
14
71
SI atas sikap mambangkang yang mereka perlihatkan dengan menuntut upah penanaman padi dengan harga yang lebih pantas. Akan tetapi rencana para tuan tanah untuk tidak mengikutsertakan anggota SI pada pekerjaan potong padi tersebut bertentangan dengan kebijakan-kebijakan yang sudah berlaku, maka Wedana Bekasi pun mengambil tindakan-tindakan untuk melarang para tuan tanah melakukan hal tersebut.15 Dalam hal asosiasi sosial ekonomi sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat yang berada dalam taraf
kemiskinan dan kemelaratan
dengan mengembangkan jiwa dagang dan bidang usaha koperasi, Untuk peningkatkan semangat dagang masyarakat Indonesia pertama-tama pencapainnya diusahakan dengan membangun toko kopeasi konsumen, inilah kegiatan ekonomi SI yang paling menonjol pada masa awal keberadaannya. Para anggota dianjurkan mengumpulkan uang untuk membentuk toko-toko koperasi agar mereka dapat memperoleh kebutuhan hidup dengan harga yang lebih murah.16 Akan tetapi pada kenyataannya SI tidak berhasil dalam membangun suatu dasar keuangan yang sehat, hal ini disebabkan tidak cukupnya sarana keuangan. Banyak rencana yang tidak dapat terlaksana dengan baik, sebagai contoh terjadinya kegagalan toko-toko koperasi di beberapa cabang di daerah-daerah yang pada mulanya didirikan dengan penuh kegairahan yang pada pokoknya disebabkan tidak adanya dasar keuangan yang baik dalam perkumpulan. Dalam bukunya, A.P.E Korver dijelaskan bahwa kegagalan dalam bidang usaha koperasi yang terjadi di cabang SI termasuk di Distrik Bekasi, bukan hanya disebabkan oleh keterbatasan sarana 15
Taufik Abdullah (ed), Sejarah Islam Lokal di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah mada University press, 1979, hlm 44. 16 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 89
72
keuangan dalam kas organisasi SI di sana melainkan lebih kepada kegagalan yang timbul akibat kelakuan tidak bermoral yang dilakukan pemimpin pengganti koperasi SI Bekasi, seperti korupsi serta penyelewengan keuangan SI yang dilakukan oleh pemimpinnya.17 Walaupun demikian, untuk memajukan perekonomian di kalangan masyarakat pribumi Distrik Bekasi, SI cabang Bekasi mendirikan warung koperasi. Warung-warung koperasi di daerah ini lebih dikenal dengan nama Warung Aandeel (warung saham)18 yang dibangun dekat Pasar Kranji, dan didirikan oleh H. Abdurrachim serta dipimpin oleh H. Ibrahim. Karena keterlibantannya dalam sebuah permasalahan, H. Ibrahim diturunkan dari jabatannya sebagai pemimpin Warung Aandeel oleh Wedanan Bekasi atas permintaan Asisten-Residen Cohen. Keputuan ini disahkan secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada para pemegang saham terlebih dahulu.19 H. Abdurrahman sebagai ketua SI Bekasi, atas perintah wedana mememecat H. Ibrahim dikarenakan ia telah didakwah oleh Wedana Bekasi atas tuduhan telah menjadi penghasut kerusuhan-kerusuhan yang terjadi pada bulan Desember
1913 di
kampung Setu di Cakung dan Pondok-Klapa.20 Pemecatan Haji Ibrahim juga diberitakan dalam sebuah Surat Kabar Perniagaan, yang diterbitkan pada hari Jumat 19 Desember 1913,
17
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, Hlm 172 Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 40 19 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 45 20 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 53 18
73
“Berhoeboeng denngan itoe perkara keriboetan di kampoengsetoe tjakoeng, sekarang ampat pemimpin dari djematoel Islam, ialah Haji Ibrahim, Ngeja, Sapat, dan Djaiejan soedah dikasih keloear dari itoevereeninging, Boekan sadja dilepas dari ia poenya jabatan lid bestuur, tapi dicaboet joega ia poenya lid maatschap dari itoe perkoempoelan. Inilah satoe nasehat bagi pemimpin perloempoelan anak negeri jang soeka andjoerin lid2-nja akan berboeat perkara tidak baik.” Setelah diselidiki secara lanjut maka terbukti bahwa H. Ibrahim sama sekali tidak bersalah atas kerusuhan yang terjadi di Kampung Setu, selain itu H. Abdurrachim pun dipecat tanpa ada kejelasan penyebab pemecatannya. Akhirnya jabatan ketua Warung Aandeel pun digantika oleh H. Abdurrahman selaku ketua SI atau Djamiatul Islamiyah yang baru. Dengan munculnya H. Abdurrahman, mulailah unsur ekonominya lebih menonjol, memang sejak awal kedatangannya di Distrik Bekasi di bawah pimpinan H. Hidayat, organisasi ini lebih cenderung pada diri dalam kegiatan perbaikan keagamaan masyarakat pribumi Bekasi, akan tetapi di bawah pimpinan H. Abdurrahman, organisasi ini berangsur-angsur lebih memfokuskan
perbaikan
kehidupan
masyarakat
pribumi
dalam
bidang
perekonomian.21 H. Abdurracham telah berhasil membangkitkan minat dan semangat para anggota terhadap usaha untuk membuka warung-warung atas dasar koperasi. Ia telah berhasil membangkitkan semangat dan minat bagi para anggota untuk melakukan usaha di bidang koperasi dengan menyediakan saham-saham sebesar f 2 (0,2 sen) sehelai. Dengan banyaknya anggota SI di Bekasi, dan banyak pula dari mereka yang membeli saham toko koperasi Warung Aandeel serta adanya kebijakan yang melarang para anggota untuk tidak membeli barang-barang yang dijual di warung21
Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 49
74
warung milik Tionghoa dan pribumi yang bukan anggota SI,22 kebijakan tersebut secara tidak langsung menjadi salah satu penyebab Warung Aandeel mengalami kemajuan yang cukup pesat pada awalnya. Akan tetapi seiring berjalannya waktu pada perkembangannya pembentukan usaha koperasi tersebut mulai timbul masalah-masalah lagi di tubuh SI yaitu korupsi yang dilakukan oleh pemimpin SI Distrik Bekasi. Bicara tentang korupsi, perbuatan tak terpuji ini pun dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin SI dari atas sampai ke bawah, meraka menyelewengkan uang pangkal keanggotaan SI, persoalan ini tidak hanya menambah permasalahan keuangan perkumpulan, akan tetapi juga merusak nama baiknya organisasi ini, pejabat Pangreh praja dan pejabat Eropa banyak membuat laporan tentang hal ini salah satunya Residen Batavia telah mengemukakan pendapatnya bahwa uang yang diperuntukan bagi kas SI kebanyakan mengalir ke dalam dompet para pemimpinnya, seperti yang dijelaskan oleh A.P.E Korver dalam bukunya. Bupati Surabaya juga pernah menulis tentang pemimpin-pemimpin SI bahwa yang dahulu tidak memiliki hidup yang sederhana, ketika menjabat, statusnya berubah menjadi orang yang kaya raya, naik mobil dan istri-istri mereka penuh perhiasan permata. Tentu saja pernyataan dari pejabat pemerintah tidak bisa begitu saja dipercaya dikarenakan kebanyakan dari mereka tidak menyukai dan tidak bersimpati dengan organisasi pergerakan ini. Akan tetapi berita-berita penyelewengan tentang keuangan SI juga datang dari pihak yang dapat dipercaya, antara lain para pejabat yang bersimpati dengan gerakan ini. Beberapa dari
22
Afschrift No. 27 Mailrapport No 2/7-13-48/1
75
mereka yang bersimpati juga menyatakan bahwa beberapa pemimpin SI pun pernah menyatakan adanya tuduhan terhadap rekan-rekan mereka, atau terdapat kebenaran dalam tuduhan-tuduhan yang disampaikan tersebut. Oleh karena itu gerakan koperasi ini tidak banyak menghasilkan keuntungan dan usaha koperasi yang didirikan berakhir dengan kehancuran. Seperti yang telah disebutka oleh A.P.E Korver yang mengutip kalimat Rinkes bahwa baru saja tiga tahun berlangsung, pada akhir tahun 1915, tujuan-tujuan ekonomis SI telah mengalami kemunduran.23 Para anggota yang menanamkan uangnya pada saham-saham di Warung Aadeel mulai mengeluhkan mengenai uanga “Warung Aandeel” yang telah mereka berikan, tidak diberika pertanggung jawaban yang semestinya oleh H. Abdurracham selaku ketua koperasi warung tersebut.24 Keluhan tersebut makin menguat setelah mereka mengetahiu bahwa pengangkatan H. Abdurrahman bukan atas dasar rapat anggota, para anggota menduga bahwa uang kas organisasi yang didapat dari pembayaran kartu anggota dan saham-saham para investor yang berjumlah sekitar f 60.000, tidak dimasukkan ke dalam kas perkumpulan ini, mereka mencurigai H. Abdurrahman telah melakukan penggelapan terhadap uang-uang tersebut, kecurigaan mereka diperkuat dengan keadaan ekonomi H. Abdurrahman yang semakin meningkat, sebelum menjadi ketua SI di daerah ini dia tidak mempunyai rumah yang bagus dan hanya memiliki sebuah toko kecil yang menjual berbagai alat-alat kereta kuda, seperti roda-roda dan lain-lain. Akan tetapi setelah menjabat menjadi ketua dia mampu membeli kayu jati seharga f 23 24
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 126 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia.. Hlm 48
76
7000, mengubah toko kecilnya menjadi toko besar yang menjual barang-barang mebel. Selain tokonya yang menjadi toko besar, tidak lama kemudian dia telah membangun rumah kokoh yang terbuat dari batu yang kira-kira harganya f 30.000 padahal sebelumnya H. Abdurrahman menjadi pemimpin SI Distrik Bekasi, dia hanya mempunyai rumah yang sederhana. Para anggota menduga bahwa uang yang dia gunakan untuk membesarkan toko dan membangun rumah miliknya berasal dari uang anggota dan saham Warung Aandeel yang dia korupsi. Seharusnya untuk mengatur keuangan tersebut seorang ketua berpegang sesuai peraturan dan ketetapan yang berlaku dalam organisasi SI. 25 Maka mereka pun mulai menuntuntut agar H. Abdurrahman diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua. Tidak diketahui secara pasti apakah setelah kasus penggelapan uang pembuatan kartu anggota dan uang saham-saham warung Aandeel yang dilakukan oleh H. Abdurrahman, tuntutan para anggota SI Distrik Bekasi untuk memberhentikan H. Abdurrachman dari jabatannya sebagai pemimpin Warung Aandeel dan SI, dikabulkan atau tidak oleh pemerintah ataukah dia tetap pada jabatannya. Karena ketika diadakannya rapat umum pada bulan Maret tahun 1914 tidak ada seorang pun dari mereka menanyakan perihal pertanggung jawaban H. Abdurrachman terhadap masalah keuangan yang disebabkan olehnya tersebut, yang jelas H. Abdurrachman telah kehilangan kepercayaan dan rasa hormat dari anggota-anggota SI yang merasa kecewa terhadapnya, setelah itu Warung Aandeel pun mengalami kebangkrutan.
25
Afschrift No. 27 Mailrapport No 2/7-13-48/1
77
B. Sarekat Islam Membawa Pembaharuan Islam di Bekasi Selain melakukan perjuangan dalam bidang perekonomian, SI Bekasi juga berupaya melakukan pembaharuan Islam di kalangan masyarakat Bekasi. Pada tahun-tahun awal dalam SI, telah memperlihatkan cita-cita kesetaraan yang erat kaitannya dengan cita-cita pembaharuan agama, dalam perjuangannya, agama Islam telah menjadi dasar yang kuat bagi pergerakan organisasi ini namun sebagian besar pengamat Eropa berpendapat bahwa agama dalam SI bukan merupakan faktor yang penting, Snouck Hurgronje menganggap SI buakanlah organisasi keagamaan: menurutnya pula dalam perkumpulan ini, Islam hanya dijadikan sebagai alat pengikat sosial politik yang membedakan bangsa Indonesia dengan bukan bangsa Indonesia, Rinkles pun juga berpendapat bahwa gerakan tersebut tidak memiliki sifat keagamaan yang khas.26 Akan tetapi disatu pihak pemerintah Hindia-Belanda memang memiliki tujuan untuk melenyapkan Islam karena menurut mereka Islam adalah suatu senjata yang paling ampuh dan sebagai ancaman yang palin berbahaya terhadap kelanggengan kekuasaannya di Indonesia. Di pihak lain apabila agama Islam tidak dapat dilenyapkan setidaknya Islam tidak terus berkembang dan jangan sampai digunakan sebagai alat politik. Islam boleh ada hanya untuk kepercayaan dan pendangan hidup semata-mata.27 Walaupun dapat dikatakan bahwa masalah agama merupakan masalah yang bersifat prinsipal dan fundamental, namun tidak bisa ditepiskan bahwa pada kenyataannya agama dapat menjadi senjata yang ampuh untuk melakukan perlawanan 26
kepada
pihak
yang berusaha
menjatuhkan
kaum
pribumi.
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65 Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984, hlm 14-16 27
78
Tjokroaminoto dalam suatu pidato pada tahun 1915 mengatakan bahwa di kalangan
rakyat
Indonesia
masih
sedikit
rasa
nasionalisme
persatuan
kebangsaannya hal ini terlihat dari sikap antipati yang mereka perlihatkan dengan orang yang berlainan suku dengan mereka semisal Orang Madura tidak merasa satu dengan orang Jawa, orang Jawa pun demikian dengan orang Sunda, orang Sunda pun demikian dengan orang Palembang. Namun demi untuk mencapai kemajuan dan kebangkitannya rakyat Indonesia harus bersatu dan sarana untuk mencapai persatuan itu adalah agama Islam. Islam oleh SI dijadikan perekat puluhan juta rakyat pribumi Indonesia ke dalam satu tujuan, Islam juga sebagai alat untuk meningkatkan nasionalisme dan cinta tanah air. Hal ini dikarenakan SI beranggapan bahwa agama mampu mempersatukan masyarakat pribumi dari berbagai etnis dan golongan.28 Gambaran bahwa agama dalam SI dianggap sebagai suatu pengikat ini pernah dinyatakan oleh Tjrokaminoto sebagai berikut: “memang SI memakai nama agama sebagai persatuan bangsa, buat mencapai citacita sebenarnya, dan agama tidak akan menghambat kita mencapai tujuan itu.”29 Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, sebelum SI memasuki daerah Bekasi, penduduk pribumi Bekasi yang sebagian besarnya beragama Islam tersebut merupakan penganut Islam yang taat. Akan tetapi sangat disayangkan pada kenyataannya sebagian dari mereka hanya memandang Islam sebagai agama yang mereka anut dan sebagai identitas diri saja khususnya masyarakat pribumi yang berprofesi sebagai buruh tani. Masyarakat kalangan bawah Bekasi khususnya para petani penggarap, masih belum memahami ajaran agama Islam 28
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66 Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam. Hlm 14-16
29
79
dengan baik, karena mereka lebih memilih untuk menyibukkan diri di sawah dengan bekerja menggarap sawah daripada mempelajari dan mendalami agama mereka sendiri yaitu Islam, dalam hal beribadah bahkan mereka mengabaikan kewajiban sholat lima waktu. Banyak dari mereka yang enggan menjadi anggota SI hanya karena organisasi ini mewajiabkan setiap anggotanya untuk melaksanankan ibadah wajib yaitu sholat lima waktu, mereka merasa tidak sanggup jika setiap hari harus menunaikan sholat dalam lima waktu.30 Munculnya SI sebagai organisasi pergerakan yang membawa tujuan mulia untuk mensejahterakan kehidupan dan menaikan derajat masyarakat pribumi Distrik Bekasi, serta membawa tujuan untuk memperbaiki keagamaan masyarakat Distrik
Bekasi
dengan
harapat
masyarakat
Bekasi
dapat
menjalankan
kehidupannya menurut perintah agama Islam. Karena keinginan untuk mengubah nasib kehidupan mereka, mereka yang ingin hidupnya lebih baik, memilih untuk menjadi bagian dari organisasi SI dan berusaha memenuhi semua persyaratanpersyaratan yang diajukan untuk menjadi anggota organisasi ini, antara lain: dalam
kongres
di
Surakarta
tahun
1913.
Tjokroaminoto
melancarkan
kampanyenya untuk membasmi apa yang dia sebut “tujuh M” yaitu main (judi), madon (nafsu seks), minum (mabuk), madat (cabul), mangani (makan berlebihan), maling (mencuri, merampok), dan misuk (memaki), untuk melancarkan aksi pembasmian “tujuh M” tersebut di kalangan masyarakat, Tjokroaminoto terlebih dahulu menerapkannya kepada para anggota SI dan mereka yang ingin menjadi anggota. Mereka yang hendak masuk menjadi anggota SI dituntut harus bersih
30
A.P..E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 142
80
kelakuannya dan tidak melakukan perbuatan maksiat. Untuk mereka yang memiliki reputasi buruk diberikan masa percobaan setengah tahun: selama waktu itu orang tersebut harus membuktikan telah memperbaiki kehidupannya, setelah terbukti barulah orang itu diperkenankan menjadi anggota SI.31 Pada bulan Mei 1913 setelah kedatangan SI di daerah Batavia, asisten Residen Meester Cornelis melaporkakan pendirian cabang SI lokal yang di daerah Distrik Bekasi yang dipropagandai oleh seorang pribumi yang merupakan pedagang daging lokal yang mapan, kepala sekolah pribumi yang bernama Raden Doemihardjo,32 dua orang juru tulis serta seorang pedagang mereka sangat giat dalam menyebarluaskan dan mengajak masyarakat daerah tersebut untuk menjadi anggota organisasi ini. Seperti yang kita ketahui, seseorang yang telah sah menjadi anggota SI wajib hukumnya menunaikan ibadah sholat lima waktu, dari sebab itulah terjadi meningkat drastis jumlah orang-orang yang datang ke masjid untuk menunaikan sholat wajib secara berjamaah, khususnya pada hari Jum’at. Bahkan pada sebuah masjid dilaporkan bahwa jumlah jama’ahnya telah meningkat hingga mencapai sepuluh kali lipat dari biasanya.33 Akan tetapi pembaharuan Islam yang dilakukan oleh SI di Bekasi hanya berdampak pada bidang peribadatannya saja seperti halnya banyak dari anggotanya yang menjadi rajin melakukan sholat lima waktu, pembaharuan tersebut pun tidak berdampak pada peningkatan kehidupan mereka.
31
A,P,E Kprver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?. Hlm 65-66 Arsip Nasional Republik Indonesia, Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia, 1975, hlm XIII 33 Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 145 32
81
Karena niat awal mereka memasuki organisasi SI untuk meningkatkan kehidupan ekonomi dan mewujudkan keinginan mereka terlepas dari jeratan kemiskinan serta kesengsaraan hidup yang disebabkan oleh kesewenangan pemerintah dan tuan tanah China membuat mereka mengesampingkan tujuan SI yang utama yaitu untuk memperbaiki keagamaan Islam mereka sendiri. Mereka lebih giat mencari masa dan memperbanyak anggota untuk melawan kesewenangan pemerintah Hindia Belanda dan para tuan tanah Tionghoa. Bahkan tidak jarang untuk menambah pengikut mereka melakukan pemaksaan keanggotaan. Wedana Bekasi telah melaporkan bahwa dalam distriknya berkalikali terjadi penyerangan yang dilakukah oleh anggota SI terhadap warga yang bukan amggota SI.34 Penyerangan yang dimaksud dalam pandangan SI sebagai cara berdakwah bagi SI, selain untuk merekrut anggota, juga untuk menolak perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan agama Islam. Dengan demikian terjadilah garis pemisah antara orang SI dan bukan orang SI bersamaan dengan jatuhnya garis pemisah antara Islam fanatik dan tidak. A.P.E Korver juga menjelaskan bahwa dalam kalangan SI mulai berkembang pernyataan yang menyatakan bahwa mereka yang bukan anggota SI dianggap “termasuk ke dalam golongan mereka yang tidak beriman”.35 Dari pernyataan tersebut akhirnya memunculkan sikap permusuhan anggota-anggota SI terhadap penduduk yang bukan anggota SI. Sikap tersebut tampak ketika anggota SI menolak untuk memberikan bantuan berupa uang, barang atau jasa kepada mereka bukan anggota SI, contohnya apabila ada upacara 34
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 130-132 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 142
35
82
pemakaman, orang pindahan, mendirikan rumah atau menanami sawah, mereka tidak bersedia untuk mengeluarkan tenaga mereka untuk membantu, mereka juga tidak mau ikut sedekah yang diadakan oleh orang-orang yang bukan anggota SI, bahkan sering terjadi pula bahwa tokoh agama atau imam-imam kampung yang merupakan anggota SI, menolak untuk memimpin pemandian, dan mensholati jenazah orang yang bukan anggota organisasi tersebut karena mereka beranggapan bahwa orang-orang yang bukan anggota SI dianggap sedikit banyak termasuk kedalam golongan orang kafir. Nama SI sendiri di Distrik Bekasi lambat laun berubah menjadi seruan jihad bagi para anggota di Distrik Bekasi untuk melakukan perlawanan terhadap orang-orang yang anggap musuh dan bertanggung jawab atas kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka alami.36 Munculnya SI dengan corak keislamannya pun, tidak dapat memberikan perubahan bagi pemahaman keagamaan masyaraka Bekasi khususnya kalangan masyarakat yang merasa tertindas seperti masyarakat miskin dan buruh tani di daerah terpencil seperti kampung-kampung di Distrik Bekasi. Mereka lebih memanfaatkan keberadaan SI sebagai wadah untuk menampung kemarahan mereka dan juga sebagai penyemangat perang melawan ketidak adilan Wedana Bekasi, pemerintah Hindia Belanda dan kesewenangan yang dilakukan oleh para tuan tanah Tionghoa terhadap mereka.37 Walaupun tidak mengherankan hal ini
36
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 48 Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi : Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hlm 23 37
83
dapat terjadi mengingat fanatisme keagamaan dapat menggerakkan rakyat untuk melawan kekuasaan kolonial.38
C. SI Menghadapi Persaingan Etnis A.P.E Konver membagi ledakan permusuhan oleh SI dalam tiga katagori yaitu terhadap wakil-wakil pribadi golongan penduduk sendiri, pejabat-pejabat pamong praja Eropa dan pribumi serta orang Chian dan kalangan Eropa sebagai pribadi, dari beberapa kategori tersebut, ledakan permusuhan antara anggota SI dengan etnis China lah yang sangat dahsyat hingga tidak jarang menimbulkan kerugian jiwa dan materil pada setiap bentroan yang terjadi dari kedua kubu.39 Sartono Kartodirjo pun menulis dalam telaahnya-mengnai beberapa gerakan protes di pedesaan Jawa- bahwa pernyataan permusuhan SI tertuju kepada orangorang beretnis China.40 Adanya stratifikasi penduduk yang menempatkan derajat pribumi sebagai kaum yang lebih rendah dari kaum pendatang khususnya etnis China oleh pemerintah Hindia Belanda dikarenakan pengaruh besar orang-orang China dalam roda perekonomian di Hindia Belanda, Batavia pun mengalami berkembang dengan pesat ketika orang-orang China pindah kesana.41 Perbedaan sosial itulah yang menyebabkan munculnya persaingan dagang antara pribumi dan etnis China. Sejarah mencatat bahwa persaingan dagang tersebut menjadi salah satu penyebab
38
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942,
hlm 74 39
A.P.E Korver Sarekat Islam Gerakan Ratu Andil?,Hlm 129 A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 137 41 M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2008, hlm 59. 40
84
didirikannya organisasi SI. Pedagang China yang memiliki modal yang lebih besar telah berhasil memonopoli perdagangan batik di Solo, pedagang pribumi Solo pun yang merasa dirugikan atas hal itu. Memang SI dan etnis China merupakan dua golongan yang saling bersaing. Hal ini di perkuat dengan revolusi China yang terjadi pada masa itu sehingga mulai tumbuh rasa nasionalisme di antara para etnis China di Indonesia dan mereka mulai menunjukan keangkuhan dan kesombongannya kepada rakyat pribumi, mereka merasa etnis mereka lebih baik daripada penduduk pribumi Indonesia, khususnya etnis Jawa.
Revolusi
China tersebut juga menimbulkan cita-cita emansipasi di kalangan etnis China di Indonesia, mereka ingin pula menguasai Jawa dan daerah-daerah lain sebagaimana penjajahan yang berhasil dilakukan Belanda, mereka memandang orang-orang Jawa adalah bangsa yang lebih rendah dari mereka sehingga orang Jawa harus menghormati mereka. Hal itu menyebabkan timbulnya presepsi yang sangat negatif antara pribumi dan etnis China.42 Dalam beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa di dalam tubuh SI terdapat perasaan anti-China yang keras. Etnis China adalah saingan utama para pengusaha pribumi dan merupaka sasaran prasangka rassial rakyat. Pemerintah Hindia-Belanda pun memberikan hak-hak istimewa kepada etnis China sehingga cukup memberika alasan untuk menyamakan China dengan kaum penjajah. Tindakan anti-China dalam kalangan SI terjadi di beberapa daerah di Jawa, Madura dan sebagian kecil daerah Sumatra (khususnya Medan). 43 Hal tersebutlah yang melatarbelakangi seringnya terjadinya bentokan dan ledakan-ledakan 42
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
hlm 88 43
Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1999, hlm 88
85
permusuhan antara anggota SI dan etnis China di daerah-daerah tersebut. Terjadinya benturan-benturan sosial dan konflik antara pribumi dan etnis China, semakin menguatkan tembok pemisah antara pribumi dan etnis China.44 Pemimpin SI yang terlibat dalam tindakan ini terutama pemimpin tinggkat desa, pengurus SI yang lebih tinggi kebanyakan berusaha meredam atau mencegah terjadinya kekerasan. Akan tetapi SI hanya memusuhi etnis China yang bukan beragama Islam, jika ada etnis China yang beragama Islam atau mualaf mereka memperlaukannya dengan sangat bersahabat. Sebagai contoh di daerah Tambakbaya adalah ketika seorang penduduk etnis China tidak diganggu karena kabarnya dia atau bapaknya telah member sumbangan kepada Masjid di daerah tersebut. Menurut berita, dia adalah telah menjadi seorang Muallaf secara diamdiam.45 Dalam upaya melakukan perbaikan taraf kehidupan masyarakat pribumi khususnya dalam bidang ekonomi, setidaknya perjuangan yang SI lakukan ini bertujuan untuk meminimalisir perekonomian yang dikuasai oleh China di Hindia Belanda. Khusus di Bekasi, SI berusaha meminimalisir pengaruh besar tuan tanah yang menjadi penyebab kemelaratan yang dialami masyarakat Bekasi yang juga membuat pribumi menjadi kaum di bawah etnis pendatang tersebut sehingga banyak dari pribumi mengalami kemelaratan dan kesengsaraan akibat kesulitan ekonomi yang mereka alami. Etnis China pun menjadi sasaran SI di salah satu daerah otonom Meester Cornelis tersebut dikarenakan peran mereka sebagai pemilik tanah-tanah partikelir yang mendominasi di daerah tersebut sehingga 44
Imas Emalia, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942.
hlm 88 45
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, hlm 146
86
kondisi pada saat itu sangat terbelakang dan tertekan.46 SI berupaya melakukan perjuangan perbaikan perekonomian masyarakat pribumi sehingga dapat mengimbangi perekonomian orang-orang China. Akan tetapi dalam prosesnya, SI pun mendapatkan halangan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dan tidak menginginkan terciptanya kesejahteraan pribumi Bekasi yaitu tuan tanah beretnis China tersebut, dikarenakan mereka khawatir kekuasaan mereka atas tanah partikelir menjadi terancam jika rakyat Bekasi bersama SI berhasil mewujudkan keinginan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dengan melakuka perbaikan bidang ekonomi. Tuan tanah China adalah pihak yang paling merasa terganggu akan adanya SI di Bekasi, mereka pun berupaya melakukan hal-hal yang dapat menghalangi kemajuan dan perkembangan SI dan para anggotanya di Bekasi seperti mendirikan organisasi pesaing SI yang bernama Kong Djie Hin. Hubungan yang tidak harmonis antara penduduk Bekasi dengan para penduduk keturunan China yang kebanyakan menjadi tuan tanah partikelir tersebut, sudah terjadi sejak sebelum kedatangan organisasi SI di Bekasi atau bahkan sebelum organisasi ini didirikan. Kesewenangan para tuan tanah etnis China terhadap para buruh tani di Bekasi pun menjadi pemicu terhadap ketidak harmonisan dan hubungan buruk serta persaingan antara anggota SI Bekasi dengan para penduduk etnis China. Rasa persaingan yang menimbulkan ledakan permusuhan pun tumbuh dan tidak dapat dihindari antara pribumi anggota SI dengan penduduk etnis China di Bekasi.
46
Susan Blackburn, Jakarta Sejarah 400 Tahun, Jakarta: Masup Jakarta, 2011, hlm 144
87
Keinginan untuk mengambil dan medapatkan kembali tanah partikelir yang banyak terdapat di sekitar daerah Batavia dan Meester Cornelis yang pada saat itu dikuasai oleh tuan tanah China oleh SI, membuat penduduk pribumi di sekitar
daerah
tersebut
menjadi
bersemangat
untuk
terus
malakukan
pemberontakan. Sebuah koran China telah memberitakan tersebarnya desas desus di Batavia dan Meester Cornelis bahwa orang Eropa dan orang China dalam waktu dekat harus menyerahkan semua yang mereka miliki kepada SI dan bahwa mereka kemudian akan diusir dan dibunuh. Berita tersebut diperkuat oleh pernyataan seorang tuan tanah China di Bogor yang memberitahukan bahwa seorang propagandis SI bernama H. Machmud, yang berasal dari kebayoran, telah menyampaikan kepada para petani di desanya bahwa apabila SI berkuasa, maka semua tanah di Jawa akan diberikan kembali kepada pemiliknya yang sah yaitu rakyat pribumi Indonesia. Berita-berita yang demikian juga terjadi di Distrik Bekasi, hal ini diberitakan oleh residen Meester Cornelis, Dalam laporan terakhir dimuat lagi sebuah lelucon yang mungkin hanya sebuah khayalan, lelucon itu berkisah tentang seorang propagandis SI Bekasi yang bernama H. Marjuk, yang giat berpropagandis di Distrik Cikarang daerah sebelah timur Bekasi, dia memberitakan
kepada
para
pendengarnya
bahwa
segera
akan
terjadi
pemberontakan dan semua orang China akan dipenggal kepalanya, karena orang China dalam beberapa waktu ini tidak lagi memakai kuncir, oleh karena itu kita akan susah membedakan mana orang China dan mana Pribumi dan buka tidak mungkin terdapat bahaya dalam pertempuran yang akan datang secara tidak sengaja akan jatuh banyak korban di pihak pribumi. H. Marjuk telah mencari jalan
88
keluar untuk masalah ini yaitu penduduk pribumi Bekasi dapat meminta tanda pada di pakainnya sebagai pertanda bahwa yang memiliki tanda tersebut adalah pribumi, kepada H. Marjuk, banyak orang-orang yang percaya dengannya dan lekas memberikan pakain mereka. Akantetapi ternyata H. Marjuk membawa kabur dan menjual pakain-pakain tersebut, bukan memberikan tanda pada pakainpakain itu. Atas apa yang dia lakukannya, H. Marjuk pun dituntut telah melakukan tindak pidana.47 Jika kita membahas tentang persaingan etnis yang terjadi antara perkumpulan pesaing SI di Bekasi maka akan muncul nama Organisasi Kong Djie Hin sebagai oarganisasi pesaing yang kuat. Organisasi ini timbul di kecamatan atau onder-distrik Bekasi pada bulan Agustus tahun 1913. Dikatakan pendirian organisasi ini disebabkan oleh tindakan dan sikap yang tidak bersahabat yang ditunjukan oleh anggota-anggota SI terhadap para tuan tanah China dan orangorang yang menolak untuk bergabung menjadi anggota, di mata para orang-orang China khususnya para tuan tanah partikelir dan penduduk pribumi yang bukan anggota SI, SI adalah organisasi yang anarkis, yang selalu melakukan kerusuhan, kekerasan, dan pemaksaan kepada tuan tanah China dan warga Bekasi yang belum menjadi anggota. Memang hal itu beberapa kali terjadi, akan tetapi faktanya, apa yang dilakukan SI tersebut adalah sebuah perjuangan untuk mewujudkan niat mulia yang dibawa organisasi tersebut yaitu mengangkat derajat pribumi dan menjadikannya tuan rumah di negrinya sendiri. Mereka yang merasa dirugukan oleh keberadaan organisasi ini berusaha menutupi fakta tersebut, mereka mencari
47
A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil?, Hlm 81.
89
kesalahan-kesalahan SI dan menempatkan diri mereka sebagai pihak yang lemah dan tersakiti oleh tindakan SI. Karena merasa mendapat tekanan dari anggota SI, mereka memutuskan bergabung dengan perkumpulan KDH untuk mendapatkan pertolongan. Dengan cerdik sekali, para tuan tanah Tionghoa, para pedagang, administrator, yang juga merasa sangat dirugikan dengan keberadaan SI memanfaatkan keadaan ini untuk menarik masyarakat pribumi yang bukan anggota untuk bergabung dan mendirikan perkumpulan ini baik pribumi atau etnis Tionghoa dapat masuk ke perkumpulan ini, walaupun organisasi gabungan dari orang-orang China dan pribumi akan tetapi etnis China lebih dominan di sini, mereka lebih menguasai jalannya organisasi ini. Maka terbentuklah suatu perkumpulan yang akan mengadakan aksi balas terhadap Sarekat Islam yang menjadi tujuan utamanya. Organisasi ini diberi nama KDH yang artinya “peningkatan kesejahteraan umum”. KDH ini memiliki anggaran dasar sebagai organisasi kematian, dengan tujuan untuk memberikan bantuan keuangan kepada ahli waris yang ditinggalkan, kalau ada anggotanya yang meninggal, bantuan ini berwujud pembayaran kurang lebih sebesar f 25, kepada ahli waris yang ditinggalkan, untuk membiayai pemakamannya. Sedang bila yang meninggal adalah orang Tionghoa maka anggota pribumi dapat memberika bantuan tenaga, atau membayar sebesar f 0, 25 per orang. Jika yang meninggal adalah orang pribumi, makan orang Tionghoa memberika sumbangan sukarela dan anggota-anggota pribumi membayar sebanyak f 0,10 samapi f 0,25 tiap orang.tetapi organisasi ini juga memiliki tujuan rahasia yang utama yaitu merongrong dan meruntuhkan pengaruh SI di Bekasi.
90
Tokoh-tokoh Tionghoa yang duduk dalam pengurus perkumpulan ini antara lain adalah: Tio Jung Liong, Tuang tanah di Karatan, sebagai ketua; Svan Po, Bekasi patiah di Teluk Pucung, sebagai kasir; dan seorang pribumi bernama Saikung, mandor di Cakung, sebagai komisaris. Perkumpulan ini memakai sistem pemimpin-pemimpin kring seperti yang berlaku dalam SI. 48 Pengesahan berdirinya organisasi ini terjadi pada bulan Agustus. Patih mendapat perintah dari Asisten-Residen supaya bersama dengan Scholten yamg merupakan kontrolir di Bekasi pada waktu, dan Wedana Bekasi untuk mengadakan pertemuan-pertemuan dengan rakyat untuk memberikan penerangan dan cara kerja SI. Pada pertemuan-pertemuan ini lalu dibicarakan tentang sifatsifat SI yang baik maupun yang buruk, akan tetapi seiring berjalannya pembicaraan mereka lebih menekankan kepada keburukan-keburukan organisasi tersebut, hal itu menimbulkan perasaan dorongan untuk bersatu bagi pihak yang tidak menyukai organisasi ini baik dari etnis China maupun orang-orang yang buka anggota SI. Hal ini dimanfaatkan mereka untuk segera memutuskan pendirian Kong Djie Hin.49 Pada awal berdirinya, perkumpulan ini mendapatkan pertentangan dari anggota SI Bekasi. banyaknya perlawanan yang dilakukan SI seperti yang pernah terjadi di beberapa tempat di daerah Distrik Bekasi, diantaranya perlawanan di kampung Setu tanah Cakung yang terjadi pada bulan Desember, perlawanan di tanah Teluk Pucung di bulan Febuari, perlawanan di tanah Babelan, dan lainnya. Membuat para pengikut KDH merahasiakan keikutsertaan mereka dalam 48
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 50-51 Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 51-52
49
91
organisasi itu, jika orang-orang Tionghoa yang sudah dikenal secara umum keikutsertaannya dalam perkumpulan KDH, ditanyaka perihal keanggotaanya, maka mereka sama sekali tidak akan mengakui keanggotaan mereka. 50 Para anggota KDH pun lebih banyak bergerak secara sembunyi-sembunyi. Organisasi pun ini berhasil memutar balikkan keadaan, KDH telah mendapatkan rasa simpati dari pemerintah daerah dan Wedana Bekasi, hal itu karena pemerintah daerah merasa mendapat bantuan dana dan bantuan lainnya dari perkumpulan itu. Selain itu hampir semua mandor hingga polisi di daerah tersebut bergabung menjadi KDH, dan pesuruh-pesuruh Wedana Bekasi juga telah menjadi anggota perkumpulan KDH. Wedana Bekasi pun diam-diam membantu KDH dan selalu berpihak pada KDH septiapkali terjadi bentrokan antara SI dan KDH. Bukti jika perkumpulan KDH secara diam-diam dibantu oleh wedana misalnya tidak ada larangan permainan judi yang dilakukan oleh anggota-anggota KDH pada hari-hari pasaran, ketika terjadi bentrokan-bentrokan antara anggota SI dengan anggota KDH, selalu dilemparkan kesalahan kepada SI Wedana Bekasi memberikan perintah untuk menghukum anggota-anggota SI lebih berat dari hukuman yang juga diberikan kepada anggota-anggota KDH. Hal ini jelas terbukti dalam penangkapan dan penghukuman orang-orang yang melakukan kerusuhan yang pernah terjadi di Distrik Bekasi, walaupun sebagian besar anggota SI akan tetapi telah diketahui pula bahwa anggota KDH juga ikut terlibat akan tetapi anggota KDH. Bila ditelusuri maka terbukti bahwa kerusuhan ini muncul disebabkan adanya permusuhan antara anggota-anggota KDH dan anggota-
50
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 52
92
anggota SI. Maka sangat tidak adil jika anggota-anggota SI mendapatkan hukuman yang lebih berat dari anggota KDH. Wedana pun telah membiarkan diselenggarakannya pertemuan yang sangat meriah yang dihadiri sekitar 400 orang anggota KDH, yang diadakan tanpa izin akan tetapi jika SI melakukan pertemuan maka Wedana akan menentang dengan keras. Diketahui pula kenyataan bahwa banyak orang telah bergabung dengan organisani “Kong Djie Hin” sebenarnya kebanyakan dari orang-orang tersebut pada awalnya berniat untuk menjadi anggota SI, akan tetapi keinginan mereka terbentur oleh larangan yang dikemukakan pemerintah lewat H. Abdurracham untuk tidak menerima orang-orang baru yang ingin menjadi anggota SI Distrik Bekasi, hal ini sesuai dalam surat dinas G.S tanggal 29 September 1913 No. 366. Dikarenakan mereka menginginkan kehidupan yang terjamin dengan menjadi suatu anggota organisasi maka mau tidak mau mereka memutuskan untuk menjadi anggota Kong Djie Hin.51 Dari apa yang telah terjadi, sangat jelas terlihat bahwa pemerintah daerah dan Wedana Bekasi tidak memperlihatkan sikap yang tidak bersahabat terhadap gerakan KDH, dikarenan pemerintah daerah perkumpulan tersebut dapat menjadi sekutu dalam menghadapi tindakan-tindakan SI Bekasi. SI Bekasi pun tidak berdaya dalam menghadapi tekanan yang datang dari KDH yang dibantu oleh pemerintah daerah dan Wedana Bekasi, oleh karena itu SI melalui Goenawan selaku ketua dari pengurus besar SI di Jawa Barat, menyampaikan keluhankeluhannya kepada pemerintah atas ketidak adilan yang SI terima dari Wedana
51
Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam lokal. Hlm 53
93
Bekasi terkait persaingan yang terjadi antara SI dan KDH, dengan mengajukan surat permohonan. Dalam surat tersebut berisi sebagai berikut : 1. Dari tidak dilarangnya permainan judi yang dilakukan oleh anggota KDH pada hari pasaran. 2. Karena jika terjadi bentrokan antara anggota-anggota SI Bekasi dengan anggota-anggota KDH, kesalahan selalu dilemparkan kapada SI. 3. Karena wedana kiranya tidak memngadakan pemeriksaan lebih lanjut mengenai sebab matinya seorang pribumi dekat halte Cakung, dengan alasan: orang itu anggota SI. (lihat No 5 lampiran A) 4. Dari kenyataan bahwa kiranya wedana telah memecat pesuruhnya yang bernama Salam, karena ia telah ikut campur dalam kepentingan SI; dan bahwa nasib yang sama juga menimpah mandor polisi yang bernama Jidan. (No 2 lampiran B) 5. Dari kenyataannya, bahwa pak Ratih kiranya telah kecurian. Tetapi pencuru-pencurinya tidak dihukum, karena meraka anggota KDH. (No 3 lampira B) 6. Dari kenyataan bahwa laporan mandor Sairan, mengenai diadakannya pertemuan sangat meriah, yang tanpa izin telah diadakan oleh + 400 anggota KDH, tidak mendapat perhatian dari wedana (No 4 lampiran B) 7. Dari kenyataan, bahwa Haji Ilyas harus melakukan dinasdinas “kompenian” yang lebih berat, karena ia orang SI (No 5 lampiran B)”.52 Keluhan-keluhan tersebut pun terbukti kebenarannya dan karena Wedana Bekasi yaitu Raden Barkham melakukan banyak pelanggaran, maka hal itu berdampak dipemutasinya Wedana Bekasi oleh patih Meester Cornelis. Sekutu terkuat KDH dalam melawan SI Bekasi pun terancam kehilangan jabatannya.53 Walaupun demikian persaingan dan permusuhan yang terjadi antara anggota SI dengan etnis China di Distrik Bekasi tidak berhenti sampai di situ, persaingan antara kedua kubu tersebut akan terus barlanjut hinggan orang-orang etnis China khususnya para tuan tanah China mengembalikan tanah yang seharusnya menjadi milik orang-orang pribumi di Bekasi serta meninggalkan daerah ini.
52 53
Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 53-54. Taufik Abdullah, Sejarah Islam Lokal di Indonesia. Hlm 59
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan sumber-sumber yang penulis dapatkan, maka Sarekat Islam berjuang untuk meningkatkan derajat masyarakat pribumi dengan melakukan perbaikan dalam tiga bidang yaitu bidang ekonomi, pendidikan, dan keagamaan. Oleh karena itu penulis dapat simpulkan bahwa Bekasi pada tahun 1913-1914 merupakan wilayah agraris yang terdiri dari tanah-tanah partikelir, wilayahnya yang subur dengan berlimpahnya hasil panen, tidak membuat masyarakatnya hidup dengan layak karena adanya sistem tanah partikelir dan kewajiban pajak hasil panen yang dibebankan kepada mereka membuat mereka mengalami kemiskinan dan kemelaratan. Pendidikan mereka yang rendah membuat mereka tidak dapat melepaskan diri dari kesewenangan tuan tanah China dan pejabat Eropa serta pejabat pribumi, oleh karena itu mereka membutuhkan sebuah wadah yang dapat menampung segala keluh kesah. Pada bulan Mei 1913 munculah sebuah organisasi sebagai wadah perjuangan rakyat dengan tujuan yang mulia, organisasi ini bernama Sarekat Islam (SI). SI datang kepada mereka sebagai penolong bagi rakyat pribumi, menyelamatkan dan melepaskan mereka dari jeratan kemiskinan dan kesengsaraan yang mereka alami selama ini dari tuan tanah China dan pemerintah daerah yang memperlakukan mereka dengan tidak adil dan semenah-menah. Pada kurun waktu 1913-1914, SI Bekasi berhasil mendapatkan anggota paling banyak di antara daerah-daerah sekitar Batavia. Dalam perjuangannya untuk meningkatkan kualitas kehidupan pribumi Bekasi, SI mewujudkannya dengan melakukan perbaikan sesuai dengan anggaran
94
95
dasar organisasi tersebut yaitu dengan memajukan bidang ekonomi, agama, juga pendidikan bagi masyarakat pribumi. Dalam bidang ekonomi, SI Bekasi mengawalinya dengan mengajukan penuntutan kepada tuan tanah untuk menaikan harga upah buruh tani, walaupun mendapatkan banyak hambatan dari pihak-pihak tertentu, akhirnya wedana Bekasi memenuhi tuntutan tersebut. SI juga mendirikan toko kopeasi bernama Warung Aandeel, usaha ini pun mengalami kemajuan yang cukup pesat pada awalnya akan tetapi korupsi uang saham yang dilakukan oleh ketua warung, mengakibatkan warung tersebut mengalami kebangkrutan. SI Bekasi pun tidak sepenuhnya berhasil dalam perjuangannya meningkatkan perekonimian masyarakat Bekasi. Dalam bidang keagamaan SI Bekasi pada awalnya berhasil memberikan pemahaman agama Islam dengan baik kepada masyarakat Bekasi khususnya anggota-anggotanya, akan tetapi lambat laun mereka lebih memanfaatkan keberadaan SI sebagai wadah untuk menampung kemarahan mereka dan penyemangat perang. Sedangkan dalam bidang pendidikan, SI Bekasi tidak sukses dalam bidang pendidikan, tidak ditemukan data sejarah yang menyatakan apakah di sana telah didirikan sekolah SI. Oleh karena itu, penelitian ini belum seberapa sehingga masih banyak yang perlu diungkapkan melalui berbagai disiplin ilmu yang lebih komperatif. Penulis merasakan bahwa, apa-apa yang disampaikan dalam skripsi ini masih begitu kurang. Dan masih diperlukan data-data yang lebih banyak lagi, juga memberikan kesempatan kepada penulis lain yang ingin mengangkat tentang sejarah perjuangan di SI Bekasi.
DAFTAR PUSTAKA A. Daftar Primer 1. Arsip Tidak Terbit Afschrift No. 27, Mailrapport No. 22/7-13-46/1. 2. Arsip yang Diterbitkan Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 7, Sarekat Islam Lokal: Jakarta: Arsip NasionalRepublik Indonesia, 1975 Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah No. 8, Memori Serah Jabatan 1921-1930 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Republik Indonesia, 1976 Arsip Nasional Republik Indonesia Penerbitan Sumber-Sumber Sejarah, Memori Serah Jabatan 1931-1940 (Jawa Barat), Jakarta: Arsip Republik Indonesia, 1976 B. Sumber Sezaman 1. Surat Kabar Bataviasch Nieuwsblad, 15 Desember 1913. Pandjaran, Warta, 15 Desember 1913. Pandjaran, Warta, 13 Maret 1914. Pandjaran, Warta, 14 Meret 1914. Perniagaan, Selasa, 16 Desember 1913. Perniagaan, Rabu, 17 Desember 1913. Perniagaan, Jum’at, 19 Desember 1913. 2. Majalah Lembaran Sedjarah No. 7 Djuni 1971. C. Sumber Skunder 1. Buku Abdul Ghani Muhammad, Cita Dasar dan Pola Perjuangan Syarikat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1984. Abdullah, Taufik, Sejarah Lokal di Indonesia (Kumpulan Tulisan), Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1979. ----------------------, Islam dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1987
96
97
Alrasyid Harun, dkk, Bekasi Dari Masake Masa, Bekasi: Badan Pemberdaya Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2006. ---------------------, Sejarah Bekasi Dari Masa Kerajaan Hingga Masa Pembangunan, Bekasi: Badan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi, 2002. A.P.E Korver, Sarekat Islam Gerakan Ratu Adil? (terj), Jakarta: PT Grafitipers, 1986. Blackburn, Susan, Jakarta Sejarah 400 Tahun (terj), Jakarta: Masup Jakarta, 2011. Brugmans, I.J. dan Baudet, H, Politik Etis dan Revolusi Kemerdekaan, Jakarta: Yayasan Obor, 1987. Djoened Poesponegoro Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia V, Jakarta: BP BalaiPustaka, 1984. Emalia, Imas, Gerakan Politik Keagamaan Islam di Keresidenan Cirebon 1911-1942, Jakarta: Pustaka Intermasa, 2011. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 14, Jakarta: PT CiptaPustaka, 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 14, Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004. Firdaus A.N, Syarikat Islam Bukan Budi Utomo: Menelusuri Sejarah Pergerakan Bangsa, Jakarta: CV. DATAYASA, 1997. Frederick H. William, Soeri Soeroto, Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi Indonesia, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2005. Herry Mohammad, Dkk, Tokoh-tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: GemaInsani, 2006. Hurgronje, Snouck, Islam di Hindia Belanda, Jakarta: Bhratara Karya Aksara, 1983. J. Tideman, “Pendudukka bupaten-kabupaten Batavia, Meester Cornelis dan Buitenzorg,” dalam Tanah dan Penduduk di Indonesia, Jakarta: Bhratara, 1974. Junaedi Al anshori, SejarahNasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta: PT Mitra Aksara Paitan, 2007
98
Kartodirdjo Sartono, Pengantar Sejara Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme Sampai Nasionalisme jilid II, Jakarta: PT. Gramedia, 1990. Kuntowijoyo, Pradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan, 1999. ----------------, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Budaya, 1995. Larson D. George, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942,Yogjakarta: Gadjah Mada University, 1990. Maran Raga Rafael, Pengantar Sosiologi Politik , Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007. Mastika Zed, Kepialangan Politikdan Revolusi Palembang 1900-1950, Jakarta: LP3ES, 2003. M. C. Rickleaf, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (terj), Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005. McVey Ruth “Kemunculan Komunisme di Indonesia”. Depok: Komunitas Bambu, 2010 Noer Deliar, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1980. Nurhajarini, Dwi Ratna, Dkk, Sejarah Kerajaan Tradisional Surakarta, Jakarta: department pendidikan dan kebudayaan RI, 1999. Saidi, Ridwan, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994. Shiraishi, Takashi, Zaman bergerak: Radikalisme Rakyat di Jawa 19121926 (terj), Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997. Sopandi Andi, Sejarah dan Budaya Kota Bekasi, Sebuah Catatan Perkembangan Sejarahdan Budaya Masyarakat Bekasi, Bekasi: Dinas Olahraga, Kebudayaan, dan Kepariwisataan Pemerintah Bekasi, 2009. Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920, Yogyakarta: PT. Tiara WacanaYogya, 1991.
99
-------------, Sejarah Pergerakan Nasional: dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1900-1945, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994. Sujomihardjo, Abdurrahman, Perkembangan Kota Jakarta, Jakarta: Pemerintah DKI Jakarta, 1977. ---------------------------------------, Pemekaran Kota Jakarta (The Growth of Jakarta), Jakarta: Jambatan, 1977. Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985 Suparman Nana, Almanak Bekasi, Mengenal Bekasi Kota Patriot, Bekasi: Rahman Prees, 1989. Van Niel Robert, Sistem tanampaksa di Jawa (terjemahan), Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia, 2003. Wijaya, Hussein, Seni Budaya Betawi, Jakarta: Pustaka Jaya, 1976. 2. Artikel Jurnal M. Alrasyid Harun, Artikel, Zaman Bergerak (Analisis Historis Awal Perjuangan Politik Indonesia Masa Kolonialisme 1912-1926). 3. Sumber Tertulis Tidak Diterbitkan a. Skripsi Anwar Ali, Gerakan protes petani Bekasi :Studi Kasus Awal Masuknya Sarekat Islam di Tanah Partikelir,Skripsi, Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. D. Sumber Elektronik http://www.berdikarionline.com/gotong-royong/20130422/sarekat-islam-dangerakan-politik-islam.html http://gobekasi.pojoksatu.id/2014/08/15/37-fakta-menarik-kabupaten-bekasi-adapentagon-soekarno-dan-palestina/ http://www.gurusejarah.com/2015/01/sarekat-islam.html https://alianwar.wordpress.com/2010/04/05/ngalor-ngidul-bekasi-buruh-bekasiprotes-tuan-tanah-zalim-radar-bekasi-senin-5-april-2010/ http://www.bekasikota.go.id/readotherskpd/5379/509/artikel-sejarah-kota-bekasi http://mitmutchan.blogspot.com/2013/10/sarekat-islam-lokal.html
LAMPIRAN
LAMPIRAN I
Koran Perniagaan 16 Desember 1913 : Hal Keributan Di Bekasi
LAMPIRAN II
Koran Perniagaan 16 Desember , Sarekat Islam
LAMPIRAN III
Pantjaran Warta 14 Maret 1914 : SI Di Meester Cornelis
.:
!uo'i-
.,.,.:. :....
0:
I: J AVA ZEE l, ,nnbt
lfBrrasot tlE a
i
..
L\pL"J
LOEVEN
:
KETil?AN1AN
++ -'++++ rara ngBrdqrd rc-!rr,e,
+-+-f ..r!- *, ::..-l: ,+ l-r --< -=
Da;ri llo.sEd\l
.jda. t't,fr dj.- tai.
:).iik ,i4 !(z-iz Ai la j.:zn _.aiJ d>- sL.ni.,,:?,i
i?3,,
r ,, +:i./e .t. ;e-.4d1-. z.d a.ti ti-ai .-9fi ADpl 4,- ini. i4.jeir S,-tii
5a9"a 1 t':a S€a1., a.
tLr i-
.