PENGARUH PERUBAHAN KURIKULUM DARI TSUMEKOMI KYOIKU KE YUTORI KYOIKU TERHADAP GAKURYOKU Jessyca Halim, Siti Dahsiar Anwar Program Studi Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Abstrak Pembaharuan kurikulum yang dilakukan pemerintah Jepang dengan mengubah kurikulum tsumekomi kyōiku ke yutori kyōiku ternyata menyebabkan penurunan kemampuan akademis siswa sehingga muncul isu gakuryoku teika (penurunan kemampuan akademis siswa). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam karakteristik dalam penerapan masing-masing kurikulum dan pengaruhnya terhadap gakuryoku yang ingin dikembangkan. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa dalam penerapan yutori kyōiku banyak terkandung faktor-faktor yang melemahkan efektifitas pengembangan gakuryoku. Selain itu, perkembangan IT dan budaya populer serta latar belakang siswa juga ikut mempengaruhi hasil pembangunan gakuryoku. Kata kunci: kurikulum, tsumekomi kyōiku, yutori kyōiku, gakuryoku.
THE INFLUENCE OF CURRICULUM CHANGES, FROM TSUMEKOMI KYOIKU TO YUTORI KYOIKU, ON ACADEMIC ABILITY Abstract Curriculum reforms conducted by Japanese Government had changed the curriculum from tsumekomi kyōiku to yutori kyōiku. In fact, the reformation did not give the result as it wished. On the contrary, it seems that implementation of yutori kyōiku has inclined the academic ability of Japanese students. The aim of this research is to understand the characteristic of each curriculum and the influences on student’s academic ability. This research shows factors in yutori kyōiku’s curriculum and implementation which caused the inclining of student’s academic ability. Besides, academic ability also influenced by IT and pop culture blooming and student’s family background.
1
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
1. Latar Belakang Pada tahun 1956, muncul isu gakuryoku teika (penurunan kemampuan akademis) dalam dunia pendidikan Jepang. Isu ini muncul sebagai kritik terhadap kurikulum tahun 1947 yang melandaskan pendidikan pada pandangan Dewey, keiken shugi, tentang pendidikan berbasis pengalaman, “Pembelajaran terjadi melalui kehidupan sehari-hari dan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari”. Menurut Yasuchika Yamazaki, kritikan ini muncul dari para orang tua kalangan ekonomi menengah ke atas yang menginginkan anak-anak mereka untuk dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMA dan Perguruan Tinggi dan menganggap pendidikan berlandaskan keiken shugi tidak mampu memberikan pengetahuan yang berguna untuk membekali siswa di masa depannya, khususnya untuk mengenyam pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Memasuki tahun 1980-an, pemerintah Jepang mengubah sistem pendidikan ke yutori kyōiku. Kebijakan tersebut diambil karena pemerintah mendapat banyak kritikan dari masyarakat mengenai penerapan cara ajar tsumekomi kyōiku (1960-1977) yang menimbulkan berbagai masalah dalam pelaksanaan pendidikan, seperti ochikobore (tinggal kelas) dan kekerasan dalam sekolah. Akan tetapi, langkah yang diambil pemerintah dalam memperbaharui kurikulum dengan mengurangi jam dan bahan ajar serta pemuktahiran cara ajar agar terciptanya
kehidupan
sekolah
yang
yutori
malah
dianggap
menurunkan gakuryoku siswa. Untuk mengetahui alasan yutori kyōiku menyebabkan turunnya gakuryoku, penulis membandingkan penerapan tsumekomi kyōiku dan yutori kyōiku serta pengaruhnya terhadap pengembangan gakuryoku. Dalam penelitian ini, memaparkan karakteristik masing-masing kurikulum dan menganalisa efektifitas masing-masing kurikulum
2
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
dalam mengembangkan gakuryoku yang ditinjau lebih dalam dengan teori taksonomi Bloom. 2. Tinjauan Teori Dalam penulisannya, penulis menggunakan 2 teori, yaitu konsep gakuryoku dan taksonomi Bloom. Menurut Yukio Fujiwara, gakuryoku berarti kemampuan yang terbentuk melalui pembelajaran pelajaran yang berdasarkan
kurikulum
sekolah.
Gakuryoku tidak
hanya
mencakup
pengetahuan, pemahaman dan kemampuan teknis tetapi juga mencakup kemampuan meneliti sebagai perwujudan munculnya ketertarikan dan kemauan seperti kemampuan berpikir, menilai atau mempertimbangkan, mengemukan. Selain itu, gakuryoku juga mencakup kemampuan akademis sendiri, kemampuan menilai diri sendiri, kemampuan mengikuti pelajaran, kemampuan bekerja sama, kemampuan ikut dalam masyarakat dan yang seperti dikemukakan Takashi Saito: kemampuan meniru, kemampuan merencanakan, kemampuan berkomentar dan lainnya. Melalui beragam praktik yang dilakukan di sekolah, terbentuklah kemampuan-kemampuan diatas.
Teori kedua adalah Taksonomi Bloom, teori yang sering digunakan dalam pembuatan rancangan kurikulum pendidikan sekolah, metode penilaian prestasi belajar siswa dan tujuan pendidikan sekolah. Bloom membagi kemampuan yang dibangun melalui pendidikan ke dalam 3 domain,
yaitu
domain
kognitif
meliputi
pengetahuan
dan
perkembangan kemampuan intelektual, termasuk pengenalan dan ingatan akan fakta-fakta tertentu, pola dan tata cara, dan konsepkonsep yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan intelektual; domain afektif, meliputi cara dalam menghadapi hal secara emosional seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusias, motivasi dan sikap; domain psikomotorik meliputi gerakan fisik, koordinasi dan penggunaan kemampuan
pergerakan.
Untuk
mengembangkan
domain
ini
diperlukan latihan yang diukur kecepatan, ketelitian, jarak, tatacara
3
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
atau cara pelaksanaannya. Perkembangan domain Psikomotorik akan meningkatkan kreatifitas anak didik atau siswa. Dalam masing-masing kategori learning domain di atas, terkandung 3 tahap pembelajaran (level of learning), yaitu: knowledge (pengetahuan), apply (penerapan), dan problem solving (pemecahan masalah). Ada 2 pandangan mengenai hubungan ketiga domain tersebut dalam membangun kemampuan siswa: i) trilogy, pandangan bahwa ketiga domain tersebut terpisah satu sama lain dan dikembangkan secara berurutan. ii) trinity, pandangan bahwa ketiganya terkait satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan, karena itu harus dikembangkan secara bersamaan. Pandangan trilogy umum dalam bidang pendidikan dan bisa dikatakan pendangan yang kuno. Pandangan yang sedang trend dalam pendidikan Internasional saat ini adalah pandangan trinity yang menganggap bahwa kurangnya salah satu domain di atas dalam diri siswa akan mengurangi kecakapan dan kemampuan siswa. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu mencari dan mengumpulkan informasi seputar masalah tsumekomi kyoiku, gakuryoku dan yutori kyōiku dari sumber-sumber berupa buku, jurnal, artikel, serta informasi dari internet yang kemudian akan dibaca, dipahami dan dianalisis. Buku yang menjadi landasan penulisan ini adalah buku Yoku Wakaru Jyugyōron yang berisikan penjelasanpenjelasan mengenai teori-teori dasar dalam pendidikan guru dan Yoku Wakaru Kyōiku Katei yang berisikan penjelasan-penjelasan mengenai teori-teori dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan. 4. Perbandingan kurikulum Tsumekomi Kyōiku dan Yutori Kyōiku 4.1. Kurikulum Tsumekomi Kyōiku Pada tahun 1958, bersamaan dengan kōdo keizai seichō (pertumbuhan ekonomi pesat), berkembang kalangan ekonomi menengah di kota,
4
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
tenaga kerja bertambah, meluasnya gakureki shugi, dan teknologi juga semakin maju. Hal ini menuntut pendidikan sekolah untuk menyediakan tenaga kerja yang tidak hanya siap kerja tetapi memiliki kemampuan yang tinggi agar mampu bekerja dalam memproduksi barang-barang berteknologi tinggi. Pada masa ini, pemerintah Jepang melandaskan pendidikan pada keitō shugi atau pendidikan yang sistematis yang menekankan pada kemampuan dasar: membaca, menulis dan berhitung. Selain itu, pesatnya perkembangan teknologi Rusia yang berhasil meluncurkan satelit buatan manusia pada tahun 1957 telah mendorong Amerika Serikat yang tidak mau kalah untuk berusaha menerapkan pendidikan berstandar tinggi yang bertujuan memajukan teknologi.1 Amerika
Serikat
mempromosikan
pengembangan
pendidikan
Matematika dan Sains, serta pendidikan yang berfokus pada kedua mata pelajaran tersebut. Usaha Amerika Serikat tersebut diadaptasi oleh Jepang dan pada tahun 1968 Jepang ikut memodernisasi pendidikannya dan meningkatkan standar pendidikannya seperti yang dilakukan Amerika Serikat. Dalam kurikulum Matematika SD ditambahkan pelajaran tentang tanda ketidaksetaraan (kelas 2), fungsi (kelas 3), himpunan (kelas 4), persamaan (kelas 4), soal cerita (kelas 5), persen dan bilangan negatif (kelas 6). Sementara, dalam kurikulum Matematika SMP ditambahkan pengajaran tentang fungsi, persentase dan statistik, himpunan dan logika, konsep, terminologi dan simbol dari himpunan, konsep struktur himpunan berjumlah, pengertian dan interaksi fungsi, pemikiran konversi bilangan atau cara melihat secara per fase, pertidaksamaan, konsep fungsi. Di tingkat SMA mulai 1
Pada tahun 1957, Uni Soviet (sekarang Rusia) berhasil meluncurkan satelit resmi Bumi bernama Sputnik. Keberhasilan Rusia meluncurkan satelit ke luar angkasa mengejutkan dan menyadarkan Amerika Serikat akan ketertinggalan mereka dalam teknologi. Kejadian ini disebut dengan sputnik shock.
5
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
diajarkan diferensial dan integrasi kalkulus, vektor, pemakaian kalkulator, matriks, dan konversi linear. Sementara itu, pengembangan kurikulum Sains di tingkat SMA terbagi menjadi Fisika, Kimia, Biologi dan Geologi. Dari keempat cabang Sains tersebut pelajaran Fisika menjadi perhatian utama. Dalam kurikulum pelajaran Fisika, siswa diajarkan prinsip Archimedes, keseimbangan benda keras, panas, bunyi, elektrisitas arus bolak-balik, hukum konversi momentum, quantum cahaya, gelombang material, struktur atom, yang mana dianggap sebagai aspek penting dalam ilmu Fisika baru. Di sisi lain, akibat pengaruh dari penjelajahan ruang angkasa yang dilakukan Negara Barat, terjadi kecenderungan penekanan pembelajaran tentang astronomi. Dalam kurikulum ini, siswa juga diberikan fasilitas laboratorium, seperti laboratorium Fisika, Biologi, dan Kimia. Fasilitas ini disediakan untuk menunjang pengembangan pola pikir ilmiah dari siswa dimana siswa tidak hanya diberi pengayaan teori dalam kelas tetapi juga membuktikan sendiri teori-teori yang telah dipelajari tersebut sehingga bisa mendapatkan pemahaman dan pengertian yang lebih mendalam. Metode ajar-belajar pada kurikulum ini berpusat pada guru sebagai pemberi pengetahuan dan pembenaran ilmu sementara siswa adalah penerima ilmu mutlak dari guru dan bahan ajar. Penerapan kurikulum tsumekomi kyōiku ini bertujuan membangun ikite hataraku gakuryoku, kemampuan akademis yang hidup dan bekerja. Model gakuryoku ini muncul pada tahun 1960-an dan dirancang oleh Ryōzō Hirooka dengan menyandingkan kemampuan siswa berupa chisiki (pengetahuan) dengan taido (sikap). Di sisi lain, ada yang mengartikan tipe gakuryoku ini sebagai perpaduan kompetensi kognitif dan karakter emosional (afektif). Dengan rancangan model gakuryoku seperti ini, rancangan kurikulum ini juga menitikberatkan pendidikan moral. Secara singkat,
6
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
kurikulum baru pendidikan Jepang ini menitik beratkan pada pengembangan moral, kemampuan Matematika dan Sains, dan pada sistemasi isi pelajaran. Dalam
penerapan
tsumekomi
kyōiku
juga
diimbangi
dengan
panjangnya waktu belajar siswa di sekolah. Pemerintah menambah jam pelajaran yang tadinya (1951) 5.780 jam untuk tingkat SD dan 3.150 jam untuk tingkat SMP menjadi (1958) 5.821 utuk SD dan 3.360 untuk SMP, kemudian bertambah lagi menjadi (1969) 3.535 jam untuk SMP. Dalam kurikulum ini, pelajaran-pelajaran yang dianggap penting mendapat porsi jumlah jam yang lebih besar. Di tingkat SD, mata pelajaran Bahasa Jepang mendapat porsi jam sebanyak 22.6%, Matematika 19.4%, Sains dan ilmu sosial masing-masing 12.8%, Persentase jam pelajaran Matematika dan Sains tingkat SD tersebut lebih tinggi daripada persentase Amerika Serikat (14% dan 10.5%), Inggris (16.8% dan 4.2%), Jerman (12.5% dan 9.4%) dan Prancis (18.2% dan 5.5%). Di tingkat SMP, persentase jam pelajaran Bahasa Jepang 14.8%, Matematika 11.7%, dan Sains 12.8%. Persentase jam pelajaran Matematika Jepang paling rendah dibandingkan dengan AS, Jerman, Inggris dan Prancis, tetapi persentase untuk Sains menjadi yang paling tinggi. Sementara untuk tingkat SMA, persentase jam pelajaran Bahasa Jepang, Matematika dan Bahasa asing masingmasing 16.1%, Olahraga 11.8%, sejarah 7.5%, Kimia, Biologi, Geografi dan seni masing-masing 4.3%, Pendidikan etika, Politik, Ekonomi, dan Geologi masing-masing 2.2%, dan 3.2% untuk lainnya. Persentase jam pelajaran Matematika tingkat SMA Jepang lebih tinggi dari pada Inggris (3.8% jurusan seni dan 10.9% jurusan Sains) dan Jerman (6.6% jurusan klasik dan 13.2% jurusan Sains). Penerapan kurikulum ini ternyata telah menimbulkan masalah seperti siswa yang tinggal kelas dan kekerasan dalam sekolah. Selain itu,
7
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
pemerintah juga melihat bahwa kurikulum ini sudah tidak cocok dengan perkembangan zaman dan perkembangan masyarakat Jepang sendiri. Akhirnya, pemerintah mengambil langkah pembaharuan kurikulum pada akhir tahun 1980-an. 4.2. Kurikulum Yutori Kyōiku Pada tahun 1970-an dunia pendidikan Internasional, khususnya dunia pendidikan
Amerika
Serikat
mulai
memberi
perhatian
pada
pengembangan karakter siswa dengan mengusung kata kunci “Humanity”, Amerika Serikat menekankan bahwa, “Modernisasi Pendidikan” harus mempertimbangkan bagaimana keberadaan dan bagaimana seharusnya keberadaan manusia. Dengan pertimbangan tersebut, Amerika Serikat mulai mengarahkan kurikulum pendidikan kepada pendidikan yang mampu mendidik siswa secara utuh sebagai manusia dengan tetap mempertahankan karakter siswa. Pada tahun 1977, Jepang mulai mengadaptasi pandangan pendidikan tersebut yang kemudian dituangkan dalam kurikulum pendidikan Jepang dengan tema yutori. Dengan kata kunci yutori, pemerintah mengurangi jam pelajaran pertahun sebesar 0,6% untuk Sekolah Dasar dan 11% untuk Sekolah Menengah. Pemerintah juga mengurangi bahan pelajaran, seperti meniadakan “himpunan” dari pelajaran Matematika SD dan “hitungan negatif” dan “peluang” dari pelajaran Matematika SMP. Sebagai gantinya, pemerintah menambahkan waktu 1-2 jam seminggu sebagai yutori jikan (waktu relaksasi/yutori). Pada jam pelajaran “yutori jikan” ini, siswa diajak melakukan kegiatan yang bisa memberikan mereka pengalaman dan pengenalan lebih dalam terhadap lingkungannya, membangun tubuh yang kuat dan melatih mereka beraktivitas dalam kelompok. Selain mengurangi beban belajar siswa, pendidikan ini juga bertujuan memberi ruang bagi siswa didik
8
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
untuk mengembangkan kreatifitas mereka yang mana dianggap tidak terbangun dalam sistem tsumekomi kyōiku. Selanjutnya,
pada
tahun
1989,
pemerintah
Jepang
kembali
mempembaharui kurikulum pendidikan dengan menitikberatkan pada: pengembangan kepribadian anak didik, peralihan ke masyarakat lifelong learning2, dan penyesuaian terhadap masyarakat era informatika dan kontribusi kepada masyarakat global. Kurikulum ini bertujuan mendidik manusia yang hidup tegar dengan hati yang kaya, mengembangkan kemampuan akademis otodidak dan kemauan belajar mandiri (shingakuryokukan /pandangan kemampuan akademis yang baru), melaksanakan pendidikan yang membangun kepribadian dan menitikberatkan
pada
pengembangan
kemampuan
dasar
yang
diperlukan sebagai warga negara, mendidik sikap menghargai nilainilai tradisional dan budaya Jepang, serta mendorong pemahaman dunia internasional. Dalam kurikulum ini ditambahkan pelajaran seikatsu-ka yang memberikan pengetahuan tentang lingkungan dan masyarakat, khususnya untuk tingkat Sekolah Dasar dan Taman Kanak-kanak. Tujuannya supaya anak-anak bisa berinteraksi dengan orang-orang dan lingkungan sekitarnya secara langsung sehingga menumbuhkan ketertarikan dalam diri anak didik. Pada tahun 1996, Komisi Pendidikan Pusat dari Kementrian Pendidikan,
Budaya,
Olahraga,
Sains
dan
Teknologi
Jepang
mempertimbangkan “Model Pendidikan Jepang dalam Perspektif Abad 21”. Pertimbangan ini berdasarkan pada visi masa depan Jepang, 2 Life-long learning adalah sebuah pandangan baru tentang cara belajar manusia yang di kemukakan UNESCO pada tahun 2001. Pandangan ini berkembang dari pandangan life-long education yang ditujukan sebagai pendidikan bagi orang dewasa dan merupakan pendidikan yang didapatkan di luar institusi sekolah atau yang sering disebut pendidikan social/masyarakat. Life-long learning ini dianggap sebagai kunci untuk bertahan di abad 21 supaya mampu beradaptasi dengan perubahan permintaan atau syarat dari pasar tenaga kerja dan supaya lebih menguasai perubahan zaman.
9
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
dimana masyarakat Jepang sekarang ini sedang mengalami kemajuan yang lebih jauh dalam komputerisasi dan globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masalah lingkungan dan Bumi, masalah energi. Selain itu, masalah laju masyarakat kōreika shōshika (masyarakat yang semakin menua dan penurunan angka kelahiran) yang semakin cepat juga menjadi dasar pertimbangan. Dengan berlandaskan pada hasil pertimbangan tersebut, pada tahun 1998, pemerintah menggalakkan kurikulum yutori kyōiku dengan tujuan membentuk sumber daya manusia yang siap menghadapi abad 21 yang penuh gejolak perubahan. Untuk sepenuhnya terlaksana pendidikan yang yutori atau bebas tekanan, pemerintah menerapkan sistem 5 hari seminggu sekolah untuk menciptakan “yutori”. Selain itu, bahan pelajaran dipilih dengan seksama. Bentuk nyata dari kebijakan ini tampak pada buku pelajaran yang tadinya sangat tebal menjadi lebih tipis. Dalam pelajaran Bahasa Jepang, jumlah huruf kanji yang dipelajari dikurangi dari 1.006 huruf menjadi 825 huruf. Dalam pelajaran Bahasa Inggris juga terjadi pengurangan dalam kosa kata yang dipelajari, dari sebanyak 24.847 kata (1988) menjadi hanya 16.950 kata (2006). Selain itu juga terjadi penyederhanaan bahan ajar, contohnya dalam Matematika adalah nilai ! dalam rumus lingkaran yang semestinya bernilai 3,14…. disingkat menjadi 3. Penyederhanaan bahan ajar juga tampak dari tampilan isi buku pelajaran. Buku pelajaran yang dulunya menekankan pada penjelasan dalam bentuk tulisan, dalam yutori kyōiku berubah menekankan pada visual dengan memperbanyak foto-foto dan gambargambar yang berguna untuk mempermudah pemahaman pelajaran. Tujuan dari kurikulum ini adalah menumbuhkan ikiru chikara/ kemampuan hidup dengan menerapkan sōgōtekina gakushū jikan. Ikiru chikara di sini berarti kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
10
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Penerapan sōgōtekina gakushū jikan bertujuan membimbing siswa agar mampu menemukan topik atau subjek masalah sendiri kemudian memikirkan solusinya; melatih siswa cara mencari dan mengumpulkan informasi, kemudian
mengolah
dan
melaporkannya
serta
menanamkan
metodelogi penelitian; dan mengembangan sikap berinisiatif dalam usaha mencari solusi permasalahan. Kurikulum ini dilaksanakan secara merata di tingkat SD, SMP, dan SMA pada tahun 2002. Grafik Pengertian ikiru chikara. Kiso kihon gakuryoku: ü 思考力 shikōryoku, kemampuan berpikir ü 判断力 handanryoku, kemampuan menilai ü 表現力 hyōgenryoku, Kemampuan mengungkapkan ü 問題発見能力 mondai hakken nōryoku, kemampuan menemukan masalah ü 問題解決能力 mondai kaiketsu nōryoku, kemampuan memecahkan masalah ü 学ぶ意欲 manabu iyoku, kemauan belajar ü 知識・技能 chisiki ginō, pengetahuan dan teknik
Tashikana Gakuryoku (kemampuan yang pasti) pengetahuan dan teknik, kemampuan menemukan topik permasalahan, kemampuan menilai dan bertindak sendiri , kemampuan memecahkan masalah dengan baik
Ikiru Chikara (kemampuan beradaptasi untuk hidup) mau bekerja sama dengan yang lain, memiliki hati yang bersimpati terhadap orang lain dan memiliki hati yang bisa tergerak/terharu
badan jasmani yang sehat dan kuat agar mampu hidup dengan tegar Kesehatan dan kekuatan jasmani
Yutaka na ningensei, karakter yang kaya
Gaya atau metode mengajar yang digunakan dalam yutori kyōiku disebut wakaru jyugyō, yang secara harafiah bisa diartikan kelas pemahaman. Wakaru jyugyō adalah cara mengajar dimana siswa diajak untuk berpikir dan memahami suatu persoalan, konsep atau teori dengan berdiskusi dalam kelompok. Dalam metode ajar ini, guru tidak menguji pemahaman siswa tentang suatu konsep untuk bisa diterapkan dengan benar dalam menyelesaikan soal-soal. Jika siswa sudah paham maka tugas guru dalam mengajarkan bahan pelajaran itu selesai. Hasilnya,
walaupun
siswa
paham
tetapi
belum
tentu
bisa
mengaplikasikan teori atau konsep pada soal dengan tepat dan benar.
11
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
Selain itu, penerapan metode ajar ini menimbulkan kesenjangan ketertarikan antar siswa yang mengikuti juku (les) dengan yang tidak. Siswa yang mengikuti juku telah mengetahui dan mengerti akan soal yang diberikan guru sehingga siswa tersebut akan merasa bosan. Sementara, siswa yang sama sekali tidak mengerti akan merasa bingung dengan hasil diskusi yang didapatkannya dari temantemannya. Alhasil, hingga kelas tersebut berakhir ada kemungkinan siswa tersebut tidak mengerti cara pemecahan soal yang diberikan. 5. Gakuryoku Tsumekomi Kyōiku dan Yutori Kyōiku Dari penjelasan mengenai kurikulum tsumekomi kyōiku dan yutori kyōiku bisa ditarik kesimpulan bahwa kurikulum tsumekomi kyōiku berfokus pada pengembangan domain kognitif siswa, sementara yutori kyōiku berusaha mengembangkan domain kognitif, afektif dan psikomotorik secara lebih merata. Berikut ini adalah gambaran ideal rancangan pengembangan gakuryoku kurikulum tsumekomi kyōiku dan yutori kyōiku.
Afek 1f
Psiko moto rik
Kog ni1f;
Psiko moto rik
Kog ni1f
Afek 1f
Tsumekomi kyōiku
Yutori kyōiku
Karakteristik tsumekomi kyōiku seperti: bahan ajar yang banyak dan sulit, jam pelajaran yang panjang serta pengajaran yang berfokus pada pengembangan kognisi siswa khususnya dalam pelajaran Matematika dan Sains, telah membawa Jepang menduduki peringkat teratas dalam survey gakuryoku di bidang Matematika (1964 dan 1981) dan Sains (1970 dan 1983) yang dilakukan oleh IEA (International Association
12
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
for
the
Evaluation
of
Educational
Achievement).
Penelitian
menunjukkan bahwa kesempatan siswa Jepang belajar subjek-subjek tertentu dalam Matematika pada masa tsumekomi kyōiku lebih besar daripada Negara-negara lainnya sehingga siswa Jepang memperoleh nilai yang tinggi dalam tes gakuryoku tersebut. Sementara, karakteristik yutori kyōiku seperti: pengurangan bahan ajar dan jam pelajaran serta metode ajar wakaru jyugyō yang berfokus pada pengembangan afektif siswa telah menurunkan kemampuan kognisi siswa. Hal ini terlihat dalam hasil survey gakuryoku Internasional PISA (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dimana peringkat dan perolehan nilai siswa Jepang mengalami penurunan, khususnya dalam bidang Matematika. Penurunan gakuryoku dalam bidang Matematika telah dibuktikan oleh hasil survey yang dipublikasikan Koran Tōyōkeizai dengan judul “Bunsū ga dekinai daigakusei” (Mahasiswa yang tidak bisa hitungan pecahan). Survey tersebut mengambil objek mahasiswa baru tahun 1998 dari 19 universitas dan menguji mereka dengan 21 soal Matematika dari tingkat SD hingga SMA.
Survey tersebut menunjukkan banyak
mahasiswa yang tidak mampu mengerjakan soal Matematika tingkat SD. Hasil survey inilah yang menjadi titik awal mulainya perdebatan tentang turunnya gakuryoku. Selain itu, hasil penerapan kurikulum yutori kyōiku terhadap pengembangan afeksi siswa juga menunjukkan angka yang buruk. Tercatat bahwa terjadi peningkatan angka kekerasan dalam sekolah yang signifikan pada siswa SMP, dari angka 3.547 (1983) menjadi 33.525 (2007). Lonjakan angka tertinggi terjadi pada tahun 1997 (18.209 kasus) dari 8.169 kasus pada tahun 1996. Selain itu, kasus kekerasan tingkat SD yang tidak pernah terjadi sebelumnya mulai muncul pada tahun 1997 sebanyak 1.304 kasus. Tidak hanya itu,
13
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
ketertarikan siswa dalam belajar juga semakin menurun. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya jumlah jam belajar siswa di luar sekolah. Dalam sehari rata-rata siswa hanya menggunakan 1,7 jam untuk belajar dan hanya 59% siswa Jepang yang yang melakukannya. Bahkan, sikap belajar siswa di sekolah sangat buruk, dimana 92% siswa ribut di dalam kelas, 90% siswa tidak mendengarkan perkataan guru, 87% tidak mulai belajar bahkan setelah kelas dimulai. Dari segi psikomotorik atau ketrampilan dan kreativitas siswa, banyak pendapat yang mengatakan bahwa tsumekomi kyōiku telah membunuh kemampuan siswa tersebut. Akan tetapi, ada penelitian yang menunjukkan bahwa kreativitas juga terkandung dalam proses kognisi, yaitu pada tahap terakhir dari proses tersebut (Synthesis dan Evaluation). Berdasarkan pada hasil penelitian tersebut, bisa dikatakan bahwa tingginya kemampuan kognitif siswa juga mendongkrak kemampuan psikomotorik atau kreativitas siswa hingga tingkatan tertentu. Sementara, dalam penerapan yutori kyōiku, walau berusaha mengembangan masing-masing domain dengan setara, tetapi dalam pelaksanaannya
masih
kurang
efektif
sehingga
perkembangan
kemampuan siswa baik dari segi kognitif, afektif maupun psikomotorik, tidak sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak yang menyalahkan yutori kyōiku sebagai penyebab turunnya gakuryoku siswa. Hal ini karena dalam kurikulum yutori kyōiku itu sendiri terkandung banyak faktor yang menurunkan efektifitas pendidikan dalam membangun kemampuan siswa. 6. Faktor Luar yang Mempengaruhi Gakuryoku 6.1. Perkembangan IT dan Budaya Populer Selain faktor dari kurikulum sendiri, ternyata ada faktor luar yang mempengaruhi pengembangan gakuryoku, seperti perkembangan IT dan budaya popular yang banyak menyita waktu dan perhatian siswa
14
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
Jepang. Kebanyakan siswa menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam bahkan lebih untuk bermain game, dan khusus siswa SMA menghabiskan waktu sebanyak 6 jaman untuk bermain telepon genggam atau smartphone. Selain itu, sekitar 62.1% siswa Jepang lebih tertarik terhadap perkembangan budaya popular daripada pelajaran di sekolah. Angka ini berada jauh di atas Korea Selatan yang hanya sekitar 43.4%. 6.2. Latar Belakang Keluarga Hasil survey yang dilakukan oleh Universitas Ochanomizu terhadap 1.200 orang anak SD kelas 6 beserta orang tua mereka menunjukkan bahwa gakuryoku murid berhubungan dengan latar belakang keluarga anak tersebut. Hasil survey memperlihatkan bahwa semakin rendah pendapatan orang tua murid, semakin rendah gakuryoku siswa dilihat dari hasil tes yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan ekonomi orang tua dalam membiayai kelengkapan fasilitas pendidikan anaknya, seperti memasukkan anaknya ke juku (les). Kemampuan ekonomi suatu keluarga juga mempengaruhi tinggi rendahnya cita-cita yang dimiliki seorang anak. Hal ini tentunya juga mempengaruhi kemauan anak dalam belajar. Selain dari segi ekonomi, budaya yang berkembang dalam kehidupan berkeluarga juga mempengaruhi gakuryoku anak. Anak-anak yang hidup dalam keluarga yang budaya disiplinnya tinggi mampu menjawab pertanyaan tes yang diberikan dengan lebih baik. 7. Kesimpulan Perubahan kurikulum pendidikan dari tsumekomi ke yutori jelas telah menurunkan gakuryoku siswa, tidak hanya dari segi kognitif tetapi juga afektif
dan
psikomotorik.
Hal
ini
telah
terbukti
dengan
membandingkan hasil survey gakuryoku yang dilakukan institusi internasional seperti TIMSS dan PISA. Kita juga bisa melihat
15
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
rendahnya ketertarikan siswa terhadap kegiatan belajar dan berbagai kasus kekerasan yang timbul di sekolah. Jika dilihat dari karakteristik masing-masing kurikulum, kurikulum tsumekomi lebih unggul dalam membangun gakuryoku siswa dengan berfokus pada pengembangan segi kognitif siswa dan diselingi dengan pengembangan afektif dan psikomotorik siswa. Sedangkan, kurikulum yutori tidak efektif dalam membangun kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik sesuai dengan yang diinginkan. Untuk membangun segi kognitif, jumlah jam dan bahan ajar merupakan faktor penting yang berpengaruh besar dalam pengembangan gakuryoku, diikut oleh metode ajar yang diterapkan. Langkah mengurangi jam dan bahan ajar serta pembaharuan metode ajar yang dilakukan pada kurikulum yutori telah mengurangi kesempatan siswa mempelajari subjek-subjek tertentu dari pelajaran di sekolah dan tidak mampu mengantarkan siswa mengalami proses pembalajaran yang lebih tingggi daripada kurikulum sebelumnya. Faktor-faktor selain kurikulum seperti perkembangan IT dan budaya populer serta latar belakang keluarga siswa juga sedikit banyak mempengaruhi perkembangan gakuryoku siswa. Saran Tulisan ini hanya membahas dan membandingkan kurikulum pada masa 1960an-1980an dengan 1980an-2010an. Untuk mengetahui pengaruh kurikulum terhadap gakuryoku, bisa ditelaah lebih lanjut mengenai
kesesuaian
kurikulum
dengan
kondisi
masyarakat,
perkembangan zaman, ataupun dengan kesiapaan guru dalam menerapkan metode ajar yang mampu mengembangkan gakuryoku sesuai dengan yang terangkum dalam kurikulum.
16
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
Kepustakaan Itō, Hideo. Nippon ni kuwasiku narou. Japan: JL. 2009. Tanaka, Koji.Yoku Wakaru Jyugyō ron, Japan: Minerva. 2007. ----------------. Yoku Wakaru Kyouiku Katei. Japan: Minerva. 2009. Ito, Toshio. Dare mo Oshiete kurenai Kyōiku no Honto ga yoku Wakaru Hon. Japan: Bungeisha. 2006. Fujiwara, Yukio. “Gakuryoku Teika” Mondai to Gakuryoku Keisei. 2003. 17 Mei. 2013. http//ir.lib.uryukyu.ac.jp:8080/bitstream/123456789/1069/1/Vol62p123.pdf Hirasawa, Shigeru. On The Issue of Academic Achievement in Japan: in connection with the feature. 2001. 27 April. 2013. http://www.bunkyo.ac.jp/faculty/kyouken/bull/Bull12/hirasawa.pdf Yamanaka, Kazuhiko. Bunsū,Yonsoku Keisan no dekinai DaigakuseiSono Sekinin wa Doko ni aru no ka. 1999. 22 Mei. 2013. www.eri21.or.jp/econews/eco62.pdf MacDonald, Nowakowski, Schonwetter. Actively Engaging Students in Affective, Cognitive, & Psychomotor Learning Domains (Knowing, Being, and Doing).2012. 27 Mei. 2013. http://69.59.162.218/ADEA2012/Hiltom%20Bonnet%20Creek/3.19 .12_Mon/Collier/Mon_1030/5263_Laura_MacDonald_Collier/ADE A%20Handout%20Actively%20Engaging%20Student%20in%20A %20C%20PM%20by%20LM%20AN%20DS.pdf Oki, Hirotaka. “Gakuryoku Teika Ronsō” wo furikaette, “Gendai no Kyōiku” no Kōgi to Jukōsei to no Giron kara. Japan: Ritsumeikan Kōtō Kyōiku Kenkyū no.11. 2009. 10 Mei. 2013. http://www.ritsumei.ac.jp/acd/ac/itl/outline/kiyo/kiyo11/10_oki.pdf Sawada, Toshio. The Japanese Perspective on TIMSS. 1999. 26 Mei. 2013. http://www.maths.soton.ac.uk/EMIS/journals/ZDM/zdm036r2.pdf Smith, I. Leon. IQ, Creativity, and The Taxonomy of Educational Objectives: Cognitive Domain. 1970. 29 Mei. 2013. http://www.jstor.org/stabel/20157136 Tanabe, Shunji. Education Reform in Japan: ways towadrs quality. 2000. 28 Mei. 2013. http://www.seeeducoop.net/education_in/pdf/book-ways-018-tanabe-oth-enlt07.pdf UNC Charlotte. Bloom's Taxonomy of Educational Objectives. 30 Mei. 2013. http://teaching.uncc.edu/sites/teaching.uncc.edu/files/media/files/fil e/GoalsAndObjectives/Bloom.pdf
17
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013
Yamazaki, Yasuchika. The Structure of Educational Conciousness in the Postwar Japan. 1989. 19 Mei. 2013. http://repository.dl.itc.utokyo.ac.jp/dspace/bitstream/2261/581/1/KJ00000126138.pdf Kyōkasho ima Mukashi: Gensen to Yutori no Jidai heisei 14 nen-23 nen (chūgakkō). 30 April 2013. http://www.dainippontosho.co.jp/math_history/history/age04_el/index.html
18
Pengaruh Perubahan..., Jessyca Halim, FIB UI, 2013