PENGARUH PERBANDINGAN INDUK JANTAN DAN BETINA DALAM PEMIJAHAN IKAN SEPAT MUTIARA (Trichogaster leeri Blkr) TERHADAP FEKUNDITAS DAN DAYA TETAS TELUR Afdiwal Caniago1), Yuneidi Basri2), Azrita2) 1)
Mahasiswa Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta 2) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta, Padang 25133 E-mail :
[email protected]
ABSTRACT The purpose of this study was to determine the ratio of male and female broodstock in generating fecundity and hatching rate. The method used in this study was the experimental method. With a completely randomized design (CRD) that were 3 treatments and 3 replications where treatment A (1 male: 1 female), treatment B (1 male: 2 females) and treatment C (1 male: 3 females). The samples of fish used in this study was broodstock Trichogaster leeri Blkr with 9 parent fish male and 18 female. The results of this research showed that the ratio of the highest on treatment A with the ratio 1 male and 1 female and lowest in treatment C with a ratio of 1 male and 3 females. The highest fecundity in this study was found in treatment A with total fecundity 3447 ± 762 egg granules and the lowest was found in on Treatment C with total fecundity 3264 ± 257 egg granules. And highest in this study were found on treatment B with hatchability about 192,43 ± 1,91% and lowest in treatment A with hatchability about 187,78 ± 9,74%.
Keywords : Comparison of broodstock, fecundity, hatching rate
PENDAHULUAN Indonesia memiliki perairan rawa yang sangat luas yaitu mencapai 994.435 ha. Luasnya perairan rawa tersebut memiliki
penggundulan hutan seperti alih fungsi lahan yang
mengakibatkan
perairan
di
alam,
rusaknya dan
ekologi
berkibat
pada
hilangnya beberapa spesies ikan.
berbagai jenis biota yang sangat beragam
Hal ini membuktikan bahwa
dan masih hidup secara liar. Saat ini ada
penghuni perairan rawa sudah sangat jarang
berbagai ancaman yang sering kita jumpai
ditemukan, diantaranya ikan Sepat Mutiara
pada berbagai jenis biota di perairan rawa,
(Trichogaster
misalnya pencemaran air, penangkapan, dan
Mutiara adalah sejenis ikan air tawar
leeri
Blkr).
Ikan
ikan
Sepat
anggota suku gurami (Osphronemidae) atau
panda dilakukan secara masal dengan
sering
Pearl
perbandingan jantan dan betina adalah 1:2
Lace
sampai 1:4 adalah langkah pemijahan yang
warna
ideal dengan menggunakan kakaban sebagai
dikenal
dengan
gourami,
Mosaic
gourami
yang
sebutan
gourami memiliki
atau pola
berbintik-bintik indah dengan garis hitam di
substrat
sisi tubuhnya. Ikan Sepat Mutiara sering
mencapai
juga disebut ikan yang cinta damai karena
mencapai 100%.
hidupnya suka bercampur dengan berbagai jenis ikan lain (Axelrod and Herbert, 1996).
sebagai
penempel
tingkat
Rahmawati,
telur
kelangsungan
(2007)
yang hidup
menyatakan
bahwa dalam pemijhan ikan gurame dapat dilakukan secara masal alami dengan padat
Ikan Sepat Mutiara merupakan ikan
tebar 6 m2/ekor induk dengan jumlah induk
yang belum dikembangkan secara luas atau
79 ekor dengan perbandingan 1:2, yang
belum sampai pada taraf pembudidayaan
terdiri dari 25 ekor induk jantan dan 54 ekor
sehingga informasi tentang aspek pemijahan
induk betina. Sedangkan Sulhi, (2005)
di perairan rawa masih sangat terbatas.
menyatakan pemijahan ikan gurame dilahan
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
yang sempit dilakukan dengan pemijahan
menjaga kelestarian ikan Sepat Mutiara
masal dengan banyak induk 7 ekor yang
adalah
memiliki jumlah perbandingan induk jantan
dengan
domestikasi
yaitu
melakukan dengan
upaya
melakukan
pemijahan secara terkontrol.
dan induk betina 2:5 adalah
hasil yang
terbaik dengan pengaliran air yang bagus
Saat ini teknologi pemijahan ikan telah banyak dilakukan, seperti pada ikan Sepat Hiasdengan penambahan dosis 335,55
memberikan
derajat
tetas
yang
baik
mencapai 95,9% dan kelangsungan hidup mencapai 89,8%.
mg/kg pakan vitamin E akan memberi nilai
Mukti (2005) pada pemijahan ikan
fekunditas terbaik dengan rata-rata 2234
mas secara masal yang paling baik adalah
butir dan menghasilkan derajat penetasan
dengan perandingan induk jantan dan induk
tertinggi
betina 3 : 6 dikarenakan hampir semua sel
dengan
rata-rata
96,28
%
(Kurniawan, 2014). Sulistyowati
ovum dapat dibuahi oleh sel sperma. et.
al.,
(2005)
menyatakan dalam pemijahan Corydoras
Menurut Rizkiawan, (2012) pada pemijahan ikan nila pandu, perbandingan antara induk
jantan dan induk betina yang paling baik
Alat
adalah 1 : 3 sedangkan menurut Ahmad dan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
Fauji, (2010) menyatakan pada pemijahan
adalah : (1) Hand Counter yang digunakan
ikan puyu, perbandingan antara induk jantan
untuk menghitung telur dan larva, (2)
dan induk betina yang paling baik adalah 1 :
Baskom digunakan untuk sebagai wadah
2 atau 2 : 3.
penetasan telur, (3) piring digunakan untuk memindahkan telur, (4) termometer yang
BAHAN DAN METODE
digunakan untuk mengukur suhu, (4) DO
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April Juni 2014 di Laboratorium Terpadu Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Bung Hatta Padang, Sumatra Barat.
mengukur derajat keasaman
Dalam penelitian ini ikan yang digunakan
Wadah yang digunakan dalam penelitian adalah 4 buah bak fiber dengan ukuran 180 x 72 x 50, dengan ketinggian air 25 cm dengan volume air 324 liter air per bak fiber. 2 bak fiber digunakan sebagai tempat gonad
dan (5) kertas pH yang digunakan untuk
Ikan Uji
Wadah pemeliharaan
pematangan
meter digunakan untuk mengukur O2 terlarut
induk
ikan
Sepat
Mutiara. Masing-masing bak fiber tersebut dibagi menjadi dua bagian sama besar yang diberi sekat dari kaca hitam sebagai wadah pemijahan. Untuk wadah penetasan telur digunakan baskom berwarna putih dengan tinggi baskom 9 cm dan diameter baskom 34 cm sebanyak 9 buah dengan ketinggian air 12 cm yang menghasilkan volume air 3.67 liter air setiap baskom.
dalah induk ikan sepat mitiara (Trichogaster leeri Blkr) sebanyak 9 ekor induk ikan jantan dan 18 ekor induk ikan betina yang diperoleh
dari
Laboratorium
Terpadu
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Bung Hatta. Pakan Yang DiGunakan Selama pemeliharaan induk ikan sepat mutiara untuk memacu pematangan gonad diberi pakan komersial produk PT. Matahari Sakti, Surabaya dengan nomor seri pf/500 yang dicampur dengan vitamain E dengan dosis
134mg/kg
kematangan gonad.
untuk
mempercepat
Metode penelitian
Peubah yang diamati dalam penelitian ini
Metode yang dilakukan adalah metode eksperimen dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan menggunakan analisis One Way ANOVA pada software SPSS versi 13. Adapun perlakuan yang digunakan adalah :
adalah : fekunditas dan daya tetas telur. HASIL DAN PEMBAHASAN Fekunditas Data hasil penghitungan rata-rata fekunditas ikan Sepat Mutiara dari masing-
Perlakuan A = 1 jantan : 1 betina
masing perlakuan dan ulangan dapat dilihat
Perlakuan B = 1 jantan : 2 betina
pada tabel 1.
Perlakuan C = 1 jantan : 3 betina Tabel 1. Fekunditas Ikan Sepat Mutiara pada pemijahan pertama dan pemijahan kedua. Rata-rata ± SD Perlakuan
Pemijahan Ke-
Jumlah
ke- 1
ke- 2
A (1♂ : 1♀)
2887 ± 592
561 ± 170
3447 ± 762a
B (1♂ : 2♀)
2769 ± 165
647 ± 109
3417 ± 103a
C (1♂ : 3♀)
2700 ± 240
564 ± 26
3264 ± 257a
Keterangan :Angka yang diikuti dengan huruf superscript yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji One Way Anova (P<0,05)
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah fekunditas tertinggi dari pemijahan pertama dan kedua terdapat pada perlakuan A dengan jumlah 3447 ± 762 butir telur, pada
perlakuan
B
menghasilkan
telur
dengan jumlah 3417 ± 103 butir telur dan pada
perlakuan
C
menghasilkan
telur
dengan jumlah 3264 ± 257 butir telur yang merupakan jumlah fekunditas terendah dari
hasil pemijahan pertama dan pemijahan kedua. Berdasarkan
hasil
pengamatan
selama penelitian pada pemijahan pertama induk ikan jantan dan betina menghasilkan telur yang banyak yang mencapai hingga 2700-2887 butir telur, sementara pada pemijahan kedua induk ikan sepat mutiara
mengalami produksi telur yang menurun
Disebabkan karena sifat dari pemijahan ikan
yang mencapai 561-547 butir telur.
Sepat
Sastrapradja
et.
al.,
(1981)
menyatakan bahwa induk Sepat Mutiara biasanya dapat mengeluarkan telur 150-200 butir
dengan
cara
pemijahan
Mutiara
merupakan
dari
sifat
pemijahan berpasangan meskipun dilakukan dengan perbandingan induk betina yang berbeda atau lebih dari 1 induk betina.
alami,
Induk
yang memijah
dua
kali
sementara Kurniawan, (2014) menyatakan
tahapan tergolong pada sifat pemijahan
bahwa dalam pemijahan ikan Sepat Hias
“partial spwner”, dimana dapat memijah
dapat menghasilkan 2234 butir telur dengan
secara bertahap meskipun terjadi penurunan
menggunakan campuran vitamin E pada
hasil telur pada pemijahan kedua.
pakan induk.
Lowe Mc Coonel (1975) dalam
Dalam pengamatan selama penelitian
Syandri, (1996) mengemukakan empat tipe
pemijahan induk ikan Sepat Mutiara, induk
pemijahan pada ikan yaitu tipe pertama
betina berhasil memijah dengan dua kali
disebut dengan istilah “big bang” yaitu
tahap pemijahan, dimana pada pemijahan
spesies ikan yang hanya memijah sekali
pertama menghasilkan telur yang banyak
seumur hidup. Tipe kedua adala “ total
dan pada pemijahan kedua menghasilkan
spawner” yaitu spesies ikan yang memijah
telur yang sedikit. Induk yang memijah
telur sekaligus pada satu kali pemijahan,
pertama dan kedua adalah induk betina yang
biasanya jenis ikan ini memijah di sungai
sama, baik itu dari perlakuan A, perlakuan B
atau danau. Tipe ketiga adalah “partial
dan
penelitian
spawner” yaitu spesies ikan yang tidak
pemijahan pada perlakuan A terdapat 1
mengeluarkan telur matang sekaligus pada
jantan dan 1 betina, dimana terlihat jelas
satu kali pemijahan, berpijah di sungai
terdapat hanya sepasang induk yang berhasil
dikaitkan dengan tingginya permukaan air
memijah, namun berbeda pada perlakuan B
akibat hujan atau banjir. Tipe keempat
dan perlakuan C. Pada perlakuan B terdapat
adalah
2 induk betina Sepat Mutiara, dan yang
golongan ikan yang mempunyai fekunditas
berhasil memijah hanya 1 induk betina. Dan
sedikit dan telur dikeluarkan sekaligus pada
perlakuan C terdapat 3 betina dan hanya 1
waktu pemijahan. Umunya terdapat pada
induk
perlakuan
betina
C.
yang
Dalam
berhasil
memijah.
“small
brood
spawner”
yaitu
spesies ikan yang menjaga telur atau larva yang menetas.
memijah
pertama
dan
kedua
merupakan induk betina yang sama, karena induk dapat memijah kembali apabila induk ikan jantan merasakan kehilangan telur karena diambil dari sarangnya. Untuk membedakan induk betina yang dapat memijah dua kali dapat dilihat dari organ genital yang berbeda dengan induk betina yang belum memijah yaitu pada induk betina yang sudah memijah organ genitalya akan berwarna merah dan perut yang kempes, sementara untuk induk betina yang belum memijah organ genital berwarna putih dan perut yang masih membuncit. Pada
pemijahan
pertama
induk
terjadi perubahan organ genital pada induk sudah
selama
memijah,
namun
induk jantan telah mengeluarkan busa atau sarang telur dipermukaan air, induk jantan menunggui dibawah busa yang telah dibuat oleh induk jantan. Busa atau sarang yang dikeluarkan oleh induk jantan merupakan ransangan bagi induk betina yang siap pijah untuk mengeluarkan telur. Telur yang dikeluarkan oleh induk betina akan dijaga oleh induk jantan dan mengusir induk betina, agar telur yang telah dikeluarkan tersebut tidak diganggu oleh induk betina, karena induk betina dapat memakan telurnya kembali. Sastrapradja
et.
al.,
(1981)
menyatakan ikan jantan Sepat Mutiara akan
diamati organ genitalnya, dimana akan
yang
pengamatan
penelitian, proses pemijahan terjadi setelah
Dalam pengamatan induk betina yang
Dalam
pada
pemijahan kedua induk yang memijah adalah induk yang sama, karena setelah diamati organ genitalnya induk-induk betina yang terdapat pada perlakuan B dan
membuat
sarang
busa
atau
sarang
gelembung dari air ludahnya, sebagai tempat memijah dan menyimpan telur hingga menetas. Percumbuan dan pemijahan akan berlangsung di sarang ini, dan sesudah telur dikeluarkan dan dibuahi, sepat betina akan diusir oleh induk jantan. Sukendi
et.
al.,
(2012)
perlakuan C, hanya 1 induk betina yang
mengemukakan bahwa di alam ikan Sepat
tetap berubah organ genitalnya, sementara
Mutiara
induk betina yang lain tidak ada terlihat
meletakkan telurnya disubstrat pada saat
perubahan
melakukan
sekunder
yang
menandakan
induk betina yang lain berhasil memijah.
termasuk
ikan
pemijahan.
yang
Ikan
senang
jantan
mengeluarkan buih dipermukaan tumbuhan
hidrilla yang ada, mengejar induk ikan
yang diakibatkan oleh menurunnya mutu
betina pasangan yang telah digabung dalam
sperma dan mutu telur.
wadah, hal ini untuk merangsang ikan betina mengeluarkan telur. Setelah beberapa saat induk ikan jantan mengejar induk betina akhirnya
induk
betina
mengeluarkan
telurnya di buih-buih yabg dikeluarkan oleh induk jantan tersebut, bersamaan dengan itu induk ikan jantan juhga mengeluarkan semen pada telur-telur yang dikeluarkan oleh
induk
ikan
betina
tersebut
dan
terjadilah pembuahan yang dikenal dengan fertilisasi eksternal.
Ciri-ciri induk yang siap untuk memijah
induk
jantan
akan
lebih indah, kemudian mengejar induk betina hingga mau untuk memijah, beda dengan dengan induk betina yang terlihat perut
membuncit,
namun
tidak
mengeluarkan warna, tetapi induk betina tersebut mau untuk cumbui oleh induk jantan. Derajat Penetasan Telur hasil
penghitungan
derajat
penetasan ikan Sepat Mutiara dari masing-
membutuhkan waktu pemijahan 4 sampai 10
masing perlakuan dan ulangan dengan rata-
hari,
rata derajat penetasan telur dapat dilihat
pada
Sepat
Data
Mutiara
tetapi
ikan
induk
mengeluarkan pesona warna tubuhnya yang
Dari hasil pemijahan pertama dan kedua
adalah
pemijahan
kedua
mengalami penurunan hasil reproduksi telur
pada tabel 2.
Tabel 2. Derajat penetasan Ikan Sepat Mutiara pada pemijahan pertama dan pemijahan kedua. Rata-rata ± SD Perlakuan
Derajata Penetasan
Jumlah
Penetasan Pertama
Penetasan Kedua
A (1♂ : 1♀)
98.49 ± 0.60
86.50 ± 8.87
187,78±9,74 a
B (1♂ : 2♀)
99.01 ± 0.53
93.76 ± 2.12
192,43±1,91 a
C (1♂ : 3♀)
98.67 ± 0.43
91.51 ± 1.88
190,18±2,32 a
Keterangan :Angka yang diikuti dengan huruf superscript yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji One Way Anova (P<0,05)
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa
Dari tabel 2 dapat dilihat tingkat
derajat penetasan induk jantan dan betina
perbedaan daya tetas telur, dimana daya
berdasarkan
tetas pertama dan yang kedua tidak berbeda.
hasil
statistik
bahwa
perbandingan induk jantan dan betina tidak berpengaruh (P<0,05).
Dalam penetasan pertama memiliki mutu telur dan sperma yang lebih baik,
Rata-rata derajat penetasan pada
sedangkan pada penetasan kedua mengalami
setiap perlakuan adalah pada perlakuan A
derajat penetasan yang menurun disebabkan
memiliki nilai rataan 98,49±0,60 pada
adanya penurunan mutu sperma dan telur
pemijahan
yang
pertama,
sementara
pada
memiliki
jarak
waktu
penetasan
pemijahan kedua memiliki nilai rataan
pertama dan kedua 4 sampai 10 hari
86,50±8,87, pada perlakuan B terdapat nilai
sehingga dalam penetasan kedua lebih
rataan
rendah daya tetas telur dibanding dengan
99,01±0,53,
pemijahan
kedua
sementara miliki
nilai
pada rataan
93,76±2,12, sedangkan pada perlakuan C nilai rataanya 98,67±0,43 pada pemijahan pertama, untuk pemijahan kedua memiliki nilai rataan 91,51±1,88.
penetasan pertama. Berdasarkan
pengamatan
selama
penelitian telur yang menetas membutuhkan waktu 24 jam setelah pemijahan terjadi namun terjadi penurunan mutu dari sperma
Dari derajat penetasan pertama telur
dan telur, karena dalam penetasan pertama
yang dihasilkan induk dengan nilai rataan
kemungkinan sperma dan telur masih dalam
tertinggi
yaitu
keadaan bagus, saat pemijahan kedua derajat
pada
penetasan menurun karena pada penetasan
perlakuan A dengan nilai rataan 98,49±0,60,
kedua merupakan sisa sperma dan telur yang
pada
menurun kualitasnya.
adalah
99,01±0,53,
derajat
dan
perlakuan yang
penetasan
B
terendah
kedua
yang
dihasilkan dengan nilai rataan tertinggi terdapat 93,76±2,12 yang terdapat pada perlakuan B sedangkan nilai rataan yang terendah adalah 86,50±8,87 pada perlakuan A.
Sastraparadja et. al., (1981) induk betina sepat mutiara mengeluarkan 150-200 butir telur dan akan menetas setelah 24 jam kemudian, sedangkan Sukendi et. al., (2012) mengutarakan bahwa nilai daya tetas telur dari suatu spesies ikan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal
penetasan
(P>0,05). Dari analisa data One way Anova
terdiri dari hormon dan volume kuning telur,
terlihat dalam hasil pemijahan pertama
dimana
hormon
yang
oleh
memberikan hasil daya tetas tidak berbeda
hipofisa
dan
tyroid
proses
nyata (P<0,05), dan dari hasil pemijahan
mertamorfosa sedangkan volume kuning
kedua juga memberikan hasil daya tetas
telur erat kaitannya dengan perkembangan
tidak
embrio. Selanjutnya faktor eksternal yang
perlakuan A (1 jantan dan 1 betina),
mempengaruhi penetasan adalah suhu, pH
perlakuan B (1 jantan dan 2 betina), dan
dan salinitas (Kamler, 1992), gas-gas
pelakuan C (1 jantan dan 3 betina).
terlarut
yang
mempengaruhi
(oksigen,
CO2
dihasilkan dalam
dan
amoniak)
(Lagler et. al., 1972), dan intensitas cahaya (Nikolsky, 1963). Hasil bahwa
nyata
(P<0,05)
antara
Kualitas Air Pengamatan kualitas air pada media pemeliharaan ikan uji dilakukan 2 kali
penelitian
dengan
berbeda
memperlihatkan pengaruh
penelitian dan akhir penelitian. Untuk lebih
perbandingan induk ikan sepat mutiara akan
lanjut lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
mempengaruhi
3 sebagai berikut.
dari
adanya
selama penelitian, yaitu kualitas air awal
hasil
daya
tetas
Tabel 3. Parameter kualitas air media pemeliharaan induk ikan sepat mutiara Awal Penelitian
Akhir Penelitian
Parameter A
B
C
A
B
C
Suhu (0C)
27,5
27,2
27,9
27
27,3
27,9
pH
7
6,5
6,5
7
7
6,5
DO(ppm)
5
5
5.3
5.5
5
5.5
Kualitas air merupakan faktor pembatas Djatmika, (1986) air sebagai media ikan hidup ikan harus memiliki sifat yang
biota yang dibudidayakan disuatu perairan (Kordi dan Tancung, 2007).
cocok bagi kehidupan ikan, karena ikan
Parameter kualitas air yang diukur
kualitas air dapat memberikan pengaruh
selama penelitian didapatkan suhu berkisar
terhadap pertumbuhan makhluk hidup di air.
27°C sampai 29°C. Menurut Sulistyowati,
(2005) menyatakan bahwa suhu air
pada
KESIMPULAN
pemijahan dan penetasan Cyrydoras panda
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh
berkisar antara 25-280C.
perbandingan induk ikan jantan dan betina
Derajat keasaman (pH) yang terdapat pada akhir penelitian memiliki hasil yaitu 7. Wardoyo, (1975) mengemukakan pH yang ideal bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,5 sampai 8,4.
memiliki
hasil
yaitu
5
ppm/liter, menurut Azrita et. al., (2009) dalam Kurniawan, (2014) menyatakan bahwa kandungan oksigen
yang ideal
berkisar antara 5 sampai 7 ppm/liter. Sedangkan selama penelitian DO didapat 5 ppm/liter. Menurut Kordi and Tancung, (2007) beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm, namun konsentrasi oksigen terlarut yang baik untuk hidup ikan adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi osigen
dibawah
makannya mulai konsentrasi
4
ppm,
tetapi
nafsu
menurun. Untuk itu,
oksigen
yang
baik
dalam
budidaya perairan adalah antara 5-7 ppm. Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan
pemijahan
(Trichogaster
ikan
leeri
sepat Blkr)
mutiara terhadap
fekunditas dan daya tetas telur dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Perbandingan yang tertinggi dalam
DO yang diukur selama penelitian berlangsung
dalam
bahwa
selama
penelitian
parameter kualitas air di dalam wadah pemeliharaan induk dianggap layak.
penelitian ini adalah pada perlakuan A dengan perbandingan 1 jantan dan 1 betina dan yang terendah adalah pada
perlakuan
C
dengan
perbandingan 1 iantan dan 3 betina. 2. Jumlah fekunditas yang pertama dan kedua
pada
masing-masing
perlakuan yaitu perlakuan A dengan jumlah telur 3448 butir telur yang merupakan hasil fekunditas tertinggi, perlakuan B menghasilkan 3417 butir telur, dan perlakuan C 3264 butir telur yang merupakan hasil fekunditas terendah. 3. Derajat penetasan dengan rataan penetasan pertama dan kedua pada perlakuan A adalah
dengan daya
tetas 92,39% merupaan daya tetas terendah, perlakuan B dengan daya tetas 96,38% merupakan daya tetas tertinggi, dan perlakuan C 95,09%
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, M dan Fauzi. 2010. Percobaan Pemijahan Ikan Puyu (Anabas testudienus). Universitas Negeri Riau, halaman 1-9. Axelrod and Herbert R. 1996. Exotic Tropical Fishes. T.F.H. Publications. ISBN 0-87666-543-1 Azrita; Syandri, H; Basri, Y. 2009 Pemamfaatan limbah telur ikan bilih sebagai bahan pakan untuk meningkatkan daya reproduksi ikan belingka (Puntius belinka Blkr) dan hasil produksi benih secara massal. Laporan Penelitian Universitas Bung Hatta. Djatmika, 1986. Usaha Perikanan Air Deras. Simplek. Jakarta. Kamler, E. 1992. Early Life History Of Fish And Energetic Approach. Chapman And Hall. London.
Rahmawati, M. 2007, Journal Pembenihan Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) Di Balai Pengembangan Benih Ikan (BPBI) Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat. Halaman 1-10. Rizkiawan, A. 2012. Journal Analisa Karakter Reproduksi Ikan Nila Pandu (Oreocromis niloticus). Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Diponegoro. Halaman 1-15. Sastrapradja, S., A. Budiman, M. Djajasasmita, dan C.S. Kaswadji. 1981. Ikan Hias. LBN - LIPI. Bogor. Halaman 90-91. Sukendi. Putra, R. M. Yurisman 2012. Keberhasilan Pemijahan Semi Alami Ikan Sepat Mutiara (trichogaster leeri Blkr) Dalam Memproduksi Benih. Pekanbaru. Halaman 114123.
Kordi, M.G.H. dan A. B. Tancung. 2007. Pengelola kualitas air. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Sulhi M, 2005. Journal Produksi Benih Gurame Dilahan Sempit, Balai Riset Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar Bogor. Halaman 174-179.
Kurniawan, P. 2014. Skripsi Penambahan Vitamin E Dalam Pakan Untuk Meningkatkan Potensi Reproduksi Induk Ikan Sepat Hias (Trichogaster sp). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padang. Halaman 1-30.
Sulityowati D, T., Sarah., Arfah, H. 2005 Journal Organogenesis Dan Perkembangan Awal Ikan corydoras panda, Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Halaman 67-74.
Lagler, K. F. 1972. Fresh Water Fish Biology. Brown Company Publishers. Dubuqua-Iowa.
Syandri. H. 1996. Aspek Reproduksi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) Dan Kemungkinan Pembenihannya Di Danau Singkarak. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lowe-Mc Connell, K.H. 1975. Fish Communities In Tropical Fres Water. Their Distribution, Ecology And Evolution. Longman. London.
Wardoyo, S.T.H. 1975. Pengelola Kualitas Air. Institut Pertanian Bogor.